Analisis pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Lampung Timur

(1)

ANALISIS PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KAKAO

RAKYAT DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

JUNIALDI BAKTIAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat di Kabupaten Lampung Timur adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2008

JUNIALDI BAKTIAWAN NRP. A 353 060 314


(3)

ABSTRACT

JUNIALDI BAKTIAWAN. Analysis of Cocoa Smallholding Development in Lampung Timur Regency. Under the direction of WIDIATMAKA and SUNSUN SAEFULHAKIM.

Development of preeminent commodity of cocoa is one of Lampung Timur regency government’s strategy to improve society prosperity. To support the mentioned things, this research is conducted with purpose: determining suitability location for the development of cocoa crop based on land evaluation, analysing finansial and marketing feasibility of cocoa smallholding, analysing the determinant factors of performance improvement cocoa smallholding and it’s relation with region development performance by using Spacial Durbin Model Analysis. The research result showed that location which is able to be recomended for the development of cocoa crop in Lampung Timur is 104,685.42 ha. Financially, the enterpasing of cocoa smallholding in every land suitability class is feasible. From marketing side, market chain of cocoa in Lampung Timur is not efficient enough. The performance of cocoa smallholding in Lampung Timur especially productivity is influenced by agricultural agent, the availability of farmer group, productivity and area of cocoa in the neighbour village, and availability of agricultural infrastructure. Actually, performance of cocoa smallholding in Lampung Timur is not related with region development performance.


(4)

RINGKASAN

JUNIALDI BAKTIAWAN. Analisis Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat di Kabupaten Lampung Timur. Dibimbing oleh : WIDIATMAKA dan SUNSUN SAEFULHAKIM.

Pembangunan sub sektor perkebunan merupakan salah satu strategi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan sub sektor ini dapat dilakukan salah satunya dengan pengembangan perkebunan rakyat. Kakao merupakan salah satu komoditi perkebunan yang sangat potensial untuk dikembangkan saat ini. Di Kabupaten Lampung Timur, dengan potensi lahan kering yang luas dan adanya minat masyarakat yang tinggi akan tanaman kakao, perkebunan kakao rakyat sangat potensial dikembangkan. Karena itu diperlukan suatu analisis dalam rangka memberikan masukan dalam rangka perencanaan pengembangan perkebunan kakao di Kabupaten Lampung Timur.

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengevaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman kakao, (2) membuat lokasi arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat, (3) menganalisis kelayakan finansial pengusahaan kebun kakao rakyat pada tiap tingkat kesesuaian lahan, (4) menganalisis margin tata niaga dan integrasi pasar dalam saluran pemasaran biji kakao rakyat, (5) menganalisis faktor penentu kinerja pengusahaan kebun kakao rakyat dan keterkaitannya dengan pembangunan wilayah.

Data yang digunakan adalah data sekunder yang berupa data tabular dan peta-peta tematik digital yang berasal dari berbagai instansi pemerintah. Selain itu, digunakan juga data primer hasil wawancara dengan petani, pedagang pengumpul, dan exportir biji kakao. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, analisis data yang digunakan adalah (1) analisis Sistem Informasi Geografi (SIG), (2) analisis kelayakan finansial, (3) analisis pemasaran yaitu analisis margin pasar dan integrasi pasar (4) analisis statistika multivariate yaitu Principal Components Analysis (PCA) dan Cluster Analysis (CA), dan (5) analisis Spatial Durbin Models.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lahan di Kabupaten Lampung Timur sesuai untuk budidaya tanaman kakao. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan secara aktual, luasan untuk kelas cukup sesuai sebesar (S2) 85,696.45 ha (21.71%) dan kelas sesuai marginal (S3) seluas 166,646.37 ha (42.21%). Sedangkan secara potensial, luasan lahan yang sangat sesuai (S1) untuk pengembangan kakao seluas 2,789.35 ha (0.71%), kelas S2 seluas 111,750.93 ha (28.30%), dan kelas S3 seluas 137,801.94 ha (34.90%). Pengembangan tanaman kakao di Lampung Timur dapat diarahkan pada lahan seluas 104,685.42 ha (26.51%). Secara spasial lokasi arahan pengembangan tersebut menyebar di 23 kecamatan.

Pengusahaan perkebunan kakao rakyat di lahan arahan tersebut layak dan menguntungkan untuk dilakukan. Hal tersebut terlihat dari nilai NPV antara Rp.19,014,723 – Rp.31,990,514, nilai BCR antara 4–6, dan nilai IRR antara 20%-31% yang keseluruhan parameter tersebut dihitung berdasarkan discount faktor 17%. Namun yang merupakan permasalahan adalah kinerja pemasaran biji kakao di Lampung Timur yang cenderung belum efisien.


(5)

Hal tersebut ditunjukkan dengan besarnya share keuntungan yang masuk ke lembaga pemasaran yang terlibat (31.06%) dan tidak adanya keterpaduan harga pasar jangka panjang antara pasar tingkat petani dan tingkat eksportir (pedagang besar). Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh panjangnya rantai pemasaran yang ada dan adanya senjang informasi harga yang terjadi.

Dari analisis permodelan variabel kinerja pengusahaan perkebunan kakao rakyat, ditemukan bahwa peningkatan produktifitas dan luas kebun kakao ditentukan oleh ada tidaknya penyuluhan, ketersediaan sarana dan prasarana pertanian, produktifitas dan luas kebun daerah yang berdekatan, dan interaksi keberadaan kelompok tani dan penyuluh. Kinerja pengusahaan perkebunan kakao rakyat belum memiliki keterkaitan dengan kinerja pembangunan daerah di Lampung Timur. Hal ini diperkirakan terjadi karena luasan kebun kakao masih belum terlalu luas sehingga belum dapat menggambarkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Di samping itu, belum adanya industri pengolahan yang berkembang membuat biji kakao di jual ke luar daerah dalam bentuk bahan mentah. Akibatnya perkebunan kakao rakyat belum memiliki nilai tambah bagi pembangunan daerah, khususnya masyarakat di sekitar kebun.


(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a.

Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah

b.

Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh


(7)

ANALISIS PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KAKAO

RAKYAT DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

JUNIALDI BAKTIAWAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(8)

Lampung Timur. Nama : Junialdi Baktiawan NRP : A 353060314

Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Widiatmaka, DAA Ketua

Dr. Ir. H.R. Sunsun Saefulhakim, M. Agr Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Ilmu Perencanaan Wilayah,

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: 21 Januari 2008

Tanggal Lulus:


(9)

!

"# $

%$ & '

%

($ # ) *

!+&

'

$

!

, *

!+

'

)(-)($. )

%)$ -

(

(#

$)

-)($%


(10)

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah suatu pendekatan dalam perencanaan pengembangan perkebunan kakao rakyat. Tema ini penulis angkat karena penulis melihat adanya kecendrungan masyarakat yang tinggi untuk membudidayakan tanaman kakao di Lampung Timur. Untuk itu, karya ilmiah ini diberi judul Analisis Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat di Kabupaten Lampung Timur.

Sebagai salah seorang staf di Dinas Perkebunan dan Kehutanan Lampung Timur, penulis merasa bertanggungjawab untuk memberikan sumbangan pemikiran yang konstruktif bagi kemajuan daerah khususnya berkaitan dengan masalah perkebunan rakyat. Berbekal pendidikan yang penulis peroleh, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para perumus kebijakan pembangunan di Kabupaten Lampung Timur dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Widiatmaka, DAA dan Bapak Dr. Ir. H. R. Sunsun Saefulhakim, M. Agr sebagai pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si sebagai penguji luar komisi.

2. Segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB;

3. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan bagi penulis;

4. Bupati Kabupaten Lampung Timur yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan tugas belajar;

5. Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Lampung Timur dan staf yang telah memberikan kemudahan selama proses penelitian;

6. Rekan-rekan PWL 2006 yang selalu kompak dan solid.

Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada istri tercinta serta ayah dan ibu yang selalu sabar dan setia, sehingga memberikan kekuatan tersendiri bagi penulis dalam menyelesaikan studi ini walau jarak memisahkan kita. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan karunia atas segala pengorbanan yang ada.

Tak ada gading yang tak retak, mohon maaf apabila terdapat kekhilafan dalam karya ilmiah ini dan semoga bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Bogor, Januari 2008


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 26 Juni 1979 dari seorang Ayah yang bernama Azwar Musrady dan Ibu yang bernama Asni Herawati. Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara.

Tahun 1997 penulis lulus dari SMA Negeri I Curup, Bengkulu dan pada tahun yang sama diterima di Universitas Lampung (Unila) melalui jalur UMPTN. Di Unila penulis mengambil Fakultas Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian dan lulus dengan gelar SP pada tahun 2002. Tahun 2006 penulis diterima di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Pusbindiklatren Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Selesai S-1 penulis bekerja sebagai PNS dan di tempatkan di Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Lampung Timur sampai saat ini. Sejak ditempatkan hingga saat ini penulis adalah staf pada Sub Dinas Produksi di Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Lampung Timur.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ……… DAFTAR GAMBAR ………... DAFTAR LAMPIRAN ………....

iii iv vi PENDAHULUAN

Latar Belakang ……….………..…... 1

Perumusan Masalah ……….…..…... 4

Tujuan Penelitian ………... 7

Manfaat Penelitian ………... 8

TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan Ekonomi Wilayah …….………..…... 9

Prospek Pengembangan Tanaman Kakao..…... 10

Evaluasi Kesesuaian Lahan….. ………... 13

Kelayakan Finansial Usaha Tani... 16

Kelayakan Pemasaran.... ………....……….. 17

Sistem Informasi Geografi...………....……….. 20

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran ………. 22

Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 25

Pengumpulan Data ….……….………... 25

Analisis Data ………... 27

Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kakao …... 27

Analisis Lokasi Arahan Pengembangan Perkebunan Kakao... 28

Analisis Kelayakan Finansial... 30

Analisis Margin Tata Niaga ... 32

Analisis Keterpaduan Pasar ... 33

Analisis Indeks Komposit Kinerja Pengusahaan Perkebunan Kakao Rakyat dan Kinerja Pembangunan Daerah ..…... 35 Analisis Tipologi Wilayah Berdasarkan Kinerja Pengusahaan Perkebunan Kakao Rakyat dan Kinerja Pembangunan Daerah ... 37 Analisis Faktor Penentu Kinerja Pengusahaan Perkebunan Kakao Rakyat dan Keterkaitannya dengan Kinerja Pembangunan... 38 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografi ...………... 42

