Analisis Struktur P106-P107 (Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25) Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok Seksi E2-A terhadap Beban Gempa

(1)

ANALISIS STRUKTUR P106-P107

(Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25)

JALAN BEBAS HAMBATAN TANJUNG PRIOK

SEKSI E2-A TERHADAP BEBAN GEMPA

YESY RATNA SARI

F44090005

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014


(2)

(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Struktur P106-P107 (Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25) Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok Seksi E2-A terhadap Beban Gempa adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Yesy Ratna Sari


(4)

YESY RATNA SARI. Analisis Struktur P106-P107 (Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25) Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok Seksi E2-A terhadap Beban Gempa. Dibimbing oleh ERIZAL dan MUHAMMAD FAUZAN.

Mengingat Indonesia terletak pada zona tektonik yang sangat aktif, ketahanan struktur termasuk juga struktur jalan tol, terhadap gempa menjadi sebuah hal yang perlu diperhitungkan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis struktur P106-P107 (Sta. 7+388.50 ~ Sta. 7+424.25) Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok seksi E2-A terhadap beban gempa, dengan mengacu pada Peta Hazard Gempa Indonesia 2010 menggunakan metode respon spektrum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas nominal struktur baik pada slab, girder, pierhead, dan pier aman terhadap pembebanan ultimit yang telah memasukkan faktor gempa. Jumlah kebutuhan tendon pada girder diperoleh sebanyak 125 tendon ( 98.7 mm2) dan pier head sebanyak 558 tendon ( 138.7 mm2). Pada

slab digunakan tulangan lentur D19-150. Tulangan geser girder digunakan D22-132.5 pada area tumpuan dan D13-150 pada area lapangan. Pada pier head

digunakan tulangan lentur D32 dan tulangan geser D16. Hasil analisis pier

menggunakan program PCA Col menunjukkan kapasitas pier mampu menahan kombinasi beban yang terjadi, sehingga struktur pier aman terhadap beban gempa. Kata kunci: : infrastruktur, jembatan, tendon, gempa, momen

ABSTRACT

YESY RATNA SARI. STRUCTURAL ANALYSIS OF P106-P107 (Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25) TANJUNG PRIOK ACCESS ROAD SECTION E2-A UNDER EARTHQUAKE LOADS. Supervised by ERIZAL and MUHAMMAD FAUZAN.

The resistance of building structure, included high way should be considered because Indonesia laid in a highly active tectonic zone. The purpose of this research is to analyze the structure of fly over P106-P107 (Sta. 7 +388.50 ~ Sta. 7 +424.25) at Tanjung Priok Access Road section E2-A under earthquake loads based on Peta Hazard Gempa Indonesia 2010, using response spectrum method. Based on the result of this research, is obtained that for slab, girder, pier head, and pier structure are safed under earthquake loads. The amount of tendon needs for the girder is 125 tendons ( 98.7 mm2) and for the pier head is 558 tendons ( 138.7 mm2). For slab, is used flexural reinforcement D19-150. The shear reinforcement for girder is used D22-132.5 at pedestal area and D13-150 at field area. For pier head is used flexural reinforcement D32 and shear reinforcement D16. The result analysis of pier using software PCA Col showed that the pier capacity is strong enough to endure loading combinations, so the pier structure is safed under earthquake loads.


(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

ANALISIS STRUKTUR P106-P107

(Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25)

JALAN BEBAS HAMBATAN TANJUNG PRIOK

SEKSI E2-A TERHADAP BEBAN GEMPA

YESY RATNA SARI

F44090005

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014


(6)

(7)

Judul Skripsi : Analisis Struktur P106-P107 (Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25) Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok Seksi E2-A

terhadap Beban Gempa Nama : Yesy Ratna Sari

NIM : F44090005

Disetujui oleh

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Erizal, M.Agr

Muhammad Fauzan, S.T, M.T

Diketahui oleh

Plh. Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

Dr. Yudi Chadirin, STP, M.Agr


(8)

lalan Bebas Hambatan Tanjung Priok Seksi E2-A terhadap Beban Gempa

Nama : Yesy Ratna Sari

NIM : F44090005

Disetujui oleh

Pembimbing I Pembimbing II

Muhammad Fauzan, S.T, M.T

Diketahui oleh

STP M.A


(9)

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Analisis Struktur P106-P107 (Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25) Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok Seksi E2-A terhadap Beban Gempa ini telah dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2013.

Dengan telah selesainya penelitian dan tersusunnya skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Erizal, M.Agr sebagai dosen pembimbing pertama yang telah senantiasa memberikan arahan dan bimbingan selama masa studi serta dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Muhammad Fauzan, S.T, M.T sebagai dosen pembimbing kedua yang telah banyak memberikan ilmu dalam bidang struktur jembatan serta memberikan kesempatan dan pengalaman bekerja sebagai tim di MFA.

3. Sutoyo, STP, MSI, sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan yang sangat bermanfaat.

4. Staf laboratorium dan tata usaha Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan yang telah banyak membantu dalam bidang administrasi dan perkuliahan. 5. Kedua orang tua beserta keluarga yang selalu mendukung dan memberikan

semangat kepada penulis.

6. Teman-teman satu bimbingan dan satu tim : Sisca, Fahril, Hafiz, Qori, Rafdi, dan Anti, serta seluruh SIL 46 yang senantiasa menyemangati dan menginspirasi satu sama lain.

7. Teman-teman SIL 45 yang telah banyak memberi masukan, serta teman-teman SIL 47 atas kerja sama dan kebersamaannya.

8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknik Sipil dan Lingkungan.

Bogor, Februari 2014


(10)

DAFTAR TABEL i

DAFTAR GAMBAR i

DAFTAR LAMPIRAN ii

DAFTAR NOTASI ii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang, Perumusan Masalah 2

Tujuan dan Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Jembatan 3

Beton Prategang (PrestressedConcrete) 3

Standar Perencanaan Jembatan 5

Pembebanan Pada Jembatan 5

Desain dan Perhitungan Balok dan Kolom 12

Software CSI Bridge dan PCA Col 14

METODOLOGI 15

Waktu dan Tempat 15

Alat dan Bahan 15

Tahapan Penelitian 17

Pemodelan Struktur 18

HASIL DAN PEMBAHASAN 22

Model Struktur Jembatan 22

Input Pembebanan 23

Hasil Gaya Dalam (InternalForce) 30

Perhitungan Tendon 32

Perhitungan Tulangan 34

Pemeriksaan Kolom 41

SIMPULAN DAN SARAN 45

DAFTAR PUSTAKA 46


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Berat Jenis untuk Beban Mati (kN/m3) 6 Tabel 2. Faktor Beban Akibat Beban Angin 8

Tabel 3. Koefisien Seret 8

Tabel 4. Penentuan Kelas Situs Tanah 9

Tabel 5. Nilai Koefisien Fa 10

Tabel 6. Nilai Koefisien Fv 10

Tabel 7. Kombinasi Pembebanan 23

Tabel 8. Kombinasi Beban “D” Arah Longitudinal Jembatan 26

Tabel 9. Perhitungan Nilai 28

Tabel 10. Akselerasi Spektrum Gempa Wilayah Jakarta 30

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Data Episenter Gempa Utama di Indonesia dan Sekitarnya untuk Magnituda M ≥ 5 yang Dikumpulkan dari Berbagai Sumber dalam

Rentang Waktu 1900-2009 1

Gambar 2. Contoh Struktur Sebuah Jembatan 3

Gambar 3. Konsep Perbedaan Beton Bertulang (Reinforced Concrete) dan

Beton Prategang (Prestressed Concrete) 4

Gambar 4. Desain Respon Spektrum 16

Gambar 5. Peta Respon Spektra Percepatan 0.2 Detik (SS) di Batuan Dasar

(SB) untuk Probabilitas Terlampaui 2% dalam 5 Tahun 11

Gambar 6. Peta Respon Spektra Percepatan 1.0 Detik (S1) di Batuan Dasar

(SB) untuk Probabilitas Terlampaui 2% dalam 5 Tahun 11

Gambar 7. Areal Aoh 13

Gambar 8. Denah Lokasi Proyek yang Ditinjau 15

Gambar 9. Diagram Alir Penelitian 17

Gambar 10. Layout Line Struktur FlyOver 18

Gambar 11. Input Material dan Penampang PCU Girder 19

Gambar 12. Penampang Superstruktur Jembatan 19

Gambar 13. Jenis Perletakan 20

Gambar 14. Input Kombinasi Pembebanan 20

Gambar 15. Input Respon Spektrum Wilayah Jakarta 21

Gambar 16 Akibat Kombinasi Pembebanan 21

Gambar 17. Pemodelan Struktur FlyOver 22

Gambar 18. Tampak Depan Struktur Fly Over 22

Gambar 19. Tampak Samping Struktur Fly Over 22

Gambar 20. Distribusi Beban “D” Arah Transversal Jembatan Bagian Kiri 25 Gambar 21. Distribusi Beban “D” Arah Transversal Jembatan Bagian Kanan 25

Gambar 22. Input Beban Truk “T” 26

Gambar 23. Input Pengaruh Temperatur 27

Gambar 24. Proyeksi Tumbukan pada Pier Terhadap Sumbu X dan Sumbu Y 27

Gambar 25. Peta Gempa untuk wilayah Jakarta; 29

Gambar 26. Grafik Respon Spektrum Wilayah Jakarta Berdasarkan Peta Hazard

Gempa 2010 30 Gambar 27. Hasil Momen Akibat Berat Sendiri pada Jembatan 31


(12)

Gambar 28. Hasil Gaya Dalam Akibat Kombinasi Pembebanan ULS-5I 31

Gambar 29. Deformasi yang Terjadi pada Struktur Akibat Beban Hidup 32

Gambar 30. Pemodelan Pier 41 Gambar 31. Input Data pada Program PCA Col untuk Pier Segmen 1 42

Gambar 32. Diagram Interaksi Pier Segmen 1 untuk Kombinasi 1 42 Gambar 33. Diagram Interaksi Pier Segmen 1 untuk Kombinasi 2 43

Gambar 34. Input Data pada Program PCA Col untuk Pier Segmen 2 43 Gambar 35. Diagram Interaksi Pier Segmen 2 untuk Kombinasi 1 44 Gambar 36. Diagram Interaksi Pier Segmen 2 untuk Kombinasi 2 44

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Lokasi Proyek yang Ditinjau Lampiran 2. Grafik BoreLog

Lampiran 3. Potongan Melintang FlyOver dan Dimensi Pier Lampiran 4. Layout Tendon U Girder Tipe F

Lampiran 5. Layout Tendon PierHead

Lampiran 6. Tulangan Deck Slab U Girder Lampiran 7. Tulangan Girder Tipe F Lampiran 8. Tulangan PierHead

Lampiran 9. Tulangan Pier

DAFTAR NOTASI

a = tinggi blok tegangan tekan persegi ekivalen beton dalam analisis kekuatan batas penampang beton bertulang akibat lentur

