Pemetaan Vegetasi Mangrove di Cilacap Jawa Tengah dengan Menggunakan Citra Landsat ETM+ dan OLI TIRS
PEMETAAN VEGETASI MANGROVE DI CILACAP
JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA
LANDSAT ETM+ DAN OLI TIRS
MUQTASIDUN SAIFULLAH HASHRI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Vegetasi
Mangrove di Cilacap Jawa Tengah dengan Menggunakan Citra Landsat
ETM+ dan OLI TIRS adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi
Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan
Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor,Oktober 2014
Muqtasidun Saifullah Hashri
NIM C54090050
ABSTRAK
MUQTASIDUN SAIFULLAH HASHRI. Pemetaan Vegetasi Mangrove Di Cilacap
Jawa Tengah dengan Menggunakan Citra Landsat ETM+ dan OLI TIRS.
Dibimbing oleh VINCENTIUS PAULUS SIREGAR dan MUJIZAT KAWAROE.
Luas hutan mangrove yang terdapat di Indonesia mengalami penurunan
sehingga perlu upaya pelestarian. Salah satu cara untuk mengkaji luas tutupan hutan
mangrove adalah menggunakan tekonologi penginderaan jauh satelit. Tujuan
penelitian ini adalah mengkaji kemampuan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ dan
Landsat 8 OLI TIRS dalam mendeteksi mangrove dengan menggunakan indeks
vegetasi (NDVI), serta menghitung INP (Indeks Nilai Penting) komunitas mangrove
di Cilacap, Jawa Tengah. Survei mangrove di lapangan mengukur kerapatan
mangrove serta mengidentifikasi jenis dan zonasi mangrove yang diambil secara
acak di 10 stasiun. Citra Landsat 8 maupun Landsat 7 mampu memetakan dengan
mengklasifikasikan mangrove di Cilacap ke dalam 3 kelas yaitu lebat, sedang, dan
jarang. Hasil perhitungan INP (Indeks Nilai Penting) mendapati bahwa jenis
Rhizhopora apiculata dan Ceriops sp. memiliki nilai INP yang tinggi, sehingga
kedua jenis mangrove tersebut memiliki peran ekologi yang lebih penting
dibandingkan jenis lain di Segara Anakan,Cilacap.
Kata kunci: Cilacap, Mangrove, NDVI, Klasifikasi Terbimbing, Satelit Landsat
ABSTRACT
MUQTASIDUN SAIFULLAH HASHRI. Mangrove vegetation mapping in
Cilacap, Central Java using Landsat ETM + and OLI TIRS. Supervised by
VINCENT PAULUS SIREGAR and MUJIZAT KAWAROE.
Mangrove forests in Indonesia has declining, and so it preservation efforts
are required. One way of mangrove forest is the used of satellite remote sensing
technology. The aim of this study were to examine the ability of Landsat satellite
imagery (Landsat 7 ETM + 8 OLI Tirs) in detecting mangrove using vegetation
index (NDVI), and to measured IVI (Importance Value Index) of mangrove
community in Cilacap, Central Java. Field assessment on mangrove was focused in
measuring density, identifying species and zonation according to haphazard
sampling in 10 sites. Landsat imagery were able to map and classified mangroves in
Cilacap according to three different class; dense, medium, and sparse mangrove.
Results of IVI (Importance Value Index) calculations revealed the ecological
importance of Rhizhopora apiculata and Ceriops sp. in the mangrove community of
Segara Anakan, Cilacap.
Keywords: Cilacap, Landsat Satellite, Mangroves, NDVI, Supervised Classification
PEMETAAN VEGETASI MANGROVE DI CILACAP JAWA
TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT
ETM+ DAN OLI TIRS
MUQTASIDUN SAIFULLAH HASHRI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
Pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Pemetaan Vegetasi Mangrove di Cilacap Jawa Tengah dengan
Menggunakan Citra Landsat ETM+ dan OLI TIRS
Nama
NIM
: Muqtasidun Saifullah Hashri
: C54090050
Disetujui oleh
Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA
Pembimbing I
Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir I Wayan Nurjaya, M.Sc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: 14 Agustus 2014
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala limpahan
rahmat, hidayah dan inayah yang di berikan serta Rasulullah Muhammad
SAW sebagai teladan yang baik sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal penelitian yang berjudul Pemetaan Vegetasi Mangrove di Cilacap
Jawa Tengah dengan Citra Landsat ETM+ dan OLI TIRS.
Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak
Dr.Ir.Vincentius P. Siregar, DEA selaku dosen pembimbing utama dan Ibu
Dr.Ir. Mujizat Kawaroe M.Si selaku dosen pembimbing anggota yang telah
memberikan saran dan kritik yang membangun. Penulis juga mengucapkan
terimakasih sebesar-besarnya kepada Orang tua beserta keluarga yang selalu
memberikan do’a dan dukungan dan semua pihak yang telah memberikan
dukungan baik moril maupun materiil demi terlaksananya proposal ini.
Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Oktober 2014
Muqtasidun Saifullah Hashri
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Perolehan Data
Perolehan Data Citra Satelit
Perolehan Data Lapangan
Pengolahan Citra Satelit
Pre Processing
Penajaman Citra untuk Vegetasi Mangrove
Klasifikasi Citra
INP(Indeks Nilai Penting)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengolahan Citra
Koreksi Geometrik
Citra Komposit
Masking (Penutupan)
Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification)
Analisis Vegetasi Mangrove
Zonasi Mangrove Cilacap
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
1
1
1
2
2
2
3
3
4
4
5
5
6
6
8
8
8
9
9
10
15
18
20
20
20
21
LAMPIRAN
23
RIWAYAT HIDUP
36
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Pengelompokan Mangrove Berdasarkan Indeks NDVI Menurut BAPLAN
Kehutanan.
6
Luasan Mangrove Berdasarkan Training Area
12
Nilai Histogram Tiap Kelas pada Citra Landsat 8
12
Nilai Histogram tiap Kelas pada Citra Landsat 7
14
INP Jenis Mangrove Segara Anakan pada Stasiun 1
15
INP Jenis Mangrove Segara Anakan pada Stasiun 2
15
INP Jenis Mangrove Segara Anakan pada Stasiun 3
16
INP Jenis Mangove Segara Anakan pada Stasiun 4
16
INP Jenis Mangrove Segara Anakan pada Stasiun 5
16
INP Jenis Mangrove Segara Anakan pada Stasiun 6
17
INP Jenis Mangrove Segara Anakan pada Stasiun 7
17
INP Jenis Mangrove Segara Anakan pada Stasiun 8
17
INP Jenis Mangrove Segara Anakan pada Stasiun 9
17
INP Jenis Mangrove Segara Anakan pada Stasiun 10
18
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Lokasi penelitian
Diagram alir penelitian
Diagram pengolahan data citra satelit
(a) Citra Landsat 8 daerah cilacap RGB 542, (b) Citra Landsat 7 daerah
Cilacap RGB 431
(a) Citra Landsat 7 (b) Citra Landsat 8 hasil retifikasi dengan citra Landsat 7
Hasil komposit kanal 564 (landsat 8) dan 453 (landsat 7) a) Landsat 8 dan b)
landsat 7
Daerah masking (penyamaran) darar dan laut di kawasan Segara Anakan
KlasifikasiTerbimbing(SupervisedClassification)
Klasifikasi kerapatan mangrove dengan Landsat 8
Histogram NDVI kerapatan pada citra Landsat 8
Histogram NDVI kerapatan pada citra Landast 7
Klasifikasi kerapatan mangrove dengan Landsat 7
Zonasi mangrove di Segara Anakan, Cilacap
2
3
4
8
9
9
10
10
11
12
13
14
19
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
Tabel Perhitungan INP Tiap Stasiun
Kenampakan Satelit Landsat 7 dan Landsat 8
Karakteritik Landsat 7 dan Landsat 8
Algoritma NDVI Landsat 8 dan Landsat 7
Algoritma NDVI untuk Pengkelasifikasian Mangrove
Dokumentasi Pengambilan Data Lapang
23
32
32
33
33
34
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam yang memberikan
banyak manfaat bagi manusia berupa jasa dari produktivitasnya yang tinggi. Tumbuhan
mangrove memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan ekstrim
seperti kondisi tanah yang tergenang, kadar garam yang tinggi serta kondisi tanah yang
kurang stabil. Komunitas ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang
cukup mendapat aliran air, terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang
keras (Bengen, 2002).
Sistem penginderaan jauh adalah ilmu atau seni untuk memperoleh informasi
tentang objek, daerah atau fenomena yang berada di permukaan bumi melalui analisis
data yang di peroleh tanpa kontak langsung dengan objek yang di kaji (Lillesand dan
Kiefer, 1990). Ekosistem mangrove dapat diketahui kondisinya dengan meggunakan
teknik penginderaan jauh, salah satunya aplikasi adalah untuk pengamatan ekosistem
mangrove dengan bantuan citra satelit. Letak geografi ekosistem mangrove yang berada
pada daerah peralihan darat dan laut memberikan efek perekaman yang khas jika
dibandingkan obyek vegetasi darat lainnya. Efek perekaman tersebut sangat erat
kaitannya dengan karakteristik spektral ekosistem mangrove, hingga dalam identifikasi
memerlukan suatu transformasi tersendiri.
Satelit yang digunakan untuk identifikasi mangrove antara lain LANDSAT,
ALOS,SPOT 5, Worldview-2, Quickbird dan lain-lainnya. Pada tahun 2013 NASA
meluncurkan satelit Landsat 8 yang membawa sensor OLI dan TIRS(Thermal) dengan
citra multispektral yang memiliki resolusi spasial 30 meter x 30 meter dan citra
pankromatik yang memiliki resolusi spasial 15 meter x 15 meter. Menurut, Jensen (1998)
metode analisa indeks vegetasi ada beberapa macam antara lain; NDVI (Nomalized
difference Vegetation Index). GI (Green Index) dan WI (Wetness Index). Pengkajian
tentang kerapatan mangrove dengan menggunakan transformasi indeks vegetasi, dalam
hal ini menggunakan metode analisa NDVI. NDVI merupakan salah satu transformasi
algoritma yang digunakan untuk mengetahui perbedaan antara vegetasi dan non vegetasi
dengan memanfaatkan citra Landsat band 5-band 3 sebagai red, band 4- band 2 sebagai
green dan band 2- band 1 sebagai blue (Wouthuyzen, 1997). Dalam penelitian ini satelit
yang di gunakan untuk identifiksi mangrove adalah Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8 OLI
TIRS. Pengambilan lokasi di Segara Anakan Cilacap disebabkan karena ekosistem
mangrove di lokasi tersebut mulai berkurang setiap tahunnya sehingga di perlukan
pengembangan lebih lanjut untuk konservasi ekosistem mangrove dengan adanya data
kerapatan dan Indeks Nilai Penting jenis mangrove.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji kemampuan Citra Satelit Landsat
7 ETM+ dan Landsat 8 OLI TIRS dalam mendeteksi mangrove dengan menggunakan
indeks vegetasi (NDVI), serta menghitung INP (Indeks Nilai Penting) mangrove di
Segara Anakan, Cilacap.
2
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei - Agustus 2013 dan lokasi pengambilan data
di wilayah Segara Anakan Cilacap, Jawa Tengah dengan koordinat 108º46’-109º03’ BT
dan 07º34’-07º47’ LS. Wilayah Cilacap merupakan wilayah potensi pertanian dengan
ketinggian tanah antara 6-9 m di atas permukaan laut. Luas wilayah kabupaten Cilacap
secara keseluruhan adalah 225.360.840 ha meliputi 24 kabupaten yang terdiri dari 282
Desa dengan batas wilayah sebelah utara adalah Kabupaten Banyumas dan Kabupaten
Brebes, sebelah timur adalah Kabupaten Kebumen, sebelah selatan adalah Samudera
Hindia, sebelah barat adalah Kabupaten Ciamis dan kota Banjar, Jawa Barat. Penelitian
lapangan (groud check) dilakukan pada tanggal 11 – 18 Maret 2014 di tiga lokasi yang
berada di Desa Tritih, Desa Sapuregel, dan Desa Motehan. Gambar 1 menunjukan titik
pengambilan data mangrove.
Gambar 1 Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah citra satelit Landsat 7 ETM+
yang diakuisisi 14 Januari 2010 dan Landsat 8 OLI TIRS yang diakuisisi 30 mei 2013 serta
peta tematik lokasi penelitian. Alat-alat yag digunakan meliputi seperangkat Personal
Computer(PC), perangkat lunak(software) untuk pemrosesan data (Image processing)
yaitu Er Mapper 6.4, ArcGIS 10.0, interpretasi dan layout data, Global Positioning System
(GPS) 76 CSX, Transek kuadrat 30 x 30 meter, Microsoft Excel, serta perahu motor untuk
ground check point di lapangan.
3
Perolehan Data
Dalam penelitian ini dilakukan integrasi data penginderaan jauh dan Sistem
Informasi Geografis (SIG). Tahap – tahap kegiatan penelitian ini meliputi pemasukan
data (input data), penyusunan data baik spasial maupun analisis. Input data berasal dari
pengukuran lapangan dan data citra yang telah dikumpulkan. Berikut adalah diagram
alir penelitian yang di tunjukan pada gambar 2.
Gambar 2 Diagram alir penelitian
Perolehan Data Citra Satelit
Citra landsat 7 dan landsat 8 di unduh dari situs resmi NASA
(http://usgs.gov.us) dan di pilih citra pada tahun 2010 dengan tanggal akuisisi 14
Januari 2010 dan citra pada tahun 2013 dengan tanggal akuisisi 30 Mei 2013 dalam
bentuk file TAR (*.tar). Citra satelit Landsat 7 maupun Landsat 8 sudah terkoreksi
secara radiometrik tetapi belum terkoreksi secara geometrik.
4
Perolehan Data Lapangan
Pengambilan data lapang berupa kerapatan, jenis spesies, dan zonasi mangrove
yang diperoleh dari pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan. Dalam
pengamatan mangrove menggunakan metode transek kuadrat yaitu dengan dimensi
transek 30 meter x 30 meter, hal ini berdasarkan citra landsat yang memiliki resolusi
spasial 30 meter x 30 meter. Penentuan stasiun dilakukan dengan menetapkan transektransek garis dari arah laut ke arah darat (tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi
hutan mangrove. Data mangrove yang diambil terdiri dari 10 stasiun. Setiap Stasiun
dibagi menjadi 3 titik pengambilan data. Pengambilan data mangrove selain
menggunakan transek kuadrat juga menggunakan GPS untuk menandai daerah
pengamatan. Penggunaan GPS dilakukan secara otomatis dengan
Pengolahan Citra Satelit
Pengolahan citra satelit terdiri dari tiga tahapan, yaitu pre processing, penajaman
citra dan klasifikasi. Pengolahan awal data penelitian yang dilakukan ialah pembuatan
training area berupa darat, laut dan mangrove yang dilakukan pada citra. Tahap
selanjutnya ialah menggunakan data training area tersebut untuk klasifikasi supervised
(klasifikasi terbimbing) dengan mengatur warna pada region color untuk membedakan
antara darat, laut dan mangrove lalu disimpan dalam bentuk *.ERS. Tahap selanjutnya
yaitu memasukkan formula NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) untuk
mengetahui indikator kehijauan dari citra satelit dengan menggunakan kanal infra
merah dekat (NIR) dan band Red. Selanjutnya, hasil klasifikasi akan di gabungkan
dengan hasil dari formula NDVI (Gambar 3).