Satuan Wilayah Administrasi ... 42

Geologi dan Bahan Induk ... 42

Bentuk Lahan ... 43

Topografi ... 45

Jenis Tanah ... 46


(13)

ii

Demografi ... 47

Perekonomian ... 49

Penggunaan Lahan ... 52

Komoditas Pertanian Utama ... 52

Peranan Subsektor Perkebunan... 54

Perkembangan Perkebunan Kakao Rakyat ... 55

Karakteristik Usaha Tani Kakao ... 58

HASIL DAN PEMBAHASAN Persebaran Lahan Sesuai untuk Tanaman Kakao ... 60

Persebaran Lokasi Arahan Pengembangan Tanaman Kakao... 69

Kelayakan Finansial Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat ... 73

Pemasaran Kakao Rakyat ... 77

Margin Pemasaran ... 79

Integrasi Pasar ... 83

Indeks Komposit Kinerja Pembangunan Daerah dan Pengusahaan Kebun Kakao Rakyat... 86 Indeks Komposit Kinerja Pembangunan Daerah... 86

Indeks Komposit Kinerja Pengusahaan Kebun Kakao Rakyat... 89

Tipologi Wilayah Berdasarkan Kinerja Pembangunan Daerah dan Kinerja Pengusahaan Kebun Kakao Rakyat... 91 Tipologi Wilayah Berdasarkan Kinerja Pembangunan Daerah ... 91

Tipologi Wilayah Berdasarkan Kinerja Pengusahaan Kebun Kakao Rakyat ... 95 Faktor Penentu Kinerja Pengusahaan Kebun Kakao Rakyat ... 98

Keterkaitan antara Kinerja Pengusahaan Kebun Kakao Rakyat dengan Kinerja Pembangunan Daerah... 102 Pembahasan Umum dan Implikasi Kebijakan ... 104

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 107

Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 109


(14)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Kelayakan investasi usaha tani komoditi perkebunan utama di Lampung Timur ...……...

2 2. Nilai ekspor Kabupaten Lampung Timur tahun

2005...……... 3 3. Penilaian kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi oleh FAO (1983)

...

15

4. Jenis dan sumber data penelitian ………... 26

5. Kriteria penentuan arahan pengembangan tanaman kakao di Lampung Timur ... 29 6. Pembagian prioritas lokasi arahan pengembangan tanaman kakao di Lampung Timur.……….. 29 7. Variabel kinerja pengusahaan kebun kakao rakyat ... 36

8. Variabel kinerja pembangunan daerah ... 37

9. Rancangan Contiguity Matrix W terhadap ketetanggaan... 40

10. Bentuk lahan di Kabupaten Lampung Timur ……….. 45

11. Kelas lereng beserta luasannya di Kabupaten Lampung Timur………… 46

12. Jenis tanah di daerah Kabupaten Lampung Timur………... 46

13. Jumlah dan persentase penduduk menurut kelompok usia dan angka beban ketergantungan, tahun 2004 -2005 ………. 48 14. Perkembangan persentase penduduk usia kerja yang bekerja menurut lapangan usaha utama di Kabupaten Lampung Timur tahun 2002– 2005……… 49 15. Kontribusi sektoral terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Lampung Timur tahun 2002-2006 (persen)………... 51 16. Penggunaan lahan Kabupaten Lampung Timur tahun 2004 ... 52 17. Luas panen dan produksi tanaman pangan Kabupaten Lampung Timur

tahun 2005... 53 18. Luas area dan produksi tanaman perkebunan Kabupaten Lampung

Timur tahun 2005...

53 19. Luas areal, produksi, dan produktifitas perkebunan kakao pada beberapa

Kabupaten di Propinsi Lampung tahun 2006………... 56 20. Perkembangan luas areal, produksi, dan produktifitas perkebunan kakao

rakyat di Kabupaten Lampung Timur tahun 2002 - 2006 ………. 56 21. Pertumbuhan luas areal, produksi, dan produktifitas perkebunan kakao 58


(15)

iv rakyat di Kabupaten Lampung Timur tahun 2003 – 2006………...…….. 22. Kecamatan-kecamatan sentra perkebunan kakao rakyat di Lampung

Timur ……….. .

58 23. Karakteristik usahatani kakao rakyat di Kabupaten Lampung Timur

tahun 2007 ………... 59 24. Kelas dan sub kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kakao pada

masing-masing satuan lahan di Kabupaten Lampung Timur …………...

61 25. Luasan kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kakao pada

masing-masing kecamatan di Kabupaten Lampung Timur ...

62 26. Kelas dan sub kelas kesesuaian lahan potensial untuk tanaman kakao

pada masing-masing satuan lahan di Kabupaten Lampung Timur...

65 27. Luasan kelas kesesuaian lahan potensial untuk tanaman kakao

pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Lampung Timur ...

66 28. Luasan lokasi arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat

beserta pemprioritasannya di Kabupaten Lampung Timur…………...

71 29. Analisis kelayakan finansial (NPV, BCR, dan IRR) perkebunan

kakao rakyat di Kabupaten Lampung Timur ………..

73 30. Kelayakan investasi usaha tani komoditi kelapa dan lada di

Lampung Timur ………..

76 31. Matrik keragaan pasar kakao rakyat di Kabupaten Lampung Timur

tahun 2007 ...

81 32. Nilai margin dan persentase margin penjualan per kilogram biji

kakao asalan pada masing-masing pelaku pasar dan saluran

pemasaran kakao rakyat di Lampung Timur tahun 2007...

82

33. Hasil dugaan parameter keterpaduan pasar kakao rakyat di Kabupaten Lampung Timur ...

83 34. Nilai faktor loading variabel kinerja pembangunan daerah Kabupaten

Lampung Timur ………..

88 35. Nilai faktor loading variabel kinerja pengusahaan perkebunan kakao

rakyat Kabupaten Lampung Timur………..

90 36. Karakteristik masing-masing tipologi wilayah berdasarkan kinerja

pembangunan daerah ………...

93 37. Karakteristik masing-masing tipologi wilayah berdasarkan kinerja

pengusahaan kebun kakao rakyat ………


(16)

DAFTAR GAMBAR

N o

Teks Halama

n 1. Perkembangan produksi, ekspor, dan impor kakao

Indonesia...

12

2. Kerangka pikir penelitian

...………….…..………

24 3. Kerangka analisis Penelitian

...…..…...

41 4. Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Lampung Timur menurut

lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 tahun 2002-2006 ...

51

5. Persentase nilai PDRB per subsektor Kabupaten Lampung Timur tahun 2002-2006

………...

55

6. Pertumbuhan luasan tanaman perkebunan utama di Lampung Timur……… …….

57

7. Peta kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kakao di Kabupaten Lampung

Timur………

63

8. Peta kesesuaian lahan potensial untuk tanaman kakao di Kabupaten Lampung

Timur...

68

9. Peta lokasi arahan pengembangan tanaman kakao di Lampung Timur……... ...

72

10 .

Saluran pemasaran biji kakao rakyat di Kabupaten Lampung Timur..

79

11 .

Screeplot eigenvalue variabel kinerja pembangunan daerah …………...

87

12 .

Screeplot eigenvalue variabel kinerja pengusahaan perkebunan kakao rakyat

………...

90

13 .

Grafik nilai tengah masing-masing variabel tipologi kinerja pembangunan daerah

………...

92


(17)

vi . Kabupaten Lampung Timur

... 15

.

Grafik nilai tengah masing-masing variabel tipologi kinerja pengusahaan perkebunan kakao rakyat

………....

95

16 .

Peta konfigurasi spasial tipologi kinerja pengusahaan kebun kakao rakyat di Kabupaten Lampung Timur

……….

97

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks Halaman

1. Peta Adiministrasi Kabupaten Lampung Timur ... 113

2. Peta RTRW Kabupaten Lampung Timur ……… 114

3. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Lampung Timur ... 115

4. Peta Satuan Lahan Kabupaten Lampung Timur ... 116

5. Distribusi PDRB Kabupaten Lampung Timur menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku tahun 2002-2006 (persen)………. 117 6. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lampung Timur menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 tahun 2002-2006 (persen)……… 118 7. Kondisi curah hujan dan hari hujan pada beberapa stasiun pengamatan di Kabupaten Lampung Timur,tahun 2005 ……… 119 8. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kakao (Theobroma cacao L.)……….. 120 9. Legenda Peta Satuan Lahan Kabupaten Lampung Timur ………... 121

10. Penilaian kelas kesesuaian lahan pada masing-masing satuan lahan... 123 11. Luas lahan arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat pada tiap

desa………... ………... 125 12. Analisis kelayakan investasi tanaman kakao (1 ha) di lahan kelas 129


(18)

kesesuaian S2 ……….. 13. Analisis kelayakan investasi tanaman kakao (1 ha) di lahan kelas

kesesuaian S3 ……….. 130 14. Perbandingan rataan dan koefisien keragaman komponen input dan

output pengusahaan kebun kakao rakyat untuk luasan 1 ha pada kelas kesesuaian lahan S2 dan S3 ...

131

15. Data untuk analisis keterpaduan pasar kakao rakyat di Lampung Timur……….

132 16. Hasil regresi untuk menghitung indek keterpaduan pasar kakao

di Kabupaten Lampung Timur, tahun 2007………... 133 17. Faktor skor masing-masing indeks komposit kinerja pengusahaan

kebun kakao rakyat ………. 134 18. Faktor skor masing-masing indeks komposit kinerja pembangunan

wilayah ……….... 139 19 Keterangan simbol masing-masing variabel yang digunakan dalam

permodelan………... 144 20 Rancangan model………. 146 21 Hasil uji model………. 148 22. Anggota masing-masing tipologi/cluster wilayah berdasarkan

kinerja pembangunan wilayah dan kinerja pengusahaan perkebunan kakao rakyat ………


(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkebunan secara nasional merupakan subsektor pertanian yang cukup strategis. Perkembangan subsektor ini menjadikannya sebagai salah satu andalan perekonomian Indonesia. Subsektor ini mampu berkembang terus walaupun krisis ekonomi melanda Indonesia beberapa tahun silam. Dari tahun 1998 sampai 2004 subsektor perkebunan terus berkembang dengan peningkatan luas lahan dan produktifitas masing-masing sebesar 2.15% dan 5.6% per tahun. Kontribusi terhadap nilai ekspor juga terus meningkat yaitu sebesar 4.39% per tahun (Bappenas, 2005).

