Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan Terhadap Viabilitas Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

(1)

PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN DAN PERIODE

SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH JARAK PAGAR

(

Jatropha curcas

L. )

HASANUDDIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul :

“PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH JARAK PAGAR ( Jatropha curcas L. )” merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Desember 2009

Hasanuddin


(3)

ABSTRACT

HASANUDDIN. Effect of Ripeness and Storage Period on Seed Viability of Jatropha curcas L. Under the supervision of ENDANG MURNIATI and ENY WIDAJATI

Physic nut (Jatropha curcas L.) plant is an alternative source of energy newly developed. The growth of the plant on a large scale requires excellent or high quality seeds in the right quantity and time. A good growth is determined by the quality of seeds being used. The high quality of seeds can be physiologically examined directly on germination and indirectly by observing chemical changes in the seeds. With these in mind, this study was conducted in two separate experiments examining various aspects comprehensively. The objectives of the study were (1) to identify the physiological and biochemical changes in the maturity process of seeds and (2) to examine the effect of maturity and storage period on the seed viability physic nut (Jatropha curcas L.). The seeds of physic nut IP-1P for this study were taken from the Parent Garden of physic nut Pakuwon, Sukabumi, West Java. The criteria of the seeds were based on the day after anthesis (DAA). After seeds were harvested, they were extracted manually and dried to the seed moisture content of 8 – 9 % in the Laboratory of Seed Science and Technology, IPB. The variable which were observed are the weight of dry seeds and moisture content were examined with an oven method, the total chlorophyll and carotenoid were analyzed with the Sims and Gamon method, the fat content was determined with the Soxhlet method and the free fatty acid with titration using KOH, as well as testing the potential viability and vigor of seeds by a planting method. The research results showed that the physiological maturity of physic nut seed IP-1P reached 57 DAA with the following criteria: the color of pericarp is brownish yellow, soft, and easily-hand-opened and the color of the seeds were black. The physiological maturity of 57 DAA was supported by the maximum dry weight, germination percentage, growing rate, and first count germination as well as the minimum value of chlorophyll. There was a close negative relationship between total chlorophyll and germination percentage, growing rate and first count germination. In the storage period of 4 months with the room temperature of 25 – 28 0C and RH 46 – 80 % and the seed moisture content of 7.91 – 8.69 %, the viability of physic nut seed IP-1P with the maturity of 52 – 57 DAA was still high, i.e. 90 %.

Keywords: Jatroba curcas L., storage period, ripeness, physiological maturity, chlorophyll and viability


(4)

RINGKASAN

HASANUDDIN. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan Terhadap Viabilitas Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Dibawah bimbingan ENDANG MURNIATI dan ENY WIDAJATI

Tanaman jarak pagar merupakan salah satu sumber bahan baku energi alternatif yang baru untuk dikembangkan. Pengembangan jarak pagar pada skala areal yang luas, membutuhkan bahan tanam berupa benih yang unggul dan bermutu, tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat. Pertumbuhan bibit yang baik ditentukan oleh mutu benih yang digunakan. Benih yang bermutu tinggi sangat menentukan viabilitas dan vigor yang baik. Salah satu faktor yang menentukan viabilitas dan vigor benih adalah saat panen yang tepat dimana benih mencapai masak fisologi. Penilaian mutu benih secara fisiologi dapat diuji secara langsung berdasarkan pengecambahan di lapangan dan tidak langsung berdasarkan perubahan-perubahan biokimiawi pada benih. Mutu benih juga menentukan toleransi lamanya benih dapat di simpan selama proses. Benih jarak pagar merupakan salah satu benih yang berkadar lemak tinggi, pada umumnya benih yang berkadar lemak tinggi akan cepat mengalami kemunduran. Proses kemunduran terjadi akibat hidrolisis lemak menjadi asam lemak yang dapat menurunkan viabilitas benih. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan dua percobaan secara terpisah, yang mengkaji dari berbagai segi secara menyeluruh. Tujuan penelitian ini adalah; (1). Untuk mengetahui perubahan-perubahan fisiologi dan biokimia selama proses pemasakan pada benih jarak pagar, (2). Mengkaji pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan terhadap viabilitas benih jarak pagar.

Benih jarak pagar IP-1P yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Kebun Induk Jarak Pagar Pakuwon Sukabumi, Jawa Barat. Kriteria benih yang digunakan berdasarkan perubahan warna kulit buah dan hari setelah antesis. Setelah pemanenan buah jarak pagar, selanjutnya diekstraksi secara manual dan benih dikering-anginkan selama ± 3 hari di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB, sampai mencapai kadar air 8-9%. Untuk mengetahui perubahan fisiologi dan biokimiawi selama proses pemasakan digunakan lima tingkat kemasakan benih (hari setelah antesis) sementara yang mengkaji pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan selama 4 bulan digunakan tiga tingkat kemasakan benih (hari setelah antesi) berdasarkan hasil dari pengamatan percobaan satu. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah bobot kering benih dan kadar air menggunakan metode oven, analisis total klorofil dan karotenoid menggunakan metoda Sims dan Gamon (2002), menentukan kandungan lemak dengan metode

Soxhlet dan asam lemak bebas dengan titrasi menggunakan KOH, serta menguji viabilitas potensial dan vigor kekuatan tumbuh benih dengan metode penanaman.

Rancangan yang digunakan pada percobaan 1 adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK), yang terdiri dari lima tingkat kemasakan benih sebagai faktor tunggal yaitu K1; hijau tua (42 HSA), K2; kuning kehijauan (47 HSA), K3; kuning penuh (52 HSA), K4; kuning kecolkatan (57 HSA), dan K5; coklat penuh (62 HSA) yang diulang tiga kali sehingga terdapat 15 satuan percobaan, sementara pada percobaan 2 rancangan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi ( Split-plot Design) yang terdiri dari dua faktor, yaitu faktor periode


(5)

simpan sebagai faktor utama yaitu: P0; (kontrol), P1; (1 bulan), P2; (2 bulan), P3; (3 bulan), dan P4; (4 bulan). Faktor kedua sebagai anak petak adalah tingkat kemasakan yaitu K2; kuning kehijauan (47 HSA), K3; kuning penuh (52 HSA),dan K4; kuning kecolkatan (57 HSA) yang diulang tiga kali sehingga diperoleh 45 satuan percobaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada percobaan 1 masak fisiologi benih jarak pagar IP-1P diduga mulai pada tingkat kemasakan 47 HSA dengan kriteria warna kulit buah hijau kekuningan dan mencapai maksimum pada tingkat kemasakan 57 HSA dengan kriteria warna kulit buah kuning kecoklatan, kulit buah tidak keras, mudah dibuka dengan tangan dan biji bewarna hitam. Masak fisiologi benih jarak pagar maksimum pada 57 HSA didukung oleh maksimumnya nilai berat kering benih (BKB), daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT) dan first count germination (FCG) serta minimumnya nilai klorofil. Dari hasil uji korelasi dan regresi terdapat hubungan yang erat secara negatif antara total klorofil benih dengan nilai daya berkecambah, kecepatan tumbuh dan first count germination, hal ini mengindikasikan bahwa pengujian secara biokimiawi benih dengan melihat kandungan klorofil pada benih jarak pagar IP-1P berpotensi untuk menentukan tingkat masak fisiologi pada benih jarak pagar. Sementara hasil percobaan 2 menunjukkan bahwa pada periode simpan 4 bulan dengan suhu ruang simpan 25 – 28 0C dan RH 46 – 80 % serta kadar air 7.91 – 8.69 % viabilitas benih jarak pagar IP-1P pada tingkat kemasakan 52-57 HSA masih tinggi sebesar 90%.

Kata kunci: Jarak pagar (Jatropha curcas L.), periode simpan, tingkat kemasakan, masak fisiologi, klorofil dan Viabilitas.


(6)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan

pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN DAN PERIODE

SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH JARAK PAGAR

(

Jatropha curcas

L. )

HASANUDDIN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(8)

Judul Tesis : Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan

Terhadap Viabilitas Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Nama : Hasanuddin

NRP : A351040021

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Endang Murniati, M.S. Dr. Ir. Eny Widajati, M.S. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.


(9)

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas tuafik dan hidayah- Nya maka tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2008 sampai Februari 2009 ini ialah panen dan pascapanen, dengan judul Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan Terhadap Viabilitas Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas L.).

Selama menjalani studi, penelitian dan penulisan tesis ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Endang Murniati, M.S. dan Dr. Ir. Eny Widajati, M.S. Sebagai komisi pembimbing dan Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, M.S. sebagai dosen penguji luar komisi atas bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga penulis berhasil menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Pimpinan dan Staf Proyek BPPS DIKTI 2004, Bapak Rektor Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Dekan Fakultas Pertanian dan Bapak Bupati Daerah Tingkat II kab.Aceh Besar atas bantuan dan dorongan selama penulis menempuh pendidikan Sekolah Program Pascasarjana di IPB.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada staf Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Institut Pertanian Bogor, khususnya Ibu Yetty Kustinah dan bibik Asih atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian. Ucapan yang sama juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan terutama Ir.Syamsuddin, MSi., M.Sayuthi, SP.MP, Ir.Nurbaiti, MSi, Yurnalis, SP.MSi., Ir.Said Imran AK, Sunazarsyah (Alm), seluruh anggota FORKUP Unsyiah dan seluruh anggota Ikatan Keluarga Mahasiswa Pascasarjana Aceh (IKAMPA) atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

Penghargaan dan ucapan terima kasih khusus penulis sampaikan kepada orang tuaku dan mertua tercinta, isteri dan anak-anaku tercinta, kakanda beserta keponakanku yang tersayang dan seluruh iparku atas bantuan, dorongan dan doa selama penulis menempuh pendidikan Sekolah Program Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.

Semoga tesis ini bermanfaat baik bagi penulis sendiri, maupun yang berminat dalam penanganan benih tanaman industri, khususnya dalam mendapatkan informasi masak fisiologi dan penyimpanan benih jarak pagar (Jatropha curcas L.).

Bogor, Januari 2010. Hasanuddin


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Banda Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada tanggal 5 Agustus 1972, dari Ibu Saudah dan Ayah Hamzah (Alm). Penulis anak ke 6 dari 6 bersaudara. Pada tanggal 27 September 1998 menikah dengan Isma Indrajayati, S.Si, saat ini telah dikaruniai tiga orang anak yaitu Naurah Nazhifah (Naurah, 8 tahun), M. Irsyad Arkan (Arkan, 5 tahun), Najla Humairah (Najla 5 bulan).

Pendidikan Sekolah Dasar lulus pada tahun 1985 di SD Negeri Teladan Lamnyoung Banda Aceh, Sekolah Menengah Pertama lulus tahun 1988 di SMP Neg. Darussalam Banda Aceh dan Sekolah Menengah Tingkat Atas di SMA Neg. Darussalam Banda Aceh lulus tahun 1991. Sarjana Pertanian di Program Studi Agronomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh diselesaikan pada tahun 1996.

Sejak Tahun 1999 sampai sekarang penulis bekerja sebagai dosen di Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh. Pada tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Agronomi, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dengan sumber dana berasal dari BPPS DIKTI, Pemerintah Daerah Tingkat II Aceh Besar dan Beasiswa Nanggroe Aceh Darussalam (BB-NAD).


