Pembuatan Label Cerdas Pendeteksi Salmonella typhimurium

1

PEMBUATAN LABEL CERDAS PENDETEKSI
Salmonella typhimurium

ROSEIGA RETNO ANGGARANI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

2

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembuatan Label
Cerdas Pendeteksi Salmonella typhimurium adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014

Roseiga Retno Anggarani
NIM F34100100

4

5

ABSTRAK

ROSEIGA RETNO ANGGARANI. Pembuatan Label Cerdas Pendeteksi
Salmonella typhimurium. Dibimbing oleh ENDANG WARSIKI
Label cerdas berfungsi sebagai pemberi informasi kualitas dan pengawasan

jaminan keamanan produk suatu pangan. Penelitian ini bertujuan membuat label
dengan bahan pewarna indikator. Bahan utama label yaitu agar bubuk 2%, tepung
tapioka 0.5%, dan gliserol 1%. Penelitian pendahuluan diawali dengan mencari
bahan indikator warna pendeteksi S. typhimurium. Indikator dipilih berdasarkan
berbagai media selektif dan komposisi bahan biokimiawi. Bahan utama dan media
selektif Xylose Lysine Deoxychoalate agar (XLD agar) menghasilkan label yang
sensitif terhadap pertumbuhan S. typhimurium.
Label dapat mempresentasikan perubahan warna dari cokelat transparan ke
warna merah muda yang dapat diamati dengan mata. Uji sensitivitas pertumbuhan
S. typhimurium terbaik adalah label dalam sachet yang diletakkan pada
permukaan bawah tutup cawan petri. Hasil penelitian menunjukkan label memiliki
tingkat sensitivitas tinggi. Label dapat mendeteksi S. typhimurium dari jumlah sel
terkecil sebesar 2.2 x 100 CFU / mL (sampel A) sampai jumlah sel terbanyak
sebesar 2.2 x 1015 CFU / mL (sampel B) pada jam ke – 24. Uji identifikasi
perubahan warna menggunakan alat kolorimeter dengan mengolah data L*, a*,
dan b*. Perubahan warna ditunjukkan oleh perubahan nilai ΔH* pada dua sampel
di lima titik yang berbeda. Peningkatan perubahan warna terjadi sampai jam
ke – 72 untuk sampel A dan jam ke – 48 untuk sampel B.
Kata kunci : label cerdas, S. typhimurium, XLD.


6

ABSTRACT

ROSEIGA RETNO ANGGARANI. Making a Smart Label As Detector
Salmonella typhimurium. Supervised by ENDANG WARSIKI
Smart label serves as a providing of information and monitoring the quality
of food product. This research was aimed to produce a label with indicator dye.
The main label ingredients was 2 % agar powder, 0.5 % tapioca flour, and 1%
glycerol. Preliminary research was began to find color indicator materials for
Salmonella typhimirium. The indicator was consisted of various media selection
and biochemical composition. The indicator of Xylose Lysine Deoxychoalate agar
(XLD agar) have produced label which sensitive to S. typhimurium growth.
Label could present transparent color changing from brown to pink that can
be observed by eyes. The best sensitivity testing of S. typhimurium growth was
label in a sachet form which was placed on the bottom surface of the petri dish
lid. The results showed that the label had a high sensitivity level. Label could
detect S. typhimurium from the smallest amount of cells at about 2.2 x 100 CFU /
mL (sample A) up to the highest amount of cell at about 2.2 x 1015 CFU / mL
(sample B)in 24 hours. Test identification discoloration used a colorimeter have

resulted data of L*, a*, and b*. Color change was indicated by changing in the
value of ΔH* on two samples at five different points. Improved color change
occurred up to 72 hours for sample A and 48 hours for sample B.
Keywords : smart labels, S. typhimurium, XLD.

7

PEMBUATAN LABEL CERDAS PENDETEKSI
Salmonella typhimurium

ROSEIGA RETNO ANGGARANI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
Pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

8

9

Judul Skripsi : Pembuatan Label Cerdas Pendeteksi Salmonella typhimurium
Nama
: Roseiga Retno Anggarani
NIM
: F34100100

Disetujui oleh

Dr. Endang Warsiki, S.TP, M.Si
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh


Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

10

11

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia –
NYA sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 sampai Juli 2014 ini ialah
kemasan cerdas, dengan judul Pembuatan Label Cerdas Pendeteksi Salmonella
typhimurium.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Endang Warsiki, S.TP, M.Si
selaku Dosen pembimbing, Ir. Liesbetini Haditjaroko, MS dan Dr. Ir. Moh. Yani,
M.Eng selaku Dosen penguji ujian skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Alm. Bapak Sugito dan Ibu Ida Setiawati sebagai orang tua

yang selalu mendoakan putranya, Maulana Angga Bahaduri dan Sulthan Dzaky
Dzulfikar sebagai adik penulis, Nurul Latifah, Suci Enggar Afrianty, Dheanti
Arista, Umi Maharani, Handayani Dwirianti, Riris Oktaviasari, Hanisa Pratiwi,
dan Aloysius Boris yang selalu membantu, mendukung, dan memberikan
semangat kepada penulis, rekan – rekan P3, dan rekan – rekan TIN 47. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014

Roseiga Retno Anggarani

12

13

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kemasan Cerdas
Salmonella sp.
Salmonella sp pada Daging
Bahan Indikator
Media Selektif
Komposisi Medium Bahan Biokimiawi
Uji Warna
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur
Penentuan Jumlah Sel S. typhimurium
Pemilihan Bahan Media Indikator dan Uji Sensitivitas Label Cerdas
Pemilihan Bahan Media Indikator
Uji Sensitivitas

Performa Label dengan Penambahan PVA Terhadap Suhu Pengeringan
Pengaruh Konsentrasi XLD Terhadap Perubahan Visualisasi Warna Label
Uji Sensitivitas Label Cerdas Berbentuk Sachet
Perhitungan Jumlah Sel S. typimurium pada Label dan Media Pertumbuhan
Pengukuran Perubahan Warna Label Cerdas
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Jumlah Sel S. typhimurium dalam 100 mL Larutan BHI
Pemilihan Bahan Media Indikator dan Uji Sensitivitas Label Cerdas
Performa Label Dengan Penambahan PVA Terhadap Suhu Pengeringan
Pengaruh Konsentrasi XLD Terhadap Perubahan Visualisasi Warna Label
Sensitivitas Label Cerdas dalam Bentuk Sachet
Jumlah Sel S. typhimurium pada Label Cerdas dan Media Pertumbuhan
Perubahan Warna Label Cerdas

Vi
Vi
Vi
1
1
2

2
3
3
4
5
6
6
7
8
9
9
9
9
9
9
11
11
13
13
14

15
17
18
21
21
21
25
27
29
34
35

14

Nilai L*
Nilai a*
Nilai b*
Perubahan nilai ΔH*
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

