Model Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan Cerdas Manajemen Rantai Pasok Hijau Obat Herbal

MODEL SISTEM PENDUKUNG
PENGAMBILAN KEPUTUSAN CERDAS
MANAJEMEN RANTAI PASOK HIJAU OBAT HERBAL

MUJI YUSWANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Sistem Pendukung
Pengambilan Keputusan Cerdas Obat Herbal adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014
Muji Yuswanto
NIM G651100414

RINGKASAN
MUJI YUSWANTO. Model Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan
Cerdas Obat Herbal. Dibimbing oleh MARIMIN dan TOTO HARYANTO.
Penggunaan tanaman tradisional sebagai obat-obatan tidak kalah di
banding bahan obat kimiawi karena penggunaan bahan alami justru tidak
menimbulkan efek samping yang berlebihan. Dalam Undang Undang (UU)
No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa jamu merupakan
salah satu bagian yang terintegrasi dalam sistem pelayanan kesehatan nasional.
Masih terbatasnya penelitian terkait rantai pasokan obat herbal
melatarbelakangi penelitian ini sebagai salah satu alternatif solusi pada
permasalahan yang terjadi pada proses rantai pasokan obat herbal berupa
metode pengambilan keputusan dalam pengembangan obat herbal yang ramah
lingkungan.
Dalam tesis ini diusulkan sebuah model Sistem Pendukung
Pengambilan Keputusan Cerdas (SPKC) dengan menggunakan metode
GSCOR, FANP dan Algoritme Genetika. Pada penelitian ini dikembangkan

model sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas untuk industri obat
herbal berbasis website dengan mengaplikasikan teknik green supply chain
operation reference, fuzzy analytic network process dan algoritma genetika.
Green supply chain operation refference digunakan untuk memodelkan dan
mengukur performa kinerja rantai pasok, fuzzy analytic network proses
digunakan untuk pemilihan strategi hijau yang dikembangkan kedalam faktor
benefits, opportunity, cost dan risk sedangkan algoritma genetika digunakan
untuk menghitung rute terpendek jalur distribusi.
SPKC rantai pasok merupakan sebuah sistem penunjang keputusan yang
ditingkatkan kinerjanya dengan menambahkan elemen kecerdasan buatan ke
dalamnya yang terdiri atas empat bagian utama, yaitu: sistem manajemen
dialog, sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis model, dan
elemen kecerdasan buatan. Pada simulasi sistem diperoleh hasil untuk karbon
footprint sebanyak 602 kg sementara total environment footprint sebesar
4.181kg, recycle waste material menjadi pilihan pertama pakar pada alternatif
pengembangan rantai pasok hijau sementara jarak terpendek untuk jalur
distribusi sejauh 1014 km. Berdasarkan pengujian load test, aplikasi berjalan
baik dengan waktu rata-rata selama 9.28 detik. Hasil dari penelitian adalah
sebuah aplikasi online yang dapat diakses pada situs www.herbal.biz.id
dengan melakukan registrasi user terlebih dahulu.

Kata kunci: algoritma genetika, fuzzy analytic network process, obat herbal,
rantai pasok

SUMMARY
MUJI YUSWANTO. Intelligence Decision Support System Model for Green
Supply Chain Management of Herbal’s Medicine. Supervised by MARIMIN and
TOTO HARYANTO.
The use of traditional plants as medicine is not lost on appeal because of the
use of chemical ingredients of natural ingredients it does not cause excessive side
effects. In the Republic of Indonesia Law 36 of 2009 on Health stated that herbal
medicine is one part that is integrated in the national health care system. Limited
research related to supply chain herbal medicine into the background of this study
as an alternative solution to the problems that occurred in the supply chain process
of herbal medicine is a method of decision making in the development of
environmentally friendly herbal remedies.
In this study, the model developed intelligent decision support system for
web-based herbal medicine industry by applying the techniques of Green Supply
Chain Operations Reference, Fuzzy Analytic Network Process and Genetic
Algorithms. Green supply chain operation reference used to model and measure the
performance of supply chain, fuzzy analytic network process used for the selection

of green strategies developed into factors benefits, opportunity, cost and risk while
genetic algorithm is used to calculate the shortest route distribution channels.
Intelligent Decision Support System (IDSS) for Managing Supply Chain is
a decision support system that improved its performance by adding elements of
artificial intelligence into it. IDSS of herbals medicine consists of four main parts,
namely a dialogue management system, database management system, database
management system models, and elements of artificial intelligence. In the system
simulation results obtained for the carbon footprint as much as 602 kg while the
total of 4.181kg environment footprint, recycle waste materials become the first
choice of experts on the development of alternative supply chain for green while
the shortest distance as far as 1014 km of distribution lines. By testing the load test,
the application runs well with the average time for 9:28 seconds. Results of the
study is an online application that can be accessed on the site www.herbal.biz.id
with previous user registration.
Keywords: fuzzy analytic network process, genetic algorithm, herbal medicine,
supply chain

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MODEL SISTEM PENDUKUNG
PENGAMBILAN KEPUTUSAN CERDAS
MANAJEMEN RANTAI PASOK HIJAU OBAT HERBAL

MUJI YUSWANTO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Komputer
pada
Program Studi Ilmu Komputer

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Penguji : Irman Hermadi, SKom MS PhD

Judul Tesis : Model Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan Cerdas
Manajemen Rantai Pasok Hijau Obat Herbal
Nama
: Muji Yuswanto
NIM
: G651100414

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Marimin, MSc
Ketua

Toto Haryanto,SKom MSi
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Komputer

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Wisnu Ananta Kusuma, ST MT

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 23-08-2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
berjudul ”Model Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan Cerdas Obat Herbal”.

