Pengembangan perkebunan kakao theobroma cacao l. rakyat berkelanjutan di Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara pengelolaan hama penggerek buah kakao Conopomorpha cramerella Snellen

PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KAKAO
Theobroma cacao L. RAKYAT BERKELANJUTAN
DI KABUPATEN KOLAKA PROVINSI SULAWESI
TENGGARA : PENGELOLAAN HAMA PENGGEREK
BUAH KAKAO Conopomorpha cramerella Snellen
(Lepidoptera: Gracillariidae)

MAZHFIA UMAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengembangan Sistem
Perkebunan Kakao Theobroma cacao L. Rakyat Berkelanjutan di Kabupaten Kolaka:
Pengelolaan Hama Penggerek Buah Kakao Conopomorpha cramerella Snellen
(Lepidoptera: Gracillariidae) adalah karya saya dengan arahan dari Komisi
Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2010
Mazhfia Umar
NIM P062050281

ABSTRACT

MAZHFIA UMAR. Development of sustainable of Smallholders Cocoa Plantations
in Kolaka District South East Sulawesi: Management of Cocoa Pod Borer (CPB)
Conopomorpha cramerella Snellen (Lepidoptera: Gracillariidae). Under direction of
SYAFRIDA MANUWOTO, SUPIANDI SABIHAM, LALA M. KOLOPAKING.
Development of plantations in Kolaka Regency becomes a complex problem,
which has the implications in the incidence of pest and disease problems, especially
cocoa pod borers (CPB). To overcome these problems, a research was conducted in
the cocoa-producing center in Lambandia Sub-district using an exploratory method
and experts’ opinions. Description of the current plantation conditions shows that the
famers were choice the pesticides on management of Cacao Pod Borer (CPB) in

Lambandia Sub District. The famers consider pesticides as a means of the controller
in overcoming CPB problems and it has an impact on the sustainability of cocoa
plantations. An assessment of the sustainability of the PBK resource management
using MDS (Multi Dimensional Scaling) method showed that the social dimension
was sufficiently sustainable with a value 58.39%; on the other hand, the dimensions of
institution/policy, ecology, economy, and technology/ infrastructure were not
sustainable with values of 37.32%, 44.62%, 45.27%, and 46.59% respectively. Thus,
CPB management in the sub-district should be improved. CPB management was
determined by using a descriptive analysis and SWOT (Strengths Weaknesses
Opportunities and Threaths).
The strategy priority based on SWOT analysis is to increase knowledge and
skills of farmers (1.101) and related officers which is the main priority, followed by
the development of adaptive IPM CPB (0.538), empowerment of PHT institution
(0.310), quality improvement (0.180), and supply chain efficiency (0.207). The
descriptive analysis showed that the CPB management system were the farmers,
supplies of production facilities, the market system, and supporting institutional. The
organization structure of famers group include the function of production facilities,
production, control of CPB, post harvest, marketing, and cooperative.
In
implementing the PBK management, farmers group is complemented by supporting

institutional. Institutional design was made using ISM analysis (Interpretative
Structural Modelling). ISM analysis is to identify obstacles faced which include the
limited utilization of mutual cooperation values in promoting farmers’ participation, so
that the institutional farmers can not run optimally, ineffective role of supporting
institution, including the control of policy marker. For that purpose, the activities
which can be implemented is the program related to improving of IPM CPB and
increasing multiplication and certification of cocoa seeds and the resistant clones of
PBK, monitoring the distribution and use of pesticides and fertilizers. The successful
implementation of PBK management is measured by the improve of IPM CPB,
increase income of farmer, quality life of farmer. The roles of supporting institutional
are under the Department of Agriculture, the Government of Regency and Sub-district,
and Extention Centre.
Keywords: Cocoa plantation, strategy , institution, CPB management

RINGKASAN
MAZHFIA UMAR. Pengembangan Perkebunan Kakao Theobroma cacao L. Rakyat
Berkelanjutan di Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara : Pengelolaan Hama
Penggerek Buah Kakao Conopomorpha cramerella Snellen (Lepidoptera:
Gracillariidae). Dibimbing oleh SYAFRIDA MANUWOTO, SUPIANDI SABIHAM,
dan LALA M. KOLOPAKING.

Pengembangan perkebunan kakao di Kabupaten Kolaka menghadapi
permasalahan yang kompleks sehingga mengancam keberlanjutan perkebunan. Salah
satu permasalahan adalah kendala organisme pengganggu. Berdasarkan kondisi
tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan pengelolaan
organisme pengganggu utama yaitu penggerek buah kakao (PBK) (Conopomorpha
cramerella Snellen) (Lepidoptera: Gracillariidae). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bentuk pengelolaan PBK, kelembagaan yang ada, pengembangannya
kedepan didasari prinsip-prinsip pengendalian hama terpadu (PHT) dan pembangunan
berkelanjutan.
Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi dan pendapat pakar. Penilaian
kondisi terkini pengelolaan PBK menggunakan pendekatan eksploratif dengan teknik
pengamatan langsung, wawancara, observasi, dan interpretasi data sekunder.
Penilaian status keberlanjutan dilakukan dengan teknik interpretasi data sekunder
didukung oleh wawancara pakar. Data dianalisis dengan menggunakan Multi
Dimensional Scaling (MDS) dalam bentuk Rap-Lambandia. Hasil penilaian status
keberlanjutan dilanjutkan dengan perumusan strategi pengelolaan PBK dengan teknik
wawancara dan data dianalisis dengan alat analisis Strenghtness, Weakness,
Opportunities, Threatness (SWOT). Desain kelembagaan dilakukan dengan cara teknik
wawancara pakar. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan Interpretative
Structural Modeling (ISM).

