Pemilahan Bambu Utuh Untuk Jenis Bambu Andong (Gigantochloa Psedoarundinaceae) Dan Bambu Betung (Dendrocalamus Asper)

PEMILAHAN BAMBU UTUH UNTUK JENIS BAMBU
ANDONG (Gigantochloa psedoarundinaceae) DAN BAMBU
BETUNG (Dendrocalamus asper)

BAYU DWI SANCOKO

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemilahan Bambu
Utuh untuk Jenis Bambu Andong (Gigantochloa psedoarundinaceae) dan Bambu
Betung (Dendrocalamus asper) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Bayu Dwi Sancoko
NIM E24110076

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
BAYU DWI SANCOKO. Pemilahan Bambu Utuh untuk Jenis Bambu Andong
(Gigantochloa psedoarundinaceae) dan Bambu Betung (Dendrocalamus asper).
Dibimbing oleh NARESWORO NUGROHO dan LINA KARLINASARI.
Bambu sering digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan pengganti
kayu. Penentuan kekuatan bambu dapat dilakukan berdasarkan dua cara yaitu
destruktif dan nondestruktif. Kegiatan pemilahan merupakan usaha untuk
menentukan mutu kekuatan bahan. Penelitian ini bertujuan mengetahui sifat
modulus elastisitas (MOE) bambu melalui kegiatan pemilahan berdasarkan
metode defleksi dan kecepatan gelombang ultrasonik. Bahan yang digunakan
adalah bambu andong (Gigantochloa psedoarundinaceae) dan bambu betung

(Dendrocalamus asper). Pengujian dilakukan menggunakan alat nondestruktif
berbasis metode defleksi dengan menggunakan UTM (universal testing machine)
dan mesin pemilah “Panter”, serta pengujian berbasis gelombang ultrasonik
menggunakan “Sylvatestduo®”. Hasil penelitian menunjukkan bambu andong
memiliki karakteristik tebal dinding pembuluh, kerapatan, kadar air, dan MOE
lebih kecil dibandingkan bambu betung. Pemilahan bambu menggunakan metode
gelombang ultrasonik menghasilkan nilai MOEus 2.83 kali lebih besar daripada
pemilahan defleksi “Panter” (MOEp), dan 2.91 kali lebih besar lipat dibandingkan
pengujian statis lentur (MOEs) baik pada bambu andong maupun bambu betung.
Pemilahan bambu berdasarkan metode defleksi menghasilkan MOEp 1.03 kali
lebih besar dibandingkan pengujian statis lentur (MOEs).
Kata kunci: bambu andong, bambu betung, grading, nondestruktif
ABSTRACT
BAYU DWI SANCOKO. Grading System for Culm Bamboo of Andong Bamboo
(Gigantochloa psedoarundinaceae) and Betung Bamboo (Dendrocalamus asper).
Supervised by NARESWORO NUGROHO and LINA KARLINASARI.
Bamboo is known as construction materials for substituting of wood.
Generally, the strength of material could be determined by destructive and
nondestructive method. Sorting activity is an attempt to characterize the quality of
material strength through nondestructive testing. The aim of this study was to

determine the modulus of elasticity (MOE) of bamboo based on deflection method
using UTM (universal testing machine) known as MOEs and sorting machine of
“Panter” (MOEp), as well as ultrasonic waves velocity based using
"Sylvatestduo®" (MOEus). Bamboo known as andong bamboo (Gigantochloa
psedoarundinaceae) and betung bamboo (Dendrocalamus asper) were used in
this study. The results showed that andong bamboo possessed wall thickness,
density, moisture content, as well as MOE were smaller than betung bamboo. The
bamboo grading using ultrasonic waves method revealed that MOEus had about
2.83 times higher than MOEp, and 2.91 times greater than that MOEs in both
andong and betung. Bamboo grading based on deflection method showed that
MOEp was 1.03 times greater than MOEs.
Keywords: andong bamboo, betung bamboo, grading, nondestructivetest

PEMILAHAN BAMBU UTUH UNTUK JENIS BAMBU
ANDONG (Gigantochloa psedoarundinaceae) DAN BAMBU
BETUNG (Dendrocalamus asper)

BAYU DWI SANCOKO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.Karya Karya ilmiah
ini berjudul “Pemilahan Bambu Utuh untuk Jenis Bambu Andong (Gigantochloa
psedoarundinaceae) dan Bambu Betung (Dendrocalamus asper).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Naresworo Nugroho, MS
dan Dr Lina Karlinasari, SHut MSc FTrop yang telah memberikan bimbingan dan
arahan selama kegiatan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada bapak
Priyanto, SHut M.Si selaku dosen penguji. Terima kasih kepada mas Irfan sebagai
laboran Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu. Ungkapan terima kasih juga

disampaikan kepada papa, mama, kakak, serta seluruh keluarga. Terima kasih
juga kepada keluarga besar Fakultas Kehutanan, keluarga besar Departemen Hasil
Hutan, teman-teman kontrakan, golongan taring babi dan kekasih tercinta Dhea
Ramareta serta keluarganya yang telah memberikan semangat serta doa.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016
Bayu Dwi Sancoko