A = luas penampang, m2

Ag = luas brutto penampang, mm2

Aps = luas tulangan prategang dalam daerah tarik, mm2

As = luas tulangan tarik non-prategang, mm2

Av = luas tulangan geser dalam daerah sejarak s, atau luas tulangan geser yang

tegak lurus terhadap tulangan lentur tarik dalam suatu daerah sejarak s pada komponen struktur lentur tinggi, mm2

b = lebar dari muka tekan komponen struktur, mm

bw = lebar badan balok, atau diameter dari penampang bulat, mm

d = jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tarik, mm d’ = tebal selimut beton, mm

e = eksentrisitas (mm)

Ec = modulus elastisitas beton, MPa

Es = modulus elastisitas tulangan, MPa

f c’ = kuat tekan beton yang disyaratkan pada umur 28 hari, MPa fpu = kuat tarik baja prategang, MPa

fpe = tegangan tekan dalam beton akibat gaya prategang efektif saja (setelah

memperhitungkan semua kehilangan prategang) pada serat terluar dari penampang dimana tegangan tarik terjadi akibat beban luar, MPa fs = tegangan dalam tulangan yang dihitung pada beban kerja,

MPa


(13)

h = tinggi total komponen struktur, mm I = momen inersia penampang (mm4)

Jt = modulus puntir, yang besarnya bisa diambil sebesar 0.4x2y

untuk penampang segiempat masif; atau sebesar 0.4Σx2y untuk penampang masif berbentuk T, L, atau I; atau sebesar 2Ambw untuk

penampang berongga dinding tipis, di mana Am adalah luas yang

dibatasi garis median dinding dari lubang tunggal (mm2) L = panjang bentang jembatan, m

Mcr = momen yang menyebabkan terjadinya retak lentur pada penampang

akibat beban luar

Mn = kekuatan momen nominal penampang, Nmm

Mu = momen terfaktor akibat kombinasi pengaruh gaya luar yang terbesar

pada penampang, Nmm

Nn = kekuatan aksial tekan penampang, N

Nu = beban aksial terfaktor akibat kombinasi pengaruh gaya luar yang

terbesar yang tegak lurus pada penampang, diambil positif untuk tekan, negatif untuk tarik, dan memperhitungkan pengaruh dari tarik akibat rangkak dan susut

Rn = besaran ketahanan atau kekuatan nominal dari penampang komponen

struktur

s = spasi dari tulangan geser atau puntir dalam arah paralel dengan tulangan longitudinal, mm

Tc = kuat puntir nominal yang disumbangkan oleh beton

Tn = kuat puntir nominal dari penampang komponen struktur

Ts = kuat puntir nominal yang disumbangkan oleh tulangan puntir

Tu = momen puntir terfaktor akibat kombinasi pengaruh gaya luar yang

terbesar pada penampang

Vc = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton

Vn = kuat geser nominal dari penampang komponen struktur

Vs = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser

Vu = gaya geser terfaktor akibat kombinasi pengaruh gaya luar yang terbesar

pada penampang

wc = berat jenis beton (kN/m3)

W = berat komponen (kN)

x = dimensi terpendek bagian segiempat dari suatu penampang y = dimensi terpanjang bagian segiempat dari suatu penampang y* = jarak tendon terhadap dimensi terluar dari beton

β1 = faktor tinggi blok tegangan tekan persegi ekivalen beban

ρ = rasio tulangan tarik non-prategang ρ’ = rasio tulangan tekan non-prategang

ρmin = rasio tulangan minimum terhadap luas penampang beton

ρb = rasio tulangan yang memberikan kondisi regangan yang seimbang

wc = berat jenis beton (kN/m3)

 = faktor reduksi kekuatan

σ = tegangan tendon prategang (MPa)

ω = indeks tulangan tarik non-prategang yang adalah = ρfy/fc’ ω’ = indeks tulangan tekan yang adalah = ρ’fy/fc’


(14)

PENDAHULUAN

Dewasa ini, peningkatan aktivitas perekonomian secara tidak langsung semakin menuntut dibutuhkannya jaringan transportasi yang baik guna memperlancar arus barang dan jasa. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga telah menjadi salah satu faktor pendorong kemajuan di bidang infrastruktur. Dalam jaringan transportasi, fungsi jalan dan jembatan sebagai penghubung sebuah sistem memegang peranan yang sangat penting.

Pembangunan Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok merupakan salah satu contoh pentingnya jaringan jalan dalam sebuah sistem transportasi. Struktur jalan tol yang dibangun memerlukan perencanaan yang matang dari berbagai aspek agar dapat memenuhi kebutuhan lalu lintas. Sebuah jalan tol direncanakan berdasarkan kebutuhan volume kendaraan yang melintas, faktor daya dukung tanah, serta koneksi antar ruas jalan tol lainnya.

Perencanaan struktur bangunan saat ini secara umum telah memasukkan faktor gempa untuk menciptakan suatu struktur yang aman dan terhindar dari kerusakan-kerusakan fatal akibat gempa. Mengingat Indonesia terletak pada zona tektonik yang sangat aktif, ketahanan struktur bangunan terhadap gempa menjadi sebuah hal yang perlu diperhitungkan. Seperti halnya Jepang dan California, Indonesia termasuk dalam wilayah yang sangat rawan bencana gempa bumi. Hal ini dikarenakan tiga lempeng besar dunia dan sembilan lempeng kecil lainnya saling bertemu di wilayah Indonesia serta membentuk jalur-jalur pertemuan lempeng yang kompleks. Keberadaan interaksi antar lempeng-lempeng tersebut menempatkan Indonesia sebagai wilayah rawan gempa. Dalam 6 tahun terakhir, diantaranya tercatat beberapa bencana gempa besar yang terjadi di wilayah Aceh, Nias, Yogya, dan Padang yang menyebabkan keruntuhan infrastruktur dan korban jiwa.

Gambar 1. Data Episenter Gempa Utama di Indonesia dan Sekitarnya untuk Magnituda M ≥ 5 yang Dikumpulkan dari Berbagai Sumber dalam Rentang

Waktu 1900-2009 Sumber : Peta Hazard Gempa Indonesia 2010.


(15)

Latar Belakang

Suatu struktur yang dibangun perlu didesain sesuai dengan kriteria standar perencanaan serta tahan terhadap beban gempa mengingat Indonesia terletak pada zona tektonik yang aktif. Perencanaan struktur tahan gempa sangat penting untuk menciptakan struktur yang aman dan terhindar dari kerusakan-kerusakan fatal akibat gempa.

Perumusan Masalah

Berdasarkan kriteria standar perencanaan dan peta gempa terbaru, perlu dilakukan analisis terhadap struktur yang ditinjau dengan mengacu pada Peta

Hazard Gempa 2010. Pada penelitian ini dilakukan analisis struktur P106-P107 (Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25) Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok Seksi E2-A. Analisis dilakukan dengan membandingkan gaya dalam yang terjadi akibat pembebanan terhadap kapasitas nominal dari struktur tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis struktur fly over P106-P107 (Sta. 7+388.50 ~ Sta. 7+424.25) Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok seksi E2-A terhadap beban gempa. Hasil analisis yang berupa perhitungan jumlah tendon dan tulangan kemudian dibandingkan dengan kondisi eksisting.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan di bidang teknik sipil dan lingkungan.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa ruang lingkup sebagai berikut :

1. Analisis dilakukan pada struktur P106-P107 (Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25). Jenis pembebanan yang termasuk ke dalam analisis adalah : berat sendiri, beban mati tambahan, beban lalu lintas, prategang, suhu, gaya rem, tumbukan, beban angin, dan beban gempa.

2. Struktur flyover yang ditinjau adalah slab, girder, pierhead, dan pier.

3. Analisis ketahanan gempa dilakukan dengan mengacu pada Peta Hazard

Gempa Indonesia 2010 menggunakan metode analisis gempa dinamis.

4. Pemodelan struktur dan analisis gaya dalam dilakukan menggunakan program

CSI Bridge Versi 15.

5. Analisis dilakukan dengan membandingkan jumlah tendon dan tulangan hasil evaluasi dengan kondisi eksisting.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Jembatan

Jembatan merupakan salah satu infrastruktur yang berperan penting dalam kehidupan manusia. Jembatan juga menjadi elemen kunci dalam sebuah sistem transportasi karena merupakan pengontrol kapasitas daripada sistem tersebut, baik dari segi berat maupun volume lalu lintas. Berdasarkan bahan konstruksinya jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain jembatan kayu, jembatan beton bertulang, jembatan beton prategang, jembatan baja, dan jembatan komposit. Penggunaan bahan penyusun jembatan tergantung daripada kebutuhan desain konstruksi (Supriyadi dan Muntohar. 2007)

Secara umum struktur suatu jembatan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu struktur atas dan struktur bawah. Struktur atas (superstructure) merupakan bagian yang menerima beban langsung yang meliputi berat sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban lalu-lintas, dan beban lingkungan. Struktur atas jembatan umumnya meliputi slab lantai kendaraan, girder, balok diafragma, dan tumpuan (bearing). Struktur bawah (substructure) jembatan berfungsi memikul seluruh beban struktur atas dan beban lain yang ditimbulkan oleh lingkungan untuk disalurkan ke dalam tanah. Struktur bawah terdiri dari kolom (pier), pile cap, dan pondasi (Barker and Pucket. 2007)

Gambar 2. Contoh Struktur Sebuah Jembatan Sumber : http://en.blog.unikom.ac.id/bridge-structure.694.

Beton Prategang (PrestressedConcrete)

Beton memiliki kuat tekan yang tinggi, namun lemah terhadap kuat tarik. Gaya tarik yang bekerja tersebut dapat menyebabkan retak (crack) dan patah. Beton polos (unreinforced concrete) hanya dapat digunakan pada kasus material mengalami beban tekan atau pada kondisi tegangan tarik yang sangat rendah, sehingga beton perlu diperkuat dengan tulangan baja yang memiliki kuat tarik tinggi. Pada beton bertulang, retak dan defleksi pada dasarnya tidak dapat kembali apabila komponen struktur tersebut telah mencapai kondisi batas pada saat mengalami beban kerja. Karena rendahnya kapasitas tarik pada beton, maka retak lentur terjadi pada taraf pembebanan yang masih rendah. Untuk mengurangi


(17)

atau mencegah berkembangnya retak tersebut, gaya konsentris atau eksentris diberikan dalam arah longitudinal elemen struktural. Gaya ini mencegah berkembangnya retak dengan cara mengeliminasi atau sangat mengurangi tegangan tarik di bagian tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban kerja, sehingga dapat meningkatkan kapasitas lentur, geser, dan torsional penampang tersebut. Gaya longitudinal tersebut merupakan gaya prategang, yaitu gaya tekan yang memberikan prategangan pada penampang di sepanjang bentang suatu elemen struktural sebelum bekerjanya beban mati dan beban hidup transversal atau beban hidup horizontal transien (Nawy. 2001).

Beton prategang adalah beton bertulang yang diberi tegangan dalam untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam beton akibat beban kerja. Pada beton bertulang, tulangan di dalam komponen struktur tidak memberikan gaya dari dirinya pada komponen struktur tersebut, suatu hal yang berlawanan dengan aksi baja prategang. Baja tendon yang dibutuhkan untuk menghasilkan gaya prategang di dalam komponen struktur prategang secara aktif memberikan beban awal pada komponen struktur, sehingga memungkinkan terjadinya pemulihan retak dan defleksi. Apabila kuat tarik lentur beton terlampaui, komponen struktur prategang mulai beraksi seperti elemen beton bertulang (Nawy. 2001).

