Identifikasi Molekuler, Status Konservasi, dan Perdagangan Spesies Pari (Dasyatidae) yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Lampung dan PPN Palabuhanratu

IDENTIFIKASI MOLEKULER, STATUS KONSERVASI, DAN
PERDAGANGAN SPESIES PARI (Dasyatidae) YANG
DIDARATKAN DI TEMPAT PELELANGAN IKAN
LAMPUNG DAN PPN PALABUHANRATU

RANI UTARI AYUNINGTYAS

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi
Molekuler, Status Konservasi dan Perdagangan Spesies Pari (Dasyatidae) yang
didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Lampung dan PPN Palabuhanratu adalah
benar karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014
Rani Utari Ayuningtyas
NIM C54100060

ABSTRAK
RANI UTARI AYUNINGTYAS. Identifikasi Molekuler, Status Konservasi, dan
Perdagangan Spesies Pari (Dasyatidae) yang didaratkan di Tempat Pelelangan
Ikan Lampung dan PPN Palabuhanratu. Dibimbing oleh HAWIS MADDUPPA
dan BEGINER SUBHAN.
Identifikasi morfologi ikan pari di tempat pendaratan ikan sulit dilakukan
karena tubuh ikan pari yang sudah hancur atau rusak akibat proses penangkapan,
sehingga identifikasi genetik sangat mungkin dilakukan untuk mengetahui spesies
ikan pari yang ditangkap. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi spesies
pari dan menduga status konservasi dan perdagangannya. Ekstraksi sampel
menggunakan metode kit produksi Qiagen. Amplifikasi gen lokus mitokondria

dengan proses PCR menggunakan primer fish BCL-BCH. Tahapan annealing
dilakukan pada suhu 50 °C selama 45 detik dan 38x siklus. Hasil identifikasi
menunjukan 4 spesies pari, yaitu Dipturus chilensis, Himantura walga, Neotrygon
kuhlii, dan Rhinoptera javanica. Hasil analisis filogenetik menunjukan bahwa pari
memiliki kedekatan genetik dilihat dari clade yang bertetangga. Pari yang
diidentifikasi masuk kategori dalam status konservasi IUCN antara lain 2 spesies
kategori rawan (Dipturus chilensis dan Rhinoptera javanica), 1 spesies hampir
terancam (Himantura walga), dan 1 spesies kekurangan data (Neotrygon kuhlii).
Status perdagangan untuk keempat spesies pari yang diteliti belum dievaluasi oleh
CITES.
Kata kunci : identifikasi pari, DNA mitokondria, konservasi, hasil tangkapan

ABSTRACT
RANI UTARI AYUNINGTYAS. Molecular Identification, Conservation Status
and Trade of Stingrays (Dasyatidae) from Fisheries Port Lampung and
Palabuhanratu. Supervised by HAWIS MADDUPPA and BEGINER SUBHAN.
Morphological identification of stingray at fisheries port is difficult because its
body had been damaged during capture and handling process. Thus genetic
identification was conducted to identify the species. The purpose of this study is
to identify species rays and predict its conservation and trade status. Sample

extraction used by Qiagen kit method. Mitochondrial locus gene amplification
PCR used by the primer fish BCL-BCH. Stages of annealing performed at a
temperature of 50 °C for 45 seconds with 38 cycles. The results was founded 4
species are Dipturus chilensis, Himantura walga, Neotrygon kuhlii, and
Rhinoptera javanica. Phylogenetic analysis results showed that the rays had the
genetic proximity views from neighboring clade. Rays were identified in the
category of the IUCN conservation status including category 2 species vulnerable
(Dipturus chilensis and Rhinoptera javanica), 1 species near threatened
(Himantura walga), and 1 species of data deficient (Neotrygon kuhlii). Trade
status for the four species studied rays had not been evaluated by CITES.
Keywords: Identification rays, mitochondrial DNA, conservation, the catch

IDENTIFIKASI MOLEKULER, STATUS KONSERVASI, DAN
PERDAGANGAN SPESIES PARI (Dasyatidae) YANG
DIDARATKAN DI TEMPAT PELELANGAN IKAN
LAMPUNG DAN PPN PALABUHANRATU

RANI UTARI AYUNINGTYAS

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Identifikasi Molekuler, Status Konservasi, dan Perdagangan
Spesies Pari (Dasyatidae) yang didaratkan di Tempat Pelelangan
Ikan Lampung dan PPN Palabuhanratu
Nama
: Rani Utari Ayuningtyas
NIM
: C54100060

Disetujui oleh


Dr. Hawis Madduppa, M.Si
Pembimbing I

Beginer Subhan, S.Pi, M.Si
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Wayan Nurjaya, M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat, ridho,
dan petunjuk-Nya lah kegiatan penelitian yang berjudul “Identifikasi Molekuler,
Status Konservasi, dan Perdagangan Spesies Pari (Dasyatidae) yang didaratkan di
Tempat Pelelangan Ikan Lampung dan PPN Palabuhanratu” dapat terselesaikan.
Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan baik berupa materil dan

moril dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis
menyampaikan rasa terima kasih pada Bapak Dr. Hawis Madduppa dan Bapak
Beginer Subhan ,S.Pi, M.Si selaku pembimbing, dan semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Semoga laporan ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan kita selalu
mendapatkan berkat dari-Nya.

Bogor, Agustus 2014
Rani Utari Ayuningtyas

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODE

2

Alat


2

Bahan

2

Lokasi

3

Prosedur Penelitian

3

Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Spesies
Status Konservasi dan Perdagangan
SIMPULAN DAN SARAN

6
6
11
14

Simpulan

14

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP


16

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Hasil identifikasi DNA pari
Matriks jarak genetik spesies pari
Status konservasi IUCN dan perdagangan CITES
Ukuran rata-rata spesies pari di PPN Palabuhanratu dan TPI Lampung
Produksi total tahunan beberapa jenis pari di PPN Palabuhanratu dan
TPI Lampung pada tahun 2008-2011

6
11
11

12
12

DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi pengambilan sampel pari
2 Diagram alir prosedur analisis laboratorium
3 Rekonstruksi pohon filogenetik DNA pari yang didaratkan di PPN
Palabuhanratu dan TPI Lampung

3
4
9

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Alat dan bahan pengambilan sampel
Alat dan bahan pengolahan sampel
Komposisi master mix pada PCR
Hasil pengurutan basa nukleotida (sequencing) pada sampel pari di
Tempat Pelelangan Ikan Lampung dan PPN Palabuhanratu
5 Dokumentasi pengambilan sampel pari

