Dampak Kredit “Mitra AGB” pada Perempuan Wirausaha “Gurem” di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor

DAMPAK KREDIT “MITRA AGB” PADA PEREMPUAN
WIRAUSAHA “GUREM” DI DESA CIHIDEUNG ILIR,
KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR

LARAS SIRLY SAFITRI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Dampak Kredit “Mitra AGB” pada
Perempuan Wirausaha “Gurem” di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea,
Kabupaten Bogor adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.


Bogor, September 2014

Laras Sirly Safitri
NIM H351120351

RINGKASAN
LARAS SIRLY SAFITRI. Dampak Kredit “Mitra AGB” pada Perempuan
Wirausaha “Gurem” di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten
Bogor. Dibimbing oleh SUHARNO dan SITI JAHROH.
Perempuan wirausaha merupakan salah satu faktor kunci dari
pertumbuhan ekonomi, khususnya di perdesaan. Keberadaan kampus IPB menjadi
salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi bagi desa-desa di sekitarnya,
sehingga desa lingkar kampus IPB menjadi salah satu pusat pertumbuhan
ekonomi. Perempuan wirausaha seringkali dihadapkan pada berbagai hambatan,
seperti terbatasnya akses terhadap modal. IPB sebagai perguruan tinggi yang
berkarakter kewirausahaan yang wajib melaksanakan tridarma perguruan tinggi,
melalui Departemen Agribisnis turut bertanggung jawab dalam pengembangan
pola-pola usaha peningkatan pendapatan masyarakat di desa lingkar kampus.
Berdasarkan kondisi tersebut, diperlukan penelitian aplikatif berupa penyaluran
kredit kepada perempuan wirausaha yang diberi nama inisiatif “Mitra AGB”.

Inisiatif ini diharapkan dapat menghasilkan kerangka awal dalam membangun
model kredit yang sesuai bagi perempuan wirausaha “gurem”. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik individu dan karakteristik usaha
dari perempuan wirausaha dan menganalisis hubungannya dengan kinerja usaha,
serta menganalisis dampak pemberian kredit “Mitra AGB” melalui pengukuran
kinerja usaha perempuan, sebelum dan setelah menerima kredit. Penelitian ini
merupakan sebuah riset eksperimen. Adapun lokasi penelitian di salah satu desa
lingkar kampus IPB, yaitu Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten
Bogor yang dipilih secara sengaja (purposive). Sementara responden dalam
penelitian ini merupakan seluruh penerima kredit “Mitra AGB” di desa tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas peserta “Mitra AGB”
berumur diantara 35 sampai 39 tahun, berpendidikan tidak tamat/tamat SD, status
sudah menikah, dan memiliki pengalaman usaha rata-rata satu hingga lima tahun,
serta sebagian besar dari mereka juga terlibat dalam program pemberian kredit
lainnya. Sementara, untuk karakteristik usaha,sebagian besar jenis usahanya
adalah olahan makanan dan minuman. Lokasi usaha sebagian besar tidak menyatu
dengan tempat tinggal mereka, namun masih di dalam lingkup desa. Sebagian
besar dari mereka tidak memiliki tenaga kerja tetap dan omset rata-rata yang dapat
diperoleh sekitar Rp 50 000 hingga Rp 250 000 per hari. Hasil uji korelasi
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal berhubungan positif secara nyata

dengan omset rata-rata per hari. Sementara itu, jangkauan pasar berhubungan
positif secara nyata dengan tingkat pengembalian dan omset rata-rata per hari.
Begitu pula kepemilikan tenaga kerja berhubungan positif secara nyata dengan
omset rata-rata per hari. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat pengembalian
kredit hanya mencapai 83 persen. Di samping itu, uji statistik menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan omset rata-rata per hari sebelum dan sesudah
menerima kredit. Namun terdapat perbedaan marjin keuntungan rata-rata per hari
sebelum dan sesudah menerima kredit.
Kata kunci: karakteristik individu, karakteristik usaha, kinerja usaha

SUMMARY
SUMMARY

LARAS SIRLY SAFITRI. Impact of “Mitra AGB” Credit on “Gurem” Women
Entrepreneurs in Cihideung Ilir Village, Ciampea Subdistrict, Bogor District.
Supervised by SUHARNO and SITI JAHROH.
Women entrepreneurs are one of the key factors for economic growth,
especially in rural areas. The existence of IPB became the driver of economic
growth for the surrounding villages, so that the villages around IPB campus
become one of the centers of economic growth. Women entrepreneurs are often

faced with various obstacles, such as limited access to capital. IPB as a university
with entrepreneurship characteristic, which is also obliged to implement the
Tridarma of University, through the Department of Agribusiness, is responsible in
developing the patterns which is expected to increase the income of the
communities around its campus. Based on these conditions, it is necessary to have
an applied research in the form of micro loans to women entrepreneurs. This
initiative is called "Mitra AGB." This initiative is expected to generate initial
framework in constructing models of appropriate credit for “gurem” women
entrepreneurs. The objectives of this study are to identify the individual
characteristics and the business characteristics of women entrepreneurs, to analyze
its relationship with business performance, and to analyze the impact of “Mitra
AGB” credit through measurement of women’s business performance, before and
after receiving the credit. This study was conducted based on experimental
research. The research location, which is in Cihideung Ilir Village, Ciampea
Subdistrict, Bogor District was chosen purposively. Meanwhile, respondents in
this study were all beneficiaries of "Mitra AGB" credit in that village.
The results showed that the majority of "Mitra AGB" participants aged
between 35 to 39 years old, elementary school graduates, marital, and have
business experience for one to five years, and most of them have also been
involved in other lending programs. Meanwhile, for the characteristics of the

business, their type of business is mostly food and beverages. The majority of
their business location is separated from their house. Most of them do not have a
permanent labor and average sales per day that can be obtained about Rp 50 000
to Rp 250 000. In terms of individual characteristics, formal education was
significantly positive with the average sale per day. Meanwhile, in terms of
business characteristics, market coverage was significantly positive with the
average sale per day and credit return. On the other hand, ownership of labor was
significantly positive with the the average sale per day. The analysis showed that
credit return was only 83 percent. In addition, the Wilcoxon sign rank test showed
that there was no difference in the average sale per day, either before or after
accepting the “Mitra AGB” credit. However, the average profit margin per day
was significantly difference, before and after accepting the “Mitra AGB” credit
Keywords :

business characteristics, business performance, individual
characteristics small holding salt farmers, structure, conduct,
performance.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan ngutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk laporan apa pun tanpa izin IPB

DAMPAK KREDIT “MITRA AGB” PADA PEREMPUAN
WIRAUSAHA “GUREM” DI DESA CIHIDEUNG ILIR,
KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR

LARAS SIRLY SAFITRI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr Ir Burhanuddin, MM

