Diversity and Abundance of Insect Pollinators in Different Land Use Types in Jambi, Sumatra

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN SERANGGA
POLINATOR PADA TIPE PENGGUNAAN LAHAN
BERBEDA DI JAMBI, SUMATERA

ELIDA HAFNI SIREGAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman dan
Kelimpahan Serangga Polinator pada Tipe Penggunaan Lahan Berbeda di Jambi,
Sumatera adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor,

Maret 2014

Elida Hafni Siregar
NIM G352110041

RINGKASAN
ELIDA HAFNI SIREGAR. Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Polinator
pada Tipe Penggunaan Lahan Berbeda di Jambi, Sumatera. Dibimbing oleh TRI
ATMOWIDI dan SIH KAHONO.
Indonesia termasuk salah satu negara dengan tingkat keanekaragaman hayati
yang tinggi di dunia. Saat ini, keanekaragaman hayati tumbuhan dan hewan
mengalami penurunan akibat meningkatnya penebangan liar dan konversi hutan
menjadi lahan pemukiman, pertambangan, pertanian, dan perkebunan. Di
Sumatera tengah, termasuk Jambi tingkat deforestasi mencapai 3.2%-5.9% tiap
tahunnya. Konversi hutan menjadi lahan pertanian berdampak pada serangga,
termasuk serangga polinator. Penelitian ini bertujuan mempelajari

keanekaragaman dan kelimpahan serangga polinator pada tipe penggunaan lahan
yang berbeda.
Observasi dan koleksi serangga polinator dilakukan dari bulan November
hingga Desember 2012 di kecamatan Bejubang, kabupaten Batanghari, Provinsi
Jambi. Pengamatan dilakukan pada tiga tipe penggunaan lahan yaitu kebun sawit,
kebun karet, dan hutan-karet. Metode yang digunakan dalam pengamatan
serangga polinator ialah scan sampling pada tanaman bawah (understory) pada
plot berukuran 50mx70m, yang dilakukan pada pagi (08.00-10.00 WIB) dan sore
hari (14.00-16.00 WIB) ketika hari cerah. Serangga polinator dikoleksi dengan
menggunakan jaring serangga.
Total serangga polinator yang berhasil dikoleksi sebanyak 1.308 individu
yang termasuk kedalam 54 spesies dalam 3 ordo (Hymenoptera, Diptera, dan
Lepidoptera). Jumlah spesies dan jumlah individu serangga polinator di kebun
sawit (43 spesies, 561 individu) dan kebun karet (40 spesies, 650 individu) lebih
tinggi dibandingkan hutan-karet (7 spesies, 97 individu). Lebah Apis dorsata dan
Trigona sp. (=aff. T. planifrons) dominan di kebun sawit. Lebah T. laeviceps dan
Ceratina lieftincki dominan di kebun karet. Lalat Syrphidae sp5. dominan di
hutan-karet. Serangga polinator banyak ditemukan pada pagi hari dibandingkan
sore hari.
Keanekaragaman dan kemerataan serangga polinator paling tinggi

ditemukan pada kebun sawit, diikuti kebun karet, dan hutan-karet. Tingginya
kelimpahan bunga tumbuhan bawah di kebun sawit dan kebun karet menyebabkan
kedua tipe penggunaan lahan tersebut menjadi pilihan bagi serangga polinator
sebagai lokasi pencarian pakannya. Untuk membangun sarangnya, hutan-karet
dan kebun karet menjadi pilihan lebah karena banyak ditemukan pohon yang
berukuran besar, serta banyak dahan dan ranting kering. Komunitas serangga
polinator yang terdapat di kebun sawit dengan kebun karet memiliki kesamaan
yang lebih tinggi dibandingkan antara kebun sawit dengan hutan-karet, atau kebun
karet dengan hutan-karet.
Kata kunci: Apidae, Halictidae, Megachilidae, serangga polinator, Syrphidae.

