frenatus dan garnotii di Indonesia
47
Lampiran 1 Daftar kolektor cicak
Nama kolektor Lokasi penangkapan
Arif Rahmatullah Lamongan
Atang Serpong
Budhi Priyanto Serang, Pekalongan, Manado
Darlianis Aceh
Dakir Torang Kolaka
Ednan Setriawan Palangkaraya
Inayat Makassar, Gorontalo, P. Seram, P. Kisar, Masohi,
Ambon, Biak Islamul Hadi
Mataram, Kupang Ketut Yunita
Denpasar Kodri Mandang
Palembang Rahmudin
Padang Sidempuan Ruth Normasari
Tuban Sipri
Bengkulu Tjatur Supriyono
Sangatta Tri Atmowidi
Kotawaringin Barat Wolly Candranila
Pontianak
48
Lampiran 2 Formula perekat polivinil laktofenol
Formula polivinil laktofenol untuk 100 ml larutan perekat adalah sebagai berikut.
1. Larutkan 15 g polivinilalkohol dalam 100 ml akuades
2. Panaskan sambil diaduk
3. Setelah larut, larutan disaring dan filtrat diinapkan semalam hingga
gelembung lenyap Campuran perekat polivinil laktofenol dibuat dengan resep sebagai berikut.
Larutan polivinilalkohol 56 ml
Asam laktat 22 ml
Larutan fenol jenuh 22 ml
49
Lampiran 3 Penyebaran spesies cicak di Indonesia
Lokasi penangkapan C. platyurus
H. frenatus H. garnotii
Sumatera
Aceh 16,67 0,00
83,33 Padang Sidempuan
34,78 0,00
65,22 Bengkulu 80,00
20,00 0,00
Palembang 50,00 30,77
19,23
Jawa
Serang 23,08 46,15
30,77 Serpong 45,00
35,00 20,00
Pekalongan 75,51 0,00
24,49 Tuban 88,89
5,56 5,56
Lamongan 47,83 21,74
30,43
Kalimantan
Pontianak 53,85 46,15
0,00 Kotawaringin Barat
0,00 83,33
16,67 Palangkaraya 38,46
23,08 38,46
Sangatta 0,00 33,33
66,67
Sulawesi
Manado 53,85 46,15
0,00 Gorontalo 0,00
0,00 100,00
Makassar 22,22 77,78
0,00 Kolaka 83,33
16,67 0,00
Nusa Tenggara
Denpasar 70,00 30,00
0,00 Mataram 86,67
0,00 13,33
Kupang 66,67 33,33
0,00
Maluku
Masohi 0,00 0,00
100,00 Pulau Seram
42,50 0,00
57,50 Pulau Kisar
0,00 0,00
100,00 Ambon 0,00
42,86 57,14
Papua
Biak 0,00 0,00
100,00
Indonesia 39,73 18,75
41,52
50
Lampiran 4 Glosari
Apotele : segmen terminal pada anggota tubuh yang melekat pada tarsus.
Badan kelisera : Segmen utama segmen kedua dari kelisera.
Cakar : Pasangan lateral yang terlekatkan ke pretarsi kaki.
Dorsum : Permukaan dorsal dari tubuh atau anggota tubuh.
Empodium : Struktur median yang melekat pada pretarsi kaki, dan bila ada sering
serupa cakar atau bantalan.
Femur : segmen keempat dari kaki dan palpus dihitung dari ujung distal pada
tungau umumnya; pada beberapa kelompok tungau, femur terbagi menjadi telofemur distal dan basifemur proksimal.
Faring : Bagian pengisap suctorial dari saluran alimentari berdinding otot,
menjulur dari mulut ke esofagus.
Genu : Segmen ketiga dari kaki dan palpi dihitung dari ujung distal pada tungau
umumnya, distal terhadap femur dan proksimal terhadap tibia.
Gnatosoma : Bagian tubuh anterior terhadap idiosoma, mempunyai palpus dan
keliserae yang digunakan sebagai alat penangkap makanan.
Idiosoma : Bagian utama tubuh posterior terhadap gnatosoma.
Koksa : Segmen basal dari kaki dan palpus.