Peran subsektor perkebunan sebenarnya jauh lebih besar karena mempunyai keterkaitan yang erat dengan sektor industri yang menjadi sub sistem tengah dan hilirnya sehingga berpotensi meningkatkan nilai tambah. Dengan keterkaitan ini subsektor perkebunan dapat mengatasi permasalahan ketenagakerjaan, pangan dan perekonomian daerah. Peran penting lain subsektor perkebunan adalah sebagai basis pengembangan ekonomi rakyat di seluruh wilayah Indonesia termasuk di wilayah marginal, pedesaan dan terpencil, sehingga berperan dalam pengembangan daerah tertinggal dan mengurangi kesenjangan pembangunan.

Kakao merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai kontribusi besar bagi sektor pertanian. Perkebunan kakao, selain banyak menyerap tenaga kerja juga banyak menghasilkan devisa bagi pemerintah. Dengan posisi Indonesia yang merupakan produsen utama dunia (nomor tiga setelah Ghana dan Pantai Gading), komoditi ini telah menyumbangkan devisa sebesar US $ 488 Juta pada tahun 2005 yang merupakan perolehan devisa ketiga terbesar di sektor perkebunan setelah komoditi sawit dan karet (Ditjenbun, 2007). Oleh karena itu pemerintah memberikan perhatian yang besar terhadap komoditas tersebut.

Bentuk dukungan pemerintah untuk pengembangan kakao di Indonesia pada saat ini direalisasikan dalam Program Revitalisasi Perkebunan. Program tersebut merupakan tindak lanjut kebijakan pemerintah tentang Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan oleh Presiden RI pada bulan Juni 2005 di Jatiluhur, Jawa Barat. Kegiatan dalam program revitalisasi perkebunan meliputi perluasan, peremajaan dan rehabilitasi perkebunan rakyat,


(20)

dimana untuk komoditi kakao akan mencakup areal pengembangan 200 ribu hektar yang meliputi perluasan 110 ribu hektar, peremajaan 54 ribu hektar, dan rehabilitasi 36 ribu hektar untuk seluruh Indonesia (Ditjenbun, 2007).

Pilihan komoditi kakao (disamping kelapa sawit dan karet) dalam program Revitalisasi Perkebunan didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain: (1) komoditi yang dikembangkan mempunyai peranan yang sangat strategis sebagai sumber pendapatan masyarakat, (2) komoditi yang dikembangkan mempunyai prospek pasar, baik pasar dalam negeri maupun ekspor, (3) mampu menyerap tenaga kerja baru, serta (4) mempunyai peranan dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup (Ditjenbun, 2007). Uraian diatas menunjukkan bahwa pengembangan komoditi kakao cukup prospektif dan juga sangat mendukung dalam pembangunan wilayah serta aspek pelestarian lingkungan.

Di Kabupaten Lampung Timur, tanaman kakao merupakan tanaman unggulan perkebunan disamping kelapa dan lada. Lampung Timur merupakan salah satu sentra pengembangan kakao di Propinsi Lampung di samping Kabupaten Lampung Selatan dan Tanggamus. Dibandingkan tanaman kelapa dan lada, pertumbuhan luasan kakao di Lampung Timur sejak tahun 2002 sampai 2006 jauh lebih baik. Pertumbuhan luasan tanaman kakao mencapai 71.68% sedangkan pertumbuhan luasan tanaman kelapa – 5.57% dan pertumbuhan luasan tanaman lada hanya 5.12 %. Hal ini menunjukkan bahwa minat masyarakat untuk mengembangkan tanaman kakao lebih baik dibandingkan tanaman kelapa dan lada.

Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lampung Timur (2006), perbandingan kelayakan investasi usaha tani tiga komoditas perkebunan utama di Lampung Timur yaitu kelapa, lada, dan kakao (dihitung pada tingkat diskon faktor 17 % dengan tingkat teknologi yang ada pada petani) adalah sebagai berikut :

Tabel 1 Kelayakan investasi usaha tani komoditi perkebunan utama di Lampung Timur

No Komoditi NPV (Rp.) IRR (%) B/C ratio Payback Periode

1 Kelapa 8,329,178.26 18 7.30 11 tahun, 2 bulan.

2 Lada 14,211,240.67 19 3.35 7 tahun, 1 bulan.

3 Kakao 30,664,785.30 30 4.72 4 tahun, 4 bulan.


(21)

3 Dari tabel tersebut terlihat bahwa tanaman kakao memiliki kelayakan investasi yang lebih menguntungkan dibandingkan tanaman kelapa dan lada.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung Timur (2007), saat ini luasan tanaman kakao di Lampung Timur mencapai 9,749.50 ha, yang merupakan luasan terluas ketiga setelah tanaman kelapa dan lada. Produktifitas rata-rata kakao rakyat di Lampung Timur berkisar 972.73 kg per ha. Produktifitas tersebut diatas rata-rata produktifitas propinsi dan nasional yang masing-masing adalah sebesar 913 kg per ha dan 642 kg per ha (Dinas Perkebunan Propinsi Lampung, 2007), namun masih jauh dibawah produktifitas potensial tanaman kakao yang menurut Spiliane (1995) dapat mencapai 2000 kg per ha.

Pada tahun 2003, ekspor komoditi kakao Kabupaten Lampung Timur mencapai US$ 4.6 juta dengan volume ekspor mencapai 3,153.60 ton sedangkan tahun 2005 mencapai US$ 13.7 juta dengan volume ekspor mencapai 10,466.24 ton (BPS Lampung Timur, 2006). Selain itu, nilai ekspor komoditi kakao tahun 2005 menunjukkan nilai tertinggi dibandingkan komoditi lain (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa komoditi kakao merupakan komoditi yang memiliki peran besar dalam pembangunan ekonomi di Lampung Timur.

Tabel 2 Nilai ekspor Kabupaten Lampung Timur tahun 2005

No. Komoditi Nilai Ekspor (US$)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Lada Hitam Kopi Robusta Kakao Pisang segar Cabe Jawa Kayu manis Pinang Jahe

Bungkil Kopra MSG

Tapioka

7,468,511 1,166,426 13,770,480 1,828,494 27,793 1,996 45,785 51,582 286,185 12,181,142 3,861,493

Sumber : BPS Kab. Lampung Timur, 2006.

Keberhasilan pengusahaan tanaman kakao di Lampung Timur semakin terbukti dengan keberhasilan petani di Desa Labuhan Ratu IV menjalin kemitraan dengan PT Delfi, perusahaan produksi makanan yang berpusat di Tanggerang. Sebagai tahap awal, mulai bulan Juni tahun 2007, perusahaan tersebut siap


(22)

membeli biji kakao fermentasi dengan kuota 500 ton per bulan (Radar Lampung, 2007). Keberhasilan ini tidak terlepas dari dukungan pembinaan Badan Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung (BPTP) Lampung yang telah melakukan program Primatani Kakao sejak tahun 2005. Dukungan lain yang diberikan oleh BPTP berupa pendirian Laboratorium Agrobisnis Primatani Lahan Kering Dataran Rendah Iklim Basah di desa Labuhan Ratu IV yang merupakan sarana penunjang Program Primatani Kakao di desa tersebut.

Melihat minat masyarakat yang tinggi dan prospek pasar yang baik bagi komoditi kakao, serta didukung dengan kebijakan pemerintah yang memadai memungkinkan untuk dilakukannya pengembangan komoditas kakao lebih luas di Lampung Timur.

Rumusan Masalah

Di Kabupaten Lampung Timur, sektor pertanian merupakan sektor basis. Sektor ini menyumbang PDRB terbesar dibanding sektor lain dalam beberapa tahun terakhir. Disamping itu sektor ini juga menyerap jumlah tenaga kerja terbanyak, yaitu sebesar 462,708 jiwa atau 64.95 % dari jumlah angkatan kerja pada tahun 2005 (BPS Lampung Timur, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa sektor ini merupakan sektor yang sangat penting bagi perkembangan wilayah Kabupaten Lampung Timur, karena sebagian besar masyarakat menggantungkan hidupnya pada sektor ini.

Dari sektor pertanian, kontribusi PDRB terbesar didapatkan dari sub sektor tanaman bahan makanan, perikanan, dan perkebunan. Masing-masing subsektor tersebut merupakan subsektor prioritas bagi pemerintah daerah Lampung Timur untuk terus dikembangkan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan jumlah penduduk miskin sebesar 262,784 orang atau 27.49 % dari jumlah penduduk Lampung Timur (BPS Propinsi Lampung, 2006), yang umumnya tinggal di pedesaan, maka pembangunan sektor pertanian melalui ketiga subsektor diatas diharapkan dapat memacu kegiatan ekonomi masyarakat sehingga dapat menekan atau menghilangkan angka kemiskinan tersebut.

Subsektor perkebunan sejak dahulu telah berkembang di Lampung Timur. Sebagian besar perkebunan di Lampung Timur merupakan perkebunan rakyat dengan luas total 48,747 ha dengan jumlah petani pekebun 72,176 kepala keluarga


(23)

5 (Dinas Perkebunan Propinsi Lampung, 2006). Kontribusi sektor ini terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Lampung Timur tahun 2005 sebesar 7.14 % dan merupakan sektor kelima terbesar penyumbang PDRB (BPS Lampung Timur, 2006). Dengan luasan lahan kering yang lebih dominan dibandingkan lahan basah (98.921 ha), maka subsektor perkebunan merupakan salah satu potensi dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu, tanaman perkebunan memiliki kelebihan karena merupakan tanaman tahunan yang hanya memerlukan modal pada awal pembukaan kebun, yang selanjutnya hanya dibutuhkan perawatan tanaman sampai umur produktif, sedangkan produksi yang dihasilkan dapat mencapai puluhan tahun, tentu saja sangat membantu petani dalam peningkatan pendapatannya.

Komoditi perkebunan yang cukup pesat perkembangannya saat ini dan memiliki prospek pasar yang baik di Lampung Timur adalah tanaman kakao. Harga jual yang tinggi dan stabil beberapa tahun terakhir membuat tingginya minat masyarakat membudidayakan tanaman kakao di Lampung Timur. Hampir sebagian besar lahan pekarangan dan kebun masyarakat di tanami tanaman kakao. Lampung Timur yang dahulu merupakan sentra lada, berlahan-lahan berubah menjadi sentra kakao. Banyak lahan-lahan yang tidak produktif atau kebun-kebun lada yang telah tua diganti dengan tanaman kakao.

