frenatus dan garnotii di Indonesia

47 Lampiran 1 Daftar kolektor cicak Nama kolektor Lokasi penangkapan Arif Rahmatullah Lamongan Atang Serpong Budhi Priyanto Serang, Pekalongan, Manado Darlianis Aceh Dakir Torang Kolaka Ednan Setriawan Palangkaraya Inayat Makassar, Gorontalo, P. Seram, P. Kisar, Masohi, Ambon, Biak Islamul Hadi Mataram, Kupang Ketut Yunita Denpasar Kodri Mandang Palembang Rahmudin Padang Sidempuan Ruth Normasari Tuban Sipri Bengkulu Tjatur Supriyono Sangatta Tri Atmowidi Kotawaringin Barat Wolly Candranila Pontianak 48 Lampiran 2 Formula perekat polivinil laktofenol Formula polivinil laktofenol untuk 100 ml larutan perekat adalah sebagai berikut. 1. Larutkan 15 g polivinilalkohol dalam 100 ml akuades 2. Panaskan sambil diaduk 3. Setelah larut, larutan disaring dan filtrat diinapkan semalam hingga gelembung lenyap Campuran perekat polivinil laktofenol dibuat dengan resep sebagai berikut. Larutan polivinilalkohol 56 ml Asam laktat 22 ml Larutan fenol jenuh 22 ml 49 Lampiran 3 Penyebaran spesies cicak di Indonesia Lokasi penangkapan C. platyurus H. frenatus H. garnotii Sumatera Aceh 16,67 0,00 83,33 Padang Sidempuan 34,78 0,00 65,22 Bengkulu 80,00 20,00 0,00 Palembang 50,00 30,77 19,23 Jawa Serang 23,08 46,15 30,77 Serpong 45,00 35,00 20,00 Pekalongan 75,51 0,00 24,49 Tuban 88,89 5,56 5,56 Lamongan 47,83 21,74 30,43 Kalimantan Pontianak 53,85 46,15 0,00 Kotawaringin Barat 0,00 83,33 16,67 Palangkaraya 38,46 23,08 38,46 Sangatta 0,00 33,33 66,67 Sulawesi Manado 53,85 46,15 0,00 Gorontalo 0,00 0,00 100,00 Makassar 22,22 77,78 0,00 Kolaka 83,33 16,67 0,00 Nusa Tenggara Denpasar 70,00 30,00 0,00 Mataram 86,67 0,00 13,33 Kupang 66,67 33,33 0,00 Maluku Masohi 0,00 0,00 100,00 Pulau Seram 42,50 0,00 57,50 Pulau Kisar 0,00 0,00 100,00 Ambon 0,00 42,86 57,14 Papua Biak 0,00 0,00 100,00 Indonesia 39,73 18,75 41,52 50 Lampiran 4 Glosari Apotele : segmen terminal pada anggota tubuh yang melekat pada tarsus. Badan kelisera : Segmen utama segmen kedua dari kelisera. Cakar : Pasangan lateral yang terlekatkan ke pretarsi kaki. Dorsum : Permukaan dorsal dari tubuh atau anggota tubuh. Empodium : Struktur median yang melekat pada pretarsi kaki, dan bila ada sering serupa cakar atau bantalan. Femur : segmen keempat dari kaki dan palpus dihitung dari ujung distal pada tungau umumnya; pada beberapa kelompok tungau, femur terbagi menjadi telofemur distal dan basifemur proksimal. Faring : Bagian pengisap suctorial dari saluran alimentari berdinding otot, menjulur dari mulut ke esofagus. Genu : Segmen ketiga dari kaki dan palpi dihitung dari ujung distal pada tungau umumnya, distal terhadap femur dan proksimal terhadap tibia. Gnatosoma : Bagian tubuh anterior terhadap idiosoma, mempunyai palpus dan keliserae yang digunakan sebagai alat penangkap makanan. Idiosoma : Bagian utama tubuh posterior terhadap gnatosoma. Koksa : Segmen basal dari kaki dan palpus. Kapitulum : Bagian paling anterior atau bagian “kepala” dari tubuh, dalam hal ini gnatosoma. Tungau tidak mempunyai kepala sejati. Khaetotaksi : Jumlah dan pola penyebaran setae. Kelisera : Pasangan anggota tubuh anterior pada gnatosoma yang digunakan untuk menusuk atau mengunyah mangsa. Lasinia : Struktur seperti setae, sering berpasangan, muncul dari dasar tritosternum pada tungau parasitiformis. Lempeng epiginial : Lempeng genital. Mulut : Bagian mulut adalah struktur di distal terhadap gnatosoma yang terlibat dalam penangkapan makanan. Opitosoma : Bagian dari tubuh posterior terhadap podosoma. Palpus : Pasangan kedua anggota tubuh pada gnatosoma, digunakan untuk peraba dan penanganan bahan makanan. juga sebagai pulpus. Peritrema : Struktur seperti got atau tabung yang terasosiasi dengan sebuah stigmata. Podosoma : Bagian idiosoma yang mempunyai kaki. Pretarsus : Bagian distal pada tarsus, kurang tersklerotisasi, yang membentuk bagian ambulakrum, dan mengandung suatu endoskeleton biasanya sepasang sklerit untuk bergerak bersama apotele. 51 Propodosoma : Bagian anterior dari idiosoma yang mengandung kaki I dan II. Prosoma : Bagian tubuh anterior terhadap opistosoma, termasuk gnatosoma dan podosoma. Pulvilus : Struktur seperti bantalan yang terletak ventral dari dan di antara sepasang cakar, dan membentuk bagian dari ambulakrum. Rambut tenen : Rambut ramping yang muncul dari cakar atau empodia, diduga memungkinkan tungau mencengkeram permukaan daun; ujung distalnya sering sedikit membesar pada banyak spesies tungau laba-laba. Rutelum : Seta menggembung tersisipkan pada infrakapitulum laterodistal pada beberapa jenis tungau akariformis. Spermatodaktil : Struktur seperti jari di jari bergerak pada jantan Demanyssina Mesostigmata yang digunakan untuk memasukkan sperma ke tubuh betina. Spur : Berkas seta kaku. Stigmata : Bukaan luar dari sistem respirasi. Stilet : Jari bergerak berbentuk seperti jarum pada kelisera yang khusus untuk menusuk. Subkapitulum : Permukaan ventral dari infrakapitulum. Tarsus : Segmen subterminal dari kaki dan palpus, distal terhadap tibia dan mengandung apotele. Tibia : Segmen kedua pada kaki dan palpus dihitung dari ujung distal pada tungau umumnya. ujung distalnya bergabung dengan tarsus dan basalnya dengan genu. Tritosternum : Struktur yang muncul dari dasar