Penguji Program Studi

: Dr Amzul Rifin, SP MA

Judul Tesis

Nama
NIM

: Dampak Kredit “Mitra AGB” pada Perempuan
Wirausaha “Gurem” di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan
Ciampea, Kabupaten Bogor

: Laras Sirly Safitri
: H351120351

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Siti Jahroh
Anggota

Dr Ir Suharno, MADev
Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Magister Sains Agribisnis

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS


Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, sembah
sujud kepada-Mu yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah, serta
curahan kasih sayang, sehingga tesis yang berjudul “Dampak Kredit “Mitra
AGB” pada Perempuan Wirausaha “Gurem” di Desa Cihideung Ilir,
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor” dapat diselesaikan. Tesis ini
merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar
Master pada Program Studi Agribisnis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor. Terdapat sejumlah pihak yang telah memasilitasi penulis dalam
menyelesaikan tesis ini, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih, khususnya kepada:
1. Dr Ir Suharno, MADev, selaku ketua komisi pembimbing, dan Dr Siti
Jahroh selaku anggota komisi pembimbing yang telah bersedia meluangkan

waktu, tenaga, dan pikiran dalam berbagi ilmu dan pengalaman, serta atas
dukungan moril dan materil selama melakukan pembimbingan kepada
penulis.
2. Dr Ir Dwi Rachmina, MS selaku dosen evaluator pada pelaksanaan
kolokium proposal penelitian yang telah memberikan banyak arahan dan
masukan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik.
3. Dr Ir Burhanuddin, MM selaku dosen penguji luar komisi dan Dr Amzul
Rifin, SP MA selaku dosen penguji perwakilan program studi pada ujian
tesis.
4. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan
Dr Ir Suharno, MADev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta
seluruh staf Program Studi Agribisnis atas dorongan semangat, bantuan dan
kemudahan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan pada
Program Studi Agribisnis.
5. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan atas Beasiswa Unggulan Dalam Negeri (BU-DN) yang
diberikan kepada penulis.
6. Kepala Desa, kader desa, dan masyarakat khususnya perempuan wirausaha
di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor yang telah
bersedia menjadi responden dan informan serta berbagi pengalaman yang

berguna bagi penelitian ini.
7. Teman-teman seperjuangan angkatan III pada Program Studi Magister
Agribisnis yang telah berbagi pengalaman melalui diskusi-diskusi, dan atas
dukungan mereka dalam menyelesaikan tesis ini.
8. Ibunda tersayang, Nyimas Haroka Kemora -atas doanya yang tidak pernah
putus - dan ayahanda Wawan Darmawan Madiana- atas semua cucuran
keringat, serta kakak-kakak Hegar Widya Safarina dan Ganjar Putra
Panggalih atas dukungan yang berguna selama penyelesaian studi.
Semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor, September 2014
Laras Sirly Safitri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Perempuan Wirausaha
Hambatan dan Peluang Perempuan Wirausaha
Kredit untuk Perempuan Wirausaha
3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
4 METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengambilan Responden
Metode Analisis Data
5 DESAIN KREDIT “MITRA AGB”
Latar Belakang Kredit “Mitra AGB”
Sasaran Kredit “Mitra AGB”
Ketentuan-ketentuan Penyaluran Kredit “Mitra AGB”
Proses Penyaluran Kredit “Mitra AGB”
6 PROFIL RUMAHTANGGA PESERTA “MITRA AGB”
Karakteristik Anggota Rumahtangga Peserta “Mitra AGB”
Karakteristik Rumahtangga Peserta “Mitra AGB”
7 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Individu Peserta “Mitra AGB”
Karakteristik Usaha Peserta “Mitra AGB”
Hubungan Karakteristik Individu dengan Kinerja Peserta “Mitra
AGB”
Hubungan Karakteristik Usaha dengan Kinerja Peserta “Mitra
AGB”
Kinerja Peserta “Mitra AGB”
8 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

xv
xvi
1
1
3
4
4
5
5
5
6
8
9
9
17
21
21
22
23
23
25
25
25
27
28
30
31
34
35
35
41
47
49
50
61
61
62
62
66
78

DAFTAR TABEL
Distribusi ART peserta “Mitra AGB” menurut kelompok umur dan
jenis kelamin di Desa Cihideung Ilir tahun 2014
2 Distribusi ART peserta “Mitra AGB” menurut jenis pekerjaan dan
jenis kelamin di Desa Cihideung Ilir tahun 2014
3 Distribusi ART peserta “Mitra AGB” menurut tingkat pendidikan
formal dan jenis kelamin di Desa Cihideung Ilir tahun 2014
4 Rata-rata kepemilikan benda berharga rumahtangga peserta “Mitra
AGB” di Desa Cihideung Ilir tahun 2014
5 Distribusi peserta “Mitra AGB” menurut omset garian dan jenis
usaha di Desa Cihideung Ilir tahun 2014
6 Hubungan karakteristik individu dengan kinerja peserta “Mitra
AGB”
7 Hubungan karakteristik individu dengan kinerja peserta “Mitra
AGB”
8 Tingkat pengembalian peserta “Mitra AGB” yang menunggak di
Desa Cihideung Ilir tahun 2014
9 Hasil uji hipotesis perbedaan omset rata-rata per hari peserta “Mitra
AGB” sebelum dan sesudah menerima kredit di Desa Cihideung Ilir
tahun 2014
10 Hasil uji hipotesis perbedaan marjin keuntungan rata-rata per hari
peserta “Mitra AGB” sebelum dan sesudah menerima kredit di Desa
Cihideung Ilir tahun 2014
1

31
32
33
34
47
48
49
50

56

60

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Pengaruh microfinance pada kinerja perempuan wirausaha: sebuah
kerangka konseptual
Faktor individu yang mempengaruhi orientasi pertumbuhan
perempuan wirausaha
Kerangka pemikiran operasional
Proses Penyaluran Kredit “Mitra AGB”
Proporsi peserta “Mitra AGB” menurut umur di Desa Cihideung Ilir
tahun 2014
Proporsi peserta “Mitra AGB” menurut status perkawinan di Desa
Cihideung Ilir tahun 2014
Proporsi peserta “Mitra AGB” menurut tingkat pendidikan formal di
Desa Cihideung Ilir tahun 2014
Proporsi peserta “Mitra AGB” menurut pengalaman usaha di Desa
Cihideung Ilir tahun 2014
Proporsi peserta “Mitra AGB” menurut keterlibatan dalam kredit di
Desa Cihideung Ilir tahun 2014

