Pengaruh Periode Penghentian Penyiraman terhadap Pertumbuhan Beberapa Genotipe Gandum (Triticum aestivum L.)

PENGARUH PERIODE PENGHENTIAN PENYIRAMAN
TERHADAP PERTUMBUHAN BEBERAPA GENOTIPE
GANDUM (Triticum aestivum L.)

SARTIKA WIDOWATI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Periode
Penghentian Penyiraman terhadap Pertumbuhan Beberapa Genotipe Gandum
(Triticum aestivum L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014

Sartika Widowati
NIM A24100078 

ABSTRAK
SARTIKA WIDOWATI. Pengaruh Periode Penghentian Penyiraman terhadap
Pertumbuhan Beberapa Genotipe Gandum (Triticum aestivum L.). Dibimbing oleh
NURUL KHUMAIDA dan SINTHO WAHYUNING ARDIE.
Indonesia merupakan negara importir gandum terbesar ke-2 di dunia.
Kondisi lingkungan yang sesuai pertumbuhan gandum perlu dipelajari dalam
rangka pengembangan budidaya gandum di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menentukan periode penyiraman optimum dari beberapa genotipe
gandum. Percobaan dirancang menggunakan Rancangan Petak Terbagi dengan
tiga ulangan. Periode penghentian penyiraman merupakan petak utama yang
terdiri atas penghentian penyiraman selama 30 hari pada stadia tillering,
penghentian penyiraman selama 30 hari pada stadia booting, dan disiram rutin
dalam semua tahap pertumbuhan. Genotipe gandum merupakan anak petak yang

terdiri atas 8 genotipe, yaitu Nias, Selayar, Dewata, H-20, Munal, SBD, S-03, dan
YMH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghentian penyiraman selama 30
hari pada stadia tillering menghasilkan bobot kering tajuk, panjang malai, jumlah
biji, dan bobot biji lebih tinggi dibandingkan tanaman yang disiram rutin.
Berdasarkan jumlah anakan produktif, genotipe S-03 memberikan hasil tertinggi,
sedangkan berdasarkan panjang malai, jumlah biji, dan bobot biji, genotipe Munal
dan YMH adalah genotipe dengan hasil tertinggi, yang nilainya melebihi ketiga
varietas nasional. Penghentian penyiraman selama 30 hari pada stadia tillering
menghasilkan bobot biji per tanaman tertinggi pada genotipe Munal.
Kata kunci: booting, periode penghentian penyiraman, stadia tumbuh gandum,
tillering

ABSTRACT
SARTIKA WIDOWATI. Effect of Watering Termination on the Growth of
Several Wheat (Triticum aestivum L.) Genotypes. Supervised by NURUL
KHUMAIDA and SINTHO WAHYUNING ARDIE.
Wheat is one of the staple foods in the world and Indonesia is one of the
largest wheat importers. In order to develop wheat cultivation in Indonesia,
suitable environmental conditions of wheat growth need to be studied. The
objective of this study was to determine the optimum watering period of several

wheat genotypes. The experiment was arranged in Split Plot Design with three
replications. Watering termination period was the main plot (watering was
terminated for 30 days at tillering stage, watering was terminated for 30 days at
booting stage, and well watered during all growth stage) and wheat genotypes was
the sub-plot (Nias, Dewata, Selayar, Munal, S-03, H-20, YMH, and SBD). The
results showed that watering termination period for 30 days at tillering stage
resulted in higher shoot biomass, panicle length, number of seed, and seed weight
than those which were well watered. Based on number of productive tillers,
genotype S-03 had the highest production. Meanwhile based on ear length, seed

number, and seed weight genotype Munal and YMH were the highest, which
exceed three national varieties. Munal genotype had the highest seed weight per
plant under watering termination period for 30 days at tillering stage
Key words: booting, tillering, watering termination period, wheat growth stage

PENGARUH PERIODE PENGHENTIAN PENYIRAMAN
TERHADAP PERTUMBUHAN BEBERAPA GENOTIPE
GANDUM (Triticum aestivum L.)

SARTIKA WIDOWATI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pengaruh
Periode
Penghentian
Penyiraman
terhadap
Pertumbuhan Beberapa Genotipe Gandum (Triticum aestivum L.)
Nama

: Sartika Widowati
NIM
: A24100078

Disetujui oleh

Dr Ir Nurul Khumaida, MSi
Pembimbing I

Dr Sintho Wahyuning Ardie, SP, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan
pada bulan Desember 2013 sampai Mei 2014 ini berjudul Pengaruh Periode
Penghentian Penyiraman terhadap Pertumbuhan Beberapa Genotipe Gandum
(Triticum aestivum L.)
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Nurul Khumaida, MSi dan
Ibu Dr Sintho Wahyuning Ardie, SP, MSi selaku pembimbing yang memberikan
bimbingan dan pengarahan selama penelitian dan penulisan skripsi. Terima kasih
juga kepada Dr Ir Yudiwanti Wahyu, MS selaku penguji pada ujian skripsi
penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Andina Fabrini Firdausya,
SP yang memberi bimbingan selama penanaman di lapangan. Kemudian terima
kasih kepada staf Laboratorium Micro Technique, Bapak Joko, staf Laboratorium
Pasca Panen, Bapak Agus, serta Koordinator KP Sukamantri, Bapak Edi yang
telah membantu kelancaran selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada kedua orang tua yang telah mendukung secara moril
maupun finansial sehingga penulis dapat menempuh pendidikan di Institut
Pertanian Bogor sampai sejauh ini. Kepada seluruh dosen yang telah mengajarkan
ilmunya sebagai bekal pengetahuan untuk menyelesaikan penelitian, diucapkan
terima kasih.
Karya ilmiah ini tentunya masih memiliki kekurangan karena kesempurnaan
hanyalah milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Penulis mengharapkan banyak masukan

dan saran untuk perbaikan penulisan karya ilmiah penelitian ini. Semoga karya
ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
Sartika Widowati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan

2

Hipotesis

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Syarat Tumbuh Gandum

2

Botani Gandum


3

Stadia Tumbuh Tanaman Gandum

4

Jenis Gandum dan Varietasnya di Indonesia

6

Peran Air bagi Tanaman dan Permasalahannya

7

BAHAN DAN METODE

8

Waktu dan tempat


8

Bahan dan Alat

8

Metode

9

Pengamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN

10
12

Kondisi Umum

12


Hasil

13

Pembahasan

22

SIMPULAN DAN SARAN

27

Simpulan

27

Saran

27

DAFTAR PUSTAKA

27

RIWAYAT HIDUP

31

DAFTAR TABEL
1 Zadok’s growth scale tanaman gandum
2 Rekapitulasi hasil analisis ragam peubah-peubah yang diamati pada
perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe gandum
3 Pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe
gandum terhadap tinggi tanaman pada 8-12 MST
4 Pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe
gandum terhadap jumlah daun pada 8-12 MST
5 Pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe
gandum terhadap panjang akar dan biomassa tanaman
6 Pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe
gandum terhadap jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah
spikelet, jumlah biji, dan umur panen
7 Pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe
gandum terhadap bobot biji per tanaman dan bobot 100 biji
8 Interaksi genotipe dan perlakuan periode penghentian penyiraman
terhadap bobot biji per tanaman pada gandum
9 Pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe
gandum terhadap tingkat kehijauan daun, kerapatan stomata, dan
kerapatan trikoma