Kapitulum : Bagian paling anterior atau bagian “kepala” dari tubuh, dalam hal ini
gnatosoma. Tungau tidak mempunyai kepala sejati.
Khaetotaksi : Jumlah dan pola penyebaran setae.
Kelisera : Pasangan anggota tubuh anterior pada gnatosoma yang digunakan untuk
menusuk atau mengunyah mangsa.
Lasinia : Struktur seperti setae, sering berpasangan, muncul dari dasar
tritosternum pada tungau parasitiformis.
Lempeng epiginial : Lempeng genital.
Mulut : Bagian mulut adalah struktur di distal terhadap gnatosoma yang terlibat
dalam penangkapan makanan.
Opitosoma : Bagian dari tubuh posterior terhadap podosoma.
Palpus : Pasangan kedua anggota tubuh pada gnatosoma, digunakan untuk peraba
dan penanganan bahan makanan. juga sebagai pulpus.
Peritrema : Struktur seperti got atau tabung yang terasosiasi dengan sebuah
stigmata.
Podosoma : Bagian idiosoma yang mempunyai kaki.
Pretarsus : Bagian distal pada tarsus, kurang tersklerotisasi, yang membentuk
bagian ambulakrum, dan mengandung suatu endoskeleton biasanya sepasang sklerit untuk bergerak bersama apotele.
51
Propodosoma : Bagian anterior dari idiosoma yang mengandung kaki I dan II.
Prosoma : Bagian tubuh anterior terhadap opistosoma, termasuk gnatosoma dan
podosoma.
Pulvilus : Struktur seperti bantalan yang terletak ventral dari dan di antara
sepasang cakar, dan membentuk bagian dari ambulakrum.
Rambut tenen : Rambut ramping yang muncul dari cakar atau empodia, diduga
memungkinkan tungau mencengkeram permukaan daun; ujung distalnya sering sedikit membesar pada banyak spesies tungau laba-laba.
Rutelum : Seta menggembung tersisipkan pada infrakapitulum laterodistal pada
beberapa jenis tungau akariformis.
Spermatodaktil : Struktur seperti jari di jari bergerak pada jantan Demanyssina
Mesostigmata yang digunakan untuk memasukkan sperma ke tubuh betina.
Spur : Berkas seta kaku.
Stigmata : Bukaan luar dari sistem respirasi.
Stilet : Jari bergerak berbentuk seperti jarum pada kelisera yang khusus untuk
menusuk.
Subkapitulum : Permukaan ventral dari infrakapitulum.
Tarsus : Segmen subterminal dari kaki dan palpus, distal terhadap tibia dan
mengandung apotele.
Tibia : Segmen kedua pada kaki dan palpus dihitung dari ujung distal pada tungau
umumnya. ujung distalnya bergabung dengan tarsus dan basalnya dengan genu.
Tritosternum : Struktur yang muncul dari dasar infrakapitulum, umumnya
bercabang halus pada basalnya membentuk sepasang lansiniae pilosa.
Trokhanter : Segmen kelima dari kaki dan palpus dihitung dari ujung distal
tungau umumnya. Distalnya bergabung dengan femur dan basalnya dengan koksa.
ABSTRACT
TARUNI SRI PRAWASTI. Distribution and Diversity of Ectoparasite Mites on Geckos in Indonesia. Supervised by ACHMAD FARAJALLAH and RIKA
RAFFIUDIN.
Data on the diversity and dispersal of parasitic mites on house geckos in Indonesia are very scarce. In this work, the distribution and diversity of mites
living on three species of house geckos, namely Cosymbotus platyurus, Hemidactylus frenatus, and H. garnotii collected throughout Indonesia, has been
elaborated. Geckos and mites were captured and immediately preserved in 70 ethanol. Whole mount of the mites was prepared by clearing in lactophenol
followed by mounting on polyvinyl lactophenol solutions. The SEM preparation was conducted to examine the detail morphological characters of the mites. The
results showed that among 448 individuals of geckos, 221 geckos were infected by Geckobia mites. Prevalences of C. platyurus, H. frenatus, and H. garnotii
infested by mites were 14.8, 50.69, and 79.6, respectively. Three different spesies of Geckobia G1, G2, and G3 could be differentiated; and based on
similarities of their morphological characters to ones described in published literatures, Geckobia G2 is Geckobia glebosum and Geckobia G3 is
Geckobia bataviensis while G1 could not be identified to the species level. The highest mean intensity of Geckobia G1 infestation was found on H. garnotii
I=7.0, G. glebosum infestation on H.
