Kurva Pertumbuhan Lima Jenis Bambu

KURVA PERTUMBUHAN LIMA JENIS BAMBU

MOCH HENDRI MULYAWAN

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kurva Pertumbuhan
Lima Jenis Bambu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014

Moch Hendri Mulyawan
NIM E24090069

ABSTRAK
MOCH HENDRI MULYAWAN. Kurva Pertumbuhan Lima Jenis Bambu.
Dibimbing oleh NARESWORO NUGROHO dan EFFENDI TRI BAHTIAR.
Bambu adalah tanaman yang memiliki pertumbuhan cepat dan telah dikenal secara
luas. Tujuan dari penelitian ini adalah menemukan kurva pertumbuhan bambu
dengan menggunakan model pertumbuhan eksponensial yang dimodifikasi dengan
fungsi linier, logaritma, kuadratik dan kuadrat logaritma. Model terbaik yang
dipilih berdasarkan pada R2 terbesar di antara 4 (empat) model yang digunakan.
Berdasarkan kurva tersebut didapatkan bahwa bambu hitam (Gigantochloa
atroviolaceae Widjaja) mencapai tinggi maksimum rata-rata pada umur 2.5 bulan
dengan tinggi 1 225 cm. Bambu tali (Gigantochloa apus (JA & JH Schultes) Kurz)
mencapai tinggi maksimumrata-rata saat berumur 2.2 bulan dengan tinggi 1 181
cm. Bambu ampel (Bambusa vulgaris vulgaris-Green) mencapai tinggi maksimum
rata-rata saat berumur 3.75 bulan, dengan tinggi 1 081 cm. Sementara bambu mayan
(Gigantochloa robusta Kurz) & bambu betung (Dendrocalamus Asper (Schult.f)
Backer ex Heyne) mencapai tinggi maksimum rata-rata saat berumur 5.5 bulan dan
4.1 bulan dengan tinggi 1 450 cm dan 1 400 cm. Kurva pertumbuhan dengan

modifikasi kuadratik merupakan pendekatan terbaik untuk bambu hitam dan bambu
tali. Modifikasi kuadrat logaritma lebih tepat digunakan untuk bambu tali, mayan
dan betung.
Kata kunci : bambu, kurva pertumbuhan, model pertumbuhan

ABSTRACT
MOCH HENDRI MULYAWAN. Growth Curve of Five Bamboos Species.
Supervised by NARESWORO NUGROHO and EFFENDI TRI BAHTIAR.
Bamboo is a rapid growth plant and has been known widely. This research is
about finding the bamboo growth curve by using linier, logarithms, quadratic and
quadratic logaritms growth model. The best model is choosen based on the largest
R2 among 4 models used. The results show that “bamboo hitam” (Gigantochloa
atroviolaceae Widjaja) reaches it’s maximum height at 2.5 months and reaches up
to 1 225 cm. Bamboo tali (Gigantochloa apus (J.A & J. H. Schultes) Kurz) reaches
it’s maximum heights 2.2 months with 1 181 cm high. Bamboo ampel (Bambusa
vulgaris vulgaris –Green) reaches the maximum height at 3.7 months, with 1 081
cm high. While the bamboo mayan (Gigantochloa robusta Kurz) & Bamboo betung
(Dendrocalamus Asper (Schult.f) Backer ex Heyne)” reach maximum height at 5.5
months and 4.1 months and both reach up to 1 450 cm and 1 400 cm high. The
growth model that choosen for bamboo hitam and bamboo ampel is quadratic model

while for bamboo tali, bamboo mayan, and bamboo betung have logarithms
quadratic model.
Keywords: bamboo, growth curve, growth model

KURVA PERTUMBUHAN LIMA JENIS BAMBU

MOCH HENDRI MULYAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Kurva Pertumbuhan Lima Jenis Bambu
Nama
: Moch Hendri Mulyawan
NIM
: E24090069

Disetujui oleh

Dr Ir Naresworo Nugroho,MS
Pembimbing I

Effendi Tri Bahtiar, SHut MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013-Februari
2014 ini ialah kurva pertumbuhan, dengan judul Kurva Pertumbuhan 5 Jenis
Bambu.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr Ir Naresworo Nugroho,
MS dan Bapak Effendi Tri Bahtiar, SHut MSi selaku pembimbing, yang telah
banyak memberi waktu, arahan dan saran. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Selain itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua serta
seluruh keluarga atas motivasi, doa dan semangatnya. Keluarga penulis di
Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA) atas pelajaran berharga dalam hidup ini.
Seluruh keluarga besar Fakultas Kehutanan IPB atas bimbingannya selama penulis
berada di IPB.

Bogor, Juli 2014
Moch Hendri Mulyawan

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Bahan

2


Alat

2

Prosedur Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Bambu Hitam (Gigantochloa atroviolaceae Widjaja)

6

Bambu Tali (Gigantochloa apus (J.A & J. H. Schultes) Kurz)

7


Bambu Ampel (Bambusa vulgaris vulgaris –Green)

9

Bambu Mayan (Gigantochloa robusta Kurz)

10

Bambu Betung (Dendrocalamus Asper (Schult.f) Backer ex Heyne)

11

Kecepatan Tumbuh Bambu

12

SIMPULAN DAN SARAN

13


Simpulan

13

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

14

RIWAYAT HIDUP

22

DAFTAR TABEL
1
2
3

4
5

Model pertumbuhan bambu hitam
Model pertumbuhan bambu tali
Model pertumbuhan bambu ampel
Model pertumbuhan bambu mayan
Model pertumbuhan bambu betung

6
8
9
10
11

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Kurva pertumbuhan bambu hitam model kuadratik
Kurva pertumbuhan bambu mayan model kuadrat logaritma
Kurva pertumbuhan bambu ampel model kuadratik
Kurva pertumbuhan bambu mayan model kuadrat logaritma
Kurva pertumbuhan bambu betung model kuadrat logaritma

6
8
9
10
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Data pertumbuhan bambu hitam
Data pertumbuhan bambu tali
Data pertumbuhan bambu ampel
Data pertumbuhan bambu mayan
Data pertumbuhan bambu betung
Dokumentasi penelitian