19
19
20
20
24

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan pari adalah ikan yang tergolong dalam Elasmobranchii atau ikan
berulang rawan. Ikan pari memiliki bentuk yang khas yaitu dengan sirip yang
lebar dan pipih menyerupai sayap burung dan merupakan ikan demersal. Secara
umum, pari memiliki ekor dan sisik yang berbahaya menyerupai cambuk tajam
(White et al., 1997). Adaptasi hidup ikan pari termasuk tinggi dan mampu hidup
dalam berbagai macam habitat laut, seperti laut lepas atau pun estuaria (FAO,
1999). Makanan pari berupa udang dan lobster. Pari berkembang biak secara
ovovivipar (Dulvy and Reynolds, 1997), dengan rata-rata spesies betina pari yang
hanya mampu melahirkan anak hingga 4 ekor saja dalam sekali masa kawin.
Panjang bayi pari pada saat lahir 330 mm (Bester, 2011).
Ikan pari merupakan salah satu ikan komoditi di Indonesia karena memiliki
nilai ekonomis yang cukup tinggi. Perairan laut Indonesia merupakan negara yang
paling banyak menangkap hiu dan pari (100.000 ton) dengan nilai ekspor produk
hiu sebesar US $ 13 juta (FAO, 1999). Nelayan Indonesia memanfaatkan seluruh
bagian dari pari, misalnya daging untuk konsumsi, kulit yang disamak dan
dijadikan kerajinan tangan, hati pari untuk diambil minyak ikannya, serta
tulangnya untuk bahan baku lem (Rahardjo, 2007). Namun, kondisi ikan pari kini
cukup memprihatinkan. Ikan pari diperdagangkan di lokasi pendaratan utamanya
seperti Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Palabuhanratu, TPI Lampung dan TPI
Muara Angke. Pari banyak ditangkap nelayan dengan jumlah berlebih. Hal ini
banyak diungkapkan oleh para nelayan karena sulit mendapatkan pari pada
perairan sekitar Lampung dan Palabuhanratu. Bahkan, bayi ikan pari pun banyak
dijumpai pada TPI Palabuhan Ratu. Hal ini dapat mengindikasikan adanya
populasi pari yang mulai menurun. Selain itu dari 77 spesies pari pada data IUCN,
6 spesies kategori terancam, 1 spesies kategori terancam kritis, 12 spesies
termasuk hampir terancam, 11 spesies rawan, 8 spesies sedikit perhatian, dan yang
paling banyak 39 spesies kategori kekurangan data (IUCN, 2013).
Identifikasi individu ikan pari secara visual dapat dilakukan dengan melihat
bentuk morfologinya. Perbedaan fisik yang membedakan spesies ikan pari adalah
totol, bentuk hidung, dan tubuhnya. Pada umumnya pari ditemukan dalam
keeadaan tubuh rusak dan tidak utuh akibat proses penangkapan dan dipotong
untuk proses pengolahan pari. Proses identifikasi secara morfologi akan sulit
dilakukan. Identifikasi pari secara molekuler sangat mungkin dilakukan untuk
mendapat data spesies secara pasti. Namun hingga saat ini belum ada yang
mengidentifikasi ikan pari secara molekuler genetik untuk mengetahui apakah
individu yang ditemukan merupakan spesies yang sama atau berbeda
kekerabatannya antar individu dalam populasi ikan pari pada beberapa kawasan di
Indonesia.
Secara umum penelitian ikan pari sudah sering dilakukan. Namun penelitian
tentang genetik ikan pari masih terbatas. Salah satu penelitian genetik ikan pari
dilakukan pada tahun 2007 oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Penelitiannya dilakukan untuk mengetahui hubungan kekerabatan antara 3

2
karakter motif ikan pari berdasarkan 12S rRNA dan 16S rRNA DNA mitokondria
(Arlyza dan Adrim, 2007).
Dalam mengkaji keragaman genetik suatu spesies dapat dilihat dengan DNA
(Deoxyribo Nucleid Acid) inti maupun DNA mitokondria (mtDNA). Pada
umumnya mtDNA banyak digunakan dalam mengidentifikasi suatu spesies (Kyle
dan Wilson 2007). Pada mtDNA memiliki banyak lokus, salah satunya lokus COI.
DNA mitokondria dengan lokus COI mampu mendiskriminasikan spesies dengan
akurat berdasarkan struktur dan komponen penyusun DNA serta memberikan
informasi kedekatan spesies melalui filogenetik (Brooks dan McLennan, 1991).
Pengetahuan struktur genetik ini penting untuk konservasi dan perlindungan
ikan pari sebagai spesies penting dan mulai terancam serta menduga pengaruh
perubahan terhadap populasi alami. Kondisi seperti ini yang membuat penulis
mengidentifikasi spesies pari dan menduga status konservasi dan perdagangan
pari yang ditangkap di Tempat Pelelangan Ikan Lampung dan Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu.
Tujuan
1. Mengidentifikasi jenis ikan pari yang ditemukan di Tempat Pelelangan
Ikan Lampung dan PPN Palabuhanratu
2. Mengetahui status konservasi pari berdasarkan IUCN dan status
perdagangan berdasarkan CITES

METODE
Alat
Alat yang digunakan adalah tubes, gunting, micropipette, vortex,
sentrifuge, hot plate, mesin PCR, mesin UV transilluminator, microwave,
timbangan, erlenmeyer, power supply, dan mesin elektroforesis.

Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah sampel daging ikan
pari. Bahan yang dibutuhkan dalam proses ekstraksi adalah etanol 96%, Dneasy
tissue kit produksi Qiagen. Bahan yang dibutuhkan untuk proses amplifikasi
DNA dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) antara lain ddH2O, 10 x PCR
Buffer, dNTPs, MgCL2, Dream Taq Polymerase, primer forward fish-BCL
(5„TCAACYAATCAYAAAGATATYGGCAC‟) dan primer reverse fish-BCH
(5‟ACTTCYGGGTGRCCRAARAATCA‟) (Baldwin et al.. 2010). Bahan yang
digunakan untuk elektroforesis adalah bubuk agarose, larutan TBE 0.5x, dan EtBr.

3
Lokasi Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2014 bertempat di
Laboratorium Biosistematika dan Biodiversitas Kelautan, Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.

Prosedur Penelitian
Metode Perolehan Data Sampel
Pengambilan sampel ikan pari dilakukan pada bulan Maret 2014 yang
bertempat di PPN Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi dan Tempat Pelelangan
Ikan Lampung (Pasar Gudang Lelang), Bandar Lampung. Sampel ikan pari
diambil sedikit pada bagian sirip. Kemudian sampel tersebut dimasukkan dalam
tube yang berisi etanol 96% dan diberi label. Selain itu, dilakukan juga
pengukuran panjang ikan pari dan data tempat penangkapan ikan pari tersebut dari
nelayan.

Gambar 1 Lokasi pengambilan sampel pari

Analisis Laboratorium
Analisis laboratorium dilakukan dalam tiga tahap, yaitu ekstraksi DNA,
Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Elektroforesis. Gambar 2 merupakan
diagram alir prosedur analisis laboratorium :

4

Sampel pari

Ekstraksi DNA

Polymerase Chain Reaction (PCR)

DNA Negatif

Elektroforesis

DNA Positif

Analisis Data Mega 5.2

Selesai

Gambar 2 Diagram alir prosedur analisis laboratorium

Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA bertujuan untuk menghancurkan jaringan daging sampel dan
memisahkan DNA dari jaringannya. Terdapat beberapa metode dalam ekstraksi
DNA. Salah satu metode yang digunakan dalam ekstraksi DNA ikan pari ini
adalah dengan menggunakan Dneasy tissue kit produksi Qiagen.

.

5
Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR bertujuan untuk mengamplifikasi gen lokus mitokondria. Komponen
yang digunakan pada tahap ini adalah template DNA, Taq DNA polymerase,
dNTPs,
buffer
PCR,
MgCl2,
primer
forward
fish-BCL
(5„TCAACYAATCAYAAAGATATYGGCAC‟) dan primer reverse fish-BCH
(5‟ACTTCYGGGTGRCCRAARAATCA‟) (Baldwin et al.. 2010), air deionase
(ddH2O), dan enzim polymerase. Satu unit reaksi PCR masing-masing berisi 25
mM MgCl2 sebanyak 2 μl; dNTP 8μM masing-masing 2,5 μl; sepasang primer 10
mM masing-masing 1,25 μl; Taq DNA polymerase sebanyak 0,125 μl.
Ditambahkan 2.5 μl buffer 10xPCR Buffer. Campuran divorteks dan diputarkan.
Pra PCR dilakukan dalam satu siklus pada duhu 94 °C selama 5 menit.
Jumlah siklus PCR yang diperlukan sebanyak 38 siklus. Tahapan PCR meliputi:
Tahapan Denaturasi pada suhu 94 °C selama 30 detik, Annealing pada suhu
50 °C selama 45 detik, dan tahap Elongasi pada suhu 72 °C selama 40 detik.