4
14
15
16
17

18
20
20

21

DAFTAR GAMBAR
1 Grafik suhu udara, suhu media, dan kelembaban udara pada bulan
Januari-Mei 2014
2 Kondisi umum percobaan tanaman gandum
3 Tanaman gandum umur 1 BST beberapa genotipe
4 Tanaman hasil panen pada beberapa genotipe
5 Malai gandum pada beberapa genotipe umur 14 MST
6 Kenampakan biji gandum pada berbagai genotipe
7 Pengamatan stomata dan trikoma beberapa genotipe gandum
8 Pengamatan stomata dan trikoma gandum genotipe YMH pada berbagai
perlakuan periode penghentian penyiraman

12
13
16
18
19
21
22
22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini pertumbuhan penduduk dunia semakin meningkat, termasuk
Indonesia yang mempunyai laju pertambahan penduduk sebesar 1.49 juta orang
per tahun (BPS 2013). Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk
yang tinggi, menduduki ranking ke-4 setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.
Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk maka kebutuhan
konsumsi pangan akan semakin meningkat, terutama konsumsi karbohidrat.
Gandum merupakan salah satu sumber bahan pangan karbohidrat yang
dikonsumsi sebagian besar negara-negara di dunia. Penduduk Indonesia
mengkonsumsi gandum dalam jumlah besar, yaitu senilai 21 kg/kapita, terbesar
kedua setelah konsumsi beras. Total impor gandum Indonesia pada tahun 2011,
2012, dan 2013 berturut-turut adalah senilai US$ 4.7, 3.7, dan 3.6 milyar
(Kemendag 2014), sehingga Indonesia menjadi importir gandum terbesar kedua di
dunia setelah Mesir (SPI 2012).
Salah satu upaya menekan nilai impor gandum adalah dengan melakukan
pengembangan budidaya gandum di Indonesia. Studi yang dilakukan Hakim
(2011) menunjukkan bahwa sejumlah petani memiliki persepsi yang positif
terhadap budidaya gandum. Hal tersebut mengindikasikan bahwa gandum
potensial untuk dibudidayakan di Indoesia. Oleh karena itu, diperlukan varietas
gandum yang mampu beradaptasi di Indonesia dengan iklim tropis.
Tanaman gandum belum dibudidayakan secara luas di Indonesia karena
kondisi lingkungan tropis yang kurang sesuai dengan syarat tumbuh gandum.
Tanaman gandum tumbuh baik di daerah subtropis dengan temperatur
optimum berkisar antara 10-250C (Simanjuntak 2002). Penelitian Nur et al. (2010)
menunjukkan bahwa di Indonesia tanaman gandum lebih sesuai dikembangkan
pada daerah berelevasi tinggi (>700 m dpl) karena kisaran suhu yang lebih sesuai
untuk pertumbuhan tanaman gandum. Oleh karena itu, tanaman gandum mulai
dibudidayakan di dataran tinggi. Selain suhu yang tinggi, kendala budidaya
gandum di daerah tropis termasuk Indonesia adalah kekeringan di musim kemarau
dan curah hujan yang tinggi di musim hujan
Ketersediaan air dalam jumlah yang tepat menentukan produktivitas suatu
tanaman. Tanaman gandum termasuk salah satu komoditas yang membutuhkan air
sekitar 254-400 mm per musim tanamnya (Deptan 2013). Sebagai perbandingan,
tanaman padi membutuhkan air sebanyak 520-1 620 mm, kacang tanah dan
jagung 300-700 mm, dan kedelai 450-700 mm (Gardner et al. 1981). Aplikasi
penyiraman yang terlalu sedikit maupun terlalu banyak dapat menurunkan
produktivitas gandum (Wang et al. 2013a). Tanaman yang mengalami kekurangan
air dapat terhambat pertumbuhannya karena stomata pada daun menutup sehingga
suplai CO2 terbatas dan tanaman tidak bisa melakukan fotosintesis dengan baik
(Salisbury dan Ross 1992). Sebaliknya, apabila tanaman mengalami kelebihan air
dapat menyebabkan terjadinya kondisi anaerobik pada perakaran sehingga
ketersediaan O2 pada tanah menurun dan transpor hara pada jaringan tidak stabil
(Bardford dan Yang 1981). Keduanya dapat menurunkan hasil produksi tanaman.
Stadia tumbuh tanaman juga mempengaruhi kemampuan tanaman dalam

2
beradaptasi terhadap ketersediaan air. Wang et al. (2013a) melaporkan bahwa
kebutuhan air pada tiap stadia tumbuh gandum berbeda. Secara umum, kebutuhan
air tanaman gandum pada saat memasuki fase generatif meningkat. Status air pada
tanaman merupakan hal yang penting untuk diketahui agar petani dapat
memberikan jumlah air berdasarkan kebutuhannya. Dengan mengetahui jumlah
kebutuhan air tersebut, dapat dipelajari aplikasi penyiraman yang sesuai.
Stadia tillering dan booting adalah dua stadia vegetatif terakhir sebelum
tanaman gandum memasuki stadia generatif. Wang et al. (2013a) melaporkan
bahwa kebutuhan air pada kedua stadia tersebut tidak setinggi kebutuhan air pada
stadia generatif. Tingginya curah hujan pada musim hujan, dan rendahnya
ketersediaan air pada musim kemarau di wilayah tropis menyebabkan
ketersediaan air yang tidak merata. Oleh karena itu, diperlukan studi aplikasi
penyiraman yang sesuai pada kedua stadia tumbuh tersebut untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman gandum.
Tujuan
1. Mengetahui pertumbuhan dan produktivitas beberapa genotipe gandum
yang ditanam pada elevasi sedang beriklim tropis
2. Mengetahui pengaruh periode penghentian penyiraman pada stadia
tillering dan booting terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman
gandum
3. Mengetahui pengaruh interaksi genotipe gandum dan periode penghentian
penyiraman terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman gandum
Hipotesis
1. Terdapat minimal satu genotipe gandum yang memiliki pertumbuhan dan
produktivitas terbaik pada elevasi sedang beriklim tropis
2. Terdapat minimal satu periode penghentian penyiraman pada stadia
tumbuh tertentu yang menghasilkan pertumbuhan terbaik
3. Terdapat pengaruh interaksi antara periode penghentian penyiraman dan
genotipe gandum yang memberikan pertumbuhan terbaik

TINJAUAN PUSTAKA
Syarat Tumbuh Gandum
Gandum (Triticum aestivum L.) adalah tanaman serelia pangan yang
tumbuh di daerah subtropis. Menurut Simanjuntak (2002) daerah penghasil utama
tanaman ini adalah negara-negara yang terletak di lintang 30o LU sampai 60o LU
dan 27o LS sampai 40o LS dengan kisaran suhu optimum 10-25oC. Walaupun
berasal dari daerah subtropis, tanaman ini dapat tumbuh dengan baik di daerah
tropis pada ketinggian > 800 m dpl dengan curah hujan 254-762 mm/tahun.