36
37
38
38
39
39
40
40
43
49

DAFTAR TABEL

1 Perbedaan kemasan cerdas dan kemasan aktif

3

2 Karakteristik pertumbuhan Salmonella sp.

4

3 Syarat mutu mikrobiologi daging sapi

6

4 Hasil uji sensitivitas label cerdas pada berbagai media selektif

22

5 Hasil uji sensitivitas label cerdas dengan indikator phenol red

23

6 Hasil uji sensitivitas label cerdas dengan indikator tetrathionate

24

o

7 Hasil uji sensitivitas label cerdas dengan suhu pengeringan 37 C
berdasarkan konsentrasi PVA

26

o

8 Hasil uji sensitivitas label cerdas dengan suhu pengeringan 50 C
berdasarkan konsentrasi PVA

27

9 Hasil perubahan visualisasi warna terhadap berbagai konsentrasi XLD

28

10 Hasil uji sensitivitas bentuk sachet label cerdas dalam botol

30

11 Hasil uji sensitivitas bentuk sachet label cerdas di dalam cawan petri
yang ditutupi dengan plastik wrap

32

12 Hasil uji sensitivitas metode label cerdas dalam sachet di dalam cawan
petri yang tidak ditutupi dengan plastik wrap

33

13 Sampel label cerdas untuk uji warna

36

15

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4

Model warna CIELAB. Gambar diadaptasi dari Xrite (2007).
8
Diagram alir perhitungan jumlah sel Salmonella typhimurium
10
Diagram alir pembuatan label cerdas dengan menggunakan media selektif 12
Diagram alir pembuatan label cerdas dengan menggunakan bahan komposisi
biokimiawi
12
5 Langkah uji sensitivitas label cerdas terhadap pertumbuhan
Salmonella typhimurium
13
o
6 Diagram alir pembuatan label cerdas dengan suhu pengeringan 37 C
dan 50oC
14
7 Diagram alir pembuatan label cerdas dalam sachet
15
8 Ilustrasi pengujian sensitivitas di dalam botol
16
9 Ilustrasi pengujian sensitivitas di dalam cawan petri
17
10 Diagram alir uji perhitungan S. typhimurium dengan metode agar tuang
18
11 Posisi titik pengukuran warna label cerdas
18
12 Perubahan warna label cerdas dari cokelat transparan ke warna merah muda 25
13 Jumlah sel S. typhimurium pada sampel A
34
14 Jumlah pertumbuhan sel S. typhimurium pada sampel B
35
15 Grafik nilai L*
37
16 Grafik nilai a*
37
17 Grafik nilai b*
38
18 Grafik nilai ΔH*
39

DAFTAR LAMPIRAN

1 Komposisi media selektif

44

2 Jumlah sel pada sampel A

44

3 Jumlah sel pada sampel B

45

4 Nilai perubahan warna label cerdas sampel A

45

5 Lanjutan Nilai perubahan warna label cerdas sampel A

46

6 Nilai perubahan warna label cerdas sampel B

47

7 Lanjutan nilai perubahan warna label cerdas sampel B

48

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Bahan pangan sangat rentan terhadap penurunan kualitas yang dapat terjadi
selama penyimpanan, distribusi, dan transportasi. Penurunan kualitas produk
pangan yang tidak diketahui secara pasti dapat berbahaya jika dikonsumsi. Untuk
mengetahui penurunan kualitas suatu produk pangan, maka dibutuhkan alat
pendeteksi yang dapat membantu konsumen untuk mengetahui tingkat penurunan
kualitas produk pangan yang akan dibeli.
Pendeteksian dapat dilakukan berdasarkan indikator luar dan indikator
dalam. Contoh indikator luar yaitu indikator waktu, indikator suhu, dan indikator
pertumbuhan mikroba, sedangkan contoh indikator dalam adalah indikator
oksigen, indikator karbon dioksida, indikator patogen, dan indikator pertumbuhan
mikroba (Ahvenainen 2003). Salah satu alat pendeteksi yang dibutuhkan adalah
pendeteksi kerusakan pangan yang disebabkan oleh bakteri.
ToxinGuardTM (Ontario, Kanada) mengembangkan indikator biosensor yang
memiliki sistem diagnostik visual. Indikator tersebut dicetak pada plastik
polietilen yang mampu mendeteksi bakteri patogen, seperti Salmonella sp,
Campylobacter sp, Escherichia coli O517 dan Listeria sp (Bodenhammer et al.
2004). Beberapa penelitian kemasan cerdas berbentuk label telah banyak
dilakukan. Warsiki et al. (2013) telah meneliti label indikator untuk mendeteksi
kerusakan buah potong karena perubahan pH dan juga kemasan antimikroba yang
mampu menghambat mikroba pembusuk pangan (Warsiki et al. 2009; Warsiki et
al. 2010). Selain itu, Nofrida et al. (2013) memanfaatkan daun erpa sebagai
indikator warna untuk produk rentan suhu dan cahaya.
Label cerdas indikator warna dapat diaplikasikan sebagai pendeteksi
kerusakan produk, salah satunya bahan pangan yang disebabkan oleh bakteri
patogen seperti Salmonella sp. Pada umumnya bakteri patogen ditemukan pada
produk karkas hewan seperti di kulit antara kaki dan dada, seperti Salmonella
enterica (Humphrey 2006). Nógrády et al. (2008) menyatakan bahwa cemaran
S. infaritis di rumah potong unggas di Hungaria berasal dari air yang telah
tercemar Salmonella sp., pencemaran silang selama pencabutan bulu,
pendinginan, penanganan selama pemotongan (cutting), dan pengemasan
(packaging).
Salmonella sp memiliki potensi untuk tumbuh pada produk makanan yang
kering, makanan yang tidak dikemas dengan proses yang baik, makanan yang
mentah, unggas dan daging, telur, buah – buahan serta sayuran mentah seperti
selada, tauge, tomat, dan kentang (Dina 2013). Kontaminasi Salmonella pada
daging dapat ditandai dengan adanya gas H2S akibat reaksi fermentasi atau digesti
anaerobik. Salmonella termasuk dalam bakteri Gram negatif, bersifat fakultatif
anaerob, berbentuk batang bergerak dan tidak menghasilkan spora.
Label cerdas indikator Eschericia coli telah dikembangkan oleh Lestari
(2013) yang terbuat dari gliserol, agar bubuk, tapioka, dan pewarna eosin. Namun
dalam aplikasinya, label ini tidak tahan air dan mengkontaminasi produk. Metode
aplikasi label yang digunakan pada penelitian Lestari (2013) adalah metode

2

pelapisan pada daging dan disimpan pada suhu ruang. Hasil pengamatan
menunjukan bahwa terjadi perpindahan zat warna dari bahan label ke daging
segar. Bahan label yang bermigrasi ke daging yaitu pewarna eosin Y dan pewarna
methylene blue pada agar Eosin Methylene Blue (EMB). Hal ini disebabkan zat
warna ini mudah larut dalam air (Merck 2013).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, pada pembuatan label cerdas
pendeteksi Salmonella digunakan campuran bahan film yang dapat meningkatkan
sifat mekanis dan menurunkan tingkat permeabilitas air yaitu Polivinil Alkohol
(PVA). PVA merupakan polimer sintetik yang mudah terurai secara biologi
(biodegradable), berbentuk bubuk halus, berwarna putih kekuningan, tidak
berbau, dan memiliki densitas 1.3 g/cm3 (pada 20oC) dan pH 3.5 – 7.0
(Simanjutak 2008). Selain itu pemilihan bahan indikator sangat penting sehingga
dihasilkan label dengan sensitivitas tinggi.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
 Pemilihan label cerdas indikator S. typhimurium dari berbagai Media
selektif dan bahan biokimiawi
 Mempelajari respon sensitivitas label cerdas terhadap pertumbuhan
S. typhimurium.
 Mengetahui jumlah sel S. typhimurium pada media pertumbuhan dan label
cerdas selama penyimpanan.
 Menghitung perubahan warna label cerdas menggunakan kolorimeter

