Partisipasi Masyarakat dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MUSYAWARAH
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA CIHIDEUNG ILIR
KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR

RODIAH RUMATA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Partisipasi Masyarakat
dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Desa Cihideung Ilir Kecamatan
Ciampea Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, April 2013

Rodiah Rumata
NIM I34080144

iv

ABSTRAK
RODIAH RUMATA. Partisipasi Masyarakat dalam Musyawarah Perencanaan
Pembangunan di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor.
Dibimbing oleh DJUARA P. LUBIS.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses musyawarah
perencanaan pembangunan mulai dari desa hingga kabupaten, menganalisis
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat berpartisipasi dalam
perencanaan pembangunan juga menganalisis penilaian masyarakat terhadap hasil

musyawarah perencanaan pembangunan di desanya. Pendekatan kualitatif
menggunakan wawancara mendalam dan menganalisis hasil observasi yang
terjadi di lapangan. Pendekatan kuantitatif menggunakan metode survei kepada 44
responden, dimana mereka adalah warga yang menghadiri proses musyawarah di
desa. Hasil dari penelitian ini adalah: 1) Proses perencanaan pembangunan belum
berjalan dengan baik Di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea. Dilihat dari;
beberapa tahap dalam proses perencanaan tidak diadakan, serta kualitas
sumberdaya yang belum memadai 2) Partisipasi masyarakat dalam perencanaan
pembangunan secara keseluruhan masih rendah. Oleh karena itu diperlukan cara
baru pencapaian partisipasi masyarakat, sebuah pengoptimalisasian program yang
dibutuhkan masyarakat, dan peningkatan pemahaman tentang musyawarah desa
kepada seluruh elemen masyarakat.
Kata kunci: partisipasi masyarakat, perencanaan pembangunan

ABSTRACT
RODIAH RUMATA. Community Participation in Development Planning in
Cihideung Ilir Village Ciampea Subdistrict, Bogor District. Supervised by
DJUARA P. LUBIS.
The objective of this study was to describe development planning process in
village, analized factors influenced in community participation and analized

valuation process after the planning development. Qualitative approach within
depth-interviews and participant observation was use to analyze the changes that
occur. The process and the factors supporting and inhibiting change. Quantitative
approach using survey method and and take the 44 respondents from the local
community who attend in planning development process. From the research result,
it can be concluded that: 1) Planning development process has not implemented
well in Cihideung Ilir village, Ciampea Regency, i.e. a) some steps of
development planning process in every village had not been held, especially in
step which people were involved to decide important program proposed to
regency level. 2) Society participation in development planning in Cihideung
Village was still low.Therefore, it needs an accomplishment in participative
development planning, an optimization of problem identification and society need
assessment, and an improvement of understanding from villege and district
bureaucracy staffs and society element about development planning.
Keywords: community partisipation, development planning

ii

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MUSYAWARAH
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA CIHIDEUNG ILIR

KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR

RODIAH RUMATA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

iv

Judul Skripsi : Partisipasi Masyarakat dalam Musyawarah Perencanaan
Pembangunan di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea
Kabupaten Bogor

Nama
: Rodiah Rumata
NIM
: I34080144

Disetujui oleh

Dr Ir Djuara P Lubis, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

vi

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil alamin hanya kepada Allah segala puji dan syukur.
Ada kebahagiaan yang mendalam, menyusuri rongga dada setelah mampu
menyelesaikan skripsi dengan judul “Partisipasi Masyarakat dalam Musyawarah
Perencanaan Pembangunan di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea
Kabupaten Bogor”. Semoga persembahan ini bermanfaat. Penulis mengucapakan
terimakasih yang mendalam kepada mereka yang telah membantu penulisan
skripsi ini baik secara langsung maupun tidak.
1. Dr. Ir. Djuara P. Lubis selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu dan pikiran dalam memberikan saran dan masukkan selama proses
penulisan hingga penyelesaikan skripsi ini
2. Ir. Fredian Tonny, MS selaku dosen uji petik yang menyadarkan penulis akan
hal-hal penting seputar karya tulis ilmiah
3. Warga Desa Cihideung Ilir selaku responden dan narasumber
4. Bapak dan mama tercinta atas kesabaran dan doa dalam tiap desah nafasnya
kepada penulis.
5. Kakak Rima Nirmalasari Rumata wanita inspiratif yang menyemangati dari
kejauhan. Adik Ali Akbar Rumata, Yafi Abdullah Rumata, dan Syauqi Azhar
Rumata kalian mengajariku banyak hal.
6. Dian Hermawati dan Sri Anom Amongjati teman senasib sepenanggungan di
KPM45

7. Teman-teman @niscaya_riska, @aldiel, @Alnahotama, @Rizaaditiya, ina dan
mina dalam kebersamaan penyelesaian tugas akhir di perpustakaan
8. Morina Maryam Zoebir, teman satu bimbingan yang saling menyemangati.
9. Teman-teman kosan Pondok Rizki yulinda, Mbak Sri, Lina, Jubed, Age,
Kokom, Aslimah, Nohi yang selalu setia mengingatkan, memberi keceriaan di
setiap harinya
10. Teman-teman di Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia yang telah
mengajari arti ta‟aruf, tafahum, ta‟awun dan takaful
11. Keluarga besar KPM 45 atas dukungannya
12. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu hingga selesainya skripsi ini.

Bogor, April 2013
Rodiah Rumata

viii

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI


ix

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

PENDEKATAN TEORITIS

5

Tinjauan Pustaka


5

Musyawarah Perencanaan Pembangunan

5

Mekanisme Musyawarah Perencanaan Pembangunan

7

Pengorganisasian Penyelenggaraan Musrenbang

9

Prinsip-Prinsip Musrenbang Desa

10

Partisipasi Masyarakat


11

Jenis-jenis Partisipasi

13

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Masyarakat

15

Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Perdesaan

16

Kerangka Pemikiran

18

Hipotesis

19

Definisi Operasional

20

METODE PENELITIAN

21

Lokasi dan Waktu

21

Teknik Penentuan Responden

21

Teknik Pengumpulan Data

22

Teknik Pengolahan Dan Analisis Data

22

GAMBARAN UMUM PENELITIAN
Gambaran Umum Desa Cihideung Ilir
Keadaan Wilayah

23
23
23

x

Karakteristik Responden Peserta Musrenbang Desa

25

Umur

25

Jenis Pekerjaan

25

Tingkat Pendidikan

27

Ikhtisar

28

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MUSYAWARAH PERENCANAAN
PEMBANGUNAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
31
Partisipasi Masyarakat dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan

31

Keterlibatan Masyarakat dalam Mengungkapkan Pendapat

34

Keterlibatan Masyarakat dalam Mengambil Keputusan

35

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi

36

Pengaruh Faktor Internal Terhadap Tingkat Partisipasi

36

Pengaruh Faktor Eksternal terhadap Tingkat Partisipasi

41

Ikhtisar

44

PENILAIAN TERHADAP HASIL MUSRENBANG DAN FAKTOR YANG
MEMPENGARUHINYA
45
Pengaruh Keterlibatan Masyarakat dalam Mengemukakan Pendapat

45

Pengaruh Keterlibatan Masyarakat dalam Pengambilan Keputusan

45

Penilaian Terhadap Hasil Musrenbang

46

SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan

47
47

Saran

47

DAFTAR PUSTAKA

49

RIWAYAT HIDUP

53

DAFTAR TABEL

1.