Untuk menghindari agar masyarakat tidak dirugikan dengan menanan tanaman kakao di lokasi yang tidak sesuai dengan kriteria tumbuh tanaman (biofisik), aspek spasial (tata ruang), dan aspek ekonomi, maka diperlukan arahan bagi masyarakat dalam memilih lokasi yang tepat untuk budidaya tanaman tersebut. Dengan pemilihan lokasi yang tepat, produk yang dihasilkan akan maksimal dan akan berkorelasi dengan keuntungan yang didapat. Untuk itu, yang menjadi pertanyaan adalah dimanakah lokasi pengembangan tanaman kakao yang sesuai dan tersedia di Lampung Timur? Dengan diketahuinya lokasi-lokasi yang sesuai, maka diharapkan peluang keberhasilan pengusahaan kebun kakao rakyat akan lebih besar dan tentunya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Di samping lokasi yang memenuhi persyaratan tumbuh tanaman, faktor kelayakan usaha juga merupakan hal yang perlu diperhatikan. Aspek keuntungan finansial merupakan suatu keharusan dalam pengusahaan suatu tanaman. Tak


(24)

jarang petani menanam suatu tanaman hanya menghasilkan keuntungan yang kecil atau hanya memperoleh pengembalian modal bahkan ada yang rugi. Hal tersebut dikarenakan belum adanya perhitungan yang matang oleh petani dalam merencanakan pengusahaan kebunnya baik aspek budidaya maupun aspek pasar. Karena itu perlu diketahui apakah kondisi perkebunan kakao rakyat di Lampung Timur saat ini telah memberikan keuntungan yang sesuai bagi modal yang telah dikeluarkan petani. Hal tersebut terutama bagi petani yang menanam tanaman kakaonya di daerah yang memiliki tingkat kesuburan yang sedang hingga marginal bagi tanaman kakao. Untuk itu yang menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah kelayakan finansial pengusahaan perkebunan kakao rakyat pada tiap tingkat kelas kesesuaian lahan?

Aspek pasar merupakan salah satu faktor penentu bagi keberhasilan pengusahaan kebun kakao rakyat. Untuk komoditi kakao, kebutuhan dunia yang cenderung terus meningkat mengakibatkan harga kakao cukup stabil dan cendrung meningkat. Beberapa bulan terakhir harga kakao di tingkat petani mencapai harga yang paling tinggi dalam beberapa tahun terakhir yaitu sebesar Rp. 11,000 – 13,000. Petani juga tidak mengalami kesulitan dalam penjualan biji kakao karena pedagang pengumpul cukup banyak yang mendatangi petani untuk membeli biji kakaonya. Permasalahannya adalah apakah rantai pemasaran biji kakao oleh petani di Lampung Timur saat ini telah efisien? Efisien dalam arti apakah keuntungan yang didapatkan petani (farmer share) cukup sebanding/sesuai dengan modal atau pengorbanan yang dikeluarkan petani dan apakah harga di tingkat petani mempunyai keterpaduan yang tinggi dengan harga di level eksportir? Bila belum efisien, faktor apa yang menyebabkannya dan apa alternatif pemecahan masalah tersebut sehingga rantai pemasaran biji kakao di Lampung Timur menjadi lebih efisien.

Pengembangan tanaman kakao di Lampung Timur diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan kerjasama berbagai pihak dalam rangka mengembangkan dan mendorong peningkatan kinerja pengusahaan perkebunan kakao rakyat di Lampung Timur. Sebagai langkah awal maka perlu diidentifikasi faktor-faktor kewilayahan apa yang menentukan kinerja pengusahaan kebun kakao rakyat. Dengan diketahuinya


(25)

7 faktor-faktor penentu tersebut diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah dalam mendukung pengembangan tanaman kakao di Lampung Timur sekaligus menjadi suatu arahan yang menunjukkan daerah-daerah yang prospektif untuk dikembangkan. Disamping itu dengan masih tingginya angka kemiskinan di Lampung Timur, diharapkan dengan pengembangan tanaman kakao menjadi salah satu solusi dalam pengentasan kemiskinan. Untuk itu perlu dianalisis apakah sejauh ini terdapat keterkaitan antara pengusahaan perkebunan kakao dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat (kinerja pembangunan daerah).

Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan beberapa masalah penelitian ini dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Dimanakah lokasi pengembangan tanaman kakao yang sesuai berdasarkan aspek fisik lahan dan spasial?

2. Bagaimanakah kelayakan finansial pengusahaan kebun kakao rakyat pada tiap kelas kesesuaian lahan?

3. Bagaimanakah efisiensi kelembagaan pemasaran kakao rakyat?

4. Apakah faktor-faktor penentu kinerja pengusahaan perkebunan kakao rakyat? 5. Apakah kinerja pengusahaan perkebunan kakao rakyat mempunyai keterkaitan

dengan kinerja pembangunan daerah ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengevaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman kakao.

2. Membuat lokasi arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat.

3. Menganalisis kelayakan finansial pengusahaan kebun kakao rakyat pada tiap tingkat kesesuaian lahan.

4. Menganalisis margin tata niaga dan integrasi pasar dalam saluran pemasaran biji kakao rakyat.

5. Menganalisis indeks komposit dan membuat tipologi wilayah berdasarkan kinerja pengusahaan kebun kakao rakyat dan kinerja pembangunan daerah. 6. Menganalisis faktor penentu kinerja pengusahaan kebun kakao rakyat dan


(26)

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai masukan bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan pengembangan perkebunan kakao di Lampung Timur sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani kakao khususnya dan peningkatan ekonomi daerah umumnya. Di samping itu juga sebagai penambah khasanah ilmu pengetahuan dalam pengembangan kawasan khususnya sektor perkebunan.


(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Pembangunan Ekonomi Wilayah

Secara filosofis proses pembangunan dapat diartikan sebagai “upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik” (Rustiadi et al., 2006). Pembangunan juga dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi. Sedangkan menurut Todaro (2000) dalam Rustiadi et al. (2006), pembangunan harus memenuhi tiga komponen dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis dalam memahami pembangunan yang paling hakiki yaitu kecukupan (sustenance) memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri atau jatidiri (self–esteem) serta kebebasan (freedom) untuk memilih.

Menurut Arsyad (1996), pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan kualitas hidup masyarakatnya. Pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana terjadi saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkannya. Pembangunan ekonomi tersebut harus dapat diidentifikasi dan dianalisis dengan seksama sehingga diketahui tuntutan peristiwa yang timbul sehingga akan mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat dari suatu tahap pembangunan ke tahap pembangunan berikutnya. Anwar (2001b) berpendapat bahwa paradigma pembangunan ekonomi wilayah seharusnya lebih mengarah kepada penguatan basis ekonomi yang memiliki prinsip keseimbangan (equity) yang mendukung pertumbuhan ekonomi (eficiency), dan keberlanjutan (sustainability). Pembangunan ekonomi wilayah seyogyanya juga dilakukan dengan menggunakan paradigma baru melalui pembangunan yang berbasis lokal (local community-based economy) dan sumber daya domestik. Anwar (1999) menekankan agar pembangunan ekonomi wilayah harus berorientasi pada peningkatan kesempatan kerja, penurunan kesenjangan antara produktivitas sektor pertanian dan nonpertanian, serta menciptakan “social safety net” / kebutuhan


(28)

dasar bagi golongan miskin terlemah dan membantu mereka melalui program-program padat karya (food for work program-programs).

Keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok, yaitu 1) berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (basic needs), 2) meningkatkan rasa harga diri (self esteem), masyarakat sebagai manusia, dan 3) meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom from servitude) yang merupakan salah satu hak asasi manusia.

Prospek Pengembangan Tanaman Kakao

Perkebunan kakao Indonesia mengalami perkembangan pesat sejak awal tahun 1980-an. Pada tahun 2002, areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 914,051 ha dimana sebagian besar (87.4%) dikelola oleh rakyat dan selebihnya merupakan perkebunan besar negara (6.0% ) dan perkebunan besar swasta (6.7%) (Balitbangtan, 2005). Keberhasilan perluasan areal tersebut telah memberikan hasil nyata bagi peningkatan pangsa pasar kakao Indonesia di kancah perkakaoan dunia. Indonesia berhasil menempatkan diri sebagai produsen kakao terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading (Cote d'Ivoire) pada tahun 2002, walaupun kembali tergeser ke posisi ketiga oleh Ghana pada tahun 2003. Tergesernya posisi Indonesia tersebut salah satunya disebabkan oleh makin mengganasnya serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK). Di samping itu, perkakaoan Indonesia dihadapkan pada beberapa permasalahan antara lain mutu produk yang masih rendah dan masih belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao. Hal ini menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao.

Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia dimana bila dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari Ghana. Kelebihan kakao Indonesia yang lain adalah tidak mudah meleleh sehingga cocok bila dipakai untuk blending (Balitbangtan, 2005). Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang pasar kakao Indonesia cukup terbuka baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Dengan kata lain, potensi untuk menggunakan industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka.


(29)

11

Mencermati sejauh mana peluang yang dimiliki Indonesia untuk menjadi produsen kakao terkemuka dunia, beberapa keunggulan komparatif pengusahaan kakao yang dimiliki Indonesia dibanding negara produsen kakao lainnya seperti Afrika dan Amerika Latin antara lain : (1) lahan pengembangan yang masih terbuka lebar, (2) jumlah tenaga kerja melimpah, (3) secara geografis Indonesia terletak pada posisi strategis karena dekat dengan negara tujuan ekspor sehingga biaya transportasi jauh lebih murah, dan (4) sistem politik luar negeri bebas aktif memudahkan Indonesia menembus pasar ke negara-negara pengimpor (Husain, 2006). Di samping itu, berkaca dari keberhasilan pengembangan tanaman kakao di pulau Sulawesi yang cukup mengejutkan dunia dalam periode 1980 – 1994, Akiyama dan Nishio (1997) menyatakan bahwa keberhasilan pengembangan tanaman kakao di pulau tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu ketersediaan lahan yang sesuai, biaya produksi yang rendah, sistem pasar dengan kompetisi tinggi, infrastruktur transportasi yang mendukung, kebijakan makro ekonomi yang mendukung, dan adanya kewirausahaan petani kecil. Untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen kakao terkemuka di dunia, faktor-faktor keberhasilan diatas bukanlah hal sulit untuk diterapkan di daerah lain. Tentunya diperlukan dukungan semua pihak terutama pemerintah untuk mewujudkannya.

Indonesia sebenarnya berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia, apabila berbagai permasalahan utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi dan agribisnis kakao dikembangkan dan dikelola secara baik. Menurut Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2005), Indonesia masih memiliki lahan potensial yang cukup besar untuk pengembangan kakao yaitu lebih dari 6.2 juta ha terutama di Irian Jaya, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Maluku dan Sulawesi Tenggara. Di samping itu kebun yang telah dibangun masih berpeluang untuk ditingkatkan produktivitasnya karena produktivitas rata-rata saat ini kurang dari 50% potensinya. Di sisi lain situasi perkakaoan dunia beberapa tahun terakhir sering mengalami defisit, sehingga harga kakao dunia stabil pada tingkat yang tinggi. Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik untuk segera dimanfaatkan. Upaya peningkatan produksi kakao mempunyai arti yang strategis karena pasar ekspor biji kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik masih belum tergarap. Dengan kondisi harga kakao dunia yang


(30)

relatif stabil dan cukup tinggi maka perluasan areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan akan terus berlanjut dan hal ini perlu mendapat dukungan agar kebun yang berhasil dibangun dapat memberikan produktivitas yang tinggi.