(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ………... DAFTAR GAMBAR ……….... DAFTAR LAMPIRAN……….. PENDAHULUAN

Latar Belakang ………... Tujuan Penelitian ………... Hipotesis ………... TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Jarak Pagar ………... Indikasi Perubahan Morfologi, Fisiologi dan Biokimia Selama Pemasakan Benih dan Hubungannya dengan Viabilitas dan Vigor Benih……….. A. Perubahan Morfologi dan Fisiologi Selama Proses Pemasakan Benih..

B. Perubahan Biokimia (Klorofil dan Karotenoid) Selama Proses Pemasakan Benih……… Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih……….... BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat ………... Bahan dan Alat ………... Metode Penelitian ………... Pelaksanaan Penelitian ………... Pengamatan ……….. HASIL DAN PEMBAHASAN

Indikasi Perubahan Fisiologi dan Biokimia Selama Pemasakan Benih dan Hubungannya dengan Viabilitas dan Vigor Benih……… A. Pengaruh Tingkat Kemasakan Terhadap Beberapa Tolok Ukur

Fis iologi...

B. Pengaruh Tingkat Kemasakan Benih Terhadap Beberapa Indikasi Biokimia……….. Halaman xi xiii xiv 1 4 4 5 10 10 12 14 19 19 19 22 26 31 32 34


(13)

C. Hubungan Total Lemak dan Asam Lemak Bebas dengan Tolok Ukur Viabilitas Potensial dan Vigor Benih Jarak Pagar…………... D. Hubungan Total Klorofil Benih dengan Tolok Ukur Viabilitas

Potensial dan Vigor Benih……….. E. Hubungan Total Karotenoid Benih dengan Tolok Ukur Viabilitas

Potensial dan Vigor Benih………... Pengaruh Per iode Simpan dan Tingkat Kemasakan Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Jarak Pagar………. Pengaruh Interaksi Periode Simpan dan Tingkat Kemasakan Terhadap Tolok Ukur Vigor Kekuatan Tumbuh ………. Pengaruh Interaksi Periode Simpan dan Tingkat Kemasakan Terhadap Tolok Ukur Biokimiawi Benih ………... Hubungan Kandungan Asam Lemak Bebas dengan Tolok Ukur DB, KCT, T50 dan FCG Selama Periode Simpan Pada Benih Jarak Pagar………….... Pengaruh Faktor Tunggal Tingkat Kemasakan Benih Terhadap Viabilitas Potensial, Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT) dan Vigor Biokimia (Vbiok) Benih Jarak Pagar ………... Pengaruh Faktor Tunggal Periode Simpan Benih Terhadap Kadar Air, Viabilitas Potensial, Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT) dan Vigor Biokimia (Vbiok) Benih Jarak Pagar ………... SIMPULAN DAN SARAN ………... DAFTAR PUSTAKA ………... LAMPIRAN ………..

37

38

40

41

42

44

46

47

50 57 58 63


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kisaran dan rata-rata suhu serta kelembaban relatif ruang simpan selama penyimpanan benih jarak pagar……… Rekapitulasi analisis ragam indikasi perubahan fisio logi dan biokimia selama pemasakan benih jarak pagar………... Pengaruh tingkat kemasakan terhadap beberapa tolok ukur fisiologis benih jarak pagar………... Pengaruh tingkat kemasakan terhadap beberapa tolok ukur biokimiawi benih jarak pagar………... Hubungan total lemak dan asam lemak bebas terhadap tolok ukur viabilitas potensial dan vigor kekuatan tumbuh benih jarak pagar……... Hubungan total klorofil dengan viabilitas potensial dan vigor kekuatan tumbuh benih jarak pagar IP-1P…... Hubungan total karotenoid dengan viabilizas potensial dan vigor kekuatan tumbuh benih jarak pagar IP-1P………... Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh periode simpan (P) dan tingkat kemasakan (K) serta interaksinya (KxP) terhadap parameter viabilitas potensial, VKT dan Vbiok benih jarak pagar………... Pengaruh interaksi periode simpan dan tingkat kemasakan terhadap tolok ukur kecepatan tumbuh (%/etmal)………... Pengaruh interaksi periode simpan dan tingkat kemasakan terhadap tolok ukur kadar lemak total (%)………... Pengaruh interaksi periode simpan dan tingkat kemasakan terhadap tolok ukur asam lemak bebas (%)………... Hubungan kandungan asam lemak bebas dengan VP dan VKT selama periode simpan jarak pagar IP-1P...

25 32 33 36 37 38 40 42 43 44 46 47


(15)

13

14

15

16

17

Pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap daya berkecambah dan FCG benih jarak pagar IP-1P………... Pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap kandungan karotenoid benih jarak pagar pada tiga tingkat kemasakan benih………... Pengaruh periode simpan benih terhadap kadar air dan viabilitas potensial (VP) benih jarak pagar………... Pengaruh periode simpan benih terhadap vigor kekuatan tumbuh benih (VKT) benih jarak pagar………... Pengaruh periode simpan benih terhadap vigor biokimia (V biok) benih jarak pagar………...

48

49

51

52


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Bunga jantan dan betina tanaman jarak pagar... Buah jarak pagar yang masak tidak serentak... Biji jarak pagar dan bagian-bagiannya... Morfologi tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.)...

Berbagai kemasakan buah jarak pagar IP-1P yang berbeda…………... Tiga tingkat kemasakan buah jarak pagar IP-1P………... Bagan alir pelaksanaan penelitian... Penyimpanan benih jarak pagar pada suhu kamar………... Struktur kecambah normal benih jarak pagar………... Hubungan total klorofil dengan daya berkecambah benih jarak pagar IP-1P.. Hubungan total klorofil dengan KCT benih jarak pagar IP-1P…………... Hubungan total klorofil dengan FCG benih jarak pagar IP-1P………... Reaksi hidrolisis lemak (Ketaren 2008)………...

7 8 8 9 20 21 23 25 27 39 39 40 45


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Deskripsi jarak pagar IP – 1P………... Alat Spektrofotometer Tipe UV – 1201... Diagram metode soxhlet………... Rangkaian alat soxhlet………... Analisis ragam pengaruh daya berkecambah terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar………... Analisis ragam pengaruh berat kering benih terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar………... Analisis ragam pengaruh kecepatan tumbuh terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar………... Analisis ragam pengaruh T50 terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar………... Analisis ragam pengaruh FCG terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar………... Analisis ragam pengaruh total lemak terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar………... Analisis ragam pengaruh ALB terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar………... Analisis ragam pengaruh total klorofil terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar………... Analisis ragam pengaruh total karotenoid terhadap tingkat kemasakan benih jarak pagar………... Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan, periode simpan dan interaksinya terhadap KCT benih jarak pagar... Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan, periode simpan dan interaksinya terhadap kandungan total lemak benih jarak pagar... Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan, periode simpan dan interaksinya terhadap kandungan asam lemak bebas benih jarak pagar... Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan terhadap kadar air benih jarak pagar...

64 65 66 67 68 68 68 68 69 69 69 69 70 70 70 71 71


(18)

18

19

20

21

22

Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan terhadap daya berkecambahbenih jarak pagar... Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan terhadap T50 benih jarak pagar... Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan terhadap FCG benih jarak pagar... Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan terhadap total karotenoid benih jarak pagar... Analisis ragam pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan terhadap total klorofil benih jarak pagar...

71

72

72

72


(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanfaatan tanaman jarak pagar di Indonesia semakin berkembang semenjak terjadinya krisis energi pada tahun 2005. Meningkatnya harga BBM dunia telah membuat Indonesia perlu mencari sumber bahan baku alternatif baru yang potensial untuk dikembangkan. Salah satu tanaman yang memiliki potensi sebagai sumber bahan bakar nabati adalah tanaman jarak pagar yang bersifat non

edible oil. Biji jarak dapat menghasilkan minyak sebagai bahan baku biodiesel yang telah diujicobakan pada beberapa kendaraan dan hasilnya menunjukkan bahwa biodiesel dapat didegradasi secara biologis empat kali lebih cepat dibandingkan bahan bakar diesel minyak bumi, yaitu mencapai 98% dalam tiga minggu. Akibat biodegradasi secara biologis, emisi dan bau tidak sedap dapat dikurangi (Alamsyah, 2006).

Secara agronomis, tanaman jarak pagar ini dapat beradaptasi dengan lahan maupun agroklimat di Indonesia, bahkan tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada kondisi kering (curah hujan < 500 mm per tahun) maupun pada lahan dengan kesuburan rendah (lahan marjinal dan lahan kritis) (Hariyadi, 2005). Namun demikian pengadaan bahan tanam merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan. Bahan tanam jarak pagar dapat berasal dari stek, kultur jaringan dan benih. Benih masih merupakan alat perkembangbiakan tanaman yang utama dalam pengembangan tanaman jarak pagar. Perbanyakan tanaman dengan menggunakan benih biasanya menghasilkan batang dan perakaran yang kuat serta umur tanaman lebih lama (Sudjindro dan Andikadarsih, 2007).

Mutu benih ditentukan oleh mutu fisik, mutu genetik dan mutu fisiologi. Berbagai tolok ukur telah dikembangkan untuk memberikan penilaian terhadap mutu fisiologi suatu lot benih, baik dengan penilaian langsung terhadap gejala perkecambahan maupun secara tidak langsung terhadap berbagai aktivitas metabolisme (biokimiawi) dan kondisi benih yang mempengaruhi mutu benih.

Benih yang bermutu tinggi sangat menentukan viabilitas dan vigor yang baik. Salah satu faktor yang menentukan viabilitas dan vigor benih adalah saat panen yang tepat dimana benih mencapai masak fisiologi. Hasil penelitian Adikadarsih dan Hartono (2007) menunjukkan benih jarak pagar yang berasal


(20)

dari klon NTB dipanen pada saat buah berwarna kuning atau lebih dari 50% telah berwarna kuning kehitaman atau telah berumur 45 sampai 55 hari setelah anthesis menghasilkan vigor dan daya berkecambah yang paling baik.

Hasnam dan Hartati (2006), masak fisiologi buah jarak ditandai dengan; kulit buah berwarna kuning bila dibuka biji di dalamnya berwarna hitam berkilat. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Utomo (2007), bahwa masak fisiologi buah jarak dari Pakuwon (IP-1P) tercapai mulai umur 52-57 HSA, dengan kriteria kulit buah kuning sampai kuning kecoklatan. Pada saat itu viabilitas yang ditunjukkan oleh daya berkecambah 85-88 %, vigor yang ditunjukkan oleh kecepatan tumbuh benih 6.56-7.07 %KN/etmal, berada pada kondisi maksimum, dan kadar air mulai menurun 40.98 – 35.33 %. Perubahan warna pada buah jarak pagar selama fase pemasakan dari warna hijau ke warna kuning dan selanjutnya menjadi warna coklat disebabkan adanya pigmen yang tergradasi di membran selama proses tersebut.