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pembuatan label cerdas menggunakan
bahan utama dan bahan media indikator yang dapat mendeteksi pertumbuhan
bakteri Salmonella typhimurium. Penelitian dibatasi pada pemilihan media
indikator pendeteksi S. typhimurium dan kemampuan label cerdas dalam
mendeteksi bakteri S. typhimurium melalui perubahan warna.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Kemasan Cerdas
Kemasan cerdas adalah kemasan yang didisain sebagai pemberi informasi
melalui perubahan warna, mengenai kualitas dari sifat makanan selama di dalam
kemasan (Brody et al. 2001). Menurut Lestari (2013), kemasan cerdas adalah
kemasan yang dapat mengawasi dan memberikan informasi tentang kualitas
produk terkemas. Prinsip kerja dari kemasan cerdas yaitu memberikan jaminan
integritas, keamanan, dan kualitas produk yang digunakan melalui indikator
seperti suhu, waktu, pewarna gas, penginderaan, dan indikator pertumbuhan
mikroba, sehingga dapat memberi komunikasi kepada konsumen akhir mengenai
kualitas produk. Contoh dari kemasan cerdas adalah Magic Ink yaitu memberikan
indikasi perubahan warna jika ada perubahan suhu yang tidak diinginkan.
Perubahan warna pada kemasan cerdas menjadi parameter pemberi informasi
mengenai kualitas suatu bahan pangan.
Terdapat perbedaan antara kemasan cerdas dan kemasan aktif seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 1. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa
kemasan aktif merupakan pelindung dari suatu produk yang fokus terdapat zat
aditif tertentu yang membuat kemasan tersebut aktif dan dapat melakukan
beberapa peran untuk melindungi suatu produk seperti pengawetan makanan,
penghalang kelembaban, dan penyerap komponen yang tidak diinginkan dari
makanan.
Tabel 1 Perbedaan kemasan cerdas dan kemasan aktif
Kemasan Cerdas

Kemasan Aktif

Indikator waktu dan temperatur

Anti mikroba

Indikator / sensor keberadaan bakteri pembusuk

Ethylene scavenger

Indikator kejut fisik

Pemanas / pendingin

Sensor kebocoran

Penyerapan kelembaban

Indikator penyebab alergi

Penyerap / pelepas bau dan
rasa

Sensor pertumbuhan mikroba

Oxygen scavenger

Sensor patogen dan kontaminan
Sumber : Kuswandi et al. (2007)

Penghambatan kebusukan

4

Salmonella sp.
Genus Salmonella sp. merupakan anggota famili Enterobacteriaceae, yaitu
basili gram negatif, fakultatif anaerobik, berbentuk batang, tidak berspora,
memiliki flagela peritrikus, memiliki panjang ± 2 – 4 µm dan bergaris tengah
antara ± 0.5 – 0.8 µm, tumbuh pada suhu antara 5 – 45 ̊ C, dengan suhu optimum
35 – 37 ̊ C. Salmonella sp. mampu tumbuh pada pH rendah dan umumnya sensitif
pada kadar garam yang meningkat. Salmonella sp. membentuk rantai filamen
yang panjang jika dibiakkan atau ditumbuhkan pada suhu ekstrim 4 – 8oC atau
44oC, serta pada pH 4.4 atau 9.4. Semua jenis Salmonella sp. bersifat patogen,
serta dapat menyerang makrofag, sel – sel dendrit, dan epitel. Pada umumnya
isolat Salmonella menghasilkan H2S, akan tetapi Salmonella typhimurium hanya
menghasilkan sedikit H2S dan tidak membentuk gas pada fermentasi glukosa
(Bhunia 2008). Karakteristik pertumbuhan Salmonella dapat dilihat pada Tabel 2.

Parameter
Suhu ( ̊C) (*)

Tabel 2 Karakteristik pertumbuhan Salmonella sp.
Minimum
Optimum Maksimum
5.2 (Sebagian
serotipe tidak
35 – 37
45 – 47
berkembang pada
suhu < 7.0)
3.8
5.5 – 5.7
9.5

pH (*)
Daya tahan
4–5
terhadap garam (%) (*)
Aktivitas air (Aw) (**)
0.94
0.99
> 0.99
*
Sumber : Norhana et al. (2010).
**
Ministry of Health by ESR (The Institute Environmental Science and
Research Ltd (2001).
Bakteri lain yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae ini ialah
Escherichia, Edwardsiella, Shigella, Klebsiella, Enterobacter, Hafnia, Serratia,
Proteus, Yersinia, dan Erwinia. Pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh
metabolisme energi, salah satunya berupa oksidasi dan fermentasi. Salmonella sp
merupakan bakteri fakultatif anaerobik, yaitu suatu kondisi bakteri yang dapat
hidup secara aerob (ada oksigen) dan anaerob (tidak ada oksigen). Pada kondisi
aerob, bakteri akan mengoksidasi asam amino, sebaliknya saat tidak ada oksigen
atau pada kondisi anaerob bakteri tersebut akan bersifat fermentatif yang
memecah gula menjadi asam organik (Fardiaz 1992).
Salmonella sp. merupakan bakteri yang bersifat patogen. Bakteri tersebut
menimbulkan penyakit salmonellosis dengan gejala keracunan tipe infeksi yang
dapat menyerang baik manusia, hewan, dan zoonis. Terdapat dua tipe
salmonellossis pada manusia yaitu, tifoid dan non tifoid. Salmonellosis tifoid
merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang
menyebabkan demam tifoid dan Salmonella paratyphi A dan B dapat
menyebabkan demam paratyphoid. Selanjutnya salmonellosis non tifoid
disebabkan oleh serovar Salmonella sp. yang menyebabkan keracunan tipe infeksi