Data Satelit
Training Area
1.
Darat
2.
Laut
3.
Mangrove
1.Klasifikasi
Supervised
Formula NDVI
Formula
If I 1>=a and i 1=b and i 1=e then3 else null
(Pemberian nilai pada kelas tergantung
pada rentang nilai histogram dan
kebutuhan)
1=jarang, 2=sedang, 3=lebat,
Penggabungan citra:
Band1=hasil klasifikasi supervised
Band2=hasil formula
Kelas
1.Darat
2. Laut
3. Mangrove jarang
4. Mangrove sedang
5. mangrove lebat
Layout
Gambar 3 Diagram pengolahan data citra satelit.
5
Pre-processing
Pra prosesing memiliki 3 tahap pengerjaan cropping (Pemotongan), koreksi
dan masking (penyamaran). Citra satelit Landsat yang telah diperoleh tidak sepenuhnya
digunakan dalam analisis, untuk itu perlu dilakukan pemotongan citra (cropping).
Pemotongan citra ini bertujuan untuk membatasi citra. Terdapat dua proses koreksi
yaitu koreksi radiometrik dan koreksi geometrik. Koreksi radiometrik dilakukan untuk
menghilangkan faktor-faktor yang menurunkan kualitas citra. Metode radiometrik yang
digunakan adalah penyesuaian histogram (histogram adjustment). Koreksi geometrik
menggunakan citra Landsat 7 sebagai citra acuan untuk retifikasi pada Landsat 8, hal ini
disebabkan karena Landsat 7 sudah teretifikasi sebelumnya. Berikutnya adalah masking
(penyamaran) yang bertujuan untuk menyamarkan daerah yang tidak diperlukan dalam
hal ini darat dan laut di samarkan untuk fokus pada daerah mangrove saja.
Penajaman citra untuk vegetasi mangrove
Pengolahan citra untuk mendapatkan nilai kerapatan mangrove
menggunakan transformasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) yang
prinsipnya memisahkan spectral reflektansi vegetasi dari spektral reflektansi tanah dan
air yang melatarbelakanginya. Formula pada Landsat yang digunakan untuk
membedakan antara vegetasi, darat dan air berdasarkan kanal pada citra satelit
mengikuti persamaan berikut (Jensen, 1998)
NDVI = (IR-R)/(IR+R)
Keterangan : IR (Near InfraRed) : Nilai digital citra kanal Inframerah dekat.
R (InfraRed)
: Nilai digital citra kanal merah
Nilai NDVI yang didapat dari histogram dicari nilai terbesar dan terkecilnya serta
dibuat 5 kelas untuk menentukan klasifikasi kerapatan mangrove. Pembagian klasifikasi
di antara lain, laut, darat, mangrove jarang, mangrove sedang dan mangrove lebat.
Analisis vegetasi dilakukan dengan komposit band 564 dan 453 terhadap Citra
Satelit Landsat 8 dan Landsat 7 dengan transformasi formula NDVI (Normalized
Different Vegetation Index). Hal ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan vegetasi
dengan non vegetasi dan mengetahui kerapatan mangrove di lapangan dari citra satelit.
Tingkat kerapatan mangrove dilakukan dengan analisis NDVI ini yang didasarkan pada
adanya respon objek penginderaan jauh pada kisaran spektrum radiasi merah dan
inframerah dekat yang memberikan gambaran tingkat kehijauan vegetasi mangrove
(Arhatin, 2000). Yaitu kanal 3 untuk merah dan kanal 4 untuk inframerah. Vegetasi
tergantung dari interaksinya dengan radiasi matahari dan faktor cuaca lainnya, serta
ketersediaan unsur hara kimiawi dan air dalam tanah atau air dalam lingkungan perairan
laut (Suhartini, 2008).
Nilai kerapatan mangrove ditentukan berdasarkan nilai indeks vegetasi (NDVI)
dan dapat di kategorikan sesuai dengan nilai aktual limitnya sedangkan penetapan
selang menurut Menurut BAPLAN Kehutanan nilai NDVI dapat dklasifikasikan sebagai
berikut.
6
Tabel 1 Tabel pengelompokan vegetasi mangrove berdasarkan
(BAPLAN Kehutanan).
Kelas
Nilai
Kerapatan rendah
Kerapatan sedang
Kerapatan tinggi
-1 - 0.33
0.33 - 0.42
0.42 - 1.00
NDVI
Klasifikasi Citra
Citra yang telah diformulasikan dengan algoritma NDVI kemudian di
klasifikasikan. Klasifikasi dihasilkan dari training area masing-masing tipe
tutupan lahan dengan mengelompokan nilai reflektansi dari setiap obyek ke
dalam kelas-kelas tertentu sehingga dapat dengan mudah di interpretasikan.
Dalam penelitian ini klasifikasi yang di gunakan adalah klasifikasi terbimbing
(supervised classification).
Indeks Nilai Penting
Indeks nilai penting (INP) merupakan jumlah dan nilai kerapatan relatif
(RDi), Frekuensi relatif (RFi), dan penutupa relatif (RCi) dari mangrove (Bengen,
2001)
INP = RD¡ + RF¡ +RC¡
Indeks nilai penting suatu spesies mangrove berkisar antara 0-300. Indeks
nilai penting tersebut memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau
peranan suatu spesies mangrove dalam komunitas mangrove, makin besar indeks
nilai penting spesies jenis ke-i maka pengaruh spesies tersebut dalam komunitas
mangrove juga akan semakin besar dan demikian pula sebaliknya.
Kerapatan jenis (Di), yaitu jumlah tegakan jenis ke-i dalam suatu unit area
(Bengen, 2001)
D¡ = n¡/A
dimana: D¡ = Kerapatan jenis ke-i
N¡ = Jumlah total individu dari jenis ke-i
A = Luas area total pengambilan contoh (m²)
Kerapatan relatif (RDi) merupakan perbandingan antara jumlah tegakan
jenis ke-1 (ni) dengan total tegakan seluruh jenis (∑n) (Bengen, 2001)
RD¡ = (n¡/∑n) x 100%
dimana: RD¡ = Kerapatan relatif ke-i
N¡ = Jumlah total individu dari jenis ke-i
∑n = Jumlah total individu dari seluruh jenis
7
Frekuensi jenis (Fi), yaitu peluang ditemukannya suatu jenis ke-i di dalam semua
petak contoh dibandingkan dengan jumlah total petak contoh yang di buat (Bengen,
2001).
F¡ = P¡/∑p
dimana: F¡ = Frekuensi jenis ke-i
P¡ = Jumlah petak contoh tempat ditemukannya jenis ke-i
∑p = Jumlah total petak contoh yang di buat
Frekuensi relatif (RFi), merupakan perbandingan antara frekuensi jenis ke-i (Fi)
dengan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (∑F) (Bengen, 2001)
RF¡ = (F¡/∑F) x 100%
dimana: RF¡ = Frekuensi relatif jenis ke-i
F¡ = Frekuensi jenis ke-i
∑F = Jumlah frekuensi untuk seluruh jenis
Penutupan jenis (Ci), merupakan luas pernutupan jenis ke-i dalam suatu unit area
tertentu (Bengen, 2001)
C¡ = ∑BA/A
dimana: C¡ = Penutupan jenis ke-i
BA = π (D²/4)
(D = Diameter batang setinggi dada; π = 3,14)
A = Luas total area pengambilan contoh
Penutupan relatif (RCi), yaitu perbandingan antara penutupan jenis ke-i (Ci) dengan
luas total penutupan untuk seluruh jenis (∑C) (Bengen, 2001).
RC¡ = (C¡/∑C) x 100%
Dimana: RC¡ = Penutupan relatif jenis ke-i
C¡ = Penutupan jenis ke-i
∑C = Penutupan total untuk seluruh jenis
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengolahan Citra
Citra yang digunakan dalam penelitian ini merupakan Citra Landsat 7 dengan
membawa sensor ETM+ ( Enhanced Thematic Mapper) yang memiliki resolusi 15
meter x 15 meter (Pankromatik), sedangkan multispektral 30 meter x 30 meter (band 15, 7). Citra Landsat 8 dipindai oleh sensor TIRS (Thermal infrared sensor) Pre-WRS 2
yang memiliki resolusi 30 meter x 30 meter dan sensor OLI (Operational Land Imager),
yang terdiri dari dua jenis yaitu Multipspektral yang memiliki resolusi 30 meter x 30
meter dan Pankromatik yang memiliki resolusi 15 meter x 15 meter dengan jumlah
kanal sebanyak 11 buah. Di antara kanal tersebut 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI
dan 2 lainnya (band 10 dan band 11) terdapat pada TIRS (Gambar 4).
(a)
(b)
Gambar 4 (a) Citra Landsat 8 OLI TIRS RGB 542, (b) Citra Landsat 7 ETM+ RGB 431.
Koreksi Geometrik
Koreksi geometrik dilakukan pada citra satelit Landsat 8 yang mengacu pada citra
satelit Landsat 7 yang sudah terkoreksi sebelumnya dari LAPAN pada proyeksi
SUTM49 dan DATUM WGS84. Koreksi geometrik ini bertujuan untuk mengoreksi
distorsi posisi atau letak obyek. Salah satu cara untuk mengoreksi distorsi geometris ini
adalah dengan menggunakan titik-titik control lapangan (ground control point). Nilai
RMS toleran berkisar pada 0.5–0.9 piksel. Seperti yang terlihat pada Gambar 5.
9
a)
b)
Gambar 5 (a) Citra Landsat 7 (b) Citra Landsat 8 hasil retifikasi
dengan citra Landsat 7
Citra Komposit
Kenampakan penutupan lahan menggunakan kombinasi 3 kanal/band.
Landsat 7 menggunakan RGB (Red, Green ,Blue) 453. Komposit warna dengan
kombinasi kanal Red (band 4), kanal Green (band 5) dan kanal Blue (band 3),
sedangkan untuk Landsat 8 untuk membuat komposit RGB (Red, Green, Blue).
Komposit warna dapat dibuat dengan kombinasi kanal yaitu kanal Red (band 5),
kanal Green (band 6) dan kanal Blue (band 4). Hasil dari komposit band
ditampilkan pada Gambar 6.
a)
b)
Gambar 6 a) Hasil komposit kanal 453 (Landsat 7) dan b) Hasil komposit kanal
564 (Landsat 8).
Hasil dari komposit citra komposit RGB 453 untuk Landsat 7 dan 564 untuk
Landsat 8 menunjukan bahwa keberadaan ekosistem mangrove ditemukan di
daerah goba. Komposit warna pada tampilan RGB menggambarkan warna yang
berbeda-beda pada objek di permukaan bumi. Mangrove ditunjukan dengan warna
oranye dan oranye kecoklatan, non mangrove ditunjukan dengan warna hijau,
sedangkan lahan ditunjukan dengan warna cyan.
Masking (Penyamaran)
Daerah yang tidak diperlukan atau tidak masuk dalam penelitian akan
disamarkan, sehingga hanya fokus pada daerah penelitian yaitu daerah mangrove.
Dalam tampilan masking (Gambar 7) terlihat bahwa hanya daerah mangrove saja
yang diutamakan.
10
Gambar 7 Daerah Masking (penyamaran) darat dan laut di kawasan Segara Anakan,
Cilacap Jawa Tengah.
Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification)
Klasifikasi terbimbing terhadap citra satelit Landsat dibagi menjadi 3 kelas yang
berbeda yaitu darat, laut dan mangrove seperti yang ditampilkan pada Gambar 8.
Gambar 8 Klasifikasi terbimbing (Supervised classification) Landsat 8
11
Proses klasifikasi yang dilakukan memiliki asumsi bahwa data citra digital
yang digunakan terdiri dari band yang memiliki cakupan area yang sama.
Klasifikasi terbimbing yang dibagi menjadi 3 area yaitu, darat, laut dan mangrove
memiliki warna yang berbeda. Hal ini digunakan untuk membedakan tiap-tiap
area tersebut. Darat ditunjukan dengan warna coklat, laut ditunjukkan dengan
warna biru dan mangrove ditunjukan dengan warna hijau.
Hasil klasifikasi dari Landsat 8 OLI TIRS berupa peta klasifikasi yang
didapatkan dari penggabungan 2 tahap, yaitu klasifikasi terbimbing dan NDVI
ditunjukan pada Gambar 9.
Gambar 9 Klasifikasi kerapatan Mangrove dengan Landsat 8.
Peta klasifikasi menunjukan bahwa Kawasan Segara Anakan, Cilacap
memiliki sebaran mangrove dengan kondisi kerapatan lebat berada di sisi barat,
area barat banyak ditumbuhi spesies Rhizophora apiculata dan Nypa fruticans.
Distribusi kerapatan sedang dan jarang teridentifikasi di sepanjang aliran sungai
donan berada di Desa Tritih. Daerah aliran sungai banyak ditemukan spesies
Avicennia alba yang merupakan pioner di Segara Anakan (Anang et all.2013).
Kerapatan lebat berdasarkan hasil klasifikasi lebih dominan di Segara Anakan,
Cilacap. Distribusi kerapatan lebat berada pada aliran Sungai Citanduy. Hasil ini
didapatkan dari hasil penggabungan klasifikasi terbimbing dan NDVI yang telah
ditambahkan algoritma untuk membedakan antara laut, darat, mangrove jarang,
mangrove sedang, dan mangrove lebat. Pengelompokan mangrove jarang, sedang
dan lebat berdasarkan SNI (Standar Nasional Indonesia) penutupan lahan yang di
keluarkan oleh BSNi (Badan Standar Nasional) tahun 2010. Pengelompokkan
tutupan mangrove oleh BSNi berdasarkan kerapatannya. Mangrove lebat jika
kerapatan >70%, mangrove sedang jika kerapatan 41-70%, sedangkan mangrove
jarang jika kerapatannya 10-40%. Luasan mangrove Segara Anakan dari hasil
training area adalah 276,480 ha, sedangkan untuk luasan mangrove berdasarkan
kerapatan dari training area di tunjukan pada Tabel 2.
12
Tabel 2 Luasan mangrove berdasarkan kerapatan hasil training area.
Kelas
Hektar (Ha)
Mangrove jarang
181.440
Mangrove sedang
67.680
Mangrove lebat
119.520
Pengkelasifikasian mangrove menggunakan histogram berupa kurva untuk
menentukan selang nilai dalam membedakan antara darat, laut, mangrove jarang,
mangrove sedang dan mangrove lebat (Gambar 10).
Gambar 10 Histogram NDVI Landsat 8.
Nilai NDVI yang dihasilkan dari citra Landsat 8 berkisar antara 0,005
sampai dengan 0,53 yang ditunjukan pada Gambar 10, dengan selang nilai NDVI
yang ditunjukan pada Tabel 3.
