Persepsi Dan Perilaku Pengunjung Terhadap Konsep Ecodesign Lanskap Rekreasi Situgede

PERSEPSI DAN PERILAKU PENGUNJUNG TERHADAP
KONSEP ECODESIGN
LANSKAP REKREASI SITUGEDE

ANNISA HERSYAFIRA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi dan Perilaku
Pengunjung Terhadap Konsep Ecodesign Lanskap Rekreasi Situgede adalah benar
karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Annisa Hersyafira
NIM A44100007

ABSTRAK
ANNISA HERSYAFIRA. Persepsi dan Perilaku Pengunjung Terhadap Konsep
Ecodesign Lanskap Rekreasi Situgede. Dibimbing oleh ANDI GUNAWAN.
Lanskap rekreasi Situgede merupakan lanskap alami yang memiliki nilai
ekologis dan nilai estetis sebagai sumber daya rekreasi dan kehidupan bagi
manusia dan habitat sekitarnya. Aktivitas rekreasi yang meningkat dapat
menurunkan nilai-nilai ekologis Situgede. Oleh karena itu lanskap rekreasi
Situgede sebagai objek wisata alam harus menerapkan prinsip-prinsip ecodesign
yang terdiri dari enam komponen yaitu tata guna lahan, air, perilaku sumber daya
manusia, fisik lanskap rekreasi, teknologi, dan institusi. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi persepsi dan perilaku pengunjung Situgede dan faktorfaktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan
teknik Nonprobability sampling untuk pengambilan sampel. Melalui hasil analisis
dengan menggunakan tabel kriteria konsep ecodesign, dapat disimpulkan bahwa
lanskap rekreasi Situgede berada dalam kriteria sesuai sebagai sebuah lanskap

rekreasi yang mengusung konsep ecodesign. Selain itu melalui uji Chisquare
dapat diketahui juga bahwa faktor yang mempengaruhi persepsi pengunjung
adalah faktor jenis kelamin dan umur. Sedangkan hasil analisis korespondensi
berganda menunjukkan bahwa persepsi pengunjung terhadap konsep ecodesign
tidak berhubungan dengan perilaku mereka terhadap lanskap rekreasi Situgede.
Kata kunci: Lanskap rekreasi, ecodesign, persepsi, perilaku

ABSTRACT
ANNISA HERSYAFIRA. Perception and Attitude of The Visitors for Situgede
Recreational Landscape Ecodesign Concept. Supervised by ANDI GUNAWAN.
Situgede recreational landscape is one of natural landscape that has
ecological and aesthetic values as recreational resources and also the living
source for human being and the wildlife around it. The increasing of human
recreational activities can decrease the ecological values of Situgede. It is
necessary for Situgede recreational landscape as a tourism object to apply
ecodesign principles. This research aims to identify visitor’s perception and
behaviour and the factors which affecting visitor’s perception. This research has
used descriptive method and Nonprobability sampling technique for the sampling
method. Through the analysis result using ecodesign criteria table, it shows that
Situgede recreational landscape is suitable as a recreational landscape carrying

ecodesign concept. Moreover, by using Chisquare analysis, it shows that the
factors which affecting visitor’s perceptions are gender and age factor. While the
result of multiple correspondence analysis shows that visitor’s perception about
ecodesign was not related to their behavior toward Situgede recreational
landscape.
Keywords: Recreational landscape, ecodesign, perception, attitude

© Hak cipta milik IPB, tahun 2014
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

PERSEPSI DAN PERILAKU PENGUNJUNG TERHADAP
KONSEP ECODESIGN
LANSKAP REKREASI SITUGEDE


ANNISA HERSYAFIRA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT karena berkat rahmatNya
Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Persepsi dan Perilaku Pengunjung
Terhadap Konsep Ecodesign Lanskap Rekreasi Situgede”. Tujuan dari pembuatan
skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di

Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan banyak pihak, karya ini tidak dapat
terwujud. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima
kasih atas segala bentuk bantuan yang telah diberikan selama penulisan karya tulis ini
kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Andi Gunawan M.Agr.Sc sebagai pembimbing skripsi yang
telah memberikan dorongan, arahan dan masukan, serta nasehat kepada
Penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
2. Pihak Kelurahan Situgede, Pusat Konservasi, dan Tim Pengelola Situgede
yang telah memberi data terkait untuk kepentingan skripsi ini.
3. Seluruh anggota keluarga khususnya kedua orang tua atas segala doa,
perhatian dan dukungan kepada Penulis.
4. Teman-teman Arsitektur Lanskap 47 dan semua pihak yang telah mendukung
dan membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat membangun diharapkan untuk peningkatan kualitas di
masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2014

Penulis


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iv

DAFTAR GAMBAR

iv

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


2

Manfaat Penelitian

2

Kerangka Pikir

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Rekreasi dan Rekreasi Alam Terbuka

3

Situ sebagai Area Rekreasi


4

Ecodesign

5

Konsep Ecodesign pada Lanskap Rekreasi

5

Persepsi

9

Perilaku

10

Persepsi dan Perilaku terhadap Lingkungan


10

METODE

11

Lokasi dan Waktu

11

Alat dan Bahan

11

Batasan Penelitian

12

Metode Penelitian


12

HASIL DAN PEMBAHASAN

17

Kondisi Umum Tapak

17

Identifikasi Konsep Ecodesign Lanskap Rekreasi Situgede

19

Karakteristik Pengunjung

22

Persepsi Pengunjung Terhadap Konsep Ecodesign


23

Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Pengunjung

25

Perilaku Pengunjung Terhadap Konsep Ecodesign

27

SIMPULAN

29

DAFTAR PUSTAKA

30

LAMPIRAN

33

RIWAYAT HIDUP

43

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Kelerengan lahan
Klasifikasi bahan bangunan ekologis (Frick dan Mulyani 2006)
Penetapan komponen ecodesign lanskap rekreasi (Pratiwi et al. 2014)
Skala estimasi penilaian kondisi eksisting tapak (Pratiwi et al. 2014)
Rentang nilai kriteria kondisi lanskap rekreasi Situgede
Metode analisis data berdasarkan tujuan penelitian
Jenis data yang dikumpulkan
Pengelola dan kepemilikan tapak
Karakteristik pengunjung di lanskap rekreasi Situgede
Persentase persepsi pengunjung terhadap setiap komponen ecodesign

