Tingkat Kerentanan Ikan Pelagis Besar Yang Didaratkan Di Ppn Palabuhanratu, Provinsi Jawa Barat

TINGKAT KERENTANAN IKAN PELAGIS BESAR YANG
DIDARATKAN DI PPN PALABUHAN RATU,
PROVINSI JAWA BARAT

METI FARDIANTI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkat
Kerentanan Ikan Pelagis Besar yang Didaratkan di PPN Palabuhanratu,
Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.


Bogor, September 2015
Meti Fardianti
NIM C24110020

ABSTRAK
METI FARDIANTI. Tingkat Kerentanan Ikan Pelagis Besar yang Didaratkan di
PPN Palabuhanratu, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh YONVITNER dan
RAHMAT KURNIA.
Ikan madidihang, cakalang, dan tongkol merupakan ikan pelagis besar dari
famili Scombridae yang memiliki nilai ekonomis penting. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menganalisis tingkat kerentanan, kecenderungan penyebab terjadinya
kerentanan, dan potensi keberlanjutannya di Perairan Selatan Jawa. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Desember 2014 hingga Maret 2015. Analisis kerentanan
menggunakan perangkat lunak PSA (productivity and susceptibility analysis)
NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration). Hasil penelitian
diperoleh bahwa ikan madidihang dan cakalang rentan secara biologi, sedangkan
ikan tongkol rentan terhadap tekanan penangkapan yang tinggi. Nilai kerentanan
yang diperoleh untuk ikan madidihang, cakalang, dan tongkol secara berturut-turut
yaitu 1,49, 1,36, dan 1,58. Nilai tersebut menunjukkan bahwa potensi keberlanjutan

untuk ikan madidihang, cakalang, dan tongkol masih baik.
Kata kunci: ikan pelagis besar, kerentanan, Perairan Selatan Jawa

ABSTRACT
METI FARDIANTI. The Large Pelagic Fish Vulnerability Landed on PPN
Palabuhanratu, West Java. Supervised by YONVITNER and RAHMAT KURNIA.
Yellowfin tuna, skipjack tuna, and eastern litle tuna are large pelagic fishes
from Scrombidae family that have important economic value. The aim of this
research is to analyze vulnerability level, the tendency of vulnerability cause, and
the sustainable potential in South Java area. This research was conducted from
December 2014 to March 2015. Vulnerability analysis use PSA (productivity and
susceptibility analysis) NOAA (National Oceanic and Atmospheric
Administration) software. The result of this research showed that yellowfin tuna
and skipjack tuna vulnerable in biology, while eastern litle tuna vulnerable to high
pressure of effort. Vulnerable value that was obtained for yellowfin tuna, skipjack
tuna, and eastern litle tuna respectively 1,49, 1,36, and 1,58. That value showed
that sustainable potential for yellowfin tuna, skipjack tuna, and eastern litle tuna
still in the good condition.
Keywords: large pelagic fish, vulnerability, South Java area


TINGKAT KERENTANAN IKAN PELAGIS BESAR YANG
DIDARATKAN DI PPN PALABUHANRATU,
PROVINSI JAWA BARAT

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015FAUZIYAH
ANISA NURUL

PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Tingkat Kerentanan

Ikan Pelagis Besar yang Didaratkan di PPN Palabuhanratu, Provinsi Jawa Barat.
Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan
terima kasih kepada:
1.
Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk
menempuh studi kepada Penulis.
2.
Beasiswa Bidik Misi Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan
beasiswa akademik selama 4 tahun ini kepada Penulis.
3.
Dr Ir Ario Damar, MSi selaku pembimbing akademik yang telah memberi
saran selama perkuliahan.
4.
Dr Yonvitner, SPi MSi dan Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
5.
Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc selaku dosen penguji dan Inna Puspa Ayu

SPi MSi selaku Komisi Pendidikan Program S1 yang telah memberikan
arahan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
6.
Pihak Statistik Ditjen Perikanan Tangkap KKP Palabuhanratu: Pak Asep, Pak
Usu, Pak Aris, Pak Sepi, Pak Komo, Pak Dede dan Pihak Syahbandar : Pak
Yayat, Pak Rukamana yang telah membantu dalam pengumpulan data.
7.
Pihak Stasiun Lapang dan Kelautan IPB : Pak Syarif, dan Babeh beserta Ibu.
8.
Staf Tata Usaha Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan.
9.
Keluarga: Rodiah (Ibu), Suparmin (Bapak), Rika (Kakak) dan seluruh
keluarga yang telah memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan kepada
Penulis baik moril maupun materil.
10. Sahabat : Aisya, Amoy, Tini, Rina, Godet, Arul, Iie, Diah, Adis, Arin, Wida
dkk, Wisma Al-Quds, dan seluruh MSP 48 atas doa, motivasi dan
dukungannya.
11. Teman-teman: Tim penelitian Palabuhanratu (Poppy, Nikmatun, Rizka dan
Eva), Sigit serta Mba Desty atas doa, semangat, dukungan, dan bantuannya.
Saran dan kritik atas skripsi penelitian ini sangat diharapkan demi kebaikan

dan kesempurnaan skripsi penelitian ini.

Bogor, September 2015
Meti Fardianti

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Pengumpulan Data
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

Pembahasan
KESIMPULAN
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
2
3
3
3
3
5
10
10

14
18
18
19
22
43

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Pengumpulan data primer dan sekunder
Parameter produktivitas
Parameter suseptabilitas
Nilai produktivitas dan suseptabilitas
Nilai kerentanan dan laju eksploitasi

Nilai intrinsic vulnerability catch berdasarkan alat tangkap

4
11
11
13
14
14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Diagram alir rumusan masalah
Peta lokasi penangkapan ikan

Penentuan panjang total (A-B) ikan tongkol (Euthynnus affinis)
Penentuan panjang total (A-B) ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
Penentuan panjang cagak (A-C) ikan madidihang (Thnunnus albacares)
Tahapan PSA (productivity and susceptability analysis)
Grafik produktivitas dan suseptabilitas

2
3
4
5
5
9
13

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

6
7
8
9
10
11
12
13

Penetapan skor atribut produktivitas dan suseptabilitas
Pemberian skor parameter produktivitas dan suseptablitas
Potensi keberlanjutan sumberdaya ikan
Sebaran frekuensi panjang ikan madidihang, cakalang, dan tongkol
Pendugaan parameter pertumbuhan
Mortalitas alami ikan madidihang, cakalang, dan tongkol
Fekunditas ikan madidihang dan cakalang
Pola pemijahan ikan madidihang dan ikan cakalang
Recruitment pattern ikan madidihang, cakalang, dan tongkol
Standarisasi alat tangkap dan laju pertumbuhan intrinsik
SSB (spawning stock biomass)
Ukuran tertangkap (Lc) ikan madidihang, cakalang, dan tongkol
Intrinsic vulnerability catch

