Pengukuran Daya Serap Karbon Dioksida Menggunakan Kurva Sinusoidal pada Tiga Jenis Bambu.
PENGUKURAN DAYA SERAP KARBON DIOKSIDA
MENGGUNAKAN KURVA SINUSOIDAL
PADA TIGA JENIS BAMBU
EKA SATRIA PERMANA PUTRA
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengukuran Daya Serap
Karbon Dioksida Menggunakan Kurva Sinusoidal pada Tiga Jenis Bambu adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Eka Satria Permana Putra
NIM E24080090
ABSTRAK
EKA SATRIA PERMANA PUTRA. Pengukuran Daya Serap Karbon Dioksida
Menggunakan Kurva Sinusoidal pada Tiga Jenis Bambu. Dibimbing oleh
NARESWORO NUGROHO dan ANNE CAROLINA.
Perubahan iklim adalah dampak dari meningkatnya kadar CO2 di udara yang
dapat dikurangi dengan penanaman tumbuhan hijau yang mempunyai afinitas
tinggi terhadap CO2 salah satunya adalah bambu. Pada penelitian ini dihitung
besarnya daya serap CO2 menggunakan persamaan sinusoidal pada tiga jenis
bambu. Sampel yang diambil adalah daun Bambu Tali, Ampel dan Mayan yang
berumur muda, dewasa, tua. Besarnya serapan CO2 oleh bambu tersebut
sebanding dengan massa karbohidrat yang terbentuk selama proses fotosintesis.
Massa karbohidrat ini ditentukan dengan metode Cu-Nelson. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai massa karbohidrat dari ketiga jenis bambu melebihi
penyerapan CO2 dari pohon lambat tumbuh dan hampir mendekati pohon cepat
tumbuh. Ketiga jenis bambu dapat dijadikan pilihan dalam upaya pengurangan
perubahan iklim yang disebabkan oleh peningkatan CO2 di udara.
Kata kunci : Bambu Ampel, Bambu Mayan, Bambu Tali, daya serap CO2,
persamaan sinusoidal
ABSTRACT
EKA SATRIA PERMANA PUTRA Measuring Carbon Dioxide Sink of Three
Bamboo Species Using Sinusoidal Curves Fitting on its Daily Photosynthesis
Light Response. Supervised by NARESWORO NUGROHO and ANNE
CAROLINA.
Climate change are an effect from increase CO2 level in the air which can
be reduced by planting green plant that have higher affinity toward CO2 such as
bamboo. This research counted how much CO2 absorption using sinusoidal
equation at three bamboo species. Sample taken from Bambusa vulgaris,
Gigantochloa apus and Gigantochloa robusta leaves that were young, mature, and
old respectively. The amount of CO2 absorption by bamboo were comparable to
carbohydrate mass formed during the process of photosynthesis which calculated
by determining the carbohydrate using Cu-Nelson method. This research showed
that the mass value of carbohydrates from three bamboo species exceeds the CO2
absorption from slow growing species and almost close to fast growing species.
The three bamboo species can be optioned in climate change reduction efforts
caused an increase CO2 level in the air.
Keywords
: Bambusa vulgaris, CO2 absorption, Gigantochloa apus,
Gigantochloa robusta, sinusoidal equation
PENGUKURAN DAYA SERAP KARBON DIOKSIDA
MENGGUNAKAN KURVA SINUSOIDAL PADA TIGA JENIS
BAMBU
EKA SATRIA PERMANA PUTRA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Pengukuran Daya Serap Karbon Dioksida Menggunakan Kurva
Sinusoidal pada Tiga Jenis Bambu.
Nama
NIM
: Eka Satria Permana Putra
: E24080090
Disetujui oleh
Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS
Pembimbing I
Anne Carolina, S.Si, M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof.Dr Ir I. Wayan Darmawan, M.Sc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah
penyerapan karbon, dengan judul Pengukuran daya serap karbon dioksida
menggunakan kurva sinusoidal pada tiga jenis bambu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Naresworo Nugroho,
MS dan Ibu Anne Carolina, S.Si, M.Si selaku pembimbing, serta Bapak Effendi
Tri Bahtiar, S.Hut, M.Si yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima
kasih disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman
fahutan khususnya angkatan 45 atas dukungannya dan kepada seluruh staf dan
pegawai fahutan atas kelancaran pelaksanaan penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014
Eka Satria Permana Putra
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
1
2
METODE
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Metode Pengambilan Data Iklim Mikro
Metode Pengukuran Karbohidrat Bambu
Analisis Data
Massa Karbohidrat
Massa CO2
Daya Serap CO2 per Luas Sampel Daun (D)
Daya Serap CO2 Bersih per Luas Daun per Jam (Dt)
Daya Serap CO2 per Helai Daun per Jam (DI)
Daya Serap CO2 per Jenis Batang per Jam (Dn)
Daya Serap CO2 per Jenis Batang per Tahun (Dy)
Daya Serap CO2 per Rumpun per Tahun (Dyr)
2
2
2
2
2
3
3
4
4
5
5
5
6
6
HASIL dan PEMBAHASAN
Massa Karbohidrat
Massa CO2
Daya Serap CO2 per Luas Sampel Daun (D)
Daya Serap CO2 per Helai Daun per Jam (DI)
Daya Serap CO2 per Jenis Batang per Jam (Dn)
Daya Serap CO2 per Jenis Batang per Tahun (Dy)
Daya Serap CO2 per Rumpun per Tahun (Dyr)
8
9
19
20
21
22
23
24
SIMPULAN
25
SARAN
25
DAFTAR PUSTAKA
25
RIWAYAT HIDUP
46
DAFTAR TABEL
1 Uji Tingkat Kepentingan Pengubah Bebas Bambu Tali
2 Uji Tingkat Kepentingan Pengubah Bebas Bambu Ampel
3 Uji Tingkat Kepentingan Pengubah Bebas Bambu Mayan
4 Iklim Mikro
5 Massa Karbohidrat bersih per Hari
6 Daya Serap CO2 per Luas Daun
7 Daya Serap CO2 per Helai Daun per Jam
8 Daya Serap CO2 per Batang per Jam
9 Daya Serap CO2 per Batang per Tahun
10 Daya Serap CO2 per Rumpu per Tahun
11
12
13
17
20
21
22
23
24
24
DAFTAR GAMBAR
1 Prosedur Penelitian Daya Serap CO2 per Rumpun per Tahun
2 Grafik massa karbohidrat pada daun bambu Tali
3 Grafik kadar karbohidrat pada daun Bambu Ampel
4 Grafik kadar karbohidrat pada daun Bambu Mayan
5 Grafik kurva respon cahaya daun Bambu Tali secara keseluruhan
6 Grafik kurva respon cahaya daun Bambu Ampel secara keseluruhan
7 Grafik kurva respon cahaya daun Bambu Mayan secara keseluruhan
7
9
9
10
15
16
16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai Massa Karbohidrat Bambu Tali
2 Nilai Massa Karbohidrat Bambu Ampel
3 Nilai Massa Karbohidrat Bambu Mayan
4 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Muda Bambu Tali
5 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Dewasa Bambu Tali
6 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Tua Bambu Tali
7 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Muda Bambu Ampel
8 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Dewasa Bambu Ampel
9 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Tua Bambu Ampel
10 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Muda Bambu Mayan
11 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Dewasa Bambu Mayan
12 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Tua Bambu Mayan
13 Perhitungan Massa CO2 Pada Tiga Jenis Daun di Tiga Jenis Bambu
14 Nilai Standar Karbohidrat
15 Perhitungan Luas Daun
16 Gambar Contoh Daun Muda, Dewasa, dan Tua untuk Masing-masing Jenis
Daun
29
31
33
35
35
36
36
37
37
38
38
39
40
44
44
45
PENDAHULUAN
Latar belakang
Perubahan iklim merupakan isu global yang disebabkan oleh adanya
perubahan pada parameter iklim seperti suhu, curah hujan, kelembapan udara,
angin, kondisi awan, radiasi matahari maupun pemanasan global. Pemanasan
global terjadi karena peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (CO2, CO, CH4,
NO2) di atmosfer yang sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia. Dampak
perubahan iklim memberikan pengaruh yang cukup signifikan di berbagai sektor
seperti kehutanan, pertanian, kesehatan, perikanan, dan sektor lainnya. Indonesia
yang sudah rentan terhadap bencana alam ini akan menghadapi resiko yang lebih
besar lagi akibat dari perubahan iklim.
Tingginya peningkatan gas CO2 di atmosfer dapat dikurangi dengan
penanaman tumbuhan hijau yang mempunyai kemampuan tinggi dalam menyerap
gas CO2. Bambu adalah tanaman yang memiliki pertumbuhan yang cepat,
mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap gempa dan angin juga memiliki daur
yang pendek (4-5 tahun). Bambu termasuk dalam famili Poaceae yang memiliki
potensi menyerap CO2 lebih baik daripada pohon. Anggota famili ini umumnya
termasuk tumbuhan golongan C4, yaitu tumbuhan yang memiliki afinitas yang
tinggi terhadap CO2 di atmosfer terutama pada kondisi lingkungan yang kering,
suhu tinggi dan stomata daun tertutup sebagian. Tanaman C4 memiliki ketahanan
terhadap suhu yang tinggi yaitu dikisaran 30-47oC. Akan tetapi berdasarkan
struktur anatomi daunnya, bambu digolongkan pada tumbuhan C3. Hal ini
berkaitan dengan struktur penyusun daun yaitu perbandingan ukuran ikatan
pembuluh. Menurut Christin et al. (2013), ukuran dari jaringan lapisan ikatan
pembuluh dari tanaman C3 seperti halnya bambu, lebih kecil dari 15% dimana itu
adalah hasil dari kombinasi dari jarak terpendek antara lapisan ikatan pembuluh
dan lapisan ikatan pembuluh terbesar.
Bambu memiliki lebih dari 1 200 spesies dari 90 marga di seluruh dunia dan
di Indonesia diketahui terdapat 143 jenis bambu (Widjaja 2001). Pada penelitian
ini sampel yang diambil berasal dari daun Bambu Tali (Gigantochloa apus (Bl.
Ex Schult.f.) Kurz), Bambu Ampel (Bambusa vulgaris Schrad) dan Bambu
Mayan (Gigantochloa robusta Kurz) yang diperoleh dari Arboretum Miniatur
Hutan Tropis IPB. Bambu-bambu tersebut dipilih karena bambu ini umum
digunakan sebagai bahan konstruksi dan banyak ditanam oleh masyarakat. Daya
serap CO2 diukur menggunakan persamaan sinusoidal yang dinilai tepat
digunakan karena pada persamaan ini dihitung juga respirasi pada malam hari
sehingga data serapan karbon dioksida tidak ditafsir terlalu tinggi atau rendah.
Tujuan Penelitian
Menentukan besarnya daya serap CO2 di atmosfer oleh Bambu Tali, Bambu
Ampel dan Bambu Mayan dengan menggunakan kurva sinusoidal.
2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi besarnya daya serap CO2 di
atmosfer pada daun Bambu Tali, Bambu Ampel dan Bambu Mayan. Selain itu
juga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penanaman bambu untuk
mengatasi masalah peningkatan CO2 di atmosfer.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Arboretum Miniatur Hutan Tropis IPB untuk
pengambilan sampel daun, Laboratorium Kimia Hasil Hutan IPB sebagai tempat
persiapan contoh uji, dan Laboratorium Silvikultur IPB sebagai tempat uji analisis
karbohidrat. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2013.
Pengambilan sampel daun dilakukan selama 6 hari yaitu 2 hari pertama 3 jam
sekali, 2 hari berikutnya 4 jam sekali, dan 2 hari terakhir 6 jam sekali. Setiap 2
hari pengambilan sampel diberi selang 1 hari.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Lux light meter,
Environmental meter, tabung reaksi, pipet volume, erlenmeyer, hammer mill,
kertas saring, spektrofotometer (SpectroStar) dengan panjang gelombang 500 nm,
timbangan, oven, waterbath, kertas milimeter block, perangkat komputer dengan
software microsoft word, microsoft excel, Software Maple 13. Bahan baku yang
digunakan dalam penelitian ini diambil dari daun muda, dewasa dan tua dari
Bambu Tali, Bambu Ampel dan Bambu Mayan yang berasal dari Arboretum
Miniatur Hutan Tropis IPB Darmaga, sedangkan pereaksi yang digunakan untuk
analisis karbohidrat yaitu pereaksi Cu, pereaksi Nelson dan standar dekstrosa.
Metode Pengambilan Data Iklim Mikro
Data suhu, kelembapan dan intensitas cahaya diukur sebelum memasuki
tempat pengambilan sampel daun dan ketika berada di bawah naungan tempat
sampel diambil. Data suhu dan kelembapan diambil menggunakan Environmental
meter yang dibiarkan selama 15 menit kemudian data dicatat. Untuk data
intensitas cahaya digunakan alat Lux light meter, biarkan beberapa detik dan tulis
data tertingginya.
Metode Pengukuran Karbohidrat Bambu
Pengambilan sampel daun (muda, dewasa, tua) masing-masing 15 g
dikeringkan dalam oven ± 48 jam dengan suhu 60oC kemudian digiling dengan
hammermill. Sebanyak 0.2 g sampel dipanaskan dengan 20 ml HCl 0.7 N selama
2.5 jam dalam waterbath suhu 100oC. Sampel disaring kedalam labu ukur 100 ml
dan ditambahkan fenolmerah (pH 6.8 – 8.2). Berikutnya lakukan penetralan
dengan NaOH 1N sampai warna berubah menjadi merah muda kemudian
ditambahkan 5 ml ZnSO4 5% dan 5 ml Ba (OH)2 0.3 N dan akuades hingga tanda
tera 100 ml. Sebanyak 2 ml larutan sampel karbohidrat dan deret standar
kemudian ditambahkan 2 ml pereaksi Cu dan dipanaskan di waterbath selama 10
3
menit. Pereaksi Nelson sebanyak 2 ml ditambahkan kedalam larutan kemudian
dikocok dan dibiarkan selama 2 menit. Serapan sampel diukur dengan
spektofotometer dengan panjang gelombang 500 nm. Begitu juga terhadap deret
standar dilakukan hal yang sama seperti larutan sampel. Pereaksi Cu dan Nelson
dibuat mengacu pada Perumella et al. 1994. Deret standar karbohidrat dibuat
dengan cara melarutkan 0.0625 g dekstrosa dalam akuades sampai 250 ml,
kemudian dilakukan pengenceran sampai diperoleh konsentrasi 5, 10, 15, 20 dan
25 ppm.
Analisis Data
Massa Karbohidrat (Imansyah 2010, Putri et al. 2013)
Setelah diperoleh nilai serapan karbohidrat (A) selanjutnya dihitung
persentase karbohidrat (%KH). Nilai persentase karbohidrat yang didapat adalah
%KH dalam keadaan kering. Persentase karbohidrat kering (%KH kering)
dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan :
A : nilai serapan karbohidrat
S : rata-rata standar karbohidrat
Faktor pengenceran: 100/0.2 dan 6/2
Selanjutnya dihitung juga massa karbohidrat dalam daun segar (basah).