3
Botani Gandum
Secara botani, gandum termasuk dalam kelas Monokotil, ordo Graminales,
famili Poaceae, dan genus Triticum. Menurut Perry dan Belford (2000) tanaman
gandum merupakan tanaman semusim yang hidup di iklim temperate. Tanaman
ini sudah dibudidayakan pada 11 000 tahun yang lalu di daerah Timur Tengah.
Karakteristik tanaman gandum menurut Perry dan Belford (2000) adalah sebagai
berikut:
1. Butiran Biji (Grain)
Grain pada gandum sesungguhnya merupakan buah. Ukuran grain kecil
yaitu antara 3-8 mm dan bersifat kering (ortodoks). Bagian ini bernilai ekonomi
dan merupakan bagian yang dapat dimakan. Secara botani lebih tepat disebut
sebagai buah daripada biji. Satu biji matang, terdiri atas embrio, endosperm, dan
kulit biji. Kulit buah yang tipis menyatu dengan mantel benih. Komposisi dari
gabah yaitu kulit 14%, endosperm 83%, dan embrio 3%.
2. Daun
Terdapat sekitar 3 daun yang mengelilingi apeks pucuk dalam embrio
ketika berkecambah. Setelah berkecambah, beberapa daun akan muncul pada sisi
samping apeks. Daun bernomor ganjil akan muncul pada batang utama dan satu
lagi muncul di bagian atas, daun yang bernomor genap akan berada di sisi
seberang pada batang. Daun terakhir sebelum muncul malai adalah daun bendera.
Daun gandum memanjang dan sempit dengan dua bagian yang berbeda
yaitu basal sheath (selubung) yang mengelilingi batang dan memberi kekuatan
serta helai daun sebagai jaringan utama fotosintesis. Sheath dan blade berada
dalam batang terpisah. Bagian yang paling tua dari daun adalah ujung blade dan
pada bagian atas sheath. Jika kedua struktur tersebut bergabung akan terbentuk
ligula dan auricle.
3. Anakan
Anakan adalah cabang bawah batang yang membentuk tunas di samping
daun dalam batang utama. Secara struktural, anakan identik pada batang utama
dan berpotensi mengeluarkan malai. Anakan merupakan daun yang termodifikasi,
mirip dengan koleoptil yang dekat dengan batang utama saat muncul. Anakan
yang muncul dari batang utama disebut anakan primer, dan anakan yang muncul
dari sebuah anakan disebut anakan sekunder.
4. Akar
Terdapat dua jenis sistem perakaran, yakni akar seminal yang berasal dari
dalam biji, serta mahkota atau akar nodal yang berkembang dari ruas-ruas,
tergantung sumbu asal. Jaringan meristem pada akar hanya sekitar 2-10 mm dari
ujung setiap akar, sehingga sulit menerobos media tanam sampai jauh. Akar yang
telah berdiferensiasi dari daun pada bagian atas memungkinkan mengontrol
pertumbuhan akar dalam kondisi lingkungan yang kurang sesuai sepeti
ketersediaan air dan hara.
5. Batang
Node adalah tempat yang menyatukan batang dan struktur lainnya seperti
daun, akar, dan spikelet. Hal tersebut merupaka saluran vaskular yang membawa
nutrisi ke dalam dan keluar dari organ-organ. Jaringan antara dua node yang
berdekatan disebut dengan ruas. Ketika masih muda, node tetap bersama
berdekatan dan daun muncul dari titik tunggal dari mahkota tanaman. Mahkota

4
terdiri atas 8-14 node yang ditumpuk satu sama lain, dipisahkan oleh ruas kurang
dari 1 mm panjangnya. Setelah terjadi pemanjangan batang, ruas mulai tumbuh
membentuk batang bersendi sampai tanaman masak
Saat tumbuh, node memerlukan suplai dari jaringan untuk membentuk
daun dan untuk mengisi cadangan makanan dalam rangka pengisian malai.
Karbohidrat diperlukan sebanyak 25-40% dari bobot kering batang pada saat
malai muncul.
6. Malai
Rangkaian bunga atau malai pada gandum tersusun atas spike yang
merupakan dua baris spikelet, tersusun berhadapan dari pusat rachis. Seperti pada
batang, rachis terdiri atas node yang dipisahkan oleh internode pendek, dan
spikelet menempel pada rachilla pada rachis di setiap node. Spikelet pucuk
tunggal yang terletak di sudut kanan dari sisa spikelet berada pada setiap malai.
Selain itu, terdapat dua brak yang steril atau disebut dengan glume di
bawah masing-masing spikelet. Terdapat 10 bunga individu yang disebut floret
pada rerumputan, meskipun floret teratas kurang berkembang, umumnya terdiri
atas 2 sampai 4 floret yang membentuk butir biji. Malai gandum bisa berisi 30-50
biji. Setiap bunga akan menghasilkan 1 biji yang tumbuh di tepi brak yang disebut
lemma, dan tertutup oleh brak lain yang disebut palea. Ditemukan awn (rambut)
dari ujung lemma pada beberapa genotipe.
7. Floret
Setiap floret atau individu bunga tertutup dalam lemma dan palea. Dalam
stuktur tertutup ini terdapat carpel yang terdiri atas ovarium dengan stigma yang
berbulu, dan terdapat tiga benang sari yang membawa kantung polen atau anter.
Keduanya merupakan alat reproduksi pada gandum. Ovarium terdiri atas ovul
tunggal dan ketika dibuahi akan membentuk biji.
Stadia Tumbuh Tanaman Gandum
Salah satu metode yang digunakan dalam pembagian stadia tumbuh
tanaman gandum adalah dengan menggunakan Zadok’s growth scale. Metode ini
merupakan kuantifikasi tahap tumbuh tanaman pangan menggunakan angka
desimal dalam standardisasinya. Zadok’s growth scale mempunyai skala 0-99
pertumbuhan yang digunakan dalam penelitian di dunia internasional. Tabel 1
menyajikan Zadok’s growth scale pada gandum menurut Perry dan Belford (2000).
Tabel 1 Zadok’s growth scale tanaman gandum
Angka desimal
Stadia tumbuh
0
Germination
1
Seedling growth
2
Tillering
3
Stem elongation
4
Booting
5
Ear Emergence
6
Flowering
7
Milk development
8
Dough development
9
Ripening