Klorofil yang berperan penting dalam proses fotosintesis, dan karoten yang berperan melindungi klorofil sebagai pigmen tidak hanya terdapat pada daun, tetapi juga ditemukan di dalam buah dan biji. Beberapa penelitian membuktikan adanya klorofil dan karotenoid di dalam biji. Menurut Suhartanto (2002) selain klorofil a dan b, benih tomat muda (30-40 HSB) juga mengandung karotenoid (neoxanthine, violaxanthine, lutein, zeaxanthine dan ß-caroten). Karotenoid merupakan antioksidan yang mampu bereaksi dengan triplet-klorofil untuk menghasilkan triplet-karoteniod dan ini merupakan proses yang efektif untuk mencegah terbentuknya singlet-oksigen.(Cogdell,1988 dalam Suhartanto, 2002). Selanjutnya Gross (1991) menambahkan bahwa karotenoid berfungsi sebagai pigmen tambahan dalam proses fotosintesis dan melindungi klorofil dari kerusakan akibat oksidasi oleh O2 saat tingkat penyinaran tinggi (Gross, 1991). Hasil penelitian Sinuraya (2007) menunjukkan total karotenoid benih cabai rawit varietas Sulawesi meningkat dengan bertambahnya kemasakan dan mencapai maksimum pada umur panen 50 HSBM (0.30 mg/g), dimana masak fisiologi tercapai, kemudian pada tingkat kemasakan selanjutnya kandungan karotenoid benih menunjukkan penurunan, hal yang sama juga dibuktikan oleh Prasetyantiningsih (2006) pada benih jagung manis. Suhartanto (2003)


(21)

menjelaskan bahwa saat benih tomat mencapai masak fisiologi, maka kadar klorofil benih minimal. Suhartanto (2003) juga menyimpulkan bahwa klorofil dibutuhkan dalam pembentukan benih, namun sangat tidak diharapkan dalam tahap pemasakan. Adanya klorofil dalam tahap pemasakan tampaknya berhubungan erat dengan rendahnya mutu benih, khususnya daya simpannya.

Sadjad (1993) mengatakan tidak semua benih begitu selesai diproses kemudian ditanam. Benih perlu melampaui apa yang disebut periode simpan. Pada periode penyimpanan, benih akan mengalami kemunduran viabilitas. Viabilitas benih tersebut tidak dapat ditingkatkan atau dikembalikan ke viabilitas semula, namun hanya dapat dipertahankan agar viabilitasnya tidak mengalami kemunduran. Menurut Hambali et al. (2006), benih jarak pagar memiliki kandungan lemak yang tinggi antara 40 sampai 50%. Asam lemak yang terkandung dalam benih jarak yaitu; asam oleat (43.2%), asam linoleat (34.3%), asam palmitat (14.2%), dan asam stearat (6.9%). Masalah yang sering dihadapi benih berkadar lemak tinggi adalah menurunnya viabilitas benih selama penyimpanan.

Hasil penelitian Kusmarya (2007) menunjukkan bahwa persentase kadar lemak total pada benih jarak pagar mengalami penurunan yang nyata selama penyimpanan, terutama setelah benih disimpan 2 bulan. Sebaliknya, persentase asam lemak bebas mengalami peningkatan. Delouche (1983) menyatakan bahwa kemunduran benih telah terjadi sesaat setelah benih mencapai masak fisiologi dan kemunduran benih berjalan terus sampai benih mengalami kematian. Salah satu ciri dari kemunduran benih dengan kandungan lemak yang tinggi adalah akumulasi asam lemak. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa perubahan suhu dan kelembaban yang tinggi selama masa penyimpanan benih jarak pagar akan menurun viabilitas benihnya sampai dibawah 50 % setelah disimpan selama 15 bulan (Heller, 1996). Sementara hasil penelitian Jepsen et al, (2004) di Kalahari Sand yang menggunakan benih yang dipanen pada bulan Juni 2002 menunjukkan daya berkecambah benih yang tetap tinggi yaitu 97,6 % hingga bulan april tahun berikutnya.

Sehubungan dengan hal tersebut perlu penelitian lebih lanjut mengenai indikasi yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kemasakan benih dilihat


(22)

dari mutu fisiologi baik secara langsung maunpun tidak langsung (biokimiawi) serta hubungannya dengan periode simpan pada benih jarak pagar.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

Percobaan I: Mengetahui perubahan-perubahan fisiologi dan biokimia selama proses pemasakan benih dan mencari alternatif tolok ukur lain sebagai indikator untuk menentukan tingkat masak fisiologi benih.

Percobaan II: Mengetahui pengaruh tingkat kemasakan dan periode simpan terhadap viabilitas benih jarak pagar ( Jatropha curcas L.)

Hipotesis Percobaan I:

1. Kandungan karotenoid benih jarak pagar maksimum pada saat masak fisiologi. 2. Kandungan klorofil benih jarak pagar minimum pada saat masak fisiologi. 3. Ada hubungan yang erat antara karotenoid dan klorofil benih dengan tolok

ukur masak fisiologi lainnya seperti daya berkecambah, berat kering benih,

First Count Germination (FCG), kecepatan tumbuh dan T50

Percobaan II:

1. Tingkat kemasakan benih dan periode simpan berpengaruh terhadap viabilitas benih jarak pagar.

2. Terdapat interaksi antara tingkat kemasakan dan periode simpan benih jarak pagar. Semakin mendekati masak f isiologi benih ( pada rentang 47-57 HSA) semakin tinggi viabilitas dan vigor benih dan semakin lama benih dapat disimpan.


(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar (Jatropha curcas L) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko, Amerika Tengah. Tanaman jarak pagar dibawa ke Indonesia dan di tanam paksa pada pemerintahan Jepang yang bijinya dijadikan bahan bakar minyak (BBM) oleh tentara Jepang. Tanaman ini termasuk kedalam famili

Euphorbiaceae, merupakan jenis tanaman yang cepat tumbuh dan menyebar di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini terbukti dengan berbagai nama daerah diberikan untuk jarak pagar seperti nawaih (NAD), jirak (Sumatera Barat), kalake pagar (Sunda), jarak gundul (Jawa), jarak pageh (Nusa Tenggara), paku kase

(Timor), bindalo (Sulawesi) (Prihandana dan Hendroko, 2006).

Minyak jarak pagar selain sebagai bahan baku biodiesel juga digunakan sebagai bahan baku farmasi dan industri kosmetika. Menurut Alamsyah (2006), semua bagian tanaman jarak pagar telah digunakan sejak lama dalam pengobatan tradisional. Minyaknya digunakan sebagai pembersih perut (pencahar), mengobati penyakit kulit dan untuk penyakit rematik. Sari pati cairan rebusan daunnya digunakan sebagai obat batuk dan antiseptik pasca melahirkan. Bahan yang berfungsi meredakan luka dan peradangan juga telah diisolasi dari bagian tanaman jarak pagar. Berbagai ekstrak dari biji dan daun jarak pagar menunjukkan sifat antimoluska, antiserangga, dan anti jamur. Salah satu produk bahan baku kosmetika seperti yang diutarakan oleh Hambali (2007), bahwa pemanfaatan minyak jarak pagar dapat diolah menjadi sabun apique, transparan dan sabun krim karena mampu memberikan efek positif terhadap kulit, terutama bila ditambahkan gliserin pada formula sabun tersebut.

Selanjutnya Rivaie et al. (2006), menyatakan ampas biji jarak pagar (seed cake) sebagai hasil samping dari pengolahan biji jarak menjadi minyak jarak kasar (crude jatropha oil) merupakan sumber pupuk organik yang potensial. Hasil penelitian menunjukkan ampas dari biji jarak pagar mengandung N (4.44%), P (2.09%), dan K (1.68%).

Manfaat secara ekologi tanaman jarak pagar yang disebut sebagai tanaman pioner, tanaman penahan erosi, dan tanaman yang dapat mengurangi kecepatan angin. Akar lateralnya yang menyebar di permukaan tanah, jika ditanam bersama


(24)

tanaman akar wangi atau serai wangi akan mampu melindungi tanggul kecil dari kerusakan erosi akibat aliran air permukaan. Upaya penghijaun dengan jarak pagar sangat bermanfaat untuk menyerap polusi udara. Kemampuan jarak pagar menyerap gas karbondioksida dari atmosfer cukup tinggi, sebesar 1,8 kg/kg bahan kering tanaman (Prihandana dan Hendroko 2006).

Jarak pagar dapat tumbuh luas di daerah tropis dan sub-tropis. Menurut Okabe dan Somabhi (1989) tanaman jarak pagar yang ditanam pada tanah bertekstur lempung berpasir memberikan hasil produksi tertinggi. Selanjutnya Jones dan Miller (1992) mengemukakan bahwa meskipun jarak pagar terkenal dapat tumbuh di tanah berkerikil, berpasir, dan berliat tetapi di tanah tererosi berat pertumbuhannya kerdil. Bila perakarannya sudah cukup berkembang jarak pagar dapat toleran terhadap kondisi tanah yang kurang subur, namun demikian tanaman jarak pagar apabila di tanam pada pH 5.5-6.5, suhu 11-38 oC dan ketinggian 0-1700 m dpl akan tumbuh dan berproduksi dengan baik ( Heller, 1996).

Henning (2004) menyatakan tanaman jarak pagar membutuhkan curah hujan paling sedikit 600 mm per tahun untuk tumbuh baik dan jika curah hujan kurang dari 600 mm per tahun tidak dapat tumbuh, kecuali dalam kondisi tertentu seperti di kepulauan Cape Verde meski curah hujan hanya 250 mm tetapi kelembaban udaranya sangat tinggi.

Tanaman jarak pagar berbentuk pohon perdu dengan tinggi mencapai 5 - 7 meter, dan bercabang tidak teratur. Batangnya berkayu, berbentuk silindris dan bergetah. Tanaman ini mampu hidup sampai berumur 50 tahun. Daun jarak pagar berupa daun tunggal, berwarna hijau muda sampai hijau tua, permukaan bawah lebih pucat daripada bagian atasnya. Bentuk daun menjari (5 sampai 7 sudut) dengan panjang 6 cm dan lebar 15 cm yang tersusun secara selang- seling. Panjang tangkai daun sekitar 4 sampai 15 cm (Prihandana dan Hendroko, 2006). Bunga jarak pagar tersusun dalam rangkaian (inflorescence), biasanya terdiri atas 100 bunga atau lebih, persentase bunga betina 5 sampai 10 %. Bunga memiliki 5 sepal dan 5 petal yang berwarna hijau kekuningan atau coklat kekuningan. Bunga jantan mempunyai 10 tangkai sari yang tersusun dalam dua lingkaran masing-masing berisi lima tangkai sar i yang menyatu berbentuk tabung. Bunga betina lebih besar dari bunga jantan terdiri atas ovari yang beruang 3


(25)

sampai 5 lokul yang masing-masing berisi satu bakal biji. Bunga betina membuka 1-2 hari lebih dahulu dari bunga jantan dengan jangka pembungaan 10-15 hari per infloresensia. Bunga jarak pagar menyerbuk dengan bantuan serangga; bunga menghasilkan nektar yang mudah terlihat dan harum sehingga dihinggapi oleh serangga-serangga (Hasnam, 2006). Menurut Utomo (2007) lama fase berbunga dalam satu malai adalah 14-21 hari. Pada jarak pagar jumlah bunga betina dan hermaprodit dalam satu malai sangat sedikit. Bentuk bunga jantan dan betina dapat di lihat pada Gambar 1.