Massa karbohidrat dalam daun segar atau daun basah dihitung dengan rumus:
Massa karbohidrat = % KH X bobot basah daun (g)
dimana:
% KH basah =
KA (kadar air tiap jenis daun (%) =
Setelah diperoleh nilai massa karbohidrat bersih, dibuatlah kurva respon
cahaya yang didekati dengan model regresi linier berganda sebagai berikut:
Ŷ = A + BZ1 (X – 24(H – 1)) + CZ2(X – 24(H – 1) + DZ1 Sin (
) + EZ2 Sin
)
(Bahtiar et al. 2012)
Keterangan:
Ŷ
A
B, C, D, E
Z1
Z2
X
H
: Massa karbohidrat
: Konstanta
: Koefisien regresi
: Peubah boneka (bernilai 1 untuk siang dan 0 untuk malam)
: Peubah boneka (bernilai 0 untuk siang dan 1 untuk malam)
: Jam pengambilan sampel
: Hari pengambilan sampel setelah pengambilan hari pertama
4
Kurva respon cahaya mewakili hubungan antara fotosintesis bersih dari
daun-daun dengan radiasi matahari. Jika daun-daun terpapar untuk menaikkan
intensitas penerangan maka fiksasi CO2 akan meningkat ketika terkena cahaya
matahari dan akan meningkat secara bertahap hingga mencapai nilai
maksimumnya (Xu 2000). Berdasarkan model persamaan tersebut dilakukan
pengujian tingkat kepentingan peubah bebas untuk memperoleh model persamaan
yang terbaik. Pemilihan model persamaan terbaik adalah model regresi linier
berganda yang memiliki kelogisan model kurva respon cahaya antara peubah
bebas dengan tidak bebasnya. Pemilihan model hasil terbaik ditentukan dengan
mengetahui variabel-variabel bebas yang digunakan memiliki pengaruh yang
nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebasnya. Pada penelitian ini dipilih batas
nilai probabilitasnya setiap koefisien regresi sebesar P-value < 0.1. Setelah
dilakukan uji-t, kurva respon cahaya dipilih persamaan yang terbaik.
Untuk mengetahui massa karbohidrat fotosintesis pada siang hari yaitu
dengan cara menghitung luas daerah di bawah kurva:
Cf =
Keterangan:
Cf
: Total massa karbohidrat fotosintesis di siang hari
: 6 dan 18 merupakan selang waktu di siang hari
P
: Massa karbohidrat jam 6 pagi
Sedangkan untuk mengetahui massa karbohidrat respirasi pada malam hari
yaitu dengan cara menghitung luas daerah di atas kurva:
Cr=
Keterangan :
Cr
: Total massa karbohidrat respirasi malam hari
: 18 dan 30 merupakan selang waktu di malam hari
P
: Massa karbohidrat jam 6 pagi
A
: Massa karbohidrat di malam hari
Selanjutnya massa karbohidrat bersih diperoleh dari selisih massa
karbohidrat fotosintesis dikurangi massa karbohidrat respirasi:
Cnetto = Cf- Cr
Massa CO2
Massa karbohidrat bersih digunakan untuk mengetahui nilai massa CO2
yang dihitung dengan rumus:
Massa CO2 = Massa karbohidrat x 1.47
Daya Serap CO2 per Luas Sampel Daun (D)
Sebelum memperoleh nilai daya serap CO2 per luas sampel daun, perlu
diukur terlebih dahulu luas total 15 g daun dengan menggunakan kertas
5
millimeter. Luas kotak yang berisi lebih dari setengah bagian dianggap satu kotak.
Penentuan daya serap CO2 per luas sampel daun (D) menggunakan rumus:
D = Massa CO2 / Luas 15 g daun
Daya Serap CO2 Bersih per Luas Daun per Jam (Dt)
Dari nilai daya serap CO2 per luas daun per jam (Dt) yaitu dengan
menggunakan rumus :
Keterangan:
Dt
D
∆t
: daya serap bersih CO2 per luas daun per jam
: daya serap CO2 per luas sampel daun
: periode waktu pengambilan sampel dalam 1 hari 1 malam (24 jam)
Daya Serap CO2 per Helai Daun per Jam (DI)
Kemudian dihitung daya serap CO2 per helai daun per jam (DI) dengan
menggunakan rumus:
DI = Dt x luas per helai
Keterangan:
DI
: daya serap bersih CO2 per helai daun per jam
Dt
: daya serap bersih CO2 per luas daun
Daya Serap CO2 per Jenis Batang per Jam (Dn)
Penghitungan serapan CO2 memerlukan data tentang jumlah daun per
rumpun. Langkah-langkah penentuan jumlah daun per rumpun adalah sebagai
berikut: menghitung jumlah batang yang ada dalam satu rumpun,
mengelompokkan batang-batang tersebut berdasarkan ukurannya, memilih tiga
batang sampel setiap kelompok ukuran, mengalikan jumlah daun pada sampel
dengan jumlah sampel batang, menjumlahkan hasil kali tersebut sehingga didapat
jumlah total daun per batang. Nilai daya serap CO2 per jenis batang per jam (Dn)
diperoleh menggunakan rumus
Dn = (Nm x DIm) + (Nd x DId) + (Nt x DIt)
Keterangan:
Dn
: daya serap bersih CO2 per batang per jam
DI
: daya serap bersih CO2 per helai daun per jam
N
: jumlah daun dalam 1 batang
m
: muda
d
: dewasa
t
: tua
6
Daya Serap CO2 per Jenis Batang per Tahun (Dy)
Dari nilai daya serap CO2 per jenis batang per jam dapat ditentukan nilai
daya serap CO2 per jenis batang per tahun (Dy) dengan rumus:
Dy = [{Dn x 5.36} + {Dn x (12.07 – 5.36) x 0.46}] x 365
Keterangan:
Dy
: daya serap bersih CO2 per jenis batang per tahun
Dn
: daya serap bersih CO2 per jenis batang per jam
12.07 : nilai rata-rata penyinaran maksimum per hari (jam/hari) (Sitompul dan
Guritno 1995)
5.36 : nilai rata-rata penyinaran actual per hari di Bogor (jam/hari) (Abdullah
2000)
0.46 : perbandingan antara rata-rata per hari laju fotosintesis pada hari mendung
dengan hari cerah (Sitompul dan Guritno 1995)
365
: jumlah hari dalam satu tahun
Daya Serap CO2 per Rumpun per Tahun (Dyr)
Dari nilai daya serap CO2 per jenis batang per tahun diperoleh nilai daya
serap CO2 per rumpun per tahun (Dyr) dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Dyr = Kt x Dyt + Kd x Dyd
Keterangan:
Dyr
: daya serap CO2 per rumpun per tahun
Kt
: jumlah batang tua dalam satu rumpun
Kd
: jumlah batang dewasa dalam satu rumpun
Dyt
: daya serap CO2 batang tua per tahun
Dyd : daya serap CO2 batang dewasa per tahun
7
Pengambilan sampel daun (muda, dewasa, tua) masing-masing 15 g
-
Dioven ± 48 jam, T 60o C
Digiling (hammer mill)
Hidrolisis dengan HCl
Sampel uji karbohidrat
-
Analisis karbobohidrat dengan metode Cu-Nelson
menggunakan spektofotometer pada panjang
gelombang 500 nm
Massa karbohidrat
-
Analisis data
Kurva respon cahaya sinusoidal
Massa karbondioksida (CO2)
-
Diukur luas daun
Daya rosot CO2 per luas sampel daun (D)
Daya rosot CO2 bersih per luas daun per jam (Dt)
- Dihitung jumlah daun
Daya rosot CO2 per helai daun per jam (DI)
jam (DI)jumlah batang dalam satu rumpun
- Dihitung
Daya rosot CO2 per batang per jam (Dn)
- per
Dihitung
rosot CO
batangbesarnya
per jam daya
(Dn) rosot CO2 per batang per
tahun
Daya rosot CO2 per batang per tahun (Dy)
-
jam (DI)
Dihitung besarnya daya rosot CO2 per rumpun per
tahun
Daya rosot CO2 per rumpun per tahun (Dyn)
jam (DI)
Gambar 1 Prosedur penelitian daya serap CO2 per rumpun per tahun
8
Hasil dan Pembahasan
Tumbuhan yang mengandung zat hijau daun atau klorofil melakukan
metabolisme membentuk zat makanan karbohidrat. Tumbuhan ini melakukan
fotosintesis dengan menggunakan zat hara, CO2, dan air serta bantuan energi
cahaya matahari menghasilkan produk buangan berupa oksigen. Tumbuhan
melalui metabolismenya memiliki kemampuan untuk mengkonsumsi CO2 di
atmosfer dan mengubahnya menjadi bentuk energi yang bermanfaat bagi
kehidupan. Sebagian besar energi ini disimpan oleh tumbuhan dalam bentuk
biomassa dan sekitar 50% dari biomassa merupakan karbon (Salisbury dan Ross
1992). Di sisi lain CO2 merupakan salah satu gas rumah kaca (GRK) yang
diyakini memberi andil yang paling besar terhadap peningkatan rata-rata suhu
udara di dunia. Selain dari dampaknya yang negatif, CO2 adalah salah satu bahan
yang diperlukan bagi tumbuhan untuk melakukan fotosintesis. Sumber CO2 ini
sangat bervariasi, sehingga digolongkan menjadi 4 yaitu sumber bergerak (mobile
transportation), sumber tidak bergerak (stationary combustion), proses industri
(industrial processes) dan pembuangan sampah (solid waste disposal)
(Pradiptiyas et al. 2011).
Pengukuran daya serap CO2 pada Bambu Tali, Bambu Ampel dan Bambu
Mayan dilakukan dengan menghitung massa karbohidrat hasil fotosintesis secara
spektrofotometri Nilai massa karbohidrat yang dihasilkan oleh suatu tanaman
menunjukkan adanya penyerapan CO2 oleh tanaman tersebut. Persentase
karbohidrat berbanding lurus dengan massanya. Apabila persentase karbohidrat
tinggi, maka massa karbohidrat pun akan tinggi, demikian juga sebaliknya. Hal
tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1, semakin besar persen KH kering dan
basahnya makin besar nilai massa karbohidratnya. Pada saat pengujian di
laboratorium, kandungan karbohidrat dapat ditaksir melalui warna larutan
pengujian. Semakin pekat warna larutan, yaitu berwarna biru tua, semakin tinggi
serapannya yang terbaca pada alat spektrofotometer maka konsentrasi karbohidrat
juga semakin besar. Massa karbohidrat yang dihasilkan oleh daun Bambu Tali,
Bambu Ampel dan Bambu Mayan, diteliti dengan pengambilan sampel daun tua,
dewasa, muda yang dilakukan setiap 3 jam sekali untuk 2 hari pertama, 4 jam
sekali untuk 2 hari kedua, dan 6 jam sekali untuk 2 hari ketiga. Setiap 2 hari
pengamatan diberi selang satu hari.
Selain fotosintesis, tumbuhan melakukan proses respirasi di malam hari
dengan menyerap oksigen, maka untuk mengetahui kemampuan daya serap CO2
bersih tumbuhan, dilakukan pengambilan sampel pada malam hari untuk
mengetahui seberapa besar CO2 yang dilepaskan oleh daun. Respirasi pada
tumbuhan menyangkut proses pembebasan energi kimiawi menjadi energi yang
diperlukan untuk aktivitas hidup tumbuhan. Pada siang hari, laju proses
fotosintesis yang dilakukan tumbuhan sepuluh kali lebih besar dari laju respirasi.
Hal itu menyebabkan seluruh CO2 yang dihasilkan respirasi akan digunakan untuk
melakukan proses fotosintesis. Respirasi yang dilakukan tumbuhan menggunakan
sebagian oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis, sisanya akan berdifusi
ke udara melalui daun (Suyitno 2006).
9
Massa karbohidrat
Berdasarkan hasil penelitian terhadap tiga tipe daun pada tiga jenis bambu
dengan metode Cu-Nelson diuji menggunakan alat Spectrostar dengan panjang
gelombang 500 nm diperoleh nilai serapan karbohidrat (A).
Nilai Karbohidrat (g)
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
7
12
18
24
31
36
42
48
54
58
62
90
94
98
270
274
278
330
334
338
750
753
756
759
786
789
792
795
1038
1041
1044
1071
1074
1077
1080
1083
0.00
Lama Waktu Pengambilan (jam)
Massa Karbohidrat Daun Muda
Massa Karbohidrat Daun Dewasa
Massa Karbohidrat Daun Tua
Gambar 2 Grafik massa karbohidrat pada daun Bambu Tali
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
7
12
18
24
31
36
42
48
54
58
62
90
94
98
270
274
278
330
334
338
750
753
756
759
786
789
792
795
1038
1041
1044
1071
1074
1077
1080
1083
Nilai Karbohidrat (g)
0.25
Lama Waktu Pengambilan (jam)
Massa Karbohidrat Daun Muda
Massa Karbohidrat Daun Dewasa
Massa Karbohidrat Daun Tua
Gambar 3 Grafik kadar karbohidrat pada daun Bambu Ampel
10
Nilai Karbohidrat (g)
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
7
12
18
24
31
36
42
48
54
58
62
90
94
98
270
274
278
330
334
338
750
753
756
759
786
789
792
795
1038
1041
1044
1071
1074
1077
1080
1083
0.00
Lama Waktu Pengambilan (jam)
Massa Karbohidrat Daun Muda
Massa Karbohidrat Daun Dewasa
Massa Karbohidrat Daun Tua
Gambar 4 Grafik kadar karbohidrat pada daun Bambu Mayan
Nilai serapan karbohidrat (A) dimasukkan ke persamaan % karbohidrat
kering dan hasil perhitungan ini dimasukkan kembali ke persamaan % karbohidrat
basah. Nilai massa karbohidrat diperoleh dari perkalian antara % karbohidrat
basah terhadap bobot basah daun. Nilai lengkap serapan dapat dilihat di Lampiran
1 sampai 3.
Pada Gambar 2 sampai 4 dapat dilihat bahwa grafik berada di puncak pada
saat jam 12.00 ketika intensitas cahaya berada di puncaknya. Hal ini menunjukkan
bahwa proses produksi karbohidrat terjadi pada siang hari sesuai dengan
pernyataan Lakitan (1993) bahwa fiksasi CO2 maksimum terjadi pada tengah hari
ketika intensitas matahari mencapai puncaknya. Pada grafik Bambu Ampel
(Gambar 3) dengan jam pengambilan 10.00 hari ke 3, nilai massa karbohidratnya
lebih tinggi dibandingkan pada jam 14.00 pada hari yang sama. Hal ini terjadi
karena massa karbohidrat basah pada jam 10.00 lebih tinggi dibandingkan jam
14.00 seperti yang ditampilkan pada Lampiran 2. Berdasarkan data ini dapat
diprediksi bahwa pada jam 12.00 nilainya lebih tinggi lagi.
Berdasarkan data nilai massa karbohidrat, dibuatlah kurva respon cahaya
yang didekati dengan model regresi linier berganda yang ditunjukkan pada Tabel
1 sampai 3. Model tersebut kemudian dilakukan pengujian tingkat kepentingan
peubah bebas. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui peran masing-masing
pengubah bebas dalam persamaan dengan melihat nilai p (probability value atau
p-value). Penelitian ini menggunakan p-value ≤ 0,1 untuk setiap koefisien regresi.
Koefisien determinasi (R2) adalah ukuran dari besarnya keragaman peubah terikat
yang dapat diterangkan oleh keragaman peubah bebasnya. Perhitungan besarnya
Koefisien Determinasi (R2) bertujuan untuk melihat tingkat ketelitian dan keeratan
hubungan. Semakin besar nilai R2, semakin besar pula total keragaman yang dapat
diterangkan oleh model, sehingga diperoleh persamaan regresi yang semakin baik.
Model regresi linier berganda ini menggunakan empat koefisien regresi (B, C, D,
E) dan setelah dilakukan pengujian statistik dengan taraf nyata 10%, diperoleh
nilai p-value yang melebihi 10% tertinggi pada ketiga bambu adalah koefisien B
sehingga tidak berpengaruh nyata.