Tabel 3 Nilai histogram tiap kerapatan pada Citra Landsat 8
Kelas
1
2
3
4
5
Selang nilai
0,005
0,021 – 0,183
0,158 – 0,35
0,35 – 0,53
>0,53
Pada dasarnya piksel merupakan elemen palong kecil pada citra satelit. Satu
piksel mewakili daerah yang lebih luas di permukaan bumi. Angka numerik dari
piksel disebut Digital Number (DN), warna DN dapat ditampilkan dalam warna
kelabu,antara putih sampai dengan hitam. Warna tersebut tergantung dari level
energi yang terdeteksi. Histogram (gambar 10) menunjukan bahwa semakin tinggi
nilai piksel energi yang di absorbsi oleh sensor satelit semakin besar. Besarnya
13
nilai piksel dapat di representasikansebagai rapat atau tidaknya vegetasi. Pada
histogram (gambar 10) menunjukan bahwa nilai aktual limit 0,153 – 0,53
memiliki nilai piksel yang tinggi, sehingga dengan kata lain mangrove yang
masuk pada nilai tersebut adalah mangrove dengan konsentrasi lebat dikarenakan
sensor mengabsorpsi pantulan dari kanopi mangrove lebih besar, semakin besar
maka semakin rapat.
Nilai NDVI tersebut di gunakan untuk menentukan selang dalam
pengklasifikasian mangrove. Pengklasifikasian mangrove di bagi menjadi dalam
5 kelas, yaitu darat, laut, mangrove jarang, mangrove sedang, dan mangrove
lebat. Secara teoritis nilai NDVI berkisar antara -1 hingga 1 namun nilai indeks
vegetasi mangrove secara umum berada pada kisaran antara 0,1 hingga 0,7,
sedangkan nilai antara -1 sampai 0 menunjukan bahwa obyek tersebut bukan
vegetasi. Nilai range NDVI dari Landsat 8 berada pada kisaran 0,005 sampai
0,53 yang berarti nilai vegetasi mangrove berada pada rentang nilai tersebut.
Nilai histogram yang dihasilkan dari formulasi NDVI pada Landsat 7
ditunjukan pada Gambar 11.
Gambar 11 Histogram NDVI mangrove Landsat 7
Nilai NDVI dari citra Landsat 7 memiliki kisaran nilai 0,03 sampai
dengan 0,875 yang di tunjukan pada Gambar 11 dengan nilai histogram yang di
tunjukan pada Tabel 3. Nilai NDVI dari Landsat 7 memiliki kisaran yang lebih
besar dibandingkan dengan Landsat 8.
Tabel 4 Nilai histogram tiap kelas pada Citra Landsat 7
Kelas
1
2
3
4
5
Selang nilai
0
0,03 - 0, 33
0,33 – 0,50
0,55 – 0,72
>0,875
14
Hasil klasifikasi dari Landsat 7 ETM+ berupa peta klasifikasi yang di
dapatkan dari penggabungan 2 tahap yaitu klasifikasi terbimbing dan NDVI
ditunjukan pada Gambar 12.
Gambar 12 Klasifikasi Kerapatan Mangrove dengan Landsat 7.
Peta klasifikasi yang di hasilkan oleh Landsat 7 ETM+ menunjukan bahwa
distribusi kerapatan lebat berada di aliran sungai Citanduy, sedangkan untuk distribusi
kerapatan sedang dan jarang terkonsentrasi di area timur sepanjang aliran sungai
Donan(daerah tritih). Distribusi mangrove sedang berdasarkan gambar 12 lebih dominan
di Segara anakan. Kerapatan sedang banyak di temukan spesies Nypa fruticans,
Rhizophora apiculata dan Brugueira ghimnorhyza.
Hasil ini di dapat dari penggabungan antara nilai NDVI Landsat 7 dan klasifikasi
supervised dari citra yang sama. Perbedaan hasil kerapatan dari nilai NDVI dan peta
klasifikasi dapat di akibatkan ketika penggabungan antara klasifikasi terbimbing dengan
NDVI.
Klasifikasi dari Landsat 7 maupun Landsat 8 memiliki perbedaan, dimana pada
Landsat 7 vegetasi mangrove dengan kategori jarang tersebar di setiap area baik yang
berada di area barat yang terdapat aliran sungai Citandui maupun di area timur yang
bersinggungan dengan aliran Sungai Donan. Pada Landsat 8 vegetasi mangrove dengan
kategori lebat banyak di temukan di area tengah dan area barat Segara Anakan,Cilacap.
Sedangkan, untuk vegetasi mangrove kategori sedang dan jarang terkonsentrasi di
wilayah timur yang bersinggungan dengan sungai Donan. Perbedaan hasil klasifikasi dari
kedua jenis Landsat ini dapat diakibatkan karena faktor pada salah satu Landsat masih
banyak ditemukan tutupan awan sehingga area yang tertutup awan tersebut tidak dapat
15
terbaca oleh sensor. Karakteristik dari kedua citra memiliki sedikit perbedaan. Hal ini
dapat menjadi salah satu faktor perbedaan hasil dari pengklasifikasian. Perbedaan hasil
klasifikasi juga dapat dipengaruhi oleh reboisasi mangrove atau pembabatan mangrove di
wilayah Segara Anakan tersebut.
Analisis Vegetasi Mangrove
Kerapatan jenis mangrove yang di peroleh dari perhitungan indeks nilai
penting menunjukan bahwa tiap spesies di tiap-tiap Stasiun berbeda-beda dan
setiap Stasiun juga memiliki nilai kerapatan jenis yang berbeda-beda juga. Tabel 5
menunjukan INP tiap spesies.
Stasiun
1
No
Spesies
Ni
INP
1
Nypa fruticans
122
225.35
2
Bruguiera gymnorhiza
32
139.61
3
Rhizophora apicaluta
9
75.96
4
Acanthus sp.
45
151.8
5
Ceriop sp.
5
49.41
6
Xylocarpus granatum
14
71.36
7
Derris trifoliata
60
138.5
8
Aegiceras corniculatum
24
47.3
Tabel 5 INP jenis mangrove Segara Anakan pada stasiun 1
Nilai INP Nypa fruticans di stasiun 1 memiliki nilai tertinggi dibandingkan
dengan jenis mangrove yang lain. Nypa fruticans memiliki nilai INP sebesar
225,35. Hasil INP tersebut menunjukan bahwa Nypa fruticans memiliki peranan
yang tinggi di area tersebut.
Stasiun
2
No
Spesies
Ni
INP
1
Achantus sp.
49
205
2
Achantus ilicifolius
41
142.36
3
Derris trifoliata
63
181.12
4
Nypa fruticans
26
122
5
Deriptera lycoralis
8
27.8
7
Xylocarpus granatum
13
32.5
8
Rhizophora apiculata
16
35.4
9
Bruguiera gymnorhiza
15
34.4
Tabel 6 INP jenis mangrove Segara Anakan pada stasiun 2
Nilai INP Achantus sp. Di stasiun 2 memiliki nilai tertinggi sebesar 205,
sehingga pada stasiun 2 Achantus sp. memiliki peranan tinggi di area tersebut.
Stasiun No
Spesies
Ni
A (m²)
INP
16
3
1
2
3
4
5
6
7
Nypa fruticans
27
900
107
Acanthus iliciforus
29
900
48
Derris trifoliata
36
900
55
Rhizophora apiculata
8
900
76
Ceriop sp.
38
900
121
Aegiceras corniculatum
16
900
37
Bruguiera gymnorhiza
55
900
155
Tabel 7 INP jenis mangrove Segara Anakan pada stasiun 3
Di stasiun 3 Brugueira gymnorhiza memiliki nilai INP tertinggi
dibandingkan jenis mangrove yang lain yaitu sebesar 155.
Stasiun
4
No
Spesies
Ni
INP
1
Nypa fruticans
9
190
2
Rhizophora apiculata
37
230
3
Bruguiera gymnorhiza
12
103
4
Ceriops sp.
159
300
5
Aegiceras corniculatum
4
35
Tabel 8 INP Jenis mangrove Segara Anakan pada stasiun 4
Di stasiun 4 Ceriops sp. memiliki peranan tertinggi dengan nilai INP
sebesar 300.
Stasiun
5
No
Spesies
Ni
INP
1
Bruguiera gymnorhiza
12
77
2
Nypa fruticans
37
90
3
Rhizophora apiculata
114
145
4
Aegiceras corniculatum
9
74
5
Ceriops sp.
177
151
6
Derris trifoliata
10
15
Tabel 9 INP jenis mangrove Segara Anakan pada stasiun 5
Di stasiun 5 Ceriops sp. memiliki peranan tertinggi dengan nilai INP
sebesar 151.
Stasiun
6
No
1
2
3
4
5
6
7
Spesies
Rhizophora apiculata
Ceriops sp.
Aegiceras corniculatum
Avicennia alba
Nypa fruticans
Derris trifoliata
Bruguiera gymnorhiza
Ni
150
116
22
6
60
29
5
INP
291
223
110
28
110
57
34
17
Tabel 10 INP jenis mangrove Segara Anakan pada stasiun 6
Di stasiun 6 nilai INP tertinggi terdapat pada jenis Rhizophora apiculata
yaitu sebesar 291.
Stasiun
7
No
Spesies
Ni
INP
1
Ceriop sp.
89
169
2
Rhizophora apiculata
110
298
3
Nypa fruticans
23
128
4
Derris trifoliata
2
22
5
Avicenia alba
42
130
6
Aegiceras corniculatum
28
90
7
Sonneratia alba
6
43
Tabel 11 INP jenis mangrove Segara Anakan pada stasiun 7
Di stasiun 7 nilai INP tertinggi terdapat pada jenis Rhizophora apiculata
yaitu sebesar 298.
Stasiun
8
No
Spesies
Ni
INP
1
Rhizophora apiculata
190
291
2
Avicennia alba
33
202
3
Aegiceras corniculatum
3
23
4
Sonneratia alba
18
187
5
Nypa fruticans
56
67
Tabel 12 INP jenis mangrove Segara Anakan pada stasiun 8
Di stasiun 8 nilai INP tertinggi terdapat pada jenis Rhizophora apiculata
yaitu sebesar 291.
Stasiun
9
No
Spesies
Ni
INP
1
Nypa fruticans
79
155
2
Soneratia alba
41
173
3
Avicennia alba
42
203
4
Bruguiera gymnorhiza
5
32
5
Ceriops sp.
3
22
6
Rhizophora apiculata
130
286
Tabel 13 INP jenis mangrove Segara Anakan pada stasiun 9
Di stasiun 9 nilai INP tertinggi terdapat pada jenis Rhizophora apiculata
yaitu sebesar 286.
18
Stasiun
10
No
Spesies
Ni
INP
1 Avicennia alba
42
174
2 Sonneratia alba
31
163
3 Rhizophora apiculata
127
259
Tabel 14 INP jenis mangrove Segara Anakan pada stasiun 10
Di stasiun 10 nilai INP tertinggi terdapat pada jenis Rhizophora apiculata yaitu
sebesar 259.
Berdasarkan Tabel dari 10 stasiun tersebut mangrove jenis Rhizophora apiculata
mendominasi dari beberapa stasiun, sehingga berdasarkan lokasi titik sampel yang di
ambil Rhizophora apiculata memiliki peranan paling tinggi di Segara Anakan. Ceriops
sp. memiliki nilai INP di bawah Rhizophora apiculata, hal ini disebabkan karena
Ceriops sp. masih dalam satu kelas dengan Rhizophora apiculata yaitu kelas
Rhizophoraceae. Berdasarkan 10 stasiun tersebut Rhizophora apiculata dan Ceriops sp.
banyak ditemukan di tiap kelas jenis mangrove dengan kerapatan lebat, sedang dan
jarang.
Zonasi Mangrove Cilacap
Berdasarkan zona tumbuh, mangrove terbagi atas 4 zona yaitu pada daerah
terbuka, daerah tengah, daerah yang memiliki sungai berair payau sampai hampir tawar
(mangrove payau), serta daerah kearah daratan (mangrove daratan). Mangrove terbuka
berada pada bagian yang berhadapan dengan laut, menurut Van Steenis (1958).
Sonneratia alba dan Avicennia alba merupakan jenis-jenis ko-dominan pada areal pantai
yang sangat tergenang ini.
Mangrove tengah terletak di zona di belakang mangrove zona terbuka. Pada zona
mangrove tengah biasanya di dominasi oleh jenis Rhizopora apiculata, Sedangkan pada
zona mangrove payau berada di sepanjang sungai berair payau hingga hampir tawar.
Jenis mangrove yang berada pada zona payau didominasi oleh Nypa fruticans.
Keberadaan Nypa fruticans dapat menjadi indikator adanya air tawar di daerah tersebut.
Oleh karena itu, di daerah payau atau daerah yang berdekatan dengan darat banyak
sekali di temukan tumbuhan mangrove jenis Nypa fruticans.
Mangrove daratan berada di zona perairan payau atau hampir tawar di belakang
jalur hijau mangrove yang sebenarnya. Jenis-jenis yang mendominasi zona mangrove
daratan umumnya Ficus microcarpus, Intsia bijuga, Nypa fruticans, Lumnitzera
racemosa, Pandanus sp. Dan Xylocarpus moluccensis (Kementrian Lingkungan Hidup,
1993). Pada Gambar 13 menggambarkan contoh pola zonasi mangrove yang berada di
Cilacap, Jawa tengah.
19
Keterangan:
A: Avicennia alba
B: Brugueira gymnorhiza
C: Ceriops sp.
D: Derris trifolliata
Ac: Achantus sp.
N: Nypa fruticans
R: Rhizophora apiculata
Gambar 13 Zonasi mangrove di Segara Anakan, Ciacap berdasarkan pengamatan
lapangan. (Sumber: Survey Lapang)
Pada dasarnya hasil di lapangan tidaklah sesuai dengan zona-zona tersebut.
Formasi mangrove yang di temukan di lapangan saling bercampur (Gambar 13),
sehingga struktur mangrove yang tampak di suatu zona tertentu tidak sesuai dengan
zona tumbuh mangrove tersebut. Hasil pengamatan lapang membuktikan bahwa
mangrove yang terdapat di Cilacap tidak sesuai dengan zona-zona yang sudah dibagi
4 zona tersebut. Jenis-jenis mangrove yang berada pada zona tumbuhnya, dari 30
titik transek yang diambil hampir semua titik saling tumpang tindih dan bercampur.
Pada pengambilan data lapang di vegetasi mangrove terdapat 10 Stasiun yang
dibagi menjadi 3 transek tiap Stasiunnya. Beberapa Stasiun terdapat spesies yang
berada pada zonasi yang terkena air laut. Kondisi di lapangan menunjukan bahwa
urutan zonasi terhadap spesies tidak selalu sama. Pengamatan langsung di lapangan,
mangrove jenis Nypa fruticans kerap ditemukan berada di zona yang berbatasan
dengan air laut, sehingga jika air laut sedang pasang maka Nypa fruticans akan
tergenang.
20
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil deteksi mangrove dengan citra Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8 OLI
TIRS dengan transformasi NDVI memiliki nilai yang berbeda dikarenakan
perbedaan pada akusisi data kedua citra. Kedua citra tersebut direkam pada waktu
yang berbeda, pada Landsat 7 diakuisisi pada tanggal 14 Januari 2010, sedangkan
Landsat 8 diakuisisi pada tanggal 30 Mei 2013 dan pengambilan data lapang pada
tanggal 11 maret sampai pada tanggal 14 Maret 2013. Penggunaan citra Landsat
baik dengan sensor ETM+ dan OLI TIRS mampu mendeteksi mangrove dengan
membagi kerapatan mangrove menjadi jarang, sedang dan lebat. Indeks Nilai
Penting(INP) yang dihasilkan dari formula perhitungan INP menunjukkan bahwa
Rhizophra apiculata memiliki nilai INP lebih tinggi dibandingkan dengan jenis
lainnya. Rhizophora apiculata hampir di temukan di semua stasiun pegambilan
data dan banyak tumbuh di area distribusi kerapatan lebat, sedang dan jarang.