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN


x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

METODE PENELITIAN


2

Waktu dan Tempat

2

Alat dan Bahan

2

Prosedur Penelitian

2

Karakteristik Bambu

2

Pemilahan Bambu


2

a. Berdasarkan Metode Defleksi

2

b. Berdasarkan Kecepatan Gelombang Bunyi Ultrasonik

3

Pengujian Statis Lentur

4

Sifat Fisis Kerapatan dan Kadar Air Bambu

5

HASIL DAN PEMBAHASAN


5

Karakteristik Bambu

5

Pemilahan Bambu

7

a. Berdasarkan Metode Defleksi

7

b. Berdasarkan Kecepatan Gelombang Bunyi Ultrasonik

7

Pengujian Statis Lentur
Nilai Perbandingan antara MOEp (Modulus of Elasticity panter), MOEus

(Modulus of Elasticity ulrasonik), dan MOEs (Modulus of Elasticity statis)
SIMPULAN DAN SARAN

11
13
13

Simpulan

13

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN


16

RIWAYAT HIDUP

18

DAFTAR TABEL
1 Karakteristik bambu
2 Sifat fisis bambu
3 Perbandingan nilai modulus elastisitas bambu andong dan bambu betung

5
6
13

DAFTAR GAMBAR
1 Pengujian one point loading berdasarkan metode defleksi
2 Penempatan tranduser pada bagian bambu (a) ruas-ruas, (b) ruas-buku,
dan (c) buku-buku.
3 Pengujian berdasarkan uji mekanis
4 Rata-rata MOEp berdasarkan metode defleksi
5 Rata-rata kecepatan gelombang bunyi ultrasonik dan energi rambatan
gelombang bunyi ultrasnik
6 Rata-rata MOEus berdasarkan kecepatan gelombang bunyi ultrasonik
7 Rata-rata MOEs berdasarkan pengujian statis lentur
8 Rata-rata MOR berdasarkan pengujian statis lentur

3
3
4
7
9
11
12
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Karakteristik bambu
2 MOE hasil pengujian bambu utuh berdasarkan metode defleksi
3 MOE hasil pengujian bambu utuh berdasarkan kecepatan gelombang
bunyi ultrasonik
4 MOE dan MOR pengujian bambu utuh berdasarkan pengujian statis
lentur

16
16
16
17

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bambu adalah hasil hutan non kayu yang banyak manfaatnya dalam
kehidupan masyarakat Indonesia antara lain digunakan sebagai bahan konstruksi
bangunan, alat musik, dan perabotan rumah tangga. Selain itu, bambu juga
memiliki kelebihan dibandingkan dengan kayu antara lain budidaya bambu lebih
mudah, lebih cepat dipanen, harganya relatif lebih murah, dan ketersediaan bambu
cukup banyak.
Tanaman bambu hidup merumpun, kadang-kadang ditemui berbaris
membentuk suatu garis pembatas dari suatu wilayah desa yang identik dengan
batas desa di Jawa. Penduduk desa sering menanam bambu di sekitar rumahnya
untuk berbagai keperluan. Bermacam-macam jenis bambu bercampur ditanam di
pekarangan rumah. Menurut Krisdianto et al. (2000) pada umumnya bambu yang
sering digunakan oleh masyarakat di Indonesia adalah bambu tali (Gigantochloa
apus), bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu andong (Gigantochloa
psedoarundinaceae), dan bambu hitam (Gigantochloa atriviolaceae). Dari
keempat bambu ini, bambu betunglah yang paling serbaguna namun tidak mudah
didapat di pasaran bahan bangunan.
Kekuatan pada bagian bambu terbagi atas dua bagian yaitu bagian buku
(node) dan ruas (internode). Pada bagian buku diisi oleh diafragma yaitu bagian
yang membatasi rongga bambu tepatnya bagian yang menyusun bagian buku.
Adanya karakteristik tersebut, maka perlu dilakukan pemilahan bambu terutama
untuk keperluan sebagai bahan kontruksi bangunan.
Memilah bambu dapat dilakukan dengan cara pengujian destruktif dan
nondestruktif. Pengujian destruktif adalah pengujian dengan merusak contoh uji
melalui pembebanan atau penekanan sampai contoh uji tersebut rusak. Pengujian
nondestruktif adalah pengujian tanpa merusak contoh uji, sehingga bahan masih
dapat dimanfaatkan untuk tujuan akhir penggunaannya. Pengujian secara
destruktif biasanya dilakukan menggunakan alat uji mekanis. Pengujian
nondestruktif dapat dilakukan dengan cara antara lain secara visual melalui
tampilan fisik, serta menggunakan metode defleksi dan metode kecepatan
gelombang bunyi ultrasonik. Menurut Karlinasari et al. (2006) pengujian
nondestruktif gelombang bunyi ultrasonik terdapat dua parameter utama yang
digunakan untuk mengevaluasi sifat bambu yaitu kecepatan gelombang bunyi
ultrasonik yang berkaitan dengan struktur bambu dan atenuasi (pelemahan energi
gelombang) yang berhubungan dengan kandungan bahan. Berdasarkan pengujian
secara destruktif dan nondestruktif dapat diduga dan diketahui sifat mekanis lentur
bambu berupa nilai modulus elastisitas.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui sifat mekanis lentur bambu melalui
kegiatan pemilahan berdasarkan metode defleksi dan kecepatan gelombang bunyi
ultrasonik.