Penghargaan serta rasa terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof.
Dr. Ir. Marimin, M.Sc dan Bapak Toto Haryanto, S.Kom, M.Si selaku pembimbing
yang telah bersedia meluangkan waktu serta memberikan saran dan bimbingannya.
Bapak Dadang Syarif, Bapak Ade Sutrisno, Bapak Ondri, Bapak Syahroni dan
Bapak Ambang yang telah meluangkan banyak waktu dalam proses diskusi dan
pengisian kuisioner yang sangat panjang. Untuk Istri dan anaku tercinta Khusnul
Khotimah, Fidela Nindya dan Bening Cetta yang telah mengorbankan waktu akhir
pekan selama penulis menyelesaikan study di IPB. Seluruh rekan kerja di
Kementerian Kesehatan RI yang selalu memberikan dukungan dan semangat
selama ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar yang
telah memberikan wawasan serta ilmu yang berharga selama penulis belajar di
Departemen Ilmu Komputer. Rekan-rekan seperjuangan yang selalu memberikan
semangat selama menempuh studi, Seluruh staf administrasi Departemen Ilmu
Komputer yang selalu memberi kemudahan dalam mengurus berbagai hal berkaitan
dengan perkuliahan, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satupersatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan menjadi salah satu bahan rujukan
penelitian lainnya.
Bogor, September 2014
Muji Yuswanto


i

 

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR ISTILAH
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2. TINJAUAN PUSTAKA
Obat Herbal

Manajemen Rantai Pasok
Manajemen Rantai Pasok Hijau (MRPH)
Gren Supply Chain Operation Refference (GSCOR)
Algoritme Genetika
Fuzzy Analytic Network Process (FANP)
Triangular Fuzzy Number (TFN)
Sistem Pengambilan Keputusan Cerdas
Akuisisi Pengetahuan
Pengembangan Sistem
3. METODE
Bahan Dan Alat
Prosedur Analisis Data
Pengujian Sistem
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap Persiapan
Tahap Analisa
Tahap Desain
Tahap Implementasi
Tahap Pengujian
Implikasi Manajerial

5. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

i
ii
iii
vi
vii
1
2
3
4
4
4
5
5
8
9
10
12
12
14
15
19
19
23
24
24
24
26
26
26
27
33
43
44
47
47
47
48

ii

 

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Skema Rantai Pasokan (Chopra et al, 2004)
2 Extended Green Supply Chain (Beamon, 1999)
3 Skema Ruang Lingkup SCOR (Supply Chain Council)
4 Model Konsep GSCOR (Supply Chain Council, 2010)
5 Konsep GSCOR (Supply Chain Council, 2010)
6 Perbandingan Struktur Hirarki dan Jaringan (Saaty)
7 Triangular Fuzzy Number
8 Fuzzy Set
9 Hubungan Antar Sub Sistem SPK
10 Struktur Model SPK (Wren et al, 2009)
11 Siklus Hidup Pengembangan Sistem
12 Model Pendekatan Spiral (Satzinger et al. 2007)
13 Tahapan Metode Agile
14 Siklus Hidup XP (Abrahamsson et al, 2002)
15 Siklus hidup model waterfall dan XP
16 Metodologi Xtreme Programing
17 Alur diagram penelitian
18 Proses rantai pasok hijau obat herbal
19 Kerangka SPK Cerdas obat herbal
20 Use case diagram
21 DFD level 1
22 Entity Relationship Diagram SPKC
23 Halaman utama SPKC
24 Database SPKC
25 Environmental footprint proses GSCOR
26 Jaringan FANP
27 Kuisioner FANP
28 Himpunan bilangan fuzzy
29 Proses komparasi jaringan ANP
30 Ranking alternative FANP
31 Proses seleksi roulete-wheel
32 Grafik nilai fitness
33 Proses pencarian rute terpendek
34 Load testing

9
10
10
11
12
13
14
15
17
19
20
21
21
22
22
23
24
26
27
28
29
30
31
32
34
36
37
38
39
40
41
42
43
43

iii

 

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Penggunaan Tanaman Obat untuk Jamu Buatan Sendiri Menurut Provinsi
Tahun 2010
2 Persentase Jenis Jamu yang di Konsumsi Penduduk berdasarkan Provinsi
3 Skala Perbandingan Berpasangan
4 Skala Linguistik Fuzzy ANP (Etaati et al, 2011)
5 Kartu GSCOR
6 Identifikasi elemen dan faktor FANP
7 Rekapitulasi skala linguistik FANP
8 Hasil rata rata geometris fuzzy ANP
9 Hasil defuzyfikasi dengan metode centre of grafity
10 Repesentasi kromosom penentuan rute pengiriman
11 Rute terpendek proses algoritma genetika
12 Pengujian black box SPK cerdas

6
7
14
14
33
35
37
38
39
41
42
44

iv

 

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Lembar kuisioner Fuzzy Analytic Network Process (FANP)
2 Pembobotan antar kriteria FANP
3 Pembobotan antar klaster FANP
2 Rekapitulasi hasil proses FANP

50
54
56
58

v

 

DAFTAR ISTILAH

1.

AHP : Analytical Hierarchy Process
Metode pengambilan keputusan Multi Criteria Decision Making (MCDM) yang
diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty

2.

ANP : Analytical Network Process
metode yang mampu merepresentasikan tingkat kepentingan berbagai pihak dengan
mempertimbangkan saling keterkaitan antar kriteria dan sub kriteria yang ada dan
merupakan pengembangan dari AHP

3.

APICS : American Production and Inventory Control Society
Komunitas profesional di bidang management operasional dan rantai pasok yang berdiri
di Amerika Serikat

4.

BOCR : Benefits Opportunity Cost Risk
Kriteria analisis pada metode ANP.

5.

DBMS : Database Management System
Suatu sistem atau perangkat lunak yang dirancang untuk mengelola suatu basis data dan
menjalankan operasi terhadap data.

6.

DSS

: Decision Support System

merupakan sistem yang dibangun untuk mendukung pengambil keputusan
manajerial dalam mengambil keputusan dan sebagai model dari sekumpulan
prosedur untuk melakukan pengolahan data.
7.

FANP : Fuzzy Analytical Network Process
Penambahan konsep fuzzy pada pembobotan kriteria dari metode ANP.

8.

GA

: Genetic Algorithms

Algoritma yang ditemukan oleh John Holland terinspirasi dari mekanisme seleksi
alam. Individu yang lebih kuat menjadi pemenang dari lingkungan yang
berkompetisi.
9.

