Pengkajian Algoritma Indeks Vegetasi Dan Metode Klasifikasi Mangrove Dari Data Satelit Landsat-5 TM Dan Landsat-7 ETM+ (Studi Kasus Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur)
PENGKAJIAN ALGORITMA INDEKS VEGETASI
DAN METODE KLASIFIKASI MANGROVE DARI
DATA SATELIT LANDSAT-5 TM DAN LANDSAT-7 ETM+
(Studi Kasus Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur)
RISTI ENDRIANI ARHATIN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengkajian Algoritma Indeks
Vegetasi dan Metode Klasifikasi Mangrove Dari Data Satelit Landsat-5 Tm dan
Landsat-7 Etm+ (Studi Kasus Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur) adalah
karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2007
Risti Endriani Arhatin
NIM C525010081
ABSTRAK
RISTI ENDRIANI ARHATIN. Pengkajian Algoritma Indeks Vegetasi dan
Metode Klasifikasi Mangrove dari Data Satelit Landsat-5 TM dan Landsat-7
ETM+ (Studi Kasus Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur). Dibimbing oleh
VINCENTIUS P. SIREGAR dan RICHARDUS F. KASWADJI.
Pemantauan mangrove dengan cara konvensional sangat sulit dilakukan
karena kondisi lapangan menjadi hambatan yang besar bagi pelaksanaan survei.
Penginderaan jauh merupakan alternatif dalam menjawab masalah-masalah yang
berhubungan dalam manajemen mangrove. Tujuan studi ini adalah melakukan
validasi data penginderaan jauh pada data Landsat-5 TM dan Landsat-7 ETM+,
untuk menduga kerapatan kanopi mangrove, selain itu studi ini juga
membandingkan dua metode klasifikasi, yaitu metode maximum likelihood dan
neural network back propagation dalam memetakan mangrove.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa transformasi indeks vegetasi
yang paling baik untuk mangrove di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur adalah
green normalized difference vegetation index (GNDVI). Model matematis hasil
principal component analysis (PCA) dalam menduga kerapatan kanopi mangrove
adalah {2,5180 (-0,522x2 – 0,497x3 – 0,470x4 – 0,510x5)} + {1,3057 (-0,462x2 –
0,515x3 – 0,548x4 – 0,469x5)}. Klasifikasi neural network back propagation
memiliki akurasi yang lebih baik dibandingkan klasifikasi maximum likelihood,
dengan overall accuracy sebesar 85.61%.
ABSTRACT
RISTI ENDRIANI ARHATIN. Study on Vegetation Index Algorithm and
Classification Model for Mangrove Derived from Landsat TM and ETM+ (Case
Study at Kabupaten Berau, East Kalimantan).
Under the direction of
VINCENTIUS P. SIREGAR and RICHARDUS F. KASWADJI.
To monitor mangrove using conventional method is very difficult, due to
the hard and tough field of mangrove forest that be a big obstruction. Remote
sensing which is able to cover a large area of mangrove might become a
promising alternative to answer the problem. The objectives of this study are to
validate the accuracy of remote sensing data, namely Landsat TM and ETM+
images, and for estimating mangrove forest canopy. This study compares two
classification methods, i.e., maximum likelihood and neural network back
propagation classifiers.
The result shows that the best vegetation index algorithm is Green
Normalized Difference Vegetation Index (GNDVI). PCA Result is {2,5180 (0,522x2 – 0,497x3 – 0,470x4 – 0,510x5)} + {1,3057 (-0,462x2 – 0,515x3 – 0,548x4
– 0,469x5)}. The use of neural network back propagation classifier is improving
the accuracy of classification result compared to maximum likelihood classifier.
Its overall accuracy reach 85.61%.
Keyword : remote sensing, vegetation index, maximum likelihood, neural network,
back propagation
GLOSARI
Penyusunan glosari ini merujuk pada empat pustaka, yaitu: (1)
Penginderaan Jauh Jilid 1 (Sutanto 1994a), (2) Penginderaan Jauh Jilid 2
(Sutanto 1994b), (3) Artificial Intellegency: Teknik dan Aplikasinya
(Kusumadewi 2003), (4) Membangun Jaringan Syaraf Tiruan : menggunakan
MATLAB dan Excel Link (Kusumadewi 2004) .
Algoritma (algorithm): (1) suatu cara kerja pasti tahap demi tahap untuk mencapai
hasil tertentu, biasanya berupa suatu cara kerja yang disederhanakan untuk
memecahkan masalah rumit, juga suatu pernyataan lengkap tentang
sejumlah besar langkah, (2) cara kerja berorientasikan komputer untuk
memecahkan suatu masalah.
Artificial intelegence: salah satu bagian ilmu computer yang membuat agar mesin
dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan oleh
manusia
Back propagation: algoritma pembelajaran yang terawasi dan biasanya digunakan
oleh perceptron dengan banyak lapisan untuk mengubah bobot-bobot yang
terhubung dengan neuron-neuron yang ada pada lapisan tersembunyinya.
Algoritma ini menggunakan error output untuk mengubah nilai bobotbobotnya dalam arah mundur (backward), untuk mendapatkan error ini
tahap perambatan maju (forward propagation) dikerjakan terlebih dahulu,
pada saat perambatan maju, neuron-neuron diaktifkan dengan
menggunakan fungsi aktivasi sigmoid.
Citra(image): (1) gambaran obyek yang dibuahkan oleh pantulan atau pembiasan
sinar yang difokuskan oleh lensa atau cermin, (2) gambaran rekaman
obyek yang dibentuk dengan cara optik, elektro-optik, optik-mekanik, dan
elektronik, yang biasanya dalam bentuk gambaran foto.
Hidden layer: lapisan tersembunyi
Histogram: peragaan serangkaian data secara grafik yang menunjukkan frekuensi
terjadinya peristiwa.
Inframerah: spektrum elektromagnetik pada panjang gelombang (0,7 – 1.000) µm.
Untuk maksud penginderaan jauh maka spektrum inframerah dirinci lebih
lanjut menjadi spektrum inframerah dekat/fotografik/pantulan (0,7 µm –
1,3 µm), inframerah sedang (1,3 µm – 3,0 µm) dan inframerah jauh (3,0
µm – 1.000 µm). Inframerah jauh juga disebut inframerah thermal.
Jaringan syaraf: salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu
mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia
tersebut
Penginderaan jauh: ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek,
daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat
tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji
Pixel (picture element):unsur data dengan aspek spasial dan spektral
Pola (pattern):keteraturan dan karakteristik susunan rona dan tekstur
Registrasi:proses geometrik untuk menempatkan dua atau lebih rangkaian data
citra sehingga sel resolusi untuk suatu daerah dapat ditumpangtindihkan
secara digital maupun visual. Data yang diregistrasikan dapat berupa data
sejenis, data dari sensor yang berbeda, atau data mutitemporal
Resolusi: (1) jarak minimum antara dua gambaran, (2) ukuran terkecil suatu
obyek yang dapat dideteksi dengan sensor penginderaan jauh
Spektrum: serangkaian tenaga yang tersusun sesuai dengan panjang gelombang
atau frekuensi
Percepteron: salah satu bentuk jaringan syaraf yang sederhana, biasanya
digunakan untuk mengklasifikasikan suatu tipe pola tertentu yang sering
dikenal dengan pemisahan secara linear
Sigmoid biner: fungsi yang digunakan untuk jaringan syaraf yang dilatih dengan
menggunakan metode back propagation, fungsi ini memiliki nilai pada
range 0 sampai 1
SINGKATAN
AKU
AI
ANN
ANOVA
DVI
ERTS-1
GCP
GVI
GNDVI
II
IM
IPVI
LAI
LANDSAT 5 TM
LANDSAT 7 ETM+
LVQ
NDVI
NIR
NNBP
MIR
ML
MLP
MSS
OIF
PCA
RMSE
RDI
RVI
SAVI
SLAVI
SOM
TIROS-1
TRVI
Analisis Komponen Utama
Artificial Intelegensi
Artificial Neural Network
ANalysis Of VAriance
Difference Vegetation Index
Earth Resources Technological Satellite
Ground Control Point
Global Vegetation Index
Green Normalized Difference Vegetation Index
Infrared Index
Index Mangrove
Infrared Percentage Vegetation Index
Leaf Area Index
LAND SATellite 5 Thematic Mapper
LAND SATellite 7 Enhanced Thematic Mapper Plus
Learning Vector Quantization
Normalized Difference Vegetation Index
Near Infra-Red
Neural Network Back Propagation
Middle Infra-Red
Maximum Likelihood (classification)
Multi Layer Perceptron
Multispectral Scanner System
Optimum Index Factor
Principal Component Analysis
Root Mean Square Error
Ratio Drought Index
Ratio Vegetation Index
Soil Adjusted Vegetation Index
Specific Leaf Area Vegetation Index
Self Organizing Map
Television Observasi Satellite
Transformed RVI
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
Bentuk apa pun, baik cetak, fotocopi, microfilm, dan sebagainya
PENGKAJIAN ALGORITMA INDEKS VEGETASI
DAN METODE KLASIFIKASI MANGROVE DARI
DATA SATELIT LANDSAT-5 TM DAN LANDSAT-7 ETM+
(Studi Kasus Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur)
RISTI ENDRIANI ARHATIN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
Penguji luar komisi: Dr. Ir. Sam Wouthuyzen, M.Sc
PENGKAJIAN ALGORITMA INDEKS VEGETASI
DAN METODE KLASIFIKASI MANGROVE DARI
DATA SATELIT LANDSAT-5 TM DAN LANDSAT-7 ETM+
(Studi Kasus Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur)
RISTI ENDRIANI ARHATIN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengkajian Algoritma Indeks
Vegetasi dan Metode Klasifikasi Mangrove Dari Data Satelit Landsat-5 Tm dan
Landsat-7 Etm+ (Studi Kasus Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur) adalah
karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2007
Risti Endriani Arhatin
NIM C525010081
ABSTRAK
RISTI ENDRIANI ARHATIN. Pengkajian Algoritma Indeks Vegetasi dan
Metode Klasifikasi Mangrove dari Data Satelit Landsat-5 TM dan Landsat-7
ETM+ (Studi Kasus Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur). Dibimbing oleh
VINCENTIUS P. SIREGAR dan RICHARDUS F. KASWADJI.
Pemantauan mangrove dengan cara konvensional sangat sulit dilakukan
karena kondisi lapangan menjadi hambatan yang besar bagi pelaksanaan survei.
Penginderaan jauh merupakan alternatif dalam menjawab masalah-masalah yang
berhubungan dalam manajemen mangrove. Tujuan studi ini adalah melakukan
validasi data penginderaan jauh pada data Landsat-5 TM dan Landsat-7 ETM+,
untuk menduga kerapatan kanopi mangrove, selain itu studi ini juga
membandingkan dua metode klasifikasi, yaitu metode maximum likelihood dan
neural network back propagation dalam memetakan mangrove.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa transformasi indeks vegetasi
yang paling baik untuk mangrove di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur adalah
green normalized difference vegetation index (GNDVI). Model matematis hasil
principal component analysis (PCA) dalam menduga kerapatan kanopi mangrove
adalah {2,5180 (-0,522x2 – 0,497x3 – 0,470x4 – 0,510x5)} + {1,3057 (-0,462x2 –
0,515x3 – 0,548x4 – 0,469x5)}. Klasifikasi neural network back propagation
memiliki akurasi yang lebih baik dibandingkan klasifikasi maximum likelihood,
dengan overall accuracy sebesar 85.61%.
ABSTRACT
RISTI ENDRIANI ARHATIN. Study on Vegetation Index Algorithm and
Classification Model for Mangrove Derived from Landsat TM and ETM+ (Case
Study at Kabupaten Berau, East Kalimantan).
Under the direction of
VINCENTIUS P. SIREGAR and RICHARDUS F. KASWADJI.
To monitor mangrove using conventional method is very difficult, due to
the hard and tough field of mangrove forest that be a big obstruction. Remote
sensing which is able to cover a large area of mangrove might become a
promising alternative to answer the problem. The objectives of this study are to
validate the accuracy of remote sensing data, namely Landsat TM and ETM+
images, and for estimating mangrove forest canopy. This study compares two
classification methods, i.e., maximum likelihood and neural network back
propagation classifiers.