14
16
19
28
35
36
37
38
39

10 Proporsi peserta “Mitra AGB” menurut ide usaha di Desa Cihideung
Ilir tahun 2014
11 Proporsi peserta “Mitra AGB” menurut jenis usaha di Desa
Cihideung Ilir tahun 2014
12 Proporsi peserta “Mitra AGB” menurut lokasi usaha di Desa
Cihideung Ilir tahun 2014
13 Proporsi peserta “Mitra AGB” menurut waktu operasional di Desa
Cihideung Ilir tahun 2014
14 Omset rata-rata per hari pedagang olahan makanan dan minuman
sesudah memperoleh kredit “Mitra AGB” di Desa Cihideung Ilir
tahun 2014
15 Omset rata-rata per hari warung sembako sesudah memperoleh
kredit “Mitra AGB” di Desa Cihideung Ilir tahun 2014
16 Omset rata-rata per hari retail kredit sesudah memperoleh kredit
“Mitra AGB” di Desa Cihideung Ilir tahun 2014
17 Omset rata-rata per hari pedagang hasil pertania/bahan mentah
sesudah memperoleh kredit “Mitra AGB” di Desa Cihideung Ilir
tahun 2014
18 Omset rata-rata per hari pedagang olahan kain sesudah memperoleh
kredit “Mitra AGB” di Desa Cihideung Ilir tahun 2014
19 Marjin keuntungan rata-rata per hari pedagang olahan makanan dan
minuman sesudah memperoleh kredit “Mitra AGB” di Desa
Cihideung Ilir tahun 2014
20 Marjin keuntungan rata-rata per hari warung sembako sesudah
memperoleh kredit “Mitra AGB” di Desa Cihideung Ilir tahun 2014
21 Marjin keuntungan rata-rata per hari retail kredit sesudah
memperoleh kredit “Mitra AGB” di Desa Cihideung Ilir tahun 2014
22 Marjin keuntungan rata-rata per hari pedagang hasil pertania/bahan
mentah sesudah memperoleh kredit “Mitra AGB” di Desa Cihideung
Ilir tahun 2014
23 Marjin keuntungan rata-rata per hari pedagang olahan kain sesudah
memperoleh kredit “Mitra AGB” di Desa Cihideung Ilir tahun 2014

41
42
45
46

52
53
54

55
55

57
58
58

59
60

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2010-2014, pembangunan nasional yang dilakukan di
berbagai bidang melalui prioritas-prioritas pembangunan, masih menyisakan
berbagai kesenjangan yang menjadi sebuah tantangan. Hal tersebut tercermin dari
beberapa permasalahan, salah satunya adalah penyerapan tenaga kerja baru yang
sebagian besar berupa pekerja informal, dimana biasanya bergantung pada usaha
kecil dan mikro yang memiliki keterbatasan terhadap akses sumberdaya produktif
untuk mengembangkan usahanya. Selain itu, kesetaraan gender di berbagai bidang
juga masih terbatas, sementara peran perempuan dalam peningkatan kualitas
keluarga, di dalam kegiatan ekonomi serta berbagai bidang lainnya sangat besar.
Presiden Republik Indonesia telah mencanangkan triple track strategi
ekonomi nasional yang salah satu strateginya adalah menggerakkan sektor riil,
khususnya UKMK dalam rangka menciptakan lapangan kerja baru (pro job).
Namun, strategi tersebut nampaknya belum bekerja secara baik. Menteri KPP-PA
mengungkapkan bahwa pelaku usaha atau yang bergerak sebagai entrepreneur di
Indonesia, jumlahnya kurang dari dua persen dari total penduduk, dimana pelaku
usaha perempuannya kurang dari 0.1 persen. Meskipun jumlahnya sangat kecil,
namun UMKM perempuan justru lebih tangguh dan terbukti sebagian besar dari
mereka bertahan saat dihantam krisis tahun 1998 maupun tahun 2009 lalu.
Disamping itu, pada tahun 2011 kontribusi pendapatan perempuan meningkat
0.66 persen dari tahun sebelumnya 1 . Fakta tersebut menunjukkan bahwa
perempuan wirausaha merupakan salah satu faktor kunci dari pertumbuhan
ekonomi.
Beberapa literatur pun memaparkan bahwa perempuan memiliki peran
yang besar dalam pembangunan perekonomian perdesaan melalui usaha-usaha
rumah tangga. Penelitian Grenee et al (2002) dan Ushakiran, Rajeshwari, serta
Karunasree (2012) melaporkan bahwa perempuan wirausaha menjadi kekuatan
pendorong perekonomian di Amerika Serikat. Begitu pula di Indonesia, penelitian
Yuzaria dan Fitrini (2010) menyebutkan bahwa usaha ayam goreng gerobak yang
dilakoni oleh perempuan terbukti mampu memberikan kontribusi bagi
perekonomian masyarakat. Usaha ini berpotensi dalam menambah pendapatan
keluarga. Selain itu, dilaporkan pula bahwa di kota Ambon, sebagian besar
UMKM dijalankan dan dikelola oleh perempuan (Hanoeboen, Pudjihardjo, dan
Sasongko 2012).
Meskipun terbukti kontribusi usaha mikro yang dijalankan perempuan
sangat strategis, namun belum seimbang dengan perhatian dan pengakuan yang
diberikan, baik oleh pemerintah, maupun keluarga. Bahkan usaha-usaha tersebut
masih mengalami banyak permasalahan yang disebabkan ketidakadilan struktur
maupun budaya. Disamping itu, kondisi usaha industri kecil dan rumahtangga
ditinjau dari sifat usahanya, pada umumnya masih tergolong tradisional atau usaha
keluarga dan biasanya tidak bersifat padat modal. Usaha kecil ini umumnya masih
menghadapi berbagai kompleksitas masalah baik internal maupun eksternal.
1

Perempuan Pengusaha Industri Rumahan. http://pkga.ipb.ac.id/?p=144 [September 2013]