infrakapitulum, umumnya bercabang halus pada basalnya membentuk sepasang lansiniae pilosa. Trokhanter : Segmen kelima dari kaki dan palpus dihitung dari ujung distal tungau umumnya. Distalnya bergabung dengan femur dan basalnya dengan koksa. ABSTRACT TARUNI SRI PRAWASTI. Distribution and Diversity of Ectoparasite Mites on Geckos in Indonesia. Supervised by ACHMAD FARAJALLAH and RIKA RAFFIUDIN. Data on the diversity and dispersal of parasitic mites on house geckos in Indonesia are very scarce. In this work, the distribution and diversity of mites living on three species of house geckos, namely Cosymbotus platyurus, Hemidactylus frenatus, and H. garnotii collected throughout Indonesia, has been elaborated. Geckos and mites were captured and immediately preserved in 70 ethanol. Whole mount of the mites was prepared by clearing in lactophenol followed by mounting on polyvinyl lactophenol solutions. The SEM preparation was conducted to examine the detail morphological characters of the mites. The results showed that among 448 individuals of geckos, 221 geckos were infected by Geckobia mites. Prevalences of C. platyurus, H. frenatus, and H. garnotii infested by mites were 14.8, 50.69, and 79.6, respectively. Three different spesies of Geckobia G1, G2, and G3 could be differentiated; and based on similarities of their morphological characters to ones described in published literatures, Geckobia G2 is Geckobia glebosum and Geckobia G3 is Geckobia bataviensis while G1 could not be identified to the species level. The highest mean intensity of Geckobia G1 infestation was found on H. garnotii I=7.0, G. glebosum infestation on H. frenatus I=3.5, and G. bataviensis infestation on H. garnotii I=11.8. In general, C. platyurus was infested by the least number of mites. Geckobia G1 were found living on the skin folds on the claws, G. glebosum were found mainly on the body and thigh, and G. bataviensis were found on almost all parts of the host’s body. Geckobia mites are distributed randomly throughout Indonesian Archipelago, following the pattern of distribution of their hosts. So it is concluded that Geckobia G1, G. glebosum, and G. bataviensis are sympatric. Keywords : ectoparasite, mite, Geckobia, gecko, Cosymbotus, Hemidactylus PENDAHULUAN Latar Belakang Tungau menempati tipe habitat yang sangat beragam, seperti di darat, di air atau hidup pada organisme lain. Karena ukuran tubuh tungau relatif kecil dan plastis, tungau mampu beradaptasi pada berbagai habitat Fain 1994. Semua taksa yang lebih besar daripada tungau, baik tumbuhan atau hewan lain telah dikolonisasi. Pada hewan, semua vertebrata darat menjadi inang simbiotik tungau. Pada hewan avertebrata seperti insekta, Arachnida termasuk tungau lain, miriapoda, krustase, anelida telah diinfestasi oleh tungau Walter dan Proctor 1999. Tungau dapat menjadi simbion temporer atau permanen dan dapat bertindak sebagai komensal, mutualis, parasit atau parasitoid. Parasitisme adalah interaksi antara dua jenis organisme yang hidup bersama, yaitu salah satu organisme diuntungkan dan yang lain dirugikan. Kebanyakan spesies tungau adalah ektoparasit dan sebagian yang lain adalah endoparasit pada saluran pernafasan burung, mamalia dan lain sebagainya Fain 1994. Ektoparasit adalah organisme parasit yang hidup pada permukaan tubuh inang, menghisap darah atau mencari makan pada rambut, bulu, kulit dan menghisap cairan tubuh inang Triplehorn dan Johnson 2005. Sifat ektoparasit berlangsung paling tidak pada sebagian dari seluruh siklus hidup tungau di tubuh inang avertebrata maupun vertebrata. Tungau dapat berasosiasi dengan sejumlah hewan avertebrata maupun vertebrata. Reptil, dalam hal ini kura-kura, ular kadal dan cicak, berinteraksi dengan beragam jenis tungau, baik sebagai ektoparasit maupun endoparasit Walter dan Proctor 1999. Menurut Walter dan Proctor 1999, tungau dibagi menjadi tiga ordo yaitu 1 Ordo Opilioacariformes, 2 Ordo Parasitiformes, dan 3 Ordo Acariformes. Ordo Opilioacariformes adalah ordo yang paling primitif. Ordo Parasitiformes terdiri dari tiga sub ordo, yaitu Sub Ordo Mesostigmata 10 famili dan 10 000 spesies telah teridentifikasi, Sub Ordo Holothyrida kurang lebih 30 spesies teridentifikasi, dan Sub Ordo Ixodida sekitar 800 spesies telah teridentifikasi. Ordo Acariformes terdiri dari dua sub ordo, yaitu Sub Ordo Sarcoptiformes 10 famili dan Sub Ordo Trombidiformes sekitar 7000 spesies telah teridentifikasi. 2 Berdasar Kethley 1982, tungau termasuk anggota Filum Arthropoda, Sub Filum Chelicerata, dan Kelas Arachnida. Ciri yang membedakan tungau dengan Arachnida lain adalah struktur alat mulut gnatosoma. Podosoma toraks dan opistosoma abdomen menyatu membentuk idiosoma. Segmen abdomen tidak ada atau tidak jelas. Tungau dewasa mempunyai empat pasang tungkai yang terletak pada podosoma. Kelisera teradaptasi sebagai alat untuk menusuk, menghisap dan mengunyah Krantz 1978. Tungau Famili Pterygosomatidae hidup sebagai parasit pada cicak dan kadal Gekkonidae Bochkov dan Mironov 2000, Walter dan Shaw 2002. Menurut Schmaschke 1997 tungau Pterygosomatidae dikenal sebagai parasit penghisap darah. Oliver dan Shaw 1953 menyatakan bahwa tungau yang menginfestasi Hemidactylus garnotii adalah tungau