frenatus I=3.5, and G. bataviensis infestation on H. garnotii I=11.8. In general, C. platyurus was infested by the
least number of mites. Geckobia G1 were found living on the skin folds on the claws, G. glebosum were found mainly on the body and thigh, and G. bataviensis
were found on almost all parts of the host’s body. Geckobia mites are distributed randomly throughout Indonesian Archipelago, following the pattern of
distribution of their hosts. So it is concluded that Geckobia G1, G. glebosum, and G. bataviensis are sympatric.
Keywords : ectoparasite, mite, Geckobia, gecko, Cosymbotus, Hemidactylus
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tungau menempati tipe habitat yang sangat beragam, seperti di darat, di air atau hidup pada organisme lain. Karena ukuran tubuh tungau relatif kecil dan
plastis, tungau mampu beradaptasi pada berbagai habitat Fain 1994. Semua taksa yang lebih besar daripada tungau, baik tumbuhan atau hewan lain telah
dikolonisasi. Pada hewan, semua vertebrata darat menjadi inang simbiotik tungau. Pada hewan avertebrata seperti insekta, Arachnida termasuk tungau lain,
miriapoda, krustase, anelida telah diinfestasi oleh tungau Walter dan Proctor 1999.
Tungau dapat menjadi simbion temporer atau permanen dan dapat bertindak sebagai komensal, mutualis, parasit atau parasitoid. Parasitisme adalah interaksi
antara dua jenis organisme yang hidup bersama, yaitu salah satu organisme diuntungkan dan yang lain dirugikan. Kebanyakan spesies tungau adalah
ektoparasit dan sebagian yang lain adalah endoparasit pada saluran pernafasan burung, mamalia dan lain sebagainya Fain 1994. Ektoparasit adalah organisme
parasit yang hidup pada permukaan tubuh inang, menghisap darah atau mencari makan pada rambut, bulu, kulit dan menghisap cairan tubuh inang Triplehorn dan
Johnson 2005. Sifat ektoparasit berlangsung paling tidak pada sebagian dari seluruh siklus hidup tungau di tubuh inang avertebrata maupun vertebrata. Tungau
dapat berasosiasi dengan sejumlah hewan avertebrata maupun vertebrata. Reptil, dalam hal ini kura-kura, ular kadal dan cicak, berinteraksi dengan beragam jenis
tungau, baik sebagai ektoparasit maupun endoparasit Walter dan Proctor 1999. Menurut Walter dan Proctor 1999, tungau dibagi menjadi tiga ordo yaitu
1 Ordo Opilioacariformes, 2 Ordo Parasitiformes, dan 3 Ordo Acariformes. Ordo Opilioacariformes adalah ordo yang paling primitif. Ordo Parasitiformes
terdiri dari tiga sub ordo, yaitu Sub Ordo Mesostigmata 10 famili dan 10 000 spesies telah teridentifikasi, Sub Ordo Holothyrida kurang lebih 30 spesies
teridentifikasi, dan Sub Ordo Ixodida sekitar 800 spesies telah teridentifikasi. Ordo Acariformes terdiri dari dua sub ordo, yaitu Sub Ordo Sarcoptiformes 10
famili dan Sub Ordo Trombidiformes sekitar 7000 spesies telah teridentifikasi.