2
Permasalahan utama yang dihadapi oleh industri kecil, termasuk yang dijalankan
oleh perempuan adalah sulitnya mendapatkan akses permodalan, keterbatasan
sumberdaya manusia yang siap, kurangnya kemampuan manajemen dan bisnis,
dan terbatasnya kemampuan akses informasi untuk membaca peluang pasar serta
menyiasati perubahan pasar yang cepat (Tambunan 2009). Bagi perempuan
wirausaha akses permodalan menjadi suatu kendala yang besar. Penemuan
penting dari penelitian Tambunan (2012) adalah hambatan utama yang dihadapi
perempuan wirausaha untuk memulai atau mengembangkan bisnis mereka adalah
keterbatasan modal. Mereka sangat sulit mendapatkan pinjaman dari bank-bank
atau lembaga keuangan formal karena tidak adanya kolateral dan suku bunga
pinjaman yang mereka anggap terlalu tinggi.
Selanjutnya, untuk merespon hambatan terhadap akses permodalan yang
dihadapi oleh perempuan wirausaha tersebut, sejumlah kebijakan pembangunan
terkait pemberian modal dicanangkan oleh pemerintah, seperti beberapa program
dari KPP-PA. Salah satu proyek percontohannya adalah Peningkatan
Produktivitas Perempuan Ekonomi Lokal (P3EL) dengan memberikan bantuan
stimulan sebesar Rp 400 juta ke 10 kabupaten di lima provinsi di Indonesia.
Selain itu, pemerintah juga memiliki Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri), dimana salah satu kegiatan yang dibiayai
adalah penambahan permodalan melalui Simpan Pinjam untuk Kelompok
Perempuan (SPKP). Pada tanggal 5 November 2007, Presiden RI juga
meluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan fasilitas penjaminan kredit dari
pemerintah melalui PT. Askrindo dan Perum Sarana Pengembangan Usaha.
Meskipun tidak dikhususkan untuk perempuan wirausaha, KUR merupakan
fasilitas pembiayaan yang dapat diakses oleh UMKM dan koperasi terutama yang
memiliki usaha yang layak namun belum bankable.2
Pada kenyataannya, seringkali program-program terkait pemberian kredit
mikro tidak dapat menyentuh perempuan wirausaha dengan skala yang sangat
kecil. Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2008, kriteria usaha mikro
adalah memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 000 000, tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling
banyak Rp 300 000 000. Di samping itu, BPS menyebutkan bahwa usaha kecil
merupakan industri dengan pekerja 5-19 orang. Sementara, di lapangan, KPP-PA
menemukan banyak perempuan yang berusaha meningkatkan pendapatan rumah
tangga melalui usaha yang sangat kecil skalanya dengan kapasitas produksi masih
sangat kecil serta sasaran konsumennya hanya sekitar rumah mereka, sehingga
usaha-usaha tersebut belum dapat dikategorikan sebagai usaha mikro3. Perempuan
wirausaha dengan kriteria tersebut, dapat dikatakan sebagai perempuan wirausaha
“gurem”, dimana kriterianya masih berada di bawah kriteria perempuan wirausaha
mikro. Bercermin dari hal di atas, maka diperlukan sebuah model kredit bagi
perempuan wirausaha “gurem” tersebut.
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat oleh perguruan tinggi merupakan
aplikasi kegiatan tridarma perguruan tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB)
2

Kredit Usaha Rakyat.
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=345 [September
2013]
3
Perempuan Entrepreneur Berkembang Bersama Komunitas.http://www.bisnis.com/m/perempuanentrepreneur-berkembang-bersama-komunitas [September 2013]

3
sebagai perguruan tinggi yang berkarakter kewirausahaan, melalui Departemen
Agribisnis yang memiliki visi: “menjadi lembaga pendidikan tinggi unggulan
dalam pengembangan IPTEKS dan wawasan agribisnis tropika bidang pertanian,
perikanan, peternakan dan kehutanan melalui pendekatan sistem dan
kewirausahaan untuk mendukung keberlanjutan pembangunan ekonomi nasional
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat”, turut bertanggung jawab dalam
pengembangan pola-pola usaha peningkatan pendapatan masyarakat lingkar
kampus IPB. Sebenarnya, telah banyak agenda riset yang akan ataupun telah
dilaksanakan, namun salah satu pendekatan yang dianggap cepat dan mampu
memberikan dampak secara langsung adalah dengan melaksanakan pembinaan
wirausaha kecil, khususnya perempuan melalui pemberian kredit. Untuk
menjelaskan pelayanan terhadap masyarakat, penelitian ini dapat menghasilkan
masukan sebagai kerangka awal dalam membangun model kredit yang sesuai bagi
perempuan-perempuan wirausaha “gurem” di lingkungan masyarakat lingkar
kampus IPB.
Perumusan Masalah
Kehadiran IPB telah mendorong terjadinya perubahan sosial di lingkungan
sekitar kampus IPB itu sendiri. IPB tidak hanya bertindak sebagai aktor perintis
dan pemicu (trigger agent), tetapi juga sebagai pusat orientasi yang bertindak
sebagai aktor utama yang mengarahkan dinamika dan perubahan sosial di desadesa lingkar kampus (DLK). Dewasa ini, DLK IPB merupakan salah satu pusat
pertumbuhan ekonomi dan ruang terpenting di pinggiran Kota Bogor (Tan 2006).
IPB dengan kampusnya merupakan pusat pengembangan ilmu dan teknologi yang
diharapkan mampu diterapkan dalam pembangunan masyarakat guna mendorong
percepatan pembangunan, khususnya pada masyarakat di DLK. Sejalan dengan
latar belakang di atas, IPB lebih khususnya Departemen Agribisnis memiliki
amanah untuk melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan
visinya.
Tumbuhnya usaha-usaha skala kecil atau dapat disebut sebagai industri
rumahan yang dikelola oleh perempuan di DLK merupakan salah satu dampak
perubahan sosial akibat kehadiran kampus IPB. Tan (2006) menyebutkan bahwa
kehadiran mahasiswa-mahasiswa pendatang telah membuka peluang usaha dan
kesempatan kerja bagi masyarakat DLK. Perempuan wirausaha industri rumahan
di DLK yang mengembangkan usaha berbasis sumberdaya lokal, memiliki
kecenderungan ciri-ciri usaha sebagai berikut: 1) sudah memulai usaha lebih dari
20 tahun lalu, namun ada pula yang baru memulai usaha, 2) pernah berganti usaha,
3) nilai peralatan antara Rp 100 000 sampai Rp 500 000, 4) lebih banyak
menggunakan tenaga kerja keluarga, dan 5) masih menggunakan teknologi
manual (Sumarti et al. 2011).
Pada kenyataannya, usaha-usaha tersebut seringkali mengalami fenomena
“gulung tikar”, sehingga tidak tercipta sebuah usaha yang berkelanjutan. Selain itu,
fakta di lapangan menunjukkan bahwa usaha yang dijalankan oleh perempuan
sulit berkembang meski telah dijalankan bertahun-tahun. Hal tersebut dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dimiliki oleh perempuan wirausaha di DLK,
baik faktor internal maupun eksternal. Arasti et al. (2012) menyebutkan bahwa
orientasi pertumbuhan usaha yang dijalankan perempuan dipengaruhi oleh