Gambar 3. Konsep Perbedaan Beton Bertulang (ReinforcedConcrete) dan Beton Prategang (PrestressedConcrete)

Sumber : http://ptsindia.net/design_criteria.html.

Pada beton prategang, tegangan permanen diberikan di komponen struktur sebelum seluruh beban mati dan beban hidup bekerja agar tegangan tarik netto

yang ditimbulkan oleh beban-beban tersebut dapat dieliminasi atau sangat dikurangi. Komponen struktur prategang mempunyai tinggi lebih kecil dibandingkan beton bertulang untuk kondisi bentang dan beban yang sama, akibat eliminasi tegangan tarik netto yang ditimbulkan oleh beban dengan adanya struktur prategang (Nawy. 2001).

Terdapat dua teknik prategang pada beton, yaitu pre-tensioning dan post-tensioning. Teknik pre-tensioning adalah pemberian tegangan pada tendon sebelum beton dicor. Teknik ini pada prinsipnya digunakan untuk


(18)

konstruksi jembatan bentang pendek yang menggunakan balok jembatan standar. Teknik post-tensioning merupakan pemberian tegangan yang dilakukan setelah beton dicor.

Standar Perencanaan Jembatan

Terdapat dua pendekatan dalam perencanaan sebuah struktur jembatan, yaitu rencana tegangan kerja dan rencana keadaan batas (ultimit).

1. Rencana Tegangan Kerja

Pendekatan ini merupakan pendekatan elastis yang digunakan untuk memperkirakan kekuatan atau stabilitas dengan membatasi tegangan dalam struktur sampai tegangan izin. Tegangan izin tersebut dibuat dengan membuat beberapa toleransi untuk stabilitas tidak linear dan pengaruh bahan pada kekuatan struktur terisolasi, dengan membagi kekuatan ultimate dengan faktor keamanan (SF).

Pendekatan menggunakan tegangan kerja memiliki kelemahan, yaitu kurangnya efisiensi dalam mencapai tingkat keamanan yang konsisten bila faktor keamanan digunakan pada bahan saja.

2. Rencana Keadaan Batas (Ultimate)

Pada rencana keadaan batas, margin keamanan digunakan lebih merata pada seluruh struktur melalui penggunaan faktor keamanan parsial. Tidak seperti cara tegangan kerja yang mana faktor keamanan digunakan hanya untuk bahan, dalam rencana keadaan batas faktor keamanan terbagi antara beban dan bahan.

faktor reduksi kekuatan x kapasitas nominal ≥ faktor beban x beban nominal

Rencana keadaan batas lebih rasional dibandingkan pendekatan tegangan kerja. Perencanaan yang dihasilkan oleh penggunaan prinsip keadaan batas akan lebih ekonomis dan akan menghasilkan jembatan dengan kemampuan kapasitas dan kekuatan yang merata.

Pembebanan Pada Jembatan

Jenis-jenis beban yang perlu diperhitungkan dalam merancang suatu jembatan menurut RSNI T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan adalah sebagai berikut :

1. Beban Mati (DeadLoad)

Berat sendiri dan beban mati tambahan termasuk ke dalam kategori beban mati. A. Berat Sendiri

Berat sendiri struktur, merupakan semua beban tetap yang berasal dari berat bangunan dan elemen-elemen struktural lain yang dipikulnya. Termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan


(19)

elemen struktural ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap. Perhitungan berat sendiri dapat dilakukan menggunakan rumus :

(1) Keterangan :

: berat komponen persatuan volume (kN/m3) : bentang jembatan (m)

: luas penampang (m2)

Nilai berat komponen persatuan volume atau berat isi untuk berbagai jenis bahan telah tercantum pada RSNI T-02-2005.

Tabel 1. Berat Jenis untuk Beban Mati (kN/m3)

No Bahan Berat/Satuan Isi (kN/m3) KerapatanMasa (kg/m3)

1 Campuran aluminium 26.27 2720

2 Lapisan permukaan beraspal 22 2240

3 Besi tuang 71 7200

4 Timbunan tanah dipadatkan 17.2 1760

5 Kerikil dipadatkan 18.8-22.7 1920-2320

6 Aspal beton 22 2240

7 Beton ringan 12.25-19.6 1250-2000

8 Beton 22.0-25.0 2240-2560

9 Beton prategang 25.0-26.0 2560-2640

10 Beton bertulang 23.5-25.5 2400-2600

11 Timbal 111 11,400

12 Lempung lepas 12.5 1280

13 Batu Pasangan 23.5 2400

14 Neoprin 11.3 1150

15 Pasir kering 15.7-17.2 1600-1760

16 Pasir basah 18.0-18.8 1840-1920

17 Lumpur lunak 17.2 1760

18 Baja 77 7850

19 Kayu (ringan) 7.8 800

20 Kayu (keras) 11 1120

21 Air murni 9.8 1000

22 Air garam 10 1025


(20)

B. Beban Mati Tambahan (Superimposed Dead Load)

Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan. Beban mati tambahan dapat berupa utilitas pada saat pengerjaan jembatan, berat pelapisan kembali permukaan jembatan, parapet, trotoar, lampu jembatan, pipa air serta sarana lainnya yang dipikul langsung oleh jembatan.

2. Beban Hidup (Live Load)

Beban hidup terdiri dari semua beban bergerak yang bekerja pada deck

jembatan. Beban hidup terdiri dari beban kendaraan, kereta, maupun beban pejalan kaki. Beban hidup dapat tersebar merata sepanjang deck seperti beban padatnya lalu lintas dan beban kereta api yang panjang, ataupun dapat berupa beban terpusat seperti beban truk berat tunggal, poros, dan lokomotif. Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur “D” dan beban truk “T”.

A. Beban Lajur “D”

Beban Lajur “D” bekerja pada seluruh lebar lajur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan rangkaian kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur “D” yang bekerja tergantung pada lebar lajur kendaraan jembatan. Beban lajur D terdiri dari beban terbagi rata (BTR) yang digabung dengan beban garis (BGT).

Beban Terbagi Rata (BTR)

Beban terbagi rata mempunyai intensitas q (KPa), dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti berikut :

L ≤ 30 m : q = 9.0 kPa (2)

L > 30 m : q = 9.0 0.5 15

L kPa (3)

Dengan pengertian :

q = intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan

Beban Garis Terpusat (BGT)

Beban garis dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49.0 kN/m.

B. Beban Truk “T”

Pembebanan truk “T” merupakan kendaraan berat dengan jumlah 3 as. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai yang dimaksud agar mewakili pengaruh roda kendaraan berat. Terlepas dari panjang jembatan atau susunan bentang, hanya ada satu kendaraan truk “T” yang bisa ditempatkan pada satu lajur lalu lintas rencana. Kendaraan truk “T” harus ditempatkan ditengah-tengah lajur lalu lintas rencana.


(21)

3. Beban Angin

Tabel 2. Faktor Beban Akibat Beban Angin Keadaan Batas

Lokasi sampai 5 km dari pantai

(m/detik)

> 5 km dari pantai (m/detik)

Daya Layan 30 25

Ultimit 35 30

Faktor beban tersebut tidak berlaku untuk jembatan besar atau penting, seperti yang ditentukan oleh instansi yang berwenang. Jembatan-jembatan demikian harus diselidiki secara khusus akibat pengaruh beban angin, termasuk respons dinamis jembatan. Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat pengaruh angin TEW tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut :

TE =0.0006 Cw w 2Ab [kN] (4)

Keterangan :

w : kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau

: koefisien seret

: luas koefisien bagian samping jembatan (m2) Tabel 3. Koefisien Seret Tipe Jembatan Bangunan atas massif

b/d = 1.0 b/d = 2.0 b/d ≥ 6.0

Bangunan atas rangka

2.1 1.5 1.25 1.2

Keterangan :

b : lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran d : tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang masif *Harga antara dari b/d bias diinterpolasi linier

Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, harus dinaikkan sebesar 3 % untuk setiap superelevasinya, dengan kenaikan maksimum 2.5 %.

4. Beban Gempa

Standar perencanaan ketahanan gempa untuk jembatan diatur dalam SNI 2833:2008. Standar tersebut membahas analisis dinamis dan digunakan untuk merencanakan struktur jembatan tahan gempa sehingga kerusakan terjadi setempat dan mudah diperbaiki, struktur tidak runtuh dan dapat dimanfaatkan kembali. Analisis dinamis diperlukan sebagai verifikasi, bila kinerja struktur terhadap gempa tidak diwakili sepenuhnya oleh prosedur perhitungan statis dan semi dinamis. Cara spektral moda tunggal dan majemuk dengan atau tanpa pengaruh interaksi tanah merupakan perhitungan semi-dinamis. Analisis dinamis dengan cara riwayat waktu sering menggunakan rekaman akselerasi gempa dari luar, sehingga perlu disesuaikan dengan akselerasi puncak (Peak Ground Acceleration) untuk wilayah gempa yang ditinjau. Pilihan prosedur analisis gempa


(22)

tergantung pada tipe jembatan, besarnya koefisien akselerasi gempa dan tingkat kecermatan.

Perencanaan suatu struktur tahan gempa perlu mempertimbangkan faktor percepatan puncak (PGA), respon spektra percepatan di batuan dasar untuk perioda pendek 0.2 detik (Ss) dan untuk perioda 1.0 detik (S1). Ketiga nilai

tersebut dapat diperoleh menggunakan peta Hazard gempa Indonesia 2010. Penentuan kelas situs tanah (klasifikasi site) merupakan tahapan awal dalam perencanaan beban gempa, dengan terlebih dahulu mencari nilai N.

N = ΣΣi=1 tim i=1 ti Ni⁄

m (5)

Kelas situs tanah dapat ditentukan berdasarkan Peta Hazard Gempa Indonesia 2010 menggunakan tabel berikut.

Tabel 4. Penentuan Kelas Situs Tanah

Kelas Situs ̅ (m/detik) ̅ S̅u(kPa) SA (Batuan Keras) > 1500 N/A N/A SB (Batuan) 750-1500 N/A N/A SC (Tanah Keras) 350-750 > 50 > 100 SD (Tanah Sedang) 175-350 15-50 50-100 SE (Tanah Lunak) < 175 < 15 < 50 Setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3m tanah dengan karakteristik

sebagai berikut :

1. Indeks plastisitas PI > 20 2. Kadar air w ≥ 40 % dan 3. Kadar geser niralir Su < 25 kPa

SF (Tanah Khusus) Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik berikut :

1. Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersegmentasi rendah

2. Lempung sangat organik atau gambut (ketebalan H > 3 m)

3. Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7.5 m dengan PI > 7.5) 4. Lapisan lempung lunak/medium kaku (ketebalan H > 35 m dengan Su < 50 kPa Keterangan : N/A = tidak dapat dipakai

Sumber : Peta Hazard Gempa Indonesia 2010

Selanjutnya akselerasi respons spektra puncak dapat dihitung dengan persamaan :

SMS=Fa . Ss (6)

SM1=Fv . S1 (7)

Keterangan :

SMS = akselerasi respons spektra puncak pada periode pendek

SM1 = akselerasi respons spektra puncak pada periode 1 detik

Ss = nilai spektra percepatan untuk periode pendek 0.2 detik di batuan dasar

S1 = nilai spektra percepatan untuk periode 1.0 detik di batuan dasar

Fa = koefisien periode pendek

Fv = koefisien periode 1 detik

Nilai koefisien dan dapat ditentukan menggunakan Tabel 4 dan 5. Nilai Ssdan S1 diperoleh dari Peta Hazard Gempa Indonesia 2010.


