Analisis Kelayakan Usaha Lele Sangkuriang Di Rambo Fish Farm Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Bogor

ANALISIS KELAYAKAN USAHA LELE SANGKURIANG
DI RAMBO FISH FARM DESA CIHIDEUNG ILIR,
KECAMATAN CIAMPEA, BOGOR

LEO ARISKA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan
Usaha Lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm Desa Cihideung Ilir, Kecamatan
Ciampea, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015

Leo Ariska
NIM H34110012

ABSTRAK
LEO ARISKA. Analisis Kelayakan Usaha Lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm
Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Bogor. Dibimbing oleh SITI JAHROH.
Rambo Fish Farm merupakan salah satu perusahaan yang mengusahakan
pembenihan lele Sangkuriang. Analisis kelayakan usaha lele Sangkuriang di Rambo
Fish Farm dilakukan dengan pertimbangan bahwa usaha ini baru mengembangkan
usaha dari pembenihan ke pembesaran. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis
kelayakan dari aspek non finansial dan finansial usaha lele Sangkuriang dengan tiga
skenario (Skenario I: kondisi aktual usaha pembenihan dan pembesaran, Skenario II:
usaha pembenihan, dan Skenario III: usaha pembesaran) serta perubahan maksimum
peningkatan total harga pakan dan penurunan produksi yang masih ditoleransi
sehingga usaha masih layak. Data kualitatif digunakan untuk menganalisis aspek non
finansial (pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosial, ekonomi dan budaya, serta

aspek lingkungan). Sedangkan data kuantitatif digunakan untuk menganalisis aspek
finansial melalui empat kriteria investasi, yaitu NPV, IRR, Net B/C Rasio, dan
Payback Period (PP). Hasil menunjukkan bahwa aspek non finansial usaha ini layak
kecuali pada aspek teknis dan aspek lingkungan karena tidak ada penanganan air
limbah sehingga menimbulkan bau tidak sedap. Kemudian, analisis finansial
dikatakan layak pada semua skenario karena semua kriteria kelayakan investasi
mampu dicapai. Berdasarkan analisis switching value, Skenario III sangat sensitif
terhadap peningkatan total harga pakan dan penurunan produksi.
Kata kunci: finansial, non finansial, switching value

ABSTRACT
LEO ARISKA. Feasibility Study of Sangkuriang Catfish at Rambo Fish Farm,
Cihideung Ilir Village, Ciampea Subdistrict, Bogor. Supervised by SITI JAHROH.
Rambo Fish Farm is one of the companies that cultivate Sangkuriang
catfish. Feasibility analysis of Sangkuriang catfish of Rambo Fish Farm is conducted
due to the consideration that it is planning to develop its breeding business to
cultivation activity. This study aims to analyze the feasibility of non financial and
financial aspects of the catfish business under three scenarios (Scenario I: actual
condition of breeding and cultivation business, Scenario II: breeding business, and
Scenario III: cultivation business) and the maximum change in the feed price increase

and decrease in production can be tolerated so that the business is still feasible.
Qualitative data were used to analyze the non financial aspects (market, technical,
management and legal, social economic and culture, and environmental aspects).
Quantitative data were used to analyze financial aspects through four investment
criteria that are NPV, IRR, Net B/C Ratio and payback period (PP). The results
showed that non financial was feasible except in terms of technical and
environmental aspect because there was no liquid waste treatment that caused bad
smell. Meanwhile, in terms of financial aspects, all scenarios were feasible because
all investment criteria can be achieved. Based on switching value analysis, Scenario
III was very sensitive in the increase of total feed prices and decrease in production.
Key words: financial, non financial, switching value

ANALISIS KELAYAKAN USAHA LELE SANGKURIANG
DI RAMBO FISH FARM DESA CIHIDEUNG ILIR,
KECAMATAN CIAMPEA, BOGOR

LEO ARISKA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm
Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Bogor
Nama
: Leo Ariska
NIM
: H34110012

Disetujui oleh

Siti Jahroh, PhD

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen

Tanggal lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang
dipilih dalam penelitian ini adalah kelayakan usaha budidaya ikan air tawar, dengan
judul Analisis Kelayakan Usaha Lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm Desa
Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan sejak
Februari 2015.
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Siti Jahroh,
PhD selaku dosen pembimbing. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada
masyarakat Desa Cihideung Ilir, aparatur Desa Cihideung Ilir, aparatur Kecamatan
Ciampea, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, BP5K Kabupaten

Bogor, UPT Dinas Peternakan dan Perikanan Budidaya Kabupaten Bogor,
Departemen Agribisnis, dan pemilik Rambo Fish Farm. Terima kasih juga
disampaikan kepada kedua orang tua, keluarga dari Maulana Tohir, Amd dan Bapak
Nuril Irawan yang senantiasa memberikan motivasi dan kasih sayang, teman-teman
Agribisnis 48 atas kebersamaannya selama mengikuti perkuliahan, serta semua
pihak yang telah memberikan semangat dan dukungannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi sebagai tugas akhir dengan baik.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015

Leo Ariska

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik lele Sangkuriang
Studi Kelayakan Bisnis Perikanan Air tawar
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Penentuan Responden
Data dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Asumsi Dasar Penelitian
GAMBARAN UMUM USAHA
Lokasi Usaha
Latar Belakang Perusahaan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kelayakan Aspek-Aspek Non Finansial
Aspek Pasar
Aspek Teknis
Aspek Manajemen dan Hukum
Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Aspek Lingkungan
Rangkuman Analisis Kelayakan Aspek-Aspek Non Finansial
Analisis Kelayakan Aspek Finansial
Analisis Aliran Kas (Cash Flow)
Laporan Laba/Rugi
Analisis Kelayakan Finansial
Analisis Nilai Pengganti (Switching Value Analysis)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP


xiv
xiv
xv
1
1
5
7
8
8
8
8
10
13
13
18
21
21
21
21
21

22
25
27
27
27
29
29
29
31
36
36
37
37
39
39
53
56
60
62
62

63
63
65
109

DAFTAR TABEL
1 Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor dalam lapangan usaha pertanian,
perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan
1
2 Perbandingan zat gizi beberapa hewani
2
3 Perkembangan konsumsi ikan di Kabupaten Bogor
3
4 Perkembangan produksi lele konsumsi di Kabupaten Bogor
3
5 Perkembangan produksi lele di Kecamatan Ciampea
4
6 Rangkuman analisis kelayakan aspek-aspek non finansial
37
7 Produksi benih lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm (Skenario I)
40
8 Produksi lele konsumsi di Rambo Fish Farm (Skenario I)
41
9 Pendapatan penjualan lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm (Skenario I)
42
10 Sumber inflow selain penjualan produk utama (Skenario I)
42
11 Produksi benih lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm (Skenario II)
43
12 Pendapatan penjualan benih lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm
(Skenario II)
43
13 Sumber inflow selain penjualan produk utama (Skenario II)
43
14 Produksi lele konsumsi di Rambo Fish Farm (Skenario III)
44
15 Pendapatan penjualan lele konsumsi di Rambo Fish Farm (Skenario III)
44
16 Biaya variabel usaha pembenihan lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm
(Skenario I)
47
17 Biaya variabel usaha pembesaran lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm
(Skenario I)
49
18 Biaya variabel usaha pembenihan lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm
(Skenario II)
50
19 Biaya variabel usaha pembesaran lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm
(Skenario III)
51
20 Biaya tetap usaha lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm (Skenario I dan II) 53
21 Biaya tetap usaha lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm (Skenario III)
53
22 Kelayakan finansial usaha lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm (Skenario I) 57
23 Kelayakan finansial usaha lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm (Skenario II) 58
24 Kelayakan finansial usaha lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm
(Skenario III)
59
25 Perbandingan analisis kelayakan finansial usaha lele Sangkuriang
di Rambo Fish Farm
59
26 Perbandingan analisis switching value usaha lele Sangkuriang di
Rambo Fish Farm
62

