FAKTOR PSIKOLOGIS PENYEBAB INSOMNIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidur merupakan salah satu kebutuhan yang penting bagi manusia, karena
manusia membutuhkan waktu untuk istirahat setelah menjalani kegiatan yang
sangat menguras energi. Tidur mengklaim sekitar sepertiga masa hidup kita,
lebih banyak daripada usaha pencapaian apa pun dalam hidup kita. Shakespear
melukiskan tidur sebagai “pemberi gizi utama dalam jamuan hidup”. Shakespear
mengemukakan bahwa bagi sebagian terbesar manusia istirahat dalam penting
untuk menjaga badan, pikiran dan semangat dalam keadaan baik. Robert Mck
Nish, didalam bukunya the phylosophy of sleep (1834), mengemukakan bahwa
tidur merupakan keadaan di antara hidup dan mati. Keuntungan penting dari tidur
mencakup pengembalian kondisi tubuh, adaptasi, pertumbuhan, dan ingatan.
Banyak para ahli neurosains juga percaya bahwa tidur memberikan kesempatan
bagi saraf-saraf yang bekerja ketika kita terjaga untuk domatikan dan
memperbaiki diri mereka sendiri (National Institute of Neurological Disorders
and Stroke, 2001). Tidur dapat membantu tubuh menyimpan tenaga dan sumber
daya lainnya yang dibutuhkan tubuh untuk mengatasi infeksi (Irwin et al, 2006).
Tidur juga dapat mempengaruhi penilaian moral. Suatu penelitian terkini
mendemonstrasikan bahwa setelah 53 jam terjaga, subyek penelitian lebih sulit
mengambil keputusan moral dan lebih mungkin menyetujui keputusan yang
melanggar standar pribadinya (Killgore et al, 2007). Tidur adalah fungsi biologis
yang dalam berbagai hal tetap misterius. Kita tahu bahwa tidur memiliki fungsi
restoratif dan sebagian besar dari kita membutuhkan setidaknya 7 jam atau lebih
untuk tidur pada malam hari agar kita dapat berfungsi dengan baik. Namun kita
tidak dapat mengidentifikasi perubahan biokomiawi spesifik yang terjadi selama
tidur yang berkontribusi dalam fungsi restoratif tersebut. (Jeffrey, Spencer, &
Beverly, 2003). Menurut Sadock (2010), tidur adalah disertai oleh berbagai
perubahan fisiologis, termasuk respirasi, fungsi jantung, tonus oto, temperatur,
1
2
sekresi hormon, dan tekanan darah. Tidur merupakan kunci untuk kinerja yang
optimal, baik secara fisik maupun mental. Walaupun demikian, banyak dari kita
yang tidak mendapatkan tidur yang cukup. Dalam sebuah survei nasional
terhadap lebih dari 1000 orang dewasa Amerika yang dilakukan oleh National
Sleep Foundation (2001), 63% menyatakan bahwa mereka tidur kurang dari 8
jam di malam hari, 31% mengatakan mereka tidur kurang dari 7 jam tiap malam.
Banyak yang mengatakan bahwa mereka mencoba membayar kehilangan tidur
mereka dengan tidur di akhir pekan, tapi mereka melaporkan tetap tidur kurang
dari 8 jam di akhir pekan. Empat puluh persen dari survei mengatakan bahwa
mereka menjadi begitu mengantuk di siang hari sehingga pekerjaan mereka
terganggu paling tidak beberapa hari per minggunya. Tujuh persen mengatakan
tidur ketika bekerja merupakan masalah harian bagi mereka. Diperkirakan 50
hingga 70 juga warga Amerika menderita kekurangan tidur kronis atau gangguan
tidur (Institute of Medicine, 2006). Institute of Medicine mendeklarasikan bahwa
kurang tidur merupakan masalah kesehatan yang tidak terpecahkan di Amerika
Serikat (2006).
Tidur merupakan kebutuhan dasar dari setiap kehidupan dan banyak
diinginkan, bahkan dibutuhkan oleh hampir setiap orang yang hidup di dunia.
Tidur merupakan suatu mekanisme untuk memperbaiki tubuh dan fungsinya
untuk mempertahankan energi dan kesehatan. Tetapi, masih banyak juga orang
yang sedikit mengerti arti pentingnya tidur demi sesuatu hal yang harus
diselesaikan (Priharjo, 1996). Secara umum kebutuhan tidur meningkat menjadi
8,5-9,25 jam setiap harinya. Tetapi waktu tidurnya berubah, rasa kantuk baru
menyerang sekitar tengah malam, dimana orang lain sudah tertidur. Saat orang
lain mulai mengantuk pada pukul 21:00 atau 22:00, orang-orang tertentu justru
baru bersemangat untuk berkarya, baik itu belajar atau menyelesaikan pekerjaan.
Sementara di pagi hari sudah harus bangun awal untuk mempersiapkan diri ke
sekolah, kuliah atau bekerja. Secara umum, biasanya orang sebenarnya
mengalami kekurangan tidur, sehingga banyak diantara mereka yang tertidur di
kelas atau terkantuk-kantuk di kantor. Belum lagi karena tuntutan sosial yang
menggoda untuk “bermain” hingga larut, bahkan pagi hari.
3
Ketika kita tidak cukup tidur, tubuh sering tidak berfungsi dengan baik,
secara fisik dan mental. Kekurangan tidur sangat berpengaruh dan membuat
tubuh stress (Goh et al, 2001) dan, tentu saja terhadap otak. Contohnya, dalam
satu penelitian, pemindaian otak menunjukkan bahwa kurang tidur mengurangi
aktivitas otak di talamus dan korteks prefontal (Thomas, 2001). Kesiagaan dan
kinerja kognitif menurun, berbanding lurus dengan aktivitas otak. Dalam
penelitian
lain,
kurang
tidur
dihubungkan
dengan
ketidakmampuan
mempertahankan atensi (Doran, Van Dongen, dan Dinges, 2001). Penelitian
menggunakkan EEG dari individu yang tidurnya dikurangi selama 24 jam
menunjukkan penurunan dalam aktivitas-aktivitas otak (Jeong et al, 2001).
Penelitian menggunakan fMRI telah menunjukkan bahwa ketika kurang tidur,
otak harus mengkompensasinya dengan menggunakan jalur lain untuk kerja
kognitif (Drummond et al, 2005) dan bahwa interaksi antara berbagi wilayah
otak terlihat berbeda ketika memecahkan masalah (Strickgold et al, 2006).