Hasil analisis menunjukan bahwa pada saat ini pekebun menempatkan
pestisida sebagai bentuk utama pengelolaan PBK. Salah pandang berimplikasi pada
keberlanjutan perkebunan kakao ditunjukan oleh nilai status keberlanjutan aspek
ekologi, ekonomi, sosial termasuk di dalamnya sub aspek kelembagaan/kebijakan dan
teknologi/infrastruktur berturut-turut sebesar 44.62%, 45.27%, 58.39%, 37.32%, dan
46.58%. Artinya pengelolaan PBK yang dilakukan saat ini mengancam keberlanjutan
perkebunan. Dengan demikian pengelolaan PBK perlu diperbaiki agar tidak
bergantung pada pestisida saja tetapi juga memanfaatkan sumber daya lainnya.
Sumber daya pengelolaan PBK yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai perkebunan
berkelanjutan adalah limbah kakao, musuh alami, pemanfaatan potensi nilai-nilai
sosial dan kepemilikan lahan, serta mengoptimalkan peran kelembagaan pekebun dan
kelembagaan penunjang.
Pengelolaan PBK dilakukan dengan membuat perencanaan, penerapan dan
evaluasi. Perencanaan dilakukan dengan menganalisis kondisi lingkungan internal
dan eksternal yang memperngaruhi pengelolaan PBK. Faktor internal dan eksternal ,
kemudian diplotkan dalam matriks alternatif strategi. Analisis SWOT menunjukan
bahwa di dalam strategi pengelolaan PBK yang perlu dilakukan adalah peningkatan
pengetahuan dan keterampilan pekebun (1.101), pengembangan PHT PBK (0.538),
dan peningkatan kapasitas kelembagaan PHT (0.310), peningkatan mutu pasca panen
(0.180), dan efisiensi rantai pemasaran (0.207). Penerapan pengelolaan dilakukan

dengan merumuskan struktur organisasi pengelolaan PBK, yaitu terdiri dari fungsi
penyediaan sarana prasarana produksi, produksi, pengendalian PBK, pascapanen,

pemasaran, dan koperasi. Sistem pengelolaan PBK terdiri dari kelompok pekebun,
penyedia sarana produksi, pelaku pasar, serta lembaga penunjang.
Dalam memperbaiki pengelolaan PBK masih ditemukan kendala utama yaitu
belum dimanfaatkannya nilai-nilai sosial gotong royong dan belum optimalnya
pengawasan peredaran dan penggunaan pestisida. Untuk itu diperlukan kegiatan
pengembangan dan pengerapan PHT PBK yang ditandai dengan terbentuknya PHT
PBK yang mampu menurunkan serangan PBK, meningkatnya pendapatan pekebun,
dan meningkatnya kualitas hidup pekebun. Berdasarkan strategi dan kendala yang
dihadapi kendala maka visi pengelolaan PBK adalah terciptanya perkebunan kakao
rakyat yang produktif, mampu meningkatkan pendapatan, dan aman bagi lingkungan.
Misi pengelolaan PBK adalah produksi biji kakao bermutu dengan proses produksi
minim dampak negatif terhadap lingkungan. memerlukan visi. Strategi pengelolaan
PBK adalah penguatan PHT PBK melalui peningkatan kapasitas kelembagaan dengan
cara peningkatan pengetahuan dan keterampilan pekebun sehingga pekebun mampu
meningkatkan mutu produk kakao yang dapat memenuhi kebutuhan pasar lokal dan
global.
Untuk mencapai visi, misi, dan strategi pengelolaan PBK maka lembaga yang

menjadi penggerak utama pengelolaan PBK adalah Dinas Perkebunan yang
merupakan lembaga pengontrol, Pemerintah daerah, dan Badan Penyuluhan Pertanian.
Balai
Penyuluhan
Pertanian
menjembatani
Balai
Penelitian/Pengkajian
Teknologi/Perguruan Tinggi dengan kelompok pekebun. Pengembangan PHT PBK
meliputi penyediaan sarana produksi, pasca panen, dan pemasaran, sehingga
kelompok pekebun juga perlu bermitra dengan dinas Koperasi, Dinas
perindustrian/Perdagangan berperan dalam pembinaan koperasi dan standar mutu biji
kakao.
Dengan demikian maka harapan implikasi kebijakan PHT PBK pembentukan
forum pengembangan dan pengendalian kakao rakyat yang berperan dalam percepatan
pelaksanaan koordinasi, pemantauan dan evaluasi, pengelolaan insentif,
pemberdayaan alumni SLPHT, dan peningkatan pengetahuan dan keterampilan
pekebun.
Kata Kunci: Perkebunan kakao, strategi pengelolaan PBK, kelembagaan pengelolaan
PBK


© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KAKAO
Theobroma cacao L. RAKYAT BERKELANJUTAN
DI KABUPATEN KOLAKA PROVINSI SULAWESI
TENGGARA : PENGELOLAAN HAMA PENGGEREK
BUAH KAKAO Conopomorpha cramerella Snellen
(Lepidoptera: Gracillariidae)

MAZHFIA UMAR


Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Pengelolaan Sumber daya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si.
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc.

Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Sabarman Damanik, M.S.
Dr. Ir. Ade Wachjar, M.S.

Judul Disertasi

Nama
NIM


: Pengembangan Perkebunan Kakao Theobroma cacao L. Rakyat
Berkelanjutan di Kabupaten Kolaka: Pengelolaan Hama
Penggerek Buah Kakao Conopomorpha cramerella Snellen
(Lepidoptera: Gracillariidae)
: Mazhfia Umar
: P062050281

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.
Ketua

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr.
Anggota

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, M.S.
Anggota


Mengetahui

Ketua Program Studi
Pengelolaan SDA dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S.
Tanggal Ujian : ………………….

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Lulus : ……………………….

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2008 ini adalah perkebunan berkelanjutan
dengan judul Pengembangan Perkebunan Kakao Theobroma cacao L. Rakyat
Berkelanjutan di Kabupaten Kolaka : Pengelolaan Hama Penggerek Buah Kakao
Conopomorpha cramerella Snellen (Lepidoptera: Gracillariidae).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto,
M.Sc., Bapak Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr, dan Bapak Dr. Ir. Lala M.
Kolopaking, M.S. selaku komisi Pembimbing. Bapak Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si.
dan Bapak Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. selaku Penguji Luar Ujian Tertutup serta
Bapak Dr. Sabarman Damanik M.S. dan Bapak Dr. Ir. Ade Wachjar, M.S. selaku
Penguji Luar Sidang Terbuka. Disamping itu, penulis sampaikan penghargaan kepada
Bapak Gubernur Kepala Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara atas izin dan kesempatan
yang diberikan untuk menempuh pendidikan di IPB ini, nara sumber, dan PT Antam
(tbk) melalui Divisi Corporate Social Responsibility atas perhatian bantuan dalam
penulisan disertasi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan
program studi Pengelolaan SDA dan Lingkungan tahun 2005 atas dorongan dan
kekompakannya, kedua orang tua dan adik-adik serta seluruh keluarga atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2010.
Mazhfia Umar