DAFTAR GAMBAR
1 Hubungan NPV dengan IRR
2 Kerangka pemikiran operasional usaha lele Sangkuriang di Rambo
Fish Farm

17
20

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Produksi benih di Kabupaten Bogor tahun 2013
Produksi lele konsumsi di Kabupaten Bogor tahun 2013
Layout usaha lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm
Contoh rancangan saluran pengendapan/ treatment air limbah
budidaya lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm
Dokumentasi kegiatan
Pola produksia benih di Rambo Fish Farm
Siklus produksi usaha lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm
Biaya investasi, penyusutan per tahun, nilai sisa pada tahun ke 6
(Skenario I)
Biaya investasi, penyusutan per tahun, nilai sisa pada tahun ke 6
(Skenario II)
Biaya investasi, penyusutan per tahun, nilai sisa pada tahun ke 6
(Skenario III)
Rincian biaya pakan dan probiotik beniha usaha lele Sangkuriang
di Rambo Fish Farm (Senario I)
Pembayaran pinjaman
Laporan laba rugi lele Sangkuriang Rambo Fish Farm (Skenario I)
Laporan laba rugi lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm (Skenario II)
Laporan laba rugi lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm (Skenario III)
Cash flow usaha lele Sangkuriang Rambo Fish Farm (Skenario I)
Cash flow lele Sangkuriang Rambo Fish Farm (Skenario II)
Cash flow lele Sangkuriang Rambo Fish Farm (Skenario III)
Switching value terhadap peningkatan total harga pakan 12.54 persen
(Skenario I)
Switching value terhadap penurunan produksi benih 26.41 persen
(Skenario I)
Switching value skenario terhadap penurunan produksi lele
konsumsi 9.67 persen (Skenario I)
Switching value terhadap kenaikan total harga pakan 55.57 persen
(Skenario II)
Switching value terhadap penurunan produksi benih 12.93 persen
(Skenario II)
Switching value terhadap kenaikan total harga pakan 3.29 persen
(Skenario III)
Switching value terhadap penurunan lele konsumsi 2.25 persen
(Skenario III)

65
65
66
67
68
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
86
88
90
93
97
100
103
105
107

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor perikanan merupakan salah satu prioritas usaha penting dalam
membangun ekonomi masyarakat di Kabupaten Bogor. Beberapa hal yang
melandasi pernyataan ini adalah sebagai berikut. Pertama, dalam akumulasi
perhitungan laju pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa kontribusi sektor perikanan cenderung
meningkat setiap tahunnya. Peningkatan kontribusi sektor perikanan yang
diperoleh lebih unggul dibandingkan sektor lainnya dalam lapangan usaha
pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan (Tabel 1). Jika
dibandingkan dengan sektor lainnya dalam lapangan usaha tersebut, dapat
diidentifikasikan bahwa terdapat adanya rentang yang cukup jauh kontribusinya
dalam penyusunan laju pertumbuhan. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan
kegiatan-kegiatan ekonomi dalam lapangan pertanian, perkebunan, peternakan,
kehutanan, dan perikanan di Kabupaten Bogor didominasi oleh sektor perikanan.
Tabel 1 Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor dalam lapangan usaha
pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan
Indikator laju pertumbuhan
Tahun
(persen)
2009
2010
2011
2012
2013b
Tanaman bahan makanan
8.77 10.60
5.69
5.71 24.23
Tanaman perkebunan
10.52 10.50
3.20
3.76
5.38
Peternakan dan hasil-hasilnya
7.86 11.31
4.45
6.12 29.54
Kehutanan
6.43
5.74
4.60
4.75
5.15
Perikanan
14.66 12.70
6.67
7.55 41.74
Sumber: BPS Kabupaten Bogor (2014).
a
Angka sangat sementara

Kedua, budidaya ikan menjadi lapangan pekerjaan yang penting di Kabupaten
Bogor. Hal ini dapat dibuktikan dengan jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP)
yang semakin meningkat. Pada tahun 2012, RTP Kabupaten Bogor meningkat
sebesar 12 persen dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2012 jumlah RTPnya adalah
sebanyak 11 937 RTP, sementara pada tahun 2011 adalah sebanyak 10 624 RTP.
Peningkatan RTP ini diimbangi dengan peningkatan luasan lahan yang digunakan.
Luasan lahan yang digunakan meningkat seluas 30 persen yakni dari 2 368.74
menjadi 3 080.68 ha. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor perikanan merupakan
salah satu sumber mata pencaharian yang cukup penting dan minat masyarakat
pada usaha perikanan semakin meningkat.
Selain kontribusinya dalam membangun ekonomi masyarakat Kabupaten
Bogor, hasil dari sektor perikanan yakni ikan, dapat menjadi salah satu pilar untuk
meningkatkan ketahanan pangan karena dapat dijadikan salah satu alternatif
pemenuhan gizi dan protein1. Sektor perikanan dapat dijadikan sebagai alternatif
1

Poernomo SH. 2009. Perikanan Sebagai Pilar Ketahanan Pangan. Siaran Pers Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) [internet]. [Diunduh pada 24 April 2014]. Tersedia pada:

2
pemenuhan gizi dan protein karena mengandung omega 3 yang baik untuk
meningkatkan kecerdasan otak, menjaga kesehatan dan meningkatkan stamina.
Selain itu, ikan adalah salah satu sumber protein hewani yang harganya relatif lebih
murah dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya seperti daging sapi dan
daging ayam (Apriani 2012). Salah satu jenis ikan yang dapat dijadikan alternatif
pemenuhan gizi dan protein adalah ikan lele. Ikan lele mengandung gizi dan
protein, sama halnya dengan ikan lainnya. Kelebihannya dapat dilihat dari
kandungan protein. Ikan lele mengandung protein terbesar jika dibandingkan
dengan protein yang berasal dari hewani lainnya (Tabel 2). Rosmawati (2010)
menambahkan bahwa berdasarkan kandungan gizi dan proteinnya, lele dapat
dijadikan salah satu menu makanan 4 sehat 5 sempurna.