SUMMARY
ELIDA HAFNI SIREGAR. Diversity and Abundance of Insect Pollinators in
Different Land Use Types in Jambi, Sumatra. Supervised by TRI ATMOWIDI
and SIH KAHONO
Indonesia is one of the tropical countries with high biodiversity. Recently,
the biodiversity of plants and animals is declining due to forest converting to
settlements, mines, agricultures, and plantations. In Central Sumatra including
Jambi, annual deforestation rate reaches 3.2%-5.9%. Converting natural
landscapes to agricultural land affects insects biodiversity, including insect

pollinators. The research aimed to study diversity and abundance of insect
pollinators in different land use types, i.e. oil palm plantation, rubber plantation,
and jungle-rubber in Jambi, Sumatra.
Observation and collection of insect pollinators were conducted from
November until December 2012 at Bejubang, Batanghari regency, Jambi
province. Insect observations were conducted in understory plants at three land
use types, i.e. oil palm plantation, rubber plantation, and jungle-rubber. Scan
sampling method was employed to explore the diversity and abundance of insect
pollinators at 08.00-10.00 and 14.00-16.00 in sunny days.
This study consist of found 1308 individuals of insect pollinators, belonging
to 54 species,7 families, and 3 orders (Hymenoptera, Diptera, and Lepidoptera).
Number of species and individual of insect pollinators found in oil palm
plantation (43 species, 561 individuals) and rubber plantation (40 species, 650
individuals) were higher than jungle-rubber (7 species, 97 individiuals). Giant
honey bee (Apis dorsata) and stingless bee (Trigona sp. (=aff. T. planifrons))
were abundant in oil palm plantation, while stingless bee (T. laeviceps) and small
carpenter bee (Ceratina lieftincki) were abundant in rubber plantation. Whereas,
hoverfly (Syrphidae sp5) was abundant in the jungle-rubber. The abundance and
species richness of insect pollinators in the morning were higher than in the
afternoon.

Diversity and evenness of insect pollinators in oil palm and rubber
plantations were higher than jungle-rubber. The abundant of flower of understory
plants in oil palm and rubber plantations indicated insect pollinators forage in
those locations. Meanwhile, jungle-rubber and rubber plantations were prefered
by insect pollinators for nest building, because there were many large trees,
branches, and broken twigs. The insect pollinators community in oil palm
plantation and rubber plantation were more similar than in oil palm plantation and
jungle-rubber, or in rubber plantation and jungle-rubber.
Keywords: Apidae, Halictidae, insect pollinators, Megachilidae, Syrphidae.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN SERANGGA
POLINATOR PADA TIPE PENGGUNAAN LAHAN
BERBEDA DI JAMBI, SUMATERA

ELIDA HAFNI SIREGAR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Purnama Hidayat, M.Sc.

Judul Tesis : Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Polinator pada Tipe

Penggunaan Lahan Berbeda di Jambi, Sumatera
Nama
: Elida Hafni Siregar
NIM
: G352110041

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Tri Atmowidi, M.Si.
Ketua

Dr. Sih Kahono, M.Sc.
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biosains Hewan


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. RR. Dyah Perwitasari, M.Sc.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian: 05 Februari 2014

Tanggal Lulus:

ludul Tesis : Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Polinator pada Tipe
Penggunaan Lahan Berbeda di 1ambi, Sumatera
: Elida Hafni Siregar
Nama
NIM
:G352110041

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Dr. Sih Kahono, M.Sc.
Anggota

Dr. T
Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biosains Hewan

Dr.

セN

Dyah Perwitasari, M.Sc.

Tanggal Ujian: 05 Februari 2014

Tanggal Lulus:


1 8 MAR 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga Tesis dengan judul Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga
Polinator pada Tipe Penggunaan Lahan Berbeda di Jambi, Sumatera dapat
diselesaikan. Penelitian ini berlangsung dari bulan November 2012 sampai Mei
2013. Penelitian ini terlaksana atas bantuan dana dari beasiswa BBPS DIKTI dan
Start-Up Project Colaborative Research Center (CRC) EFForTS kerjasama
Indonesia-German.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Tri Atmowidi, M.Si.
dan Dr. Sih Kahono, M.Sc. selaku pembimbing yang telah banyak memberikan
nasehat, arahan dan bimbingannya selama ini. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada:
1. Rektor, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, dan
Ketua Jurusan Biologi Universitas Negeri Medan (UNIMED) yang telah
memberikan izin tugas belajar.
2. Rektor, Dekan Pascasarjana, dan Ketua Mayor Biosains Hewan (BSH)
Institut Pertanian Bogor (IPB) yang telah menerima penulis sebagai
mahasiswa.