Tabel 1 Uji Tingkat Kepentingan Pengubah Bebas Bambu Tali
Model
1
2
3
4
Model regresi linier berganda
R2
(%)
Muda
y= 0.0520 -0.0009 Z1(X-24(H-1)) + 0,0012 Z2(X-24(H-1))
+0.1008 Z1sin(2 π(X-6)/24) + 0.0318 Z2sin(2 π (X-6)/24)
73.89
Dewasa
y= 0.0507 - 0.0001 Z1(X-24(H-1)) + 0.0014 Z2(X-24(H-1))
+0.1169 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0297 Z2sin(2 π (X-6)/24)
Tua
Jenis
daun
P value
A
B
C
D
E
0.000322
0.670572
0.066138
0.000211
0.031323
79.24
0.000701
0.955745
0.033405
5.94 x 10-5
0.052853
y= 0.0415 + 0.0015 Z1(X-24(H-1)) + 0.0011 Z2(X-24(H-1))
+ 0.1012 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0176 Z2sin(2 π (X-6)/24)
78.81
0.004608
0.519923
0.096925
0.000378
0.245633
Muda
y= 0.0482 + 0,0013 Z2(X-24(H-1)) +0.0924 Z1sin(2 π (X6)/24) + 0.0291 Z2sin(2 π (X-6)/24)
73.74
9.17 x 10-6
0.022196
1.26 x 10-7
0.025747
Dewasa
y= 0.0502 + 0.0014 Z2(X-24(H-1)) + 0.1157 Z1sin(2 π (X6)/24) + 0.0293 Z2sin(2 π (X-6)/24)
79.23
9.59 x 10-6
0.014637
3.01 x 10-9
0.030659
Tua
y= 0.0476 + 0.0009 Z2(X-24(H-1)) + 0.1147 Z1sin(2 π (X6)/24) + 0.0220 Z2sin(2 π (X-6)/24)
78.52
2.6 x 10-5
0.118153
5.07 x 10-9
0.105051
Muda
y= 0.03699 + 0,0011 Z2(X-24(H-1)) +0.1059 Z1sin(2 π (X6)/24)
69.25
9.19 x 10-5
0.064426
3.1 x 10-9
Dewasa
y= 0.03887 + 0.0012 Z2(X-24(H-1)) + 0.1293 Z1sin(2 π (X6)/24)
75.92
7.97 x 10-5
0.043027
7.26 x 10-11
Tua
y= 0.0391 + 0.0007 Z2(X-24(H-1)) + 0.1249 Z1sin(2 π (X6)/24)
76.66
5.76 x 10-5
0.199582
1.11 x 10-10
Muda
y= 0.0489+0.0915 Z1sin(2 π (X-6)/24)
65.84
4.71 x 10-10
1.94 x 10-9
Dewasa
y= 0.0525+ 0.1129 Z1sin(2 π (X-6)/24)
72.68
2.8 x 10-10
4.14 x 10-11
Tua
y= 0.0475+ 0.1148 Z1sin(2 π (X-6)/24)
75.44
8.24 x 10-10
6.65 x 10-12
11
Tabel 2 Uji Tingkat Kepentingan Pengubah Bebas Bambu Ampel
Model
1
2
3
4
Model regresi linier berganda
R2
(%)
Muda
Y= 0.0494 +0.0013 Z1(X-24(H-1)) + 0,0006 Z2(X-24(H-1))
+0.0681 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0192 Z2sin(2 π (X-6)/24)
87.65
Dewasa
Y= 0.0491 + 0.0004 Z1(X-24(H-1)) + 0.0009 Z2(X-24(H-1))
+0.0793 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0220 Z2sin(2 π (X-6)/24)
Tua
Jenis
daun
P value
A
B
C
D
E
2.6 x 10-7
0.306122
0.115984
3.42 x 10-5
0.026847
79.1
3.44 x 10-5
0.796824
0.076151
0.000218
0.056966
Y= 0.0495 + 0.0014 Z1(X-24(H-1)) + 0.0009 Z2(X-24(H-1))
+ 0.0706 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0195 Z2sin(2 π (X-6)/24)
80.56
2.36 x 10-5
0.395409
0.077878
0.000649
0.08463
Muda
Y= 0.0548 + 0,0004 Z2(X-24(H-1)) +0.0801 Z1sin(2 π (X6)/24) + 0.0231 Z2sin(2 π (X-6)/24)
87.22
1.9 x 10-11
0.209984
3.31 x 10-11
0.00379
Dewasa
Y= 0.0509 + 0.0008 Z2(X-24(H-1)) +0.0834 Z1sin(2 π (X6)/24) + 0.0233 Z2sin(2 π (X-6)/24)
79.06
5.2 x 10-8
0.058382
8.03 x 10-9
0.023455
Tua
Y= 0.0555 + 0.0007 Z2(X-24(H-1)) + 0.0837 Z1sin(2 π (X6)/24) + 0.0237 Z2sin(2 π (X-6)/24)
80.1
7.74 x 10-9
0.116422
6.3 x 10-9
0.020465
Muda
Y= 0.0586 +0.0756 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0215 Z2sin(2 π
(X-6)/24)
86.56
2.97 x 10-14
9.24 x 10-12
0.006249
Dewasa
Y= 0.0586 +0.0741 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0200 Z2sin(2 π
(X-6)/24)
76.53
1 x 10-10
2.01 x 10-8
0.054445
Tua
Y= 0.0617 + 0.0762 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0210 Z2sin(2 π
(X-6)/24)
78.48
1.49 x 10-11
6.66 x 10-9
0.039257
Muda
Y= 0.0486 +0.0876 Z1sin(2 π (X-6)/24)
83.09
6.75 x 10-16
1.12 x 10-14
Dewasa
Y= 0.0492 +0.0854 Z1sin(2 π (X-6)/24)
73.71
6.08 x 10-13
2.15 x 10-11
Tua
Y= 0.0519 + 0.0880 Z1sin(2 π (X-6)/24)
75.47
9.07 x 10-14
6.53 x 10-12
12
Tabel 3 Uji Tingkat Kepentingan Pengubah Bebas Bambu Mayan
Model
1
2
3
4
Model regresi linier berganda
R2
(%)
Muda
y = 0.0445 +0.0012 Z1(X-24(H-1)) + 0,0010 Z2(X-24(H-1))
+0.0954 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0144 Z2sin(2 π (X-6)/24)
80.45
Dewasa
y = 0.0502 + 0.0007 Z1(X-24(H-1)) + 0.0008 Z2(X-24(H-1))
+0.0967 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0193 Z2sin(2 π (X-6)/24)
Tua
Jenis
daun
P value
A
B
C
D
E
0.000718
0.544548
0.095452
0.000155
0.275402
79.81
0.000244
0.715726
0.15907
0.00017
0.155407
y = 0.0474 + 0.0017 Z1(X-24(H-1)) + 0.0010 Z2(X-24(H-1))
+ 0.0859 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0208 Z2sin(2 π (X-6)/24)
76.53
0.001403
0.44595
0.135864
0.00185
0.169965
Muda
y= 0.0495 + 0,0008 Z2(X-24(H-1)) +0.1064 Z1sin(2 π (X6)/24) + 0.0180 Z2sin(2 π (X-6)/24)
80.21
1.65 x 10-6
0.111603
1.29 x 10-9
0.126885
Dewasa
y= 0.0533 + 0.0007 Z2(X-24(H-1)) +0.1035 Z1sin(2 π (X6)/24) + 0.0215 Z2sin(2 π (X-6)/24)
79.72
6.34 x 10-7
0.155222
3.53 x 10-9
0.074957
Tua
y= 0.0546 + 0.0007 Z2(X-24(H-1)) + 0.1018 Z1sin(2 π (X6)/24) + 0.0259 Z2sin(2 π (X-6)/24)
76.08
3.05 x 10-6
0.192046
5.57 x 10-8
0.056991
Muda
y= 0.0571 +0.0974 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0148 Z2sin(2 π
(X-6)/24)
78.56
4.96 x 10-9
1.2 x 10-9
0.210087
Dewasa
y= 0.0601 +0.0953 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0187 Z2sin(2 π
(X-6)/24)
78.38
1.96 x 10-9
2.43 x 10-9
0.120973
Tua
y= 0.0616 + 0.0934 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0230 Z2sin(2 π
(X-6)/24)
74.76
1.28 x 10-8
4.01 x 10-8
0.088551
Muda
y= 0.0501 +0.1057 Z1sin(2 π (X-6)/24)
77.5
6.98 x 10-12
1.49 x 10-12
Dewasa
y= 0.0514 +0.1058 Z1sin(2 π (X-6)/24)
76.72
6.62 x 10-12
2.66 x 10-12
Tua
y= 0.0509 + 0.1063 Z1sin(2 π (X-6)/24)
72.4
1.66 x 10-10
4.94 x 10-11
13
14
Model regresi kedua dengan tiga koefisien regresi (C, D, E) diperoleh nilai
P-Value tertinggi lebih dari 0.1 pada koefisien E pada Bambu Tali, dan C pada
Bambu Ampel dan Mayan. Model regresi ketiga dengan 2 koefisien regresi (C, D)
untuk Bambu Tali dan (D, E) unruk Bambu Ampel juga Mayan diperoleh nilai PValue tertinggi lebih dari 0.1 pada koefisien C dan E pada Bambu Ampel juga
Mayan, sehingga koefisien D yang digunakan ke dalam model persamaan regresi
linier berganda untuk membuat kurva respon cahaya untuk setiap bambu. Kurva
cahaya pada level daun diukur untuk memperkirakan karbon dari seluruh tutupan
tajuk atau kanopi yang membutuhkan sebuah pemahaman tentang distribusi dari
kapasitas fotosintesis pada perbedaan kelas umur daun dan memiliki hubungan
terhadap cahaya di bawah tajuk (Xu 2000).
Nilai koefisien yang didapat dari pengujian di atas digunakan memprediksi
massa karbohidrat. Setelah diperoleh prediksi massa karbohidrat, data karbohidrat
yang diperoleh sebelumnya dibuat menjadi satu grafik seperti yang ditunjukkan
oleh Gambar 5 sampai 7. Grafik per daun per jenis lebih lengkap dapat dilihat di
Lampiran 4 sampai 12. Kurva sinusoidal mengalami kenaikan mulai jam 06.00
pagi hingga 12.00 siang. Hal ini menunjukkan terjadinya proses fotosintesis
maksimal yang dipengaruhi intensitas cahaya matahari yang tinggi pada rentang
jam 10.00 hingga 14.00 siang. Data intensitas cahaya dapat dilihat di Tabel 4.
Setelah rentang jam tersebut, terjadi penurunan pada kurva diiringi dengan
penurunan intensitas cahaya yang menyebabkan fotosintesis menurun sehingga
massa karbohidrat yang dihasilkan juga menurun. Pada malam hari yang dimulai
setelah jam 18.00 dimana cahaya mulai tidak terdapat cahaya, maka tidak terjadi
fotosintesis sehingga menyebabkan kurva sinusoidal di malam hari relatif stabil.
Respirasi yang lebih besar daripada sintesis karbohidrat di malam hari membuat
titik massa karbohidrat malam hari hingga jam 06.00 berada di bawah garis
prediksi massa karbohidrat. Titik massa karbohidrat pada sore hari lebih tinggi
dibandingkan dengan siang hari karena masih tersisanya radiasi sinar matahari
sehingga daun masih dapat melakukan fotosintesis.
Pada Gambar 5 dan Lampiran 4, kurva respon cahaya daun Bambu Tali
muda dapat diketahui bahwa massa karbohidrat tertinggi sebesar 0.206 g dan
terendah 0.027 g. Pada kurva respon cahaya daun dewasa (Lampiran 5), nilai
massa karbohidrat tertinggi adalah 0.212 g dan terendah 0.022 g. Untuk kurva
respon cahaya daun tua (Lampiran 6), nilai massa karbohidrat tertinggi adalah
0.224 g dan terendah 0.025 g.
Pada Gambar 6 dan Lampiran 7, kurva respon cahaya daun Bambu Ampel
muda dapat diketahui bahwa massa karbohidrat tertinggi sebesar 0.163 g dan
terendah 0.023 g. Pada kurva respon cahaya daun dewasa (Lampiran 8), nilai
massa karbohidrat tertinggi adalah 0.191 g dan terendah 0.028 g. Untuk kurva
respon cahaya daun tua (Lampiran 9), nilai massa karbohidrat tertinggi adalah
0.184 g dan terendah 0.031 g.
Pada Gambar 7 dan Lampiran 10, kurva respon cahaya daun Bambu Mayan
muda dapat diketahui bahwa massa karbohidrat tertinggi sebesar 0.197 g dan
terendah 0.026 g. Pada kurva respon cahaya daun dewasa (Lampiran 11), nilai
massa karbohidrat tertinggi adalah 0.211 g dan terendah 0.034 g. Untuk kurva
respon cahaya daun tua (Lampiran 12), nilai massa karbohidrat tertinggi adalah
0.214 g dan terendah 0.023 g.