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pomalaa (Sulawesi Tenggara) pada tanggal 9 Desember
1966 sebagai anak sulung dari pasangan La Pia Umar dan Mauzu. Pendidikan sarjana
ditempuh di Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, lulus tahun 1991. Pada tahun 2002, penulis diterima di Magister
Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor dan menamatkannya pada tahun
2004. Setahun kemudian tepatnya tahun 2005 penulis mendapat kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan pada Program Studi Pengelolaan Sumber daya Alam dan
Lingkungan.
Penulis bekerja sebagai Staf Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura,
Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian yang saya lakukan diharapkan
dapat menambah pemahaman dan wawasan berfikir saya dalam menjalankan tugas
sehari-hari, diharapkan dapat berkontribusi dalam pencapaian perkebunan kakao
berkelanjutan di Sulawesi Tenggara dan pada gilirannya dapat meningkatkan
kesejahteraan pekebun kakao rakyat.

xi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ...........................................................................................

xiii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................

xiv

DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................

xvi

Latar Belakang ........................................................................................

1

Perumusan Masalah ................................................................................

6

Tujuan Penelitian ....................................................................................

8

Manfaat ..................................................................................................

9

Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................

9

TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................

13

JUDUL 1 KONDISI TERKINI PERKEBUNAN KAKAO RAKYAT .............

32

Abstrak ....................................................................................................

32

Abstract ...................................................................................................

32

Pendahuluan.............................................................................................

32

Metodologi Penelitian ..............................................................................

36

Hasil ........................................................................................................

41

Pembahasan ............................................................................................

67

Kesimpulan..............................................................................................

72

Daftar Pustaka .........................................................................................

72

JUDUL 2 STATUS PENGELOLAAN PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK)
MENUJU PERKEBUNAN BERKELANJUTAN .............................................

75

Abstrak ....................................................................................................

75

Abstract ...................................................................................................

75

Pendahuluan ............................................................................................

76

Metodologi Penelitian ..............................................................................

80

Hasil ........................................................................................................

81

Pembahasan .............................................................................................

92

Kesimpulan..............................................................................................

95

Daftar Pustaka .........................................................................................

95

JUDUL 3 STRATEGI PENGELOLAAN PBK ................................................

98

Abstrak ....................................................................................................

98

Abstract....................................................................................................

98

xii
Pendahuluan ............................................................................................

99

Metodologi Penelitian ..............................................................................

102

Hasil ........................................................................................................

104

Pembahasan .............................................................................................

115

Kesimpulan..............................................................................................

123

Daftar Pustaka........................................................................................... ..

124

JUDUL 4 DESAIN KELEMBAGAAN PENUNJANG PENGELOLAAN
PBK ..................................................................................................................

126

Abstrak ....................................................................................................

126

Abstract....................................................................................................

126

Pendahuluan ............................................................................................

126

Metodologi Penelitian ..............................................................................

131

Hasil ........................................................................................................

133

Pembahasan .............................................................................................

143

Kesimpulan..............................................................................................

145

Daftar Pustaka .........................................................................................

146

PEMBAHASAN UMUM .................................................................................

148

Visi, Misi, dan Strategi Pengelolaan PBK ...............................................

148

Bentuk Kebijakan Pengelolaan PBK ........................................................

150

Kelembagaan Pengelolaan PBK ..............................................................

155

KESIMPULAN UMUM DAN SARAN ............................................................

159

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

161

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................

161

xiii

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Perkebunan berkelanjutan terkait aspek ekologi, ekonomi, dan sosial ...

17

2. Lama Hidup pada setiap fase perkembangan PBK ................................

23

3. SOP Pengendalian Hama Terpadu (PHT) PBK ......................................

27

4. Perkembangan penelitian terkait pengelolaan PBK ...............................

28

5. Karakteristik sumberdaya perkebunan kakao ........................................

34

6. Kondisi tanah di Kecamatan Lambandia ................................................

45

7. Jenis musuh alami PBK yang terjaring di Kecamatan Lambandia .........

48

8. Jenis kebijakan terkait perlindungan tanaman ........................................

51

9. Penerapan teknologi pengendalian PBK ................................................

57

10. Rata-rata produksi kakao di Kecamatan Lambandia pada puncak
produksi bulan Juli 2008........................................................................

62

11. Pendapatan pekebun responden pada berbagai tindakan pengendalian
PBK ......................................................................................................

63

12. Konsep PHT PBK berdasarkan sumberdaya dan tujuan perkebunan
berkelanjutan ........................................................................................
13. Hasil

penilaian

keberlanjutan

setiap

79

dimensi keberlanjutan

pengelolaan PBK di Kecamatan Lambandia .........................................

92

14. Matriks alternatif strategi pengelolaan PBK menuju perkebunan kakao
rakyat berkelanjutan di Kecamatan Lambandia ......................................

110

15. Perumusan sasaran dan kebijakan pengelolaan PBK .............................

118

16. Jenis lembaga pengelolaan PBK menurut legalitas dan ukuran ..............

130

17. Matriks kebijakan Pengelolaan PBK setiap stakeholder pada berbagai
strata adminstrasi ...................................................................................

151

xiv

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Luas tanam kakao (ha) tahun 2009 pada sentra produksi kakao di
Kabupaten Kolaka ....................................................................................

3

2. Kerangka pemikiran penelitian .................................................................

11

3. Proses penerapan konsep PHT mencapai perkebunan berkelanjutan .........

21

4. Penggerek Buah Kakao (PBK) .................................................................

24

5. Gejala Serangan PBK ...............................................................................

24

6. Peta Lokasi Penelitian ..............................................................................

37

7. Petak Pengambilan sampel .......................................................................

39

8. Jenis

semut

ranggang

Oecophylla

smaragdina

(Formicidae:

Hymenoptera) yang dominan ditemukan di lokasi pengamatan .................

49

9. Kondisi jalan desa masih labil dan belum memadai ..................................

53

10. Penanganan pascapanen pemisahan biji dari daging buah (kiri) dan
pengeringan biji kakao (kanan) yang dilakukan masih tradisional .............