Unsur gizi
(gram)
Air
Protein
Lemak

Tabel 2 Perbandingan zat gizi beberapa hewani
Hewani
Lele
Ayam Udang Sapi
Betok
Mas
Tawes
75.10 63.30 78.50
66.00
75.00 80.00
82.00
37.00 18.20 18.10
18.00
17.50 16.00
9.70
4.80 25.00
0.40
14.00
5.00
2.00
5.10

Sumber: DKP dalam Rosmawati (2010).

Perolehan hasil perikanan yakni dilakukan dengan penangkapan (ikan
tangkap) di perairan lautan dan ataupun dengan budidaya. Penangkapan ikan di
perairan laut tidak memungkinkan dilakukan di Kabupaten Bogor karena di
Kabupaten Bogor tidak terdapat adanya perairan laut. Sehingga untuk memperoleh
hasil perikanan yakni dengan budidaya. Komoditas unggulan budidaya perikanan
di Kabupaten Bogor adalah lele. Kabupaten Bogor dapat menyediakan jumlah ikan
yang melimpah terutama ikan lele dengan produksi terbanyak se-Jawa Barat2.
Namun, permintaan lele saat ini di Kabupaten Bogor belum mampu dipenuhi oleh
produsen sehingga untuk memenuhi permintaan ini, ikan lele didatangkan dari
wilayah Cianjur, Bandung, Sukabumi, Tasikmalaya dan sebagian dari Jawa Tengah
(Sembiring 2011). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat adanya gap permintaan
ikan lele yang belum terpenuhi oleh pembudidaya.
Peningkatan permintaan ikan lele ini, salah satunya disebabkan oleh semakin
berkembangnya jumlah pedagang yang menggunakan ikan lele sebagai bahan baku
untuk kegiatan usahanya seperti usaha pecel lele. Selain itu adanya program
pemerintah Gemar Makan Ikan (Gemarikan) juga memberikan efek positif terhadap
peningkatan konsumsi ikan di Kabupaten Bogor setiap tahunnya (Tabel 3).
Konsumsi ikan terus meningkat setiap tahunnya. Konsumsi ikan di Kabupaten
Bogor pada tahun 2013 adalah sebesar 23.97 kg/kap/thn. Walaupun peningkatan
konsumsi ini belum memenuhi Pola Pangan Harapan (PPH) yang mengisyaratkan
konsumsi ikan sebesar 31.40 kg/kap/thn. Namun, dengan peningkatan konsumsi
ikan di Kabupaten Bogor memberikan positive signal untuk pemasaran ikan lele.

2

http://103.7.52.50/index.php/mobile/arsip/c/1743/PERIKANAN-SEBAGAI-PILARKETAHANAN-PANGAN/?category_id=34
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Bogor Sentra Budidaya Lele. Direktorat
Jendral Perikanan Budidaya [Internet]. [Diunduh pada 21 Mei 2014]. Tersedia pada:
file:///C:/Users/user/Documents/New%20folder/DJPB-KKP%20%20.html.

3
Tabel 3 Perkembangan konsumsi ikan di Kabupaten Bogor
Tahun
Konsumsi ikan (Kg/kap/thn)
2009
2010
2011
2012
2013
Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2014).

19.36
20.95
22.15
23.28
23.97

Permintaan lele yang meningkat ini diimbangi dengan peningkatan produksi
lele konsumsi (Tabel 4). Data produksi ikan konsumsi yang diperoleh dari Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa produksi ikan
lele konsumsi mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2013 produksi
ikan lele adalah sebanyak 64 047.79 ton atau sebanyak 72.12 persen dari total
produksi ikan konsumsi yang sebanyak 88 810.53 ton. Namun, jumlah produksi
yang dihasilkan oleh produsen masih belum dapat memenuhi permintaan pasar.
Sehingga diperlukan usaha untuk meningkatkan produksi lele konsumsi. Usaha lele
untuk menghasilkan lele konsumsi adalah usaha pembesaran lele. Usaha
pembesaran semakin diminati terbukti dengan jumlah produksi ikan lele konsumsi
yang dihasilkan Kabupaten Bogor. Semakin berkembangnya usaha pembesaran
ikan lele maka semakin dibutuhkan juga benih yang digunakan untuk usaha
pembesaran. Sehingga pengembangan usaha di sektor pembenihan lele juga perlu
ditingkatkan.
Tabel 4 Perkembangan produksi lele konsumsi di Kabupaten Bogor
Tahun
Produksi lele (ton)
2010
24 884.52
2011
33 922.46
2012
47 733.14
2013
64 047.79
Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2014).
Kecamatan Ciampea merupakan salah satu kecamatan yang memiliki potensi
dalam pengembangan usaha lele. Hal yang mendasari pernyataan ini adalah sebagai
berikut. Pertama, Kecamatan Ciampea merupakan salah satu kecamatan yang
memiliki produksi benih maupun lele konsumsi yang selalu meningkat setiap tahun
(Tabel 5). Jika dilihat dari rentang peningkatan produksi, dapat diidentifikasi bahwa
usaha lele mempunyai laju peningkatan produksi yang sangat baik. Rentang
peningkatan dari tahun ke tahun meningkat secara signifikan. Hal ini dapat menjadi
pertimbangan dalam pengembangan usaha lele.

4
Tabel 5 Perkembangan produksi lele di Kecamatan Ciampea
Tahun
Perkembangan produksi
Benih (REa)
Lele Konsumsi (ton)
2010
6 988.00
50.00
2011
47 139.64
68.15
2012
151 358.92
1 365.43
2013
202 771.94
1 717.70
Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2014).
a

Ribu ekor (RE)