7
9
13
14
15
15
16
22
23
24

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Kerangka pikir penelitian
Lokasi penelitian
Peta penutupan lahan lanskap rekreasi Situgede
Ketersediaan taman rumah penduduk sekitar
Retaining wall dan jalur pejalan kaki
Plot korespondensi persepsi dan perilaku pengunjung

2
12
20
20
20
28

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Hasil identifikasi kriteria konsep ecodesign lanskap rekreasi Situgede
Nilai Chi Square Hubungan Karakteristik Pengunjung
Hasil Analisis Korespondensi Berganda Persepsi Terhadap Perilaku
Kuisioner Penelitian Kepada Pengunjung Lanskap Rekreasi Situgede

34
36
38
39

1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Situ merupakan salah satu elemen lanskap alami yang tidak hanya memiliki
nilai ekologis dan estetika, namun juga memiliki nilai sebagai sumber kehidupan
dan sumber daya rekreasi bagi manusia. Situgede juga memberikan jasa
lingkungan secara tidak langsung kepada kawasan di sekitarnya. Keberadaan
waduk dan danau (situ) sangat penting dalam menciptakan keseimbangan ekologis
dan tata air (Haeruman 1999). Ekosistem danau memberikan manfaat antara lain
sebagai habitat tumbuhan dan satwa, pengatur fungsi hidrologi, pencegah bencana
alam, menjaga sistem dan proses-proses alami, penghasil sumberdaya alam hayati,
penghasil energi, sarana transportasi, rekreasi dan olahraga, lahan mata
pencaharian penduduk sekitar, serta sebagai sarana penelitian dan pendidikan.
Oleh karena pentingnya berbagai fungsi ini, nilai-nilai ekologis dari suatu
kawasan sekitar danau termasuk Situgede perlu dipertahankan dan dilestarikan
keberadaannya.
Selain berfungsi sebagai sumber kehidupan, Situgede juga berfungsi sebagai
sumber daya rekreasi bagi manusia. Rekreasi merupakan salah satu bagian dari
kebutuhan hidup manusia yang harus dipenuhi untuk memberikan keseimbangan,
ketenangan, keserasian, dan gairah hidup. Kondisi alam yang tenang dan asri
dengan pemandangan hutan yang menyegarkan menjadi daya tarik tersendiri bagi
para wisatawan untuk datang berkunjung ke Situgede, baik untuk sekedar melepas
lelah maupun berkumpul dengan keluarga dan teman-teman. Seiring dengan
meningkatnya aktivitas di kawasan Situgede, secara langsung maupun tidak
langsung akan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan Situgede dan dapat
menjadi sebab terganggunya nilai-nilai ekologis situ tersebut.
Kondisi tersebut yang mendorong pemikiran mengenai keselarasan antara
aktivitas manusia dengan lingkungan, sehingga menjadi dasar dari gerakan
ekologis saat ini (Holden 2000). Gerakan ekologis di bidang desain lanskap
dikenal dengan sebutan “ecodesign” atau ecological design. Istilah ecological
design adalah suatu konsep desain ekologis yang dapat meminimalisasi dampak
kerusakan lingkungan dan mengintegrasikannya ke dalam proses-proses
kehidupan dan bersifat melindungi komponen biotik (manusia, hewan dan
tumbuhan) dan abiotik (tanah, air dan udara) suatu lingkungan (Forman dan
Godron 1986). Sudah sebaiknya pembangunan Situgede sebagai objek wisata
alam dikembalikan pada prinsip-prinsip ecodesign. Konsep ecodesign yang
diaplikasikan di lanskap rekreasi akan berkelanjutan apabila didukung oleh
pengunjung yang memahami dan menjaga konsep tersebut.
Namun sejauh mana prinsip ecodesign tersebut dipahami oleh pengunjung
lanskap rekreasi Situgede. Oleh karena itu, persepsi dan perilaku pengunjung
tentang konsep ecodesign perlu diketahui. Hal tersebut menjadi dasar
digunakannya konsep ecodesign dalam mengkaji persepsi dan perilaku
pengunjung terhadap lanskap rekreasi. Penelitian ini melihat dari persepsi dan
perilaku pengunjung sekitar terhadap konsep ecodesign lanskap rekreasi di
Situgede.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara umum adalah mempelajari persepsi dan
perilaku pengunjung terhadap konsep ecodesign pada lanskap rekreasi Situgede.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi konsep ecodesign pada lanskap rekreasi Situgede.
2. Mengidentifikasi persepsi dan perilaku pengunjung terhadap konsep ecodesign
pada lanskap rekreasi Situgede.
3. Menganalisis hubungan persepsi dan perilaku pengunjung.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan
bahan pertimbangan kepada pengelola Situgede dan instansi terkait dalam usaha
perencanaan dan desain lanskap rekreasi berbasis ecodesign.
Kerangka Pikir
Penelitian ini didasarkan pada lanskap rekreasi di Situgede yang tidak hanya
memiliki nilai ekologis dan estetika namun juga memiliki nilai sebagai sumber
kehidupan dan sumber daya rekreasi bagi manusia. Seiring dengan meningkatnya
aktivitas disekitar Situgede, akan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan
Situgede dan dapat mengganggu nilai-nilai ekologis tersebut.
Sudah selayaknya pembangunan Situgede sebagai objek wisata
mengakomodasi prinsip-prinsip ecodesign. Konsep ecodesign ini akan berjalan
efektif bila didukung dengan partisipasi masyarakat sekitar yang baik, dan adanya
lembaga yang mendukung (Pratiwi et al. 2014). Penelitian ini fokus pada
partisipasi penduduk, dalam hal ini yang diutamakan adalah pengunjung, karena
pengunjung merupakan tokoh utama dalam kegiatan berwisata. Oleh karena itu
perlu diketahui persepsi dan perilaku pengunjung terhadap ecodesign dan faktorfaktor yang mempengaruhinya. Bagan kerangka pikir dijelaskan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