Dari pengujian tingkat kepentingan pengubah bebas di atas diperoleh model persamaan yang menghasilkan grafik kurva respon
cahaya pada tiga jenis bambu seperti di bawah ini
Massa Karbohidrat (g)
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950 1000 1050 1100
Lama Waktu Pengambilan Sampel (Jam)
Massa Karbohidrat Estimasi Daun Tua
Massa Karbohidrat Estimasi Daun Dewasa
Massa Karbohidrat Estimasi Daun Muda
Massa Karbohidrat Daun Tua
Massa Karbohidrat Daun Dewasa
Massa Karbohidrat Daun Muda
Gambar 5 Grafik kurva respon cahaya daun Bambu Tali secara keseluruhan
15
Massa Karbohidrat (g)
0.2
0.1
0
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950
1000 1050 1100
Lama Waktu Pengambilan Sampel (Jam)
Massa Karbohidrat Estimasi Daun Tua
Massa Karbohidrat Estimasi Daun Dewasa
Massa Karbohidrat Estimasi Daun Muda
Massa Karbohidrat Daun Tua
Massa Karbohidrat Daun Dewasa
Massa Karbohidrat Daun Muda
Massa Karbohidrat (g)
Gambar 6 Grafik kurva respon cahaya daun Bambu Ampel secara keseluruhan
0.2
0.1
0
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950 1000 1050 1100
Lama Waktu Pengambilan Sampel (Jam)
Massa Karbohidrat Estimasi Daun Muda
Massa Karbohidrat Estimasi Daun Dewasa
Massa Karbohidrat Estimasi Daun Tua
Massa Karbohidrat Daun Muda
Massa Karbohidrat Daun Dewasa
Massa Karbohidrat Daun Tua
16
Gambar 7 Grafik kurva respon cahaya daun Bambu Mayan secara keseluruhan
17
Tabel 4 Iklim Mikro
No
Hari dan
tanggal
pengamatan
1
2
Jam
Tempat
pengamatan
(I/O)
(WIB)
06.15
O
Intensitas cahaya
Suhu
(°C)
Kelembapan
(%)
27.5
74.7
298
23.69
Cerah
lux
candela
Keterangan
06.45
I
22.8
93.8
207
16.46
Cerah
11.45
I
30.8
67.8
9 640
766.38
Tertutup awan
12.00
O
31.2
65.4
72 100
5 731.95
Cerah
18.00
O
26
89
166
13.20
Cerah
6
18.15
I
24.9
94
6.4
0.51
Cerah
7
23.45
I
26.6
94.3
0
0.00
Lampu jalan
8
24.00
O
26.4
93.7
1
0.08
Lampu jalan
9
06.15
O
27
75.4
302
24.01
Cerah
10
06.45
I
23
94
259
20.59
Cerah
11.45
O
33
64
73 980
5 881.41
Cerah
12.00
I
30
67
11 290
897.56
Cerah
18.00
O
26
86
230
18.29
Cerah
14
18.15
I
25
89
12
0.95
Cerah
15
23.45
O
25
92
0
0.00
Cerah
16
24.00
I
24
94.5
1
0.08
Lampu jalan
17
06.08
O
27.8
78.5
863
68.61
Setelah hujan
06.15
I
25.6
87.6
115
9.14
Setelah hujan
10.00
O
27.1
72.4
73 500
5 843.25
Cerah
10.15
I
29
69.5
937
74.49
Cerah
21
14.00
O
29.8
63.5
74 300
5 906.85
Cerah
22
14.05
I
30.9
58.5
1 550
123.23
Cerah
23
18.00
O
27
67.3
298
23.69
Cerah
18.15
I
26
74.2
11
0.87
Cerah
22.00
O
25
79.4
1
0.08
Lampu jalan
22.15
I
24
87.5
0
0.00
Cerah
27
02.00
O
24
89.1
1
0.08
Lampu jalan
28
02.15
92.9
77.6
0
566
Cerah
06.00
23
26.5
0.00
29
I
O
45.00
Setelah hujan
30
06.15
I
24.6
79.1
244
19.40
Setelah hujan
10.00
O
28.2
75.5
34 900
2 774.55
Cerah
10.15
I
29.1
69.5
1 630
129.59
Cerah
14.00
O
30.7
48.4
87 700
6 972.15
34
14.15
I
32.2
56.6
895
71.15
35
18.00
O
27.1
67
2 310
183.65
Cerah
Tertutupi
awan
Cerah
18.15
I
26.8
70.8
700
55.65
Cerah
22.00
O
25.6
78.7
1
0.08
Lampu jalan
22.15
I
24.5
86.4
0
0.00
Cerah
39
02.00
O
24.1
91
1
0.08
Lampu jalan
40
02.15
I
22.4
93.2
0
0.00
Cerah
3
4
5
Minggu,
10-2-2013 /
6 jam
11
12
13
Minggu,
11-2-2013 /
6 jam
18
19
20
selasa,
12-2-2013 /
4 jam
24
25
26
31
32
33
Rabu,
13-2-2013 /
/ 4 jam
Rabu,
20-2-2013 /
4 jam
36
37
38
Jumat,
22-2-2013 /
4 jam
18
Tabel 4 Iklim Mikro (lanjutan)
Hari dan
Jam
No
tanggal
pengamatan
pengamatan
(WIB)
41
06.00
Tempat
(I/O)
Suhu
(°C)
Intensitas cahaya
Kelembapan
(%)
lux
candela
Keterangan
O
25.3
81.6
521
41.42
Cerah
06.15
I
23.9
85.6
254
20.19
Cerah
09.00
O
31.3
46.7
51 500
4 094.25
Cerah
09.15
I
29.6
67.1
2 530
201.14
Cerah
45
12.00
O
35
33.6
115 900
9 214.05
Cerah
46
12.15
I
34.5
53.9
7 550
600.23
Cerah
47
15.00
O
31.6
38.2
11 430
908.69
Cerah
48
15.15
I
31.7
58.5
1 373
109.15
Cerah
49
18.00
O
30
64.2
729
57.96
Cerah
18.15
I
29.3
67.9
23
1.83
Cerah
21.00
O
27
74.7
1
0.08
Lampu jalan
21.15
I
25
79.9
0
0.00
Cerah
53
24.00
O
25.4
89.5
1
0.08
Lampu jalan
54
24.15
I
24.4
92.4
0
0.00
Cerah
55
03.00
O
23.2
92.4
1
0.08
Lampu jalan
56
03.15
I
O
0
830
Cerah
06.00
94.4
80
0.00
57
23
25.3
65.99
Cerah
58
06.15
I
24.5
88.2
220
17.49
Cerah
09.00
O
31
56
50 220
3 992.49
Cerah
09.15
I
29.8
67.4
3 400
270.30
Cerah
12.00
O
34
44
114 900
9 134.55
Terik
62
12.15
I
32.2
53.5
8 010
636.80
Cerah
63
15.00
O
33
46
12 030
956.39
Cerah
64
15.15
I
31.7
59.9
1 200
95.40
Cerah
65
18.00
O
30
60.3
670
53.27
Cerah
66
18.15
I
29.3
68
12
0.95
Cerah
21.00
O
27.9
70
1
0.08
Lampu jalan
21.15
I
27.3
79.2
0
0.00
Cerah
24.00
O
25.7
85
1
0.08
Lampu jalan
70
24.15
I
25.1
89.3
0
0.00
Cerah
71
03.00
O
24.8
90.2
1
0.08
Lampu jalan
72
03.15
I
24.5
91.2
0
0.00
Cerah
42
43
44
Rabu
20-3-2013 /
3jam
50
51
52
Kamis
21-3-2013 /
3 jam
59
60
61
Sabtu,
9-3-2013 /
3 jam
67
68
69
Minggu,
10-3-2013 /
3 jam
Keterangan :
I : Di bawah tegakan bambu
O
: Di luar tegakan bambu
19
Massa CO2
Nilai koefisien yang diperoleh dari regresi linier berganda pada Tabel 1
sampai 3 dipakai untuk menghitung luas daerah di bawah kurva untuk siang dan
malam hari. Perhitungan nilai koefisien ini terdapat di dalam Lampiran 13.
Setelah nilai total massa karbohidrat pada fotosintesis siang hari dan malam hari
diperoleh, maka untuk mendapatkan massa karbohidrat bersih adalah hasil
pengurangan dari total karbohidrat siang hari dengan malam hari. Fotosintesis
bersih terbesar adalah daun Bambu Tali tua (0.877 g). Fotosintesis malam bernilai
0 karena pada pengujian tingkat kepentingan pengubah bebas nilai P-value yang
diperoleh lebih dari 10% sehingga persamaan malam tidak terlalu berpengaruh.
Untuk mengetahui nilai massa CO2 bersih maka nilai fotosintesis bersih
dikalikan dengan 1.47. Besarnya nilai pengali ini diperoleh dari persamaan reaksi
fotosintesis. Satu mol karbohidrat setara dengan 6 mol CO2. Nilai massa CO2
bersih dapat dilihat pada Tabel 5. Massa CO2 bersih berbanding lurus dengan
fotosintesis bersih. Bila fotosintesis tinggi maka massa CO2 bersih juga akan
tinggi. Massa CO2 bersih tertinggi di semua jenis bambu adalah daun Bambu Tali
tua (1.289 g). Massa CO2 bersih tertinggi hingga terendah per jenis bambu
berbeda pada jenis Bambu Ampel. Untuk Bambu Tali dan Mayan berurutan dari
massa CO2 tertinggi adalah daun tua, daun dewasa, dan daun muda. Berbeda
untuk jenis Bambu Ampel yaitu daun tua, daun muda, dan daun dewasa. Hal ini
tidak sesuai dengan pernyataan Ehleringer dan Lin (1982), Lakitan (1993) bahwa
kemampuan daun untuk berfotosintesis meningkat pada awal pertumbuhan daun,
tetapi kemudian menurun, kadang sebelum daun tersebut berkembang penuh.
Pada penelitian ini, massa CO2 daun dewasa lebih tinggi dibandingkan daun
muda, bahkan daun tua lebih tinggi dibandingkan kedua umur daun yaitu dewasa
dan muda. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh cahaya dan suhu. Dengan
bertambahnya intensitas cahaya, bertambah kecepatan fotosintesis netto daun
yang terbuka dengan baik. Pada Tabel 4 mengenai iklim mikro, besarnya
intensitas cahaya yang diukur tidak seluruhnya ditangkap oleh daun, sehingga
menimbulkan perbedaan daya serap CO2. Perbedaan kondisi antara terbuka dan
ternaung yang menyebabkan hal ini terjadi. Daun yang berada di cabang yang
berbeda mempunyai luas daun dan kerapatan stomata yang berbeda juga
mengalami tingkat perkembangan yang berbeda (Xie dan Luo 2003). Suhu
optimal untuk menghasilkan fotosintesis netto tertinggi yaitu pada suhu 18-25oC
(Ehleringer dan Lin 1982). Fotosintesis bernilai positif dari rentang suhu antara 5-40oC. Suhu 40 oC adalah titik jenuh daun dalam memproduksi karbohidrat
karena pada titik ini, nilai fotosintesis dan respirasi sama besar sehingga
fotosintesis netto mendekati nol. Simpanan karbon pada daun harus berada di atas
nol pada masa hidupnya karena daun harus menyokong tidak hanya untuk
kebutuhan karbonnya saja akan tetapi seluruh bagian tanaman yang membutuhkan
untuk menyokong tajuk (termasuk kebutuhan dari membangun dan memelihara
sistem akar, sistem jaringan dan membantu pondasi tumbuhan (Reich et al. 2009).
Berdasarkan Tabel 4 dan 5, rentang suhu yang diukur adalah 22.4-34.5oC untuk
suhu di bawah tegakan bambu. Suhu tinggi dapat menyebabkan penurunan yang
drastis pada fotosintesis, kelakuan stomata, efisiensi energi pada proses
fotosintesis II, dan transportasi elektron (Xu et al. 2010). Hal ini juga didukung
oleh pernyataan Xu (2000) yaitu ketika temperatur meningkat, aktivitas tumbuhan
20
akan meningkat hingga mencapai suhu optimal dan kemudian menurun, ketika
mencapai suhu yang sangat tinggi maka tumbuhan akan mati.
Tabel 5 Massa Karbohidrat bersih per Hari
Daun
bambu
jenis
Tali
Ampel
Mayan
Fotosintesis
umur
daun
Muda
Dewasa
Tua
Muda
Dewasa
Tua
Muda
Dewasa
Tua
Siang
Malam
Netto
0.699
0.863
0.877
0.669
0.652
0.672
0.808
0.808
0.812
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.699
0.863
0.877
0.669
0.652
0.672
0.808
0.808
0.812
Massa
CO2
Bersih
(g)
1.028
1.268
1.289
0.984
0.959
0.988
1.187
1.188
1.194
Daya Serap CO2 per Luas Sampel Daun (D)
Data hasil perhitungan daya serap CO2 berdasarkan jenis daun bambu per
luas daun dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai ini membutuhkan luas total dari 15 g
daun. Dari 15 g daun bambu tersebut diambil yang mewakili daun terbesar dan
terkecil kemudian di rata-ratakan. Luas daun dihitung dengan menggunakan
kertas millimeter. Daya serap tanaman terhadap CO2 merupakan kemampuan
tanaman dalam menyerap sejumlah massa CO2, sedangkan daya serap CO2 per
luas daun merupakan kemampuan tanaman menyerap sejumlah massa CO2 per
luas daun. Daya serap CO2 per luas daun tidak selalu berbanding lurus dengan
massa CO2, karena adanya faktor pembagi yaitu luas sampel daun tanaman.
Semakin besar luas daun maka semakin kecil daya serap CO2 per cm2 daun dan
begitu juga sebaliknya, semakin kecil luas daun, maka semakin besar daya serap
CO2 per cm2.
21
Tabel 6 Daya Serap CO2 per Luas Daun
Daun
bambu
jenis
Tali
Ampel
Mayan
Jumlah
15 g
daun
(helai)
Luas
per
daun
(cm2)
Luas ratarata 15 g
daun (cm2)
Ketebalan
relatif
daun (103
g/cm2)
Daya
serap CO2
per luas
daun (10-4
g/cm2)
Muda
8.31
108.50
901.153
16.645
11.403
4.751
Dewasa
8.36
233.50
1 952.319
7.683
6.495
2.706
Tua
10.69
154.00
1 646.944
9.108
7.829
3.262
Muda
60.61
44.00
2 666.889
5.625
3.689
1.537
Dewasa
50.56
41.50
2 098.056
7.149
4.569
1.904
Tua
65.83
33.50
2 205.417
6.801
4.480
1.867
Muda
14.00
78.50
1 099.000
13.649
10.802
4.501
Dewasa
15.11
228.50
3 452.889
4.344
3.441
1.434
Tua
15.25
139.00
2 119.750
7.076
5.632
2.347
Umur
daun
Daya serap
CO2 per luas
daun per jam
(10-5
g/cm2/jam)
Daun bambu muda memiliki luas terkecil dibandingkan dengan daun
dewasa dan daun tua karena daun muda tersebut belum membuka secara
sempurna. Fotosintesis dan tingkah laku stomata berubah sesuai dengan umur,
meningkat drastis di awal pertumbuhan. Fotosintesis berada di puncaknya ketika
daun terbuka sempurna akibat dari perubahan biologis dari kloroplas yang telah
berkembang sempurna kemudian menurun karena pengurangan konsentrasi enzim
yang terlibat dalam setiap reaksi fotosintesis (Xie dan Luo 2003). Jumlah daun
terbanyak terdapat pada Bambu Ampel karena luas permukaan yang kecil
dibandingkan dengan yang lain. Ketebalan relatif daun juga memiliki pengaruh.
Seperti dapat dilihat pada Tabel 6 bahwa semakin besar ketebalan relatif semakin
besar daya serapnya. Pernyataan ini sesuai dengan Sitompul dan Guritno (1995)
menyatakan bahwa daun yang tebal akan memiliki kapasitas mengintersepsi
energi cahaya dan mereduksi CO2 yang lebih tinggi daripada daun yang tipis. Oleh
karenanya, semakin tinggi ketebalan daun maka penyerapan CO2 semakin
meningkat karena semakin aktif daun berfotosintesis. Diantara ketiga jenis bambu,
Bambu Tali adalah yang memiliki daya serap CO2 per luas daun tertinggi diikuti
oleh Bambu Mayan dan ampel. Bila berdasarkan umur daun maka daun muda
memiliki daya serap tertinggi diikuti oleh daun tua dan daun muda untuk jenis
Bambu Tali dan Bambu Mayan. Berbeda dengan Bambu Ampel. Pada Bambu
Ampel daun dewasa memiliki daya serap tertinggi diikuti oleh, daun tua dan daun
muda.
Daya Serap CO2 per Helai Daun per Jam (DI)
Daya serap CO2 per helai daun tidak selalu berbanding lurus dengan daya
serap CO2 per cm2, karena yang mempengaruhi adalah luas tiap helai daun.
Ukuran tiap helai daun berbeda pada tiap jenis daun. Ukuran luas daun dapat
dilihat pada Tabel 7.
22
Tabel 7 Daya Serap CO2 per Helai Daun per Jam
Daun
bambu
jenis
Tali
Ampel
Mayan
Umur
daun
Muda
Dewasa
Tua
Muda
Dewasa
Tua
Muda
Dewasa
Tua
Luas per
daun
(cm2)
108.50
233.50
154.00
44.00
41.50
33.50
78.50
228.50
139.00
Daya serap CO2 per
luas daun per jam
(10-5 g/cm2/jam)
Massa CO2 per helai
per jam
-4
(10 g/helai/jam)
4.751
2.706
3.262
1.537
1.904
1.867
4.501
1.434
2.347
51.549
63.194
50.237
6.763
7.901
6.254
35.331
32.764
32.619
Bambu Tali dan Bambu Mayan memiliki luas daun tertinggi pada umur
daun dewasa sedangkan Bambu Ampel memiliki luas daun tertinggi pada umur
daun muda. Untuk Bambu Tali dan mayan diperkirakan bahwa pertumbuhan daun
muda belumlah mencapai maksimal sehingga luasnya terkecil. Penyerapan CO2
yang tinggi tergantung pada tingkat perkembangan daun dan tanaman secara utuh
(Katny et al. 2005). Untuk Bambu Ampel, luas daun dewasa dan daun tua lebih
kecil dibandingkan dengan daun muda. Daun bambu ini mudah gugur
dibandingkan daun bambu lain yang diteliti sehingga untuk mendapatkan ukuran
terbesar dan terkecilnya dari daun dewasa dan daun tua sangat sulit. Nilai massa
CO2 per helai per jam yang tertinggi diperlihatkan oleh daun dewasa Bambu Tali
dan Ampel. Sementara itu daun muda Bambu Mayan memperlihatkan nilai massa
CO2 per helai per jam yang tertinggi.