Kedua, minimnya bantuan budidaya baik dana maupun teknologi namun
produksi yang dihasilkan mampu bersaing dengan kecamatan lainnya (Lampiran 1
dan 2). Jika dilihat dari sisi bantuan pemerintah, pada tahun 2012 tercatat bahwa
bantuan usaha budidaya lele hanya diterima sejumlah 28 000 ekor benih lele dan
900 kg pakan, sedangkan pada tahun 2013 tidak ada bantuan usaha budidaya lele
di Kecamatan Ciampea. Sedangkan, jika dibandingkan dengan sentra budidaya lele
yang merupakan pusat bantuan teknis maupun pendanaan di Kabupaten Bogor
yakni Kecamatan Ciseeng, pada tahun 2013 produksi benih lele di kedua kecamatan
tersebut adalah sebanyak 202 771.94 ribu ekor (RE) untuk Kecamatan Ciampea dan
sebanyak 871 403.80 RE untuk Kecamatan Ciseeng. Sedangkan untuk usaha
pembesaran produksi di kedua kecamatan tersebut adalah masing-masing sebanyak
1 717.70 ton untuk Kecamatan Ciampea dan sebanyak 14 908.37 ton untuk
Kecamatan Ciseeng. Berdasarkan data tersebut diperoleh bahwa pada usaha
pembenihan, Kecamatan Ciampea memberikan kontribusi sebanyak 23.3 persen,
sedangkan pada lele konsumsi dari Kecamatan Ciampea memberikan kontribusi
sebanyak 11.5 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa sumberdaya modal maupun
sumberdaya manusia mendukung dalam hal budidaya.
Jenis lele yang banyak dibudidayakan oleh pembudidaya ikan lele saat ini
adalah lele Sangkuriang (Sutrisno 2012). Lele Sangkuriang mempunyai kelebihan
jika dibandingkan dengan jenis lele lainnya seperti pertumbuhan yang lebih baik
dan tingkat konversi pakan yang lebih rendah (Sunarma 2004), waktu panen yang
lebih cepat, dan tingkat ketahanan terhadap penyakit yang lebih baik (Chiyar 2013).
Hal ini juga memberikan indikasi bahwa pengusahaan lele Sangkuriang dapat
memberikan insentif yang lebih baik. Salah satu perusahaan yang mengusahan lele
Sangkuriang adalah Rambo Fish Farm. Rambo Fish Farm berlokasi di Desa
Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Bidang usaha budidaya yang
dilakukan di Rambo Fish Farm adalah usaha pembenihan dan pembesaran lele
Sangkuriang. Perusahaan ini berdiri pada awal tahun 2013 untuk usaha pembenihan
dan menambah investasi pada akhir tahun 2014 dengan pengadaan usaha
pembesaran, sehingga masih tergolong baru dalam melakukan usaha budidaya ikan.
Pada awal melakukan usaha lele Sangkuriang pihak Rambo Fish Farm
mengeluarkan sejumlah dana yang digunakan untuk investasi. Kenyataan yang
dihadapi oleh pemilik modal pada saat ini adalah sumberdaya yang terbatas. Suatu
kegiatan investasi dapat memberikan manfaat yang berbeda dari berbagai alternatif
bisnis yang ada, sehingga bagi pengelola Rambo Fish Farm perlu mengetahui
secara pasti tingkat manfaat yang dicapai dari usaha lele Sangkuriang. Selain
masalah dana yang telah dikeluarkan untuk investasi, pada operasional usaha lele
Sangkuriang juga masih terdapat kendala seperti kendala harga pakan dan

5
penurunan produksi. Harga pakan yang mahal dan cenderung meningkat akan
sangat berdampak pada penerimaan pengusaha karena biaya terbesar dalam
operasional budidaya ikan adalah biaya pakan. Pengelolaan manajemen teknis
budidaya akan memberikan pengaruh terhadap produksi khususnya penurunan
produksi yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu diketahui juga “perubahan
maksimum” kenaikan harga pakan dan penurunan produksi yang masih dapat
ditoleransi sehingga usaha lele Sangkuriang yang dijalankan masih tetap layak.

Perumusan Masalah
Setiap perusahaan yang menghasilkan produk yang akan dikomersialkan
membutuhkan pasar, begitu juga Rambo Fish Farm yang menghasilkan produk
benih dan lele konsumsi. Sehingga dalam mendirikan usaha pentingnya
menganalisis aspek pasar, karena usaha akan gagal jika tidak ada pasar yang
menerima. Selain pasar, aspek lain yang perlu dipertimbangkan dalam menjalankan
usaha adalah aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial ekonomi dan
budaya, serta aspek lingkungan. Aspek-aspek ini disebut aspek non finansial. Tanpa
memperhatikan aspek non finansial usaha, usaha cenderung tidak dapat bertahan
lama.
Secara teknis, media usaha pembenihan dan pembesaran lele Sangkuriang di
Rambo Fish Farm dilakukan dengan menggunakan kolam terpal. Keuntungan
dengan menggunakan terpal adalah dapat mengurangi biaya produksi yang
digunakan untuk membeli investasi yakni berupa terpal. Selain itu, usaha yang
didirikannya ini berlokasi di wilayah yang strategis. Hal yang melandasi
pernyataan ini adalah jarak tempuh dari lokasi farm ke pasar yang cukup dekat.
Tidak jauh dari lokasi usaha tersedianya Pasar Tradisional Dramaga dan Pasar
Tradisonal Ciampea. Selain itu, Pasar Benih Ikan tersedia juga di Ciseeng
Kabupaten Bogor sehingga ketiga pasar ini dapat dijadikan alternatif untuk
memasarkan lele yang dihasilkan oleh perusahaan. Sehingga, aspek teknis dalam
mendirikan usaha merupakan hal yang perlu dipertimbangkan dalam menjalankan
usaha.
Aset yang dimiliki Rambo Fish Farm seperti kolam, saung bambu, dan
kendaraan adalah benda mati, tanpa manusia sebagai pengelolanya, faktor produksi
tersebut tidak dapat beroperasi. Realisasi potensi keuntungan dan tujuan lain yang
diharapkan sulit dicapai jika tidak dikelola oleh manajemen yang ahli dan
berpengalaman dalam bidang operasi bisnis, sehingga perlu diketahui aspek
manajemen dari usaha yang telah dilakukan. Selain aspek manajemen, aspek
hukum dari suatu kegiatan bisnis diperlukan dalam hal mempermudah dan
memperlancar kegiatan bisnis pada saat menjalin kerjasama dengan pihak lain.
Sehingga aspek hukum yang terkait legalitas keberadaan usaha juga perlu menjadi
hal yang dipertimbangkan dalam mendirikan usaha pembenihan dan pembesaran
lele Sangkuriang.
Suatu aktivitas bisnis yang baik adalah aktivitas yang tidak hanya dapat
menciptakan keuntungan dan tujuan lain perusahaan tetapi juga memberikan
multipplier effect terhadap masyarakat. Multipplier effect yang dapat diciptakan
dari kegiatan budidaya pembenihan dan pembesaran lele Sangkuriang dapat berupa
penyerapan tenaga kerja sehingga mengurangi pengangguran. Rambo Fish Farm