(23)

Tabel 5. Nilai Koefisien Fa

Ss Klasifikasi

Site SS≤ 0.25 SS = 0.5 SS = 0.75 SS = 1.0 SS≥ 1.25

SA 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8

SB 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0

SC 1.2 1.2 1.1 1.0 1.0

SD 1.6 1.4 1.2 1.1 1.0

SE 2.5 1.7 1.2 0.9 0.9

SF SS

Tabel 6. Nilai Koefisien Fv

S1 Klasifikasi

Site S1≤ 0.1 S1 = 0.2 S1 = 0.3 S1 = 0.4 S1≥ 0.5

SA 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8

SB 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0

SC 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3

SD 2.4 2.0 1.8 1.6 1.5

SE 3.5 3.2 2.8 2.4 2.4

SF SS

Sumber : Peta Hazard Gempa Indonesia 2010.

Desain parameter akselerasi spektra dihitung menggunakan persamaan :

SDS= SMS (8)

SD1= SM1 (9)

*Faktor diperoleh dari hasil konversi dari gempa 2500 tahun ke gempa 100 tahun

Pembuatan respon spektrum menggunakan persamaan berikut : Sa= SDS 0.4 0.6 TT

o) ; untuk (10)

Sa= SDS ; untuk (11)

Sa= STD1 ; untuk (12)

Sa= SD1T2TL ; untuk (13)

Nilai dan dihitung menggunakan persamaan : T0=0.2 SSD1

DS (14)

TS= SSD1DS (15)

dimana , TL = waktu transisi periode panjang

Sa = akselerasi spektra

SDS = desain parameter akselerasi respon spektra periode pendek

SD1 = desain parameter akselerasi respon spektra periode 1 detik

SMS = akselerasi respon spektra puncak periode pendek

SM1 = akselerasi respon spektra puncak periode 1 detik


(24)

Gambar 4. Desain Respon Spektrum Sumber : ASCE 07-2010

Gambar 5. Peta Respon Spektra Percepatan 0.2 Detik (SS) di Batuan Dasar (SB)

untuk Probabilitas Terlampaui 2% dalam 5 Tahun

Gambar 6. Peta Respon Spektra Percepatan 1.0 Detik (S1) di Batuan Dasar (SB)

untuk Probabilitas Terlampaui 2% dalam 5 Tahun Sumber : Peta Hazard Gempa Indonesia 2010


(25)

Desain dan Perhitungan Balok

Rumus-rumus yang digunakan pada analisis struktur balok mengacu pada RSNI T-02-2005 dan RSNI T-12-2004.

1. Tulangan lentur balok

Tegangan analitis batas baja prategang fps (untuk perhitungan kekuatan

batas nominal penampang beton prategang) harus diambil tidak melebihi fpy. Jika tidak tersedia perhitungan yang lebih tepat, dan tegangan efektif pada tendon fpe tidakkurang dari 0,5 fpu, tegangan analitis batas baja prategang fps dalam tendon yang terlekat penuh, dapat diambil sebesar:

fps= fpu (1-βp

1[ρp

fpu

fc

d

dp ω- ω ]) (16)

Jika pengaruh tulangan tekan diperhitungkan pada saat menghitung fpsdengan persamaan (16) maka nilai [ρpfpu

fc

d

dp ω-ω ] harus diambil tidak kurang dari 0.17 dan nilai d’ tidak lebih dari 0.15 .

Keterangan :

p = faktor yang memperhitungkan jenis tendon prategang , dengan nilai ;

0.55 untuk fpy

fpu≥ 0.80 0.40 untuk fpy

fpu≥ 0.85 0.28 untuk fpy

fpu≥ 0.90

β1 = faktor tinggi blok tegangan tekan persegi ekuivalen beban, dimana β1 = 0.85 untuk fc ≤ 30 MPa

β1 = 0.85 – 0.008 (fc - 30) untuk fc ≥ 30 MPa (17) Perencanaan momen lentur harus didasarkan pada :

Mu ≤  Mn (18)

Nilai  Mn dihitung dengan persamaan :

 Mn = 0.8 Apsfps d-2a As fy d-a2 (19)

Jarak antar tulangan dihitung menggunakan persamaan :

Apsfps As fy =0.85 fcab (20)

2. Tulangan Geser Balok

Perencanaan tulangan geser harus didasarkan pada :

u ≤  n (21)

Dimana nilai adalah kuat geser nominal yang dihitung menggunakan persamaan :

n= c s (22)

Kuat geser yang disumbangkan oleh beton pada struktur yang dibebani geser dan lentur saja dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :


(26)

c= (√6f c) bwd (23)

Kuat geser yang disumbangkan oleh tulangan geser untuk tulangan geser yang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur dapat dihitung menggunakan persamaan :

s= Av fsy d (24)

Kekuatan lentur dari balok beton bertulang sebagai komponen struktur jembatan harus direncanakan dengan menggunakan cara ultimit atau cara Perencanaan berdasarkan Beban dan Kekuatan Terfaktor (PBKT).

3. Kekuatan Puntir Balok

Kekuatan puntir balok harus didasarkan pada :

Tu ≤ Tn (25)

Dimana puntir nominal Tn bisa dihitung sebagai penjumlahan dari puntir nominal

yang disumbangkan oleh beton Tc dan puntir nominal yang disumbangkan oleh tulangan Tsdengan rumus :

Tn= Tc Ts (26)

Dimana :

Tc= Jt 0.3 √fc √1 10 ff pe

c (27)

Ts= fy Assw 2 Actcot t (28)

Persamaan tersebut digunakan dalam menghitung nilai kekuatan puntir nominal tulangan, dengan nilai t=45o untuk beton non prategang dan t=37.5o untuk beton prategang.

Untuk sengkang tertutup dapat dihitung :

Asw

s ≤ 0.2 y1

fyf (29) Tn=2AoAstfyvcot (30)

Dengan dapat diambil sebesar 0.85


(27)

Tulangan longitudinal tambahan yang diperlukan untuk menahan puntir dapat dihitung menggunakan persamaan

Al= Ast ρhffyvyt cot2 (31)

Desain dan Perhitungan Kolom

Pengaruh kelangsingan kolom dapat diabaikan untuk komponen struktur tekan tak bergoyang apabila dipenuhi :

klu

r ≤34- 12 M1

M2 (32)

Untuk komponen struktur tekan bergoyang, pengaruh kelangsingan dapat diabaikan apabila

klu

r ≤ 22 (33)

Beberapa persyaratan tulangan memanjang untuk kolom antara lain : memiliki luas tidak kurang dari 0.01 Ag dan tidak melebihi 0.08 Ag, kecuali jika jumlah dan penempatan tulangan mempersulit penempatan dan pemadatan beton pada sambungan dan persilangan dari bagian-bagian komponen maka batas maksimal rasio tulangan perlu dikurangi.

Rasio tulangan spiral ρs tidak boleh kurang dari : ρs=0.45 Ag

Ac-1

f c

fy (34)

Software CSI Bridge

Computers and Structures, Inc (CSI) Bridge merupakan salah satu software

yang dikembangkan oleh pihak CSI yang merupakan pelopor dalam pengembangan software untuk analisis struktur dan gempa. Tahap pemodelan, analisis, dan desain dari struktur sebuah jembatan telah diintegrasikan dalam software CSI Bridge untuk menciptakan perangkat komputer engineering yang mendasar. Dengan menggunakan CSI Bridge, dapat didesain jembatan beton maupan baja dengan cepat dan mudah. Fitur parametricmodeller memungkinkan pengguna untuk membuat model jembatan sederhana hingga kompleks dan membuat perubahan secara efisien dalam melakukan kontrol pada desain. (http://www.csiamerica.com/csibridge).

Software PCA Col

PCAColumn (PCA Col) merupakan software yang dirancang untuk mendesain dan memeriksa kapasitas penampang beton bertulang terhadap gaya aksial dan momen lentur. Bentuk penampang benton dapat berupa persegi empat, lingkaran, hingga tidak beraturan dengan berbagai macam susunan dan pola tulangan. Selain itu, efek kelangsingan kolom juga dapat diperhitungkan. Dari program tersebut dapat diperoleh diagram interaksi gaya aksial (P) dan momen lentur (M) baik dalam sumbu uniaksial maupun biaksial, dimana Mx dan My juga dapat diplot terhadap sumbu biaksial dari kolom dan dinding geser yang tidak beraturan. (http://pcacolumn.software.informer.com/).


(28)

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Februari – Juni 2013 yang diawali dengan pengumpulan data. Data penelitian diperoleh dari Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok Seksi E2-A. Struktur yang ditinjau adalah flyover

P106-P107 (Sta.7+388.50 ~ Sta.7+424.25).

Gambar 8. Denah Lokasi Proyek yang Ditinjau

Proyek pembangunan jalan bebas hambatan Tanjung Priok merupakan program strategis pemerintah dalam rangka meningkatkan kapasitas jaringan transportasi kota Jakarta, khususnya Jakarta Utara. Proyek ini menjadi salah satu upaya pengembangan Kawasan Strategis Nasional Tanjung Priok sebagai pusat kegiatan ekspor-impor yang saat ini telah menempati peringkat ke-24 dunia untuk arus peti kemas. Jalan bebas hambatan yang dibangun berfungsi sebagai jalan pintas untuk meningkatkan akses terhadap pelabuhan dan dalam jangka panjang juga berfungsi sebagai penghubung ruas tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) dengan JakartaInterUrbanToll (JIUT).

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Komputer Intel CoreTM Duo Processor T6600

2. Program CSI Bridge Versi 15 dan PCACol

3. Program MicrosoftOfficeExcel 2010 4. Program Autocad 2010

Bahan penelitian merupakan data sekunder berupa shop drawing Proyek Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok Seksi E2-A yaitu data struktur P106-P107.


