Studi Komponen Aktif Temu Lawak terhadap Patogenesis Kanker Kolorektum Jalur Protein β-Katenin dengan Penambatan Molekular

STUDI KOMPONEN AKTIF TEMU LAWAK TERHADAP
PATOGENESIS KANKER KOLOREKTUM JALUR PROTEIN
β-KATENIN DENGAN PENAMBATAN MOLEKULAR

GENNY ANJELIA ZUSAPA

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Komponen Aktif
Temu Lawak terhadap Patogenesis Kanker Kolorektum Jalur Protein β-Katenin
dengan Penambatan Molekular adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2013
Genny Anjelia Zusapa
NIM G44104007

ABSTRAK
GENNY ANJELIA ZUSAPA. Studi Komponen Aktif Temu Lawak terhadap
Patogenesis Kanker Kolorektum Jalur Protein β-Katenin dengan Penambatan
Molekular. Dibimbing oleh RUDI HERYANTO dan ARYO TEDJO.
Kemoterapi kanker kolorektum dapat dilakukan dengan menghambat
aktivitas protein β-katenin yang berlebih di dalam tubuh menggunakan senyawa
antikanker. Salah satu tanaman yang memiliki potensi sebagai antikanker ialah
temu lawak (Curcuma xanthorrhiza). Metode penambatan molekular digunakan
untuk mengetahui potensi aktivitas dan efektivitas senyawa bioaktif temu lawak
untuk menghambat kanker kolorektum melalui jalur protein β-katenin. Hasil
penambatan 24 komponen aktif temu lawak dengan 14 protein pada jalur βkatenin mendapatkan 3 senyawa bioaktif antikanker potensial, yaitu
dihidrokurkumin, demetoksikurkumin, dan kurkumin. Senyawa bioaktif tersebut
menghambat kanker kolorektum melalui protein aksin pada jalur β-katenin.

Interaksi yang terjadi diamati berdasarkan beberapa parameter, yaitu energi bebas
gibbs (∆G), afinitas (pKi), tetapan inhibisi (Ki), efisiensi, dan ikatan hidrogen.
Nilai yang dihasilkan dari proses penambatan lebih baik dibandingkan dengan
standar XAV939 dan IWR yang telah diketahui sebagai senyawa inhibitor kanker
kolorektum pada protein aksin.
Kata kunci: kanker kolorektum, β-katenin, penambatan molekular, temu lawak

ABSTRACT
GENNY ANJELIA ZUSAPA. Study of Temu Lawak Active Compounds toward
Colorectal Cancer Pathogenesis through β-Catenin Protein Pathway by Molecular
Docking. Supervised by RUDI HERYANTO and ARYO TEDJO.
Chemotherapy of colorectal cancer can be carried out by inhibiting the
activity of excessive β-catenin protein in the body with anticancer compounds.
One of the potential plants as anticancer is temu lawak (Curcuma xanthorrhiza).
The molecular docking method can be used to determine the potential activity and
efficiency of temu lawak bioactive compounds to inhibit the colorectal cancer
through β-catenin protein pathway. The docking results of 24 active components
in temu lawak against 14 proteins in β-catenin pathway obtained 3 potential
bioactive anticancer compounds, namely dihydrocurcumin, demethoxycurcumin,
and curcumin. The bioactive compounds could inhibit the colorectal cancer

through the axin protein in β-catenin pathway. The interaction were observed
based on several parameters: Gibbs free energy (ΔG), affinity (pKi), inhibition
constant (Ki), efficiency, and hydrogen bonding. The results from the docking
process were better compared with the XAV939 and IWR standards which have
been known as inhibitors of colorectal cancer in axin protein.
Key words: β-catenin, colorectal cancer, molecular docking, temu lawak

2

STUDI KOMPONEN AKTIF TEMU LAWAK TERHADAP
PATOGENESIS KANKER KOLOREKTUM JALUR PROTEIN
β-KATENIN DENGAN PENAMBATAN MOLEKULAR

GENNY ANJELIA ZUSAPA

Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

4

Judul Skripsi
Kanker
Nama
NIM

: Studi Komponen Aktif Temu Lawak terhadap Patogenesis
Kolorektum Jalur Protein β-Katenin dengan Penambatan Molekular
: Genny Anjelia Zusapa
: G44104007

Disetujui oleh


Rudi Heryanto, SSi, MSi
Pembimbing I

Aryo Tedjo, SSi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS
Ketua Departemen Kimia

Tanggal Lulus:

6

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat limpahan
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul
Studi Komponen Aktif Temu Lawak terhadap Patogenesis Kanker Kolorektum

Jalur Protein β-Katenin dengan Penambatan Molekular. Karya ilmiah ini disusun
berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan April sampai dengan
Oktober 2012 di Laboratorium Kimia Fakultas Kedokteran UI Jakarta.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rudi Heryanto, SSi, MSi
dan Bapak Aryo Tedjo, SSi, MSi selaku pembimbing serta Ibu Fadilah, SSi, MSi
dari Departemen Kimia Fakultas Kedokteran UI yang telah memberikan arahan,
bimbingan, dan waktu selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada seluruh staf Laboratorium Kimia Fakultas Kedokteran UI dan
Laboratorium Kimia Analitik Fakultas MIPA IPB, serta Helga Kurnia selaku
rekan sepenelitian. Terima kasih takterhingga penulis sampaikan kepada keluarga
tercinta Ayah, Ibu, Adik-adikku, Ilham, Yin, Mega, Dina, dan Mimi dan temanteman Program S1 Penyelenggaraan Khusus Departemen Kimia angkatan 4 yang
telah memberikan doa, semangat, kasih sayang, dan dukungan moral serta materi
selama masa studi hingga proses penyusunan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.

Bogor, Januari 2013

Genny Anjelia Zusapa


8

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Mekanisme Pembentukan Kanker Kolorektum
Temu Lawak sebagai Antikanker
Peranan Bioinformatika dan Teknik Penambatan Molekular dalam
Pencarian Senyawa Antikanker
ALAT DAN METODE
Alat
Persiapan Protein Target Jalur β-Katenin Kanker Kolorektum
Optimisasi Geometri dan Minimisasi Energi Protein Target
Perancangan Ligan
Optimisasi Geometri dan Minimisasi Energi Struktur 3 Dimensi Ligan
Penambatan Ligan pada Protein Jalur β-Katenin
Analisis Penambatan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur 3D Protein Jalur β-Katenin dan Ligan Temu Lawak
Optimisasi Geometri dan Minimisasi Energi
Interaksi Komponen Aktif Temu Lawak dengan Protein Jalur β-Katenin
Perbandingan Interaksi Komponen Aktif Unggulan Temu lawak dengan
Standar Inhibitor Kanker Kolorektum pada Protein Aksin
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii 
vii 
vii 


















10 
14 
14 
14 
14 
17
29 


DAFTAR TABEL
1 Nama-nama protein jalur β-katenin kanker kolorektum
2 Hasil penambatan ligan unggulan temu lawak dan standar inhibitor
kanker kolorektum dengan protein aksin
3 Residu asam amino aksin yang membentuk ikatan hidrogen dengan ligan
dan standar inhibitor kanker kolorektum


11 
12 

DAFTAR GAMBAR
1 Sinyal jalur β-katenin terhadap kanker kolorektum tanpa (kiri) dan
dengan aktivasi protein Wnt (kanan)
2 Temu lawak
3 Interaksi antara ligan dan protein pada penambatan molekular
4 Struktur 3 dimensi protein aksin
5 Aksin sebelum dioptimisasi (kiri) dan setelah dioptimisasi (kanan)
6 Struktur senyawa ligan terbaik