2
Berdasar Kethley 1982, tungau termasuk anggota Filum Arthropoda, Sub Filum Chelicerata, dan Kelas Arachnida. Ciri yang membedakan tungau
dengan Arachnida lain adalah struktur alat mulut gnatosoma. Podosoma toraks dan opistosoma abdomen menyatu membentuk idiosoma. Segmen abdomen
tidak ada atau tidak jelas. Tungau dewasa mempunyai empat pasang tungkai yang terletak pada podosoma. Kelisera teradaptasi sebagai alat untuk menusuk,
menghisap dan mengunyah Krantz 1978. Tungau Famili Pterygosomatidae hidup sebagai parasit pada cicak dan kadal
Gekkonidae Bochkov dan Mironov 2000, Walter dan Shaw 2002. Menurut Schmaschke 1997 tungau Pterygosomatidae dikenal sebagai parasit penghisap
darah. Oliver dan Shaw 1953 menyatakan bahwa tungau yang menginfestasi Hemidactylus garnotii adalah tungau Geckobia. Tungau Geckobia Famili
Pterygosomatidae dilaporkan ditemukan pada cicak Famili Gekkonidae Montgomery 1966 dan sebagai ektoparasit pada cicak Hemidactylus di Asia
Tenggara Krantz 1978. Menurut Bertrand et al. 1999 cicak Cosymbotus platyurus dan H. frenatus dapat diinfestasi oleh beberapa spesies Geckobia. Cicak
H. mabouia merupakan inang dari tungau G. hemidactyli di Puerto Rico Rivera et al. 2003, sedangkan tungau G. carcinoides merupakan ektoparasit pada cicak
Gehyra oceanica di Polynesia Bertrand dan Ineich 1989. Beberapa jenis tungau menimbulkan kerugian langsung atau tidak langsung
yaitu sebagai vektor beberapa penyakit pada manusia maupun hewan lain. Pada integumen reptil Uta stanbuliana liar ditemukan tungau Famili Trombiculidae
yang dapat menimbulkan peradangan Goldberg et al. 1991. Tungau G. naultina pada reptil Haplodactylus duvaocelli Gekkonidae di Selandia Baru ditemukan
sebagai vektor pembawa Rickettsia, yaitu bakteri parasit Barry et al. 2011. Interaksi antara tungau parasit dengan cicak perlu diperhatikan, karena cicak
hidup di antara manusia. Data base penyakit infeksi global menunjukkan bahwa satwa liar berperan sebagai reservoir patogen untuk manusia dan hewan
peliharaan atau ternak Jones et al. 2011. Penyebaran spesies cicak sangat luas, terutama di daerah tropis. Cook dan
Richard 1999 menyatakan bahwa cicak merupakan hewan yang mudah menyebar dan membentuk kelompok baru. Cicak H. frenatus, C. platyurus dan
3
H. garnotii ditemukan di berbagai daerah di Indonesia, seperti Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Rooij 1915.
Inventarisasi dan identifikasi tungau ektoparasit pada cicak di Bogor telah dilakukan oleh Soleha 2006 yang menunjukkan, bahwa tungau yang
menginfestasi C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii di Bogor adalah tungau Geckobia. Vitzthum 1926 melaporkan bahwa G. bataviensis ditemukan pada
cicak H. frenatus di Batavia Jakarta. Belum ada laporan mengenai distribusi tungau ektoparasit yang menginfestasi cicak C. platyurus, H. frenatus dan
H. garnotii di Indonesia. Analisis keberadaan ektoparasit pada tubuh inang dilakukan dengan
menghitung nilai prevalensi, intensitas infestasi dan pola perlekatan ektoparasit pada tubuh inang. Menurut Barton dan Richard 1966, prevalensi adalah bagian
dari populasi inang yang terinfestasi ektoparasit, sedang intensitas infestasi adalah kerapatan ektoparasit yang menginfestasi inang. Pola perlekatan inang diamati
untuk mengetahui distribusi ektoparasit pada tubuh inang. Berdasarkan pada data penyebaran cicak di Indonesia dan adanya interaksi
antara cicak dengan tungau ektoparasit, penelitian ini akan mengeksplorasi distribusi geografis cicak C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii, tungau
ektoparasit yang menginfestasi ketiga spesies cicak tersebut, hubungan antara spesies inang dengan spesies tungau yang memparasit, serta menghitung nilai
prevalensi dan intensitas infestasi tungau pada inang.
Tujuan Penelitian
1. Mempelajari distribusi dan keanekaragaman tungau ektoparasit yang
menginfestasi cicak C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii di Indonesia.