3
TINJAUAN PUSTAKA
Rekreasi dan Rekreasi Alam Terbuka
Rekreasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999) didefinisikan
sebagai sebuah penyegaran kembali badan dan pikiran, sesuatu yang
menggembirakan hati dan menyegarkan seperti hiburan dan piknik. Rekreasi
adalah kegiatan yang menyenangkan yang dimaksudkan untuk memulihkan
kesegaran jasmani dan rohani manusia, kegiatan-kegiatannya dapat berupa
olahraga, membaca, dan mengerjakan hobi. Eckbo (1964) mengartikan rekreasi
sebagai penggunaan kreatif dari waktu luang, melepaskan diri dari
tekanan/keharusan, dan kesempatan untuk tumbuh, mengembangkan kapasitas
diri, melepaskan diri dari ketegangan dan keputusasaan.
Douglass (1982) mengungkapkan bahwa rekreasi alam terbuka adalah
semua kegiatan rekreasi yang dilakukan tanpa dibatasi oleh suatu bangunan, atau
rekreasi yang berhubungan dengan lingkungan dan berorientasi pada penggunaan
sumber daya alam seperti air, hujan, pemandangan alam atau kehidupan di alam
bebas. Phaneuf dan Smith (2004) menyatakan bahwa untuk kenyamanan rekreasi
alam memerlukan ruang (open space) dan sumber daya alam yang tidak sedikit.
Beberapa macam kegiatan rekreasi alam yang paling baik dilakukan pada bentang
alam (natural landscape) yang sedikit mengalami modifikasi atau yang masih
asli/alami, selain itu rekreasi alam juga membutuhkan investasi (penanaman
modal) yang luas.
Menurut Gold (1980) berdasarkan sifatnya, pengalaman rekreasi bisa
didapatkan dari berbagai macam kegiatan terbagi kedalam empat kategori;
1. Rekreasi fisik, yaitu bentuk rekreasi dimana pengalaman rekreasi didapat dari
aktifitas fisik , misalnya berolah raga dan bermain.
2. Rekreasi sosial, yaitu bentuk rekreasi didalamnya interaksi sosial sebagai
pengalaman utama aktifitas.
3. Rekreasi kognitif, yaitu bentuk rekreasi berupa aktifitas budaya, pendidikan.
4. Rekreasi lingkungan, yaitu bentuk rekreasi menggunakan sumber daya alam
seperti pohon, pemandangan, sebagai fokus kegiatan.
Walsh (1986) mengklasifikasikan rekreasi alam terbuka berdasarkan perbedaan
motivasi psikologi dari individu yang berpartisipasi, yaitu:
1. Rekreasi aktif yang melibatkan gerak badan yang berat dengan rangsangan
psikologi yang memuncak, kegembiraan, dan manfaat (jogging, bersepeda,
tenis, berenang, balap perahu).
2. Rekreasi fisik yang membutuhkan upaya fisik yang relatif rendah, dan
penekanannya pada kenyamanan individu, rangsangan fisik, kegembiraan yang
diharapkan lebih rendah dari rekreasi tipe lainnya (menonton pertandingan
olahraga outdoor, membaca di luar ruangan, melihat pemandangan).
3. Rekreasi extractive/menggali yang melibatkan pengambilan karunia alam,
kepuasan psikologi berkaitan dengan jumlah dan ukuran atau keunikan ‘piala’
yang melambangkan keterampilan individu yang berpartisipasi (memancing,
berburu, mengumpulkan batuan).
4. Rekreasi apresiatif yang melibatkan memandang keindahan alam, kepuasan
psikologi berkaitan dengan pengetahuan dan sensitivitas individu terhadap
natural forms (berkuda, panjat tebing, fotografi, studi alam).