54

11. Luas serangan PBK setiap tahun di Kecamatan Lambandia ......................

56

12. Kondisi kebun setelah panen tanpa sanitasi (kiri) dan sanitasi (kanan) .....

58

13. Kondisi Terkini Pengelolaan PBK dan implikasi terhadap perkebunan
berkelanjutan ...........................................................................................

68

14. Atribut aspek ekologi pengelolaan PBK yang menjadi penentu
keberlanjutan perkebunan kakao di Kecamatan Lambandia ....................

82

15. Atribut aspek ekonomi pengelolaan PBK yang menjadi penentu
keberlanjutan perkebunan kakao di Kecamatan Lambandia ....................
16. Atribut

aspek sosial pengelolaan PBK yang

84

menjadi penentu

keberlanjutan perkebunan kakao di Kecamatan Lambandia ....................

85

17. Atribut aspek infrastruktur/teknologi pengelolaan PBK yang menjadi
penentu keberlanjutan perkebunan kakao di Kecamatan Lambandia .......

86

18. Atribut aspek kelembagaan/kebijakan pengelolaan PBK yang menjadi
penentu keberlanjutan perkebunan kakao di Kecamatan Lambandia .......

88

19. Indeks keberlanjutan pengelolaan PBK menggunakan rap-Lambandia ......

89

20. Atribut pengelolaan PBK yang memelukan intervensi untuk mencapai
perkebunan kakao berkelanjutan di Kecamatan Lambandia ......................

93

xv
21. Matriks SWOT ......................................................................................... 104
22. Prioritas faktor internal yang menjadi kekuatan dalam pengelolaan PBK .. 105
23. Prioritas faktor internal yang menjadi kelemahan dalam pengelolaan
PBK ........................................................................................................ 106
24. Prioritas faktor eksternal yang menjadi peluang dalam pengelolaan PBK . 107
25. Prioritas faktor ekternal yang menjadi ancaman dalam pengelolaan PBK . 109
26. Prioritas Strategi pengelolaan PBK ........................................................... 112
27. Struktur Organisasi Kelembagaan Pengelolaan PBK ............................... 120
28. Sistem Kelembagaan Pengelolaan PBK .................................................... 123
29. Matriks Hubungan DP-D Elemen ............................................................. 132
30. Struktur ISM VAXO keterkaitan tolok ukur kendala yang dihadapi ......... 133
31. Matriks Hubungan DP-D elemen tolok ukur kendala yang dihadapi ......... 134
32. Struktur ISM VAXO keterkaitan tolok ukur kebutuhan kegiatan .............. 135
33. Matriks Hubungan P-D elemen tolok ukur kebutuhan kegiatan ................. 136
34. Struktur ISM VAXO keterkaitan tolok ukur untuk menilai keberhasilan . 138
35. Matriks hubungan DP-D elemen tolok ukur keberhasilan program ........... 139
36. Struktur ISM VAXO tolok ukur keterkaitan antara lembaga ..................... 140
37. Matriks hubungan DP-D elemen tolok ukur lembaga terkait ..................... 141
38. Keterkaitan antar lembaga-lembaga penunjang pengelolaan PBK
berdasarkan sub elemen kunci setiap elemen ............................................ 144

xvi

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Rapfish Ordination dan Rapfish Ordination Monte Carlo aspek ekologi,
ekonomi, sosial, teknologi/infrastruktur, dan kelembagaan/kebijakan
pengelolaan PBK ..................................................................................... 169
2. Penilaian responden berdasarkan bobot dan urut kepentingan kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman pengelolaan PBK Kerangka pemikiran
penelitian.................................................................................................. 174
3. Hasil pengolahan ISM VAXO pengelolaan PBK ..................................... 178

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kakao Theobroma cacao L. merupakan salah satu komoditas perkebunan
yang strategis bagi Indonesia. Pada saat ini 93% perkebunan kakao merupakan
perkebunan rakyat, melibatkan 1 395 824 Kepala Keluarga dan menyerap 82 197
HOK tenaga kerja. Luas lahan kakao mencapai 1 425 216 ha dan 857 757 ha
(60.18%) diantaranya berada di Pulau Sulawesi. Produksi kakao Indonesia pada
tahun 2008 mencapai 803 590 ton (Deptan 2009) sehingga menjadi penyumbang
kedua pasar kakao dunia setelah Pantai Gading (Côte d'Ivoire) (ICCO 2008).
Perkebunan kakao juga merupakan penyumbang devisa negara dengan nilai
ekspor mencapai 1 268 914 000.00 US$ pada tahun 2008 (Deptan 2009).
Produk kakao Indonesia di pasar global umumnya dijual dalam bentuk biji
kakao kering (BKK), sementara potensi produk olahan yang dapat memberi nilai
tambah seperti kakao butter, kakao pasta, tepung kakao, atau makanan
mengandung coklat lebih banyak dihasilkan oleh negara-negara importir biji
kakao. Kebijakan pemerintah Indonesia turut mendorong kondisi di atas seperti
tidak dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi ekspor biji kakao dan PPN
10% bagi biji kakao yang akan digunakan sebagai bahan baku pabrik pengolahan
biji kakao.

Bagi kakao olahan dikenakan PPN 30% dan tarif impor 5%.

Sebaliknya di negara-negara pengimpor seperti Malaysia, Amerika, dan NegaraNegara Eropa tidak mengenakan pajak impor terhadap biji kakao kering dan
ekspor biji kakao olahan. Masalah lain yang dihadapi biji kakao Indonesia adalah
mutu yang rendah sehingga dikenakan penahanan (detention) oleh lembaga
Pengawas Makanan dan Obat Amerika (USFDA).

Akibatnya produk kakao

Indonesia terkena pemotongan harga sebesar 10-15% dari harga pasar untuk biaya
penanganan kembali (reconditioning). Kebijakan-kebijakan tersebut di atas
berdampak pada harga di tingkat pekebun dan selanjutnya berdampak pada
pendapatan pekebun.
Pada sisi lain peluang pasar kakao dalam kondisi terbuka luas terlihat dari
peningkatan konsumsi kakao di negara-negara Eropa sebesar 21%, Amerika 14%,
Asia 41% dan Afrika 48% pada tahun 1996/1997 sampai 2004/2005 (ICCO 2008).