Kurang tidur juga dapat memengaruhi pengambilan keputusan, terutama yang
berhubungan dengan rencana tidak terduga, rencana inovasi, revisi rencana, dan
komunikasi efektif (Harrison dan Horne, 2000). Tidur juga dapat memengaruhi
penilaian moral. Suatu penelitian terkini mendemonstrasikan bahwa setelah 53
jam terjaga, subyek penelitian lebih sulit mengambil keputusan moral dan lebih
mungkin menyetujui keputusan yang melanggar standar pribadinya (Killgore et
al,2007). Banyak orang menderita gangguan tidur yang tidak terdiagnosis dan
tidak tertangani yang membuat mereka harus bergelut melewati hari mereka,
mereka tidak termotivasi dan merasa lelah (Culpepper, 2005; Ekstedt et al, 2006).
Masalah tidur
yang umum adalah
insomnia.
Insomnia
sendiri
didefinisikan sebagai suatu kondisi tidur yang tidak memuaskan secara kuantitas
atau kualitas, yang berlangsung untuk satu kurun waktu tertentu (PPDGJ, 1993).
Tidur terutama pada malam hari sangat penting untuk kesehatan tubuh
dan hal tersebut tidak dapat digantikan oleh tidur pada waktu lain. Karena pada
tidur malam hari metabolisme otak diperbaiki, neuron juga teraktifasi sehingga
meningkatkan daya ingat dan juga sistem kekebalan tubuh meningkat. Apabila
mengalami insomnia maka dapat berakibat kuranngnya konsentrasi, menurunnya
daya ingat, menurunnya kemampuan berbahasa, timbulnya gangguan psikiatrik
4
(depresi, ansietas, dan lain-lain) serta gangguan kesehatan lain. Ketika penduduk
Indonesia tahun 2004 berjumlah 238,452 juta ada sebanyak 28,053 juta orang
Indonesia yang terkena insomnia atau sekitar 11,7%. Data ini hanya berdasarkan
indikasi secara umum tidak memperhitungkan faktor genetik, budaya,
lingkungan, sosial, ras. Jumlah ini bisa terus bertambah seiring dengan perubahan
gaya hidup. Data tersebut berdasarkan riset internasional yang dilakukan US
Census Bureau, International Data Base tahun 2004 seperti dilansir dari
cureresearch, sabtu (1/5/2010).
Data tersebut dibenarkan oleh seorang dokter yang bernama Nurmiati
Amir, yang mengakui memang sekitar 10 persen dari jumlah penduduk Indonesia
mengalami kesulitan tidur. Ukuran normal untuk orang dewasa tidur adalah 6-7
jam. Tapi penderita insomnia kebanyakan tidur hanya 3-4 jam saja. “Insomnia
adalah salah satu kondisi medik yang sering ditemui namun tidak terdiagnosis
sehingga tidak terobati dengan baik,” kata Nurmiati dalam acara konferensi pers
Tatalaksana Komprehensif Insomnia
di hotel Novotel Mangga Dua Square,
Jakarta, Sabtu (2010, 1 Mei).
Insomnia merupakan ganggguan tidur yang paling sering dikeluhkan.
Gangguan tidur ini dapat mempengaruhi pekerjaan, aktifitas sosial dan status
kesehatan penderitanya. Nurmiati Amir, dokter spesialis kejiwaan dari Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,
mengatakan bahwa insomnia menyerang 10 persen dari total penduduk di
Indonesia atau sekitar 28 juta orang. Total angka kejadian insomnia tersebut 1015 persennya merupakan gejala insomnia kronis. Seseorang dapat mengalami
insomnia transien akibat stres situasional seperti masalah keluarga, kerja atau
sekolah, jet lag, penyakit, atau kehilangan orang yang dicintai. Insomnia
temporer akibat situasi stres dapat menyebabkan kesulitan kronik untuk
mendapatkan tidur yang cukup, mungkin disebabkan oleh kekhawatiran, stres,
dan kecemasan. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan
bahwa kurang lebih 1/3 dari orang dewasa pernah menderita insomnia setiap
tahunnya.
Penderita gangguan sulit tidur (insomnia) kini makin banyak diderita
kalangan usia muda. Saat ini banyak usia 20-30 tahun yang mengalami insomnia.
5
Sekitar 30% orang dewasa mengalami insomnia sampat tingkat tertentu pada satu
saat dalam hidupnya. Sekitar 10% punya masalah yang cukup parah yang
mempengaruhi waktu jaga, begitu menurut American Academy of Sleepy
Medicine, yang menerbitkan panduan pengobatan insomnia dalam Journal of
Clinical Sleep Medicine tahun lalu. Fakta tentang Pola Tidur Orang Dewasa
Amerika (National Sleep Foundation, Amerika Serikat), adalah lebih dari
sepertiga (36%) dewasa muda usia 18-29 tahun dilaporkan mengalami kesulitan
untuk bangun pagi (dibandingkan dengan 20% pada usia 30-64 tahun dan 9% di
atas usia 65 tahun). Hampir seperempat dewasa muda (22%) sering terlambat
masuk kelas atau bekerja karena sulit bangun (dibandingkan dengan 11% pada
pekerja usia 30-64 tahun dan 5% di atas usia 65 tahun). Empat persen dewasa
muda mengeluhkan kantuk saat bekerja sekurangnya 2 hari dalam seminggu atau
lebih (dibandingkan dengan 23% pada usia 30-64 tahun dan 19% di atas usia 65
tahun).
Nurmiati menambahkan ada tiga tipe dari insomnia, yaitu: pertama,
insomnia transien, yaitu kesulitan tidur yang berlangsung kurang dari seminggu
dan disebabkan oleh stres akut, perubahan jam kerja atau jet lag. Kedua,
insomnia jangka pendek, yaitu kesulitan tidur yang berlangsung selama 1-4
minggu dan disebabkan oleh stres terus menerus, penyakit akut atau obat-obatan
tertentu. Ketiga, insomnia kronik, yaitu kesulitan tidur yang berlangsung lebih
dari sebulan dan disebabkan oleh adanya gangguan kimia otak atau hormon serta
gangguan psikiatri. Insomnia biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain
yang mendasarinya, seperti kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain
yang terjadi dalam hidup manusia (Maramis, 2009).