7 Hasil penambatan protein aksin jalur β-katenin dengan ligan
demetoksikurkumin
8 Interaksi aksin dengan demetoksikurkumin (a), dihidrokurkumin (b), dan
kurkumin (c)






10 
12 
13 

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Bagan alir penelitian
Ligan-ligan yang digunakan dalam penambatan molekular
Data hasil analisis penyejajaran sekuens
Hasil optimisasi dan minimisasi energi protein jalur β-katenin
Hasil optimisasi dan minimisasi energi ligan temu lawak
Hasil penambatan 24 senyawa bioaktif temu lawak dengan protein AKT1
Hasil penambatan 3 senyawa bioaktif yang berpotensi sebagai antikanker
kolorektum
8 Interaksi aksin dengan standar inhibitor kanker kolorektum

17 
18 
19 
21 
22 
23 
24 
28 

1

PENDAHULUAN
Kanker kolorektum merupakan kanker yang paling banyak ditemukan di
negara berkembang. Kanker ini tumbuh pada sistem pencernaan usus besar atau
rektum dan dapat menyebar luas ke bagian jaringan lainnya. Kanker kolorektum
merupakan masalah serius di Indonesia. Pada tahun 2001 sekitar 135 400 kasus
kanker kolorektum ditemukan, dan 56 700 penduduk meninggal akibat penyakit
ganas ini (Williams dan Hopper 2003). Banyak faktor dapat menyebabkan kanker,
salah satunya ialah keberadaan protein-protein yang berperan pada siklus
pertumbuhan sel. Faktor ini telah lama diduga sebagai salah satu faktor utama
terjadinya kanker kolorektum.
Protein jalur β-katenin merupakan protein sentral yang diperlukan dalam
kompleks adhesi antarsel serta sebagai perantara proses diferensiasi sel yang
diinisiasi oleh sinyal Wnt. Oleh karena itu, banyak komponen pada jalur β-katenin
dijadikan target yang rasional dalam pengembangan obat kanker. β-Katenin
bersama dengan protein aksin dan protein lainnya akan membentuk kompleks
yang akan didegradasi melalui jalur ubikuitin-proteasom. Mutasi β-katenin,
adenomatosis polyposis coli (APC), maupun protein lainnya menjadi penyebab
lebih dari 90% kanker kolorektum (Luu et al. 2004). Upaya penyembuhan kanker
kolorektum dapat dilakukan dengan pembedahan, radioterapi, kemoterapi, dan
imunoterapi. Penyembuhan dengan kemoterapi banyak diarahkan pada pencarian
obat dari makhluk hidup. Lebih dari 35 000 spesies tumbuhan dunia yang
memiliki nilai medis telah ditemukan dan sekitar 7000 senyawa kimia berkhasiat
medis didapat dari tumbuhan (Ismael 2001).
Temu lawak (Curcuma xanthorrhiza) merupakan salah satu tanaman obat
asli Indonesia yang banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industri jamu
dan farmasi. Tanaman ini memiliki banyak manfaat antara lain sebagai
antiradang, antivirus, antitumor, hipokolesterolemik, antimikrob, antihepatotoksik, dan antioksidan (Lim et al. 2005). Banyak penelitian menyatakan bahwa
kurkumin dalam temu lawak aktif dalam menghambat proses karsinogenesis pada
tahap inisiasi dan promosi atau progresi. Meiyanto (1999) menyatakan bahwa
kurkumin juga memacu proses apoptosis, yaitu suatu proses alami kematian sel
dalam rangka mempertahankan integritas sel secara keseluruhan. Penelitian lain
menunjukkan bahwa kurkumin mampu menghambat proliferasi sel dan
menginduksi perubahan siklus sel pada lini sel adenokarsinoma usus besar tanpa
bergantung pada jalur prostaglandin (Hanif et al. 1997)
Pengetahuan tentang komponen kimia aktif dapat dimanfaatkan sebagai
dasar dalam pencarian senyawa unggulan dari bahan alam. Pemilihan komponen
unggulan dari tumbuhan dapat dilakukan secara in silico melalui studi
bioinformatika menggunakan metode penambatan molekular. Keunggulan metode
ini ialah dapat mempercepat dan menghemat biaya penelitian. Penelitian
menggunakan penambatan molekular telah banyak dilakukan, di antaranya Hastuti
et al. (2008) yang membuktikan bahwa ekstrak etanol kulit Citrus aurantifolia
dapat menekan karsinogenesis melalui induksi apoptosis pada sel payudara tikus
terinduksi 7,12-dimetilbenz[a]antrasena sehingga ekstrak dapat digunakan sebagai
agen kemopreventif. Jamakhani (2010) telah berhasil menemukan inhibitor untuk
transmembran insulin secara in silico dan analisis penambatan molekular, dan

2

Pebriana et al. (2008) berhasil membuktikan bahwa senyawa kurkumin dan
analognya berpotensi sebagai modulator selektif reseptor progesteron secara
penambatan molekular. Perangkat lunak penambatan molekular yang digunakan
pada penelitian ini adalah Molecular Operating Environment (MOE) dengan
aplikasi kimia komputasi yang memadai serta fasilitas yang cukup lengkap dan
user friendly dalam penemuan obat. Penelitian ini akan memprediksikan orientasi
ikatan antara kandidat molekul dalam ekstrak temu lawak dan protein target
kanker kolorektum jalur β-katenin sehingga dapat diketahui komponen bioaktif
dalam temu lawak yang berpotensi sebagai antikanker kolorektum dan jalur
penghambatannya pada protein jalur β-katenin.

TINJAUAN PUSTAKA
Mekanisme Pembentukan Kanker Kolorektum
Kanker usus besar (kolorektum) adalah kanker yang tumbuh pada usus
besar atau rektum dan berasal dari mukosa kolon. Kanker ini berawal dari
pertumbuhan sel yang tidak ganas (adenoma) yang kemudian menyebar ke semua
bagian usus besar. Faktor-faktor yang menyebabkan kanker kolorektum ialah
kebiasaan makan yang salah, kegemukan, faktor keturunan, umur di atas 50 tahun,
dan jarang melakukan aktivitas fisik (Boyle dan Langman 2001). Namun faktor
keberadaan gen atau protein yang berperan pada siklus sel telah banyak diteliti
menjadi dalam hubungannya dengan proses pertumbuhan kanker.
β-Katenin merupakan salah satu protein dalam sitoplasma yang sangat
berperan dalam pembentukan sel kanker. Pada sel normal, mayoritas protein βkatenin akan berada dalam jembatan antarsel dan hanya sedikit yang terdapat
dalam sitoplasma/inti sel (Gambar 1). Hal itu disebabkan oleh tingginya degradasi
β-katenin terdorong oleh kompleks protein APC/Aksin/GSK3β (adenomatosis
polyposis coli/axis inhibition protein/glycogen synthase kinase 3β). Protein Wnt
merupakan lipoglikoprotein yang akan menentukan aktivitas sel, dengan cara
memberi instruksi sinyal pada sel untuk mengekspresikan target gen tertentu.
Sinyal Wnt akan menghambat aktivitas GSK3β sehingga β-katenin tidak
terfosforilasi dan karena itu, tidak dapat didegradasi melalui jalur ubikuitinproteasom. β-Katenin yang meningkat jumlahnya dalam sitoplasma ini dapat
bertranslokasi ke dalam inti sel, kemudian berikatan dengan faktor transkripsi dari
golongan T cell factor 4/lymphoid enhancer factor, yang pada akhirnya dapat
mengaktifkan gen target (Voutsadakis 2007).
Hal penting dalam jalur transduksi sinyal adalah interaksi dan regulasi
berbagai komponen intraselular yang berperan di dalamnya. Deregulasi jalur
transduksi sinyal dapat mengakibatkan kelainan pada aktivitas sel, adhesi, dan
migrasi, seperti pada penyakit kanker. Menurut American Cancer Society, kanker
kolorektum dapat membunuh lebih dari 50 000 orang/tahun. Pada sekitar 90% di
antaranya, terjadi mutasi dalam jalur sinyal Wnt, yang mengakibatkan akumulasi
β-katenin dalam inti sel. Ekspresi β-katenin dapat dideteksi dengan berbagai
pemeriksaan seperti pemeriksaan imunohistokimia atau imunofluoresens.