5

Salmonella (food – borne disease), contohnya S. typhimurium. Penyakit ini dapat
menyebabkan demam tifus yang biasanya menular dari hewan ke manusia melalui
makanan asal hewan yang terkontaminasi. (Agricultural Research Service 2002;
Fardiaz dan Jenie 1989).
Penyakit demam tifus memiliki gejala pada masa inkubasi 5 – 14 hari
dengan rata – rata 7 – 8 hari dalam tubuh. Masa inkubasi tersebut akan cepat
berlangsung jika dosis S. typhimurium yang tertelan semakin tinggi. Oleh karena
masa inkubasi S. typhimurium yang cepat pada tubuh dan tingkat bahaya bakteri
patogen, maka syarat yang diperbolehkan Salmonella sp. pada pangan contohnya
daging sebesar negatif per 25 gram (Badan Standarisasi Nasional 2008).
Berdasarkan standarisasi nasional tersebut, peran label cerdas sangat
dibutuhkan sebagai alat pengawas dan pemberi informasi mengenai keberadaan
bakteri Salmonella sp. Label cerdas tersebut diaplikasikan ke dalam kemasan,
sehingga dapat membantu konsumen dalam mengetahui keamanan pangan. Label
cerdas akan mempresentasikan perubahan warna, ketika bahan pangan mengalami
kontaminasi bakteri patogen Salmonella sp.
Salmonella sp pada Daging
Kontaminasi Salmonella sp. umumnya terjadi pada produk pangan seperti
daging sapi, daging ayam dan daging unggas. Kontaminasi sering terjadi pada
produk olahan daging seperti pada karkas daging unggas dan jenis pengolahan
daging lainnya. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kontaminasi bakteri
pada produk daging adalah jumlah dan jenis organisme bakteri patogen selama
pengolahan, waktu dan suhu penyimpanan, jenis jaringan kulit dan otot, pH, jenis
pengemasan, dan keberadaan CO2 (Bhunia 2008).
Berdasarkan sifat pertumbuhannya pada makanan, Salmonella sp. termasuk
dalam bakteri patogen yang pertumbuhannya dirangsang oleh makanan tempat
tumbuhnya, sehingga jumlahnya cepat dan bertambah banyak (Fardiaz 1989).
Salmonella sp lebih mudah menyebar ke pangan yang telah terkontaminasi,
kemudian dikonsumsi mentah atau belum matang.
Produk pangan lainnya yang sering terkontaminasi Salmonella sp. adalah
telur dan hasil – hasil olahan lainnya, ikan dan makanan hasil laut lainnya, dan
susu dan hasil olahannya. Dampak yang ditimbulkan dari kontamnasi bahan
pangan dari Salmonella sp, yaitu penyakit salmonelosis yang dapat membuat
penderita mengalami muntah dan typhus. Menurut Winata (2011), tigkat
pencemaran Salmonella sp pada daging ayam lebih tinggi sebesar 66.7 % dari
pada daging sapi sebesar 54.2 % di 12 kabupaten di Provinsi Jawa Barat.
Pencemaran daging paling sering terjadi selama pemotongan hewan di rumah
potong melalui feses, bulu, air panas rendaman sebelum pencabutan bulu
(scaleding water), air eviserasi (pengeluaran isi jeroan), air pendingin (chiller
water), dan air bilasan karkas (Nogrady et al. 2008). Standar mutu mikrobiologi
daging segar menurut SNI 3932 dapat dilihat pada Tabel 3.

6

Tabel 3 Syarat mutu mikrobiologi daging sapi
Jenis Uji
Satuan
Persyaratan
Total plate count
cfu/g
Maksimum 1 × 106
Coliform
cfu/g
Maksimum 1 × 102
Staphylococcus aureus
cfu/g
Maksimum 1 × 102
Salmonella sp
per 25 gram
Negatif
Esherichia coli
cfu/g
Maksimum 1 × 101
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2008)

Bahan Indikator
Media Selektif
Media selektif (selective medium) adalah media yang ditambah zat kimia
tertentu yang bersifat selektif untuk mencegah pertumbuhan mikroba lain
sehingga dapat mengisolasi mikroba tertentu. Media ini selain mengandung nutrisi
juga ditambah suatu zat pengahambat, sehingga media tersebut dapat menekan
pertumbuhan mikroba lain dan merangsang pertumbuhan mikroba yang
diinginkan. Zat penghambat seperti kristal violet dapat mencegah pertumbuhan
bakteri gram positif tanpa mempengaruhi pertumbuhan bakteri gram negatif.
(Baird et al. 1995).
Terdapat beberapa media selektif khusus Salmonella sp yaitu Xylose Lysine
Deoxycholate (XLD), Hektoen Enteric Agar (HEA), Salmonella Shigella Agar
(SSA), dan Bismuth Sulphite Agar (BSA). Komposisi bahan dari media selektif
terdapat pada Lampiran 1. Salah satu komposisi bahan pH indikator seperti phenol
red, akan memberikan warna kuning – orange ketika suasana asam (nilai pH < 7)
dan warna merah muda (fuchsia) – merah ketika tercipta suasana basa (nilai pH >
7). Mikroorganisme yang dapat memfermentasikan karbohidrat akan menciptakan
suasana asam dan membuat warna kuning pada media. Mikroorganisme yang
tidak dapat memfermentasikan karbohidrat, dapat mendekarboksilasi pepton dan
lisin, sehingga akan menciptakan suasana basa. Pada kondisi basa, phenol red
akan menghasilkan warna merah muda (fuchsia) – merah pada media pada
suasana basa (Anonim 2014).
Jenis karbohidrat xilosa, digunakan bakteri S. typhimurium untuk
melakukan fermentasi dan menciptakan suasana asam. Bakteri Shigella tidak
dapat memfermentasikan xilosa sehingga tetap menghasilkan warna merah.
Setelah memfermentasikan xilosa, selanjutnya S. typhimurium mendekarboksilasi
lisin yang termasuk dalam jenis asam amino dan meningkatkan pH menjadi basa.
Suasana basa tersebut akan mengubah pada indikator pH phenol red warna label
cerdas menjadi warna merah muda (Himedia 2011a).
Enzim dekarboksilase pada S. typhimurium digunakan untuk menguraikan
gugus asam amino, sehingga menghasilkan amin atau diamin dan karbondiokasia
(CO2) (Haryani et al. 2012). Bakteri S. typhimurium tidak dapat
memfermentasikan karbohidrat laktosa dan sukrosa seperti bakteri gram negatif

7

yaitu E.coli. Hasil dari fermentasi tersebut akan menghasilkan suasana asam dan
mencegah kembalinya reversi pH akibat oleh dekarboksilasi.
Salmonella sp memproduksi hidrogen sulfida (H2S) hasil dari metbolisme
Na2S2O3, lalu bereaksi dengan besi (ferric amonium citrate (FAC)) pada medium
dan membentuk endapan hitam besi sulfida (black center). Akan tetapi, bakteri
S. typhimurium hanya sedikit membentuk H2S, sehingga sulit di deteksi
keberadaan H2S pada label cerdas. Media XLD memiliki kandungan bahan
sodium deoxycholate yang berfungsi sebagai bahan penghambat pertumbuhan
bakteri gram positif, sehingga label cerdas dapat khusus mendeteksi bakteri gram
negatif. Bahan – bahan tersebut menjadikan XLD agar sebagai media yang lebih
selektif dan sensitif dibandingkan media lainnya seperti SSA, HEA, dan BSA
(Himedia 2011)a.
Komposisi Medium Bahan Biokimiawi
Bahan – bahan biokimiawi yang digunakan sebagai bahan indikator warna
ialah Brain Heart Infussion (BHI), phenol red, glukosa, tetrathionate, Na2S2O3,
dan Ferric Amonium Citrate (FAC). BHI merupakan medium diperkaya yang
bergizi untuk pertumbuhan mikroba. Medium diperkaya tersebut mengandung
pepton, proteosa, dan infus (otak sapi dan jantung sapi) yang berfungsi sebagai
sumber karbon, nitrogen, asam amino, vitamin, dan faktor pertumbuhan (Atlas
2010). Kandungan bahan tersebut membuat BHI menjadi media diperkaya yang
baik untuk pertumbuhan mikroba, sehingga digunakan sebagai salah satu bahan
penyusun indikator agar lebih cepat mendeteksi bakteri Salmonella typhimurium.
Karbohidrat jenis glukosa digunakan oleh bakteri S. typhimurium sebagai
sumber energi nutrien organik melalui proses fermentasi. Terdapat dua jenis
fermentasi pada metabolisme pertumbuhan Salmonella sp.yaitu fermentasi aerob
dan anaerob. Pada ferementasi aerob melalui jalur Embden – Meyerhoff – Parnas
(EMP), glukosa dipecah atau dikatabolisme menjadi asam piruvat, NADH2, dan
Adenosine trihosphate (ATP). Pada fermentasi anaerob, glukosa akan
dimetabolisme dan menghasilkan asam – asam organik, alkohol, CO2, H2, dan
energi (Fardiaz 1992).
Tetrathionate digunakan untuk mengisolasi dan memperbanyak kultur
murni Salmonella sp. Kandungan pepton proteasa pada tetrathionate berfungsi
sebagai nutrien yang digunakan untuk metabolisme pertumbuhan bakteri
(Himedia 2011)b. Tetrathionate mengandung komponen garam empedu yang
berfungsi sebagai bahan penghambat bakteri gram – positif dan mikroorganisme
lain, sehingga Enterobacteriaceae seperti bakteri S. typhimurium akan tetap
tumbuh.
Untuk menghasilkan sistem indikator H2S, Salmonella sp. akan mereduksi
Na2S2O3, sehingga menghasilkan H2S yang bereaksi dengan Ferric Ammonium
Citrate (FAC) dan membentuk endapan berwarna hitam (Haryani
2012).Selektifitas media untuk bakteri Salmonella sp. bergantung pada
kemampuan mikroorganisme dalam mereduksi Na2S2O3. Oleh sebab itu, hanya
organisme yang memiliki enzim reduktase yang dapat hidup pada media
tetrathionate, salah satunya S. typhimurium (Baird et al. 1995). Nilai pH yang
dihasilkan pada media ini sebesar 8.0 ± 0.2 pada suhu 25oC (Atlas 2010).