3. Dr. RR Dyah Perwitasari M.Sc, dan seluruh staf pengajar dan laboran
BSH atas semua ilmu, pengalaman, bimbingan, nasehat, dan fasilitas
selama menempuh studi.
4. Dr. Hari Sutrisno, Dr. Awit Suwito, Dra. Erniwati, Darmawan, serta
seluruh peneliti dan staf Laboratorium Entomologi Divisi Zoologi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong atas semua ilmu,
fasillitas dan bantuannya dalam proses identifikasi, verifikasi dan foto
spesimen.
5. Dr. Purnama Hidayat, M.Sc. selaku penguji luar komisi pada ujian tesis
yang telah memberikan saran dalam penyusunan tesis.
6. Andi Darmawan, M.Si dan Yuliadi Zamroni, M.Si atas bantuannya dalam
proses analisis data, serta teman-teman BSH angkatan 2011, teman-teman
di Zoocorner dan Pondok Nauli atas kebersamaan, dan dukungan
persahabatannya selama ini.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua, abang,
adik-adik, dan seluruh keluarga atas segala doa, kasih sayang, dan semangat.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan,
khususnya serangga polinator .

Bogor, Maret 2014

Elida Hafni Siregar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Keadaan Umum Wilayah
Interaksi Tumbuhan dan Serangga Polinator
Biologi Serangga Polinator

2
2
3
4

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Observasi dan Koleksi Serangga polinator
Pengukuran Faktor Lingkungan
Preservasi dan Identifikasi Spesimen Serangga polinator
Analisis Data

5
5
7
7
8
8

HASIL
Tumbuhan Bawah dan Kondisi Lingkungan di Lokasi Penelitian
Keanekaragaman Serangga Polinator

9
9
10

PEMBAHASAN

16

SIMPULAN

18

DAFTAR PUSTAKA

18

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
1 Kondisi penutupan lahan Provinsi Jambi
2 Faktor lingkungan yang diukur pada masing-masing tipe penggunaan
lahan
3 Jumlah individu serangga polinator di masing-masing lokasi penelitian
4 Korelasi Pearson antara faktor lingkungan dengan rata-rata individu dan
jumlah spesies serangga polinator pada pagi dan sore hari
5 Matriks kesamaan Bray-Curtis komunitas serangga polinator diantara
tipe penggunaan lahan

3
9
11
14
15

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Peta lokasi penelitian serangga polinator di Provinsi Jambi
Lokasi pengambilan sampel serangga polinator
Bunga tumbuhan bawah yang dikunjungi serangga polinator
Beberapa spesies serangga polinator yang ditemukan di lokasi penelitian
Rata-rata individu dan jumlah spesies serangga polinator berdasarkan
famili
6 Rata-rata individu dan jumlah spesies serangga polinator yang koleksi
pada pagi dan sore hari berdasarkan ordo
7 Rata-rata individu dan jumlah spesies serangga polinator yang koleksi
pada pagi dan sore hari berdasarkan tipe penggunaan lahan
8 Diagram venn yang menunjukkan kesamaan spesies diantara tipe
penggunaan lahan