Tentu saja gangguan insomnia akan memiliki dampak negatif dalam
kehidupan individu yang bersangkutan. Pertama, akan mengurangi daya tahan
tubuh sehingga berpeluang terhadap munculnya sejumlah penyakit. Sebab, tubuh
manusia diciptakan sedemikian sempurnanya yang secara alamiah telah diatur
sebuah metabolisma fisik yang akan mempengaruhi kesehatan. Fisik dan mental
seseorang akan sehat jika terdapat keteraturan antara terjaga dan tidur. Bukankah
tidur juga berfungsi terhadap penataan kembali keseimbangan fisik setelah sekian
lamanya terjaga dan terjadi kecapekan kerja. Sebab dengan adanya tidur maka
6
tubuh akan memproses untuk mengurangi asam laktat yang berfungsi
terakumulasinya kecapekan. Itulah kiranya jika seseorang tidurnya normal maka
ketika bangun tidur akan terasa segar kembali yang disebabkan asam laktat
tersebut telah terminimalisasi. Sebaliknya jika seseorang mengalami kurang tidur
maka asam laktat belum hilang secara sempurna. Kedua, susah tidur akan
berpengaruh terhadap stabilitas emosi sehingga mempengaruhi aktivitas
kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini jika seseorang dalam lingkungan kerja,
maka akan menurunkan tingkat motivasi, konsentrasi, ketelitian, kreativitas dan
produktivitas kerjanya. Demikian juga terhadap aktivitas lainya akan mengalami
gangguan misalnya dalam belajar mengajar, menyelesaikan tugas, dan interaksi
sosial. Bahkan dampak insomnia ini akan memudahkan seseorang untuk
menderita stres. Hal ini cukup beralasan, sebab sebagaimana dikatakan di atas
bahwa insomnia hanya merupakan gejala penampakan dari luar bahwa seseorang
memiliki penyakit yang harus diobati (jurnal Psychology Today, Juni 1986).
Dampak insomnia tidak dapat dianggap remeh, karena bisa menimbulkan kondisi
yang lebih serius dan membahayakan kesehatan dan keselamatan. Oleh
karenanya, setiap penderita insomnia perlu mencari jalan keluar yang tepat
(Sadock, 2007).
Insomnia juga memberi dampak terhadap kesehatan fisik lainnya
misalnya terjadi peningkatan nafsu makan yang dapat mengakibatkan obesitas,
diabetes, penyakit jantung koroner, hipertensi, gangguan sistem imun, dan
penurunan gairah seksual. Insomnia juga dikaitkan dengan gangguan psikologik
misalnya terjadinya depresi, ansietas, dan penurunan daya ingat karena pada
dasarnya tidur berguna untuk resusitasi otak dan konsolidasi daya ingat.
Insomnia adalah sebuah gangguan susah tidur yang dialami oleh
seseorang. Efek yang ditimbulkan insomnia ternyata cukup banyak. Dari mulai
turunnya produktivitas, kualitas hidup, meningkatnya absensi di pekerjaan,
kecelakaan, kerugian dalam hidup bermasyarakat hingga dapat menimbulkan
gangguan fisik dan psikiatrik.
Seseorang mengalami insomnia atau gangguan tidur karena adanya faktor
yang menyebabkan seseorang tersebut mengalami insomnia. Terhadap faktor
penyebab gangguan tidur, maka banyak ahli mengatakan pada umumnya
7
disebabkan oleh banyak hal. Dalam pandangan Nino Murcia, yang sudah belasan
tahun memimpin klinik Insomnia di Stanford AS mengatakan bahwa “belum
pernah menemukan gangguan tidur yang hanya disebabkan oleh satu faktor saja,
melainkan banyak faktor”. Dalam temuan para ahli setidaknya ada empat faktor
penyebab insomnia yakni psikologis dan biologis, penggunaan obat-obatan dan
alkohol, lingkungan yang mengganggu, serta kebiasaan buruk. Hampir setiap
orang memiliki insomnia pada beberapa waktu karena peristiwa kehidupan yang
penuh stres. Secara khusus, faktor psikologis juga memegang peran utama
terhadap kecenderungan insomnia ini. Hal ini disebabkan oleh ketegangan
pikiran seseorang terhadap sesuatu yang kemudian mempengaruhi sistem saraf
pusat (SSP) sehingga kondisi fisik senantiasa siaga. Misalnya, ketika seseorang
sedang memiliki problematika pelik di lingkungan kantor, maka jika ambang
psikologisnya rendah akan menyebabkan fisik susah diajak kompromi untuk
tidur.
Dari banyaknya faktor yang menyebabkan seseorang mengalami
insomnia atau gangguan tidur, pada penelitian ini penulis lebih mengkhususkan
pada faktor psikologisnya saja, karena insomnia mengakibatkan rasa lelah di
siang hari dan menyebabkan timbulnya tingkat stres pribadi yang signifikan atau
kesulitan untuk menampilkan peran sosial, belajar, pekerjaan, atau peran lainnya
dengan baik. Tidak mengherankan bila terdapat tingkat komorbiditas
(kemunculan bersama) yang tinggi antara insomnia dan masalah psikologis lain,
terutama kecemasan dan depresi (Breslau, Morin, & Ware, 1996). Faktor
psikologis memainkan peran penting dalam insomnia. Orang-orang yang
terganggu dengan insomnia cenderung membawa kecemasan dan kekhawatiran
mereka ketempat tidur, yang akan meningkatkan kesadaran tubuh mereka sampai
pada tahap yang mencegah tidur secara alami. Kemudian mereka khawatir karena
merasa tidak cukup cukup tidur, yang hanya akan menambah kesulitan mereka
untuk tidur. Mereka akan mencoba untuk memaksakan diri untuk tidur, yang
cenderung menjadi bumerang dengan menciptakan lebih banyak kecemasan dan
ketegangan, membuat tidur semakin sulit. Oleh karena itulah penulis mencoba
untuk mengungkap tentang mengapa seseorang mengalami insomnia.
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: “Mengapa seseorang mengalami insomnia?”.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengungkap mengapa seseorang
mengalami insomnia, berdasarkan faktor psikologis.
D. Manfaat Penelitian
Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat sebagai pedoman dalam upaya
untuk memahami tentang insomnia bagi psikolog. Hasil penelitian yang
diperoleh dapat berguna sebagai referensi atau bahan pembanding bagi penelitipeneliti yang ingin mengkaji masalah yang berkaitan dengan insomnia dan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan khusunya psikologi tentang insomnia.
Secara praktis, jika penelitian ini diterima diharapkan dapat membantu
memberikan informasi yang berguna bagi masyarakat umumnya dan para
penderita insomnia khususnya dalam mengatasi masalah yang sama.
FAKTOR PSIKOLOGIS PENYEBAB INSOMNIA
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang
sebagai salah satu persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
Frida Lestari
08810059
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah Rabbil Alamin, dengan segala kebesarannya,
karunia dan izinnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat
dan salam selalu tercurah pada kekasih Allah Muhammad SAW beserta keluarga
dan sahabat dan pengikut jejak langkahnya sampai hari akhir nanti.