Elektroforesis
Tahapan elektroforesis merupakan tahapan lanjutan untuk melihat DNA
yang positif atau negatif dari produk PCR yang dihasilkan. Tahap awal yang
dilakukan adalah pembuatan Gel Agarosa 10% dengan mencampurkan 1 gram
bubuk agarosa dengan 100 mL TBE 0.5x dalam tabung Erlenmeyer serta 4 µL
EtBr. Panaskan pada microwave selama 1 menit hingga agarose terlihat larut.
Kemudian tuangkan dalam cetakan agarosa dan pasangkan sisir kemudian tunggu
selama 15-25 menit hingga gel terbentuk (Zain dan Prawiradilaga, 2013).
Masukan sampel hasil PCR dengan menggunakan pipetman dengan
terlebih dahulu campurkan dengan loading dye sebagai pewarna. Tahap
pencampuran dilakukan menggunakan pipetman. Setelah itu masukkan kedalam
cetakan gel tersebut. Jalankan mesin elektroforesis pada 200 V dan arus 400 mA.
Tunggu hingga 30 menit, lalu lihat hasilnya dengan menggunakan lampu UV pada
panjang gelombang 254 nm kemudian hasil gambar difoto.

Sekuensing
Sekuensing DNA adalah metode untuk menentukan urutan nukleotida yang
terdapat dalam DNA spesies ikan pari. Urutan DNA berhubungan dengan
informasi genetik turunan dalam nukleus sel, plasmid, mitokondria, dan kloroplas
yang membentuk dasar pengembangan semua makhluk hidup. Sampel yang sudah
diamplifikasi dengan metode PCR, selanjutnya dilakukan proses sekuen untuk
memperoleh urutan nukleotidanya. Proses sekuen DNA dikirim ke Berkeley
Sequencing Facility yang terdapat di Amerika (Sanger et al., 1997).

6
Analisis Data
Identifikasi Spesies
Setelah Berkeley Sequencing Facility mengirimkan hasil sekuen berupa
urutan nukleotida DNA, maka data tersebut diolah menggunakan perangkat lunak
Mega (Molecular Evolutionary Genetic Analysis) 5.2 (Tamura et al. 2007). Proses
ini bertujuan untuk pembacaan dan penjajaran (alignment) urutan nukleotida
untuk melihat keragaman nukleotida. Setelah data tersebut selesai, maka hasil data
urutan nukleotida akan dicocokan dengan data yang terdapat pada GenBank di
NCBI (National Center for Biotechnology Information). Metode yang digunakan
adalah dengan BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) dengan alamat situs
web http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi. Rekonstruksi pohon filogenetik
menggunakan software Mega 5.2 dengan metode neighbor joining dan model
Kimura-2 parameter (Kimura, 1980) dengan nilai bootstrap 1000. Peninjauan
status konservasi melalui daftar IUCN (International Union for Conservation of
Nature and Natural Resources), sedangkan status perdagangan dilihat pada
CITES (Convention on International Trade in Endangered Species).

Status Konservasi dan Perdagangan
Spesies ikan pari yang sudah teridentifikasi secara molekuler ditinjau
status konservasi dan perdagangannya. Peninjauan status konservasi melalui
daftar IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources), sedangkan status perdagangan dilihat pada CITES (Convention on
International Trade in Endangered Species).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Spesies
Hasil analisis sekuens pari mendapat untaian basa sepanjang 300-400 bp.
Terdapat empat jenis spesies pari yang teridentifikasi dengan tingkat homologi
99- 100%. Tingkt homologi yang akurat bernilai lebih dari 95%. Nilai tidak
akurat apabila tingkat homologi yang rendah.
Tabel 1 Hasil identifikasi DNA pari yang didaratkan di PPN Palabuhanratu
dan TPI Lampung
Nama Ilmiah

Neotrygon kuhlii
Dipturus chilensis
Himantura walga
Rhinoptera javanica

Nama Umum

Blue-spot stingray
Yellownose skate
Dwarf whipray
Flapnose ray

Jumlah spesies di
PPN Palabuhanratu
(ekor)
0
4
0
4

Jumlah spesies di TPI
Lampung
(ekor)
10
0
1
0

7
Hasil identifikasi DNA (Tabel 1) didapatkan dari 25 sampel pari yang terdiri
atas 13 sampel dari TPI Lampung dan 12 sampel dari PPN Palabuhanratu. Jumlah
ini sudah dapat mewakili keragaman populasi individu pada suatu tempat, karena
teknik DNA barcoding dapat dilakukan dengan hanya 2 sampel setiap spesiesnya.
Sampel yang teramplifikasi dengan baik berjumlah 19 sampel dan 6 sampel
lainnya tidak teramplifikasi dengan baik. Hasil amplifikasi yang tidak baik
dicirikan dengan tidak adanya band/ pita, band/ pita tidak jelas, dan terdapat
banyak pita/band. Hal ini dapat disebabkan karena terjadinya kontaminasi pada
saat pengambilan sampel dan proses amplifikasi, primer yang tidak sesuai, DNA
belum terdenaturasi, suhu annealing yang tidak sesuai, jumlah siklus tidak pas,
dan spesies yang berbeda memungkinkan adanya proses amplifikasi DNA dengan
PCR yang berbeda (Zein dan Prawiradilaga, 2013). Hasil identifikasi menunjukan
adanya empat spesies yang berbeda dari 25 individu. Empat spesies tersebut
mewakili 3 famili yang berbeda yaitu Myliobtidae, Rajidae, dan Dasyatidae.
Untuk status konservasi IUCN, terdapat dua spesies yang termasuk kategori
Rawan (Vulnurable), satu spesies kategori Hampir Terancam (Near Threatened),
dan satu spesies masih dalam kategori Kekurangan Data (Data Deficient). Semua
spesies yang teridentifikasi memiliki status perdagangan CITES yang masih
belum dievaluasi.
Anggota famili Myliobtidae adalah spesies Rhinoptera javanica (Compagno,
1986) dengan nama lokal pari elang. Spesies ini ditemukan di PPN Palabuhanratu
dengan jumlah individu 4 ekor. Hasil blast yang dihubungkan dengan data pada
GenBank memiliki tingkat kemiripan 100% dengan target locus COI spesies
Rhinoptera javanica. Pari jenis ini memiliki habitat di perairan lepas pantai benua
dan pulau. Tercatat bahwa Rhinoptera javanica menyukai daerah berlumpur.
Indonesia merupakan salah satu daerah distribusi Rhinoptera javanica yang
meliputi kawasan Indo – Barat Pasifik. Pari ini tertangkap oleh pukat dasar, jaring
dasar, dan jaring insang (White et al., 1997). Status konservasi pari ini dalam
CITES tercatat dalam kategori rawan. Kategori rawan mencakup spesies yang
dikhawatirkan akan memiliki resiko kepunahan di alam (IUCN, 2013). Untuk
status perdagangan CITES dari Rhinoptera javanica ini belum dievaluasi.
Spesies Neotrygon kuhlii dan Himantura walga, keduanya merupakan
anggota dari Famili Dasyatidae (White et al., 1997). Berdasarkan hasil analisis
blast, ditemukan spesies Neotrygon kuhlii sebanyak 11 individu dan merupakan
spesies yang paling banyak mewakili data. Kemiripan data DNA Neotrygon kuhlii
dengan data yang terdapat pada GenBank adalah 100 %. Kemiripan data dengan
GenBank yang memiliki target locus COI. Spesies ini ditemukan di kawasan
perairan TPI Lampung dengan ciri khusus totol biru pada tubuhnya. Hal ini yang
membuat pari jenis ini dijuluki dengan Blue-spot stingray. Habitat Neotrygon
kuhlii di laut tropis, berasosiasi dengan karang dengan kedalaman kurang dari 90
meter. Pari ini ditangkap dengan pukat dasar dan jaring udang (Fahmi dan White,
2009). Terkadang pari bersembunyi dibawah pasir, dan hanya menyisakan mata
dan ekornya saja yang terlihat. Umumnya semua jenis pari merupakan ikan
demersal dan bereproduksi secara ovovivipar. Induk Neotrygon kuhlii melahirkan
paling banyak 7 ekor anak dengan panjang sampai 330 mm saat lahir. Untuk pari
totol biru ini terdistribusi di kawasan perairan Indo-Pasifik yang meliputi Laut
Merah, Afrika Timur, Jepang, Indonesia dan Selatan Australia (White et al., 1997).
Data hasil tangkapan terhadap ikan pari totol biru kurang diketahui secara pasti