(29)

Penggunaan shopdrawing dikarenakan belum tersedianya data asbuiltdrawing. Data-data yang diperoleh meliputi :

1. Denah dan gambar detail struktur fly over P106-P107, yang meliputi layout flyover, dimensi struktur jembatan, serta gambar detail tendon dan tulangan. Struktur yang ditinjau memiliki kriteria desain sebagai berikut :

a) Slab

Kuat tekan beton ( ) = 30 MPa

Modulus elastisitas beton ( ) = 4700√30 MPa = 25742.96 MPa Mutu Baja , Tegangan leleh baja ( ) = 390 MPa b) PCU Girder

Kuat tekan beton ( ) = 40 MPa

Modulus elastisitas beton ( ) = 4700√40 MPa = 29725.41 MPa Modulus elastisitas baja ( ) = 200000 MPa Mutu Baja , Tegangan leleh baja ( ) = 390 MPa

Kuat tarik putus ( = 1860 MPa

Kuat leleh baja prategang ( ) = 1670 MPa c) PierHead

Kuat tekan beton ( ) = 35 MPa

Modulus elastisitas beton ( ) = 4700√40 MPa = 27805.57 MPa Modulus elastisitas baja ( ) = 200000 MPa Mutu Baja , Tegangan leleh baja ( ) = 390 MPa

Kuat tarik putus ( = 1860 MPa

Kuat leleh baja prategang ( ) = 1670 MPa d) Pier

Tipe = Y Pier

Kuat tekan beton ( ) = 30 MPa

Modulus elastisitas beton ( ) = 4700√30 MPa = 25742.96 MPa Mutu Baja , Tegangan leleh baja ( ) = 390 MPa Modulus elastisitas baja ( ) = 200000 MPa

Tinggi pier ( ) = 22 m

Lebar pier ( = 3.5 m

Tebal pier( ) = 4.5 m

e) Data soilinvestigation : Bore Log (Lampiran 2) 2. Standar dan peraturan perencanaan sebagai berikut :

RSNI T-02-2005 “Pembebanan untuk Jembatan”

SNI 2833 : 2008 “Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan” RSNI T-12-2004 “Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan”

SNI 03-3847-2002 “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung”


(30)

Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian tersaji dalam diagram alir sebagai berikut.

Keterangan :

1. Data sekunder merupakan shop drawing kontraktor PT. Obayashi-Jaya Konstruksi JO yang digunakan dalam penelitian ini sebagai acuan dalam pemodelan jembatan.

2. Peraturan dan standar perencanaan terkait dengan penelitian ini adalah Standar Nasional Indonesia. Peraturan pembebanan jembatan terdapat dalam RSNI T-02-2005. Perencanaan ketahanan gempa untuk jembatan terdapat dalam SNI 2833 : 2008. Perencanaan struktur beton untuk jembatan terdapat dalam RSNI T-12-2004.

Mulai

Pengumpulan Data Penelitian dan Bahan Rujukan

Program CSI Bridge

Pemodelan Struktur Input Pembebanan Input Spektrum Gempa Gaya Dalam Desain Ulang Tulangan Selesai Aman Mu≤ Mn

u ≤ n

Tu ≤ Tn

Tidak

Ya


(31)

3. Program CSI Bridge digunakan untuk mempermudah dalam menganalisis gaya dalam (internal force) yang bekerja akibat pembebanan. Setelah dilakukan pemodelan struktur, input pembebanan dan respon spektrum, dapat diperoleh nilai gaya dalam ultimit. Analisis gaya dalam dilakukan dengan membandingkan gaya dalam ultimit yang terjadi akibat pembebanan dengan kapasitas nominal struktur fly over yang ditinjau.

Pemodelan Struktur a) Layoutflyover

Struktur flyover P106-P107 (Sta. 7+388.50 ~ Sta. 7+424.25) terdiri dari 2 ruas jembatan kiri dan kanan, dimana panjang 1 bentang (span) sebesar 35.75 m dengan jumlah bentang yang dianalisis sebanyak 3 span. Pendefinisian layout fly over pada program CSI Bridge dapat menggunakan bridgewizard di menu Home.

Gambar 10. Layout Line Struktur Fly Over b) Material konstruksi dan penampang

Beton dengan = 30 MPa untuk slab dan pier

Beton dengan = 35 MPa untuk pier head

Beton dengan = 40 MPa untuk PCU Girder

Baja tulangan U39 dengan = 390 MPa


(32)

Input material dilakukan pada menu Home-Bridge Wizard-Materials seperti pada Gambar 12 berikut. Sedangkan pemodelan penampang dilakukan pada menu

Components-Properties-Frame Properties-New-Frame Section Property Type : concrete-Precast U.

Gambar 11. Input Material dan Penampang PCU Girder

Pendefinisian jumlah girder, jarak antar girder, dan tebal slab dilakukan pada menu Components-Superstructure Deck Sections-New-Precast U Girder.


(33)

c) Jenis perletakan adalah tipe sendi-rol yang didefinisikan pada menu Home-Bridge Wizards-Bearings.

Gambar 13. Jenis Perletakan d) Input pembebanan

Kombinasi pembebanan mengacu pada RSNI T-02-2005. Input kombinasi pembebanan dilakukan pada menu Design/Rating – Load Combination – Add New Load Combination –Masukkan Load Case Name – Load Case Type – Scale Factor – OK. Contoh kombinasi pembebanan yang telah diinputkan pada CSIBridge terlihat pada gambar berikut.

Gambar 14. Input Kombinasi Pembebanan e) Input Respon Spektrum

Berdasarkan Peta Hazard Gempa 2010, dibuat respon spektrum untuk analisis beban gempa dinamis yang kemudian diinputkan ke dalam program


(34)

CSIBridge. Respon spektrum diinputkan pada menu Loads – Functions – Respon Spectrum – Add New Function – Pilih User – Masukkan Damping Ratio 0.05 – Masukkan nilai Period dan Acceleration (Diperoleh dari hasil perhitungan berdasarkan Peta Hazard Gempa 2010) – OK. Pembuatan respon spektrum gempa secara lebih rinci dijelaskan pada bab pembahasan.

Gambar 15. Input Respon Spektrum Wilayah Jakarta f) Hasil Gaya Dalam

Setelah pemodelan struktur, input pembebanan dan respon spektrum, struktur dapat dianalisis pada menu AnalysisRun Analysis – Pilih Load Case

yang ingin dianalisis – Run Analysis. Hasil gaya dalam dapat ditampilkan pada menu HomeDisplayShowBridgeSuperstructureForces.


(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Model Struktur Jembatan

Struktur fly over P106-P107 (Sta. 7+388.50 ~ Sta. 7+424.25) terdiri dari 2 ruas jembatan kiri dan kanan, dengan panjang total 107.25 m. Struktur terdiri dari 3 span, dimana panjang satu span 35.75 m. Superstruktur jembatan ruas kiri terdiri dari 4 girder dan ruas kanan terdiri dari 5 girder dengan tipe PCU dan memiliki superelevasi sebesar 2 %. Struktur flyover tersebut ditopang oleh dua kolom cast in site tipe Y-Pierdengan tinggi 22 m.

Gambar 17. Pemodelan Struktur FlyOver

Gambar 19. Tampak Samping Struktur FlyOver

14.5 m 18 m

L total = 107.25 m


(36)

Input Pembebanan

Pembebanan yang diinputkan pada program CSI Bridge mengacu pada RSNI T-02-2005 (Tabel 40) mengenai Peraturan Pembebanan untuk Jembatan dengan ragam kombinasi pada kondisi ultimit (Ultimate Limit States) sebagai berikut.

Tabel 7. Kombinasi Pembebanan Nama

Kombinasi

Aksi

Permanen Aksi Transien Aksi Khusus MS MA PS TD TT TB ET EW TTC

EQ-X

EQ- Y ULS-1A 1.3 2 1 1.98 1.98 1.32

ULS-1B 1.3 2 1 1.98 1.98 1.32 ULS-1C 1.3 2 1 1.98 1.98 1.32 ULS-1D 1.3 2 1 1.98 1.98 1.32

ULS-4A 1.3 2 1 1.32 1.32

ULS-5A 1.3 2 1 1.98 1.98 1 0.3

ULS-5B 1.3 2 1 1.98 1.98 -1 0.3

ULS-5C 1.3 2 1 1.98 1.98 1 -0.3

ULS-5D 1.3 2 1 1.98 1.98 -1 -0.3

ULS-5E 1.3 2 1 1.98 1.98 1 0.3

ULS-5F 1.3 2 1 1.98 1.98 -1 0.3

ULS-5G 1.3 2 1 1.98 1.98 1 -0.3

ULS-5H 1.3 2 1 1.98 1.98 -1 -0.3

ULS-5I 1.3 2 1 1.98 1.98 0.3 1

ULS-5J 1.3 2 1 1.98 1.98 0.3 -1

ULS-5K 1.3 2 1 1.98 1.98 -0.3 1

ULS-5L 1.3 2 1 1.98 1.98 -0.3 -1

ULS-5M 1.3 2 1 1.98 1.98 0.3 1

ULS-5N 1.3 2 1 1.98 1.98 0.3 -1

ULS-5O 1.3 2 1 1.98 1.98 -0.3 1

ULS-5P 1.3 2 1 1.98 1.98 -0.3 -1

ULS-6A 1.3 2 1 1.98 1.98 1

ULS-6B 1.3 2 1 1.98 1.98 1

Keterangan :

MS = Berat Sendiri

MA = Beban Mati Tambahan PS = Pengaruh Prategang TD = Beban Lajur “D” TT = Beban Truk “T” TB = Gaya Rem

ET = Beban Temperatur

EW = Beban Angin TTC = Beban Tumbukan

EQ-X = Beban gempa dalam arah X EQ-Y = Beban gempa dalam arah Y


(37)

Besarnya nilai beban-beban yang terjadi dapat dijabarkan dalam contoh perhitungan sebagai berikut :

1. Berat sendiri

 PCU-Girder dan Slab wc girder = 25 kN/m3

wc slab = wc pier = 24 kN/m3

Luas (A) girder = A satu girder x jumlah girder = 1.1915 m2 x 9 = 10.7235 m2 A slab = tebal slab x lebar total jembatan = 0.25 m x (18 m+14.5 m) = 8.125 m2 Berat girder = A girder x panjang total jembatan x wc girder

= 10.7235 m2 x 107.25 m x 25 kN/m3 = 28752.38 kN

Berat slab = A slab x panjang total jembatan x wc slab

= 10.723 m2 x 107.25 m x 24 kN/m3

= 20913.75 kN

 Pier

A piersegmen 1 = 2 m x 4.5 m = 9 m2 A piersegmen 2 = 20.565 m2

Panjang pier segmen 1 = 7.088 m Panjang pier segmen 2 = 17.147 m

Berat piersegmen 1 = A pier x panjang pier x wc pier

= 9 m2 x 7.088 m x 24 kN/m3 = 1531.03 kN Berat piersegmen 2 = A pier x panjang pier x wc pier

= 20.565 m2 x 17.147 m x 24 kN/m3

= 8463.073 kN

Berat pier = 1531.03 kN + 8463.073 kN = 9994.103 kN Total berat sendiri = Berat girder + slab + pier

= 28752.38 kN + 20913.75 kN + 9994.103 kN = 59660.23 kN

2. Beban Mati Tambahan

 Aspal

wc aspal = 22 kN/m3

Tebal aspal = 7.5 cm

Perhitungan beban mati tambahan dengan menggunakan persamaan (1) dapat dijabarkan sebagai berikut:

Berat aspal = wc.L.A

= 22 kN/m3 x 107.25 m x (32.5 m x 0.075 m) = 5751.281 kN

 Parapet

wc parapet = 24 kN/m3

A parapet = 0.526 m2 Berat parapet = wc.L.A

= 24 kN/m3 x 107.25 m x 0.526 m2

= 1353.924 kN

Total beban mati tambahan = berat aspal + parapet

= 5751.281 kN + 1353.924 kN = 7105.205 kN


(38)

3. Beban Lajur D

 Beban Terbagi Rata (BTR)

 Terdiri dari 7 kombinasi arah longitudinal dengan jumlah lajur : jembatan ruas kiri = 4 lajur dan jembatan ruas kanan = 5 lajur.

