Tingkat Kerentanan Ikan Pelagis Kecil Yang Didaratkan Di Ppn Palabuhanratu, Jawa Barat

TINGKAT KERENTANAN IKAN PELAGIS KECIL YANG
DIDARATKAN DI PPN PALABUHANRATU, JAWA BARAT

EVA YANTI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkat
Kerentanan Ikan Pelagis Kecil yang Didaratkan di PPN Palabuhanratu, Jawa
Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing, dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks, dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Eva Yanti
NIM C24110028

ABSTRAK
EVA YANTI. Tingkat Kerentanan Ikan Pelagis Kecil yang Didaratkan di
PPN Palabuhanratu, Jawa Barat. Dibimbing oleh YONVITNER dan
RAHMAT KURNIA.
Ikan tembang, layang, dan kembung lelaki merupakan ikan pelagis
kecil yang memiliki nilai ekonomis di Teluk Palabuhanratu. Upaya
penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap jaring rampus dapat
menyebabkan penurunan populasi bahkan kerentanan. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengkaji kerentanan stok dan potensi keberlanjutannya.
Analisis produktivitas, dan suseptabilitas merupakan salah satu cara untuk
melihat keberlanjutan ikan yang dilihat dari aspek produktivitas dan
suseptabilitas. Ikan layang memiliki nilai produktivitas, dan suseptabilitas
paling tinggi dibandingkan ikan tembang, dan kembung lelaki. Indeks
kerentanan yang didapat dari ikan tembang, layang, dan kembung lelaki
secara berturut adalah 1,41; 1,27, dan 1,47. Nilai ini menunjukkan bahwa

ikan memiliki kerentanan rendah dan potensi keberlanjutan.
Kata kunci: kerentanan, produktivitas, suseptabilitas

ABSTRACT
EVA YANTI. The Vulnerability of Pelagic Fish Small Landed on PPN
Palabuhanratu, West Java. Supervised by YONVITNER and RAHMAT
KURNIA.
Fringescale sardinella, shortfin scad, and indian mackerelis pelagic
fish are have an economically value in Gulf of Palabuhanratu. The using of
jaring rampus can be cause population depletion and vulnerability. The
purpose of study was to assess the stock vulnerability, and potential of
sustainability. Productivity and susceptability analysist needed to getting
information of continuity of fish resources by productivity, and
susceptability aspect. Scad mackerel had the highest value productivity, and
susceptability than fringescale sardinella, and indian mackerel. The
vulnerability index that have for fringescale sardinella, shortfin scad and
indian mackerel are 1,41; 1,27, and 1,47. This value indicate that statues of
fish as low vulnerable and potential to sustainability.
Keywords: productivity, susceptability, vulnerability


TINGKAT KERENTANAN IKAN PELAGIS KECIL YANG
DIDARATKAN DI PPN PALABUHANRATU, JAWA BARAT

EVA YANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul Tingkat Kerentanan Ikan Pelagis Kecil yang
Didaratkan di PPN Palabuhanratu, Jawa Barat. Skripsi ini disusun dan
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, terutama
kepada :
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kepada penulis
kesempatan untuk studi di Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan
2. Beastudi Etos dan Beasiswa Bidik Misi IPB yang telah memberikan
bantuan dana selama perkuliahan
3. Dr Yonvitner, SPi MSi selaku komisi pembimbing skripsi pertama dan
Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi selaku komisi pembimbing kedua yang
senantiasa memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini
4. Zulhamsyah Imran, SPi MSi selaku komisi penguji, dan Inna Puspa
Ayu, SPi MSi selaku komisi pendidikan yang telah memberikan
masukan dan bimbingan dalam ujian skripsi ini
5. Ir Agus Samosir, M Phil selaku dosen pembimbing akademik
6. Bapak Asep, Bapak Usu, serta Bapak Aris di Badan Pusat Statistik

PPN Palabuhanratu yang telah membantu selama pengumpulan data
7. Staf Tata Usaha Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
8. Ayah, ibu, adik-adik (Jamal dan Jefri) tersayang, serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya
9. Keluarga besar MSP 48, tim penelitian palabuhanratu (Niko, Meti,
Rizka, dan Poppy), keluarga besar Etos Bogor, dan teman-teman yang
senantiasa mendukung yang tidak bisa disebutkan satu persatu
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2015
Eva Yanti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Parameter Kajian
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1

2
2
3
3
3
3
5
8
8
16
18
18
18
19
21
26

DAFTAR TABEL
1
2

3
4
5
6
7
8
9
10

Pengumpulan data produktivitas ikan pelagis kecil
Pengumpulan data suseptabilitas ikan pelagis kecil
Pendugaan parameter pertumbuhan
Pendugaan mortalitas dan laju eksploitasi
Produktivitas sumber daya ikan
Suseptabilitas sumber daya ikan
Pemberian skor parameter produktivitas
Pemberian skor parameter suseptabilitas
Kerentanan sumber daya tiga jenis ikanpelagis kecil
Indeks kerentanan intrinsik berdasarkan Cheung (2007)


4
5
11
11
12
13
14
14
15
15

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7


Diagram alir perumusan masalah
Peta lokasi pengambilan contoh ikan pelagis kecil
Ikan tembang, layang, dan kembung lelaki
Sebaran frekuensi panjang ikan tembang
Sebaran frekuensi panjang ikan layang
Sebaran frekuensi panjang ikan kembung lelaki
Grafik produktivitas dan suseptabilitas

2
3
9
9
10
10
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

4
5
6
7
8

Dokumentasi penelitian
Penetapan skor atribut produktivitas
Penetapan skor atribut suseptabilitas
Hasil parameter produktivitas ikan pelagis kecil
Hasil penilaian parameter produktivitas
Sebaran frekuensi panjang
Parameter pertumbuhan
Mortalitas dan laju eksploitasi