The result shows that the best vegetation index algorithm is Green
Normalized Difference Vegetation Index (GNDVI). PCA Result is {2,5180 (0,522x2 – 0,497x3 – 0,470x4 – 0,510x5)} + {1,3057 (-0,462x2 – 0,515x3 – 0,548x4
– 0,469x5)}. The use of neural network back propagation classifier is improving
the accuracy of classification result compared to maximum likelihood classifier.
Its overall accuracy reach 85.61%.
Keyword : remote sensing, vegetation index, maximum likelihood, neural network,
back propagation
GLOSARI
Penyusunan glosari ini merujuk pada empat pustaka, yaitu: (1)
Penginderaan Jauh Jilid 1 (Sutanto 1994a), (2) Penginderaan Jauh Jilid 2
(Sutanto 1994b), (3) Artificial Intellegency: Teknik dan Aplikasinya
(Kusumadewi 2003), (4) Membangun Jaringan Syaraf Tiruan : menggunakan
MATLAB dan Excel Link (Kusumadewi 2004) .
Algoritma (algorithm): (1) suatu cara kerja pasti tahap demi tahap untuk mencapai
hasil tertentu, biasanya berupa suatu cara kerja yang disederhanakan untuk
memecahkan masalah rumit, juga suatu pernyataan lengkap tentang
sejumlah besar langkah, (2) cara kerja berorientasikan komputer untuk
memecahkan suatu masalah.
Artificial intelegence: salah satu bagian ilmu computer yang membuat agar mesin
dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan oleh
manusia
Back propagation: algoritma pembelajaran yang terawasi dan biasanya digunakan
oleh perceptron dengan banyak lapisan untuk mengubah bobot-bobot yang
terhubung dengan neuron-neuron yang ada pada lapisan tersembunyinya.
Algoritma ini menggunakan error output untuk mengubah nilai bobotbobotnya dalam arah mundur (backward), untuk mendapatkan error ini
tahap perambatan maju (forward propagation) dikerjakan terlebih dahulu,
pada saat perambatan maju, neuron-neuron diaktifkan dengan
menggunakan fungsi aktivasi sigmoid.
Citra(image): (1) gambaran obyek yang dibuahkan oleh pantulan atau pembiasan
sinar yang difokuskan oleh lensa atau cermin, (2) gambaran rekaman
obyek yang dibentuk dengan cara optik, elektro-optik, optik-mekanik, dan
elektronik, yang biasanya dalam bentuk gambaran foto.
Hidden layer: lapisan tersembunyi
Histogram: peragaan serangkaian data secara grafik yang menunjukkan frekuensi
terjadinya peristiwa.
Inframerah: spektrum elektromagnetik pada panjang gelombang (0,7 – 1.000) µm.
Untuk maksud penginderaan jauh maka spektrum inframerah dirinci lebih
lanjut menjadi spektrum inframerah dekat/fotografik/pantulan (0,7 µm –
1,3 µm), inframerah sedang (1,3 µm – 3,0 µm) dan inframerah jauh (3,0
µm – 1.000 µm). Inframerah jauh juga disebut inframerah thermal.
Jaringan syaraf: salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu
mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia
tersebut
Penginderaan jauh: ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek,
daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat
tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji
Pixel (picture element):unsur data dengan aspek spasial dan spektral
Pola (pattern):keteraturan dan karakteristik susunan rona dan tekstur
Registrasi:proses geometrik untuk menempatkan dua atau lebih rangkaian data
citra sehingga sel resolusi untuk suatu daerah dapat ditumpangtindihkan
secara digital maupun visual. Data yang diregistrasikan dapat berupa data
sejenis, data dari sensor yang berbeda, atau data mutitemporal
Resolusi: (1) jarak minimum antara dua gambaran, (2) ukuran terkecil suatu
obyek yang dapat dideteksi dengan sensor penginderaan jauh
Spektrum: serangkaian tenaga yang tersusun sesuai dengan panjang gelombang
atau frekuensi
Percepteron: salah satu bentuk jaringan syaraf yang sederhana, biasanya
digunakan untuk mengklasifikasikan suatu tipe pola tertentu yang sering
dikenal dengan pemisahan secara linear
Sigmoid biner: fungsi yang digunakan untuk jaringan syaraf yang dilatih dengan
menggunakan metode back propagation, fungsi ini memiliki nilai pada
range 0 sampai 1
SINGKATAN
AKU
AI
ANN
ANOVA
DVI
ERTS-1
GCP
GVI
GNDVI
II
IM
IPVI
LAI
LANDSAT 5 TM
LANDSAT 7 ETM+
LVQ
NDVI
NIR
NNBP
MIR
ML
MLP
MSS
OIF
PCA
RMSE
RDI
RVI
SAVI
SLAVI
SOM
TIROS-1
TRVI
Analisis Komponen Utama
Artificial Intelegensi
Artificial Neural Network
ANalysis Of VAriance
Difference Vegetation Index
Earth Resources Technological Satellite
Ground Control Point
Global Vegetation Index
Green Normalized Difference Vegetation Index
Infrared Index
Index Mangrove
Infrared Percentage Vegetation Index
Leaf Area Index
LAND SATellite 5 Thematic Mapper
LAND SATellite 7 Enhanced Thematic Mapper Plus
Learning Vector Quantization
Normalized Difference Vegetation Index
Near Infra-Red
Neural Network Back Propagation
Middle Infra-Red
Maximum Likelihood (classification)
Multi Layer Perceptron
Multispectral Scanner System
Optimum Index Factor
Principal Component Analysis
Root Mean Square Error
Ratio Drought Index
Ratio Vegetation Index
Soil Adjusted Vegetation Index
Specific Leaf Area Vegetation Index
Self Organizing Map
Television Observasi Satellite
Transformed RVI
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
Bentuk apa pun, baik cetak, fotocopi, microfilm, dan sebagainya
PENGKAJIAN ALGORITMA INDEKS VEGETASI
DAN METODE KLASIFIKASI MANGROVE DARI
DATA SATELIT LANDSAT-5 TM DAN LANDSAT-7 ETM+
(Studi Kasus Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur)
RISTI ENDRIANI ARHATIN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
Penguji luar komisi: Dr. Ir. Sam Wouthuyzen, M.Sc
Judul Tesis
: Pengkajian Algoritma Indeks Vegetasi dan Metode
Klasifikasi Mangrove Dari Data Satelit Landsat-5 TM dan
Landsat-7 ETM+ (Studi Kasus Di Kabupaten Berau,
Kalimantan Timur)
Nama Mahasiswa
: Risti Endriani Arhatin
Nomor Pokok
: C525010081
Program Studi
: Teknologi Kelautan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Richardus F. Kaswadji, M.Sc
Anggota
Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA
Ketua
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Kelautan
Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc
Tanggal Ujian: 10 Juli 2007
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah dengan judul
”Pengkajian Algoritma Indeks Vegetasi dan Metode Klasifikasi Mangrove
Dari Data Satelit Landsat-5 TM dan Landsat-7 ETM+” dilakukan berbasis
pada data satelit dan hasil survei pada bulan Juli-Agustus 2005 di Berau,
Kalimantan Timur.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang tulus kepada:
1.
Bapak Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA dan Bapak Dr. Ir. Richardus F.
Kaswadji, M.Sc selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu
serta penuh kesabaran telah membimbing dan mengarahkan penulis semenjak
pengumpulan data, pengolahan hingga penyelesaian penulisan tesis ini.
2.
Bapak Dr. Ir. Sam Wouthuyzen, M.Sc selaku penguji tamu atas saran dan
koreksi serta kerjasama yang baik selama ujian berlangsung.
3.
Suamiku: G. Manjela Eko Hartoyo atas kesabaran, kasih sayang, cinta, doa
serta dorongan dan semangatnya selama ini yang membuat penulis tahan
menghadapi cobaan yang datang.
4.
Orang-orang terdekat dalam hidup ini: Ibu, Bapak dan adik-adik tercinta
yang senantiasa mendoakan dan memberikan kasih sayang serta dorongan
semangat kepada penulis.
5.
Teman-temanku yang terbaik: Yuli, Erina, Santi, Ika atas dukungan dan
kebersamaan selama ini.
6.
Pak Danu, Pak Eko dan Mbak Yanti atas bantuannya selama ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, namun
semoga karya ilmiah ini dapat memberikan sumbangan bagi khasanah ilmu
pengetahuan di Indonesia serta bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Agustus 2007
Risti Endriani Arhatin
i
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 09 Maret 1975 dari pasangan
ayah Budiman dan ibu Sri Yamtini, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Pendidikan dasar sampai sekolah menengah tingkat atas diselesaikan di Klaten.
Pada tahun 1993 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), Program Studi Ilmu dan Teknologi
Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Sejak tahun 2000 penulis bekerja sebagai asisten dosen di Laboratorium
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi Kelautan, Jurusan Ilmu dan
Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis kemudian melanjutkan ke
Program Magister pada Program Studi Teknologi Kelautan Pascasarjana IPB pada
Tahun 2001.
Selama mengikuti pendidikan di IPB penulis juga aktif dalam
berbagai kegiatan seminar maupun pelatihan, baik sebagai peserta maupun
instruktur diantaranya: International Training on Hyperspectral Technology
(BPPT, Jakarta), Basic Training in Remote Sensing for Future ALOS Data
(Lapan, Jakarta), Pelatihan Pengolahan dan Interpretasi Data Kelautan (IPB,
Bogor), Remote Sensing and Ocean Science For Marine Resources Exploration
and Environment (Bali), Satellite Remote Sensing For Marine Resources
Exploration and Environment (Bali), Asian Ocean Remote Sensing Training
Course (AIT, Thailand).