Geckobia. Tungau Geckobia Famili Pterygosomatidae dilaporkan ditemukan pada cicak Famili Gekkonidae Montgomery 1966 dan sebagai ektoparasit pada cicak Hemidactylus di Asia Tenggara Krantz 1978. Menurut Bertrand et al. 1999 cicak Cosymbotus platyurus dan H. frenatus dapat diinfestasi oleh beberapa spesies Geckobia. Cicak H. mabouia merupakan inang dari tungau G. hemidactyli di Puerto Rico Rivera et al. 2003, sedangkan tungau G. carcinoides merupakan ektoparasit pada cicak Gehyra oceanica di Polynesia Bertrand dan Ineich 1989. Beberapa jenis tungau menimbulkan kerugian langsung atau tidak langsung yaitu sebagai vektor beberapa penyakit pada manusia maupun hewan lain. Pada integumen reptil Uta stanbuliana liar ditemukan tungau Famili Trombiculidae yang dapat menimbulkan peradangan Goldberg et al. 1991. Tungau G. naultina pada reptil Haplodactylus duvaocelli Gekkonidae di Selandia Baru ditemukan sebagai vektor pembawa Rickettsia, yaitu bakteri parasit Barry et al. 2011. Interaksi antara tungau parasit dengan cicak perlu diperhatikan, karena cicak hidup di antara manusia. Data base penyakit infeksi global menunjukkan bahwa satwa liar berperan sebagai reservoir patogen untuk manusia dan hewan peliharaan atau ternak Jones et al. 2011. Penyebaran spesies cicak sangat luas, terutama di daerah tropis. Cook dan Richard 1999 menyatakan bahwa cicak merupakan hewan yang mudah menyebar dan membentuk kelompok baru. Cicak H. frenatus, C. platyurus dan 3 H. garnotii ditemukan di berbagai daerah di Indonesia, seperti Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Rooij 1915. Inventarisasi dan identifikasi tungau ektoparasit pada cicak di Bogor telah dilakukan oleh Soleha 2006 yang menunjukkan, bahwa tungau yang menginfestasi C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii di Bogor adalah tungau Geckobia. Vitzthum 1926 melaporkan bahwa G. bataviensis ditemukan pada cicak H. frenatus di Batavia Jakarta. Belum ada laporan mengenai distribusi tungau ektoparasit yang menginfestasi cicak C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii di Indonesia. Analisis keberadaan ektoparasit pada tubuh inang dilakukan dengan menghitung nilai prevalensi, intensitas infestasi dan pola perlekatan ektoparasit pada tubuh inang. Menurut Barton dan Richard 1966, prevalensi adalah bagian dari populasi inang yang terinfestasi ektoparasit, sedang intensitas infestasi adalah kerapatan ektoparasit yang menginfestasi inang. Pola perlekatan inang diamati untuk mengetahui distribusi ektoparasit pada tubuh inang. Berdasarkan pada data penyebaran cicak di Indonesia dan adanya interaksi antara cicak dengan tungau ektoparasit, penelitian ini akan mengeksplorasi distribusi geografis cicak C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii, tungau ektoparasit yang menginfestasi ketiga spesies cicak tersebut, hubungan antara spesies inang dengan spesies tungau yang memparasit, serta menghitung nilai prevalensi dan intensitas infestasi tungau pada inang. Tujuan Penelitian 1. Mempelajari distribusi dan keanekaragaman tungau ektoparasit yang menginfestasi cicak C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii di Indonesia. 2. Menganalisis nilai prevalensi, intensitas infestasi dan perlekatan tungau ektoparasit pada badan cicak. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai: 1. Spesies tungau yang menginfestasi cicak C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii di Indonesia. 4 2. Hubungan antara spesies cicak dengan spesies tungau yang menginfestasi. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Tungau Kethley 1982 menempatkan tungau sebagai anggota Filum Arthropoda, Sub Filum Chelicerata, Kelas Arachnida, Sub Kelas Acari. Ciri yang membedakan tungau dengan Arachnida lain adalah segmen abdomen tidak ada atau tidak jelas. Walter dan Proctor 1999 membagi Sub Kelas Acari menjadi tiga ordo yaitu 1 Ordo Opilioacariformes yang terdiri dari Sub Ordo Opilioacarida dan Sub Ordo Notostigmata, 2 Ordo Parasitiformes yang terdiri dari Sub Ordo Holothyrida, Sub Ordo Mesostigmata dan Sub Ordo Ixodida, dan 3 Ordo Acariformes yang terdiri dari Sub Ordo Sarcoptiformes dan Sub Ordo Trombidiformes. Berdasar morfologi, tubuh tungau terbagi menjadi dua bagian yaitu gnatosoma dan idiosoma. Gnatosoma terletak di bagian anterior tubuh, merupakan alat mulut yang terdiri atas kelisera dan pedipalpi. Pada gnatosoma terdapat stigmata, peritrema dan alat sensori. Stigmata dan peritrema berfungsi sebagai alat pernafasan. Kelisera berfungsi sebagai alat untuk menusuk, menghisap dan mengunyah sedang pedipalpi berfungsi sebagai alat bantu makan. Idiosoma pada tungau adalah podosoma dan opistosoma yang menyatu. Terdapat empat pasang tungkai yang terletak pada podosoma. Bagian posterior dari tubuh tungau adalah opistosoma yang terdiri dari organ sekresi dan organ genital Gambar 1. Karakterisasi dan Infestasi Tungau pada Cicak Menurut Womersley 1941, tungau famili Pterygosomatidae biasanya ditemukan pada pada reptil famili Gekkonidae, Agamidae, Zonuridae dan Gerrhosauridae. Tungau famili Pterygosomatidae mempunyai kanal podocephalic yang berfungsi sebagai saluran hasil sekresi Krantz 1978. Rivera et al. 2003 menyatakan bahwa tungau Pterygosomatidae ditemukan pada berbagai bagian tubuh inang, dari bagian kepala sampai ekor, pada lipatan kulit, bagian bawah cakar dan sebagainya. 