GSCOR : Green Supply Chain Operation Reference

Alat pemodelan supply chain dengan menambahkan konsep hijau yang
dikembangkan oleh Logistic Management Institute sebagai alat analisa yang
menggambarkan hubungan antara fungsi supply chain dengan aspek lingkungan
agar tercipta peningkatan kinerja manajemen diantara keduanya dan terdiri atas
process environmental, metrics dan best practice.
10. GSCM : Green Supply Chain Management
Management rantai pasok yang mengintegrasikan konsep pengelolaan lingkungan dalam
aktifitas sepanjang rantai pasok.
11. HTML : Hypertext Markup Language
sebuah aplikasi yang digunakan untuk membuat sebuah halaman web, menampilkan
berbagai informasi di dalam sebuah web browser Internet dan pemformatan hiperteks

vi

 
sederhana yang ditulis dalam berkas format ASCII agar dapat menghasilkan tampilan
yang terintegerasi.
12. IDSS

: Intelligence Decision Support System

sebuah sistem penunjang keputusan yang ditingkatkan kinerjanya dengan
menambahkan elemen kecerdasan buatan ke dalamnya dengan menggunakan
teknik-teknik yang muncul di bidang intelijensi buatan (Artificial Intelligent)
seperti: seperti fuzzy systems, neural networks, machine learning, dan genetic
algorithms.
13. LMI

: Logistic Management Institute

Organisasi publik yang bergerak pada bidang kajian logistik , akuisisi dan
manajemen keuangan, manajemen infrastruktur, manajemen informasi, dan
organisasi yang berdiri pada tahun 1961 di Amerika Serikat.
14. MRP

: Manajemen Rantai Pasok

upaya pengelolaan jaringan bisnis yang saling berhubungan dalam penyediaan
produk dan layanan yang diperlukan oleh konsumen akhir. Suplai meliputi
manajemen rantai semua gerakan dan penyimpanan bahan baku, bekerja-dalam
persediaan-proses dan barang jadi dari titik asal ke titik konsumsi (rantai suplai).
15. MRPH : Manajemen Rantai Pasok Hijau
Lihat penjelasan GSCM.
16. OS

: Operating System

Perangkat lunak sistem yang bertugas untuk melakukan kontrol dan manajemen
perangkat keras serta operasi-operasi dasar sistem, termasuk menjalankan
perangkat lunak aplikasi seperti program-program pengolah kata dan peramban
web.
17. SCM

: Supply Chain Management

Lihat difinisi MRP
18. SDLC : System Development Life Cycle

Proses pembuatan dan pengubahan sistem serta model dan metodologi yang
digunakan untuk mengembangkan sistem-sistem tersebut. Konsep ini umumnya
merujuk pada sistem komputer atau informasi. SDLC juga merupakan pola yang
diambil untuk mengembangkan sistem perangkat lunak, yang terdiri dari tahaptahap: rencana(planning),analisis (analysis), desain (design), implementasi
(implementation), uji coba (testing) dan pengelolaan (maintenance).
19. SCOR : Supply Chain Operation Reference

Alat pemodelan supply chain yang dikembangkan oleh Logistic Management
Institute sebagai alat analisa yang menggambarkan hubungan antara fungsi supply
chain dengan aspek lingkungan agar tercipta peningkatan kinerja manajemen
diantara keduanya.
20. SPK : Sistem Pengambilan Keputusan
Lihat penjelasan DSS

vii

 
21. SPKC : Sistem Pengambilan Keputusan Cerdas
Lihat penjelasan IDSS
22. TFN : Triangular Fuzzy Number
Bilangan fuzzy yang direpresentasikan kedalam tiga fungsi keanggotaan yaitu nilai
terendah, tengah, dan nilai tertinggi.
23. UML

: Unified Modelling Language

Bahasa yang digunakan untuk menentukan, memvisualisasikan, membangun,
dan mendokumentasikan suatu sistem informasi. UML dikembangkan sebagai
suatu alat untuk analisis dan desain berorientasi objek.
24. WHO : World Health Organization

Salah satu badan PBB yang bertindak sebagai sebagai koordinator kesehatan
umum internasional dan bermarkas di Jenewa, Swiss.
25. XP
: Extreme Programing
Sebuah disiplin dari pengembangan perangkat lunak yang didasari pada nilai
kesederhanaan (simplicity), komunikasi (communication), umpan balik (feedback), dan
keberanian (courage).

1

 

1.