Total kombinasi arah longitudinal : Jembatan Kiri = 7 x 4 = 28 kombinasi Jembatan Kanan = 7 x 5 = 35 kombinasi

 Terdiri dari 3 kombinasi dalam arah transversal dengan jarak dan intensitas beban sebagai berikut :

Jembatan Kiri

Total jumlah kombinasi beban “D”

= kombinasi longitudinal x kombinasi transversal = 28 x 3 = 84 kombinasi

Jembatan Kanan

Total jumlah kombinasi beban “D”

= kombinasi longitudinal x kombinasi transversal = 35 x 3 = 105 kombinasi

Nilai q dihitung menggunakan persamaan (3) untuk panjang 1 bentang > 30 m, dimana panjang 1 span flyover = 35.75 m.

Contoh perhitungan nilai q sebagai berikut : q = 9.0 0.5 15

35.75 = 8.28 kPa

Gambar 20. Distribusi Beban “D” Arah Transversal Jembatan Bagian Kiri

Gambar 21. Distribusi Beban “D” Arah Transversal Jembatan Bagian Kanan

Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3

Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3

100 % 50 %

Keterangan :

Keterangan :

100 % 50 %

11 m 2 m 1 m 11 m 1 m 2 m 11 m


(39)

Tabel 8. Kombinasi Beban “D” Arah Longitudinal Jembatan Nama Span yang Dibebani Total Panjang

q (kN/m2) Kombinasi Span

1

Span 2

Span

3 Dibebani (m)

1  35.75 8.28

2  35.75 8.28

3  35.75 8.28

4   71.5 6.39

5   71.5 6.39

6 7      71.5 107.25 6.39 5.76

BTR diinputkan dalam bentuk beban garis, sehingga nilai q (kN/m2) dikalikan lebar lajur yang dibebani (m).

 Beban Garis Terpusat (BGT)

BGT diinputkan dalam bentuk beban titik pada program CSIBridge sehingga nilai intensitas p dikalikan dengan lebar lajur yang dibebani (m).

 Beban garis = intensitas p x lebar lajur = 49 kN/m x 3.5 m

= 171.5 kN

Dalam input BGT pada program, digunakan faktor beban dinamis senilai 1.4.

4. Beban Truk “T”

Kendaraan truk yang digunakan adalah truk dengan berat 50 ton.

Gambar 22. Input Beban Truk “T” 5. Gaya Rem

Gaya rem diinputkan sebagai beban titik dengan nilai sebagai berikut :

 Jembatan Kiri

Gaya rem per pier = nilai q terbesar x lebar lajur x panjang 1 span jembatan x 5 %


(40)

= 9 kN

m2x 14.5 m x 35.75 m x 5 %

2 = 116.63 kN

 Jembatan Kanan Gaya rem per pier = 9

kN

m2x 18 m x 35.75 m x 5 %

2 = 144.79 kN

6. Pengaruh Temperatur

Gambar 23. Input Pengaruh Temperatur 7. Beban Angin

Diketahui :

Cw = 1.25 (Tabel 3) Vw = 35 m/s (Tabel 2) Ab = 198.413 m2

Dengan menggunakan persamaan (4), TE =0.0006 Cw w 2Ab

= 0.0006 x 1.25 x 352 x 198.413 = 182.29 kN

TEW per pier =

182.29 kN

4 =45.573 kN

8. Tumbukan 100 kN 00 x 10o

Gambar 24. Proyeksi Tumbukan pada Pier Terhadap Sumbu X dan Sumbu Y Fx


(41)

Tumbukan pada pier diinputkan sebagai beban titik dengan perhitungan sebagai berikut :

 Fx = 100 kN x sin 100 = 17.365 kN

 Fy = 100 kN x cos 100 = 98.481 kN 9. Beban Gempa

Pada penelitian ini, analisis gempa dinamis dilakukan menggunakan grafik respon spektrum. Dalam pembuatan respon spektrum, terlebih dahulu dilakukan klasifikasi site (jenis tanah) lokasi yang ditinjau berdasarkan hasil penyelidikan tanah (bore log). Dari data bore log dapat dihitung nilai rata-rata ̅ hasil uji penetrasi standar (SPT) menggunakan persamaan (5) dengan hasil yang tertera pada tabel berikut ini.

Tabel 9. Perhitungan Nilai ̅ Lapisan Kedalaman NSPT Tebal

(Tebal/SPT) ̅

0 0.00 0 0.00 0.000

1 3.30 2 3.30 1.650

2 5.24 2 1.94 0.971

3 7.23 2 1.98 0.992

4 9.24 2 2.02 1.009

5 11.30 2 2.06 1.028

6 13.23 2 1.93 0.963

7 15.30 5 2.07 0.415

8 17.30 6 2.00 0.333

9 19.30 4 2.00 0.500

10 21.30 9 2.00 0.222

11 23.30 19 2.00 0.105

12 25.07 50 1.77 0.035

13 26.26 50 1.18 0.024

14 27.25 50 0.99 0.020

15 28.22 50 0.97 0.019

16 29.21 50 0.99 0.020

17 30.06 50 0.86 0.017

30.06 8.324 3.612

Diperoleh ̅ = 3.612 dimana Σ Tebal Σ SPT⁄ yang menunjukkan bahwa jenis tanah wilayah Tanjung Priok termasuk kelas situs E, yaitu jenis tanah lunak (Tabel 4). Selanjutnya dihitung nilai akselerasi respons spektra puncak untuk periode pendek dan periode 1 detik , dan desain akselerasi respon spektra.


(42)

Gambar 25. (a) Peta Percepatan Puncak (PGA) wilayah Jakarta;

(b) Peta Respon Spektra 0.2 detik (Ss) wilayah Jakarta untuk

Probabilitas Terlampaui 2 % dalam 50 Tahun;

(c) Peta Respon Spektra 1 detik (S1) wilayah Jakarta untuk

Probabilitas Terlampaui 2 % dalam 50 Tahun

PGA (Peak Ground Acceleration) merupakan percepatan maksimum yang menunjukkan intensitas daripada pergerakan lapisan tanah. Berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui bahwa wilayah yang ditinjau (Tanjung Priok, Jakarta Utara) memiliki nilai PGA 0.3 – 0.4 g. Pendekatan angka menggunakan skala batas atas dari nilai yang diketahui, sehingga diambil nilai 0.4 g. Wilayah Jakarta terdapat pada zona dengan nilai respon spektra 0.2 detik probabilitas terlampaui 2 % dalam 50 tahun (Ss) = 0.7 g dan nilai respon spektra 1 detik probabilitas terlampaui 2 % dalam 50 tahun (S1) = 0.3 g. Kemudian dengan interpolasi nilai Ss dan S1 menggunakan Tabel 5 & 6, untuk tanah kelas E diperoleh nilai Fa dan Fv

berturut-turut sebesar 1.3 dan 2.8.

Akselerasi respons spektra puncak periode pendek (SMS) dapat dihitung

dengan persamaan (6), sehingga SMS = 1.3 x 0.7 = 0.91. Akselerasi respons

spektra puncak periode 1 detik (SM1) dapat dihitung dengan persamaan (7),

sehingga SM1 = 2.8 x 0.3 = 0.84. Selanjutnya, desain parameter akselerasi respon

spektra periode pendek dapat dihitung dengan persamaan (8), sehingga SDS = .

0.91 = 0.7963 dan nilai desain parameter respon spektra periode 1 detik dapat dihitung dengan persamaan (9), sehingga SD1 = . 0.84 = 0.7350. Faktor

diperoleh dari konversi penggunaan peta gempa 2500 tahun ke gempa 100 tahun karena struktur yang ditinjau merupakan jembatan khusus dengan umur rencana 100 tahun. Nilai Sa dihitung menggunakan persamaan 10-13 yang hasilnya disajikan pada Tabel 10. Nilai T dan Sa diplot membentuk grafik respon spektrum untuk analisis beban gempa dinamis yang kemudian diinputkan ke dalam program


(43)

Tabel 10. Akselerasi Spektrum Gempa Wilayah Jakarta T (det) Sa T (det) Sa

0.0000 0.3185 2 0.3675 0.1846 0.7963 2.1 0.3500 0.9231 0.7963 2.2 0.3341 1 0.7350 2.3 0.3196 1.1 0.6682 2.4 0.3063 1.2 0.6125 2.5 0.2940 1.3 0.5654 2.6 0.2827 1.4 0.5250 2.7 0.2722 1.5 0.4900 2.8 0.2625 1.6 0.4594 2.9 0.2534 1.7 0.4324 3 0.2450 1.8 0.4083 3.1 0.2371 1.9 0.3868 3.2 0.2297

Gambar 26. Grafik Respon Spektrum Wilayah Jakarta Berdasarkan Peta Hazard Gempa 2010 Hasil Gaya Dalam (InternalForce)

a) Berat Sendiri

Kontrol perhitungan manual Diketahui :

Ag satu girder = 1.1915 m2

f’c girder = 40 MPa wc girder = 25 kN/m3

Tebal slab = 25 cm f’c slab = 30 MPa

wc slab = 24 kN/m3

Perhitungan :

q slab = tebal slab x spasi antar girder x wc slab

= 0.25 m x 3.567 m x 24 kN/m3

= 21.402 kN/m

q girder = Ag girder x wc girder

= 1.1915 m2 x 25 kN/m3

= 29.788 kN/m M girder = 18 q L2

= 18 29.788 kN m⁄ 352m = 4561.29 kN-m

M slab = 18 q L2

= 18. 21.402 kN m⁄ 352m = 3277.18 kN-m


(44)

Perhitungan momen secara manual dibandingkan dengan hasil yang ditampilkan pada program CSIBridge.

Gambar 27. Hasil Momen Akibat Berat Sendiri pada Jembatan

 Jembatan kiri terdapat 4 girder, sehingga

M total pada superstruktur = 7838.47 kN-m x 4 = 31353.88 kN-m

M pada program CSIBridge = M min+M max = 28019.386 kN-m + 794.9228 kN-m

= 28814.308 kN-m M girder (manual) M girder (program)

 Jembatan kanan terdapat 5 girder, sehingga

M total pada superstruktur = 7838.47 kN-m x 5 = 39192.35 kN-m

M pada program CSIBridge = M min + M max = 34948.93 kN-m + 991.5171 kN-m

= 35940.447 kN-m M girder (manual) M girder (program)

b) Ultimate Limit States (ULS)

Kombinasi pembebanan yang menghasilkan gaya dalam maksimum sepanjang jembatan adalah kombinasi ULS-5I (Tabel 7).


(45)

c) Kontrol Lendutan

Lendutan maksimum yang diizinkan adalah 800L = 35750 mm800 = 44.69 mm, sedangkan lendutan yang terjadi pada fly over dari program CSI Bridge

adalah 21.3 mm sehingga struktur dikatakan aman.

Perhitungan Tendon

Dalam perhitungan tendon dan tulangan, digunakan momen maksimal yang terjadi pada penampang yang ditinjau.