Produksi kakao Indonesia sebagian besar diekspor dan hanya sebagian kecil yang digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Produk yang diekspor sebagian besar (78.5%) dalam bentuk biji kering (produk primer) dan hanya sebagian kecil (21.5%) dalam bentuk hasil olahan. Tujuan utama ekspor kakao Indonesia adalah Amerika Serikat, Malaysia, Brazil dan Singapura. Perkembangan produksi, ekspor dan impor kakao Indonesia dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1 Perkembangan produksi, ekspor, dan impor kakao Indonesia (Sumber Balitbangtan, 2005).

Pada gambar diatas tampak bahwa volume produksi dan ekspor kakao Indonesia terus meningkat cukup tajam, sementara volume impornya relatif stabil pada tingkat yang sangat rendah. Impor biji kakao dibutuhkan sebagai bahan pencampur bahan baku industri pengolahan kakao domestik.

0Konsumsi biji kakao dunia sedikit berfluktuasi dengan kecenderungan terus meningkat, sehingga beberapa tahun terakhir terjadi defisit produksi. Negara konsumen utama biji kakao dunia adalah Belanda dengan tingkat konsumsi 440.000 ton pada tahun 2002/2003. Konsumen utama lainnya adalah Amerika Serikat, Pantai Gading, Brazil dan Jerman dengan konsumsi masing-masing 410,000 ton, 285,000 ton, 200,000 ton dan 190,000 ton.

Keseimbangan produksi dan konsumsi kakao dunia tersebut diperkirakan terus berlanjut, bahkan lebih cenderung mengalami defisit karena beberapa negara


(31)

13

produsen utama menghadapi berbagai kendala dalam upaya meningkatkan produksinya untuk mengimbangi kenaikan konsumsi. Pantai Gading menghadapi masalah karena ada keharusan untuk mengurangi subsidi dan kestabilan politik dalam negeri. Ghana dan Kamerun juga menghadapi masalah subsidi dan insentif harga dari pemerintah. Sedangkan Malaysia menghadapi masalah ganasnya serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK) dan adanya kebijakan untuk berkonsentrasi ke kelapa sawit. Kondisi tersebut sangat menguntungkan Indonesia, terlebih animo masyarakat untuk mengembangkan perkebunan kakao beberapa tahun terakhir sangat besar. Areal perkebunankakao berkembang rata-rata hampir 10% per tahun selama lima tahun terakhir dan hal tersebut merupakan suatu tingkat pertumbuhan yang sangat besar pada posisi areal perkebunan kakao yang mendekati sejuta hektar.

Evaluasi Kesesuaian Lahan

Evaluasi lahan adalah bagian dari proses perencanaaan tata guna tanah dengan membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Tujuan evaluasi lahan adalah untuk menentukan kelas kesesuaian lahan untuk tujuan tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001).

Potensi suatu wilayah untuk pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan yang mencakup iklim, tanah, terain, dan hidrologi dengan persyaratan penggunaan lahan atau persyaratan tumbuh tanaman. Kecocokan antara sifat fisik lingkungan dari suatu wilayah dengan persyaratan penggunaan atau komoditas yang dievaluasi memberikan gambaran atau informasi bahwa lahan tersebut potensial dikembangkan untuk komoditas tersebut. Hal ini mempunyai pengertian bahwa jika lahan tersebut digunakan untuk penggunaan tertentu dengan mempertimbangkan berbagai asumsi mencakup masukan yang diperlukan akan mampu memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan.

Inti prosedur evaluasi lahan adalah menentukan jenis penggunaan (jenis tanaman) yang akan ditetapkan, kemudian menentukan persyaratan dan pembatas pertumbuhannya dan akhirnya membandingkan persyaratan penggunaan lahan (pertumbuhan tanaman) tersebut dengan kualitas lahan secara fisik. Klasifikasi


(32)

kelas kesesuaian lahan yang biasa digunakan adalah klasifikasi menurut metode FAO (1976). Metode ini digunakan untuk mengklasifikasikan kelas kesesuaian lahan berdasarkan data kuantitatif dan kualitatif, tergantung data yang tersedia (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001)

Ada dua pendekatan yang dapat ditempuh dalam melakukan evaluasi lahan, yaitu pendekatan dua tahapan (two stage approach) dan pendekatan paralel (parallel approach). Pada pendekatan dua tahap, proses evaluasi dilakukan secara bertahap, pertama: evaluasi secara fisik dan kedua : evaluasi secara ekonomi dan sosial (kadang-kadang tidak dilakukan). Pendekatan ini biasanya untuk evaluasi perencanaan penggunaan lahan secara umum dalam tingkat survei tinjau (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001) Sedangkan pada pendekatan paralel kegiatan evaluasi lahan secara fisik dan ekonomi dilakukan bersamaan (paralel) atau dengan kata lain analisis ekonomi sosial dari jenis penggunaan lahan dilakukan secara serempak bersamaan dengan pengujian faktor-faktor fisik. Pendekatan ini umumnya menguntungkan untuk suatu acuan yang spesifik dalam kaitannya dengan proyek pengembangan lahan pada tingkat semi detil dan detil dan diharapkan hasil yang lebih pasti dalam waktu singkat.

Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan menurut tingkatan sebagai berikut : Ordo, keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo, kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang tergolong tidak sesuai (N). Kelas, adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo, dimana pada tingkat kelas lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu : sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas. Sub-kelas, adalah tingkat dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi sub-kelas berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan yang menjadi faktor pembatas terberat. Faktor pembatas ini sebaiknya dibatasi jumlahnya, maksimum dua pembatas. Tergantung peranan faktor pembatas pada masing-masing sub-kelas, kemungkinan kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan ini bisa diperbaiki dan ditingkatkan kelasnya sesuai masukan yang diperlukan. Unit, adalah tingkat dalam sub-kelas kesesuaian lahan yang didasarkan pada sifat


(33)

15 tambahan yang berpengaruh dalam pengelolannya. Semua unit yang berada dalam satu sub-kelas mempunyai tingkatan yang sama dalam kelas Unit yang satu berbeda dari unit yang lainnya dalam sifat-sifat atau aspek tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan sering merupakan pembedaan tingkat detil dari faktor pembatasnya. Dengan diketahuinya pembatas tingkat unit tersebut memudahkan penafsiran secara detil dalam perencanaan usahatani.

Produksi tanaman sangat ditentukan oleh tingkat kesesuaian lahannya. Semakin sesuai lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman maka produksi yang dihasilkan akan mencapai optimal. FAO (1983) mengemukakan perkiraan produksi tanaman yang dihasilkan berdasarkan klasifikasi kesesuaian lahannya seperti yang disajikan pada tabel berikut :

Tabel 3 Penilaian kelas kesesuaian lahan berdasarkan produksi oleh FAO Kelas klasifikasi Produksi Optimal (%) Input Manajemen

S1 Sangat Sesuai > 80 Tanpa input

S2 Agak Sesuai 60 – 80 Input praktis dan

ekonomis S3 Sesuai Marginal 40 – 60 Input praktis dan

harus ekonomis

N Tidak sesuai < 40 Input tidak

menambah produksi

Sumber : FAO, (1983).

Hasil penilaian kelas kesesuaian lahan dapat berupa kelas kesesuaian lahan aktual dan kelas kesesuaian lahan potensial. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001), kelas kesesuaian lahan aktual menyatakan kesesuaian lahan berdasarkan data dari hasil survei tanah atau sumberdaya lahan, belum mempertimbangkan masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor pembatas yang berupa sifat lingkungan fisik termasuk sifat-sifat tanah dalam hubungannya dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Sedangkan kesesuaian lahan potensial menyatakan keadaan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Usaha perbaikan yang dilakukan harus memperhatiakan aspek ekonominya. Artinya, apabila lahan tersebut diatasi kendala-kendalanya, maka harus diperhitungkan apakah secara ekonomi dapat memberikan keuntungan.


(34)

Kelayakan Finansial Usaha Tani

Untuk mengetahui secara komprehensif bagaimana aspek pengembangan usaha suatu komoditi pertanian maka harus dikaji kelayakannya secara finansial. Menurut Gittinger (1982), aspek finansial terutama menyangkut perbandingan antara pengeluaran dengan pendapatan (revenue earings) dari usaha perkebunan kakao rakyat serta waktu didapatkannya hasil (returns). Untuk mengetahui secara komprehensif tentang kinerja layak atau tidaknya usaha tersebut, dikembangkan berbagai kriteria yang pada dasarnya membandingkan antara biaya dan manfaat atas dasar suatu tingkat harga umum tetap yang diperoleh dengan menggunakan nilai sekarang (present value) yang telah didiskonto selama umur usaha produktif perkebunan kakao rakyat .

Cara penilaian jangka panjang yang paling banyak diterima adalah dengan menggunakan Discounted Cash Flow Anakysis (DCF) atau Analisis Aliran Kas yang di diskonto (Gittinger, 1982). Analisis DCF mempunyai keunggulan yaitu bahwa uang mempunyai nilai waktu yang merupakan ciri-ciri yang membedakannya dari teknik lain. Ciri pokok dari analisis DCF adalah menilai harga dengan memperhitungkan unsur waktu kejadian dan besarnya aliran pembayaran tunai (cash flow). Biaya dipandang sebagai negatif cash flow sedangkan pendapatan sebagai positif cash flow. Suatu asumsi kunci yang dipakai adalah bahwa uang yang ada sekarang lebih berharga dari jumlah uang yang sama dimasa yang akan datang. Nilai uang untuk waktu mendatang yang dihitung dengan bunga adalah nilai uang yang telah direncanakan, dimana proses perhitungannya disebut compounding. Sedangkan faktor untuk mengkonversi nilai masa depan ke nilai sekarang disebut discount rate, terjadi dimana nilai sekarang dari biaya dan manfaat akan sama dengan Internal Rate of Return (IRR).

Oleh karena itu dalam menilai suatu usaha yang menggunakan DCF didasarkan atas tiga kriteria kinerja keuangan, yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Benefit Cost Ratio (BCR).

