6
BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Baja Nirkarat Austenitik
Kandungan  unsur  dalam  logam  mempengaruhi  ketahanan  logam  terhadap korosi,  dimana  paduan  dengan  unsur  tertentu  lebih  tahan  korosi  dibanding  logam
murni,  contoh  baja  nirkarat  atau  baja  paduan  Fe-18Cr-8Ni  lebih  tahan  korosi
dibandingkan Fe murni. Berdasarkan  persentase  paduan  unsur  kimia,  baja  nirkarat  di  bagi  menjadi
lima jenis, yaitu: baja nirkarat martensitik, feritik, austenitik, duplek dan percipitation hardening. AISI 304 adalah jenis baja nirkarat austenitik, unsur pembentuk utamanya
besi,  karbon  sangat  rendah  0,08,  khromium  18  -  20  dan  nikel  8  -  10,5. Gambar 2.1, memperlihatkan mikrostruktur baja nirkarat austenitik AISI 304.  Logam
Gambar 2.1.  Mikrostruktur Baja Nirkarat Austenitik AISI 304
Universitas Sumatera Utara
7
paduan  ini  merupakan  paduan  berbasis  ferrous  dan  struktur  kristal  face  centered cubic FCC. Umumnya tetap dapat menjaga sifat austenitik  pada temperatur  ruang,
lebih  bersifat  ulet  dan  memiliki  ketahanan  korosi  lebih  baik  dibandingkan  baja nirkarat feritik dan martensitik.
Komposisi unsur - unsur pemadu ini akan menentukan sifat ketahanan korosi dan  sifat  mekaniknya.  Kadar  khromium  tinggi  sebagai  suatu  ferrite  stabilizer,
membentuk  lapisan  film  khromium  oksida  Cr
2
O
3
yang  protektif  jika  beroksidasi dengan oksigen, sehingga meningkatkan ketahanan korosi. Komposisi karbon rendah
untuk  meminimalisir  sensitasi  akibat  proses  pengelasan.  Sifat  fisika  baja  nirkarat austenitik  AISI  304,  seperti  Tabel  2.1    dan    komposisi  kimia  baja  tersebut  seperti
Tabel 2.2. Tabel 2.1. Sifat Fisika Baja Nirkarat AISI 304
Modulus Elastisitas  E GPa
Angka Poissonn
Densitas D Kgm
3
Panas Spesifik
JKg.K Konduktivitas
WmK 197
0,3 40
500 16,2
Tabel 2.2. Komposisi Kimia Baja Nirkarat AISI 304 Unsur
C Mn
Si Cr
Ni P
S Mo
N Dll
Min -
- -
18,0 8,0
- -
- 0,16
- Max
0,08 2,0
0,75 20,0
10,5 0,045
0,03 0,3
Universitas Sumatera Utara
8
2.2. Perhitungan Tegangan Dengan Metode Elemen Hingga
Komponen  kontruksi  tiga  dimensi  C-ring  spesimen  diberi  beban  tegangan dengan  cara  mengencangkan  baut  dan  mur  sampai  diameter  luar  mengalami
pergeseran, diperlihatkan Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Komponen Tiga Dimensi C-ring Spesimen
Efek  tegangan  tarik  terhadap  ikatan  antara  atom-atom  sebuah  logam  pada struktur  kristal  yang  mengalami  pelengkungan,  distribusi  tegangan  yang  terjadi  di
serap secara tidak merata oleh semua ikatan yang bersangkutan. Sebagian ikatan akan mengalami  tekanan  lebih  besar  di  banding  yang  lain  sehingga  mempunyai  potensi
terjadinya pemusatan tegangan. Secara  garis  besar  hubungan  tegangan  dan  pergeseran  diameter  luar  C-ring
spesimen ∆  adalah  selisih  diameter  sebelum  pergeseran  OD  dan  sesudah
Universitas Sumatera Utara
9
pergeseran  OD
f
akibat  pengencangan  mur  dan  baut,  didasarkan    perhitungan kekuatan    dalam    konstruksi      mekanik    untuk  daerah  elastik  ASTM  G  38,
persamaan 2.1.
=
4E ∆
D
2
…….………………………….2.1
Dimana:
Δ
= OD -
OD
f
= Selisih diameter luar  setelah mengalami tegangan mm.
σ
app
= Tegangan aplikasi MPa. D     = Diameter rata-rata mm.
t       = Tebal dinding mm. E      = Modulus Elastisitas MPa.
Z      = Faktor koreksi  berdasarkan kurva Gambar  2.3.
Gambar 2.3. Faktor Koreksi Z.
Universitas Sumatera Utara
10
Untuk menganalisa distribusi tegangan yang terjadi digunakan metode elemen hingga.  Dasar  dari  metode  elemen  hingga  adalah  membagi  benda  kerja  menjadi
elemen-elemen kecil yang jumlahnya  berhingga  sehingga  dapat  menghitung  reaksi akibat beban pada kondisi batas yang diberikan. Dari elemen - elemen tersebut dapat
disusun  persamaan  -  persamaan  matrik  yang  bisa  diselesaikan  secara  numerik  dan hasilnya  menjadi  jawaban  dari  kondisi  beban  yang  diberikan  pada  benda  kerja
tersebut.  Dari  penyelesaian  matematis  dengan  menghitung  inverse  matrik  akan diperoleh persamaan dalam bentuk matrik untuk satu elemen dan bentuk matrik total
yang merupakan penggabungan matrik elemen. Dari  rumus  dasar  perhitungan  kekuatan  mekanik  menunjukan  hubungan
antara beban, sifat bahan, geometri dan pergeseran  yang ditimbulkan dapat di susun bentuk  umum  persamaan  dalam  elemen  dengan  persamaan  matrik  2.2,  dengan
memberikan syarat batas dan pembebanan sebagai berikut: [ ][ ]
= [ ] ……………………………..2.2 Dimana:
[K] = matrik kekakuan [U] = matrik pergeseran
[F] = matrik beban
Berdasarkan bentuk persamaan matrik untuk tiap elemen dapat disusun bentuk persamaan  yang kemudian  memberikan  hasil tegangan pada  setiap titik dan elemen.
Penyelesaian  akibat  beban  dapat  juga  diselesaikan  dengan  memberikan  syarat  batas dan menyelesaikan persamaan matriknya. Penyelesaian metode elemen hingga untuk
Universitas Sumatera Utara
11
memperoleh hasil akhir berupa nilai dan distribusi tegangan pada seluruh titik elemen pada komponen. Penyelesaian persamaan dari berbagai macam pembebanan disusun
dari penyelesaian dengan menghitung inverse matrik menggunakan teknik iterasi.
2.3. Korosi  Peristiwa Elektrokimia di Alam