Skripsi ini berjudul “Faktor Psikologis Penyebab Insomnia”. Maksud
penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi tingkat
Strata 1 (S-1) di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Sebagai pribadi yang memiliki keterbatasan, penulis menyadari bahwa
kelancaran penyusunan skripsi ini tidak lepas dari adanya dorongan, bantuan, dan
dukungan dari semua pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang sekaligus dosen pembimbing I, terima
kasih atas bimbingan dan saran-saran yang bermanfaat selama penyusunan
skripsi ini dan telah banyak memberikan bantuan selama menjadi mahasiswa
di Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Diana Savitri Hidayati, M.Psi selaku dosen pembimbing II, terima kasih atas
bimbingan dan saran-saran yang bermanfaat selama penyusunan skripsi ini.
3. Dra. Djudiyah, M.Si selaku dosen wali, terima kasih atas bimbingan dan
saran-saran yang bermanfaat selama penyusunan skripsi ini dan telah banyak
memberikan
bantuan
selama
menjadi
mahasiswa
di
Universitas
Psikologi
Universitas
Muhammadiyah Malang.
4. Seluruh
dosen
dan
staff
pengajar
Fakultas
Muhammadiyah Malang.
5. Yang teristimewa dan yang telah mendampingi saya dengan penuh kasih
sayang, Bapak Pariyono, S.A dan Ibu Djuhaidah yang telah mendukung dan
mendoakan ananda, terimakasih atas bantuan moril maupun materil yang telah
diberikan kepada ananda.
6. Kakakku yang paling aku sayang, Femmy Maulidia, S.T dan Haris Arianto,
S.T terima kasih atas masukan, dukungan dan perhatiannya.
7. Sahabatku (Ncus, Dian, Vika, Tya, Silvi, Tuti, Rayi) terima kasih telah
menjadi sahabatku dan terima kasih atas semangat dan perhatian yang telah
kalian berikan.
8. Untuk Hamidah, terima kasih atas bantuan, saran dan dukungannya selama
ini.
9. Rekan-rekan Psikologi 2008 khususnya kelas A, kebersamaan yang begitu
berarti selama berkumpul bersama kalian.
10. Teman-teman seperjuangan selama bimbingan (Nurul, Uun, Wiwit, Oka),
tanpa kalian penulis tidak akan bisa seperti sekarang terimakasih atas
semangat dan dukungan kalian.
11. Dan untuk semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih banyak.
Akhir kata tiada satupun karya manusia yang sempurna, saran dan kritik
sangat penulis harapkan untuk kebaikan bersama. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Malang, 13 April 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………
i
LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………………………….
ii
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………..
iii
SURAT PENYATAAN ……………………………………………………
iv
KATA PENGANTAR ……………………………………………………..
v
INTISARI ……………………………………………………………….....
vii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….
viii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….
x
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………
xi
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………...
1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………......
8
C. Tujuan Penelitian …………………………………………….......
8
D. Manfaat Penelitian …………………………………………....….
8
BAB II : TINJAUAN TEORITIK
A. Insomnia ……………………………….........................................
1. Pengertian Insomnia……………………………......................
9
2. Kriteria Diagnosis Insomnia ...…....……………….................
10
3. Dampak Insomnia ……………….…………….......................
10
4. Penyebab Insomnia………………………….………...……...
11
5. Penggolongan Insomnia ……………………......…………….
13
B. Stres dan Coping Stres…………………………...….....................
1. Pengertian Stres ………..……………….....….………………
16
2. Coping Stres …………………………….…….......………….
16
3. Penyebab Stres ……………………………….........................
17
4. Tanda-tanda Stres ………………….........................................
19
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian ………………………………………….....
20
B. Batasan Istilah…………...…………………………......................
21
C. Subjek Penelitian …………………...………………….………....
21
D. Jenis Data, Sumber Data, Instrumen Penelitian, dan Metode
Pengumpulan Data…………………………………………….…..
21
1. Jenis Data…………………………………………………...…
21
2. Sumber Data………………………………………………...…
21
3. Instrumen Penelitian………………………………………...…
22
4. Metode Pengumpulan Data……………………………..……..
22
E. Prosedur Penelitian …………….…………….................................
23
F. Teknik Analisis Data……………………………………………....
25
G. Keabsahan Data…………..……………………..………………....
27
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Identitas Subjek Penelitian…………………………………...........
29
B. Deskripsi Data………... …………………......................................
29
C. Analisa Data.....................................................................................
36
D. Rangkuman …………………………………………………....….
42
E. Pembahasan………………………………………………..………
42
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan …………………………………………………….....
46
B. Saran ……………………………………………………………...
46
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………
47
LAMPIRAN-LAMPIRAN …………………………………………………
49
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
: Identitas Subjek Penelitian ...…………………………..
29
Tabel 4.2
: Faktor Psikologis Penyebab Insomnia ................………
42
Tabel 4.3
: Rangkuman Hasil Wawancara .......................................
71
DAFTAR SKEMA
Skema 4.1 : Faktor Psikologis Penyebab Subjek AC Mengalami Insomnia
38
Skema 4.2 : Faktor Psikologis Penyebab Subjek AW Mengalami Insomnia
41
DAFTAR PUSTAKA
Davison, Gerald & Neale, John & Kring, Ann. (2006). Psikologi abnormal.
Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada.
Harrison. (1999). Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Kaplan, Harold & Sadock, Benjamin & Grebb, Jack. (2010). Sinopsis psikiatri.
Tangerang: Binarupa Aksara Publisher.
Kartono Kartini & Gulo Dali. (1987). Kamus psikologi. Bandung: CV Pionir Jaya.
King, Laura. A. (2010). Psikologi umum sebuah pandangan apresiatif. Jakarta:
Salemba Humanik.
Lanywati, E. (2001). Insomnia gangguan sulit tidur. Yogyakarta: Kanisius.
Lumbantobing, S. M. (2004). Gangguan tidur. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Maramis, Willy & Maramis, Albert. (2009). Catatan ilmu kedokteran jiwa (Ed.
kedua). Surabaya: Airlangga University Press.
Maslim, Rusdi. (2001). Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Jakarta: PT. Nuh
Jaya.
Moleong, L.J. (2010). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Nevid, Jeffrey. S & Rathus, Spencer. A & Greene Beverly. (2003). Psikologi
abnormal (ed. kelima). Jakarta: Erlangga.
Puri, B & Laking, P & Treasaden, I. (2011). Buku ajar psikiatri. Jakarta: EGC.
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan mental 2. Yogyakarta: Kanisius.