Definisi operasional penelitian partisipasi masyarakat

19

2.

Jumlah dan persentase penduduk Desa Cihideung Ilir berdasarkan
mata pencaharian, 2009

23

Jumlah dan persentase penduduk Desa Cihideung Ilir berdasarkan
karakteristik jenis kelamin, 2009

24

Jumlah dan persentase penduduk Desa Cihideung Ilir berdasarkan
tingkat pendidikan, 2009

24

Jumlah dan persentase responden menurut karakteristik kelompok usia,
jenis pekerjaan, dan tingkat pendidikan formal di Desa Cihideung Ilir,
2012

27

Hubungan usia dan tingkat partisipasi responden dalam musyawarah
perencanaan pembangunan

34

Hubungan tingkat pendidikan dan tingkat partisipasi responden dalam
musyawarah perencanaan pembangunan

35

Hubungan jenis pekerjaan responden dengan tingkat partisipasi dalam
pusyawarah perencanaan pembangunan

38

Hubungan motivasi responden dengan tingkat partisipasi dalam
musyawarah perencanaan pembangunan

37

Tingkat keterdedahan informasi responden dan hubungannya dengan
tingkat partisipasi masyarakat

39

Hasil analisis uji statistik korelasi pearson antara faktor internal dan
eksternal terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam musyawarah
perencanaan pembangunan desa jumlah dan presentase tingkat
partisipasi masyarakat dalam musyawarah perencanaan pembangunan

40

Tingkat kepuasan responden dan hubungannya dengan keterlibatan
dalam mengungkapkan pendapat

41

Tingkat kepuasan responden dan hubungannya dengan keterlibatan
dalam pengambilan keputusan

39

3.
4.
5.

6.
7.
8.
9.
10.
11.

12.
13.

xii

DAFTAR GAMBAR
1.

Delapan tingkatan dalam tangga partisipasi masyarakat

12

2.

Komponen Perencanaan

16

3.

Kerangka pemikiran partisipasi masyarakat dalam musyawarah
perencanaan pembangunan di Desa Cihideung Ilir

18

4.

Persentase usia responden yang mengikuti musrenbang

25

5.

Persentase pekerjaan responden yang mengikuti musrenbang desa

26

6.

Persentase pendidikan responden yang mengikuti musrenbang desa

27

7.

Persentase keterlibatan responden dalam mengungkapkan pendapat

32

8.

Persentase keterlibatan responden dalam pengambilan keputusan

33

9.

Persentase keterdedahan informasi responden

38

DAFTAR LAMPIRAN
1.

Daftar peserta musrenbang

49

2.

Peta lokasi penelitian

50

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terus
menerus meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan
merata. Pembangunan desa memegang peranan yang sangat menentukan dalam
pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini didasarkan bukan saja karena
sebagian besar penduduknya tinggal di pedesaan, namun juga karena desa dan
penduduknya masih hidup dalam kondisi miskin dan terbelakang. Oleh karena itu
pembangunan desa diarahkan untuk mengentaskan kemiskinan dan
keterbelakangan masyarakat lapisan bawah dan masyarakat yang tinggal di
wilayah pedesaan yang selama ini belum atau kurang merasakan hasil-hasil
pembangunan nasional (Makmur 2005). Supriatna yang dikutip oleh Arifin (2007)
juga mengatakan bahwa pembangunan yang berorientasi pada pembangunan
manusia mensyaratkan keterlibatan langsung masyarakat penerima program, agar
hasil pembangunan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Menurut Todaro (2006), pembangunan harus mencerminkan perubahan
total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa
mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individu maupun
kelompok-kelompok sosial yang ada didalamnya. Selain itu pembangunan
bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera. Dalam
penyelenggaraan pembangunan tahapan yang paling awal dan merupakan tahapan
yang paling vital adalah tahapan perencanaan.
Perencanaan merupakan suatu hal yang sangat menentukan keberhasilan
pembangunan yang akan dilaksanakan oleh suatu negara. Oleh sebab itu dalam
perencanaan pembangunan pemerintah perlu melibatkan segenap kemampuan dan
kemauan yang dimiliki oleh masyarakat dalam melaksanakan pembangunan
(partisipatif) (Sayumitra, 2009). Oleh karena itu pemerintah dalam menjalankan
proses-proses pemerintahan dalam membangun masyarakat harus menekankan
perlunya partisipasi masyarakat dengan beragam kepentingan ataupun latar
belakang yang berbeda. Untuk mencapai keberhasilan pembangunan tersebut
maka banyak aspek yang harus diperhatikan, diantaranya adalah keterlibatan
masyarakat dalam pembangunan. Pembangunan tidak akan bergerak maju apabila
salah satu dari komponen tata pemerintahan (pemerintah, masyarakat, swasta)
tidak berperan atau berfungsi. Karena itu musyawarah perencanaan pembangunan
(musrenbang) desa merupakan forum dialogis antara pemerintah desa dengan
pemangku kepentingan lainnya untuk mendiskusikan dan menyepakati program
pembangunan yang dapat memajukan keadaan desa.
Hal ini sejalan dengan Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah yang mengamanatkan pembangunan dari bawah secara
partisipatif. Menurut Purnamasari (2008) untuk tercapainya keberhasilan
pembangunan masyarakat desa maka segala program perencanaan, pelaksanaan
serta evaluasi pembangunan harus melibatkan masyarakat, karena merekalah yang
mengetahui permasalahan dan kebutuhan. Dengan adanya musyawarah
perencanaan pembangunan yang artinya itikad baik masyarakat bertemu dengan
itikad baik pemerintah menjadi jalan pencapaian pembangunan yang partisipatif.