Daya Serap CO2 per Batang per Jam (Dn)
Perhitungan daya serap CO2 per batang memerlukan data jumlah daun
dalam satu batang yang telah dikelomp
MENGGUNAKAN KURVA SINUSOIDAL
PADA TIGA JENIS BAMBU
EKA SATRIA PERMANA PUTRA
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengukuran Daya Serap
Karbon Dioksida Menggunakan Kurva Sinusoidal pada Tiga Jenis Bambu adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Eka Satria Permana Putra
NIM E24080090
ABSTRAK
EKA SATRIA PERMANA PUTRA. Pengukuran Daya Serap Karbon Dioksida
Menggunakan Kurva Sinusoidal pada Tiga Jenis Bambu. Dibimbing oleh
NARESWORO NUGROHO dan ANNE CAROLINA.
Perubahan iklim adalah dampak dari meningkatnya kadar CO2 di udara yang
dapat dikurangi dengan penanaman tumbuhan hijau yang mempunyai afinitas
tinggi terhadap CO2 salah satunya adalah bambu. Pada penelitian ini dihitung
besarnya daya serap CO2 menggunakan persamaan sinusoidal pada tiga jenis
bambu. Sampel yang diambil adalah daun Bambu Tali, Ampel dan Mayan yang
berumur muda, dewasa, tua. Besarnya serapan CO2 oleh bambu tersebut
sebanding dengan massa karbohidrat yang terbentuk selama proses fotosintesis.
Massa karbohidrat ini ditentukan dengan metode Cu-Nelson. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai massa karbohidrat dari ketiga jenis bambu melebihi
penyerapan CO2 dari pohon lambat tumbuh dan hampir mendekati pohon cepat
tumbuh. Ketiga jenis bambu dapat dijadikan pilihan dalam upaya pengurangan
perubahan iklim yang disebabkan oleh peningkatan CO2 di udara.
Kata kunci : Bambu Ampel, Bambu Mayan, Bambu Tali, daya serap CO2,
persamaan sinusoidal
ABSTRACT
EKA SATRIA PERMANA PUTRA Measuring Carbon Dioxide Sink of Three
Bamboo Species Using Sinusoidal Curves Fitting on its Daily Photosynthesis
Light Response. Supervised by NARESWORO NUGROHO and ANNE
CAROLINA.
Climate change are an effect from increase CO2 level in the air which can
be reduced by planting green plant that have higher affinity toward CO2 such as
bamboo. This research counted how much CO2 absorption using sinusoidal
equation at three bamboo species. Sample taken from Bambusa vulgaris,
Gigantochloa apus and Gigantochloa robusta leaves that were young, mature, and
old respectively. The amount of CO2 absorption by bamboo were comparable to
carbohydrate mass formed during the process of photosynthesis which calculated
by determining the carbohydrate using Cu-Nelson method. This research showed
that the mass value of carbohydrates from three bamboo species exceeds the CO2
absorption from slow growing species and almost close to fast growing species.
The three bamboo species can be optioned in climate change reduction efforts
caused an increase CO2 level in the air.
Keywords
: Bambusa vulgaris, CO2 absorption, Gigantochloa apus,
Gigantochloa robusta, sinusoidal equation
PENGUKURAN DAYA SERAP KARBON DIOKSIDA
MENGGUNAKAN KURVA SINUSOIDAL PADA TIGA JENIS
BAMBU
EKA SATRIA PERMANA PUTRA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Pengukuran Daya Serap Karbon Dioksida Menggunakan Kurva
Sinusoidal pada Tiga Jenis Bambu.
Nama
NIM
: Eka Satria Permana Putra
: E24080090
Disetujui oleh
Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS
Pembimbing I
Anne Carolina, S.Si, M.Si
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof.Dr Ir I. Wayan Darmawan, M.Sc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah
penyerapan karbon, dengan judul Pengukuran daya serap karbon dioksida
menggunakan kurva sinusoidal pada tiga jenis bambu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Naresworo Nugroho,
MS dan Ibu Anne Carolina, S.Si, M.Si selaku pembimbing, serta Bapak Effendi
Tri Bahtiar, S.Hut, M.Si yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima
kasih disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman
fahutan khususnya angkatan 45 atas dukungannya dan kepada seluruh staf dan
pegawai fahutan atas kelancaran pelaksanaan penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014
Eka Satria Permana Putra
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
1
2
METODE
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Metode Pengambilan Data Iklim Mikro
Metode Pengukuran Karbohidrat Bambu
Analisis Data
Massa Karbohidrat
Massa CO2
Daya Serap CO2 per Luas Sampel Daun (D)
Daya Serap CO2 Bersih per Luas Daun per Jam (Dt)
Daya Serap CO2 per Helai Daun per Jam (DI)
Daya Serap CO2 per Jenis Batang per Jam (Dn)
Daya Serap CO2 per Jenis Batang per Tahun (Dy)
Daya Serap CO2 per Rumpun per Tahun (Dyr)
2
2
2
2
2
3
3
4
4
5
5
5
6
6
HASIL dan PEMBAHASAN
Massa Karbohidrat
Massa CO2
Daya Serap CO2 per Luas Sampel Daun (D)
Daya Serap CO2 per Helai Daun per Jam (DI)
Daya Serap CO2 per Jenis Batang per Jam (Dn)
Daya Serap CO2 per Jenis Batang per Tahun (Dy)
Daya Serap CO2 per Rumpun per Tahun (Dyr)
8
9
19
20
21
22
23
24
SIMPULAN
25
SARAN
25
DAFTAR PUSTAKA
25
RIWAYAT HIDUP
46
DAFTAR TABEL
1 Uji Tingkat Kepentingan Pengubah Bebas Bambu Tali
2 Uji Tingkat Kepentingan Pengubah Bebas Bambu Ampel
3 Uji Tingkat Kepentingan Pengubah Bebas Bambu Mayan
4 Iklim Mikro
5 Massa Karbohidrat bersih per Hari
6 Daya Serap CO2 per Luas Daun
7 Daya Serap CO2 per Helai Daun per Jam
8 Daya Serap CO2 per Batang per Jam
9 Daya Serap CO2 per Batang per Tahun
10 Daya Serap CO2 per Rumpu per Tahun
11
12
13
17
20
21
22
23
24
24
DAFTAR GAMBAR
1 Prosedur Penelitian Daya Serap CO2 per Rumpun per Tahun
2 Grafik massa karbohidrat pada daun bambu Tali
3 Grafik kadar karbohidrat pada daun Bambu Ampel
4 Grafik kadar karbohidrat pada daun Bambu Mayan
5 Grafik kurva respon cahaya daun Bambu Tali secara keseluruhan
6 Grafik kurva respon cahaya daun Bambu Ampel secara keseluruhan
7 Grafik kurva respon cahaya daun Bambu Mayan secara keseluruhan
7
9
9
10
15
16
16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai Massa Karbohidrat Bambu Tali
2 Nilai Massa Karbohidrat Bambu Ampel
3 Nilai Massa Karbohidrat Bambu Mayan
4 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Muda Bambu Tali
5 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Dewasa Bambu Tali
6 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Tua Bambu Tali
7 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Muda Bambu Ampel
8 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Dewasa Bambu Ampel
9 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Tua Bambu Ampel
10 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Muda Bambu Mayan
11 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Dewasa Bambu Mayan
12 Grafik Kurva Respon Cahaya Daun Tua Bambu Mayan
13 Perhitungan Massa CO2 Pada Tiga Jenis Daun di Tiga Jenis Bambu
14 Nilai Standar Karbohidrat
15 Perhitungan Luas Daun
16 Gambar Contoh Daun Muda, Dewasa, dan Tua untuk Masing-masing Jenis
Daun
29
31
33
35
35
36
36
37
37
38
38
39
40
44
44
45
PENDAHULUAN
Latar belakang
Perubahan iklim merupakan isu global yang disebabkan oleh adanya
perubahan pada parameter iklim seperti suhu, curah hujan, kelembapan udara,
angin, kondisi awan, radiasi matahari maupun pemanasan global. Pemanasan
global terjadi karena peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (CO2, CO, CH4,
NO2) di atmosfer yang sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia. Dampak
perubahan iklim memberikan pengaruh yang cukup signifikan di berbagai sektor
seperti kehutanan, pertanian, kesehatan, perikanan, dan sektor lainnya. Indonesia
yang sudah rentan terhadap bencana alam ini akan menghadapi resiko yang lebih
besar lagi akibat dari perubahan iklim.
Tingginya peningkatan gas CO2 di atmosfer dapat dikurangi dengan
penanaman tumbuhan hijau yang mempunyai kemampuan tinggi dalam menyerap
gas CO2. Bambu adalah tanaman yang memiliki pertumbuhan yang cepat,
mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap gempa dan angin juga memiliki daur
yang pendek (4-5 tahun). Bambu termasuk dalam famili Poaceae yang memiliki
potensi menyerap CO2 lebih baik daripada pohon. Anggota famili ini umumnya
termasuk tumbuhan golongan C4, yaitu tumbuhan yang memiliki afinitas yang
tinggi terhadap CO2 di atmosfer terutama pada kondisi lingkungan yang kering,
suhu tinggi dan stomata daun tertutup sebagian. Tanaman C4 memiliki ketahanan
terhadap suhu yang tinggi yaitu dikisaran 30-47oC. Akan tetapi berdasarkan
struktur anatomi daunnya, bambu digolongkan pada tumbuhan C3. Hal ini
berkaitan dengan struktur penyusun daun yaitu perbandingan ukuran ikatan
pembuluh. Menurut Christin et al. (2013), ukuran dari jaringan lapisan ikatan
pembuluh dari tanaman C3 seperti halnya bambu, lebih kecil dari 15% dimana itu
adalah hasil dari kombinasi dari jarak terpendek antara lapisan ikatan pembuluh
dan lapisan ikatan pembuluh terbesar.
Bambu memiliki lebih dari 1 200 spesies dari 90 marga di seluruh dunia dan
di Indonesia diketahui terdapat 143 jenis bambu (Widjaja 2001). Pada penelitian
ini sampel yang diambil berasal dari daun Bambu Tali (Gigantochloa apus (Bl.
Ex Schult.f.) Kurz), Bambu Ampel (Bambusa vulgaris Schrad) dan Bambu
Mayan (Gigantochloa robusta Kurz) yang diperoleh dari Arboretum Miniatur
Hutan Tropis IPB. Bambu-bambu tersebut dipilih karena bambu ini umum
digunakan sebagai bahan konstruksi dan banyak ditanam oleh masyarakat. Daya
serap CO2 diukur menggunakan persamaan sinusoidal yang dinilai tepat
digunakan karena pada persamaan ini dihitung juga respirasi pada malam hari
sehingga data serapan karbon dioksida tidak ditafsir terlalu tinggi atau rendah.
Tujuan Penelitian
Menentukan besarnya daya serap CO2 di atmosfer oleh Bambu Tali, Bambu
Ampel dan Bambu Mayan dengan menggunakan kurva sinusoidal.
2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi besarnya daya serap CO2 di
atmosfer pada daun Bambu Tali, Bambu Ampel dan Bambu Mayan. Selain itu
juga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penanaman bambu untuk
mengatasi masalah peningkatan CO2 di atmosfer.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Arboretum Miniatur Hutan Tropis IPB untuk
pengambilan sampel daun, Laboratorium Kimia Hasil Hutan IPB sebagai tempat
persiapan contoh uji, dan Laboratorium Silvikultur IPB sebagai tempat uji analisis
karbohidrat. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2013.
Pengambilan sampel daun dilakukan selama 6 hari yaitu 2 hari pertama 3 jam
sekali, 2 hari berikutnya 4 jam sekali, dan 2 hari terakhir 6 jam sekali. Setiap 2
hari pengambilan sampel diberi selang 1 hari.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Lux light meter,
Environmental meter, tabung reaksi, pipet volume, erlenmeyer, hammer mill,
kertas saring, spektrofotometer (SpectroStar) dengan panjang gelombang 500 nm,
timbangan, oven, waterbath, kertas milimeter block, perangkat komputer dengan
software microsoft word, microsoft excel, Software Maple 13. Bahan baku yang
digunakan dalam penelitian ini diambil dari daun muda, dewasa dan tua dari
Bambu Tali, Bambu Ampel dan Bambu Mayan yang berasal dari Arboretum
Miniatur Hutan Tropis IPB Darmaga, sedangkan pereaksi yang digunakan untuk
analisis karbohidrat yaitu pereaksi Cu, pereaksi Nelson dan standar dekstrosa.
Metode Pengambilan Data Iklim Mikro
Data suhu, kelembapan dan intensitas cahaya diukur sebelum memasuki
tempat pengambilan sampel daun dan ketika berada di bawah naungan tempat
sampel diambil. Data suhu dan kelembapan diambil menggunakan Environmental
meter yang dibiarkan selama 15 menit kemudian data dicatat. Untuk data
intensitas cahaya digunakan alat Lux light meter, biarkan beberapa detik dan tulis
data tertingginya.
Metode Pengukuran Karbohidrat Bambu
Pengambilan sampel daun (muda, dewasa, tua) masing-masing 15 g
dikeringkan dalam oven ± 48 jam dengan suhu 60oC kemudian digiling dengan
hammermill. Sebanyak 0.2 g sampel dipanaskan dengan 20 ml HCl 0.7 N selama
2.5 jam dalam waterbath suhu 100oC. Sampel disaring kedalam labu ukur 100 ml
dan ditambahkan fenolmerah (pH 6.8 – 8.2). Berikutnya lakukan penetralan
dengan NaOH 1N sampai warna berubah menjadi merah muda kemudian
ditambahkan 5 ml ZnSO4 5% dan 5 ml Ba (OH)2 0.3 N dan akuades hingga tanda
tera 100 ml. Sebanyak 2 ml larutan sampel karbohidrat dan deret standar
kemudian ditambahkan 2 ml pereaksi Cu dan dipanaskan di waterbath selama 10
3
menit. Pereaksi Nelson sebanyak 2 ml ditambahkan kedalam larutan kemudian
dikocok dan dibiarkan selama 2 menit. Serapan sampel diukur dengan
spektofotometer dengan panjang gelombang 500 nm. Begitu juga terhadap deret
standar dilakukan hal yang sama seperti larutan sampel. Pereaksi Cu dan Nelson
dibuat mengacu pada Perumella et al. 1994. Deret standar karbohidrat dibuat
dengan cara melarutkan 0.0625 g dekstrosa dalam akuades sampai 250 ml,
kemudian dilakukan pengenceran sampai diperoleh konsentrasi 5, 10, 15, 20 dan
25 ppm.
Analisis Data
Massa Karbohidrat (Imansyah 2010, Putri et al. 2013)
Setelah diperoleh nilai serapan karbohidrat (A) selanjutnya dihitung
persentase karbohidrat (%KH). Nilai persentase karbohidrat yang didapat adalah
%KH dalam keadaan kering. Persentase karbohidrat kering (%KH kering)
dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan :
A : nilai serapan karbohidrat
S : rata-rata standar karbohidrat
Faktor pengenceran: 100/0.2 dan 6/2
Selanjutnya dihitung juga massa karbohidrat dalam daun segar (basah).