2

Kakao Indonesia sekitar 60% di pasarkan ke Malaysia, Amerika, Singapura, dan
Brazil, sementara potensi pasar lainnya seperti Eropa, Rusia, Slovenia, dan Cina
belum terjamah. Potensi konsumsi kakao di pasar global pada tahun 2004/2005
ádalah Eropa 50%, Amerika 34%, Asia 13% dan Afrika 3% (ICCO 2008).
Dalam pengelolaan perkebunan kakao masih ditemukan berbagai kendala
yaitu: degradasi lingkungan (Vadapalli 1999), sosial ekonomi pekebun, pola
budidaya tanaman, dan serangan hama dan penyakit (Deptan 2006). Penerapan
teknologi budidaya belum sepenuhnya mempertimbangkan daya dukung
lingkungan sehingga rentan terhadap penurunan kesuburan dan keanekaragaman
hayati (Rice dan Greenberg 2000), yang bermuara pada serangan hama penyakit,
penurunan produksi, dan penurunan pendapatan (Siebert 2002).

Kakao yang

ditanam dengan pola monokultur tanpa naungan dan tanpa diimbangi dengan
perlakuan budidaya lainnya dapat menimbulkan berbagai implikasi ekologis.
Ukuran daun kakao yang relatif besar mempunyai jumlah stomata per unit area
lebih banyak, menyebabkan penguapan lebih tinggi dan menurunkan ketahanan
fisiologi tanaman (De-Almeida dan Valle 2007; Belsky dan Siebert 2003).
Kehilangan hara dan kandungan bahan organik potensial menyebabkan tanaman
lebih rentan terhadap hama dan penyakit (Belsky dan Siebert 2003; Bos et al.
2007).
Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu pemasok kakao
Sulawesi dengan luas lahan 194 268 ha (22.90%). Salah satu sentra produksi
kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah Kabupaten Kolaka.

Perkebunan

kakao di Kabupaten Kolaka seluruhnya merupakan perkebunan rakyat dengan
luas 79 117 ha dan melibatkan sekitar 30 378 rumah tangga pekebun (Deptan
2009). Perkebunan rakyat dicirikan dengan kepemilikan atau pengelolaan petak
kebun sekitar 3-5 ha (ICCO 2003), pada beberapa negara luas perkebunan rakyat
1-2 ha (D’Haese et al 2003). Daerah penghasil utama kakao di Kabupaten Kolaka
adalah Kecamatan Wolo, Lambandia, Ladongi, Samaturu, Tirawuta, dan
Watubangga. Kecamatan Lambandia mempunyai kebun kakao terluas sekitar
24.09% dari luas tanam kakao di Kabupaten Kolaka.

Beberapa kecamatan

penghasil kakao dan luas tanam dapat dilihat pada Gambar 1.

3

31 852.50
Luas tanam (Ha)
14 831.40
5 035.50

Lambandia

Ladongi

Poli-polia

6 861.99

Samaturu

8 218.50
3 855.50

Wolo

Latambaga

Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Kolaka (2010)

Gambar 1 Luas tanam kakao (ha) tahun 2009 pada sentra produksi kakao
Kabupaten Kolaka.
Kakao merupakan komoditas perkebunan utama di Kabupaten Kolaka.
Dilihat dari perdagangan antar pulau, subsektor perkebunan memberikan
kontribusi senilai Rp235 256 400.00 yaitu 92.1% dari total nilai perdagangan
(BPS Kabupaten Kolaka 2006a). Kakao menjadi tumpuan rumah tangga pekebun,
karena sifat agronomis tanaman yaitu berbuah sepanjang tahun.

Kakao

merupakan komoditas perdagangan global, selain itu karena ketersediaan lahan
kering memungkinkan perluasan. Bagi pembangunan daerah, kakao merupakan
komoditas strategis terlihat dari sumbangannya terhadap Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kolaka atas harga berlaku dari perkebunan
mencapai 18.50% (BPS Kabupaten Kolaka 2006b).
Potensi pengembangan kakao belum diimbangi dengan pengelolaan
sistem produksi yang memadai. Selama lima tahun terakhir (tahun 2002 sampai
2007) rata-rata produksi kakao Kolaka mengalami penurunan sebesar 51% atau
sekitar 10% setiap tahun diantaranya akibat serangan hama dan penyakit (Dinas
Perkebunan 2007). Hasil survei terhadap perkebunan kakao rakyat di Provinsi
Sulawesi Selatan dan Tenggara menunjukan bahwa 63 - 80% tanaman kakao
terserang OPT, 5-40% adalah hama penggerek buah kakao (PBK) Conopomorpha
cramerella Snellen (Gracillariidae: Lepidoptera), 19.2% adalah penyakit busuk
buah (Phytophthora palmivora) dan selebihnya adalah penyakit VSD (Vascularstreak dieback) (Mc.Mahon et al. 2006). Serangan PBK menyebabkan biji kakao

4

menyatu satu dengan lainnya dan plasenta biji mengeras serta aroma biji kakao
tidak dapat terbentuk secara baik terutama pada biji kakao yang difermentasi,
sehingga menyebabkan penurunan mutu.
Luas serangan hama PBK di Provinsi Sulawesi Tenggara meliputi areal
3 735.4 ha dengan kerugian sekitar Rp22.312 milyar (Dinas Perkebunan dan
Hortikultura Sulawesi Tenggara 2007). Kehilangan hasil akibat serangan hama
PBK di daerah endemis mencapai 24% (Jamaluddin dan Sjafaruddin, 2005),
bahkan pada beberapa daerah mencapai 80-90%.

Kehilangan hasil akibat

serangan PBK khususnya di Kabupaten Kolaka diperkirakan mencapai
Rp25 milyar per tahun.

