menunjukkan bahwa pada tingkat kemasakan 57 HSA nilai K
CT
sebesar 12.33 KNetmal
dan perkecambahan untuk mencapai 50 T
50
yang singkat ditunjukkan pada tingkat kemasakan 57 HSA 2.65 hari dimana masak fisiologi
tercapai. Selanjutnya baik K
CT
maupun T
50
mengalami penurunan kembali pada stadia tingkat kemasakan berikutnya 62 HSA. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Waemata dan Ilyas 1986 juga menunjukkan bahwa vigor kekuatan tumbuh benih buncis dengan tolok ukur kecepatan tumbuh maksimum saat masak
fisiologi tercapai, kemudian mengalami penurunan pada saat stadia kemasakan selanjutnya.
Salah satu tolok ukur vigor benih yang menggambarkan kemampuan benih tumbuh di lapang adalah First Count Germination FCG. Pada tingkat
kemasakan 57 HSA nilai FCG mencapai maksimum sebesar 73.33 yang berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 42, 47, 52 dan 67 HSA, selanjutnya nilai
FCG menurun kembali pada tingkat kemasakan 62 HSA dan tidak berbeda nyata dengan 42, 47, 52 dan 62 HSA. Nilai FCG yang ditunjukkan pada tingkat
kemasakan benih 52 HSA 73.33 mengindifikasikan bahwa kemampuan tumbuh benih tersebut di lapang paling tinggi bila dibandingkan dengan benih
yang dipanen pada tingkat kemasakan lainnya .
Kolasinska, et al. 2000 menunjukkan bahwa persentase kecambah normal pada pengamatan pertama first
count berhubungan lebih erat dengan kemampuan benih berkecambah di lapang dibandingkan dengan persentase kecambah pada akhir pengamatan final count.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mulai dari tingkat kemasakan 47 HSA benih jarak pagar IP-1P sudah mulai masak fisiologi dan maksimum pada tingkat
kemasakan 57 HSA.
B. Pengaruh Tingkat Kemasakan Benih terhadap Beberapa Indikasi Biokimia.
Secara biokimiawi proses pemasakan benih di tandai dengan perubahan bentuk dan struktur pada benih selama proses pemasakan. Perubahan – perubahan
yang terjadi diantaranya penurunan kadar lemak dan meningkatnya asam lemak bebas, selanjutnya menurunnya kandungan klorofil dan meningkatnya karotenoid
selama proses pemasakan benih.
Selama proses pemasakan benih, total lemak secara perlahan akan terhidrolisis oleh enzim lipase dan menghasilkan asam lemak bebas, sehingga
jumlahnya semakin berkurang dengan meningkatnya kemasakan pada benih. Tabel 4 menunjukkan pada tingkat kemasakan 62 HSA nilai total lemak terendah
sebesar 39.05 yang berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 42 – 52 HSA dan pada tingkat kemasakan 42 – 57 HSA secara statistik tidak berbeda nyata.
Sementara asam lemak bebas menunjukkan pada tingkat kemasakan 42 HSA nilai terendah sebesar 0.16 berbeda nyata dengan 47 – 62 HSA. Selanjutnya asam
lemak bebas terus meningkat secara tidak nyata sampai pada tingkat kemasakan 62 HSA.
Seiring dengan meningkatnya kemasakan benih, nilai kandungan klorofil semakin menurun, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata pada semua
tingkat kemasakan, namun dari angka yang diperoleh pada tingkat kemasakan 57 HSA nilai klorofil 0.90µmolg terendah bila dibandingkan dengan tingkat
kemasakan lainnya dimana masak fisiologi tercapai Tabel 4. Hasil penelitian Suhartanto 2003 menunjukkan bahwa kandungan klorofil pada benih tomat
berkorelasi negatif dengan daya berkecambahnya. Masak fisiologis yang dicerminkan oleh daya berkecambah mencapai maksimum pada saat kandungan
klorofil mencapai minimum. Mutu benih sangat ditentukan oleh tingkat kemasakan benih tersebut, sehingga dapat dikatakan juga bahwa kandungan
klorofil benih juga menentukan mutu benih tersebut. Tabel 4 menunjukkan bahwa secara statistik nilai total karotenoid tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata pada setiap tingkat kemasakan. Total karotenoid berbanding terbalik dengan total klorofil pada benih jarak pagar. Nilai
total karotenoid secara tidak nyata menunjukkan peningkatan secara perlahan dari tingkat kemasakan 42 – 62 HSA. Hasil penelitian ini menunjukkan perubahan
secara kimiawi khususnya total karotenoid selama proses pemasakan benih pada jarak pagar terus berlangsung dan belum dapat dipastikan nilai maksimum yang
tepat, yang dapat dijadikan sebagai indikasi masak fisiologi benih. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Prasetyatingsih 2006 pada
benih jagung dan Sinuraya 2007 pada benih cabai rawit yang menunjukkan
bahwa nilai total karotenoid meningkat sejalan dengan kemasakan dan maksimum pada masak fisiologi, setelah itu total karotenoid benih menurun.