5
Biasanya metode Zadok’s growth scale tersebut digunakan untuk aplikasi
pemupukan, pestisida, dan untuk mengetahui kebutuhan nutrisi tanaman. Secara
umum, stadia tumbuh gandum berdasar metode ini mempunyai 10 skala dimana
setiap skalanya dibagi lagi menjadi 9 tahap lagi. Pengunaan nama skala desimal
misalnya seperti Z13 yang artinya gandum berada dalam stadia seedling growth
dengan dengan 3 daun.
1. Seedling Growth Z10 sampai Z19
Stadia tumbuh ini ditandai dengan munculnya daun pertama, kedua, dan
seterusnya. Daun pertama adalah daun yang pertama kali muncul, lalu menetap di
pangkal batang, kemudian daun kedua muncul dengan posisi yang lebih tinggi,
begitu pula dengan daun ketiga. Penamaan skala desimal Zadok tersebut bisa
dilihat dari panjang daun yang muncul dari batang utama, misalnya Z13.4
mempunyai arti bahwa gandum berada dalam stadia seedling growth dengan 3
daun dan daun keempat panjangnya 0.4 dari panjang daun ketiga.
2. Tillering Z20 sampai Z29
Hal yang menandakan munculnya stadia ini adalah batang utama gandum
memiliki 3-4 daun. Stadia ini juga ditunjukkan dengan munculnya anakan
akandari selubung batang, namun hal tersebut tergantung hara yang didapatkan
tanaman.Tanaman gandum yang memiliki 3 daun, daun keempat 0.4 dari daun
ketiga, dan memiliki 1 anakan maka disebut Z13.4/21.
3. Stem Elongation Z30 sampai Z39
Stem elongation atau pemanjangan batang terjadi karena adanya
pertumbuhan internode pada batang. Ketika pemanjangan dimulai, internode
bagian tengah mahkota tumbuh sepanjang 1-2 cm dan node di atasnya membesar
serta mengeras membentuk lipatan pertama pada batang. Stadia ini sangat mudah
dideteksi dengan cara membelah batang dengan pisau dan mengidentifikasi node
penghalang pada rongga batang. Pertumbuhan tanaman gandum sangat cepat dan
membutuhkan banyak hara pada stadia pemanjangan batang tersebut.
4. Booting Z40 sampai Z49
Stadia booting mendeskripsikan adanya daun bendera pada ujung atas
tanaman. Daun bendera berkembang pada tanaman serealia dan berada di pangkal
malai. Daun bendera merupakan daun yang berperan penting dalam memproduksi
fotosintat untuk perkembangan biji pada malai. Selubung pada batang tempat
daun bendera melekat akan menggembung. Hal tersebut menunjukkan adanya
malai yang akan keluar dari tajuk.
5. Ear Emergence Z50 sampai Z59
Stadia Z50 sampai Z59 mendeskripsikan munculnya malai dari selubung
batang tanaman. Misalnya stadia Z55, menggambarkan bahwa setengah dari
panjang malai telah keluar. Stadia Z59 mempunyai arti bahwa seluruh malai
sudah keluar dengan sempurna.

6
6. Antesis (flowering) Z60 sampai Z69
Antesis merupakan keadaan dimana floret membuka. Floret membuka
pada pagi hari dan mempunyai periode yang sangat singkat. Gandum merupakan
tanaman menyerbuk sendiri sehingga polen biasanya berasal dari bunga yang
sama. Bunga yang telah mekar ditandai dengan polen yang keluar menggantung
pada malai. Biasanya muncul pertama kali dari tengah malai, kemudian menyebar
ke atas dan ke bawah.
7. Milk and Dough Development Z70 sampai Z89
Stadia Z70-Z89 menggambarkan tentang pengembangan biji gandum.
Milk yang berarti susu dan dough yang berarti adonan mempunyai arti bahwa
pada awalnya pengisian biji berbentuk cair dan kemudian mengeras menyerupai
bentuk adonan. Pertumbuhan biji selama 7 hingga 14 hari setelah fertilisasi
merupakan pertumbuhan utama pada dinding ovarium dan pembentukan sel-sel
endosperm yang akan terisi dengan pati. Stadia awal (Z71) adalah kernel matang
berair, kemudian pati mulai disimpan dalam kernel, semakin memadat, dan tahap
akhirnya berbentuk seperti cairan susu. Pengembangan adonan Z80-Z89 ditandai
dengan tidak terdapatnya zat cair dalam biji. Mulanya isi dalam biji tersebut
bersifat lembut lalu semakin mengeras.
8. Ripening Z90-Z99
Biji disebut masak fisiologis jika tidak terdapat endapan pada biji dan
seluruh adonannya sudah mengeras. Gandum mengalami kehilangan warna
klorofil dan berubah menjadi kuning kecokelatan pada tahap ini. Kadar air
gandum di alam masih cukup tinggi, tergantung cuaca. Setelah beberapa minggu
kemudian maka gandum siap dipanen.
Jenis Gandum dan Varietasnya di Indonesia
Terdapat sekitar 30 spesies gandum dan lebih dari 40 000 kultivar telah
diproduksi di dunia. Terdapat 3 jenis gandum berdasarkan jumlah kromosomnya
yaitu gandum diploid (14 kromosom), tetraploid (28 kromosom), dan heksaploid
(42 kromosom). Gandum heksaploid adalah gandum yang sering dikonsumsi
manusia, yaitu gandum yang dijadikan sebagai tepung terigu. Terdapat 3 spesies
gandum yang bernilai komersial yaitu:
1. Triticum aestivum
Merupakan gandum yang biasa dikenal secara luas, termasuk ke dalam
heksaploid, dan dibudidayakan secara luas di seluruh dunia
2. Triticum turgidum cv durum
Merupakan gandum tetraploid. Durum berarti keras. Tepung dari gandum
ini mempunyai tingkat gluten yang tinggi, sehingga penggunaannya cenderung
digunakan sebagai pasta dan produk roti.
3. Triticum compactum
Merupakan gandum heksaploid yang diidentifikasi karena sifat
kompaknya, kepala butir bijinya mengelompok. Tekstur dari tepung ini lebih
halus dan biasanya digunakan untuk membuat kue.

7
Berdasarkan musim tanamnya, gandum dikelompokkan menjadi 2 macam,
yaitu winter wheat dan spring wheat. Winter wheat adalah gandum yang ditanam
di musim dingin dan panen di musim semi, sedangkan spring wheat ditanam di
musim semi dan panen di musim panas (Magness 1971). Tentunya kedua jenis
gandum ini mempunyai daya adaptasi yang berbeda di lingkungan tumbuhnya.
Jenis gandum yang umum ditanam di daerah tropis adalah jenis spring wheat,
karena mempunyai kemungkinan lebih tahan terhadap suhu tinggi.
Varietas nasional gandum yang sudah dapat berproduksi baik di dataran
tinggi antara lain adalah Selayar, Nias, dan Dewata. Berikut merupakan deskripsi
ketiga varietas gandum tersebut menurut Balitsereal (Deptan 2012):
1. Varietas Nias
Varietas Nias merupakan varietas unggul nasional pertama yang dilepas
pada tahun 2003 dengan potensi hasil 2 ton ha-1. Tetuanya berasal dari Thailand.
Varietas Nias dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian > 1 000 m dpl. Varietas
ini mempunyai tinggi tanaman rata-rata 74 cm dengan jumlah anakan 15.67.
Umur berbunga yaitu 74 hari dan umur panen 114 hari.
2. Varietas Dewata
Varietas Dewata merupakan hasil introduksi dari India yang dilepas pada
tahun 2003. Umur masaknya yaitu 82 hari pada ketinggian >1 000 m dpl, dan 55
hari pada ketinggian 400-800 m dpl. Jumlah biji rata-rata yang dihasilkan per
malai adalah 47 butir. Panjang malai rata-rata yaitu 11 cm, dan bobot 1 000
bijinya yaitu 46 g. rata-rata hasilnya adalah 2.96 ton ha-1. Tipe batangnya kompak,
warna daun hijau, warna tangkai daun hijau tua, dengan jumlah malai ± 390 per
m2. Warna bulu hijau dan ukuran bijinya sedang, serta warna bijinya kuning
kecoklatan.
3. Varietas Selayar
Varietas Selayar merupakan varietas introduksi dari CIMMYT, Meksiko.
Varietas ini juga dilepas pada tahun 2003. Jumlah butir rata-rata yang dihasilkan
per malai yaitu 42 butir dengan warna biji kuning kecokelatan dan berukuran
sedang. Bobot 1 000 bijinya yaitu 46 g dan panjang malai +10 cm. Umur panen
berkisar antara 80-125 hari, dan tinggi tanaman yaitu +85 cm. Tipe batangnya
kompak, warna daun hijau, warna tangkai daun hijau tua, dengan jumlah malai ±
375 per m2. Rata-rata hasil panen mencapai 2.95 ton ha-1.
Peran Air bagi Tanaman dan Permasalahannya
Air merupakan komponen penting bagi tanaman untuk melakukan
berbagai proses fisiologi seperti serapan hara, fotosintesis dan reaksi biokimia.
Menurut Gardner et al. (l985) peranan air bagi pertumbuhan tanaman adalah
sebagai penyusun utama jaringan tanaman, pelarut dan medium bagi reaksi
metabolisme sel, medium untuk transpor zat terlarut, medium yang memberikan
turgor pada sel tanaman, bahan baku untuk fotosintesis, proses hidrolisis dan
reaksi kimia lain serta evaporasi air untuk mendinginkan permukaan tanaman.
Di negara-negara subtropis yang membudidayakan gandum, aplikasi perlakuan
genangan dipelajari untuk mengatasi jumlah air yang kelebihan di musim dingin,
sedangkan studi tentang kekeringan dilakukan dalam menghadapi kekurangan air
di musim panas.