21
21
21
22
23
24
24
24

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan pelagis kecil merupakan anggota dari filum Chordata yang tersebar di
perairan Indonesia. Termasuk diantaranya adalah ikan tembang (Sardinella
fimbriata), ikan layang (Decapterus macrosoma), dan ikan kembung lelaki
(Rastrelliger kanagurta). Ikan-ikan pelagis kecil ini termasuk kelompok target
utama penangkapan.
Alat tangkap ikan pelagis kecil salah satunya adalah jaring rampus. Jaring
rampus adalah jaring insang yang dioperasikan di dasar perairan dengan cara
menghadang arah gerak ikan. Jaring rampus memiliki panjang kurang lebih 104
meter, dan lebar jaring adalah dua meter. Jaring rampus memiliki bentuk empat
persegi panjang yang memiliki ukuran mata jaring sama pada seluruh badan
jaring. Pada bagian atas jaring dipasangkan pelampung, sedangkan dibawah
dipasangkan pemberat.
Perimbangan dua gaya yang berlawanan antara
pelampung dan pemberat serta berat jaring itu sendiri, maka jaring akan terentang
dalam air (Ayodhyoa 1981 in Suryawan 2004). Jaring rampus yang digunakan
cukup efisien, penggunaannya mudah, dan biaya pembuatannya relatif terjangkau
karena dapat dibuat oleh nelayan sendiri (Suryawan, 2004).
Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2006-2010), jumlah produksi hasil
tangkapan ikan pelagis kecil yang didaratkan di PPN Palabuhanratu mengalami
penurunan setiap tahun. Pada tahun 2006 produksi ikan tembang 1.779 kg,
sementara pada tahun 2010 produksi ikan hanya mencapai 363 kg (Badan Pusat
Statistik PPN Palabuhanratu, 2013). Meningkatnya permintaan ikan pelagis kecil
dipasar domestik, mendorong pelaku usaha penangkapan ikan atau nelayan
Sukabumi melakukan peningkatan penangkapan terhadap ikan pelagis kecil.
Tingginya penangkapan dapat menyebabkan penurunan produksi stok
ikan. Produktivitas stok ikan yang menurun akibat adanya penangkapan dapat
menyebabkan adanya kerentanan stok. Menurut Karsperson et al. (2001) in
Triramdani (2014), menyebutkan bahwa kerentanan adalah tingkatan pada suatu
sistem yang dipengaruhi oleh keterbukaan sistem atau gangguan dan kemampuan
untuk mengatasi atau memulihkan diri terhadap gangguan.
Kegiatan penangkapan yang dilakukan secara terus menerus dapat
menyebabkan gangguan pada aspek reproduksi, suseptabilitas dan produktivitas.
Potensi gangguan pada produktivitas meliputi pertumbuhan, ukuran pertamakali
matang gonad, fekunditas, rekrutmen dan mortalitas. Potensi gangguan pada
aspek suseptabilitas adalah harga ikan, konsentrasi geografis, dan laju eksploitasi.
Oleh karena itu, diperlukan kajian mengenai tingkat kerentanan sumber daya ikan
pelagis kecil berbasis data produktivitas, dan suseptabilitas untuk mengevaluasi
keberlanjutan sumber daya ikan pelagis kecil yang berasal dari Teluk
Palabuhanratu. Selain itu, penelitian didasarkan pada belum banyaknya kajian
mengenai tingkat kerentanan ikan pelagis kecil di Teluk Pelabuhanratu.

2
Perumusan Masalah
Sumber daya ikan mampu membarui dirinya melalui proses pertumbuhan
dan rekrutmen melalui reproduksi. Pemanfaatan sumber daya ikan yang bersifat
open access dapat menyebabkan upaya penangkapan yang berlebih sehingga
menimbulkan resiko kerentanan pada ikan. Kerentanan didefinisikan sebagai
tingkat resiko yang akan mempengaruhi spesies ikan terhadap produktivitas dan
suseptabilitas.
Permasalahan yang menyangkut produktivitas dapat berupa panjang
maksimum ikan yang menurun, maupun pertumbuhan ikan yang lambat.
Permasalahan suseptabilitas dapat berupa mortalitas penangkapan yang tinggi,
biomassa hasil tangkapan ikan yang rendah, maupun alat tangkap yang dapat
merusak morfologi ikan dan ekosistem perairan. Kondisi demikian dikhawatirkan
dapat menimbulkan potential risk yang semakin besar. Oleh karena itu,
diperlukan pengelolaan sumber daya ikan agar tetap lestari dan berkelanjutan.
Menurut Patrick et al. (2009), Productivity and Susceptibility Analysis (PSA)
merupakan salah satu metode yang tepat untuk mengukur tingkat kerentanan
sumber daya ikan akibat penangkapan yang dilihat dari parameter produktivitas
dan suseptabilitas.
Panjang maksimum
menurun
Produktivitas
Pertumbuhan
lambat
Potensial
Risk

Mortalitas
penangkapan tinggi
Biomassa hasil
tangkapan rendah

Pengelolaan
sumberdaya
ikan

Suseptabilitas

Alat tangkap
merusak morfologi
ikan dan ekosistem

Gambar 1 Diagram alir perumusan masalah
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerentanan sumber daya
ikan pelagis kecil yang meliputi ikan tembang (Sardinella fimbriata), ikan layang
(Decapterus macrosoma), dan ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)
berbasis data produktivitas dan suseptabilitas, untuk mengevaluasi potensi
keberlanjutan spesies ikan tersebut.

3

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, dan referensi umum
mengenai tingkat kerentanan sumber daya ikan pelagis kecil untuk pengelolaan
perikanan yang berkelanjutan.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian bertempat di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Pengambilan contoh
dilaksanakan sebanyak empat kali pada bulan Desember 2014 hingga Maret 2015.
Ikan contoh yang diperoleh merupakan ikan hasil tangkapan nelayan didaratkan di
PPN Palabuhanratu. Ikan tersebut kemudian dianalisis di Laboratorium Biologi
Perikanan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Dipersiapkan oleh :
C24110028

Gambar 2 Peta lokasi pengambilan ikan contoh pelagis kecil
Parameter Kajian
Kajian kerentanan berasal dari pengumpulan data panjang total ikan (mm),
bobot ikan (gram), bobot gonad (gram), diamater telur, dan harga ikan (Rp). Data
yang akan dikumpulkan untuk mengkaji kerentanan mencakup data produktivitas
dan suseptabilitas (Tabel 1 dan 2) berdasarkan Patrick et al. (2009). Pengumpulan
data primer terdiri dari pengambilan ikan contoh dan kegiatan wawancara.
Pengambilan ikan contoh dilakukan dengan menggunakan metode pengambilan
contoh acak sederhana (Walpole 1995). Ikan contoh diperoleh dari PPN
Palabuhanratu yang merupakan hasil tangkapan nelayan yang didaratkan di PPN
Palabuhanratu. Data yang dikumpulkan meliputi panjang total ikan yang diukur
dengan menggunakan penggaris (mm), dan bobot basah ditimbang menggunakan
timbangan digital (gram). Data sekunder berupa data produksi ikan per tahunnya
diperoleh dari Badan Pusat Statistik PPN Palabuhanratu, serta data pendukung

4
dari fishbase berupa identifikasi ikan contoh. Kegiatan wawancara dilakukan
terhadap nelayan yang menangkap ikan tembang, layang dan kembung lelaki
dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur atau kuisioner.
Tabel 1 Pengumpulan data produktivitas ikan pelagis kecil
Sumber basis
data

Parameter

Produksi

r (laju pertumbuhan
intrinstik)

Panjang

Umur maksimum
Panjang maksimum
Ukuran pertamakali
matang gonad
M (mortalitas alami)

Bobot
TKG

F (mortalitas
penangkapan)
K (koefisien
pertumbuhan)
Fekunditas
Pola rekruitmen

Analisis

Pengumpulan data

Growth Analysis

Data sekunder

Length frequency
analysis
Length frequency
analysis
Persamaan Udupa
Persamaan empiric
Pauly
Persamaan empiric
Pauly
Bertalanffy
Gravimetrik dan
volumetric
Normsep and
Gausian
distribution

Data primer
Data primer
Data primer
Data primer
Data primer
Data primer
Data primer
Data primer