Zonasi mangrove di Segara Anakan, Cilacap beragam dan saling tumpang tindih,
sehingga tidak sesuai dengan literatur yang ada, hal ini berdasarkan pengamatan
lapangan.
Saran
Pengkajian mengenai pemetaan mangrove perlu dilanjutkan dengan
menggunakan transformasi vegetasi lainnya untuk pembanding. Diperlukan
pengkajian mangrove dengan citra satelit yang memiliki resolusi lebih tinggi agar
untuk pengklasifikasian dan analisis lebih mudah. Pengambilan Stasiun data
lapang perlu ditambahkan guna mendapatkan tutupan mangrove yang lebih luas.
21
DAFTAR PUSTAKA
Arhatin RE. 2007. Pengkajian algorithma indeks vegetasi dan metode klasifikasi
mangrove dari data satelit LANDSAT-5 TM dan LANDSAT-7 ETM+
(studi kasus di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur). Tesis (tidak
dipublikasikan). Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor.
Bengen DG. 2002. Ekosistem dan sumberdaya alam pesisir dan laut
serta
prinsip pengelolaannya. Bogor (ID). Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan,IPB.
Diraq I, Aldea N, Aini A, Dionysius B, Lino G, Teguh H. 2013. Aplikasi Citra
Satelit multispectral untuk Menganalisis Kondisi Lahan Mangrove
Berdasarkan Tingkat Kekritisannya di Kawasan Pesisir Surabaya [Jurnal
Ilmiah]: Institut Teknologi Sepuluh November.
Fadhilat L. 2007. Penentuan Lokasi yang Rentan Terhadap Tumpahan Minyak di
Ekosistem Mangrove Segara Anakan, Cilacap Jawa Tengah Berdasarkan
Pendekatan Cell Based Modeling [Skripsi]: Institut Pertanian Bogor.
Jensen JR. 2000. Remote Sensing of the Environmental Earth Resources
Prespective. Prentice Hall. New Jersey-USA.
Lillesand TM, Kiefer FW. 1990. Penginderaan jauh dan interpretasi citra. Alih
Bahasa: R. Dulbahri. Yogyakarta: Gana University Press.
Noor YR. 2006.
Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Ditjen
PHKA.Wetlands International Indonesia Programme. Bogor
Prahasta E. 2008. Remote Sensing: praktis penginderaan jauh dan pengelohan
citra digital dengan perangkat lunak ER Mapper. Bandung: Informatika.
Purwanto AD, Asriningrum Q, Winarso G, Parwati E. 2013. Analisis Sebaran
Kerpatan Mangrove Menggunakan Citra Landsat 8 di Segara Anakan
Cilacap. Buku prosiding. Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh-LAPAN.
Suhartini TS. 2008. Deteksi Ekosistem Mangrove di Cilacap, Jawa Tengah
dengan Citra Satelit ALOS. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Setiawan F. 2009. Pemetaan luas kerapatan hutan mangrove sebagai kawasan
konservasi laut di nusa Lembongan, Bali menggunakan citra satelit Alos.
Universitas padjadjaran. Bandung
Tarigan, MS. 2008. Sebaran dan Luas Hutan Mangrove di Wilayah Pesisir Teluk
Pising Utara Pulau Kabaena Provisi Sulawesi Teggara. Makara, Sains, Vol.
13, No. 2, ovember 2008: 108-112.
Waas HJD, Nababan B. 2005. Pemetaan dan Analisis Index Vegetasi Mangrove di
Pulau Saparua Maluku Tengah. E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan
Tropis, Vol.2, No.1, Hal 50-58, Juni 2010. Bogor
Wouthuyzen S. 1991. Monitorig and evolution of Mangrove Forest in Kayeli Bay,
Buru Island and Katania Bay, Seram Island Using multi-date Landsat-5
Satellite Data. Proceedings of the international Workshop on investigation
of tropical environments using new remote sensing sensors such as
microwave sensor. November 18-20, Tsukaba. Japan.
22
Wahyudi AM. 2005. Distribusi Ekosistem Mangrove Berdasarkan Indeks Nilai
Penting di Tanjung Jabung Timut Provinsi Jambi [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
23
LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel perhitungan INP tiap stasiun.
Stasiun
Transek
1
1
Spesies
Nypa fruticans
56
A
(m^2)
900
Bruguiera
gymnorrhiza
Rhyzophora apicaluta
13
900
0.014
11.71
3
0.214
21.43
22
7.0
380
900
2.3
16.7
49.8
6
900
0.007
5.41
2
0.143
14.29
25
8.0
491
900
2.3
16.7
36.4
Acanthus iliciforus
21
900
0.023
18.92
3
0.214
21.43
15
4.8
177
900
2.3
16.7
57.0
3
900
0.003
2.70
1
0.071
7.14
17
5.4
227
900
2.3
16.7
26.5
12
900
0.013
10.81
2
0.143
14.29
23
7.3
415
900
2.3
16.7
41.8
100.00
14
Ceriops sp.
Xylocarpus granatum
∑
2
Di
(ind/m^2)
0.062
111
RDi (%)
Pi
Fi
Rfi
50.45
3
0.214
21.43
Keliling
d
BA
A
Ci
RCi
INP
21
6.7
346
900
2.3
16.7
88.5
2036
13.6
300.0
Nypa fruticans
49
900
0.054
49
3
0.200
20.00
21
6.7
346
900
1.9
14.3
83.3
Derris trifoliata
25
900
0.028
25
2
0.133
13.33
10
3.2
79
900
1.9
14.3
52.6
Derris trifoliata
5
900
0.006
5
1
0.067
6.67
12
3.8
113
900
1.9
14.3
26.0
Acanthus iliciforus
Bruguiera
gymnorrhiza
Ceriops tagal
Xylocarpus granatum
∑
3
NNi
6
900
0.007
6
3
0.200
20.00
15
4.8
177
900
1.9
14.3
40.3
11
900
0.012
11
3
0.200
20.00
22
7.0
380
900
1.9
14.3
45.3
2
900
0.002
2
1
0.067
6.67
17
5.4
227
900
1.9
14.3
23.0
2
900
0.002
2
2
0.133
13.33
23
7.3
415
900
1.9
14.3
29.6
100
15
100
1736
13.5
300.0
Aegiceras
corniculatum
Rhizophora apiculata
24
900
0.027
24
1
0.067
6.67
13
4.1
133
900
1.8
16.7
47.3
3
900
0.003
3
3
0.200
20.00
25
8.0
491
900
1.8
16.7
39.7
Acanthus iliciforus
18
900
0.020
18
3
0.200
20.00
15
4.8
177
900
1.8
16.7
54.7
Derris trifoliata
30
900
0.033
30
2
0.133
13.33
12
3.8
113
900
1.8
16.7
60.0
24
Nypa fruticans
Bruguiera
gymnorrhiza
∑
17
900
0.019
17
3
0.200
20.00
21
6.7
346
900
1.8
16.7
53.7
8
900
0.009
8
3
0.200
20.00
22
7.0
380
900
1.8
16.7
44.7
100
15
100
1639
10.9
300.0
25
Stasiun Transek
2
1
2
3
Spesies
Ni
Achantus krakas
8
∑
8
A (m^2)
Di (ind/m^2)
RDi (%)
Pi
Fi
Rfi
900
0.009
100
1
0.050
5.00
100
20
Keliling
20
d
BA
A
Ci
RCi
INP
6.4
314
900
0.3
100.0
205.0
314
0.3
205.0
Achantus sp.
30
900
0.033
37.5
2
0.333
33.33
15
4.8
177
900
0.7
33.3
104.2
Derris trifoliata
39
900
0.043
48.75
2
0.333
33.33
12
3.8
113
900
0.7
33.3
115.4
Nypa fruticans
11
900
0.012
13.75
2
0.333
33.33
22
7.0
380
900
0.7
33.3
80.4
∑
80
100
6
Nypa fruticans
15
900
0.017
14.7059
2
0.167
16.67
22
7.0
380
900
2.3
14.3
45.7
8
900
0.009
7.84314
1
0.083
8.33
10
3.2
79
900
2.3
14.3
30.5
Achantus sp.
11
900
0.012
10.7843
2
0.167
16.67
15
4.8
177
900
2.3
14.3
41.7
Derris trifoliata
24
900
0.027
23.5294
4
0.333
33.33
12
3.8
113
900
2.3
14.3
71.1
Xylocarpus granatum
13
900
0.014
12.7451
1
0.083
8.33
23
7.3
415
900
2.3
14.3
35.4
Rhizophora apiculata
16
900
0.018
15.6863
1
0.083
8.33
25
8.0
491
900
2.3
14.3
38.3
Bruguiera gymnorrhiza
15
900
0.017
14.7059
1
0.083
8.33
22
7.0
380
900
2.3
14.3
37.3
100
12
Deriptera lycoralis
102
670
2034
2.2
15.8
300.0
300.0
26
Stasiun
Transek
3
1
Spesies
Ni
A (m^2)
Di (ind/m^2)
RDi (%)
Pi
Fi
Rfi
Nypa fruticans
18
900
0.020
16.0714
2
0.167
16.67
Acanthus iliciforus
29
900
0.032
25.8929
1
0.083
Derris trifoliata
36
900
0.040
32.1429
1
Rhizophora apiculata
4
900
0.004
3.57143
Ceriops sp.
6
900
0.007
Aegiceras corniculatum
16
900
Bruguiera gymnorrhiza
3
900
∑
2
3
d
BA
A
Ci
RCi
INP
22
7.0
380
900
2.1
14.3
47.0
8.33
15
4.8
177
900
2.1
14.3
48.5
0.083
8.33
12
3.8
113
900
2.1
14.3
54.8
2
0.167
16.67
25
8.0
491
900
2.1
14.3
34.5
5.35714
2
0.167
16.67
17
5.4
227
900
2.1
14.3
36.3
0.018
14.2857
1
0.083
8.33
13
4.1
133
900
2.1
14.3
36.9
0.003
2.67857
3
0.250
25.00
22
7.0
380
900
2.1
14.3
42.0
100
12
112
Keliling
1900
14.8
300.0
Rhizophora apiculata
4
900
0.004
4.3956
1
0.125
12.50
25
8.0
491
900
1.6
25.0
41.9
Ceriops tagal
32
900
0.036
35.1648
2
0.250
25.00
17
5.4
227
900
1.6
25.0
85.2
Nypa fruticans
9
900
0.010
9.89011
2
0.250
25.00
22
7.0
380
900
1.6
25.0
59.9
Bruguiera gymnorrhiza
46
900
0.051
50.5495
3
0.375
37.50
22
7.0
380
900
1.6
25.0
113.0
∑
91
100
8
Bruguiera gymnorrhiza
6
100
3
100.0
300.0
∑
6
100
3
900
0.007
1477
1.000
100.00
22
7.0
380
380
6.6
900
0.4
0.4
27
Stasiun Transek
4
1
2
3
Spesies
Ni
Nypa fruticans
2
A
(m^2)
900
Ceriops sp.
48
Rhizophora
apiculata
∑
20
Bruguiera
gymnorrhiza
Nypa fruticans
7
Di
(ind/m^2)
0.002
RDi (%)
Pi
2.85714
3
0.375
Kelilin
g
37.50
22
900
0.053
68.5714
2
0.250
25.00
900
0.022
28.5714
3
0.375
37.50
100
8
70
Fi
Rfi
d
BA
A
Ci
RCi
INP
7.0
380
900
1.2
33.3
73.7
17
5.4
227
900
1.2
33.3
126.9
25
8.0
491
900
1.2
33.3
99.4
1097
3.7
300.0
900
0.008
9.72222
2
0.222
22.22
22
7.0
380
900
1.6
25.0
56.9
1
900
0.001
1.38889
3
0.333
33.33
22
7.0
380
900
1.6
25.0
59.7
Rhizophora
apiculata
Ceriops tagal
10
900
0.011
13.8889
3
0.333
33.33
25
8.0
491
900
1.6
25.0
72.2
54
900
0.060
75
1
0.111
11.11
17
5.4
227
900
1.6
25.0
87.8
∑
72
25
9
1477
6.6
276.6
Nypa fruticans
6
900
0.007
7.59494
3
0.300
30.00
22
7.0
380
900
1.8
20.0
57.6
Bruguiera
gymnorrhiza
Aegiceras
corniculatum
Rhizophora
apiculata
Ceriops sp.
5
900
0.006
6.32911
2
0.200
20.00
22
7.0
380
900
1.8
20.0
46.3
4
900
0.004
5.06329
1
0.100
10.00
13
4.1
133
900
1.8
20.0
35.1
7
900
0.008
8.86076
3
0.300
30.00
25
8.0
491
900
1.8
20.0
58.9
57
900
0.063
72.1519
1
0.100
10.00
17
5.4
227
900
1.8
20.0
102.2
∑
79
100
10
1610
8.9
300.0
28
Stasiun
Transek
5
1
Spesies
A (m^2)
Di (ind/m^2)
RDi (%)
Pi
6
900
0.007
3.7037
Nypa fruticans
26
900
0.029
Rhyzopora apiculata
20
900
5
Ceriops sp.
105
∑
162
Bruguiera gymnorrhiza
Aegiceras corniculatum
2
3
Nypa fruticans
Ni
Fi
Rfi
Keliling
d
2
0.167
16.67
22
7.0
16.0494
2
0.167
16.67
22
0.022
2.22222
3
0.250
25.00
900
0.006
0.55556
2
0.167
900
0.117
11.6667
3
0.250
34.1975
12
BA
A
Ci
RCi
INP
380
900 1.8
20.0
40.4
7.0
380
900 1.8
20.0
52.7
25
8.0
491
900 1.8
20.0
47.2
16.67
13
4.1
133
900 1.8
20.0
37.2
25.00
17
5.4
227
900 1.8
20.0
56.7
1610
8.9
234.2
11
900
0.012
1.22222
2
0.167
16.67
22
7.0
380
900 1.8
20.0
37.9
Aegiceras corniculatum
4
900
0.004
0.44444
2
0.167
16.67
13
4.1
133
900 1.8
20.0
37.1
Bruguiera gymnorrhiza
6
900
0.007
0.66667
2
0.167
16.67
22
7.0
380
900 1.8
20.0
37.3
Ceriops sp.
52
900
0.058
5.77778
3
0.250
25.00
17
5.4
227
900 1.8
20.0
50.8
Rhizophora apiculata
24
900
0.027
2.66667
3
0.250
25.00
25
8.0
491
900
1.820.0
47.7
∑
97
10.7778
12
Rhizophora apiculata
70
900
0.078
7.77778
3
0.429
42.86
25
8.0
491
900
0.9
0.3
51.0
Ceriops sp.
20
900
0.022
2.22222
3
0.429
42.86
17
5.4
227
900
0.9
0.3
45.4
Derris trifoliata
10
900
0.011
1.11111
1
0.143
14.29
12
3.8
113
900
0.9
0.3
15.7
11.1111
7
∑
100
1610
831
8
2.8
210.8
112.1
29
Stasiun
Transek
6
1
Spesies
Di (ind/m^2)
RDi (%)
Pi
Fi
Rfi
Keliling
d
BA
A
Ci
RCi
INP
60
900
0.067
60
3
0.375
37.50
25
8.0
491
900
0.9
33.3
130.8
Ceriops sp.