8
Sekitar 83% wilayah Indonesia mempunyai curah hujan tahunan >2 000
mm, namun sebagian besar terdistribusi selama musim hujan. Hal tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya kondisi kelebihan air di musim hujan, dan kekurangan
air di musim kemarau. Padahal kebutuhan air pada tanaman berbeda untuk setiap
stadia tumbuhnya. Menurut Wang et al. (2013b), tanaman gandum yang disiram
pada stadia pengisian biji (fase generatif) mempunyai hasil tertinggi dibandingkan
dengan yang disiram pada stadia sebelum antesis maupun dengan perlakuan
irigasi yang bergantung hujan. Selain itu pada penelitian Mushtaq et al. (2011),
bobot 100 biji gandum terendah diperoleh apabila penyiraman dihentikan pada
stadia pengisian biji, sedangkan apabila penyiraman dihentikan pada stadia
tillering masih memberikan hasil yang baik, meskipun hasilnya di bawah
perlakuan kontrol yang disiram rutin. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan
jumlah kebutuhan air di setiap stadia pertumbuhan tanaman gandum.
Tanaman yang mengalami kekurangan air dapat menyebabkan
menurunnya serapan unsur nitrogen sehingga produksinya juga menurun (Totok
dan Rahayu 2004). Tanaman yang mengalami kelebihan air akan mengalami
peningkatan ABA dalam xilem sehingga terjadi penurunan jumlah buah yang
terbentuk (Ismail dan Davies 1997). Meskipun tersedia banyak air di perakaran
tanaman, tanaman tidak bisa mengambilnya karena adanya kondisi anaerob pada
kondisi kelebihan air. Pada akhirnya daun-daun tanaman akan layu dan gugur
akibat tidak bisa mengimbangi laju transpirasi yang terjadi. Menurut Sun et al.
(2006) tanaman gandum yang diberi irigasi berlebihan akan meningkatkan laju
evapotranspirasi dan menurunnya efisiensi penggunaan air. Agar dapat
memberikan hasil produksi yang baik, metode yang dapat digunakan adalah
dengan mengatur jadwal pengairan, memperbaiki efisiensi penggunaan air, dan
mengurangi penguapan air dari dalam tanah. Selain itu, berdasarkan penelitian
Sharma et al. (2011), kesuburan tanah yang ditanami oleh tanaman gandum yang
diberi irigasi optimum mempunyai hasil yang lebih baik dibandingkan dengan
irigasi sub-optimum maupun irigasi supra-optimum.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai Mei 2014.
Penanaman dilakukan di rumah plastik petani Kebun Percobaan Sukamantri,
Tamansari, Institut Pertanian Bogor. Pengamatan kerapatan stomata dan trikoma
dilaksanakan di laboratorium Micro Technique, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan adalah benih gandum tiga varietas nasional,
yaitu Nias, Dewata, dan Selayar, serta 5 genotipe introduksi asal CIMMYT yaitu
H-20, Munal, S-03, SBD, dan YMH. Media tanam merupakan campuran tanah
Andosol dan pupuk kandang (3:1, v/v). Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-

9
36, dan KCl. Wadah tanam yang digunakan adalah 360 polibag ukuran 20 cm x
35 cm, dan plastik berukuran sama dengan polibag untuk melapisi bagian dalam
polibag. Alat lain yang dibutuhkan yaitu alat budidaya, kuteks transparan,
penggaris, gelas ukur, SPAD 502 Plus (Konica Minolta), timbangan, oven,
termometer bola basah-bola kering, dan termometer media
Metode
1. Deskripsi dan Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan menggunakan Split Plot Design dengan periode
penghentian penyiraman pada stadia pertumbuhan tertentu sebagai petak utama
dan genotipe sebagai anak petak. Perlakuan periode penghentian penyiraman
terdiri atas 3 taraf yaitu penghentian penyiraman selama 30 hari pada stadia
tillering, penghentian penyiraman selama 30 hari pada stadia booting, dan disiram
rutin di semua stadia pertumbuhan (kontrol). Genotipe yang digunakan adalah 8
genotipe gandum, yaitu Nias, Selayar, Dewata, H-20, Munal, SBD, S-03, dan
YMH. Percobaan diulang sebanyak tiga kali. Setiap satu satuan percobaan terdiri
atas 5 polibag dengan 3 polibag digunakan sebagai tanaman contoh. Rancangan
lingkungan yang digunakan adalah rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT)
dengan model seperti berikut:
Keterangan:
= nilai pengamatan karena pengaruh perlakuan periode penghentian
penyiraman ke-i dan genotipe ke-j, ulangan ke-k
= rataan umum
= pengaruh ulangan ke-k
= pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman ke-i
= pengaruh genotipe ke-j
= pengaruh galat A (ulangan*perlakuan periode penghentian penyiraman)
= pengaruh interaksi perlakuan periode penghentian penyiraman ke-i dan
genotipe ke-j
= pengaruh galat perlakuan periode penghentian penyiraman ke-i dan
genotipe ke-j, ulangan ke-k
Pengolahan data menggunakan uji F dan apabila berpengaruh nyata
dilanjutkan dengan uji lanjut yaitu metode Duncan Multiple Range Test (DMRT)
menggunakan program SAS 9.0.
2. Persiapan Media Tanam dan Penanaman
Media tanam dibuat dari campuran tanah dan pupuk kandang dengan
perbandingan 3:1 (v/v) dan dikeringkan selama satu minggu dengan cara dijemur
di bawah terik matahari. Media dimasukkan ke dalam polibag berukuran 20 cm x
35 cm yang telah dilapisi plastik di bagian dalam untuk menghambat air yang
keluar dari lubang polibag. Polibag diisi dengan media tanam hingga mencapai
bobot +5 kg. Benih ditanam sedalam 1 cm dari permukaan media dengan jumlah
masing-masing 3 benih per polibag. Pemberian carbofuran 3% juga dilakukan