Tabel 2 Pengumpulan data suseptabilitas ikan pelagis kecil
Sumber basis data

Parameter

Analisis

Pengumpulan data

Distribusi

Manajemen strategi
Area Overlap
Konsentrasi geografis
Vertical overlap

Distribusi

Kuisioner

Panjang ikan

F/M

Persamaan Pauly
dan Evanof

Kuisioner

Ricker

Data primer

Pola Distribusi

Kuisioner

Pola Distribusi

Kuisioner

Morfologis

Kuisioner

Morfologis
Nilai produksi
Distribusi dan
habitat

Kuisioner
Kuisioner

Bobot jumlah
Migrasi
Schooling
Morfology
Morfology
Harga ikan
Habitat

SSB (spawning stock
biomass)
Migrasi musiman
Pengelompokan dan
respon kebiasaan
Pengaruh alat tangkap
terhadap morfologi
Survival after capture
Nilai ekonomi
Dampak alat tangkap
terhadap lingkungan

Kuisioner

5
Analisis Data
Sebaran frekuensi panjang
Analisis sebaran frekuensi panjang ikan dilakukan menggunakan data
panjang total ikan yang ditangkap (Effendi 2002). Menurut Effendi (2002),
analisis data fekuensi panjang ikan meliputi, penentuan jumlah selang kelas, lebar
selang kelas, menentukan kelas frekuensi, dan memasukan frekuensi masingmasing kelas. Sebaran frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang
kelas panjang yang sama, kemudian diplotkan dalam sebuah grafik. Grafik
tersebut menggambarkan jumlah kelompok umur (kohort) yang ada, dan
perubahan posisi ukuran panjang kelompok umur yang sama (Sparre dan Venema
1999).
Pendugaan L∞, K, dan
Koefisien pertumbuhan (K) dan L∞ dapat diduga dengan menggunakan
program FISAT (FAO-ICLARM Stock Assesment Tools) II. Metode yang
digunakan pada FISAT II adalah ELEFAN I (Electronic Length-Frequency
Analysis), (Amin et al. 2014). Pendugaan terhadap nilai (umur teoritis ikan
pada saat panjang sama dengan nol) diperoleh melalui persamaan Pauly (1983) in
Sparre dan Venema (1999) :
log (- ) = 3,3922 – 0.2752 (log L∞) – 1,038 (log K)
L∞ adalah panjang asimptotik ikan, K adalah koefisien laju pertumbuhan,
t adalah umur ikan, dan adalah umur ikan pada saat panjang sama dengan nol.
Menurut Pauly (1984), dengan nilai K dan yang diperoleh dapat diketahui umur
maksimum suatu ikan. Pendugaan umur maksimum ikan (tmax) dapat diperoleh
menggunakan rumus sebagai berikut:
tmax = +
Mortalitas dan laju eksploitasi
Konsep parameter pertumbuhan penting untuk diketahui guna pengelolaan
sumberdaya perikanan selanjutnya. Parameter mortalitas ini meliputi mortalitas
alami, dan mortalitas penangkapan (Sparre dan Venema 1999). Berikut ini adalah
langkah – langkah untuk menduga laju mortalitas total (Z) :
Langkah 1 : Mengkonversikan data panjang ke data umur dengan menggunakan
invers persamaan Von Bertalanffy.
t ( L )  t0 

1 
L 

Ln1 
K  L 

Langkah 2 : Menghitung waktu yang diperlukan oleh rata – rata ikan untuk
tumbuh dari panjang L1 ke L2.
t  t ( L2 )  t ( L1 ) 

1  L  L1 

Ln
K  L  L2 

Langkah 3 : Menghitung waktu panjang rata – rata.

L  L2
1 
 L  L2 
t 1
  t 0  Ln1  1
K 
2 L
 2 





6
Langkah 4 : Menurunkan kurva hasil tangkapan yang dilinearkan yang dikonversi
ke panjang.
Ln

c( L1 , L2 )
L  L2
 c  Z *t 1
2
t ( L1 L2 )

Persamaan di atas adalah bentuk persamaan linear dengan kemiringan b =
- Z. Untuk laju mortalitas alami (M) dapat diduga dengan menggunakan rumus
empiris Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999), sebagai berikut :
M  0,8 * exp ( 0,01520, 279*LnL 0,6543*LnK0, 463*LnT )

Keterangan :
M= mortalitas alami
L∞= panjang asimptotik pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy
(mm)
K = koefisien pertumbuhan
= umur ikan pada saat panjang 0
T = suhu rata-rata permukaan air (ºC)
Setelah laju mortalitas total (Z) dan laju mortalitas alami (M) diketahui,
maka laju mortalitas penangkapan dapat ditentukan dengan rumus (Pauly 1988), :
F=Z–M
Selanjutnya Pauly (1988,) menyatakan laju eksploitasi dapat ditentukan
dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas
total (Z) :
E

F
F

FM
Z

Keterangan :
F = laju mortalitas penangkapan (per tahun)
Z= laju mortalitas total (per tahun)
M= laju mortalitas alami (per tahun)
E= tingkat eksploitasi
Laju mortalitas penangkapan (F) atau laju eksploitasi optimum menurut
Gulland (1971), adalah :
Foptimum = M sehingga Eoptimum = 0,5
Fekunditas
Fekunditas ikan dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Effendi
2002), sebagai berikut :
F=

7
Keterangan :
F = fekunditas (butir)
G = berat gonad (gram)
V = volume pengenceran (ml)
X = jumlah telur tiap ml (butir)
Q = berat telur contoh (gram)
Nilai ekonomi
Nilai ekonomi didapat dari hasil wawancara, dan data sekunder. Nilai
ekonomi yang di maksud adalah tingkat ekonomi ikan yang dikaji dibandingkan
dengan jenis ikan lainnya.
Nilai kerentanan
Batas untuk menentukan seberapa rentan yang terjadi akibat aktivitas
penangkapan adalah 1,8. Menurut Patrick et al. (2009), penentuan skor
kerentanan dengan menggunakan nilai produktivitas dan suseptabilitas adalah :
v =√
Keterangan :
v = kerentanan
p = skor produktivitas
s = skor suseptabilitas
Tahapan PSA
Analisis produktivitas dan suseptabilitas pengerjaannya dilakukan dengan
menggunakan software PSA 1,4 yang dikembangkan oleh national oceanic and
atmospheric administration (NOAA) Nasional Marine Fisheries Service,
berdasarkan Patrick et al. (2009) (Lampiran 2). Langkah awal dalam analisis
adalah dengan memasukkan data base kedalam format Excel untuk masingmasing parameter produktivitas dan suseptabilitas. Parameter yang dikaji dalam
analisis PSA diantaranya parameter produktivitas, dan suseptabilitas. Parameter
produktivitas yang dikaji adalah pertumbuhan intrinsik, umur maksimum,
koefisien pertumbuhan, ukuran maksimum, fekunditas, pola rekruitmen, kematian
alami, kematian akibat penangkapan, , dan ukuran pertama kali matang gonad.
Selain parameter produktivitas, kerentanan juga dilihat dari parameter
suseptabilitas. Stok ikan yang tinggi, dan suseptabilitas yang rendah memiliki
kemampuan bertahan diri yang baik dan sebaliknya. Suseptabilitas (kerentanan)
merupakan sebuah hasil dari empat aspek independen yakni: ketersediaan,
encounterability (kemampuan menghadapi), selektivitas, dan kematian pasca
penangkapan (Patrick et al. 2009). Parameter suseptabilitas yang dikaji antara
lain manajemen strategi, konsentrasi geografis, area overlap, vertical overlap,
spawning stock biomass (SSB), F/M, migrasi musiman, pengelompokkan,
pengaruh alat tangkap terhadap morfologi ikan dan lingkungan, survival after
capture, dan nilai ekonomi.
Parameter produktivitas dan suseptabilitas tersebut dilakukan penilaian
berupa pemberian skor atribut, bobot nilai, dan kualitas data (Patrick et al. 2009).
Berdasarkan unsur subjektif peneliti setiap parameter yang diamati memiliki
tingkat kepentingan yang sama. Atribut skor disesuaikan dengan kriteria dari