23
900
0.026
23
3
0.
JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA
LANDSAT ETM+ DAN OLI TIRS
MUQTASIDUN SAIFULLAH HASHRI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemetaan Vegetasi
Mangrove di Cilacap Jawa Tengah dengan Menggunakan Citra Landsat
ETM+ dan OLI TIRS adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi
Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan
Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor,Oktober 2014
Muqtasidun Saifullah Hashri
NIM C54090050
ABSTRAK
MUQTASIDUN SAIFULLAH HASHRI. Pemetaan Vegetasi Mangrove Di Cilacap
Jawa Tengah dengan Menggunakan Citra Landsat ETM+ dan OLI TIRS.
Dibimbing oleh VINCENTIUS PAULUS SIREGAR dan MUJIZAT KAWAROE.
Luas hutan mangrove yang terdapat di Indonesia mengalami penurunan
sehingga perlu upaya pelestarian. Salah satu cara untuk mengkaji luas tutupan hutan
mangrove adalah menggunakan tekonologi penginderaan jauh satelit. Tujuan
penelitian ini adalah mengkaji kemampuan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ dan
Landsat 8 OLI TIRS dalam mendeteksi mangrove dengan menggunakan indeks
vegetasi (NDVI), serta menghitung INP (Indeks Nilai Penting) komunitas mangrove
di Cilacap, Jawa Tengah. Survei mangrove di lapangan mengukur kerapatan
mangrove serta mengidentifikasi jenis dan zonasi mangrove yang diambil secara
acak di 10 stasiun. Citra Landsat 8 maupun Landsat 7 mampu memetakan dengan
mengklasifikasikan mangrove di Cilacap ke dalam 3 kelas yaitu lebat, sedang, dan
jarang. Hasil perhitungan INP (Indeks Nilai Penting) mendapati bahwa jenis
Rhizhopora apiculata dan Ceriops sp. memiliki nilai INP yang tinggi, sehingga
kedua jenis mangrove tersebut memiliki peran ekologi yang lebih penting
dibandingkan jenis lain di Segara Anakan,Cilacap.
Kata kunci: Cilacap, Mangrove, NDVI, Klasifikasi Terbimbing, Satelit Landsat
ABSTRACT
MUQTASIDUN SAIFULLAH HASHRI. Mangrove vegetation mapping in
Cilacap, Central Java using Landsat ETM + and OLI TIRS. Supervised by
VINCENT PAULUS SIREGAR and MUJIZAT KAWAROE.
Mangrove forests in Indonesia has declining, and so it preservation efforts
are required. One way of mangrove forest is the used of satellite remote sensing
technology. The aim of this study were to examine the ability of Landsat satellite
imagery (Landsat 7 ETM + 8 OLI Tirs) in detecting mangrove using vegetation
index (NDVI), and to measured IVI (Importance Value Index) of mangrove
community in Cilacap, Central Java. Field assessment on mangrove was focused in
measuring density, identifying species and zonation according to haphazard
sampling in 10 sites. Landsat imagery were able to map and classified mangroves in
Cilacap according to three different class; dense, medium, and sparse mangrove.
Results of IVI (Importance Value Index) calculations revealed the ecological
importance of Rhizhopora apiculata and Ceriops sp. in the mangrove community of
Segara Anakan, Cilacap.
Keywords: Cilacap, Landsat Satellite, Mangroves, NDVI, Supervised Classification
PEMETAAN VEGETASI MANGROVE DI CILACAP JAWA
TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT
ETM+ DAN OLI TIRS
MUQTASIDUN SAIFULLAH HASHRI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
Pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Pemetaan Vegetasi Mangrove di Cilacap Jawa Tengah dengan
Menggunakan Citra Landsat ETM+ dan OLI TIRS
Nama
NIM
: Muqtasidun Saifullah Hashri
: C54090050
Disetujui oleh
Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA
Pembimbing I
Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir I Wayan Nurjaya, M.Sc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: 14 Agustus 2014
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala limpahan
rahmat, hidayah dan inayah yang di berikan serta Rasulullah Muhammad
SAW sebagai teladan yang baik sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal penelitian yang berjudul Pemetaan Vegetasi Mangrove di Cilacap
Jawa Tengah dengan Citra Landsat ETM+ dan OLI TIRS.
Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak
Dr.Ir.Vincentius P. Siregar, DEA selaku dosen pembimbing utama dan Ibu
Dr.Ir. Mujizat Kawaroe M.Si selaku dosen pembimbing anggota yang telah
memberikan saran dan kritik yang membangun. Penulis juga mengucapkan
terimakasih sebesar-besarnya kepada Orang tua beserta keluarga yang selalu
memberikan do’a dan dukungan dan semua pihak yang telah memberikan
dukungan baik moril maupun materiil demi terlaksananya proposal ini.
Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Oktober 2014
Muqtasidun Saifullah Hashri
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Perolehan Data
Perolehan Data Citra Satelit
Perolehan Data Lapangan
Pengolahan Citra Satelit
Pre Processing
Penajaman Citra untuk Vegetasi Mangrove
Klasifikasi Citra
INP(Indeks Nilai Penting)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengolahan Citra
Koreksi Geometrik
Citra Komposit
Masking (Penutupan)
Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification)
Analisis Vegetasi Mangrove
Zonasi Mangrove Cilacap
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
1
1
1
2
2
2
3
3
4
4
5
5
6
6
8
8
8
9
9
10
15
18
20
20
20
21
LAMPIRAN
23
RIWAYAT HIDUP
36
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Pengelompokan Mangrove Berdasarkan Indeks NDVI Menurut BAPLAN
Kehutanan.
6
Luasan Mangrove Berdasarkan Training Area
12
Nilai Histogram Tiap Kelas pada Citra Landsat 8
12
Nilai Histogram tiap Kelas pada Citra Landsat 7
14
INP Jenis Mangrove Segara Anakan pada Stasiun 1
15
INP Jenis Mangrove Segara Anakan pada Stasiun 2
15
INP Jenis Mangrove Segara Anakan pada Stasiun 3
16
INP Jenis Mangove Segara Anakan pada Stasiun 4
16
INP Jenis Mangrove Segara Anakan pada Stasiun 5
16
INP Jenis Mangrove Segara Anakan pada Stasiun 6
17
INP Jenis Mangrove Segara Anakan pada Stasiun 7
17
INP Jenis Mangrove Segara Anakan pada Stasiun 8
17
INP Jenis Mangrove Segara Anakan pada Stasiun 9
17
INP Jenis Mangrove Segara Anakan pada Stasiun 10
18
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Lokasi penelitian
Diagram alir penelitian
Diagram pengolahan data citra satelit
(a) Citra Landsat 8 daerah cilacap RGB 542, (b) Citra Landsat 7 daerah
Cilacap RGB 431
(a) Citra Landsat 7 (b) Citra Landsat 8 hasil retifikasi dengan citra Landsat 7
Hasil komposit kanal 564 (landsat 8) dan 453 (landsat 7) a) Landsat 8 dan b)
landsat 7
Daerah masking (penyamaran) darar dan laut di kawasan Segara Anakan
KlasifikasiTerbimbing(SupervisedClassification)
Klasifikasi kerapatan mangrove dengan Landsat 8
Histogram NDVI kerapatan pada citra Landsat 8
Histogram NDVI kerapatan pada citra Landast 7
Klasifikasi kerapatan mangrove dengan Landsat 7
Zonasi mangrove di Segara Anakan, Cilacap
2
3
4
8
9
9
10
10
11
12
13
14
19
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
Tabel Perhitungan INP Tiap Stasiun
Kenampakan Satelit Landsat 7 dan Landsat 8
Karakteritik Landsat 7 dan Landsat 8
Algoritma NDVI Landsat 8 dan Landsat 7
Algoritma NDVI untuk Pengkelasifikasian Mangrove
Dokumentasi Pengambilan Data Lapang
23
32
32
33
33
34
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam yang memberikan
banyak manfaat bagi manusia berupa jasa dari produktivitasnya yang tinggi. Tumbuhan
mangrove memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan ekstrim
seperti kondisi tanah yang tergenang, kadar garam yang tinggi serta kondisi tanah yang
kurang stabil. Komunitas ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang
cukup mendapat aliran air, terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang
keras (Bengen, 2002).
Sistem penginderaan jauh adalah ilmu atau seni untuk memperoleh informasi
tentang objek, daerah atau fenomena yang berada di permukaan bumi melalui analisis
data yang di peroleh tanpa kontak langsung dengan objek yang di kaji (Lillesand dan
Kiefer, 1990). Ekosistem mangrove dapat diketahui kondisinya dengan meggunakan
teknik penginderaan jauh, salah satunya aplikasi adalah untuk pengamatan ekosistem
mangrove dengan bantuan citra satelit. Letak geografi ekosistem mangrove yang berada
pada daerah peralihan darat dan laut memberikan efek perekaman yang khas jika
dibandingkan obyek vegetasi darat lainnya. Efek perekaman tersebut sangat erat
kaitannya dengan karakteristik spektral ekosistem mangrove, hingga dalam identifikasi
memerlukan suatu transformasi tersendiri.
Satelit yang digunakan untuk identifikasi mangrove antara lain LANDSAT,
ALOS,SPOT 5, Worldview-2, Quickbird dan lain-lainnya. Pada tahun 2013 NASA
meluncurkan satelit Landsat 8 yang membawa sensor OLI dan TIRS(Thermal) dengan
citra multispektral yang memiliki resolusi spasial 30 meter x 30 meter dan citra
pankromatik yang memiliki resolusi spasial 15 meter x 15 meter. Menurut, Jensen (1998)
metode analisa indeks vegetasi ada beberapa macam antara lain; NDVI (Nomalized
difference Vegetation Index). GI (Green Index) dan WI (Wetness Index). Pengkajian
tentang kerapatan mangrove dengan menggunakan transformasi indeks vegetasi, dalam
hal ini menggunakan metode analisa NDVI. NDVI merupakan salah satu transformasi
algoritma yang digunakan untuk mengetahui perbedaan antara vegetasi dan non vegetasi
dengan memanfaatkan citra Landsat band 5-band 3 sebagai red, band 4- band 2 sebagai
green dan band 2- band 1 sebagai blue (Wouthuyzen, 1997). Dalam penelitian ini satelit
yang di gunakan untuk identifiksi mangrove adalah Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8 OLI
TIRS. Pengambilan lokasi di Segara Anakan Cilacap disebabkan karena ekosistem
mangrove di lokasi tersebut mulai berkurang setiap tahunnya sehingga di perlukan
pengembangan lebih lanjut untuk konservasi ekosistem mangrove dengan adanya data
kerapatan dan Indeks Nilai Penting jenis mangrove.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji kemampuan Citra Satelit Landsat
7 ETM+ dan Landsat 8 OLI TIRS dalam mendeteksi mangrove dengan menggunakan
indeks vegetasi (NDVI), serta menghitung INP (Indeks Nilai Penting) mangrove di
Segara Anakan, Cilacap.
2
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei - Agustus 2013 dan lokasi pengambilan data
di wilayah Segara Anakan Cilacap, Jawa Tengah dengan koordinat 108º46’-109º03’ BT
dan 07º34’-07º47’ LS. Wilayah Cilacap merupakan wilayah potensi pertanian dengan
ketinggian tanah antara 6-9 m di atas permukaan laut. Luas wilayah kabupaten Cilacap
secara keseluruhan adalah 225.360.840 ha meliputi 24 kabupaten yang terdiri dari 282
Desa dengan batas wilayah sebelah utara adalah Kabupaten Banyumas dan Kabupaten
Brebes, sebelah timur adalah Kabupaten Kebumen, sebelah selatan adalah Samudera
Hindia, sebelah barat adalah Kabupaten Ciamis dan kota Banjar, Jawa Barat. Penelitian
lapangan (groud check) dilakukan pada tanggal 11 – 18 Maret 2014 di tiga lokasi yang
berada di Desa Tritih, Desa Sapuregel, dan Desa Motehan. Gambar 1 menunjukan titik
pengambilan data mangrove.
Gambar 1 Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah citra satelit Landsat 7 ETM+
yang diakuisisi 14 Januari 2010 dan Landsat 8 OLI TIRS yang diakuisisi 30 mei 2013 serta
peta tematik lokasi penelitian. Alat-alat yag digunakan meliputi seperangkat Personal
Computer(PC), perangkat lunak(software) untuk pemrosesan data (Image processing)
yaitu Er Mapper 6.4, ArcGIS 10.0, interpretasi dan layout data, Global Positioning System
(GPS) 76 CSX, Transek kuadrat 30 x 30 meter, Microsoft Excel, serta perahu motor untuk
ground check point di lapangan.
3
Perolehan Data
Dalam penelitian ini dilakukan integrasi data penginderaan jauh dan Sistem
Informasi Geografis (SIG). Tahap – tahap kegiatan penelitian ini meliputi pemasukan
data (input data), penyusunan data baik spasial maupun analisis. Input data berasal dari
pengukuran lapangan dan data citra yang telah dikumpulkan. Berikut adalah diagram
alir penelitian yang di tunjukan pada gambar 2.
Gambar 2 Diagram alir penelitian
Perolehan Data Citra Satelit
Citra landsat 7 dan landsat 8 di unduh dari situs resmi NASA
(http://usgs.gov.us) dan di pilih citra pada tahun 2010 dengan tanggal akuisisi 14
Januari 2010 dan citra pada tahun 2013 dengan tanggal akuisisi 30 Mei 2013 dalam
bentuk file TAR (*.tar). Citra satelit Landsat 7 maupun Landsat 8 sudah terkoreksi
secara radiometrik tetapi belum terkoreksi secara geometrik.
4
Perolehan Data Lapangan
Pengambilan data lapang berupa kerapatan, jenis spesies, dan zonasi mangrove
yang diperoleh dari pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan. Dalam
pengamatan mangrove menggunakan metode transek kuadrat yaitu dengan dimensi
transek 30 meter x 30 meter, hal ini berdasarkan citra landsat yang memiliki resolusi
spasial 30 meter x 30 meter. Penentuan stasiun dilakukan dengan menetapkan transektransek garis dari arah laut ke arah darat (tegak lurus garis pantai sepanjang zonasi
hutan mangrove. Data mangrove yang diambil terdiri dari 10 stasiun. Setiap Stasiun
dibagi menjadi 3 titik pengambilan data. Pengambilan data mangrove selain
menggunakan transek kuadrat juga menggunakan GPS untuk menandai daerah
pengamatan. Penggunaan GPS dilakukan secara otomatis dengan
Pengolahan Citra Satelit
Pengolahan citra satelit terdiri dari tiga tahapan, yaitu pre processing, penajaman
citra dan klasifikasi. Pengolahan awal data penelitian yang dilakukan ialah pembuatan
training area berupa darat, laut dan mangrove yang dilakukan pada citra. Tahap
selanjutnya ialah menggunakan data training area tersebut untuk klasifikasi supervised
(klasifikasi terbimbing) dengan mengatur warna pada region color untuk membedakan
antara darat, laut dan mangrove lalu disimpan dalam bentuk *.ERS. Tahap selanjutnya
yaitu memasukkan formula NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) untuk
mengetahui indikator kehijauan dari citra satelit dengan menggunakan kanal infra
merah dekat (NIR) dan band Red. Selanjutnya, hasil klasifikasi akan di gabungkan
dengan hasil dari formula NDVI (Gambar 3).