6 Gambar 1 Morfologi tungau. a = gnatosoma; b = kapitulum; c = podosoma; d = opistosoma; e = idiosoma. T1, T2, T3, T4 = tungkai ke-1 hingga ke-4. Tungau Geckobia famili Pterygosomatidae ditemukan pada cicak Famili Gekkonidae Montgomery 1966 dan sebagai ektoparasit pada cicak Hemidactylus di Asia Tenggara Krantz 1978. Rivera et al. 2003 menyatakan bahwa cicak H. mabouia merupakan inang dari tungau G. hemidactyli di Puerto Rico. Sedangkan G. carcinoides merupakan ektoparasit pada cicak Gehyra oceanica di Polynesia Perancis Bertrand dan Ineich 1989. Menurut Bertrand et al. 1999, cicak C. platyurus diinfestasi oleh tungau G. clelandi Hirst 1917, G. cosymboty Cuy 1979 dan G. glebosum n sp. Sedangkan cicak H. frenatus diinfestasi oleh tungau G. andoharonomaitsoensis Haitlinger 1988, G bataviensis Vitzhum 1926, G. cosymboty Cuy 1979, G. ifanadianaensis Haitlinger 1988, G. nepali Hiregaudar, Joshee Soman 1959, G. philippinensis Lawrence 1953, G. samanbavijinensis Haitlinger 1988. Bochkov dan Mironov 1999 menyatakan bahwa cicak H. frenatus juga diinfestasi oleh G. himalayensis Hidegaudar et al. 1959. Oliver dan Shaw 1953 yang diacu dalam Rivera et al 2003 menyatakan bahwa tungau yang menginfestasi H. garnotii adalah tungau Geckobia. Ciri-ciri tungau Geckobia antara lain adalah memiliki skutum dorsal, mulut seluruhnya tampak di permukaan anterior tubuh, koksa dilindungi oleh seta kaku 7 spur Lawrence 1936. Sedang ciri Geckobia berdasar kunci determinasi genus tungau dari famili Pterygosomatidae menurut Oedemans 1910 di dalam Montgomery 1966, antara lain adalah panjang tubuh sedikit lebih panjang dari lebarnya atau lebar sama dengan panjangnya, koksa 1 dan 2 menyatu, koksa 3 dan 4 menyatu, semua tungkai mengarah keluar, hipostom tidak menggembung di bagian ujung, koksa dilindungi oleh seta kaku atau spur, seta pada tarsus 1 tidak sama panjang, seta posterior lebih pendek. Klasifikasi dan Morfologi Cicak Berdasar Rooij 1915, cicak ditempatkan sebagai anggota Filum Chordata, Kelas Reptilia, Ordo Squamata, Sub Ordo Lacertilia dan Famili Gekkonidae. Cicak C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Menurut Rooij 1915, C. platyurus dan H. frenatus menyebar di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara, sedangkan H. garnotii menyebar di Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Ciri-ciri Famili Gekkonidae menurut Rooij 1915 adalah sebagai berikut. Badan pipih ke arah lateral, terdiri atas kepala, badan dan ekor. terdapat dua pasang tungkai, lidah pendek dan sedikit berlekuk di bagian anterior. Ukuran mata besar dengan pupil vertikal, tanpa kelopak mata atau kelopak mata tidak bisa digerakkan. Ekor rapuh, dorsal tubuh dengan sisik halus dengan tipe granular atau tuberkel, sisik ventral sikloid atau heksagonal. Bersifat arboreal atau terestrial. Makanan utama famili Gekkonidae adalah serangga dan hampir semua anggota Gekkonidae bersifat nokturnal. Bauer et al. 2010 menyatakan bahwa beberapa spesies cicak Hemidactylus menyebar luas ke berbagai benua. Cicak Hemidactylus merupakan golongan reptil yang sangat akrab dengan kehidupan manusia dan banyak ditemukan hidup di lingkungan atau habitat yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia, sehingga dikenal sebagai spesies komensal Carranza dan Arnold 2006. Carranza dan Arnold 2006 mengelompokkan C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii ke dalam Klad Asia Tropika. Bansal dan Karanth 2010 menyatakan bahwa H frenatus berasal dari India dan bersama dengan H. garnotii dan C. platyurus menyebar luas ke Asia Tenggara hingga Pasifik Tropika. Ketiga spesies tersebut umumnya 8 ditemukan di lingkungan pemukiman manusia sehingga sering disebut sebagai cicak rumah. Ciri-ciri C. platyurus menurut Rooij 1915 adalah sebagai berikut. Tubuh bagian dorsal berwarna abu-abu dengan garis putus-putus berwarna lebih tua, ekor pipih memanjang dengan pinggir bergerigi, diameter lubang telinga kurang dari setengah kali diameter mata, jari melebar, bagian ventral jari terdapat dua baris lamela yang berpasangan, terdapat lipatan kulit dikedua sisi tubuh mulai dari ketiak tungkai depan sampai dianterior lekuk paha tungkai belakang Gambar 2a. Ciri-ciri H. frenatus menurut Rooij 1915 adalah sebagai berikut. Tubuh bagian dorsal berwarna abu-abu kecoklatan, ekor bulat memanjang dengan enam sisik tuberkel. Jari melebar, tidak berselaput, bagian ventral jari dengan dua baris lamela berpasangan, jari ke 4 dengan 9-10 lamela, diameter lubang telinga kira- kira sepertiga diameter mata. Tidak terdapat lipatan kulit pada kedua sisi badannya Gambar 2b. Ciri-ciri H. garnotii menurut Rooij 1915 adalah sebagai berikut. Tubuh bagian dorsal berwarna abu-abu, kadang-kadang dengan garis-garis memanjang berwarna lebih tua, ekor agak pipih memanjang dengan tepi bergerigi. Jari tanpa selaput, ventral jari ke 4 tungkai belakang dengan 10-12 lamela. Diameter telinga kurang dari sepertiga diameter mata. Tidak terdapat lipatan kulit pada kedua sisi badannya Gambar 2c. Gambar 2 Berbagai spesies cicak di Indonesia. a = C. platyurus, b = H. frenatus, c = H. garnotii. 