3

Gambar 1 Sinyal jalur β-katenin terhadap kanker kolorektum tanpa (kiri) dan
dengan aktivasi protein Wnt (kanan) (Lodish et al. 2003)
Temu Lawak sebagai Antikanker
Antikanker adalah bahan yang memiliki sifat kemoterapi untuk pengobatan
tumor atau kanker, yang dapat sebagai sitotoksik (menghambat pertumbuhan sel
kanker) dan sitosidal (mematikan sel kanker) (Setiani 2009). Kesulitan untuk
kemoterapi terutama dalam menemukan dosis letal yang bersifat sitotoksik pada
sel tumor, tetapi tidak merusak sel normal. Beberapa metabolit sekunder dari
tumbuhan memiliki aktivitas sebagai antikanker. Senyawa bioaktif antikanker ini
kemudian dapat dikembangkan dalam kemoterapi untuk pengobatan kanker.
Temu lawak merupakan salah satu tanaman obat yang potensial untuk
dikembangkan sebagai antikanker, dan merupakan salah satu dari 9 jenis tanaman
unggulan Ditjen POM. Tanaman ini merupakan tumbuhan asli dari Jawa yang
kemudian menyebar ke Malaya, Thailand, Vietnam, Burma, India, dan Filipina.
Tanaman ini antara lain dipergunakan oleh masyarakat maupun produsen obat
tradisional dan kosmetika untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan atau
mengobati penyakit. Temu lawak dapat meningkatkan sistem imunitas tubuh serta
berkhasiat antibakteri, antidiabetes, antihepatotoksik, antiradang, antioksidan,
antitumor, diuretika, depresan, dan hipolipodemik (Purnomowati dan

4

Yoganingrum 1997). Temu lawak (Gambar 2) diklasifikasikan ke dalam kingdom
Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledone,
ordo Zingiberales, famili Zingiberaceae, genus Curcuma, dan spesies Curcuma
xanthorrhiza Roxb.

Gambar 2 Temu lawak
Komponen metabolit sekunder dalam temu lawak dapat digolongkan
menjadi 2 kelompok, yaitu minyak atsiri dan senyawaan kurkuminoid. Menurut
Jasril (2006), ekstrak temu lawak berfungsi sebagai antikanker karena
mengandung senyawa kurkuminoid. Kandungan kurkuminoid dalam rimpang
temu lawak kering berkisar 3.16% dengan kadar kurkumin sekitar 58−71% dan
desmetoksikurkumin 29−42% (Sidik et al. 1995). Minyak atsiri dari temu lawak
terdiri atas 32 komponen yang secara umum bersifat meningkatkan produksi getah
empedu dan mampu menekan pembengkakan jaringan (Paryanto dan Srijanto
2006). Fraksi minyak atsiri rimpang temu lawak terdiri atas senyawa turunan
monoterpena dan seskuiterpena. Senyawa turunan monoterpena terdiri atas 1,8sineol, borneol, α-felandrena, dan kamfor. Senyawa seskuiterpena terdiri atas βkurkumena, turmeron, sikloisoprena, mirsena, bisakuron epoksida, α-atlanton, arkurkumena, zingiberena, β-bisabulena, bisakuron A,B,C, ar-turmeron, dan
germakrena (Sidik et al. 1995).
Peranan Bioinformatika dan Teknik Penambatan Molekular dalam
Pencarian Senyawa Antikanker
Bioinformatika merupakan gabungan antara ilmu biologi dan teknik
informatika (Baxevanis dan Oulette 2005). Studi bioinformatika dilakukan pada
data genomik, proteomik yang kompleks, untuk menghasilkan pengetahuan
biologi molekular yang koheren. Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan
peningkatan ilmu komputer, khususnya pada bidang ilmu biologi molekular,
menjadikan bioinformatika sebagai ilmu yang membuka sudut pandang baru
dalam menyelesaikan persoalan biologi molekular. Perkembangan bioinformatika
sangat berperan dalam kemajuan pengembangan obat. Hal ini dikarenakan
bioinformatika dapat membantu mempelajari interaksi senyawaan antikanker
dengan targetnya bahkan kemungkinan sifat toksik dan metabolitnya. Penambatan
molekular merupakan salah satu teknik dalam bioinformatika yang digunakan

5

untuk mempelajari interaksi yang terjadi pada suatu kompleks molekul.
Penambatan molekular dapat memprediksikan orientasi dari suatu molekul ke
molekul yang lain ketika berikatan membentuk kompleks yang stabil.
Pembentukan kompleks yang stabil antara suatu ligan (metabolit sekunder) dan
molekul protein dapat menentukan senyawa yang memiliki sifat sebagai
antikanker (Gambar 3).

Gambar 3 Interaksi antara ligan dan protein pada penambatan molekular
Terdapat 2 segi penting dalam penambatan molekular, yaitu fungsi penilaian
dan penggunaan algoritma. Fungsi penilaian dapat memperkirakan afinitas ikatan
antara makromolekul dan ligan (molekul kecil yang memiliki afinitas terhadap
makromolekul), sedangkan penggunaan algoritma berperan dalam penentuan
konformasi yang paling stabil dalam pembentukan kompleks (Funkhouser 2007).
Berdasarkan interaksi yang terjadi, terdapat beberapa jenis penambatan molekular,
yaitu penambatan protein-protein, ligan-protein, dan ligan-DNA. Beberapa
perangkat lunak untuk penambatan molekular ialah AutoDock, FlexX, Dock, Gold,
dan
MOE
yang
dikembangkan
Chemical
Computing
Group
(www.chemcomp.com).

ALAT DAN METODE
Alat
Alat-alat yang digunakan ialah perangkat lunak MOE 2008.10, seperangkat
laptop Asus dengan spesifikasi random access memory (RAM) 4 gigabyte, Intel®
Core i7, modem Smartfren, sistem operasi Microsoft Windows Seven, serta situs
National Center for Biotechnology Information (NCBI), ClustalW2 (EBI),
Mozilla Firefox, Swiss-Model Workspace, dan Chemspider.
Persiapan Protein Target Jalur β-Katenin Kanker Kolorektum
Penelitian ini menggunakan 14 protein yang berperan dalam jalur β-katenin
pada pembentukan kanker kolorektum (Voutsadakis 2007). Sekuens protein yang
akan digunakan (Tabel 1) diunduh dari pangkalan data NCBI melalui situs
http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Sistem operasi yang digunakan adalah Microsoft
Windows Seven dengan peramban Mozilla Firefox.