vi

22
24
28
29
30
32
34
35
36
39
40
41
42

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kerentanan (vulnerability) perikanan adalah salah satu studi untuk
mengetahui kondisi stok ikan melalui pengukuran parameter produktivitas maupun
suseptabilitas. Produktivitas (productivity) merupakan alat ukur secara biologi
untuk mengetahui kemampuan pulih suatu spesies. Suseptabilitas (susceptability)
merupakan keterancaman stok ikan yang dapat ditimbulkan akibat adanya
penangkapan ikan yang berlebih. Kedua parameter tersebut diperlukan agar dapat
mengetahui pertambahan stok ikan ketika ketersediaan stok ikan menipis akibat
aktivitas penangkapan yang tinggi. Ikan yang dijadikan objek informasi mengenai
kerentanan adalah ikan yang tergolong ke dalam ikan pelagis besar, yaitu ikan tuna
sirip kuning atau madidihang (Thunnus albacares), tongkol (Euthynnus affinis), dan
cakalang (Katsuwonus pelamis).
Ikan tuna, tongkol dan cakalang merupakan tiga ikan unggulan yang
didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Jawa Barat
yang sering dikenal dengan sebutan TTC. Ketiga ikan tersebut memiliki nilai
ekonomis penting sehingga eksploitasi terhadap ikan tersebut dilakukan sepanjang
tahun. Produksi ikan madidihang mengalami peningkatan dari tahun 2011 hingga
2013. Produksi hasil tangkapan ikan tongkol dan cakalang mengalami penurunan
lebih dari 50% pada tahun 2012 hingga 2013. Produksi ikan tongkol dan cakalang
secara berturut-turut pada tahun 2012 sebesar 1 177 ton dan 1 199 ton, sementara
pada tahun 2013 produksi hanya mencapai 221 ton dan 524 ton (KKP
Palabuhanratu 2013). Menurunnya hasil tangkapan ini diduga karena tidak adanya
pengaturan batasan jumlah penangkapan sehingga memicu eksploitasi berlebih.
Eksploitasi berlebih merupakan salah satu faktor eksternal penyebab
terjadinya kerentanan pada suatu populasi ikan. Penyebab kerentanan dapat
ditinjau dari nilai produksi, selektifitas alat tangkap yang digunakan, dan ketahanan
ikan setelah penangkapan. Penyebab kerentanan lainnya dapat diketahui dari faktor
internal, yakni berupa karakteristik biologi ikan yang menyangkut aspek
pertumbuhan dan reproduksi. Ikan akan semakin rentan ketika memiliki
kemampuan pulih yang lama disertai dengan dilakukannya penangkapan secara
terus menerus.
Kondisi demikian dikhawatirkan dapat menurunkan stok ikan bahkan hingga
kepunahan bagi spesies tertentu. Oleh karena itu, diperlukan informasi mengenai
tingkat kerentanan ikan pelagis besar berbasis data produktivitas dan suseptabilitas
sehingga mengetahui keberlanjutan sumberdaya ikan yang diteliti dan
kecenderungan penyebab terjadinya kerentanan. Kerentanan diperlukan untuk
pengelolaan perikanan berkelanjutan karena dalam mengelola harus diketahui lebih
dulu kondisi stok saat ini dari segi biologi maupun ancaman dari luar. Selain itu,
penelitian yang dilakukan didasarkan pada masih minimnya informasi mengenai
tingkat kerentanan ikan pelagis besar yang didaratkan di PPN Palabuhanratu.

2

Perumusan Masalah
Permasalahan terkait produktivitas, yaitu kemampuan pulih sumber daya ikan
yang rendah, sedangkan suseptabilitas mencakup alat tangkap yang mempengaruhi
kondisi ikan, biomassa hasil tangkapan ikan yang rendah, dan mortalitas
penangkapan yang tinggi. Beberapa alat tangkap yang digunakan nelayan di PPN
Palabuhanratu untuk menangkap ikan madidihang, cakalang, dan tongkol secara
berturut-turut adalah long line, pancing tonda, dan jaring payang. Masalah yang
dapat ditimbulkan dari penggunaan setiap alat tangkap, misalnya alat tangkap yang
beresiko merusak morfologi ikan maupun ekosistem perairan dan teknik
penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Penggunaan alat tangkap yang berbeda
ini dapat mempengaruhi ketahanan ikan yang berbeda karena karakter biologi ikan
yang diteliti tidak sama.
Masalah suseptabilitas berupa mortalitas penangkapan yang tinggi, dapat
disebabkan karena sumberdaya ikan bersifat open access sehingga memungkinkan
semua pengguna dapat mengaksesnya dan tanpa adanya pembatasan jumlah
tangkapan. Selain itu, ikan yang diteliti memiliki nilai jual yang tinggi sehingga
pemanfaatannya dilakukan secara terus-menerus. Jika suseptabilitas tinggi dan
diikuti dengan produktivitas ikan yang rendah, maka dikhawatirkan dapat
menurunkan stok ikan di perairan dan potensi keberlanjutan sumber daya ikan
menjadi menurun. Oleh karena itu, perlu dilakukan informasi mengenai kerentanan
yang berbasis data produktivitas dan suseptabilitas. Menurut Patrick et al. (2009),
productivity and susceptibility analysis (PSA) merupakan salah satu metode yang
tepat untuk mengukur tingkat kerentanan sumberdaya ikan akibat penangkapan
yang dilihat dari parameter produktivitas dan suseptabilitas.

Kemampuan pulih
ikan yang rendah

Mortalitas
penangkapan tinggi

Produktivitas (-)
Suseptabilitas (+)

Sumber daya ikan
yang bersifat open
access
Alat tangkap
beresiko merusak
morfologi ikan
dan ekosistem

Gambar 1 Diagram alir rumusan masalah

Kerentanan

(-)

3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kerentanan,
kecenderungan penyebab terjadinya kerentanan, dan potensi keberlanjutan
sumberdaya ikan tuna sirip kuning atau madidihang (Thunnus albacares), ikan
cakalang (Katsuwonus pelamis), dan ikan tongkol (Euthynnus affinis) yang
didaratkan di PPN Palabuhanratu, Jawa Barat berbasis data produktivitas dan
suseptabilitas.

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian bertempat di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Gambar 2). Pengambilan contoh
dilaksanakan pada bulan Desember 2014 hingga Maret 2015 dengan selang waktu
pengambilan contoh satu bulan. Ikan tersebut kemudian dianalisis telur dan
kebiasaan makanan di Laboratorium Biologi Perikanan, Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.

Gambar 2 Peta lokasi penangkapan ikan

Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder untuk parameter
produktivitas dan suseptabilitas. Pengumpulan data primer dan sekunder disajikan

4

pada Tabel 1. Pengambilan ikan contoh dilakukan dengan menggunakan metode
pengambilan contoh acak sederhana (Walpole 1993). Ikan madidihang, cakalang,
dan tongkol yang diperoleh merupakan ikan hasil tangkapan nelayan dari Perairan
Selatan Jawa yang didaratkan di PPN Palabuhanratu.
Tabel 1 Pengumpulan data primer dan sekunder
Parameter
Produktivitas

Susceptabilitas

Data Primer
 Panjang ikan cakalang dan
tongkol
 Fekunditas ikan cakalang dan
madidihang
 Breeding strategy ikan cakalang
dan madidihang
 Kebiasaan makanan ikan
cakalang dan tongkol



Wawancara nelayan untuk
mengetahui:
1. Manajemen strategi
2. Migrasi musiman ikan
3. Kebiasaan hidup ikan
(bergerombol/tidak)
4. Pengaruh alat tangkap
terhadap morfologi ikan
5. Survival after capture
6. Nilai ekonomi ikan

Data Sekunder


Panjang ikan madidihang



Fekunditas ikan tongkol



Breeding strategy ikan
tongkol
Catch per effort untuk
ketiga ikan amatan
Umur pertama kali matang
gonad
Mean trophic level
Produksi per alat tangkap
(long line, troll line, dan
jaring payang)








Perbandingan total
produksi di PPN dengan
WPP 573 pada tahun 2013



Biomassa ikan madidihang
di Perairan Selatan Jawa

Panjang ikan yang diukur berupa panjang total pada ikan cakalang dan ikan
tongkol serta panjang cagak pada ikan madidihang. Panjang total merupakan
panjang ikan yang diukur mulai dari ujung mulut (A) hingga ujung ekor (B)
(Gambar 3 dan Gambar 4). Panjang cagak merupakan panjang ikan yang diukur
dari ujung mulut (A) hingga ujung cagak (C) (Gambar 5).