10
pada saat penanaman. Jarak tanam dari pusat tanaman yaitu 20 cm x 25 cm.
Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 3 minggu setelah tanam
(MST) sehingga hanya terdapat satu tanaman per polibag.
3. Pemeliharaan
Penyiraman dilakukan secara teratur dengan volume yang sama yaitu 100
ml/polibag. Selang waktu penyiraman sesuai kebutuhan (tanah terlihat kering
permukaan). Penyiraman dilakukan sampai tanaman memasuki fase tillering.
Pemupukan dilakukan dengan memberikan Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis
berturut-turut 1, 2, 1 g/polibag. Pemupukan dibagi menjadi 2 tahap, pada saat
tanam dengan dosis masing-masing 1/3 bagian, sedangkan 2/3 bagian lagi
diberikan pada waktu tanaman berumur 40 hari. Aplikasi secara melingkar pada
alur lubang dengan jarak 5 cm dari tanaman. Pengendalian hama dan penyakit
dilakukan dengan menyemprotkan pestisida serta diambil secara manual, gulma
juga dikendalikan secara manual.
4. Perlakuan Penyiraman
Penyiraman dilakukan secara rutin sebanyak 100 ml/polibag hingga
memasuki stadia tillering. Perlakuan pertama yaitu dihentikan penyiramannya
selama 30 hari pada stadia tillering (+ 5 MST). Perlakuan kedua dihentikan
penyiramannya selama 30 hari pada stadia booting, dan perlakuan ketiga yaitu
disiram rutin di semua stadia pertumbuhan. Selang waktu penyiraman diberikan
jika tanah terlihat kering permukaan. Penyiraman dilakukan pada pagi atau sore
hari.
5. Panen dan Pascapanen
Panen dilakukan setelah daun dan batang sudah terlihat mengering, malai
berisi penuh biji, biji keras, kadar air biji +25%. Panen dilakukan secara manual
pada tanaman contoh. Kemudian dilakukan pengeringan dengan menjemur di
terik matahari sampai kadar air biji 14%.
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan dibagi menjadi empat, yakni pengamatan
karakter agronomi di fase vegetatif, fase generatif, pengamatan fisiologi, dan
pengamatan data lingkungan.
1. Karakter Agronomi Fase Vegetatif
a. Tinggi tanaman : diamati setiap minggu, dihitung dari leher akar (tepat di
atas permukaan tanah) sampai ujung daun tertinggi.
b. Jumlah daun : diamati setiap minggu, mulai daun terbawah sampai daun
teratas yang sudah membuka sempurna.
2. Karakter Agronomi Fase Generatif
a. Jumlah anakan produktif: diamati setiap minggu, dimulai setelah tanaman
keluar anakan, yakni keseluruhan jumlah anakan yang menghasilkan malai
dalam satu rumpun.
b. Panjang akar : diukur pada saat panen, dihitung dari leher akar sampai
ujung akar terpanjang.

11
c. Bobot kering akar, bobot kering malai, dan bobot kering tajuk : diukur
pada saat panen dengan cara dioven 105oC selama 24 jam kemudian
ditimbang.
d. Jumlah spikelet per malai : dihitung ketika seluruh malai sudah keluar dari
selubungnya secara sempurna
e. Jumlah biji per tanaman : dihitung ketika panen
f. Bobot biji per tanaman : diukur ketika panen menggunakan timbangan
g. Bobot 100 biji : ditimbang sebanyak jumlah biji yang didapatkan pada
setiap genotipe, kemudian dikonversi dengan rumus sebagai berikut:
Bobot 100 biji =
h. Umur panen : dihitung sebagai umur panen apabila 50% populasi dalam
satu satuan percobaan sudah siap panen.
3. Pengamatan Fisiologi
a. Kerapatan stomata : diamati pada minggu ke-11 dengan cara mengoleskan
kuteks transparan pada permukaan bawah daun dan ditempel pada solatip,
diamati di bawah mikroskop.
b. Kerapatan trikoma : diamati pada minggu ke-11 dengan cara mengoleskan
kuteks transparan pada permukaan bawah daun dan ditempel pada solatip,
diamati di bawah mikroskop.
Nilai pengamatan kerapatan stomata dan trikoma dihitung berdasarkan
konversi jumlah terhadap luas bidang pandang dengan rumus menurut Evi
(2012)
c. Tingkat kehijauan daun : diukur ketika tanaman sudah mengeluarkan daun
bendera dengan menggunakan SPAD, dilakukan di tiga titik daun yakni
pangkal, tengah, dan ujung.
4. Pengamatan Data Lingkungan
Pengamatan data lingkungan dilakukan setiap dua hari per minggu selama
penelitian dengan mengukur sebanyak tiga kali per hari yakni waktu pagi
(08.00), siang (12.00), dan sore (17.00). Pengamatan data lingkungan yang
dilakukan meliputi:
a. Suhu udara (oC) : diukur dengan menggunakan termometer ruang
kemudian dirata-rata dengan rumus sebagai berikut, (Handoko 1993)

= suhu pada pengamatan pukul 08.00
= suhu pada pengamatan pukul 12.00
= suhu pada pengamatan pukul 17.00
b. Suhu media (oC) : diukur dengan menggunakan termometer tanah
kemudian dirata-rata dengan metode yang sama seperti pada suhu udara.
Pengukuran dilakukan dengan menancapkan termometer tanah sedalam 10
cm dari atas permukaan tanah.
c. Kelembaban udara (%) : diukur dengan menggunakan alat pengukur
kelembaban udara.

12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum

35.00

49.00
48.00
47.00
46.00
45.00
44.00
43.00
42.00
41.00
40.00
39.00
38.00

30.00
Suhu (oC)

25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00

Kelembaban udara (%)

Tanaman gandum pada dasarnya membutuhkan lingkungan tumbuh yang
mempunyai suhu rendah dan iklim kering. Daerah Bogor yang termasuk ke dalam
wilayah tropika basah diduga kurang sesuai untuk pertanaman gandum, terutama
apabila ditanam pada bulan-bulan basah. Secara umum, kondisi iklim mikro pada
lokasi penelitian selama bulan Januari sampai Mei 2014 mempunyai suhu udara
rata-rata harian 28.83oC, suhu media 24.2 oC, serta kelembaban udara 47%. Tiga
bulan pertama kondisi keawanan cenderung tinggi karena pada waktu tersebut
sedang mengalami musim hujan, kemudian tiga bulan berikutnya mulai panas.
Hal ini dapat mempengaruhi hasil produksi tanaman gandum. Kondisi suhu udara,
suhu media, dan kelembaban udara pada screen house dapat dilihat pada Gambar
1.
Rata-rata suhu udara
harian

Rata-rata suhu
media harian

Rata-rata
kelembaban udara
harian

Bulan (tahun 2014)

Gambar 1. Grafik suhu udara, suhu media, dan kelembaban udara rata-rata selama
bulan Januari-Mei 2014
Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor mempunyai
ketinggian tempat kurang lebih 540 m dpl. Nur et al. (2010) menyatakan bahwa
pertumbuhan gandum dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Penanaman gandum di
atas 1 000 m dpl mempunyai karakter agronomis lebih baik dibandingkan dengan
penanaman gandum dengan ketinggian di bawah 400 m dpl. Dengan ketinggian
tempat sebesar 540 m dpl, maka daerah Sukamantri tersebut dapat dikategorikan
sebagai dataran menengah.
Secara umum, kedelapan genotipe gandum mempunyai daya berkecambah
yang beragam. Namun apabila dirata-rata hasilnya tergolong rendah dengan nilai
25.03%. Daya berkecambah tertinggi terdapat pada varietas Nias yaitu 86.4%,
sedangkan terendah adalah H-20 yaitu 4.44%. Hal ini disebabkan oleh viabilitas
benih yang rendah akibat lamanya umur simpan. Penyulaman dapat memperbaiki
jumlah tanaman sampai sebanyak yang dibutuhkan. Tanaman gandum pada umur
1 MST dan 13 MST dapat dilihat pada Gambar 2.