Sugiyono. (2010). Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sutopo, A. H & Arief Adrianus. (2010). Terampil mengolah data kualitatif
dengan nvivo. Jakarta: Kencana.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidur merupakan salah satu kebutuhan yang penting bagi manusia, karena
manusia membutuhkan waktu untuk istirahat setelah menjalani kegiatan yang
sangat menguras energi. Tidur mengklaim sekitar sepertiga masa hidup kita,
lebih banyak daripada usaha pencapaian apa pun dalam hidup kita. Shakespear
melukiskan tidur sebagai “pemberi gizi utama dalam jamuan hidup”. Shakespear
mengemukakan bahwa bagi sebagian terbesar manusia istirahat dalam penting
untuk menjaga badan, pikiran dan semangat dalam keadaan baik. Robert Mck
Nish, didalam bukunya the phylosophy of sleep (1834), mengemukakan bahwa
tidur merupakan keadaan di antara hidup dan mati. Keuntungan penting dari tidur
mencakup pengembalian kondisi tubuh, adaptasi, pertumbuhan, dan ingatan.
Banyak para ahli neurosains juga percaya bahwa tidur memberikan kesempatan
bagi saraf-saraf yang bekerja ketika kita terjaga untuk domatikan dan
memperbaiki diri mereka sendiri (National Institute of Neurological Disorders
and Stroke, 2001). Tidur dapat membantu tubuh menyimpan tenaga dan sumber
daya lainnya yang dibutuhkan tubuh untuk mengatasi infeksi (Irwin et al, 2006).
Tidur juga dapat mempengaruhi penilaian moral. Suatu penelitian terkini
mendemonstrasikan bahwa setelah 53 jam terjaga, subyek penelitian lebih sulit
mengambil keputusan moral dan lebih mungkin menyetujui keputusan yang
melanggar standar pribadinya (Killgore et al, 2007). Tidur adalah fungsi biologis
yang dalam berbagai hal tetap misterius. Kita tahu bahwa tidur memiliki fungsi
restoratif dan sebagian besar dari kita membutuhkan setidaknya 7 jam atau lebih
untuk tidur pada malam hari agar kita dapat berfungsi dengan baik. Namun kita
tidak dapat mengidentifikasi perubahan biokomiawi spesifik yang terjadi selama
tidur yang berkontribusi dalam fungsi restoratif tersebut. (Jeffrey, Spencer, &
Beverly, 2003). Menurut Sadock (2010), tidur adalah disertai oleh berbagai
perubahan fisiologis, termasuk respirasi, fungsi jantung, tonus oto, temperatur,
1
2
sekresi hormon, dan tekanan darah. Tidur merupakan kunci untuk kinerja yang
optimal, baik secara fisik maupun mental. Walaupun demikian, banyak dari kita
yang tidak mendapatkan tidur yang cukup. Dalam sebuah survei nasional
terhadap lebih dari 1000 orang dewasa Amerika yang dilakukan oleh National
Sleep Foundation (2001), 63% menyatakan bahwa mereka tidur kurang dari 8
jam di malam hari, 31% mengatakan mereka tidur kurang dari 7 jam tiap malam.
Banyak yang mengatakan bahwa mereka mencoba membayar kehilangan tidur
mereka dengan tidur di akhir pekan, tapi mereka melaporkan tetap tidur kurang
dari 8 jam di akhir pekan. Empat puluh persen dari survei mengatakan bahwa
mereka menjadi begitu mengantuk di siang hari sehingga pekerjaan mereka
terganggu paling tidak beberapa hari per minggunya. Tujuh persen mengatakan
tidur ketika bekerja merupakan masalah harian bagi mereka. Diperkirakan 50
hingga 70 juga warga Amerika menderita kekurangan tidur kronis atau gangguan
tidur (Institute of Medicine, 2006). Institute of Medicine mendeklarasikan bahwa
kurang tidur merupakan masalah kesehatan yang tidak terpecahkan di Amerika
Serikat (2006).
Tidur merupakan kebutuhan dasar dari setiap kehidupan dan banyak
diinginkan, bahkan dibutuhkan oleh hampir setiap orang yang hidup di dunia.
Tidur merupakan suatu mekanisme untuk memperbaiki tubuh dan fungsinya
untuk mempertahankan energi dan kesehatan. Tetapi, masih banyak juga orang
yang sedikit mengerti arti pentingnya tidur demi sesuatu hal yang harus
diselesaikan (Priharjo, 1996). Secara umum kebutuhan tidur meningkat menjadi
8,5-9,25 jam setiap harinya. Tetapi waktu tidurnya berubah, rasa kantuk baru
menyerang sekitar tengah malam, dimana orang lain sudah tertidur. Saat orang
lain mulai mengantuk pada pukul 21:00 atau 22:00, orang-orang tertentu justru
baru bersemangat untuk berkarya, baik itu belajar atau menyelesaikan pekerjaan.
Sementara di pagi hari sudah harus bangun awal untuk mempersiapkan diri ke
sekolah, kuliah atau bekerja. Secara umum, biasanya orang sebenarnya
mengalami kekurangan tidur, sehingga banyak diantara mereka yang tertidur di
kelas atau terkantuk-kantuk di kantor. Belum lagi karena tuntutan sosial yang
menggoda untuk “bermain” hingga larut, bahkan pagi hari.
3
Ketika kita tidak cukup tidur, tubuh sering tidak berfungsi dengan baik,
secara fisik dan mental. Kekurangan tidur sangat berpengaruh dan membuat
tubuh stress (Goh et al, 2001) dan, tentu saja terhadap otak. Contohnya, dalam
satu penelitian, pemindaian otak menunjukkan bahwa kurang tidur mengurangi
aktivitas otak di talamus dan korteks prefontal (Thomas, 2001). Kesiagaan dan
kinerja kognitif menurun, berbanding lurus dengan aktivitas otak. Dalam
penelitian
lain,
kurang
tidur
dihubungkan
dengan
ketidakmampuan
mempertahankan atensi (Doran, Van Dongen, dan Dinges, 2001). Penelitian
menggunakkan EEG dari individu yang tidurnya dikurangi selama 24 jam
menunjukkan penurunan dalam aktivitas-aktivitas otak (Jeong et al, 2001).
Penelitian menggunakan fMRI telah menunjukkan bahwa ketika kurang tidur,
otak harus mengkompensasinya dengan menggunakan jalur lain untuk kerja
kognitif (Drummond et al, 2005) dan bahwa interaksi antara berbagi wilayah
otak terlihat berbeda ketika memecahkan masalah (Strickgold et al, 2006).