 Tendon pada girder Data Tendon :

D tendon = 0.5 inchi = 12.7 mm = 0.0127 m Ast = 98.7 mm2

 = 0.6

fpu = 1860 MPa = 1860000 kN/m2

σizin (σt) = 3 MPa = 3000 kN/ m2

 Data Girder

Ag (Ax) = 1.1915 m2

Iz = 0.4204 m4

yt = 0.97 m

yb = 0.88 m

eb = 0.58 m

-Menghitung gaya prategang P

M berat sendiri = 8018.26 kN-m

M beban mati tambahan(aspal + parapet) = 1881.56 kN-m

M beban hidup = 5109.83 kN-m

M total = M berat sendiri + beban mati tambahan + beban hidup

= 15009.65 kN-m

P

2=

M.yb Iz -σb 1 Ax ebybIz

P2=

15009.6 x 0.88 0.4204 3000 1

1.1915

0.58 x 0.88 0.4204

=13840.18 kN


(46)

P1=Ast x  x f u

=0.0000987 m2 x 0.6 x 1860000 kN m⁄ 2 = 110.149 kN Jumlah tendon yang diperlukan= PP2

1=

13840.18 kN

110.149 kN =125 tendon Jumlah tendon eksisting = 110 tendon

Jumlah tendon hasil perhitungan yang melebihi tendon eksisting dapat disebabkan karena perbedaan penggunaan jumlah kombinasi beban “D”. Perhitungan yang dilakukan menggunakan semua kemungkinan kombinasi baik dalam arah longitudinal maupun transversal jembatan (sub bab input pembebanan). Selain itu dapat juga dikarenakan perbedaan dalam pemodelan panjang girder yang menyebabkan terjadinya kelebihan momen.

 Tendon pada pierhead

 Data Tendon

D tendon = 0.6 inchi = 15.24 mm = 0.015 m Ast = 138.7 mm2 = 0.0001387 m2

 = 0.6

fpu = 1860 MPa = 1860000 kN/m2

σizin (σt) = 3 MPa = 3000 kN/ m2

 Data PierHead

Ag (Ax) = 12.8765 m2

Iz = 6.967 m4

yt = 1.39 m

yb = 1.23 m

et pada momen maksimal = 0.4396 m

et pada penampang kritis = 0.702 m

-Menghitung P menggunakan Momen Pada Penampang Kritis (Mcr)

M berat sendiri = 41612.388 kN-m

M beban mati tambahan (aspal + parapet) = 7073.499kN-m

M beban hidup = 14947.156 kN-m

M total =M berat sendiri + beban mati tambahan + beban hidup = 63633.043 kN

P2= M.yt

Iz σt

1 Ax

etyt

Iz

P2=

63633.043 x 1.39

3000

1 12.875

0.702 x 1.39 6.967

=40860.556 kN P1=Ast x  x f u

=0.0001387 m2 x 0.6 x 1860000 kN m⁄ 2=154.789 kN Jumlah tendon yang diperlukan = P2

P1=

40860.556 kN

154.789 kN =264 tendon


(47)

Berdasarkan jumlah tendon eksisting yang melebihi tendon yang diperlukan, dapat diasumsikan bahwa pier head tersebut tidak didesain menggunakan momen pada penampang kritis (Mcr). Pada saat dibebani, retak terjadi pada perubahan

geometri atau pada penampang kritis, sehingga pada umumnya desain cukup menggunakan Mcr, yang nilainya lebih kecil daripada momen maksimal.

-Menghitung P menggunakan Momen Maksimal (Mmax)

M berat sendiri = 57265.256 kN-m

M beban mati tambahan (aspal + parapet) = 8941.951kN-m

M beban hidup = 20374.506 kN-m

M total= M berat sendiri + beban mati tambahan + beban hidup = 86581.713 kN

P2= M.yt

Iz σt

1 Ax

etyt

Iz

P2=

86581.7123 x 1.39 6.967 3000 1

12.875

x 1.39 6.967

=86320.521 kN P1=154.789 kN

Jumlah tendon yang diperlukan = PP2

1=

86320.521 kN

154.789 kN =558 tendon Jumlah tendon eksisting = 570 tendon

Dengan menggunakan momen maksimum yang terjadi pada pierhead, hasil perhitungan jumlah tendon yang diperlukan mendekati jumlah tendon eksisting, sehingga dapat diasumsikan struktur tersebut didesain menggunakan momen maksimum. Penggunaan momen maksimum yang terjadi menyebabkan penambahan jumlah tendon dalam desain.

Jumlah tendon eksisting Jumlah tendon yang diperlukan OK Perhitungan Tulangan

Slab

-Tulangan Lentur Positif

 Momen di lapangan Mupada slab = 103.33 kN-m

 Tebal slab h = 250 mm

 ρb= 0.85 ff ’c β

y .

600 600 fy =

0.85 x 30 x 0.85 390 .

600

600 390=0.033

 Faktor bentuk distribusi tegangan beton  = 0.85

 Rmax=0.75 x ρb fy x 1- 12.0.75 ρbfy/0.85f’c = 7.949

 Tebal efektif slab beton d= – d=250–40=210 mm Ditinjau slab beton selebar 1 m (1000 mm) = b

 Mn=Mu= 103.330.8 =129.16 kN-m

 Faktor tahanan momen = Mnx10 6

bd2 =

129.16 x106


(48)

Rn Rmax OK

 Rasio tulangan yang diperlukan ρ = 0.85 ff ’c

y x 1 √1

1 2Rn

0.85 f’c

ρ = 0.85 x 30 390 x 1 √1 1 2 x 2.9290.85 x 30 = 0.0079

 ρmin=25 % x 1.4f

y =25 % x

1.4

390=0.000897

Digunakan = 0.0079, sehingga

 As= ρ b d= 0.0079 x 1000 mm x 210 mm=1679.83 mm2

Digunakan tulangan lentur D-19

 Jarak antar tulangan s = 1

4 D2x b As

= 0.25 x 3.14 x 192 x 1000 mm / 1679.83 mm2 = 168.7 mm

Jarak eksisting s = panjang 1 span

n =

35750 mm

236 = 151.5 mm

s eksisting < s perhitungan OK

-Tulangan Lentur Negatif

 Momen di tumpuan Mupada slab = 95.04 kN-m

 Tebal slab h = 250 mm

 ρb= 0.85 ff ’c β

y .

600 600 fy =

0.85 x 30 x 0.85 390 .

600

600 390=0.033

 Faktor bentuk distribusi tegangan beton  = 0.85

 Rmax=0.75 x ρb fy x 1- 12.0.75 ρbfy/0.85f’c = 7.949

 Tebal efektif slab betond – d’=250–40=210 mm Ditinjau slab beton selebar 1 m (1000 mm) = b

 Mn=Mu= 95.040.8 =118.8 kN-m

 Faktor tahanan momen Rn=Mnx10 6

bd2 =

118.8 x106

1000 x 2102=2.694

Rn Rmax OK

 Rasio tulangan yang diperlukan ρ = 0.85 ff ’c

y x 1 √1

1 2Rn

0.85 f’c

ρ = 0.85 x 30 390 x 1 √1 1 2 x 2.6940.85 x 30 = 0.0073

 ρmin=25 % x 1.4f

y =25 % x

1.4

390=0.000897

Digunakan ρ = 0.0073, sehingga

 As= ρ b d= 0.0073 x 1000 mm x 210 mm=1536.52 mm2


(49)

 Jarak antar tulangan s = 1

4 D 2x b

As

= 0.25 x 3.14 x 192 x 1000 mm / 1536.52 mm2 = 184.43 mm

Jarak eksisting s = panjang 1 span

n =

35750 mm

236 = 151.5 mm

s eksisting < s perhitungan OK

- Tulangan Geser

 Gaya geser Vu pada slab = 353.06 kN

 Kuat geser nominal yang disumbangkan oleh slab

c=

( √f’c

6

)

bwd= √630 1000 x 210=191702.89 kN

 Vc = 0.6 x = 115021.74 kN

u  c tidak dibutuhkan tulangan geser  Girder

-Tulangan Lentur

 Mu= 24895.989 kN-m

Diameter tulangan lentur adalah 13 mm dengan jumlah 8 buah, sehingga

 As= 14 D2 x 8= 14 3.14 132 x 8=1061.32 mm2

 Tegangan baja prategang pada kekuatan nominal menggunakan persamaan (16) :

fps = fpu (1- βp

1 [ρp

fpu

fc’

d

dp ω- ω

]) ; dimana nilai ρ p=

Aps

b d

10857 mm2

fps =1860(1 0.770.4 [0.0091186040 20501800 (0.0414 0.0335 ])

=1859.9MPa

 Menghitung lebar efektif Be Diketahui tebal slab ho = 25 cm

Lebar efektif diambil nilai terkecil dari : L

4 =

35.75 m

4 =8.94 m

Jarak antar girder s = 3.567 m 12 =12 x 0.25=3 m

 Diambil Be = 3 m

Eslab = 25742.96 MPa

Egirder = 29725.41 MPa

n= EEslab

girder=

25742.96 MPa 29725.41 MPa=0.87


(50)

h = h girder + h slab = 250 + 1850 = 2100 mm tebal selimut beton d’ = 50 mm

d = h –d’

= 2100 mm – 50 mm = 2050 mm

 Jarak garis sejajar sumbu netral pada kondisi batas akibat beban yang diperhitungkan a menggunakan persamaan (20).

Aps fps As fy=0.85 fc’ab

10857 mm2 x 1859.9 MPa+1061.32 mm2 x 390 MPa = 0.85 x 40 MPa x a x 2610 mm

a = 232.23 mm

 Perhitungan momen nominal lentur menggunakan persamaan (16) dengan nilai  = 0.8 adalah sebagai berikut :

 Mn= 0.8 Aps fps d-a2 As fy d-a2

= 0.8 x 10857 mm2 x 1859.9 MPa 2050 mm-232.23 mm2 + 1061.32 mm2 x 390 MPa 2050 mm-232.23 mm

2

= 31242.337 kN-m + 640.371 kN-m = 31882.709 kN-m

 Mn= 31882.709 kN-m > Mu = 24720.615 kN-m (OK, memenuhi syarat)

Cara yang telah dijabarkan diatas merupakan cara mendesain kekuatan lentur balok prategang dengan pendekatan trial and error diameter tulangan dan jumlah tulangan dalam Nawy (2001). Dengan menggunakan pendekatan tersebut, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan terhadap tulangan eksisting menggunakan data sekunder. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa kapasitas momen nominal yang disumbangkan oleh tendon  Mn tendon lebih besar daripada momen ultimit yang terjadi Mu akibat pembebanan sehingga momen cukup ditahan oleh tendon (tidak dibutuhkan tulangan lentur). Tulangan eksisting yang digunakan merupakan tulangan susut yang berfungsi mencegah terjadinya retak pada beton.

tulangan susut = 0.0018 x luas penampang girder Ag = 0.0018 x 1.1915 m2

= 0.0021447 m2 Digunakan D-13, sehingga = 2144.7 mm1 2

4 d2

= 2144.7 m1 2 4 132

=16 < n eksisting = 40

Menurut SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, jumlah tulangan susut dan suhu harus dipasang dengan jarak tidak lebih dari lima kali tebal plat atau 450 mm. Jarak maksimum antara tulangan susut eksisting = 330 mm (< 450 mm) sehingga tulangan tersebut dari segi jumlah dan jarak antar tulangan memenuhi syarat.