Massa karbohidrat dalam daun segar atau daun basah dihitung dengan rumus:
Massa karbohidrat = % KH X bobot basah daun (g)
dimana:
% KH basah =
KA (kadar air tiap jenis daun (%) =
Setelah diperoleh nilai massa karbohidrat bersih, dibuatlah kurva respon
cahaya yang didekati dengan model regresi linier berganda sebagai berikut:
Ŷ = A + BZ1 (X – 24(H – 1)) + CZ2(X – 24(H – 1) + DZ1 Sin (
) + EZ2 Sin
)
(Bahtiar et al. 2012)
Keterangan:
Ŷ
A
B, C, D, E
Z1
Z2
X
H
: Massa karbohidrat
: Konstanta
: Koefisien regresi
: Peubah boneka (bernilai 1 untuk siang dan 0 untuk malam)
: Peubah boneka (bernilai 0 untuk siang dan 1 untuk malam)
: Jam pengambilan sampel
: Hari pengambilan sampel setelah pengambilan hari pertama
4
Kurva respon cahaya mewakili hubungan antara fotosintesis bersih dari
daun-daun dengan radiasi matahari. Jika daun-daun terpapar untuk menaikkan
intensitas penerangan maka fiksasi CO2 akan meningkat ketika terkena cahaya
matahari dan akan meningkat secara bertahap hingga mencapai nilai
maksimumnya (Xu 2000). Berdasarkan model persamaan tersebut dilakukan
pengujian tingkat kepentingan peubah bebas untuk memperoleh model persamaan
yang terbaik. Pemilihan model persamaan terbaik adalah model regresi linier
berganda yang memiliki kelogisan model kurva respon cahaya antara peubah
bebas dengan tidak bebasnya. Pemilihan model hasil terbaik ditentukan dengan
mengetahui variabel-variabel bebas yang digunakan memiliki pengaruh yang
nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebasnya. Pada penelitian ini dipilih batas
nilai probabilitasnya setiap koefisien regresi sebesar P-value < 0.1. Setelah
dilakukan uji-t, kurva respon cahaya dipilih persamaan yang terbaik.
Untuk mengetahui massa karbohidrat fotosintesis pada siang hari yaitu
dengan cara menghitung luas daerah di bawah kurva:
Cf =
Keterangan:
Cf
: Total massa karbohidrat fotosintesis di siang hari
: 6 dan 18 merupakan selang waktu di siang hari
P
: Massa karbohidrat jam 6 pagi
Sedangkan untuk mengetahui massa karbohidrat respirasi pada malam hari
yaitu dengan cara menghitung luas daerah di atas kurva:
Cr=
Keterangan :
Cr
: Total massa karbohidrat respirasi malam hari
: 18 dan 30 merupakan selang waktu di malam hari
P
: Massa karbohidrat jam 6 pagi
A
: Massa karbohidrat di malam hari
Selanjutnya massa karbohidrat bersih diperoleh dari selisih massa
karbohidrat fotosintesis dikurangi massa karbohidrat respirasi:
Cnetto = Cf- Cr
Massa CO2
Massa karbohidrat bersih digunakan untuk mengetahui nilai massa CO2
yang dihitung dengan rumus:
Massa CO2 = Massa karbohidrat x 1.47
Daya Serap CO2 per Luas Sampel Daun (D)
Sebelum memperoleh nilai daya serap CO2 per luas sampel daun, perlu
diukur terlebih dahulu luas total 15 g daun dengan menggunakan kertas
5
millimeter. Luas kotak yang berisi lebih dari setengah bagian dianggap satu kotak.
Penentuan daya serap CO2 per luas sampel daun (D) menggunakan rumus:
D = Massa CO2 / Luas 15 g daun
Daya Serap CO2 Bersih per Luas Daun per Jam (Dt)
Dari nilai daya serap CO2 per luas daun per jam (Dt) yaitu dengan
menggunakan rumus :
Keterangan:
Dt
D
∆t
: daya serap bersih CO2 per luas daun per jam
: daya serap CO2 per luas sampel daun
: periode waktu pengambilan sampel dalam 1 hari 1 malam (24 jam)
Daya Serap CO2 per Helai Daun per Jam (DI)
Kemudian dihitung daya serap CO2 per helai daun per jam (DI) dengan
menggunakan rumus:
DI = Dt x luas per helai
Keterangan:
DI
: daya serap bersih CO2 per helai daun per jam
Dt
: daya serap bersih CO2 per luas daun
Daya Serap CO2 per Jenis Batang per Jam (Dn)
Penghitungan serapan CO2 memerlukan data tentang jumlah daun per
rumpun. Langkah-langkah penentuan jumlah daun per rumpun adalah sebagai
berikut: menghitung jumlah batang yang ada dalam satu rumpun,
mengelompokkan batang-batang tersebut berdasarkan ukurannya, memilih tiga
batang sampel setiap kelompok ukuran, mengalikan jumlah daun pada sampel
dengan jumlah sampel batang, menjumlahkan hasil kali tersebut sehingga didapat
jumlah total daun per batang. Nilai daya serap CO2 per jenis batang per jam (Dn)
diperoleh menggunakan rumus
Dn = (Nm x DIm) + (Nd x DId) + (Nt x DIt)
Keterangan:
Dn
: daya serap bersih CO2 per batang per jam
DI
: daya serap bersih CO2 per helai daun per jam
N
: jumlah daun dalam 1 batang
m
: muda
d
: dewasa
t
: tua
6
Daya Serap CO2 per Jenis Batang per Tahun (Dy)
Dari nilai daya serap CO2 per jenis batang per jam dapat ditentukan nilai
daya serap CO2 per jenis batang per tahun (Dy) dengan rumus:
Dy = [{Dn x 5.36} + {Dn x (12.07 – 5.36) x 0.46}] x 365
Keterangan:
Dy
: daya serap bersih CO2 per jenis batang per tahun
Dn
: daya serap bersih CO2 per jenis batang per jam
12.07 : nilai rata-rata penyinaran maksimum per hari (jam/hari) (Sitompul dan
Guritno 1995)
5.36 : nilai rata-rata penyinaran actual per hari di Bogor (jam/hari) (Abdullah
2000)
0.46 : perbandingan antara rata-rata per hari laju fotosintesis pada hari mendung
dengan hari cerah (Sitompul dan Guritno 1995)
365
: jumlah hari dalam satu tahun
Daya Serap CO2 per Rumpun per Tahun (Dyr)
Dari nilai daya serap CO2 per jenis batang per tahun diperoleh nilai daya
serap CO2 per rumpun per tahun (Dyr) dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Dyr = Kt x Dyt + Kd x Dyd
Keterangan:
Dyr
: daya serap CO2 per rumpun per tahun
Kt
: jumlah batang tua dalam satu rumpun
Kd
: jumlah batang dewasa dalam satu rumpun
Dyt
: daya serap CO2 batang tua per tahun
Dyd : daya serap CO2 batang dewasa per tahun
7
Pengambilan sampel daun (muda, dewasa, tua) masing-masing 15 g
-
Dioven ± 48 jam, T 60o C
Digiling (hammer mill)
Hidrolisis dengan HCl
Sampel uji karbohidrat
-
Analisis karbobohidrat dengan metode Cu-Nelson
menggunakan spektofotometer pada panjang
gelombang 500 nm
Massa karbohidrat
-
Analisis data
Kurva respon cahaya sinusoidal
Massa karbondioksida (CO2)
-
Diukur luas daun
Daya rosot CO2 per luas sampel daun (D)
Daya rosot CO2 bersih per luas daun per jam (Dt)
- Dihitung jumlah daun
Daya rosot CO2 per helai daun per jam (DI)
jam (DI)jumlah batang dalam satu rumpun
- Dihitung
Daya rosot CO2 per batang per jam (Dn)
- per
Dihitung
rosot CO
batangbesarnya
per jam daya
(Dn) rosot CO2 per batang per
tahun
Daya rosot CO2 per batang per tahun (Dy)
-
jam (DI)
Dihitung besarnya daya rosot CO2 per rumpun per
tahun
Daya rosot CO2 per rumpun per tahun (Dyn)
jam (DI)
Gambar 1 Prosedur penelitian daya serap CO2 per rumpun per tahun
8
Hasil dan Pembahasan
Tumbuhan yang mengandung zat hijau daun atau klorofil melakukan
metabolisme membentuk zat makanan karbohidrat. Tumbuhan ini melakukan
fotosintesis dengan menggunakan zat hara, CO2, dan air serta bantuan energi
cahaya matahari menghasilkan produk buangan berupa oksigen. Tumbuhan
melalui metabolismenya memiliki kemampuan untuk mengkonsumsi CO2 di
atmosfer dan mengubahnya menjadi bentuk energi yang bermanfaat bagi
kehidupan. Sebagian besar energi ini disimpan oleh tumbuhan dalam bentuk
biomassa dan sekitar 50% dari biomassa merupakan karbon (Salisbury dan Ross
1992). Di sisi lain CO2 merupakan salah satu gas rumah kaca (GRK) yang
diyakini memberi andil yang paling besar terhadap peningkatan rata-rata suhu
udara di dunia. Selain dari dampaknya yang negatif, CO2 adalah salah satu bahan
yang diperlukan bagi tumbuhan untuk melakukan fotosintesis. Sumber CO2 ini
sangat bervariasi, sehingga digolongkan menjadi 4 yaitu sumber bergerak (mobile
transportation), sumber tidak bergerak (stationary combustion), proses industri
(industrial processes) dan pembuangan sampah (solid waste disposal)
(Pradiptiyas et al. 2011).
Pengukuran daya serap CO2 pada Bambu Tali, Bambu Ampel dan Bambu
Mayan dilakukan dengan menghitung massa karbohidrat hasil fotosintesis secara
spektrofotometri Nilai massa karbohidrat yang dihasilkan oleh suatu tanaman
menunjukkan adanya penyerapan CO2 oleh tanaman tersebut. Persentase
karbohidrat berbanding lurus dengan massanya. Apabila persentase karbohidrat
tinggi, maka massa karbohidrat pun akan tinggi, demikian juga sebaliknya. Hal
tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1, semakin besar persen KH kering dan
basahnya makin besar nilai massa karbohidratnya. Pada saat pengujian di
laboratorium, kandungan karbohidrat dapat ditaksir melalui warna larutan
pengujian. Semakin pekat warna larutan, yaitu berwarna biru tua, semakin tinggi
serapannya yang terbaca pada alat spektrofotometer maka konsentrasi karbohidrat
juga semakin besar. Massa karbohidrat yang dihasilkan oleh daun Bambu Tali,
Bambu Ampel dan Bambu Mayan, diteliti dengan pengambilan sampel daun tua,
dewasa, muda yang dilakukan setiap 3 jam sekali untuk 2 hari pertama, 4 jam
sekali untuk 2 hari kedua, dan 6 jam sekali untuk 2 hari ketiga. Setiap 2 hari
pengamatan diberi selang satu hari.
Selain fotosintesis, tumbuhan melakukan proses respirasi di malam hari
dengan menyerap oksigen, maka untuk mengetahui kemampuan daya serap CO2
bersih tumbuhan, dilakukan pengambilan sampel pada malam hari untuk
mengetahui seberapa besar CO2 yang dilepaskan oleh daun. Respirasi pada
tumbuhan menyangkut proses pembebasan energi kimiawi menjadi energi yang
diperlukan untuk aktivitas hidup tumbuhan. Pada siang hari, laju proses
fotosintesis yang dilakukan tumbuhan sepuluh kali lebih besar dari laju respirasi.
Hal itu menyebabkan seluruh CO2 yang dihasilkan respirasi akan digunakan untuk
melakukan proses fotosintesis. Respirasi yang dilakukan tumbuhan menggunakan
sebagian oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis, sisanya akan berdifusi
ke udara melalui daun (Suyitno 2006).
9
Massa karbohidrat
Berdasarkan hasil penelitian terhadap tiga tipe daun pada tiga jenis bambu
dengan metode Cu-Nelson diuji menggunakan alat Spectrostar dengan panjang
gelombang 500 nm diperoleh nilai serapan karbohidrat (A).
Nilai Karbohidrat (g)
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
7
12
18
24
31
36
42
48
54
58
62
90
94
98
270
274
278
330
334
338
750
753
756
759
786
789
792
795
1038
1041
1044
1071
1074
1077
1080
1083
0.00
Lama Waktu Pengambilan (jam)
Massa Karbohidrat Daun Muda
Massa Karbohidrat Daun Dewasa
Massa Karbohidrat Daun Tua
Gambar 2 Grafik massa karbohidrat pada daun Bambu Tali
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
7
12
18
24
31
36
42
48
54
58
62
90
94
98
270
274
278
330
334
338
750
753
756
759
786
789
792
795
1038
1041
1044
1071
1074
1077
1080
1083
Nilai Karbohidrat (g)
0.25
Lama Waktu Pengambilan (jam)
Massa Karbohidrat Daun Muda
Massa Karbohidrat Daun Dewasa
Massa Karbohidrat Daun Tua
Gambar 3 Grafik kadar karbohidrat pada daun Bambu Ampel
10
Nilai Karbohidrat (g)
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
7
12
18
24
31
36
42
48
54
58
62
90
94
98
270
274
278
330
334
338
750
753
756
759
786
789
792
795
1038
1041
1044
1071
1074
1077
1080
1083
0.00
Lama Waktu Pengambilan (jam)
Massa Karbohidrat Daun Muda
Massa Karbohidrat Daun Dewasa
Massa Karbohidrat Daun Tua
Gambar 4 Grafik kadar karbohidrat pada daun Bambu Mayan
Nilai serapan karbohidrat (A) dimasukkan ke persamaan % karbohidrat
kering dan hasil perhitungan ini dimasukkan kembali ke persamaan % karbohidrat
basah. Nilai massa karbohidrat diperoleh dari perkalian antara % karbohidrat
basah terhadap bobot basah daun. Nilai lengkap serapan dapat dilihat di Lampiran
1 sampai 3.
Pada Gambar 2 sampai 4 dapat dilihat bahwa grafik berada di puncak pada
saat jam 12.00 ketika intensitas cahaya berada di puncaknya. Hal ini menunjukkan
bahwa proses produksi karbohidrat terjadi pada siang hari sesuai dengan
pernyataan Lakitan (1993) bahwa fiksasi CO2 maksimum terjadi pada tengah hari
ketika intensitas matahari mencapai puncaknya. Pada grafik Bambu Ampel
(Gambar 3) dengan jam pengambilan 10.00 hari ke 3, nilai massa karbohidratnya
lebih tinggi dibandingkan pada jam 14.00 pada hari yang sama. Hal ini terjadi
karena massa karbohidrat basah pada jam 10.00 lebih tinggi dibandingkan jam
14.00 seperti yang ditampilkan pada Lampiran 2. Berdasarkan data ini dapat
diprediksi bahwa pada jam 12.00 nilainya lebih tinggi lagi.
Berdasarkan data nilai massa karbohidrat, dibuatlah kurva respon cahaya
yang didekati dengan model regresi linier berganda yang ditunjukkan pada Tabel
1 sampai 3. Model tersebut kemudian dilakukan pengujian tingkat kepentingan
peubah bebas. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui peran masing-masing
pengubah bebas dalam persamaan dengan melihat nilai p (probability value atau
p-value). Penelitian ini menggunakan p-value ≤ 0,1 untuk setiap koefisien regresi.
Koefisien determinasi (R2) adalah ukuran dari besarnya keragaman peubah terikat
yang dapat diterangkan oleh keragaman peubah bebasnya. Perhitungan besarnya
Koefisien Determinasi (R2) bertujuan untuk melihat tingkat ketelitian dan keeratan
hubungan. Semakin besar nilai R2, semakin besar pula total keragaman yang dapat
diterangkan oleh model, sehingga diperoleh persamaan regresi yang semakin baik.
Model regresi linier berganda ini menggunakan empat koefisien regresi (B, C, D,
E) dan setelah dilakukan pengujian statistik dengan taraf nyata 10%, diperoleh
nilai p-value yang melebihi 10% tertinggi pada ketiga bambu adalah koefisien B
sehingga tidak berpengaruh nyata.