A

B

Gambar 3 Penentuan panjang total (A-B) ikan tongkol (Euthynnus affinis)

5

B

A

Gambar 4 Penentuan panjang total (A-B) ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)

C

A

Gambar 5 Penentuan panjang cagak (A-C) ikan madidihang (Thnunnus albacares)
Analisis Data
Sebaran frekuensi panjang
Analisis sebaran frekuensi panjang ikan dilakukan menggunakan data
panjang cagak (cm) untuk ikan madidihang dan panjang total (mm) untuk ikan
cakalang dan ikan tongkol. Langkah-langkah dalam menganalisis sebaran
frekuensi panjang ikan adalah menentukan jumlah selang kelas yang diperlukan,
menentukan lebar selang kelas, dan kemudian menentukan kelas frekuensi dan
memasukan frekuensi masing-masing kelas dengan memasukkan panjang serta
masing-masing ikan contoh pada selang kelas yang telah ditentukan dengan
menggunakan Ms. Excel 2013.
Pendugaan L∞, k, dan t0
Pendugaan parameter pertumbuhan (L∞ dan k) menggunakan program
FISAT (FAO-ICLARM Stock Assesment Tools) II versi 1.2.2 dengan metode
ELEFAN I (Electronic Length-Frequency Analysis). Pendugaan terhadap nilai t0
(umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol) diperoleh melalui
persamaan Pauly (1983) in Sparre dan Venema (1999) :
log (-t0) = – 0,0152 – 0,2752 (log L∞) – 1,038 (log k)

(1)

L∞ adalah panjang asimtotik ikan, k adalah koefisien pertumbuhan, dan t0
adalah umur ikan pada saat panjang sama dengan nol. Menurut Pauly (1984),
dengan nlai k dan t0 yang diperoleh dapat diketahui umur maksimum suatu ikan.

6

Pendugaan umur maksimum ikan (tmax) dapat diperoleh menggunakan rumus
sebagai berikut:
3

tmax = +


(2)

Laju pertumbuhan intrinsik (r)
Laju pertumbuhan intrinsik dapat diduga dengan menggunakan regresi kedua
pada model Fox.
Persamaan model Fox regresi kedua berbentuk:
CPUEt = b10+b11Et
dengan Y = CPUEt

(3)
dan

X = Et.

Parameter q, K, dan r diperoleh melalui:
q = abs

����
z

y=

+

���� +

-b

z=



−F

Et + Et.+1

F=
K=

b


��


(4)



z

x=

r=

ln

(5)



+



(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

Et adalah upaya penangkapan tahun ke-t, Et+1 adalah upaya penangkapan
setelah tahun ke-t, CPUEt adalah hasil tangkapan per satuan upaya (effort) tahun
ke-t, CPUEt+1 adalah hasil tangkapan per satuan upaya (effort) setelah tahun ke-t,
r adalah laju pertumbuhan intrinsik, K adalah daya dukung lingkungan, q adalah
koefisien kemampuan penangkapan.
Nilai r yang diperoleh sebelumnya
menggunakan standarisasi terhadap alat tangkap. Hal ini dilakukan karena alat
tangkap yang digunakan di PPN Palabuhan ratu sangat beragam (multi-gear).
Upaya standarisasi diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut
(Gulland 1983 in Isnaini 2008), yaitu :

7

FPI =

CPUE�

(11)

CPUEa

FPI (Fishing Power Index) merupakan faktor daya tangkap jenis unit
penangkapan yang akan distandarisasi pada tahun ke-t. CPUEt merupakan upaya
penangkapan (effort) hasil standarisasi pada tahun ke-t. CPUEa merupakan nilai
CPUEt terbesar.

Mortalitas dan laju eksploitasi
Pendugaan nilai mortalitas alami dan mortalitas total dapat diketahui dengan
menggunakan program FISAT (FAO-ICLARM Stock Assesment Tools) II versi
1.2.2 dengan metode Mortality Estimation. Pauly (1983) in Sparre dan Venema
(1999) menyarankan untuk memperhitungkan jenis ikan yang memiliki kebiasaan
menggerombol ikan dikalikan dengan nilai 0.8, sehingga untuk spesies yang
menggerombol seperti ikan madidihang, cakalang, dan tongkol nilai dugaan
mortalitas alami menjadi 20% lebih rendah, yaitu sebagai berikut:
M = 0,8e -0,0152 - 0,279 ln L∞ + 0,6543 ln k + 0,463 ln T

(12)

M adalah mortalitas alami (per tahun), L∞ adalah panjang asimtotik pada
persamaan pertumbuhan von Bertalanffy, k adalah koefisien pertumbuhan, t0 adalah
umur ikan pada saat panjang nol, dan T adalah suhu rata-rata permukaan air (ºC).
Laju mortalitas total (Z) dan laju mortalitas alami (M) diketahui maka laju
mortalitas penangkapan (F) dapat ditentukan dengan rumus :
F=Z–M

(13)

Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas
penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z), yakni sebagai berikut:
E=

F
F+M

=

F
Z

(14)

M adalah laju mortalitas alami, F adalah laju mortalitas penangkapan, dan Z
adalah mortalitas total.

Fekunditas
Fekunditas dapat ditentukan dengan menggunakan model gabungan, yaitu
metode grafimetrik dan volumetrik. Fekunditas ikan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut (Effendi 1979):
F=

GxVxX
Q

(15)

8

F adalah fekunditas (butir), G adalah berat gonad total (gram), V adalah
volume pengenceran (10 ml), X adalah jumlah butir telur yang ada dalam 10 ml,
dan Q adalah berat telur contoh (gram).

Mean trophic level
Nilai mean trophic level ikan madidihang, tongkol, dan cakalang diperoleh
dari www.fishbase.org. Menurut Stergiou dan Karpouzi (2002), jenjang trofik
dibagi ke dalam empat kelompok, yaitu herbivora (nilai trofik level = 2,0 – 2,1),
omnivora cenderung herbivora (2,1 < trofik level < 2,9), omnivora cenderung
karnivora (2,9 < trofik level < 3,7), dan karnivora (3,7 < trofik level < 4,5). Nilai
mean trophic level digunakan untuk input data ke dalam PSA (productivity and
susceptability analysis).