(a) Net Present Value, merupakan nilai sekarang dari suatu usaha dikurangi dengan biaya sekarang dari suatu pengusahaan pada tahun tertentu. Seleksi format terhadap NPV untuk mengukur nilai suatu usaha bila NPV bernilai positif bila didiskonto pada Social Opportunity Cost of Capital. Dimana bila nilai NPV


(35)

17 >0 (positif) maka usaha tersebut diprioritaskan pelaksanaannya. Apabila besarnya NPV sama dengan nol berarti usaha tersebut mengembalikan persis sebesar Sosial Opportunity Cost of Capital. Sedangkan apabila besarnya NPV < 0 (negatif) maka sebaiknya usaha ditolak dan sekaligus mengindikasikan ada jenis penggunaan lain yang lebih menguntungkan.

(b). Internal Rate of Return, adalah cara lain untuk penggunaan aliran kas yang terdiskonto untuk menilai suatu usaha dengan menentukan discount rate dimana NPV aliran kas sama dengan nol, dan benefit cost ratio sama dengan satu. Discount rate ini disebut IRR, merupakan tingkat suku bunga yang membuat suatu usaha akan mengembalikan semua investasi selama umur usaha. Suatu usaha akan diterima bila IRR nya lebih besar dari Opportunity Cost of Capital atau lebih besar dari suku bunga yang didiskonto yang telah ditetapkan dan begitu sebaliknya. Biasanya untuk menghitung besarnya IRR dilakukkan dengan trial and error dengan nilai suku bunga tertentu yang dianggap mendekati nilai IRR yang benar dan selanjutnya menghitung NPV dari arus pendapatan dan biaya. Jika nilai IRR lebih kecil dengan nilai suku bunga yang berlaku sebagai social discount rate, maka NPV < 0 (negatif) artinya kegiatan usaha tersebut sebaiknya tidak dilaksanakan. Sedangkan, jika nilai IRR dari social discount rate maka dapat dilaksanakan.

(c) Benefit Cost Ratio, dipakai secara eksklusif untuk mengukur manfaat sosial dalam analisis ekonomi dan jarang dipakai untuk analisis investasi private. BCR sendiri merupakan cara evaluasi dengan membandingkan nilai sekarang seluruh hasil yang diperoleh suatu usaha dengan nilai sekarang seluruh biaya. Diperoleh dengan cara membagi jumlah hasil diskonto pendapatan dengan jumlah hasil diskonto biaya. Kriteria yang digunakan adalah jika BCR > 1 berarti NPV > 0 dan memberikan tanda “Go”. Bila BCR <1 berarti NPV < 0 dan memberikan tanda “No Go”.

Kelayakan Pemasaran

Tingkat efisiensi sistem pemasaran suatu usaha dapat diukur antara lain dengan pendekatan margin tataniaga dan keterpaduan pasar. Azzaino (1983) mendefinisikan margin tataniaga sebagai perbedaan harga yang dibayar konsumen akhir untuk suatu produk dengan harga yang diterima petani produsen untuk


(36)

produk yang sama. Margin tataniaga ini termasuk semua ongkos yang menggerakkan produk tersebut mulai dari petani sampai ke konsumen akhir. Tomek dan Robinson (1997) mendefinisikan margin tataniaga sebagai berikut: (1) perbedaan harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima produsen, (2) kumpulan balas jasa yang diterima oleh jasa tataniaga sebagai akibat adanya permintaan dan penawaran.

Besar kecilnya margin tataniaga sering digunakan sebagai kriteria untuk menilai apakah pasar tersebut sudah atau belum efisien. Tingginya margin dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi dalam proses kegiatan tataniaga, antara lain ketersediaan fasilitas fisik tataniaga seperti pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, resiko kerusakan, dan lain-lain. Fungsi penting lainnya dalam pemasaran adalah sistem harga dan mekanisme pembentukan harga yang banyak ditentukan oleh faktor waktu, tempat, dan pasar yang akan mempengaruhi keadaan penawaran dan permintaan. Pembentukan harga suatu komoditas pada setiap tingkat harga tergantung pada struktur pasar yang menghubungkannya. Dalam struktur pasar yang bersaing sempurna misalnya hubungan harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar konsumen atau hubungan antar tingkat pasar akan erat sekali. Keadaan yang demikian merupakan salah satu cermin dari sistem tataniaga yang efisien.

Analisis keterpaduan pasar adalah analisis yang digunakan untuk melihat seberapa jauh pembentukan harga suatu komoditi pada suatu tingkat lembaga tataniaga dipengaruhi oleh harga ditingkat lembaga lainnya. Berbagai pendekatan dapat dilakukan untuk melihat fenomena ini. Salah satu pendekatan yang umum digunakan adalah metode Autoregresive Distributed Lag. Metode ini dikembangkan oleh Ravallion (1986) dan Heytens (1986). Secara rinci model yang digunakan ditulis sebagai berikut:

Pit = (1 + b1)Pit-1 + b2 (PAt - PAt-1) + (b3 – b1)PAt-1 + b4X + it ... ( 1 ) Keterangan :

Pit = Harga di pasar setempat (waktu t) Pit-1 = Harga di pasar setempat (waktu t-1) PAt = Harga di pasar acuan (waktu t) PAt-1 = Harga di pasar acuan (waktu t-1)


(37)

19 X = Vektor musiman (peubah lain) yang relevan dipasar setempat (waktu t)

it = Galat.

Koefisien b2 pada persamaan diatas menunjukkan seberapa jauh perubahan harga di tingkat pasar acuan ditransmisiskan ke tingkat produsen. Apabila nilai parameter dugaan b2 bernilai 1, maka perubahan harga 1 persen pada suatu tingkat pasar acuan, akan mengakibatkan perubahan harga di tingkat pasar yang lainnya dalam persentase yang sama. Oleh karena itu semakin dekat nilai parameter b2 dengan 1 maka akan semakin baik keterpaduan pasar.

Sedangkan koefisien (1+b1) dan (b3-b1) masing-masing mencerminkan seberapa jauh kontribusi relatif harga periode sebelumnya baik ditingkat produsen maupun pasar acuan terhadap tingkat harga yang berlaku sekarang ditingkat produsen. Rasio antara kedua koefisien tersebut (1+b1)/b3-b1) menunjukkan indeks hubungan pasar (Indeks of marketing connection) yang menunjukkan tinggi rendahnya keterpaduan antara kedua pasar yang bersangkutan. Indeks hubungan pasar dapat dirumuskan sebagai berikut :

) 1 3 (

) 1 1 (

b b

b IMC

− +

= ... ( 2 ) Dimana :

IMC = Indeks hubungan pasar (Indeks of marketing connection).

Nilai IMC yag semakin mendekati nol menunjukkan adanya keterpaduan pasar jangka panjang antara harga pada tingkat petani dan harga pada tingkat eksportir.

Di dalam suatu sistem pasar yang efisien, harga-harga cendrung bergerak bersama-sama, namun adakalanya kondisi seperti ini terjadi bukan disebabkan oleh ketidakefisienan ekonomi. Gerakan harga bersama seperti inflasi umum, musim bersama seperti dalam pertanian atau setiap faktor kebersamaan yang lain dapat memberikan perubahan harga yang selaras walaupun pasar-pasar tersebut tidak saling berhubungan. Sebaliknya suatu pasar monopoli sempurna atau pasar yang harganya ditetapkan oleh suatu badan yang berwenang dengan mudah dapat memberikan koefisien korelasi yang bernilai satu sehingga dianggap sebagai suatu pasar yang bersaing sempurna.


(38)

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis obyek-obyek dan fenomena-fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Menurut Aronoff (1989), SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan dalam menganalisis data yang bereferensi geografis, yaitu masukan, keluaran, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data) serta analisis dan manipulasi data.

SIG memungkinkan pengguna untuk memahami konsep-konsep lokasi, posisi, koordinat, peta, ruang dan permodelan spasial secara mudah. Selain itu dengan SIG pengguna dapat membawa, meletakkan dan menggunakan data ke dalam sebuah bentuk (model) representasi miniatur permukaan bumi untuk kemudian dimanipulasi, dimodelkan, atau dianalisis baik secara tekstual, secara spasial maupun kombinasinya (analisis melalui query atribut dan spasial), hingga akhirnya disajikan dalam bentuk sesuai dengan kebutuhan pengguna (Prahasta, 2005).

Teknologi SIG akan mempermudah para perencana dalam mengakses data, menampilkan informasi-informasi geografis terkait dengan substansi perencanaan. SIG juga dapat membantu para perencana dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan masalah-masalah spasial yang sangat kompleks. Diantaranya SIG dapat digunakan dalam kajian sumberdaya ekologi termasuk perencanaan penggunaan lahan (Lioubimtseva dan De fourney, 1999).

Beberapa ahli menjelaskan tahapan-tahapan kelengkapan dalam SIG menjadi tiga tahapan. Tahap pertama kelengkapan SIG adalah inventarisasi data. Data yang menjadi masukan dalam SIG dapat berupa peta tematik digital maupun rekaman digital dari sistem satelit yang sudah memberikan kenampakan tentang informasi yang dibutuhkan (Robinson et al., 1995). Tahap kedua kelengkapan SIG adalah penambahan operasional analisis pada tahap pertama. Pada tahapan ini, bentuk data diberikan kedalam data dengan menggunakan data statistik. Berbagai layer dari data yang dihasilkan pada tahap pertama dianalisis secara


(39)

21 bersama-sama untuk menetapkan lokasi atau bentuk yang memiliki atribut sama atau serupa (Robinson et al., 1995). Analisis ini bisa dilakukan dengan tumpang susun (overlay). Tumpang susun peta merupakan proses yang paling banyak dilakukan dalam SIG. Selanjutnya kalkulasi peta dapat dilakukan. Kalkulasi merupakan sekumpulan operasi untuk memanipulasi data spasial baik berupa peta tunggal maupun beberapa peta sekaligus. Operasi ini dapat berupa penjumlahan, pengurangan, maupun perkalian antar peta, namun dapat pula melalui pengkaitan dengan suatu basis data atribut tertentu (Danoedoro, 1996).

Tahap terakhir kelengkapan SIG adalah pengambilan keputusan. Pada tahap ini digunakan model-model untuk mendapatkan evaluasi secara real time untuk kemudian hasil yang didapatkan dari permodelan dibandingkan dengan kondisi di lapangan (Robinso et al., 1995). Keluaran utama dari SIG adalah informasi spasial baru. Informasi ini perlu untuk disajikan dalam bentuk tercetak (hard copy) supaya dapat dimanfaatkan dalam kegiatan operasional (Danoedoro, 1996).