Data Satelit
Training Area
1.
Darat
2.
Laut
3.
Mangrove
1.Klasifikasi
Supervised
Formula NDVI
Formula
If I 1>=a and i 1=b and i 1=e then3 else null
(Pemberian nilai pada kelas tergantung
pada rentang nilai histogram dan
kebutuhan)
1=jarang, 2=sedang, 3=lebat,
Penggabungan citra:
Band1=hasil klasifikasi supervised
Band2=hasil formula
Kelas
1.Darat
2. Laut
3. Mangrove jarang
4. Mangrove sedang
5. mangrove lebat
Layout
Gambar 3 Diagram pengolahan data citra satelit.
5
Pre-processing
Pra prosesing memiliki 3 tahap pengerjaan cropping (Pemotongan), koreksi
dan masking (penyamaran). Citra satelit Landsat yang telah diperoleh tidak sepenuhnya
digunakan dalam analisis, untuk itu perlu dilakukan pemotongan citra (cropping).
Pemotongan citra ini bertujuan untuk membatasi citra. Terdapat dua proses koreksi
yaitu koreksi radiometrik dan koreksi geometrik. Koreksi radiometrik dilakukan untuk
menghilangkan faktor-faktor yang menurunkan kualitas citra. Metode radiometrik yang
digunakan adalah penyesuaian histogram (histogram adjustment). Koreksi geometrik
menggunakan citra Landsat 7 sebagai citra acuan untuk retifikasi pada Landsat 8, hal ini
disebabkan karena Landsat 7 sudah teretifikasi sebelumnya. Berikutnya adalah masking
(penyamaran) yang bertujuan untuk menyamarkan daerah yang tidak diperlukan dalam
hal ini darat dan laut di samarkan untuk fokus pada daerah mangrove saja.
Penajaman citra untuk vegetasi mangrove
Pengolahan citra untuk mendapatkan nilai kerapatan mangrove
menggunakan transformasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) yang
prinsipnya memisahkan spectral reflektansi vegetasi dari spektral reflektansi tanah dan
air yang melatarbelakanginya. Formula pada Landsat yang digunakan untuk
membedakan antara vegetasi, darat dan air berdasarkan kanal pada citra satelit
mengikuti persamaan berikut (Jensen, 1998)
NDVI = (IR-R)/(IR+R)
Keterangan : IR (Near InfraRed) : Nilai digital citra kanal Inframerah dekat.
R (InfraRed)
: Nilai digital citra kanal merah
Nilai NDVI yang didapat dari histogram dicari nilai terbesar dan terkecilnya serta
dibuat 5 kelas untuk menentukan klasifikasi kerapatan mangrove. Pembagian klasifikasi
di antara lain, laut, darat, mangrove jarang, mangrove sedang dan mangrove lebat.
Analisis vegetasi dilakukan dengan komposit band 564 dan 453 terhadap Citra
Satelit Landsat 8 dan Landsat 7 dengan transformasi formula NDVI (Normalized
Different Vegetation Index). Hal ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan vegetasi
dengan non vegetasi dan mengetahui kerapatan mangrove di lapangan dari citra satelit.
Tingkat kerapatan mangrove dilakukan dengan analisis NDVI ini yang didasarkan pada
adanya respon objek penginderaan jauh pada kisaran spektrum radiasi merah dan
inframerah dekat yang memberikan gambaran tingkat kehijauan vegetasi mangrove
(Arhatin, 2000). Yaitu kanal 3 untuk merah dan kanal 4 untuk inframerah. Vegetasi
tergantung dari interaksinya dengan radiasi matahari dan faktor cuaca lainnya, serta
ketersediaan unsur hara kimiawi dan air dalam tanah atau air dalam lingkungan perairan
laut (Suhartini, 2008).
Nilai kerapatan mangrove ditentukan berdasarkan nilai indeks vegetasi (NDVI)
dan dapat di kategorikan sesuai dengan nilai aktual limitnya sedangkan penetapan
selang menurut Menurut BAPLAN Kehutanan nilai NDVI dapat dklasifikasikan sebagai
berikut.
6
Tabel 1 Tabel pengelompokan vegetasi mangrove berdasarkan
(BAPLAN Kehutanan).
Kelas
Nilai
Kerapatan rendah
Kerapatan sedang
Kerapatan tinggi
-1 - 0.33
0.33 - 0.42
0.42 - 1.00
NDVI
Klasifikasi Citra
Citra yang telah diformulasikan dengan algoritma NDVI kemudian di
klasifikasikan. Klasifikasi dihasilkan dari training area masing-masing tipe
tutupan lahan dengan mengelompokan nilai reflektansi dari setiap obyek ke
dalam kelas-kelas tertentu sehingga dapat dengan mudah di interpretasikan.
Dalam penelitian ini klasifikasi yang di gunakan adalah klasifikasi terbimbing
(supervised classification).
Indeks Nilai Penting
Indeks nilai penting (INP) merupakan jumlah dan nilai kerapatan relatif
(RDi), Frekuensi relatif (RFi), dan penutupa relatif (RCi) dari mangrove (Bengen,
2001)
INP = RD¡ + RF¡ +RC¡
Indeks nilai penting suatu spesies mangrove berkisar antara 0-300. Indeks
nilai penting tersebut memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau
peranan suatu spesies mangrove dalam komunitas mangrove, makin besar indeks
nilai penting spesies jenis ke-i maka pengaruh spesies tersebut dalam komunitas
mangrove juga akan semakin besar dan demikian pula sebaliknya.
Kerapatan jenis (Di), yaitu jumlah tegakan jenis ke-i dalam suatu unit area
(Bengen, 2001)
D¡ = n¡/A
dimana: D¡ = Kerapatan jenis ke-i
N¡ = Jumlah total individu dari jenis ke-i
A = Luas area total pengambilan contoh (m²)
Kerapatan relatif (RDi) merupakan perbandingan antara jumlah tegakan
jenis ke-1 (ni) dengan total tegakan seluruh jenis (∑n) (Bengen, 2001)
RD¡ = (n¡/∑n) x 100%
dimana: RD¡ = Kerapatan relatif ke-i
N¡ = Jumlah total individu dari jenis ke-i
∑n = Jumlah total individu dari seluruh jenis
7
Frekuensi jenis (Fi), yaitu peluang ditemukannya suatu jenis ke-i di dalam semua
petak contoh dibandingkan dengan jumlah total petak contoh yang di buat (Bengen,
2001).
F¡ = P¡/∑p
dimana: F¡ = Frekuensi jenis ke-i
P¡ = Jumlah petak contoh tempat ditemukannya jenis ke-i
∑p = Jumlah total petak contoh yang di buat
Frekuensi relatif (RFi), merupakan perbandingan antara frekuensi jenis ke-i (Fi)
dengan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (∑F) (Bengen, 2001)
RF¡ = (F¡/∑F) x 100%
dimana: RF¡ = Frekuensi relatif jenis ke-i
F¡ = Frekuensi jenis ke-i
∑F = Jumlah frekuensi untuk seluruh jenis
Penutupan jenis (Ci), merupakan luas pernutupan jenis ke-i dalam suatu unit area
tertentu (Bengen, 2001)
C¡ = ∑BA/A
dimana: C¡ = Penutupan jenis ke-i
BA = π (D²/4)
(D = Diameter batang setinggi dada; π = 3,14)
A = Luas total area pengambilan contoh
Penutupan relatif (RCi), yaitu perbandingan antara penutupan jenis ke-i (Ci) dengan
luas total penutupan untuk seluruh jenis (∑C) (Bengen, 2001).
RC¡ = (C¡/∑C) x 100%
Dimana: RC¡ = Penutupan relatif jenis ke-i
C¡ = Penutupan jenis ke-i
∑C = Penutupan total untuk seluruh jenis
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengolahan Citra
Citra yang digunakan dalam penelitian ini merupakan Citra Landsat 7 dengan
membawa sensor ETM+ ( Enhanced Thematic Mapper) yang memiliki resolusi 15
meter x 15 meter (Pankromatik), sedangkan multispektral 30 meter x 30 meter (band 15, 7). Citra Landsat 8 dipindai oleh sensor TIRS (Thermal infrared sensor) Pre-WRS 2
yang memiliki resolusi 30 meter x 30 meter dan sensor OLI (Operational Land Imager),
yang terdiri dari dua jenis yaitu Multipspektral yang memiliki resolusi 30 meter x 30
meter dan Pankromatik yang memiliki resolusi 15 meter x 15 meter dengan jumlah
kanal sebanyak 11 buah. Di antara kanal tersebut 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI
dan 2 lainnya (band 10 dan band 11) terdapat pada TIRS (Gambar 4).
(a)
(b)
Gambar 4 (a) Citra Landsat 8 OLI TIRS RGB 542, (b) Citra Landsat 7 ETM+ RGB 431.
Koreksi Geometrik
Koreksi geometrik dilakukan pada citra satelit Landsat 8 yang mengacu pada citra
satelit Landsat 7 yang sudah terkoreksi sebelumnya dari LAPAN pada proyeksi
SUTM49 dan DATUM WGS84. Koreksi geometrik ini bertujuan untuk mengoreksi
distorsi posisi atau letak obyek. Salah satu cara untuk mengoreksi distorsi geometris ini
adalah dengan menggunakan titik-titik control lapangan (ground control point). Nilai
RMS toleran berkisar pada 0.5–0.9 piksel. Seperti yang terlihat pada Gambar 5.
9
a)
b)
Gambar 5 (a) Citra Landsat 7 (b) Citra Landsat 8 hasil retifikasi
dengan citra Landsat 7
Citra Komposit
Kenampakan penutupan lahan menggunakan kombinasi 3 kanal/band.
Landsat 7 menggunakan RGB (Red, Green ,Blue) 453. Komposit warna dengan
kombinasi kanal Red (band 4), kanal Green (band 5) dan kanal Blue (band 3),
sedangkan untuk Landsat 8 untuk membuat komposit RGB (Red, Green, Blue).
Komposit warna dapat dibuat dengan kombinasi kanal yaitu kanal Red (band 5),
kanal Green (band 6) dan kanal Blue (band 4). Hasil dari komposit band
ditampilkan pada Gambar 6.
a)
b)
Gambar 6 a) Hasil komposit kanal 453 (Landsat 7) dan b) Hasil komposit kanal
564 (Landsat 8).
Hasil dari komposit citra komposit RGB 453 untuk Landsat 7 dan 564 untuk
Landsat 8 menunjukan bahwa keberadaan ekosistem mangrove ditemukan di
daerah goba. Komposit warna pada tampilan RGB menggambarkan warna yang
berbeda-beda pada objek di permukaan bumi. Mangrove ditunjukan dengan warna
oranye dan oranye kecoklatan, non mangrove ditunjukan dengan warna hijau,
sedangkan lahan ditunjukan dengan warna cyan.
Masking (Penyamaran)
Daerah yang tidak diperlukan atau tidak masuk dalam penelitian akan
disamarkan, sehingga hanya fokus pada daerah penelitian yaitu daerah mangrove.
Dalam tampilan masking (Gambar 7) terlihat bahwa hanya daerah mangrove saja
yang diutamakan.
10
Gambar 7 Daerah Masking (penyamaran) darat dan laut di kawasan Segara Anakan,
Cilacap Jawa Tengah.
Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification)
Klasifikasi terbimbing terhadap citra satelit Landsat dibagi menjadi 3 kelas yang
berbeda yaitu darat, laut dan mangrove seperti yang ditampilkan pada Gambar 8.
Gambar 8 Klasifikasi terbimbing (Supervised classification) Landsat 8
11
Proses klasifikasi yang dilakukan memiliki asumsi bahwa data citra digital
yang digunakan terdiri dari band yang memiliki cakupan area yang sama.
Klasifikasi terbimbing yang dibagi menjadi 3 area yaitu, darat, laut dan mangrove
memiliki warna yang berbeda. Hal ini digunakan untuk membedakan tiap-tiap
area tersebut. Darat ditunjukan dengan warna coklat, laut ditunjukkan dengan
warna biru dan mangrove ditunjukan dengan warna hijau.
Hasil klasifikasi dari Landsat 8 OLI TIRS berupa peta klasifikasi yang
didapatkan dari penggabungan 2 tahap, yaitu klasifikasi terbimbing dan NDVI
ditunjukan pada Gambar 9.
Gambar 9 Klasifikasi kerapatan Mangrove dengan Landsat 8.
Peta klasifikasi menunjukan bahwa Kawasan Segara Anakan, Cilacap
memiliki sebaran mangrove dengan kondisi kerapatan lebat berada di sisi barat,
area barat banyak ditumbuhi spesies Rhizophora apiculata dan Nypa fruticans.
Distribusi kerapatan sedang dan jarang teridentifikasi di sepanjang aliran sungai
donan berada di Desa Tritih. Daerah aliran sungai banyak ditemukan spesies
Avicennia alba yang merupakan pioner di Segara Anakan (Anang et all.2013).
Kerapatan lebat berdasarkan hasil klasifikasi lebih dominan di Segara Anakan,
Cilacap. Distribusi kerapatan lebat berada pada aliran Sungai Citanduy. Hasil ini
didapatkan dari hasil penggabungan klasifikasi terbimbing dan NDVI yang telah
ditambahkan algoritma untuk membedakan antara laut, darat, mangrove jarang,
mangrove sedang, dan mangrove lebat. Pengelompokan mangrove jarang, sedang
dan lebat berdasarkan SNI (Standar Nasional Indonesia) penutupan lahan yang di
keluarkan oleh BSNi (Badan Standar Nasional) tahun 2010. Pengelompokkan
tutupan mangrove oleh BSNi berdasarkan kerapatannya. Mangrove lebat jika
kerapatan >70%, mangrove sedang jika kerapatan 41-70%, sedangkan mangrove
jarang jika kerapatannya 10-40%. Luasan mangrove Segara Anakan dari hasil
training area adalah 276,480 ha, sedangkan untuk luasan mangrove berdasarkan
kerapatan dari training area di tunjukan pada Tabel 2.
12
Tabel 2 Luasan mangrove berdasarkan kerapatan hasil training area.
Kelas
Hektar (Ha)
Mangrove jarang
181.440
Mangrove sedang
67.680
Mangrove lebat
119.520
Pengkelasifikasian mangrove menggunakan histogram berupa kurva untuk
menentukan selang nilai dalam membedakan antara darat, laut, mangrove jarang,
mangrove sedang dan mangrove lebat (Gambar 10).
Gambar 10 Histogram NDVI Landsat 8.
Nilai NDVI yang dihasilkan dari citra Landsat 8 berkisar antara 0,005
sampai dengan 0,53 yang ditunjukan pada Gambar 10, dengan selang nilai NDVI
yang ditunjukan pada Tabel 3.
Tabel 3 Nilai histogram tiap kerapatan pada Citra Landsat 8
Kelas
1
2
3
4
5
Selang nilai
0,005
0,021 – 0,183
0,158 – 0,35
0,35 – 0,53
>0,53
Pada dasarnya piksel merupakan elemen palong kecil pada citra satelit. Satu
piksel mewakili daerah yang lebih luas di permukaan bumi. Angka numerik dari
piksel disebut Digital Number (DN), warna DN dapat ditampilkan dalam warna
kelabu,antara putih sampai dengan hitam. Warna tersebut tergantung dari level
energi yang terdeteksi. Histogram (gambar 10) menunjukan bahwa semakin tinggi
nilai piksel energi yang di absorbsi oleh sensor satelit semakin besar. Besarnya
13
nilai piksel dapat di representasikansebagai rapat atau tidaknya vegetasi. Pada
histogram (gambar 10) menunjukan bahwa nilai aktual limit 0,153 – 0,53
memiliki nilai piksel yang tinggi, sehingga dengan kata lain mangrove yang
masuk pada nilai tersebut adalah mangrove dengan konsentrasi lebat dikarenakan
sensor mengabsorpsi pantulan dari kanopi mangrove lebih besar, semakin besar
maka semakin rapat.