6
didirikan melalui tahapan-tahapan yang membutuhkan sejumlah tenaga kerja dalam
melakukan kegiatan seperti mendirikan saung, membuat kolam, persiapan kolam,
pengisian air, penebaran benih, pemberian pakan dan obat, dan pengelolaan saluran
air, dll. Sehingga hal ini dapat memberikan dampak positif terhadap masyarakat
sekitar. Besarnya penghasilan yang diperoleh pihak Rambo Fish Farm dan
masyarakat dari usaha pembenihan dan pembesaran lele Sangkuriang ini dapat
meningkatkan pendapatan yang menggambarkan kondisi ekonomi yang lebih baik.
Selain itu, Rambo Fish Farm menjalankan usahanya di sekitar pemukiman warga.
Pemilihan lokasi usaha ini didasarkan pada kemudahan dalam melakukan
pemantauan usaha yang dijalankan dan kemudahan akses ke tempat usaha karena
insfrastruktur yang mendukung. Namun, keberadaan usaha ini di sekitar
pemukiman warga perlu menjadi pertimbangan karena air yang digunakan dalam
membudidayakan lele Sangkuriang jika tidak dilakukan penanganan yang tepat
maka akan mencemari perairan di sekitar daerah pembuangan aliran air bahkan
menimbulkan bau tidak sedap. Sehingga, aspek lingkungan pengelolaan usaha
menjadi pertimbangan, sebab tidak ada bisnis yang akan bertahan lama apabila
tidak memahami lingkungan.
Aspek lain yang memiliki kepentingan yang sama yang perlu diperhatikan
adalah aspek finansial. Banyak yang menilai bahwa aspek finansial merupakan
aspek yang utama karena hasil analisis ini akan mencerminkan keuntungan yang
diharapkan atas investasi yang telah ditanamkan. Sehingga perlu menganalisis
aspek finansial usaha yang didirikan.
Setiap aktivitas yang dijalankan mempunyai kendala, begitu juga dengan
aktivitas usaha lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm ini. Beberapa kendala dalam
usaha lele Sangkuring adalah kendala harga pakan dan penurunan produksi. Harga
pakan ikan ini mahal dan cenderung meningkat, misalnya pakan benih PF1000,
Fengli 0, dan Fengli 1 pada tahun 2015 ini meningkat sebesar Rp5 000 per
karungnya dari tahun sebelumnya. Harga PF1000, Fengli 0, dan Fengli 1 pada tahun
2015 ini masing-masing adalah sebesar Rp150 000 per karung yang berisi 25
kilogram, Rp175 000 per karung yang berisi 10 kilogram, dan Rp175 000 per
karung yang berisi 10 kilogram. Harga yang mahal dan cenderung meningkat ini
membuat penghasilkan yang diterima menurun3, begitupun yang dirasakan pihak
Rambo Fish Farm. Disaat terjadi peningkatan harga-harga pakan ini, perusahaan
Rambo Fish Farm melakukan pengembangan usaha dengan pengadaan usaha
pembesaran. Harga pakan-pakan usaha pembesaran pun cenderung mahal,
misalnya pakan LA-3 dijual dengan harga Rp267 000 per karung yang berisi 30 kg.
Penurunan produksi juga dirasakan oleh perusahaan diantaranya disebabkan oleh
manajemen teknis budidaya. Ikan lele merupakan ikan yang termasuk ikan yang
kanibal, sehingga diperlukan manajemen teknis budidaya yang tepat untuk
mengurangi dampak yang ditimbulkan.
Pada awal membuka usaha, usaha yang dijalankan pertama kali adalah usaha
pembenihan. Setelah usaha ini berjalan kurang lebih 1.5 tahun, pihak Rambo Fish
Farm menambah investasi dengan pengadaan usaha pembesaran. Sehingga usaha
yang dijalankan saat ini adalah usaha pembenihan dan pembesaran. Pada awal dan
setelah dilakukan penambahan investasi, pihak Rambo Fish Farm telah
3

Fahriyadi. 2011. Sentra Lele Bogor: Masih Optimis Walau Terhimpit Harga Pakan [internet].
[Diunduh
20
Desember
2014].
Tersedia
pada:
file:///C:/Users/user/Documents/lele/berita%20pakan.html.

7
mengeluarkan dana yang cukup besar untuk pengadaan investasi ini. Pengeluaran
investasi ini dilakukan pada awal mendirikan usaha, sementara manfaatnya baru
dapat dirasakan beberapa periode atau tahun di masa yang akan datang. Sehingga
bagi pemilik perlu mengetahui secara pasti tingkat manfaat yang dicapai dari usaha
lele Sangkuriang. Oleh karena itu perlu dilakukan kelayakan usaha lele
Sangkuriang di Rambo Fish Farm. Analisis kelayakan usaha ini dilengkapi juga
dengan analisis Switching Value untuk mengetahui “perubahan maksimum”
peningkatan total harga pakan dan penurunan produksi yang masih dapat ditoleransi
sehingga usaha masih layak dijalankan. Analisis kelayakan usaha lele Sangkuriang
di Rambo Fish Farm akan dilakukan dengan skenario. Beberapa skenario yang
dibuat adalah Skenario I: kondisi aktual (usaha pembenihan dan pembesaran),
Skenario II: usaha pembenihan, dan Skenario III: usaha pembesaran. Skenario ini
dibuat untuk mengetahui besarnya manfaat dari usaha dan mengetahui usaha yang
mana yang memberikan tingkat manfaat yang lebih baik. Berdasarkan perhitungan
yang diperoleh dapat dilihat apakah usaha lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm
dapat memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan.
Berdasarkan permasalahan di atas, pertanyaan penelitian dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1) Bagaimana kelayakan non finansial (aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen dan hukum, aspek sosial, budaya dan ekonomi, serta aspek
lingkungan ) usaha lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm?
2) Bagaimana kelayakan finansial jika dilihat dari empat kriteria investasi yaitu
Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit and Cost
Ratio (Net B/C Ratio), dan Payback Period (PP) pada ketiga skenario usaha
lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm?
3) Bagaimana Switching Value terhadap peningkatan total harga pakan dan
penurunan produksi pada ketiga skenario usaha lele Sangkuriang di Rambo
Fish Farm?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dituliskan di atas, tujuan
penelitian ini adalah:
1) Menganalisis kelayakan aspek non finansial (aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen dan hukum, aspek sosial, budaya dan ekonomi, serta aspek
lingkungan) usaha lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm.
2) Menganalisis kelayakan finansial Farm jika dilihat dari empat kriteria
investasi yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net
Benefit and Cost Ratio (Net B/C Ratio), dan Payback Period (PP) pada ketiga
skenario usaha lele Sangkuriang di Rambo Fish Farm.
3) Menganalisis Switching Value terhadap peningkatan total harga pakan dan
penurunan produksi pada ketiga skenario usaha lele Sangkuriang di Rambo
Fish Farm.

8
Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan tersebut, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat yakni sebagai berikut:
1) Peneliti, mendapatkan pengalaman dan pengetahuan tentang usaha lele
Sangkuriang dan melatih daya analisis terhadap permasalahan yang ada.
2) Obyek (Pengusaha Rambo Fish Farm) sebagai tambahan pengetahuan
tentang hasil usaha yang dikelolanya yakni usaha lele Sangkuriang baik pada
usaha pembenihan dan pembesaran lele Sangkuriang
3) Akademisi dapat menggunakan hasil analisis ini sebagai studi literatur untuk
penelitian berikutnya.
4) Instansi terkait, dapat menggunakan hasil analisis sebagai bahan
pertimbangan melakukan usaha lele Sangkuriang baik dalam bidang usaha
pembenihan maupun usaha pembesaran lele Sangkuriang.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini hanya dilakukan pada usaha lele Sangkuriang di Rambo Fish
Farm yang berlokasi di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea, Kabupaten
Bogor. Adapun analisis kelayakan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu aspek
non finansial dan finansial. Aspek non finansial yang dianalisis terdiri dari aspek
pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, budaya dan
ekonomi, serta aspek lingkungan, sedangkan aspek finansial meliputi Net Present
Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C Ratio dan Payback Period
(PP). Hasil perhitungan pada aspek finansial menggunakan cash flow. Selain itu
juga menganalisis Switching Value usaha lele sangkuriang terkait dengan
peningkatan total harga pakan dan penurunan produksi yang masih dapat
ditoleransi sehingga usaha masih tetap layak untuk dijalankan.