Tabel 4 Pengaruh tingkat kemasakan terhadap beberapa tolok ukur biokimiawi benih jarak pagar.
Tingkat Kemasakan
Tolok Ukur KLT
ALB Tot.klorofil
µmolg
Tot.karotenoid
µmolg
1. 42 HSA 41.81
a
0.16
c
1.69 1.46 231.1 2.36
2. 47 HSA 41.25
a
0.22
b
1.45 1.39 282.1 2.45
3. 52 HSA 40.82
a
0.24
ab
1.12 1.26 285.1 2.45
4. 57 HSA 40.57
ab
0.25
ab
0.90 1.18 319.7 2.50
5. 62 HSA 39.05
b
0.28
a
0.96 1.20 462.6 2.60
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 Uji DMRT, KLT = Kadar Lemak ,
ALB = Asam Lemak Bebas , =Data di dalam kurung adalah data transformasii
5 .
+ X
, =Data di dalam kurung adalah data transformasi Logx.
Gross 1991 menyatakan bahwa pada tanaman yang memproduksi banyak karotenoid pada saat pemasakannya, kloroplas dirubah menjadi kromoplas dan
disertai dengan perubahan jenis karotenoid. Proses disintegrasi kloroplas terjadi secara perlahan- lahan disertai dengan hilangnya klorofil yang terdapat dalam
kloroplas. Setelah grana tilakoid berpisah, karotenogenesis dimulai dengan biosintesis karotenoid dalam kromoplas yang baru. Pada fase inilah karotenoid
menjadi struktur yang dominan. Selanjutnya Britton 1976 menambahkan bahwa pada beberapa jenis buah – buahan, proses pemasakan disertai dengan sintesis
yang kompleks dari karotenoid yang terkandung didalamnya seperti perubahan kloroplas menjadi kromoplas. Klorofil yang mendominasi saat buah masih
berwarna hijau akan diubah menjadi kromoplas yang mengandung banyak karotenoid. Proses ini biasanya terjadi pada buah yang mengalami perubahan
warna saat pemasakannya. Penurunan kadar lemak total dan peningkatan asam lemak bebas selama
proses pemasakan benih dari 42 – 62 HSA merupakan salah satu petunjuk yang dapat digunakan untuk menentukan adanya aktivitas antioksidan. Karotenoid
merupakan salah satu pigmen dalam benih yang berfungsi sebagai antioksidan
yang mampu bereaksi dengan triplet-klorofil untuk menghasilkan triplet- karotenoid dan ini merupakan proses yang efektif untuk mencegah terbentuknya
singlet-oksigen pada saat perombakan total lemak menjadi asam lemak bebas, sehingga proses pembentukan asam lemak bebas pada benih selama pemasakan
dapat dinetralisir Cogdell dalam Suhartanto, 2002. Meningkatnya kandungan karotenoid secara tidak nyata pada benih jarak pagar selama proses pemasakan
pada penelitian ini diduga sangat berhubungan dengan proses evolusi seperti yang diutarakan oleh Cogdell dalam Suhartanto, 2002.
C. Hubungan Total Lemak dan Asam Lemak Bebas dengan Tolok Ukur Viabilitas Potensial dan Vigor Benih Jarak Pagar.
Tabel 5 menunjukkan persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara total lemak dan asam lemak bebas dengan tolok ukur BKB, DB, T
50
, K
CT
dan FGC vigor benih. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi yang sangat kecil baik pada total lemak maupun kandungan asam lemak bebas
terhadap tolok ukur BKB, DB, T
50
, K
CT
dan FCG. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakterandalan tolok ukur yang standar dalam menerangkan keragaman nilai
total lemak dan kandungan asam lemak bebas sehingga total lemak dan asam lemak bebas tidak berhubungan dengan tolok ukur BKB, DB, T
50
, K
CT
dan FCG. Tabel 5 Hubungan total lemak dan asam lemak bebas terhadap tolok ukur
viabilitas potensial dan vigor kekuatan tumbuh benih jarak pagar. Tolok
Ukur Total Lemak
Kand.Asam lemak bebas Persamaan garis
R
2
Persamaan garis R
2
BKB Y= 40.564 + 0.0100 X 0.005
tn
Y= 0.3126 - 0.0061 X 0.003
tn
DB Y= 38.053 +0.0383 X
0.233
tn
Y= 0.1985 + 0.0005 X 0.022
tn
T
50
Y= 45.065 - 1.5589 X 0.283
tn
Y= 0.3727 - 0.0510 X 0.197
tn
K
CT
Y= 37.756 + 0.2759 X 0.288
tn
Y= 0.2240 + 0.0015 X 0.005
tn
FCG Y= 37.552 + 0.0494 X 0.315
tn
Y= 0.2061 + 0.0004 X 0.012
tn
Keterangan : tn = tidak nyata R
2
= koefisien determinasi
D. Hubungan Total Klorofil Benih dengan Tolok Ukur Viabilitas Potensial dan Vigor Benih