13

Gambar 2. Kondisi umum percobaan tanaman gandum (A) tanaman umur 1 MST;
(B) tanaman umur 13 MST
Beberapa Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang terlihat antara
lain yaitu ulat bulu, ulat jengkal, belalang, kutu pada malai, serta penggerek,
sedangkan penyakit yang menyerang adalah busuk akar serta cendawan pada
batang dan malai tanaman. Namun hal tersebut tidak terlalu berimplikasi pada
pertumbuhan tanaman. Pengendalian yang dilakukan adalah dengan menggunakan
pestisida berbahan aktif abamectin, mengambil hama secara manual, serta
membuang bagian tanaman yang terserang penyakit. Selain itu pengendalian
gulma juga dilakukan secara manual.

Hasil
Aplikasi periode penghentian penyiraman dilakukan secara bertahap,
tergantung stadia tumbuh tanaman gandum tiap genotipe. Secara umum, interaksi
antara genotipe dengan perlakuan periode penghentian penyiraman hanya
berpengaruh nyata pada peubah bobot biji per tanaman. Dari keenam belas
peubah yang diamati, perlakuan periode penghentian penyiraman berpengaruh
nyata terhadap tujuh peubah, antara lain jumlah trikoma, panjang malai, jumlah
biji per tanaman, bobot biji per tanaman, bobot kering tajuk per tanaman, bobot
kering akar per tanaman, bobot kering malai per tanaman, dan bobot biji per
tanaman. Genotipe berpengaruh nyata terhadap semua peubah kecuali tingkat
kehijauan daun, jumlah stomata, dan bobot 100 biji, dimana ketiga peubah
tersebut juga tidak dipengaruhi secara nyata oleh kedua perlakuan.
Selain itu, koefisien keragaman (KK) yang dihasilkan juga beragam
dengan nilai terendah 4.36% dan nilai tertinggi 29.07%. Nilai KK menunjukkan
tingkat keragaman yang terdapat pada populasi suatu percobaan. Semakin tinggi
nilai KK maka semakin beragam nilai pengamatannya. Nilai KK yang melebihi
30% dalam percobaan ini dilakukan transformasi data, antara lain pada peubah
panjang akar, kerapatan trikoma, bobot kering tajuk per tanaman, bobot kering
akar per tanaman, bobot kering malai per tanaman, bobot biji per tanaman, dan
umur panen. Keragaman tersebut diduga berasal dari faktor lingkungan seperti
misalnya intensitas cahaya yang tidak merata, dan sebagainya. Rekapitulasi hasil
analisis ragam terhadap peubah-peubah yang diamati pada perlakuan periode
penghentian penyiraman dan genotipe tanaman gandum disajikan pada Tabel 2.

14

Tabel 2 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam peubah-peubah yang diamati pada
perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe gandum
Peubah yang
diamati
Tinggi tanaman
Jumlah daun
Jumlah anakan
produktif
Panjang akar
Tingkat
kehijauan daun
Kerapatan
stomata
Kerapatan
trikoma
Panjang malai
Jumlah spikelet
Jumlah
biji/tanaman
Bobot kering
tajuk/tanaman
Bobot kering
akar/tanaman
Bobot kering
malai/tanaman
Bobot
biji/tanaman
Bobot 100 biji
Umur panen

**
**
**

Interaksi periode
penghentian
penyiraman x
genotipe
tn
tn
tn

22.83
8.79
23.24

tn
tn

**
tn

tn
tn

17.03a
11.57

tn

tn

tn

29.07

*

*

tn

27.99a

**
tn
*

**
**
**

tn
tn
tn

11.61
11.09
25.27

*

**

tn

12.55a

**

**

tn

12.89a

**

*

tn

11.21a

**

**

*

7.99a

tn
tn

tn
**

tn
tn

29.51
4.36a

Periode
penghentian
penyiraman

Genotipe

tn
tn
tn

KK

Keterangan: tn: tidak berpengaruh nyata; *:berpengaruh nyata pada taraf 5%; **: berpengaruh
sangat nyata pada taraf 1%; KK: koefisien keragaman; ahasil transformasi √

Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman diamati mulai minggu kedelapan dengan tujuan bahwa
perlakuan periode penghentian penyiraman pada stadia booting sudah berakhir.
Tinggi tanaman nyata dipengaruhi oleh genotipe, sebaliknya perlakuan periode
penghentian penyiraman tidak berpengaruh nyata. Secara keseluruhan, genotipe
S-03 mempunyai tinggi tanaman tertinggi mulai dari umur 9-12 MST dengan nilai
pengamatan akhir sebesar 66.13 cm, sedangkan tinggi tanaman terendah terdapat
pada genotipe Selayar dengan nilai pengamatan akhir 50.95 cm pada umur 12
MST. Genotipe SBD juga mempunyai tinggi tanaman yang tertinggi dimulai pada
saat umur 11-12 MST. Pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman dan
genotipe terhadap tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 3.

15
Tabel 3 Pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe
gandum terhadap tinggi tanaman pada 8-12 MST
Perlakuan

8 MST
Genotipe
Nias
57.08a
Selayar
40.64e
Dewata
41.31d
H-20
42.34de
Munal
45.50cd
SBD
46.99bc
S-03
50.71b
YMH
44.61cde
Periode Penghentian
Penyiraman
Berhenti 30 hari
45.11+6.8
stadia tillering
Berhenti 30 hari
47.31+5.9
stadia booting
Disiram rutin
46.02+6.4
(kontrol)

Tinggi Tanaman (cm)
9 MST
10 MST
11 MST

12 MST

54.60b
47.38c
45.48c
45.51c
46.53c
49.12c
58.74a
45.51c

57.49b
50.74c
52.00c
51.94c
48.51cd
56.11b
62.49a
46.91d

58.32ab
51.00c
55.57bc
59.71ab
52.54c
63.06a
62.48a
52.95c

58.00c
50.95d
59.36bc
64.38ab
57.38c
66.16a
66.13a
59.06c

49.48+6.7

54.08+6.6

57.64+6.3 61.33+7.2

48.39+5.4

52.73+6.2

56.46+6.4 60.13+7.0

49.46+5.7

53.63+6.1

56.76+6.7 59.08+7.3

Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%; MST : minggu setelah tanam