8
terutama untuk daerah Indonesia, sehingga pada daftar IUCN Neotrygon kuhlii
termasuk dalam kategori kekurangan data (IUCN, 2013). Kategori ini
mengindikasikan bahwa sampai saat ini masih banyak membutuhkan data
keberadaan ikan pari jenis N.kuhlii diperairan. Status perdagangan CITES, data
mengenai ikan pari totol biru ini belum dievaluasi.
Spesies ketiga yang teridentifikasi adalah Himantura walga yang masih satu
famili dengan Neotrygon kuhlii yaitu famili Dasyatidae. Identifikasi dengan Blast
menemukan 1 individu Himantura walga dari total 19 sampel yang diidentifikasi.
Jumlah ini merupakan jumlah yang paling sedikit diantara spesies lain yang
ditemukan. Namun kemiripan data yang terdapat di GenBank mencapai 100 %
dengan spesies yang sama dan target lokus COI. Sampel spesies Himantura walga
ditemukan di wilayah penangkapan nelayan TPI Lampung. Sesuai dengan daerah
ditemukannya pari jenis ini, wilayah sebarannya memang meliputi Thailand
hingga Selatan Indonesia. Pari jenis ini nyaman di daerah Continental shelf
dengan kedalaman kurang dari 50 m dan substrat berpasir (White et al., 2009).
Saat ini Himantura walga terdaftar dalam kategori hampir terancam oleh status
konservasi IUCN. Hampir terancam berarti bahwa keberadaan Himantura walga
di perairan dapat dipastikan terancam keberadaannya di alam pada masa
mendatang. Hal ini dapat disebabkan karena intensitas penangkapan terhadap
spesies ini telah mengalami peningkatan dan kondisi lingkungan yang tidak sesuai
untuk hidupnya. Spesies yang hampir terancam ini harus diupayakan
pengelolaannya dengan baik. Status perdagangan milik spesies ini masih belum
dievaluasi oleh data CITES.
Spesies terakhir yang teridentifikasi secara molekuler genentik adalah
Dipturus chilensis. Jenis pari ini termasuk dalam famili Rajidae (White et al.,
1997). Kemiripan dengan data gen pada Genbank memiliki angka 99 % dengan
spesies D. chilensis target lokus COI pada mitokondria. D.chilensis merupakan
sinonim untuk spesies Zearaja chilensis (www.fishbase.org). Ciri yang khas pada
tubuhnya adalah pada moncongnya yang mengerucut dan ekor yang tidak terlalu
panjang serta tubuhnya yang berwarna gelap hampir hitam. Hidup pada dasar
perairan di lereng benua dengan kedalaman antara 400 – 1030 meter. Pari ini
banyak tertangkap oleh pancing rawai dasar perairan Jawa. Bagian tubuh yang
dimanfaatkan adalah daging. Status konservasi IUCN menyatakan spesies pari ini
termasuk dalam kategori rawan. Untuk itu perlu adanya perlindungan baik
terhadap spesies ini agar tidak mengalami kepunahan di masa mendatang (Kyne et
al., 2007). Status perdagangan ikan pari secara umum masih belum dievaluasi
oleh CITES.
Hubungan kekerabatan dapat dilihat dengan analisis filogenetik. Hal ini
dilakukan untuk melihat kedekatan antar spesies pari yang ditemukan. Analisis
filogenetik sebagai suatu sistem percabangan dikenal dengan nama pohon
filogenetik. Pohon filogenetik dapat dikonstruksi berdasarkan kesamaan atau
perbedaan sifat genetik seperti sekuen DNA, asam amino, dan allel. Salah satu
tujuan dari penyusunan filogenetika adalah untuk merekonstruksi dengan tepat
hubungan antara organism dan memperkirakan perbedaan yang terjadi dari satu
nenek moyang kepada keturunannya (Li et al., 1999 dalam Zein dan
Prawiradilaga, 2013).
Berdasarkan analisis filogenetik, spesies yang memiliki kedekatan yang
semakin erat dilihat dari cabang yang bertetangga pada pohon. Dalam pohon

9
filogenik penambahan outgrup perlu sebagai perbandingan dalam menentukan
spesies yang berbeda. Outgrup dapat diambil dari kelompok organisme yang
berkerabat jauh dengan spesies yang kita analisa, sedangkan kelompok ingroup
merupakan kelompok pari yang teridentifikasi (Mirabella, 2011).
Pada analisis filogenetik ini spesies outgroup yang dipilih adalah
Rhizoprionodon lalandii. Hiu ini berasal dari Famili Carcharhinidae. Pemilihan
spesies outgroup ini dilakukan karena hiu termasuk Elasmobranchii dengan Ordo
dan Famili yang berbeda dengan spesies pari.

07-MBB.02.07.06_RN (Neotrygon kuhlii)
09-MBB.02.07.08_RN (Neotrygon kuhlii)
63 06-MBB.02.07.05_RN (Neotrygon kuhlii)

05-MBB.02.07.04_RN (Neotrygon kuhlii)
02-MBB.02.07.01_RN (Neotrygon kuhlii)
95

04-MBB.02.07.03_RN (Neotrygon kuhlii)
08-MBB.02.07.07_RN (Neotrygon kuhlii)
10-MBB.02.07.09_RN (Neotrygon kuhlii)
73

63 12-MBB.02.07.11_RN (Neotrygon kuhlii)

13-MBB.02.07.12_RN (Neotrygon kuhlii)
03-MBB.02.07.02_RN (Himantura walga)
15-MBB.02.07.02.01_RN (Dipturus chilensis)
45

16-MBB.02.07.02.02_RN (Dipturus chilensis)
98

17-MBB.02.07.02.03_RN (Dipturus chilensis)
18-MBB.02.07.02.04_RN (Dipturus chilensis)

19-MBB.02.07.02.05_RN (Rhinoptera javanica)
20-MBB.02.07.02.06_RN (Rhinoptera javanica)
79

21-MBB.02.07.02.07_RN (Rhinoptera javanica)
22-MBB.02.07.02.10_RN (Rhinoptera javanica)
gi|302701932|gb|HM446245.1|_Rhizoprionodon_lalandii