2

Penelitian ini bermaksud untuk meneliti lebih dalam tentang partisipasi
masyarakat dalam musyawarah perencanaan pembangunan di tingkat desa. Apa
faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi, seberapa besar tingkat partisipasi
dan seberapa besar tingkat kepuasan masyarakat terhadap hasil partisipasi dalam
musyawarah perencanaan pembangunan, mengingat tujuan akhir dari penelitian
ini adalah untuk mempertemukan dua subsistem bekerja sama mewujudkan
suprasistem yang diharapkan.
Perumusan Masalah
Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) merupakan amanat
UU No 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional.
Dengan musrenbang ini rakyat diharapkan bisa berpartisipasi dalam proses
pembangunan. Pemerintah menginginkan agar proses pembangunan digagas dari
bawah. Sehingga proses musrenbang ini harus menampung partisipasi dan usulan
rakyat seluas-luasnya. Partisipasi masyarakat mencakup keikutsertaan masyarakat
dalam keseluruhan manajemen pembangunan. Kegiatan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan meliputi identifikasi potensi, permasalahan yang dihadapi
masyarakat, penyusunan program pembangunan yang benar dibutuhkan
masyarakat lokal, implementasi program pembangunan dan pengawasannya.
Dengan kata lain, partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan
merupakan aktualisasi dari kepedulian, kesediaan dan kemampuan masyarakat
untuk berkorban dan berkontribusi terhadap implementasi program-program yang
dilaksanakan didaerahnya serta merupakan salah satu bentuk pemberdayaan
masyarakat secara aktif yang berorientasi pada pencapaian hasil pembangunan
yang dilakukan masyarakat (Utami 2010).
Proses partisipasi secara rinci tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor 54
tahun 2010 tentang tahapan, tatacara penyusunan, pengendalian dan evaluasi
pelaksanaan rencana pembangunan daerah. Musrenbang seharusnya dilaksanakan
secara berjenjang: Musrenbang RW (Rembug RW), Musrenbang Desa,
Musrenbang Kecamatan, Musrenbang Kota, Musrenbang Provinsi dan
Musrenbang Nasional. Musrenbang akan membahas prioritas kegiatan
pembangunan dan pengalokasian anggarannya. Penentuan prioritas pembangunan
akan diputuskan berdasarkan kemendesakkan persoalan dan diputuskan secara
musyawarah mufakat, dengan demikian Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
seharusnya mengacu pada proposal dari musrenbang. Akan tetapi pada
kenyataanya hampir semua kebijakan pembangunan, baik nasional maupun lokal
tidak menjawab persoalan rakyat. Penyusunan APBN dan APBD juga tidak
mengacu pada proposal pembangunan dari rakyat.
Hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh banyak pihak tentang partisipasi
menunjukkan bahwa program-program yang asalnya dari atas atau top down tidak
menarik penduduk untuk datang menghadiri rapat-rapat penyuluhan dibandingkan
dengan program-program yang langsung dapat dirasakan manfaatnya misalnya
proyek-proyek yang menyangkut peningkatan produksi bagi mereka. Disisi lain
program secara bottom up di desa bergantung pada masyarakat desa itu sendiri.
Melihat kenyataan yang terjadi di Desa Cihideung Ilir dua hal diatas; program top

3
down dan bottom up, menimbulkan satu permasalahan tersendiri. Suara- suara dari
desa tidak dapat diakomodir seluruhnya karena banyaknya program desa yang
kesemuanya menuntut untuk direalisasikan oleh pemerintah, atau pemerintah
sendiri tidak secara adil melaksanakan alur musrenbang karena ditunggangi oleh
kepentingan-kepentingan politik tertentu.
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas sebagai bahan refleksi atas proses
musrenbang yang sudah berjalan, cukup menarik untuk melihat faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi partisipasi, seberapa besar tingkat partisipasi dan
bagaimana penilaian masyarakat terhadap hasil partisipasi melalui musrenbang.
Hal ini penting untuk diketahui agar dapat menjelaskan tingkat kepuasan
masyarakat terhadap proses musyawarah perencanaan pembangunan di desanya.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang telah
dipaparkan di atas, disusun beberapa tujuan penelitian guna menjawab rumusan
masalah dan pertanyaan penelitian tersebut, antara lain:
1. Mendeskripsikan proses musyawarah perencanaan pembangunan mulai dari
desa hingga kabupaten,
2. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat
berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan,
3. Menganalisis penilaian masyarakat terhadap hasil musyawarah perencanaan
pembangunan di desanya.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapakan dapat menjadi evaluasi bersama seluruh
stakeholder dalam merencanakan pembangunan mulai dari tingkat desa yang
memiliki efek hingga ke tingkat nasional. Mengapa partisipasi itu penting,
kenapa harus partisipasi dan seperti apa cara yang harus ditempuh agar suatu
program dapat terpilih menjadi prioritas program didesa. Melalui penelitian ini
penulis juga ingin menyumbangkan ide kepada beberapa pihak yakni:
1. Akademisi, dimana penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti lain,
khususnya yang berkaitan dengan masalah partisipasi masyarakat desa dan
bagaimana penentuan prioritas program dari sekian banyak program yang
diusulkan. Pentingnya alur musyawarah perencanaan pembangunan ini
mendukung dikelurkannya rencana pembangunan jangka panjang di Indonesia.
2. Masyarakat, dimana golongan ini adalah golongan yang terpenting dalam
pembangunan suatu desa, karena merekalah yang paling bisa merasakan
bagaimana kondisi desa sebenarnya
3. Pemerintah, penelitian ini diharapakan dapat menjadi masukan dan bahan
pertimbangan untuk menentukan skala prioritas pembangunan, khususnya
pembangunan di perdesaan.