6
7
10
13
14
14
15
16

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia termasuk salah satu negara dengan tingkat keanekaragaman hayati
yang tinggi di dunia. Saat ini, keanekaragaman hayati tumbuhan dan hewan
mengalami penurunan (Schulze et al. 2004). Penurunan keanekaragaman hayati
ini terjadi akibat meningkatnya penebangan liar dan konversi hutan menjadi lahan
pemukiman, pertambangan, pertanian, dan perkebunan. Sodhi et al. (2010)
melaporkan luas hutan hujan tropis di Indonesia terus menurun setiap tahunnya
sebesar 1.7% dari tahun 1990 hingga 2005.
Kerusakan hutan yang terjadi dapat menyebabkan terganggunya interaksi
mutualisme antara tumbuhan dengan serangga. Dari total hewan yang telah punah,
sekitar 95% adalah avertebrata dan sebagian besarnya serangga (Myers et al.
2000). Serangga merupakan kelompok hewan yang memiliki jumlah spesies dan
individu terbesar. Serangga termasuk hewan kosmopolitan yang menempati
berbagai relung dan fungsi ekologi. Fungsi ekologi serangga diantaranya sebagai
herbivor, predator, dekomposer, parasitoid, dan polinator. Walaupun serangga
memiliki peranan yang sangat penting dalam ekosistem, namun keberadaannya
saat ini masih kurang diperhitungkan (Sodhi et al. 2010) dalam konservasi
ekosistem.
Bawa (1990) melaporkan lebih dari 90% spesies tumbuhan tropis
membutuhkan polinator, dua pertiga diantaranya dilakukan oleh serangga
(Schoonhoven et al. 2005). Polinator dibutuhkan karena tumbuhan tersebut tidak
mampu melakukan penyerbukan sendiri (self-pollination). Beberapa mekanisme
yang menyebabkan tumbuhan harus melakukan penyebukan silang (crosspollination), diantaranya adalah herkogamy, dichogamy, dan self-incompatible
(SI) (Faegri dan van der Pijl 1979).
Penyerbukan yang dibantu oleh serangga polinator dapat meningkatkan
hasil panen sebesar 41% pada cranberry, 7% pada blueberry, 26% pada tomat,
45% pada strowberry, dan 22%–24% pada kapas (Delaplane dan Mayer 2000).
Pada tanaman caisim (Brassica rapa), kunjungan serangga polinator mampu
meningkatkan jumlah polong per tanaman, jumlah biji per polong, bobot biji per
tanaman, dan meningkatkan jumlah biji yang berkecambah (Atmowidi et al.
2007).
Serangga polinator terdiri atas lebah dan tabuhan (Hymenoptera), kupukupu dan ngengat (Lepidoptera), lalat (Diptera), kumbang (Coleoptera), dan thrips
(Thysanoptera). Kelompok serangga di atas memiliki kemampuan untuk
membawa atau mengumpulkan polen. Setiap kelompok serangga polinator
memiliki adaptasi yang berbeda-beda terhadap bunga yang diserbukinya. Adaptasi
ini menyebabkan hanya spesies-spesies tertentu saja yang efektif sebagai agen
penyerbuk pada bunga tertentu. Diantara kelompok serangga polinator, lebah
merupakan serangga polinator yang paling efektif dalam membantu penyerbukan
pada tanaman pertanian dan tumbuhan liar (Tylianakis et al. 2007).
Saat ini informasi tentang penurunan jumlah serangga polinator telah
banyak dilaporkan. Steffan-Dewenter dan Tscharntke (1999) melaporkan
penurunan keragaman dan kelimpahan lebah liar yang mengunjungi tanaman sawi

2
(Sinapis arvensis) dan lobak (Raphanus sativus).) pada jarak yang semakin jauh
dari habitat alaminya. Delaplane dan Mayer (2000); Michener (2000) melaporkan
penurunan koloni lebah madu di berbagai daerah di dunia. Konversi hutan
menjadi lahan pertanian, seperti kebun kelapa sawit, kebun karet, dan hutan-karet
berdampak terhadap fungsi ekosistem di dalamnya, termasuk serangga polinator.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman dan kelimpahan
serangga polinator pada tipe penggunaan lahan yang berbeda, yaitu kebun sawit,
kebun karet, dan hutan-karet.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai pangkalan data
keanekaragaman serangga polinator yang terdapat di Provinsi Jambi. Data
keanekaragaman dan kelimpahan serangga polinator dapat dijadikan sebagai
sumber informasi dalam upaya konservasi dan pengelolaan serangga polinator.