8

Uji Warna
Perubahan warna yang terjadi pada label cerdas dapat diukur dengan
menggunakan alat kolorimeter atau alat ukur warna jenis lainnya. Pada penelitian
ini, perubahan warna diukur dengan berdasarkan model CIELAB, yaitu model
warna yang dirancang untuk menyerupai persepsi penglihatan manusia dengan
menggunakan tiga komponen yaitu L sebagai luminance (pencahayaan) serta a
dan b sebagai dimensi warna yang berlawanan. Model CIELAB memberikan
pandangan dari setiap dimensi yang dibentuk, yaitu besaran CIE_L*
mendeskripsikan kecerahan warna dimulai dari 0 untuk hitam dan 100 untuk
putih. Dimensi CIE_a* untuk jenis warna hijau – merah, untuk angka negatif a*
mengindikasikan warna hijau dan CIE_a* positif mengindikasikan warna merah.
Dimensi CIE_b* mendeskripsikan warna biru – kuning, dimana angka negatif b*
mengindikasikan warna biru dan CIE_b* positif mengindikasikan warna kuning
(Hunterlab 2008). Model warna CIElab dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Model warna CIELAB. Gambar diadaptasi dari Xrite (2007).

9

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Dasar Ilmu Terapan (DIT),
Laboratorium Teknologi Pengemasan, Distribusi, dan Transportasi, Laboratorium
Minyak Atsiri Departemen Teknologi Industri Pertanian, dan di Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
dimulai bulan Februari sampai Juli 2014.

Bahan
Bahan yang digunakan yaitu agar bubuk, tepung tapioka, gliserol, Xylose
Lysine Deoxycholate (XLD), Polyvinile Alcohol (PVA), Tetrathionat, Salmonella
Shigella Agar (SSA), Tryptic Soy Agar (TSA), Bismuth Salt Agar (BSA), Hecton
Enteric agar (HEA), Brain Heart Infussion (BHI), NaCl fisiologis, aquades,
biakan Escherichia coli, dan biakan Salmonella typhimurium.

Alat
Peralatan yang digunakan adalah cawan petri, gelas piala, magnetic stirer,
autoklaf, oven (pengering), inkubator, kompor, hot stirer, batang penyebar,
termometer, neraca analitik, pipet volumetrik, sudip alumunium, tabung Scotch,
tabung reaksi, dan alat pengukur warna colortec – PCM colorimeter.

Prosedur
Penentuan Jumlah Sel S. typhimurium
Jumlah sel S. typhimurium yang diketahui bertujuan untuk melihat tingkat
sensitivitas label cerdas dalam mendeteksi bakteri S. typhimurium. Perhitungan
jumlah sel menggunakan metode hitungan cawan atau Total Plate Count (TPC).
Sebanyak 1 ose biakan sel S. typhimurium diinokulasikan ke media diperkaya BHI
cair 100 mL, lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. 1 mL S. typhimurium
dari larutan BHI cair 100 mL diencerkan ke dalam 9 mL NaCl fisiologis sampai
tingkat pengenceran 10-12.
Metode pemupukan bakteri menggunakan metode agar tuang, yaitu dengan
menginokulasikan 0,1 mL S. typhimurium dari pengenceran ke cawan petri,
selanjutnya ditambahkan media TSA sebanyak 18 – 20 mL dan dihomogenkan.

10

Pengenceran dari media kultur BHI bertujuan agar jumlah sel yang dipupuk ke
dalam media di cawan petri dapat dihitung yaitu, jumlah sel antara 30 sampai 300
(Fardiaz 1992).
Menurut Rahayu dan Nurwitri (2012), perhitungan bakteri dengan metode
Total Plate Count (TPC) dapat dilakukan berdasarkan ketentuan sebagai berikut:

N=
∑c
n1
n2
d

� 1 + 0.1 � 2 .

= Jumlah seluruh sel yang dihitung pada cawan
= Jumlah cawan dari pengenceran pertama
= Jumlah cawan dari pengenceran kedua
= Faktor pengenceran pada pengenceran pertama

Diagram alir perhitungan jumlah sel Salmonella typhimurium dapat dilihat
pada Gambar 2.
Kultur murni Salmonella typhimurium dalam
media umum TSA
Inokulasi Satu ose kultur murni Salmonella typhimurium dari
media umum TSA ke media larutan BHI
Inkubasi pada suhu 37oC selama 24 Jam

Kultur murni Salmonella typhimurium dalam
media larutan BHI

Inokulasi 1 mL Salmonella typhimurium dari larutan BHI ke dalam
9 mL larutan pengenceran NaCl fisiologis
(pengenceran 10-1 – 10-12)
Inokulasi 0.1 mL dari pengenceran 10-4 – 10-12 ke media umum
TSA, lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 Jam

Jumlah Salmonella typhimurium di setiap pengenceran dihitung
dengan metode TPC (Total Plate Count)

Jumlah bakteri Salmonella typhimurium di setiap
pengenceran dan larutan BHI diketahui