Kurang tidur juga dapat memengaruhi pengambilan keputusan, terutama yang
berhubungan dengan rencana tidak terduga, rencana inovasi, revisi rencana, dan
komunikasi efektif (Harrison dan Horne, 2000). Tidur juga dapat memengaruhi
penilaian moral. Suatu penelitian terkini mendemonstrasikan bahwa setelah 53
jam terjaga, subyek penelitian lebih sulit mengambil keputusan moral dan lebih
mungkin menyetujui keputusan yang melanggar standar pribadinya (Killgore et
al,2007). Banyak orang menderita gangguan tidur yang tidak terdiagnosis dan
tidak tertangani yang membuat mereka harus bergelut melewati hari mereka,
mereka tidak termotivasi dan merasa lelah (Culpepper, 2005; Ekstedt et al, 2006).
Masalah tidur
yang umum adalah
insomnia.
Insomnia
sendiri
didefinisikan sebagai suatu kondisi tidur yang tidak memuaskan secara kuantitas
atau kualitas, yang berlangsung untuk satu kurun waktu tertentu (PPDGJ, 1993).
Tidur terutama pada malam hari sangat penting untuk kesehatan tubuh
dan hal tersebut tidak dapat digantikan oleh tidur pada waktu lain. Karena pada
tidur malam hari metabolisme otak diperbaiki, neuron juga teraktifasi sehingga
meningkatkan daya ingat dan juga sistem kekebalan tubuh meningkat. Apabila
mengalami insomnia maka dapat berakibat kuranngnya konsentrasi, menurunnya
daya ingat, menurunnya kemampuan berbahasa, timbulnya gangguan psikiatrik
4
(depresi, ansietas, dan lain-lain) serta gangguan kesehatan lain. Ketika penduduk
Indonesia tahun 2004 berjumlah 238,452 juta ada sebanyak 28,053 juta orang
Indonesia yang terkena insomnia atau sekitar 11,7%. Data ini hanya berdasarkan
indikasi secara umum tidak memperhitungkan faktor genetik, budaya,
lingkungan, sosial, ras. Jumlah ini bisa terus bertambah seiring dengan perubahan
gaya hidup. Data tersebut berdasarkan riset internasional yang dilakukan US
Census Bureau, International Data Base tahun 2004 seperti dilansir dari
cureresearch, sabtu (1/5/2010).
Data tersebut dibenarkan oleh seorang dokter yang bernama Nurmiati
Amir, yang mengakui memang sekitar 10 persen dari jumlah penduduk Indonesia
mengalami kesulitan tidur. Ukuran normal untuk orang dewasa tidur adalah 6-7
jam. Tapi penderita insomnia kebanyakan tidur hanya 3-4 jam saja. “Insomnia
adalah salah satu kondisi medik yang sering ditemui namun tidak terdiagnosis
sehingga tidak terobati dengan baik,” kata Nurmiati dalam acara konferensi pers
Tatalaksana Komprehensif Insomnia
di hotel Novotel Mangga Dua Square,
Jakarta, Sabtu (2010, 1 Mei).
Insomnia merupakan ganggguan tidur yang paling sering dikeluhkan.
Gangguan tidur ini dapat mempengaruhi pekerjaan, aktifitas sosial dan status
kesehatan penderitanya. Nurmiati Amir, dokter spesialis kejiwaan dari Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,
mengatakan bahwa insomnia menyerang 10 persen dari total penduduk di
Indonesia atau sekitar 28 juta orang. Total angka kejadian insomnia tersebut 1015 persennya merupakan gejala insomnia kronis. Seseorang dapat mengalami
insomnia transien akibat stres situasional seperti masalah keluarga, kerja atau
sekolah, jet lag, penyakit, atau kehilangan orang yang dicintai. Insomnia
temporer akibat situasi stres dapat menyebabkan kesulitan kronik untuk
mendapatkan tidur yang cukup, mungkin disebabkan oleh kekhawatiran, stres,
dan kecemasan. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan
bahwa kurang lebih 1/3 dari orang dewasa pernah menderita insomnia setiap
tahunnya.
Penderita gangguan sulit tidur (insomnia) kini makin banyak diderita
kalangan usia muda. Saat ini banyak usia 20-30 tahun yang mengalami insomnia.
5
Sekitar 30% orang dewasa mengalami insomnia sampat tingkat tertentu pada satu
saat dalam hidupnya. Sekitar 10% punya masalah yang cukup parah yang
mempengaruhi waktu jaga, begitu menurut American Academy of Sleepy
Medicine, yang menerbitkan panduan pengobatan insomnia dalam Journal of
Clinical Sleep Medicine tahun lalu. Fakta tentang Pola Tidur Orang Dewasa
Amerika (National Sleep Foundation, Amerika Serikat), adalah lebih dari
sepertiga (36%) dewasa muda usia 18-29 tahun dilaporkan mengalami kesulitan
untuk bangun pagi (dibandingkan dengan 20% pada usia 30-64 tahun dan 9% di
atas usia 65 tahun). Hampir seperempat dewasa muda (22%) sering terlambat
masuk kelas atau bekerja karena sulit bangun (dibandingkan dengan 11% pada
pekerja usia 30-64 tahun dan 5% di atas usia 65 tahun). Empat persen dewasa
muda mengeluhkan kantuk saat bekerja sekurangnya 2 hari dalam seminggu atau
lebih (dibandingkan dengan 23% pada usia 30-64 tahun dan 19% di atas usia 65
tahun).
Nurmiati menambahkan ada tiga tipe dari insomnia, yaitu: pertama,
insomnia transien, yaitu kesulitan tidur yang berlangsung kurang dari seminggu
dan disebabkan oleh stres akut, perubahan jam kerja atau jet lag. Kedua,
insomnia jangka pendek, yaitu kesulitan tidur yang berlangsung selama 1-4
minggu dan disebabkan oleh stres terus menerus, penyakit akut atau obat-obatan
tertentu. Ketiga, insomnia kronik, yaitu kesulitan tidur yang berlangsung lebih
dari sebulan dan disebabkan oleh adanya gangguan kimia otak atau hormon serta
gangguan psikiatri. Insomnia biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain
yang mendasarinya, seperti kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain
yang terjadi dalam hidup manusia (Maramis, 2009).