ii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
1 PENDAHULUAN ..............................................................................................1
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
Latar Belakang ............................................................................................1
Perumusan dan Pendekatan Masalah ..........................................................2
Batasan Permasalahan .................................................................................4
Hipotesis Penelitian.....................................................................................4
Tujuan Penelitian ........................................................................................4
Manfaat Penelitian ......................................................................................5
2 TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................7
2.1 Mangrove .....................................................................................................7
2.2 Sistem Penginderaan Jauh untuk Vegetasi (Mangrove) ..............................9
2.2.1 Indeks vegetasi .................................................................................13
2.2.2 Klasifikasi citra (image classification) ............................................15
2.3 Analisis Komponen Utama ........................................................................20
3 METODOLOGI ...............................................................................................25
3.1
3.2
3.3
3.4
Waktu dan Tempat .....................................................................................25
Bahan dan Alat ...........................................................................................26
Data ............................................................................................................26
Analisis Data ..............................................................................................27
3.4.1 Preprocessing...................................................................................27
3.4.2 Transformasi produk Level 1 (L1) ke spektral radians ....................28
3.4.3 Penajaman citra (image enhancement) ............................................30
3.4.4 Uji ketelitian keterpisahan (separability).........................................30
3.4.5 Uji ketelitian matric contingency .....................................................32
3.4.6 Klasifikasi citra (image classification) ............................................33
3.4.7 Transformasi indeks vegetasi ...........................................................35
3.4.8 Analisis komponen utama ................................................................37
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................39
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
Kondisi Ekosistem Hutan Mangrove .........................................................39
Karakteristik Fisika Kimia Perairan...........................................................39
Koreksi Geometrik dan Radiometrik .........................................................40
Ekstraksi Informasi Nilai Digital dan Radians Data Landsat-7 ETM+ .....42
Penajaman Citra (Image Enhancement) .....................................................42
Training Area .............................................................................................49
4.7 Uji Ketelitian Keterpisahan (Separability) ..................................................50
iii
4.7.1 Transformed divergency ..................................................................50
4.7.2 Jeffries-matusita distance (JM)........................................................51
4.8 Uji Ketelitian Matrik Kontingensi .............................................................52
4.9 Klasifikasi Citra (Image Classification) ....................................................55
4.9.1 Klasifikasi maximum likelihood ......................................................56
4.9.2 Klasifikasi neural network back propagation ..................................57
4.10 Overlay Citra Hasil Klasifikasi dengan Referensi .....................................58
4.11 Indeks Vegetasi ..........................................................................................60
4.12 Analisis Komponen Utama ........................................................................65
4.13 Overlay Citra Klasifikasi dengan Indeks Vegetasi (GNDVI) ....................68
4.14 Produktivitas Mangrove .............................................................................69
4.15 Hubungan Antara Kerapatan Mangrove dengan Perikanan Tangkap ........70
5 KESIMPULAN .................................................................................................74
5.1 Kesimpulan ................................................................................................74
5.2 Saran...........................................................................................................74
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................75
LAMPIRAN ..........................................................................................................83
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Indeks vegetasi untuk Landsat MSS and TM .................................................15
2
Nilai Spektral Radians, LMINλ dan LMAXλ dalam W/(m2.sr.µm) pada
LANDSAT-5 TM ............................................................................................29
3
Nilai LMINλ dan LMAXλ dalam W/(m2.sr.µm) pada LANDSAT-7 ETM+ ....29
4
Matrik kesalahan (confussion matrix) .............................................................32
5
Beberapa formula indeks vegetasi yang dipergunakan pada penelitian .........35
6
Nilai minimum dan maksimum digital number sebelum dan setelah
terkoreksi radiometrik .....................................................................................41
7
Perubahan dari nilai digital ke nilai radians....................................................43
8
Matriks korelasi antar kanal pada tiap tanggal perekaman .............................44
9
Standart deviasi tiap kanal pada tiap tanggal perekaman ...............................45
10 Nilai OIF dari tiap kombinasi kanal................................................................46
11 Nilai tranformed divergency ...........................................................................50
12 Nilai jeffries-matusita distance .......................................................................51
13 Ketelitian matrik kontingensi ..........................................................................53
14 Evaluasi ketelitian matriks kontingensi dengan maximum likelihood ............54
15 Evaluasi ketelitian matriks kontingensi dengan neural network back
propagation .....................................................................................................55
16 Luasan obyek hasil klasifikasi maximum likelihood.......................................56
17 Akurasi berdasarkan perbedaan learning rate dan jumlah hidden layer ........57
18 Luasan obyek hasil klasifikasi neural network back propagation .................58
19 Matrik kontingensi metode maximum likelihood dan neural network
back propagation dengan peta referensi .........................................................58
20 Matrik metode klasifikasi maximum likelihood dengan metode neural
network back propagation ..............................................................................60
21 Hasil indeks vegetasi dari beberapa algoritma pada tiap stasiun ....................61
22 Nilai koefisien determinasi dari hasil analisis regresi antara persen
penutupan kanopi dengan tansformasi indeks vegetasi ..................................62
v
23 Persamaan regresi antara persentase penutupan kanopi mangrove
dengan hasil transformasi indeks vegetasi ......................................................65
24 Hasil analisis komponen utama dari data Landsat-7 ETM+ ...........................66
25 Luasan kerapatan mangrove tahun 1991 dan tahun 2002 ...............................68
26 Produksi hasil perikanan tangkap Kabupaten Berau ......................................72
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Diagram alir perumusan dan pendekatan masalah hingga hasil penelitian ......6
2
Pola respon spektral beberapa objek (Danoedoro 1996) ................................11
3
Spektrum penyerapan pada klorofil a, b dan pigmen carotenoid yang
mempengaruhi pantulan vegetasi (Dozier 2004) ............................................11
4
Karakteristik respon spektral pada vegetasi hijau daun (Leblon 2004) ..........12
5
Konsep klasifikasi pada data remote sensing (Gabriel 2005) .........................15
6
Flow chart proses klasifikasi (Schowengerdt 1997).......................................16
7
Konsep klasifikasi maximum likelihood (Gabriel 2005) .................................18
8
Struktur tradisional pada tiga layer neural network (Schowengerdt 1997) ....19
9
Komponen-komponen elemen pemrosesan (Schowengerdt 1997) .................20
10 Peta lokasi studi dan posisi stasiun pengambilan data ....................................25
11 Ilustrasi klasifikasi neural network back propagation ...................................33
12 Flow chart pengolahan data ...........................................................................38
13 Citra tiap kanal untuk identifikasi mangrove (21 Mei 2002)..........................42
14 Citra komposit hasil OIF .................................................................................47
15 Citra komposit RGB 453 (21 Mei 2002) ........................................................48
16 Hasil regresi antara metode klasifikasi maximum likelihood dengan
neural network back propagation ..................................................................59
17 Grafik hasil analisis regresi antara transformasi indeks vegetasi dengan
persentase kerapatan kanopi mangrove ..........................................................64
18 Plot scree analisis komponen utama ..............................................................67
19 Hubungan antara hasil tangkapan udang dengan pantai yang bervegetasi:
data dari Louisiana dan Teluk Mexico bagian timur laut (modifikasi dari
Turner 1977 diacu dalam Kaswadji 2007) .....................................................71
20 Gambar 20 Hubungan antara hasil tangkapan udang dengan pantai yang
bervegetasi: data dari Mosambik, Madagaskar, Thailand, Sumatera,
Irian Jaya dan Australia (Kaswadji 2002) ......................................................71
vii
DAFTAR LAMPIRAN
P
Halaman
1
Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia di perairan mangrove,
Berau, Kalimantan Timur .............................................................................. 83
2
Histogram Citra Landsat-5 TM dan Landsat-7 ETM+ ...................................84
3
Persentase penutupan kanopi mangrove hasil pengambilan data lapang
dan nilai digital Landsat-7 ETM+ (21 Mei 2002)...........................................92
4
Histogram tiap obyek hasil training area ........................................................93
5
Nilai-nilai statistik dan covarian tiap obyek hasil training area .....................95
6
Peta hasil klasifikasi maximum likelihood tahun 1991 dan tahun 2002 .......101
7
Peta hasil overlay citra klasifikasi maximum likelihood tahun 1991
dan tahun 2002 ..............................................................................................102
8
Peta hasil klasifikasi neural networks back propagation tahun 1991
dan tahun 2002 ..............................................................................................103
9
Peta hasil overlay citra klasifikasi neural networks back propagation
tahun 1991 dan tahun 2002 ...........................................................................104
10 Nilai Fhitung dan Ftabel tiap tansformasi indeks vegetasi pada data
Landsat-7 ETM+ (21 Mei 2002) ...................................................................105
11 Hasil analisa uji anova tiap tansformasi indeks vegetasi dari data
Landsat-7 ETM+ (21 Mei 2002) ...................................................................106
12 Peta kerapatan mangrove hasil klasifikasi maximum likelihood
dengan GNDVI .............................................................................................107
13 Peta kerapatan mangrove hasil klasifikasi neural network back
propagation dengan GNDVI .......................................................................108
14 Peta perubahan kerapatan mangrove hasil klasifikasi maximum
likelihood dengan GNDVI tahun 1991 dan tahun 2002...............................109
15 Peta perubahan kerapatan mangrove hasil klasifikasi neural network
back propagation dengan GNDVI tahun 1991 dan tahun 2002 ...................110
viii
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luas mangrove di Indonesia adalah sekitar 4,25 juta hektar, yang
merepresentasikan 25 % dari mangrove dunia. Indonesia merupakan pusat dari
sebagian biogeografi genus mangrove (Quarto 2006).
Nontji (1987)
menambahkan bahwa ekosistem mangrove di Indonesia memiliki keragaman
hayati tertinggi di dunia dengan jumlah total kurang lebih 89 spesies yang terdiri
dari 35 spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies liana, 29 spesies epifit dan 2
spesies parasitik.
Mangrove memiliki nilai ekologi yang sangat penting, diantaranya sebagai
pelindung pantai dari gelombang dan badai, di daerah pesisir berperan sebagai
filter dari polutan.
Khususnya di bidang perikanan ekosistem mangrove
merupakan tempat bertelur, sebagai suplayer dalam siklus rantai makanan dan
sebagai tempat berlindung sebagian besar juvenil ikan (Dankwa and Gordon
2006; Mumby 2005; Sheridan and Hays 2003).
Pentingnya keberadaan mangrove di daerah pesisir sudah diyakini secara
luas di Indonesia, namun manajemen pemanfaatan mangrove tersebut saat ini
belum didasarkan pada data yang komprehensif dari sumberdaya mangrove
tersebut, sehingga banyak mangrove yang terdegradasi bahkan hilang sama sekali.
Kurangnya data serta belum banyaknya penelitian mangrove dikarenakan selama
ini kondisi lapangan menjadi hambatan yang besar bagi pelaksanaan survei dan
penelitian, padahal data tersebut sangat penting, baik dalam rangka pengelolaan
wilayah ekosistem mangrove itu sendiri maupun dalam menjaga keseimbangan
ekosistem pesisir.
Saat ini penginderaan jauh merupakan teknologi yang sudah tidak asing
lagi dalam memetakan maupun memantau mangrove. Beberapa penelitian yang
telah dilakukan diantaranya: Cornejo et al. (2005) melakukan pemantauan
mangrove di lagun Navachiste-San Ignacio-Macapule, Sinaloa, Mexico; Vaiphasa
(2006) memetakan mangrove di Sawi Bay, Chumporn, Thailand; Upanoi dan
Tripathi (2003) melakukan pemantauan mangrove di Krabi, Thailand; Liu et al.
(2002) melakukan pemantauan mangrove di Hainan, China; Hartono (1994)
2
melakukan inventarisasi mangrove di Cimanuk, Jawa Barat; Zuhair (1998)
melakukan pemantauan mangrove di Kalimantan Timur; Widyastuti (2000)
memetakan mangrove di Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah; Harsanugraha et
al. (2000) menganalisis potensi mangrove di Pulau Bali.
Sistem penginderaan jauh dapat melakukan inventarisasi dan monitoring
mangrove dengan cakupan areal yang luas, repetitif, sinoptik, dengan biaya
operasionalnya relatif murah dan cepat, serta resiko yang kecil. Namun demikian,
data yang dihasilkan sensor satelit yang ada saat ini umumnya mempunyai tingkat
akurasi yang masih rendah dalam mengamati ekosistem mangrove tersebut.
Sehingga dalam rangka meningkatkan akurasi sampai saat ini masih terus
dilakukan penelitian mengenai metode pemrosesan citra satelit dalam melakukan
inventarisasi sumberdaya alam. Beberapa contoh penelitian diantaranya: Han et
al. (2002) mengkaji tentang koreksi pixel yang tidak normal pada citra hyperion;
Bruzzone et al. (1999) yang mengkaji tentang pendekatan neural-statistical untuk
data multitemporal dan multisensor pada klasifikasi citra.
1.2 Perumusan dan Pendekatan Masalah
Dalam memetakan mangrove, data tentang indeks vegetasi sangat penting,
karena bisa dipakai sebagai indikator dalam pendugaan biomassa (Boone et al.
2000; Budi 2000), pendugaan leaf area index (Gong et al. 2003) dan produktivitas
primer (Ricotta et al. 1999).
Metode klasifikasi merupakan salah satu langkah penting dalam
pemrosesan citra untuk memetakan mangrove disamping transformasi indeks
vegetasi. Dalam proses ini, pixel-pixel yang disampel secara random, secara
mekanik akan dimasukkan ke dalam kelas spektral yang homogen, atau dapat
dikatakan klasifikasi adalah pengelompokan data yang memiliki karakteristik
yang mirip. Sampai saat ini, belum memungkinkan ditemukannya suatu metode
klasifikasi yang paling baik untuk semua aplikasi karena hal ini tergantung pada
karakteristik objek maupun kondisi daerah setempat, sehingga peneliti sebaiknya
memilih metode klasifikasi yang paling baik dalam menyelesaikan pekerjaan yang
spesifik.
3
Berbagai teknik klasifikasi telah digunakan oleh para peneliti dalam
memetakan objek (Purbowaseso 1995). Teknik-teknik tersebut dibagi ke dalam
dua kategori, yaitu klasifikasi supervised dan unsupervised (Michie et al. 1994.;
Schowengerdt 1983; Schowengerdt 1997; Campbell 1987; Purwadhi 2001).
Dasar klasifikasi yang umum digunakan adalah metode minimum distance to
mean, paralelliped maupun maximum likelihood.