4
5. Rekreasi dengan motif interaksi sosial dan belajar (mengunjungi
teman/keluarga, belajar tentang alam dan sejarah, mengikuti perkuliahan,
pameran).
Sedangkan komponen kepuasan pribadi dari rekreasi meliputi rangsangan
aktivitas-aktivitas yang menyenangkan, kesenangan akan pengalaman yang baru,
tingkat kesulitan dari usaha fisik dan mental, serta adanya ancaman dari situasi
yang membahayakan.
Situ sebagai Area Rekreasi
Situ/embung dapat dikategorikan sebagai salah satu jenis lahan basah
(umumnya berair tawar) dengan sistem perairan yang tergenang. Situ dapat
terbentuk secara buatan yaitu berasal dari dibendungnya suatu cekungan (basin)
atau terbentuk secara alami karena kondisi topografi yang memungkinkan
terperangkapnya sejumlah air (Majid 2008). Definisi lain dalam batasan ekologi
adalah perairan tergenang yang merupakan daerah penampungan air yang
terbentuk secara alamiah (natural) ataupun buatan manusia (artificial) yang
merupakan sumber air baku bagi berbagai kepentingan kehidupan manusia,
dimana air yang ditampung pada umunya berasal dari air hujan (run off), sungai,
atau saluran pembuangan dan mata air (Natasaputra 2000).
Fungsi/manfaat situ menurut Majid (2008), yaitu: sebagai daerah resapan air
tanah (recharging zone), peredam banjir, mencegah intrusi air laut, membantu
memperbaiki mutu air permukaan (lewat proses kimia, fisik, dan biologis yang
berlangsung di dalamnya), irigasi, rekreasi, tandon air (reservoir), mengatur iklim
mikro, perikanan, mendukung keanekaragaman hayati perairan, dan sebagainya.
Fungsi-fungsi spesifik danau dan lingkungannya antara lain sebagai sumber
resapan air bagi kestabilan lapisan-lapisan air dibawah tanah dan air sungai,
pengendali banjir secara alamiah, tempat kehidupan bagi spesies hewan dan
tumbuhan, sumber kehidupan dan penghidupan bagi manusia dan hewan
peliharaannya, pembentuk kondisi udara (iklim) di sekitarnya, penunjang
kehidupan lingkungannya, dan sarana perhubungan air (Sudaryono 1998 dalam
Amanda 2009). Sedangkan menurut Aboejoewono (1999), ditinjau dari segi
ekologis maupun ekonomi danau/ situ memiliki banyak fungsi, antara lain sebagai
sumber bagi kehidupan, pengatur tata air dan pemasok air tanah, pengendali
banjir, pengatur iklim mikro, habitat vb berbagai jenis flora dan fauna, budidaya
perikanan, serta sebagai lokasi kegiatan pariwisata dan rekreasi.
Menurut Turner (1986) hasil studi mengenai kegiatan rekreasi di ruang
terbuka menunjukkan bahwa elemen air merupakan daya tarik yang paling besar
bagi pengunjung. Salah satu alternatif tempat rekreasi dengan elemen air adalah
danau/waduk/situ dan sekitarnya. Sementara Simonds (1983) menyatakan sebagai
sebuah sumberdaya, badan air memiliki potensi penggunaan rekreasi baik di
wilayah perairannya sendiri maupun sepanjang tepiannya, dan badan air memiliki
nilai scenic/keindahan, dimana pemandangan dan suara air membangkitkan
perasaan menyenangkan.
Beberapa permasalahan yang menjadi ancaman kelestarian danau/ situ di
wilayah Jabotabek yang dikemukakan oleh Adinugroho (2005) antara lain : 1)
konversi lahan, dimana banyak situ dan empang berubah menjadi perumahan; 2)
pendangkalan akibat endapan lumpur dari erosi tanah dan sampah domestik

5
sehingga tidak cukup lagi menampung air hujan yang berakhir dengan terjadinya
banjir; 3) pencemaran oleh limbah sehingga terjadi eutrofikasi yang berakibat
pada pendangakalan. Permasalahan tersebut semakin diperburuk dengan semakin
lemahnya pengawasan serta mudahnya pejabat menerbitkan perizinan yang
menyebabkan jumlah dan luas situ semakin mengecil.
Ecodesign
Ecodesign dapat didefinisikan sebagai suatu desain yang meminimalisasi
dampak kerusakan lingkungan dan mengintegrasikannya dengan proses-proses
kehidupan (Thompson dan Steiner 1997). Ecodesign memungkinkan mendesain
sitem artifisial menuju sistem natural dengan menggunakan prinsip ekologis
dalam mendesain lingkungan terbangun (Yeang 2006). Dasar pemikiran desain
adalah membentuk lingkungan yang sehat bagi penduduk. Selain itu, ecodesign
diartikan sebagai adaptasi yang efektif dan proses alam yang terintegrasi. Integrasi
tersebut menyatakan bahwa desain yang dibuat meninjau keragaman spesies
(menjaga keragaman hayati), meminimalisasi pengurangan sumber daya,
melindungi nutrient dan water cycles, perbaikan kualitas habitat, serta mengurusi
hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan ekosistem dan manusia. Dalam hal
tersebut bisa diartikan bahwa ecodesign bersifat melindungi komponen biotik
(manusia, hewan dan tumbuhan) dan abiotik (tanah, air dan udara) suatu
lingkungan. Kriteria ecodesign lanskap disusun dari hierarki ecodesign lanskap
dan dideskripsikan menjadi parameter yang terukur. Kriteria ecodesign lanskap
terdiri atas komponen (tata guna lahan, air, fisik pemukiman, perilaku SDM,
teknologi, dan institut) (Pratiwi et al. 2014). Untuk mencapai hal tersebut,
ecodesign menawarkan 3 strategi : conservation, regeneration, dan environmental
stewardship (pengelolaan).
Konsep Ecodesign pada Lanskap Rekreasi
Konsep desain ekologis sangat terkait dengan konteks lingkungan. Dalam
perspektif yang lebih luas, lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan global
alami yang meliputi unsur bumi, udara, air, dan energi yang perlu dilestarikan
(Priatman 2002). Kesempatan-kesempatan dari sistem yang komprehensif dan
terintegrasi dari sebuah lanskap rekreasi menjawab kebutuhan dan nilai-nilai
penting dari sebuah kualitas lingkungan hidup. Menurut Smith (2003) sistem
perencanaan dan pengelolaan yang baik pada sebuah lanskap rekreasi akan
memberi manfaat:
1. Membantu meningkatkan ligkungan yang sehat.
2. Membantu meningkatkan kualitas pembangunan.
3. Meningkatkan kesenangan dan kualitas hidup pengunjung.
4. Menyediakan berbagai macam wadah beraktivitas mulai dari aktivitas pasif
hingga aktivitas aktif.
5. Memelihara dan meningkatkan kualitas dan integritas lingkungan alami.
Dalam konteks ini, lanskap rekreasi sendiri memiliki prinsip-prinsip menurut
Smith (2003) yaitu:

6
1.