2
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
baru mengenai pemilahan bambu dengan metode defleksi dan kecepatan
gelombang bunyi ultrasonik.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan bulan Oktober
2015 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu (RDBK)
Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah bambu andong (Gigantochloa
psedoarundinaceae) dan bambu betung (Dendrocalamus asper) berumur 3-4
tahun yang berasal dari daerah Ciawi, Jawa Barat. Panjang bambu yang digunakan
adalah 600 cm dengan masing-masing jenis bambu berjumlah 10 batang. Alat uji
yang digunakan adalah mesin pemilah kayu-bambu (Panter), alat nondestruktif
berbasis gelombang bunyi ultrasonik (SylvatestDuo®), alat uji statis lentur atau
UTM (Universal Testing Machine) merek Baldwin, timbangan elektrik, alat ukur
panjang, dudukan bambu, mesin bor, oven, desikator, dan alat tulis.
Prosedur Penelitian
Karakteristik Bambu
Pada bambu yang dipilih didasarkan pada tampilan fisik bambu yang bebas
cacat, batang lurus, dan tampilan warna segar. Masing-masing bambu tersebut
selanjutnya diukur geometri berupa diameter bambu pada kedua ujungnya.
Diameter bambu terdiri atas diameter luar dan dalam bambu. Selanjutnya,
dilakukan pengukuran pada tebal dinding bambu. Setelah itu, dihitung dan diukur
jumlah buku dan jarak antar buku (ruas).
Pemilahan Bambu
a. Berdasarkan Metode Defleksi
Pemilahan dilakukan pada bambu sepanjang 600 cm. Bambu tersebut
diletakkan di atas mesin pemilah bambu (Panter). Jarak sangga mesin pemilah
bambu adalah 230 cm. Bambu diletakkan pada dudukan sepanjang jarak sangga
tersebut, dengan posisi bagian tengah bambu berada di bagian tengah mesin.
Selanjutnya, diletakkan dudukan bambu model lain di tengah bambu untuk
meletakkan beban. Pembebanan dilakukan secara terpusat atau one point loading.
Pembacaan lenturan dilakukan melalui mistar panter. Mistar panter penunjuk
lenturan atau defleksi dikalibrasi memperhitungkan kondisi beban

3

bambu dan dudukan bambu. Pengujian dilakukan dengan memberi beban
bertahap sebesar 20 kg, 25 kg, dan 30 kg. Setiap setelah diberi beban dilakukan
pembacaan lenturan pada mistar alat. Parameter pengujian yang diperoleh adalah
modulus elastisitas yang dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
MOEp =

ΔP.L 3

12 .Δy(D 4 −d 4 )

χ fk

dimana MOE� adalah modulus elastisitas Panter, ΔP adalah beban (kg), L adalah
jarak sangga (cm), Δy adalah nilai defleksi pada mistar Panter (cm), D adalah
diameter luar (cm), d adalah diameter dalam (cm), dan fk adalah faktor kalibrasi.

Gambar 1 Pengujian one point loading berdasarkan metode defleksi
b. Berdasarkan Kecepatan Gelombang Bunyi Ultrasonik
Pada metode ini contoh uji dipotong pada kedua ujungnya untuk
menyeragamkan kondisi bagian ujung yang pecah dan retak. Panjang bambu yang
diuji berukuran 500 cm, 350 cm, dan 250 cm. Pengujian dilakukan dengan
menempatkan 2 buah transduser dengan sudut 45 ̊ pada permukaan bambu. Satu
buah transduser berfungsi sebagai pengirim (transmitter) signal gelombang bunyi
ultrasonik dan transduser lainnya berfungsi sebagai penerima signal gelombang
bunyi ultrasonik (receiver). Pengujian dilakukan pada bagian bambu bagian ruasruas, ruas-buku, dan buku-buku (Gambar 2)
Ruas
Buku
45 ̊
̊

Tranduser

SylvatestDuo®
Gambar 2 Penempatan tranduser pada bagian bambu (a) ruas-ruas, (b) ruas-buku,
dan (c) buku-buku

5

4
Nilai yang diperoleh dari pengujian ini berupa waktu rambatan dan
kecepatan gelombang bunyi ultrasonik. Nilai modulus elastisitas diperoleh
melalui persamaan:
MOEus =

χ Vus 2
g

dimana MOE adalah modulus elastisitas kecepatan gelombang bunyi
ultrasonik (kg/cm2), ρ adalah kerapatan bambu (kg/cm3), Vus adalah kecepatan
rambat gelombang ultrasonik (m/det), dan g adalah percepatan gravitasi bumi (9.8
m/det2).
Pengujian Statis Lentur
Pengujian statis lentur dilakukan pada alat uji mekanis. Bambu yang diuji
sepanjang 250 cm. Pengujian dilakukan dengan cara pembebanan 2 titik atau two
point loading (TPL). Jarak sangga adalah 100 cm dengan dudukan bambu pada
kedua ujungnya untuk kestabilan posisi saat pengujian (Gambar 3). Pengujian
bambu utuh dilakukan mengacu pada ISO 22157-1. Nilai sifat mekanis lentur
bambu yang diuji terdiri atas modulus elastisitas statis (MOEs) dan kekuatan
lentur (MOR) bambu. Nilai tersebut dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
MOEs =
MOR=

23 χ � χ 3

1296 χ � χ ��

P max χ L χ D
12 I b

�� = [ �4 − (� − 2 )4 ]

dimana MOEs adalah modulus elastisitas statis (kg/cm2), F adalah perubahan
beban dibawah batas proporsi (kg), L adalah panjang bentang (cm), σ adalah
tengah bentang (cm), �� adalah momen inersia (cm) dan MOR adalah modulus
patah (kg/cm2), Pmax adalah beban maksimum (kg), D adalah diameter luar (cm),
dan t adalah tebal dinding (cm).
Beban
½P

½P

80 cm
L
Gambar 3 Pengujian two point loading berdasarkan metode uji mekanis.