Paralelliped adalah metode klasifikasi yang sangat sederhana dan
umumnya tidak digunakan untuk pemetaan land use, ketika training area
diketahui dengan baik maka lebih baik menggunakan metode maximum likelihood
(Richards 1995). Metode minimum distance to mean termasuk dalam klasifikasi
supervised, yang akan mengkelaskan objek berdasarkan jarak minimum ke nilai
mean tiap kelas pada tiap kanal, dari data training (Jensen 1986). Metode ini bisa
digunakan untuk semua aplikasi (Richards 1995). Klasifikasi maximum likelihood
adalah metode klasifikasi supervised yang paling umum digunakan pada data
penginderaan jauh (Richards 1995). Klasifikasi ini didasarkan pada teori
probabilitas bayesian.
Beberapa penelitian mangrove yang menggunakan
klasifikasi metode maximum likelihood diantaranya: Stelzer et al. (2004)
menggunakan metode maximum likelihood untuk daerah pesisir; Budi (2000)
menggunakan metode maximum likelihood untuk memetakan mangrove di segara
anakan, Cilacap. Haralick dan Fu (1983) diacu dalam Jensen (1986) mengupas
mendalam tentang probabilitas dan matematik pada maximum likelihood dan
bayes decision rules, metode ini membutuhkan lebih banyak komputasi per pixel
dari pada metode paralelliped maupun metode minimum distance to mean.
Aplikasi artificial intelegensi (AI) dalam bidang penginderaan jauh saat
ini sedang dikembangkan. AI yang sedang berkembang saat ini adalah artificial
neural network (ANN). ANN adalah suatu pendekatan alternatif yang memiliki
kemampuan menghitung, memproses, memprediksi dan mengkelaskan data
dengan model non linear maupun yang lebih komplek. metode ini sangat berbeda
dari pengklasifikasi minimum distance to mean, paralelliped maupun maximum
likelihood. Beberapa penelitian tentang AI antara lain: Strickert (2004) yang
meneliti tentang supervised learning vector quantization (LVQ) dan unsupervised
self-organizing map (SOM), Watts (2001) meneliti tentang pemetaan lahan
4
menggunakan kombinasi multiple artificial neural networks. Magoulas et al.
(1999) meneliti tentang perbaikan konvergensi pada algoritma back propagation
menggunakan learning rate adaptation methods, Luo et al. (2004) meneliti
tentang elliptical basis function network untuk klasifikasi pada data remote
sensing.
1.3 Batasan Permasalahan
Permasalahan pada penelitian ini dibatasi pada pemilihan indeks vegetasi
yang terbaik dari beberapa algoritma indeks vegetasi yang telah ada, pengkajian
hubungan matematis antara nilai respon spektral dengan kerapatan kanopi di
lapangan dengan menggunakan regresi komponen utama, pengkajian keterpisahan
antar objek dalam training area, serta pemilihan klasifikasi terbaik dari dua
metode klasifikasi yang dicobakan, yaitu metode maximum likelihood dan neural
network back propapagation.
1.4 Hipotesis Penelitian
Dugaan sementara (hipotesis) yang yang berkaitan dengan permasalahan
penelitian ini antara lain:
(1)
Adanya korelasi yang kuat antara kerapatan kanopi mangrove dengan respon
spectral citra satelit
(2)
Metode neural network back propagation memiliki akurasi yang lebih tinggi
apabila dibanding metode maximum likelihood
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan studi ini adalah:
(1) Mencari hubungan matematis terbaik antara nilai respon spektral dengan
kerapatan kanopi mangrove;
(2) Mengkaji berbagai algoritma indeks vegetasi guna menentukan kerapatan
kanopi mangrove;
(3) Mengkaji dan membandingkan metode klasifikasi, yakni metode klasifikasi
maximum likelihood dan neural network back propapagation.
5
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan:
(1) Mengetahui metode yang efektif dan efisien dalam menentukan indeks
vegetasi dan klasifikasi mangrove;
(2) Mengetahui keberadaan mangrove di Kabupaten Berau;
(3) Mengetahui pola perubahan tutupan mangrove, sehingga diharapkan bisa
digunakan sebagai indikator naik atau turunnya produktifitas mangrove;
(4) Memantau pola perubahan tutupan mangrove dimana selanjutnya dapat
digunakan oleh para pengambil kebijakan/keputusan/perencana dalam
mengelola hutan mangrove di Kabupaten Berau.
Diagram alir perumusan dan pendekatan masalah hingga hasil penelitian
dirangkum dalam kerangka pemikiran seperti ditampilkan pada Gambar 1.
6
Perumusan dan
Pendekatan Masalah
MANGROVE
INVENTARISASI DAN MONITORING
OBSERVASI IN-SITU
CITRA SATELIT
LANDSAT-5 TM, LANDSAT-7 ETM+
KERAPATAN KANOPI
RESPON SPEKTRAL
Permasalahan
METODE KLASIFIKASI
- MAXIMUM LIKELIHOOD
- NEURAL NETWORK
ALGORITMA INDEKS VEGETASI
Pemecahan Masalah
PRODUKTIVITAS PRIMER
ANALISIS
PERIKANAN
Hasil
•
•
•
HUBUNGAN MATEMATIS KERAPATAN KANOPI DENGAN RESPON
SPEKTRAL
INDEKS VEGETASI TERBAIK DARI 12 ALGORITMA INDEKS VEGETASI
METODE KLASIFIKASI TERBAIK, ANTARA MAXIMUM LIKELIHOOD
DAN NEURAL NETWORK BACK PROPAGATION
Gambar 1 Diagram alir perumusan dan pendekatan masalah hingga hasil penelitian.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mangrove
Menurut Undang-Undang No.5 tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok
Kehutanan, hutan mangrove terdiri dari dua kata, yaitu hutan dan mangrove.
Hutan adalah suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara
keseluruhan
merupakan
persekutuan
hidup
alam
hayati
beserta
lingkungannya yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan.
alam
Arti kata
mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang dan surut,
tetapi dapat juga tumbuh pada pantai karang, dataran koral mati yang di atasnya
ditimbuni selapis tipis pasir atau ditimbuni lumpur (Darsidi 1986).
Total luas hutan Indonesia saat ini sekitar 119.418.200 ha (Ditjen INTAG
1993), luas areal berhutan mangrove saat ini adalah sekitar 3,16% saja (3,7 juta
ha) dari total luas areal berhutan di Indonesia tersebut. Hutan mangrove yang
cukup luas terdapat di Irian Jaya sekitar 1.326.990 ha (35,1%), Kalimantan Timur
775.640 ha (20,6%), dan Sumatera Selatan 363.430 ha (9,6%). Sisanya tersebar
di propinsi lain dengan luasan kurang dari 6% dari luas total hutan mangrove.
Kedudukannya sebagai suatu ekosistem antara darat dan laut, hutan
mangrove memiliki fungsi ekologis. Fungsi ekologis ditinjau dari aspek fisika,
(1) mangrove mempunyai kemampuan meredam gelombang, menahan lumpur,
dan melindungi pantai dari erosi, gelombang pasang dan angin taufan; (2)
mangrove yang tumbuh di daerah estuaria atau rawa dapat berfungsi mengurangi
bencana banjir. Dilihat dari aspek kimia, (1) sebagai penyerap bahan pencemar,
khususnya bahan-bahan organik; (2) sebagai sumber energi bagi lingkungan
perairan sekitarnya, dimana ketersediaan berbagai jenis makanan pada ekosistem
mangrove telah menjadikannya sebagai sumber energi bagi berbagai jenis biota
yang berasosiasi di dalamnya; (3) sebagai pensuplai bahan organik, daun
mangrove yang gugur mengalami proses penguraian oleh mikroorganisme
menjadi partikel-partikel detritus yang menjadi sumber makanan bagi berbagai
macam filter feeder.
Dari aspek biologis, mangrove sangat penting dalam
menjaga kestabilan produktivitas dan ketersediaan sumberdaya hayati wilayah
pesisir (TNC dan P4L 2003).
8
Keberadaan mangrove sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan
fisiknya. Faktor-faktor lingkungan tersebut diantaranya:
(1)
Suhu
Rata-rata suhu terdingin di Indonesia yang baik untuk perkembangan
mangrove kira-kira 20°C dan 24°C (Hutchings dan Saenger 1987; Chapman
1977)
(2)
Media lumpur
Salah satu syarat wilayah yang baik untuk ditumbuhi hutan mangrove adalah
wilayah pantai yang mempunyai endapan lumpur (Hutchings dan Saenger
1987; Chapman 1977)
(3)
Proteksi
Kusmana et al. (2000) menyebutkan bahwa teluk-teluk, laguna-laguna,
perairan dan pantai tersebar dibalik pembatas pulau, merupakan lokasilokasi yang cocok untuk mangrove
(4)
Salinitas
Salinitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran dan
perkembangan komunitas mangrove pada suatu daerah karena berbagai jenis
mangrove mempunyai perbedaan toleransi terhadap salinitas (Tomascik et
al. 1997)
(5)
Pasang surut
Menurut Kusmana et al. (2000), besarnya kisaran pasang surut
menyebabkan kisaran vertikal yang tersedia untuk komunitas mangrove pun
besar. Lebar jalur hutan mangrove dipengaruhi oleh tinggi pasang surut,
yang menentukan lebarnya jangkauan air pasang di tempat-tempat tersebut.
Di sepanjang pantai yang lurus dan bergelombang kecil, atau yang
memiliki perbedaan pasang surut tidak tinggi, jalur hutan mangrove
kebanyakan agak sempit yaitu sekitar 25-50 m. Di delta-delta yang arusnya
banyak membawa lumpur dan pasir, dengan perbedaan pasang surut cukup
tinggi, hutan mangrove merupakan jalur yang lebih lebar. Di daerah laguna
atau daerah-daerah dengan rata-rata perbedaan pasang surut tinggi (4m 6m), lebar jalur mangrove dapat mencapai beberapa kilometer tergantung
pada tingkat kelandaian pantai (Hardjosentono 1978).
Watson (1982)
9
berpendapat, pengaruh pasang surut terhadap komposisi hutan mangrove
dikaitkan dengan lama tidaknya tanah habitat mangrove tergenang air laut
(6)
Angin dan gelombang
Komar (1983) menyatakan bahwa pembentukan gelombang terjadi karena
angin. Tiga faktor yang mempengaruhi pembentukan gelombang oleh angin
adalah kecepatan angin, lama angin bertiup dan cakupan wilayah dimana
angin terjadi. Gelombang kecil membawa sedimen dan mengendapkan di
pantai.
Endapan sedimen ini merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan mangrove, sehingga gelombang kecil merupakan syarat ideal
untuk perkembangan mangrove
(7)
Bathymetri
Kusmana et al. (2000) menyebutkan bahwa mangrove tumbuh secara baik
pada air yang dangkal, sebab anakan tidak dapat menancap pada perairan
yang dalam.
2.2 Sistem Penginderaan Jauh untuk Vegetasi (Mangrove)
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh
dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena
yang dikaji (Lillesand dan Keifer 1994; Sutanto 1994a).
Satelit penginderaan jauh dalam bidang kehutanan telah dikembangkan
lebih dari 25 tahun, sedangkan perkembangan fotografi udara lebih dari 100
tahun.
Penerapan satelit penginderaan jauh dalam bidang kehutanan secara
efektif dimulai dengan peluncuran teknologi satelit sumberdaya bumi Amerika
Serikat (earth resources technological satellite/ERTS-1) pada tahun 1972,
kemudian satelit tersebut diberi nama Landsat. Proses ini diawali dengan adanya
peluncuran satelit berawak ke angkasa luar pada tahun 1961 yaitu Vostock-1,
milik Republik Sosialis Uni Soviet, dan foto pertama kali yang diperoleh dari
angkasa luar oleh Explorer-6 milik Amerika Serikat pada tahun 1959.