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik lele Sangkuriang
Ikan lele (Clarias sp.) merupakan salah satu komoditas ikan air tawar yang
memiliki nilai ekonomis (Kartini 2012). Ikan lele memiliki nilai ekonomis yang
cukup tinggi karena memiliki potensi yang besar untuk dikomersialkan. Salah satu
jenis ikan lele adalah lele Sangkuriang. Ikan lele Sangkuriang (Clarias gariepinus)
merupakan hasil perbaikan dari lele dumbo atau dengan kata lain merupakan
pemurnian silang balik antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan
generasi keenam (F6) lele Dumbo (Widodo 2009). Dinamakan hasil perbaikan
karena pada waktu itu terjadi penurunan mutu produksi karena adanya
ketidakstabilan pertumbuhan yang disebabkan oleh perkawinan sekerabat diantara
lele dumbo (Chiyar 2013). Lele Sangkuriang termasuk hewan omnivora atau
dengan kata lain hewan pemakan tumbuh-tumbuhan dan daging. Tumbuh-

9
tumbuhan yang dapat diberikan berupa daun talas dan daging yang dapat diberikan
adalah daging ayam. Bentuk tubuh lele Sangkuriang adalah memanjang, licin,
berlendir, dan tidak bersisik. Sementara itu, Sembiring (2011) juga menambahkan
bahwa bentuk kepala ikan lele Sangkuriang menggepeng (depress) dengan mulut
yang relatif lebar dan mempunyai empat pasang sungut (kumis).
Kelebihan lele Sangkuriang diantaranya adalah konversi pakan yang baik.
Feed Convertion Rasio (FCR) yang dimiliki adalah sebesar 1:1 yang berarti dari 1
kg pakan yang digunakan dalam usaha lele Sangkuriang ini akan menghasilkan 1
kg ikan lele Sangkuriang dengan kata lain pakan yang diberikan menyesuaikan
bobot ikan lele (Sembiring 2011), dapat bertahan hidup dikondisi air minimum,
dapat dipijahkan sepanjang tahun, daya tumbuh lebih cepat, dapat bertahan hidup
di lingkungan kotor dan minimum oksigen, bobot lebih besar, dapat dibudidayakan
pada ketinggian 1 sampai 800 m di atas permukaan laut (Sunarma 2004) dan dapat
diberi pakan alternatif (Sutrisno 2012). Kualitas air yang baik untuk pertumbuhan
lele Sangkuriang adalah pada kondisi air yang memiliki kandungan O2 sebesar >1
mg/l, suhu air sebesar 22 oC sampai 34 oC dan pH air sebesar 6 sampai 9 (Sunarma
2004).
Bidang usaha yang dapat dilakukan dalam membudidayakan ikan lele
Sangkuriang adalah usaha pembenihan dan pembesaran. Usaha pembenihan adalah
aktivitas produktif yang dilakukan dengan memelihara dan mengawinkan indukan
ikan lele yang akan menghasilkan larva atau benih yang siap dipasarkan. Usaha
pembenihan dimulai dengan proses pemijahan. Pemijahan ikan lele Sangkuriang
dapat dilakukan melalui tiga cara yakni pemijahan alami, pemijahan semi alami,
dan pemijahan buatan (Sunarma 2004). Pemijahan alami dilakukan dengan cara
memilih indukan jantan dan betina yang telah matang gonatnya kemudian
dipijahkan secara alami di wadah pemijahan. Pemijahan semi alami dilakukan
dengan cara merangsang indukan betina dengan penyuntikan hormon perangsang
kemudian dipijahkan secara alami. Pemijahan buatan berbeda dengan pemijahan
alami dan semi alami, pemijahan buatan dilakukan dengan cara merangsang
indukan betina kemudian dipijahkan secara buatan. Umumnya pembudidaya lebih
suka memijahkan lele secara semi alami sebab penjadwalan produksi dapat
dilakukan dengan lebih tepat (Mahyuddin 2007). Setelah dipijahkan, indukan betina
akan menghasilkan telur sedangkan indukan jantan akan mengeluarkan sperma.
Telur yang dihasilkan ini akan dibuahi oleh sperma. Proses pembuahan terjadi
diluar tubuh ikan (ovivar). Pembuahan akan terjadi saat ada air yang mengalir
karena sperma dapat bergerak mencari telur-telur yang dihasilkan. Setelah dibuahi
oleh sperma, telur yang dihasilkan akan menetas. Telur yang telah dibuahi akan
tampak berwarna transparan, sedangkan jika tidak terbuahi akan berwarna putih
susu. Penetasan telur akan lebih cepat terjadi pada suhu yang lebih tinggi (Sunarma
2004). Penetasan telur ini memerlukan waktu 30 sampai 36 jam (Mahyuddin 2007).
Usaha pembesaran adalah aktivitas produktif yang dilanjutkan dari usaha
pembenihan yang bertujuan untuk menghasilkan ikan konsumsi (Sembiring 2011).
Ukuran benih yang ditebarkan akan menentukan lama waktu pemeliharaan untuk
mencapai ukuran panen tertentu. Sebaiknya ukuran benih yang akan ditebarkan
adalah seragam. Tujuannya adalah agar masing-masing ikan lele tidak saling
menggangu dan pertumbuhan dapat seragam. Selain itu juga dapat mengurangi
risiko kanibalisme antar lele, karena saat kekurangan pakan, lele yang berukuran
besar akan memakan lele yang berukuran lebih kecil (Mahyuddin 2007). Usaha

10
pembesaran dapat dilakukan pada kolam terpal. Persiapan kolam pada usaha
pembesaran dengan menggunakan kolam terpal dimulai dengan aktivitas
pengeringan, disinfeksi, pemupukan, pengairan, dan pengkoordinasian tumbuhnya
plankton yang dapat menjadi pakan alami ikan lele Sangkuriang.