Pada sentra produksi kakao di Kabupaten Kolaka,

serangan hama PBK juga menjadi kendala utama. Luas serangan hama PBK
tertinggi dijumpai pada tahun 2007 di Kecamatan Lambandia yaitu 662 ha, diikuti
Kecamatan Ladongi 508 ha, Kecamatan Samaturu 483 ha, dan Wolo 446 ha
(Disbunhorti 2008). Permasalahan PBK diperkirakan semakin meluas mengingat
bentang alam perkebunan yang cukup luas dan pengendalian PBK belum
dilakukan secara komprehensif dan terpadu.
Peran strategis perkebunan kakao dan permasalahan yang cukup kompleks
di Indonesia, khususnya di Kabupaten Kolaka membutuhkan penanganan yang
komprehensif terutama penanganan hulu dalam bentuk pengawalan kebijakan.
Pengawalan kebijakan membutuhkan pemahaman pelaku pengambil kebijakan
untuk mengetahui akar permasalahan, merumuskan alternatif pemecahan dan
mampu mengembangkan desain pengelolaannya (Robert 2004). Kebijakan yang
dihasilkan selain dapat diterapkan juga dapat mencapai tujuan. Untuk itu
pengambil

kebijakan

perlu

merumuskan

strategi,

merumuskan

dan

mendistribusikan program, menyelaraskan dan memadukan berbagai fungsi dalam
bentuk koordinasi program, dan melakukan evaluasi (Peter 1996).

Kebijakan

pembangunan yang diharapkan mampu mengatasi atau menjadi jalan tengah bagi
permasalah perkebunan adalah penerapan ‘konsep perkebunan berkelanjutan’.
Perkebunan berkelanjutan merupakan penjabaran lebih lanjut dari konsep
pembangunan berkelanjutan yang tertuang dalam Agenda 21 Indonesia tahun
1978 dan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman. Kebijakan perkebunan berkelanjutan telah diakomodir dalam berbagai

5

kebijakan termasuk dalam kebijakan perlindungan tanaman untuk mengatasi
permasalahan

organisme

pengganggu

tanaman

termasuk

hama

PBK.

Implementasi kebijakan perlindungan tanaman yang sejalan dengan tujuan
perkebunan berkelanjutan adalah penerapan konsep Pengendalian Hama Terpadu
(PHT) (Heinrichs 2005). Konsep PHT mengintegrasikan pengelolaan tanaman
dalam skala hamparan yang melibatkan pekebun, kelompok pekebun (Bianchi et
al. 2006; Campbell dan Godoy 1986), dan pengambil kebijakan yang berperan
sebagai pengontrol (Campbell dan Godoy 1986).
Pengendalian hama terpadu merupakan pengambilan keputusan secara
holistik dan partisipatif untuk menghasilkan teknologi, anjuran, strategi
pengendalian yang aman bagi lingkungan dan masyarakat serta memiliki manfaat
sosial ekonomi (Norris et al. 2003; Dhaliwal et al. 2004). Pengambilan keputusan
dilakukan dengan mempertimbangkan tujuan pengelolaan, masalah yang dihadapi,
kondisi sumber daya, dan alternatif teknologi PHT yang tersedia (Dhaliwal et al.
2004). Sumber daya perkebunan meliputi sumber daya ekologi, fisik (teknologi,
sarana produksi, dan infrastruktur), ekonomi, manusia, dan sosial (Campbell et al.
2001; Hassanshahi et al. 2008).
Penerapan PHT tidak hanya pada level pekebun, tetapi juga pada level
kelompok pekebun, dan pengambil kebijakan (Heong 1985).

Pekebun adalah

inidividu pengambil keputusan tingkat agroekosistem kakao oleh karena itu
dibutuhkan kemampuan pekebun untuk menganalisis kondisi ekosistem dan
mempertimbangkan teknik pengendalian yang kompatibel. Kelompok pekebun
diharapkan dapat bekerjasama dengan lembaga-lembaga terkait, dan pengambil
kebijakan melaksanakan peran kontrol secara terus menerus. Secara keseluruhan
dibutuhkan pembelajaran secara terus menerus pada setiap level untuk
mendukung pengambilan keputusan di tingkat pekebun. Setiap level pengambilan
keputusan diharapkan saling mendukung, pengambilan keputusan pada level
pekebun didasari oleh pengambilan keputusan pada level diatasnya, demikian pula
sebaliknya.
Dengan demikian maka terlihat bahwa konsep PHT merupakan suatu
pendekatan yang holistik dengan mempertimbangkan kondisi sumber daya
perkebunan dalam mendapatkan suatu teknologi dan strategi pengendalian PBK

6

yang dapat diterapkan dan dikontrol secara optimal. Untuk itu dalam pengelolaan
PBK diperlukan suatu keterpaduan antara pekebun, kelompok pekebun, dan
pengambil kebijakan. Pekebun diharapkan mampu mengidentifikasi permasalahan
dan merumuskan strategi pengendalian, serta mampu melaksanakan pengendalian
dengan dukungan kelembagaan pekebun yang efektif, dan pengawalan kebijakan
yang mendorong terlaksananya strategi pengendalian PBK.

Perumusan Masalah
Kebijakan perkebunan berkelanjutan tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, dan penjabarannya
pada berbagai perundang-undangan terkait. Kebijakan perkebunan berkelanjutan
sejalan dengan prinsip-prinsip PHT yaitu pengelolaan yang dapat mendorong
pelestarian lahan dan keanekaragaman hayati, mampu meningkatkan produktivitas
dan pendapatan pekebun untuk menerapkan dan mengembangkan PHT secara
terus menerus.
Peraturan perundang-undangan telah menetapkan tujuan perkebunan
berkelanjutan yaitu proses produksi yang menciptakan kelestarian lahan dan
keseimbangan ekosistem (Undang Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem
Budidaya Perkebunan, Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Undang Undang Nomor 26 tahun
2007 tentang Penataan Ruang, Undang Undang Nomor 18 tahun 2004 tentang
Perkebunan, Undang Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan hidup), mendorong iklim usaha perkebunan yang
kondusif bagi peningkatan pendapatan (Undang Undang Nomor 9 tahun 1995
tentang Usaha Kecil), serta upaya pemenuhan hak pekebun dalam mengakses
lahan, menjalankan usaha perkebunan secara adil, merata dan aman bagi
kesehatan (Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria, Undang Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, dan Undang Undang Nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok – Pokok
Kesehatan. Untuk itu diperlukan dukungan teknologi yang berorientasi
lingkungan hidup (Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1995 tentang
Perlindungan Tanaman) dan kelembagaan (Undang Undang Nomor 32 tahun 2004

7

tentang Pemerintahan Daerah).