PENDAHULUAN

Kesadaran konsumen terhadap produk pengobatan yang aman dan bersumber
dari tumbuhan semakin tinggi dengan banyaknya konsumsi produk pengobatan
herbal di Indonesia akhir akhir ini. Produk obat herbal Indonesia yang sebenarnya
sudah cukup dikenal di mancanegara belum memiliki standar mutu bahan baku
nasional yang juga diakui internasional. Dampaknya, para pelaku industri jamu
yang mayoritas merupakan usaha kecil, tidak sanggup bersaing dengan sejumlah
negara
yang
sudah
memiliki
standar
mutu
internasional
(http://www.nyonyameneer.com/showNews.php?id=228 diakses pada tanggal 27
Februari 2012 pukul 19.00).
Potensi pengembangan obat herbal di Indonesia sangat menjanjikan jika
melihat kekayaan tumbuhan yang ada. Perilaku minum jamu yang sudah
berlangsung turun temurun dengan beberapa metode penyajian seperti jamu rebusan
atau rajangan yang diolah sederhana. Seiring dengan kemajuan teknologi yang
mengikuti perubahan pola hidup sehat dan seimbang, jamu semakin banyak
berkembang mengikuti dengan variasi bentuk seperti cairan, serbuk, kapsul dan
rebusan yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.
Jamu sebagai obat tradisional asli Indonesia saat ini belum diperlakukan
sejajar dengan obat-obatan medis karena masih sedikit penelitian yang
menghasilkan produk yang teruji khasiatnya. Selama jamu belum terintegrasi
dengan sistem kesehatan formal di Indonesia, jamu belum bisa menjadi tuan rumah
di negeri sendiri. Penggunaan tanaman tradisional sebagai obat-obatan tidak kalah
di banding bahan obat kimiawi bahkan tidak menimbulkan efek samping yang
berlebihan (Badan Pengawas Obat dan Makanan/BPOM).
Dalam Undang-Undang (UU) No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
disebutkan bahwa jamu merupakan salah satu bagian yang terintegrasi dalam sistem
pelayanan kesehatan nasional. Hampir sebanyak 60 persen (59,12%) penduduk
Indonesia mengonsumsi jamu dan hampir seluruh pemakainya (95,6%) merasakan
jamu berkhasiat meningkatkan kesehatan (Riset Kesehatan Dasar Kemenkes RI
2010).
Di samping kendala persyaratan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
(CPOTB) dari BPOM, masalah pengelolaan limbah industri dan masalah lain yang
timbul akibat proses rantai pasok obat herbal juga harus dijadikan pertimbangan
mengingat industri obat herbal mempunyai sumber bahan baku dari alam dan
persyaratan industri yang ramah lingkungan (konsep hijau) menjadi nilai lebih
dalam persaingan global mengingat para aktor masih bekerja sendiri-sendiri dan
lemahnya standarisasi hasil dari masing-masing proses. Hal ini terjadi karena
lemahnya komunikasi di antara petani sebagai pemasok dan industri akibat
ketidaksamaan tujuan dan belum terbangun kepercayaan (Adiarni 2007).
Tingginya minat dan konsumsi obat herbal menjadi peluang bagi pelaku
industri obat herbal untuk mengembangkan usahanya dengan sistem manajemen
industri yang lebih modern mengingat peluang produk obat herbal untuk pangsa
pasar export sangat terbuka dimasa mendatang. Pengambil keputusan harus
merencanakan sistem manajemen rantai pasok dengan baik untuk menjamin
kualitas dan ketersediaan produk yang dibuat sampai ketangan konsumen. Menurut
Purnomo (2013) Perkembangan industri dan kepedulian konsumen terhadap
lingkungan hidup yang semakin meningkat serta isu tentang konsep industri yang

2

 

berwawasan lingkungan telah memaksa industri melakukan penyesuaian dengan
konsep green industries dalam setiap proses bisnisnya, yang kemudian berkembang
menjadi Green Supply Chain Management (GrSCM) selanjutnya dipergunakan
istilah Manajemen Rantai Pasok Hijau (MRPH).
Pemanfaatan teknologi informasi menjadi salah satu media promosi dalam
pengembangan obat tradisional yang sesuai dengan standar dan memenuhi uji klinik
(obat herbal) yang ditetapkan baik nasional maupun internasional untuk dapat
bersaing dengan produk negara lain. Kepastian ketersediaan bahan baku, proses
produksi yang baik dan berwawasan lingkungan serta pasokan obat herbal harus
terpenuhi.
Manajemen rantai pasokan merupakan mekanisme pengelolaan rantai
pasokan untuk mengoptimalkan nilai-nilai yang terdapat di sepanjang rantai
pasokan dengan cara mengoptimalkan aliran barang, aliran informasi, dan aliran
uang di dalam rantai pasokan agar produk yang sampai ke konsumen dapat
memberikan kepuasan dalam hal ketepatan waktu pengiriman, kualitas barang, dan
harga yang terjangkau, sehingga pada akhirnya akan memberikan keuntungan yang
maksimal kepada seluruh anggota yang terlibat dalam rantai pasokan (Chopra dan
Meindl 2004; Apaiah dan Hendrix 2004). Terkait isu lingkungan Supply Chain
Council mengembangkan sebuah model SCM yang dikombinasikan dengan konsep
hijau sebagai Green Supply Chain Management (GSCM) dan menambahkannya
dalam tools Supply Chain Operations Reference (SCOR) dikenal dengan Green
Supply Chain Operation Reference (GSCOR) (Logistic Management Institute
/LMI, 2010). Dengan semakin bertambahnya masalah dampak lingkungan, MRPH
mendapat perhatian khusus pada konstruksi industri. Pelacakan dan pengawasan
efek lingkungan penting untuk dilaksanakan oleh seluruh anggota yang terlibat
dalam MRPH (Srivastava 2007).
Dalam thesis ini diusulkan sebuah model Sistem Pendukung Pengambilan
Keputusan Cerdas (SPKC) obat herbal dengan menggunakan metode pendekatan
GSCOR, Fuzzy Analytic Network Proces (FANP) dan Algoritme Genetika.
Latar Belakang
 

Industri obat herbal di Indonesia mayoritas masih berupa industri kecil atau
home industry yang masih menerapkan proses tradisional dalam memproduksi
produk obat herbal. Tuntutan modernisasi dan regulasi terhadap industri obat herbal
harus dipahami oleh pelaku industri supaya dapat bersaing dengan pasar
internasional. Bahan baku yang bersumber dari alam hendaknya mempertimbangkan keberlangsungan ketersediaannya. Konsep industri berwawasan
lingkungan menjadi syarat utama untuk menjaga ketersediaan dan pelestarian
lingkungan yang akhirnya memberikan jaminan ketersediaan bahan baku tersebut.
Terkait isu lingkungan, Supply Chain Council mengembangkan sebuah model
rantai pasok hijau dengan menambahkan elemen pengelolaan dampak lingkungan
berupa GSCOR (LMI 2010). Dengan semakin bertambahnya masalah dampak
lingkungan, MRPH mendapat perhatian khusus pada konstruksi industri. Pelacakan
dan pengawasan efek lingkungan penting untuk dilaksanakan oleh seluruh anggota
yang terlibat dalam MRPH (Srivastava 2007).
Penelitian terkait masalah rantai pasok pada industri obat herbal pernah
dilakukan oleh Adiarni (2007) yang menerapkan konsep jaringan sebagai