16
17
18
19
20
21

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bambu merupakan tanaman yang tidak asing lagi bagi masyarakat baik
digunakan sebagai bahan konstruksi, kerajinan maupun alat musik. Bambu
digunakan oleh masyarakat sebagai pencegah erosi sehingga ditanam pada daerah
pinggiran sungai. Bambu banyak digunakan karena harganya relatif murah dan
mudah ditemukan di pasaran. Semakin menipisnya bahan baku kayu di hutan alam
diharapkan substitusi dari kayu ke bambu mampu mengurangi penebangan hutan.
Bambu merupakan rumput-rumputan berkayu yang tumbuh sangat cepat
dibandingkan pohon. Menurut Widjaja (2001) bambu di dunia mencapai lebih dari
1200 jenis, dimana Indonesia memiliki kurang lebih 143 jenisnya dan 9 diantaranya
adalah tumbuhan endemik yang hanya tumbuh di Pulau Jawa. Tidak seperti pohon,
bambu dapat dipanen saat usia 3-5 tahun sepanjang tahun. Potensi bambu yang
begitu besar ini dapat dimanfaatkan masyarakat luas baik sebagai bahan struktural
maupun non struktural. Selain itu beberapa jenis bambu mampu menghasilkan
rebung dari tunas induknya yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan.
Masyarakat banyak menanam bambu dipekarangan rumah mereka untuk
berbagai keperluan. Bambu yang banyak dimanfaatkan yaitu bambu tali, bambu
andong, bambu hitam dan bambu betung (Krisdianto et al 2000). Meski demikian,
sampai saat ini masih jarang ditemukan perkebunan bambu di Indonesia.
Permintaan bambu yang semakin banyak didapatkan dari pekarangan rumah yang
ketersediaanya tidak cukup banyak.
Melonjaknya permintaan bambu serta tidak diimbangi dengan teknik
pemanenan yang tepat, akan merusak rumpun bambu itu sendiri. Sampai saat ini,
kebanyakan bambu hanya didapatkan dari hutan atau tanaman masyarakat yang
masih terpisah-pisah dan dipanen dengan pemanenan tebang habis. Penebangan
rumpun bambu dengan tebang habis berpengaruh terhadap kesehatan bambu.
Beberapa jenis bambu saat ini mulai jarang ditemui di pasaran dikarenakan
banyaknya rumpun yang rusak. Untuk itu diperlukan kurva pertumbuhan bambu
sebagai acuan penentuan jatah tebang bambu per tahunnya agar kelestarian dan
ketersediaan bambu tetap terjaga.

Perumusan Masalah
Bambu sebagai tanaman berumpun selama ini hanya diperoleh dari tanaman
masyarakat yang jumlahnya terbatas. Sifat bambu yang terus meregenerasi melalui
tunas dari akar tinggal inilah yang membuat bambu cepat tumbuh. Kurva
pertumbuhan bambu dapat dijadikan sebagai informasi awal untuk menentukan
jatah tebang bambu per tahunnya.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mencari kurva pertumbuhan bambu hitam, tali,
ampel, mayan dan betung.

2

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat mencari kurva pertumbuhan bambu sebagai
informasi awal untuk penyusunan jatah tebang tahunan sehingga dapat terwujudnya
perkebunan bambu yang lestari.

METODE
Waktu dan tempat
Penelitian kurva pertumbuhan ini dilakukan di Arboretum bambu Fakultas
Kehutanan IPB dan juga rumpun bambu yang ada di Fakultas Kehutanan IPB sejak
bulan Desember 2013 hingga Februari 2014.
Alat
Alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa Environmental Meter merk
Krisbow (KW 0600291), meteran jahit, headlamp, jam tangan, tangga bambu dan
pensil.
Bahan
Bahan yang digunakan yaitu rumpun bambu hitam, tali, ampel, mayan dan
betung.
Prosedur
Pengukuran Dimensi
Dimensi (tinggi) batang bambu muda diukur menggunakan pita ukur dari 10
cm di atas tanah sampai ujung batang bambu. Bambu dewasa dan tua diukur dari
pangkal sampai ujung batang dengan bantuan tangga bambu yang dibuat untuk
memudahkan pengukuran. Pada awal pengukuran, bambu diukur dari pangkal
sampai ujung untuk mengetahui tinggi total awal. Pertumbuhan bambu sedang dan
tua diasumsikan hanya terjadi pada ujung batang bambu, sehingga pengukuran
hanya dilakukan pada ujung bambu yang sudah ditandai dan dihitung
pertambahannya.

Gambar 1. Metode pengukuran dimensi bambu

3

Batang bambu dalam setiap rumpun dipilih mewakili umurnya.
1) Bambu muda diukur setiap 3 (tiga) jam selama 1 (satu) bulan. Tiga hari
pertama pengukuran dilakukan setiap 3 jam selama 24 jam, selanjutnya
bambu diukur 3 jam sekali dari jam 6 pagi sampai jam 6 malam.
2) Batang bambu dewasa diukur setiap hari selama 1 (satu) bulan
3) Batang bambu tua diukur setiap minggu selama 3 (tiga) bulan
Selanjutnya data pertumbuhan disusun dan dianalisis menggunakan kurva
pertumbuhan. Bambu muda adalah bambu yang berupa tunas/rebung, bambu
dewasa ditunjukkan dari bambu yang masih memiliki seludang batang yang belum
lepas, sedangkan bambu tua dipilih dari bambu yang telah berwarna kusam dengan
banyak jamur dan di bagian buku telah banyak keluar akar. Masing-masing jenis
bambu menggunakan tiga kali pengulangan.
Analisis Data
Bahtiar dan Darwis (2014) menguraikan landasan teori pada penelitian ini
yang mulanya dikembangkan dari persamaan Malthus. Malthus mengembangkan
persamaan untuk membuat sketsa kurva pertumbuhan (Persamaan 1).
dN
=aN
dt

dimana :
dN = selisih tinggi
dt = selisih waktu

(1)

Solusi parametrik dari persamaan 1 diperoleh dari intregasi menjadi
persamaan ekponensial (Persamaan 2).
Nt = N0 eat

dimana :
Nt = tinggi waktu ke t
No = selisih waktu

(2)

Kurva pertumbuhan yang dibangun dari persamaan 1 dan 2 akan membentuk
kurva yang terus naik sampai tak hingga. Hal ini sangat tidak rasional dimana
pertumbuhan pasti memiliki batas yang ditentukan oleh sifat genetik pohon itu
sendiri, keadaan lingkungan, serta kerapatan populasi. Interaksi dari ketiga hal
diatas akan menurunkan laju pertumbuhan sehingga pada titik tertentu akan tercapai
pertumbuhan maksimal. Verhulst-Pearl memodifikasi model Malthus dengan
fungsi linier sehingga terbentuk Persamaan 3.
dN