9 Cook dan Richard 1999 menyatakan bahwa spesies cicak merupakan hewan yang mudah menyebar dan membentuk kelompok baru. Jesus et al. 2000 menduga bahwa kelompok-kelompok cicak berpindah antar pulau melalui kegiatan manusia. Kecepatan perkembangan populasi kolonisasi suatu spesies cicak pendatang bisa mengalahkan spesies residen Meshaka 2000. Interaksi Tungau Dengan Cicak Salah satu cara mengkategorikan keragaman interaksi antar individu adalah dengan mengamati pengaruh suatu individu terhadap kehidupan individu lain. Pada kasus parasitisme, suatu individu parasit diuntungkan oleh interaksi yang terjadi dan individu yang lain inang dirugikan. Dalam usaha untuk mempertahankan hidup, parasit tidak membunuh inang. Tungau berasosiasi dengan sejumlah besar vertebrata termasuk reptilia. Sejumlah famili dan sub famili Mesostigmata hanya berinteraksi dengan reptil Walter dan Proctor 1999. Reptil terestrial biasanya dihinggapi banyak jenis caplak. Ular, kadal, cicak dan kura-kura berinteraksi dengan beragam jenis tungau, baik ektoparasit maupun endoparasit. Pada anggota prostigmata, tungau dari famili Pterygosomatidae hinggap sebagai parasit pada kadal. Cicak Reptilia dapat terinfestasi oleh tungau karena adanya interaksi fisik inang; interaksi dapat berupa kontak seksual, perkelahian atau karena hidup bersama dalam satu sarang Rivera et al. 2003. Gekkonidae yang melakukan aktifitas seksual, nilai prevalensi, intensitas infestasi dan kelimpahan tungau sangat tinggi. Brown et al. 1995 menyatakan, bahwa aktivitas seksual menaikkan resiko cicak tertular tungau. Perbedaan pola parasitisme pada anggota Gekkonidae mungkin berhubungan dengan morfologi dan variasi lipatan kulit Carvalho 2006. Prevalensi dan Intensitas Infestasi Menurut Barton dan Richard 1966, persentase inang terinfestasi ektoparasit disebut sebagai prevalensi. Sedangkan intensitas infestasi adalah jumlah ektoparasit yang menginfestasi individu inang. Sorci et al. 1997 melaporkan, bahwa prevalensi infestasi tungau pada kadal Lacerta vivipara tergolong tinggi 56-80. Prevalensi infestasi tungau pada inang tidak selalu 10 berkorelasi positif dengan intensitas infestasi. Misalnya, prevalensi rusa terinfestasi tungau sebesar 41,3 dengan I sebesar 13,1, sedangkan pada babi hutan, prevalensi infestasi tungau sebesar 31 dengan I=13 Ruiz-Fons 2006. 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2009 sampai dengan Desember 2010 di Bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA IPB. Koleksi Cicak dan Tungau Ektoparasit a. Koleksi Cicak Cicak dikoleksi dari berbagai daerah di Indonesia Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Nusa Tenggara selama tahun 2007 sampai dengan 2010. Koleksi dibantu oleh berbagai pihak; daftar kolektor disajikan dalam Lampiran 1. Cicak diawetkan dalam alkohol 70, dan disimpan terpisah berdasarkan spesies dan lokasi penangkapan.

b. Koleksi Tungau

Tungau yang melekat pada setiap individu cicak yaitu pada bagian kepala, telinga, ketiak, badan, paha, ekor, jari depan dan jari belakang diambil dengan menggunakan jarum preparat, jumlah tungau pada setiap lokasi perlekatan dihitung dan disimpan terpisah di dalam alkohol 70 berdasar lokasi perlekatan tungau pada setiap individu cicak Gambar 3. Gambar 3 Bagian tubuh cicak tempat pengambilan tungau. A = kepala; B = telinga; C = ketiak depan dan belakang; D = badan; E = paha depan dan belakang; F = ekor; G = jari depan; H = jari belakang. 12 Pembuatan Preparat a. Preparat Utuh Tungau Tungau yang telah difiksasi dengan alkohol 70 dijernihkan dengan laktofenol selama 24 jam. Selanjutnya tungau diletakkan pada gelas benda dan ditutup dengan perekat polifinil laktofenol modifikasi metode Krantz 1978. Formula perekat polivinil laktofenol disajikan dalam Lampiran 2.

b. Preparat Scanning Electron Microscopy SEM Tungau

Tungau dalam alkohol 70 dipreparasi lebih lanjut sebagai preparat SEM di Laboratorium Mikroskop Elektron, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI Cibinong. Identifikasi Cicak dan Tungau Ektoparasit Cicak diidentifikasi dengan menggunakan kunci determinasi Rooij 1915. Tungau diidentifikasi dengan kunci determinasi Krantz 1978 sampai tingkat famili dan Lawrence 1936 pada tingkat genus. Preparat SEM tungau digunakan untuk mengamati detail dari morfologi tungau. Penghitungan dan Pengamatan Terhadap Tungau dan Cicak Penghitungan dan pengamatan dilakukan untuk mengetahui: 1. Jumlah individu setiap spesies cicak yang ditangkap di setiap lokasi. 2. Jumlah cicak yang diinfestasi tungau. 3. Jumlah setiap spesies tungau yang menginfestasi setiap individu cicak. 4. Tempat perlekatan tungau pada cicak. 5. Spesies tungau yang menginfestasi cicak. Analisis Data Analisis keberadaan tungau pada tubuh cicak dilakukan dengan menghitung nilai prevalensi, intensitas infestasi dan perlekatan tungau pada tubuh cicak. Prevalensi adalah persentase cicak yang terinfestasi tungau sedang intensitas infestasi adalah jumlah tungau spesies i dibagi dengan jumlah cicak yang terinfestasi tungau i. Intensitas total adalah jumlah total tungau yang 13 menginfestasi per individu cicak yang terinfestasi tungau. Analisis dilakukan berdasar Barton dan Richard 1966.

a. Prevalensi

Prevalensi adalah persentase cicak yang terinfestasi tungau.