Nilai NDVI tersebut di gunakan untuk menentukan selang dalam
pengklasifikasian mangrove. Pengklasifikasian mangrove di bagi menjadi dalam
5 kelas, yaitu darat, laut, mangrove jarang, mangrove sedang, dan mangrove
lebat. Secara teoritis nilai NDVI berkisar antara -1 hingga 1 namun nilai indeks
vegetasi mangrove secara umum berada pada kisaran antara 0,1 hingga 0,7,
sedangkan nilai antara -1 sampai 0 menunjukan bahwa obyek tersebut bukan
vegetasi. Nilai range NDVI dari Landsat 8 berada pada kisaran 0,005 sampai
0,53 yang berarti nilai vegetasi mangrove berada pada rentang nilai tersebut.
Nilai histogram yang dihasilkan dari formulasi NDVI pada Landsat 7
ditunjukan pada Gambar 11.
Gambar 11 Histogram NDVI mangrove Landsat 7
Nilai NDVI dari citra Landsat 7 memiliki kisaran nilai 0,03 sampai
dengan 0,875 yang di tunjukan pada Gambar 11 dengan nilai histogram yang di
tunjukan pada Tabel 3. Nilai NDVI dari Landsat 7 memiliki kisaran yang lebih
besar dibandingkan dengan Landsat 8.
Tabel 4 Nilai histogram tiap kelas pada Citra Landsat 7
Kelas
1
2
3
4
5
Selang nilai
0
0,03 - 0, 33
0,33 – 0,50
0,55 – 0,72
>0,875
14
Hasil klasifikasi dari Landsat 7 ETM+ berupa peta klasifikasi yang di
dapatkan dari penggabungan 2 tahap yaitu klasifikasi terbimbing dan NDVI
ditunjukan pada Gambar 12.
Gambar 12 Klasifikasi Kerapatan Mangrove dengan Landsat 7.
Peta klasifikasi yang di hasilkan oleh Landsat 7 ETM+ menunjukan bahwa
distribusi kerapatan lebat berada di aliran sungai Citanduy, sedangkan untuk distribusi
kerapatan sedang dan jarang terkonsentrasi di area timur sepanjang aliran sungai
Donan(daerah tritih). Distribusi mangrove sedang berdasarkan gambar 12 lebih dominan
di Segara anakan. Kerapatan sedang banyak di temukan spesies Nypa fruticans,
Rhizophora apiculata dan Brugueira ghimnorhyza.
Hasil ini di dapat dari penggabungan antara nilai NDVI Landsat 7 dan klasifikasi
supervised dari citra yang sama. Perbedaan hasil kerapatan dari nilai NDVI dan peta
klasifikasi dapat di akibatkan ketika penggabungan antara klasifikasi terbimbing dengan
NDVI.
Klasifikasi dari Landsat 7 maupun Landsat 8 memiliki perbedaan, dimana pada
Landsat 7 vegetasi mangrove dengan kategori jarang tersebar di setiap area baik yang
berada di area barat yang terdapat aliran sungai Citandui maupun di area timur yang
bersinggungan dengan aliran Sungai Donan. Pada Landsat 8 vegetasi mangrove dengan
kategori lebat banyak di temukan di area tengah dan area barat Segara Anakan,Cilacap.
Sedangkan, untuk vegetasi mangrove kategori sedang dan jarang terkonsentrasi di
wilayah timur yang bersinggungan dengan sungai Donan. Perbedaan hasil klasifikasi dari
kedua jenis Landsat ini dapat diakibatkan karena faktor pada salah satu Landsat masih
banyak ditemukan tutupan awan sehingga area yang tertutup awan tersebut tidak dapat
15
terbaca oleh sensor. Karakteristik dari kedua citra memiliki sedikit perbedaan. Hal ini
dapat menjadi salah satu faktor perbedaan hasil dari pengklasifikasian. Perbedaan hasil
klasifikasi juga dapat dipengaruhi oleh reboisasi mangrove atau pembabatan mangrove di
wilayah Segara Anakan tersebut.
Analisis Vegetasi Mangrove
Kerapatan jenis mangrove yang di peroleh dari perhitungan indeks nilai
penting menunjukan bahwa tiap spesies di tiap-tiap Stasiun berbeda-beda dan
setiap Stasiun juga memiliki nilai kerapatan jenis yang berbeda-beda juga. Tabel 5
menunjukan INP tiap spesies.
Stasiun
1
No
Spesies
Ni
INP
1
Nypa fruticans
122
225.35
2
Bruguiera gymnorhiza
32
139.61
3
Rhizophora apicaluta
9
75.96
4
Acanthus sp.
45
151.8
5
Ceriop sp.
5
49.41
6
Xylocarpus granatum
14
71.36
7
Derris trifoliata
60
138.5
8
Aegiceras corniculatum
24
47.3
Tabel 5 INP jenis mangrove Segara Anakan pada stasiun 1
Nilai INP Nypa fruticans di stasiun 1 memiliki nilai tertinggi dibandingkan
dengan jenis mangrove yang lain. Nypa fruticans memiliki nilai INP sebesar
225,35. Hasil INP tersebut menunjukan bahwa Nypa fruticans memiliki peranan
yang tinggi di area tersebut.
Stasiun
2
No
Spesies
Ni
INP
1
Achantus sp.
49
205
2
Achantus ilicifolius
41
142.36
3
Derris trifoliata
63
181.12
4
Nypa fruticans
26
122
5
Deriptera lycoralis
8
27.8
7
Xylocarpus granatum
13
32.5
8
Rhizophora apiculata
16
35.4
9
Bruguiera gymnorhiza
15
34.4
Tabel 6 INP jenis mangrove Segara Anakan pada stasiun 2
Nilai INP Achantus sp. Di stasiun 2 memiliki nilai tertinggi sebesar 205,
sehingga pada stasiun 2 Achantus sp. memiliki peranan tinggi di area tersebut.
Stasiun No
Spesies
Ni
A (m²)
INP
16
3
1
2
3
4
5
6
7
Nypa fruticans
27
900
107
Acanthus iliciforus
29
900
48
Derris trifoliata
36
900
55
Rhizophora apiculata
8
900
76
Ceriop sp.
38
900
121
Aegiceras corniculatum
16
900
37
Bruguiera gymnorhiza
55
900
155
Tabel 7 INP jenis mangrove Segara Anakan pada stasiun 3
Di stasiun 3 Brugueira gymnorhiza memiliki nilai INP tertinggi
dibandingkan jenis mangrove yang lain yaitu sebesar 155.
Stasiun
4
No
Spesies
Ni
INP
1
Nypa fruticans
9
190
2
Rhizophora apiculata
37
230
3
Bruguiera gymnorhiza
12
103
4
Ceriops sp.
159
300
5
Aegiceras corniculatum
4
35
Tabel 8 INP Jenis mangrove Segara Anakan pada stasiun 4
Di stasiun 4 Ceriops sp. memiliki peranan tertinggi dengan nilai INP
sebesar 300.
Stasiun
5
No
Spesies
Ni
INP
1
Bruguiera gymnorhiza
12
77
2
Nypa fruticans
37
90
3
Rhizophora apiculata
114
145
4
Aegiceras corniculatum
9
74
5
Ceriops sp.
177
151
6
Derris trifoliata
10
15
Tabel 9 INP jenis mangrove Segara Anakan pada stasiun 5
Di stasiun 5 Ceriops sp. memiliki peranan tertinggi dengan nilai INP
sebesar 151.
Stasiun
6
No
1
2
3
4
5
6
7
Spesies
Rhizophora apiculata
Ceriops sp.
Aegiceras corniculatum
Avicennia alba
Nypa fruticans
Derris trifoliata
Bruguiera gymnorhiza
Ni
150
116
22
6
60
29
5
INP
291
223
110
28
110
57
34
17
Tabel 10 INP jenis mangrove Segara Anakan pada stasiun 6
Di stasiun 6 nilai INP tertinggi terdapat pada jenis Rhizophora apiculata
yaitu sebesar 291.
Stasiun
7
No
Spesies
Ni
INP
1
Ceriop sp.
89
169
2
Rhizophora apiculata
110
298
3
Nypa fruticans
23
128
4
Derris trifoliata
2
22
5
Avicenia alba
42
130
6
Aegiceras corniculatum
28
90
7
Sonneratia alba
6
43
Tabel 11 INP jenis mangrove Segara Anakan pada stasiun 7
Di stasiun 7 nilai INP tertinggi terdapat pada jenis Rhizophora apiculata
yaitu sebesar 298.
Stasiun
8
No
Spesies
Ni
INP
1
Rhizophora apiculata
190
291
2
Avicennia alba
33
202
3
Aegiceras corniculatum
3
23
4
Sonneratia alba
18
187
5
Nypa fruticans
56
67
Tabel 12 INP jenis mangrove Segara Anakan pada stasiun 8
Di stasiun 8 nilai INP tertinggi terdapat pada jenis Rhizophora apiculata
yaitu sebesar 291.
Stasiun
9
No
Spesies
Ni
INP
1
Nypa fruticans
79
155
2
Soneratia alba
41
173
3
Avicennia alba
42
203
4
Bruguiera gymnorhiza
5
32
5
Ceriops sp.
3
22
6
Rhizophora apiculata
130
286
Tabel 13 INP jenis mangrove Segara Anakan pada stasiun 9
Di stasiun 9 nilai INP tertinggi terdapat pada jenis Rhizophora apiculata
yaitu sebesar 286.
18
Stasiun
10
No
Spesies
Ni
INP
1 Avicennia alba
42
174
2 Sonneratia alba
31
163
3 Rhizophora apiculata
127
259
Tabel 14 INP jenis mangrove Segara Anakan pada stasiun 10
Di stasiun 10 nilai INP tertinggi terdapat pada jenis Rhizophora apiculata yaitu
sebesar 259.
Berdasarkan Tabel dari 10 stasiun tersebut mangrove jenis Rhizophora apiculata
mendominasi dari beberapa stasiun, sehingga berdasarkan lokasi titik sampel yang di
ambil Rhizophora apiculata memiliki peranan paling tinggi di Segara Anakan. Ceriops
sp. memiliki nilai INP di bawah Rhizophora apiculata, hal ini disebabkan karena
Ceriops sp. masih dalam satu kelas dengan Rhizophora apiculata yaitu kelas
Rhizophoraceae. Berdasarkan 10 stasiun tersebut Rhizophora apiculata dan Ceriops sp.
banyak ditemukan di tiap kelas jenis mangrove dengan kerapatan lebat, sedang dan
jarang.
Zonasi Mangrove Cilacap
Berdasarkan zona tumbuh, mangrove terbagi atas 4 zona yaitu pada daerah
terbuka, daerah tengah, daerah yang memiliki sungai berair payau sampai hampir tawar
(mangrove payau), serta daerah kearah daratan (mangrove daratan). Mangrove terbuka
berada pada bagian yang berhadapan dengan laut, menurut Van Steenis (1958).
Sonneratia alba dan Avicennia alba merupakan jenis-jenis ko-dominan pada areal pantai
yang sangat tergenang ini.
Mangrove tengah terletak di zona di belakang mangrove zona terbuka. Pada zona
mangrove tengah biasanya di dominasi oleh jenis Rhizopora apiculata, Sedangkan pada
zona mangrove payau berada di sepanjang sungai berair payau hingga hampir tawar.
Jenis mangrove yang berada pada zona payau didominasi oleh Nypa fruticans.
Keberadaan Nypa fruticans dapat menjadi indikator adanya air tawar di daerah tersebut.
Oleh karena itu, di daerah payau atau daerah yang berdekatan dengan darat banyak
sekali di temukan tumbuhan mangrove jenis Nypa fruticans.
Mangrove daratan berada di zona perairan payau atau hampir tawar di belakang
jalur hijau mangrove yang sebenarnya. Jenis-jenis yang mendominasi zona mangrove
daratan umumnya Ficus microcarpus, Intsia bijuga, Nypa fruticans, Lumnitzera
racemosa, Pandanus sp. Dan Xylocarpus moluccensis (Kementrian Lingkungan Hidup,
1993). Pada Gambar 13 menggambarkan contoh pola zonasi mangrove yang berada di
Cilacap, Jawa tengah.
19
Keterangan:
A: Avicennia alba
B: Brugueira gymnorhiza
C: Ceriops sp.
D: Derris trifolliata
Ac: Achantus sp.
N: Nypa fruticans
R: Rhizophora apiculata
Gambar 13 Zonasi mangrove di Segara Anakan, Ciacap berdasarkan pengamatan
lapangan. (Sumber: Survey Lapang)
Pada dasarnya hasil di lapangan tidaklah sesuai dengan zona-zona tersebut.
Formasi mangrove yang di temukan di lapangan saling bercampur (Gambar 13),
sehingga struktur mangrove yang tampak di suatu zona tertentu tidak sesuai dengan
zona tumbuh mangrove tersebut. Hasil pengamatan lapang membuktikan bahwa
mangrove yang terdapat di Cilacap tidak sesuai dengan zona-zona yang sudah dibagi
4 zona tersebut. Jenis-jenis mangrove yang berada pada zona tumbuhnya, dari 30
titik transek yang diambil hampir semua titik saling tumpang tindih dan bercampur.
Pada pengambilan data lapang di vegetasi mangrove terdapat 10 Stasiun yang
dibagi menjadi 3 transek tiap Stasiunnya. Beberapa Stasiun terdapat spesies yang
berada pada zonasi yang terkena air laut. Kondisi di lapangan menunjukan bahwa
urutan zonasi terhadap spesies tidak selalu sama. Pengamatan langsung di lapangan,
mangrove jenis Nypa fruticans kerap ditemukan berada di zona yang berbatasan
dengan air laut, sehingga jika air laut sedang pasang maka Nypa fruticans akan
tergenang.
20
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil deteksi mangrove dengan citra Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8 OLI
TIRS dengan transformasi NDVI memiliki nilai yang berbeda dikarenakan
perbedaan pada akusisi data kedua citra. Kedua citra tersebut direkam pada waktu
yang berbeda, pada Landsat 7 diakuisisi pada tanggal 14 Januari 2010, sedangkan
Landsat 8 diakuisisi pada tanggal 30 Mei 2013 dan pengambilan data lapang pada
tanggal 11 maret sampai pada tanggal 14 Maret 2013. Penggunaan citra Landsat
baik dengan sensor ETM+ dan OLI TIRS mampu mendeteksi mangrove dengan
membagi kerapatan mangrove menjadi jarang, sedang dan lebat. Indeks Nilai
Penting(INP) yang dihasilkan dari formula perhitungan INP menunjukkan bahwa
Rhizophra apiculata memiliki nilai INP lebih tinggi dibandingkan dengan jenis
lainnya. Rhizophora apiculata hampir di temukan di semua stasiun pegambilan
data dan banyak tumbuh di area distribusi kerapatan lebat, sedang dan jarang.