Sistematika observasi orbital bumi dari angkasa luar, dimulai sejak tahun 1960,
oleh observasi inframerah televisi Amerika Serikat (television observasi
satellite/TIROS-1). Satelit ini menghasilkan citra dengan resolusi sangat rendah
10
yang digunakan untuk meteorologi, sedangkan satelit berawak orbit polar
Amerika Serikat pada tahun 1960-an (Mercury, Gemini, Apollo) memberikan f
DAN METODE KLASIFIKASI MANGROVE DARI
DATA SATELIT LANDSAT-5 TM DAN LANDSAT-7 ETM+
(Studi Kasus Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur)
RISTI ENDRIANI ARHATIN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengkajian Algoritma Indeks
Vegetasi dan Metode Klasifikasi Mangrove Dari Data Satelit Landsat-5 Tm dan
Landsat-7 Etm+ (Studi Kasus Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur) adalah
karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2007
Risti Endriani Arhatin
NIM C525010081
ABSTRAK
RISTI ENDRIANI ARHATIN. Pengkajian Algoritma Indeks Vegetasi dan
Metode Klasifikasi Mangrove dari Data Satelit Landsat-5 TM dan Landsat-7
ETM+ (Studi Kasus Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur). Dibimbing oleh
VINCENTIUS P. SIREGAR dan RICHARDUS F. KASWADJI.
Pemantauan mangrove dengan cara konvensional sangat sulit dilakukan
karena kondisi lapangan menjadi hambatan yang besar bagi pelaksanaan survei.
Penginderaan jauh merupakan alternatif dalam menjawab masalah-masalah yang
berhubungan dalam manajemen mangrove. Tujuan studi ini adalah melakukan
validasi data penginderaan jauh pada data Landsat-5 TM dan Landsat-7 ETM+,
untuk menduga kerapatan kanopi mangrove, selain itu studi ini juga
membandingkan dua metode klasifikasi, yaitu metode maximum likelihood dan
neural network back propagation dalam memetakan mangrove.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa transformasi indeks vegetasi
yang paling baik untuk mangrove di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur adalah
green normalized difference vegetation index (GNDVI). Model matematis hasil
principal component analysis (PCA) dalam menduga kerapatan kanopi mangrove
adalah {2,5180 (-0,522x2 – 0,497x3 – 0,470x4 – 0,510x5)} + {1,3057 (-0,462x2 –
0,515x3 – 0,548x4 – 0,469x5)}. Klasifikasi neural network back propagation
memiliki akurasi yang lebih baik dibandingkan klasifikasi maximum likelihood,
dengan overall accuracy sebesar 85.61%.
ABSTRACT
RISTI ENDRIANI ARHATIN. Study on Vegetation Index Algorithm and
Classification Model for Mangrove Derived from Landsat TM and ETM+ (Case
Study at Kabupaten Berau, East Kalimantan).
Under the direction of
VINCENTIUS P. SIREGAR and RICHARDUS F. KASWADJI.
To monitor mangrove using conventional method is very difficult, due to
the hard and tough field of mangrove forest that be a big obstruction. Remote
sensing which is able to cover a large area of mangrove might become a
promising alternative to answer the problem. The objectives of this study are to
validate the accuracy of remote sensing data, namely Landsat TM and ETM+
images, and for estimating mangrove forest canopy. This study compares two
classification methods, i.e., maximum likelihood and neural network back
propagation classifiers.
The result shows that the best vegetation index algorithm is Green
Normalized Difference Vegetation Index (GNDVI). PCA Result is {2,5180 (0,522x2 – 0,497x3 – 0,470x4 – 0,510x5)} + {1,3057 (-0,462x2 – 0,515x3 – 0,548x4
– 0,469x5)}. The use of neural network back propagation classifier is improving
the accuracy of classification result compared to maximum likelihood classifier.
Its overall accuracy reach 85.61%.
Keyword : remote sensing, vegetation index, maximum likelihood, neural network,
back propagation
GLOSARI
Penyusunan glosari ini merujuk pada empat pustaka, yaitu: (1)
Penginderaan Jauh Jilid 1 (Sutanto 1994a), (2) Penginderaan Jauh Jilid 2
(Sutanto 1994b), (3) Artificial Intellegency: Teknik dan Aplikasinya
(Kusumadewi 2003), (4) Membangun Jaringan Syaraf Tiruan : menggunakan
MATLAB dan Excel Link (Kusumadewi 2004) .
Algoritma (algorithm): (1) suatu cara kerja pasti tahap demi tahap untuk mencapai
hasil tertentu, biasanya berupa suatu cara kerja yang disederhanakan untuk
memecahkan masalah rumit, juga suatu pernyataan lengkap tentang
sejumlah besar langkah, (2) cara kerja berorientasikan komputer untuk
memecahkan suatu masalah.
Artificial intelegence: salah satu bagian ilmu computer yang membuat agar mesin
dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan oleh
manusia
Back propagation: algoritma pembelajaran yang terawasi dan biasanya digunakan
oleh perceptron dengan banyak lapisan untuk mengubah bobot-bobot yang
terhubung dengan neuron-neuron yang ada pada lapisan tersembunyinya.
Algoritma ini menggunakan error output untuk mengubah nilai bobotbobotnya dalam arah mundur (backward), untuk mendapatkan error ini
tahap perambatan maju (forward propagation) dikerjakan terlebih dahulu,
pada saat perambatan maju, neuron-neuron diaktifkan dengan
menggunakan fungsi aktivasi sigmoid.
Citra(image): (1) gambaran obyek yang dibuahkan oleh pantulan atau pembiasan
sinar yang difokuskan oleh lensa atau cermin, (2) gambaran rekaman
obyek yang dibentuk dengan cara optik, elektro-optik, optik-mekanik, dan
elektronik, yang biasanya dalam bentuk gambaran foto.
Hidden layer: lapisan tersembunyi
Histogram: peragaan serangkaian data secara grafik yang menunjukkan frekuensi
terjadinya peristiwa.
Inframerah: spektrum elektromagnetik pada panjang gelombang (0,7 – 1.000) µm.
Untuk maksud penginderaan jauh maka spektrum inframerah dirinci lebih
lanjut menjadi spektrum inframerah dekat/fotografik/pantulan (0,7 µm –
1,3 µm), inframerah sedang (1,3 µm – 3,0 µm) dan inframerah jauh (3,0
µm – 1.000 µm). Inframerah jauh juga disebut inframerah thermal.
Jaringan syaraf: salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu
mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia
tersebut
Penginderaan jauh: ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek,
daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat
tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji
Pixel (picture element):unsur data dengan aspek spasial dan spektral
Pola (pattern):keteraturan dan karakteristik susunan rona dan tekstur
Registrasi:proses geometrik untuk menempatkan dua atau lebih rangkaian data
citra sehingga sel resolusi untuk suatu daerah dapat ditumpangtindihkan
secara digital maupun visual. Data yang diregistrasikan dapat berupa data
sejenis, data dari sensor yang berbeda, atau data mutitemporal
Resolusi: (1) jarak minimum antara dua gambaran, (2) ukuran terkecil suatu
obyek yang dapat dideteksi dengan sensor penginderaan jauh
Spektrum: serangkaian tenaga yang tersusun sesuai dengan panjang gelombang
atau frekuensi
Percepteron: salah satu bentuk jaringan syaraf yang sederhana, biasanya
digunakan untuk mengklasifikasikan suatu tipe pola tertentu yang sering
dikenal dengan pemisahan secara linear
Sigmoid biner: fungsi yang digunakan untuk jaringan syaraf yang dilatih dengan
menggunakan metode back propagation, fungsi ini memiliki nilai pada
range 0 sampai 1
SINGKATAN
AKU
AI
ANN
ANOVA
DVI
ERTS-1
GCP
GVI
GNDVI
II
IM
IPVI
LAI
LANDSAT 5 TM
LANDSAT 7 ETM+
LVQ
NDVI
NIR
NNBP
MIR
ML
MLP
MSS
OIF
PCA
RMSE
RDI
RVI
SAVI
SLAVI
SOM
TIROS-1
TRVI
Analisis Komponen Utama
Artificial Intelegensi
Artificial Neural Network
ANalysis Of VAriance
Difference Vegetation Index
Earth Resources Technological Satellite
Ground Control Point
Global Vegetation Index
Green Normalized Difference Vegetation Index
Infrared Index
Index Mangrove
Infrared Percentage Vegetation Index
Leaf Area Index
LAND SATellite 5 Thematic Mapper
LAND SATellite 7 Enhanced Thematic Mapper Plus
Learning Vector Quantization
Normalized Difference Vegetation Index
Near Infra-Red
Neural Network Back Propagation
Middle Infra-Red
Maximum Likelihood (classification)
Multi Layer Perceptron
Multispectral Scanner System
Optimum Index Factor
Principal Component Analysis
Root Mean Square Error
Ratio Drought Index
Ratio Vegetation Index
Soil Adjusted Vegetation Index
Specific Leaf Area Vegetation Index
Self Organizing Map
Television Observasi Satellite
Transformed RVI
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
Bentuk apa pun, baik cetak, fotocopi, microfilm, dan sebagainya
PENGKAJIAN ALGORITMA INDEKS VEGETASI
DAN METODE KLASIFIKASI MANGROVE DARI
DATA SATELIT LANDSAT-5 TM DAN LANDSAT-7 ETM+
(Studi Kasus Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur)
RISTI ENDRIANI ARHATIN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
Penguji luar komisi: Dr. Ir. Sam Wouthuyzen, M.Sc
PENGKAJIAN ALGORITMA INDEKS VEGETASI
DAN METODE KLASIFIKASI MANGROVE DARI
DATA SATELIT LANDSAT-5 TM DAN LANDSAT-7 ETM+
(Studi Kasus Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur)
RISTI ENDRIANI ARHATIN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengkajian Algoritma Indeks
Vegetasi dan Metode Klasifikasi Mangrove Dari Data Satelit Landsat-5 Tm dan
Landsat-7 Etm+ (Studi Kasus Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur) adalah
karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2007
Risti Endriani Arhatin
NIM C525010081
ABSTRAK
RISTI ENDRIANI ARHATIN. Pengkajian Algoritma Indeks Vegetasi dan
Metode Klasifikasi Mangrove dari Data Satelit Landsat-5 TM dan Landsat-7
ETM+ (Studi Kasus Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur). Dibimbing oleh
VINCENTIUS P. SIREGAR dan RICHARDUS F. KASWADJI.
Pemantauan mangrove dengan cara konvensional sangat sulit dilakukan
karena kondisi lapangan menjadi hambatan yang besar bagi pelaksanaan survei.
Penginderaan jauh merupakan alternatif dalam menjawab masalah-masalah yang
berhubungan dalam manajemen mangrove. Tujuan studi ini adalah melakukan
validasi data penginderaan jauh pada data Landsat-5 TM dan Landsat-7 ETM+,
untuk menduga kerapatan kanopi mangrove, selain itu studi ini juga
membandingkan dua metode klasifikasi, yaitu metode maximum likelihood dan
neural network back propagation dalam memetakan mangrove.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa transformasi indeks vegetasi
yang paling baik untuk mangrove di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur adalah
green normalized difference vegetation index (GNDVI). Model matematis hasil
principal component analysis (PCA) dalam menduga kerapatan kanopi mangrove
adalah {2,5180 (-0,522x2 – 0,497x3 – 0,470x4 – 0,510x5)} + {1,3057 (-0,462x2 –
0,515x3 – 0,548x4 – 0,469x5)}. Klasifikasi neural network back propagation
memiliki akurasi yang lebih baik dibandingkan klasifikasi maximum likelihood,
dengan overall accuracy sebesar 85.61%.
ABSTRACT
RISTI ENDRIANI ARHATIN. Study on Vegetation Index Algorithm and
Classification Model for Mangrove Derived from Landsat TM and ETM+ (Case
Study at Kabupaten Berau, East Kalimantan).
Under the direction of
VINCENTIUS P. SIREGAR and RICHARDUS F. KASWADJI.
To monitor mangrove using conventional method is very difficult, due to
the hard and tough field of mangrove forest that be a big obstruction. Remote
sensing which is able to cover a large area of mangrove might become a
promising alternative to answer the problem. The objectives of this study are to
validate the accuracy of remote sensing data, namely Landsat TM and ETM+
images, and for estimating mangrove forest canopy. This study compares two
classification methods, i.e., maximum likelihood and neural network back
propagation classifiers.