Spawning stock biomass (SSB)
Menurut Patrick et al. (2009), SSB (spawning stock biomass) dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:


SSB =



(16)

Bt merupakan biomassa ikan hasil tangkapan pada tahun terakhir dan Bo
merupakan biomassa awal ketika pertama kali dilakukan penangkapan. Menurut
Hsiung (2002), rumus biomassa awal sebagai berikut:
Bo =

Y1st
exp −F1st)

(17)

Y1st merupakan hasil tangkapan pada tahun pertama dilakukan penangkapan
ikan dan F1st merupakan kematian penangkapan seketika (instantaneous fishing
mortality).
F1st =

Ctotal
x

(18)

Ctotal merupakan jumlah hasil tangkapan pada tahun pertama ketika
dilakukan penangkapan. x merupakan proporsi stok biomassa awal. Menurut Fauzi
(2010), x dapat diperoleh dengan menngunakan nilai daya dukung (K) pada tahun
terakhir, dengan asumsi bahwa daya dukung suatu perairan tetap:
x=

K
2

(19)

9

Tahapan productivity and susceptability analysis (PSA)
Pengoperasian PSA (productivity and susceptability analysis) diawali dengan
memasukan database yang telah dilakukan analisis data sebelumnya ke dalam
format Excel untuk masing-masing parameter produktivitas dan suseptabilitas.
Menurut Patrick et al. (2009), atribut yang termasuk ke dalam parameter
produktivitas adalah laju pertumbuhan intrinsik (r), umur maksimum, ukuran
maksimum, koefisien pertumbuhan (k), mortalitas alami (M), fekunditas, breeding
strategy, pola rekrutmen, umur pertama kali matang gonad, dan mean trophic level.
Atribut parameter suseptabilitas terdiri dari manajemen strategi, area overlap,
konsentrasi geografis, vertical overlap, F/M, SSB (spawning stock biomass),
migrasi musiman, pengelompokan, pengaruh alat tangkap terhadap morfologi ikan,
survival after capture dan nilai ekonomi.
Setiap parameter produktivitas dan suseptabilitas dilakukan penilaian dalam
kategori bobot nilai, atribut skor, dan kualitas data. Bobot nilai menunjukkan nilai
kepentingan dari setiap parameter. Bobot nilai diberikan berdasarkan unsur
subjektif peneliti, yakni diberikan nilai 2 yang artinya semua parameter yang
diamati memiliki kepentingan yang sama. Atribut skor disesuaikan dengan kriteria
dari NOAA (Lampiran 1). Kualitas data menunjukkan penggunaan sumber data
yang digunakan dalam analisis. Nilai kualitas data berkisar 1 hingga 5 (1 = data
primer; 2 = data sekunder; 3 = data dari jurnal atau penelitian sebelumnya; 4 = data
dari fishbase; dan 5 = data tidak tersedia). Data yang telah dibuat ke dalam suatu
skor, kemudian dimasukkan ke dalam format stock list yang baru pada perangkat
lunak PSA 1.4 yang dikembangkan oleh National Marine Fisheries Service, NOAA
(National Oceanic and Atmospheric and Administration).
Tahapan PSA
(productivity and susceptability analysis) dalam penjelasan diagram alir disajikan
pada Gambar 6.

Data

Analisis data

Pengelompokan data
dan pemberian skor
data

Kualitas skor
1 : Data primer
2 : Data sekunder
3 : Jurnal
4 : Fishbase
5 : Data tidak tersedia

Analisis
Kerentanan

Atribut skor
1 : Rendah
2 : Sedang
3 : Tinggi

Gambar 6 Tahapan PSA (productivity and susceptability analysis)

10

Nilai kerentanan
Menurut Patrick et al. (2009), penentuan skor kerentanan dapat dihitung
dengan menggunakan nilai produktivitas dan suseptabilitas, sebagai berikut :
v =√ � − 3

+

−1

(20)

v merupakan nilai kerentanan, p adalah nilai produktivitas, dan s adalah nilai
suseptabilitas. Ikan yang memiliki nilai kerentanan (v) lebih dari 1,8 menunjukkan
bahwa ikan memiliki resiko kerentanan yang tinggi terhadap aktivitas penangkapan.
Indeks kerentanan memiliki tiga kategori, yaitu kurang rentan (v < 1,6), rentan
sedang (1,6 ≤ v < 1,8) dan rentan tinggi (v ≥ 1,8).
Nilai intrinsic vulnerability catch dan trophic level catch
Nilai intrinsic vulnerability catch diperoleh dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
IV catch =

Nilai kerentanan spesies*APP
Total Produksi

(21)

IV (index vulnerability) catch merupakan nilai kerentanan spesies ikan dari
penelitian Cheung (2007) dan APP (Annual Average Production) merupakan ratarata produksi tahunan dalam satuan ton per tahun. Trophic level catch diperoleh
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Trophic level catch =

Nilai kerentanan spesies* mean trophic level
Total Produksi

(22)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Produktivitas dan suseptabilitas
Hasil analisis produktivitas dan suseptabilitas terhadap 22 atribut dalam
penentuan kerentanan sumberdaya ikan madidihang, cakalang, dan tongkol dengan
memberikan atribut skor mengacu pada modifikasi NOAA (National Oceanic and
Atmospheric Administration). Produktivitas merupakan salah satu parameter dalam
PSA (productivity and susceptability analysis) yang digunakan untuk mengetahui
kapasitas kemampuan pulih dari suatu sumberdaya ikan. Hasil parameter
produktivitas terhadap 10 atribut dari ikan madidihang, cakalang, dan tongkol
disajikan pada Tabel 2.

11

Tabel 2 Parameter produktivitas ikan madidihang, cakalang, dan tongkol
Parameter Produktivitas
r (laju pertumbuhan intrinsik)
Umur maksimum
Panjang maksimum
k (koefisien pertumbuhan)
M (mortalitas alami)

Satuan
% per
tahun
tahun
cm
tahun

Madidihang

Nama Ikan
Cakalang
Tongkol

0,20

0,30

0,54

12,61
172
0,230
0,33

12,60
71
0,233
0,22
52 17967 283

9,17
62
0,320
0,28
210 000
-680 0001)

Fekunditas

butir

4 730 775

Rekruitmen (tiap bulan
dalam setahun)

%

17,93%

18,17%

23,02%

tahun

Total
Spawner
2,52)

Total
Spawner
2-32)

Partial
Spawner3)
32)

4,42)

3,82)

4,52)

Breeding strategy
Umur pertama matang gonad
Mean trophic level

Sumber : 1): Rao 1964; 2): fishbase.org; 3): Pratiwi 2015

Laju pertumbuhan intrinsik dan koefisien pertumbuhan ikan madidihang
lebih rendah dibandingkan dengan ikan cakalang dan ikan tongkol. Ikan
madidihang memiliki panjang maksimum dan fekunditas tertinggi. Rekruitmen
yang tertinggi terdapat pada ikan tongkol. Pendugaan parameter pertumbuhan, laju
pertumbuhan intrinsik, mortalitas alami, fekunditas, pola pemijahan, dan
rekruitmen disajikan pada Lampiran 5 hingga Lampiran 10.
Suseptabilitas (susceptability) merupakan keterancaman stok ikan yang dapat
ditimbulkan akibat adanya penangkapan ikan yang berlebih. Jika suseptabilitas
tinggi, maka kerentanan akan semakin tinggi. Hasil parameter suseptabilitas untuk
ikan madidihang, cakalang, dan tongkol disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Parameter suseptabilitas ikan madidihang, cakalang, dan tongkol
Parameter
Suseptabilitas

