Diagram aliran untuk merencanakan poros dengan beban lentur murni

Lambang dari masing-masing bagian perangkar roda diberikan dalam gambar 1.3. Rumus perencanaan gandar diberikan dalam JIS E4501. Tata cara perencanaan dengan menggunakan rumus-rumus tersebut ditunjukkan dalam suatu diagram aliran Diagram 2. Gbr. 1.3 Gandar Rumus-rumus dari JIS E4501 diberikan di bawah ini, sedangkan arti dari lambang-lambangnya dapat dilihat diagram aliran. M 1 = j – g W4 M 2 = α V M 1 P = α L W Q = Phj R = Ph + rg 1.9 1.10 1.11 1.12 1.13 Poros dan Pasak

2. Diagram aliran untuk merencanakan poros dengan beban lentur murni

14 Poros dan Pasak M 3 = Pr + Q a + 1 – R [a + l – j – g2] 15 1.14 Harga α V dan α L diberikan dalam Tabel 1.10. Harga tegangan yang diizinkan σ Wb kgmm 2 dari suatu dudukan roda terhadap kelelahan diberikan dalam Tabel 1.11. Tabel 1.10 α V , α V Pemakaian gandar Faktor tambahan tegangan m Gandar pengikut tidak termasuk gandar dengan rem cakera 1,2 Gandar yang digerakkan ; ditumpu pada ujungnya 1,1 – 1,2 Gandar yang digerakkan ; lenturan silang 1,1 – 1,2 Gandar yang digerakkan ; lenturan terbuka 1,2 – 1,3 Tabel 1.11 Tegangan yang diperbolehkan pada bahan gandar Dari hal-hal di atas dapat disimpulkan bahwa 1 3  ⎣ Wb ⎦ Setelah d s ditentukan maka tegangan lentur σ b kgmm 2 yang terjadi pada dudukan roda dapat dihitung. Selanjutnya jika σ Wb σ b sama dengan 1 atau lebih, maka σ b = 1.16 d s3 n =  1 1.17  b Berikut ini contoh rencana sederhana tanpa mempergunakan Diagram 2. [Contoh 1.2] Sebuah kereta tambang beratnya 2,6 ton memakai 2 gandar dengan 4 roda. Gandar tersebut tetap dan beratnya sendiri 950 kg. Lebar rel 610 mm dan jarak tumpuan pada gandar dengan penampang persegi adalah 420 mm. Berapakah diameter gandar yang harus diambil pada bantalan rol kerucut yang dipasang pada jarak 285 mm dari tengah gandar ? Gambar 1.4 [Penyelesaian] : Beban pada gandar adalah 950 + 26002 = 1775 kg. Panjang lengan momen pada bantalan rol kerucut 6102 – 285 = 20 mm. Besarnya momen lentur = M = 17752 x 20 = 17750 kg.mm Poros dan Pasak 16 Gbr. 1.4 Kereta tambang Jika bahan yang dipakai adalah S45C, maka σ B = 58 kgmm 2 Jika faktor keamanan untuk beban statis diambil 6 dan faktor perkalian untuk beban dinamis diambil 4, sehingga seluruhnya menjadi 6 x 4 = 24, maka σ a = 5824 = 2,4 kgmm 2 Bahan gandar Tegangan yang diperbolehkan 2 σ Wb kgmm Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 10,0 10,5 11,0 15,0 Kecepatan kerja max. kmjam α V α L 120 atau kurang 120 – 160 160 – 190 190 – 210 0,4 0,5 0,6 0,7 0,3 0,4 0,4 0,5 ⎡10,2 ⎤ d s ≥ ⎢ m  M 1  M 2  M 3  ⎥ 1.15 10 ,2 m M 1  M 2  M 3 jawaban = 45 mm. Catatan : Dalam kenyataan perlu dipakai diameter 60 mm sebagai hasil dari perhitungan bantalan yang akan dipergunakan. Berikut ini diberikan contoh penggunaan Diagram 2. [Contoh 1.3] Gandar dari sebuah kendaraan rel seperti diperlihatkan dalam Gambar 1.5, mendapat beban statis sebesar 12000 kg. Tentukan diameter gandar pada dudukan roda. Kecepatan maksimum dianggap sebesar 100 kmjam dan bahan gandar diambil dari JIS E4502 Kelas 3. Gbr. 1.5 Gambar untuk contoh 1.3 [Penyelesaian] 1 2 W = 1200 kg, g = 1120 mm, j = 1930 mm h = 970 mm, V = 100 kmh, r = 430 mm M 1 = 4 Poros dan Pasak 17 3 4 5 6 7 8 α V = 0,3, α L = 0,4 M 2 = 0,3 x 2,43 x 10 6 = 0,729 x 10 6 kg.mm a = 345 mm, l = 128 mm P = 0,3 x 12000 = 3600 kg Q = 3600 x 9701930 = 1809 kg R = 3600 x 970 + 4301120 = 