The result shows that the best vegetation index algorithm is Green
Normalized Difference Vegetation Index (GNDVI). PCA Result is {2,5180 (0,522x2 – 0,497x3 – 0,470x4 – 0,510x5)} + {1,3057 (-0,462x2 – 0,515x3 – 0,548x4
– 0,469x5)}. The use of neural network back propagation classifier is improving
the accuracy of classification result compared to maximum likelihood classifier.
Its overall accuracy reach 85.61%.
Keyword : remote sensing, vegetation index, maximum likelihood, neural network,
back propagation
GLOSARI
Penyusunan glosari ini merujuk pada empat pustaka, yaitu: (1)
Penginderaan Jauh Jilid 1 (Sutanto 1994a), (2) Penginderaan Jauh Jilid 2
(Sutanto 1994b), (3) Artificial Intellegency: Teknik dan Aplikasinya
(Kusumadewi 2003), (4) Membangun Jaringan Syaraf Tiruan : menggunakan
MATLAB dan Excel Link (Kusumadewi 2004) .
Algoritma (algorithm): (1) suatu cara kerja pasti tahap demi tahap untuk mencapai
hasil tertentu, biasanya berupa suatu cara kerja yang disederhanakan untuk
memecahkan masalah rumit, juga suatu pernyataan lengkap tentang
sejumlah besar langkah, (2) cara kerja berorientasikan komputer untuk
memecahkan suatu masalah.
Artificial intelegence: salah satu bagian ilmu computer yang membuat agar mesin
dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan oleh
manusia
Back propagation: algoritma pembelajaran yang terawasi dan biasanya digunakan
oleh perceptron dengan banyak lapisan untuk mengubah bobot-bobot yang
terhubung dengan neuron-neuron yang ada pada lapisan tersembunyinya.
Algoritma ini menggunakan error output untuk mengubah nilai bobotbobotnya dalam arah mundur (backward), untuk mendapatkan error ini
tahap perambatan maju (forward propagation) dikerjakan terlebih dahulu,
pada saat perambatan maju, neuron-neuron diaktifkan dengan
menggunakan fungsi aktivasi sigmoid.
Citra(image): (1) gambaran obyek yang dibuahkan oleh pantulan atau pembiasan
sinar yang difokuskan oleh lensa atau cermin, (2) gambaran rekaman
obyek yang dibentuk dengan cara optik, elektro-optik, optik-mekanik, dan
elektronik, yang biasanya dalam bentuk gambaran foto.
Hidden layer: lapisan tersembunyi
Histogram: peragaan serangkaian data secara grafik yang menunjukkan frekuensi
terjadinya peristiwa.
Inframerah: spektrum elektromagnetik pada panjang gelombang (0,7 – 1.000) µm.
Untuk maksud penginderaan jauh maka spektrum inframerah dirinci lebih
lanjut menjadi spektrum inframerah dekat/fotografik/pantulan (0,7 µm –
1,3 µm), inframerah sedang (1,3 µm – 3,0 µm) dan inframerah jauh (3,0
µm – 1.000 µm). Inframerah jauh juga disebut inframerah thermal.
Jaringan syaraf: salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu
mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia
tersebut
Penginderaan jauh: ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek,
daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat
tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji
Pixel (picture element):unsur data dengan aspek spasial dan spektral
Pola (pattern):keteraturan dan karakteristik susunan rona dan tekstur
Registrasi:proses geometrik untuk menempatkan dua atau lebih rangkaian data
citra sehingga sel resolusi untuk suatu daerah dapat ditumpangtindihkan
secara digital maupun visual. Data yang diregistrasikan dapat berupa data
sejenis, data dari sensor yang berbeda, atau data mutitemporal
Resolusi: (1) jarak minimum antara dua gambaran, (2) ukuran terkecil suatu
obyek yang dapat dideteksi dengan sensor penginderaan jauh
Spektrum: serangkaian tenaga yang tersusun sesuai dengan panjang gelombang
atau frekuensi
Percepteron: salah satu bentuk jaringan syaraf yang sederhana, biasanya
digunakan untuk mengklasifikasikan suatu tipe pola tertentu yang sering
dikenal dengan pemisahan secara linear
Sigmoid biner: fungsi yang digunakan untuk jaringan syaraf yang dilatih dengan
menggunakan metode back propagation, fungsi ini memiliki nilai pada
range 0 sampai 1
SINGKATAN
AKU
AI
ANN
ANOVA
DVI
ERTS-1
GCP
GVI
GNDVI
II
IM
IPVI
LAI
LANDSAT 5 TM
LANDSAT 7 ETM+
LVQ
NDVI
NIR
NNBP
MIR
ML
MLP
MSS
OIF
PCA
RMSE
RDI
RVI
SAVI
SLAVI
SOM
TIROS-1
TRVI
Analisis Komponen Utama
Artificial Intelegensi
Artificial Neural Network
ANalysis Of VAriance
Difference Vegetation Index
Earth Resources Technological Satellite
Ground Control Point
Global Vegetation Index
Green Normalized Difference Vegetation Index
Infrared Index
Index Mangrove
Infrared Percentage Vegetation Index
Leaf Area Index
LAND SATellite 5 Thematic Mapper
LAND SATellite 7 Enhanced Thematic Mapper Plus
Learning Vector Quantization
Normalized Difference Vegetation Index
Near Infra-Red
Neural Network Back Propagation
Middle Infra-Red
Maximum Likelihood (classification)
Multi Layer Perceptron
Multispectral Scanner System
Optimum Index Factor
Principal Component Analysis
Root Mean Square Error
Ratio Drought Index
Ratio Vegetation Index
Soil Adjusted Vegetation Index
Specific Leaf Area Vegetation Index
Self Organizing Map
Television Observasi Satellite
Transformed RVI
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
Bentuk apa pun, baik cetak, fotocopi, microfilm, dan sebagainya
PENGKAJIAN ALGORITMA INDEKS VEGETASI
DAN METODE KLASIFIKASI MANGROVE DARI
DATA SATELIT LANDSAT-5 TM DAN LANDSAT-7 ETM+
(Studi Kasus Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur)
RISTI ENDRIANI ARHATIN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
Penguji luar komisi: Dr. Ir. Sam Wouthuyzen, M.Sc
Judul Tesis
: Pengkajian Algoritma Indeks Vegetasi dan Metode
Klasifikasi Mangrove Dari Data Satelit Landsat-5 TM dan
Landsat-7 ETM+ (Studi Kasus Di Kabupaten Berau,
Kalimantan Timur)
Nama Mahasiswa
: Risti Endriani Arhatin
Nomor Pokok
: C525010081
Program Studi
: Teknologi Kelautan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Richardus F. Kaswadji, M.Sc
Anggota
Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA
Ketua
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Kelautan
Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc
Tanggal Ujian: 10 Juli 2007
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah dengan judul
”Pengkajian Algoritma Indeks Vegetasi dan Metode Klasifikasi Mangrove
Dari Data Satelit Landsat-5 TM dan Landsat-7 ETM+” dilakukan berbasis
pada data satelit dan hasil survei pada bulan Juli-Agustus 2005 di Berau,
Kalimantan Timur.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang tulus kepada:
1.
Bapak Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA dan Bapak Dr. Ir. Richardus F.
Kaswadji, M.Sc selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu
serta penuh kesabaran telah membimbing dan mengarahkan penulis semenjak
pengumpulan data, pengolahan hingga penyelesaian penulisan tesis ini.
2.
Bapak Dr. Ir. Sam Wouthuyzen, M.Sc selaku penguji tamu atas saran dan
koreksi serta kerjasama yang baik selama ujian berlangsung.
3.
Suamiku: G. Manjela Eko Hartoyo atas kesabaran, kasih sayang, cinta, doa
serta dorongan dan semangatnya selama ini yang membuat penulis tahan
menghadapi cobaan yang datang.
4.
Orang-orang terdekat dalam hidup ini: Ibu, Bapak dan adik-adik tercinta
yang senantiasa mendoakan dan memberikan kasih sayang serta dorongan
semangat kepada penulis.
5.
Teman-temanku yang terbaik: Yuli, Erina, Santi, Ika atas dukungan dan
kebersamaan selama ini.
6.
Pak Danu, Pak Eko dan Mbak Yanti atas bantuannya selama ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, namun
semoga karya ilmiah ini dapat memberikan sumbangan bagi khasanah ilmu
pengetahuan di Indonesia serta bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Agustus 2007
Risti Endriani Arhatin
i
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 09 Maret 1975 dari pasangan
ayah Budiman dan ibu Sri Yamtini, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Pendidikan dasar sampai sekolah menengah tingkat atas diselesaikan di Klaten.
Pada tahun 1993 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), Program Studi Ilmu dan Teknologi
Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Sejak tahun 2000 penulis bekerja sebagai asisten dosen di Laboratorium
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi Kelautan, Jurusan Ilmu dan
Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis kemudian melanjutkan ke
Program Magister pada Program Studi Teknologi Kelautan Pascasarjana IPB pada
Tahun 2001.
Selama mengikuti pendidikan di IPB penulis juga aktif dalam
berbagai kegiatan seminar maupun pelatihan, baik sebagai peserta maupun
instruktur diantaranya: International Training on Hyperspectral Technology
(BPPT, Jakarta), Basic Training in Remote Sensing for Future ALOS Data
(Lapan, Jakarta), Pelatihan Pengolahan dan Interpretasi Data Kelautan (IPB,
Bogor), Remote Sensing and Ocean Science For Marine Resources Exploration
and Environment (Bali), Satellite Remote Sensing For Marine Resources
Exploration and Environment (Bali), Asian Ocean Remote Sensing Training
Course (AIT, Thailand).