≤0

dt

= N ( a + bN ); a > 0 dan b

dimana :
dN = selisih tinggi
dt = selisih waktu

(3)

Parameter pertumbuhan maksimum tercapai bila turunan pertama dari
persamaan pertumbuhan memiliki nilai nol (Persamaan 4). K adalah garis asymtote.
dN
= K ( a+bK) = 0
dt
K=−

a
b

(4)

(5)

4
Bahtiar dan Darwis (2014) mengemukakan bahwa untuk kasus yang lebih
umum, beberapa persamaan nonlinier dapat digunakan untuk memodifikasi
persamaan pertumbuhan eksponensial. Persamaan umum untuk modifikasi
nonlinier model eksponensial ditunjukkan sebagai Persamaan 6:
dN
= N ( f (N))
dt

(6)

Bahtiar dan Darwis (2014) menyatakan bahwa notasi f (N) dapat diganti oleh,
linier, polynomial, atau logaritma karena f (N) merupakan persamaan umum
dengan bentuk generik. Jika f (N) adalah konstan (f (N) = a) , maka sama dengan
model eksponensial klasik Malthus. Jika f (N) adalah fungsi linier (f (N) = a + b
(N)), Persamaan 6 menjadi model logistik Verhulst-Pearl (sigmoid). Penelitian ini
dilakukan dengan menggantikan kurva f (N) dengan persamaan linier, kuadratik,
logaritma dan kuadrat logaritma.
Modifikasi kuadratik : Persamaan dasar untuk modifikasi kuadrat adalah
(Persamaan 7) :
dN
= N ( aN2 + bN + c )
dt

(7)

Dan garis asymptote (K) dapat diperoleh dari persamaan 8

�1 , �2 =

−� ± √� 2 − 4��
2�

(8)

Modifikasi logaritma: Persamaan dasar adalah (Persamaan 9) :

(9)

Dan garis asymptote (K) adalah:

(10)
Modifikasi kuadrat logaritma :

(11)
Dan garis asymptote (K) adalah:
(12)

5
Persamaan kuadrat dan kuadrat logaritma memungkinkan untuk
mendapatkan nol, satu atau dua solusi untuk setiap persamaan 8 dan 12. Jika ada
dua solusi, nilai rasional dan masuk akal harus dipilih salah satu. Solusi untuk
persamaan 8 dan 12 terkadang bilangan imajiner. Bahtiar dan Darwis (2014)
menyatakan, dalam hal bilangan imaginer maka dapat disimpulkan bahwa semua
data yang diukur berasal dari bambu muda (remaja) karena tidak ada garis asimtot.
Model terbaik berdasarkan nilai dari (R2). Nilai R2 yang lebih tinggi berarti yang
lebih baik. Dalam penelitian ini, R2 dihitung dengan Persamaan 13:
R2 =

� )2
� )2 −∑(Ni − N
∑(Ni − N
� )2
∑(Ni − N

× 100%

(13)

Sebagai substitusi bagi f (N) pada Persamaan 6 maka dipilih empat persamaan
yaitu persamaan 14, 15, 16 dan 17. Nilai-nilai parameter untuk ke empat persamaan
tersebut diperoleh dari analisis regresi :
• Linear
yi = a+bxi+ci


(14)

Kuadrat
(15)



Logaritma

(16)


Kuadrat Logaritma

(17)
Dimana :
(18)

X1 = N1

(19)

Solusi grafis untuk masing-masing model pertumbuhan digambarkan pada
Persamaan 20 dan 21:
(20)
N1+1 = N1 + dN
N1+1 = N1 + N1 (ŷ) ( ti+1 – ti )

(21)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan Pembahasan
Lokasi pada penelitian kali ini selama pengambilan data memiliki rata-rata
suhu sebesar 26.06 ᵒC dengan kelembaban rata-rata 86.85%. Menurut Sutiyono et
al (1992) dalam Nadeak (2009) menyebutkan suhu udara yang cocok untuk
pertumbuhan bambu berkisar 8.8 ᵒC –36 ᵒC, curah hujan minimal 1 020 mm/tahun,
dan kelembaban udara minimal 80 %. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan
Ferguson, di Indonesia tumbuhan bambu dapat tumbuh pada berbagai tipe iklim
mulai dari tipe iklim A, B, C, D, sampai E, atau dari tipe iklim basah sampai kering.
Makin basah tipe iklimnya, makin banyak jumlah jenis bambunya (Sutiyono et al.
1996).
Kurva pertumbuhan yang dihasilkan dari pengolahan data menghasilkan
kurva dengan bentuk sigmoid. Kurva sigmoid mempunyai bentuk ‘S’ dimana pada
awal pertumbuhan kurva cenderung datar dan meningkat tajam pada usia
pertumbuhan, setelah itu kurva akan mengalami penurunan laju pertumbuhan
hingga mencapai titik maksimal. Bentuk ‘S’ tersebut memberikan gambaran
bahwasanya sel, organ dan jaringan mahluk hidup selama proses kehidupannya
mengalami perkembangan dan selanjutnya laju pertumbuhan akan melambat
sehingga tercapai kestabilan.
Kurva ‘S’ ini dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu fase muda, transisi dan
dewasa (Husch et al 1982). Fase muda adalah saat bambu mengalami pertumbuhan
yang meningkat tajam, pada kurva ditunjukkan dengan garis yang naik tajam ke
atas. Fase transisi pertumbuhan saat laju pertumbuhan bambu meningkat konstan,
dalam kurva ditunjukkan dengan garis linear ke atas. Fase tua adalah kondisi
dimana bambu mengalami penurunan laju pertumbuhan atau bambu berhenti
pertumbuhannya, dalam kurva ditunjukkan oleh garis lurus mendatar. Hasil dari
pengolahan data dengan 4 kurva pertumbuhan didapatkan hasil yang berbeda antara
model satu dengan lainya. Gardner et al (1991) menerangkan bahwa pemilihan
jenis model pertumbuhan di titik beratkan pada analisis visual dimana dipilih satu
model yang mendekati dengan keadaan bambu di lapangan yang sebenarnya. Pada
penelitian kali ini, model dengan R2 terbesar dipilih sebagai model terbaik. Bahtiar
dan Darwis (2014) menyatakan bahwa pemilihan model secara matematis lebih
akurat dibanding secara visual.