Berdasarkan ketentuan di atas, maka

pembangunan perkebunan kakao seyogyanya mampu menciptakan kelestarian
lahan dan keseimbangan ekosistem, bersifat adil, aman bagi kesehatan pekebun,
dan dapat mendorong iklim usaha yang kondusif serta mampu meningkatkan
pendapatan rumah tangga pekebun.
Pembangunan perkebunan kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara masih
belum sepenuhnya mengimplementasikan ketentuan yang ada. Penggunaan lahan
untuk perkebunan belum mempertimbangkan peruntukan lahan, bahkan sampai ke
hutan lindung dan mengancam kehidupan satwa endemik seperti Anoa (Balbadus
sp.) dan babi rusa (Babyrousa babyrussa) sehingga mengancam keseimbangan
ekosistem setempat. Pola budidaya yang belum sepenuhnya berpedoman pada
standar budidaya seperti penggunaan pupuk yang belum mengacu kebutuhan hara
lahan, penebangan naungan, dan pengendalian OPT yang masih terpaku pada
penggunaan pestisida. Akibatnya serangan OPT dalam hal ini serangan PBK
meningkat dan produktivitas kakao semakin menurun. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa serangan PBK merupakan kendala penting mengingat timbulnya
serangan OPT merupakan akumulasi dari kendala-kendala lainnya yang belum
ditangani dengan baik.
Sementara orientasi pengelolaan PBK oleh masing-masing pekebun di
Kecamatan Lambandia belum dilakukan secara berkelanjutan, misalnya belum
dipertimbangkan keterpaduan manfaat ekologi, ekonomi, dan sosial. Pengambilan
keputusan pengendalian dilakukan oleh inividu pekebun yang pada umumnya
memilih teknik pengendalian pestisida yang dianggap paling praktis.
kelompok pekebun masih belum optimal,
pengambilan keputusan pengendalian PBK.

Peran

terutama dalam mendukung
Akibatnya masih terus terjadi

peningkatan luas serangan PBK dan penurunan produksi kakao.
Pengenalan pengendalian PBK melalui sekolah lapang pengendalian hama
terpadu (SLPHT) telah dilakukan di berbagai desa, tetapi belum diterapkan secara
konsisten. Kendala yang dihadapi seperti pengetahuan belum merata diantara
pekebun, belum dikembangkannya PHT , kebijakan subsidi sarana produksi hanya
untuk pupuk anorganik, pendapatan rendah, dan nilai-nilai gotong royong yang
memudar. PHT yang dihasilkan diharapkan adalah teknologi/informasi/anjuran

8

pengendalian OPT yang diyakini mampu menurunkan tingkat serangan OPT,
murah, mudah, dan menggunakan tenaga kerja yang lebih sedikit (Orr dan Ritchie
2004).
Kendala-kendala yang dihadapi meliputi semua komponen sumber daya
(1) kendala sumber daya manusia seperti pengetahuan dan keterampilan, (2)
sumber daya fisik seperti pemenuhan sarana produksi, (3) sumber daya keuangan
yang menyangkut pendapatan pekebun, (4) sumber daya sosial yang terkait
dengan kelembagaan pekebun. Dengan demikian berdasarkan kendala sumber
daya yang dihadapi, maka permasalahan PBK memerlukan suatu bentuk
pengelolaan sumber daya berkelanjutan. Pengelolaan yang berkelanjutan
merupakan suatu bentuk pengelolaan yang aman bagi lingkungan, dan memberi
manfaat sosial ekonomi bagi pekebun dan masyarakat.
Berdasarkan

kendala

dan

kebutuhan

partisipasi

pekebun

dalam

pengelolaan PBK maka perlu dirancang suatu desain pengelolaan PBK yang
terintegrasi dan komprehensif.

Oleh karena itu permasalahan penelitian

dirumuskan sebagai berikut :
1. Terbatasnya informasi status pengelolaan PBK dalam upaya mencapai
perkebunan berkelanjutan
2. Pengelolaan PBK yang dilakukan masih belum terintegrasi antar sub sektor
3. Kelembagaan pengelolaan PBK belum menjadi sarana untuk memudahkan
pemanfaatan sumber daya.
Pertanyaan penelitian adalah apakah pengelolaan hama PBK berkontribusi
sebagai kendala besar dalam mewujudkan perkebunan kakao rakyat berkelanjutan
di Kabupaten Kolaka?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengobservasi kondisi terkini perkebunan kakao rakyat
2. Menganalisis status pengelolaan PBK dalam rangka mencapai perkebunan
berkelanjutan
3. Menganalisis strategi pengelolaan PBK
4. Menganalisis dan merancang kelembagaan penunjang pengelolaan PBK

9

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran yaitu :
1. Pengembangan ilmu pengetahuan dengan aplikasi sistematika berfikir yang
holistik dalam mengeksplorasi potensi dan perumusan kegiatan berdasarkan
akar permasalahan dalam konsep pembangunan berkelanjutan.
2. Para pihak terkait dapat memahami visi bersama dan saling kerjasama untuk
mencapai tujuan pengembangan perkebunan kakao rakyat berkelanjutan di
Kecamatan Lambandia.
3. Pemerintah daerah, khususnya Kecamatan Lambandia dapat menggunakan
hasil penelitian ini sebagai bahan bagi perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan perkebunan kakao rakyat berkelanjutan.

Ruang Lingkup Penelitian
Paradigma pembangunan berkelanjutan merupakan arah bagi pelaksanaan
pembangunan di berbagai sektor yang mampu menciptakan manfaat ekologi,
ekonomi, dan sosial baik bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang.
Perkebunan berkelanjutan ditunjukan dengan tetap terjaganya kualitas lahan dan
keseimbangan ekosistem, bersifat adil, aman bagi kesehatan pekebun, dan dapat
mendorong iklim usaha yang kondusif serta mampu meningkatkan pendapatan
rumah tangga pekebun. Beberapa kebijakan terkait perkebunan berkelanjutan
sebagaimana disebutkan pada perumusan masalah telah memuat tujuan
pembangunan perkebunan dalam aspek ekologi, ekonomi, atau sosial.
Dalam mencapai tujuan tersebut, maka pembangunan perkebunan masih
menghadapi berbagai permasalahan seperti pembukaan lahan kebun belum
sepenuhnya mengindahkan peruntukan lahan, produktivitas kakao rendah, dan
kelembagaan pekebun yang belum berperan optimal, dan lingkaran kemiskinan
rumah tangga pekebun. Kompleksitas permasalahan perkebunan bermuara pada
permasalahan hama dan penyakit atau bencana alam (Power 1999), misalnya pada
perkebunan kakao rakyat yang didera permasalahan OPT, khususnya penggerek
buah kakao (PBK).
Permasalahan PBK merupakan salah satu kendala utama perkebunan
kakao. Untuk mengetahui akar permasalahannya maka perlu dilakukan

10

identifikasi masalah secara tepat.