Manajemen
strategi

Area Overlap
(distribusi ikan
terhadap
penangkapan)

Nama ikan
Madidihang
Stok ikan belum
ada batasan
penangkapan
untuk ikan target,
ada kebijakan
untuk pelarangan
beberapa spesies
non-target dan
monitori
dilakukan cukup
baik
28% berada di
wilayah
penangkapan

Cakalang

Tongkol

Stok ikan belum ada
batasan penangkapan
ikan target, ada
kebijakan untuk
pelarangan beberapa
spesies non target dan
monitori dilakukan
cukup baik

Stok ikan belum ada
batasan kebijakan
penangkapan baik
ikan target maupun
non target dan tidak
ada kegiatan
monitoring dengan
baik

20% berada di wilayah
penangkapan

23% berada di
wilayah penangkapan

12
Tabel 3 (Lanjutan)
Parameter
Suseptabilitas
Konsentrasi
Geografis

Vertical overlap
(kedalaman)
F/M
SSB (spawning
stock biomass)

Migrasi
musiman

Pengelompokan
dan respon
kebiasaan
Pengaruh alat
tangkap
terhadap
morfologi ikan
Survival after
capture

Nilai ekonomi
ikan

Dampak alat
tangkap
terhadap
ekosistem

Nama ikan
Madidihang
95,63% tersebar
dari seluruh
wilayah
penangkapan
60% berada di
kedalaman
penangkapan yang
sama
1,89

Cakalang

Tongkol

67,09% tersebar di
seluruh wilayah
penangkapan

51,01% tersebar di
seluruh wilayah
penangkapan

46,56%1)

70,52%

13,17%

Ikan yang tingkat
mingrasinya cukup
tinggi sehingga akan
menurunkan nilai
overlap terhadap
sumberdaya ikan
lainnya

Ikan tongkol
merupakan ikan yang
tingkat migrasinya
cukup tinggi sehingga
akan menurunkan
tingkat overlap
terhadap sumberdaya
ikan lainnya

Bergerombol dan
respon kebiasaan
meningkatkan hasil
tangkapan di area
penangkapan

Bergerombol dan
respon kebiasaan
meningkatkan hasil
penangkapan

Alat tangkap pancing
tidak terlalu
berpengaruh terhadap
morfologi ikan

Alat tangkap payang
terkadang
mengakibatkan
kerusakan di badan
ikan

33% < ketahanan
setelah penangkapan
sekitar < 67%

Ketahanan setelah
penangkapan sekitar <
33%

Harga ikan bernilai
tinggi, yaitu dapat
mencapai Rp. 20
000/kg dan minat
ditangkap besar

Harga ikan bernilai
tinggi, yaitu dapat
mencapai Rp. 22
000/kg dan minat
ditangkap besar

Alat tangkap pancing
tonda merupakan alat
tangkap yang ramah
lingkungan sehingga
tidak ada dampak yang
buruk terhadap habitat

Alat tangkap payang
tidak terlalu buruk,
tidak ada dampak
yang buruk terhadap
habitat

Ikan yang tingkat
migrasinya tinggi
sehingga akan
menurunkan
tingkat overlap
terhadap
sumberdaya ikan
lainnya
Bergerombol dan
respon kebiasaan
meningkatkan
hasil tangkapan di
area penangkapan
Alat tangkap long
line tidak terlalu
berpengaruh
terhadap
morfologi ikan
33% < ketahanan
setelah
penangkapan
sekitar < 67%
Harga ikan
bernilai tinggi,
yaitu Rp. 30 000
– Rp. 60 000/kg
dan minat untuk
ditangkap besar
Alat tangkap long
line tidak
mengganggu
habitat atau
tergolong ramah
terhadap habitat

65% berada di
kedalaman
penangkapan yang
sama
1,74

55% di kedalaman
penangkapan yang
sama
4,25

Sumber : 1): Hampton et al. 2004

Penangkapan terhadap stok ikan madidihang, cakalang, dan tongkol belum
ada batasan penangkapan dan adanya suatu kebijakan dalam pelarangan beberapa

13

spesies non-target. Beberapa spesies non-target yang dimaksudkan terdiri dari
cucut monyet dan pari manta. Kegiatan monitoring terhadap pelarangan beberapa
spesies non-target tersebut telah dilakukan cukup baik. Konsentrasi geografis untuk
ikan madidihang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan lainnya. SSB (spawning
stock biomass) ikan cakalang memiliki nilai yang paling tinggi (Lampiran 11).
Hasil dari parameter produktivitas dan suseptabilitas yang diperoleh,
kemudian diberi skoring untuk bobot nilai, atribut skor, dan kualitas data. Skoring
masing-masing ikan dapat dilihat pada Lampiran 2. Analisis produktivitas dan
suseptabilitas dengan menggunakan perangkat lunak PSA menghasilkan grafik
antara produktivitas dan suseptabilitas.
Grafik antara produktivitas dan
suseptabilitas disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Grafik produktivitas dan suseptabilitas
Gambar 7 menunjukkan bahwa ikan madidihang memiliki nilai produktivitas
yang lebih rendah dibandingkan dengan ikan cakalang dan tongkol, sedangkan nilai
suseptabilitas yang tinggi terdapat pada ikan tongkol. Penomoran lingkaran pada
Gambar 7 menunjukkan nama ikan, yakni nomor 1 menjelaskan ikan madidihang,
nomor 2 menjelaskan ikan cakalang, dan nomor 3 menjelaskan ikan tongkol. Garis
yang membujur berwarna biru menuju merah menunjukkan bahwa ikan memiliki
tingkat kerentanan yang semakin tinggi. Warna pada lingkaran menunjukkan
kualitas data terhadap atribut jenis ikan yang diteliti. Nilai produktivitas dan
suseptabilitas pada masing-masing ikan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Nilai produktivitas dan suseptabilitas
Nama Ikan
Madidihang
Cakalang
Tongkol

Produktivitas
1,90
2,00
2,30

Suseptabilitas
2,00
1,92
2,42

Kerentanan dan laju eksploitasi
Tingkat kerentanan ikan tongkol memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ikan cakalang dan ikan madidihang, yaitu sebesar 1,58
dengan nilai laju eksploitasi sebesar 0,81. Begitu pula dengan nilai kerentanan

14

menurut penelitian Cheung (2007), ikan tongkol memiliki nilai kerentanan yang
tergolong tinggi, yaitu sebesar 60. Nilai kerentanan penelitian ini
mempertimbangkan kerentanan secara biologi pada ikan, sedangkan menurut
Cheung (2007) merupakan kerentanan yang dapat dilihat dari segi produksi. Nilai
kerentanan berbanding lurus dengan laju eksploitasi. Nilai kerentanan ikan
madidihang, cakalang maupun laju eksploitasi disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai kerentanan dan laju eksploitasi
Nama Ikan
Madidihang
Cakalang
Tongkol

Nilai Kerentanan
Penelitian ini
1,49
1,36
1,58

Cheung (2007)
60
55
60

Laju Eksploitasi
0,65
0,64
0,81

Nilai kerentanan dapat menunjukkan suatu peluang untuk keberlanjutan
sumberdaya ikan madidihang, cakalang, dan tongkol. Potensi keberlanjutan
sumberdaya ikan tongkol tergolong lebih rendah dibandingkan kedua ikan lainya
karena memiliki nilai kerentanan yang lebih tinggi. Ikan madidihang dan cakalang
memiliki potensi keberlanjutan sedang karena memiliki produktivitas yang rendah
dan suseptabilitas yang tinggi (Tabel 4).