5

Sifat Fisis Kerapatan dan Kadar Air Bambu
Kerapatan dan kadar air dilakukan pada bilah bambu yang berukuran 3 cm χ
2 cm χ tebal dinding. Pada setiap bambu dilakukan pengujian pada bagian ruas
dan buku masing-masing 3 kali pengulangan. Contoh uji kemudian dihitung dan
diukur dimensinya, lalu dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 103 ± 2 ̊ C untuk
memperoleh berat kering tanur. Kerapatan dan kadar air ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut:
Kr (g/cm3) =
KA (%) =



χ 100

dimana Kr adalah kerapatan (g/cm3), BKU adalah berat kering udara (g), VKU
adalah volume kering udara (cm3), KA adalah kadar air (%), BA adalah berat awal
(g), dan BKT adalah berat kering tanur (g).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik bambu
Bambu utuh penelitian memiliki karakteristik jarak antar buku sepanjang
48 cm untuk bambu andong dan 38 cm untuk bambu betung. Sementara itu,
sepanjang 600 cm terdapat 15 buku dan 18 buku masing-masing untuk bambu
andong dan bambu betung, atau sebanyak 2.50 buku untuk bambu andong dan 3
buku untuk bambu betung sepanjang 100 cm.
Tabel 1 Karakteristik bambu
Keterangan
Bambu andong
(n= 10)
Bambu betung
(n= 10)

Panjang bambu
(cm)

Jarak antar buku
(cm)

Jumlah
buku

600

48

15

600

38

18

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa jarak antar buku (ruas)
bambu andong (Gigantochloa psedoarundinaceae) lebih panjang dibandingkan
dengan bambu betung (Dendrocalamus asper). Sementara itu, jumlah buku
bambu andong lebih sedikit dibandingkan dengan bambu betung. Morisco (1999)
menyebutkan bahwa karakteristik bambu betung memiliki jarak antar buku
berkisar antara 30–60 cm.
Pada diameter bambu, rata-rata diameter luar bambu andong sebesar 9.18
cm dan bambu betung sebesar 11.31 cm. Untuk diameter dalam bambu, rata-rata
diameter bambu andong dan bambu betung masing-masing sebesar 6.76 cm dan
7.44 cm (Tabel 2). Rasio diameter luar dan dalam bambu andong lebih kecil

6
dibandingkan bambu betung. Tebal dinding bambu yang diukur adalah bagian
pangkal dan ujung bambu dengan selisih tebal dinding bambu andong sebesar
1.03 cm dan bambu betung sebesar 1.83 cm. Hal ini menunjukkan bahwa diameter
dan tebal dinding bambu andong lebih kecil dibandingkan dengan bambu betung
(Tabel 2). Hal ini sejalan dengan pernyataan Morisco (1999) yang menyebutkan
bahwa bambu betung memiliki nilai diameter (6-15 cm) dan tebal dinding (1-1.5
cm).
Tabel 2 Sifat fisis bambu
Keterangan
Diameter (cm)
 Luar (L)
 Dalam (D)
 Rasio (L:D)
Tebal Dinding (cm)
 Pangkal (P)
 Ujung (U)
 Selisih (P:U)
Kerapatan (g/cm3)
 Ruas
 Buku
 Rata-rata
Kadar Air (%)
 Ruas
 Buku
 Rata-rata

Bambu andong

Bambu betung

9.18
6.76
2.42

11.30
7.44
3.86

1.37
0.70
1.03

2.10
1.57
1.83

0.52
0.55
0.53

0.68
0.71
0.70

9.44
12.77
11.10

10.85
11.98
11.42

Rata-rata kerapatan bambu andong dan bambu betung seperti disajikan pada
Tabel 2 menunjukkan bahwa bagian buku lebih besar dibandingkan bagian ruas.
Rata-rata kerapatan bambu andong sebesar 0.53 g/cm³ dan bambu betung sebesar
0.70 g/cm3. Haris (2008) melaporkan kerapatan bambu andong (0.75 g/cm3) lebih
kecil dibandingkan dengan bambu betung (0.86 g/cm³). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tebal dinding bambu andong lebih kecil dibandingkan
dengan bambu betung. Hal ini diduga terkait dengan nilai kerapatan yang
dihasilkan. Lestari (2004) menyebutkan nilai kerapatan bambu andong yang kecil
dikarenakan pengaruh tebal dinding yang kecil.
Nilai rata-rata kadar air bambu yang dihasilkan yaitu sebesar 11.10% untuk
bambu andong dan 11.42% untuk bambu betung (Tabel 2). Hal ini menunjukkan
bahwa kadar air bambu andong lebih kecil dibandingkan dengan bambu betung.
Kadar air tersebut sesuai dengan ISO 22157 (2004) tentang persyaratan kadar air
untuk pengujian sifat mekanika bambu dengan nilai ± 12%.