8
NOAA (Lampiran 2 dan 3). Pemberian bobot nilai berkisar antara 0 hingga 4 (0 =
tidak penting, 1 = kurang penting, 2 = penting, 3 = lebih penting, 4 = sangat
penting). Sumber data yang digunakan dalam analisis menunjukkan kualitas data.
Kualitas data berkisar antara 1 hingga 5 (1 = data primer, 2 = data terbatas, 3 =
data dari jurnal, 4 = data dari fishbase, 5 = tidak ada data). Data dibuat ke dalam
suatu skor dan dimasukkan pada software PSA dalam format stock list (Patrick et
al. 2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Deskripsi ikan
Terdapat tiga jenis ikan pelagis kecil yang menjadi ikan contoh dalam
pengambilan contoh, diantaranya ikan tembang, layang, dan kembung lelaki.
Keiga ikan contoh termasuk ikan bernilai ekonomis penting, dan ditangkap
dengan alat tangkap jaring rampus pada pagi hingga siang hari. Ketiga jenis ikan
contoh tersebut berada dalam famili dan jenis yang berbeda. Masing-masing ikan
contoh memiliki ciri fisiologis yang berbeda.
Ikan tembang (Sardinella fimbriata), termasuk kedalam famili Clupeidae.
Ikan tembang bersifat omnivora cenderung herbivora dengan makanan utamanya
adalah fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae (Izzani 2012). Ikan ini memiliki
bentuk tubuh yang pipih dan memanjang. Saanin (1979) in Aswar (2011)
menyatakan bahwa ikan tembang mempunyai bentuk tubuh yang memanjang,
badan tertutup sisik sampai di kepala, kecuali bagian moncong sebelah depan.
Mulut agak lebar dengan gigi yang lemah, tanda khususnya adalah sepasang gurat
sisi (linea lateralis) membentuk garis yang tak terputus – putus memanjang mulai
dari ujung ekor sampai di ujung tutup insang. Kebanyakan ikan tembang
berwarna agak cerah yaitu warna tubuhnya yang bertingkat, di bagian dorsal
berwarna biru kemudian bagian sisik keperak–perakan, dan putih bagian perut
(Aswar 2011). Ikan tembang di PPN Palabuhanratu dijual dengan harga mencapai
Rp 10.000 perkilogram.
Ikan layang termasuk kedalam famili Carangidae. Ikan layang termasuk
ikan omnivora cenderung karnivora dengan makanan utamanya adalah jenis
copepoda dan udang-udang kecil. Ikan ini memiliki tubuh memanjang, sepintas
seperti tongkol. Ikan layang termasuk ikan yang memiliki nilai ekonomis penting,
di PPN Palabuhanratu harga jual ikan ini mencapai Rp 35.000 perkilogram.
Ikan kembung lelaki termasuk kedalam famili Scombridae. Ikan kembung
lelaki merupakan ikan pemakan plankton terutama larva krustasea (Carpenter dan
Niem 2001a). Ikan kembung lelaki memiliki bentuk tubuh yang memanjang dan
pipih.

9

(a)
(b)
(c)
Gambar 3 (a) Ikan Tembang (Sardinella fimbriata), (b) Layang (Decapterus
macrosoma), (c) Kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)

Sebaran frekuensi panjang
Tembang (Sardinella fimbriata)
Jumlah ikan tembang yang terkumpul selama empat kali pengambilan data
dimulai dari bulan Desember 2014 hingga Maret 2015 ialah sebanyak 405 ekor.
Panjang total ikan berkisar antara 115-170 mm. Sebaran ukuran panjang ikan tiap
pengambilan contoh disajikan pada Gambar 4.

Frekuensi (ind/ekor)

250
200

Lm= 173,4

150
100
50
0

117.5123.5129.5135.5141.5147.5153.5159.5165.5171.5
Nilai tengah (mm)

Keterangan :
Lm = ukuran pertamakali matang gonad
Gambar 4 Sebaran frekuensi ikan tembang
Kisaran ikan tembang paling banyak tertangkap ialah pada ukuran nilai
tengah 147,5 mm, sedangkan kisaran paling sedikit tertangkap pada ukuran nilai
tengah 117,5 mm. Ukuran 50% matang gonad berada pada selang kelas 173,4
mm. Panjang rata-rata ikan tembang yang tertangkap adalah 145 mm.
Layang (Decapterus macrosoma)
Jumlah ikan layang yang terkumpul selama empat kali pengambilan data
dimulai dari bulan Desember 2014 hingga Maret 2015 ialah sebanyak 480 ekor.
Panjang total ikan berkisar antara 210-310 mm. Sebaran ukuran panjang ikan tiap
pengambilan contoh disajikan pada Gambar 5.

10
Lm = 317,6
Frekuensi (ind/ekor)

250
200
150
100
50
0
215 226 237 248 259 270 281 292 303 314
Nilai tengah (mm)

Keterangan :
Lm = ukuran pertamakali matang gonad
Gambar 5 Sebaran frekuensi ikan layang
Kisaran ikan layang paling banyak tertangkap ialah pada ukuran nilai
tengah 303 mm, sedangkan kisaran paling sedikit tertangkap pada ukuran nilai
tengah 226 mm. Ukuran 50% matang gonad berada pada selang kelas 317,6 mm.
Panjang rata-rata ikan layang yang tertagkap adalah 287 mm.
Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta)
Jumlah ikan kembung lelaki yang terkumpul selama empat kali
pengambilan data dimulai dari bulan Desember 2014 hingga Maret 2015 ialah
sebanyak 485 ekor. Panjang total ikan berkisar antara 112-199 mm. Sebaran
ukuran panjang ikan tiap pengambilan contoh disajikan pada Gambar 6.

Frekuensi (ind/ekor)

250

Lm = 200,8
200
150
100
50
0
116 125 134 143 152 161 170 179 188 197
Nilai tengah (mm)

Keterangan :
Lm = ukuran pertamakali matang gonad
Gambar 6 Sebaran frekuensi ikan kembung lelaki
Kisaran ikan kembung lelaki yang tertangkap paling banyak ialah pada
nilai tengah 188 mm, sedangkan kisaran ikan tertangkap paling sedikit ialah pada

11
ukuran nilai tengah 116 mm. Ukuran 50% matang gonad berada pada selang
kelas 200,8 mm. Panjang rata-rata ikan kembung lelaki yang tertangkap adalah
181 mm.
Pertumbuhan
Parameter pertumbuhan dengan menggunakan model Von Bartalanffy (L,
K, dan ) diduga dengan menggunakan program FISAT (FAO-ICLRAM Stock
Assesment)-ELEFAN 1 dengan selang kelas, nilai tengah dan frekuensi
dimasukkan terlebih dahulu. Hasil analisis parameter pertumbuhan ikan tembang,
layang, dan kembung lelaki adalah koefisien pertumbuhan (K) dan panjang
asimptotik (L∞) serta umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol ( )
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Pendugaan parameter pertumbuhan
Nama ikan
Tembang
Layang
Kembung lelaki