(40)

Kerangka Pemikiran

Dengan diberlakukannya otonomi daerah maka paradigma perencanaan pembangunan mengalami perubahan. Perencanaan pembangunan saat ini bersifat desentralisasi sehingga dengan demikian setiap daerah harus bisa merencanakan sendiri pembangunan di wilayahnya. Selain itu perencanaan pembangunan wilayah haruslah mengedepankan pemanfaatan sumber daya lokal yang dipercaya akan lebih menghidupkan aktivitas ekonomi daerah sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan akhirnya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk itu diperlukan data dan informasi yang akurat tentang potensi sumberdaya suatu daerah untuk bisa digunakan dalam penyusunan perencanaan pembangunan.

Di Kabupaten Lampung Timur, dengan jumlah penduduk miskin sebesar 262,784 orang atau 27.49 % dari jumlah penduduk Lampung Timur (BPS Propinsi Lampung, 2006) merupakan pekerjaan bagi semua pihak untuk menghapuskannya. Dengan sektor pertanian yang merupakan sektor utama bagi masyarakat sekaligus penyumbang PDRB terbesar bagi daerah, maka pembangunan sektor ini harus terus ditingkatkan. Salah satu subsektor pertanian yang memiliki prospek yang baik dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah subsektor perkebunan. Dengan potensi lahan kering yang cukup luas yaitu mencapai 98,921 ha subsektor perkebunan memiliki prospek yang baik untuk terus dikembangkan. Tanaman kakao atau coklat merupakan salah satu tanaman unggulan sektor perkebunan di Lampung Timur yang secara umum telah cukup dikenal masyarakat. Pengembangan tanaman kakao merupakan komitmen pemerintah daerah sebagai salah satu program pembangunan subsektor perkebunan. Secara nasional pengembangan komoditi kakao juga didukung oleh Pemerintah pusat melalui Departemen Pertanian yang diwujudkan dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah berupa Program Revitalisasi Perkebunan. Hal ini menunjukkan bahwa prospek pengembangan tanaman kakao ke depan cukup menjanjikan.

Dalam rangka pengembangan tanaman kakao di Lampung Timur, potensi sumber daya fisik merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan dalam rangka penentuan lahan yang akan digunakan. Potensi sumber daya fisik lahan dapat


(41)

23 diketahui dengan melakukan evaluasi lahan. Dengan mengetahui tingkat kesesuaian lahan maka produktifitas optimal yang dihasilkan dapat diperkirakan. Selain itu aspek fisik lahan juga merupakan salah satu faktor yang mesti diperhatikan selain aspek tata ruang dalam rangka membuat arahan pengembangan suatu komoditi.

Selain potensi sumber daya fisik lahan, dalam rangka pengembangan suatu komoditi faktor kelayakan finansial merupakan hal penting yang perlu diketahui. Setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda seperti karakteristik sumber daya alam, topografi, infrastruktur, sumber daya manusia, dan sumber daya sosial dan aspek spasial. Perbedaan karakteristik tersebut dapat membuat terjadinya perbedaan biaya dan pendapatan yang diterima petani dalam pengusahaan usaha pertaniannya. Dalam rangka pengembangan tanaman kakao di Lampung Timur, maka analisis kelayakan finansial perlu dilakukan untuk melihat daerah-daerah mana yang cocok dan menguntungkan untuk dijadikan sentra pengembangan tanaman kakao.

Di samping analisis finansial, faktor lain yang menentukan kinerja pengusahaan kebun kakao rakyat adalah kelembagaan pemasaran. Kelembagan pemasaran petani umumnya lemah sehingga petani cendrung sebagai penerima harga (price taker). Kurangnya informasi pasar dan mutu produk yang rendah merupakan penyebab rendahnya posisi tawar petani. Dalam rangka melihat efisiensi rantai perdagangan komoditi kakao di Lampung Timur maka analisis margin tata niaga dan analisis keterpaduan pasar perlu dilakukan. Diharapkan dari analisis tersebut dapat diketahui efisien tidaknya kelembagaan pemasaran kakao saat ini di Lampung Timur. Jika belum maka perlu rekomendasi tindakan apa yang diperlukan untuk mengatasi persoalan tersebut.

Dalam rangka peningkatan kinerja pembangunan daerah di Lampung Timur, analisa keterkaitan kinerja pengusahaan perkebunan kakao rakyat dengan kinerja pembangunan ekonomi daerah perlu untuk dilakukan. Hal ini untuk melihat apakah kinerja pengusahaan perkebunan kakao rakyat selama ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan rakyat, sehingga diketahui apakah perkebunan kakao rakyat berkontribusi terhadap pergembangan ekonomi wilayah. Komoditi kakao diperkirakan memiliki peran yang besar dalam


(42)

peningkatan pendapatan masyarakat terutama di daerah sentra-sentra komoditi tersebut, karena harga yang lebih menguntungkan dibanding tanaman perkebunan lain. Di samping itu panen yang tidak mengenal waktu menjadikan tanaman ini sangat membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dengan hipotesis bahwa kinerja pengusahaan perkebunan kakao rakyat memiliki keterkaitan terhadap kinerja pembangunan daerah, maka penting untuk dapat mengetahui faktor-faktor apa yang menentukan kinerja pengusahaan perkebunan kakao rakyat di Lampung Timur. Faktor ini berkaitan dengan struktur input dan output yang mendukung pengusahaan kebun kakao rakyat. Dengan diketahuinya faktor-faktor tersebut dapat diambil langka-langka yang diperlukan untuk peningkatan kinerja pengusahaan perkebunan kakao rakyat.

Berdasarkan uraian diatas maka kerangka pemikiran ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Kerangka pikir penelitian. Latar belakang.

• Persentase penduduk miskin yang masih tinggi (27.49%)

• Potensi Lahan kering cukup luas (98,921 Ha)

• Prospek tanaman unggulan kakao yang baik, didukung dengan minat masyarakat yang tinggi akan tanaman ini.

• Program Pemerintah Pusat : Revitalisasi Perkebunan.

Pengembangan perkebunan kakao rakyat

Evaluasi kesesuaian lahan Efisiensi lembaga pemasaran

Faktor penentu peningkatan kinerja

pengusahaan perkebunan kakao

rakyat Peta arahan

pengembangan kakao di Lampung

Timur

Rekomendasi peningkatan efisiensi pemasaran

Keterkaitan dengan kinerja pembangunan

daerah

Rekomendasi pembangunan daerah melalui peningkatan kinerja pengusahaan perkebunan


(1)

3.

Model indeks rumah bukan permanen

Regression Summary for Dependent Variable: Ln-F2KPD (Olahan.sta)

R= 0.395405 R²= 0.156345 Adjusted R²= 0.138395

Peubah

Level of

Koefisien

Std.Err.

t(95)

Tingkat

Effect

of B

Kesalahan

Intercept

1.316

0.213

6.190

0.000

Ln F3KPK

-0.378

0.101

-3.734

0.000

W1Ln F2KPD

0.258

0.118

2.183

0.030

F6KPK*Ln

F3KPK

1

-0.279

0.090

-3.095

0.002

F6KPK*W1Ln

F3KPD

1

-0.252

0.093

-2.710

0.007

F6KPK*W2Ln

F2KPK

1

0.671

0.152

4.410

0.000

4.

Model indeks kemiskinan

Regression Summary for Dependent Variable: Ln-F3KPD (Olahan.sta)

R= 0.437011 R²= 0.190979 Adjusted R²= 0.184180

Peubah

Level of

Koefisien

Std.Err.

t(95)

Tingkat

Effect

of B

Kesalahan

Intercept

0.256446

0.167163

1.53411

0.126331

W1Ln

F3KPD

0.732908

0.112353

6.52325

0.000000

F5KPK*Ln

F3KPK

1

-0.093572

0.031561

-2.96480

0.003337

5.

Model indeks kekumuhan

Regression Summary for Dependent Variable: Ln-F1KPD (Olahan.sta)

R= 0.290172 R²= 0.084200 Adjusted R²= 0.076504

Peubah

Level

of

Koefisien

Std.Err.

t(95)

Tingkat

Effect

of B

Kesalahan

Intercept

0.073698

0.023833

3.09226

0.002224

F6KPK*W1Ln

F4KPD

1

-0.065454

0.030122

-2.17299

0.030773

F6KPK*W1Ln


(2)

F7KPK*W1Ln

F1KPK

1

-0.607390

0.157409

-3.85866

0.000147

Lampiran 22 Anggota masing-masing tipologi/

cluster

wilayah berdasarkan

kinerja pembangunan wilayah dan kinerja pengusahaan

perkebunan kakao rakyat

No. Kecamatan Desa

Tipologi/Cluster

Kinerja Pembangunan Wilayah

Kinerja Pengusahaan Kebun Kakao

1 Bandar Sri Bawono Bandar Agung 3 2

2 Bandar Sri Bawono Sadar Sriwijaya 2 2

3 Bandar Sri Bawono Sri Bawono 1 1

4 Bandar Sri Bawono Sri Menanti 1 1

5 Bandar Sri Bawono Sri Pendowo 2 1

6 Bandar Sri Bawono Waringin Jaya 2 2

7 Batanghari Adi Warno 2 1

8 Batanghari Balai Kencono 2 1

9 Batanghari Bale Rejo 2 1

10 Batanghari Banar Joyo 2 1

11 Batanghari Banjar Rejo 2 1

12 Batanghari Batang Harjo 2 2

13 Batanghari Buana Sakti 2 2

14 Batanghari Bumi Harjo 2 2

15 Batanghari Bumi Mas 2 2

16 Batanghari Nampi Rejo 2 1

17 Batanghari Rejo Agung 2 1

18 Batanghari Selorejo 2 2

19 Batanghari Sri Basuki 2 2

20 Batanghari Sumber Agung 2 2

21 Batanghari Sumber Rejo 2 2

22 Batanghari Telogo Rejo 2 1

23 Batanghari Nuban Bumi Jawa 2 2

24 Batanghari Nuban Cempaka Nuban 2 2

25 Batanghari Nuban Gedung Dalam 2 2

26 Batanghari Nuban Gunung Tiga 2 2

27 Batanghari Nuban Kedaton I 2 2

28 Batanghari Nuban Kedaton II 2 2

29 Batanghari Nuban Kedaton Induk 2 2

30 Batanghari Nuban Negara Ratu 2 2

31 Batanghari Nuban Purwosari 2 2

32 Batanghari Nuban Sukacari 2 2

33 Batanghari Nuban Sukaraja Nuban 2 2

34 Batanghari Nuban Trisno Mulyo 2 2

35 Batanghari Nuban Tulung Balak 2 2

36 Braja Selebah Braja Gemilang 2 2

37 Braja Selebah Braja Harjosari 2 2

38 Braja Selebah Braja Indah 2 2

39 Braja Selebah Braja Kencana 2 2

40 Braja Selebah Braja Luhur 2 2

41 Braja Selebah Braja Yekti 2 2


(3)