6

Tabel 1 Nama-nama protein jalur β-katenin kanker kolorektum
Jalur Protein
Target Penambatan
β-Katenin
GSK3β
β-TrCP
STAT3
Kasein kinase I
Wnt 1
E2F1
APC
LRP5
TCF4
Aksin
LRP6
β-Katenin
Kasein kinase II AKT1
Sekuens hasil pencarian kemudian disejajarkan dengan menggunakan
program Clustal W2, yang tersedia secara daring dan dapat diakses melalui situs
http://www.ebi.ac.uk/inc/head.html. Hasil penyejajaran diinterpretasikan dengan
nilai paling tinggi dan digunakan sebagai protein target yang akan ditentukan
struktur 3 dimensinya. Pencarian struktur 3 dimensi dengan pemodelan homologi
dilakukan dengan menggunakan Swiss model yang dapat diakses melalui situs
http://swissmodel.expasy.org. Analisis struktur 3 dimensi protein jalur β-katenin
diunduh dari hasil permodelan homologi dalam format .pdb.
Optimisasi Geometri dan Minimisasi Energi Protein Target
Optimisasi geometri dan minimisasi energi struktur 3 dimensi protein
dilakukan menggunakan perangkat lunak MOE dengan format pdb. Kemudian
atom hidrogen pada struktur protein dimunculkan dan dilakukan protonasi dengan
program protonate 3D. Muatan parsial diatur dengan menggunakan partial charge
dan energi diminimumkan dengan medan gaya Merck Molecular Forcefield 94x
(MMFF94x). Protein disolvasi dalam fase gas dan dengan muatan tetap kemudian
dioptimisasi dengan gradien akar rerata kuadrat (RMS) 0.05 kkal/Åmol.
Parameter lainnya menggunakan patokan yang telah ada di MOE dan file hasil
dalam format .moe.
Perancangan Ligan
Ligan yang digunakan diperoleh dari Dictionary of Natural Products dan
Sidik et al. (1995). Struktur 3 dimensi ligan dirancang dengan menggunakan
program MOE builder yang ada pada perangkat lunak MOE atau dapat diunduh
melalui Chemspider yang dapat diakses melalui www.chemspider.com. Liganligan yang digunakan merupakan komponen bioaktif dalam temu lawak
(Lampiran 2).
Optimisasi Geometri dan Minimisasi Energi Struktur 3 Dimensi Ligan
Optimisasi geometri dan minimisasi energi struktur 3 dimensi ligan
menggunakan perangkat lunak MOE dengan format .mdb. Kandidat ligan
disimpan dalam format .mol, dibuka dengan MOE dalam bentuk database viewer.
Ligan di-wash dengan program compute, muatan parsialnya disesuaikan, lalu
dioptimisasi menggunakan medan gaya MMFF94x. Selanjutnya energi ligan
diminimisasi menggunakan energy minimize dengan gradien RMS 0.001
kkal/Åmol. Parameter lainnya sesuai dengan patokan yang ada dalam perangkat
lunak MOE 2008.10 dan file hasil dalam format .mdb.

7

Penambatan Ligan pada Protein Jalur β-Katenin
Proses penambatan molekular dilakukan dengan program ComputeSimulation dock pada MOE 2008.10 dengan sistem operasi Microsoft Windows 7
Professional Versi 2010. Metode penambatan menggunakan triangle matcher
dengan pengulangan pembacaan energi tiap posisi 100 kali. Fungsi penilaian
menggunakan London dG dan refinement forcefield. Retain terakhir terhadap hasil
refinement sebanyak 1 kali menghasilkan hanya 1 konformasi yang paling
optimum dari tiap ligan.
Analisis Penambatan
Hasil perhitungan penambatan dilihat pada output dalam format viewer.mdb.
Beberapa parameter interaksi ligan-protein dapat dianalisis, di antaranya energi
bebas ikatan (∆G), afinitas (pKi) tetapan inhibisi (Ki), efisiensi, dan ikatan
hidrogen. Kompleks protein-ligan yang dipilih adalah yang memiliki nilai energi
ikatan dan tetapan inhibisi terkecil untuk kemudian dibandingkan lebih lanjut
dengan standar inhibitor kanker kolorektum.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses penambatan menghasilkan orientasi dan posisi dari suatu ligan
sebagai inhibitor terhadap kanker kolorektum (Lampiran 1). Asumsi dasarnya
adalah terdapat hubungan kuantitatif antara sifat mikroskopis (struktur) dan sifat
makroskopis/empiris (aktivitas biologis) dari suatu molekul. Model pengikatan
diprediksi dengan cara mengevaluasi nilai energi dari konformasi ikatan yang
berbeda-beda menggunakan fungsi penilaian tertentu (Huang dan Zou 2007).
Istilah ligan pada metode ini digunakan untuk senyawa aktif dalam rimpang temu
lawak, sedangkan istilah protein digunakan untuk senyawa protein jalur β-katenin
yang berperan dalam terjadinya kanker kolorektum.
Struktur 3D Protein Jalur β-Katenin dan Ligan Temu Lawak
Sekuens protein-protein jalur β-katenin kanker kolorektum diunduh dari
situs NCBI pada tanggal 27 April sampai 1 Juni 2012. Sekuens disejajarkan untuk
melihat perbedaan antarsekuens dan untuk menentukan salah satu protein sebagai
target penambatan. Digunakan struktur utuh protein yang belum mengalami
mutasi dan modifikasi. Hasil penyejajaran sekuens ditunjukkan dalam Lampiran 3
dan terdiri atas kode (*), (:), dan (.). Tanda (*) menandakan kesamaan asam amino
dalam 1 kolom, tanda (:) menandakan kemiripan ukuran dan kesamaan kelarutan
dalam air (hidrofilik atau hidrofobik) dalam satu kolom, dan tanda (.) menandakan
kemiripan ukuran dan kelarutan dalam air dan telah dipertahankan dalam proses
evolusi.
Sekuens terpilih ialah yang memiliki nilai paling tinggi berdasarkan hasil
penyejajaran sekuens dan dijadikan target protein untuk penentuan bentuk struktur
3 dimensi. Penentuan bentuk menggunakan Swiss model yang diunduh dalam

8

format .pdb. Salah satu struktur 3 dimensi protein jalur β-katenin ditunjukkan
pada Gambar 4. Desain struktur 3 dimensi senyawa bioaktif temu lawak (ligan)
yang akan digunakan dalam penambatan molekular dilakukan dengan
menggunakan situs Chemspider, disimpan dalam bentuk MDL Mol.