Studi Kelayakan Bisnis Perikanan Air tawar
Bisnis didefinisikan sebagai aktivitas produktif yang bertujuan memperoleh
manfaat atau keuntungan yang merupakan hasil dari aktivitas tersebut. Aktivitas
produktif tersebut dimulai dari kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan, dan
pelaksanaan. Namun, sebelum memperoleh hasil bisnis dikeluarkan biaya-biaya
untuk menjalankan bisnis. Biaya-biaya yang dikeluarkan tersebut dapat berupa
biaya investasi, biaya tetap, dan biaya variabel. Berdasarkan pemaparan ini, untuk
dapat meyakinkan bahwa pengharapan keuntungan atas biaya-biaya yang
dikeluarkan dapat terealisasi maka studi kelayakan bisnis perlu dilakukan.
Studi kelayakan bisnis penting dilakukan untuk dapat menarik minat
berinvestasi pada suatu bisnis karena bisnis yang dijalankan layak. Beberapa aspek
yang sering digunakan dalam menganalisis kelayakan bisnis adalah aspek non
finansial dan aspek finansial. Pada aspek non finansial yang perlu dianalisis adalah
aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, aspek
ekonomi, aspek budaya, dan aspek lingkungan. Mengingat pentingnya studi
kelayakan bisnis bagi suatu bisnis maka penelitian terus dilakukan. Beberapa hasil
penelitan mereka adalah sebagai berikut:
Aspek Non Finansial
Penelitian Aribowo (2013), Rosmawati (2010), Sembiring (2011), Sutrisno
(2012), dan Qodariah (2013) memiliki tujuan yang sama, yakni menganalisis
kelayakan usaha yang dilihat dari aspek non finansial dan aspek finansial. Kelima
peneliti ini telah meneliti aspek non finansial yang berupa aspek pasar, aspek teknis,
aspek manajemen, aspek sosial, dan aspek lingkungan. Sedangkan aspek ekonomi
tidak diteliti oleh Rosmawati (2010). Sementara itu aspek hukum hanya dikaji oleh
Sutrisno (2012). Pada penelitian Aribowo (2013), berdasarkan hasil analisis aspekaspek non finansial, menunjukkan bahwa usaha pembesaran ikan lele dumbo belum
layak sepenuhnya karena terdapat kriteria yang belum layak pada aspek teknis.
Berbeda halnya dengan penelitian Sutrisno (2012) berdasarkan perhitungan analisis
non finansial yakni dari segi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek
sosial ekonomi dan lingkungan usaha ikan lele sangkuriang layak untuk
dilaksanakan, namun pada aspek hukum belum memiliki badan hukum usaha atau
legalitas sehingga belum dapat dikatakan layak secara keseluruhan. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Rosmawati (2010) dan Sembiring (2011) hasil analisis aspek
non finansial usaha pembesaran lele sangkuriang layak untuk dijalankan. Qodariah
(2013) menunjukkan bahwa dari aspek-aspek non finansial yang dikaji dapat
dikatakan layak secara keseluruhan.
Aspek Finansial
Kelima peneliti kelayakan bisnis di atas juga menyajikan hasil analisis
finansial yang berbeda. Perbedaan ini terletak pada skenario yang dilakukan.

11
Skenario yang dilakukan oleh Aribowo (2013) adalah kondisi aktual dan kondisi
pengembangan. Sementara itu skenario yang digunakan oleh Sembiring (2011)
adalah skenario sebelum pengembangan dan skenario rencana pengembangan.
Secara implisit, kedua skenario ini mempunyai tujuan yang sama namun
penggunaan istilah bahasa yang dibedakan. Selanjutnya ada empat skenario yang
disajikan oleh Sutrisno (2012). Skenario yang digunakan adalah skenario I
(pembenihan dan pembesaran ikan lele), skenario II (pembenihan ikan lele),
skenario III (Pembesaran Ikan Lele), skenario IV (pembenihan dan pembesaran
ikan lele dengan modal pinjaman). Beda halnya dengan yang dilakukan oleh
Sutrisno (2012) yang membuat skenario berdasarkan bidang usaha yang dilakukan,
Qodariah (2013) membuat skenario berdasarkan ukuran benih ikan yang diminta
pasar. Tiga skenario yang dibuat Qodariah (2013) adalah skenario I (pembenihan
menghasilkan larva), skenario II (pembenihan menghasilkan larva dan benih 2
sampai 3 cm) dan skenario III (pembenihan menghasilkan larva, benih 2 sampai 3
cm, dan benih 3 sampai 5 cm). Kelima peneliti ini mempunyai kriteria yang sama
dalam menyatakan kelayakan suatu bisnis yakni NVP > 0, Net B/C Ratio > 1, IRR
< discount rate (DR), dan PP < umur bisnis.
Aribowo (2013) menyatakan bahwa pada kondisi aktual hasil perhitungan
kelayakan dinyatakan tidak layak karena kriteria kelayakan tidak terpenuhi. Hasil
yang diperoleh adalah NPV sebesar minus RP33 145 024.00, Net B/C Ratio sebesar
0.57, IRR sebesar minus 10 persen dengan DR sebesar 5.25 persen, dan tidak
menghasilkan pengembalian investasi karena NPV yang diperoleh minus. Namun,
pada kondisi pengembangan hasil yang diperoleh dikatakan layak dengan hasil
NPV sebesar Rp87 191 710.00, Net B/C Ratio sebesar 2.47, IRR sebesar 26 persen,
dan PP terjadi pada 5.51 triwulan (umur bisnis 9 triwulan).
Berdasarkan hasil yang disajikan oleh Aribowo (2013), dapat disimpulkan
bahwa berdasarkan kedua skenario yang telah dibuat, ada satu skenario yang tidak
layak. Hal ini akan berbeda dengan keempat peneliti lainnya. Skenario yang dibuat
keempat peneliti dinyatakan layak secara keseluruhan. Hasil yang disajikan
Rosmawati (2010) pada penelitiannya menunjukkan bahwa usaha pembenihan dan
pembesaran ikan lele dumbo dinyatakan layak. Nilai-nilai yang diperoleh pada
usaha pembenihan adalah NPV sebesar Rp190 564 149.51, Net B/C Ratio sebesar
3.77, IRR sebesar 51 persen (DR sebesar 7 persen), dan PP akan dicapai saat 1.35
tahun (umur bisnis 10 tahun). Kemudian untuk usaha pembesaran diperoleh NPV
sebesar Rp118 979 693.69, Net B/C Ratio sebesar 2.08, IRR sebesar 25 persen, dan
PP akan dicapai saat 1.40 tahun usaha ini dijalankan.
Sembiring (2011) mengemukakan bahwa berdasarkan perhitungan nilai
kriteria kelayakan finansial, usaha ini di kedua skenario layak dan terjadi perolehan
yang lebih menguntungkan pada skenario II. Pada skenario I dan Skenario II hasil
yang diperoleh adalah NPV1 sebesar Rp38 751 281 dan NPV2 sebesar Rp108 004
579, Net B/C Ratio1 sebesar 2.68 dan Net B/C Ratio2 sebesar 3.34, IRR1 sebesar
33.02 persen dan IRR2 sebesar 43.52 persen (DR sebesar 7 persen), PP1 terjadi
pada 6.03 siklus dan PP2 terjadi pada 4.87 siklus (umur bisnis 8 siklus). Dari data
ini terlihat bahwa terjadi peningkatan perolehan keuntungan, sehingga skenario II
nampak lebih menarik.
Sutrisno (2012) juga mengemukakan bahwa usaha ikan lele yang dilakukan
di perusahaan parakbada layak diusahakan. Keempat skenario yang dibuat
menunjukkan hasil yang layak. NPV yang diperoleh dari keempat skenario tersebut