Hasil identifikasi masalah dijadikan dasar

dalam menerapkan kebijakan perlindungan tanaman menggunakan konsep
pengendalian hama terpadu (PHT). Konsep PHT sejalan dengan paradigma
keberlanjutan karena PHT mempertimbangkan keberlanjutan ekologi, mampu
meningkatkan pendapatan dan dapat diterapkan secara terus menerus. Penerapan
PHT meliputi tindakan preventif dan tindakan pengendalian. Tindakan preventif
dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi sumber daya,

melakukan

monitoring dan analisis data, serta evaluasi tindakan pengendalian yang
dilakukan. Keputusan pengendalian mempertimbangkan pula tujuan perkebunan
dan teknologi yang tersedia seperti pengendalian biologi, fisik, mekanik, dan
kimiawi. Dalam mempertimbangkan kondisi sumber daya dilihat permasalahan
dan kendala yang dihadapi, dan tujuan pembangunan perkebunan (Dhaliwal et al.
2004) dalam hal ini tujuan perkebunan berkelanjutan.

Sumber daya meliputi

sumber daya ekologi, ekonomi, fisik, manusia, dan sosial (Campbell et al. 2001;
Hassanshahi et al. 2008).
Keterpaduan paradigma pembangunan, sumber daya, dan kendala yang
dihadapi dapat dijadikan pertimbangan pengambilan keputusan pengelolaan PBK.
Keputusan pengelolaan perlu dirumuskan dalam bentuk strategi pengelolaan PBK.
Strategi pengelolaan PBK memberi arahan prioritas kepada aktor pengelola, pada
tujuan yang akan dicapai, dan arahan prioritas dalam menghadapi tantangan dari
dalam dan luar pekebun (Agrawal 2003; Campbell et al. 2001; Ostrom et al.
1994). Keterkaitan kondisi sumber daya dan rancangan pengelolaan PBK
disajikan pada kerangka pikir sebagai berikut.

11

Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan
- UU No. 9 Tahun 1960
- UU No. 5 Tahun 1990
- UU No.12 Tahun 1992
- UU No. 9 Tahun 1995
- UU No. 8 Tahun 1999
- UU No.32 Tahun 2004
- UU No.18 Tahun 2004
- UU No.26 Tahun 2007
- UU No.32 Tahun 2009

Perkebunan Kakao
Rakyat

Kondisi terkini
Perkebunan Kakao Rakyat

Pembukaan hutan

Tanaman tidak
produktif

Akumulasi
degradasi

Gangguan
OPT-PBK

Lingkaran
kemiskinan

Pengelolaan PBK

Pengendalian hama terpadu (PHT)

Sumberdaya
perkebunan

Identifikasi masalah dan
kebutuhan

Tujuan perkebunan
berkelanjutan

Teknologi yang tersedia

Strategi Pengelolaan PBK

Kelembagaan Pengelolaan PBK

Gambar 2 Kerangka Pemikiran Penelitian.
Penggunaan sumber daya dalam pengelolaan PBK memerlukan peran
kontrol dari pihak-pihak terkait (Ostorm et al. 1994). Peran kontrol bertujuan
untuk menjamin ketersediaan sumber daya dalam jangka panjang bahkan antar
generasi dan menekan konflik antar pengguna sumber daya.

Dalam melakukan

kontrol penggunaan sumber daya berbagai stakeholder berpartisipasi, sehingga
diperlukan suatu desain kelembagaan. Untuk itu dibutuhkan desain pengelolaan
yang meliputi strategi dan kelembagaan terkait sehingga dapat diterapkan dan
dievaluasi.

Strategi pengelolaan bersifat jangka panjang, sehingga bersifat

dinamis sesuai dengan perkembangan internal dan eksternal sistem perkebunan
kakao.

Untuk itu peranan kelembagaan yang menjadi bagian integral dalam

pengelolaan PBK, perlu ditumbuhkembangkan.

12

Berdasarkan kerangka pemikiran maka penelitian yang dilakukan terdiri
atas 4 bagian masing-masing bagian dituangkan dalam bab tersendiri. Observasi
terhadap kondisi perkebunan kakao yang dikemukakan pada Judul 1. Kondisi
terkini perkebunan perlu diukur status keberlanjutannya sehingga diperoleh
informasi ilmiah yang dapat digunakan dalam mengevaluasi pengelolaan PBK
dalam mencapai pembangunan perkebunan kakao. Penilaian status keberlanjutan
perkebunan disajikan pada Judul 2. Berdasarkan kondisi terkini dan penilaian
status keberlanjutan perkebunan, maka dapat ditentukan faktor-faktot internal
eksternal perkebunan yang selanjutnya digunakan untuk merumuskan strategi
pengelolaan PBK. Perumusan strategi pengelolaan PBK dapat ditemukan pada
Judul 3.

Penerapan strategi perlu dikontrol sehingga tetap terlaksana dan

mencapai tujuan.

Peran kontrol dilakukan oleh pengambil kebijakan yang

dikemukakan pada Judul 4. Hasil penilaian dan perumusan strategi dan desain
kelembagaan pengambil kebijakan dianalisis pada Pembasahan Umum serta
Kesimpulan dan Saran.

13

Pawar CS. 2002. IPM and Plant Science Industries in India. Agrolinks. Juni
2002.
Peshin R, Bandral RS, Zang WJ, Wilson L, Dhawan AK. 2009. Integrated Pest
Management: A Global Overview of History, Progress and Adoption. Di
dalam Dhawan AK, Peshin R, editor. Integrated Pest Management:
Innovation-Develop-ment Process. Springer Netherlands: Netherlands.
689pp.

Contents
PENDAHULUAN ..............................................................................1
Latarbelakang ................................................................................