b. Intensitas Infestasi

Intensitas infestasi adalah rata-rata jumlah tungau yang menginfestasi setiap individu cicak. 1 Keterangan: P = prevalensi I = intensitas infestasi tungau I t = intensitas total n = jumlah cicak yang terinfestasi tungau N = jumlah cicak yang diperiksa n i = jumlah cicak yang terinfestasi tungau spesies i T i = jumlah tungau spesies i yang menginfestasi cicak T = jumlah total tungau yang menginfestasi cicak 2 3

c. Distribusi Tungau pada Bagian Tubuh Cicak

Pengamatan terhadap distribusi tungau pada bagian tubuh cicak dilakukan dengan menghitung jumlah tiap jenis tungau yang melekat pada bagian tubuh cicak. Bagian tubuh cicak tempat tungau dikoleksi dapat dilihat pada Gambar 3. 15 HASIL Identifikasi Cicak Sebanyak 448 ekor cicak yang dikoleksi dari 25 lokasi di Indonesia, diidentifikasi sebagai C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii. Keberadaan ketiga spesies cicak pada duapuluh lima lokasi penangkapan sangat bervariasi; C. platyurus tersebar pada 18 lokasi penangkapan 178 ekor, H. frenatus pada 16 lokasi 84 ekor dan H. garnotii pada 18 lokasi 186 ekor. Persebaran C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii pada 25 lokasi penangkapan di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 4. Inventarisasi Tungau Ektoparasit yang Menginfestasi Cicak Tungau yang menginfestasi cicak sering disebut sebagai tungau merah karena berwarna merah jingga. Tungau ini melekat pada berbagai tempat di tubuh cicak. Dari 448 ekor cicak yang diperiksa, 221 ekor terinfestasi oleh tungau Jumlah setiap spesies cicak yang terinfestasi tungau pada 25 lokasi penangkapan diseluruh Indonesia tertera pada Tabel 1. Cicak dari lokasi penangkapan Pontianak dan Kolaka semua tidak terinfestasi oleh tungau. Identifikasi Tungau yang Menginfestasi Cicak Jumlah total tungau yang menginfestasi cicak C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii sebanyak 2 494 tungau. Total tungau pada C. platyurus sebanyak 110 tungau, pada H. frenatus sebanyak 553 tungau dan pada H. garnotii sebanyak 1 831 tungau Tabel 2. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa seluruh tungau mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. Tubuh terdiri atas tiga tagmata, yaitu gnatosoma, podosoma dan opistosoma; tidak ada segmentasi pada opistosoma; gnatosoma terdiri dari kelisera, palpi, stigmata dan peritrema; palpi dilengkapi dengan cakar; seta pada tubuh dengan bentuk dan ukuran bervariasi, terdapat rambut tenent. Berdasar ciri- ciri yang tersebut, seluruh tungau yang diamati termasuk anggota Famili Pterygosomatidae. 16 Tabel 1 Sebaran tiga spesies cicak dan jumlah cicak yang terinfestasi tungau pada duapuluh lima lokasi penangkapan di seluruh Indonesia Lokasi penangkapan Cosymbotus platyurus Hemidactylus frenatus Hemidactylus garnotii Tiga spesies cicak Jumlah Ter- infestasi Jumlah Ter- infestasi Jumlah Ter- infestasi Jumlah Ter- infestasi Sumatera Aceh 3 0 0 0 15 12 18 12 P. Sidempuan 8 7 0 0 15 12 23 19 Bengkulu 8 0 2 1 0 0 10 1 Palembang 13 0 8 2 5 5 26 7 Jawa Serang 3 0 6 4 4 3 13 7 Serpong 9 1 7 6 4 4 20 11 Pekalongan 37 9 0 0 12 11 49 20 Tuban 16 2 1 0 1 1 18 3 Lamongan 11 0 5 5 7 5 23 10 Kalimantan Pontianak 7 0 6 0 0 0 13 0 Ktwrng Barat 0 0 15 6 3 1 18 7 Palangkaraya 5 0 3 1 5 2 13 3 Sangatta 0 0 9 5 19 18 27 24 Sulawesi Manado 7 0 6 5 0 0 13 5 Gorontalo 0 0 0 0 11 10 11 10 Makassar 2 0 7 5 0 0 9 5 Kolaka 10 0 2 0 0 0 12 0 Nusa Tenggara Denpasar 7 3 3 3 0 0 10 6 Mataram 13 3 0 0 2 2 15 5 Kupang 2 1 1 0 0 0 3 1 Maluku Pulau Kisar 0 0 0 0 12 10 12 10 Masohi 0 0 0 0 27 20 27 20 Pulau Seram 17 1 0 0 23 18 40 19 Ambon 0 0 3 3 4 3 7 6 Papua Biak 0 0 0 0 18 10 18 10 Total Indonesia 178 27 84 46 186 148 448 221 Keterangan: P. Sidempuan = Padang Sidempuan Ktwrng Barat = Kotawaringin Barat Tabel 2 Jumlah seluruh cicak yang diperiksa dan jumlah tungau yang ditemukan pada duapuluh lima lokasi penangkapan di Indonesia Spesies Jumlah cicak Jumlah tungau Total Terinfestasi G1 G2 G3 Total C. platyurus 178 27 32 11 67 110 H. frenatus 84 46 119 41 393 553 H. garnotii 186 148 525 154 1 152 1 831 Semua spesies 448 221 676 206 1 612 2 494 Gambar 4 Persebaran tiga spesies cicak, C.platyurus, H.frenatus dan H.garnotii, di Indonesia. Persentase tiap spesies disajikan pada Lampiran 3. 17 A B C Gambar 5 Geckobia spesies 1 G1. A tubuh tarmpak dorsal, B tubuh tampak ventral, C gnatosoma tampak ventral. a skutum dorsal, b palpi, c kelisera, f koksa, i spur koksa. 19 Ciri-ciri yang lain adalah terdapat skutum dorsal, mulut di anterior dorsal tubuh, koksa dengan seta kaku spur, koksa tungkai 1 dan 2 menyatu, koksa tungkai 3 dan 4 menyatu, semua tungkai mengarah keluar, seta pada tarsus 1 bervariasi, dan panjang tubuh sedikit lebih panjang dari lebarnya atau panjang sama dengan lebarnya. Berdasar ciri-ciri yang ada, tungau tersebut adalah genus Geckobia. Pengamatan terhadap bentuk tubuh, gnatosoma, skutum, tungkai serta jenis dan penyebaran seta dorsal menunjukkan, bahwa tungau Geckobia yang ditemukan dapat dibedakan menjadi tiga spesies yaitu Geckobia spesies 1 G1, Geckobia spesies 2 G2 dan Geckobia spesies 3 G3. Jumlah total tungau yang ditemukan pada 221 ekor cicak yang terinfestasi adalah 2 494 tungau. Geckobia spesies 1 G1, Gambar 5 ditemukan sebanyak 676 individu, Geckobia spesies 2 G2, Gambar 6 sebanyak 206 individu dan Geckobia spesies 3 G3, Gambar 7 sebanyak 1 612 individu.