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Bagian ini berisi tinjauan literatur yang berkaitan dengan beberepa konsep
yang digunakan pada penelitian ini. Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu melihat
pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan di Desa Cihideung Ilir,
maka dijelaskan dalam tinjauan literatur ini, antara lain: konsep musyawarah
perencanaan pembangunan, konsep partisipasi, faktor-faktor yang mempengaruhi
partisipasi masyarakat dalam prencanaan pembangunan di tingkat desa.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Musyawarah perencanaan pembangunan adalah perwujudan prinsipprinsip perencanaan yang mengetengahkan partisipasi masyarakat, prinsip-prinsip
koordinasi, perencanaan kebijakan program dan kebijakan pemerintah dalam dua
arah: top-down (dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah) dan bottom up (dari
aspirasi daerah ke pemerintah pusat). Musyawarah perencanaan pembangunan
yang selanjutnya disingkat musrenbang adalah forum antar pemangku
kepentingan dalam rangka menyusun rencana pembangunan daerah. Sedangkan
musrenbang desa/kelurahan adalah suatu forum musyawarah yang
diselenggarakan oleh lembaga publik yaitu pemerintah desa/kelurahan bekerja
sama dengan warga dan para pemangku kepentingan untuk menyepakati rencana
kegiatan untuk tahun anggaran yang nantinya akan direncanakan, dengan
mengacu pada rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJM Desa) yang
sudah disusun (Permen 2010).
Pelaksanaan musrenbang diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Khusus untuk
musrenbang desa, merupakan sebuah forum musyawarah tahunan para pemangku
kepentingan (stakeholder) desa untuk menyepakati Rencana Kerja Pembangunan
Desa (RKP) tahun anggaran yang direncanakan. Musrembang Desa dilaksanakan
setiap bulan Januari dengan mengacu pada RPJM Desa dan dokumen rencana
tahunan yaitu RKP Desa. Setiap desa diamanatkan untuk menyusun dokumen
rencana 5 tahunan yaitu RPJM Desa dan dokumen rencana tahunan yaitu RKP
Desa. Musrenbang yang bermaka akan mampu membangun kesepahaman tentang
kepentingan dan kemajuan desa dengan cara memotret potensi dan sumbersumber pembangunan yang tidak tersedia baik dari dalam maupun luar desa.
Pemerintah desa sebagai ujung tombak pembangunan yang mana
keberadaan dari pemerintah desa berhubungan langsung dengan masyarakat.
Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Bab 1
pasal 1 point 1 disebutkan bahwa desa atau yang disebut dengan nama lain
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Masyarakat adalah orang-perseorangan,
kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum yang
berkepentingan dengan kegiatan dan hasil pembangunan baik sebagai penanggung

6

biaya, pelaku, penerima manfaat, maupun penanggung resiko (penjelasan pasal 2
ayat 4 huruf d UU No 25) sedangkan partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan
masyarakat untuk mengakomodasi kepentingan mereka dalam proses penyusunan
rencana pembangunan (penjelasan pasal 2 ayat 4 huruf d UU No 25).
Konsep musyawarah menunjukkan bahwa forum musrenbang bersifat
partisipatif dan dialogis. Musyawarah merupakan istilah yang sebenarnya sudah
mempunyai arti yang jelas merupakan forum untuk merembugkan sesuatu dan
berakhir pada pengambilan kesepakatan atau pengambilan keputusan bersama,
bukan seminar atau sosialisasi informasi. Dengan diberlakukannya UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah maka daerah
mempunyai kewenangangan yang lebih luas untuk mengatur rumah tangganya
sendiri. Konsekuensi dari pelaksanaan Undang-Undang tersebut adalah bahwa
Pemerintah Daerah harus dapat lebih meningkatkan kinerjanya dalam
penyelenggaraan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan sendiri merupakan inisiasi wahana
partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan diantaranya
Musrenbang regular tahunan yang terdiri Musrenbangdes, Musrenbangcam, forum
SKPD, Musrenbang Kabupaten, Musrenbang Provinsi, dan Musrenbang Nasional,
selanjutnya Musrenbang jangka Menengah (penyusunan RPJM Nasional/Daerah)
dan Musrenbang dalam rangka penyusunan RPJP Nasional/Daerah.
Perencanaan pembangunan daerah dilandaskan pada kerangka berpikir
global dan bertindak untuk kepentingan lokal (think globally act locally). Hal ini
dimaksudkan bahwa perencanaan pembangunan daerah dapat memberikan arah
yang tepat bagi proses pembangunan daerah sehingga mampu meningkatkan
kapasitas daerah dan masyarakat menghadapi arus globalisasi. Perencanaan
pembangunan daerah yang transparan dilaksanakan menganut prinsip keadilan.
Dapat pula diartikan pelaksanaan proses perencanaan pembangunan harus
dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi-informasi yang berkaitan
dengan kepentingan publik dapat secara langsung diperoleh oleh mereka yang
membutuhkan. Perencanaan pembangunan daerah yang partisipatif harus mampu
mengakomodir secara obyektif berbagai kebutuhan dan aspirasi masyarakat agar
dapat menghasilkan konsensus bersama menuju perubahan yang lebih baik dan
diterima oleh semua pihak. Oleh karena itu dalam setiap pengambilan keputusan
memerlukan keterlibatan masyarakat.
Partisipasi aktif tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan
memberikan dampak positif terhadap perencanan pembangunan. Sebaliknya
apabila partisipasi masyarakat diabaikan sedangkan mobilisasi masyarakat yang
dikembangkan, proses pembangunan akan terhambat bahkan akan mengalami
kegagalan, karena masyarakat kurang merasa memiliki hasil-hasil pembangunan.
Sementara perencanaan pembangunan daerah yang akuntabel merupakan proses
perencanaan yang dilakukan dengan terukur, baik secara kuantitas maupun
kualitas, sehingga memudahkan dalam pengendalian. Akuntabilitas juga berarti
menyelenggrakan perhitungan (account) terhadap sumber daya yang digunakan
dan adanya konsistensi terhadap hasil-hasil perencanaan yang sudah disepakati
dengan pelaksanaan bersama harus dijaga dan dipelihara. Sesuai dengan UndangUndang No 25 Tahun 2004 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional maka