ii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
1 PENDAHULUAN ..............................................................................................1
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
Latar Belakang ............................................................................................1
Perumusan dan Pendekatan Masalah ..........................................................2
Batasan Permasalahan .................................................................................4
Hipotesis Penelitian.....................................................................................4
Tujuan Penelitian ........................................................................................4
Manfaat Penelitian ......................................................................................5
2 TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................7
2.1 Mangrove .....................................................................................................7
2.2 Sistem Penginderaan Jauh untuk Vegetasi (Mangrove) ..............................9
2.2.1 Indeks vegetasi .................................................................................13
2.2.2 Klasifikasi citra (image classification) ............................................15
2.3 Analisis Komponen Utama ........................................................................20
3 METODOLOGI ...............................................................................................25
3.1
3.2
3.3
3.4
Waktu dan Tempat .....................................................................................25
Bahan dan Alat ...........................................................................................26
Data ............................................................................................................26
Analisis Data ..............................................................................................27
3.4.1 Preprocessing...................................................................................27
3.4.2 Transformasi produk Level 1 (L1) ke spektral radians ....................28
3.4.3 Penajaman citra (image enhancement) ............................................30
3.4.4 Uji ketelitian keterpisahan (separability).........................................30
3.4.5 Uji ketelitian matric contingency .....................................................32
3.4.6 Klasifikasi citra (image classification) ............................................33
3.4.7 Transformasi indeks vegetasi ...........................................................35
3.4.8 Analisis komponen utama ................................................................37
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................39
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
Kondisi Ekosistem Hutan Mangrove .........................................................39
Karakteristik Fisika Kimia Perairan...........................................................39
Koreksi Geometrik dan Radiometrik .........................................................40
Ekstraksi Informasi Nilai Digital dan Radians Data Landsat-7 ETM+ .....42
Penajaman Citra (Image Enhancement) .....................................................42
Training Area .............................................................................................49
4.7 Uji Ketelitian Keterpisahan (Separability) ..................................................50
iii
4.7.1 Transformed divergency ..................................................................50
4.7.2 Jeffries-matusita distance (JM)........................................................51
4.8 Uji Ketelitian Matrik Kontingensi .............................................................52
4.9 Klasifikasi Citra (Image Classification) ....................................................55
4.9.1 Klasifikasi maximum likelihood ......................................................56
4.9.2 Klasifikasi neural network back propagation ..................................57
4.10 Overlay Citra Hasil Klasifikasi dengan Referensi .....................................58
4.11 Indeks Vegetasi ..........................................................................................60
4.12 Analisis Komponen Utama ........................................................................65
4.13 Overlay Citra Klasifikasi dengan Indeks Vegetasi (GNDVI) ....................68
4.14 Produktivitas Mangrove .............................................................................69
4.15 Hubungan Antara Kerapatan Mangrove dengan Perikanan Tangkap ........70
5 KESIMPULAN .................................................................................................74
5.1 Kesimpulan ................................................................................................74
5.2 Saran...........................................................................................................74
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................75
LAMPIRAN ..........................................................................................................83
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Indeks vegetasi untuk Landsat MSS and TM .................................................15
2
Nilai Spektral Radians, LMINλ dan LMAXλ dalam W/(m2.sr.µm) pada
LANDSAT-5 TM ............................................................................................29
3
Nilai LMINλ dan LMAXλ dalam W/(m2.sr.µm) pada LANDSAT-7 ETM+ ....29
4
Matrik kesalahan (confussion matrix) .............................................................32
5
Beberapa formula indeks vegetasi yang dipergunakan pada penelitian .........35
6
Nilai minimum dan maksimum digital number sebelum dan setelah
terkoreksi radiometrik .....................................................................................41
7
Perubahan dari nilai digital ke nilai radians....................................................43
8
Matriks korelasi antar kanal pada tiap tanggal perekaman .............................44
9
Standart deviasi tiap kanal pada tiap tanggal perekaman ...............................45
10 Nilai OIF dari tiap kombinasi kanal................................................................46
11 Nilai tranformed divergency ...........................................................................50
12 Nilai jeffries-matusita distance .......................................................................51
13 Ketelitian matrik kontingensi ..........................................................................53
14 Evaluasi ketelitian matriks kontingensi dengan maximum likelihood ............54
15 Evaluasi ketelitian matriks kontingensi dengan neural network back
propagation .....................................................................................................55
16 Luasan obyek hasil klasifikasi maximum likelihood.......................................56
17 Akurasi berdasarkan perbedaan learning rate dan jumlah hidden layer ........57
18 Luasan obyek hasil klasifikasi neural network back propagation .................58
19 Matrik kontingensi metode maximum likelihood dan neural network
back propagation dengan peta referensi .........................................................58
20 Matrik metode klasifikasi maximum likelihood dengan metode neural
network back propagation ..............................................................................60
21 Hasil indeks vegetasi dari beberapa algoritma pada tiap stasiun ....................61
22 Nilai koefisien determinasi dari hasil analisis regresi antara persen
penutupan kanopi dengan tansformasi indeks vegetasi ..................................62
v
23 Persamaan regresi antara persentase penutupan kanopi mangrove
dengan hasil transformasi indeks vegetasi ......................................................65
24 Hasil analisis komponen utama dari data Landsat-7 ETM+ ...........................66
25 Luasan kerapatan mangrove tahun 1991 dan tahun 2002 ...............................68
26 Produksi hasil perikanan tangkap Kabupaten Berau ......................................72
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Diagram alir perumusan dan pendekatan masalah hingga hasil penelitian ......6
2
Pola respon spektral beberapa objek (Danoedoro 1996) ................................11
3
Spektrum penyerapan pada klorofil a, b dan pigmen carotenoid yang
mempengaruhi pantulan vegetasi (Dozier 2004) ............................................11
4
Karakteristik respon spektral pada vegetasi hijau daun (Leblon 2004) ..........12
5
Konsep klasifikasi pada data remote sensing (Gabriel 2005) .........................15
6
Flow chart proses klasifikasi (Schowengerdt 1997).......................................16
7
Konsep klasifikasi maximum likelihood (Gabriel 2005) .................................18
8
Struktur tradisional pada tiga layer neural network (Schowengerdt 1997) ....19
9
Komponen-komponen elemen pemrosesan (Schowengerdt 1997) .................20
10 Peta lokasi studi dan posisi stasiun pengambilan data ....................................25
11 Ilustrasi klasifikasi neural network back propagation ...................................33
12 Flow chart pengolahan data ...........................................................................38
13 Citra tiap kanal untuk identifikasi mangrove (21 Mei 2002)..........................42
14 Citra komposit hasil OIF .................................................................................47
15 Citra komposit RGB 453 (21 Mei 2002) ........................................................48
16 Hasil regresi antara metode klasifikasi maximum likelihood dengan
neural network back propagation ..................................................................59
17 Grafik hasil analisis regresi antara transformasi indeks vegetasi dengan
persentase kerapatan kanopi mangrove ..........................................................64
18 Plot scree analisis komponen utama ..............................................................67
19 Hubungan antara hasil tangkapan udang dengan pantai yang bervegetasi:
data dari Louisiana dan Teluk Mexico bagian timur laut (modifikasi dari
Turner 1977 diacu dalam Kaswadji 2007) .....................................................71
20 Gambar 20 Hubungan antara hasil tangkapan udang dengan pantai yang
bervegetasi: data dari Mosambik, Madagaskar, Thailand, Sumatera,
Irian Jaya dan Australia (Kaswadji 2002) ......................................................71
vii
DAFTAR LAMPIRAN
P
Halaman
1
Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia di perairan mangrove,
Berau, Kalimantan Timur .............................................................................. 83
2
Histogram Citra Landsat-5 TM dan Landsat-7 ETM+ ...................................84
3
Persentase penutupan kanopi mangrove hasil pengambilan data lapang
dan nilai digital Landsat-7 ETM+ (21 Mei 2002)...........................................92
4
Histogram tiap obyek hasil training area ........................................................93
5
Nilai-nilai statistik dan covarian tiap obyek hasil training area .....................95
6
Peta hasil klasifikasi maximum likelihood tahun 1991 dan tahun 2002 .......101
7
Peta hasil overlay citra klasifikasi maximum likelihood tahun 1991
dan tahun 2002 ..............................................................................................102
8
Peta hasil klasifikasi neural networks back propagation tahun 1991
dan tahun 2002 ..............................................................................................103
9
Peta hasil overlay citra klasifikasi neural networks back propagation
tahun 1991 dan tahun 2002 ...........................................................................104
10 Nilai Fhitung dan Ftabel tiap tansformasi indeks vegetasi pada data
Landsat-7 ETM+ (21 Mei 2002) ...................................................................105
11 Hasil analisa uji anova tiap tansformasi indeks vegetasi dari data
Landsat-7 ETM+ (21 Mei 2002) ...................................................................106
12 Peta kerapatan mangrove hasil klasifikasi maximum likelihood
dengan GNDVI .............................................................................................107
13 Peta kerapatan mangrove hasil klasifikasi neural network back
propagation dengan GNDVI .......................................................................108
14 Peta perubahan kerapatan mangrove hasil klasifikasi maximum
likelihood dengan GNDVI tahun 1991 dan tahun 2002...............................109
15 Peta perubahan kerapatan mangrove hasil klasifikasi neural network
back propagation dengan GNDVI tahun 1991 dan tahun 2002 ...................110
viii
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luas mangrove di Indonesia adalah sekitar 4,25 juta hektar, yang
merepresentasikan 25 % dari mangrove dunia. Indonesia merupakan pusat dari
sebagian biogeografi genus mangrove (Quarto 2006).
Nontji (1987)
menambahkan bahwa ekosistem mangrove di Indonesia memiliki keragaman
hayati tertinggi di dunia dengan jumlah total kurang lebih 89 spesies yang terdiri
dari 35 spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies liana, 29 spesies epifit dan 2
spesies parasitik.
Mangrove memiliki nilai ekologi yang sangat penting, diantaranya sebagai
pelindung pantai dari gelombang dan badai, di daerah pesisir berperan sebagai
filter dari polutan.
Khususnya di bidang perikanan ekosistem mangrove
merupakan tempat bertelur, sebagai suplayer dalam siklus rantai makanan dan
sebagai tempat berlindung sebagian besar juvenil ikan (Dankwa and Gordon
2006; Mumby 2005; Sheridan and Hays 2003).
Pentingnya keberadaan mangrove di daerah pesisir sudah diyakini secara
luas di Indonesia, namun manajemen pemanfaatan mangrove tersebut saat ini
belum didasarkan pada data yang komprehensif dari sumberdaya mangrove
tersebut, sehingga banyak mangrove yang terdegradasi bahkan hilang sama sekali.
Kurangnya data serta belum banyaknya penelitian mangrove dikarenakan selama
ini kondisi lapangan menjadi hambatan yang besar bagi pelaksanaan survei dan
penelitian, padahal data tersebut sangat penting, baik dalam rangka pengelolaan
wilayah ekosistem mangrove itu sendiri maupun dalam menjaga keseimbangan
ekosistem pesisir.
Saat ini penginderaan jauh merupakan teknologi yang sudah tidak asing
lagi dalam memetakan maupun memantau mangrove. Beberapa penelitian yang
telah dilakukan diantaranya: Cornejo et al. (2005) melakukan pemantauan
mangrove di lagun Navachiste-San Ignacio-Macapule, Sinaloa, Mexico; Vaiphasa
(2006) memetakan mangrove di Sawi Bay, Chumporn, Thailand; Upanoi dan
Tripathi (2003) melakukan pemantauan mangrove di Krabi, Thailand; Liu et al.
(2002) melakukan pemantauan mangrove di Hainan, China; Hartono (1994)
2
melakukan inventarisasi mangrove di Cimanuk, Jawa Barat; Zuhair (1998)
melakukan pemantauan mangrove di Kalimantan Timur; Widyastuti (2000)
memetakan mangrove di Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah; Harsanugraha et
al. (2000) menganalisis potensi mangrove di Pulau Bali.
Sistem penginderaan jauh dapat melakukan inventarisasi dan monitoring
mangrove dengan cakupan areal yang luas, repetitif, sinoptik, dengan biaya
operasionalnya relatif murah dan cepat, serta resiko yang kecil. Namun demikian,
data yang dihasilkan sensor satelit yang ada saat ini umumnya mempunyai tingkat
akurasi yang masih rendah dalam mengamati ekosistem mangrove tersebut.
Sehingga dalam rangka meningkatkan akurasi sampai saat ini masih terus
dilakukan penelitian mengenai metode pemrosesan citra satelit dalam melakukan
inventarisasi sumberdaya alam. Beberapa contoh penelitian diantaranya: Han et
al. (2002) mengkaji tentang koreksi pixel yang tidak normal pada citra hyperion;
Bruzzone et al. (1999) yang mengkaji tentang pendekatan neural-statistical untuk
data multitemporal dan multisensor pada klasifikasi citra.
1.2 Perumusan dan Pendekatan Masalah
Dalam memetakan mangrove, data tentang indeks vegetasi sangat penting,
karena bisa dipakai sebagai indikator dalam pendugaan biomassa (Boone et al.
2000; Budi 2000), pendugaan leaf area index (Gong et al. 2003) dan produktivitas
primer (Ricotta et al. 1999).
Metode klasifikasi merupakan salah satu langkah penting dalam
pemrosesan citra untuk memetakan mangrove disamping transformasi indeks
vegetasi. Dalam proses ini, pixel-pixel yang disampel secara random, secara
mekanik akan dimasukkan ke dalam kelas spektral yang homogen, atau dapat
dikatakan klasifikasi adalah pengelompokan data yang memiliki karakteristik
yang mirip. Sampai saat ini, belum memungkinkan ditemukannya suatu metode
klasifikasi yang paling baik untuk semua aplikasi karena hal ini tergantung pada
karakteristik objek maupun kondisi daerah setempat, sehingga peneliti sebaiknya
memilih metode klasifikasi yang paling baik dalam menyelesaikan pekerjaan yang
spesifik.
3
Berbagai teknik klasifikasi telah digunakan oleh para peneliti dalam
memetakan objek (Purbowaseso 1995). Teknik-teknik tersebut dibagi ke dalam
dua kategori, yaitu klasifikasi supervised dan unsupervised (Michie et al. 1994.;
Schowengerdt 1983; Schowengerdt 1997; Campbell 1987; Purwadhi 2001).
Dasar klasifikasi yang umum digunakan adalah metode minimum distance to
mean, paralelliped maupun maximum likelihood.