Gambar 2 Diagram alir perhitungan jumlah sel Salmonella typhimurium

11

Pemilihan Bahan Media Indikator dan Uji Sensitivitas Label Cerdas
Pemilihan Bahan Media Indikator
Terdapat dua metode penentuan bahan pewarna indikator yaitu pemilihan
antara media selektif dan komposisi medium bahan biokimiawi. Media indikator
tersebut dihomogenkan dengan aquades 150 mL dan bahan utama, yaitu agar
bubuk 2%, tepung tapioka 0.5%, dan gliserol 1 %. Pemilihan indikator warna
menggunakan media selektif bakteri S. typhimurium yaitu media Xylosa Lysine
Deoxycholate agar (XLD agar), Hektoen Enteric Agar (HEA), Salmonella Shigela
Agar (SSA), dan Bismuth Salt Agar (BSA). Komposisi bahan pada setiap media
selektif dapat dilihat pada Lampiran 1. Penggunaan awal konsentrasi media
selektif mengacu pada penelitian Lestari (2013) yaitu sebesar 1%.
Gambar 3 memperlihatkan diagram alir pembuatan label cerdas dengan
menggunakan media selektif. Menurut Atlas (2010), media selektif Salmonella sp
seperti XLD, SSA, HEA, dan BSA akan mengalami kerusakan komponen ketika
dipanaskan pada suhu lebih 100oC. Oleh karena itu, cara menghomogenkan bubuk
media selektif dan aquades dengan cara direbus sampai menghasilkan larutan
media selektif. Untuk bahan utama dan aquades dihomogenkan melalui alat
autoklaf dengan pada suhu 121oC selama 15 menit. Larutan media selektif dan
larutan bahan utama dicampur dan dihomogenkan kembali dengan cara direbus
untuk menghasilkan larutan label cerdas. Larutan tersebut dicetak pada cawan
petri dengan volume 20 mL dan dikeringkan dengan suhu 37oC selama 24 jam.
Metode pemilihan indikator warna kedua yaitu dengan membuat formulasi
dari bahan utama dan bahan komposisi biokimiawi yang dibutuhkan bagi S.
typhimurium untuk mensintesis bahan – bahan selnya. Bahan biokimiawi yang
digunakan adalah phenol red 0.02%, media diperkaya BHI 3.7%, glukosa 1%,
media pengayaan selektif tetrathionate 7.7%, Na2S2O3 0.85%, dan Ferric
Amonium Citrate (FAC) 0.15%. Bahan tersebut dihomogenkan dengan bahan
utama, sehingga menghasilkan label cerdas yang dapat mendeteksi bakteri basili
gram negatif, fakultatif anaerobik yang bersifat patogen. Konsentrasi bahan
tersebut berpacu dalam pengunaan pembuatan media umum (Atlas 2010).
Terdapat dua bagian pembuatan label cerdas dari bahan utama dan bahan
komposisi biokimiawi yaitu menggunakan indikator phenol red dan menggunakan
indikator tetrathionate. Formluasi label cerdas dengan indikator phenol red yaitu
pertama bahan utama dan phenol red. Kedua bahan utama, phenol red, media
BHI, dan glukosa. Adapun untuk formulasi label cerdas dengan indikator
tetrathionate yaitu pertama bahan utama, phenol red, BHI, tetrathionate, glukosa,
Na2SsO3, dan FAC. Kedua bahan utama, phenol red, glukosa, tetrathionate,
Na2S2O3, dan FAC.
Diagram alir pembuatan label cerdas dengan menggunakan bahan komposisi
biokimiawi dapat dilihat pada Gambar 4. Prosedur pembuatan label cerdas dengan
metode ini dilakukan dengan cara bahan utama dan bahan biokimiawi tertentu
dihomgenkan dengan aquades melalui alat autoklaf dengan suhu 121oC selama 15
menit. Selanjutnya larutan yang telah homogen dicetak di cawan petri sebanyak
20 mL, kemudian dikeringkan pada suhu 37oC selama 24 jam.

12

Aquades dan media selektif

Aquades + bahan utama

Direbus sampai homogen

Autoklaf 121oC, 15 menit

Larutan bahan utama

Larutan media selektif

Direbus sampai homogen

Pencetakan 20 mL,pada cawan petri,
diameter 9 cm

Pengeringan Suhu 37oC, 24 Jam di dalam
cawan tertutup

Indikator label cerdas

Gambar 3 Diagram alir pembuatan label cerdas dengan menggunakan media
selektif
Aquades + bahan utama +
Komposisi bahan biokimiawi

Autoklaf 121oC, 15 menit

Larutan Label Cerdas

Pencetakan Pada Cawan Petri

Pengeringan Suhu 37oC, 24 Jam

Label cerdas pendeteksi
Salmonella

Gambar 4 Diagram alir pembuatan label cerdas dengan menggunakan bahan
komposisi biokimiawi

13

Uji Sensitivitas
Label cerdas yang telah dicetak dalam cawan petri diuji sensitivitasnya
terhadap pertumbuhan Salmonella typhimurium dengan cara memipetkan jumlah
sel S. typhimurium. Positif pertumbuhan Salmonella typhimurium pada label
cerdas ditandai dengan perubahan warna menjadi merah muda sampai kuning.
Metode uji sensitivitas label cerdas terhadap pertumbuhan Salmonella
typhimurium diadaptasi dari penelitian Lestari (2013), seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 5.
Uji sensitivitas label cerdas dilakukan dengan cara memipetkan kultur
S. typhimurium sebanyak 0.1 mL larutan BHI ke dalam label cerdas yang telah
dicetak di dalam cawan petri. Selanjutnya kultur tersebut disebarkan di atas
permukaan label cerdas menggunakan batang penyebar. Inkubasi bahan pengujian
sensitivitas dilakukan pada suhu optimum pertumbuhan S. typhimurium 37oC
selama 24 jam.
Label cerdas

Biakan Salmonella
typhimurium
Batang
penyebar

Cawan petri

Gambar 5 Langkah uji sensitivitas label cerdas terhadap pertumbuhan
Salmonella typhimurium
Performa Label dengan Penambahan PVA Terhadap Suhu Pengeringan
Penambahan berbagai konsentrasi PVA bertujuan untuk mengetahui
komposisi bahan yang sesuai untuk label. Komposisi yang sesuai tersebut
diharapkan dapat menahan uap air, sehingga label tidak larut ketika kontak
dengan produk. Penelitian tahap ini, diawali dengan pembuatan label cerdas yang
dicetak pada cawan petri dan dikeringkan pada suhu 37oC dan dan 50oC.
Penentuan formulasi label cerdas bergantung pada jenis label cerdas dan
sensitivitas pertumbuhan S. typhimurium. Diagram alir pembuatan label cerdas
dengan suhu pengeringan pada suhu 37oC dan 50oC seperti ditunjukkan pada
Gambar 6.
Air destilata dipanaskan sampai suhu 50oC – 70oC kemudian agar bubuk
dimasukkan secara perlahan dan ditunggu sampai homogen. Tepung tapioka
dimasukkan ketika suhu belum mencapai 80oC. Setelah semua bahan homogen,
kemudian dimasukkan PVA ketika suhu 80oC. Suhu tersebut bertujuan untuk
menghomogenkan PVA dengan bahan lainnya. Setelah homogen, larutan

14

didinginkan pada suhu 60 – 65oC lalu dimasukkan gliserol. Dinginkan kembali
larutan sampai suhu 50oC dan masukkan larutan media selektif XLD. Selanjutnya
larutan label cerdas dihomgenkan pada suhu 70oC agar tidak cepat membeku.
Cetak larutan pada cawan petri dengan volume 20 mL dan keringkan sesuai suhu
perlakuan yaitu 37oC dan 50oC.
Air Destilata

Homogenasi dengan pemanasan
50oC – 70oC

Agar Bubuk

Pemanasan Suhu 80oC

PVA

Tepung
Tapioka

Gliserol

Homogenasi dengan Suhu
60oC – 65oC

Homogenasi dengan Suhu 50oC

Larutan Media
XLD

Larutan Film
Pemanasan Hingga Suhu 70oC

Pencetakan Pada Cawan Petri
Pengeringan Suhu 37oC atau
50oC, 24 Jam

Label cerdas
pendeteksi Salmonella

Gambar 6 Diagram alir pembuatan label cerdas dengan suhu pengeringan 37oC
dan 50oC
Pengaruh Konsentrasi XLD Terhadap Perubahan Visualisasi Warna Label
Penelitian tahap ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi terbaik XLD
berdasarkan perubahan visualisasi warna pertumbuhan bakteri gram negatif famili
Enterobacteriaceae, S. typhimurium. Formulasi standar label cerdas mengacu
kepada penelitian Warsiski et al. (2010) dalam pembuatan film yaitu tepung

15

tapioka 0.5 % dan gliserol 1 %. Konsentrasi agar bubuk mengacu pada penelitian
Lestari (2013) sebesar 2 %. Label cerdas dengan 4 konsentrasi media selektif
XLD yaitu 0.5 %,
1 %, 1.5 %, 2 % dilakukan uji sensitivitas terhadap
pertumbuhan bakteri Salmonella typhimurium.
Uji Sensitivitas Label Cerdas Berbentuk Sachet
Label cerdas yang telah dipilih pada tahap sebelumnya, kemudian diuji
sensitivitas dengan metode label cerdas dalam sachet. Gambar 7 memperlihatkan
diagram alir pembuatan label cerdas dalam sachet.