12
adalah NPV1 sebesar Rp187 121 447.00, NPV2 sebesar Rp191 085 190.00, NPV3
sebesar Rp96 337 157.00, dan NPV4 sebesar Rp177 592 646.00. Sementara itu,
kriteria lain juga dinyatakan layak dengan hasil Net B/C Ratio1 sebesar 3.961, Net
B/C Ratio2 sebesar 4.496, Net B/C Ratio3 sebesar 2.788, dan Net B/C ratio4
sebesar 3.810. Kriteria lainnya yang digunakan yakni IRR dengan hasil IRR1
sebesar 46.51 persen, IRR2 sebesar 89.32 persen, IRR3 sebesar 68.82 persen, dan
IRR4 sebesar 80.86 persen (pada tingkat DR1 sebesar 6.5 persen dan DR2 sebesar
7.36 persen). Selanjutnya PP1 terjadi pada 3.211 periode, PP2 terjadi pada 1.773
periode, PP3 terjadi pada 1.756 periode, dan PP4 terjadi pada 1.779 periode (dari
umur bisnis 9 periode). Sehingga dengan demikian usaha ini dapat memberikan
kebermanfaatan bagi pelaku usahanya.
Peneliti terakhir yakni Qodariah (2013), hasil analisis terhadap kelayakan
finansial unuk ketiga skenario menunjukkan bahwa usaha ini juga layak untuk
dijalankan. NPV yang diperoleh dari ketiga skenario tersebut adalah NPV1 sebesar
Rp2 869 305.00, NPV2 sebesar Rp13 624 745.00, dan NPV3 sebesar Rp15 428
884.00. Perhitungan terhadap B/C Ratio juga diperoleh dengan nilai B/C Ratio1
sebesar 1.902, B/C Ratio2 sebesar 5.204, dan B/C Ratio3 sebesar 4.823. Sementara
itu untuk nilai IRR juga diperoleh melebihi DRnya yakni sebesar 5.75 persen
dengan nilai IRR1 sebesar 17 persen, IRR2 sebesar 51 persen, dan IRR3 sebesar 46
persen (DR sebesar 5.75 persen). PP1 akan dicapai saat 6 periode, PP2 dan PP3
akan dicapau saat 3 periode (umur bisnis 16 periode).
Analisis Switching Value
Kelima peneliti di atas juga mempunyai kesamaan lain yakni sama-sama
meneliti pengaruh kenaikan harga-harga pakan dan penurunan produksi dengan alat
analisis switching value. Jika suatu pengaruh melebihi hasil perhitungan yang
diperoleh, usaha dinyatakan tidak layak dan perlu dilakukan evalusi. Aribowo
(2010) hanya menghitung switching value pada kondisi pengembangan saja. Hal ini
dilakukan karena pada kondisi aktual kegiatan bisnis ini dinyatakan tidak layak.
Pada kondisi pengembangan ini hasil yang diperoleh adalah batas maksimum
kenaikan harga pakan dan penurunan produksi. Batas maksimum harga pakan yang
diisyaratkan adalah sebear 24.47 persen. Sementara untuk batas penurunan
produksi adalah sebesar 11.54 persen. Namun, Sutrisno (2012) dalam penelitiannya
menambahkan satu pengaruh lain selain kenaikan harga pakan dan penurunan
produksi yakni pengaruh penurunan harga jual benih. Pada usaha pembenihan,
penurunan harga jual benih maksimum adalah sebesar 51.46 persen, penurunan
produksi benih ikan maksimum adalah sebesar 51.46 persen, dan maksimum terjadi
kenaikan harga pakan sebesar 443.89 persen. Sedangkan untuk usaha pembesaran
diperoleh hasil perhitungan penurunan harga jual maksimum adalah sebesar 11.00
persen, penurunan produksi maksimum adalah sebesar 11.00 persen juga, dan
kenaikan total pakan maksimum adalah sebesar 21.32. Secara implisit dapat
dikatakan bahwa usaha pembesaran (skenario III) merupakan usaha yang paling
sensitif.
Rosmawati (2010) mendapatkan hasil analisis switching value pada
pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan lele. Pada pembenihan ikan,
kenaikan harga pakan benih untuk cacing sutra adalah maksimum seberar 64
persen, pelet 99 maksimum 58 persen, dan pelet hiprovit maksimum sebesar 51
persen. Pada usaha pembesaran untuk pelet hiprovit maksimum 49 persen, pakan

13
pelet 782 maksimum sebesar 31 persen. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh
Sembiring (2011), ia mendapatkan hasil bahwa kenaikan harga pakan maksimum
pada skenario I adalah sebesar 16.02 persen dan pada skenario II maksimum adalah
sebesar 22.48 persen. Selanjutnya Qodariah (2013) juga menunjukkan bahwa
penurunan produksi benih maksimum adalah sebesar 18.289 persen (skenario I),
42.156 persen (skenario II), dan 28.666 persen (skenario III). Sementara itu untuk
peningkatan pakan maksimum adalah sebesar 84.83 persen (skenario I), 224.69
persen (skenario II), dan 164.784 persen (skenario III). Qodariah (2013)
menyimpulkan bahwa pada usaha ini, pengaruh adanya penurunan jumlah produksi
benih lebih besar daripada peningkatan harga pakan sehingga usaha ini lebih
sensitif terhadap penurunan produksi benih.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori-teori ataupun konsep-konsep yang relevan dengan penelitian kelayakan
usaha lele sangkuriang akan dibahas lebih detail pada bagian ini. Berikut ini akan
dibahas mengenai beberapa teori-teori ataupun konsep-konsep yang relavan
tersebut.
Teori Investasi
Istilah asing yang digunakan untuk investasi adalah investment. Kata dasar
dari investment adalah invest yang berarti menanam. Arifin dalam Huda dan
Nasution (2008) menambahkan bahwa dalam pasar modal dan keuangan, investasi
merupakan penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek
dengan tujuan memperoleh manfaat. Berdasarkan definisi ini, secara implisit
penanaman modal mengisyaratkan adanya pengorbanan uang yang diharapakan
akan memberikan manfaat atau keuntungan di masa yang akan datang. Namun,
pengharapan keuntungan ini mengandung ketidakpastian (Sucipto 2011).
Nurmalina et al. (2010) juga menambahkan bahwa investasi merupakan
penentu umur usaha yang akan dan sedang dilaksanakan karena merupakan biaya
yang dikeluarkan untuk memulai usaha. Mengingat pentingnya investasi yang
diharapkan akan memberikan keuntungan maka diperlukan perhitungan untuk
mengetahui bahwa usaha ini layak yakni melalui kriteria kelayakan investasi.
Konsep Studi Kelayakan Bisnis
Bisnis (perusahaan) merupakan organisasi yang menyediakan barang atau
jasa untuk dijual dengan tujuan memperoleh keuntungan. Keuntungan merupakan
pendorong orang-orang untuk memulai dan mengembangkan bisnis. keuntungan
merupakan imbalan yang didapatkan pemilik bisnis dari risiko yang diambil saat
menginvestasikan modal dan waktu. Orientasi keuntungan adalah hal yang
membedakan antara bisnis dengan organisasi-organisasi lainnya yang beroperasi

14
dengan