Gambar 4 Struktur 3 dimensi protein aksin
Optimisasi Geometri dan Minimisasi Energi
Optimisasi geometri dan minimisasi energi dilakukan agar diperoleh
struktur protein dan ligan yang stabil. Kestabilan dinyatakan dengan kalor
pembentukan (∆Hf) yang semakin kecil (Fitriasari et al. 2008). Optimisasi dan
minimisasi energi pada protein terlebih dahulu diawali dengan penambahan atom
hidrogen karena atom hidrogen mungkin ada yang hilang saat kristalisasi dan
dapat memengaruhi interaksi. Kemudian protein diubah menjadi keadaan
terprotonasi. Protonasi ini menyebabkan posisi atom hidrogen terlihat pada
struktur protein dan keadaan protein berubah menjadi dalam keadaan terionisasi.
Muatan kemudian ditambahkan dengan menggunakan parameter method current
force field hingga muatan protein terprotonasi tepat seperti keadaan alaminya, dan
proses penambatan akan berjalan sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Perlakuan selanjutnya ialah hydrogen fix yang digunakan untuk
memperbaiki struktur molekul apabila terdapat hidrogen yang hilang. Setelah itu,
energi protein diminimisasi menggunakan metode semiempiris MMFF94x
dengan jenis solvasi fase gas karena dalam tahapan penambatan molekular,
keadaan protein dibuat kaku sehingga perlu dihilangkan energi solvasinya
(Fadilah 2010). Metode MMFF94x digunakan karena cukup peka terhadap
optimisasi geometri protein dengan ligan dan penggunaannya yang luas dalam
biologi komputasi (Paningrahi dan Desiraju 2007). Proses minimisasi energi
dilakukan dengan nilai gradien RMS 0.05 kkal/Åmol. Interaksi yang tidak disukai
pada struktur dihilangkan hingga diperoleh energi dari struktur molekul yang
stabil. Konformasi protein berubah setelah optimisasi dan minimisasi (Gambar 5),
ditunjukkan dengan nilai ∆Hf yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan
sebelum optimisasi (Lampiran 4). Seluruh protein setelah dioptimisasi memiliki
∆Hf < 0. Protein yang sudah stabil ini kemudian akan ditambatkan dengan ligan.

9

Gambar 5 Aksin sebelum dioptimisasi (kiri) dan setelah dioptimisasi (kanan).
Optimisasi dan minimisasi energi senyawa bioaktif temu lawak (ligan)
diawali dengan melakukan wash pada database viewer untuk memperbaiki posisi
atom hidrogen dalam ligan dan memperbaiki struktur ligan. Optimisasi
menggunakan medan gaya MMFF94x dan solvasi fase gas. Proses minimisasi
energi dilakukan dengan gradien RMS 0.001 kkal/Åmol. Gradien RMS yang
digunakan untuk ligan dipengaruhi oleh ukuran molekul: semakin besar molekul,
gradien RMS-nya semakin besar. Bobot molekul ligan lebih kecil dibandingkan
dengan protein, maka gradien RMS yang digunakan lebih kecil. Hasil optimisasi
(Lampiran 5) memperlihatkan bahwa nilai ∆Hf setelah optimisasi jauh lebih kecil
daripada sebelum optimisasi. Ini berarti senyawa bioaktif temu lawak tersebut
telah berada pada keadaan yang stabil dan siap untuk ditambatkan pada protein
jalur β-katenin.
Interaksi Komponen Aktif Temu Lawak dengan Protein Jalur β-Katenin
Proses penambatan dilakukan untuk mendapatkan konformasi optimum
pengompleksan ligan dengan protein. Proses penambatan dilakukan antara 14
protein pada jalur β-katenin dan 24 ligan dari senyawa bioaktif temu lawak.
Protein diberi kondisi yang kaku, sedangkan ligan dikondisikan lentur sehingga
dapat bebas bergerak maupun berotasi. Fungsi penilaian akan mengukur aktivitas
biologis berdasarkan ikatan dan interaksi yang terjadi antara ligan dan protein
target. Fungsi penilaian yang digunakan dalam MOE 2008.10 adalah fungsi
berbasis medan gaya. Dalam proses penilaian, dilakukan retain tanpa duplikasi
sebanyak 1 kali, tujuannya ialah mengatur banyaknya konformasi terbaik ligan
yang akan divisualisasikan. Parameter lain adalah pengaturan triangle matcher.
Triangle matcher merupakan metode penempatan patokan dari MOE yang
bertujuan menunjukkan gerak acak ligan dalam tapak aktif protein untuk
menghasilkan orientasi ikatan yang optimum berdasarkan kelompok muatan dan
kesesuaian dalam ruang. Metode penempatan ini dipilih dalam proses penambatan
karena dapat menghasilkan pose yang lebih sistematis dan akurat (Manavalan et al.
2010). Pada triangle matcher digunakan jumlah maksimum evaluasi pose
konformasi ligan dengan tapak aktif protein sebesar 100. Tahapan refinement
digunakan untuk melakukan perbaikan lebih lanjut, menggunakan medan gaya
agar hasil yang diperoleh lebih akurat (MOE 2008).
Proses penambatan akan menghasilkan nilai energi bebas gibbs (∆G) yang
menggambarkan kuat ikatan yang terjadi antara protein dan ligan. Secara
termodinamik, interaksi ligan dan protein dapat terjadi apabila kompleks yang

10

dihasilkan memiliki nilai ∆G < 0. Semakin kecil nilai ∆G, kompleks tersebut akan
semakin stabil. Selain itu, juga dapat diketahui gugus dalam ligan yang berikatan
hidrogen dengan asam amino dari protein sebagai petunjuk hubungan struktur
dengan aktivitasnya. Dari hasil penambatan, diperoleh 3 senyawa bioaktif yang
memiliki nilai energi bebas gibbs paling rendah pada setiap penambatan dengan
protein jalur β-katenin, yaitu demetoksikurkumin, dihidrokurkumin, dan kurkumin
(Gambar 6). Salah satu contoh hasil penambatan pada protein AKT1 ditunjukkan
pada Lampiran 6. Dapat dilihat bahwa interaksi semua ligan dengan protein
AKT1 memiliki nilai ∆G < 0. Hasil ini menunjukkan bahwa kompleks antara
protein dan semua ligan tersebut stabil. Akan tetapi, kompleks dengan 3 ligan
pada Gambar 6 paling stabil karena nilai ∆G-nya paling rendah. Hal ini
dikarenakan struktur 3 senyawa tersebut lebih banyak berinteraksi membentuk
ikatan hidrogen dengan gugus dalam protein jalur β-katenin dibandingkan dengan
struktur bioaktif temu lawak lainnya.

Dihidrokurkumin

Demetoksikurkumin

Kurkumin
Gambar 6 Struktur senyawa ligan terbaik
Berdasarkan hasil tersebut, 3 senyawa unggulan temu lawak ditambatkan
ulang pada 14 protein jalur β-katenin untuk melihat interaksi terkuat pada salah
satu protein jalur β-katenin sebagai potensi inhibisi kanker kolorektum (Lampiran
7). Hasilnya menunjukkan bahwa kompleks ikatan terkuat dengan nilai energi
ikatan ∆G terkecil diperoleh pada penambatan dengan protein aksin. Nilai ∆G
hasil penambatan aksin dengan ligan dihidrokurkumin sebesar −15.0513 kJ/mol,
demetoksikurkumin −14.3824 kJ/mol, dan kurkumin −13.4646 kJ/mol. Kompleks
aksin dengan ligan temu lawak diduga menyebabkan β-katenin mudah didegradasi
sehingga tidak bertranslokasi ke dalam inti sel untuk mengaktifkan gen target
kanker kolorektum (Willert et al. 1999).
Perbandingan Interaksi Komponen Aktif Unggulan Temu lawak dengan
Standar Inhibitor Kanker Kolorektum pada Protein Aksin
Ketiga senyawa unggulan temu lawak ditambatkan ulang sekali lagi untuk
membandingkan dengan senyawa standar inhibitor kanker kolorektum terhadap
protein aksin, yaitu XAV939 dan IWR (Huang et al. 2009; Chen et al. 2009).
Tabel 2 menunjukkan kestabilan dan kekuatan interaksi nonkovalen pada
kompleks protein-ligan dilihat dari besarnya energi ikatan yang terbentuk. Energi