Intrinsic vulnerability catch
Nilai intrinsic vulnerability catch atau indeks kerentanan produksi yang
dapat ditinjau dari alat tangkap yang digunakan. Nilai intrinsic vulnerability catch
untuk ikan madidihang, cakalang dan tongkol akibat alat tangkap long line, pancing
tonda, dan payang disajikan pada Tabel 6. Alat tangkap longline memiliki
kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua alat tangkap lainnya, yaitu
sebesar 58,80 (Lampiran 13).
Tabel 6 Nilai intrinsic vulnerability catch berdasarkan alat tangkap
Alat Tangkap
Long line
Pancing tonda
Payang

Trophic Level Catch
4,26
4,13
3,95

Intrinsic Vulnerability Catch
58,80
57,73
56,16

Pembahasan
Panjang maksimum ikan madidihang, cakalang, dan tongkol selama
pengambilan contoh secara berturut-turut sebesar 172 cm, 71 cm, dan 62 cm (Tabel
2). Menurut Fenner (2014), ikan yang memiliki panjang maksimum lebih besar,
akan lebih rentan tertangkap dibandingkan dengan ikan yang memiliki panjang
maksimum yang lebih kecil. Hasil analisis menggunakan ELEFAN I pada program
FISAT II diperoleh bahwa koefisien pertumbuhan ikan madidihang lebih rendah
daripada ikan cakalang dan tongkol, yaitu 0,230 per tahun (Tabel 2). Hal ini
menunjukkan bahwa ikan madidihang akan lebih lama mencapai L∞ dibandingkan
kedua ikan lainnya. Menurut Sparre dan Venema (1999), semakin rendah koefisien

15

pertumbuhan, semakin lama waktu yang dibutuhkan spesies tersebut untuk
mendekati panjang asimtotik. Sebaliknya, semakin tinggi koefisien pertumbuhan,
maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan spesies tersebut mendekati panjang
asimtotik. Nilai koefisien pertumbuhan yang rendah artinya ikan mempunyai
kemampuan pulih yang lama (Froese dan Binohlan 2000).
Menurut Pauly (1984), nilai k dapat digunakan untuk menduga umur
maksimum ikan, sehingga didapatkan umur maksimum yang dicapai oleh ikan
madidihang dari perairan Samudera Hindia adalah mendekati 12,61 tahun (Tabel
2). Umur tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan umur ikan tongkol. Menurut
Roberts dan Hawkins (1999), umur maksimum spesies dapat digunakan sebagai
indikator tingkat pemulihan suatu spesies. Ikan yang memiliki umur maksimum
lebih panjang cenderung lebih lama pulih. Hal ini menunjukkan bahwa ikan
madidihang memiliki tingkat pemulihan yang lebih lama dibandingkan dengan ikan
tersebut. Secara umum, umur maksimum dimiliki oleh spesies yang memiliki
ukuran lebih besar dan populasinya cenderung tumbuh secara lambat.
Nilai r (laju pertumbuhan intrinsik) yang diperoleh untuk ikan madidihang
lebih rendah dibandingkan dengan kedua ikan lainnya, yaitu sebesar 0,20 persen
per tahun (Tabel 2). Menurut Mas’ud (2008), nilai laju pertumbuhan intrinsik (r)
mampu memberikan informasi tentang laju pertumbuhan suatu populasi yang
tumbuh ideal tanpa batas. Laju pertumbuhan intrinsik merupakan gambaran
tentang produktivitas suatu stok (Milton 2001). Nilai r yang diperoleh pada ikan
madidihang menunjukkan bahwa laju pertumbuhan populasi ikan tersebut dapat
dikatakan lebih rendah dibandingkan dengan ikan cakalang dan tongkol. Laju
pertumbuhan intrinsik (r) memiliki hubungan berbanding lurus dengan koefisien
pertumbuhan (k), artinya nilai k yang rendah dikuti dengan nilai r yang rendah pula.
Hasil analisis fekunditas diperoleh bahwa ikan madidihang, cakalang, dan
tongkol memiliki fekunditas tergolong tinggi. Fekunditas ikan madidihang,
cakalang, dan tongkol secara berturut-turut berkisar antara 52 179–67 283 butir, 4
730 775 butir, dan 210 000–68 000 butir (Tabel 2). Menurut Rickman et al. (2000),
spesies dengan fekunditas tinggi kemungkinan untuk menghasilkan tingkat
perekruitan akan lebih tinggi dibandingkan dengan spesies yang memiliki
fekunditas rendah. Rekrutmen ikan madidihang, cakalang, dan tongkol yang
diperoleh secara berturut-turut adalah sebesar 17,93%, 18,17% dan 23,02% (Tabel
2). Hasil tersebut diperoleh dari persentase rekruitmen terbesar pada bulan tertentu
dalam satu tahun (Lampiran 9). Menurut Patrick et al. (2009), ikan yang memiliki
keberhasilan rekruitmen di antara selang 10% hingga 75% menunjukkan
produktivitas yang sedang, sedangkan produktivitas yang tinggi memiliki nilai
produktivitas yang lebih dari 75%. Rekruitmen yang tinggi menunjukkan kondisi
yang sangat baik karena dapat menambah jumlah stok ikan di suatu perairan (Zheng
1996).
Ukuran pertama kali matang gonad ikan madidihang adalah berukuran
panjang 91 cm hingga 100 cm (Andamari et al. 2012). Ikan madidihang yang
banyak tertangkap dari Perairan Samudera Hindia yang didaratkan di PPN
Palabuhan ratu berukuran 129 cm hingga 137 cm (Lampiran 4). Kondisi demikian
menunjukkan bahwa perikanan ikan madidihang cukup baik karena menangkap
ikan yang sudah matang gonad. Umur pertama kali matang gonad untuk ketiga
ikan yang diteliti berkisar antara dua hingga tiga tahun. Menurut Roberts dan
Hawskin (1999), ikan yang memiliki umur pertama kali matang gonad pada waktu