4500 kg M 3 = 3600 x 430 + 1810 x 345 + 128 – 4500 x {345 + 128 – 8102} = 2,188 x 10 6 kg.mm Poros pengikut, Kelas 3, σ Wb = 11 kgmm 2 Untuk poros pengikut m = 1 1 3 9 d s ≥   ⎢ 173 mm  175 mm 11 10 σ b = 3  10,64 kg mm 2 11 n = 1110,64 = 1,03, baik 12 Ditentukan d s = 175 mm , Kelas 3 d s = ⎢ x 17750 ⎥ x 12000 = 2,43 x 10 6 kg.mm 1930  1120 Dengan demikian poros tersebut mendapat beban punter dan lentur sehingga pada permukaan poros akan terjadi tegangan geser τ = TZ p karena momen puntir T dan tegangan σ = MZ karena momen lentur. Untuk bahan yang liat seperti pada poros, dapat dipakai teori tegangan geser maksimum 2 2 Pada poros yang pejal dengan penampang bulat, Tπd s3 sehingga σ = 32 Mπd s3 dan τ = 16  max  5 ,1 d M  T 2 1.18 Beban puntir yang bekerja pada poros pada umumnya adalah beban berulang. Jika poros tersebut mempunyai roda gigi untuk meneruskan daya besar maka kejutan berat akan terjadi pada saat mulai atu sedang berputar. Dengan mengingat macam beban, sifat beban, dll, ASME menganjurkan rumus untuk menghitung diameter poros secara sederhana dimana sudah dimasukkan pengaruh kelelahan karena beban berulang. Disini faktor koreksi K t untuk momen puntir seperti terdapay dalam persamaan 1.6 akan terpakai lagi. Faktor lenturan C b dalam perhitungan ini tidak akan dipakai dan sebagai gantinya dipergunakan faktor koreksi K m untuk momen lentur yang dihitung. Pada poros yang berputar dengan pembebanan momen lentur yang tetap, besarnya faktor K m adalah 1,5. Untuk beban Poros dan Pasak 18 dengan tumbukan ringan K m terletak antara 1,5 dan 2,0 dan untuk beban dengan tnubukan berat terletak antara 2 dan 3. Dengan demikian persamaan 1.8 dapat dipakai dalam bentuk  max  5 ,1 d K M 2  K t T 2 1.19 Besarnya τ max yang dihasilkan harus lebih kecil dari tegangan geser yang diizinkan τ a . Harga-harga K t telah diperiksa dalam pasal 1.3. Ada suatu cara perhitungan yang popular dimana dicari lebih dahulu momen punter ekivalen yang dihitung menurut teori tegangan geser maksimum, dan momen lentur ekivalen yang di peroleh dengan teori tegangan normal maksimum. Selanjutnya diameter poros ditentukan dengan menganggap bahwa kedua momen di atas soelah- olah dibebankan pada poros secara terpisah. Dari kedua hasil perhitungan ini kemudian dipilih harga diameter yang terbesar. Namun demikian pemakaian rumus ASME lebih dianjurkan daripada meroda ini. Dari persamaan 1.19 d s  [ 5 ,1  K M 2  K t T 2 ] 1 3 1.20 Besarnya deformasi yang disebabkan oleh momen punter pada poros harus dibatasi juga. Untuk poros yang dipasang pada mesin umum dalam kondisi kerja normal, besarnya defleksi puntiran dibatasi sampai 1,25 atau 0,3 derajat. Untuk poros panjang atau poros yang mendapat beban kejutan atau berulang, harga tersebut harus dikurangi menjadi ½ dari harga di atas. Sebaliknya dapat terjadi, pada poros transmisi di dalam suatu pabrik, beberapa kali harga di atas tidak menimbulkan kesukaran apa- ⎡10,2 x 1 x  2,43  0,972 2,188  x 10 6 ⎤ ⎥ ⎣ ⎦ 10,2 x 1 x  2,43  0,972 2,188  x 10 6  175   584 Tl Gd s4 1.21 Dalam hal baja G = 8,3 x 10 3 kgmm 2 . Perhitungan θ menurut rumus di atas dilakukan untuk memeriksa apakah harga yang diperoleh masih batas harga yang diperbolehkan untuk pemakaian yang bersangkutan. Bila θ dibatasi 0,25 untuk setiap meter panjang poros, maka dapat diperoleh persamaan d s  4 ,1 4 T Kekakuan poros terhadap lenturan juga perlu diperiksa. Bila suatu poros