4
karakteristik pribadi mereka. Selanjutnya, karakteristik individu dan karakteristik
usaha yang dijalankan perempuan wirausaha di DLK, diduga memiliki hubungan
dengan kinerja usaha mereka. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan
oleh Mulyana (2012) bahwa pendidikan memiliki hubungan dengan kinerja suatu
usaha.
Sebagaimana yang telah dipaparkan pada latar belakang, usaha-usaha kecil
bahkan “gurem” yang dilakoni oleh perempuan wirausaha, seringkali menghadapi
kesulitan terhadap akses permodalan atau kredit. Selain hambatan dalam
permodalan, perempuan wirausaha masih memiliki keterbatasan pengetahuan dan
keterampilan, baik dari sisi produksi maupun manajemen. Drucza dan Hutchens
(2008) pun mengungkapkan bahwa hambatan utama perempuan wirausaha dalam
menjalankan bisnis adalah kurangnya akses terhadap pembiayaan dan kurangnya
pelatihan-pelatihan keterampilan. Meskipun telah banyak program permodalan yang
diberikan oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga keuangan mikro, perempuan
wirausaha masih sulit berkembang. Untuk merespon hal tersebut, IPB khususnya
Departemen Agribisnis melalui penelitian ini, memberikan stimulan berupa kredit
yang disertai pelatihan manajemen usaha kepada perempuan wirausaha di DLK.
Inisiatif ini diberi nama “Mitra AGB”. Dalam beberapa studi, dijelaskan bahwa
akses terhadap modal dan pelatihan berhubungan dengan kinerja perempuan
wirausaha. Pembiayaan mikro dalam jumlah yang cukup akan memberikan efek
yang besar terhadap profitabilitas, produktivitas dan pertumbuhan usaha yang
dimiliki perempuan (Ocholah et al 2013).
Berdasarkan pemaparan masalah di atas, terdapat beberapa pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik individu dan karakteristik usaha yang dijalankan
oleh perempuan wirausaha di DLK?
2. Bagaimanakah hubungan antara karakteristik individu dan karakteristik usaha
dengan kinerja perempuan wirausaha “gurem” di DLK?
3. Bagaimanakah kinerja perempuan wirausaha di DLK sebelum dan sesudah
memperoleh stimulan berupa kredit “Mitra AGB”?
Tujuan
Berdasar kepada perumusan masalah yang telah dipaparkan di atas,
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi karakteristik individu dan karakteristik usaha yang
dijalankan perempuan wirausaha “gurem” penerima kredit di DLK.
2. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan karakteristik usaha
dengan kinerja perempuan wirausaha “gurem” di DLK
3. Mengukur dan menjelaskan kinerja perempuan wirausaha “gurem” di DLK
sebelum dan sesudah memperoleh kredit “Mitra AGB”.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai pihak,
diantaranya:

5
1.

2.

3.

Bagi penulis, penelitian ini memberikan pengalaman dalam menerapkan
sejumlah konsep dan teori berkenaan kredit mikro dan kewirausahaan
perempuan secara praktis di lapangan.
Bagi Institut Pertanian Bogor, khususnya Departemen Agribisnis diharapkan
hasil penelitian ini bermanfaat bagi desain advokasi pemberdayaan
perempuan wirausaha di DLK yang berbasis ilmu pengetahuan.
Bagi pihak lain, khususnya Pemda Tingkat II Bogor, hasil penelitian ini juga
dapat digunakan sebagai masukan dalam pembuatan program-program terkait
penyaluran kredit untuk usaha kecil yang sesuai dengan lokalitas masyarakat.
Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan mengkaji dampak penyaluran kredit “Mitra AGB”
melalui pengukuran kinerja perempuan wirausaha “gurem” di DLK yang diukur
dengan tingkat pengembalian kredit, serta membandingkan penjualan/omset
(sales) dan marjin keuntungan (profit margin) sebelum dan setelah menerima
kredit dari Departemen Agribisnis,. Adapun DLK yang dipilih sebagai lokasi
penelitian adalah Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Perempuan Wirausaha
Secara historis, kewirausahaan didefinisikan sebagai “man’s domain”.
Penekanan pada pengusaha laki-laki dalam literatur-literatur terdahulu tidak
mengherankan, karena laki-laki adalah pemeran utama dalam dunia
kewirausahaan. Sejarah menunjukkan bahwa laki-laki paling aktif dalam bekerja
mandiri/wirausaha, penciptaan bisnis dan kepemilikan usaha selama beberapa
dekade (Brush 2006). Tulisan Brush (2006) juga menjelaskan bahwa kemudian
definisi kewirausahaan berkembang dan tidak memandang gender. Seorang
wirausaha adalah pengusaha yang melakukan serangkaian kegiatan untuk
menciptakan sesuatu yang baru (inovasi) yang bertujuan memperoleh keuntungan
dengan memanfaatkan peluang dalam kondisi risiko dan ketidakpastian.
Saat ini perempuan wirausaha menjadi salah satu isu yang sedang
berkembang dalam bidang kewirausahaan, mengingat bahwa perempuan adalah
salah satu populasi tercepat dari populasi wirausaha, serta memberikan kontribusi
signifikan terhadap inovasi, penciptaan lapangan kerja dan perekonomian di
seluruh dunia. Berdasarkan data Global Entrepreneurship Monitor (GEM) pada
tahun 2012, diperkirakan lebih dari 187 juta perempuan terlibat dalam kegiatan
kewirausahaan. Di Panama, Venezuela, Jamaika, Guetemala, Brazil, Thailand,
Swiss dan Singapura, tingkat laki-laki dan perempuan yang terlibat dalam
memulai bisnis adalah sama, yang artinya sudah tidak ada kesenjangan gender.
Bahkan di Ghana, 55 persen dari aktivitas kewirausahaannya dilakukan oleh
perempuan (Vossenberg 2013). Dalam tulisan Grenee et al (2002) diperkirakan
terdapat 9,1 juta usaha yang dimiliki perempuan dengan 27,5 juta pekerja dan
pendapatan hampir $3,6 triliun pada tahun 1999. Pada tahun 2003, perempuan
diakui sebagai kekuatan pendorong dalam ekonomi Amerika Serikat, baik diukur
melalui jumlah bisnis yang dimiliki, pendapatan yang dihasilkan, maupun jumlah