L∞ (mm)
180,88
320,25
200,05

K (bulan)
1,30
1,20
1,30

(bulan)
-0,57
-0,06
-1,03

Nilai panjang asimptotik (L∞) paling besar terdapat pada ikan layang.
Nilai konstanta pertumbuhan ikan layang lebih kecil dari ikan tembang dan
kembung lelaki. Nilai umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol ( )
ikan layang paling kecil dibandingkan kedua ikan lainnya. Berdasarkan hasil
penelitian yang pernah dilakukan oleh Syakila (2009), di Teluk Palabuhanratu
ikan tembang tersebut memiliki nilai panjang asimptotik sebesar 170 mm, dan
nilai K sebesar 1,48. Penelitian terhadap ikan layang juga dilakukan oleh
Prihartini (2006) dengan nilai panjang asimptotik sebesar 230 mm. Menurut
penelitian Amin et al. (2014), menunjukkan nilai panjang asimptotik ikan
kembung lelaki sebesar 278,3 mm dan nilai K adalah 1,5 per tahun.
Mortalitas dan laju eksploitasi
Laju mortalitas alami (M) dapat dihitung dengan menggunakan rumus
Pauly. Laju mortalitas total (Z) dapat diketahui dengan regresi berdasarkan data
panjang yang dilinierkan. Laju mortalitas penangkapan (F) dapat diketahui dari
selisih antara laju mortalitas total dan laju mortalitas alami. Hasil analisis laju
mortalitas dan laju eksploitasi disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Pendugaan mortalitas dan laju eksploitasi
Nama ikan
M
F
Z
E

Tembang
1,0
3,0
4,0
0,7

Layang
0,8
1,7
2,5
0,6

Kembung lelaki
1,0
5,8
6,8
0,8

Berdasarkan Tabel 4 laju mortalitas penangkapan (F) ikan kembung lelaki
paling tinggi adalah sebesar 5,8 per tahun, sedangkan nilai terendah adalah pada
ikan layang sebesar 1,4 per tahun. Laju mortalitas penangkapan ini jauh lebih
besar dibandingkan laju mortalitas alami (M). Nilai laju eksploitasi paling tinggi

12
terdapat pada ikan kembung lelaki sebesar 0,8 per tahun, dan nilai terendah pada
ikan layang sebesar 0,6 per tahun.
Parameter produktivitas dan suseptabilitas
Ikan tembang, layang, dan kembung lelaki merupakan hasil tangkapan dari
sekitar perairan Teluk Palabuhanratu yang didaratkan di PPN Palabuhanratu.
Perbedaan spesies dari ketiga ikan tersebut berpengaruh terhadap biologi dan
dinamika stok. Pengetahuan terhadap aspek biologi stok ikan tersebut penting
terhadap pengelolaan perikanan berkelanjutan untuk menjaga kelestariannya.
Produktivitas merupakan salah satu parameter PSA yang digunakan untuk
melihat kapasitas kemampuan pulih dari sumber daya ikan tersebut. Terdapat
sepuluh aspek biologi dan kondisi lingkungan sumber daya pada parameter
produktivitas yang dikaji. Suseptabilitas merupakan kecenderungan sumber daya
untuk tertangkap. Kedua parameter ini saling berhubungan dan mempengaruhi
satu sama lain, sehingga dapat menggambarkan tingkat kerentanan suatu sumber
daya yang dilihat dari aspek biologi dan penangkapannya. Berikut merupakan
hasil analisis data produktivitas dari ikan tembang, layang, dan kembung lelaki
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Produktivitas sumber daya ikan
Atribut

Satuan

Pertumbuhan intrinsik (r)
Umur maksimum
Ukuran maksimum

per tahun
Tahun
Mm

Fekunditas
Lmature
Koefisien pertumbuhan
(K)
Mortalitas alami (M)
Mortalitas penangkapan
(F)

Butir
Mm

Pola rekrutmen

%

Tahun

Nama ikan
Tembang
Layang
1,00
1,00
1,73
2,43
170
310
9.01493.01413.434
130.447
173,37
317,57

Kembung
1,70
1,28
199
31.48760.541
200,72

1,30
1,06

1,20
0,85

1,30
1,03

3,01
-0,58
18,83

1,74
-0,06
19,15

5,85
-1,03
16,71

Tabel 5 menunjukkan bahwa pertumbuhan intrinsik ikan kembung lelaki
lebih besar dibandingkan dengan ikan lainnya. Ikan layang hidup dalam jangka
waktu yang lebih panjang dari ikan kembung lelaki dan tembang, selama 1,95
tahun. Ukuran maksimum ikan layang lebih besar dibandingkan ikan lainnya
sebesar 310 mm, sehingga ikan layang memiliki waktu untuk mencapai panjang
maksimum yang lebih lama dari ikan tembang dan kembung lelaki.
Ikan tembang lebih pendek, sebesar 170 mm. Ikan layang memiliki nilai
koefisien pertumbuhan yang lebih kecil dari ikan lainnya, sebesar 1,20.
Fekunditas yang dihasilkan masing-masing ikan berbeda.
Mortalitas
penangkapan ketiga jenis ikan contoh lebih besar dari pada mortalitas alami.
Kematian akibat penangkapan tertinggi terdapat pada ikan kembung lelaki,
sebesar 5,85. Keberhasilan rekrutmen menunjukkan ikan kembung memiliki
potensi yang paling kecil, sebesar 16,71%.

13
Parameter suseptabilitas berupa manajemen strategi, konsentrasi geografis,
area overlap, vertical overlap, spawning stock biomass (SSB), F/M, migrasi
musiman, pengelompokkan, pengaruh alat tangkap terhadap morfologi ikan,
survival after capture, dan nilai ekonomi. Hasil analisis parameter suseptabilitas
dari ikan tembang, layang, dan kembung lelaki yang telah di analisis disajikan
pada Tabel 6.
Tabel 6 Suseptabilitas sumber daya ikan
Nama ikan
Atribut
Suseptabilitas
Strategi
manajemen
Area overlap
Konsentrasi
geografis
Vertikal overlap
F/M
SSB (Spawning
Stock Biomass)
Migrasi musiman

Pengelompokan
dan respon
kebiasaan
Pengaruh alat
tangkap terhadap
morfologi ikan
Ketahanan ikan
setelah
Penangkapan
Nilai ekonomi
Dampak alat
tangkap terhadap
lingkungan

Tembang

Layang

Kembung

Stok ikan memiliki
batasan
penangkapan tapi
tidak termonitori
90 % di wilayah
penangkapan
60% tersebar di
daerah penangkapan
80% berada pada
kedalaman yg sama
2,83
50% stok berkurang
dari populasi awal
Ikan melakukan
migrasi pada
musim-musim
tertentu
Hidup ikan
bergerombol
mempengaruhi hasil
tangkapan
95 % ikan tidak
mengalami
kerusakan morfologi
saat ditangkap
Ketahanan setelah
penangkapan sekitar
85%
Harga jual ikan Rp
5.000/Kg