0.1

Gambar 3 Rekonstruksi pohon filogenetik DNA pari yang didaratkan di PPN
Palabuhanratu dan TPI Lampung
Rekonstruksi filogenetik (Gambar 3) menunjukan hubungan kekerabatan
antara 4 spesies yang ditemukan. Berdasarkan rekonstruksi filogenetik tersebut
terlihat tingkat kepercayaan topologi filogenik pada perwakilan cabang memiliki
nilai bootstrap (McEachran dan Dunn, 1998). Nilai bootstrap merupakan
banyaknya pengulangan pembuatan pohon dalam software Mega5.2. Nilai
bootstrap yang dipakai adalah 1000. Hasil pengujian dengan metode
bootstrapping ditampilkan dalam diagram kladogram yang disertai nilai bootstrap
pada masing-masing cabangnya. Tingkat akurasi dari setiap percabangan
ditentukan oleh nilai bootstrap. Semakin besar nilai bootstrap suatu cabang, maka
tingkat akurasi cabang semakin tinggi (Tamura et al., 2007). Percabangan
menunjukkan keturunan dari nenek moyang suatu spesies. Perbedaan basa pada
setiap cabangnya ditunjukan oleh angka 0.1. Angka tersebut memiliki arti bahwa
pada 10 urutan basa nukleotida terdapat 1 basa yang berbeda pada setiap
percabangannya.
Masing-masing percabangan memiliki nilai bootstrap yang beragam. Hal
ini dikarenakan adanya perbedaan jumlah sampel pari untuk masing-masing
spesies. Jumlah sampel spesies yang semakin banyak akan meningkatkan nilai
bootstrap pada percabangannya. Berdasarkan rekonstruksi pohon filogenetik

10
(Gambar 3) nilai bootstrap terendah ada pada clade pari H. walga, karena pada
saat pengambilan sampel H. walga di TPI Lampung hanya ditemukan sebanyak 1
individu. Nilai bootsrap yang tinggi pada clade pari N. kuhlii karena spesies ini
memiliki sampel berjumlah 10 individu.
Berdasarkan rekonstruksi pohon filogenetik (Gambar 3) terbentuk empat
clade. Masing-masing clade ditunjukan dengan warna yang berbeda. Clade
spesies N. kuhlii berdekatan dengan clade H. walga. Hal ini berarti spesies N.
kuhlii memiliki kemiripan dalam genetik dengan H. walga dibandingkan dengan
spesies lainnya. Secara morfologi N. kuhlii terlihat lebih mirip dengan H. walga
dilihat dari warna, bentuk tubuh, dan ekornya yang pendek. Kedua spesies ini
memang berasal dari famili yang sama yaitu Dasyatidae. Spesies D. chilensis
memiliki clade yang dekat dengan H. walga dan R. javanica. Secara morfologi D.
chilensis sangat berbeda dengan H. walga dan R. javanica, namun ternyata
ketiganya mirip dalam struktur genetik. Clade terjauh terjadi antara R. javanica
dan N. kuhlii. Hal ini berarti kedua spesies ini memiliki kemiripan yang kecil
dalam struktur genetiknya. Secara morofologi, kedua spesies ini juga terlihat
berbeda dilihat dari bentuk moncong dan totol pada tubuhya. R. javanica memiliki
moncong dengan celah ditengahnya hingga membentuk dua buah cuping, ekornya
panjang dan tidak memiliki totol biru seperti N. kuhlii (White et al., 1997).
Rekonstruksi pohon filogenetik (Gambar 3) menunjukan adanya empat
percabangan. Cabang pari N. kuhlii berdekatan dengan H. walga dan D. chilensis
berdekatan dengan pari R. javanica. Hal ini menunjukan clade yang berdekatan
berasal dari tempat ditemukannya spesies pari yang sama. Pari N. kuhlii dan H.
walga ditemukan di PPN Palabuhanratu, sedangkan pari D. chilensis dan R.
javanica ditemukan di TPI Lampung. Clade yang berdekatan dapat
mengindikasikan bahwa pari tersebut berasal dari populasi yang sama. Aspek
oseanografi sangat berpengaruh terhadap distribusi populasi pari seperti arus,
suhu, dan topografi dasar perairan (Dulvy and Reynolds, 1997). Berdasarkan
tempat pengambilan sampel yaitu PPN Palabuhanratu dan TPI Lampung berada
dalam satu lempeng yaitu paparan Sunda. Spesies pari tidak beruaya jauh karena
merupakan bukan spesies perenang cepat, sehingga ada kemungkinan spesies pari
yang ditemukan di PPN Palabuhanratu dan TPI Lampung adalah spesies pari yang
berasal dari populasi yang sama (White et al.2009).
Perbedaan basa mengindikasikan perbedaan genetik dalam spesies. Hal ini
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah proses delesi, mutasi,
dan transveri kode genetik. Selain itu faktor yang memungkinkan dapat terjadi
adalah adanya isolasi geografis. Isolasi geografis adalah terpisahnya spesies yang
sama menjadi dua atau lebih kelompok yang berbeda oleh keadaan geografis. Hal
ini dapat menyebabkan pengurangan suatu aliran gen (Zein dan Prawiladilaga,
2013) Daerah penangkapan ikan nelayan Palabuhanratu mencakup wilayah
perairan Ujung Genteng dan selatan Pulau Jawa, namun tidak sampai ke
Samudera Hindia. Nelayan Lampung mencakup wilayah perairan Selat Sunda,
Teluk Lampung, dan sedikit wilayah Laut Jawa (White et al. 1997).
Jarak genetik ditentukan oleh jumlah basa yang mengalami perubahan.
Semakin banyak perbedaan basa berarti semakin sering terjadi proses mutasi. Hal
ini mengindikasikan semakin jauh jarak genetiknya (Zein dan Prawiradilaga,
2013). Jarak genetik digunakan sebagai pendukung data hasil filogenetik.

11
Tabel 2 Matriks jarak genetik spesies pari
Spesies
Spesies
1
2
3
1
2
0.18
3
0.20
0.22
4
0.18
0.19
0.23
5
0.59
0.60
0.60
Keterangan
1 Neotrygon kuhlii Lampung
2 Himantura walga Lampung
3 Dipturus chilensis Palabuhanratu
4 Rhinoptera javanica Palabuhanratu
5 Rhizoprionodon lalandii

4

5

0.57

Matriks perbedaan jarak genetik pari (Tabel 2) menggambarkan kedekatan
hubungan antar spesies pari. Semakin kecil nilai jarak genetik, maka kedekatan
spesies tersebut semakin tinggi. Jarak ini yang digunakan sebagai pembanding
antara spesies ingroup dan outgroup. Jarak genetik terkecil antar spesies ingroup
adalah spesies N. kuhlii dan H. walga dengan nilai jarak 0.18 yang berarti
terdapat 18 basa yang berbeda pada 100 urutan basa nukleotida. Hal ini sesuai
dengan hasil analisis filogenetik yang menunjukan dalam clade ingroup, clade
spesies N. kuhlii lebih dekat dekat clade H. walga. Kedua spesies pari ini terdapat
dalam satu famili yaitu Dasyatidae. Jarak terjauh terjadi pada spesies outgroup
yaitu Rhizoprionodon lalandii dan spesies ingroup. Angka jarak genetik
menunjukan angka yang tinggi yaitu lebih dari 0.50. Hal ini berarti antara hiu
Rhizoprionodon lalandii dengan spesies pari memiliki perbedaan basa lebih dari
50 dari 100 urutan basa. Jarak terjauh antara kelompok ingroup adalah R. javanica
dan D. chilensis dengan nilai 0.23. Hal ini berarti pada kedua spesies ini terdapat
23 basa yang berbeda pada 100 urutan basa nukleotida.
Status Konservasi dan Perdagangan
Tabel 3 Status konservasi IUCN dan perdagangan CITES
Nama Ilmiah

Nama Umum

Neotrygon kuhlii
Dipturus chilensis

Blue-spot
stingray
Yellownose skate

Himantura walga

Dwarf whipray

Rhinoptera javanica

Flapnose ray

Status
Konservasi
IUCN
Kekurangan
Data
Rawan
Hampir
terancam
Rawan

Status
Perdagangan
CITES
Belum
dievaluasi
Belum
dievaluasi
Belum
dievaluasi
Belum
dievaluasi

Status konservasi IUCN, terdapat dua spesies yang termasuk kategori
rawan, satu spesies kategori hampir terancam, dan satu spesies masih dalam
kategori kekurangan data. Semua spesies yang teridentifikasi memiliki status