Buah jarak pagar berupa buah kotak berbentuk bulat telur, berdiameter 2 sampai 4 cm. Berwarna hijau ketika masih muda dan kuning jika sudah masak. Pembentukan buah membutuhkan waktu selama 90 hari dari pembungaan sampai buah masak. Buah jarak pagar masak tidak serentak. Di satu rangkaian akan terdapat bunga, buah muda, serta buah yang sudah kering, buah terbagi menjadi tiga ruang yang masing-masing berisi satu biji (Prihandana dan Hendroko, 2006). Gambar 2 menunjukkan tingkat masak buah jarak yang tidak serentak.

Bunga Jantan Bunga Betina ( Sumber: Info Tek Jarak Pagar 2006)


(26)

(Sumber: Info Tek Jarak Pagar 2006)

Gambar 2 Buah jarak pagar yang masak tidak serentak

Biji jarak pagar berbentuk bulat lonjong, berwarna coklat kehitaman. Panjang biji 2 cm dengan ketebalan sekitar 1 cm. Tanaman jarak pagar menghasilkan biji yang terdiri dari 60 % berat endoperm dan 40 % berat testa. Endosperm biji jarak pagar mengandung sekitar 40 sampai 50 % minyak sehingga dapat diekstrak menjadi minyak jarak yang memiliki komposisi trigliserida yang mengandung asam lemak oleat (43.2%), asam linoleat (34.3%), asam palmitat (14.2%) dan asam stearat (6.9%) (Hambali et al., 2006). Gambar 3 menunjukkan biji jarak pagar dan bagian-bagiannya. Secara umum deskripsi jarak pagar IP-1P terlampir pada Lampiran 1.

Keterangan: (A); caruncle, (B); testa, (C); endosperma, (D); poros embrio (E);kotiledon.

Gambar 3 Biji jarak pagar dan bagian-bagiannya.

A C

E D


(27)

Secara umum morfologi tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) dapat di lihat pada Gambar 4.

( Sumber: Heller 1996) Keterangan:

a = tandan bunga f = penampang melintang buah b = batang g = buah

c = daun h = penampang membujur buah d = bunga betina i = biji

e = bunga jantan


(28)

Indikasi Perubahan Morfologi, Fisiologi dan Biokimia Selama Pemasakan Benih dan Hubungannya Dengan Viabilitas dan Vigor Benih.

Sadjad (1980) menyatakan bahwa informasi tentang viabilitas dan vigor benih dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Indikasi langsung diamati berdasarkan kinerja pertumbuhan masing – masing struktur tumbuh kecambah atau bibit. Indikasi tidak langsung melalui pendekatan enzimatis dengan tidak memperhatikan fenomena pertumbuhan tetapi hanya gejala metabolisme saja. Selanjutnya Sadjad (1993) menambahkan adanya indikasi yang didasarkan pada sifat fisik benih dengan tolok ukur daya hantar listrik dan indikasi yang didasarkan pada aspek biokimia ini termasuk dalam kategori indikasi tidak langsung.

A. Perubahan Morfologi dan Fisiologi Selama Proses Pemasakan Benih

Tahap perkembangan benih dapat dibagi tiga yaitu tahap perkembangan embrio, tahap akumulasi cadangan makanan (disebut juga tahap pemasakan benih) dan tahap pematangan benih. Tahap perkembangan embrio ditandai dengan pembagian sel yang cepat setelah fusi seksual dan diakhiri dengan embrio yang hampir terbentuk seluruhnya. Tahap akumulasi cadangan makanan ditandai dengan adanya peningkatan cadangan makanan benih karena adanya translokasi cadangan makanan yang dibuat di dalam bagian tanaman yang hijau kepada benih melewati funikulus. Tahap terakhir adalah pematangan benih dimana benih mulai mengering atau mengalami desikasi. Lapisan gabus terbentuk pada dasar benih yang akan memutus hubungan dengan tanaman induk, menutup pasokan air dan membentuk suatu titik lemah yang memudahkan benih masak rontok (Pranoto et al.,1990).

Hasil penelitian Utomo (2007) di kebun jarak Pakuwon pada provenan Lampung secara morfologi menunjukkan bahwa pada saat buah berumur 37 HSA buah masih berwarna hijau, kulit buah masih keras, biji berwarna putih, ukuran buah satu dengan yang lain masih belum seragam ada yang terlihat sudah besar dan ada yang kecil. Buah berumur 42 HSA berwarna hijau tua, kulit buah masih keras, warna kecoklatan sudah terlihat dibagian ujung biji, sedikit lebih tua, ukuran biji sudah relatif sama antara satu dengan yang lain. Buah berumur 47 HSA kulitnya berwarna hijau kekuningan, bagian tengah biji sudah berwarna


(29)

kecoklatan dan bagian ujung sudah terlihat kehitaman, kekerasan buah sedikit berkurang. Buah berumur 52 HSA kulitnya berwarna kuning, biji berwarna hitam mengkilat, kulit buah tidak keras, mudah dibuka dengan tangan dan saat buah berumur 57 HSA kulit buah berwarna kuning kehitaman, biji berwarna hitam. Hasil penelitian lainnya menunjukkan, benih jarak pagar yang berasal dari klon NTB dipanen pada saat buah berwarna kuning atau lebih dari 50% telah berwarna kuning kehitaman atau telah berumur 45 sampai 55 hari setelah anthesis menghasilkan vigor dan daya berkecambah yang paling baik. Cara panen individu berdasarkan kulit buah merupakan cara panen buah yang paling efektif dilakukan (Adikadarsih dan Hartono, 2007).

Delouche (1983) menyatakan bahwa proses kemasakan benih mencakup perubahan-perubahan morfologi dan fisiologi yang berlangsung sejak fertilisasi sampai bakal benih masak menjadi benih yang siap panen. Selama proses pemasakan benih, terjadi perubahan-perubahan tertentu dalam bakal benih dan bakal buah yang meliputi perubahan ukuran benih, kadar air, berat kering, dan vigor benih. Pada fase pertumbuhan biji kadar air dan berat basah meningkat pesat karena terjadi histodiferensiasi, sampai biji mencapai matang morfologi. Sebaliknya berat kering biji meningkat pesat pada fase penghimpunan makanan, sedangkan penambahan berat basah dan kadar air biji mulai melambat. Pada fase pemasakan umumnya kadar air mulai berkurang, demikian juga berat basah. Akan tetapi berat kering terus bertambah sampai masak fisiologi tercapai dimana berat kering mencapai maksimum ( Kermode 1990).

Selama periode masak fisiologi benih, perubahan secara fisiologi pada benih jarak pagar IP-1P meliputi penurunan kadar air, maksimumnya berat kering benih dan meningkatnya persentase daya berkecambah dimana masak fisiologi benih tercapai pada umur 52 – 57 HSA (Utomo 2007). Perubahan yang sama juga terjadi pada jenis tanaman lainnya seperti yang ditunjukkan oleh Ratnasari (1996) bahwa kacang tanah varietas Biawak dan Komodo mencapai tingkat masak fisiologi pada panen 85 hari setelah tanam. Perlakuan umur panen berpengaruh sangat nyata terhadap viabilitas benih kacang tanah, terutama saat penentuan masak fisiologi, yang dijabarkan dengan tolok ukur daya berkecambah maksimum, kecepatan tumbuh maksimum, bobot kering benih maksimum, dan


(30)

bobot 1000 butir maksimum. Selanjutnya Prihatiningsih (2001) menyatakan bahwa kadar air benih padi sangat nyata dipengaruhi oleh umur panen. Mulai dari umur panen 21 sampai 36 HSB, kadar air benih padi menurun (35.72 – 24.44%) karena perubahan tekstur gabah dari kesusuan, keadaan setengah cair kemudian padat berisi.

B. Perubahan Biokimiawi (Klorofil dan Karotenoid) Selama Proses Pemasakan Benih.

Viabilitas dan vigor benih dapat dideteksi dengan mengukur perubahan-perubahan secara biokimiawi yang terjadi selama masa pemasakan benih. Sampai saat ini sudah banyak indikator biokimiawi yang dapat digunakan untuk mendeteksi viabilitas dan vigor benih diantaranya adalah kandungan klorofil dan akumulasi karotenoid.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari indikasi biokimia sebagai penentu masak fisiologi pada berbagai jenis tanaman. Hasil penelitian Suhartanto (2003) menunjukkan bahwa kandungan klorofil pada benih tomat berkorelasi negatif dengan daya berkecambahnya. Masak fisiologis yang dicerminkan oleh daya berkecambah mencapai maksimum pada saat kandungan klorofil mencapai minimum. Mutu benih sangat ditentukan oleh tingkat kemasakan benih tersebut, sehingga dapat dikatakan juga bahwa kandungan klorofil benih juga menentukan mutu benih tersebut. Kwong (1991) menunjukkan bahwa benih yang masih hijau memiliki daya berkecambah yang rendah, namun kemampuan berkecambah benih-benih tersebut meningkat bila dikecambahkan dalam media yang mengandung nutrisi. Hasil penelitian Almela, et al.(1996) pada cabai varietas Negral menunjukkan bahwa pada saat proses pemasakan buah terjadi perubahan komposisi klorofil dan total karotenoid. Kandungan klorofil pada buah berwarna hijau dan setengah masak masih tinggi dan pada saat buah mencapai masak fisiologi kandungan klorofil berkurang hanya tinggal sekitar 14%nya. Sementara total karotenoid meningkat sejalan dengan peningkatan stadia kemasakan, hal yang sama diduga juga terjadi pada benih seiring dengan perubahan warna pada buah.

Menurut Bewley dan Black (1994) kandungan karoten berhubungan erat dengan pembentukan klorofil. Pembentukan klorofil dalam perkembangan benih


(31)

sangat dipengaruhi oleh asam absisat (ABA) dan giberelin (GA). Benih tomat yang defisien GA memiliki kandungan klorofil yang lebih tinggi dibanding dengan tetuanya, sedangkan benih yang defisien ABA memiliki kandungan klorofil paling rendah, hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya hubungan proses biosintesis ABA, GA, dan klorofil. (Suhartanto, 2003).

Karotenoid berfungsi sebagai pigmen membantu menyerap cahaya dalam proses fotosintesis juga berguna untuk melindungi tanaman. Fungsi dasar ß- karoten adalah untuk melindungi kloroplas dari kerusakan fotooksidatif, meskipun karotenoid tidak stabil saat diekspos pada cahaya, oksigen, atau suhu tinggi (Bosland dan Votava, 1999). Selanjutnya Cogdell, 1988 dalam Suhartanto 2002 menyatakan bahwa karotenoid merupakan antioksidan yang mampu bereaksi dengan triplet-klorofil untuk menghasilkan triplet-karoteniod dan ini merupakan proses yang efektif untuk mencegah terbentuknya singlet-oksigen. Didalam benih berlemak, antioksidan berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas akibat proses oksidasi lipid yang berlangsung terus-menerus secara alamiah atau mempertahankan kadar radikal bebas dalam taraf yang tidak bebahaya dalam benih. Bila terjadi penurunan aktivitas antioksidan, maka radikal bebas yang terbentuk tidak dapat dinetralisir, dan bereaksi dengan molekul di sebelahnya yang dapat mengakibatkan kerusakan sel sehingga terjadi deteriorasi benih (Siregar 2004).