Stok ikan memiliki
batasan
penangkapan tapi
tidak termonitori
90 % di wilayah
penangkapan
60% tersebar di
daerah penangkapan
80% berada pada
kedalaman yg sama
2,02
50% stok berkurang
dari populasi awal
Ikan melakukan
migrasi pada
musim-musim
tertentu
Hidup ikan
bergerombol
mempengaruhi hasil
tangkapan
95 % ikan tidak
mengalami
kerusakan morfologi
saat ditangkap
Ketahanan setelah
penangkapan sekitar
85%
Harga jual ikan Rp
35.000/Kg

Stok ikan memiliki
batasan
penangkapan tapi
tidak termonitori
90 % di wilayah
penangkapan
60% tersebar di
daerah penangkapan
80% berada pada
kedalaman yg sama
5,67
50% stok berkurang
dari populasi awal
Ikan melakukan
migrasi pada
musim-musim
tertentu
Hidup ikan
bergerombol
mempengaruhi hasil
Tangkapan
95 % ikan tidak
mengalami
kerusakan morfologi
saat ditangkap
Ketahanan setelah
penangkapan sekitar
85%
Harga jual ikan Rp
25.000/Kg

Dampak terhadap
habitat minim

Dampak terhadap
habitat minim

Dampak terhadap
habitat minim

Penangkapan terhadap ikan tembang, layang, dan kembung lelaki belum
adanya kebijakan perikanan, dan tidak ada kegiatan monitoring dengan baik.
Nilai F/M menunjukkan kematian penangkapan ikan kembung lelaki lebih besar
dibandingkan ikan lainnya. Ikan layang memiliki harga jual paling tinggi sebesar
Rp 35.000 perkilogram, sedangkan ikan tembang memiliki harga jual terendah
sebesar Rp 5.000 perkilogram.

14
Hasil dari parameter produktivitas dan suseptabilitas yang didapatkan
diberi skoring untuk bobot nilai, skor atribut, dan kualitas data. Pemberian skor
pada parameter produktivitas berdasarkan pada NOAA yang dimodifikasi oleh
penelitian yang dilakukan oleh Yonvitner (2014), sedangkan pemberian skor pada
parameter suseptabilitas memakai acuan Patrick et al. (2009). Pemberian skor
produktivitas dan suseptabilitas disajikan pada Tabel 7 dan 8.
Tabel 7 Pemberian skor parameter produktivitas
Atribut Produktivitas
Pertumbuhan intrinsik (r)
Umur maksimum
Ukuran maksimum
Fekunditas
Lmature
Koefisien pertumbuhan (K)
Mortalitas alami (M)
Mortalitas penangkapan (F)
Pola rekrutmen

Tembang
1
3
2
1
3
3
2
2
1
2

Layang
1
3
3
3
3
3
2
2
3
2

Kembung Lelaki
1
3
3
2
3
3
2
1
1
1

Tabel 8 Pemberian skor parameter suseptabilitas
Atribut Suseptabilitas

Tembang

Layang

Manajemen strategi
Area overlap
Konsentrasi geografis
Vertikal overlap
F/M
SSB (Spawning Stock Biomass)
Migrasi musiman
Pengelompokan dan respon kebiasaan
Pengaruh alat tangkap terhadap morfologi ikan
Survival after capture
Nilai ekonomi
Dampak alat tangkap terhadap lingkungan

3
3
1
3
3
1
1
3
2
1
2
1

3
3
1
3
3
2
1
3
2
1
3
1

Kembung
Lelaki
3
3
1
3
3
1
1
3
2
1
3
1

Analisis produktivitas dan suseptabilitas menggunakan software PSA yang
dikembangkan oleh NOAA, menghasilkan grafik yang menghubungkan parameter
produktivitas, dan suseptabilitas.
Penomoran lingkaran pada gambar
menunjukkan jenis ikan yang diteliti. Nomor 1 menjelaskan ikan tembang, nomor
2 menjelaskan ikan layang, dan nomor 3 menjelaskan ikan kembung lelaki. Garis
warna merah yang membujur menunjukkan bahwa ikan memiliki tingkat
kerentanan tinggi. Kerentanan sedang ditunjukkan oleh garis warna hijau
membujur. Adapun garis warna biru yang membujur menujukkan daerah
kerentanan rendah.

15

Gambar 7 Grafik produktivitas dan suseptabilitas. Warna pada lingkaran
menunjukkan kualitas data dan angka didalam lingkaran menunjukkan jenis ikan.
Gambar 7 menunjukkan bahwa ikan layang memiliki nilai produktivitas
dan suseptabilitas yang paling tinggi dibandingkan ikan lainnya. Ikan tembang
dan ikan kembung lelaki memiliki nilai produktivitas yang sama.
Analisis Kerentanan
PSA merupakan metode yang digunakan dalam menganalisis tingkat
resiko kerentanan stok ikan untuk pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.
PSA dapat digunakan pada multispesies dengan menggunakan parameter biologi
dan ekologi (Patrick et al. 2009). Indeks kerentanan ikan tembang, layang, dan
kembung lelaki ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9 Kerentanan sumber daya tiga jenis ikan pelagis kecil
No
1
2
3

Nama Ikan
Tembang
Layang
Kembung Lelaki

Nilai
Produktivitas
2,00
2,50
2,00

Nilai
Suseptabilitas
2,00
2,17
2,08

Indeks
Kerentanan
1,41
1,27
1,47

Indeks kerentanan ikan kembung lelaki memiliki nilai indeks kerentanan
paling tinggi dibandingkan ikan tembang dan ikan layang, sebesar 1,47. Nilai
kerentanan terendah adalah ikan layang sebesar 1,27. Ikan tembang dan ikan
kembung lelaki memiliki nilai produktivitas yang sama namun nilai suseptabilitas
dan indeks kerentanannya berbeda. Ikan layang memiliki nilai suseptabilitas
paling tinggi sebesar 2,17, sedangkan nilai suseptabilitas terendah pada ikan
tembang sebesar 2.
Tabel 10 Indeks kerentanan intrinsik berdasarkan Cheung (2007)
Nama Ikan
Tembang
Layang
Kembung lelaki