3

 

pendekatan manajemen rantai pasok dengan metode Analytical Hierarchy Process
(AHP) dan analisis Benefit, Oportunity, Cost, dan Resiko (BOCR). Selain dengan
metode AHP BOCR banyak penelitian di bidang rantai pasok seperti yang dilakukan
oleh Cheng dan Law (2011) dan Kang et al. (2011).  Jika dibandingkan dengan
metodologi AHP, Analytic Network Process (ANP) memiliki beberapa kelebihan
diantaranya komparasi yang lebih obyektif, prediksi yang lebih akurat, dan hasil
yang lebih stabil dan handal (Etaati et al. 2011).
Selain dengan metode AHP dan BOCR banyak penelitian di bidang rantai
pasokan sperti yang dilakukan oleh Cheng et al. (2011) membuat kerangka kerja
untuk monitor konstruksi SCM berbasis website dengan pendekatan GSCOR.
Thipparat (2011) melakukan evaluasi konstruksi green supply chain management
dengan metode Fuzzy AHP. Selain AHP terdapat metode ANP yang memiliki
banyak kelebihan, seperti komparasi yang lebih obyektif, prediksi yang lebih
akurat, serta hasil yang lebih stabil dan handal. Untuk mengakomodasi tingkat
kekaburan (Fuzzines) dari variabel linguistik di tambahkan konsep fuzzy seperti
penelitian yang dilakukan oleh Tuzkaya et al. (2009) dan Kang et al. (2011). Dari
penelitian-penelitian tersebut masih mengacu kepada industri manufaktur terutama
pemilihan supplier.
Metode Analytic Network Proces (ANP) dan Fuzzy Analytic Network Process
(FANP) dalam manajemen rantai pasok banyak digunakan para peneliti
sebelumnya (Etaati 2011) penelitian yang terkait dengan supplier selection dan
manajemen strategis dilakukan oleh beberapa buyuzkozan et al. (2011), Efendigil
et al. (2009), dan Chen et al. (2009). Beberapa penelitian menggunakan software
Superdecision untuk melakukan perhitungan dan analisa data.
Masih terbatasnya penelitian rantai pasok obat herbal menjadi salah satu
pertimbangan untuk melakukan penelitian ini sebagai upaya memberikan satu
alternatif solusi pada permasalahan yang terjadi pada proses rantai pasokan obat
herbal berupa metode pengambilan keputusan yang tepat dalam perancangan
sebuah GSCM Obat Herbal. Dalam tesis ini diusulkan sebuah model SPKC dengan
menggunakan metode GSCOR, FANP dan Algoritme Genetika diharapkan dapat
memberikan kontribusi terhadap keberlangsungan ketersediaan obat herbal dan
pelestarian lingkungan.
Perumusan Masalah
 

Industri obat herbal di Indonesia mayoritas masih berupa industri kecil atau
home industry yang masih menerapkan proses tradisional dalam memproduksi
produk obat herbal. Tuntutan modernisasi dan regulasi terhadap industri obat herbal
harus dipahami oleh pelaku industri supaya dapat bersaing dengan pasar
internasional. Bahan baku yang bersumber dari alam hendaknya
mempertimbangkan keberlangsungan ketersediaannya. Konsep industri
berwawasan lingkungan menjadi syarat utama untuk menjaga ketersediaan dan
pelestarian lingkungan yang dapat memberikan jaminan ketersediaan bahan baku
tersebut. SPKC obat herbal diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
keberlangsungan ketersediaan obat herbal dan pelestarian lingkungan.

4

 

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk membangun sebuah SPKC obat herbal
sebagai media pendukung bagi pengambil kebijakan dalam pengembangan industri
obat herbal terutama pada proses manajemen rantai pasok yang ramah lingkungan.
Adapun tujuan khusus antara lain: Menerapkan GSCOR, mengukur performa rantai
pasok, menerapkan teknik Fuzzy ANP, dan menerapkan algoritme genetika untuk
optimasi rute terpendek.
Manfaat Penelitian
 

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan oleh pengambil kebijakan,
peneliti dan mahasiswa yang tertarik pada masalah rantai pasok serta
pengembangan SPKC terutama yang berbasis ramah lingkungan yang selanjutnya
dapat dikembangkan pada masalah rantai pasok lainnya terutama pada penerapan
teknik fuzzy ANP dan algoritme genetika.
Ruang Lingkup Penelitian
 

Ruang lingkup penelitian ini berupa sistem aplikasi berbasis website dengan
menggunakan teknik GSCOR untuk pemodelan dan pengukuran kinerja rantai
pasok beserta dampak lingkungan pada proses rantai pasok, Fuzzy Analytic Network
Process (FANP) untuk mendapatkan alternatif pada pelaksanaan MRPH. Algoritme
genetika untuk optimasi pada praktik MRPH dalam hal ini mencari rute terpendek
jalur distribusi.

5

 

2.

TINJAUAN PUSTAKA
Obat Herbal

 

Obat herbal dikenal sebagai obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan
yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan
sarian(galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang digunakan untuk
pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat
(Peraturan Menteri Kesehatan No.3 tahun 2010).
Dalam konteks penggunaan obat tradisional atau obat herbal yang terus
meningkat, World Health Organization (WHO) menggaris bawahi tentang
pentingnya suatu kerangka kerja (framework) untuk aksi bersama antara WHO dan
negara anggota. Kerangka kerja tersebut bertujuan agar obat tradisional/herbal
dapat berperan makin besar dalam mengurangi angka kematian dan kesakitan
terutama di kalangan masyarakat yang tidak mampu dengan strategi yang
mencakup empat tujuan utama yaitu (Sampurno, 2011):
1. Mengintegrasikan secara tepat obat tradisional dalam sistem pelayanan
kesehatan nasional dengan mengembangkan dan melaksanakan
kebijakan nasional obat tradisional dengan berbagai programnya.
2. Meningkatkan keamanan (safety), khasiat dan mutu dengan memperkuat
knowledge-base obat tradisional dan regulasi dan standar jaminan mutu
(quality assurance standard).
3. Meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan obat tradisional terutama
untuk masyarakat yang tidak mampu.
4. Mempromosikan penggunaan obat tradisional secara tepat oleh tenaga
profesional medik maupun oleh konsumen.
Obat herbal Indonesia pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam tiga
kategori yaitu: (1) Jamu; (2) Obat Herbal Terstandar; dan (3) Fitofarmaka. Jamu
sebagai warisan budaya bangsa perlu terus dikembangkan dan dilestarikan dengan
fokus utama pada aspek mutu dan keamanannya. Khasiat jamu sebagai obat herbal
selama ini didasarkan pengalaman empirik yang telah berlangsung dalam kurun
waktu yang sangat lama (Sampurno 2011).
Obat bahan alam merupakan obat yang menggunakan bahan baku dari alam
(tumbuhan dan hewan). Obat bahan alam dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis
yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu (Empirical based herbal
medicine) adalah obat bahan alam yang disediakan secara tradisional, misalnya
dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman
yang menjadi penyusun jamu tersebut dan digunakan secara tradisional. Bentuk
jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan uji klinis, tetapi cukup
dengan bukti empiris saja. Obat herbal terstandar (Scientific based herbal medicine)
yaitu obat bahan alam yang disajikan dari ekstrak atau penyaringan bahan alam
yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Proses ini
membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan mahal, serta ditunjang dengan
pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik. Fitofarmaka (Clinical
based herbal medicine) merupakan bentuk obat bahan alam dari bahan alam yang
dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya telah
terstandar serta ditunjang oleh bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia.