Tabel 1 Uji Tingkat Kepentingan Pengubah Bebas Bambu Tali
Model
1
2
3
4
Model regresi linier berganda
R2
(%)
Muda
y= 0.0520 -0.0009 Z1(X-24(H-1)) + 0,0012 Z2(X-24(H-1))
+0.1008 Z1sin(2 π(X-6)/24) + 0.0318 Z2sin(2 π (X-6)/24)
73.89
Dewasa
y= 0.0507 - 0.0001 Z1(X-24(H-1)) + 0.0014 Z2(X-24(H-1))
+0.1169 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0297 Z2sin(2 π (X-6)/24)
Tua
Jenis
daun
P value
A
B
C
D
E
0.000322
0.670572
0.066138
0.000211
0.031323
79.24
0.000701
0.955745
0.033405
5.94 x 10-5
0.052853
y= 0.0415 + 0.0015 Z1(X-24(H-1)) + 0.0011 Z2(X-24(H-1))
+ 0.1012 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0176 Z2sin(2 π (X-6)/24)
78.81
0.004608
0.519923
0.096925
0.000378
0.245633
Muda
y= 0.0482 + 0,0013 Z2(X-24(H-1)) +0.0924 Z1sin(2 π (X6)/24) + 0.0291 Z2sin(2 π (X-6)/24)
73.74
9.17 x 10-6
0.022196
1.26 x 10-7
0.025747
Dewasa
y= 0.0502 + 0.0014 Z2(X-24(H-1)) + 0.1157 Z1sin(2 π (X6)/24) + 0.0293 Z2sin(2 π (X-6)/24)
79.23
9.59 x 10-6
0.014637
3.01 x 10-9
0.030659
Tua
y= 0.0476 + 0.0009 Z2(X-24(H-1)) + 0.1147 Z1sin(2 π (X6)/24) + 0.0220 Z2sin(2 π (X-6)/24)
78.52
2.6 x 10-5
0.118153
5.07 x 10-9
0.105051
Muda
y= 0.03699 + 0,0011 Z2(X-24(H-1)) +0.1059 Z1sin(2 π (X6)/24)
69.25
9.19 x 10-5
0.064426
3.1 x 10-9
Dewasa
y= 0.03887 + 0.0012 Z2(X-24(H-1)) + 0.1293 Z1sin(2 π (X6)/24)
75.92
7.97 x 10-5
0.043027
7.26 x 10-11
Tua
y= 0.0391 + 0.0007 Z2(X-24(H-1)) + 0.1249 Z1sin(2 π (X6)/24)
76.66
5.76 x 10-5
0.199582
1.11 x 10-10
Muda
y= 0.0489+0.0915 Z1sin(2 π (X-6)/24)
65.84
4.71 x 10-10
1.94 x 10-9
Dewasa
y= 0.0525+ 0.1129 Z1sin(2 π (X-6)/24)
72.68
2.8 x 10-10
4.14 x 10-11
Tua
y= 0.0475+ 0.1148 Z1sin(2 π (X-6)/24)
75.44
8.24 x 10-10
6.65 x 10-12
11
Tabel 2 Uji Tingkat Kepentingan Pengubah Bebas Bambu Ampel
Model
1
2
3
4
Model regresi linier berganda
R2
(%)
Muda
Y= 0.0494 +0.0013 Z1(X-24(H-1)) + 0,0006 Z2(X-24(H-1))
+0.0681 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0192 Z2sin(2 π (X-6)/24)
87.65
Dewasa
Y= 0.0491 + 0.0004 Z1(X-24(H-1)) + 0.0009 Z2(X-24(H-1))
+0.0793 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0220 Z2sin(2 π (X-6)/24)
Tua
Jenis
daun
P value
A
B
C
D
E
2.6 x 10-7
0.306122
0.115984
3.42 x 10-5
0.026847
79.1
3.44 x 10-5
0.796824
0.076151
0.000218
0.056966
Y= 0.0495 + 0.0014 Z1(X-24(H-1)) + 0.0009 Z2(X-24(H-1))
+ 0.0706 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0195 Z2sin(2 π (X-6)/24)
80.56
2.36 x 10-5
0.395409
0.077878
0.000649
0.08463
Muda
Y= 0.0548 + 0,0004 Z2(X-24(H-1)) +0.0801 Z1sin(2 π (X6)/24) + 0.0231 Z2sin(2 π (X-6)/24)
87.22
1.9 x 10-11
0.209984
3.31 x 10-11
0.00379
Dewasa
Y= 0.0509 + 0.0008 Z2(X-24(H-1)) +0.0834 Z1sin(2 π (X6)/24) + 0.0233 Z2sin(2 π (X-6)/24)
79.06
5.2 x 10-8
0.058382
8.03 x 10-9
0.023455
Tua
Y= 0.0555 + 0.0007 Z2(X-24(H-1)) + 0.0837 Z1sin(2 π (X6)/24) + 0.0237 Z2sin(2 π (X-6)/24)
80.1
7.74 x 10-9
0.116422
6.3 x 10-9
0.020465
Muda
Y= 0.0586 +0.0756 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0215 Z2sin(2 π
(X-6)/24)
86.56
2.97 x 10-14
9.24 x 10-12
0.006249
Dewasa
Y= 0.0586 +0.0741 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0200 Z2sin(2 π
(X-6)/24)
76.53
1 x 10-10
2.01 x 10-8
0.054445
Tua
Y= 0.0617 + 0.0762 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0210 Z2sin(2 π
(X-6)/24)
78.48
1.49 x 10-11
6.66 x 10-9
0.039257
Muda
Y= 0.0486 +0.0876 Z1sin(2 π (X-6)/24)
83.09
6.75 x 10-16
1.12 x 10-14
Dewasa
Y= 0.0492 +0.0854 Z1sin(2 π (X-6)/24)
73.71
6.08 x 10-13
2.15 x 10-11
Tua
Y= 0.0519 + 0.0880 Z1sin(2 π (X-6)/24)
75.47
9.07 x 10-14
6.53 x 10-12
12
Tabel 3 Uji Tingkat Kepentingan Pengubah Bebas Bambu Mayan
Model
1
2
3
4
Model regresi linier berganda
R2
(%)
Muda
y = 0.0445 +0.0012 Z1(X-24(H-1)) + 0,0010 Z2(X-24(H-1))
+0.0954 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0144 Z2sin(2 π (X-6)/24)
80.45
Dewasa
y = 0.0502 + 0.0007 Z1(X-24(H-1)) + 0.0008 Z2(X-24(H-1))
+0.0967 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0193 Z2sin(2 π (X-6)/24)
Tua
Jenis
daun
P value
A
B
C
D
E
0.000718
0.544548
0.095452
0.000155
0.275402
79.81
0.000244
0.715726
0.15907
0.00017
0.155407
y = 0.0474 + 0.0017 Z1(X-24(H-1)) + 0.0010 Z2(X-24(H-1))
+ 0.0859 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0208 Z2sin(2 π (X-6)/24)
76.53
0.001403
0.44595
0.135864
0.00185
0.169965
Muda
y= 0.0495 + 0,0008 Z2(X-24(H-1)) +0.1064 Z1sin(2 π (X6)/24) + 0.0180 Z2sin(2 π (X-6)/24)
80.21
1.65 x 10-6
0.111603
1.29 x 10-9
0.126885
Dewasa
y= 0.0533 + 0.0007 Z2(X-24(H-1)) +0.1035 Z1sin(2 π (X6)/24) + 0.0215 Z2sin(2 π (X-6)/24)
79.72
6.34 x 10-7
0.155222
3.53 x 10-9
0.074957
Tua
y= 0.0546 + 0.0007 Z2(X-24(H-1)) + 0.1018 Z1sin(2 π (X6)/24) + 0.0259 Z2sin(2 π (X-6)/24)
76.08
3.05 x 10-6
0.192046
5.57 x 10-8
0.056991
Muda
y= 0.0571 +0.0974 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0148 Z2sin(2 π
(X-6)/24)
78.56
4.96 x 10-9
1.2 x 10-9
0.210087
Dewasa
y= 0.0601 +0.0953 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0187 Z2sin(2 π
(X-6)/24)
78.38
1.96 x 10-9
2.43 x 10-9
0.120973
Tua
y= 0.0616 + 0.0934 Z1sin(2 π (X-6)/24) + 0.0230 Z2sin(2 π
(X-6)/24)
74.76
1.28 x 10-8
4.01 x 10-8
0.088551
Muda
y= 0.0501 +0.1057 Z1sin(2 π (X-6)/24)
77.5
6.98 x 10-12
1.49 x 10-12
Dewasa
y= 0.0514 +0.1058 Z1sin(2 π (X-6)/24)
76.72
6.62 x 10-12
2.66 x 10-12
Tua
y= 0.0509 + 0.1063 Z1sin(2 π (X-6)/24)
72.4
1.66 x 10-10
4.94 x 10-11
13
14
Model regresi kedua dengan tiga koefisien regresi (C, D, E) diperoleh nilai
P-Value tertinggi lebih dari 0.1 pada koefisien E pada Bambu Tali, dan C pada
Bambu Ampel dan Mayan. Model regresi ketiga dengan 2 koefisien regresi (C, D)
untuk Bambu Tali dan (D, E) unruk Bambu Ampel juga Mayan diperoleh nilai PValue tertinggi lebih dari 0.1 pada koefisien C dan E pada Bambu Ampel juga
Mayan, sehingga koefisien D yang digunakan ke dalam model persamaan regresi
linier berganda untuk membuat kurva respon cahaya untuk setiap bambu. Kurva
cahaya pada level daun diukur untuk memperkirakan karbon dari seluruh tutupan
tajuk atau kanopi yang membutuhkan sebuah pemahaman tentang distribusi dari
kapasitas fotosintesis pada perbedaan kelas umur daun dan memiliki hubungan
terhadap cahaya di bawah tajuk (Xu 2000).
Nilai koefisien yang didapat dari pengujian di atas digunakan memprediksi
massa karbohidrat. Setelah diperoleh prediksi massa karbohidrat, data karbohidrat
yang diperoleh sebelumnya dibuat menjadi satu grafik seperti yang ditunjukkan
oleh Gambar 5 sampai 7. Grafik per daun per jenis lebih lengkap dapat dilihat di
Lampiran 4 sampai 12. Kurva sinusoidal mengalami kenaikan mulai jam 06.00
pagi hingga 12.00 siang. Hal ini menunjukkan terjadinya proses fotosintesis
maksimal yang dipengaruhi intensitas cahaya matahari yang tinggi pada rentang
jam 10.00 hingga 14.00 siang. Data intensitas cahaya dapat dilihat di Tabel 4.
Setelah rentang jam tersebut, terjadi penurunan pada kurva diiringi dengan
penurunan intensitas cahaya yang menyebabkan fotosintesis menurun sehingga
massa karbohidrat yang dihasilkan juga menurun. Pada malam hari yang dimulai
setelah jam 18.00 dimana cahaya mulai tidak terdapat cahaya, maka tidak terjadi
fotosintesis sehingga menyebabkan kurva sinusoidal di malam hari relatif stabil.
Respirasi yang lebih besar daripada sintesis karbohidrat di malam hari membuat
titik massa karbohidrat malam hari hingga jam 06.00 berada di bawah garis
prediksi massa karbohidrat. Titik massa karbohidrat pada sore hari lebih tinggi
dibandingkan dengan siang hari karena masih tersisanya radiasi sinar matahari
sehingga daun masih dapat melakukan fotosintesis.
Pada Gambar 5 dan Lampiran 4, kurva respon cahaya daun Bambu Tali
muda dapat diketahui bahwa massa karbohidrat tertinggi sebesar 0.206 g dan
terendah 0.027 g. Pada kurva respon cahaya daun dewasa (Lampiran 5), nilai
massa karbohidrat tertinggi adalah 0.212 g dan terendah 0.022 g. Untuk kurva
respon cahaya daun tua (Lampiran 6), nilai massa karbohidrat tertinggi adalah
0.224 g dan terendah 0.025 g.
Pada Gambar 6 dan Lampiran 7, kurva respon cahaya daun Bambu Ampel
muda dapat diketahui bahwa massa karbohidrat tertinggi sebesar 0.163 g dan
terendah 0.023 g. Pada kurva respon cahaya daun dewasa (Lampiran 8), nilai
massa karbohidrat tertinggi adalah 0.191 g dan terendah 0.028 g. Untuk kurva
respon cahaya daun tua (Lampiran 9), nilai massa karbohidrat tertinggi adalah
0.184 g dan terendah 0.031 g.
Pada Gambar 7 dan Lampiran 10, kurva respon cahaya daun Bambu Mayan
muda dapat diketahui bahwa massa karbohidrat tertinggi sebesar 0.197 g dan
terendah 0.026 g. Pada kurva respon cahaya daun dewasa (Lampiran 11), nilai
massa karbohidrat tertinggi adalah 0.211 g dan terendah 0.034 g. Untuk kurva
respon cahaya daun tua (Lampiran 12), nilai massa karbohidrat tertinggi adalah
0.214 g dan terendah 0.023 g.