16

yang lebih tua termasuk rentan tinggi secara biologi karena lama untuk waktu
reproduksi.
Hasil analisis kebiasaan makanan diperoleh bahwa ketiga ikan yang diteliti
merupakan ikan karnivora. Isi lambung ikan cakalang terdiri dari ikan-ikan kecil
dan cumi-cumi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Manik (2007)
bahwa ikan cakalang memakan ikan kecil, crustacea, dan cumi-cumi. Berdasarkan
umpan yang digunakan nelayan long line, ikan madidihang memakan ikan layang
maupun cumi-cumi. Jenis makanan ikan tongkol yang ditemukan setelah dianalisis
meliputi ikan-ikan kecil. Menurut fishbase, nilai mean trophic level untuk ikan
madidihang, cakalang dan tongkol secara berturut-turut adalah 4,4 , 3,8 , dan 4,5.
Menurut Patrick et al. (2009), stok dengan nilai mean trophic level lebih dari 3,5
menandakan produktivitasnya rendah, sedangkan mean trophic level dibawah 2,5
termasuk dalam produktivitas yang tinggi. Produktivitas yang rendah menunjukkan
bahwa ketiga ikan yang diteliti lebih rentan dibandingkan dengan ikan herbivora
yang memiliki nilai mean trophic level rendah karena lebih sulit mencari makan.
Alat tangkap pancing long line, pancing tonda, maupun jaring payang
menimbulkan kerentanan yang berbeda-beda terhadap ikan. Menurut Patrick et al.
(2010), kerentanan suatu ikan dapat dipengaruhi oleh penggunaan dari alat tangkap
yang digunakan. Setiap alat tangkap biasanya dapat mempengaruhi kondisi ikan
dengan cara membandingkan lamanya ikan dapat bertahan hidup atau pengaruh alat
tangkap terhadap morfologi ikan. Alat tangkap pancing long line lebih selektif dan
mempengaruhi ketahanan ikan yang lebih baik dibandingkan dengan jaring payang.
Menurut Gallagher et al. (2014), alat tangkap longline tidak berpengaruh nyata
terhadap ketahanan hidup ikan dan memiliki ketahanan setelah penangkapan lebih
dari 90%. Alat tangkap long line dan pancing tonda hanya beresiko merusak mulut
ikan. Namun berbeda dengan alat tangkap jaring payang yang sering merusak
bagian badan ikan.
Hasil perangkat lunak PSA (productivity and susceptibility analysis) NOAA
diperoleh bahwa nilai kerentanan tertinggi terdapat pada ikan tongkol, yaitu sebesar
1,58 dan ikan cakalang memiliki nilai kerentanan terendah, yaitu sebesar 1,36.
Indeks kerentanan yang diperoleh untuk ikan madidihang, cakalang, dan tongkol
termasuk ke dalam kategori kurang rentan, yaitu kurang dari 1,6. Kondisi demikian
dapat dikatakan bahwa potensi keberlanjutan masih baik (Patrick et al. 2009). Nilai
kerentanan ikan tongkol yang paling tinggi dikarenakan nilai suseptabilitas yang
tinggi, yaitu sebesar 2,42 (Tabel 4). Suseptabilitas merupakan salah satu parameter
dalam kerentanan yang mengarah pada keterancaman stok ikan akibat adanya
tekanan penangkapan ikan yang tinggi. Jika nilai suseptabilitas makin tinggi, maka
sumber daya akan semakin rentan, begitu sebaliknya.
Menurut Patrick et al. (2009), ikan tongkol diduga telah mengalami
overfishing karena memiliki nilai suseptabilitas lebih dari 2,30. Hasil analisis
sebaran frekuensi panjang menunjukkan bahwa ikan tongkol diduga mengalami
growth overfishing sebesar 55% (Lampiran 12). Growth overfishing merupakan
kondisi dimana lebih banyak tertangkap ikan yang berukuran kecil (Diekert 2012).
Beberapa parameter suseptabilitas yang menyebabkan nilai kerentanan tinggi
adalah SSB (spawning stock biomass) dan nilai F/M. Nilai SSB (spawning stock
biomass) pada ikan tongkol hanya sebesar 13,17% dan diperoleh nilai F/M yang
tinggi, yakni sebesar 4,25 (Tabel 3).

17

SSB (spawning stock biomass) merupakan gambaran kondisi penurunan
biomassa pada tahun pertama dilakukannya penangkapan hingga kondisi saat ini.
Menurut Patrick et al. (2009), jika nilai SSB yang diperoleh kurang dari 25% dan
F/M lebih dari satu, maka sumber daya ikan tersebut tergolong ke dalam kerentanan
yang tinggi. Nilai F/M yang diperoleh ikan tongkol lebih tinggi dibandingkan
dengan ikan cakalang dan ikan tongkol. Hal ini dikarenakan ikan tongkol memiliki
permintaan yang cukup tinggi, biasanya untuk dijadikan bahan olahan
pemindangan. Kondisi demikian menunjukkan bahwa ikan tongkol lebih rentan
karena pemanfaatan yang tinggi. Laju mortalitas penangkapan (F) untuk ketiga ikan
ini lebih besar dibandingkan dengan laju mortalitas alami (M) (Lampiran 6). Hal
ini menandakan bahwa ikan madidihang, cakalang, dan tongkol lebih banyak mati
akibat aktivitas penangkapan.
Nilai produktivitas ikan tongkol lebih tinggi dibandingkan dengan ikan
cakalang dan madidihang, yakni sebesar 2,30 (Tabel 4). Produktivitas yang tinggi
menunjukkan bahwa ikan tongkol memiliki kemampuan pulih yang cepat.
Suseptabilitas yang tinggi dan produktivitas yang tinggi pada ikan tongkol
menggambarkan bahwa ikan tersebut berada dalam keadaan overfishing, namun
dapat pulih dengan baik. Menurut Patrick et al. (2009), jika ikan yang memiliki
produktivitas yang tinggi dan diikuti nilai suseptabilitas yang tinggi, maka potensi
keberlanjutan dari ikan tersebut termasuk dalam kategori sedang (Lampiran 3).
Kondisi perikanan yang menunjukkan keberlanjutan yang tinggi adalah ikan yang
memiliki produktivitas ikan yang tinggi dan suseptabilitas yang rendah sehingga
ikan memiliki kemampuan bertahan diri yang baik (Lampiran 3).
Ikan madidihang memiliki nilai produktivitas yang tidak jauh berbeda dengan
ikan cakalang, namun nilai tersebut lebih rendah dibandingkan ikan tongkol (Tabel
4). Produktivitas yang rendah menunjukkan bahwa kemampuan pulih ikan
cakalang dan tongkol lebih lama, sehingga diperlukan pengelolaan habitat seperti
close system agar keberadaan ikan madidihang dan cakalang tetap terjaga.
Produktivitas merupakan salah satu parameter kerentanan yang menunjukkan pada
kemampuan suatu sumber daya untuk memperbarui diri. Jika produktivitas yang
dimiliki suatu sumber daya ikan semakin rendah, maka sumber daya tersebut
dikhawatirkan akan semakin berkurang bahkan dapat mencapai kepunahan.
Menurut Cheung et al. (2007), ikan madidihang telah mengalami rentan
terhadap penangkapan, yang ditunjukan dengan nilai kerentanan sebesar 60. Nilai
ekonomi ikan madidihang yang sangat tinggi dan merupakan salah satu ikan sasaran
dunia ini yang mendorong nelayan melakukan penangkapan yang tinggi. Rentan
tinggi terhadap penangkapan pada ikan madidihang dapat pula ditunjukan dengan
nilai intrinsic vulnerability catch pada alat tangkap long line. Nilai yang diperoleh
adalah sebesar 58,80. Menurut Cheung et al. (2007), nilai kerentanan penangkapan
mendekati 60 tergolong ke dalam rentan tinggi.
Ikan madidihang, cakalang, dan tongkol memiliki tingkat kerentanan yang
lebih kecil daripada ikan pelagis kecil. Hal ini dikarenakan ketiga ikan yang diteliti
memiliki ruaya yang lebih jauh (Stobutzki et al. 2001) dan kecepatan renang yang
lebih tinggi menyebabkan ikan lebih sulit tertangkap. Namun produktivitas yang
dimiliki oleh ikan pelagis besar lebih rendah dibandingkan dengan ikan pelagis
kecil. Faktor yang menjadi penyebab perbedaan ini di antaranya adalah perbedaan
nilai koefisien pertumbuhan, umur maksimum, maupun nilai mean trophic level.
Menurut penelitian Conny (2013), tingkat kerentanan ikan pelagis kecil berkisar