6

 

Tanaman obat yang paling banyak digunakan adalah jahe (50,36%), diikuti
kencur (48,77%), temulawak (39,65%), meniran (13,93%) dan pace (11,17%).
Selain tanaman obat di atas, sebanyak 72,51 persen menggunakan tanaman obat
jenis lain. Persentase penggunaan temulawak terbanyak di Provinsi Nusa Tenggara
Barat (85,00%) dan terendah di Bali (3,76%); penggunaan jahe terbanyak di
Provinsi Nusa Tenggara Barat (82,10%) dan terendah di Bali (8,36%); penggunaan
kencur terbanyak di Provinsi Kalimantan Selatan (78,64%) dan terendah di Bali
(8,05%); penggunaan meniran terbanyak di Kepulauan Riau (28,75%) dan terendah
di Sulawesi Tenggara (3,18%); penggunaan pace terbanyak di Provinsi Nusa
Tenggara Barat (20,92%) dan terendah di Sulawesi Barat (0,81%) (Riskesdas,
Kemenkes 2010) lihat Tabel 1.
Tabel 1 Penggunaan tanaman obat untuk jamu buatan sendiri menurut
provinsi Tahun 2010

Sumber : Badan Litbang Kementerian Kesehatan RI

 

Selain mengkonsumsi jamu buatan sendiri, cukup banyak penduduk yang
yang memperoleh jamu yang sudah beredar di pasaran. Tabel 2 menggambarkan
bahwa bentuk sediaan jamu yang paling disukai adalah bentuk cairan (55,3%),
diikuti seduh/serbuk (44,1%), rebusan/rajangan (20,3%), dan persentase terendah
adalah bentuk kapsul/pil/tablet (11,6%).
Ketersediaan bahan baku untuk pembuatan jamu tradisional di Indonesia
cukup melimpah. Hasil riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
menyebutkan bahwa Indonesia memiliki 30.000 spesies tanaman obat dari total

7

 

40.000 spesies yang ada di di seluruh dunia. Walaupun Indonesia baru
memanfaatkan sekitar 180 spesies sebagai bahan baku obat bahan alam dari sekitar
950 spesies yang berkhasiat sebagai obat. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa
dari segi ketersediaan bahan baku, industri jamu tradisional tidak memiliki
ketergantungan import. (Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Bank Indonesia)
Tabel 2 Persentase jenis jamu yang di konsumsi penduduk
berdasarkan Provinsi Tahun 2010

Sumber : Badan Litbang Kementerian Kesehatan RI

Selain untuk konsumsi nasional, jamu tradisional juga berpotensi untuk di
ekspor. Negara tujuan ekspor, menurut data Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat
bahan alam Indonesia (GP Jamu), yaitu Malaysia, Korea Selatan, Filipina, Vietnam,
Hongkong, Taiwan, Afrika Selatan, Nigeria, Arab Saudi, Timur Tengah, Rusia dan
Cile. Ekspor jamu tradisional tersebut sebagian besar masih dilakukan oleh industri
jamu yang cukup besar.
Sekitar tahun 1900-an, pabrik-pabrik jamu besar mulai berdiri di Indonesia
seperti Jamu Jago, Mustika Ratu, Nyonya Meneer, Leo, Sido Muncul, Jamu
Simona, Jamu Borobudur, Jamu Dami, Jamu Air Mancur, Jamu Pusaka Ambon,
Jamu Bukit Mentjos, dan Tenaga Tani Farma (Aceh). Sedangkan di Kabupaten
Sukoharjo Jawa Tengah, industri kecil jamu tradisional mulai berdiri sejak tahun
1970-an dan terus berkembang di tahun 1980-an

8

 