Kultur Salmonella
typhimurium di larutan
BHI dan pengenceran 10-12

Label Cerdas
Pendeteksi
Salmonella

Label Cerdas dipotong
dengan ukuran 3 x 3 cm

Larutan media
BHI agar

Injeksi 100 µ Salmonella
typhimurium dari Larutan BHI dan
pengenceran 10-12 ke dalam Botol
atau cawan petri

Label Cerdas ukuran
3 x 3 cm dibungkus
dengan Plastik LDPE

Homogenkan kultur BHI dan media
BHI dengan cara menggoyangkan
seperti angka delapan (metode agar
tuang)

Label Cerdas
Ditempelkan di bagian
dalam tutup botol atau
cawan petri

Botol atau cawan petri
ditutup dengan penutup yang
sudah ditempelkan label
cerdas

Inkubasi selama 24 Jam di suhu
37oC

Pengamatan sensitifitas
melalui perubahan
warna label cerdas

Gambar 7 Diagram alir pembuatan label cerdas dalam sachet

16

Kemasan sachet dibuat dari plastik Low Density Polyethylene (LDPE) yang
memiliki permeabilitas tinggi. Label yang telah dipotong dengan ukuran 3 x 3 cm
dibungkus dengan plastik LDPE, sehingga berbentuk sachet. Kemasan sachet
bertujuan untuk mengurangi migrasi antara label cerdas dan produk. Pada tahap
keempat ini akan dipilih formulasi terbaik label cerdas dalam sachet dan
mengetahui tingkat sensitivitas indikator label cerdas dalam mendeteksi jumlah
sel S. typhimurium. Pengujian sensitivitas label cerdas dilakukan dalam dua
teknik, pertama dilakukan di dalam botol dan kedua di dalam cawan petri.
Pengemasan label cerdas dalam sachet dilakukan dengan cara memotong
label cerdas dengan ukuran 3 x 3 cm, selanjutnya label dibungkus dengan plastik
yang memiliki tingkat permeabilitas tinggi yaitu Low Density Polyethylene
(LDPE). Untuk uji sensitivitas, kedua metode botol dan cawan petri diiisi dengan
media pertumbuhan berupa BHI agar. Media pertumbuhan ini akan dipipetkan
jumlah sel S. typhimurium yang berbeda menjadi dua sampel, yaitu sampel
pertama media pertumbuhan dipipetkan sel yang berasal dari kultur murni yaitu
sebesar 2.2 x 1015 CFU / mL dan sampel kedua media pertumbuhan dipipetkan sel
yang berasal dari pengenceran 10-12 yaitu sebesar 2.2 x 100 CFU / mL.
Gambar 8 dan Gambar 9 menunjukkan ilustrasi pengujian sensitivitas label
di dalam botol dan di cawan petri. Gambar tersebut memperlihatkan label
ditempelkan di bagian dalam tutup botol atau penutup cawan petri. Uji sensitivitas
dilakukan dengan melihat perubahan warna label selama waktu penyimpanan di
suhu inkubasi 37oC. Perubahan warna yang terjadi ialah dari kuning transpran ke
warna merah muda.
Tutup

Label
cerdas

Botol

Tampak
depan

Tampak
atas

Media agar umum BHI +
kultur murni atau
pengenceran 10-12 S.
typhimurium

Gambar 8 Ilustrasi pengujian sensitivitas di dalam botol

17

Tutup
cawan petri

Label
cerdas

Media agar umum BHI +
Kultur murni kultur
murni atau pengenceran
10-12 S. typhimurium

Media agar umum dan
label cerdas dalam
cawan petri tampak atas

Cawan petri
Gambar 9 Ilustrasi pengujian sensitivitas di dalam cawan petri
Perhitungan Jumlah Sel S. typimurium pada Label dan Media Pertumbuhan
Perhitungan jumlah sel S. typhimurium dilakukan dengan menggunakan
Total Plate Count (TPC). Sel bulat hitam dihitung manual untuk melihat
pertumbuhan sel selama 96 jam atau 4 hari. Gambar 10 menunjukkan metode
cawan tuang dengan perhitungan jumlah S. typhimurium menggunakan Total
Plate Count (TPC). Metode cawan tuang merupakan metode perhitungan yang
pengenceran dan medianya telah disiapkan terlebih dahulu. Label cerdas dan
media pertumbuhan terlebih dahulu dihancurkan menjadi suspensi
S. typhimurium, kemudian dimasukkan ke larutan pengenceran NaCl fisiologis.
Sebanyak 0.1 mL pengenceran dipipetkan ke dalam cawan petri lalu tuangkan
media selektif Salmonella Shigella Agar (SSA) ke dalam cawan petri, lalu
dihomogenkan dengan cara digoyangkan seperti membentuk angka delapan.
Perhitungan bakteri dengan metode TPC dilakukan seperti metode pada sub bab
perhitungan jumlah sel S. typhimurium.

18

NaCl fisiologis
Suspensi
S.typhimurium

Pengenceran
Pemipetan 0.1 mL ke cawan petri
Penuangan SSA
Inkubasi 24-48 jam suhu 37°C
Perhitungan sel
Jumlah Sel S.
typhimurium

Gambar 10 Diagram alir uji perhitungan S. typhimurium dengan metode agar
tuang
Pengukuran Perubahan Warna Label Cerdas
Pengukuran perubahan warna label cerdas dilakukan dengan menggunakan
alat kolorimeter di lima titik berbeda yaitu kanan atas, kanan bawah, tengah, kiri
atas, dan kiri bawah seperti yang ditunjukkan pada gambar 11. Dari data tersebut
dicari nilai L*, a*, b*, dan ΔH*. Hasil dari pengolahan data kemudian dirata –
ratakan.

Gambar 11 Posisi titik pengukuran warna label cerdas. Titik kanan atas ( ), titik
kanan bawah ( ), titik tengah (
), titik kiri atas ( ), dan titik kiri
bawah ( ).

