Pengaruh Tingkat Kemasakan terhadap Beberapa Tolok Ukur Fisiologi.

Tabel 2 Rekapitulasi analisis ragam indikasi perubahan fisiologi dan biokimia selama pemasakan benih. Tolok Ukur Tingkat Kemasakan Koefisien Keragaman Daya Berkecambah 15.58 Bobot Kering Benih g 3.48 T 50 hari tn 14.12 Kecepatan Tumbuh KNetmal tn 17.84 First Count Germination 19.88 Kadar Lemak Total 1.98 Kadar Asam Lemak Bebas 12.09 Total Karotenoid µmolg tn 6.03 Total Klorofil µmolg tn 14.23 Keterangan : tn = Tidak nyata. = Nyata pada taraf uji 5

A. Pengaruh Tingkat Kemasakan terhadap Beberapa Tolok Ukur Fisiologi.

Pemanenan benih pada tingkat kemasakan yang tepat masak fisiologi sangatlah penting dalam mendapatkan tingkat mutu benih yang tinggi dan daya simpan yang panjang. Ilyas 2004 menyatakan bahwa pemanenan benih sebaiknya dilakukan pada saat masak fisiologis benih tercapai, ditandai dengan vigor, daya berkecambah dan berat kering benih maksimum, dimana kadar air benih masih tinggi. Delouche 1983 menyatakan bahwa proses kemasakan benih mencakup perubahan-perubahan morfologi dan fisiologi yang berlangsung sejak fertilisasi sampai bakal benih masak menjadi benih yang siap panen. Selama proses pemasakan benih, terjadi perubahan-perubahan tertentu dalam bakal benih dan bakal buah yang meliputi perubahan ukuran benih, berat kering, dan vigor benih. Perubahan secara fisiologi selama proses pemasakan benih diamati dengan tolok ukur bobot kering benih, viabilitas potens ial Vp berdasarkan tolok ukur daya berkecambah dan vigor kekuatan tumbuh V KT berdasarkan tolok ukur K CT , T 50 , dan FCG. Hasil uji lanjut viabilitas potensial dan vigor kekuatan tumbuh benih jarak pagar pada lima tingkat kemasakan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa pada tingkat kemasakan 57 HSA nilai daya berkecambah mencapai 80 dengan kriteria warna buah kuning kecoklatan, berbeda nyata dengan tingkat kemasakan benih 42 HSA dengan nilai daya berkecambah 57 dengan kriteria warna buah hijau tua namun tidak berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 47, 52 dan 62 HSA. Copeland dan Mcdonald 2001 menyatakan bahwa beberapa jenis benih dapat berkecambah hanya beberapa hari setelah pembuahan, jauh sebelum masak fisiologinya tercapai. Walaupun benih yang belum masak fisiologi sudah bisa berkecambah, namun vigor benihnya rendah dan kecambahnya lebih lemah dibandingkan dengan benih yang sudah mencapai masak fisiologi. Tabel 3 Pengaruh tingkat kemasakan terhadap beberapa tolok ukur fisiologis benih jarak pagar. Tingkat Kemasakan Tolok Ukur DB BKB K CT T 50 FCG 1. 42 HSA 57.33 b 13.33 b 8.99 3.25 54.67 b 2. 47 HSA 77.33 ab 13.63 b 11.69 2.67 68.00 b 3. 52 HSA 72.00 ab 13.69 b 11.44 2.70 66.67 b 4. 57 HSA 80.00 a 14.85 a 12.33 2.65 73.33 a 5. 62 HSA 58.67 ab 13.61 b 8.88 2.72 56.00 b Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada tingkat peluang 0.05 Uji DMRT, KA = Kadar Air , DB = Daya Berkecambah , BKB = Bobot Kering Benih g, K CT = Kecepatan Tumbuh KNetmal, T 50 = Waktu untuk mencapai 50 persen perkecambahan total hari, FCG = First Count Germination . Pada tingkat kemasakan 57 HSA bobot kering benih maksimum sebesar 14.85 g yang berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 42, 47, 52 dan 62 HSA, pada tingkat kemasakan 62 HSA bobot kering benih menurun kembali dan tidak berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 42, 47 dan 52 HSA . Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ningrum 1994 bobot kering benih makadamia maksimum pada stadia umur 147 HSB sebesar 12.42 g dimana tercapainya masak fisiologi dan pada stadia umur 197 HSB bobot kering benih menurun kembali sebesar 6.75 g. Roberts 1972 menyatakan bahwa bobot kering benih yang makin menurun sejalan dengan menurunnya vigor benih adalah sebagai akibat metabolisme di dalam benih yang menurun. Tabel 3 menunjukkan bahwa secara statistik nilai K CT dan T 50 tidak berbeda nyata pada semua tingkat kemasakan namun demikian dari angka menunjukkan bahwa pada tingkat kemasakan 57 HSA nilai K CT sebesar 12.33 KNetmal dan perkecambahan untuk mencapai 50 T 50 yang singkat ditunjukkan pada tingkat kemasakan 57 HSA 2.65 hari dimana masak fisiologi tercapai. Selanjutnya baik K CT maupun T 50 mengalami penurunan kembali pada stadia tingkat kemasakan berikutnya 62 HSA. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Waemata dan Ilyas 1986 juga menunjukkan bahwa vigor kekuatan tumbuh benih buncis dengan tolok ukur kecepatan tumbuh maksimum saat masak fisiologi tercapai, kemudian mengalami penurunan pada saat stadia kemasakan selanjutnya. Salah satu tolok ukur vigor benih yang menggambarkan kemampuan benih tumbuh di lapang adalah First Count Germination FCG. Pada tingkat kemasakan 57 HSA nilai FCG mencapai maksimum sebesar 73.33 yang berbeda nyata dengan tingkat kemasakan 42, 47, 52 dan 67 HSA, selanjutnya nilai FCG menurun kembali pada tingkat kemasakan 62 HSA dan tidak berbeda nyata dengan 42, 47, 52 dan 62 HSA. Nilai FCG yang ditunjukkan pada tingkat kemasakan benih 52 HSA 73.33 mengindifikasikan bahwa kemampuan tumbuh benih tersebut di lapang paling tinggi bila dibandingkan dengan benih yang dipanen pada tingkat kemasakan lainnya . Kolasinska, et al. 2000 menunjukkan bahwa persentase kecambah normal pada pengamatan pertama first count berhubungan lebih erat dengan kemampuan benih berkecambah di lapang dibandingkan dengan persentase kecambah pada akhir pengamatan final count. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mulai dari tingkat kemasakan 47 HSA benih jarak pagar IP-1P sudah mulai masak fisiologi dan maksimum pada tingkat kemasakan 57 HSA.

B. Pengaruh Tingkat Kemasakan Benih terhadap Beberapa Indikasi Biokimia.