11

ikatan ialah energi bebas yang dilepaskan saat interaksi pada pembentukan
kompleks protein-ligan. Nilai ∆G untuk dihidrokurkumin, demetoksikurkumin,
dan kurkumin lebih kecil dibandingkan dengan standar XAV939 dan IWR yang
telah terbukti memiliki aktivitas antikanker kolorektum. Hal ini menunjukkan
bahwa ketiga senyawa tersebut memiliki potensi aktivitas yang lebih baik
daripada standar dalam menghambat terbentuknya kanker kolorektum jalur
protein β-katenin.
Tabel 2 Hasil penambatan ligan unggulan temu lawak dan standar inhibitor
kanker kolorektum dengan protein aksin
Ligan
Dihidrokurkumin
Demetoksikurkumin
Kurkumin
Standar XAV939
Standar IWR

∆G (kJ/mol)
−15.7452
−14.4704
−11.6025
−8.4927
−11.2339

Efisiensi Afinitas (pKi)
0.502
13.563
0.461
11.520
0.306
8.264
0.274
5.747
0.251
7.775

Ki (µM)
2.73×10-14
3.02×10-12
5.44×10-9
1.79×10-6
1.69×10-8

Tabel 2 menunjukkan bahwa ikatan dihidrokurkumin-aksin lebih kecil
energinya dibandingkan dengan demetoksikurkumin-aksin maupun kurkuminaksin, maka aksin lebih potensial untuk berikatan dengan dihidrokurkumin.
Parameter lainnya, yaitu afinitas (pKi) dapat memberikan gambaran mengenai
kemampuan suatu ligan dalam mengikat reseptor dalam menghambat kanker
kolorektum, sedangkan tetapan inhibisi (Ki) menunjukkan konsentrasi yang
diperlukan ligan dalam menghambat makromolekul (protein). Semakin kecil nilai
Ki, hasilnya semakin baik, karena semakin kecil konsentrasi ligan yang
dibutuhkan untuk menghambat aktivitas kanker. Nilai energi ikatan (∆G)
berbanding lurus dengan Ki mengikuti persamaan termodinamika
∆G = - RT ln Ki
Seperti ditunjukkan pada Tabel 2, dihidrokurkumin, demetoksikurkumin,
dan kurkumin memiliki nilai Ki yang lebih kecil daripada standar. Hal ini
menandakan komponen aktif temu lawak dapat menghambat kanker kolorektum
pada konsentrasi yang lebih rendah atau dengan kata lain, memiliki kemampuan
yang lebih baik daripada standar inhibitor untuk menghambat kanker kolorektum.
Parameter lainnya, yaitu efisiensi juga menunjukkan bahwa ketiga ligan temu
lawak tersebut lebih efisien daripada standar inhibitor dalam kemampuannya
menghambat kanker kolorektum.
Terdapat 2 jenis ikatan yang dapat terbentuk dalam sistem biologis antara
aksin dan ligan, yaitu ikatan kovalen dan interaksi nonkovalen. Yang termasuk
interaksi nonkovalen adalah ikatan hidrogen, ionik, interaksi van der Waals, dan
hidrofobik. Ikatan hidrogen terjadi antara hidrogen dan atom elektronegatif O, N,
F (Bruice 2003). Dalam sistem biologis, baik donor maupun akseptor biasanya
merupakan atom nitrogen atau oksigen, khususnya atom dalam gugus amino (NH2) dan hidroksil (-OH). Interaksi hidrogen dapat berupa OH--O, –NH--O, NH-N, dan gugus OH--N. Ikatan hidrogen yang terjadi pada kompleks protein-ligan
standar dan protein-ligan bioaktif temu lawak diidentifikasi dengan menggunakan
program interaction pada perangkat lunak MOE (Tabel 3). Ikatan hidrogen turut
berkontribusi pada afinitas ligan terhadap protein. Berdasarkan Tabel 3, kompleks

12

dihidrokurkumin-aksin, demetoksikurkumin-aksin, dan kurkumin-aksin memiliki
kemungkinan ikatan hidrogen yang lebih banyak daripada standar inhibitor kanker
kolorektum.
Tabel 3 Residu asam amino aksin yang membentuk ikatan hidrogen dengan ligan
dan standar inhibitor kanker kolorektum
Ligan
Dihidrokurkumin
Demetoksikurkumin
Kurkumin
Standar XAV939
Standar IWR

Residu asam amino
Lys 126, Lys 126, Arg 250, Lys 254,
Lys 294, Lys 294
Lys 126, Arg 250, Lys 254, Lys 294,
Lys 294
Asp 94, Gln 96, Lys 126, Lys 254
Lys 126
Lys 126

Jumlah ikatan
hidrogen
6
5
4
1
1

Posisi ligan demetoksikurkumin ketika telah tertambatkan dengan protein
aksin ditunjukkan pada Gambar 7. Interaksi yang terjadi antara ligan tersebut dan
tapak aktif protein dapat dilihat pada Gambar 8a. Transfer muatan ligan terjadi
dengan membentuk 5 ikatan hidrogen dengan residu asam amino protein aksin,
yaitu asam amino Lys126 dengan atom O pada gugus (-OH), Lys 254 dan Arg
250 dengan atom O pada gugus (-O−), serta Lys 294 dengan atom O pada gugus (OCH3) dan atom O pada gugus (-OH). Interaksi ligan dihidrokurkumin dengan
aksin (Gambar 8b) membentuk 6 ikatan hidrogen, yaitu asam amino Lys 126
dengan atom O pada (-OCH3) dan atom oksigen pada (-OH), Lys 254 dan Arg
250 dengan atom O pada gugus (C-O−), serta Lys 294 dengan atom O pada gugus
(O-CH3) dan atom O pada gugus (-OH). Sementara interaksi kurkumin dengan
aksin (Gambar 8c), membentuk 4 ikatan hidrogen, yaitu asam amino Lys 254
dengan atom O pada gugus (O-CH3), Gln 96 dengan atom O pada gugus (-OH),
Asp 94 dengan atom H pada gugus (-OH), serta asam amino Lys 126 dengan atom
O pada gugus (=O). Semakin banyak ikatan hidrogen yang terbentuk, kestabilan
kompleks protein-ligan akan semakin kuat.

Gambar 7

Hasil penambatan protein aksin jalur β-katenin dengan ligan
demetoksikurkumin

13

(a)

(b)

.
(c)

Gambar 8 Interaksi aksin dengan demetoksikurkumin (a), dihidrokurkumin
(b), dan kurkumin (c)

14

Standar inhibitor kanker kolorektum XAV939 dan IWR masing-masing
hanya membentuk 1 ikatan hidrogen dengan Lys 126 (Lampiran 8). Berdasarkan
data tersebut, jumlah ikatan hidrogen pada kompleks protein dengan ligan
senyawa bioaktif temu lawak lebih banyak dibandingkan dengan ligan standar
inhibitor kanker kolorektum protein aksin. Selain itu, hasil penambatan ketiga
senyawa bioaktif menunjukkan mekanisme pengikatan yang sama dengan standar
inhibitor, yaitu pada ikatan hidrogen dengan asam amino Lys 126. Hal ini
menunjukkan potensi ketiga senyawa bioaktif pada temu lawak tersebut dalam
menghambat kanker kolorektum.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penambatan molekular 24 komponen aktif temu lawak menghasilkan
3 ligan kandidat senyawa bioaktif unggulan sebagai inhibitor kanker kolorektum
pada jalur protein β-katenin. Ligan tersebut ialah dihidrokurkumin,
demetoksikurkumin, dan kurkumin. Parameter energi bebas gibbs (∆G), afinitas
(pKi), tetapan inhibisi (Ki), efisiensi, dan jumlah ikatan hidrogen yang dihasilkan
ketiga senyawa bioaktif unggulan tersebut lebih baik daripada standar inhibitor
kanker kolorektum pada protein aksin, yaitu XAV939 dan IWR, sehingga 3
senyawa tersebut memiliki potensi sebagai antikanker kolorektum.
Saran
Hasil yang diperoleh hanya merupakan prediksi dengan metode komputasi.
Untuk itu, diperlukan uji in vitro maupun in vivo untuk membuktikan aktivitas
senyawa bioaktif dihidrokurkumin, demetoksikurkumin, dan kurkumin dalam
temu lawak untuk menghambat kanker kolorektum.