Dari pengujian tingkat kepentingan pengubah bebas di atas diperoleh model persamaan yang menghasilkan grafik kurva respon
cahaya pada tiga jenis bambu seperti di bawah ini
Massa Karbohidrat (g)
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950 1000 1050 1100
Lama Waktu Pengambilan Sampel (Jam)
Massa Karbohidrat Estimasi Daun Tua
Massa Karbohidrat Estimasi Daun Dewasa
Massa Karbohidrat Estimasi Daun Muda
Massa Karbohidrat Daun Tua
Massa Karbohidrat Daun Dewasa
Massa Karbohidrat Daun Muda
Gambar 5 Grafik kurva respon cahaya daun Bambu Tali secara keseluruhan
15
Massa Karbohidrat (g)
0.2
0.1
0
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950
1000 1050 1100
Lama Waktu Pengambilan Sampel (Jam)
Massa Karbohidrat Estimasi Daun Tua
Massa Karbohidrat Estimasi Daun Dewasa
Massa Karbohidrat Estimasi Daun Muda
Massa Karbohidrat Daun Tua
Massa Karbohidrat Daun Dewasa
Massa Karbohidrat Daun Muda
Massa Karbohidrat (g)
Gambar 6 Grafik kurva respon cahaya daun Bambu Ampel secara keseluruhan
0.2
0.1
0
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950 1000 1050 1100
Lama Waktu Pengambilan Sampel (Jam)
Massa Karbohidrat Estimasi Daun Muda
Massa Karbohidrat Estimasi Daun Dewasa
Massa Karbohidrat Estimasi Daun Tua
Massa Karbohidrat Daun Muda
Massa Karbohidrat Daun Dewasa
Massa Karbohidrat Daun Tua
16
Gambar 7 Grafik kurva respon cahaya daun Bambu Mayan secara keseluruhan
17
Tabel 4 Iklim Mikro
No
Hari dan
tanggal
pengamatan
1
2
Jam
Tempat
pengamatan
(I/O)
(WIB)
06.15
O
Intensitas cahaya
Suhu
(°C)
Kelembapan
(%)
27.5
74.7
298
23.69
Cerah
lux
candela
Keterangan
06.45
I
22.8
93.8
207
16.46
Cerah
11.45
I
30.8
67.8
9 640
766.38
Tertutup awan
12.00
O
31.2
65.4
72 100
5 731.95
Cerah
18.00
O
26
89
166
13.20
Cerah
6
18.15
I
24.9
94
6.4
0.51
Cerah
7
23.45
I
26.6
94.3
0
0.00
Lampu jalan
8
24.00
O
26.4
93.7
1
0.08
Lampu jalan
9
06.15
O
27
75.4
302
24.01
Cerah
10
06.45
I
23
94
259
20.59
Cerah
11.45
O
33
64
73 980
5 881.41
Cerah
12.00
I
30
67
11 290
897.56
Cerah
18.00
O
26
86
230
18.29
Cerah
14
18.15
I
25
89
12
0.95
Cerah
15
23.45
O
25
92
0
0.00
Cerah
16
24.00
I
24
94.5
1
0.08
Lampu jalan
17
06.08
O
27.8
78.5
863
68.61
Setelah hujan
06.15
I
25.6
87.6
115
9.14
Setelah hujan
10.00
O
27.1
72.4
73 500
5 843.25
Cerah
10.15
I
29
69.5
937
74.49
Cerah
21
14.00
O
29.8
63.5
74 300
5 906.85
Cerah
22
14.05
I
30.9
58.5
1 550
123.23
Cerah
23
18.00
O
27
67.3
298
23.69
Cerah
18.15
I
26
74.2
11
0.87
Cerah
22.00
O
25
79.4
1
0.08
Lampu jalan
22.15
I
24
87.5
0
0.00
Cerah
27
02.00
O
24
89.1
1
0.08
Lampu jalan
28
02.15
92.9
77.6
0
566
Cerah
06.00
23
26.5
0.00
29
I
O
45.00
Setelah hujan
30
06.15
I
24.6
79.1
244
19.40
Setelah hujan
10.00
O
28.2
75.5
34 900
2 774.55
Cerah
10.15
I
29.1
69.5
1 630
129.59
Cerah
14.00
O
30.7
48.4
87 700
6 972.15
34
14.15
I
32.2
56.6
895
71.15
35
18.00
O
27.1
67
2 310
183.65
Cerah
Tertutupi
awan
Cerah
18.15
I
26.8
70.8
700
55.65
Cerah
22.00
O
25.6
78.7
1
0.08
Lampu jalan
22.15
I
24.5
86.4
0
0.00
Cerah
39
02.00
O
24.1
91
1
0.08
Lampu jalan
40
02.15
I
22.4
93.2
0
0.00
Cerah
3
4
5
Minggu,
10-2-2013 /
6 jam
11
12
13
Minggu,
11-2-2013 /
6 jam
18
19
20
selasa,
12-2-2013 /
4 jam
24
25
26
31
32
33
Rabu,
13-2-2013 /
/ 4 jam
Rabu,
20-2-2013 /
4 jam
36
37
38
Jumat,
22-2-2013 /
4 jam
18
Tabel 4 Iklim Mikro (lanjutan)
Hari dan
Jam
No
tanggal
pengamatan
pengamatan
(WIB)
41
06.00
Tempat
(I/O)
Suhu
(°C)
Intensitas cahaya
Kelembapan
(%)
lux
candela
Keterangan
O
25.3
81.6
521
41.42
Cerah
06.15
I
23.9
85.6
254
20.19
Cerah
09.00
O
31.3
46.7
51 500
4 094.25
Cerah
09.15
I
29.6
67.1
2 530
201.14
Cerah
45
12.00
O
35
33.6
115 900
9 214.05
Cerah
46
12.15
I
34.5
53.9
7 550
600.23
Cerah
47
15.00
O
31.6
38.2
11 430
908.69
Cerah
48
15.15
I
31.7
58.5
1 373
109.15
Cerah
49
18.00
O
30
64.2
729
57.96
Cerah
18.15
I
29.3
67.9
23
1.83
Cerah
21.00
O
27
74.7
1
0.08
Lampu jalan
21.15
I
25
79.9
0
0.00
Cerah
53
24.00
O
25.4
89.5
1
0.08
Lampu jalan
54
24.15
I
24.4
92.4
0
0.00
Cerah
55
03.00
O
23.2
92.4
1
0.08
Lampu jalan
56
03.15
I
O
0
830
Cerah
06.00
94.4
80
0.00
57
23
25.3
65.99
Cerah
58
06.15
I
24.5
88.2
220
17.49
Cerah
09.00
O
31
56
50 220
3 992.49
Cerah
09.15
I
29.8
67.4
3 400
270.30
Cerah
12.00
O
34
44
114 900
9 134.55
Terik
62
12.15
I
32.2
53.5
8 010
636.80
Cerah
63
15.00
O
33
46
12 030
956.39
Cerah
64
15.15
I
31.7
59.9
1 200
95.40
Cerah
65
18.00
O
30
60.3
670
53.27
Cerah
66
18.15
I
29.3
68
12
0.95
Cerah
21.00
O
27.9
70
1
0.08
Lampu jalan
21.15
I
27.3
79.2
0
0.00
Cerah
24.00
O
25.7
85
1
0.08
Lampu jalan
70
24.15
I
25.1
89.3
0
0.00
Cerah
71
03.00
O
24.8
90.2
1
0.08
Lampu jalan
72
03.15
I
24.5
91.2
0
0.00
Cerah
42
43
44
Rabu
20-3-2013 /
3jam
50
51
52
Kamis
21-3-2013 /
3 jam
59
60
61
Sabtu,
9-3-2013 /
3 jam
67
68
69
Minggu,
10-3-2013 /
3 jam
Keterangan :
I : Di bawah tegakan bambu
O
: Di luar tegakan bambu
19
Massa CO2
Nilai koefisien yang diperoleh dari regresi linier berganda pada Tabel 1
sampai 3 dipakai untuk menghitung luas daerah di bawah kurva untuk siang dan
malam hari. Perhitungan nilai koefisien ini terdapat di dalam Lampiran 13.
Setelah nilai total massa karbohidrat pada fotosintesis siang hari dan malam hari
diperoleh, maka untuk mendapatkan massa karbohidrat bersih adalah hasil
pengurangan dari total karbohidrat siang hari dengan malam hari. Fotosintesis
bersih terbesar adalah daun Bambu Tali tua (0.877 g). Fotosintesis malam bernilai
0 karena pada pengujian tingkat kepentingan pengubah bebas nilai P-value yang
diperoleh lebih dari 10% sehingga persamaan malam tidak terlalu berpengaruh.
Untuk mengetahui nilai massa CO2 bersih maka nilai fotosintesis bersih
dikalikan dengan 1.47. Besarnya nilai pengali ini diperoleh dari persamaan reaksi
fotosintesis. Satu mol karbohidrat setara dengan 6 mol CO2. Nilai massa CO2
bersih dapat dilihat pada Tabel 5. Massa CO2 bersih berbanding lurus dengan
fotosintesis bersih. Bila fotosintesis tinggi maka massa CO2 bersih juga akan
tinggi. Massa CO2 bersih tertinggi di semua jenis bambu adalah daun Bambu Tali
tua (1.289 g). Massa CO2 bersih tertinggi hingga terendah per jenis bambu
berbeda pada jenis Bambu Ampel. Untuk Bambu Tali dan Mayan berurutan dari
massa CO2 tertinggi adalah daun tua, daun dewasa, dan daun muda. Berbeda
untuk jenis Bambu Ampel yaitu daun tua, daun muda, dan daun dewasa. Hal ini
tidak sesuai dengan pernyataan Ehleringer dan Lin (1982), Lakitan (1993) bahwa
kemampuan daun untuk berfotosintesis meningkat pada awal pertumbuhan daun,
tetapi kemudian menurun, kadang sebelum daun tersebut berkembang penuh.
Pada penelitian ini, massa CO2 daun dewasa lebih tinggi dibandingkan daun
muda, bahkan daun tua lebih tinggi dibandingkan kedua umur daun yaitu dewasa
dan muda. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh cahaya dan suhu. Dengan
bertambahnya intensitas cahaya, bertambah kecepatan fotosintesis netto daun
yang terbuka dengan baik. Pada Tabel 4 mengenai iklim mikro, besarnya
intensitas cahaya yang diukur tidak seluruhnya ditangkap oleh daun, sehingga
menimbulkan perbedaan daya serap CO2. Perbedaan kondisi antara terbuka dan
ternaung yang menyebabkan hal ini terjadi. Daun yang berada di cabang yang
berbeda mempunyai luas daun dan kerapatan stomata yang berbeda juga
mengalami tingkat perkembangan yang berbeda (Xie dan Luo 2003). Suhu
optimal untuk menghasilkan fotosintesis netto tertinggi yaitu pada suhu 18-25oC
(Ehleringer dan Lin 1982). Fotosintesis bernilai positif dari rentang suhu antara 5-40oC. Suhu 40 oC adalah titik jenuh daun dalam memproduksi karbohidrat
karena pada titik ini, nilai fotosintesis dan respirasi sama besar sehingga
fotosintesis netto mendekati nol. Simpanan karbon pada daun harus berada di atas
nol pada masa hidupnya karena daun harus menyokong tidak hanya untuk
kebutuhan karbonnya saja akan tetapi seluruh bagian tanaman yang membutuhkan
untuk menyokong tajuk (termasuk kebutuhan dari membangun dan memelihara
sistem akar, sistem jaringan dan membantu pondasi tumbuhan (Reich et al. 2009).
Berdasarkan Tabel 4 dan 5, rentang suhu yang diukur adalah 22.4-34.5oC untuk
suhu di bawah tegakan bambu. Suhu tinggi dapat menyebabkan penurunan yang
drastis pada fotosintesis, kelakuan stomata, efisiensi energi pada proses
fotosintesis II, dan transportasi elektron (Xu et al. 2010). Hal ini juga didukung
oleh pernyataan Xu (2000) yaitu ketika temperatur meningkat, aktivitas tumbuhan
20
akan meningkat hingga mencapai suhu optimal dan kemudian menurun, ketika
mencapai suhu yang sangat tinggi maka tumbuhan akan mati.
Tabel 5 Massa Karbohidrat bersih per Hari
Daun
bambu
jenis
Tali
Ampel
Mayan
Fotosintesis
umur
daun
Muda
Dewasa
Tua
Muda
Dewasa
Tua
Muda
Dewasa
Tua
Siang
Malam
Netto
0.699
0.863
0.877
0.669
0.652
0.672
0.808
0.808
0.812
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.699
0.863
0.877
0.669
0.652
0.672
0.808
0.808
0.812
Massa
CO2
Bersih
(g)
1.028
1.268
1.289
0.984
0.959
0.988
1.187
1.188
1.194
Daya Serap CO2 per Luas Sampel Daun (D)
Data hasil perhitungan daya serap CO2 berdasarkan jenis daun bambu per
luas daun dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai ini membutuhkan luas total dari 15 g
daun. Dari 15 g daun bambu tersebut diambil yang mewakili daun terbesar dan
terkecil kemudian di rata-ratakan. Luas daun dihitung dengan menggunakan
kertas millimeter. Daya serap tanaman terhadap CO2 merupakan kemampuan
tanaman dalam menyerap sejumlah massa CO2, sedangkan daya serap CO2 per
luas daun merupakan kemampuan tanaman menyerap sejumlah massa CO2 per
luas daun. Daya serap CO2 per luas daun tidak selalu berbanding lurus dengan
massa CO2, karena adanya faktor pembagi yaitu luas sampel daun tanaman.
Semakin besar luas daun maka semakin kecil daya serap CO2 per cm2 daun dan
begitu juga sebaliknya, semakin kecil luas daun, maka semakin besar daya serap
CO2 per cm2.
21
Tabel 6 Daya Serap CO2 per Luas Daun
Daun
bambu
jenis
Tali
Ampel
Mayan
Jumlah
15 g
daun
(helai)
Luas
per
daun
(cm2)
Luas ratarata 15 g
daun (cm2)
Ketebalan
relatif
daun (103
g/cm2)
Daya
serap CO2
per luas
daun (10-4
g/cm2)
Muda
8.31
108.50
901.153
16.645
11.403
4.751
Dewasa
8.36
233.50
1 952.319
7.683
6.495
2.706
Tua
10.69
154.00
1 646.944
9.108
7.829
3.262
Muda
60.61
44.00
2 666.889
5.625
3.689
1.537
Dewasa
50.56
41.50
2 098.056
7.149
4.569
1.904
Tua
65.83
33.50
2 205.417
6.801
4.480
1.867
Muda
14.00
78.50
1 099.000
13.649
10.802
4.501
Dewasa
15.11
228.50
3 452.889
4.344
3.441
1.434
Tua
15.25
139.00
2 119.750
7.076
5.632
2.347
Umur
daun
Daya serap
CO2 per luas
daun per jam
(10-5
g/cm2/jam)
Daun bambu muda memiliki luas terkecil dibandingkan dengan daun
dewasa dan daun tua karena daun muda tersebut belum membuka secara
sempurna. Fotosintesis dan tingkah laku stomata berubah sesuai dengan umur,
meningkat drastis di awal pertumbuhan. Fotosintesis berada di puncaknya ketika
daun terbuka sempurna akibat dari perubahan biologis dari kloroplas yang telah
berkembang sempurna kemudian menurun karena pengurangan konsentrasi enzim
yang terlibat dalam setiap reaksi fotosintesis (Xie dan Luo 2003). Jumlah daun
terbanyak terdapat pada Bambu Ampel karena luas permukaan yang kecil
dibandingkan dengan yang lain. Ketebalan relatif daun juga memiliki pengaruh.
Seperti dapat dilihat pada Tabel 6 bahwa semakin besar ketebalan relatif semakin
besar daya serapnya. Pernyataan ini sesuai dengan Sitompul dan Guritno (1995)
menyatakan bahwa daun yang tebal akan memiliki kapasitas mengintersepsi
energi cahaya dan mereduksi CO2 yang lebih tinggi daripada daun yang tipis. Oleh
karenanya, semakin tinggi ketebalan daun maka penyerapan CO2 semakin
meningkat karena semakin aktif daun berfotosintesis. Diantara ketiga jenis bambu,
Bambu Tali adalah yang memiliki daya serap CO2 per luas daun tertinggi diikuti
oleh Bambu Mayan dan ampel. Bila berdasarkan umur daun maka daun muda
memiliki daya serap tertinggi diikuti oleh daun tua dan daun muda untuk jenis
Bambu Tali dan Bambu Mayan. Berbeda dengan Bambu Ampel. Pada Bambu
Ampel daun dewasa memiliki daya serap tertinggi diikuti oleh, daun tua dan daun
muda.
Daya Serap CO2 per Helai Daun per Jam (DI)
Daya serap CO2 per helai daun tidak selalu berbanding lurus dengan daya
serap CO2 per cm2, karena yang mempengaruhi adalah luas tiap helai daun.
Ukuran tiap helai daun berbeda pada tiap jenis daun. Ukuran luas daun dapat
dilihat pada Tabel 7.
22
Tabel 7 Daya Serap CO2 per Helai Daun per Jam
Daun
bambu
jenis
Tali
Ampel
Mayan
Umur
daun
Muda
Dewasa
Tua
Muda
Dewasa
Tua
Muda
Dewasa
Tua
Luas per
daun
(cm2)
108.50
233.50
154.00
44.00
41.50
33.50
78.50
228.50
139.00
Daya serap CO2 per
luas daun per jam
(10-5 g/cm2/jam)
Massa CO2 per helai
per jam
-4
(10 g/helai/jam)
4.751
2.706
3.262
1.537
1.904
1.867
4.501
1.434
2.347
51.549
63.194
50.237
6.763
7.901
6.254
35.331
32.764
32.619
Bambu Tali dan Bambu Mayan memiliki luas daun tertinggi pada umur
daun dewasa sedangkan Bambu Ampel memiliki luas daun tertinggi pada umur
daun muda. Untuk Bambu Tali dan mayan diperkirakan bahwa pertumbuhan daun
muda belumlah mencapai maksimal sehingga luasnya terkecil. Penyerapan CO2
yang tinggi tergantung pada tingkat perkembangan daun dan tanaman secara utuh
(Katny et al. 2005). Untuk Bambu Ampel, luas daun dewasa dan daun tua lebih
kecil dibandingkan dengan daun muda. Daun bambu ini mudah gugur
dibandingkan daun bambu lain yang diteliti sehingga untuk mendapatkan ukuran
terbesar dan terkecilnya dari daun dewasa dan daun tua sangat sulit. Nilai massa
CO2 per helai per jam yang tertinggi diperlihatkan oleh daun dewasa Bambu Tali
dan Ampel. Sementara itu daun muda Bambu Mayan memperlihatkan nilai massa
CO2 per helai per jam yang tertinggi.
Daya Serap CO2 per Batang per Jam (Dn)
Perhitungan daya serap CO2 per batang memerlukan data jumlah daun
dalam satu batang yang telah dikelomp