Beberapa hasil penelitian tentang kemungkinan kandungan karotenoid pada berbagai tingkat kemasakan dan hubungannya dengan viabilitas benih seperti yang ditunjukkan oleh Prasetyatiningsih (2006) pada benih jagung manis bahwa total karotenoid berhubungan sangat erat dengan daya berkecambahnya, bobot 1000 butir, KCT serta bobot kering benih. Selanjutnya hasil penelitian Sinuraya (2007) juga menjelaskan bahwa total karotenoid benih cabai rawit varietas Rama berhubungan sangat erat dengan nilai daya berkecambah, bobot kering benih, bobot 1000 butir dan KCT, dimana masak fisiologi tercapai pada umur panen 50 – 55 HSBM. Hasil penelitian Prasetyatiningsih dan Sinuraya menyimpulkan bahwa tolok ukur total karotenoid dapat digunakan sebagai indikasi biokimiawi tingkat kemasakan jagung manis varietas lokal Manise dan cabai rawit varietas Rama.


(32)

Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih

Salah satu faktor yang mempengaruhi vigor awal benih adalah tingkat masak fisiologi benih. Panen yang dilakukan sebelum masak fisiologi akan menghas ilkan benih yang kurang bermutu. Jika pemanenan ditangguhkan dan benih dibiarkan pada tanaman setelah matang, sebagian akan hilang karena rontok, rebah, dimakan serangga atau burung dan benih yang tersisa di tanaman akan cepat mundur viabilitasnya akibat deraan cuaca. Pemanenan benih pada tingkat kemasakan yang tepat (masak fisiologi) sangatlah penting dalam mendapatkan tingkat mutu benih yang tinggi dan daya simpan yang panjang. Pemanenan yang dianjurkan adalah pada saat vigor maksimum (daya tumbuh maksimum), bobot kering benih maksimum, penurunan kadar air benih (sampai mencapai kadar air keseimbangan) dan peningkatan perkecambahan (Pranoto et al.,1990)

Menurut Heydecker (1977) perbedaan tingkat kemasakan benih akan menyebabkan perbedaan vigor dalam satu lot benih. Masak fisiologi diartikan sebagai suatu keadaan yang harus dicapai oleh benih sebelum keadaan optimum untuk panen benih dimulai (Suseno, 1980). Beberapa ahli mengungkapkan kriteria kemasakan benih dapat diketahui dari perubahan morfologi, biokimia dan fisiologi yang terjadi pada buah. Mugnisjah dan Setiawan (1990) menyatakan tanda-tanda kunci dalam pematangan dan pemasakan benih meliputi perubahan kadar air benih, ukuran benih dan bobot kering benih.

Secara umum Delouche (1983) menggambarkan daya berkecambah dan ukuran benih telah maksimum sebelum tercapai masak fisiologi. Berat kering dan vigor benih setelah lewat fase masak fisiologi akan menurun secara perlahan-lahan tetapi kadar air benih menurun secara cepat hingga tercapai keseimbangan dengan kondisi dilapangan pertanaman. Masak fisiologi pada benih tanaman tahunan dapat ditelaah dari perubahan warna buah atau biji, bau, kekerasan kulit buah atau benih dan rontoknya buah atau benih dari pohon induk

Menurut Ilyas (2004) pemanenan sebaiknya dilakukan pada saat masak fisiologis benih tercapai, ditandai dengan vigor, daya berkecambah dan berat kering benih maksimum, dimana kadar air benih masih tinggi. Rata-rata kadar air


(33)

benih tipe ortodoks saat masak fisiologi adalah 30-50 %. Tetapi memanen pada saat kadar air benih masih tinggi sulit dilakukan secara mekanis. Biasanya panen ditunda sampai kadar air benih 20-30 % (masak panen). Keuntungan memanen pada saat yang tepat adalah untuk mengurangi kerusakan akibat cuaca, kerusakan mekanis, kehilangan akibat rontok, kerusakan akibat insek dan tikus, memaksimumkan hasil dan mutu benih.

Benih yang dipanen masih muda atau terlampau tua akan mengalami kerusakan membran yang lebih banyak dibandingkan dengan benih yang dipanen pada saat masak fisiologi. Hasil penelitian Saenong (1986) menunjukkan bahwa benih kedelai yang dipanen terlambat atau terlalu cepat akan mengalami kerusakan mekanis lebih banyak dan akibatnya akan memiliki vigor awal benih yang lebih rendah.

Adikadarsih dan Hartono (2007) menunjukkan benih jarak pagar yang berasal dari klon NTB dipanen pada saat buah berwarna kuning atau lebih dari 50% telah berwarna kuning kehitaman atau telah berumur 45 sampai 55 hari setelah anthesis menghasilkan vigor dan daya berkecambah yang paling baik. Hasil penelitian Utomo (2007) dikebun jarak Pakuwon Sukabumi, menyatakan bahwa benih jarak pagar mencapai masak fisiologi pada umur 52 – 57 HSA dengan kriteria pada 52 HSA biji berwarna hitam mengkilat, kulit buah tidak keras, mudah dibuka dengan tangan dan berumur 57 HSA biji berwarna hitam kusam

Hasnam dan Hartati (2006), menyatakan untuk memperoleh benih jarak yang bermutu tinggi, panen buah dilakukan pada saat benih telah mencapai masak fisiologi, pada jarak pagar ditandai dengan buah telah berwarna kuning bila dibuka biji didalamnya telah berwarna hitam berkilat. Benih yang sudah mencapai masak fisiologi akan menghasilkan viabilitas dan vigor yang baik sehingga benih dapat disimpan pada kurun waktu yang lebih panjang.

Menurut Byrd (1983), tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas benih dalam periode simpan yang sepanjang mungkin. Selama proses penyimpanan, benih secara alami akan mengalami kemunduran viabilitas sejalan dengan berlangsungnya waktu penyimpanan. Agrawal (1980) menyatakan bahwa mempertahankan viabilitas dan vigor benih tetap tinggi dari


(34)

mulai panen hingga penanaman adalah hal yang paling penting dalam menangani benih. Benih tidak akan berguna jika selama penanaman gagal memberikan pertumbuhan yang baik. Penyimpanan yang baik merupakan suatu keharusan dalam produksi benih. Selanjutnya Justice dan Bass (1994) mengemukakan tujuan dari penyimpanan benih adalah untuk: (1.) Menjaga agar benih dapat mempertahankan energi dan daya berkecambahnya selama jangka waktu antara pengumpulan hingga penyebarannya di persemaian, (2.) Melindungi benih dari kerusakan yang diakibatkan oleh hama dan penyakit, (3.) Persediaan benih bila terjadi saat-saat dimana produksi benih kurang.

Menurut Ilyas (2004) selama penyimpanan, benih mengalami penurunan mutu (deteriorasi) yang disebabkan oleh faktor abiotik seperti RH dan suhu tinggi serta faktor biotik seperti aktivitas mikroba (cendawan, bakteri, virus), insek, kutu, tikus dan sebagainya. Masalah penyimpanan benih berkaitan erat dengan kemunduran benih. Kemunduran benih adalah jatuhnya mutu fisiologis yang menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam benih yang menyebabkan menurunnya viabilit as benih. Kemunduran benih berlangsung secara kronologis selama proses penyimpanan. Gejala kemunduran fisiologis benih diantaranya adalah perubahan pada warna biji, mundurnya perkecambahan, meningkatnya kecambah abnormal. Gejala biokimia seperti terjadinya perubahan dalam aktivitas enzim, laju respirasi, peningkatan asam lemak, dan berkurangnya persediaan cadangan makanan (Copeland dan McDonald, 2001).

Jarak pagar menghasilkan biji yang terdiri dari 60% berat endosperm dan 40% berat testa. Endosperm jarak pagar mengandung kadar lemak yang tinggi terutama asam lemak oleat (43.2%), asam linoleat (34.3%), asam palmitat (14.2%) dan asam stearat (6.9%) (Hambali et al., 2006).

Beberapa penelitian yang mengkaji benih-benih dengan kandungan lemak yang tinggi telah membuktikan bahwa benih-benih tersebut tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang panjang. Kurniasari (1993) menyatakan bahwa benih kacang tanah mempunyai daya berkecambah kurang dari 60% setelah disimpan 16 minggu. Syamsuddin (1998) melaporkan hal yang sama, bahwa pada benih gmelina (Gmelina arborea Roxb) total lemak semakin menurun yang diikuti dengan meningkatnya kandungan asam lemak bebas setelah disimpan selama 3


(35)

bulan. Kusmarya (2007) menyatakan bahwa persentase asam lemak bebas (ALB) pada benih jarak pagar mengalami peningkatan seiring dengan menurunnya persentase kadar lemak total ( KLT) selama penyimpanan. Peningkatan mulai terlihat pada periode simpan 1 sampai 2 bulan, dan selanjutnya konstan pada periode simpan 3 bulan.

Salah satu teori tentang kemunduran benih adalah terjadinya oksidasi lemak pada benih-benih yang berkadar air rendah serta terjadinya denaturasi lipoprotein membran. Winarno (1992) menyatakan peningkatan asam lemak bebas selama penyimpanan disebabkan oleh terjadinya proses otooksidasi, akibat adanya radikal bebas yang memotong ikatan rangkap dari lemak menjadi asam lemak bebas.

Radikal bebas adalah sebuah atom atau kumpulan atom- atom yang memiliki elektron yang tidak berpasangan, sehingga dapat bereaksi dengan memberikan elektron pada mole kul-molekul didekatnya, yang mengakibatkan kerusakan biologis. Kerusakan sel seringkali diakibatkan oleh radikal hidroksil dibandingkan radikal superoksida, namun sel mempunyai pertahanan dengan melibatkan senyawa scavenger (antioksidan) yang bereaksi dengan radikal bebas superoksida untuk membentuk oksigen. Menurut Freisleben (2002), terdapat 3 tahap pembentukan radikal bebas, yaitu: inisiasi, propagasi dan terminasi, sehingga ada tiga reaksi yang dapat mengendalikan pembentukan radikal bebas ini, yaitu: pencegahan atau penghambatan terbentuknya radikal bebas dan penghentian propagasi serta memperbaiki kerusakan radikal.

Tahap – tahap reaksi oksidasi meliputi inisiasi, propagasi dan terminasi sebagai berikut:

Inisiasi : RH ? R* + H* Terminasi: R* + R* Propagasi : R* + O2 ? ROO* R* + ROO*

ROO* + RH ? R* + ROOH ROO* + ROO* Dimana

RH = Lemak tidak jenuh ROO* = Peroksida radikal R* = Asam lemak radikal


(36)

Aktivitas penghambatan antioksidan dalam reaksi oksidasi berdasarkan keseimbangan reaksi oksidasi reduksi. Molekul antioksidan akan bereaksi dengan radikal bebas (R*) dan membentuk molekul yang tidak reaktif (RH) sehingga reaksi berantai pembentukan radikal bebas dapat dihentikan. Stuckey (1972) mengemukakan bahwa antioksidan dikenal sebagai zat yang memperlambat reaksi oksidatif oleh radikal bebas dan melindungi lemak dari kerusakan tersebut. Efek perlindungan antioksidan ini dihubungkan dengan sumbangan elektron atau hidrogen pada lemak sehingga radikal bebas tidak dapat berikatan dengan ikatan rangkap pada lemak tersebut.


(37)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2008 sampai Januari 2009, di Laboratorium Pendidikan Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium RGCI Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB dan Laboratorium Ketahanan Pangan Dua di PAU IPB serta rumah kaca Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Lewikopo IPB.