Berdasarkan Tabel 3 di atas, genotipe S-03 menunjukkan pertumbuhan
tinggi tanaman tertinggi di setiap minggunya, dimulai dari minggu kesembilan,
sedangkan genotipe Nias, pada umur 8 MST menunjukkan tinggi tanaman yang
tertinggi, namun kemudian disusul oleh genotipe yang lain seperti S-03 dan SBD
pada minggu-minggu setelahnya. Hal tersebut mengindikasikan adanya perbedaan
lama umur tanaman dimana pada umur 9 MST, genotipe Nias sudah memasuki
fase generatif maksimum dimana tingginya sudah konstan dan tidak bertambah
lagi, sedangkan genotipe introduksi masih melakukan pertumbuhan vegetatif.
Genotipe Selayar menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman yang terendah di
setiap minggu pengamatan. Diduga genotipe Selayar secara genetik memang
pendek.
Selain itu, dibandingkan dengan penelitian Rahmah (2011), tinggi tanaman
gandum yang dihasilkan pada penelitian tersebut hampir memiliki rentang nilai
yang sama. Berdasarkan penelitian Rahmah (2011) tersebut tanaman gandum
yang ditanam dengan elevasi tinggi memiliki rata-rata tinggi tanaman yang lebih
tinggi (66.67 cm) dibandingkan dengan tanaman gandum yang ditanam di elevasi
rendah (62.68 cm). Namun untuk penelitian yang dilakukan ini, hanya memiliki
rata-rata tinggi tanaman sebesar 59-62 cm pada semua genotipe dalam ketiga
perlakuan penyiraman. Gambar 3 menunjukkan beberapa genotipe tanaman
gandum pada umur 1 bulan setelah tanam (BST). Secara umum, semua genotipe
gandum yang ditanam memiliki ukuran keragaan yang kecil, sehingga berakibat
pada pertumbuhan yang terjadi selanjutnya.

16

Gambar 3. Tanaman gandum umur 1 BST beberapa genotipe.
(A) Nias; (B) Selayar; (C) Dewata; (D) H-20; (E)
Munal; (F) SBD; (G) YMH; dan (H) S-03
Jumlah Daun
Tabel 4 menunjukkan pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman
dan genotipe terhadap jumlah daun. Perlakuan periode penghentian penyiraman
tidak menunjukkan pengaruh nyata, sedangkan genotipe berpengaruh sangat nyata.
Genotipe Nias pada umur 8-9 MST memiliki jumlah daun yang terbanyak dengan
nilai 6.87 dan 8.02 helai. Namun pada umur 10-12 MST jumlahnya tidak
sebanyak pada genotipe S-03.
Tabel 4 Pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman dan
gandum terhadap jumlah daun pada umur 8-12 MST
Jumlah Daun
Perlakuan
8 MST
9 MST
10 MST 11 MST
Genotipe
Nias
6.87a
8.02a
8.55b
7.33b
Selayar
5.15b
4.96b
4.48e
3.92d
Dewata
4.52b
4.96b
5.12de
5.07cd
H-20
4.59b
5.58b
6.22cd
6.26bc
Munal
4.78b
5.40b
5.87cde
6.57b
SBD
5.04b
5.92b
6.67c
6.66b
S-03
6.44a
8.52a
9.92a
10.99a
YMH
4.59b
5.22b
5.87cde
7.11b
Periode Penghentian
Penyiraman
Berhenti 30 hari
5.25+1.1 6.23+1.6
6.89+2.1 6.96+2.7
stadia tillering
Berhenti 30 hari
5.37+1.3 6.22+1.6
6.64+2.1 6.69+2.1
stadia booting
Disiram rutin
5.12+1.0 5.79+1.6
6.40+2.0 6.57+2.1
(kontrol)

genotipe

12 MST
6.85b
3.92c
4.70c
6.25b
6.85b
6.66b
11.37a
7.18b

6.96+2.7
6.79+2.5
6.43+2.3

Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%; MST : minggu setelah tanam

17
Sama halnya dengan peubah tinggi tanaman, genotipe S-03 memberikan
pertumbuhan jumlah daun yang paling banyak dibandingkan dengan genotipe
yang lain dengan nilai 11.37, sedangkan jumlah daun terendah terdapat pada
genotipe Selayar dengan nilai 3.92 helai. Rata-rata jumlah daun yang dihasilkan
pada seluruh genotipe dalam perlakuan penyiraman berkisar antara 6.43-6.96 helai.
Panjang Akar dan Biomassa Tanaman
Genotipe yang memiliki nilai tertinggi pada peubah panjang akar dan
biomassa tanaman terdapat pada Munal dan YMH. Perlakuan periode penghentian
penyiraman nyata mempengaruhi biomassa tanaman yang terdiri dari bobot kering
tajuk, bobot kering akar, dan bobot kering malai, sedangkan panjang akar hanya
dipengaruhi oleh genotipe tanaman. Tanaman yang diberi perlakuan periode
penghentian penyiraman selama 30 hari saat stadia booting mampu menghasilkan
biomassa tanaman tertinggi, yaitu dengan bobot kering tajuk (1.2 g), bobot kering
akar (0.52 g), dan bobot kering malai (0.6 g). Pengaruh periode penghentian
penyiraman dan genotipe dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Pengaruh perlakuan periode penghentian penyiraman dan genotipe
gandum terhadap panjang akar dan biomassa tanaman
Biomassa tanaman
Panjang
Bobot
Bobot
Bobot
Perlakuan
akar (cm)
kering
kering akar
kering
tajuk (g)
(g)
malai (g)
Genotipe
Nias
8.99c
0.57de
0.12d
0.21b
Selayar
8.02c
0.35e
0.13d
0.17b
Dewata
12.04bc
0.67cd
0.18cd
0.22b
H-20
14.56ab
0.92bcd
0.24acd
0.28ab
Munal
19.35a
1.36a
0.40a
0.45a
SBD
17.71ab
1.07abc
0.39ac
0.41ab
S-03
17.77a
1.28ab
0.16cd
0.27ab
YMH
18.69a
1.27ab
0.46a
0.49a
Periode Penghentian
Penyiraman
Berhenti 30 hari stadia
15.71+6.4
0.99a
0.18b
0.22b
tillering
Berhenti 30 hari stadia
16.03+8.7
1.20a
0.52a
0.60a
booting
Disiram rutin (kontrol)
12.81+5.6
0.74b
0.11b
0.15b
Keterangan: angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa panjang akar hanya dipengaruhi
oleh genotipe. Panjang akar mengindikasikan adanya efisiensi penyerapan hara,
sehingga diduga genotipe S-03 yang memiliki akar terpanjang dapat menyerap
hara lebih baik dibandingkan dengan tanaman gandum genotipe lain. Keragaan
tanaman hasil panen dapat dilihat pada Gambar 4. Keragaan tanaman hasil panen

18
pada setiap genotipe tidak jauh berbeda ukurannya. Namun genotipe Selayar
terlihat cenderung pendek dan kecil dibandingkan dengan genotipe yang lain.

A

B

C

D

E

F

G

H

Gambar 4. Tanaman hasil panen pada beberapa genotipe (A) Nias; (B) Selayar;
(C) Dewata; (D) H-20; (E) Munal; (F) SBD; (G) YMH; dan (H) S-03
Jumlah Anakan Produktif, Panjang Malai, Jumlah Spikelet, Jumlah