baja ditumpu oleh bantalan yang tipis atau bantalan yang mapan sendiri, maka lenturan poros y mm dapat ditentukan dengan rumus y  3, 23 x 10  4 Fl 12 l 22 d s4 l 1.22 Diamana d s = diameter poros mm, l = jarak antara bantalan penumpu mm, F = beban kg, l 1 dan l 2 = jarak antara bantalan yang bersangkutan ke titik pembebanan mm. Poros dan Pasak 19 Perlu dicatat bahwa termasuk beban F dalam rumus di atas adalah gaya-gaya luar seperti gaya dari roda gigi, tegangan dari sabuk dan berat puli beserta sabuk, bearat poros sendiri, dll. Jika dari gaya-gaya tersebut bekerja di antara bantalan atau di luarnya, maka perhitungan didasarkan pada gaya resultantenya. Bila gaya bekerja dalam berbagai arah, perlu ditentukan komponen vertical dan horizontal dari resultantenya dan selanjutnya dihitung lenturan yang akan terjadi dalam arah vertical dan horizontal. Jika berat poros sendiri tidak dapat diabaikan, maka penambahan gaya vertical dengan ½ berat poros tersebut dapat dianggap cukup. Bila suatu poros panjang ditumpu secara kaku dengan bantalan atau dengan cara lain, maka lenturan dapat dinyatakan dengan rumus berikut : y  3, 23 x 10 3 3 d s4 l 3 1.23 Gaya F dihitung dengan cara seperti diutarakan di atas. Dalam persamaan 1.22 lenturan yang terjadi perlu dibatasi sampai 0,3 – 0,35 mm atau kurang untuk setiap 1 m jarak bantalan, untuk poros transmisi umum dengan beban terpusat. Syarat ini bila dipenuhi tidak akan memperburuk kaitan antara pasangan roda gigi yang teliti. Bila celah antara rotor dan rumah merupakan masalah, seperti pada turbin maka batas tersebut tidak boleh lebih dari 0,03 – 0,15 mmm.\ Untuk poros putaran tinggi, putaran kritis sangat penting untuk diperhitungkan. Pada mesin-mesin yang dibuat secara baik, putaran kerja di dekat atau di atas putaran kritis tidak terlalu berbahaya. Tetapi demi keamanan dapat diambil pedoman secara umum bahwa putaran kerja poros maksimum tidak boleh melebihi 80 putaran kritisnya. Misalkan ada suatu beban terpusat yang berasal dari berat rotor, dll. yang bekerja di suatu titik pada sebuah poros. Jika berat tersebut dinyatakan dengan W kg, jarak antara bantalan l mm dan diameter poros yang seragam d s mm serta penumpukan nya terdiri atas bantalan tipis atau mapan sendiri, maka putaran kritis poros tersebut N c rpm adalah Perlu diperhatikan bahwa dalam penentuan putaran kritis, gaya yang diperhitungkan hanyalah gaya berat dari masa berputar yang dibebani poros saja, sedangkan gaya luar seperti yang terdapat dalam persamaan 1.22 tidak ada sangkut- pautnya. Berat poros sendiri dapat diabaikan jika cukup kesil. Tetapi jika dirasa cukup besar dibandingkan dengan berat masa yang membebaninya, maka ½ dari berat poros tersebut dapat ditambahkan pada berat beban yang ada. Jika bantalan cukup panjang dan poros ditumpu secara kaku, maka putaran kritisnya adalah N c  52700 d s2 l l 1 l 2 l Wl 1 l 2 1.25 Poros dan Pasak 20 Bila terdapat beberapa benda berputar pada satu poros, maka dihitung lebih dahulu putaran-putaran kritis N c1 , N c2 , N c3 , ….., dari masing-masing benda tersebut yang seolah-olah berada sendiri pada poros. Maka putaran kritis keseluruhan dari sistem N c0 adalah 1 2 = 1 2 + 1 2 + 1 N c 23 + ……… 1.26 Harga N c0 dari rumus ini kemudian dibandingkan dengan putaran maksimum sesungguhnya yang akan dialami oleh poros. Poros dan Pasak 21

3. Diagram aliran untuk merencanakan poros dengan beban puntir dan lentur