7

perencanaan pembangunan daerah harus bersifat menyeluruh, sehingga mampu
membangun sistem perencanaan pembangunan dengan pendekatan politik,
teknokrtik, partisipatif top down dan bottom up. Dimana pendekatan politik
memandang bahwa proses penyusunan rencana erat kaitannya dengan proses
politik. Perencanaan yang dilakukan pemerintah akan berisi rencana strategis
pemerintahan yang akan berlangsung selama masa kerjanya. Dengan demikian
rencana yang dibuat sifatnya menjadi sebuah dokumen politis yang akan menjadi
bahan evaluasi kinerja pemerintah yang bersangkutan. Sementara pendekatan
teknokratik dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir
ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu.
Selanjutnya pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak
yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan.
Mekanisme Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Panduan untuk
Fasilitator Musrenbang)
Musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) adalah forum
perencanaan yang di selenggarakan oleh lembaga publik, yaitu pemerintah desa,
bekerjasama dengan warga dan para pemangku kepentingan lainnya. Dengan
diberlakukannya mekanisme musyawarah maka pemerintah dan warga desa dapat
berpartisipasi aktif memajukan desanya melalui program pembangunan desa.
Musrenbang desa idealnya memiliki beberapa tahapan mulai dari Tahapan Pra
Musrenbang Desa, Tahapan Pelaksanaan Musrenbang Desa dan Tahapan Pasca
Musrenbang Desa.
Proses perencanaan dimulai dengan informasi tentang ketersediaan sumber
daya dan arah pembangunan nasional, sehingga perencanaan bertujuan untuk
menyusun hubungan optimal antara unput, proses, dan output/outcome atau dapat
dikatakan sesuai dengan kebutuhan, dinamika reformasi dan pemerintahan yang
lebih demokratis dan terbuka, sehingga masyarakatlah yang lebih tau apa yang
dibutuhkannya. Jadi partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan
pembangunan sangat penting karena dapat menumbuhkan sikap memiliki dan rasa
tanggung jawab masyarakat terhadap pembangunan. Adapun tujuan dari
musrenbang desa adalah:
1. Menyepakati prioritas kebutuhan/masalah dan kegiatan desa yang akan
menjadi bahan penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Desa.
2. Menyepakati tim delegasi desa yan akan memaparkan persoalan daerah yang
ada di desanyapada forum musrenbang kecamatanuntuk penyusunan program
pemerintah daerah/SKPD tahun berikutnya.
Mekanisme musrenbang dikatakan efektif apabila pelaksanaannya dapat
diukur. Untuk itulah diperlukan adanya alat ukur untuk mengetahui sejauhmana
mekanisme musrenbang tersebut dapat dikatakan efektif atau tidak. Terdapat
empat dimensi yang dapat dijadikan alat ukur untuk mengetahui efektifitas
tersebut, antara lain:
1. Satuan waktu
Pelaksanaan musrenbang sering tidak tepat waktu. Ketidaktepatan
penyelenggaraan musrenbang ini sebagian besar disebabkan oleh faktor antara
lain tidak adanya informasi dari penyelenggara (kecamatan), musrenbang kurang

8

dijadwalkan dengan baik sehingga banyak masyarakat yang tidak menghadiri
musrenbang dengan alasan tidak punya waktu karena berbagai kesibukan. Dengan
demikian terlihat bahwa pemanfaatan jadwal atau waktu penyelenggaraan
musrenbang masih kurang diperhatikan.
Apabila dilihat dari perbandingan beban kerja dengan waktu yang
diperlukan dalam penyelenggaraan musrenbang, sebetulnya cukup memadai.
Artinya, bahwa tersedia waktu yang cukup dalam penyelenggaraan musrenbang
untuk menghasilkan hal-hal yang seharusnya dapat diwujudkan selama
pelaksanaan musrenbang tersebut. Hanya saja terjadi ketidaktepatan dalam
penggunaan waktu, sehingga penyelenggaraan musrenbang menjdai tidak efektif.
2. Satuan hasil
Pelaksanaan musrenbang dari segi hasil sebenarnya dirasakan oleh
masyarakat karena mampu menampung aspirasi masyarakat, walaupun semua
aspirasi yang disampaikan tidak seluruhnya dapat diakomodasikan.
Ketertampungan aspirasi masyarakat melalui musrenbang tersebut, juga dapat
dilihat dari RPT (Rencana Pembangunan Tahunan) yang tersusun, yang pada
dasarnya merupakan daftar rencana kegiatan pembangunan tahunan.
Penyelenggara musrenbang bisa menghasilkan rumusan usulan pembangunan dari
tingkat desa/kelurahan dan kecamatan, walaupun sebagian besar lebih
menyangkut kegiatan yang didanai oleh pemerintah. Dan yang lebih meyakinkan
adalah rumusan penggunaan dana pembangunan yang tersedia di desa/kelurahan
dan kecamatan tersebut didasarkan pada kesepakatan yang dicapai pada
pelaksanaan musrenbang.
3. Kualitas kerja
Penyelenggaraan musrenbang masih sering tidak didukung oleh sarana dan
prasarana yang memadai, akibatnya penyelenggaraan musrenbang itu sendiri
menjadi kurang lancar. Misalnya dalam pelaksanaan musrenbang masih sering
tidak disediakan formulir isian tentang usulan atau daftar kebutuhan masyarakat.
Faktor sarana dan prasarana yang lain juga sangat minimal seperti tidak
terbentuknya kepanitiaan penyelenggara musrenbang, tidak tersedianya alat tulis
secara memadai, maupun masalah konsumsi, selanjutnya tempat rapat yang
sempit, dan penerangan yang kurang memadai serta kelengkapan lain seperti
ketersediaan OHP.
Dilihat dari kualitas penyerapan aspirasi masyarakat, sebagaimana telah
disebutkan dimuka bahwa sebagian besar masyarakat masih mengatakan bahwa
pelaksanaan musrenbang cukup mampu menyerap aspirasi masyarakat. hal ini
dapat dilihat bahwa sebagian besar masyarakat mengatakan bahwa
penyelenggaraan musrenbang dapat memberikan kesempatan yang sama kepada
semua peserta untuk menyampaikan aspirasinya. Hanya saja dalam
pelaksanaannya, masih banyak pula peserta musrenbang yang hanya menjadi
peserta pasif atau pendengar saja, tidak berani mengemukakan pendapat, atau
bahkan tidak tahu apa permasalahan yang dihadapi atau kebutuhan yang
diharapkan. Hal tersebut karena peserta musrenbang belum mengetahui atau
belum pernah mendapatkan pelatihan tentang mekanisme perencanaan
pembangunan sehingga mereka masih awam dengan mekanisme perencanaan
pembangunan itu sendiri.