12
perdagangan CITES yang masih belum dievaluasi. Spesies yang termasuk
kategori rawan ketika terbukti memenuhi kriteria dalam IUCN, salah satunya
adalah pengurangan ukuran populasi dan terjadi dalam rentan waktu kurang dari
10 tahun dan dapat dipastikan akan menghadapi kepunahan di alam. Spesies yang
masuk dalam kategori hampir terancam ketika dievaluasi tidak termasuk dalam
syarat rawan, terancam, dan terancam kritis namun memungkinkan akan terancam
dalam waktu dekat. Spesies kategori Kekurangan data ketika informasi yang ada
kurang memadai untuk memutuskan adanya resiko kepunahan berdasarkan
distribusi dan populasinya (IUCN, 2013).
Sampel pari yang diambil di TPI Lampung dan PPN Palabuhanratu ukuran
masing-masing spesies yang ditemukan seragam. Ukuran tubuh ikan pari yang
ditemukan lebih kecil.
Tabel 4 Ukuran rata-rata spesies pari di PPN Palabuhanratu dan TPI
Lampung
Spesies
Rata-rata panjang total
Rata-rata lebar
(cm)
(cm)
PPN
R. javanica
35-45
30-35
Palabuhanratu
D. chilensis
60-70
45-50
TPI Lampung
H. walga
30-40
25-30
N. kuhlii
25-30
15-30
Tabel 5 Produksi total tahunan beberapa jenis ikan pari di PPN
Palabuhanratu dan TPI Lampung pada tahun 2008 -2011
Produksi per tahun
Produksi per tahun
Jenis
PPN Palabuhanratu (ton)
TPI Lampung (ton)
Nama Ilmiah
Ikan
2008 2009 2010 2011 2008 2009 2010 2011
Pari
Neotrygon
46
197
462
126
1
kembang kuhlii
Pari
Gymnura
kelelawar micrura

-

-

-

41

-

-

-

94

Pari
burung

Rhinoptera
javanica

60

140

144

148

-

-

1

58

Pari
hidung
sekop

Rhina
ancylostoma

-

9

-

-

-

-

-

-

Pari
kekeh

Glaucostegus
typus

124

29

22

102

-

-

-

-

Sumber : Data Statistik Kelautan dan Perikanan, 2013

13
Pada umumnya ikan pari ditangkap menggunakan alat tangkap bottom
trawl. Data produksi penangkapan ikan pada PPN Palabuhanratu (Tabel 5) hanya
mencatat 5 jenis ikan pari yang umum ditemukan, yaitu pari kembang (Neotrygon
kuhlii), pari kelelawar (Gymnura micrura), pari burung (Rhinoptera javanica),
pari hidung sekop (Rhina ancylostoma), dan pari kekeh (Glaucostegus typus).
Kelima ikan tersebut hanya mencakup 2 spesies ikan yang diidentifikasi secara
molekuler di PPN Palabuhanratu yaitu Neotrygon kuhlii dan Rhinoptera javanica.
Spesies Dipturus chilensis dan Himantura walga tidak terdaftar dalam data
Statistik Kelautan dan Perikanan KKP (Statistik Perikanan Tangkap Laut KKP,
2013). D. chilensis dan H. walga memiliki status konservasi rawan dan hampir
terancam. Hal ini dapat mengindikasikan adanya penurunan jumlah ikan dalam
suatu populasi perairan, karena spesies pari ini jarang ditemukan di TPI.
Perhitungan data statistik oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
Palabuhanratu dilihat berdasarkan ciri fisik ikan pari dan tidak diidentifikasi
secara molekuler genetik. KKP hanya mencatat 5 spesies pari yang umum
ditemukan. Pari kembang N. kuhlii hanya tercatat pada tahun 2010 dengan
produksi 46 ton per tahun. Pari burung R. javanica paling banyak ditangkap dan
produksi tiap tahunnya semakin meningkat dengan produksi tertinggi pada tahun
2011sebanyak 148 ton. Status konservasi pari burung tegolong dalam kategori
rawan. Berdasarkan data produksi penangkapan pari burung, sangat
memungkinkan adanya kepunahan spesies ini pada masa mendatang karena
penurunan jumlah tangkapan nelayan, sangat diperlukan peran pemerintah dalam
mengontrol tangkapan pari burung.
Data produksi tahunan ikan pari di TPI Lampung (Tabel 5) memberikan
informasi spesies ikan pari yang biasa didaratkan di TPI Lampung tahun 2008,
2009, 2010, dan 2011. Spesies yang sama didaratkan di PPN Palabuhanratu, yaitu
pari kembang, pari kelelawar, pari burung, hidung sekop, dan pari kekeh. Data
produksi berbeda pada tiap tahunnya, pari hidung sekop dan pari kekeh tidak
ditemukan pada tahun 2008-2010.
Produksi pari kembang N. kuhlii terbanyak pada tahun 2009 sebanyak 462
ton, dan menurun hingga 1 ton produksi pada tahun 2011. Terdapat beberapa
kemungkinan terkait penurunan tangkapan beberapa jenis pari di tempat
pelelangan ikan yang terdata oleh petugas KKP setempat. Salah satunya
penurunan yang sangat drastis ini dapat mengindikasikan adanya populasi N.
kuhlii yang menurun di suatu perairan. Kategori status konservasinya Data
deficient, maka data ini sangat penting bagi status konservasi dan
perdagangannya. Mengingat jumlah pari yang tertangkap menurun tajam,
dikhawatirkan spesies ini dapat mengalami kepunahan di masa mendatang secara
tidak terduga. Pada tahun 2010 dan 2011 ditemukan pari burung R. javanica
dengan produksi yang meningkat. Produksi tertinggi tahun 2011 sebanyak 58 ton.
Nilai produksi tertinggi pari burung 2011 masih jauh dibawah nilai tertinggi
produksi pari kembang tahun 2009. Status konservasi pari burung R. javanica
adalah rawan, sehingga dengan data produksi tangkapan yang ada terlihat
memang spesies pari burung memiliki jumlah populasi yang lebih rendah
dibandingkan pari kembang.
Secara umum, produksi ikan pari di PPN Palabuhanratu lebih beragam,
karena hampir pada setiap tahunnya ditemukan kelima jenis ikan, namun produksi
N. kuhlii di TPI Lampung lebih tinggi. Pada tahun 2010, produksi N. kuhlii di