7
Bambu Hitam (Gigantochloa atroviolaceae Widjaja)
Bambu hitam merupakan bambu yang mempunyai sifat cepat tumbuh,
dimana tempat tumbuh bambu hitam di daerah kering dan tanah berkapur. Bambu
ini mempunyai rebung hijau kehitaman dengan ujung jingga, tertutup bulu coklat
hingga hitam. Buluh bambu hitam tingginya mencapai 15 m, pelepah buluh tertutup
bulu hitam sampai coklat dan mudah luruh (Widjaja 2001). Pada penelitian ini, hasil
dari model pertumbuhan bambu hitam tersaji dalam Tabel 1.
Tabel 1. Model pertumbuhan bambu hitam
R2 (%)
94.23
0.022

Asymptote (cm)
K1
K2
1 178
2 540
-

N(t+1)=Nt+Nt∆t(b0+b1Nt+b2Nt2) ( Kuadratik)

98.88

2 039

1 225

N(t+1)=Nt+Nt∆t(b0+b1Ln(Nt)+b2(Ln(Nt))3 (Kuadrat
logaritma)

89.03

11

1 116

Model
N(t+1)=Nt+Nt∆t(b0+b1Nt) (Linear)
N(t+1)=Nt+Nt∆t(b0+b1Ln(Nt)) (Logaritma)

Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai R2 terbesar diperoleh dari model
kuadratik sebesar 98.88%. Semakin mendekati nilai 1, maka tingkat kesesuaian
grafik akan semakin besar. Pada model kuadratrik ini didapatkan nilai K atau nilai
asymptote sebesar 1 225 cm. Nilai K ini menunjukkan saat fase tua yaitu saat kurva
stabil menuju titik asymptote tertentu (Bruce dan Schumacher 1950 dalam Muttaqin
1996). Pada penelitian kali ini, tinggi maksimum rata-rata bambu hitam yang
terdapat di Fakultas Kehutanan IPB sebesar 1 225 cm.
Kurva pertumbuhan bambu dengan model kuadratik menunjukkan kurva
dengan bentuk sigmoid. Kurva ‘S’ ini dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu fase
muda, transisi dan dewasa (Husch, et al 1982). Fase muda ditunjukkan saat bambu
mencapai ketinggian kurang dari 300 cm dengan umur bambu mencapai 350 jam.
Pada saat bambu berada di fase muda, pertumbuhan kurva terus meningkat naik.
Fase selanjutnya yaitu fase transisi sampai pada ketinggian 1 100 cm dengan umur
950 jam. Pada fase ini, kurva pertumbuhan menunjukkan garis linear dan
pertambahan laju pertumbuhan bambu berlangsung konstan. Fase tua terjadi ketika
bambu mencapai ketinggian 1 225 cm dengan umur bambu 1 800 jam (2.5 bulan).
Pada fase tua ini bambu mengalami perlambatan laju pertumbuhan sehingga
membentuk garis lurus mendatar. Pada fase transisi dan fase tua, laju pertumbuhan
akan cenderung menurun dibandingkan saat bambu berada pada fase muda (Husc,
et al 1982). Model pertumbuhan yang dipilih yaitu model kuadratik yang
ditunjukkan dengan Persamaan 22.

(

N t +1 = N t + N t ∆ t 0.0053 − 6.9 × 10 −6 N t + 2.12 × 10 −9 N t2 + ε t

)

N 0 H 1 = 113; N 0 H 2 = 156.3; N 0 H 3 = 54.9; N 0 H 4 = 1211.7; N 0 H 5 = 1366.4; N 0 H 6 = 1277.6
K 1 = 2039 cm; K 2 = 1225 cm; R 2 = 98.88%

(22)

8

Bambu Hitam
1400

Tinggi (cm)

1200
1000
800

Nt H1 observed

Nt H1 estimated

Nt H2 observed

Nt H2 estimated

Nt H3 Observed

Nt H3 estimated

Nt H4 Observed

Nt H4 estimated

Nt H5 Observed

Nt H5 estimated

Nt H6 Observed

Nt H6 estimated

600
400
200
0
0

500

1000

1500
2000
2500
Waktu pengamatan (jam)

3000

3500

4000

Gambar 2. Kurva pertumbuhan bambu hitam model kuadratik
Bambu Tali (Gigantochloa apus (J.A & J. H. Schultes) Kurz)
Nama daerah bambu tali (Indonesia), pring tali, pring apus (Jawa), awi tali
(Sunda). Tumbuh di daerah tropis yang lembab dan juga di daerah yang kering.
Rebung bambu hitam berwarna hijau dan tertutup bulu coklat serta hitam, buluh
8amboo tingginya mencapai 20 m dan lurus. Pelepah buluh tidak mudah luruh,
tertutup bulu hitam atau coklat. Salah satu kegunaannya adalah untuk bahan
bangunan (Widjaja 2001). Pada musim kemarau dapat dipanen 6 buluh/hari/ha atau
setahun 1 000 buluh/ha. Perbanyakan tanaman dengan biji, stek rimpang, dan stek
batang (Sutarno 1996). Hasil dari penelitian kali ini, model pertumbuhan bambu
yang digunakan tersaji dalam Tabel 2.
Tabel 2. Model pertumbuhan bambu tali
Model
N(t+1)=Nt+Nt∆t(b0+b1Nt) (Linear)
N(t+1)=Nt+Nt∆t(b0+b1Ln(Nt)) (Logaritma)

R2 (%)
87.60
41.63

Asymptote (cm)
K1
K2
1 113
1 735
-

N(t+1)=Nt+Nt∆t(b0+b1Nt+b2Nt2) ( Kuadratik)

95.50

1 280

1 056

N(t+1)=Nt+Nt∆t(b0+b1Ln(Nt)+b2(Ln(Nt))3
(Kuadrat logaritma)

95.76

0.33

1 181

Pada bambu tali, model pertumbuhan yang dipilih adalah model kuadrat
logaritma, model ini dipilih karena memiliki nilai R2 terbesar dibandingkan dengan
3 model lainya dengan nilai 95.76% (Tabel 2). Menurut Widjaja (2001) bambu tali
dapat tumbuh cepat sampai ketinggian hampir 20 m. Model kuadrat logaritma
memiliki nilai asymptote sebesar 0.33 dan 1 181. Pada penelitian kali ini,
didapatkan tinggi maksimum rata-rata bambu tali yang ada di Fakultas Kehutanan
IPB adalah 1 181 cm dengan umur 1 600 jam (2.2 bulan).