7

Pemilahan Bambu
a. Berdasarkan Metode Defleksi
Pemilahan berdasarkan metode defleksi ini sistem pembebanan yaitu dengan
one point loading (OPL) atau pembebanan terpusat di tengah contoh uji. Nilai
rata-rata MOEp (Modulus of elasticity panter) pada bambu andong sebesar 81673
kg/cm2 [Standar deviasi (SD) ± 23139 kg/cm2] dan bambu betung 104188 kg/cm2
(SD ± 35667 kg/cm2) (Gambar 4).
140000

104188

MOEp (kg/cm²)

120000
100000

81673

80000
60000
40000
20000
0
Bambu andong

Bambu betung

Gambar 4 Rata-rata MOEp berdasarkan metode defleksi
Rata-rata MOEp pada bambu andong lebih kecil 0.78 kali daripada bambu
betung diduga karena karakteristik bambu andong berupa diameter, tebal dinding,
dan jumlah buku lebih kecil daripada bambu betung. Bahtiar (2015) menyebutkan
bahwa MOE rata-rata bambu andong bagian ujung, tengah, dan pangkal adalah
sebesar 60266 kg/cm2.
b. Berdasarkan Kecepatan Gelombang Bunyi Ultrasonik
Pengujian dilakukan pada variasi panjang 500 cm, 350 cm, dan 250 cm.
Rata-rata nilai kecepatan gelombang bunyi ultrasonik pada masing-masing variasi
panjang (Gambar 5a) untuk bambu andong sepanjang 500 cm sebesar 5969 m/det
(SD ± 358 m/det), 350 cm sebesar 6105 m/det (SD ± 225 m/det), dan 250 cm
sebesar 6895 m/det (SD ± 561 m/det). Sementara itu, kecepatan gelombang
bunyi bambu betung variasi panjang 500 cm, 350 cm, dan 250 cmmasing-masing
sebesar 5352 m/det (SD ± 243 m/det), 5552 m/det (SD ± 438 m/det), dan 6273
m/det (SD ± 325 m/det) (Gambar 5b).

Panjang 250 cm

Panjang 350 cm

Rata-rata

Buku-buku

Ruas-buku

Ruas-ruas

Rata-rata

Buku-buku

Ruas-buku

5939 6132 6243 6105 5849 6011 6046 5969

Ruas-ruas

Ruas-buku

Rata-rata

7166 6895
6626 6894

Buku-buku

8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0

Ruas-ruas

V (m/det)

8

Panjang 500 cm

a. Bambu andong

8000
7000

6297 6418 6273

5395 5548

5713 5552

5256 5372 5427 5352

5000
4000
3000
2000
1000

Panjang 250 cm

Panjang 350 cm
b. Bambu betung

Panjang 500 cm

Rata-rata

Buku-buku

Ruas-buku

Ruas-ruas

Rata-rata

Buku-buku

Ruas-buku

Ruas-ruas

Rata-rata

Buku-buku

Ruas-buku

0
Ruas-ruas

V (m/det)

6000

6105

Panjang 250 cm

Panjang 350 cm

3898

3927

Rata-rata

3981

Ruas-buku

3902

Buku-buku

4022

Ruas-ruas

3983

Rata-rata

Ruas-buku

Ruas-ruas

Rata-rata

Buku-buku

3906 3869 3932 3902

Buku-buku

4046 4036

Ruas-buku

4300
4200
4100
4000
3900
3800
3700
3600

Ruas-ruas

E (m/v)

9

Panjang 500 cm

4064

4091

Panjang 250 cm

Panjang 350 cm

Ruas-buku

Ruas-ruas

Rata-rata

Buku-buku

Ruas-buku

3841 3855

Ruas-ruas

Rata-rata

Buku-buku

3907 3893 3854 3885

3754

3817

Rata-rata

4145

Buku-buku

4063

Ruas-buku

4300
4200
4100
4000
3900
3800
3700
3600

Ruas-ruas

E (m/v)

c. Bambu andong

Panjang 500 cm

d. Bambu betung

Gambar 5 Rata-rata kecepatan gelombang bunyi ultrasonik (a,b) dan
energi rambatan gelombang bunyi ultasonik (c,d).
Gambar 5 menunjukkan bahwa ukuran bambu yang semakin pendek maka
kecepatan gelombang bunyi ultrasonik akan semakin meningkat. Kecepatan
gelombang bunyi ultrasonik pada bagian buku-buku lebih besar dibandingkan
dengan bagiang ruas-ruas dan ruas-buku. Karlinasari et al. (2006) yang
menyebutkan bahwa semakin pendek contoh uji maka kecepatan gelombang
ultrasonik yang merambat akan semakin cepat. Hal ini berkaitan dengan
panjangnya wilayah yang harus dijangkau gelombang ultrasonik terhadap jarak
yang ditempuh. Sementara itu, untuk bagian ruas-ruas, ruas-buku, dan buku-buku
hubungan pengujian bagian buku-buku paling besar diduga karena tebal dinding
buku bambu sangat tebal daripada bagian ruas. Energi rambatan gelombang bunyi
ultrasonik bambu andong lebih besar dibandingkan bambu betung, Hal ini diduga