Semua orang bisa melakukan aktivitas dan menikmati fasilitas sesuai
pilihannya, umur, jenis kelamin, keuangan, latar belakang budaya, atau
lingkungan kehidupannya.
2. Suatu bentuk rekreasi harus dikordinasikan dengan bentuk rekreasi yang
sudah ada agar tidak terjadi duplikasi.
3. Suatu bentuk rekreasi harus terintegrasi dengan pelayanan publik yang
lainnya seperti kesehatan, pendidikan, dan transportasi.
4. Fasilitas diadaptasikan untuk kebutuhan mendatang.
5. Fasilitas dan program wisata harus sesuai dengan tingkat perekonomian
masyarakat.
6. Masyarakat dilibatkan dalam proses perencanaan.
7. Perencanaan merupakan proses yang berkelanjutan sehingga perlu dievaluasi.
8. Mengintegrasikan antara perencanaan lokal dan regional.
9. Lahan diprioritaskan untuk pembangunan kota khususnya untuk penggunaan
taman dan rekreasi.
10. Fasilitas dibangun untuk memberikan kenyamanan, keamanan, kesehatan dan
kepuasan bagi pengguna, serta didesain dengan indah sesuai konsep
konservasi energi.
Selanjutnya, kriteria ecodesign lanskap rekreasi disusun berdasarkan kriteria
ecodesign Pratiwi et al. (2014) yang dimodifikasi berdasarkan prinsip-prinsip
lanskap rekreasi di atas. Sehingga tersusun enam komponen konsep ecodesign
lanskap rekreasi, yaitu: tata guna lahan, air, fisik lanskap rekreasi, perilaku
Sumber Daya Manusia (SDM), teknologi, dan institusi.
Komponen Tata Guna Lahan
Tapak, sebagai lahan atau area untuk membangun ruang binaan atau rumah
terkait dengan peruntukan lahan (land use), kesesuaian lahan (land suitability) dan
kemampuan lahan (land capability). Hal tersebut terkait dengan peraturan
pemerintah mengenai tata guna lahan dan wujud upaya desain ramah lingkungan.
Peraturan tata guna lahan mengatur keharmonisan pemanfaatan lahan untuk
menciptakan rasio lahan terbangun dan tidak terbangun (intensitas tutupan lahan)
yang ideal.
Tanah saat ini masih merupakan landasan kita membangun yang
mendukung bangunan di atasnya maupun aktifitas manusia. Jenis tanah
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, diantaranya daya resapnya terhadap
air, kepekaan erosi dan daya dukung. Struktur tanah berfungsi memodifikasi
pengaruh tekstur tanah terhadap kondisi drainase atau aerasi tanah, karena
susunan antar agregat tanah akan menghasilkan ruang yang lebih besar ketimbang
susunan antar partikel primer. Oleh karena itu tanah yang berstruktur baik akan
mempunyai kondisi drainase dan aerasi yang baik pula, sehingga lebih
memudahkan sistem perakaran tanaman untuk berpenetrasi dan mengabsorbsi
(menyerap) hara dan air, sehingga pertumbuhan dan produksi menjadi lebih baik.
Hal ini berkorelasi positif dengan tingkat kesuburan tanah yang sesuai untuk
penerapan desain hijau (Hanafiah 2010).
Tapak memiliki masing-masing karakter yang tampak pada topografinya.
Kemiringan lereng adalah sudut yang dibentuk oleh perbedaan tinggi permukaan
lahan, yaitu antara bidang datar tanah dengan bidang horisontal dan pada
umumnya dihitung dalam persen (%) atau derajat (º). Klasifikasi kemiringan

7
lereng menurut SK Mentan No. 837/KPTS /Um/11/1980, seperti tertera pada
Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1 Kelerengan lahan
No

Kemiringan Lahan

Keterangan

1.

0-8%

Datar

2.

8-15%

Landai

3.

15-25%

Agak curam

4.

25-45%

Curam

5.