9
Kurva pertumbuhan bambu tali (Gambar 3) menunjukkan bentuk kurva
sigmoid. Bambu tali mulai berhenti pertumbuhannya pada ketinggian 1 181 cm.
Fase tua bambu tali pada umur 1600 jam, pada umur itu bambu tali mengalami
penurunan laju pertumbuhan atau dapat dikatakan laju pertumbuhan bambu
melambat. Penurunan laju pertumbuhan itu dapat dilihat dari garis lurus mendatar
yang tergambar dari kurva pertumbuhan (Gambar 3). Model pertumbuhan bambu
tali dapat dituliskan sebagai Persamaan 23 :
2
N t +1 = N t + N t ∆ t 0.003123 + 0.00234 Ln( N t ) − 0.0003931(Ln( N t )) + ε t

(

)

N 0T 1 = 155; N 0T 2 = 41.8; N 0T 3 = 129.7; N 0T 4 = 1416.5; N 0T 5 = 1176.8; N 0T 6 = 1145.1
K1 = 0.33 cm; K 2 = 1181 cm; R 2 = 95.76%;

(23)

Bambu Tali

1400
1200

Nt T1 observed
Nt T2 observed
Nt T3 observed
Nt T4 observed
Nt T5 observed
Nt T6 observed

Tinggi (cm)

1000
800
600
400

Nt BH1 estimated
Nt BH2 estimated
Nt BH3 estimated
Nt BH4 estimated
Nt BH5 estimated
Nt BH6 estimated

200
0
0

500

1000

1500
2000
2500
Waktu pengamatan (jam)

3000

3500

4000

Gambar 3 Kurva pertumbuhan bambu tali model kuadrat logaritma

Bambu Ampel (Bambusa vulgaris vulgaris –Green)
Sutiyono (1992) menerangkan bahwa bambu ampel atau awi ampel (sunda)
merupakan bambu yang dapat ditanam di tanah kering sampai basah bahkan dapat
terendam air . Batangnya berwarna hijau mengkilap dengan diameter batang dari 410 cm. Bambu ampel biasa digunakan masyarakat sebagai alat pengangkut
dikarenakan bambo ampel mempunyai karakteristik batang yang bambu tidak ada
lubang tengah atau cenderung kecil. Model pertumbuhan pada bambu ampel dalam
penelitian kali ini tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3. Model pertumbuhan pada bambu ampel
Model
N(t+1)=Nt+Nt∆t(b0+b1Nt) (Linear)
N(t+1)=Nt+Nt∆t(b0+b1Ln(Nt)) (Logaritma)

R2 (%)
86.92
40.50

Asymptote (cm)
K1
K2
1 083
1 564
-

N(t+1)=Nt+Nt∆t(b0+b1Nt+b2Nt2) ( Kuadratik)

97.74

1 183

1 081

N(t+1)=Nt+Nt∆t(b0+b1Ln(Nt)+b2(Ln(Nt))3 (Kuadrat
logaritma)

96.34

0.5252

1 139

10
Hasil pengujian dari model didapatkan bahwa R2 terbesar yaitu pada model
kuadratik dengan nilai 97.74%. Pada model ini, bambu ampel menyentuh garis
asymptote saat bambu mencapai ketinggian 1 183 cm (Tabel 3). Buluh pada bambu
ampel tingginya bisa mencapai 20 m dengan panjang per buku nya 20-25 cm
(Hartanto 2011). Pada penelitian kali ini, tinggi maksimum rata-rata bambu ampel
yang didapat pada rumpun di Arboretum Bambu Fakultas Kehutanan IPB adalah 1
081 cm.
Kurva pertumbuhan bambu ampel membentuk kurva sigmoid, dimana pada
awalnya kurva pertumbuhan meningkat tajam kemudian pertumbuhan menjadi
konstan dan pada akhirnya kurva akan melambat pada titik tertentu. Bambu ampel
memasuki fase tua saat bambu memasuki umur 2 700 jam (3.75 bulan). Pada titik
ini laju pertumbuhan bambu menurun ditunjukkan dengan kurva pertumbuhan yang
lurus saat ketinggian bambu mencapai 1 081 cm. Model pertumbuhan bambu ampel
dari kurva dapat dituliskan sebagai Persamaan 24 :

(

N t +1 = N t + N t ∆ t 0.00531 − 9.4 ×10 −6 N t + 4.155 ×10 −9 N t2 + ε t

)

N 0 H 1 = 81.3; N 0 H 2 = 167.7; N 0 H 3 = 65.7; N 0 H 4 = 1155.9; N 0 H 5 = 1195.3

(24)

K1 = 1183 cm; K 2 = 1081 cm; R = 97.74%
2

Bambu Ampel
1400

Tinggi (cm)

1200
1000

Nt A1 observed

Nt A1 estimated

800

Nt A2 observed

Nt A2 estimated

Nt A3 observed

Nt A3 estimated

Nt A4 observed

Nt A4 estimated

Nt A5 observed

Nt A5 estimated

600
400
200
0
0

500

1000

1500
2000
2500
Waktu pengamatan (jam)

3000

3500

4000

Gambar 4 Kurva pertumbuhan bambu ampel dengan model kuadrat logaritma
Bambu Mayan (Gigantochloa robusta Kurz)
Bambu Mayan tumbuh baik di daerah tropis yang lembab dan kering.
Rebung hijau muda tertutup bulu coklat hingga hitam. Buluh tingginya mencapai
20 m lurus, pelepah buluh tertutup bulu hitam, mudah luruh pada buluh yang tua,
pada buluh muda pelepah masih melekat terutama dibagian pangkal buluh (Widjaja
2001). Pengujian pertumbuhan dengan menggunakan model pertumbuhan yang
berbeda menghasilkan nilai yang berbeda pula, model pertumbuhan bambu mayan
tersaji dalam Tabel 4.