DAFTAR PUSTAKA
Baxevanis AD, Ouellette BFF. 2005. Bioinformatics: A Practical Guide to the
Analysis of Genes and Protein. Ed ke-2. New York (US): J Wiley.
Bruice P. 2003. Organic Chemistry. Ed ke-4. New Jersey (US): Prentice Hall.
Boyle P, Langman JS. 2001. Epidemiology. Di dalam: Kerr DJ, Young AM,
Hobbs FDR, editor. ABC of Colorectal Cancer. London (GB): BMJ. hlm 14.
Chen B, Dodge ME, Tang W, Lu J, Ma Z, Fan CW, Wei S, Hao W, Kilgore J,
Amatruda JF et al. 2009. Small molecule-mediated disruption of Wntdependent signaling in tissue regeneration and cancer. Nat Chem Biol.
5(2):100-107.
Fadilah. 2010. Penapisan senyawa bioaktif dari suku Zingiberaceae sebagai
penghambat neuraminidase virus influenza A (H1N1) melalui pendekatan
docking [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia.

15

Fitriasari A, Wijayanti NK, Ismiya N, Dewi D, Kundarto W, Sudarmanto BSA,
Meiyanto E. 2008. Studi potensi kurkumin dan analognya sebagai selective
estrogen receptor modulators (SERMs): docking pada reseptor estrogen β.
Pharmacon. 9:27-32.
Funkhouser T. 2007. Lecture: Protein-ligand Docking Methods. New Jersey (US):
Princeton University.
Hanif R, Qiao H, Shiff SJ, Rigas B. 1997. Curcumin, a natural plant phenolic food
additive, inhibits cell proliferation and induces cell cycle changes in colon
adenocarcinoma cell lines by a prostaglandin-independent pathway.
Carcinogenesis. 15:951-955.
Hastuti N, Pratiwi D, Armandari I, Nur WN, Ikawati M, Riyanto S, Meiyanto E.
2008. Ekstrak etanolik kulit buah jeruk nipis (Citrus aurantiifolia Cristm.
Swingle) menginduksi apoptosis pada sel payudara tikus galur Sprague
Dawley terinduksi 7,12-dimetilbenz[a]Antrasena. Di dalam: Prosiding
Kongres Ilmiah ISFI XVI 2008; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID):
Cancer Chemoprevention Research Center. hlm 1-8.
Huang S, Zou X. 2007. Efficient molecular docking of NMR structures:
application
to
HIV-1
protease.
J
Prot
Sci.
16:43-51.
doi:10.1110/ps.062501507.
Huang SA, Mishina Y, Liu S, Cheung A, Stegmeier F, Michaud G, Charlat O,
Wiellette E, Zhang Y, Wiessner S et al. 2009. Tankyrase inhibition
stabilizes aksin and antagonizes Wnt signalling. Nature. 46:614-620.
doi:10.1038/nature08356.
Ismael F. 2001. Learning from Indigenous People, ASEAN Review of Biodiversity
& Environmental Conservation. Chicago (US): MacArthur Foundation.
Jamakhani AM. 2010. In-silico designing and docking analysis on insulin-like
growth factor 1 receptor. J Adv Bioinformatics Appl Res. 1(1):69-83.
Jasril. 2006. Aktivitas sitotoksik ekstrak rizoma tumbuhan spesies Zingiberaceae.
Di dalam: Arifin B, Wukirsari T, Wahyuni WT, Gunawan S, editor.
Prosiding Seminar Nasional Himpunan Kimia Indonesia; Bogor, 2006 Sep
12. Bogor (ID): Departemen Kimia dan Himpunan Kimia Indonesia Cabang
Jawa Barat & Banten. hlm 66-69.
Lim CS, Jin DQ, Oh SJ, Lee J, Hwang JK, Ha I, Han JS. 2005. Antioxidant and
antiimflammatory activities of xanthorrhizol in hippocampal neorons and
primary cultured microglia. J Neurosci Res. 6:831-838.
Lodish H, Berk A, Matsudaira P, Kaiser CA, Krieger M, Scott M, Zipursky L,
Darnell J. 2003. Molecular Cell Biology. Ed ke-5. New York (US): WH
Freeman.
Luu HH, Zhang R, Haydon R, Rayburn E, Kang Q, Si W, Park JK, Wang H, Peng
Y, Jiang W et al. 2004. Wnt/β-Catenin signaling pathway as novel cancer
drug targets. Curr Cancer Drug Targets. 4:653-671.
[MOE] Molecular Operating Environment. 2008. MOE Tutorial Quebec (CA):
MOE
Manavalan B, Murugapiran SK, Lee G, Choi S. 2010. Molecular modeling of the
reductase domain to elucidate the reaction mechanism of reduction of
peptidyl thioester into its corresponding alcohol in non-ribosomal peptide
synthetases. BMC Structural Biol. 10(1):1472-6807.

16

Meiyanto E. 1999. Kurkumin sebagai obat kanker: menelusuri mekanisme
aksinya. Maj Farmasi Indones. 10(4):227-229.
Panigrahi SK, Desiraju GR. 2007. Strong and weak hydrogen bonds in the
protein-ligand interface. Proteins: Structure, Function, and Bioinformatics
67:128-141.
Paryanto I, Srijanto B. 2006. Ekstraksi kurkuminoid dari temu lawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) secara perkolasi dengan pelarut etanol. J Ilmu
Kefarmasian Indones 4(2):74-77.
Pebriana RB, Romadhon AF, Yunianto A, Rokhman MR, Fitriyah NQ, Jenie RI,
Meiyanto E. 2008. Docking kurkumin dan senyawa analognya pada
reseptor progesteron: studi interaksinya sebagai selective progesterone
receptor modulators (SPRMs). Pharmacon. 9(1):14-20.
Purnomowati S, Yoganingrum A. 1997. Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb). Jakarta (ID): Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah, LIPI.
Setiani RFC. 2009. Sitotoksisitas fraksi aktif biji mahoni (Swietenia mahagoni)
pada sel kanker payudara T47D [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Sidik, Mulyono MW, Ahmad M. 1995. Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb). Jakarta (ID): Phyto Medika.
Voutsadakis IA. 2007. Pathogenesis of colorectal carcinoma and therapeutic
implications: the roles of the ubiquitin–proteasome system and Cox-2. J
Cell Mol Med. 11(2):252-285. doi:10.1111/j.1582-4934.2007.00032.x.
Williams LS, Hopper PD. 2003. Understanding Medical-surgical Nursing. Ed ke2. Philadelphia (US): FA Davis.
Willert K, Sayumi S, Roel N. 1999. Wnt-induced dephosphorylation of Axin
releases β-catenin from the Aksin Complex. Genes Dev. 13:1768-1773.