43 Bumi Agung Catur Swako 2 2

44 Bumi Agung Donomulyo 2 2

45 Bumi Agung Lehan 2 2

Lampiran 22 lanjutan

46 Bumi Agung Marga Mulya 2 2

47 Bumi Agung Nyampir 2 2

48 Gunung Pelindung Negeri Agung 2 2

49 Gunung Pelindung Nibung 2 2

50 Gunung Pelindung Pelindung Jaya 2 2

51 Gunung Pelindung Pempen 2 2

52 Gunung Pelindung Way Mili 2 2

53 Jabung Adirejo 2 2

54 Jabung Asahan 2 2

55 Jabung Belimbing Sari 2 2

56 Jabung Benteng Sari 2 2

57 Jabung Gunung Mekar 2 2

58 Jabung Gunung Sugih Kecil 2 2

59 Jabung Jabung 2 2

60 Jabung Mekar Jaya 3 2

61 Jabung Negara Batin 2 2

62 Jabung Negara Saka 2 2

63 Jabung Numbang Jaya 2 2

64 Jabung Pematang Tahalo 2 2

65 Labuhan Maringgai Bandar Negeri 2 2

66 Labuhan Maringgai Karang Anyar 2 2

67 Labuhan Maringgai Karya Makmur 2 1

68 Labuhan Maringgai Karyatani 2 2

69 Labuhan Maringgai Margasari 2 2

70 Labuhan Maringgai Maringgai 2 2

71 Labuhan Maringgai Muara Gading Mas 3 2

72 Labuhan Maringgai Sri Gading 2 1

73 Labuhan Maringgai Sri Minosari 2 1

74 Labuhan Maringgai Sukorahayu 2 2

75 Labuhan Ratu Labuhan Ratu 2 2

76 Labuhan Ratu Labuhan Ratu III 2 2

77 Labuhan Ratu Labuhan Ratu IV 2 2

78 Labuhan Ratu Labuhan Ratu IX 2 2

79 Labuhan Ratu Labuhan Ratu V 2 2

80 Labuhan Ratu Labuhan Ratu VI 2 2

81 Labuhan Ratu Labuhan Ratu VII 2 2

82 Labuhan Ratu Labuhan Ratu VIII 2 2

83 Labuhan Ratu Rajabasa Lama 2 2

84 Labuhan Ratu Rajabasa Lama I 2 2

85 Labuhan Ratu Rajabasa Lama II 2 2

86 Marga Sekampung Batu Badak 2 2

87 Marga Sekampung Bukit Raya 2 2

88 Marga Sekampung Bungkuk 2 2

89 Marga Sekampung Giri Mulyo 2 2

90 Marga Sekampung Gunung Mas 2 1

91 Marga Sekampung Gunung Raya 2 2

92 Marga Sekampung Peniangan 2 2


(4)

94 Marga Tiga Gedung Wani 2 2

95 Marga Tiga Gedung Wani Timur 2 2

96 Marga Tiga Jaya Guna 2 2

Lampiran 22 lanjutan

97 Marga Tiga Nabang Baru 2 2

98 Marga Tiga Negeri Agung 2 2

99 Marga Tiga Negeri Jemanten 2 2

100 Marga Tiga Negeri Katon 2 2

101 Marga Tiga Negeri Tua 2 2

102 Marga Tiga Sukadana Baru 2 2

103 Marga Tiga Sukaraja Tiga 2 2

104 Marga Tiga Surya Mataram 2 2

105 Marga Tiga Tanjung Harapan 2 2

106 Marga Tiga Tri Sinar 2 2

107 Mataram Baru Kebon Damar 2 2

108 Mataram Baru Mandala Sari 2 2

109 Mataram Baru Mataram Baru 2 2

110 Mataram Baru Rajabasa Baru 2 2

111 Mataram Baru Teluk Dalam 2 2

112 Mataram Baru Tulung Pasik 2 2

113 Mataram Baru Way Arang 2 1

114 Melinting Itik Rendai 2 2

115 Melinting Sidomakmur 2 2

116 Melinting Sumberhadi 2 2

117 Melinting Tanjung Aji 2 2

118 Melinting Tebing 2 2

119 Melinting Wana 2 2

120 Metro Kibang Kibang 2 2

121 Metro Kibang Margo Jaya 2 2

122 Metro Kibang Margo Sari 2 2

123 Metro Kibang Margo Toto 2 2

124 Metro Kibang Purbo Sembodo 2 1

125 Metro Kibang Sumber Agung 2 2

126 Pasir Sakti Kedung Ringin 2 2

127 Pasir Sakti Labuhan Ratu 2 2

128 Pasir Sakti Mekar Sari 2 2

129 Pasir Sakti Mulyo Sari 2 2

130 Pasir Sakti Pasir Sakti 2 2

131 Pasir Sakti Purworejo 2 2

132 Pasir Sakti Rejo Mulyo 2 2

133 Pasir Sakti Sumur Kucing 2 2

134 Pekalongan Adirejo 2 2

135 Pekalongan Ganti Warno 2 2

136 Pekalongan Gondang Rejo 2 2

137 Pekalongan Jojog 2 2

138 Pekalongan Kalibening 2 2

139 Pekalongan Pekalongan 2 1

140 Pekalongan Sidodadi 2 2

141 Pekalongan Siraman 2 2

142 Pekalongan Tulus Rejo 2 2

143 Pekalongan Wono Sari 2 2


(5)

145 Purbolinggo Taman Bogo 2 2

146 Purbolinggo Taman Cari 2 1

147 Purbolinggo Taman Endah 2 2

Lampiran 22 lanjutan

148 Purbolinggo Taman Fajar 2 2

149 Purbolinggo Tambah Dadi 2 2

150 Purbolinggo Tambah Luhur 2 2

151 Purbolinggo Tanjung Inten 2 1

152 Purbolinggo Tanjung Kesuma 2 2

153 Purbolinggo Tegal Gondo 2 2

154 Purbolinggo Tegal Yoso 2 2

155 Purbolinggo Toto Harjo 2 2

156 Raman Utara Kota Raman 2 1

157 Raman Utara Rama Puja 2 2

158 Raman Utara Raman Aji 2 1

159 Raman Utara Raman Endra 2 2

160 Raman Utara Raman Fajar 2 2

161 Raman Utara Rantau Fajar 2 2

162 Raman Utara Ratna Daya 2 1

163 Raman Utara Rejo Binangun 2 2

164 Raman Utara Rejo Katon 2 2

165 Raman Utara Restu Rahayu 2 2

166 Raman Utara Rukti Sudiyo 2 2

167 Sekampung Giri Kelopo Mulyo 2 2

168 Sekampung Girikarto 2 2

169 Sekampung Hargo Mulyo 2 2

170 Sekampung Karya Mukti 2 2

171 Sekampung Mekar Mulya 2 2

172 Sekampung Sambikarto 2 2

173 Sekampung Sidodadi 2 2

174 Sekampung Sidomukti 2 2

175 Sekampung Sidomulyo 2 2

176 Sekampung Suko Harjo 2 2

177 Sekampung Sumber Gede 2 2

178 Sekampung Sumber Sari 2 2

179 Sekampung Tri Mulyo 2 2

180 Sekampung Wonokarto 2 2

181 Sekampung Udik Banjar Agung 2 1

182 Sekampung Udik Bauh Gunung Sari 2 2

183 Sekampung Udik Bojong 2 2

184 Sekampung Udik Brawijaya 2 2

185 Sekampung Udik Bumi Mulyo 2 2

186 Sekampung Udik Gunung Agung 2 2

187 Sekampung Udik Gunung Mulyo 2 2

188 Sekampung Udik Gunung Pasir Jaya 2 2

189 Sekampung Udik Gunung Sugih Besar 2 2

190 Sekampung Udik Mengandung Sari 2 2

191 Sekampung Udik Pugung Raharjo 2 2

192 Sekampung Udik Sidorejo 1 2

193 Sekampung Udik Sindang Anom 2 2

194 Sekampung Udik Tuba 3 2


(6)

196 Sukadana Bumi Nabung Udik 2 2

197 Sukadana Mataram Marga 2 2

198 Sukadana Muara Jaya 2 2

Lampiran 22 lanjutan

199 Sukadana Negara Nabung 2 2

200 Sukadana Pakuan Aji 2 2

201 Sukadana Pasar Sukadana 2 2

202 Sukadana Putra Aji II 2 2

203 Sukadana Rajabasa Batanghari 2 2

204 Sukadana Rantau Jaya Udik 2 2

205 Sukadana Rantau Jaya Udik II 2 2

206 Sukadana Sukadana 2 3

207 Sukadana Sukadana Ilir 2 2

208 Sukadana Sukadana Timur 2 2

209 Sukadana Surabaya Udik 2 2

210 Sukadana Terbanggi Marga 2 2

211 Waway Karya Jembrana 2 2

212 Waway Karya Marga Batin 2 2

213 Waway Karya Mekar Karya 2 2

214 Waway Karya Ngesti Karya 2 2

215 Waway Karya Sido Rahayu 2 2

216 Waway Karya Sumber Jaya 2 2

217 Waway Karya Sumber Rejo 2 2

218 Waway Karya Tanjung Wangi 2 2

219 Waway Karya Tri Tunggal 2 2

220 Way Bungur Kali Pasir 2 1

221 Way Bungur Taman Negeri 2 1

222 Way Bungur Tambah Subur 2 2

223 Way Bungur Tanjung Qencono 2 2

224 Way Bungur Tanjung Tirto 2 2

225 Way Bungur Tegal Ombo 2 2

226 Way Bungur Toto Mulyo 2 2

227 Way Bungur Toto Projo 2 2

228 Way Jepara Braja Asri 2 2

229 Way Jepara Braja Caka 2 2

230 Way Jepara Braja Dewa 2 2

231 Way Jepara Braja Emas 2 2

232 Way Jepara Braja Fajar 2 2

233 Way Jepara Braja Sakti 1 1

234 Way Jepara Jepara 2 2

235 Way Jepara Labuhan Ratu I 2 2

236 Way Jepara Labuhan Ratu II 2 2

237 Way Jepara Sri Rejosari 2 2

238 Way Jepara Sri Wangi 2 2

239 Way Jepara Sumber Marga 2 2

240 Way Jepara Sumberejo 2 2