>45%

Sangat curam

Kemiringan lahan yang melebihi 15%, terbuka terhadap iklim yang keras,
bahaya gempa bumi, bahaya tanah longsor, tanah yang tidak stabil, daerah
berlumpur/rawa serta berbatasan dengan jalan yang hiruk pikuk, yang diantaranya
dapat di atasi dengan perlakuan khusus dan diluar itu harus dihindari. Adanya
suatu pembangunan pada lahan yang miring relatif lebih sulit daripada
pembangunan yang terletak pada lahan yang datar. Suatu pembangunan pada
lahan dengan kemiringan lebih dari 10%, memerlukan desain bangunan yang
lebih khusus dengan bentuk teras (sengkedan/bersusun) ataupun berbentuk splitlevel, yang berimplikasi pada bertambahnya energi dan biaya konstruksi.
Komponen Air
Butir-butir air jatuh ke bumi akan diteruskan ke lapisan yang terdalam
sampai pada lapisan air bawah tanah yang akan sejajar dengan ketinggian
permukaan air laut. Air diseluruh dunia menempati 97% dan sebagian adalah air
laut yang menutupi 1/3 luasan permukaan bumi, dan sisanya 3% yang terdiri dari
2.96% berupa ice caps dan glacier; dan hanya 0.06 % dari seluruh air di seluruh
dunia berfungsi sebagai air bersih yang berguna (Priatman 2002).
Secara umum elemen air dalam kajian ini terkait dengan sanitasi air, baik air
bersih maupun air kotor. Penyediaan air bersih untuk pemukiman menjadi
masalah karena sumbernya semakin terbatas. Potensi air bersih di Indonesia lain
adalah air hujan terkait dengan curah hujan yang relatif tinggi. Dalam lanskap
rekreasi, komponen air akan lebih dibahas mengenai banyaknya kebutuhan
pengunjung dan penduduk sekitar serta kesesuainnya terhadap pelayanan dan
kebutuhan air bersih.
Komponen Fisik Lanskap Rekreasi
Negara kita merupakan wilayah dengan potensi bencana alam yang cukup
tinggi. Bencana alam dapat didefinisikan sebagai perubahan kondisi alam yang
mengakibatkan bahaya bagi manusia maupun mahluk hidup lainnya. Untuk dapat
mengantisipasinya, melalui tindakan pencegahan yang berawal dari pemilihan
tapak dan pengolahan tapak yang bijak, agar terhindar dari bencana alam seperti
angin puyuh, gempa bumi, erosi dan banjir. Bencana atau gangguan tidak hanya
datang dari faktor alam, dapat juga berasal dari flora dan fauna disekitar kita
(gangguan biologis). Gangguan dari hewan, hama yang membahayakan

8
konstruksi gedung dapat diantisipasi menggunakan bahan bangunan yang tahan
terhadap rayap atau dilakukan pengawetan khusus. Jamur (dry rot) dapat
diakibatkan oleh kesalahan konstruksi, bahan bangunan yang terkena spora jamur
harus dimusnahkan. Faktor vegetasi, tanaman maupun tumbuhan disekitar
bangunan yang tidak tertata dan terkelola dengan baik akan dapat membahayakan
kesehatan, keamanan dan pemborosan energi (Frick dan Mulyani 2006).
Komponen Perilaku Sumber Daya Manusia (SDM)
Dalam hal ini yang dimaksud dengan perilaku SDM adalah partisipasi
publik dalam mendukung ecodesign. Menurut Pratiwi et al. (2014) bobot
komponen perilaku SDM besar, dikarenakan tanpa adanya partisipasi dari
masyarakat, konsep desain tidak dapat diterima. Oleh karena itu, konsep desain
harus berbasis pada keinginan masyarakat. Disamping itu, kebijakan akan
berperan untuk mendukung, melegalisasi, serta membuat peraturan yang dapat
dijadikan pedoman masyarakat.
Partisipasi akan membantu pengetahuan publik mengenai suatu konsep yag
akan dikembangkan, mendekatkan masyarakat dengan komunitasnya, peningkatan
rasa memiliki pada lingkungan, dan peningkatan ekonomi lokal. Partisipasi publik
sebagai prioritas alternatif dapat diaplikasikan melalui keikutsertaan dalam
memelihara lingkungan (Bentley 2000). Dalam hal ini diperlukan sumber daya
berupa waktu, upaya dari organisasi, komunikasi, dan komitmen seluruh pihak.
Komponen Teknologi
Manusia dimanapun berada akan menghasilkan sampah atau limbah. Tapak
dapat dilibatkan dalam sistem pengolahan sampah maupun limbah dengan batas
toleransi tertentu. Untuk pembuangan sampah dapat diterapkan konsep reduce,
reuse, recycle, antara lain: 1) Efisiensi buangan dan pemisahan sampah organik
dan anorganik; 2) Sampah anorganik dapat digunakan kembali (reuse); 3) Sampah
organik diolah menjadi pupuk (recycling), dan 4) Menggunakan teknologi
pengolahan limbah khusus. Limbah air sabun dapat disalurkan lewat selokan
terbuka, limbah air tinja dapat menggunakan teknologi septicktank vietnam (Frick
dan Mulyani 2006).
Membangun sebuah sarana penunjang untuk area rekreasi tentu memerlukan
material atau bahan bangunan. Perkembangan pembangunan dewasa ini ditandai
dengan peningkatan macam-macam bahan bangunan dan munculnya bahan
bangunan baru. Maraknya penemuan bahan bangunan baru juga ditandai dengan
kesadaran terhadap ekologi lingkungan dan fisika bangunan. Bahan bangunan
alam yang tradisional (bio-based) seperti batu alam, kayu, bambu, tanah liat, dan
sebagainya tidak mengandung zat kimia yang mengganggu kesehatan. Lain
halnya dengan bahan bangunan modern (land-based) seperti tegel keramik, pipa
plastik, cat-cat yang beraneka macam warnanya (petroleum-based), perekat
(petroleum-based), dan sebagainya. Karena klasifikasi bahan bangunan tradisional
kurang memperhatikan tingkat teknologi dan keadaan entropinya, serta
pengaruhnya atas ekologi dan kesehatan manusia, maka lebih baik bahan
bangunan digolongkan menurut penggunaan bahan mentah dan tingkat
transformasinya pada Tabel 2 dibawah ini.

9
Tabel 2 Klasifikasi bahan bangunan ekologis (Frick dan Mulyani 2006)
No

Klasifikasi Bahan Secara Ekologis

1.

Bahan bangunan yang dapat
dibudidayakan kembali

2.

Bahan bangunan alam yang dapat
digunakan kembali

3.

Bahan bangunan buatan yang dapat
didaur ulang

4.
5.
6.