17

Lampiran 1 Bagan alir penelitian
Persiapan senyawa temu
lawak (ligan)

Persiapan protein target

Pencarian asam amino
dengan NCBI
Penyejajaran sekuens
dengan EBI
Penilaian dengan EBI

Pencarian dengan
Dictionary of Natural
Products dan dari Sidik et
al. (1995)
Pencarian struktur 3D
dengan Chemspider atau
MOE

Protein dengan nilai
tertinggi
Pemodelan homologi
protein dengan Swiss
model

Struktur 3D protein

Optimisasi
geometri dan
minimisasi energi
protein:
-Penambahan
hidrogen
-Protonate 3D
-Muatan parsial
-Minimisasi
energi

Struktur 3D ligan

Optimisasi dan
minimisasi energi
ligan:
-Wash
-Muatan parsial
-Minimisasi
i
Penambatan molekular
protein target dan ligan

Model molekul
Analisis penambatan: Energi
bebas gibbs (ΔG), afinitas (pKi),
tetapan inhibisi (Ki), efisiensi,
dan ikatan hidrogen

18

Lampiran 2 Ligan-ligan yang digunakan dalam penambatan molekular (Sidik et
al. 1995)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Nama ligan
Kurkumin
Demetoksikurkumin
Bisdemetoksikurkumin
Xantorizol
Ar-turmeron
Kurzerenon
Germakron
β-Seskuifelandrena
α-Turmeron
β-Turmeron
Kamfor
Sinamaldehida
Dihidrokurkumin
Heksadihidrokurkumin
Oktahidrokurkumin
α-Kurkumena
β-Kurkumena
1-Hidroksi-1,7-bis(4-hidroksi-3-metoksifenil)-6-hepten3,5-dion
1-(4-Hidroksi-3,5-dimetoksifenil)-7-(4-hidroksi-3metoksifenil)-(1E,6E)-1,6-heptadien-3,5-dion
5-Hidroksi-7-(4-hidroksifenil)-1-fenil-(1E)-1-heptena
7-(3,4-Dihidroksifenil)-5-hidroksi-1-fenil-(1E)-1-heptena
trans-1,7-Difenil-1,3-heptadien-5-on
trans-1,7-Difenil-1-hepten-5-ol
trans-1,7-Difenil-1,3-heptadien-5-ol

19

Lampiran 3 Data hasil analisis penyejajaran sekuens
CLUSTAL 2.1 multiple sequence alignment
gi|341940204|sp|P31750.2|AKT1_
gi|6753034|ref|NP_033782.1|
gi|62241013|ref|NP_001014431.1
gi|62241011|ref|NP_005154.2|
gi|62241015|ref|NP_001014432.1
gi|60391226|sp|P31749.2|AKT1_H
gi|18027298|gb|AAL55732.1|
gi|384941638|gb|AFI34424.1|
gi|238566879|gb|ACR46646.1|
gi|1346401|sp|P47196.1|AKT1_RA
gi|15100164|ref|NP_150233.1|
gi|260166608|ref|NP_001159366.

MNDVAIVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDVDQRES
MNDVAIVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDVDQRES
MSDVAIVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDVDQREA
MSDVAIVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDVDQREA
MSDVAIVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDVDQREA
MSDVAIVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDVDQREA
MSDVAIVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDVDQREA
MSDVAIVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDVDQREA
MNDVAVVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDLEQRES
MNDVAIVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDVEQRES
MNDVAIVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDVEQRES
MNDVAIVKEGWLHKRGEYIKTWRPRYFLLKNDGTFIGYKERPQDVDQRES
*.***:**************************************::***:

50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50

gi|341940204|sp|P31750.2|AKT1_
gi|6753034|ref|NP_033782.1|
gi|62241013|ref|NP_001014431.1
gi|62241011|ref|NP_005154.2|
gi|62241015|ref|NP_001014432.1
gi|60391226|sp|P31749.2|AKT1_H
gi|18027298|gb|AAL55732.1|
gi|384941638|gb|AFI34424.1|
gi|238566879|gb|ACR46646.1|
gi|1346401|sp|P47196.1|AKT1_RA
gi|15100164|ref|NP_150233.1|
gi|260166608|ref|NP_001159366.

PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWA
PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWA
PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWT
PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWT
PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWT
PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWT
PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWT
PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWT
PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWT
PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWT
PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWT
PLNNFSVAQCQLMKTERPRPNTFIIRCLQWTTVIERTFHVETPEEREEWA
*************************************************:

100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100

gi|341940204|sp|P31750.2|AKT1_
gi|6753034|ref|NP_033782.1|
gi|62241013|ref|NP_001014431.1
gi|62241011|ref|NP_005154.2|
gi|62241015|ref|NP_001014432.1
gi|60391226|sp|P31749.2|AKT1_H
gi|18027298|gb|AAL55732.1|
gi|384941638|gb|AFI34424.1|
gi|238566879|gb|ACR46646.1|
gi|1346401|sp|P47196.1|AKT1_RA
gi|15100164|ref|NP_150233.1|
gi|260166608|ref|NP_001159366.

TAIQTVADGLKRQEEETMDFRSGSPSDNSGAEEMEVSLAKPKHRVTMNEF
TAIQTVADGLKRQEEETMDFRSGSPSDNSGAEEMEVSLAKPKHRVTMNEF
TAIQTVADGLKKQEEEEMDFRSGSPSDNSGAEEMEVSLAKPKHRVTMNEF
TAIQTVADGLKKQEEEEMDFRSGSPSDNSGAEEMEVSLAKPKHRVTMNEF
TAIQTVADGLKKQEEEEMDFRSGSPSDNSGAEEMEVSLAKPKHRVTMNEF
TAIQTVADGLKKQEEEEMDFRSGSPSDNSGAEEMEVSLAKPKHRVTMNEF
TAIQTVADGLKKQEEEEMDFRSGSPSDNSGAEEMEVSLAKPKHRVTMNEF
TAIQTVADGLKKHEEEMMDFRSGSPSDNSGAEEMEVSLAKPKHRVTMNEF
TAIQTVADGLKRQEEETMDFRSGSPGENSGAEEMEVSLARPKHRVTMNEF
TAIQTVADGLKRQEEETMDFRSGSPSDNSGAEEMEVALAKPKHRVTMNEF
TAIQTVADGLKRQEEETMDFRSGSPSDNSGAEEMEVALAKPKHRVTMNEF
TAIQTVADGLKRQEEETMDFRSGSPSDNSGAEEMEVSLAKPKHRVTMNEF
***********::*** ********.:*********:**:**********

150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150

gi|341940204|sp|P31750.2|AKT1_
gi|6753034|ref|NP_033782.1|
gi|62241013|ref|NP_001014431.1
gi|62241011|ref|NP_005154.2|
gi|62241015|ref|NP_001014432.1
gi|60391226|sp|P31749.2|AKT1_H
gi|18027298|gb|AAL55732.1|
gi|384941638|gb|AFI34424.1|
gi|238566879|gb|ACR46646.1|
gi|1346401|sp|P47196.1|AKT1_RA
gi|15100164|ref|NP_150233.1|
gi|260166608|ref|NP_001159366.

EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR
EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR
EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR
EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR
EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR
EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR
EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR
EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR
EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR
EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR
EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR
EYLKLLGKGTFGKVILVKEKATGRYYAMKILKKEVIVAKDEVAHTLTENR
**************************************************

200
200
200
200
200