Zonasi mangrove di Segara Anakan, Cilacap beragam dan saling tumpang tindih,
sehingga tidak sesuai dengan literatur yang ada, hal ini berdasarkan pengamatan
lapangan.
Saran
Pengkajian mengenai pemetaan mangrove perlu dilanjutkan dengan
menggunakan transformasi vegetasi lainnya untuk pembanding. Diperlukan
pengkajian mangrove dengan citra satelit yang memiliki resolusi lebih tinggi agar
untuk pengklasifikasian dan analisis lebih mudah. Pengambilan Stasiun data
lapang perlu ditambahkan guna mendapatkan tutupan mangrove yang lebih luas.
21
DAFTAR PUSTAKA
Arhatin RE. 2007. Pengkajian algorithma indeks vegetasi dan metode klasifikasi
mangrove dari data satelit LANDSAT-5 TM dan LANDSAT-7 ETM+
(studi kasus di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur). Tesis (tidak
dipublikasikan). Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor.
Bengen DG. 2002. Ekosistem dan sumberdaya alam pesisir dan laut
serta
prinsip pengelolaannya. Bogor (ID). Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan,IPB.
Diraq I, Aldea N, Aini A, Dionysius B, Lino G, Teguh H. 2013. Aplikasi Citra
Satelit multispectral untuk Menganalisis Kondisi Lahan Mangrove
Berdasarkan Tingkat Kekritisannya di Kawasan Pesisir Surabaya [Jurnal
Ilmiah]: Institut Teknologi Sepuluh November.
Fadhilat L. 2007. Penentuan Lokasi yang Rentan Terhadap Tumpahan Minyak di
Ekosistem Mangrove Segara Anakan, Cilacap Jawa Tengah Berdasarkan
Pendekatan Cell Based Modeling [Skripsi]: Institut Pertanian Bogor.
Jensen JR. 2000. Remote Sensing of the Environmental Earth Resources
Prespective. Prentice Hall. New Jersey-USA.
Lillesand TM, Kiefer FW. 1990. Penginderaan jauh dan interpretasi citra. Alih
Bahasa: R. Dulbahri. Yogyakarta: Gana University Press.
Noor YR. 2006.
Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Ditjen
PHKA.Wetlands International Indonesia Programme. Bogor
Prahasta E. 2008. Remote Sensing: praktis penginderaan jauh dan pengelohan
citra digital dengan perangkat lunak ER Mapper. Bandung: Informatika.
Purwanto AD, Asriningrum Q, Winarso G, Parwati E. 2013. Analisis Sebaran
Kerpatan Mangrove Menggunakan Citra Landsat 8 di Segara Anakan
Cilacap. Buku prosiding. Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh-LAPAN.
Suhartini TS. 2008. Deteksi Ekosistem Mangrove di Cilacap, Jawa Tengah
dengan Citra Satelit ALOS. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Setiawan F. 2009. Pemetaan luas kerapatan hutan mangrove sebagai kawasan
konservasi laut di nusa Lembongan, Bali menggunakan citra satelit Alos.
Universitas padjadjaran. Bandung
Tarigan, MS. 2008. Sebaran dan Luas Hutan Mangrove di Wilayah Pesisir Teluk
Pising Utara Pulau Kabaena Provisi Sulawesi Teggara. Makara, Sains, Vol.
13, No. 2, ovember 2008: 108-112.
Waas HJD, Nababan B. 2005. Pemetaan dan Analisis Index Vegetasi Mangrove di
Pulau Saparua Maluku Tengah. E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan
Tropis, Vol.2, No.1, Hal 50-58, Juni 2010. Bogor
Wouthuyzen S. 1991. Monitorig and evolution of Mangrove Forest in Kayeli Bay,
Buru Island and Katania Bay, Seram Island Using multi-date Landsat-5
Satellite Data. Proceedings of the international Workshop on investigation
of tropical environments using new remote sensing sensors such as
microwave sensor. November 18-20, Tsukaba. Japan.
22
Wahyudi AM. 2005. Distribusi Ekosistem Mangrove Berdasarkan Indeks Nilai
Penting di Tanjung Jabung Timut Provinsi Jambi [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
23
LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel perhitungan INP tiap stasiun.
Stasiun
Transek
1
1
Spesies
Nypa fruticans
56
A
(m^2)
900
Bruguiera
gymnorrhiza
Rhyzophora apicaluta
13
900
0.014
11.71
3
0.214
21.43
22
7.0
380
900
2.3
16.7
49.8
6
900
0.007
5.41
2
0.143
14.29
25
8.0
491
900
2.3
16.7
36.4
Acanthus iliciforus
21
900
0.023
18.92
3
0.214
21.43
15
4.8
177
900
2.3
16.7
57.0
3
900
0.003
2.70
1
0.071
7.14
17
5.4
227
900
2.3
16.7
26.5
12
900
0.013
10.81
2
0.143
14.29
23
7.3
415
900
2.3
16.7
41.8
100.00
14
Ceriops sp.
Xylocarpus granatum
∑
2
Di
(ind/m^2)
0.062
111
RDi (%)
Pi
Fi
Rfi
50.45
3
0.214
21.43
Keliling
d
BA
A
Ci
RCi
INP
21
6.7
346
900
2.3
16.7
88.5
2036
13.6
300.0
Nypa fruticans
49
900
0.054
49
3
0.200
20.00
21
6.7
346
900
1.9
14.3
83.3
Derris trifoliata
25
900
0.028
25
2
0.133
13.33
10
3.2
79
900
1.9
14.3
52.6
Derris trifoliata
5
900
0.006
5
1
0.067
6.67
12
3.8
113
900
1.9
14.3
26.0
Acanthus iliciforus
Bruguiera
gymnorrhiza
Ceriops tagal
Xylocarpus granatum
∑
3
NNi
6
900
0.007
6
3
0.200
20.00
15
4.8
177
900
1.9
14.3
40.3
11
900
0.012
11
3
0.200
20.00
22
7.0
380
900
1.9
14.3
45.3
2
900
0.002
2
1
0.067
6.67
17
5.4
227
900
1.9
14.3
23.0
2
900
0.002
2
2
0.133
13.33
23
7.3
415
900
1.9
14.3
29.6
100
15
100
1736
13.5
300.0
Aegiceras
corniculatum
Rhizophora apiculata
24
900
0.027
24
1
0.067
6.67
13
4.1
133
900
1.8
16.7
47.3
3
900
0.003
3
3
0.200
20.00
25
8.0
491
900
1.8
16.7
39.7
Acanthus iliciforus
18
900
0.020
18
3
0.200
20.00
15
4.8
177
900
1.8
16.7
54.7
Derris trifoliata
30
900
0.033
30
2
0.133
13.33
12
3.8
113
900
1.8
16.7
60.0
24
Nypa fruticans
Bruguiera
gymnorrhiza
∑
17
900
0.019
17
3
0.200
20.00
21
6.7
346
900
1.8
16.7
53.7
8
900
0.009
8
3
0.200
20.00
22
7.0
380
900
1.8
16.7
44.7
100
15
100
1639
10.9
300.0
25
Stasiun Transek
2
1
2
3
Spesies
Ni
Achantus krakas
8
∑
8
A (m^2)
Di (ind/m^2)
RDi (%)
Pi
Fi
Rfi
900
0.009
100
1
0.050
5.00
100
20
Keliling
20
d
BA
A
Ci
RCi
INP
6.4
314
900
0.3
100.0
205.0
314
0.3
205.0
Achantus sp.
30
900
0.033
37.5
2
0.333
33.33
15
4.8
177
900
0.7
33.3
104.2
Derris trifoliata
39
900
0.043
48.75
2
0.333
33.33
12
3.8
113
900
0.7
33.3
115.4
Nypa fruticans
11
900
0.012
13.75
2
0.333
33.33
22
7.0
380
900
0.7
33.3
80.4
∑
80
100
6
Nypa fruticans
15
900
0.017
14.7059
2
0.167
16.67
22
7.0
380
900
2.3
14.3
45.7
8
900
0.009
7.84314
1
0.083
8.33
10
3.2
79
900
2.3
14.3
30.5
Achantus sp.
11
900
0.012
10.7843
2
0.167
16.67
15
4.8
177
900
2.3
14.3
41.7
Derris trifoliata
24
900
0.027
23.5294
4
0.333
33.33
12
3.8
113
900
2.3
14.3
71.1
Xylocarpus granatum
13
900
0.014
12.7451
1
0.083
8.33
23
7.3
415
900
2.3
14.3
35.4
Rhizophora apiculata
16
900
0.018
15.6863
1
0.083
8.33
25
8.0
491
900
2.3
14.3
38.3
Bruguiera gymnorrhiza
15
900
0.017
14.7059
1
0.083
8.33
22
7.0
380
900
2.3
14.3
37.3
100
12
Deriptera lycoralis
102
670
2034
2.2
15.8
300.0
300.0
26
Stasiun
Transek
3
1
Spesies
Ni
A (m^2)
Di (ind/m^2)
RDi (%)
Pi
Fi
Rfi
Nypa fruticans
18
900
0.020
16.0714
2
0.167
16.67
Acanthus iliciforus
29
900
0.032
25.8929
1
0.083
Derris trifoliata
36
900
0.040
32.1429
1
Rhizophora apiculata
4
900
0.004
3.57143
Ceriops sp.
6
900
0.007
Aegiceras corniculatum
16
900
Bruguiera gymnorrhiza
3
900
∑
2
3
d
BA
A
Ci
RCi
INP
22
7.0
380
900
2.1
14.3
47.0
8.33
15
4.8
177
900
2.1
14.3
48.5
0.083
8.33
12
3.8
113
900
2.1
14.3
54.8
2
0.167
16.67
25
8.0
491
900
2.1
14.3
34.5
5.35714
2
0.167
16.67
17
5.4
227
900
2.1
14.3
36.3
0.018
14.2857
1
0.083
8.33
13
4.1
133
900
2.1
14.3
36.9
0.003
2.67857
3
0.250
25.00
22
7.0
380
900
2.1
14.3
42.0
100
12
112
Keliling
1900
14.8
300.0
Rhizophora apiculata
4
900
0.004
4.3956
1
0.125
12.50
25
8.0
491
900
1.6
25.0
41.9
Ceriops tagal
32
900
0.036
35.1648
2
0.250
25.00
17
5.4
227
900
1.6
25.0
85.2
Nypa fruticans
9
900
0.010
9.89011
2
0.250
25.00
22
7.0
380
900
1.6
25.0
59.9
Bruguiera gymnorrhiza
46
900
0.051
50.5495
3
0.375
37.50
22
7.0
380
900
1.6
25.0
113.0
∑
91
100
8
Bruguiera gymnorrhiza
6
100
3
100.0
300.0
∑
6
100
3
900
0.007
1477
1.000
100.00
22
7.0
380
380
6.6
900
0.4
0.4
27
Stasiun Transek
4
1
2
3
Spesies
Ni
Nypa fruticans
2
A
(m^2)
900
Ceriops sp.
48
Rhizophora
apiculata
∑
20
Bruguiera
gymnorrhiza
Nypa fruticans
7
Di
(ind/m^2)
0.002
RDi (%)
Pi
2.85714
3
0.375
Kelilin
g
37.50
22
900
0.053
68.5714
2
0.250
25.00
900
0.022
28.5714
3
0.375
37.50
100
8
70
Fi
Rfi
d
BA
A
Ci
RCi
INP
7.0
380
900
1.2
33.3
73.7
17
5.4
227
900
1.2
33.3
126.9
25
8.0
491
900
1.2
33.3
99.4
1097
3.7
300.0
900
0.008
9.72222
2
0.222
22.22
22
7.0
380
900
1.6
25.0
56.9
1
900
0.001
1.38889
3
0.333
33.33
22
7.0
380
900
1.6
25.0
59.7
Rhizophora
apiculata
Ceriops tagal
10
900
0.011
13.8889
3
0.333
33.33
25
8.0
491
900
1.6
25.0
72.2
54
900
0.060
75
1
0.111
11.11
17
5.4
227
900
1.6
25.0
87.8
∑
72
25
9
1477
6.6
276.6
Nypa fruticans
6
900
0.007
7.59494
3
0.300
30.00
22
7.0
380
900
1.8
20.0
57.6
Bruguiera
gymnorrhiza
Aegiceras
corniculatum
Rhizophora
apiculata
Ceriops sp.
5
900
0.006
6.32911
2
0.200
20.00
22
7.0
380
900
1.8
20.0
46.3
4
900
0.004
5.06329
1
0.100
10.00
13
4.1
133
900
1.8
20.0
35.1
7
900
0.008
8.86076
3
0.300
30.00
25
8.0
491
900
1.8
20.0
58.9
57
900
0.063
72.1519
1
0.100
10.00
17
5.4
227
900
1.8
20.0
102.2
∑
79
100
10
1610
8.9
300.0
28
Stasiun
Transek
5
1
Spesies
A (m^2)
Di (ind/m^2)
RDi (%)
Pi
6
900
0.007
3.7037
Nypa fruticans
26
900
0.029
Rhyzopora apiculata
20
900
5
Ceriops sp.
105
∑
162
Bruguiera gymnorrhiza
Aegiceras corniculatum
2
3
Nypa fruticans
Ni
Fi
Rfi
Keliling
d
2
0.167
16.67
22
7.0
16.0494
2
0.167
16.67
22
0.022
2.22222
3
0.250
25.00
900
0.006
0.55556
2
0.167
900
0.117
11.6667
3
0.250
34.1975
12
BA
A
Ci
RCi
INP
380
900 1.8
20.0
40.4
7.0
380
900 1.8
20.0
52.7
25
8.0
491
900 1.8
20.0
47.2
16.67
13
4.1
133
900 1.8
20.0
37.2
25.00
17
5.4
227
900 1.8
20.0
56.7
1610
8.9
234.2
11
900
0.012
1.22222
2
0.167
16.67
22
7.0
380
900 1.8
20.0
37.9
Aegiceras corniculatum
4
900
0.004
0.44444
2
0.167
16.67
13
4.1
133
900 1.8
20.0
37.1
Bruguiera gymnorrhiza
6
900
0.007
0.66667
2
0.167
16.67
22
7.0
380
900 1.8
20.0
37.3
Ceriops sp.
52
900
0.058
5.77778
3
0.250
25.00
17
5.4
227
900 1.8
20.0
50.8
Rhizophora apiculata
24
900
0.027
2.66667
3
0.250
25.00
25
8.0
491
900
1.820.0
47.7
∑
97
10.7778
12
Rhizophora apiculata
70
900
0.078
7.77778
3
0.429
42.86
25
8.0
491
900
0.9
0.3
51.0
Ceriops sp.
20
900
0.022
2.22222
3
0.429
42.86
17
5.4
227
900
0.9
0.3
45.4
Derris trifoliata
10
900
0.011
1.11111
1
0.143
14.29
12
3.8
113
900
0.9
0.3
15.7
11.1111
7
∑
100
1610
831
8
2.8
210.8
112.1
29
Stasiun
Transek
6
1
Spesies
Di (ind/m^2)
RDi (%)
Pi
Fi
Rfi
Keliling
d
BA
A
Ci
RCi
INP
60
900
0.067
60
3
0.375
37.50
25
8.0
491
900
0.9
33.3
130.8
Ceriops sp.
23
900
0.026
23
3
0.