6
orang yang dipekerjakan. Kemudian, Center for Women’s Research pada tahun
2008 menunjukkan bahwa 10,1 juta perusahaan yang dimiliki oleh perempuan
(dimana 40 persennya merupakan usaha milik pribadi), mempekerjakan lebih dari
13 orang dan menghasilkan omset $1.9 triliun di Amerika Serikat (Ushakiran,
Rajeshwari dan Karunasree 2012).
Perempuan wirausaha mikro di Indonesia sendiri memiliki peran yang
cukup besar, terutama sebagai pelaku UMKM. Walaupun data mengenai
keterlibatan perempuan dalam usaha mikro masih sangat terbatas, namun dapat
diperkirakan bahwa mayoritas UMKM dijalankan oleh perempuan, khususnya
pada usaha-usaha home industry yang dikelola oleh rumah tangga. Penelitian
Hanoeboen, Pudjihardjo, dan Sasongko (2012) menemukan bahwa mayoritas
UMKM yang terdapat di kota Ambon dikelola dan dijalankan oleh perempuan.
Akan tetapi, ketidaktersediaan data mengenai perempuan pelaku usaha mikro,
kecil dan menengah ini menyebabkan perempuan pelaku usaha di kota Ambon
kurang mendapat perhatian dari pemerintah dan stakehokder lainnya, sehingga
kurang mampu mengembangkan usahanya dengan baik.
Selanjutnya, Tambunan (2012) menyebutkan bahwa tidak terdapat data
yang secara langsung menjelaskan perkembangan perempuan wirausaha di
Indonesia. Salah satu data yang dapat menggambarkan hal tersebut adalah data
hasil Survei Tenaga Kerja Nasional yang memberikan informasi mengenai
pertumbuhan jumlah kesempatan kerja menurut status dan jenis kelamin. Data
beberapa tahun secara berturut-turut memberi sebuah indikasi bahwa jumlah
perempuan wirausaha di Indonesia, terutama di UMKM, mengalami suatu
peningkatan sejak tahun 1990-an, dan perkembangan ini bersamaan dengan era
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Walaupun lebih banyak laki-laki yang
membuka usaha sendiri, tanpa atau dengan pekerja yang diupah, namun pangsa
perempuan di dalam kategori kesempatan kerja menunjukkan suatu peningkatan
selama periode 1990 sampai 2006. Pada tahun 1990, proporsinya tercatat hanya
sekitar 30,5 persen dan pada tahun 2006 bertambah menjadi 34,3 persen.
Berdasarkan data kesempatan kerja tersebut terlihat bahwa perkembangan
perempuan wirausaha masih tergolong lemah, yaitu sekitar 30 persen. Selain itu,
data tersebut mendukung pandangan umum bahwa perempuan di Indonesia
terkonsentrasi pada usaha sendiri tanpa pekerja yang diupah (self-employment).
Hambatan dan Peluang Perempuan Wirausaha
Mulai berkembangnya usaha-usaha mikro yang dijalankan oleh kaum
perempuan, menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan trend dalam dunia
kewirausahaan yang semula didominasi oleh laki-laki. Akan tetapi, dari bahasan
sebelumnya diketahui bahwa persentase perempuan wirausaha masih relatif
rendah. Beberapa penelitian menunjukkan, terdapat sejumlah hambatan yang
dihadapi oleh perempuan wirausaha, baik dalam memulai usaha maupun
mengembangkan usaha.
Jamali (2009) mengungkapkan, hambatan terbesar yang dihadapi oleh
perempuan wirausaha di Libanon adalah kehidupan keluarga. Banyak dari
responden yang menyatakan bahwa para suami awalnya mendukung serta
mendorong mereka dalam berwirausaha, namun setelah banyak waktu yang
terbuang untuk menjalankan usaha, mereka mulai sering berdebat. Hal ini menjadi

7
satu masalah bagi perempuan wirausaha untuk menyeimbangkan kehidupan
keluarga dan kehidupan bisnis. Di samping itu, sumber pembiayaan menjadi salah
satu hambatan lainnya bagi perempuan wirausaha pada level mikro. Terbatasnya
akses modal dan dukungan finansial menjadi masalah pada saat mereka ingin
memperluas usaha, sehingga usaha yang mereka jalankan sulit berkembang.
Sejalan dengan itu, penelitian Drucza dan Hutchens (2008) terhadap perempuan
wirausaha di Samoa menyebutkan bahwa beberapa hambatan utama dalam
menjalankan bisnis adalah kurangnya akses terhadap pembiayaan, etos kerja yang
buruk, serta kurangnya pelatihan-pelatihan keterampilan. Sama halnya dengan di
Samoa, perempuan wirausaha di Turki menghadapi kesulitan untuk memperoleh
kredit dari bank. Kredit yang ditawarkan oleh bank kepada perempuan wirausaha
sangat terbatas dan tidak sesuai dengan kebutuhan (Ozar 2007).
Selanjutnya, OECD (2004) menjelaskan bahwa perempuan wirausaha
masih memiliki sikap negatif pada lembaga keuangan, seperti bank dan lembaga
pemberi pinjaman lainnya. Sikap negatif tersebut muncul karena dua
kemungkinan, yaitu 1) perempuan tidak dilihat sebagai pengusaha karena sikap
dibentuk oleh peran gender tradisional, 2) lembaga keuangan seringkali hanya
menangani usaha yang sudah berbentuk industri, sehingga usaha pribadi atau
keluarga yang dijalankan oleh perempuan sulit dalam menemukan sumberdaya
keuangan untuk memulai bisnis. Hambatan dalam memperoleh akses kredit non
mikro juga dialami oleh perempuan wirausaha di Bangladesh bagian utara
(Rajsashi). Menurut Anis dan Hasan (2013), sebagian besar dari mereka
menghadapi beberapa kompleksitas dalam sistem kredit non mikro, sehingga
mereka kesulitan dalam meningkatkan kapasitas produksi usaha kecilnya.
Sementara itu, salah satu persoalan yang dihadapi oleh pelaku UMKM
perempuan di kota Ambon adalah kurangnya pendampingan dan pembinaan
dalam program-program pemberdayaan. Oleh karena itu, seringkali programprogram pemberdayaan yang dilakukan baik oleh pemerintah, perguruan tinggi,
LSM maupun lembaga lainnya, tidak dapat menyentuh dan menjawab akar
permasalahan yang sesungguhnya. Selain itu, pelaku UMKM di kota Ambon
sering mengalami persoalan yang berkaitan dengan modal, bahkan seringkali
menyalahkan pemerintah yang dianggap kurang proaktif dalam membantu
menyelesaikan persoalan tersebut. Akan tetapi, penemuan Hanoeboen,
Pudjihardjo, dan Sasongko (2012) di lapangan menunjukkan bahwa meskipun
telah banyak program permodalan yang diberikan oleh lembaga keuangan di kota
Ambon, pengusaha perempuan masih sulit berkembang. Hal tersebut disebabkan
oleh kurangnya pendampingan dan pembinaan dalam hal penataan sistem
manajeman usaha.
Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh perempuan wirausaha dalam
menjalankan dan mengelola usaha mikro, sebenarnya dapat diatasi atau
setidaknya diminimalisir. Terdapat beberapa peluang yang mungkin dapat
mempercepat pengembangan kewirausahaan perempuan, seperti yang ditulis oleh
Anis dan Hasan (2013), yaitu melalui keberadaan sejumlah organisasi atau
lembaga di Rajsashi yang menyediakan bantuan keuangan logistik untuk
mendukung perempuan wirausaha. Organisasi atau lembaga tersebut bisa berupa
lembaga keuangan non bank atau NGO lainnya, seperti Bangladesh Rural
Advancement Committee. OECD (2004) juga mengungkapkan sebuah solusi telah
muncul untuk memecahkan hambatan finansial bagi perempuan wirausaha secara