9

4. Kepuasan masyarakat
Berbagai kendala sebagaimana disebutkan diatas, menyebabkan
penyelenggaraan musrenbang masih banyak dirasakan belum memberikan
kepuasan kepada masyarakat. selama ini forum musrenbang, yang merupakan
forum formal yang ditentukan dan telah dijadwalkan oleh pemerintah sebagai
forum perencanaan pembangunan di tingkat desa/kelurahan dan kecamatan lebih
berperan sebagai forum penampung aspirasi masyarakat dan tidak memiliki
bargaining position yang kuat sebagai forum yang dapat dijadikan sebagai dasar
bagi pemerintah kabupaten/kota dalam melaksanakan pembangunan. Sebagai
akibatnya, penyelenggaraan musrenbang sebagai forum yang kurang diminati oleh
masyarakat. Bahkan banyak masyarakat yang kurang antusias dengan
penyelenggaraan musrenbang itu sendiri.
Pengorganisasian Penyelenggaraan Musrenbang (Pedoman Musrenbang Desa)
Dalam rangka mengorganisir penyelenggaraan musrenbang desa, mulai
dari tahap pra, pelaksanaan sampai pasca, kepala desa membentuk panitia yang
disebut Tim Penyelenggara Musrembang (TPM) atau dengan sebutan lain Tim
Perencana Desa/Pokja Perencana Desa/ Tim Penyusun RKP Desa. Materi atau
topik yang dibahas dalam musyawarah adalah terkait perencanaan pembangunan
desa yang dibiayai swadaya masyarakat dan pihak ketiga, perencanaan
pembangunan desa yang ada dananya tahun 2012, agenda panduan kegiatan antara
swadaya dan dana yang sudah ada, rencana pembangunan jangka menengah
(RPJM-Desa), peningkatan usulan kegiatan perencanaan pembangunan desa
berdasarkan RPJM-Desa tahun 2012-2015, indikasi perencanaan pembangunan
desa dari RPJM-Desa serta perencanaan pembangunan desa (RKP-Desa) tahunan
lingkungan /dusun/kampung/RT/RW. Dalam menyusun dan melaksanakan
perencanaan pembangunan desa, pemerintah desa wajib melibatkan Lembaga
Kemasyarakatan Desa (LKM) yang salah satu tugas/fungsinya adalah membantu
Pemdes sebagai penyusun rencana, pelaksana, dan pengelola pembangunan serta
pemanfaat, pelestarian dan pengembangan hasil-hasil pembangunan secara
partisipatif.
Peran/tugas Tim Penyelenggara Musrenbang desa, yaitu:
1. Melakukan pertemuan/rapat panitia (pembagian peran dan tugas, menyusun
jadwal keseluruhan proses persiapan, pelaksanaan, dan pasca musrenbang)
2. Membentuk Tim Pemandu
3. Menyepakati tata cara menentukan dan mengundang peserta
4. Mengelola anggaran penyelenggaraan musrenbang secara terbuka, efektif, dan
efisien
5. Mengorganisasikan seluruh proses musrenbang desa, mulai dari tahap
persiapan, plekasanaan dan pasca-pelaksanaan sampai selesai penyusunan
RKP Desa.
6. Menyusun daftar periksa dan mengkoordinir persiapan peralatan, bahan
(materi), tempat, alat dan bahan yang diperlukan
7. Menyusun jadwal dan agenda pelaksanaan musrenbang desa
8. Memastikan bahwa narasumber memberikan masukan yang dibutuhkan
(relevan) untuk melakukan musyawarah perencanaan desa melalui surat

10

permintaan materi yang diperinci apa saja yang diharapkan untuk dipaparkan
atau berbincang langsung dengan narasumber
9. Apabila dibutuhkan menyelenggarakan pekatihan atau simulasi musrenbang
desa dalam rangka penguatan kapasitas warga
10. Kepala desa berperan/bertugas menjadi Pembina dan pengendali dari
keluruhan pelaksanaan musrenbang desa.
Prinsip-Prinsip Musrenbang Desa (Pedoman Musrenbang Desa)
Prinsip musrenbang desa berlaku bagi semua pihak yang terlibat dalam
pelaksanaan musrenbang baik untuk pemandu, peserta, maupun narasumber.
Prinsip-prinsip ini tidak boleh dilanggar agar musrenbang desa benar-benar
menjadi forum musyawarah pengambilan keputusan bersama dala rangka
menyusun program kegiatan pembangunan desa. 1) prinsip kesetaraan, peserta
musyawarah adalah warga desa, baik laki-laki, perempuan, kaya, miskin, tua
maupun muda, dengan hak yang setara untuk menyampaikan pendapat, berbicara,
dan dihargai meskipun terjadi perbedaan pendapat. Sebaliknya, juga memiliki
kewajiban yang setara untuk mendengarkan pandangan orang lain, menghargai
perbedaan pendapat, dan menjunjung tinggi hasil keputusan forum meskipun tidak
sependapat. 2) Prinsip musyawarah. Peserta musyawarah memiliki keberagaman
tingkat pendidikan, latar belakang, kelompok usia, jenis kelamin, dan status sosial
ekonomi. Perbedaan dan berbagai sudut pandang tersebut diharapkan
menghasilkan keputusan terbaik bagi kepentingan masyarakat banyak dan desa
diatas kepentingan individu atau golongan. 3) prinsip anti-dominasi. Dalam
musyawarah tidak boleh ada individu/kelompok yang mendominasi sehingga
keputusan-keputusan yang dibuat tidak lagi melalui proses musyawarah semua
komponen secara seimbang. 4) Prinsip keberpihakan. Dalam proses musyawarah,
dilakukan upaya untuk mendorong individu dan kelompok yang paling diam
untuk menyampaikan aspirasi dan pendapatnya, kelompok miskin, perempuan dan
generasi muda. 5) Prinsip anti-diskriminasi. Semua warga desa memiliki hak dan
kewajiban yang sama dalam menjadi peserta musrenbang. 6) Prinsip
pembangunan desa secara holistik. Musrenbang desa dimaksudkan untuk
menyusun rencana pembangunan desa, bukan rencana kegiatan kelompok atau
sector tertentu saja. Musrenbang desa dilakukan sebagai upaya mendorong
kemajuan dan meningkatkan kesejahteraan desa secara utuh dan menyeluruh
sehingga tidak boleh muncul egosektor dan egowilayah dalam menentukan
prioritas kegiatan pembangunan desa.
Proses umum musrenbang diawali dengan pembukaan; pemandu
menyampaikan salam dan menjelaskan topik diskusi, tujuan diskusi dan waktu
yang dibutuhkan. Pemandu juga mejelaskan tahap-tahap umum diskusi dan
mengulang kembali penjelasan apabila diperlukan. Setelah pembukaan pemandu
mengajak peserta menggambarkan keadaan desa dengan topik tertentu
(gambar/peta sumber daya/lingkungan, gambar kabun, kalender musim, diagram
venn, analisis mata pencaharian), pemandu meminta beberapa peserta untuk
melakukan pembuatan gambar yang dikoreksi bersama-sama (oleh forum).
Mendiskusi gambar dengan beberapa pertanyaan kunci, gambar merupakan alat
diskusi yang tidak perlu dibuat terlalu bagus. Pemandu mengajak peserta untuk