Bahan bangunan yang mengalami
perubahan transformasi sederhana
Bahan bangunan yang mengalami
beberapa tingkat perubahan
transformasi
Bahan bangunan komposit

Contoh Bahan
Kayu, bambu, rotan, rumbia, serabut
kelapa, ijuk, kulit kayu, kapas, kapok,
wol
Tanah, tanah liat, lempung, tras, kapur,
batu kali, batu alam
Limbah, potongan, sampah, ampas,
bahan bungkusan (kaleng, botol), mobil
bekas
Batu merah, conblock, batako, genting,
semen, beton tanpa tulangan
Plastik, damar epoksi, produk
petrokimia yang lain
Beton bertulang, pelat serat semen, cat
kimia, perekat

Komponen Institusi
Saat ini banyak pihak mengambil perhatian khusus kepada dampak kegiatan
rekreasi terhadap lingkungan sekitarnya mulai dari pemerintah, organisasi nonpemerintah, sektor pribadi, akademisi hingga publik (Holden 2000). Ketertarikan
ini merefleksikan perubahan sikap atau perilaku terhadap interaksi kepada
lingkungan sekitar. Oleh karena itu keterlibatan stakeholder perlu diketahui sejauh
mana ikut terlibat dalam pengembangan dan pengawasannya.
Persepsi
Walgito (2004) menyatakan bahwa persepsi merupakan proses yang terjadi
di dalam diri individu yang dimulai dengan diterimanya rangsang, sampai
rangsang itu disadari dan dimengerti oleh individu sehingga individu dapat
mengenali dirinya sendiri dan keadaan di sekitarnya. Persepsi seseorang
tergantung kepada seberapa jauh kesan suatu objek membuat arti terhadap
seseorang.
Di dalam proses persepsi, individu dituntut untuk memberikan penilaian
terhadap suatu objek yang dapat bersifat positif atau negatif, senang atau tidak
senang dan sebagainya. Persepsi dari setiap individu dapat berbeda-beda. Pada
pemandangan yang sama, persepsi dari seorang laki-laki, wanita, maupun anakanak yang menerimanya akan berbeda-beda. Persepsi dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal (Ferguson 2000). Faktor internal yaitu (1) umur dan jenis
kelamin; (2) latar belakang; (3) pendidikan; (4) pekerjaan dan pendapatan; (5) asal
dan status penduduk; (6) tempat tinggal; (7) status ekonomi; (8) waktu luang; dan
(9) fisik dan intelektual. Faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi yaitu
keadaan lingkungan fisik dan sosial. Secara umum persepsi dihasilkan dari variasi
bentuk dari energi fisik seperti panas, gerak, kimia, suara, dan elektromagnet yang
selanjutnya disebut sebagai stimulus. Menurut Eckbo (1964) persepsi dipengaruhi
oleh latar belakang intelektual dan pengalaman emosional, pergaulan, dan sikap
seseorang. Dengan adanya persepsi maka sikap akan terbentuk sebagai suatu

10
kecenderungan yang stabil untuk berlaku atau bertindak secara tertentu di dalam
situasi yang tertentu pula.
Informasi yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu yang
bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau penyaringan
informasi yang masuk tersebut untuk disusun menjadi kesatuan yang bermakna
dan akhirnya terbentuk interpretasi mengenai informasi ini. Walgito (2004)
menyatakan bahwa ada tiga hal yang berperan dan mempengaruhi persepsi
manusia, yaitu keadaan stimulus berupa manusia yang akan dipersepsi, situasi
atau keadaan sosial yang melatarbelakangi stimulus, dan keadaan orang yang
mempersepsi. Oleh karena itu, persepsi merupakan respon terhadap rangsangan
yang datang dari suatu objek sehingga respon ini berkaitan dengan penerimaan
atau penolakan oleh individu tersebut (Hutabarat 2008).
Perilaku
Perilaku menurut Mar’at (1984) adalah kesiapan mental dan kesiapan syaraf
yang diperoleh dari pengalaman serta memiliki pengaruh langsung pada
tanggapan individu terhadap keadaan dimana mereka saling berhubungan. Sikap
seseorang terhadap sesuatu tidak terlepas dari pengaruh luar yaitu lingkungan
(Azwar 1988).
Pembentukkan perilaku dipengaruhi oleh tiga proses sosial, yaitu kesediaan,
identifikasi, dan internalisasi. Kesediaan merupakan suatu respon atau penerimaan
dari seseorang akibat adanya pengaruh dari orang lain dengan harapan orang
tersebut akan memperoleh tanggapan positif. Proses identifikasi akan terjadi
apabila seseorang meniru perilaku orang lain karena perilakunya tersebut sesuai
dengan apa yang dianggapnya sebagai hubungan yang menyenangkan.
Sedangkan, internalisasi terjadi apabila seseorang menerima pengaruh dan
bersedia menuruti pengaruh tersebut, hal ini disebabkan sikap tersebut sesuai
dengan kepercayaan yang dianutnya (Azwar 1988).
Perilaku sebagai suatu kepercayaan menurut Mar’at (1984) terdiri atas tiga
komponen, yaitu komponen kognisi, komponen afektif, dan komponen konasi.
Komponen kognisi (kesadaran) berhubungan dengan keyakinan, ide, dan konsep
yang menggambarkan hubungan objek dengan pemikiran dan objek disekitar
lainnya. Komponen afektif (perasaan) berhubungan dengan kehidupan emosional
seseorang sehingga komponen ini dapat memberi penilaian emosional positif atau
negatif yang mengakibatkan timbulnya perasaan senang atau tidak senang.
Komponen konasi merupakan kecenderungan bertingkah laku.
Persepsi dan Perilaku terhadap Lingkungan
Lingkungan adalah suatu sistem kompleks yang berada di luar individu
yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme. Lingkungan
tidak sama dengan habitat. Habitat adalah tempat dimana organisme atau
komunitas hidup. Lingkungan merupakan ruang tiga dimensi, dimana organisme
merupakan salah satu bagiannya. Lingkungan bersifat dinamis dalam arti berubahubah setiap saat. Salah satu aspek penting dalam kebudayaan manusia yang
berlaku semenjak nenek moyang kita dahulu hingga kini, adalah adanya kesadaran
serta penghayatan akan arti penting dan pengaruh alam sekeliling atas