Bahan dan Alat

Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jarak pagar IP-1P dari berbagai tingkat kemasakan yang di ambil dari kebun induk jarak pagar di Pakuwon, Parungkuda Sukabumi Jawa Barat. Pasir steril sebagai media perkecambahan, beberapa senyawa kimia untuk analisis karotenoid, klorofil, total lemak dan asam lemak bebas; heksana teknis, Indikator phennolftalein, Benzena: Alkohol(1:1), quartz sand, heksana, aseton, KOH 5% dalam Me-OH, air bebas ion, CH3COOH 5%, Na2SO4 anhidrat, serta bahan penunjang lainnya.

Peralatan yang di gunakan terdiri dari: centrifuge, oven, seperangkat alat soxhlet, vortex, water bath, spektrofotometer, serta peralatan Laboratorium Standar.

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua percobaan secara terpisah yaitu :

Percobaan I : Indikasi Perubahan Fisiologi dan Biokimia Selama Pemasakan Benih dan Hubungannya Dengan Viabilitas

dan Vigor Benih.

Perubahan fisiologi dan biokimia pada lima tingkat kemasakan benih yang diamati selama proses pemasakan, berdasarkan ciri morfologi buah dan hari setelah antesis, merujuk pada Utomo (2007) yaitu:

1. K1 = warna buah hijau tua (42 HSA),

2. K2 = warna buah hijau kekuningan (47 HSA), 3. K3 = warna buah kuning merata (52 HSA),

4. K4 = warna buah kuning kecoklatan (57 HSA), 5. K5 = warna buah coklat kehitaman (62 HSA).


(38)

Lima tingkat kemasakan benih berdasarkan ciri morfologi kulit buah dapat dilihat pada Gambar 5.

Keterangan: (K1); hijau tua, (K2); hijau kekuningan, (K3); kuning merata, (K4); kuning kecoklatan, (K5); coklat kehitaman.

Gambar 5 Berbagai kemasakan buah jarak pagar IP-1P yang berbeda.

Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK), yang terdiri dari lima tingkat kemasakan buah sebagai faktor tunggal, setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 15 satuan percobaan. Analisis statistika yang digunakan adalah sidik ragam dengan model rancangan acak kelompok sebagai berikut:

Yij = µ + Ki +

ßj + eij.

Keterangan:

Yij = Respon pengamatan pada tingkat kemasakan benih ke- i dan ulangan ke- j

µ = Rataan umum

Ki = Pengaruh tingkat kemasakan benih ke- i ?j = Pengaruh kelompok ke- j

eij = Pengaruh acak pada tingkat kemasakan benih pada ke-i dan ulangan ke-j

Data hasil penelitian dianalisis secara statistik menggunakan analisis ragam (ANOVA), apabila sidik ragam hasil pengolahan data menunjukkan adanya pengaruh perlakuan, akan dilakukan uji lanjut dengan metode Duncan Multiple Range Test (DRMT) pada taraf nyata 5%.

Untuk melihat hubungan antara karotenoid dan klorofil dengan tolok ukur masak fisiologi benih dilakukan analisis regresi korelasi.

K2 K3 K4 K5


(39)

Percobaan II: Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Jarak Pagar.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Petak Terbagi (Split-plot Design) yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama sebagai petak utama adalah periode simpan benih (P). Faktor kedua sebagai anak petak adalah tingkat kemasakan benih (K), seperti yang terlihat pada Gambar 6.

Faktor pertama sebagai petak utama adalah periode simpan benih (P) terdiri atas lima taraf ,yaitu:

1. P0 = periode simpan 0 bulan, 2. P1 = periode simpan 1 bulan, 3. P2 = periode simpan 2 bulan, 4. P3 = periode simpan 3 bulan, 5. P4 = periode simpan 4 bulan.

Faktor kedua sebagai anak petak adalah tingkat kemasakan benih (K) terdiri atas tiga taraf yaitu :

1. K2 = warna buah hijau kekuningan (47 HSA), 2. K3 = warna buah kuning merata (52 HSA), 3. K4 = warna buah kuning kecoklatan (57 HSA),

( K2) (K3) (K4)

Keterangan: K2 ( 47 HSA), K3 (52 HSA), K4 (57 HSA)


(40)

Secara keseluruhan terdapat 15 kombinasi perlakuan. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga diperoleh 45 satuan percobaan, setiap satuan percobaan terdiri atas 25 butir benih.

Model matematika dari rancangan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: Yijk = µ + Pi + KK( Pi ) +GI + Aj + (PA)ij + GII.

Keterangan:

Yijk = nilai pengamatan pada perlakuan penyimpanan ke- i, tingkat kemasakan ke- j, dan ulangan ke-k.

µ

= nilai rataan umum hasil pengamatan.

Pi = pengaruh perlakuan periode simpan ke-i.

Kk(Pi) = pengaruh ulangan ke-k dan periode simpan taraf ke-i. GI = galat interaksi antara periode simpan dan ulangan. Aj = pengarugh perlakuan tingkat kemasakan ke-k

(PA)ij = pengaruh interaksi perlakuan periode simpan taraf ke- i dan faktor tingkat kemasakan taraf ke-j.

GII = pengaruh galat percobaan..

Jika dalam analisis ragam ternyata perlakuan yang diberikan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan uji nilai tengah nilai tengah dengan menggunakan metode Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

Untuk melihat hubungan antara karotenoid dan klorofil dengan tolok ukur periode simpan benih dilakukan analisis regresi korelasi.

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan di lapang, laboratorium dan rumah kaca. Percobaan di lapang menyangkut pemanenan buah, sortasi dan ekstraksi buah sebagai materi dalam penelitian. Kegiatan di laboratorium meliputi pengujian kadar air benih, bobot kering benih, penyimpanan benih, uji total klorofil, total karotenoid, kandungan lemak total dan kandungan asam lemak bebas. Pengecambahan serta pengamatan daya berkecambah, kecepatan tumbuh, T50,

First Count Germination (FCG) dilakukan di rumah kaca Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB, Lewikopo, Bogor.


(41)

Percobaan I

Percobaan II

Gambar 7 Bagan alir pelaksanaan penelitian Penentuan lima taraf kemasakan buah berdasarkan warna Buah

(Utomo, 2007)

Pemanenan buah

Ekstraksi, pembersihan, pengeringan

Sortasi Benih

Benih Homo gen

Indikasi Tingkat Kemasakan Buah (Percobaan I)

Benih disimpan ( 0, 1, 2, 3, dan 4 bln)

Indikasi Biokimia Analisis Klorofil, Karoten, KLT dan ALB

Indikasi Fisiologi Pengujian KA,DB, KCT, FCG

dan Berat Kering benih.

Hasil Pengamatan tingkat kemasakan buah dari percobaan I. Digunakan 3 tingkat kemasakan pada percobaan II

Indikasi Biokimia, Analisis Klorofil, Karoten, KLT dan ALB

Indikasi Fisiologi, Pengujian KA, DB, KC T, T5 0, FCG dan

Berat Kering benih

Analisis Data Analisis Data

Hasil yang diperoleh informasi tentang daya simpan benih jarak pagar dari ketiga tingkat kemasakan benih.


(42)

Percobaan I. Kegiatan di lapang.

Kegiatan awal yang dilakukan di lapang adalah pemanenan buah pada lima tingkat kemasakan berdasarkan ciri morfologi buah dari hasil penelitian Utomo (2007). Pemanenan buah dilakukan di kebun induk jarak pagar Pakuwon Sukabumi Jawa Barat. Buah yang diambil dari pohon yang sehat dan kuat dengan umur tanaman ± 4 tahun. Buah yang dipanen langsung dipisahkan menurut tingkat kemasakan yaitu ; K1 = warna buah hijau tua (42 HSA), K2 = warna buah hijau kekuningan (47 HSA), K3 = warna buah kuning merata (52 HSA), K4 = warna buah kuning kecoklatan (57 HSA), K5 = warna buah coklat kehitaman (62 HSA). Selanjutnya buah diekstraksi dengan cara manual dan dikeringanginkan pada tempat yang teduh sampai kadar air mencapai 9 – 10 %.

Benih dari hasil ekstraksi dan dipisahkan secara fisik antara bagus dengan yang jelek dan benih yang tergores atau pecah kulitnya tidak digunakan dalam penelitian ini.

Kegiatan di Laboratorium.

Analisis kadar klorofil dan karotenoid benih dilaksanakan di Laboratorium RGCI (Research Group on Crop Improvement) Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Analisis kandungan total lemak serta asam lemak bebas dilaksanakan di Laboratorium Ketahanan Pangan Dua (PAU) Institut Pertanian Bogor.

Percobaan II.

Tingkat kemasakan benih jarak yang digunakan pada percobaan ini berdasarkan hasil analisis data pada percobaan satu yaitu tiga tingkat kemasakan K2; 47 HSA, K3; 52 HSA dan K4; 57 HSA untuk selanjutnya disimpan selama 4 bulan.

Benih disimpan dengan cara dimasukkan dalam plastik sealer dan diletakkan dalam wadah penyimpanan dari bok plastik yang dialasi dengan kertas merang dan diatasnya ditutup lagi dengan keranjang plastik, wadah yang diperlukan sebanyak tiga wadah simpan (Gambar 8). Kadar air benih pada saat


(43)

awal penyimpanan berkisar 9.50 – 11.31% , penyimpanan benih dilakukan pada suhu ruang Laboratorium Pendidikan Ilmu dan Teknologi Benih IPB dengan suhu 25-28 oC dan RH 46- 80 %. Periode simpan ditentukan dari; 0, 1, 2, 3 dan 4 bulan. Kisaran suhu dan kelembaban relatif ruang simpan selama penyimpanan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kisaran dan rata-rata suhu serta kelembaban relatif ruang simpan selama penyimpanan benih.

Periode simpan Suhu (0C) Kelembaban relatif (%) ( Bulan) Kisaran Rata-rata Kisaran Rata-rata

0 – 1 25.0 – 28,1 26.3 61.7 – 80.7 72.6 1 – 2 25.1 – 27.9 26.3 60.0 – 80.7 71.2 2 – 3 25.1 – 28.0 26.1 58.7 – 80.0 71.4 3 – 4 25.1 – 28.7 26.7 46.0 – 82.4 72.8

Keterangan: (A) Benih dalam plastik sealer yang diletakkan dalam bok plastik. (B) Penyimpanan benih dalam bok plastik.

Gambar 8 Penyimpanan benih jarak pagar pada suhu kamar.

Pada setiap periode simpan yang telah ditentukan, kegiatan di Laboratorium selanjutnya sama pada percobaan I kecuali bobot kering benih tidak dilakukan lagi pada percobaan II ini.


(44)

Penanaman (Percobaan I dan II).

Perlakuan praperkecambahan dilakukan dengan merendam benih dengan air biasa selama 12 jam, setelah 6 jam pertama air diganti selanjutnya setelah 12 jam benih ditiriskan ± 1jam. Pengecambahan dilakukan di rumah kaca dalam boks plastik dengan media pasir dan dilakukan pengamatan dengan tolok ukur yang telah ditentukan.

Pengamatan 1. Pengujian Ka dar Air.

Pengujian kadar air benih dihitung dengan metode langsung menggunakan oven 103 ± 2 0C selama 17 ± 1 jam. Jumlah benih yang diuji sebanyak 5 butir. Pengukuran kadar air benih menggunakan rumus sebagai berikut (ISTA. 2004).