Manajemen Rantai Pasok
 

Manajemen Rantai Pasok (MRP) adalah upaya pengelolaan jaringan bisnis
yang saling berhubungan dalam penyediaan produk dan layanan yang diperlukan
oleh konsumen akhir. Suplai meliputi manajemen rantai semua gerakan dan
penyimpanan bahan baku, bekerja-dalam persediaan-proses dan barang jadi dari
titik
asal
ke
titik
konsumsi
(rantai
suplai).
definisi lain yang disediakan oleh Kamus American Production and Inventory
Control Society (APICS) ketika mendefinisikan MRP sebagai perencanaan desain,
pengendalian pelaksanaan, dan monitoring kegiatan rantai pasokan dengan tujuan
untuk menciptakan nilai bersih, membangun infrastruktur yang kompetitif,
meningkatkan logistik di seluruh dunia, sinkronisasi pasokan dengan permintaan
dan mengukur kinerja secara global.
Terdapat pola dasar untuk manajemen rantai pasokan. Setiap rantai pasokan
mempunya rantai yang unik untuk memenuhi tuntutan pasar dan tantangan operasi
namun masalah isu rantai pasokan pada dasarnya sama dalam setiap kasus.
Perusahaan dalam rantai pasokan harus membuat keputusan individual dan kolektif
dalam lima bidang:
1. Produksi—Produk apa yang diinginkan pasar? Berapa banyak yang harus
diproduksi dan kapan? Kegiatan ini meliputi pembuatan jadwal produksi
yang memperhitungkan kapasitas pabrik, menyeimbangkan beban kerja,
kontrol kualitas, dan pemeliharaan peralatan.
2. Persediaan—Apa yang seharusnya tersedia pada setiap tahap dalam rantai
pasokan? Berapa banyak persediaan bahan baku, barang setengah jadi, atau
barang jadi? Tujuan utama dari persediaan adalah sebagai penyangga
terhadap ketidakpastian dalam rantai pasokan. Namun menjadi mahal, jadi
berapa stok yang optimal dan titik reorder poin?
3. Lokasi—Di mana sebaiknya fasilitas untuk produksi dan penyimpanan
persediaan berada? Di mana lokasi yang paling efisien terkait biaya untuk
produksi dan untuk penyimpanan persediaan? Jika fasilitas yang ada dapat
digunakan atau yang baru dibangun? Setelah keputusan ini dibuat
selanjutnya menentukan jalur yang mungkin tersedia untuk produk untuk
pengiriman ke konsumen akhir.
4. Transportasi—Bagaimana seharusnya persediaan dipindahkan dari satu
lokasi rantai pasok yang lain? Angkutan udara dan pengiriman truk
umumnya cepat dan handal tetapi mahal. Pengiriman melalui laut atau kereta
api jauh lebih murah tetapi biasanya melibatkan waktu transit lebih lama dan
lebih banyak ketidakpastian. Ketidakpastian ini harus dikompensasikan
dengan tingkat yang lebih tinggi terhadap stok persediaan. Pemilihan moda
transportasi yang lebih baik?
5. Informasi—Berapa banyak data harus dikumpulkan dan berapa banyak
informasi yang harus dibagi? Informasi yang tepat waktu dan akurat
membuat koordinasi yang lebih baik dan membuat keputusan yang lebih
baik. Dengan informasi yang baik, orang dapat membuat keputusan yang
efektif tentang apa yang harus diproduksi dan berapa banyak dan tempat
untuk mencari pasokan dan bagaimana cara terbaik untuk transportasi itu.
Menurut Chopra et al. (2004) Rantai pasok merupakan mekanisme
penyediaan produk sampai kepada konsumen akhir yang melibatkan pemasok,

9

 

produsen, distributor, dan pengecer. Oleh sebab itu pengelolaan yang baik atas
aliran informasi, aliran barang, dan aliran keuangan yang terjadi di antara anggota
rantai pasokan memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan efisiensi
rantai pasokan. Rantai pasokan yang efisien dapat memberikan kepuasan kepada
konsumen dalam hal ketepatan waktu pengiriman, kualitas barang, dan harga yang
terjangkau, sehingga pada akhirnya mampu memberikan keuntungan kepada
seluruh anggota yang terlibat dalam rantai pasokan seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Skema Rantai Pasokan (Chopra et al. 2004)

 

Manajemen Rantai Pasok Hijau (MRPH)
 

Michigan State University’s Manufacturing Research Institute (MRC)
Amerika Serikat mengusulkan konsep Green Supply Chain Management (GSCM)
di 1996, ketika mereka melakukan penelitian "manufaktur ramah lingkungan".
Tujuan dari green supply chain adalah untuk mempertimbangkan pengaruh
lingkungan dari semua produk dan proses, termasuk pengaruh lingkungan yang
berasal dari barang/produk dan proses mulai dari bahan baku sampai dengan produk
jadi, dan final disposal produk tersebut. Konsep green supply chain management
meliputi : (1) Inbound logistik; (2) Produksi atau supply chain internal; (3)
Outbound logistik.
Menurut Beamon (1999) dalam Gambar 2. GSCM terintegrasi dengan semua
elemen dari SCM Tradisional dan menjadi satu cara untuk membangun sebuah
rangkaian semi tertutup (close loop) yang mencakup daur ulang produk dan
kemasan (recycle), re use atau re manufaktur.

10

 

 

Gambar 2 Extended Green Supply Chain (Beamon 1999)
Dari pendekatan siklus hidup rantai pasok hendaknya mempertimbangkan
dampak pada Environmental System dan Kesehatan dari tahap perancangan melalui
fase pembuangan yang dapat mendukung perancangan keputusan untuk
meningkatkan kinerja dan menekan biaya operasional. Siklus hidup rantai pasok
terlihat pada Gambar 4.

 

Gambar 3 Skema ruang lingkup SCOR (Supply Chain Council 2010)
Gren Supply Chain Operation Refference (GSCOR)
 

Supply Chain Council memperkenalkan Supply Chain Operation Reference
(SCOR) sebagai model standard untuk melakukan evaluasi, pengukuran dan
pengembangan kinerja rantai pasok (Marimin dan Maghfiroh 2010) SCOR dapat

11

 

digunakan untuk mengukur performa rantai pasok perusahaan, menigkatkan
kinerjanya, dan mengkomunikasikan kepada pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
Metode SCOR merupakan metode sistematis yang mengkombinasikan elemenelemen seperti teknik bisnis, benchmarking, dan praktek terbaik (best practice)
untuk diterapkan di dalam rantai pasokan. Sebagai sebuah model referensi, maka
pada dasarnya model SCOR didasarkan pada tiga pilar utama, yaitu:
1. Pemodelan Proses
Referensi untuk memodelkan suatu proses rantai pasokan agar lebih
mudah diterjemahkan dan dianalisis
2. Pengukuran performa/kinerja rantai pasokan
Referensi untuk mengukur performa suatu rantai pasokan perusahaan
sebagai standar pengukuran.
3. Penerapan best practice
Referensi untuk menentukan best practice yang dibutuhkan oleh
perusahaan.
Sedangkan Green Supply Chain Operations Reference (GSCOR) merupakan
modifikasi dari model SCOR untuk menciptakan suatu alat analisis yang
menggambarkan hubungan antara fungsi rantai pasokan dengan aspek lingkungan
agar tercipta peningkatan kinerja manajemen diantara keduanya dan terdiri atas
process environmental, metrics dan best practice Model GSCOR dapat dilihat pada
Gambar 4.