Spesies
Sardinella fimbriata
Decapterus macrosoma
Rastrelliger kanagurta

Indeks Kerentanan (Chueng)
45
26
45

16
Nilai indeks kerentanan intrinsik ketiga spesies berdasarkan Cheung
(2007), adalah 6,35 dan termasuk kedalam kategori kerentanan rendah. Ikan
layang memiliki nilai kerentanan paling rendah.
Pembahasan
Panjang minimum ikan tembang yang tertangkap adalah 115 mm, dan
panjang maksimum adalah 170 mm. Sebaran ukuran panjang ikan tembang
selama pengamatan pada setiap bulannya disajikan pada Gambar 4. Hasil
penelitian Sari (2013), memperlihatkan sebaran frekuensi panjang total ikan
tembang berkisar antara 103 hingga 165 mm. Nilai 50% tingkat kematangan
gonad ikan tembang berada pada selang kelas 173,3666 mm. Ikan layang
memiliki panjang maksimum sebesar 310 mm, dan panjang minimum sebesar 210
mm. Nilai 50% tingkat kematangan gonad ikan layang berada pada selang kelas
317,5652 mm. Ikan kembung lelaki memiliki panjang maksimum sebesar 199
mm, dan panjang minimum sebesar 112 mm. Nilai 50% tingkat kematangan
gonad ikan layang berada pada selang kelas 200,7176 mm. Nilai 50% matang
gonad menunjukkan bahwa ikan yang tertangkap secara umum pada ukuran yang
belum matang gonad.
Pertumbuhan diartikan sebagai pertambahan ukuran panjang dan bobot
dalam suatu waktu. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal (dalam)
dan eksternal (luar). Faktor internal biasanya sulit dikontrol karena merupakan
bawaan dari genetik suatu spesies, seperti keturunan, sex, umur, dan penyakit.
Faktor eksternal yang utama mempengaruhi pertumbuhan ikan ialah makanan dan
suhu perairan (Effendi 2002).
Ikan layang memiliki nilai koefisien pertumbuhan lebih rendah
dibandingkan ikan tembang dan kembung lelaki.
Semakin lambat laju
pertumbuhannya maka akan semakin lambat mencapai panjang asimptotik,
sehingga umur hidupnya lebih lama. Produktivitas rendah ditunjukkan dengan
rendahnya nilai koefisien pertumbuhan.
Umur maksimum berkorelasi negatif terhadap mortalitas alami (Hoening
1983 in Patrick et al. 2009). Ikan yang memiliki umur maksimum lebih pendek
maka kematian alami ikan tersebut akan tinggi, karena ikan tersebut cepat
mencapai panjang asimptotik. Ikan layang memiliki nilai panjang asimptotik
lebih tinggi dibandingkan ikan tembang dan kembung lelaki. Hal ini diduga
karena perbedaan spesies ikan masing-masing.
Kerentanan suatu spesies dalam sebuah komunitas dapat diketahui, salah
satunya dengan menggunakan pendekatan productivity and suceptability analysis
(PSA). Menurut Apel (2012), PSA dapat mengukur kerentanan atau tingkat
resiko dari suatu stok berbasis perikanan, yang dapat dikaji menggunakan aspek
produktivitas biologi, dan stok perikanan maupun dari segi ekologisnya.
Parameter produktivitas merupakan salah satu parameter penting sebagai alat ukur
untuk mengetahui seberapa banyak regenerasi yang akan dihasilkan suatu spesies
untuk mendapatkan keturunan sehingga stok bertambah. Sedangkan resiko
kerentanan stok bergantung pada tekanan penangkapan, dan daya tahan ikan
terhadap mortalitas alami.

17
Mortalitas (kematian) individu ikan dalam suatu populasi ikan dapat terjadi
akibat faktor alamiah (M) seperti kondisi lingkungan perairan, dan juga dapat
terjadi akibat faktor penangkapan (F). Mortalitas penangkapan ketiga ikan lebih
tinggi dibandingkan dengan mortalitas alami ikan tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa faktor kematian alami ikan tersebut lebih besar disebabkan oleh kegiatan
penangkapan, sehingga dapat diduga ketiga ikan tersebut mengalami overfishing.
Nilai laju eksploitasi paling tinggi terdapat pada ikan kembung lelaki,
sehingga dapat diduga ikan tersebut mengalami kondisi penangkapan berlebih.
Menurut Sparre dan Venema (1999), tingginya laju mortalitas penangkapan dan
menurunnya laju mortalitas alami juga dapat menunjukkan dugaan terjadinya
kondisi growth overfishing. Kondisi ini menggambarkan sedikitnya jumlah ikan
tua karena ikan muda tidak sempat tumbuh akibat tertangkap, sehingga tekanan
penangkapan terhadap stok tersebut seharusnya dikurangi.
Pendugaan ukuran pertamakali matang gonad merupakan salah satu cara
untuk mengetahui perkembangan populasi dalam suatu perairan, seperti
pendugaan saat ikan akan memijah, baru memijah, atau sesudah memijah.
Tingkat kematangan gonad ikan dicapai pada ukuran dan umur tertentu. Ikan
layang memiliki ukuran maksimum yang lebih besar dan jangka waktu hidup
yang lebih lama dibandingkan dengan ikan tembang dan ikan kembung lelaki. Hal
ini menunjukkan umur pertamakali matang gonad ikan layang lebih besar
dibandingkan kedua ikan tersebut. Ikan yang mempunyai ukuran maksimal lebih
besar dan jangka waktu hidup panjang akan mencapai kedewasaannya pada usia
tua atau ukuran yang lebih besar (Lagler et al. 1977 in Usman et al. 1996).
Menurut Effendi (2002), fekunditas merupakan semua telur-telur yang
dikeluarkan pada waktu pemijahan. Musick (1999) in Patrick et a.l (2009),
menyatakan bahwa nilai fekunditas yang rendah menyiratkan produktivitas yang
rendah, namun fekunditas yang tinggi tidak selalu menyiratkan produktivitas yang
tinggi. Ikan tembang, layang, dan kembung lelaki memiliki kisaran nilai
fekunditas yang tinggi dan menunjukkan nilai produktivitas yang tinggi.
Rekrutmen juga mempengaruhi kelimpahan stok di alam. Menurut Amarullah
(2008), keberhasilan rekrutmen stok ikan di alam ditentukan oleh keberhasilan
hidup dan tumbuh pada stadia larva maupun juvenil. Nilai rekrutmen pada ikan
tembang, layang, dan kembung lelaki menunjukkan produktivitas yang sedang,
dengan kisaran 10% sampai 70%.
Menurut Syahailatua (1993), usaha penangkapan berpengaruh terhadap
kelimpahan ikan karena kegiatan ini mempunyai dampak terhadap pertumbuhan,
umur pertamakali matang gonad, fekunditas, rekrutmen, dan
mortalitas.
Suseptabilitas ikan layang yang tinggi karena kematian penangkapan ikan yang
tinggi dan tidak adanya batasan kebijakan penangkapan. Kematian penangkapan
yang tinggi terjadi akibat area overlap dan vertical overlap yang tinggi. Ikan
layang dan kembung lelaki memiliki harga jual yang lebih tinggi dari ikan
tembang, sehingga eksploitasi ikan kembung lelaki tinggi.
Ikan layang memiliki nilai produktivitas dan suseptabilitas yang paling
tinggi. Indeks kerentanan paling tinggi terdapat pada ikan kembung lelaki, sesuai
dengan pola laju eksploitasi bahwa ikan kembung lelaki juga memiliki nilai laju
eksploitasi paling tinggi. Indeks kerentanan dari ketiga ikan, tidak ada indeks
yang bernilai melebihi 1,8 kisaran yang mengindikasikan ikan telah mengalami
kerentanan, sehingga dapat diduga ikan tersebut belum mengalami adanya resiko