(

)

)

1

2

(

100

3

2

M

M

X

M

M

KA

=

Dimana :

KA = kadar air benih

M1 = berat wadah kosong dalam gram

M2 = berat wadah dan benih sebelum pengovenan M3 = berat wadah dan benih setelah pengovenan

2. Daya Berkecambah

Sebanyak 25 butir dari setiap satuan percobaan ditanam dalam boks plastik dengan media pasir. Pengamatan daya berkecambah dihitung berdasarkan pengamatan kecambah normal yang diamati pada 9 dan 14 HST (Gambar 9). Tipe perkecambahan jarak pagar adalah epigeal, maka perkecambahan normalnya adalah : kecambah tumbuh sehat, hipokotil tumbuh normal dengan panjang 2-4 kali dari panjang benih, akar adventif minimal ada 4 dan akar primer berkembang baik dengan bulu-bulu akar yang banyak serta minimal sudah tumbuh satu plumula (Wulandari, 2008).


(45)

? KN hitungan I + KN hitungan II

DB = --- X 100% ? benih yang ditanam

Sumber Wulandari (2008)

Keterangan: (A) kotiledon, (B) plumula, (C) hipokotil,(D) akar adventif, (E) endosperm membungkus kotiledon.

Gambar 9 Struktur kecambah normal benih jarak pagar

3. Bobot Kering Benih.

Bobot kering benih diukur dengan mengeringkan benih sebanyak 25 butir benih dalam oven 60 0C selama 3 x 24 jam kemudian ditimbang bobotnya. Pengukuran dilakukan tiga ulangan untuk setiap satuan percobaan.

4. Kecepatan tumbuh

Kecepatan tumbuh (KCT) dihitung berdasarkan total pertambahan persentase kecambah normal (Sadjad et al. 1999), dengan menggunakan rumus:

K

CT

=

tn

t

N

0

Keterangan :

t = Waktu pengamatan

N = Pertambahan %KN setiap waktu pengamatan tn = Jumlah hari pengamatan terakhir.

A

E B

C


(46)

5. First Count Germination (FCG)

First Count Germination ditentukan dengan menghitung persentase jumlah kecambah normal pada pengamatan pertama perkecambahan yaitu 9 HST. Pengukuran First Count berdasarkan Copeland dan McDonald (2001) dengan rumus :

? benih berkecambah pada hitungan pertama

FCG = ---X 100% ? benih yang ditanam

6. T50

T50 merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 50% total permunculan kecambah. Pengamatan dilakukan sejak hari pertama hingga hari terakhir terhadap kecambah yang mulai muncul kepermukaan media tanam.Satuan yang digunakan adalah hari. Pengukuran nilai T50 berdasarkan Khan (1992) dengan rumus :

T

50 (hari)

Xi

TiXi

=

Keterangan:

Ti = Waktu ke- i yang dibutuhkan untuk perkecambahan Xi = Jumlah kecambah waktu ke-i

7. Analisis kandungan klorofil dan Karotenoid.

Penetapan kandungan klorofil dan karotenoid dilakukan berdasarkan metoda Sims and Gemon (2002), dengan prosedur sebagai berikut : Benih jarak pagar sebanyak 0.2 – 0.5 g yang sudah dihaluskan menggunakan mortar dengan quartz sand. Klorofil kemudian diekstrak dengan menambahkan 4 ml aceton 85% : Tris 1% pH 8 (85:15). Selanjutnya dikocok dengan vortex dan dicentrifuge pada 6000 rpm selama 5 menit, langkah ini diulang 2 – 3 kali. Kemudian ambil 1 ml dari supernatan dan ditera hingga 3 ml aceton : Tris.

Absorban larutan tersebut diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang masing – masing pigment dengan spektro fotometer ( lampiran 2).

Penghitungan kandungan klorofil dan karotenoid dapat di cari dengan rumus Sims dan Gamon (2002) :


(47)

{[0.01373×A663] –[0.000897×A537]–[0.003046×A647] } 12 ×100

Chl a(µmol/g) = --- Berat sampel (g)

{ [0.02405×A647] – [0.004305×A537] –[ 0.005507×A663] }12 ×100

Chl b(µmol/g)= --- Berat sampel (g)

{ A470 – [( 17.1 × Tot.Chl) – (9.479 ×Anth)]} ×12 / 119.26 Total karoten (µmol/g) = --- ×100

Berat sampel (g) Keterangan :

A470, 537, 647, 663 = Nilai serapan sampel pada pembacaan panjang gelombang 470, 537, 647, 663 nm

Tot. Chl = Total klorofil

Anth = Nilai anthosianin.

9. Penetapan kadar lemak dan asam lemak bebas. Penentuan kadar lemak

Penetapan kandungan lemak kasar menggunakan alat Soxhlet (Apriyantono et al.1989). Prosedurnya adalah sebagai berikut: Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Soxhlet yang digunakan, dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator. Selanjutnya di dalamnya di masukkan batu didih dan ditimbang (X g). Contoh sebanyak 5 g benih dalam bentuk tepung dibungkus dengan kertas saring rangkap dua. Contoh tersebut di masukkan dalam alat ekstraksi Soxhlet, kemudian di pasang kondensor di atasnya, sedangkan labu lemak berada di atasnya. Pelarut petroleum eter dituangkan ke dalam labu lemak sebanyak 50 ml, sesuai dengan ukuran Soxhlet. Refluks dilakukan selama enam jam sampai pelarutnya yang turun kembali ke labu lemak berwarna putih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan pelarutnya ditampung. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 0C selama dua jam. Setelah dikeringkan sampai beratnya konstan, selanjutnya didinginkan dalam desikator, dan labu lemak berikut batu didihnya di timbang (Y g). Berat lemak kasar dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:


(48)

(Y- X) g lemak

Kadar Lemak Total = --- X 100% Berat contoh

Penentuan Asam lemak bebas.

Kandungan asam lemak bebas (ALB) dilakukan dengan cara titrasi. Lemak hasil ekstraksi, di timbang 1 g kemudian di masukkan kedalam labu erlenmeyer dan di tambahkan 25 ml larutan alkohol : benzen (1:1). Selanjutnya di tambah satu tetes indikator phennolftalein dan dititrasi dengan KOH 0.1 N. Titrasi dihentikan jika terjadi perubahan warna menjadi merah muda.

Kandungan asam lemak bebas dapat di hitung dengan rumus :

V.KOH x N.KOH x BM as.lemak

ALB (%) = --- x 100% Bobot sampel (g) x 1000

Keterangan:

V.KOH = Volume KOH yang dibutuhkan N.KOH = Normalitas KOH

BM asam oleat = 282


(49)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan I

Indikasi Perubahan Fisiologi dan Biokimia Selama Pemasakan Benih dan Hubungannya Dengan Viabilitas dan Vigor Benih.

Kondisi Umum

Pengecambahan tanaman jarak pagar dilakukan di rumah kaca Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Leuwikopo IPB, Bogor. Banyaknya pohon-pohon yang sudah besar di sekitar rumah kaca menyebabkan terhalangnya cahaya matahari pada tanaman selain itu kondisi atap rumah kaca yang bocor pada saat musim penghujan juga diduga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Rata- rata suhu di rumah kaca selama penelitian pada siang hari 35 0C dan sore hari 32 0C, sementara RH pada siang hari 40,9% dan sore hari 43.3%. Menurut Prihandana dan Hendroko (2006) kisaran suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman jarak pagar adalah 20 – 26 0C, pada daerah dengan suhu di atas 35 0C atau lebih rendah dari 15 0C akan menghambat pertumbuhan dan menurunkan kadar minyak dalam biji serta mengubah komposisinya.

Percobaan ini hanya berlangsung selama 14 hari setelah tanam karena benih yang tersisa tidak berkecambah lagi dan kondisi struktur seluruh kecambah telah berkurang keragamannya. Rata – rata benih mulai berkecambah pada umur 3 hari setelah tanam.

Rekapitulasi analisis ragam hasil uji F indikasi perubahan fisiologi dan biokimia selama pemasakan benih terhadap beberapa tolok ukur meliputi Daya Berkecambah (DB), Berat Ker ing Benih (BKB), Kecepatan Tumbuh (KCT), T50 ,

First Count Germination (FCG), Kandungan Lemak Total (KLT), Asam Lemak Bebas (ALB), Total Klorofil dan Total Karotenoid disajikan pada Tabel 2.

Berdasarkan rekapitulasi analisis ragam pada Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat kemasakan benih berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah, bobot kering benih, first count germination, kadar lemak total, kadar asam lemak bebas, dan untuk tolok ukur KCT, T50, total klorofil serta total karotenoid tidak berpengaruh nyata. Sidik ragam untuk masing – masing tolok ukur ditampilkan di Lampiran 5 – 13.


(50)

Tabel 2 Rekapitulasi analisis ragam indikasi perubahan fisiologi dan biokimia selama pemasakan benih.

Tolok Ukur Tingkat Kemasakan Koefisien Keragaman (%)

Daya Berkecambah (%) * 15.58

Bobot Kering Benih (g) * 3.48

T50 (hari) tn 14.12

Kecepatan Tumbuh (%KN/etmal) tn 17.84

First Count Germination (%) * 19.88

Kadar Lemak Total (%) * 1.98

Kadar Asam Lemak Bebas (%) * 12.09

Total Karotenoid (µmol/g) tn 6.03

Total Klorofil (µmol/g) tn 14.23

Keterangan : tn = Tidak nyata.

* = Nyata pada taraf uji 5%

A. Pengaruh Tingkat Kemasakan terhadap Beberapa Tolok Ukur Fisiologi.

Pemanenan benih pada tingkat kemasakan yang tepat (masak fisiologi) sangatlah penting dalam mendapatkan tingkat mutu benih yang tinggi dan daya simpan yang panjang. Ilyas (2004) menyatakan bahwa pemanenan benih sebaiknya dilakukan pada saat masak fisiologis benih tercapai, ditandai dengan vigor, daya berkecambah dan berat kering benih maksimum, dimana kadar air benih masih tinggi.

Delouche (1983) menyatakan bahwa proses kemasakan benih mencakup perubahan-perubahan morfologi dan fisiologi yang berlangsung sejak fertilisasi sampai bakal benih masak menjadi benih yang siap panen. Selama proses pemasakan benih, terjadi perubahan-perubahan tertentu dalam bakal benih dan bakal buah yang meliputi perubahan ukuran benih, berat kering, dan vigor benih.

Perubahan secara fisiologi selama proses pemasakan benih diamati dengan tolok ukur bobot kering benih, viabilitas potens ial (Vp) berdasarkan tolok ukur daya berkecambah dan vigor kekuatan tumbuh (VKT) berdasarkan tolok ukur KCT, T50, dan FCG. Hasil uji lanjut viabilitas potensial dan vigor kekuatan tumbuh benih jarak pagar pada lima tingkat kemasakan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada tingkat kemasakan 57 HSA nilai daya berkecambah mencapai 80% dengan kriteria warna buah kuning kecoklatan, berbeda nyata dengan tingkat kemasakan benih 42 HSA dengan nilai daya


(51)

berkecambah 57 % dengan kriteria warna buah hijau tua namun tidak berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 47, 52 dan 62 HSA. Copeland dan Mcdonald (2001) menyatakan bahwa beberapa jenis benih dapat berkecambah hanya beberapa hari setelah pembuahan, jauh sebelum masak fisiologinya tercapai. Walaupun benih yang belum masak fisiologi sudah bisa berkecambah, namun vigor benihnya rendah dan kecambahnya lebih lemah dibandingkan dengan benih yang sudah mencapai masak fisiologi.