10

339

371
270

300

252

271

249

Ruas-ruas

311

Buku-buku

400

267

269

200
100

Panjang 250 cm

Panjang 350 cm

Buku-buku

Ruas-buku

Ruas-buku

Ruas-ruas

Buku-buku

Ruas-buku

0
Ruas-ruas

MOEus (x1000 kg/cm2)

berkaitan dengan kecepatan bambu andong yang lebih besar daripada bambu
betung.
Hasil dari nilai rata-rata MOEus (Modulus of elasticity ultrasonic) pada
Gambar 6a diketahui bambu andong dengan variasi panjang 500 cm adalah
sebesar 261765 kg/cm2 (SD ± 50697 kg/cm2), panjang 350 cm sebesar 264280
kg/cm2 (SD ± 47640 kg/cm2), dan panjang 250 cm sebesar 340280 kg/cm2 (SD ±
67873 kg/cm2). Nilai MOEus bambu betung variasi panjang 500 cm, 350 cm, dan
250 cm masing-masing sebesar 204418 kg/cm2 (SD ± 37847 kg/cm2), 223089
kg/cm2 (SD ± 48729 kg/cm2), dan 284518 kg/cm2 (SD ± 72161 kg/cm2) (Gambar
6b).

Panjang 500 cm

240

192

205

214

Buku-buku

225

Ruas-buku

204

Ruas-ruas

292

Buku-buku

300

268

Ruas-buku

294

Ruas-ruas

400

200
100

Buku-buku

Ruas-buku

0
Ruas-ruas

MOEus (x1000 kg/cm2)

a. Bambu andong

Panjang 250 cm

Panjang 350 cm
b. Bambu betung

Panjang 500 cm

MOEus (x1000 kg/cm²)

11

400

340
264

262

289

285
237

223

300

204
200
100

Rata-rata

Panjang 500 cm

Panjang 350 cm

Panjang 250 cm

Rata-rata

Panjang 500 cm

Panjang 350 cm

Panjang 250 cm

0

c. MOEus Bambu andong dan Bambu betung
Gambar 6 (a,b,c) Rata-rata MOEus Bambu andong dan Bambu betung.
Gambar 6 menunjukkan bahwa MOEus bambu andong dan bambu betung
paling tinggi terdapat pada variasi panjang 250 cm. Menurut Mardikanto et al.
(2011) menyatakan bahwa suatu bahan akan semakin kaku apabila batang bentang
diperkecil. MOEus pada bagian buku-buku lebih besar dibandingkan pada bagian
ruas-buku dan ruas-ruas. Hal ini diduga karena pada bagian buku memiliki
kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan pada bagian ruas. Nilai MOEus pada
bambu andong lebih besar 1.22 kali daripada bambu betung, hal ini diduga karena
bambu andong memiliki karakteristik berupa jarak antar buku (ruas) lebih
panjang dan jumlah buku lebih sedikit, sehingga energi lebih besar dibandingkan
bambu betung (Gambar 5 c,d).
Pengujian statis lentur
Pada pengujian statis lentur contoh uji yang digunakan hanya untuk
panjang 250 cm. Kekakuan statis lentur atau MOEs (Modulus of elasticity statis)
pada bambu andong sebesar 77179 kg/cm2 (SD ± 24784 kg/cm2) dan bambu
betung sebesar 103234 kg/cm2 (SD ± 31591 kg/cm2).

12
140000

MOEs (kg/cm2)

120000
100000

103234
77179

80000
60000

40000
20000
0
Bambu andong

Bambu betung

Gambar 7 Rata-rata MOEs berdasarkan pengujian statis lentur
Gambar 7 menunjukkan rata-rata MOEs bambu andong lebih kecil 0.75 kali
dibandingkan dengan bambu betung. Idris et al. (1980) dan Aenudin (1995)
menyebutkan bambu andong memiliki nilai MOE sebesar 96616-121395 kg/cm2
dan bambu betung sebesar 131192 kg/cm2.
Modulus patah (MOR) merupakan ukuran kekuatan suatu bambu pada saat
menerima beban maksimum yang menyebabkan terjadinya kerusakan. Rata-rata
nilai MOR (Gambar 8) untuk bambu andong sebesar 425 kg/cm2 (SD ± 93
kg/cm2) dan bambu betung 611 kg/cm2 (SD ± 104 kg/cm2).
800
611
700
MOR (kg/cm2)

600
425
500

400
300
200
100
0
Bambu andong

Bambu Betung

Gambar 8 Rata-rata MOEs berdasarkan pengujian statis lentur
Rata-rata MOR bambu andong lebih kecil 0.69 kali dibandingkan dengan
bambu betung. Haris (2008) melaporkan bahwa nilai rata-rata MOR bambu
andong (837 kg/cm2) lebih kecil dibandingkan dengan bambu betung (912
kg/cm2). Dari nilai MOR yang dihasilkan dapat diketahui bahwa bambu betung
lebih kuat dalam menahan beban dibandingkan dengan bambu andong.