-Tulangan Geser

 Girder di tumpuan

 Ag = 2682500 mm2

 h= 1850 mm

 d=h-d’= 1850 mm – 50 mm = 1800 mm


(51)

 Gaya geser di tumpuan = 3002.56 kN dan gaya aksial = 4200.53 kN

 Kuat geser yang disumbangkan oleh beton

c = (1 14 ANu

g) (

√f’c 6 ) bwd

= 1 4200.53

14 x 2682500 mm2 √

40

6 1000 mm x 1800 mm

= 2109.587 kN

 c =0.6 x 2109.587 kN = 1265.752 kN

u = n=  c  s

Berdasarkan perhitungan diatas diketahui bahwa tahanan geser yang disumbangkan oleh beton masih lebih kecil dibandingkan gaya geser ultimit yang terjadi, sehingga diperlukan tulangan geser.

Kuat geser nominal tulangan yang diperlukan : s = ( u- c) 

= (3002.56 kN – (0.6 x 2109.587 kN))/0.6

= 2894.674 kN s= Av fy ds

Luas tulangan geser yang diperlukan Av= s

fy x ds Av= 2894.674 x 10

3

390 MPa x 1800 mm mm = 515.433 mm 2

Digunakan D-22, sehingga n= 1Av 4 D2

= 1 mm2 4 222

=1.36 2 tulangan Jumlah tulangan geser eksisting = 7 OK

 Girder di lapangan

 Ag = 1191500 mm2

 h= 1850 mm

 tulangan utama dan tulangan geser = D 13

 d = h - d’- 13 - 0.5 x 13 = 1780.5 mm

 = 1850 – 50 – 13 – (0.5 x 13) = 1780.5 mm

 bw = 600 mm

 Gaya geser di lapangan =1930.44 kN dan gaya aksial = 2741.13 kN

 Kuat geser yang disumbangkan oleh beton

c = (1 14 ANu

g) (

√f’c 6 ) bwd

= 1 2741.13

14 x 1191500 mm2 √

40

6 600 mm x 1780.5 mm

= 1311.133 kN

 c=0.6 x 1311.133 kN = 786.68 kN

u=  n=  cs

Berdasarkan perhitungan diatas diketahui bahwa tahanan geser yang disumbangkan oleh beton masih lebih kecil dibandingkan gaya geser ultimit yang


(52)

Kuat geser nominal tulangan yang diperlukan :

s = ( u- c)/

= (1930.44 kN – (0.6 x 1311.133 kN))/0.6 = 1906.273 kN

s= Av fy ds

Luas tulangan geser yang diperlukan Av= s

fy x ds Av= 1906.273 kN x 10

3

390 MPa x 1780.5 mm150 mm = 411.784 mm 2

Digunakan D-13, sehingga n= 1Av 4 D2

= 411.784 mm1 2 4 132

= 3.103 4 tulangan Jumlah tulangan geser eksisting = 4 OK

-Tulangan Torsi

 gaya torsi = 5215.433 kN-m

 Nilai diasumsikan = 1034 MPa

 Girder dianggap sebagai penampang berongga dinding tipis, sehingga besar modulus puntir = 2 Ambw, dimana adalah girder

Jt = 2 x 1191500 mm2 x 2610 mm

= 6219630000 mm3 Tc= Jt 0.3 √fc √1 10 ff pe

c

= 6219630000 (0.3 √ )√1 10 1034 = 1.90101E+11 N-mm = 190101.03 kN-m

 Tc= 0.6 x 190101.03 kN-m = 114060.62 kN-m

Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa nilai  lebih besar dari , sehingga beton cukup kaku untuk menahan torsi (tidak diperlukan tulangan torsi).

Pier Head -Tulangan Lentur

 Mu= 93134.113 kN-m

 Diameter tulangan lentur adalah 19 mm dengan jumlah 32 buah, sehingga

 As= 14 D2 x 25= 14 3.14 x192 x 32= 9068.32 mm2

 Tegangan baja prategang pada kekuatan nominal menggunakan persamaan (16) : fps = fpu (1- p

β1 [ρp fpu

fc

d

dp ω- ω ]) ; dimana nilai ρp=

Aps

b d

Aps= 79059 mm2

fps=1860(1 0.810.4 [0.0061186035 25201670 (0.0131 0.0196 ])

588.537MPa

 Jarak garis sejajar sumbu netral pada kondisi batas akibat beban yang diperhitungkan a menggunakan persamaan (20).


(53)

Aps fps As fy=0.85 fcab

79059 mm2 x 588.537MPa+ 9068.32mm2 x 390 MPa = 0.85 x 35 MPa x a x 4500 mm

a = 373.974 mm

 Perhitungan momen nominal lentur menggunakan persamaan (16) dengan nilai

 = 0.8 dapat dijabarkan sebagai berikut :

 Mn = 0.8 Aps fps d-a2 As fy d-2a

= 0.8 x 79059 mm2 x 588.537MPa 2520 mm-373.9742 mm +

9068.32 mm2 x 390 MPa 2520 mm-373.974mm

2

= 86842.499 kN-m + 6600.8303 kN-m = 108290.509 kN-m

 Mn = 93443.330 kN-m > Mu = 93134.113 kN-m (OK, memenuhi syarat)

-Tulangan Geser

 Ag = 12876500 mm2

 h= 2620 mm

 d=h-d= 2620 mm – 100 mm = 2520 mm

 = 4500 mm

 Gaya geser u di tumpuan = 20117.83 kN dan gaya aksial = 2412.49 kN

 Kuat geser yang disumbangkan oleh beton

c = (1 14 ANu

g) (

√fc 6 ) bwd

= 1 14 x 12876500 mm2412.49 kN 2635 4500 mm x 2520 mm = 11181.54 kN

c=0.6 x 11181.54 kN = 6708.924 kN

u= n=  c  s

Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa tahanan geser yang disumbangkan oleh beton masih lebih kecil dibandingkan gaya geser ultimit yang terjadi, sehingga diperlukan tulangan geser.

Kuat geser nominal tulangan yang diperlukan

s = ( u- c)/

= (20117.83 kN – 6708.924 kN)/0.6 = 16761.13 kN

s= Av fy ds

Luas tulangan geser yang diperlukan Av= s

fy x ds

Av= 16761.13 kN x 10

3

390 MPa x 2520 mm125 mm = 2131.808 mm 2

Digunakan D-16, sehingga n= 1Av 4 D2

= 2131.808 mm1 2 4 162

=10.6 11 tulangan Jumlah tulangan geser eksisting = 8-D16 dan 2-D25 OK


(54)

Selisih jumlah tulangan D-16 antara hasil perhitungan dengan eksisting sebanyak 3 tulangan telah ditutupi dengan penggunaan 2 tulangan D-25 pada eksisting, sehingga tulangan tersebut dikatakan memenuhi syarat.

-Tulangan Torsi

gaya torsi = 16178.85kN-m

Nilai diasumsikan = 1034 MPa

Untuk penampang segiempat masif, modulus puntir Jt= 0.4x2y Jt = 0.4 x 45002 mm x 2620 mm

= 21222 x 106 Nmm = 21222 kN-m Tc= Jt 0.3 √fc √1 10 fpe

f c

= 21222 x 106 Nmm (0.3 √35 MPa)√1 10 x 1034 MPa

35

= 6.485 x 1011 N-mm = 648487.513 kN-m

 Tc= 0.6 x 648487.513 kN-m = 389092.507 kN-m

Berdasarkan perhitungan diatas diketahui bahwa nilai  Tclebih besar dari Tu, sehingga beton cukup kaku untuk menahan torsi (tidak diperlukan tulangan torsi).

Pemeriksaan Kolom

Struktur kolom tidak hanya menerima beban aksial vertikal tetapi juga momen lentur, sehingga analisis kolom diperhitungkan untuk menyangga beban aksial desak dengan eksentrisitas tertentu (Nasution, 2009). Pada penelitian ini, analisis kolom dilakukan menggunakan program PCA Col untuk memeriksa kapasitas tulangan eksisting terhadap beban yang bekerja pada struktur. Beban aksial dan momen yang diinputkan diperoleh dari program CSI Bridge. Analisis kolom dilakukan pada pier segmen 1 dan pier segmen 2 yang masing-masing memiliki dimensi dan susunan tulangan yang berbeda.

Gambar 30. Pemodelan Pier

Pier Segmen 1

Pier Segmen 2


(55)

 Pier Segmen 1

Beban yang diinputkan terdiri dari 2 kombinasi, dengan kombinasi 1 dimana aksial (P) maksimum 41817.49 kN yang menghasilkan M33 sebesar 9208.63 kN-m dan M22 sebesar 7963.80 kN-m. Sedangkan kombinasi 2 yaitu M33 maksimum sebesar 18628.05 kN-m yang menghasilkan M22 sebesar 2181.02 kN- m dan aksial (P) sebesar 43267.89 kN.

Gambar 31. Input Data pada Program PCACol untuk Pier Segmen 1 Dari data yang telah diinputkan, diperoleh diagram interaksi seperti pada Gambar 30. Terlihat baik pada kombinasi 1 dan 2, beban masih berada di area tekan (sisi dalam kurva), yang menunjukkan bahwa kombinasi pembebanan mampu ditahan oleh pier, sehingga pier dikatakan aman terhadap beban yang bekerja.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

87

RIWAYAT HIDUP

Yesy Ratna Sari lahir di Bengkayang, 11 Juli 1991 dari Ayah Sunyitno dan Ibu Juliana, sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Penulis memulai pendidikan di SD Negeri Umum Jakarta (1997-2003), kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 3 Singkawang (2003-2006). Penulis menamatkan SMA pada tahun 2009 dari SMA Negeri 5 Depok, dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor. Penulis memilih Pogram Studi Teknik Sipil dan Lingkungan, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama masa kemahasiswaan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan (HIMATESIL) IPB sebagai divisi Riset dan Teknologi. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan yaitu menjadi panitia SIL-EXPO 2011 dan Pekan Orientasi Mahasiswa Baru SIL (Pondasi) 2012. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Ilmu Ukur Wilayah pada tahun 2012. Di samping itu, penulis aktif memperlengkapi diri melalui pelatihan software (SAP 2000 dan Autocad 2010), seminar/diskusi

“Indonesia International Infrastructure Conference and Exhibition 2012” , serta

kursus pembinaan profesi dari FAM-PII Cabang Bogor. Penulis pernah memperoleh beasiswa dari Japan Student Services Organization (JASSO) dan telah menjadi salah satu perwakilan IPB dalam kegiatan KKN International SUIJI Program pada tahun 2012 di Ehime, Jepang.

Penulis telah melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapang pada tahun 2012 di Kementerian Pekerjaan Umum pada Poyek Jalan Bebas Hambatan Tanjung Priok Seksi E2-A dengan Kontraktor Obayashi-JAKON JO dan Konsultan Pengawas Katahira. Pada tahun 2013, penulis bekerja sebagai Asisten Structure Engineer pada Proyek fly over Simpang Jam, Batam dan Proyek Perencanaan Teknis Jembatan Wilayah II Sorong, Papua Barat.