11

mendiskusikannya dan melontarkan beberapa pertanyaan kunci, pemandu juga
mengatur lalu lintas diskusi sambil mengajak peserta melengkapi dan
mengkoreksi gambar. Selanjutnya setelah diskusi cukup memadai, pemandu
kemudian mengajak peserta mengidentifikasi permasalahan dan potensi desa
sesuai dengan topik diskusi yang dilakukan. Terakhir penutupan, pemandu
menyampaikan pokok-pokok penting hasil diskusi kepada peserta. Akan lebih
baik apabila pemandu meminta peserta menyampaikan hal-hal penting hasil
diskusi.
Partisipasi Masyarakat
Secara sederhana partisipasi biasanya diartikan sebagai peran serta
seseorang atau sekelompok anggota masyarakat dalam suatu kegiatan, yang bila
dikaitkan dengan pembangunan maka yang dimaksud adalah peran serta dalam
pembangunan. Menurut Slamet (1992) Besarnya manfaat pembangunan yang
dapat dinikmati oleh pelaku partisipasi sangat tergantung pada besar dan mutu
sumbangannya pada pembangunan, sedangkan besar dan mutu sumbangannya
dalam pembangunan sangat tergantung pada tingkat kemampuan serta kesempatan
yang diperolehnya untuk berpartisipasi dalam proses pembanguna tersebut.
Partisipasi masyarakat menurut penjelasan pasal 2 ayat 4 huruf d UU no
25 adalah keikutsertaan masyarakat untuk mengakomodasi kepentingan mereka
dalam proses penyusunan rencana pembangunan. Partisipasi mencakup suatu
pengertian luas, karena itu beberapa rumusan definisi dari berbagai ahli sering
kurang menetap. Namun secara umum partisipasi diartikan sebagai gejala dimana
seseorang diikutsertakan dalam perrencanaan serta pelaksanaan dari segala
sesuatu yang berpusat pada kepentingannya dan juga ikut memikul tanggung
jawab sesuai dengan tingkat kematangan atau kewajiban (Kurniawan 2008).
Conyers dalam Arifin (2007) menyebutkan bahwa ada tiga alasan utama
mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat yang sangat penting dalam
pelaksanaan pembangunan. Pertama; partisipasi masyarakat merupakan suatu alat
guna memperoleh informasi engenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat
setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta priyek-proyek
akan gagal. Kedua; bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau
program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan
perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek
tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki. Kepercayaan semacam ini adalah
penting khususnya bila mempunyai tujuan agar diterima oleh masyarakat. Ketiga;
merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan
mereka sendiri. Menurut Nasdian dalam Wijaksana (2012) partisipasi adalah
proses aktif, inisiatif yang diambil warga sendiri, dengan menggunakan sarana
dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan control
secara efektif.
Perencanaan partisipatif pada dasarnya merupakan investasi terhadap
kekuatan-kekuatan pasar yang dalam konteks pembangunan memiliki tiga tujuan
pokok yakni meminimalkan konflik kepentingan antar sektor, meningkatkan
kemajuan sektoral dan membawa kemajuan bagi masyarakat secara keseluruhan
(Riyadi 2003). Dalam kenyataanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan
dapat bersifat vertikal dan dapat pula bersifat horizontal. Ndraha (1990),

12

menyatakan bahwa partisipasi vertikal berlangsung bilamana masyarakat berperan
serta dalam suatu program dari atas, yakni masyarakat pada posisi sebagai
bawahan atau pengikut, sedangkan partisipasi horizontal bilamana masyarakat
mampu berprakarsa, yakni setiap anggota masyarakat secara horizontal satu
dengan yang lain berperanserta dalam kegiatan-kegiatan pembangunan. Jika
dimensi partisipasi masyarakat dikonstruksikan secara logis mengikuti tahapan
proses pembangunan, maka bisa saja seorang atau sekelompok masyarakat
berpartisipasi sepanjang proses pembangunan, dan dapat pula berpartisipasi hanya
pada satu atau beberapa fase dari proses pembangunan.
Menurut Ndraha (1990), partisipasi masyarakat dalam proses
pembangunan dapat dipilahkan sebagai berikut: 1) Partisipasi melalui kontak
dengan pihak lain sebgai titik awal perubahan sosial. 2) partisipasi dalam
memperhatikan/ menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik
dalam arti menerima, mengiyakan, menerima dengan syarat, maupun dalam arti
menolaknya. 3) partisipasi dalam perencanaan termasuk pengambilan keputusan
4) partisiapsi dalam perencanaan operasional. 5) partisipasi dalam menerima,
memelihara, dan mengembangkan hasil pembangunan. 6) partisipasi dalam
menilai pembangunan yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai tingkat
pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan tingkatan hasilnya dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat.
Partisipasi juga merupakan suatu bentuk khusus dalam pembagian
kekuasaan, tugas dan tanggung jawab dalam komunitas. Selain itu partisipasi
dipengaruhi oleh kebutuhan motivasi, struktur sosial, stratifikasi sosial dalam
masyarakat, orang akan berpartisipasi menyangkut adanya kebutuhan akan
kepuasan, mendapatkan keuntungan, dan eningkatkan status. Menurut Madrie
(1986) partisipasi dapat dibedakan lagi menjadi beberapa jenis yaitu:
1. Partisipasi dalam menerima hasil pembangunan
a. Mau menerima, bersikap menyetujui hasil-hasil pembangunan yang ada
b. Mau memelihara, menghargai hasil pembangunan yang ada
c. Mau memanfaatkan dan mengisi kesempatan pada hasil pembangunan
d. Mau mengembangkan hasil-hasil pembangunan
2. Partisipasi dalam memikul beban pembangunan
a. Ikut menyumbang tenaga
b. Ikut menyumbang uang, bahan serta fasilitas lainnya
c. Ikut menyumbang pemikiran, gagasan dan ketrampilan
d. Ikut menyumbang waktu, tanah dan lain sebagainya
3. Partisipasi dalam pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan
a. Ikut menerima informasi dan memberikan informasi yang diperlukan
b. Ikut dalam kelompok-kelompok yang melaksanakan pembangunan
c. Ikut mengambil keputusan tentang pembangunan yang dilaksanakan
d. Ikut merencanakan dan melaksanakan pembangunan
e. Ikut menilai efektivitas, efisiensi dan relevansi pelaksanaan program