Tentu saja gangguan insomnia akan memiliki dampak negatif dalam
kehidupan individu yang bersangkutan. Pertama, akan mengurangi daya tahan
tubuh sehingga berpeluang terhadap munculnya sejumlah penyakit. Sebab, tubuh
manusia diciptakan sedemikian sempurnanya yang secara alamiah telah diatur
sebuah metabolisma fisik yang akan mempengaruhi kesehatan. Fisik dan mental
seseorang akan sehat jika terdapat keteraturan antara terjaga dan tidur. Bukankah
tidur juga berfungsi terhadap penataan kembali keseimbangan fisik setelah sekian
lamanya terjaga dan terjadi kecapekan kerja. Sebab dengan adanya tidur maka
6
tubuh akan memproses untuk mengurangi asam laktat yang berfungsi
terakumulasinya kecapekan. Itulah kiranya jika seseorang tidurnya normal maka
ketika bangun tidur akan terasa segar kembali yang disebabkan asam laktat
tersebut telah terminimalisasi. Sebaliknya jika seseorang mengalami kurang tidur
maka asam laktat belum hilang secara sempurna. Kedua, susah tidur akan
berpengaruh terhadap stabilitas emosi sehingga mempengaruhi aktivitas
kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini jika seseorang dalam lingkungan kerja,
maka akan menurunkan tingkat motivasi, konsentrasi, ketelitian, kreativitas dan
produktivitas kerjanya. Demikian juga terhadap aktivitas lainya akan mengalami
gangguan misalnya dalam belajar mengajar, menyelesaikan tugas, dan interaksi
sosial. Bahkan dampak insomnia ini akan memudahkan seseorang untuk
menderita stres. Hal ini cukup beralasan, sebab sebagaimana dikatakan di atas
bahwa insomnia hanya merupakan gejala penampakan dari luar bahwa seseorang
memiliki penyakit yang harus diobati (jurnal Psychology Today, Juni 1986).
Dampak insomnia tidak dapat dianggap remeh, karena bisa menimbulkan kondisi
yang lebih serius dan membahayakan kesehatan dan keselamatan. Oleh
karenanya, setiap penderita insomnia perlu mencari jalan keluar yang tepat
(Sadock, 2007).
Insomnia juga memberi dampak terhadap kesehatan fisik lainnya
misalnya terjadi peningkatan nafsu makan yang dapat mengakibatkan obesitas,
diabetes, penyakit jantung koroner, hipertensi, gangguan sistem imun, dan
penurunan gairah seksual. Insomnia juga dikaitkan dengan gangguan psikologik
misalnya terjadinya depresi, ansietas, dan penurunan daya ingat karena pada
dasarnya tidur berguna untuk resusitasi otak dan konsolidasi daya ingat.
Insomnia adalah sebuah gangguan susah tidur yang dialami oleh
seseorang. Efek yang ditimbulkan insomnia ternyata cukup banyak. Dari mulai
turunnya produktivitas, kualitas hidup, meningkatnya absensi di pekerjaan,
kecelakaan, kerugian dalam hidup bermasyarakat hingga dapat menimbulkan
gangguan fisik dan psikiatrik.
Seseorang mengalami insomnia atau gangguan tidur karena adanya faktor
yang menyebabkan seseorang tersebut mengalami insomnia. Terhadap faktor
penyebab gangguan tidur, maka banyak ahli mengatakan pada umumnya
7
disebabkan oleh banyak hal. Dalam pandangan Nino Murcia, yang sudah belasan
tahun memimpin klinik Insomnia di Stanford AS mengatakan bahwa “belum
pernah menemukan gangguan tidur yang hanya disebabkan oleh satu faktor saja,
melainkan banyak faktor”. Dalam temuan para ahli setidaknya ada empat faktor
penyebab insomnia yakni psikologis dan biologis, penggunaan obat-obatan dan
alkohol, lingkungan yang mengganggu, serta kebiasaan buruk. Hampir setiap
orang memiliki insomnia pada beberapa waktu karena peristiwa kehidupan yang
penuh stres. Secara khusus, faktor psikologis juga memegang peran utama
terhadap kecenderungan insomnia ini. Hal ini disebabkan oleh ketegangan
pikiran seseorang terhadap sesuatu yang kemudian mempengaruhi sistem saraf
pusat (SSP) sehingga kondisi fisik senantiasa siaga. Misalnya, ketika seseorang
sedang memiliki problematika pelik di lingkungan kantor, maka jika ambang
psikologisnya rendah akan menyebabkan fisik susah diajak kompromi untuk
tidur.
Dari banyaknya faktor yang menyebabkan seseorang mengalami
insomnia atau gangguan tidur, pada penelitian ini penulis lebih mengkhususkan
pada faktor psikologisnya saja, karena insomnia mengakibatkan rasa lelah di
siang hari dan menyebabkan timbulnya tingkat stres pribadi yang signifikan atau
kesulitan untuk menampilkan peran sosial, belajar, pekerjaan, atau peran lainnya
dengan baik. Tidak mengherankan bila terdapat tingkat komorbiditas
(kemunculan bersama) yang tinggi antara insomnia dan masalah psikologis lain,
terutama kecemasan dan depresi (Breslau, Morin, & Ware, 1996). Faktor
psikologis memainkan peran penting dalam insomnia. Orang-orang yang
terganggu dengan insomnia cenderung membawa kecemasan dan kekhawatiran
mereka ketempat tidur, yang akan meningkatkan kesadaran tubuh mereka sampai
pada tahap yang mencegah tidur secara alami. Kemudian mereka khawatir karena
merasa tidak cukup cukup tidur, yang hanya akan menambah kesulitan mereka
untuk tidur. Mereka akan mencoba untuk memaksakan diri untuk tidur, yang
cenderung menjadi bumerang dengan menciptakan lebih banyak kecemasan dan
ketegangan, membuat tidur semakin sulit. Oleh karena itulah penulis mencoba
untuk mengungkap tentang mengapa seseorang mengalami insomnia.
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: “Mengapa seseorang mengalami insomnia?”.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengungkap mengapa seseorang
mengalami insomnia, berdasarkan faktor psikologis.
D. Manfaat Penelitian
Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat sebagai pedoman dalam upaya
untuk memahami tentang insomnia bagi psikolog. Hasil penelitian yang
diperoleh dapat berguna sebagai referensi atau bahan pembanding bagi penelitipeneliti yang ingin mengkaji masalah yang berkaitan dengan insomnia dan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan khusunya psikologi tentang insomnia.
Secara praktis, jika penelitian ini diterima diharapkan dapat membantu
memberikan informasi yang berguna bagi masyarakat umumnya dan para
penderita insomnia khususnya dalam mengatasi masalah yang sama.
FAKTOR PSIKOLOGIS PENYEBAB INSOMNIA
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang
sebagai salah satu persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Psikologi
Oleh:
Frida Lestari
08810059
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah Rabbil Alamin, dengan segala kebesarannya,
karunia dan izinnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat
dan salam selalu tercurah pada kekasih Allah Muhammad SAW beserta keluarga
dan sahabat dan pengikut jejak langkahnya sampai hari akhir nanti.