TINJAUAN PUSTAKA
Keadaan Umum Wilayah
Provinsi Jambi sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah
terutama di bagian timur dan tengah, termasuk Kabupaten Muaro Jambi,
Batanghari, Tanjung Jabung Barat, dan Tanjung Jabung Timur. Penyebaran
ketinggian dari permukaan air laut (dpl) Provinsi Jambi sebagian besar (42.76%)
pada ketinggian 40-100 meter dpl. Berdasarkan tipe iklim Schmid dan Ferguson,
Jambi termasuk dalam tipe iklim A yang dicirikan dengan curah hujan tinggi dan
hampir merata sepanjang tahun. Suhu udara rata-rata meningkat mulai dari bulan
Maret dan mencapai puncaknya pada bulan Mei setiap tahunnya. Pada bulan
September, suhu udara mulai menurun sebagai pertanda datangnya awal musim
penghujan (Dinas Kehutanan Provinsi Jambi 2008).
Provinsi Jambi memiliki luas hutan hujan tropis sekitar 1.423.187,77 Ha,
dan luasnya terus menurun secara signifikan (Tabel 2.1). Penurunan luas hutan
tersebut diiringi dengan peningkatan luas area perkebunan. Perkebunan karet dan
sawit menempati urutan pertama dan kedua, masing-masing mencapai luas
664.943 Ha dan 484.137 Ha atau sekitar 84% dari luas total perkebunan (Dinas
Perkebunan Provinsi Jambi 2008). Achard et al. (2002) melaporkan, Jambi
(Sumatera Tengah) merupakan salah satu kawasan yang mengalami deforestasi
tertinggi di dunia dengan tingkat kerusakan mencapai 3.2%-5.9% setiap tahunnya.

3
Tabel 1 Kondisi penutupan lahan (Ha) Provinsi Jambi
Tipe penutupan lahan
Hutan primer
Hutan sekunder
Hutan rawa primer
Hutan rawa sekunder
Hutan mangrove sekunder
Semak belukar
Belukar rawa
Rumput
Hutan tanaman
Perkebunan
Pertanian lahan kering
Pertanian lahan kering campuran
Sawah
Tanah terbuka
Pemukiman

Interpretasi citra satelit
1999/2000
442.350
644.200
150.970
251.940
3.710
67.960
134.970
0
59.830
272.980
71.910
1549.110
1.740
14.920
17.390

2007
150.730,36
996.633,28
122.996,90
149.442,94
3.384,29
184.757,07
257.343,93
661,66
78.796,89
466.308,47
249.928,04
1.051.893,54
68.170,78
138.138,09
80.854,74

Sumber: Balai Inventarisasi dan Pemetaan Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi. 2008.

Interaksi Tumbuhan dan Serangga Polinator
Hubungan mutualisme antara tumbuhan dengan serangga polinator
merupakan hasil evolusi yang telah terjadi jutaan tahun silam. Umumnya spesies
tumbuhan memiliki bunga berwarna menyolok dan harum untuk menarik
serangga polinator, sehingga dapat mengoptimalkan produksi bijinya. Bagi
serangga, polen dan nektar yang dimiliki oleh tumbuhan merupakan atraktan
utama, sebagai sumber pakan yang sangat penting. Polen menyediakan protein
untuk pertumbuhan dan reproduksi, sedangkan nektar sebagai sumber energi
karena banyak mengandung gula (10%-70%) (Schoonhoven et al. 2005).
Tidak semua tipe bunga dapat diserbuki oleh satu kelompok polinator.
Evolusi yang terjadi pada bunga menyebabkan hanya spesies polinator tertentu
yang efektif sebagai agen penyerbuknya. Pada bunga yang penyerbukannya
dibantu oleh kumbang (cantharophily), bunga biasanya besar, datar, berbentuk
silindris (cylindric) atau seperti mangkuk yang dangkal (shallow bowl); berwarna
coklat, coklat lumpur (drab), dan putih (off-white); tidak memiliki nectar guide;
memiliki aroma (odour) yang kuat seperti buah atau aminoid; atraktan terbuka dan
mudah diakses, dan memiliki organ reproduksi yang terbuka (Faegri dan van der
Pijl 1979). Beberapa famili dari Coleoptera yang berperan sebagai polinator ialah
Anthicidae,
Chrysomelidae,
Hydrophilidae
(Hydraenidae),
Cleridae,
Curculionidae, Elateridae, Mordellidae, Nitidulidae, Oedmeridae, Scarabaeidae,
dan Scraptiidae (Bernhardt 2000).
Bunga yang penyerbukannya dibantu oleh lalat (myophily), dicirikan dengan
bentuk bunga seperti mangkuk yang dangkal dan seperti lonceng (bell beaker);
berwarna coklat dan coklat lumpur, sering kali memiliki nectar guide, odour