13

Perbandingan antara MOEp (Modulus of Elasticity panter), MOEus
(Modulus of Elasticity ulrasonic), dan MOEs (Modulus of Elasticity statis)
Nilai perbandingan antara kerapatan, modulus elastisitas defleksi, modulus
elastisitas kecepatan gelombang bunyi ultrasonik, dan modulus elastisitas statis
pada bambu dan kayu ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Perbandingan kerapatan dan modulus elastisitas bambu serta kayu
Kerapatan
Jenis
MOEp
MOEus
MOEs
Sumber
(g/cm3)
bahan
(kg/cm2)
(kg/cm2)
(kg/cm2)
Bambu
andong

0.53

81673

288775

77179

-

Bambu
betung

0.70

104188

237143

103234

-

Campuran
kayu

0.62

97500

187690

-

Azam RN
(2015)

Kayu
mangium

0.63

-

246544

80081

Karlinasari et
al. (2005)

Dari hasil penelitian diketahui MOEp dan MOEs bambu andong masingmasing sebesar 81673 kg/cm2 dan 77179 kg/cm2 atau memiliki nilai lebih kecil
0.76 kali dibandingkan bambu betung yang masing-masing sebesar 104188
kg/cm2 untuk (MOEp) dan 103234 kg/cm2 (MOEs). Akan tetapi, nilai MOEus
pada bambu andong sebesar 288775 kg/cm2 atau memiliki nilai lebih besar 1.22
kali dibandingkan dengan bambu betung 237143 kg/cm2. Hal ini diduga karena
karakteristik bambu andong memiliki jumlah buku yang lebih sedikit
dibandingkan dengan bambu betung, sehingga kecepatan gelombang bunyi
ultrasonik pada bambu andong lebih cepat.
Perbandingan nilai rata-rata MOE yang dihasilkan pada metode kecepatan
gelombang bunyi ultrasonik bambu andong memiliki nilai lebih besar
dibandingkan metode defleksi dan pengujian statis lentur baik bambu andong dan
betung. Pemilahan bambu menggunakan metode kecepatan gelombang ultrasonik
memiliki nilai MOE lebih besar 2.83 kali daripada pemilahan defleksi dan lebih
besar 2.91 kali dibandingkan pengujian statis lentur baik pada bambu andong
maupun bambu betung. Hal ini diduga pada metode kecepatan gelombang bunyi
ultrasonik tidak menggunakan pembebanan dibandingkan dengan pengujian statis
lentur. Rata-rata MOE berdasarkan jenis pembebanan yaitu one point loading
(metode defleksi) lebih besar 1.03 kali dibandingkan dengan two point loading
(pengujian statis lentur). Hal ini diduga karena pembebanan one point loading
dipengaruhi oleh gaya geser, sehingga nilai yang dihasilkan lebih kecil
dibandingkan dengan pembebanan menggunakan two point loading. Azam RN
(2015) dalam penelitiannya melaporkan campuran kayu dengan kerapatan 0.62
g/cm3 memiliki nilai MOEus 1.93 kali lebih besar daripada MOEp. Selanjutnya,
kayu mangium kerapatan 0.63 g/cm3 memiliki nilai MOEus lebih besar 3.08 kali
lebih besar daripada MOEs (Karlinasari et al. 2005). Hal tersebut menunjukkan

14
bahwa MOEus lebih besar dibandingkan MOEp dan MOEs baik bambu maupun
kayu.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Karakteristik bambu andong memiliki jumlah buku yang lebih sedikit dengan
jarak antar buku lebih panjang daripada bambu betung . Pada pengujian sifat fisis
bambu andong memiliki kerapatan dan kadar air lebih rendah dibandingkan
bambu betung. Pemilahan bambu menggunakan metode gelombang ultrasonik
memiliki nilai MOEus lebih besar 2.83 kali daripada pemilahan defleksi (MOEp)
dan lebih besar 2.91 kali dibandingkan pengujian statis lentur (MOEs) baik pada
bambu andong maupun bambu betung. Pemilahan bambu berdasarkan metode
defleksi, memiliki (MOEp) lebih besar 1.03 kali dibandingkan pengujian statis
lentur MOEs. Pada modulus patah (MOR) bambu andong lebih kecil 0.69 kali
dibandingkan dengan bambu betung.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemilahan bambu utuh
untuk jenis lain dan variasi panjang buluh bambu lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Aenudin. 1995. Beberapa sifat rekayasa balok laminasi bambu betung
(Dendrocalamus asper Schult F Backer ex Heyne) [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Azam RN. 2015. Variasi peletekan tranduser alat pengujian nondestruktif berbasis
gelombang ultrasonik pada balok lentur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Bahtiar ET. 2015. Keandalan bambu untuk material konstruksi hijau [disertasi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Haris A. 2008. Pengujian sifat fisis dan mekanis buluh bambu sebagai bahan
konstruksi menggunakan ISO 22157-1: 2004 [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Idris AA, Anita F, Purwito. 1980. Penelitian Bambu untuk Bahan Bangunan.
Bandung (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman.
[ISO] International Organization for Standardization. 2004. Part 1. ISO 22157
Bamboo determination of physical and mechanical properties.
Karlinasari L, Surjokusumo S, Hadi YS, Nugroho N. 2005. Nondestruktif testing
on six tropical woods using ultrasonic method. Di dalam: Dwianto W. Towards
Ecology and Economy Harmonization of Tropical Forest Resource; 2005 Agu
29-31; Bali, Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hal 109-119.

15

Karlinasari L, Surjokusumo S. Nugroho N. Hadi YS. 2006. Pengujian non
destruktif gelombang ultrasonik pada balok tiga jenis kayu. JTHH. 19(1): 19.
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Krisdianto, Sumarni G, Ismanto A. 2000. Sari Hasil Penelitian Bambu. Himpunan
Sari Hasil Penelitian Rotan dan Bambu. Bogor (ID): Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Dan Perkebunan Bogor.
Lestari B. 2004. Hubungan sifat anatomis terhadap sifat fisis dan mekanis Bambu
Betung (Dendrocalamus asper Backer) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Mardikanto TR, Karlinasari L, Bahtiar ET. 2011. Sifat Mekanis Kayu. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor Press.
Morisco. 1999. Rekayasa Bambu. Yogyakarta (ID): UGM Press.