18

1,04 hinga mencapai 1,42 dan menurut Triramdhani (2014) berkisar 0,73 hingga
1,4, sedangkan penelitian ini berkisar antara 1,36 hingga 1,58 (Tabel 5).
Kerentanan suatu sumberdaya ikan dapat pula dilihat dari nilai laju eksploitasi.
Nilai laju eksploitasi yang diperoleh berbanding lurus dengan nilai kerentanan
spesies (Tabel 5). Laju eksploitasi yang makin tinggi menunjukkan bahwa
sumberdaya ikan semakin rentan, begitu juga sebaliknya. Nilai laju eksploitasi ikan
madidihang, cakalang, dan tongkol secara berturut-turut, yaitu sebesar 0,65, 0,64
dan 0,81. Menurut Gulland (1971) in Pauly (1984), angka eksploitasi lebih dari
0,50 menunjukkan bahwa ketiga ikan tersebut telah mengalami eksploitasi berlebih.
Hal ini sesuai dengan penelitian Cheung (2007) yang menyatakan bahwa ikan
tongkol rentan tinggi terhadap tekanan penangkapan yang ditunjukan dengan nilai
indeks kerentanan sebesar 60 (Tabel 5).
Penyebab kerentanan yang terjadi pada ikan madidihang, cakalang, dan
tongkol dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Misalnya disebabkan oleh faktor
internal ikan yang cenderung sulit memperbaharui diri dan faktor eksternal yang
ditimbulkan dari adanya tekanan penangkapan yang tinggi. Ikan madidihang dan
ikan cakalang cenderung rentan secara biologi karena memiliki kemampuan pulih
yang lebih lama, sedangkan ikan tongkol cenderung rentan terhadap tekanan
penangkapan yang tinggi. Hal ini disebabkan karena ikan tongkol mempunyai nilai
ekonomis dan sering dijadikan sebagai bahan dasar olahan dalam usaha perikanan
lokal, seperti pemindangan.
Kerentanan pada suatu sumber daya dapat diminimalisir dengan
dilakukannnya suatu pengelolaan perikanan. Pengelolaan yang dapat dilakukan
adalah dengan membatasi jumlah penangkapan, tetap mengawasi jumlah upaya
tangkap (effort), dan melakukan pendataan hasil perikanan yang sistematis maupun
tersedianya informasi biologi ikan yang lengkap. Selain itu, pengelolaan yang
dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya growth overfishing pada ikan tongkol,
diperlukan adanya suatu upaya untuk pembatasan jumlah tangkapan untuk ikanikan yang masih berukuran kecil. Upaya ini dapat dilakukan dengan memperlebar
ukuran jaring payang, sedangkan penggunaan alat tangkap long line maupun
pancing tonda untuk menangkap ikan madidihang dan cakalang sudah baik. Namun
diperlukan pula pengawasan terhadap jumlah tangkapan. Pengawasan ini penting
dilakukan karena ikan madidihang dan cakalang merupakan komoditas ekspor yang
termasuk ikan yang memiliki permintaan yang tinggi di pasaran dunia.

KESIMPULAN
Kesimpulan
Ikan madidihang, cakalang, dan tongkol berada dalam kategori rentan rendah
sehingga potensi keberlanjutannya masih tergolong baik. Ikan madidihang dan ikan
cakalang cenderung rentan secara biologi, sedangkan ikan tongkol cenderung
rentan terhadap tekanan penangkapan yang tinggi.

19

DAFTAR PUSTAKA
Andamari R, Hutapea JH, Prisantoso BI. 2011. Aspek Reproduksi Ikan Tuna Sirip
Kuning (Thunnus albacares). Jurnal Ilmu Kelautan dan Kelautan Tropis. 4
(1):89-96.
Cheung WL. 2007. Vulnerability of Marine Fishes to Fishing from Global
Overview to The Northern South China Sea. [Thesis]. Colombia (ID) : The
University of Hong Kong.
Conny PL. 2013. Tingkat Kerentanan Sumberdaya Ikan Berbasis Data
Produktivitas dan Suseptabilitas Di Selat Sunda. [Skripsi]. Bogor (ID).
Institut Pertanian Bogor.
Diekert FK. 2012. Growth Overfishing: The Race to Fish Extends to the
Dimension of Size. Environment Resource Economic 52:549–572. doi:
10.1007/s10640-012-9542-x
Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Dewi Sri.
Fauzi A. 2010. Ekonomi Perikanan: Teori, Kebijakan dan Pengelolaan. Jakarta
(ID): PT Gramedia Pustaka Utama.
Fenner D. 2014. Fishing Down The Largest Coral Reef Fish Species. Marine
Pollution Bulletin 84: 9-16.
Gallagher AJ, Orbesen ES, Hammerschlag N, dan Serafy JE. 2014. Vulnerability
of oceanic sharks as pelagic longline bycatch. Global Ecology and
Conservation. 1:50–59.
Isnaini. 2008. Pola Rezim Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Ekor
Kuning di Kepulauan Seribu. [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Triramdani N. 2014. Kerentanan Stok Ikan Yang Didaratkan Di Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu, Banten. [Skripsi]. Bogor (ID).
Institut Pertanian Bogor.
Froese R and Binohlan C. 2000. Empirical relationships to estimate asymptotic
length, length at first maturity and length at maximum yield per recruit in
fishes, with a simple method to evaluate length frequency data. Journal of
Fish Biology 56 :758–773. doi:10.1006/jfbi.1999.1194.
Hampton J, Kleiber P, Langley A, dan Hiramatsu K. 2004. Stock assesment of
yellowfin tuna in the western and central Pacific Ocean [Internet]. [diunduh
12 Mei 2015]. Tersedia pada: http://www.spc.int/DigitalLibrary/Doc/FAME
/Meetings/SCTB/17/SA_1.pdf
Hsiung WC. 2002. Estimating the population parameter, r, q, and K based on
surplus production model [Internet]. [diunduh 10 Mei 2015]. Tersedia pada:
http://www.soest.hawaii.edu/pfrp/sctb15/papers/ALB-7.pdf
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan Palabuhanratu. 2013. Statistik
Produksi Perikanan Tangkap di PPN Palabuhanratu. Sukabumi, Jawa Barat.
Manik N. 2007. Beberapa Aspek Biologi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di
Perairan Sekitar Pulau Seram Selatan dan Pulau Nusa Laut. Oseanologi dan
Limnologi di Indonesia 33(1):17-25.
Mas’ud F. 2012. Analisis intrinsic eate sebagai indikator untuk menduga bentuk
eksploitasi perikanan di perairan utara di Kabupaten Lamongan. Jurnal
Perikanan [Internet].
[diunduh