2. Menganalisis nilai prevalensi, intensitas infestasi dan perlekatan
tungau ektoparasit pada badan cicak.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai: 1.
Spesies tungau yang menginfestasi cicak C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii di Indonesia.
4
2. Hubungan antara spesies cicak dengan spesies tungau yang
menginfestasi.
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Morfologi Tungau
Kethley 1982 menempatkan tungau sebagai anggota Filum Arthropoda, Sub
Filum Chelicerata, Kelas Arachnida, Sub Kelas Acari. Ciri yang
membedakan tungau dengan Arachnida lain adalah segmen abdomen tidak ada atau tidak jelas. Walter dan Proctor 1999 membagi Sub Kelas Acari menjadi tiga
ordo yaitu 1 Ordo Opilioacariformes yang terdiri dari Sub Ordo Opilioacarida dan Sub Ordo Notostigmata, 2 Ordo Parasitiformes yang terdiri dari Sub Ordo
Holothyrida, Sub Ordo Mesostigmata dan Sub Ordo Ixodida, dan 3 Ordo Acariformes yang terdiri dari Sub
Ordo Sarcoptiformes dan Sub Ordo
Trombidiformes. Berdasar morfologi, tubuh tungau terbagi menjadi dua bagian yaitu
gnatosoma dan idiosoma. Gnatosoma terletak di bagian anterior tubuh, merupakan alat mulut yang terdiri atas kelisera dan pedipalpi. Pada gnatosoma terdapat
stigmata, peritrema dan alat sensori. Stigmata dan peritrema berfungsi sebagai alat pernafasan. Kelisera berfungsi sebagai alat untuk menusuk, menghisap dan
mengunyah sedang pedipalpi berfungsi sebagai alat bantu makan. Idiosoma pada tungau adalah podosoma dan opistosoma yang menyatu. Terdapat empat pasang
tungkai yang terletak pada podosoma. Bagian posterior dari tubuh tungau adalah opistosoma yang terdiri dari organ sekresi dan organ genital Gambar 1.
Karakterisasi dan Infestasi Tungau pada Cicak
Menurut Womersley 1941, tungau famili Pterygosomatidae biasanya ditemukan pada pada reptil famili Gekkonidae, Agamidae, Zonuridae dan
Gerrhosauridae. Tungau famili Pterygosomatidae mempunyai kanal podocephalic yang berfungsi sebagai saluran hasil sekresi Krantz 1978. Rivera et al. 2003
menyatakan bahwa tungau Pterygosomatidae ditemukan pada berbagai bagian tubuh inang, dari bagian kepala sampai ekor, pada lipatan kulit, bagian bawah
cakar dan sebagainya.
6
Gambar 1 Morfologi tungau. a = gnatosoma; b = kapitulum; c = podosoma; d = opistosoma; e = idiosoma. T1, T2, T3, T4 = tungkai ke-1 hingga
ke-4.
Tungau Geckobia famili Pterygosomatidae ditemukan pada cicak Famili Gekkonidae Montgomery 1966 dan sebagai ektoparasit pada cicak Hemidactylus
di Asia Tenggara Krantz 1978. Rivera et al. 2003 menyatakan bahwa cicak H. mabouia merupakan inang dari tungau G. hemidactyli di Puerto Rico.
Sedangkan G. carcinoides merupakan ektoparasit pada cicak Gehyra oceanica di Polynesia Perancis Bertrand dan Ineich 1989.
Menurut Bertrand et al. 1999, cicak C. platyurus diinfestasi oleh tungau G. clelandi Hirst 1917, G. cosymboty Cuy 1979 dan G. glebosum n sp. Sedangkan
cicak H. frenatus diinfestasi oleh tungau G. andoharonomaitsoensis Haitlinger 1988, G bataviensis Vitzhum 1926, G. cosymboty Cuy 1979, G. ifanadianaensis
Haitlinger 1988, G. nepali Hiregaudar, Joshee Soman 1959, G. philippinensis Lawrence 1953, G. samanbavijinensis Haitlinger 1988. Bochkov dan Mironov
1999 menyatakan bahwa cicak H. frenatus juga diinfestasi oleh G. himalayensis Hidegaudar et al. 1959. Oliver dan Shaw 1953 yang diacu dalam Rivera et al
2003 menyatakan bahwa tungau yang menginfestasi H. garnotii adalah tungau Geckobia.