 

 

Gambar 4 Model Konsep GSCOR (Supply Chain Council 2010)
GSCOR fokus pada dampak dan pengaruh dari SCM di beberapa tahapan dari
produk life cycle contoh untuk best practice: 1) Kolaborasi dengan partner dalam
penanganan isu lingkungan, 2) Meminimalkan konsumsi energi dan bahan bakar 3)
Meminimalkan dan memanfaatkan kembali material. Matrik pengukuran efek
greening dengan melakukan footprint karbon dan lingkungan, energy cost dan unit
pengiriman sedangkan untuk proses waste management dengan pengolahan limbah.

12

 

Gambar 5 Konsep GSCOR (Supply Chain Council 2010)

 

Algoritme Genetika
 

Algoritme genetika yang ditemukan oleh John Holland terinspirasi dari
mekanisme seleksi alam. Individu yang lebih kuat menjadi pemenang dari
lingkungan yang berkompetisi. Konsep dasar Algoritme genetika relatif mudah
dipahami, karena komponen-komponen pembentuknya mencerminkan kehidupan
di alam, seperti contohnya mekanisme seleksi, pindah silang, mutasi, dan lain-lain.
Algoritme genetika berusaha menerapkan pemahaman tentang evolusi
alamiah biologis untuk tugas-tugas pemecahan-masalah (problem solving).
Pendekatan yang diambil oleh algoritme ini adalah dengan menggabungkan secara
acak berbagai pilihan solusi terbaik di dalam suatu kumpulan untuk mendapatkan
generasi solusi terbaik berikutnya yaitu pada suatu kondisi yang memaksimalkan
kecocokannya atau lazim disebut fitness. Generasi ini merepresentasikan
perbaikan-perbaikan pada populasi awalnya. Dengan melakukan proses ini secara
berulang sehingga dapat mensimulasikan proses evolusioner.
Fuzzy Analytic Network Process (FANP)
 

Teori himpunan fuzzy dikembangkan oleh Prof. Dr. Lotfi Zadeh pada tahun
1960-an. Logika fuzzy adalah suatu metode yang tepat untuk memetakan suatu
ruang input ke dalam suatu ruang output. Zadeh berpendapat bahwa logika benar
dan salah dari logika Boolean tidak dapat mengatasi masalah gradasi yang berada
pada dunia nyata. Untuk mengatasi masalah gradasi yang tidak terhingga tersebut,
Zadeh mengembangkan sebuah himpunan fuzzy. Tidak seperti logika Boolean,
logika fuzzy mempunyai nilai yang kontinyu. Fuzzy dinyatakan dalam derajat dari
suatu keanggotaan dan derajat dari kebenaran. Oleh sebab itu sesuatu dapat
dikatakan sebagian benar dan sebagian salah pada waktu yang sama.
Metode Analytic Network Process (ANP) adalah salah satu metode yang
mampu merepresentasikan tingkat kepentingan berbagai pihak dengan
mempertimbangkan saling keterkaitan antar kriteria dan sub kriteria yang ada.
Model ini merupakan pengembangan dari Analytical Hierarchi Process (AHP)

13

 

sehingga kompleksitas ANP lebih tinggi dibanding metode AHP. ANP
menggunakan jaringan tanpa harus menetapkan level-level hirarki pada AHP, yang
merupakan titik awal ANP. Metode ANP mampu memperbaiki kelemahan AHP
berupa kemampuan mengakomodasi keterkaitan antar kriteria atau alternatif (Saaty
1999). Ada dua kontrol yang perlu diperhatikan didalam memodelkan sistem yang
hendak diketahui bobotnya. Kontrol pertama adalah kontrol hirarki yang
menunjukkan keterkaitan kriteria dan sub kriterianya. Pada kontrol ini tidak
membutuhkan struktur hierarki seperti pada metode AHP. Kontrol lainnya adalah
kontrol keterkaitan yang menunjukkan adanya saling keterkaitan antar kriteria atau
kluster

 

 

Gambar 6 Perbandingan Struktur Hirarki dan Jaringan (Saaty 2006)
Saaty menetapkan skala kuantitatif 1 sampai dengan 9 untuk menilai
perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen lainnya seperti
terlihat pada Tabel 3.

14

 

Nilai
Kepentingan
1
3
5
7
9
2,4,6,8
Kebalikan

Tabel 3 Skala Perbandingan Berpasangan
Keterangan
Kedua elemen sama penting
Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen
lainnya
Elemen yang satu esensial/sangat penting daripada elemen
yang lain
Satu Elemen jelas lebih penting daripada elemen yang lain
Satu elemen mutlak paling penting diantara semua elemen
Nilai-nilai antara dua pertimbangan yang berdekatan
Jika untuk aktivasi I mendapat satu angka disbanding
dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya
disbanding dengan i

Beberapa penelitian pada Fuzzy ANP mengacu kepada tiga Skala Linguistik
yang dikembangkan yaitu Cheng, Kahraman dan Saaty (etaati et al. 2011) seperti
terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Skala Linguistik Fuzzy ANP (Etaati et al. 2011)
Jumlah
Fuzzy Set
variabel
Cheng (Cheng dan Yang
(0,0,0.25);(0,0.25,0.5);(0,25,0,5,0,75);(0.5,0.
1999)
75,1);(0.75,1,1)
Kahraman (Kahraman
(1,1,1);(0.5,1,1.5);(1,1.5,2);(1.5,2,2.5);(2,2.5,
et. al. 2003)
3);(2.5,3,3.5)
Saaty (Saaty 1980)
(1,1,1);(2,3,4);(4,5,6);(6,7,8);(8,9,10)
Pembuat Skala

 

Triangular Fuzzy Number (TFN)
Skala linguistik di representasikan kedalam Triangular Fuzzy Number yang
di notasikan dengan M = (a,b.c), dengan a < b < c dan dinyatakan bahwa M =
"Mendekati b"

Gambar 7 Triangular Fuzzy Number
Untuk selanjutnya didefinisikan sebagai berikut

 

15

 

0
µ (x,a,b,c) = (x-a): (b-a)
(c-x): (c-b)
0

untuk x