11
Tabel 4. Model pertumbuhan bambu mayan.
Model

R2 (%)
88,46

N(t+1)=Nt+Nt∆t(b0+b1Nt) (Linear)
N(t+1)=Nt+Nt∆t(b0+b1Ln(Nt)) (Logaritma)

-3,3239

Asymptote (cm)
K1
K2
1514
-

3933

N(t+1)=Nt+Nt∆t(b0+b1Nt+b2Nt2) ( Kuadratik)

98,73

-225

1448

N(t+1)=Nt+Nt∆t(b0+b1Ln(Nt)+b2(Ln(Nt))3
(Kuadrat logaritma)

98,85

31

1450

Pada bambu mayan, R2 terbesar didapatkan dengan model pertumbuhan
kuadrat logaritma dengan nilai 98.85%. Pengamatan yang dilakukan dari model
pertumbuhan ini, maka model kuadrat logaritma dipilih sebagai model yang paling
mendekati kondisi sebenarnya. Hal ini karena model ini memiliki nilai R2 yang
terbesar. Nilai K sebesar 1 450 cm menjelaskan saat garis lurus pada kurva
terbentuk. Dalam penelitian lain, dijelaskan bahwa bambu mayan dapat tumbuh
sampai ketinggian 20 m (Widjaja 2001). Pada penelitian kali ini tinggi maksimum
rata-rata bambu mayan di Arboretum Bambu Fakultas Kehutanan IPB adalah 1 450
cm.
Garis lurus pada kurva pertumbuhan bambu mayan menunjukkan bahwa
bambu mayan berhenti pertumbuhannya (Gambar 5). Pada penelitian kali ini,
bambu mayan mencapai tinggi maksimum rata-rata pada umur 4 000 jam (5.5
bulan) dengan ketinggian 1 450 cm. Pada saat itu, bambu mayan telah memasuki
fase tua. Fase muda bambu mayan dapat ditunjukkan saat umur bambu 0 - 2 400
jam. Pada Fase muda, pertumbuhan bambu akan meningkat tajam secara perlahan.
Setelah itu bambu akan memasuki fase transisi, saat fase ini laju pertumbuhan
bambu berlangsung konstan. Fase transisi terjadi ketika bambu mayan mencapai
umur 2 400-4 000 jam. Model pertumbuhan bambu mayan dapat dituliskan sebagai
Persamaan 25 :

(

N t +1 = N t + N t ∆ t − 0.01769 + 0.007564 Ln( N t ) − 0.0007053(Ln( N t )) + ε t
2

N 0 H 1 = 83.4; N 0 H 2 = 89.8; N 0 H 3 = 107.1; N 0 H 4 = 1438.2; N 0 H 5 = 1454.7

) (25)

K1 = 31 cm; K 2 = 1450 cm; R 2 = 98.85%

Tinggi (cm)

Bambu Mayan
1400
1200
1000
800
600
400
200
0

Nt M1 observed
Nt M2 observed
Nt M3 observed
Nt M4 observed
Nt M5 observed

0

500

1000

1500
2000
2500
Waktu pengamatan (jam)

Nt M1 estimated
Nt M2 estimated
Nt M3 estimated
Nt M4 estimated
Nt M5 estimated

3000

3500

4000

Gambar 5. Kurva pertumbuhan bambu mayan dengan model kuadrat logaritma

12
Bambu Betung (Dendrocalamus Asper (Schult.f) Backer ex Heyne)
Menurut Widjaja (2001), bambu betung tumbuh baik di tanah aluvial tropis
yang lembab dan basah, tetapi juga tumbuh di daerah kering yang ada di dataran
rendah maupun dataran tinggi. Rumpun berjenis simpodial, tegak dan padat, rebung
memiliki warna hitam keunguan, tertutup bulu berwarna coklat hingga kehitaman.
Tinggi buluh dapat mencapai 20 m, berbentuk lurus dengan ujung melengkung.
Pelepah buluh pada bambu betung tertutup buluh hitam hingga coklat tua dan
mudah luruh/lepas dari buluh bambu. Hasil dari metode pertumbuhan bambu
betung tersaji dalam Tabel 5.
Tabel 5. Model pertumbuhan bambu betung
N(t+1)=Nt+Nt∆t(b0+b1Nt) (Linear)

R2 (%)
97,98

Asymptote (cm)
K1
K2
1431
-

N(t+1)=Nt+Nt∆t(b0+b1Ln(Nt)) (Logaritma)

-0,3082

3633

-

N(t+1)=Nt+Nt∆t(b0+b1Nt+b2Nt2) ( Kuadratik)

98,75

-1429

1402

N(t+1)=Nt+Nt∆t(b0+b1Ln(Nt)+b2(Ln(Nt))3
(Kuadrat logaritma)

99,30

12

1400

Model

Pada penelitian kali ini, model pertumbuhan kuadrat logaritma memiliki nilai
R2 paling besar yaitu 99.30%. Model pertumbuhan terbaik dipilih pada model
kuadrat logaritma karena memiliki nilai R2 terbesar. Pada penelitian kali ini, bambu
betung di Fakultas Kehutanan IPB mencapai tinggi maksimum rata-rata 1 400 cm.
Kurva bentuk sigmoid yang terbentuk pada bambu betung menerangkan
bahwa bambu betung mencapai fase tua saat mencapai umur 3 000 jam (4.1 bulan)
(Gambar 7). Pada umur itu, bambu betung mengalami penurunan laju pertumbuhan.
Garis lurus atau garis asymtote terjadi saat bambu mencapai titik 1 400 cm. Model
pertumbuhan bambu betung dapat ditulis sebagai Persamaan 26 :

(

N t +1 = N t + N t ∆ t − 0.00981 + 0.00534 Ln( N t ) − 0.00055015(Ln( N t )) + ε t
2

)

N 0 H 1 = 76.4; N 0 H 2 = 89.2; N 0 H 3 = 65.1; N 0 H 4 = 1378.2; N 0 H 5 = 1431.3;
K1 = 12 cm; K 2 = 1400 cm; R 2 = 99.30%

(26)

Bambu Betung
1400
Tinggi (cm)

1200
1000

Nt B1 observed

Nt B1 estimated

800

Nt B2 observed

Nt B2 estimated

Nt B3 observed

Nt B3 estimated

Nt B4 observed

Nt B4 estimated

Nt B5 observed

Nt B5 estimated

600
400
200
0
0

500

1000

1500
2000
2500
Waktu pengamatan (jam)

3000

3500

4000

Gambar 6. Kurva pertumbuhan bambu betung dengan model pertumbuhan
kuadrat logaritma.