19

Prinsip alat kolorimeter yaitu menangkap warna yang sesuai dengan
persepsi penglihatan manusia. Alat tersebut akan menghasilkan nilai Lab dan
dibandingkan dengan beberapa warna. Warna label cerdas diperoleh dengan cara
mengolah data warna berupa perhitungan rata – rata nilai L*, a*, b* ΔL*, Δa*,
Δb*, ΔE*, ΔC*, dan ΔH*. Perubahan warna label cerdas mempengaruhi nilai
Lab* yang dihasilkan. Berdasarkan Xrite (2007), perubahan nilai Lab* dapat
ditulis sebagai berikut:
1. Perubahan nilai L* (ΔL)
Nilai L* digunakan untuk menilai perubahan terang atau gelap suatu
sampel. Nilai L* positif mengindikasikan sampel lebih terang dari sebelumnya
dan nilai L* negatif mengindikasikan sampel lebih gelap dari sebelumnya.
ΔL* = L*0 – L*
Dimana :
ΔL*
= Perubahan nilai L* selama waktu tertentu
L*0
= Nilai L* untuk sampel pada kondisi awal
L*
= Nilai L* untuk sampel selama waktu tertentu
2. Perubahan nilai a* (Δa)
Nilai a* memberikan parameter warna suatu sampel merah – hijau. Nilai a*
positif menandakan sampel lebih merah dari sebelumnya dan nilai a* negatif
menandakan sampel lebih hijau dari sebelumnya.
Δa* = a*0 – a *
Dimana :
Δa*
= Perubahan nilai a* selama waktu tertentu
a*0
= Nilai a* untuk sampel pada kondisi awal
a*
= Nilai a* untuk sampel selama waktu tertentu
3. Perubahan nilai b* (Δb)
Parameter nilai b digunakan untuk memberikan nilai kuning – biru. Nilai b*
positif menandakan sampel lebih kuning dari sebelumnya dan nilai b* negatif
menandakan sampel lebih biru dari sebelumnya.
Δb* = b*0 – b*
Dimana :
Δb*
b*0
b*

= Perubahan nilai b* selama waktu tertentu
= Nilai b* untuk sampel pada kondisi awal
= Nilai b* untuk sampel selama waktu tertentu

20

4. Total perubahan nilai Lab* (ΔE*)
Parameter ΔE digunakan untuk melihat tingkat perubahan nilai L*, a*, dan
b* selama perubahan warna label cerdas. Semakin besar nilai ΔE* maka semakin
besar pula perubahan atau perbedaan nilai L*, a*, dan b* yang terjadi. Selanjutnya
jika nilai ΔE semakin kecil, maka perubahan atau perbedaan nilai L*, a*, dan b*
juga semakin kecil.
ΔE* = (ΔL2 + Δa2 + Δb2)1/2
Dimana
ΔE*
ΔL*
Δa*
Δb*

:
= Perubahan nilai Lab* selama waktu tertentu
= Perubahan nilai L* selama waktu tertentu
= Perubahan nilai a* selama waktu tertentu
= Perubahan nilai b* selama waktu tertentu

5. Total perubahan tingkat saturasi warna (C* dan ΔC*)
Parameter C* digunakan untuk menilai tingkat saturasi warna yang
dihasilkan. Semakin tinggi nilai C*, maka semakin tinggi saturasi warna yang
dihasilkan. Berikutnya jika nilai C* semakin kecil, maka nilai saturasi yang
dihasilkan juga semakin rendah.
C* = (a2 + b2)1/2
ΔC* = C*0 – C*
Dimana :
C*
= Nilai saturasi sampel selama waktu tertentu
a*
= Nilai a* untuk sampel selama waktu tertentu
b*
= Nilai b* untuk sampel selama waktu tertentu
ΔC*
= Perubahan nilai C* selama waktu tertentu
C*0
= Nilai saturasi sampel pada kondisi awal
6. Perubahan warna / hue (ΔH*)
Parameter ΔH digunakan untuk melihat perubahan warna yang terjadi
pada label cerdas. Semakin besar nilai ΔH* maka semaikn besar perubahan
warna. Begitu pula sebaliknya, semakin kecil nilai ΔH* maka semakin kecil pula
perubahan warna yang terjadi.
ΔH* = (ΔE2 – ΔL2 – ΔC2)1/2
Dimana
ΔH*
ΔE*
ΔL*
ΔC*

:
= Perubahan warna selama waktu tertentu
= Perubahan nilai Lab* selama waktu tertentu
= Perubahan nilai L* selama waktu tertentu
= Perubahan nilai C* selama waktu tertentu

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Jumlah Sel S. typhimurium dalam 100 mL Larutan BHI
Tingkat sensitivitas label cerdas dapat diketahui dari kemampuan dan waktu
yang dibutuhkan label dalam mendeteksi jumlah awal sel bakteri yang ada.
Jumlah awal sel berasal dari banyaknya sel bakteri yang dipipetkan ke media uji
sensitivitas. Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah sel yang dapat dihitung
terdapat pada pengenceran 10-12.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dalam satu ose kultur murni terdapat
jumlah sel Salmonella typhimurium sebesar 2.2 x 1015 CFU / mL, sehingga dapat
diketahui jumlah sel S. typhimurium pada pengenceran tingkat 10-12 adalah 2.2 x
100 CFU / mL. Jumlah bakteri Salmonella typhimurium dari kultur murni dan
pengenceran 10-12 tersebut dipipetkan ke label cerdas dan media pertumbuhan
pada saat uji sensitivitas label cerdas. Hal ini bertujuan untuk melihat kemampuan
sensitivitas label cerdas dalam mendeteksi jumlah bakteri yang ada.

Pemilihan Bahan Media Indikator dan Uji Sensitivitas Label Cerdas
Pembuatan label cerdas pendeteksi Salmonella berdasarkan pada penelitian
Warsiki et al. (2010) dan Lestari (2013). Berdasarkan penelitian tersebut
diperoleh bahan utama pembuatan label cerdas yaitu agar bubuk 2 %, tepung
tapioka 0.5 %, dan Gliserol 1 %. Agar bubuk berfungsi sebagai bahan viskositas
atau pengental dan menyatukan setiap bahan. Tepung tapioka merupakan bahan
pembuat film yang mempunyai struktur mekanis yang cukup baik, tetapi kurang
baik sebagai penghambat uap air (Nugroho et al 2013). Gliserol merupakan cairan
tidak berwarna, tidak berbau, dan merupakan cairan kental yang memiliki rasa
manis, sedangkan peran gliserol ialah sebagai plasticizer dan konsentrasinya
meningkatkan fleksibilitas film (Pagliaro et al 2008).
Bahan utama tersebut dikomposisikan dengan bahan media indikator yang
dapat mendeteksi bakteri patogen S. typhimurium. Pemilihan bahan media
indikator terdiri atas media selektif dan komposisi bahan biokimiawi. Hasil uji
sensitivitas label cerdas menggunakan media selektif dapat dilihat pada Tabel 4.
Bahan utama dan media selektif XLD memperlihatkan perubahan warna yang
mudah diketahui secara visual. Perubahan warna yang terjadi yaitu warna cokelat
transparan menjadi warna merah muda (fuschia) pada waktu pengamatan jam ke
24 – 72. Formulasi tersebut dapat membedakan bakteri gram negatif S.
typhimurium dan E.coli melalui perbedaan warna yang dihasilkan. Label yang
mendeteksi E.coli akan mempresentasikan warna kuning yang berasal dari
suasana asam selama pengamatan jam ke – 72. Suasana asam ini dihasilkan dari
fermentasi laktosa oleh E.coli, sehingga indikator pH phenol red akan merubah
warna label cerdas dari coklat transparan menjadi kuning.

22

Tabel 4 Hasil uji sensitivitas label cerdas pada berbagai media selektif
Hasil Pengamatan (Jam)
Formulasi Jenis Bakteri
0
24
48
72
Bahan

Bahan
utama +
XLD

S.
typhimurium

E.coli

Bahan
utama +
SSA

S.
typhimurium

E.coli

Bahan
utama +
HEA

S.
typhimurium

E.coli

Bahan
utama