14
PPN Palabuhanratu masih ada yaitu sebesar 46 ton dan TPI Lampung mencapai
126 ton, sedangkan pada tahun 2011, N.kuhlii sudah tidak ditemukan di PPN
Palabuhanratu, dan produksi TPI lampung menurun tajam menjadi 1 ton.
Status perdagangan pari N. kuhlii, D. chilensis, R. javanica dan H. walga
belum dievaluasi oleh CITES. Namun menurut data produksi perikanan mengenai
salah satu pari tersebut memperlihatkan data yang tidak stabil dan cenderung
menurun. Sebaiknya pemerintah dan peneliti lainnya dapat melakukan pendataan
keberadaan populasi ikan pari di perairan yang dihubungkan dengan data
tangkapan. Hal ini dimaksudkan agar keberadaan pari di alam dapat terkontrol
dengan baik dengan adanya konservasi untuk pemanfaatan dan perlindungan yang
baik. Apabila suatu spesies sudah termasuk dalam kategori CITES Appendix II
maka spesies tersebut merupakan spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi
mungkin akan terancam punah apabila perdagangan terus berlanjut tanpa
pengaturan yang tepat. Spesies yang sudah terancam punah termasuk dalam
kategori perdagangan Appendix I, segala bentuk perdagangan secara komersial
dilarang untuk spesies Appendix I dan hanya diijinkan dalam keadaan tertentu
yaitu penelitian dan penangkaran.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil analisis DNA dengan teknik molekuler menggunakan marka
mitokondria target lokus COI dapat diterapkan untuk mengidentifikasi pari.
Analisis filogenetik dapat menunjukkan hubungan genetik antar spesies pari yang
ditemukan. Hasil yang didapat empat spesies berbeda yang didaratkan di TPI
Lampung dan Palabuhanratu. Analisis hubungan kekerabatan dilakukan dengan
analisis filogenetik, mampu memperlihatkan hubungan kedekatan antar spesies
pari yang dianalisis. Empat spesies yang ditemukan yaitu Neotrygon kuhlii,
Rhinoptera javanica, Himantura walga, dan Dipturus chilensis. Keempat spesies
tersebut berkerabat dekat dilihat dari pohon filogenetik dan jarak matriks antar
spesies. Pari yang diidentifikasi masuk kategori dalam status konservasi IUCN
antara lain 2 spesies kategori rawan (Dipturus chilensis dan Rhinoptera javanica),
1 spesies hampir terancam (Himantura walga), dan 1 spesies kekurangan data
(Neotrygon kuhlii). Untuk status perdagangan oleh CITES untuk keempat spesies
pari belum dilakukan evaluasi.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai data keberadaan, populasi,
dan jumlah pari di Indonesia. Kontrol pemerintah sangat diperlukan guna
mengawasi populasi pari yang semakin menurun. Data tersebut dapat menjadi
dasar kebijakan pemerintah dalam menentukan kebijakan perdagangan pari serta
upaya konservasi yang harus dilakukan, sehingga pemanfaatan pari dapat
dilakukan dengan baik tanpa merusak populasi yang pari yang ada.

15

DAFTAR PUSTAKA
Arlyza SI, Adrim M. 2007. Hubungan filogenetik antara tiga karakter motif ikan
pari Himantura gerrandi berdasarkan 12s rRNA dan 16S rRNA DNA
mitokondria. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 33(1) : 65-79.
Baker JA. 2000. Molecular Methods in Ecology. Toronto (CA): Curator of
Ornithology Royal Ontario Museum, Toronto.
Baldwin CC, Castillo CI, Weigt LA, Victor BC. 2010. Seven New Species within
Western Atlantic Starksia atlantica, S. lepicoelia, and S. sluiteri (Teleostei,
Labrisomidae), with Comments on Congruence of DNA Barcodes and
Species. Zookeys. 79: 21-72.
Bester C. 2011. Blue Spotted Stingray. Florida (US): Ichthyology Department,
Florida Museum of Natural History.
Brooks DR, McLennan DA. 1991. Phylogeny, Ecology, and Behavior : A
Research Program in Comparative Biology. Chicago (US): University of
Chicago Press.
Compagno LJV. 1986. Myliobatidae. Di dalam : Smiths' sea fishes. Smith MM,
Heemstra PC, editor. Berlin(DK): Springer-Verlag.
Dudley SFJ, Kyne PM, White WT. 2006. Rhinoptera javanica. IUCN Red List of
Threatened Species Versi 2013(2) [www.iucnredlist.org.]. 2013. 25 Mei
2014.
Dulvy NK, JD Reynolds. 1997. Evolutionary transitions among egg-laying, livebearing and maternal inputs in sharks and rays. Env Biol Fish 38:59-71.
London(GB): Biology Scence. 264:1309-1315.
Fahmi, White W. 2009. Neotrygon kuhlii IUCN Red List of Threatened Species
(3.1) [Internet]. (26 Mei 2014, 25 [26 Mei 2014]): Switzerland.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 1999. The living marine resources of
the Western Central Pacific. Ed ke-3. Massachusett (US): Sinauer
Associates, Inc. Publisher.
[IUCN] International Union for Conservation of Nature. 2013. IUCN Red List of
Threatened Species. IUCN International Union Conservation for Nature
[Internet]. (26 Mei 2014, [26 May 2014]); Version 2013(2):Switzerland.
Kimura M. 1980. A simple method for estimating evolutionary rates of base
substitutions through comparative studies of nucleotide sequences. J Mol
Evol 16:111-120.
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2013. Statistik Perikanan Tangkap
Perairan Laut [Internet][Perairan Lampung dan Palabuhanratu 2008-2011]
Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap; [25 Mei 2014].
Tersedia pada: http:// www.statistik.kkp.go.id
Kyle CJ, Wilson CC. 2007. Mitochondrial DNA identification of game and
harvested freshwater fish spesies. Forensic Science Internasional 166(1):
68-76.
Kyne PM, Lamilla J, Licandeo RR, Jimena SMM, Stehmann MFW, McComark C.
2007. Zearaja chilensis. IUCN Red List of Threatened Species (3.1)
[Internet]. (26 Mei 2014, 25 [26 Mei 2014]): Switzerland.

16
McEachran JD , K.A. Dunn. 1998. Phylogenetic analysis of skates, a
morphologically conservative clade of elasmobranchs (Chondrichthyes:
Rajidae). Copeia. 1998(2):271-290.
Mirabella FM. 2011. Pendekatan Pohon dalam Filogenetik. Ed ke-1.
Bandung(ID): Institut Teknologi Bandung.
Rahardjo P. 2007. Menjaga hiu dan pari Indonesia sampai tahun 2040. [Internet].
30 September 2007; 25 Mei 2014 [diunduh 2014 Mei 25];Jakarta (ID):
Laboratorium Resources. Jakarta Fisheries University.
Sanger F, Nicklen S, Coulson AR. 1997. DNA sequencing with chain terminating
inhibitors. P Nat Acad Sci. 74: 5463-5467.
Tamura K, Dudley J, Nei M, Kumar S. 2007. Mega 4 : Molecular evolutionary
genetics analysis (MEGA) software version 4.0. Mol Biol Evol 24:15961599.
White WT, Mananji BM, Fahmi, Samiego B. 2009. Himantura walga. IUCN Red
List of Threatened Species (3.1) [Internet]. (26 Mei 2014, 25 [26 Mei
2014]): Switzerland.
White WT, Last PR, Stevens JD, Yearsley GK, Fahmi Dharmadi. 1997.
Economically important sharks and rays of Indonesia. Canbera(AU):
National Library of Australia Catalouguing in Publication entry.
Zein MSA, Prawiladilaga DM. 2013. DNA Barcode Fauna Indonesia. Ed ke-1.
Jakarta (ID) : Kencana Prenadamedia Group.

17

LAMPIRAN

18
Lampiran 1 Alat dan bahan pengambilan sampel pari
Alat
Gunting
Etanol 96%
Cutter
Daging Pari
Pinset
Kertas Kalkir
Meteran / Penggaris
Kamera
Tube sampel
Alat tulis
Lampiran 2 Alat dan bahan analisis laboratorium
Tahapan
Alat
Ekstraksi
Micro pipet
Tips
Bunsen
Pinset
Korek api
Spin
Vortex
Tube
Micro Spin Column
Heating block
PCR
Mesin PCR
Micro pipet
Tips
Vortex
Spin
Tube PCR
Elektroforesis

Analisis Data

Erlenmeyer
Microwave
Mesin UV
Kotak gel dengan sisir
Timbangan
Komputer
Software Mega 4.0

Bahan

Bahan
Etanol 96%
Buffer AE
Buffer ATL
Buffer AW1
Buffer AW2
Enzim Proteinase K

MgCL2
ddH2O
dNTPs
10 x PCR Buffer
Dream Taq Polymerase
Primer Forward (BCH)
Primer Reverse (BCL)
Agarose
Aquades
Larutan TBE
ETbr
Loading dye
Data hasil
elektroforegram