8
global, yaitu melalui lembaga keuangan mikro yang saat ini sangat populer
terutama di negara-negara sedang berkembang. Tujuan lembaga ini adalah
menyediakan jasa keuangan bagi rumah tangga yang berpendapatan rendah dan
berkomitmen untuk melayani orang-orang yang tidak memperoleh akses
permodalan dari sektor perbankan formal. Jamali (2009) menemukan peluang
berbeda dari perempuan wirausaha di Libanon agar mampu membangun dan
mengembangkan usaha. Sebagian besar perempuan mampu mengatasi hambatanhambatan melalui kombinasi karakteristik pribadi mereka, seperti gairah, tekad,
kerja keras, ketekunan, ambisi, motivasi, tanggung jawab, kepercayaan diri, selfefficacy, otonomi, dan pengabdian untuk bekerja.
Kredit untuk Perempuan Wirausaha
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, lembaga keuangan mikro menjadi
satu peluang bagi perempuan wirausaha dalam menghadapi hambatan finansial.
Studi Lokhande (2008) menunjukkan bahwa kredit mikro merupakan faktor
pendorong bagi promosi sebuah usaha mikro. Kredit mikro biasanya mengacu
pada kredit tanpa agunan yang diberikan kepada kelompok masyarakat miskin dan
biasanya diklaim sebagai alat yang efektif untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat miskin, terutama melalui penciptaan lapangan kerja mandiri dalam
berbagai kegiatan ekonomi kecil. Studi Chowdhury (2009) di Bangladesh
menerapkan skenario Grameen Bank, dimana 97 persen peminjam adalah
perempuan. Grameen Bank diasumsikan dapat membantu perempuan
berpartisipasi dalam menciptakan kewirausahaan melalui usaha-usaha mikro.
Akan tetapi, hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kredit mikro bukan
menumbuhkan partisipasi perempuan dalam menciptakan peluang kerja mandiri,
melainkan untuk meningkatkan modal bagi usaha mikro yang sudah dikelola oleh
suami atau anggota laki-laki lain dalam rumah tangga.
Penelitian di Ghana menunjukkan hanya terdapat 1,3 persen dari pedagang
kecil, khususnya perempuan yang telah akses kredit dari lembaga formal, seperti
bank. Di beberapa daerah, kredit mikro dari lembaga keuangan informal semakin
meluas. Misalnya saja di Cape Coast, Swedru dan Mankessium, terdapat 64
persen perempuan wirausaha menerima kredit dari pemasok mereka, umumnya
dengan menunda pembayaran kepada pemasok sampai mereka memperoleh hasil
penjualan. Lebih dari 50 persen perempuan wirausaha menerima beberapa jenis
kredit dari pemasoknya, baik semi-statis maupun permanen. Dalam beberapa
kasus, pemasok menyediakan modal awal untuk membantu perempuan wirausaha
mendirikan bisnis dan kemudian secara teratur menyediakan produk-produk
secara kredit (Otoo 2012).
Temuan berbeda diungkapkan oleh Pitamber (2003), dimana kredit mikro
yang semakin berkembang selama dekade terakhir di Afrika, ternyata tidak
berdampak pada berkurangnya kemiskinan secara berkelanjutan diantara
kelompok peminjam. Di Malawi saja terdapat lebih dari 29 program pemberian
kredit mikro, namun program-program tersebut hanya melihat dari skenario sisi
penawaran dan tidak mempertimbangkan jenis kredit apa yang dibutuhkan oleh
penerima kredit. Salah satu kesalahpahaman antara praktisi adalah sasaran
pemberian kredit mikro yang tidak tepat. Lembaga keuangan mikro menargetkan
kredit untuk orang miskin yang tidak memiliki tanah dan assetless. Akan tetapi

9
kriteria tersebut memberikan kekhawatiran pada lembaga keuangan mikro itu
sendiri, karena mereka tidak dapat menjamin pengembalian dan peningkatan
keuntungan. Pada praktiknya, kredit diberikan kepada mereka yang dianggap
mampu melakukan pengembalian, sehingga pada akhirnya sasaran penerima
kredit tidak tepat dan kemiskinan pun tidak tertanggulangi.
Program penanggulangan kemiskinan melalui pemberian kredit mikro
lainnya dilakukan di Jamaika. Pemerintah Jamaika melalui National Poverty
Eradication Programme (NPEP) telah membentuk sebuah lembaga bernama
Micro Investment Development Agency (MIDA) yang bertugas memberikan
kredit secara langsung kepada orang miskin melalui jaringan komunitas berbasis
lender. Tidak jauh berbeda dengan Afrika, sasaran MIDA juga tidak sesuai
dengan amanah program pemerintah Jamaika untuk menanggulangi kemiskinan.
Upaya untuk mempertahankan tingkat pelunasan pinjaman, memaksa mereka
untuk melayani lebih sedikit peminjam dari golongan orang miskin. Mereka juga
mengungkapkan bahwa orang miskin belum tentu memiliki kemampuan untuk
menjalankan usaha mikro dengan baik, karena sejumlah faktor, seperti rendahnya
tingkat pelatihan, pola pikir individu dan keadaan ekonomi yang membuat mereka
sangat rentan terhadap guncangan ekonomi (Ffrench 2004).
Program terkait kredit mikro telah banyak pula diselenggarakan di
Indonesia. Salah satunya adalah Koperasi Lembaga Ekonomi Pengembangan
Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPP-M3) di Kabupaten Tuban yang menggunakan
pola Grameen Bank. Hasil penelitian Marpaung, Sarma, dan Limbong (2013)
menunjukkan bahwa penerapan pola Grameen Bank pada Koperasi LEPP-M3
sangat membantu masyarakat dalam meningkatkan usahanya dengan persyaratan
yang tidak memberatkan anggotanya. Pemberian kredit dengan pola tersebut
selain bermanfaat untuk menambah permodalan, anggota juga dibiasakan untuk
menabung. Untuk membayar cicilan, setiap anggota tidak perlu mendatangi kantor
koperasi, tetapi pengurus koperasi yang akan mendatangi tempat pertemuan
kelompok setiap minggu yang sudah ditentukan. Dalam penelitian ini juga
dilaporkan bahwa terdapat perbedaan pendapatan usaha kecil sebelum dan
sesudah penerapan pola Grameen Bank, dimana pola tersebut dapat meningkatkan
pendapatan usaha kecil masyarakat Tuban.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa setiap program
pembiayaan berupa pemberian kredit bagi perempuan wirausaha, memiliki
kekurangan dan kelebihan masing-masing. Kegagalan pemberian kredit seringkali
terjadi karena penentuan sasaran yang kurang tepat, serta kurangnya pelatihan dan
pendampingan usaha.