Paralelliped adalah metode klasifikasi yang sangat sederhana dan
umumnya tidak digunakan untuk pemetaan land use, ketika training area
diketahui dengan baik maka lebih baik menggunakan metode maximum likelihood
(Richards 1995). Metode minimum distance to mean termasuk dalam klasifikasi
supervised, yang akan mengkelaskan objek berdasarkan jarak minimum ke nilai
mean tiap kelas pada tiap kanal, dari data training (Jensen 1986). Metode ini bisa
digunakan untuk semua aplikasi (Richards 1995). Klasifikasi maximum likelihood
adalah metode klasifikasi supervised yang paling umum digunakan pada data
penginderaan jauh (Richards 1995). Klasifikasi ini didasarkan pada teori
probabilitas bayesian.
Beberapa penelitian mangrove yang menggunakan
klasifikasi metode maximum likelihood diantaranya: Stelzer et al. (2004)
menggunakan metode maximum likelihood untuk daerah pesisir; Budi (2000)
menggunakan metode maximum likelihood untuk memetakan mangrove di segara
anakan, Cilacap. Haralick dan Fu (1983) diacu dalam Jensen (1986) mengupas
mendalam tentang probabilitas dan matematik pada maximum likelihood dan
bayes decision rules, metode ini membutuhkan lebih banyak komputasi per pixel
dari pada metode paralelliped maupun metode minimum distance to mean.
Aplikasi artificial intelegensi (AI) dalam bidang penginderaan jauh saat
ini sedang dikembangkan. AI yang sedang berkembang saat ini adalah artificial
neural network (ANN). ANN adalah suatu pendekatan alternatif yang memiliki
kemampuan menghitung, memproses, memprediksi dan mengkelaskan data
dengan model non linear maupun yang lebih komplek. metode ini sangat berbeda
dari pengklasifikasi minimum distance to mean, paralelliped maupun maximum
likelihood. Beberapa penelitian tentang AI antara lain: Strickert (2004) yang
meneliti tentang supervised learning vector quantization (LVQ) dan unsupervised
self-organizing map (SOM), Watts (2001) meneliti tentang pemetaan lahan
4
menggunakan kombinasi multiple artificial neural networks. Magoulas et al.
(1999) meneliti tentang perbaikan konvergensi pada algoritma back propagation
menggunakan learning rate adaptation methods, Luo et al. (2004) meneliti
tentang elliptical basis function network untuk klasifikasi pada data remote
sensing.
1.3 Batasan Permasalahan
Permasalahan pada penelitian ini dibatasi pada pemilihan indeks vegetasi
yang terbaik dari beberapa algoritma indeks vegetasi yang telah ada, pengkajian
hubungan matematis antara nilai respon spektral dengan kerapatan kanopi di
lapangan dengan menggunakan regresi komponen utama, pengkajian keterpisahan
antar objek dalam training area, serta pemilihan klasifikasi terbaik dari dua
metode klasifikasi yang dicobakan, yaitu metode maximum likelihood dan neural
network back propapagation.
1.4 Hipotesis Penelitian
Dugaan sementara (hipotesis) yang yang berkaitan dengan permasalahan
penelitian ini antara lain:
(1)
Adanya korelasi yang kuat antara kerapatan kanopi mangrove dengan respon
spectral citra satelit
(2)
Metode neural network back propagation memiliki akurasi yang lebih tinggi
apabila dibanding metode maximum likelihood
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan studi ini adalah:
(1) Mencari hubungan matematis terbaik antara nilai respon spektral dengan
kerapatan kanopi mangrove;
(2) Mengkaji berbagai algoritma indeks vegetasi guna menentukan kerapatan
kanopi mangrove;
(3) Mengkaji dan membandingkan metode klasifikasi, yakni metode klasifikasi
maximum likelihood dan neural network back propapagation.
5
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan:
(1) Mengetahui metode yang efektif dan efisien dalam menentukan indeks
vegetasi dan klasifikasi mangrove;
(2) Mengetahui keberadaan mangrove di Kabupaten Berau;
(3) Mengetahui pola perubahan tutupan mangrove, sehingga diharapkan bisa
digunakan sebagai indikator naik atau turunnya produktifitas mangrove;
(4) Memantau pola perubahan tutupan mangrove dimana selanjutnya dapat
digunakan oleh para pengambil kebijakan/keputusan/perencana dalam
mengelola hutan mangrove di Kabupaten Berau.
Diagram alir perumusan dan pendekatan masalah hingga hasil penelitian
dirangkum dalam kerangka pemikiran seperti ditampilkan pada Gambar 1.
6
Perumusan dan
Pendekatan Masalah
MANGROVE
INVENTARISASI DAN MONITORING
OBSERVASI IN-SITU
CITRA SATELIT
LANDSAT-5 TM, LANDSAT-7 ETM+
KERAPATAN KANOPI
RESPON SPEKTRAL
Permasalahan
METODE KLASIFIKASI
- MAXIMUM LIKELIHOOD
- NEURAL NETWORK
ALGORITMA INDEKS VEGETASI
Pemecahan Masalah
PRODUKTIVITAS PRIMER
ANALISIS
PERIKANAN
Hasil
•
•
•
HUBUNGAN MATEMATIS KERAPATAN KANOPI DENGAN RESPON
SPEKTRAL
INDEKS VEGETASI TERBAIK DARI 12 ALGORITMA INDEKS VEGETASI
METODE KLASIFIKASI TERBAIK, ANTARA MAXIMUM LIKELIHOOD
DAN NEURAL NETWORK BACK PROPAGATION
Gambar 1 Diagram alir perumusan dan pendekatan masalah hingga hasil penelitian.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mangrove
Menurut Undang-Undang No.5 tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok
Kehutanan, hutan mangrove terdiri dari dua kata, yaitu hutan dan mangrove.
Hutan adalah suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara
keseluruhan
merupakan
persekutuan
hidup
alam
hayati
beserta
lingkungannya yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan.
alam
Arti kata
mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang dan surut,
tetapi dapat juga tumbuh pada pantai karang, dataran koral mati yang di atasnya
ditimbuni selapis tipis pasir atau ditimbuni lumpur (Darsidi 1986).
Total luas hutan Indonesia saat ini sekitar 119.418.200 ha (Ditjen INTAG
1993), luas areal berhutan mangrove saat ini adalah sekitar 3,16% saja (3,7 juta
ha) dari total luas areal berhutan di Indonesia tersebut. Hutan mangrove yang
cukup luas terdapat di Irian Jaya sekitar 1.326.990 ha (35,1%), Kalimantan Timur
775.640 ha (20,6%), dan Sumatera Selatan 363.430 ha (9,6%). Sisanya tersebar
di propinsi lain dengan luasan kurang dari 6% dari luas total hutan mangrove.
Kedudukannya sebagai suatu ekosistem antara darat dan laut, hutan
mangrove memiliki fungsi ekologis. Fungsi ekologis ditinjau dari aspek fisika,
(1) mangrove mempunyai kemampuan meredam gelombang, menahan lumpur,
dan melindungi pantai dari erosi, gelombang pasang dan angin taufan; (2)
mangrove yang tumbuh di daerah estuaria atau rawa dapat berfungsi mengurangi
bencana banjir. Dilihat dari aspek kimia, (1) sebagai penyerap bahan pencemar,
khususnya bahan-bahan organik; (2) sebagai sumber energi bagi lingkungan
perairan sekitarnya, dimana ketersediaan berbagai jenis makanan pada ekosistem
mangrove telah menjadikannya sebagai sumber energi bagi berbagai jenis biota
yang berasosiasi di dalamnya; (3) sebagai pensuplai bahan organik, daun
mangrove yang gugur mengalami proses penguraian oleh mikroorganisme
menjadi partikel-partikel detritus yang menjadi sumber makanan bagi berbagai
macam filter feeder.
Dari aspek biologis, mangrove sangat penting dalam
menjaga kestabilan produktivitas dan ketersediaan sumberdaya hayati wilayah
pesisir (TNC dan P4L 2003).
8
Keberadaan mangrove sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan
fisiknya. Faktor-faktor lingkungan tersebut diantaranya:
(1)
Suhu
Rata-rata suhu terdingin di Indonesia yang baik untuk perkembangan
mangrove kira-kira 20°C dan 24°C (Hutchings dan Saenger 1987; Chapman
1977)
(2)
Media lumpur
Salah satu syarat wilayah yang baik untuk ditumbuhi hutan mangrove adalah
wilayah pantai yang mempunyai endapan lumpur (Hutchings dan Saenger
1987; Chapman 1977)
(3)
Proteksi
Kusmana et al. (2000) menyebutkan bahwa teluk-teluk, laguna-laguna,
perairan dan pantai tersebar dibalik pembatas pulau, merupakan lokasilokasi yang cocok untuk mangrove
(4)
Salinitas
Salinitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran dan
perkembangan komunitas mangrove pada suatu daerah karena berbagai jenis
mangrove mempunyai perbedaan toleransi terhadap salinitas (Tomascik et
al. 1997)
(5)
Pasang surut
Menurut Kusmana et al. (2000), besarnya kisaran pasang surut
menyebabkan kisaran vertikal yang tersedia untuk komunitas mangrove pun
besar. Lebar jalur hutan mangrove dipengaruhi oleh tinggi pasang surut,
yang menentukan lebarnya jangkauan air pasang di tempat-tempat tersebut.
Di sepanjang pantai yang lurus dan bergelombang kecil, atau yang
memiliki perbedaan pasang surut tidak tinggi, jalur hutan mangrove
kebanyakan agak sempit yaitu sekitar 25-50 m. Di delta-delta yang arusnya
banyak membawa lumpur dan pasir, dengan perbedaan pasang surut cukup
tinggi, hutan mangrove merupakan jalur yang lebih lebar. Di daerah laguna
atau daerah-daerah dengan rata-rata perbedaan pasang surut tinggi (4m 6m), lebar jalur mangrove dapat mencapai beberapa kilometer tergantung
pada tingkat kelandaian pantai (Hardjosentono 1978).
Watson (1982)
9
berpendapat, pengaruh pasang surut terhadap komposisi hutan mangrove
dikaitkan dengan lama tidaknya tanah habitat mangrove tergenang air laut
(6)
Angin dan gelombang
Komar (1983) menyatakan bahwa pembentukan gelombang terjadi karena
angin. Tiga faktor yang mempengaruhi pembentukan gelombang oleh angin
adalah kecepatan angin, lama angin bertiup dan cakupan wilayah dimana
angin terjadi. Gelombang kecil membawa sedimen dan mengendapkan di
pantai.
Endapan sedimen ini merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan mangrove, sehingga gelombang kecil merupakan syarat ideal
untuk perkembangan mangrove
(7)
Bathymetri
Kusmana et al. (2000) menyebutkan bahwa mangrove tumbuh secara baik
pada air yang dangkal, sebab anakan tidak dapat menancap pada perairan
yang dalam.
2.2 Sistem Penginderaan Jauh untuk Vegetasi (Mangrove)
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh
dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena
yang dikaji (Lillesand dan Keifer 1994; Sutanto 1994a).
Satelit penginderaan jauh dalam bidang kehutanan telah dikembangkan
lebih dari 25 tahun, sedangkan perkembangan fotografi udara lebih dari 100
tahun.
Penerapan satelit penginderaan jauh dalam bidang kehutanan secara
efektif dimulai dengan peluncuran teknologi satelit sumberdaya bumi Amerika
Serikat (earth resources technological satellite/ERTS-1) pada tahun 1972,
kemudian satelit tersebut diberi nama Landsat. Proses ini diawali dengan adanya
peluncuran satelit berawak ke angkasa luar pada tahun 1961 yaitu Vostock-1,
milik Republik Sosialis Uni Soviet, dan foto pertama kali yang diperoleh dari
angkasa luar oleh Explorer-6 milik Amerika Serikat pada tahun 1959.
Sistematika observasi orbital bumi dari angkasa luar, dimulai sejak tahun 1960,
oleh observasi inframerah televisi Amerika Serikat (television observasi
satellite/TIROS-1). Satelit ini menghasilkan citra dengan resolusi sangat rendah
10
yang digunakan untuk meteorologi, sedangkan satelit berawak orbit polar
Amerika Serikat pada tahun 1960-an (Mercury, Gemini, Apollo) memberikan f