18
kerentanan yang tinggi. Hal ini menunjukkan ketiga ikan tersebut memiliki daya
tahan yang cukup baik dalam mempertahankan populasinya akibat adanya
penangkapan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kerentanan adalah proses
pertumbuhan. Menurut Widodo dan Suadi (2006), sumber daya hayati laut
mampu membarui dirinya melalui proses pertumbuhan dalam ukuran (panjang)
dan massa (bobot) individu selain pertambahan terhadap populasi. Ikan tembang,
layang, dan kembung lelaki merupakan ikan yang berbeda spesies, sehingga
pertumbuhan ikan tersebut juga akan berbeda. Ikan layang memiliki umur yang
lebih lama dari ikan tembang dan ikan kembung lelaki, sehingga pertumbuhan
ikan layang lebih lambat dari kedua ikan tersebut.
Potensi sumber daya perikanan dapat meningkatkan taraf ekonomi
masyarakat sebagai salah satu sumber penghasilan terutama bagi masyarakat
pesisir. Sumber daya perikanan dikelola dengan tujuan untuk mencapai
kesejahteraan para nelayan. Pengelolaan yang baik dan disiplin dari para
pengawas dan pemanfaat sumber daya tersebut sangat dibutuhkan. Salah satu
masalah dalam pengelolaan ialah kurangnya sumber data untuk mengetahui
pengelolaan yang tepat.
Analisis produktivitas dan suseptabilitas mengkaji resiko kerentanan stok
ikan akibat aktivitas penangkapan. Hasil analisis kerentanan menunjukkan ikan
tembang, layang, dan kembung lelaki memiliki resiko kerentanan yang rendah.
Namun ikan layang memiliki peluang keberlanjutan yang rendah karena nilai
suseptabilitas yang paling tinggi. Pengelolaan stok ikan tetap perlu dilakukan
untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutannya.
Hasil analisis dari ketiga ikan tersebut belum terindikasi rentan, sehingga
dapat mengantisipasi lebih pada sumber daya yang belum termasuk dalam
kategori overfishing. Pengelolaan yang dapat dilakukan untuk menjamin
keberlanjutan sumber daya ikan tembang, layang dan kembung lelaki, adalah
dengan cara pembatasan upaya penangkapan, dan pengaturan musim
penangkapan. Pengaturan musim penangkapan juga dilakukan dengan penutupan
penangkapan didaerah-daerah tertentu seperti daerah pemijahan dan daerah
anakan agar proses rekrutmen dapat berhasil.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nilai indeks kerentanan yang didapatkan dari ikan tembang, layang, dan
kembung lelaki menunjukkan bahwa ketiga ikan tersebut termasuk ke dalam
kategori kerentanan rendah. Ikan kembung lelaki memiliki peluang keberlajutan
yang rendah dibandingkan dengan kedua ikan lainnya karena memiliki nilai
kerentanan paling tinggi.
Saran
Penggunaan data sekunder atau penilaian subjektivitas dapat dikurangi
dengan pengambilan data primer yang diukur dan diamati secara langsung.

19

DAFTAR PUSTAKA
Amarullah MH. 2008. Hidro-biologi larva ikan dalam proses rekrutmen. Jurnal
Hidrosfir Indonesia. 3(2): 75-80.
Amin et al. 2014. Population Parameters of Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816)
in The Marudu Bay, Sabah, Malaysia. Iranian Journal of Fisheries
Sciences. Vol (2) : 262-275
Apel A. 2012. Productivity and Susceptibility Analysis (PSA) : How-To Guide.
Washington (USA): Environmental Defense Fund. Fringescale sardinella
[internet]. [diacu 15 Mei 2015].
Aswar. 2011. Struktur Populasi dan Tekanan Eksploitasi Ikan Tembang
(Sardinella fimbriata) di Perairan Laut Flores Kabupaten Bulukumba.
[skripsi]. Makassar (ID). Universitas Hasanuddin.
Carpenter, KE, Niem VH. 2001a. The Living Marine Resources of the Western
Central Pacific Vol 5 Bony Fishes Part 3 (Menidae to Pomacentridae).
FAO, Rome.
Cheung WL. 2007. Vulnerability Of Marine Fishes To Fishing: From Global
Overview To The Northern South China Sea. [tesis]. Columbia (ID). The
University of British Columbia
Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gulland JA. 1971. The fish resources of the oceans. FAO Fishing News. Surrey.
Izzani N. 2012. Kebiasaan Makanan Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier
and Valenciennes 1847) dari Perairan Selat Sunda yang Didaratkan di PPP
Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten [skripsi]. Bogor (ID). Institut
Pertanian Bogor.
Patrick WS, P Spencer, O Ormseth, J Cope, J Field, D Kobayashi, T Gedamke, E
Cortes, K Bigelow, W Overholtz, J Link da P Lawson. 2009. Use of
Productivity and susceptibility indices to determine stock vulnerability,
with example applications to six U.S. fisheries. NOAA Tech. Memo.
NMFSF/SPO-101.90p.
Pauly D. 1984. Fish population dynamics in tropical waters : a manual for use
with programmable calculator. Manila (PH) : ICLARM.
Pauly D, Christensen V, Dalsgaard J, Froese R, Torres Jr F. 1998. Fishing Down
Marine Food Webs. Science. New York (USA): AAAS.
Prihartini A. 2006. Analisis Tampilan Biologis Ikan Layang (Decapterus Spp)
Hasil Tangkapan Purse Seine yang Didaratkan di PPPN Pekalongan.
[skripsi]. Semarang (ID). Universitas Diponegoro.
PPN Palabuhanratu. 2013. Data Statistik PPN Palabuhanratu 2013. Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat.
Sari AP. 2013. Aspek Reproduksi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata Cuvier dan
Valenciennes 1847) di Perairan Teluk Banten [skripsi]. Bogor (ID). Institut
Pertanian Bogor.
Sparre P, Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan buku-1 manual
(Edisi Terjemahan). Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa-

20
Bangsa dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan
Penelitian dan Pengembangan pertanian. Jakarta. 438 hlm.
Syahailatua A. 1993. Identifikasi stok ikan, prinsip dan kegunaannya. Jurnal
Oseana. 18 (2) :55-63.
Syakila S. 2009. Studi Dinamika Stok Ikan Tembang (Sardinella Fimbriata)) Di
Perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.
[skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor
Suryawan AG. 2014. Karakteristik Perubahan Mutu Ikan Selama Penanganan
Oleh Nelayan Tradisional dengan jaring Rampus (Studi Kausu di
Kaliadem, Muara Angke, DKI Jakarta). [Skripsi]. Bogor (ID). Institut
Pertanian Bogor.
Triramdani N. 2014. Kerentanan Stok Ikan Yang Didaratkan Di Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu, Banten. [Skripsi]. Bogor (ID).
Institut Pertanian Bogor.
Usman, Pongsapan DS, Rachmansyah. 1996. Beberapa aspek biologi reproduksi
dan kebiasaan makan ikan kuwe (carangidae) di Selat Makasar dan Teluk
Ambon. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 2 (3): 12-17.
Walpole. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta (ID). PT Gramedia Pustaka Umum.
515 hal.
Widodo J, Suadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Yogyakarta
(ID): Gadjah Mada University Pr.
www.fishbase.org. Sardinella fimbriata (Valenciennes, 1847) Fringescale
sardinella. [internet]. [diunduh 2015 Agt 6]. Tersedia pada:
http://fishbase.org/PopDyn/KeyfactsSummary_1.php?ID=1507&GenusNa
me=Sardinella&SpeciesName=fimbriata&vStockCode=1700&fc=43
www.fishbase.org. Decapterus macrosoma (Bleeker, 1851) Shortfin scad.
[internet].
[diunduh
2015
Agt
6].
Tersedia
pada:
http://fishbase.org/PopDyn/KeyfactsSummary_1.php?ID=1938&GenusNa
me=Decapterus&SpeciesName=macrosoma&vStockCode=2134&fc=314
www.fishbase.org. Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816)