Faktor Penghambat Dalam Penerapan Memorandum Saling Pengertian

kerjasama oleh Pemerintah Kota Surakarta sangat terbatas karena banyaknya urusan lain yang dibebankan kepada Pemerintah Kota Surakarta, kemudian bahwa seringkali dana yang telah direncanakan harus mengalami perubahan akibat kebijakan yang tidak terencana.. 3. Tidak adanya lembaga khusus yang menangani program kerjasama luar negeri. Belum adanya lembaga yang secara khusus menangani program kegiatan kerjasama di Pemerintah Kota Surakarta sangat menghambat dalam proses kelancaran pelaksanaan program kerjasama. Selama ini yang menangani kegiatan tersebut masih ditipkan atau merupakan pekerjaan tambahan yang diberikan oleh pimpinan dalam hal ini Walikota Surakarta kepada BAPEDA Kota Surtakarta. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa BAPEDA Kota Surakarta adalah merupakan badan organisasi pemerintah yang bertugas mengkoordinasikan semua kegiatan yang ada di daerah. 4. Masih sedikitnya sumber daya manusia yang professional untuk menengani permasalahan kerjasama. Perlu diingat bahwa program kerjasama ini adalah merupakan proses komunikasi dengan pemerintah di luar negeri, maka perlu penanganan yang lebih cepat dan tepat waktu dalam arti komunikasi timbal balik harus secepat dan setepat mungkin. Tanpa adanya sumber daya manusia yang professional tentunya akan menghambat proses komunikasi dalam kerjasama tersebut. Faktor dari luar ekstern Pemerintah Kota Surakarta yang menghambat dalam pelaksanaan kerjasama kota bersaudara tersebut adalah 1. Adanya kelambanan dan sulitnya birokrasi proses pengakuan pengesahan naskah kerjasama. Adanya kelambanan dan sulitnya birokrasi proses pengakuan pengesahan naskah kerjasama Pemerintah Kota Surakarta yang memerlukan rentetan urusan birokrasi dengan Departemen Dalam Negeri dan Departemen Luar Negeri, sedikit banyaknnya mempengaruhi prospek kerjasama yang yang ada. Perlu diketahui bahwa dalam prosedur kerjasama kota bersaudara sister city ada beberapa tahap yang harus dilaksanakan sebelum kerjasama dilakukan seperti: proses penjajagan, penyusunan dan penendatanganan Letter of Intent LOI, persetujuan DPRD, penyusunan Draft Memorandum of Understanding MoU, penandatanganan dan sederetan proses lainnya yang memerlukan biaya dan waktu yang lama. 2. Tidak jelasnya dasar peraturan penyelenggaraan kerjasama luar negeri daerah. Bahwa dalam penyelenggaraan kerjasama luar negeri yang dilakukan oleh pemerintah daerah tidak diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah juga tidak mengatur secara jelas mengenai penyelenggaraan kerjasama luar negeri daerah. Dalam konteks pemerintah daerah melakukan kerjasama luar negeri pada dasarnya merupakan bentuk dari kegiatan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Perlu diketahui bahwa Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah merupakan peraturan yang menjadi dasar penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dari kenyataan tersebut tentunya menjadi hambatan Walikota Surakarta sebagai wakil Pemerintah Kota Surakarta dalam hal mengambil kebijakan untuk melakukan kerjasama dengan pihak luar negeri karena tidak lengkapnya acuan yang menjadi dasar penyelenggaraan kerjasama kota bersaudara tersebut. cxii BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah penulis sampaikan pada bab sebelumnya, penulis menyimpulkan atas rumusan masalah yang telah dikemukakan adalah sebagai berikut : 1 Bahwa urusan luar negeri adalah menjadi wewenang Pemerintah Pusat, sedangkan kewenangan Pemerintah Daerah hanya terbatas pada menindaklanjuti kewenangan pusat tersebut. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah memang disebutkan bahwa politik luar negeri merupakan urusan Pemerintah Pusat yang tidak didesentralisasikan, bersama-sama dengan urusan pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama. Namun, menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri dimungkinkan Pemerintah Daerah menyelenggarakan hubungan luar negeri. Selain itu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah tersebut juga tidak diterangkan secara jelas mengenai kewewenangan Walikota selaku Kepala Daerah dalam hal penyelenggaraan hubungan luar negeri dan membuat Perjanjian Internasional yaitu Memorandum of Understanding MoU. Akan tetapi jika didasarkan pada peraturan perundang-undangan lainnya yaitu Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri disebutkan bahwa Presiden dapat menunjuk Pejabat Negara selain Menteri Luar Negeri, Pejabat Pemerintah atau Orang Lain untuk menyelenggarakan hubungan luar negeri, sehingga dalam hal ini dimungkinkan walikota surakarta untuk mengadakan hubungan luar negeri dan membuat MoU. Jika dikaitkan dengan tujuan dilakukannya kerjasama kota bersaudara antara Pemerintah Kota Surakarta dan Pemerintah Kota Montana yang dituangkan dalam bentuk memorandum of understanding MoU, bahwa pembentukan memorandum of understanding MoU tersebut sebagai bentuk program pelaksanaan urusan wajib dan urusan pilihan Pemerintah Daerah khususnya Kota Surakarta yang menjadi wewenang Pemerintah Daerah dalam mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat dan diharapkan Pemerintah Kota Surakarta mampu meningkatkan daya saing dalam dunia internasional. 2 Faktor yang menjadi penghambat dalam penerapan MoU kerjasama kota bersaudara oleh Pemerintah Kota Surakarta terdiri atas faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern yang menjadi penghambat penerapan MoU oleh pemerintah kota surakarta terdiri atas: 1. Kurangnya pemahaman tentang program kerjasama luar negeri bagi perkembangan daerah. 2. Dana untuk pelaksanaan kerjasama yang cukup besar. 3. Tidak adanya lembaga khusus yang menangani program kerjasama luar negeri. 4. Masih sedikitnya sumber daya manusia yang professional untuk menengani permasalahan kerjasama. sedangkan faktor ekstern yang menjadi penghambat dalam penerapan MoU oleh pemerintah kota surakarta terdiri atas: a. Adanya kelambanan dan sulitnya birokrasi proses pengakuan pengesahan naskah kerjasama. b. Tidak jelasnya dasar peraturan penyelenggaraan kerjasama luar negeri daerah.