19
Lampiran 3 Komposisi master mix pada PCR
Master mix ..... tabung
STANDAR PROTOCOL ( 1μL DNA template)
MM 1

MM 2

ddH2O
10x Buffer PCR (PE-II)
dNTPs (8 mM)
MgCl2 (25 mM)
Primer 1 (10 mM)
Primer 2 (10 mM)
Amplitaq polymerase ( 5 unit/ µL)
Total

9
1
....
....
....
....
0,125
10,125

5,5
1,5
2,5
2
1,25
1,25
.....
14

Lampiran 4 Hasil pengurutan basa nukleotida (sequencing) pada sampel pari di
Tempat Pelelangan Ikan Lampung dan PPN Palabuhanratu
#02-MBB.02.07.01_RN (Neotrygon kuhlii)
CCCCTGATAATTGGGGCTCCGGACATAGCCTTTCCACGAATAAATAACATAAGTTTTT
GACTTCTACCTCCCTCATTCTTATTACTGCTAGCCTCGGCAGGAGTAGAAGCCGGAGC
TGGAACAGGTTGAACAGTTTATCCCCCATTAGCTGGTAATCTAGCACATGCCGGAGCT
TCTGTAGACCTTACAATCTTCTCTCTTCACCTAGCAGGTGTTTCCTCTATTCTGGCATC
CATTAACTTTATCACAACAATTATTAATATAAAACCACCCGCAATCTCCCAATATCAA
ACCCCATTATTCGTCTGATCTATTCTTGTTACAACTGTACTTCTCCTGTTATCCCTACC
AGTCCTAGCAGCTGGCATTACTATACTCCTCA---------------------------------------------------------------------#03-MBB.02.07.02_RN (Himantura walga)
CCCCTTATGCTTGGCGCCCCGGACATAGCCTTTCCCCGAATAAATAATATAAGCTTTT
GACTTCTCCCACCATCCTTCCTGCTACTTCTAGCTTCTGCTGGGGTAGAAGCTGGTGCT
GGAACAGGTTGAACAGTGTACCCCCCATTAGCTGGTAATCTAGCACATGCCGGAGCT
TCAGTAGACCTAGCAATTTTTTCACTACATCTCGCTGGTATTTCCTCCATTTTGGCTTC
CATTAACTTCATCACCACGATTATTAACATAAAACCACCAGCAATCTCCCAATATCAA
ACACCCCTTTTTGTTTGGTCAATTCTCATTACAGCTGTGCTCCTACTTCTGTCCCTTCCT
GTCTTAGCAGCGGGCATCACAATACTTCTCA---------------------------------------------------------------------#04-MBB.02.07.03_RN (Neotrygon kuhlii)
CCCCTGATAATTGGGGCTCCGGACATAGCCTTTCCACGAATAAATAACATAAGTTTTT
GACTTCTACCTCCCTCATTCTTATTACTGCTAGCCTCGGCAGGAGTAGAAGCCGGAGC
TGGAACAGGTTGAACAGTTTATCCCCCATTAGCTGGTAATCTAGCACATGCCGGAGCT
TCTGTAGACCTTACAATCTTCTCTCTTCACCTAGCAGGTGTTTCCTCTATTCTGGCATC
CATTAACTTTATCACAACAATTATTAATATAAAACCACCCGCAATCTCCCAATATCAA
ACCCCATTATTCGTCTGATCTATTCTTGTTACAACTGTACTTCTCCTGTTATCCCTACC
AGTCCTAGCAGCTGGCATTACTATACTCCTCA---------------------------------------------------------------------#05-MBB.02.07.04_RN (Neotrygon kuhlii)
CCCCTGATAATTGGGGCTCCGGACATAGCCTTTCCACGAATAAATAACATAAGTTTTT
GACTTCTACCTCCCTCATTCTTATTACTGCTAGCCTCGGCAGGAGTAGAAGCCGGAGC
TGGAACAGGTTGAACAGTTTATCCCCCATTAGCTGGTAATCTAGCACATGCCGGAGCT
TCTGTAGACCTTACAATCTTCTCTCTTCACCTAGCAGGTGTTTCCTCTATTCTGGCATC
CATTAACTTTATCACAACAATTATTAATATAAAACCACCCGCAATCTCCCAATATCAA

20
ACCCCATTATTCGTCTGATCTATTCTTGTTACAACTGTACTTCTCCTGTTATCCCTACC
AGTCCTAGCAGCTGGCATTACTATACTCCTCA---------------------------------------------------------------------#06-MBB.02.07.05_RN (Neotrygon kuhlii)
CCCCTGATAATTGGGGCTCCGGACATAGCCTTTCCACGAATAAATAACATAAGTTTTT
GACTTCTACCTCCCTCATTCTTATTACTGCTAGCCTCGGCAGGAGTAGAAGCCGGAGC
TGGAACAGGTTGAACAGTTTATCCCCCATTAGCTGGTAATCTAGCACATGCCGGAGCT
TCTGTAGACCTTACAATCTTCTCTCTTCACCTAGCAGGTGTTTCCTCTATTCTGGCATC
CATTAACTTTATCACAACAATTATTAATATAAAACCACCCGCAATCTCCCAATATCAA
ACCCCATTATTCGTCTGATCTATTCTTGTTACAACTGTACTTCTCCTGTTATCCCTACC
AGTCCTAGCAGCTGGCATTACTATACTCCTCA---------------------------------------------------------------------#07-MBB.02.07.06_RN (Neotrygon kuhlii)
CCCCTGATAATTGGGGCTCCGGACATAGCCTTTCCACGAATAAATAACATAAGTTTTT
GACTTCTACCTCCCTCATTCTTATTACTGCTAGCCTCGGCAGGAGTAGAAGCCGGAGC
TGGAACAGGTTGAACAGTTTATCCCCCATTAGCTGGTAATCTAGCACATGCCGGAGCT
TCTGTAGACCTTACAATCTTCTCTCTTCACCTAGCAGGTGTTTCCTCTATTCTGGCATC
CATTAACTTTATCACAACAATTATTAATATAAAACCACCCGCAATCTCCCAATATCAA
ACCCCATTATTCGTCTGATCTATTCTTGTTACAACTGTACTTCTCCTGTTATCCCTACC
AGTCCTAGCAGCTGGCATTACTATACTCCTCA---------------------------------------------------------------------#08-MBB.02.07.07_RN (Neotrygon kuhlii)
CCCCTGATAATTGGGGCTCCGGACATAGCCTTTCCACGAATAAATAACATAAGTTTTT
GACTTCTACCTCCCTCATTCTTATTACTGCTAGCCTCAGCAGGAGTAGAAGCCGGAGC
TGGAACAGGTTGAACAGTTTATCCCCCATTAGCTGGTAATCTAGCACATGCCGGAGCT
TCTGTAGACCTTACAATCTTCTCTCTTCACCTAGCAGGTGTTTCCTCTATTCTGGCATC
CATTAACTTTATCACAACAATTATTAATATAAAACCACCCGCAATCTCCCAATATCAA
ACCCCATTATTCGTCTGATCTATTCTTGTTACAACTGTACTTCTCCTGTTATCCCTACC
AGTCCTAGCAGCTGGCATTACTATACTCCTCA---------------------------------------------------------------------#09-MBB.02.07.08_RN (Neotrygon kuhlii)
CCCCTGATAATTGGGGCTCCGGACATAGCCTTTCCACGAATAAATAACATAAGTTTTT
GACTTCTACCTCCCTCATTCTTATTACTGCTAGCCTCGGCAGGAGTAGAAGCCGGAGC
TGGAACAGGTTGAACAGTTTATCCCCCATTAGCTGGTAATCTAGCACATGCCGGAGCT
TCTGTAGACCTTACAATCTTCTCTCTTCACCTAGCAGGTGTTTCCTCTATTCTGGCATC
CATTAACTTTATCACAACAATTATTAATATAAAACCACCCGCAATCTCCCAA