a. Deskripsi Geckobia Spesies 1 G1

Bentuk tubuh bulat meruncing ke posterior, panjang ±0,5 mm, lebar ±0,5 mm Gambar 5A. Gnatosoma dengan palpus 4 segmen, segmen pertama menempel pada dinding tubuh, segmen bebas pertama dengan seta panjang ramping, palpatibia mempunyai seta panjang, palpatarsus bercakar dan dengan rambut-rambut yang tersusun menjari Gambar 5C. Skutum dorsal kecil dengan seta pendek tersebar tidak rapat; seta di posterior skutum panjang ramping dan tersusun jarang; seta pada pada bagian ventral pendek, tersebar jarang di posterior gnatosoma dan koksa. Tungkai 4 pasang, pendek, tarsus bercakar dan dilengkapi dengan rambut-rambut yang tersusun menjari. Koksa 1 tidak terdapat spur, koksa 2 dan 3 dilengkapi dengan 2 spur di pangkal dan di ujung koksa, koksa ke-4 dengan 1 spur di pangkal.Gambar 5B. Deskripsi Geckobia Spesies 2 G2 Bentuk tubuh hampir segi tiga, bagian anterior sempit, melebar ke arah posterior, panjang ±0,3 mm, bagian terlebar ±0,4 mm Gambar 6A. Gnatosoma dengan palpus empat segmen, segmen pertama menempel pada dinding tubuh, segmen bebas pertama dengan seta kokoh seperti bulu spur, palpatibia dengan seta tebal seperti sapu dan ujung palpus palpatarsus bercakar dan berambut 20 Gambar 6B. Skutum dorsal membesar di bagian anterior dengan spur berjumlah 12 - 14, seta dibelakang skutum pendek tebal dan tersusun sangat rapat, seta posterodorsal panjang tebal dan rapat. Tungkai 4 pasang dengan tungkai ke-4 panjang 2 kali panjang tungkai ke-1, tarsus dilengkapi dengan cakar dan rambut. Deskripsi Geckobia Spesies 3 G3 Bentuk tubuh membulat, bagian anterior lebih sempit daripada posterior, panjang ±0,5 mm, lebar ±0,4 mm Gambar 7A. Gnatosoma dengan palpus empat segmen, segmen pertama menempel pada dinding tubuh, segmen bebas pertama dengan seta pendek dan tebal, palpatibia dengan 2 seta panjang dan ramping, ujung palpus palpatarsus bercakar dan berambut dengan satu spur pada ujung tarsus Gambar 7C. Skutum dorsal lebar dengan seta pilosa panjang bergerigi agak jarang, seta di posterior skutum panjang dan rapat, ventral dengan seta lebih pendek dan jarang. Tungkai 4 pasang, bercakar, dilengkapi rambut-rambut yang tersusun menjari, koksa dengan 2 spur kecuali koksa tungkai pertama, tungkai ke 4 tidak lebih panjang dari tungkai yang lain Gambar 7B. Perbandingan ciri-ciri Geckobia spesies 1 G1, Geckobia spesies 2 G2 dan Geckobia spesies 3 G3, dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Perbandingan ciri-ciri tungau Geckobia G1, G2 dan G3 G1 G2 G3 Bentuk tubuh meruncing ke posterior; panjang 0,5 mm, lebar 0,5 mm segitiga; panjang ±0,3 mm, lebar ±0,4 mm membulat ke posterior; panjang 0,5 mm, lebar 0,4 mm Skutum dorsal kecil; seta pendek, tersebar tidak rapat besar dan menonjol; spur 12-14 lebar; seta pilosa Seta di posterior skutum pendek, jarang pendek, tebal, rapat; seta posterodorsal panjang, rapat panjang, rapat Seta ventral pendek, jarang - lebih pendek daripada seta dorsal, jarang Palpus segmen pertama: seta panjang, langsing, palpatarsus tanpa spur segmen bebas pertama dengan spur, tibiatarsus dengan seta tebal segmen pertama: seta panjang, runcing, spur pada palpatarsus Tungkai lebih pendek dari badan; spur pada koksa pendek dan kuat tungkai ke-4 dua kali panjang tungkai pertama; spur pada koksa tidak terlihat tungkai relatif panjang, tungkau ke-4 tidak lebih panjang daripada tungkai pertama; spur pada koksa pendek dan kuat Keterangan: - = tidak diamati karena tidak mendapatkan preparat Geckobia G2 tampak ventral A B Gambar 6 Geckobia spesies 2 G2. A Tubuh tampak dorsal, B gnatosoma tampak dorsal. a skutum dorsal, b palpi, c kelisera, d dasar kelisera, e peritrema, g. spur. A B C Gambar 7 Geckobia spesies 3 G3. A tubuh tampak ventral, B tubuh tampak dorsal; C gnatosoma tampak ventral. a skutum dorsal, b palpi, c kelisera, e peritrema, f koksa, h spur palpatarsus, i spur koksa, j seta ventral. 23 Perbandingan ciri-ciri Geckobia spesies 2 G2 hasil penelitian dan G. glebosum seperti yang diterangkan dalam Bertrand et al. 1999 disajikan dalam Tabel 4. Sedangkan perbandingan morfologi dari Geckobia spesies 2 G2 dan G. glebosum disajikan dalam Gambar 8. Tabel 4 Perbandingan tungau Geckobia G2 hasil penelitian dengan Geckobia glebosum Bertrand et al. 1999 Geckobia G2 Geckobia glebosum Bertrand et al. 1999 Bentuk tubuh segitiga; panjang ±0,3 mm, lebar ±0,4 mm hampir segitiga; panjang 0,35-0,42 mm, lebar 0,4- 0,55 mm Skutum dorsal besar dan menonjol; spur 12-14 membesar di anterior, ditutup seta pendek yang rapat Seta di posterior skutum pendek, tebal, rapat; seta posterodorsal panjang, rapat lebih panjang dan rapat Seta ventral - Palpus segmen bebas pertama dengan spur, tibiatarsus dengan seta tebal tibia dan tarsus dilengkapi dengan rambut yang sangat panjang Tungkai tungkai ke-4 dua kali panjang tungkai pertama; spur pada koksa tidak terlihat tungkau ke-4 dua kali panjang tungkai pertama Gambar 8 Morfologi Geckobia spesies 2 G2 kiri dan G. glebosum