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Teoritis
Konsep Kewirausahaan dan Perempuan Wirausaha
Kata entrepreneur berasal dari bahasa Perancis yang telah diadopsi ke
dalam bahasa Inggris. Istilah ini dikenalkan oleh seorang ekonom Perancis, Jean
Baptista Say (1767-1832), yang memiliki arti sebagai suatu usaha yang

10
memindahkan sumberdaya ekonomi ke wilayah yang lebih produktif dengan
penghasilan besar. Wirausaha membutuhkan wawasan dan pengalaman serta
keterampilan teknis dan manajemen yang memadai. Wirausaha tidak hanya
menghasilkan barang yang baru tetapi juga dapat berupa sistem, metode, strategi,
dan aspek-aspek lain dalam usaha sehingga dapat mewujudkan efisiensi dan
efektivitas kerja.
Entrepreneur adalah orang yang mencari peluang yang menguntungkan
dan mengambil risiko seperlunya untuk merencanakan dan mengelola suatu bisnis
(Boone&Kurtz 2002). Pengusaha berbeda dengan manajer. Manajer adalah
karyawan yang mengarahkan bawahannya untuk mencapai sasaran perusahaan.
Manajer menggunakan sumberdaya perusahaan seperti kayawan, uang, peralatan,
dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaannya. Pengusaha memiliki sasaran
yang ditetapkan sendiri dan harus mencari serta mengelola sumberdaya yang
dibutuhkan dalam bisnisnya. Centre for Entrepreneurial Leadership dari State
University of New York di Buffalo mengklasifikasikan wirausaha ke dalam tiga
golongan, yaitu pengusaha klasik, intrapreneurship, dan agen perubahan.
1. Pengusaha klasik (classic entrepreneur)
Pengusaha klasik adalah pengusaha yang mengidentifikasi berbagai peluang
bisnis dan mengalokasikan sumberdaya untuk memasuki pasar tersebut.
2. Intrapreneurs
Intrapreneurs adalah orang yang memiliki jiwa wirausaha dan mencoba
mengembangkan produk baru, ide, dan usaha komersial di dalam perusahaan
besar.
3. Agen perubahan (change agent)
Agen perubahan adalah para manajer yang berusaha merevitalisasi
perusahaan yang telah berjalan agar tetap kompetitif di pasar modern.
Sementara itu, definisi kewirausahaan menurit Hubeis (2009) telah banyak
dikemukakan oleh para pakar, diantaranya mendefinisikan sebagai suatu proses
penciptaan suatu hal yang baru (kreativitas) dan membuat sesuatu yang berbeda
(inovasi) dari yang sudah ada, untuk kesejahteraan individu dan dapat
memberikan nilai tambah kepada masyarakat dengan kekuatan yang ada pada
dirinya. Orang yang melakukan proses penciptaan (kreatif) kekayaan dan nilai
tambah melalui gagasan, mengombinasikan sumberdaya dan mewujudkan
gagasan menjadi kenyataan yang melibatkan aspek peluang dan risiko. Pada
prakteknya, wirausahawan dapat digolongkan menjadi entrepreneur
(wirausahawan sebagai pemilik bisnis), intrapreneur (wirausaha di dalam
perusahaan), ecopreneur, ultrapreneur, collective entrepreneur, academic
entrepreneur, dan beberapa jenis wirausahawan yang lain.
Adapun perempuan wirausaha merupakan sebuah fenomena dalam dunia
kewirausahaan, dimana dalam beberapa tahun belakangan ini, terutama sejak
krisis ekonomi melanda Indonesia dan diperkuat oleh munculnya Millenium
Development Goals (MDGs). Salah satu tujuan MDGs tersebut adalah
pemberdayaan perempuan, sehingga perhatian terhadap perkembangan perempuan
wirausaha di Indonesia semakin besar. Perhatian tersebut tidak hanya datang dari
dunia akademis, tetapi juga dari pengambil-pengambil kebijakan, praktisi-praktisi,
dan lembaga-lembaga masyarakat nonpemerintah (LSM). Perkembangan
perempuan wirausaha dipengaruhi oleh banyak faktor, baik langsung maupun
tidak langsung. Faktor-faktor determinan langsung adalah tekanan-tekanan

11
ekonomi (keuangan) dan latar belakang sosial-budaya, sedangkan faktor-faktor
yang mempengaruhi secara tidak langsung adalah kebijakan-kebijakan pemerintah
dan stabilitas dari lingkungan sosial-ekonomi domestik (Tambunan 2009).
Merujuk pada penjelasan di atas, Tambunan (2009) juga menjelaskan
dalam kaitannya dengan perempuan wirausaha, UMK memiliki dua peran penting,
yakni sebagai suatu titik awal yang baik bagi mobilisasi bakat perempuan sebagai
pengusaha, terutama di perdesaan yang hingga saat ini masih menjadi pusat
kemiskinan di tanah air. Peran selanjutnya ialah sebagai suatu tempat untuk
pengujian dan pengembangan kewirausahaan perempuan.
Berdasarkan jenis kewirausahaannya, usaha kecil diklasifikasikan atas: 1)
self-employement perorangan, 2) self-employement kelompok, 3) industri rumah
tangga. Sementara itu, jika dilihat dari tahap pengembangan usaha, usaha kecil
dapat dilihat dari aspek pertumbuhan menurut pendekatan efisiensi dan
produktivitas, yaitu: 1) tingkat survival menurut jenis usaha (self-employment
perorangan hingga industri rumah tangga), 2) tingkat konsolidasi menurut
penggunaan teknologi tradisional yang diikuti dengan kemampuan mengadopsi
teknologi modern, serta 3) tingkat akumulasi menurut penggunaan teknologi
modern yang diikuti dengan keterkaitannya dengan struktur ekonomi maupun
industri.
Usaha dengan skala sangat kecil dan mikro dapat dikelompokkan atas: 1)
usaha kecil mandiri, yaitu tanpa menggunakan tenaga kerja lain, 2) usaha kecil
yang menggunakan tenaga kerja dari anggota keluarga sendiri, dan 3) usaha kecil
yang memiliki tenaga kerja upahan secara tetap. Usaha kecil dengan kategori yang
dimaksud adalah kelompok usaha yang banyak menghadapi kesulitan, terutama
terkait dengan lemahnya kemampuan manajerial, teknologi dan permodalan yang
terbatas, SDM, pemasaran dan mutu produk, serta faktor eksternal yang sulit
diatasi, yaitu struktur pasar yang kurang sehat dan berkembangnya perusahaanperusahaan asing yang menghasilkan produk sejenis untuk segmen pasar yang
sama. Permasalahan UKM (termasuk usaha kecil) yang telah dikemukakan dapat
digambarkan secara skematis dalam bentuk tiga lingkar konsentris yang saling
terkait dan berinteraksi secara timbal balik, dimana lingkaran A (lingkaran terluar)
menjelaskan masalah eksternal yang dihadapi UKM, seperti iklim usaha, prosedur
birokrasi, persaingan, tata niaga, peraturan pemerintah, dan lain sebagainya.
Sementara itu, lingkaran B (lingkaran tengah) menjelaskan masalah struktural
yang melekat dalam kegiatan usaha, seperti kelemahan dalam produksi, SDM,
pemasaran, permodalan dan teknologi. Lingkaran C (lingkaran ter