16
Lampiran 1 Karakteristik bambu
Diameter (cm)
Jenis bambu

Bambu andong

Bambu betung

Pangkal

Tebal dinding (cm)
Ujung

Dalam

Luar

7,99

6,77

9,18

0,48

0,53

0,48

0,68

6,45

7,87

6,58

7,05

7,43

7,84

12,69

7,05

9,92

7,44

11,31

0,91
11,65

2,43
19,14

1,27
18,00

1,96
19,70

0,83
11,21

2,11
18,70

Dalam

Luar

Dalam

Luar

Rata-rata

7,41

10,85

6,12

SD

0,77

0,70

CV %

10,37

Rata-rata
SD
CV %

Keterangan: SD
CV (%)

= Standar deviasi
= Koefisien variasi

Lampiran 2 MOE hasil pengujian bambu utuh berdasarkan metode defleksi
Jenis bambu
Rata-rata
Bambu andong

SD
CV %
Rata-rata

Bambu betung

SD
CV %

Keterangan: P
Y
Y*
SD
CV(%)

P (20kg)
Y
Y*
11,58 0,23
3,97
0,08
34,27 34,27
4,35
0,09
2,42
0,05
55,65 55,65

P (25kg)
Y
Y*
14,92 0,29
4,65
0,09
31,16 31,16
6,87
0,13
4,97
0,10
72,43 72,43

= beban (kg)
= defleksi (cm)
= defleksi sebenarnya (cm)
= Standar deviasi (kg/cm2)
= Koefisien variasi

P (30kg)
Y
17,95
5,19
28,94
8,03
5,80
72,25

Y*
0,35
0,10
28,94
0,16
0,11
72,25

MOE
kg/cm2
81.673
23.139
28,33
104.188
35.667
34,23

17

Lampiran 3 MOE hasil pengujian bambu utuh berdasarkan kecepatan gelombang
bunyi ultrasonik

Bambu andong

500 cm
350cm
250 cm
rata-rata
SD
CV %

Kecepatan
(m/det)
5969
6105
6895
6323
500
7.90

Bambu betung

500 cm
350cm
250 cm
rata-rata
SD
CV %

5352
5552
6273
5725
484.43
8.46

Jenis bambu

Keterangan:

Panjang Bambu

SD
CV (%)

= Standar deviasi (kg/cm2)
= Koefisien variasi

Energi
(m/v)
3927
4022
3902
3950
63.31
1.60

MOEus
(kg/cm2)
261765
264280
340280
288775
44622
15.45

3817
4091
3885
3931
142.68
3.63

204418
264280
1284518
237342
41908
17.65

Lampiran 4 MOE dan MOR pengujian bambu utuh berdasarkan pengujian statis
lentur
Jenis bambu
Bambu
andong

Bambu
betung
Keterangan:

Ratarata
SD
CV %
Ratarata
SD
CV %

SD
CV(%)
Pmax
Ib
MOR*
MOE*

Pmax
(kg)

Ib
(cm4)

MOR*
(kg/cm2)

MOE*
(kg/cm2)

517,25

242,00

424,56

77178,53

130,77
25,28

85,08
35,16

92,62
21,82

24784,00
32,11

1376,01

657,40

611,38

103234,13

878,31
63,83

568,09
86,41

104,00
17,01

31591,25
30,60

= Standar deviasi
= Koefisien variasi
= Beban maksimum (kg)
= momen inersia (cm4)
= Modulus patah (kg/cm2)
= Modulus elastisitas (kg/cm2)

18

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 25 April 1993 sebagai anak
kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Winasis dan Ibu Sunarlik. Tahun 2009
penulis lulus dari SMA Negeri 5 Malang dan pada tahun yang sama penulis lulus
seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur ujian tertulis SNMPTN
dengan mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan.
Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan penulis mengikuti
beberapa kegiatan praktek lapang antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem
Hutan (PPEH) di Pangandaran dan Gunung Sawal Ciamis pada tahun 2013,
Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) pada beberapa lokasi Hutan Pendidikan
Gunung Walat, KPH Cianjur, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan
Pabrik pengelolaan Gondorukem dan Terpentin (PGT) Sindangwangi pada tahun
2014, dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Balai Pengembangan Teknologi
Perumahan Tradisional, Bali. Penulis aktif mengikuti organisasi dan kepanitiaan
antara lain pernah menjadi anggota Divisi Internal 2012/2013, Anggota Divisi
Kewirausahaan 2013/2014, Kepala Divisi Acara Himasiltan Care 2013, Kepala
Keamanan 6th dan Anggota Komisi Disiplin KOMPAK 2013.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di
Intitut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pemilahan Bambu Utuh untuk Jenis Bambu Andong
(Gigantochloa psedoarundinaceae) dan Bambu Betung (Dendrocalamus asper)”
dibawah bimbingan Dr Ir Naresworo Nugroho, MS selaku pembimbing pertama
dan Dr Lina Karlinasari, SHut MSc Ftrop selaku pembimbing kedua.