11
perikehidupan manusia. Firth et al. (1960) dalam Lamech dan Hutomo (1995)
menerangkan hal itu sebagai berikut:
1. Keadaan alam sekeliling memang nyata memberikan batas-batas yang luas
bagi kemungkinan hidup manusia.
2. Tiap keadaan alam sekeliling yang mempunyai coraknya sendiri-sendiri,
sedikit banyak memaksa orang yang hidup di pangkuannya untuk menuruti
suatu cara hidup yang sesuai dengan keadaan.
3. Keadaan alam sekeliling bukan saja memberikan kemungkinan yang besar bagi
kemajuan, tetapi juga menyediakan bahan-bahan yang dapat memuaskan
kebutuhan hidup bagi manusia.
4. Keadaan alam sekeliling juga mempengaruhi keselarasan hidup budaya
manusia, seperti terlihat pada upacara-upacara yang berhubungan dengan
kepercayaan.
Kesadaran serta penghayatan akan arti penting lingkungan alam sekeliling
atas peri kehidupan manusia, menempatkan manusia pada posisi aktif dan
berperan sebagai “a geomorphologic agent”, dalam hal ini manusia menduduki
bagian dunia yang tidak pasif, tetapi sebagai faktor aktif yang dapat membuat
perubahan-perubahan. Melalui bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, ia
(manusia) berusaha untuk mencapai keserasian dan keselarasan hidup sesuai
dengan alam lingkungan hidupnya, baik lingkungan fisik maupun non fisik.
Manusia masa kini dengan kesadaran yang tinggi akan pentingnya
mempertahankan keseimbangan lingkungan hidupnya, berupaya untuk mengatur
pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang terdapat pada alam sekitarnya supaya
tidak menimbulkan bencana atau malapetaka. Dari pernyataan tersebut jelas
bahwa masyarakat kita mempersepsikan lingkungan bukan hanya sekedar sebagai
objek yang harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia (human
centris), melainkan ia juga harus dipelihara dan ditata demi kelestarian lingkungan
itu sendiri (eco centris) (Lamech dan Hutomo 1995).

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Situgede (Gambar 2) yang terletak di
Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat
dengan luas lahan sebesar 10,42 Ha. Situgede memiliki potensi rekreasi dan telah
menjadi salah satu objek wisata di Bogor yang banyak dikunjungi oleh penduduk.
Kegiatan penelitian berlangsung selama empat bulan, yaitu dimulai dari minggu
pertama bulan Maret 2014 hingga minggu keempat bulan Juni 2014.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian adalah alat dokumentasi yaitu kamera
digital, sementara bahan yang diperlukan adalah peta rekreasi, foto citra, tabel
kriteria ceklis, kuisioner untuk pengunjung, dan data pendukung mengenai
Situgede.

12

Gambar 2 Lokasi penelitian
Batasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi dengan batas tapak yang telah ditentukan berdasarkan
titik-titik lokasi dimana frekuensi pengunjung banyak melakukan kegiatan
rekreasi, seperti: piknik, memancing, bermain bebek air, dan melihat penangkaran
rusa. Penelitian ini membahas persepsi dan perilaku pengunjung domestik atau
lokal terhadap konsep ecodesign yang terdapat pada lanskap rekreasi Situgede.
Serta konsep ecodesign dibentuk berdasarkan kriteria konsep ecodesign menurut
Pratiwi et al. (2014) yang disesuaikan dengan prinsip-prinsip lanskap rekreasi
menurut Smith (2003).
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
melalui survei baik dengan pengamatan langsung pada tapak maupun wawancara
melalui kuisioner. Kuisioner diisi oleh pengunjung yang berada di sekitar lanskap
rekreasi Situgede. Pelaksanaan penelitian dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap
persiapan, tahap pengumpulan data, dan tahap analisis data.
Tahap persiapan
Persiapan awal meliputi: penentuan lokasi penelitian, penetapan tujuan dan
pembuatan usulan penelitian, permohonan izin kepada pihak Kelurahan Situgede
dan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (Litbanghut), persiapan survei
(penyusunan tabel kriteria ceklis, pembuatan kuisioner, dan foto citra).
1. Tahap penetapan konsep ecodesign lanskap rekreasi
Pada tahap ini dilakukan studi pustaka yang relevan sebagai bahan analisis
komponen-komponen pembentuk unit lanskap rekreasi yang sesuai dengan
konsep ecodesign menurut Pratiwi et al. (2014). Analisis ini dilakukan dengan
teknik analisis deskriptif, hasil dari analisis tersebut ditetapkanlah komponenkomponen konsep ecodesign yang terangkum pada Tabel 3.

13
Tabel 3 Penetapan komponen ecodesign lanskap rekreasi (Pratiwi et al. 2014)
Komponen

Subkomponen dan
Parameter

Sesuai

Cukup Sesuai

Kurang Sesuai

Skor

Bobot

Skala Estimasi

2

1

0

(SkalaxBobot)

RTH rekreasi

50% luas RTH

25%-50% luas
RTH

30 cm

Lama genangan

Tidak ada

2 jam

Frekuensi banjir

Tidak ada

2x setahun

Tinggi

Sedang

Rendah

125-150 L

>150 L