13

Kecepatan Tumbuh Bambu
Bambu merupakan tumbuhan yang memiliki pertumbuhan yang cepat.
Gambar 6 menunjukkan bambu tali dan bambu hitam memiliki pertumbuhan yang
lebih cepat dari 3 bambu lain yang diamati. Bambu tali mencapai tinggi maksimum
rata-rata pada umur 1 600 jam (2.2 bulan), bambu hitam pada umur 1 800 jam (2.5
bulan) dan bambu ampel pada umur 2 700 jam (3.75 bulan). Bambu mayan dan
bambu betung memiliki pertumbuhan yang lebih lambat, pada gambar 6 bambu
mayan mencapai tinggi rata-rata maksimum pada umur 4 000 jam (5.5 bulan) dan
bambu betung pada umur 3 000 jam (4.1 bulan). Bambu betung dan bambu mayan
memiliki tinggi maksimum rata-rata yang lebih tinggi. Bambu ampel memiliki
tinggi maksimum rata-rata lebih pendek dibandingkan 4 bambu lain yang diamati.
Perbedaan pertumbuhan ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor.
Menurut Sutiyono (1992), Pertumbuhan dan perkembangan buluh bambu muda
(rebung) berlangsung sangat cepat dan mencapai panjang maksimal setelah 2–4
bulan atau selama masih ada hujan. Jika musim penghujan singkat, pertumbuhan
akan dilanjutkan lagi pada musim penghujan selanjutnya (Dransfield dan Widjaja
(1995) dalam Gunawan (2001). Pada penelitian ini, bambu mencapai tinggi
maksimum rata-rata paling cepat 2.2 pada bambu tali dan paling lambat 5.5 bulan
untuk bambu betung. Semakin menuju ke ujung puncak, buluh bambu akan
semakin tipis dan apabila mencapai panjang yang sepenuhnya, maka ujung
puncaknya merunduk (Heyne 1987).
1430

Tinggi (cm)

1230
1030
830
630
430
230
30
0

500

1000
Hitam

1500

2000 2500 3000 3500 4000 4500
Umur (Jam)
Tali
Ampel
Betung
Mayan

5000

Gambar 7 Kurva perbedaan tumbuh 5 jenis bambu.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kurva pertumbuhan berbentuk sigmoid, menunjukkan bahwa bambu
mengalami fase muda, fase transisi dan fase tua dalam pertumbuhannya. Model
pertumbuhan yang dipilih untuk bambu betung, mayan dan tali adalah model

14
eksponensial dengan modifikasi kuadrat logaritma, sedangkan untuk bambu hitam
dan bambu ampel model yang dipilih adalah model eksponensial dengan modifikasi
kuadratik. Bambu hitam mencapai tinggi maksimum rata-rata pada umur 1 800 jam
(2.5 bulan) dengan tinggi 1 225 cm. Bambu tali mencapai tinggi maksimum ratarata pada umur 1 600 jam (2.2 bulan) dengan tinggi 1 181 cm. Bambu ampel
mencapai tinggi maksimum rata-rata pada umur 2 700 jam (3.75 bulan) dengan
tinggi 1 081 cm. Sedangkan bambu mayan dan bambu betung mencapai tinggi
maksimum rata-rata saat bambu berumur 4 000 jam (5.5 bulan) dan 3 000 jam (4.1
bulan) dengan tingi bambu mayan 1 450 cm dan tinggi bambu betung 1 400 cm.
Saran
Perhitungan jatah tebang tahunan dapat dilakukan dari informasi awal kurva
pertumbuhan bambu. Maka dari itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
menentukan tata cara yang tepat untuk menentukan jatah tebang bambu tahunan
agar produktivitas bambu tetap terjaga.

DAFTAR PUSTAKA
Bahtiar ET, Darwis A. 2014. Exponential Curve Modification by Linear and
Nonlinear Function to Fit the Fiber Length of Teakwood (Tectona grandis).
Journal of Biological Sciences. 14(3):183-194.
Gardner FP, Pearce RB, Roger LM. 1985. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta
(ID): UI Pr.
Gunawan A. 2001. Pengaruh Jarak Tanam Bambu dan Tanaman Sela Tumbuhan
Obat terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Bambu Betung
(Dendrocalamus asper (Sculttes F.) Backer ex. Heyne). [Skripsi] Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Hartanto L. 2011. Seri Buku Informasi dan Potensi Pengelolaan Bambu Taman
Nasional Alas Purwo. Banyuwangi (ID): Balai Taman Nasional Alas Purwo.
Husch B, Millers CI, Beers TW. 1982. Forest Mensuration. New York (US). John
Wiley and Sons Inc. Ed ke-3.
Heyne. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Penelitian Pengembangan
Kehutanan. Departemen Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jilid I : 322-346.
Krisdianto, Sumarni G, Ismanto A. 2000. Sari Hasil Penelitian Bambu. Himpunan
Sari Hasil Penelitian Rotan Dan Bambu. Bogor (ID): Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kehutanan Dan Perkebunan Bogor.
Muttaqin MZ. 1996. Model Pertumbuhan Hasil Daun Kayu Putih (Melaleuca
leucadendron Linn) di KPH Indramayu Perum Perhutani Unit III Jawa
Barat.[skripsi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nadaek MN. 2009. Deskripsi Budidaya Dan Pemanfaatan Bambu Di Kelurahan
Balumbang Jaya (Kecamatan Bogor Barat) Dan Desa Rumpin (Kecamatan
Rumpin), Kabupaten Bogor, Jawa Barat.[skripsi] Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Sutarno H. 1996. Paket Model Partisipatif Budidaya Bambu Guna Meningkatkan
Produktivitas Lahan. Bogor (ID): Prosea IndonesiaYayasan Prosea.

15
Sutiyono. 1992. Teknik Budidaya Tanaman Bambu. Bogor (ID): Pusat Litbang
Hasil Hutan.
Widjaja WA. 2001. Identifikasi Jenis-Jenis Bambu Di Jawa. Bogor (ID): Pusat
Penelitian Dan Pengembangan Biologi – LIPI.