13

Jenis-jenis Partisipasi
Uphoff (1977) mengungkapakan bahwa terdapat empat tahap partisipasi
masyarakat dalam pembangunan pedesaan, yaitu:
1. Tahap perencanaan, ditandai dengan keterlibatan masyarakat dalam kegiatankegiatan perencanaan program pembangunan yang akan dilaksanakan di desa,
serta menyusun rencana kerjanya.
2. Tahap pelaksanaan, dilihat dari keikutsertaan masyarakat dalam bentuk
sumbangan pemikiran, bantuan tenaga, materi serta keikutsertaan secara
langsung dalam kegiatan pembngunan.
3. Tahap menikmati hasil, merupakan segala sesuatu yang bisa diperoleh
masyarakat setelah adanya program pembangunan, yang mana tidak bisa
mereka dapatkan sebelum adanya program pembangunan di pedesaan.
4. Tahap evaluasi , merupakan tahap pengumpulan data mengenai seberapa besar
hasil dari suatu proyek pembangunan, dan bagaimana sistem pengawasan
untuk menjalankan arah serta dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan
proyek pembangunan tersebut. Evaluasi dilaksanakan oleh pihak yang
berwenang, seperti pemerintah dan bisa juga dari swasta dengan mengacu
pada data yan dikumpulkan dari masyarakat yang terkena sasaran proyek.
Arstein juga memberikan model delapan anak tangga partisipasi masyarakat
(Eight Rungs on Ladder Citizen Participation) yang bertujuan untuk mengukur
sampai sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat di sebuah negara.

8

Kontrol Warga Negara

7

Delegasi Kewenangan

6

Kemitraan

5
4
3
2
1

Kekuatan warga negara
(Citizen power)

Placation/ Penenangan
Konsultasi

Tokenisme

Informasi
Terapi

Non-Partisipasi

Manipulasi

Sumber: Arnstein (1969)
Gambar 1 Delapan tingkatan dalam tangga partisipasi masyarakat

14

Tingkat partisipasi Arstein dalam Muliani (2011) dijelaskan sebagai berikut:
1. Pasif/manipulatif, yakni partisipasi yang tidak perlu menuntut respon
partisipan untuk terlibat banyak. Pengelola program akan meminta anggota
komunitas untuk mengikuti program yang sudah diselenggarakan tanpa
melihat maksud dan tujuan si anggota dalam keikutsertaan program. Pada
tingkat partisipasi ini bisa diartikan realtif tidak ada komunikasi apalagi
dialog.
2. Terapi (therapy), yakni partisipasi yang melibatkan anggota komunitas
lokal dan anggota komunitas lokal memberikan jawaban atas pertanyaan
yang diberikan tetapi jawaban anggota komunitas tidak memberikan
pengaruh terhadap kebijakan dan tidak ada pengaruh dalam mempengaruhi
keadaan. Merupakan kegiatan dengar pendapat dengan mengumpulkan
beberapa penduduk desa untuk saling tanya jawab dengan penyelenggara
program yang sedang berjalan. Pada level ini sudah ada komunikasi
namun bersifat terbatas. Inisiatif datang dari pemerintah dan hanya satu
arah.
3. Pemberitahuan (informing) adalah kegiatan yang dilakukan oleh instansi
penyelenggaraan program sekedar melakukan pemberitahuan searah atau
sosialisasi ke komunitas sasaran program. Pada jenjang ini komunitas
sudah mulai banyak terjadi tapi masih bersifat satu arah dan tidak ada
sarana timbale balik. Informasi telah diberikan kepada masyarakat tetapi
masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan tanggapan balik
(feedback).
4. Konsultasi (consultation), anggota komunitas diberikan pendampingan dan
konsultasi dari semua pihak (pemerintah, perusahaan dan instansi lain
terkait) sehingga pandangan-pandangan diberitahukan dan tetap dilibatkan
dalam penentuan keputusan. Modal ini memberikan kesempatan dan hak
kepada wakil dari penduduk lokal (misalnya pemuka adat, agama, aparat
desa) untuk menyampaikan pandangan terhadap wilayahnya (sistem
perwakilan). Komunikasi telah bersifat dua arah, tapi masih bersifat
partisipasi ritual. Sudah ada penjaringan aspirasi, telah ada aturan
pengajuan usulan, telah ada harapan bahwa aspirasi masyarakat akan
didengarkan, tapi belum ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan
dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi.
5. Penenangan (placation), komunikasi telah berjalan baik dan sudah ada
negosiasi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat dipersilahkan
untuk memberikan saran atau merencanakan usulan kegiatan. Namun
peerintah/instansi penyelenggara program tetap menahan kewenangan
untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan tersebut. Pada tahap ini
pula diperkenalkan adanya suatu bentuk pasrtisipasi dengan materi, artinya
anggota komunitas atau diberikan insentif tertentu untuk kepentingan
perusahaan atau pemerintah, ataupun instansi terkait. Atau hanya beberapa
tokoh di komunitas yang mendapat insentif, sehingga tidak mewakilkan
komunitas secara keseluruhan. Hal ini dilakukan agar warga yang
mendapat insentif enggan untuk menentang program.

15

6. Kemitraan (partnership) atau partisipasi fungsional dimana semua pihak
mewujudkan keputusan bersama (pemerintah, perusahaan/instansi dan
komunitas). Suatu bentuk artisipasi yang melibatkan tokoh komunitas dan
atau ditambah lagi oleh warga komunitas “duduk berdampingan” secara
bersama-sama merancang sebuah program yang aka diterapkan pada
komunitas.
7. Pendelegasian wewenang (delegated power), suatu bentuk partisipasi yang
aktif dimana anggota komunitas melakukan perencanaan, implementasi
dan monitoring. Anggota komunitas diberikan kekuasaan untuk
elaksanakan sebuah program dengan cara ikut memberikan proposal bagi
pelaksanaan program bahkan pengutamaan pembuatan proposal oleh
komunitas yang bersangkutan dengan program itu sendiri.
8. Pengawasan oleh komunitas (citizen control), dalam bentuk ini sudah
diadakan kegitan untuk melihat apakah pelaksanaan pemberdayaan sesuai
dengan yang direncanakan, sejak input sampai proses pelaksanaan, oleh
komunitas lokal terhadap pemerintah dan perusahaan/instansi
penyelenggara program. Dalam tingkatan partisipasi ini, masyarakat
sepenuhnya mengelola berbagai kegiatan untuk kepentingannya sendiri,
yang disepakati bersama, dan tanpa campur tangan pemerintah/pihak
penyelenggara program.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam
suatu program, sifat faktor-faktor tersebut dapat mendukung suatu keberhasilan
program namun ada juga yang sifatnya dapat menghambat keberhasilan program.
Misalnya saja faktor usia, terbatasnya harta benda, pendidikan, pekerjaan dan
penghasilan. Angell dalam Lappin (1967) mengatakan partisipasi yang tumbuh
dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi yaitu:
1. Usia
Faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dengan kelompok usia
menengah keatas dengan ketertarikan moral kepada nilai dan norma
masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi
da