menurut Bertrand et al. 1999 kanan. Perbandingan ciri-ciri Geckobia spesies 3 G3 hasil penelitian dan G. bataviensis seperti yang diterangkan dalam Vitzthum 1926 disajikan dalam 24 Tabel 5. Sedangkan perbandingan morfologi dari Geckobia spesies 3 G3 dan G. bataviensis disajikan dalam Gambar 9. Tabel 5 Perbandingan tungau Geckobia G3 hasil penelitian dengan Geckobia bataviensis Vitzthum 1926 Geckobia G3 Geckobia bataviensis Vitzthum 1926 Bentuk tubuh membulat ke posterior; panjang 0,5 mm, lebar 0,4 mm membulat di posterior; panjang 0,4 mm, lebar 0,35 mm Skutum dorsal lebar; seta pilosa lebar; seta lebih pendek dan kuat daripada bagian posterior Seta di posterior skutum panjang, rapat semua seta dorsal lebih panjang dan langsing daripada seta skutum, seta anal lebih panjang Seta ventral lebih pendek daripada seta dorsal, jarang seperti dorsal, sedikit lebih pendek Palpus segmen pertama: seta panjang, runcing, spur pada palpatarsus seta segmen pertama panjang dan langsing Tungkai tungkai relatif panjang, tungkau ke-4 tidak lebih panjang daripada tungkai pertama; spur pada koksa pendek dan kuat panjang keempat pasang tungkai relatif sama; spur pada koksa pendek dan kuat Gambar 9 Morfologi Geckobia spesies 3 G3 kanan dan G. bataviensis menurut Vitzthum 1926 kiri. 25 Prevalensi Infestasi Tungau pada Cicak Prevalensi infestasi tungau pada tiga spesies cicak di duapuluh lima lokasi penangkapan di Indonesia tersaji pada Tabel 6. Berdasar jumlah total masing- masing spesies cicak yang ditangkap, H. garnotii merupakan cicak yang paling banyak diinfestasi oleh tungau. Prevalensi pada ke tiga spesies cicak yang diteliti infestasi tungau tersaji pada Gambar 10. Prevalensi infestasi tungau sebesar 100 dijumpai pada H. frenatus dari Lamongan, Denpasar dan Pulau Kisar, serta pada H. garnotii dari Palembang, Serpong, Tuban dan Mataram. Gambar 10 Prevalensi total infestasi tungau terhadap C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii di Indonesia. Intensitas Infestasi Tungau pada Cicak Intensitas infestasi tungau G1, G2, G3 dan intensitas infestasi total tungau G1+G2+G3 terhadap tiga spesies cicak C. platyurus, H. frenatus dan H. garnotii pada duapuluh lima lokasi penangkapan tertera pada Tabel 6 dan Tabel 7. Intensitas infestasi tungau G1 tertinggi sebesar 18 tungau per individu cicak ditemukan pada H. garnotii asal Mataram. Intensitas infestasi tungau G2 tertinggi sebesar 9 tungau per individu cicak adalah pada cicak asal Sangatta. Sedangkan intensitas infestasi tertinggi pada H. frenatus asal Denpasar dengan intensitas infestasi sebesar 63,5 tungau per individu cicak. Tabel 6 Prevalensi dan intensitas infestasi tungau pada tiga spesies cicak di duapuluh lima lokasi penangkapan di seluruh Indonesia Lokasi penangkapan Cosymbotus platyurus Hemidactylus frenatus Hemidactylus garnotii Pre- valensi Jumlah tungau dan intensitas 1 Pre- valensi Jumlah tungau dan intensitas 1 Pre- valensi Jumlah tungau dan intensitas 1 G1 G2 G3 Total G1 G2 G3 Total G1 G2 G3 Total Aceh 0,00 - - - - - - - - 80,00 - 25 3,6 97 10,8 122 10,2 Padang Sidempuan 87,50 12 2,0 1 1,0 13 2,6 26 3,7 - - - - 80,00 44 6,3 44 7,3 45 9,0 133 11,1 Bengkulu 0,00 - - - - 50,00 - - 1 1,0 1 1,0 - - - - Palembang 0,00 - - - - 25,00 - 1 1,0 1 1,0 2 1,0 100,00 3 3,0 1 1,0 13 4,3 17 3,4 Serang 0,00 - - - - 66,67 17 4,3 - 18 6,0 35 8,8 75,00 17 5,7 - 24 12,0 41 13,7 Serpong 11,1 - - 1 1,0 1 1,0 85,71 45 9,0 11 5,5 85 17,0 141 23,5 100,00 8 2,7 4 1,3 13 4,3 25 6,3 Pekalongan 24,32 14 4,7 9 2,3 39 4,9 62 6,9 - - - - 91,67 83 16,6 21 3,0 97 16,2 201 18,3 Tuban 12,50 6 3,0 - - 6 3,0 0,00 - - - - 100,00 6 6,0 - - 6 6,0 Lamongan 9,09 - - 1 1,0 1 1,0 100,00 - 1 1,0 34 8,5 35 7,0 71,43 31 10,3 - 27 5,4 58 11,6 Pontianak 0,00 - - - - 0,00 - - - - - - - - Kotawaringin Barat - - - - 40,00 22 3,7 - 8 2,0 30 5,0 33,33 4 4,0 - - 4 4,0 Palangkaraya 0,00 - - - - 33,33 3 3,0 - 14 14,0 17 17,0 40,00 7 7,0 - 17 8,5 24 12,0 Sangatta - - - - 55,56 21 7,0 27 9,0 15 3,8 63 12,6 94,74 90 6,9 20 3,3 20414,6 314 16,5 Manado 0,00 - - - - 83,33 - - 33 6,6 33 6,6 - - - - Gorontalo - - - - - - - - 90,91 52 7,4 16 3,2 739,1 141 14,1 Makassar 0,00 - - - - 71,43 - 1 1,0 36 9,0 37 7,4 - - - - Kolaka 0,00 - - - - 0,00 - - - - - - - - Denpasar 42,86 - - 7 2,3 7 2,3 100,00 4 4,0 - 127 63,5 131 43,7 - - - - Mataram 23,08 - - 4 1,3 4 1,3 - - - - 100,00 36 18,0 - 47 47,0 83 41,5 Kupang 50,00 1 1,0 1 1,0 0,00 - - - - - - - - Masohi - - - - - - - - 74,07 69 4,6 9 1,5 90 6,9 168 8,4 Pulau Seram 5,88 2 2,0 2 2,0 - - - - 78,26 19 2,7 6 3,0 142 7,9 167 9,3 Pulau Kisar - - - - - - - - 83,33 55 9,8 8 4,0 177 17,7 240 24,0 Ambon - - - - 100,00 7 3,5 - 21 7,0 28 9,3 75,00 1 1,0 - 17 8,5 18 6,0 Biak - - - - - - - - 55,56 - - 69 6,9 69 6,9 Rata-rata 14,80 11 3,2 4 1,4 10 2,2 12 2,7 50,69 24 4,9 6 3,5 13 11,6 46 11,9 79,07 33 7,0 10 3,1 64 11,8 102 12,4 1 angka di depan adalah jumlah tungau dan angka di dalam kurung adalah intensitas; tidak ditemukan cicak inang; - tidak ditemukan tungau 26