16

LAMPIRAN
Tabel 1. Data pertumbuhan bambu hitam muda tiga hari pertama
Tanggal

Waktu

Bambu 1

Bambu 2

Bambu 3

17/12/2013

09.00

98

147

61

12.00

99

148

61,5

15.00

101

149

62

18.00

103

153

63

21.00

104

153,5

64

00.00

108

159

64,5

03.00

110

162

65

06.00

113

165

66

09.00

114

167

66

12.00

116

169

66,5

15.00

118

171

67

18.00

120

174,5

68

21.00

122

177

69

00.00

124

182

69,5

03.00

126

184

71

06.00

128,5

188

72

09.00

131

190

72

12.00

134

193

72,5

15.00

135

194

73

18.00

136

195

73,5

21.00

140

202

75

00.00

143

204

76

03.00

146

206

77

06.00

147

212

78

09.00

148

215

79

18/12/2013

19/12/2013

20/12/2013

17

Tabel 2. Data pertumbuhan bambu tali muda tiga hari pertama
tanggal

jam

Bambu 1

Bambu 2

Bambu 3

17/12/2013

09.00

151

36

126

12.00

152

36,5

128,5

15.00

153

38

129

18.00

157

39

131

21.00

158

41

132

00.00

160,5

41

138

03.00

164

42

143

06.00

167

45

144,5

09.00

168

45

145

12.00

169

45,5

146

15.00

172

46

148

18.00

174

47

149

21.00

177

48

152

00.00

181

48,5

155

03.00

184

49

158,5

06.00

189

49,5

163

09.00

191

50

163,5

12.00

192

51

164

15.00

193

51

165

18.00

196

51,5

166

21.00

200

53

171

00.00

202

53

173

03.00

207

54,5

180

06.00

209

55

182

09.00

227

60

199

18/12/2013

19/12/2013

20/12/2013

18

Tabel 3. Data pertumbuhan bambu ampel muda tiga hari pertama
Tanggal

Waktu

Bambu 1

Bambu 2

Bambu 3

10/11/2013

09.00

78

150

69,5

12.00

79

151

71

15.00

80

152

72

18.00

80,5

154

72

21.00

82

156

72,5

00.00

84

159

73

03.00

85

163

73,5

06.00

87

165

75

09.00

88

166

76

12.00

88

167,5

77

15.00

89

168

78

18.00

91

169

79

21.00

92

172

79,5

00.00

95

174

81

03.00

97

177

82

06.00

98

179

83,5

09.00

100

181

84

12.00

101

183

85

15.00

102

184

86

18.00

103

186

86,5

21.00

106

190

87

00.00

107

195

88

03.00

109

197

89

06.00

113

201

91

09.00

114

204

93

11/11/2013

12/11/2013

13/11/2013

19

Tabel 4. Data pertumbuhan bambu mayan muda tiga hari pertama
Tanggal
Waktu
Bambu 1
Bambu 2
Bambu 3
10/11/2013

11/11/2013

12/11/2013

13/11/2013

09.00

80

93

103

12.00

80,5

93

103,5

15.00

80,5

93,5

103,5

18.00

81

94

104

21.00

81

95

105

00.00

82

96

106

03.00

82,5

96,5

107

06.00

83

97

108

09.00

83

97

108,5

12.00

84

97,5

109

15.00

85

98

109

18.00

85,5

98,5

110

21.00

86

99

111

00.00

87

100

111,5

03.00

87,5

101

112

06.00

88

101,5

113

09.00

89

102

114

12.00

89,5

102

114,5

15.00

90

103

115

18.00

91

104

116

21.00

91

105

118

00.00

92

105,5

119

03.00

92

106

120

06.00

92,5

107

121

09.00

93

108

122,5

20

Tabel 5. Data pertumbuhan bambu betung muda tiga hari pertama
Tanggal

Waktu

Bambu 1

Bambu 2

Bambu 3

07/01/2014

09.00

76

87

63

12.00

76

87,5

63

15.00

78

88

64

18.00

79

88,5

64

21.00

80

90

65

00.00

81

91

65

03.00

82

92

66,5

06.00

82,5

92,5

67

09.00

83

93

67,5

12.00

83,5

94

68

15.00

84

95

68,5

18.00

84

96

69

21.00

85

97

70

00.00

86

97,5

70,5

03.00

87,5

98

71

06.00

89

98,5

71,5

09.00

89

99,5

72

12.00

89,5

100

72

15.00

90

100,5

72,5

18.00

90

101

73

21.00

90,5

102

74

00.00

91

103,5

74,5

03.00

92

105

76

06.00

92,5

105,5

77

09.00

93

106

77

08/01/2014

09/01/2014

10/01/2014

21
Dokumentasi Penelitian

Bambu muda betung

Bambu muda betung

Pengukuran bambu tua

Pengukuran bambu

Tangga untuk memudahkan
pengambilan data

Bambu muda hitam

22

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rembang, pada tanggal 8 Desember 1990 dari pasangan
bapak Drs Supriyatmo dan Ibu Sri Mulyani SPd. Penulis adalah anak ke-3 dari 3
bersaudara. Menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama di SMA Negeri 1 Rembang
pada tahun 2009, Tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
lewat jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan IPB.
Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam berbagai organisasi,
diantaranya anggota Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA) dari 2009-sekarang.
Komisi Disiplin Rimpala 2010. Ketua Divisi Olahraga Alam Bebas Rimpala 2011.
Penulis juga aktif sebagai Anggota Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan
(Himasiltan). Penulis juga aktif di berbagai kegiatan mahasiswa diantaranya ketua
pelaksana “Nanjak Bareng Gunung Gede Panggrango Fahutan IPB 2011”.
Penulis aktif dalam berbagai kompetisi tingkat nasional, finalis Pekan Ilmiah
Mahasiswa Nasional (PIMNAS) DIKTI 2012 di UMY Yogyakarta bidang PKM-K
dengan judul “Dampo Awang Cafe : The Art Of Coffee Painting”, finalis lomba
panjat tebing tingkat nasional di UNISMA Bekasi 2011.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi di HPH Amprah Mitra Jaya,
Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah dengan tugas khusus penyuntikan pohon
gaharu (Aquilaria spp). Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis
menyelesaikan skripsi dengan judul “Kurva Pertumbuhan Lima Jenis Bambu”
penelitian dilaksanakan di IPB dibawah bimbingan Dr Ir Naresworo Ms dan Effendi
Tri Bahtiar SHut MSi.