Skripsi ini berjudul “Faktor Psikologis Penyebab Insomnia”. Maksud
penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi tingkat
Strata 1 (S-1) di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Sebagai pribadi yang memiliki keterbatasan, penulis menyadari bahwa
kelancaran penyusunan skripsi ini tidak lepas dari adanya dorongan, bantuan, dan
dukungan dari semua pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang sekaligus dosen pembimbing I, terima
kasih atas bimbingan dan saran-saran yang bermanfaat selama penyusunan
skripsi ini dan telah banyak memberikan bantuan selama menjadi mahasiswa
di Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Diana Savitri Hidayati, M.Psi selaku dosen pembimbing II, terima kasih atas
bimbingan dan saran-saran yang bermanfaat selama penyusunan skripsi ini.
3. Dra. Djudiyah, M.Si selaku dosen wali, terima kasih atas bimbingan dan
saran-saran yang bermanfaat selama penyusunan skripsi ini dan telah banyak
memberikan
bantuan
selama
menjadi
mahasiswa
di
Universitas
Psikologi
Universitas
Muhammadiyah Malang.
4. Seluruh
dosen
dan
staff
pengajar
Fakultas
Muhammadiyah Malang.
5. Yang teristimewa dan yang telah mendampingi saya dengan penuh kasih
sayang, Bapak Pariyono, S.A dan Ibu Djuhaidah yang telah mendukung dan
mendoakan ananda, terimakasih atas bantuan moril maupun materil yang telah
diberikan kepada ananda.
6. Kakakku yang paling aku sayang, Femmy Maulidia, S.T dan Haris Arianto,
S.T terima kasih atas masukan, dukungan dan perhatiannya.
7. Sahabatku (Ncus, Dian, Vika, Tya, Silvi, Tuti, Rayi) terima kasih telah
menjadi sahabatku dan terima kasih atas semangat dan perhatian yang telah
kalian berikan.
8. Untuk Hamidah, terima kasih atas bantuan, saran dan dukungannya selama
ini.
9. Rekan-rekan Psikologi 2008 khususnya kelas A, kebersamaan yang begitu
berarti selama berkumpul bersama kalian.
10. Teman-teman seperjuangan selama bimbingan (Nurul, Uun, Wiwit, Oka),
tanpa kalian penulis tidak akan bisa seperti sekarang terimakasih atas
semangat dan dukungan kalian.
11. Dan untuk semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih banyak.
Akhir kata tiada satupun karya manusia yang sempurna, saran dan kritik
sangat penulis harapkan untuk kebaikan bersama. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Malang, 13 April 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………
i
LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………………………….
ii
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………..
iii
SURAT PENYATAAN ……………………………………………………
iv
KATA PENGANTAR ……………………………………………………..
v
INTISARI ……………………………………………………………….....
vii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….
viii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….
x
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………
xi
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………...
1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………......
8
C. Tujuan Penelitian …………………………………………….......
8
D. Manfaat Penelitian …………………………………………....….
8
BAB II : TINJAUAN TEORITIK
A. Insomnia ……………………………….........................................
1. Pengertian Insomnia……………………………......................
9
2. Kriteria Diagnosis Insomnia ...…....……………….................
10
3. Dampak Insomnia ……………….…………….......................
10
4. Penyebab Insomnia………………………….………...……...
11
5. Penggolongan Insomnia ……………………......…………….
13
B. Stres dan Coping Stres…………………………...….....................
1. Pengertian Stres ………..……………….....….………………
16
2. Coping Stres …………………………….…….......………….
16
3. Penyebab Stres ……………………………….........................
17
4. Tanda-tanda Stres ………………….........................................
19
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian ………………………………………….....
20
B. Batasan Istilah…………...…………………………......................
21
C. Subjek Penelitian …………………...………………….………....
21
D. Jenis Data, Sumber Data, Instrumen Penelitian, dan Metode
Pengumpulan Data…………………………………………….…..
21
1. Jenis Data…………………………………………………...…
21
2. Sumber Data………………………………………………...…
21
3. Instrumen Penelitian………………………………………...…
22
4. Metode Pengumpulan Data……………………………..……..
22
E. Prosedur Penelitian …………….…………….................................
23
F. Teknik Analisis Data……………………………………………....
25
G. Keabsahan Data…………..……………………..………………....
27
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Identitas Subjek Penelitian…………………………………...........
29
B. Deskripsi Data………... …………………......................................
29
C. Analisa Data.....................................................................................
36
D. Rangkuman …………………………………………………....….
42
E. Pembahasan………………………………………………..………
42
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan …………………………………………………….....
46
B. Saran ……………………………………………………………...
46
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………
47
LAMPIRAN-LAMPIRAN …………………………………………………
49
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
: Identitas Subjek Penelitian ...…………………………..
29
Tabel 4.2
: Faktor Psikologis Penyebab Insomnia ................………
42
Tabel 4.3
: Rangkuman Hasil Wawancara .......................................
71
DAFTAR SKEMA
Skema 4.1 : Faktor Psikologis Penyebab Subjek AC Mengalami Insomnia
38
Skema 4.2 : Faktor Psikologis Penyebab Subjek AW Mengalami Insomnia
41
DAFTAR PUSTAKA
Davison, Gerald & Neale, John & Kring, Ann. (2006). Psikologi abnormal.
Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada.
Harrison. (1999). Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Kaplan, Harold & Sadock, Benjamin & Grebb, Jack. (2010). Sinopsis psikiatri.
Tangerang: Binarupa Aksara Publisher.
Kartono Kartini & Gulo Dali. (1987). Kamus psikologi. Bandung: CV Pionir Jaya.
King, Laura. A. (2010). Psikologi umum sebuah pandangan apresiatif. Jakarta:
Salemba Humanik.
Lanywati, E. (2001). Insomnia gangguan sulit tidur. Yogyakarta: Kanisius.
Lumbantobing, S. M. (2004). Gangguan tidur. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Maramis, Willy & Maramis, Albert. (2009). Catatan ilmu kedokteran jiwa (Ed.
kedua). Surabaya: Airlangga University Press.
Maslim, Rusdi. (2001). Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Jakarta: PT. Nuh
Jaya.
Moleong, L.J. (2010). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Nevid, Jeffrey. S & Rathus, Spencer. A & Greene Beverly. (2003). Psikologi
abnormal (ed. kelima). Jakarta: Erlangga.
Puri, B & Laking, P & Treasaden, I. (2011). Buku ajar psikiatri. Jakarta: EGC.
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan mental 2. Yogyakarta: Kanisius.
Sugiyono. (2010). Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sutopo, A. H & Arief Adrianus. (2010). Terampil mengolah data kualitatif
dengan nvivo. Jakarta: Kencana.