Ciri-ciri tungau Geckobia antara lain adalah memiliki skutum dorsal, mulut seluruhnya tampak di permukaan anterior tubuh, koksa dilindungi oleh seta kaku
7
spur Lawrence 1936. Sedang ciri Geckobia berdasar kunci determinasi genus tungau dari famili Pterygosomatidae menurut Oedemans 1910 di dalam
Montgomery 1966, antara lain adalah panjang tubuh sedikit lebih panjang dari lebarnya atau lebar sama dengan panjangnya, koksa 1 dan 2 menyatu, koksa 3 dan
4 menyatu, semua tungkai mengarah keluar, hipostom tidak menggembung di bagian ujung, koksa dilindungi oleh seta kaku atau spur, seta pada tarsus 1 tidak
sama panjang, seta posterior lebih pendek.
Klasifikasi dan Morfologi Cicak
Berdasar Rooij 1915, cicak ditempatkan sebagai anggota Filum Chordata, Kelas Reptilia, Ordo Squamata, Sub Ordo Lacertilia dan Famili Gekkonidae.
Cicak C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Menurut Rooij 1915, C. platyurus dan H. frenatus menyebar di
Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara, sedangkan H. garnotii menyebar di Sumatra, Jawa dan Kalimantan.
Ciri-ciri Famili Gekkonidae menurut Rooij 1915 adalah sebagai berikut. Badan pipih ke arah lateral, terdiri atas kepala, badan dan ekor. terdapat dua
pasang tungkai, lidah pendek dan sedikit berlekuk di bagian anterior. Ukuran mata besar dengan pupil vertikal, tanpa kelopak mata atau kelopak mata tidak bisa
digerakkan. Ekor rapuh, dorsal tubuh dengan sisik halus dengan tipe granular atau tuberkel, sisik ventral sikloid atau heksagonal. Bersifat arboreal atau terestrial.
Makanan utama famili Gekkonidae adalah serangga dan hampir semua anggota Gekkonidae bersifat nokturnal.
Bauer et al. 2010 menyatakan bahwa beberapa spesies cicak Hemidactylus menyebar luas ke berbagai benua. Cicak Hemidactylus merupakan golongan reptil
yang sangat akrab dengan kehidupan manusia dan banyak ditemukan hidup di lingkungan atau habitat yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia, sehingga dikenal
sebagai spesies komensal Carranza dan Arnold 2006. Carranza dan Arnold 2006 mengelompokkan C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii ke dalam Klad
Asia Tropika. Bansal dan Karanth 2010 menyatakan bahwa H frenatus berasal dari India dan bersama dengan H. garnotii dan C. platyurus menyebar luas ke
Asia Tenggara hingga Pasifik Tropika. Ketiga spesies tersebut umumnya
8
ditemukan di lingkungan pemukiman manusia sehingga sering disebut sebagai cicak rumah.
Ciri-ciri C. platyurus menurut Rooij 1915 adalah sebagai berikut. Tubuh bagian dorsal berwarna abu-abu dengan garis putus-putus berwarna lebih tua, ekor
pipih memanjang dengan pinggir bergerigi, diameter lubang telinga kurang dari setengah kali diameter mata, jari melebar, bagian ventral jari terdapat dua baris
lamela yang berpasangan, terdapat lipatan kulit dikedua sisi tubuh mulai dari ketiak tungkai depan sampai dianterior lekuk paha tungkai belakang Gambar 2a.
Ciri-ciri H. frenatus menurut Rooij 1915 adalah sebagai berikut. Tubuh bagian dorsal berwarna abu-abu kecoklatan, ekor bulat memanjang dengan enam
sisik tuberkel. Jari melebar, tidak berselaput, bagian ventral jari dengan dua baris lamela berpasangan, jari ke 4 dengan 9-10 lamela, diameter lubang telinga kira-
kira sepertiga diameter mata. Tidak terdapat lipatan kulit pada kedua sisi badannya Gambar 2b.