Tabel 3 Pengaruh tingkat kemasakan terhadap beberapa tolok ukur fisiologis benih jarak pagar.

Tingkat Kemasakan Tolok Ukur

DB BKB KCT T50 FCG

1. 42 HSA 57.33b 13.33b 8.99 3.25 54.67b

2. 47 HSA 77.33ab 13.63b 11.69 2.67 68.00b 3. 52 HSA 72.00ab 13.69b 11.44 2.70 66.67b 4. 57 HSA 80.00a 14.85a 12.33 2.65 73.33a 5. 62 HSA 58.67ab 13.61b 8.88 2.72 56.00b

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 (Uji DMRT), KA = Kadar Air (%), DB = Daya Berkecambah (%), BKB = Bobot Kering Benih (g), KCT = Kecepatan Tumbuh

(%KN/etmal), T50 = Waktu untuk mencapai 50 persen perkecambahan total (hari),

FCG = First Count Germination (%).

Pada tingkat kemasakan 57 HSA bobot kering benih maksimum sebesar 14.85 g yang berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 42, 47, 52 dan 62 HSA, pada tingkat kemasakan 62 HSA bobot kering benih menurun kembali dan tidak berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 42, 47 dan 52 HSA. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ningrum (1994) bobot kering benih makadamia maksimum pada stadia umur 147 HSB sebesar 12.42 g dimana tercapainya masak fisiologi dan pada stadia umur 197 HSB bobot kering benih menurun kembali sebesar 6.75 g. Roberts (1972) menyatakan bahwa bobot kering benih yang makin menurun sejalan dengan menurunnya vigor benih adalah sebagai akibat metabolisme di dalam benih yang menurun.

Tabel 3 menunjukkan bahwa secara statistik nilai KCT dan T50 tidak berbeda nyata pada semua tingkat kemasakan namun demikian dari angka


(52)

menunjukkan bahwa pada tingkat kemasakan 57 HSA nilai KCT sebesar 12.33 %KN/etmal dan perkecambahan untuk mencapai 50% (T50) yang singkat ditunjukkan pada tingkat kemasakan 57 HSA (2.65 hari) dimana masak fisiologi tercapai. Selanjutnya baik KCT maupun T50 mengalami penurunan kembali pada stadia tingkat kemasakan berikutnya (62 HSA). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Waemata dan Ilyas (1986) juga menunjukkan bahwa vigor kekuatan tumbuh benih buncis dengan tolok ukur kecepatan tumbuh maksimum saat masak fisiologi tercapai, kemudian mengalami penurunan pada saat stadia kemasakan selanjutnya.

Salah satu tolok ukur vigor benih yang menggambarkan kemampuan benih tumbuh di lapang adalah First Count Germination (FCG). Pada tingkat kemasakan 57 HSA nilai FCG mencapai maksimum sebesar 73.33 % yang berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 42, 47, 52 dan 67 HSA, selanjutnya nilai FCG menurun kembali pada tingkat kemasakan 62 HSA dan tidak berbeda nyata dengan 42, 47, 52 dan 62 HSA. Nilai FCG yang ditunjukkan pada tingkat kemasakan benih 52 HSA (73.33%) mengindifikasikan bahwa kemampuan tumbuh benih tersebut di lapang paling tinggi bila dibandingkan dengan benih yang dipanen pada tingkat kemasakan lainnya. Kolasinska, et al. (2000) menunjukkan bahwa persentase kecambah normal pada pengamatan pertama (first count) berhubungan lebih erat dengan kemampuan benih berkecambah di lapang dibandingkan dengan persentase kecambah pada akhir pengamatan (final count). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mulai dari tingkat kemasakan 47 HSA benih jarak pagar IP-1P sudah mulai masak fisiologi dan maksimum pada tingkat kemasakan 57 HSA.

B. Pengaruh Tingkat Kemasakan Benih terhadap Beberapa Indikasi Biokimia.

Secara biokimiawi proses pemasakan benih di tandai dengan perubahan bentuk dan struktur pada benih selama proses pemasakan. Perubahan – perubahan yang terjadi diantaranya penurunan kadar lemak dan meningkatnya asam lemak bebas, selanjutnya menurunnya kandungan klorofil dan meningkatnya karotenoid selama proses pemasakan benih.


(53)

Selama proses pemasakan benih, total lemak secara perlahan akan terhidrolisis oleh enzim lipase dan menghasilkan asam lemak bebas, sehingga jumlahnya semakin berkurang dengan meningkatnya kemasakan pada benih. Tabel 4 menunjukkan pada tingkat kemasakan 62 HSA nilai total lemak terendah sebesar 39.05% yang berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 42 – 52 HSA dan pada tingkat kemasakan 42 – 57 HSA secara statistik tidak berbeda nyata. Sementara asam lemak bebas menunjukkan pada tingkat kemasakan 42 HSA nilai terendah sebesar 0.16% berbeda nyata dengan 47 – 62 HSA. Selanjutnya asam lemak bebas terus meningkat secara tidak nyata sampai pada tingkat kemasakan 62 HSA.

Seiring dengan meningkatnya kemasakan benih, nilai kandungan klorofil semakin menurun, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata pada semua tingkat kemasakan, namun dari angka yang diperoleh pada tingkat kemasakan 57 HSA nilai klorofil 0.90µmol/g terendah bila dibandingkan dengan tingkat kemasakan lainnya dimana masak fisiologi tercapai (Tabel 4). Hasil penelitian Suhartanto (2003) menunjukkan bahwa kandungan klorofil pada benih tomat berkorelasi negatif dengan daya berkecambahnya. Masak fisiologis yang dicerminkan oleh daya berkecambah mencapai maksimum pada saat kandungan klorofil mencapai minimum. Mutu benih sangat ditentukan oleh tingkat kemasakan benih tersebut, sehingga dapat dikatakan juga bahwa kandungan klorofil benih juga menentukan mutu benih tersebut.

Tabel 4 menunjukkan bahwa secara statistik nilai total karotenoid tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada setiap tingkat kemasakan. Total karotenoid berbanding terbalik dengan total klorofil pada benih jarak pagar. Nilai total karotenoid secara tidak nyata menunjukkan peningkatan secara perlahan dari tingkat kemasakan 42 – 62 HSA. Hasil penelitian ini menunjukkan perubahan secara kimiawi khususnya total karotenoid selama proses pemasakan benih pada jarak pagar terus berlangsung dan belum dapat dipastikan nilai maksimum yang tepat, yang dapat dijadikan sebagai indikasi masak fisiologi benih. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Prasetyatingsih (2006) pada benih jagung dan Sinuraya (2007) pada benih cabai rawit yang menunjukkan


(1)

simpan sebagai faktor utama yaitu: P0; (kontrol), P1; (1 bulan), P2; (2 bulan), P3; (3 bulan), dan P4; (4 bulan). Faktor kedua sebagai anak petak adalah tingkat kemasakan yaitu K2; kuning kehijauan (47 HSA), K3; kuning penuh (52 HSA),dan K4; kuning kecolkatan (57 HSA) yang diulang tiga kali sehingga diperoleh 45 satuan percobaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada percobaan 1 masak fisiologi benih jarak pagar IP-1P diduga mulai pada tingkat kemasakan 47 HSA dengan kriteria warna kulit buah hijau kekuningan dan mencapai maksimum pada tingkat kemasakan 57 HSA dengan kriteria warna kulit buah kuning kecoklatan, kulit buah tidak keras, mudah dibuka dengan tangan dan biji bewarna hitam. Masak fisiologi benih jarak pagar maksimum pada 57 HSA didukung oleh maksimumnya nilai berat kering benih (BKB), daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT) dan first count germination (FCG) serta minimumnya nilai klorofil. Dari hasil uji korelasi dan regresi terdapat hubungan yang erat secara negatif antara total klorofil benih dengan nilai daya berkecambah, kecepatan tumbuh dan first count germination, hal ini mengindikasikan bahwa pengujian secara biokimiawi benih dengan melihat kandungan klorofil pada benih jarak pagar IP-1P berpotensi untuk menentukan tingkat masak fisiologi pada benih jarak pagar. Sementara hasil percobaan 2 menunjukkan bahwa pada periode simpan 4 bulan dengan suhu ruang simpan 25 – 28 0C dan RH 46 – 80 % serta kadar air 7.91 – 8.69 % viabilitas benih jarak pagar IP-1P pada tingkat kemasakan 52-57 HSA masih tinggi sebesar 90%.

Kata kunci: Jarak pagar (Jatropha curcas L.), periode simpan, tingkat kemasakan, masak fisiologi, klorofil dan Viabilitas.


(2)

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan

pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(3)

PENGARUH TINGKAT KEMASAKAN DAN PERIODE

SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH JARAK PAGAR

(

Jatropha curcas

L. )

HASANUDDIN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010


(4)

Judul Tesis : Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan

Terhadap Viabilitas Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

Nama : Hasanuddin

NRP : A351040021

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Endang Murniati, M.S. Dr. Ir. Eny Widajati, M.S. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.


(5)

(6)

PRAKATA

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas tuafik dan hidayah- Nya maka tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2008 sampai Februari 2009 ini ialah panen dan pascapanen, dengan judul Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Periode Simpan Terhadap Viabilitas Benih Jarak Pagar (Jatropha curcas L.).

Selama menjalani studi, penelitian dan penulisan tesis ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Endang Murniati, M.S. dan Dr. Ir. Eny Widajati, M.S. Sebagai komisi pembimbing dan Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, M.S. sebagai dosen penguji luar komisi atas bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga penulis berhasil menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Pimpinan dan Staf Proyek BPPS DIKTI 2004, Bapak Rektor Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Dekan Fakultas Pertanian dan Bapak Bupati Daerah Tingkat II kab.Aceh Besar atas bantuan dan dorongan selama penulis menempuh pendidikan Sekolah Program Pascasarjana di IPB.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada staf Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Institut Pertanian Bogor, khususnya Ibu Yetty Kustinah dan bibik Asih atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian. Ucapan yang sama juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan terutama Ir.Syamsuddin, MSi., M.Sayuthi, SP.MP, Ir.Nurbaiti, MSi, Yurnalis, SP.MSi., Ir.Said Imran AK, Sunazarsyah (Alm), seluruh anggota FORKUP Unsyiah dan seluruh anggota Ikatan Keluarga Mahasiswa Pascasarjana Aceh (IKAMPA) atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

Penghargaan dan ucapan terima kasih khusus penulis sampaikan kepada orang tuaku dan mertua tercinta, isteri dan anak-anaku tercinta, kakanda beserta keponakanku yang tersayang dan seluruh iparku atas bantuan, dorongan dan doa selama penulis menempuh pendidikan Sekolah Program Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.

Semoga tesis ini bermanfaat baik bagi penulis sendiri, maupun yang berminat dalam penanganan benih tanaman industri, khususnya dalam mendapatkan informasi masak fisiologi dan penyimpanan benih jarak pagar (Jatropha curcas L.).

Bogor, Januari 2010. Hasanuddin