Ciri-ciri H. garnotii menurut Rooij 1915 adalah sebagai berikut. Tubuh bagian dorsal berwarna abu-abu, kadang-kadang dengan garis-garis memanjang
berwarna lebih tua, ekor agak pipih memanjang dengan tepi bergerigi. Jari tanpa selaput, ventral jari ke 4 tungkai belakang dengan 10-12 lamela. Diameter telinga
kurang dari sepertiga diameter mata. Tidak terdapat lipatan kulit pada kedua sisi badannya Gambar 2c.
Gambar 2 Berbagai spesies cicak di Indonesia. a = C. platyurus, b = H. frenatus, c = H. garnotii.
9
Cook dan Richard 1999 menyatakan bahwa spesies cicak merupakan hewan yang mudah menyebar dan membentuk kelompok baru. Jesus et al. 2000
menduga bahwa kelompok-kelompok cicak berpindah antar pulau melalui kegiatan manusia. Kecepatan perkembangan populasi kolonisasi suatu spesies
cicak pendatang bisa mengalahkan spesies residen Meshaka 2000.
Interaksi Tungau Dengan Cicak
Salah satu cara mengkategorikan keragaman interaksi antar individu adalah dengan mengamati pengaruh suatu individu terhadap kehidupan individu lain.
Pada kasus parasitisme, suatu individu parasit diuntungkan oleh interaksi yang terjadi dan individu yang lain inang dirugikan. Dalam usaha untuk
mempertahankan hidup, parasit tidak membunuh inang. Tungau berasosiasi dengan sejumlah besar vertebrata termasuk reptilia. Sejumlah famili dan
sub famili Mesostigmata hanya berinteraksi dengan reptil Walter dan Proctor 1999. Reptil terestrial biasanya dihinggapi banyak jenis caplak. Ular, kadal, cicak
dan kura-kura berinteraksi dengan beragam jenis tungau, baik ektoparasit maupun endoparasit. Pada anggota prostigmata, tungau dari famili Pterygosomatidae
hinggap sebagai parasit pada kadal. Cicak Reptilia dapat terinfestasi oleh tungau karena adanya interaksi fisik
inang; interaksi dapat berupa kontak seksual, perkelahian atau karena hidup bersama dalam satu sarang Rivera et al. 2003. Gekkonidae yang melakukan
aktifitas seksual, nilai prevalensi, intensitas infestasi dan kelimpahan tungau sangat tinggi. Brown et al. 1995 menyatakan, bahwa aktivitas seksual
menaikkan resiko cicak tertular tungau. Perbedaan pola parasitisme pada anggota Gekkonidae mungkin berhubungan dengan morfologi dan variasi lipatan kulit
Carvalho 2006.
Prevalensi dan Intensitas Infestasi
Menurut Barton dan Richard 1966, persentase inang terinfestasi ektoparasit disebut sebagai prevalensi. Sedangkan intensitas infestasi adalah
jumlah ektoparasit yang menginfestasi individu inang. Sorci et al. 1997 melaporkan, bahwa prevalensi infestasi tungau pada kadal Lacerta vivipara
tergolong tinggi 56-80. Prevalensi infestasi tungau pada inang tidak selalu
10
berkorelasi positif dengan intensitas infestasi. Misalnya, prevalensi rusa terinfestasi tungau sebesar 41,3 dengan I sebesar 13,1, sedangkan pada babi
hutan, prevalensi infestasi tungau sebesar 31 dengan I=13 Ruiz-Fons 2006.
11
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2009 sampai dengan Desember 2010 di Bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen
Biologi FMIPA IPB.
Koleksi Cicak dan Tungau Ektoparasit a. Koleksi Cicak
Cicak dikoleksi dari berbagai daerah di Indonesia Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Nusa Tenggara selama tahun 2007
sampai dengan 2010. Koleksi dibantu oleh berbagai pihak; daftar kolektor disajikan dalam Lampiran 1. Cicak diawetkan dalam alkohol 70, dan disimpan
terpisah berdasarkan spesies dan lokasi penangkapan.