4
imperceptible; nektar terbuka dan mudah diakses, serta memiliki organ reproduksi
yang terbuka (Faegri dan van der Pijl 1979). Sekitar 71 famili dari Diptera
merupakan lalat pengunjung bunga (Larson et al. 2001) dan yang umum
ditemukan sebagai polinator adalah Syrphidae.
Bunga yang penyerbukannya dibantu oleh kupu-kupu (psychopily) dan
ngengat (phalaenophily) memiliki beberapa perbedaan. Pada bunga kupu-kupu
(butterfly blossoms) dicirikan bunga mekar pada siang hari, dan tidak menutup
pada malam hari; bentuk bunga seperti sikat (brush), rengkung (gullet), bendera
(flag), dan tabung (tube); bunga berwarna kuning, biru, dan merah; odour
umumnya segar; nektar tersembunyi dalam tube, taji (spurs), atau tabung yang
sempit (tubes narrow); nektar yang dihasilkan cukup (nectar ample); dan
memiliki nectar guide yang sederhana atau panduan alur lidah secara mekanis
(mechanical tongue guide (groove)). Bunga yang diserbuki oleh ngengat (moth
blossoms) dicirikan oleh bunga yang mekar pada malam hari dan pada siang hari
bunga sering kali tertutup; bentuk bunga seperti brush, gullet, dan tube; bunga
zigomorfik dan berwarna coklat lumpur dan putih; odour sangat kuat dengan
aroma parfum pada malam hari; nektar sangat tersembunyi dalam tube atau spur
yang lebih panjang dan lebih sempit; nektar yang dihasilkan lebih banyak
daripada bunga yang penyerbukannya dibantu oleh kupu-kupu dan lebah; nectar
guide berdasarkan kontur bunga (Faegri dan van der Pijl 1979).
Bunga yang penyerbukannya dibantu oleh lebah bumblebee dan lebah madu
(melittophly) dicirikan dengan bentuk bunga seperti bell beaker, brush, gullet, flag,
dan tube; bunga zigomorfik dan berwarna putih, kuning, dan biru; secara mekanis
kuat dengan fasilitas landing yang baik; umumnya memiliki nectar guide, posisi
nektar tersembunyi tapi tidak terlalu dalam, nektar yang dihasilkan moderate;
memiliki aroma yang segar namun tidak kuat; organ reproduksi tersembunyi,
jumlah benang sari (stamen) sedikit dan jumlah ovul per ovari banyak (Faegri dan
van der Pijl 1979).

Biologi Serangga Polinator
Salah satu faktor keberhasilan serangga polinator sebagai agen penyerbuk
pada tumbuhan ditentukan oleh kemampuannya melakukan transfer polen dari
satu bunga ke bunga yang lainnya. Untuk itu, serangga membutuhkan organ
khusus untuk membawa polen tersebut. Umumnya, polen dibawa oleh rambutrambut yang terdapat pada permukaan tubuh dan alat mulut yang telah
termodifikasi. Pada kumbang, alat mulut yang telah termodifikasi disebut chewing
pollen, alat mulut menjilat menghisap (haustelata) pada lalat, probosis yang
panjang dan tipis (haustelata) pada kupu-kupu dan ngengat, serta alat mulut
kombinasi (mandibulata-haustelata) pada lebah (Faegri dan van der Pijl 1979).
Khusus pada lebah, seiring dengan perkembangan bentuk bunga yang
semakin kompleks, lebah dengan alat mulut panjang lebih diuntungkan dalam
mengakses bunga, karena lebih mudah menjangkau nektar yang terdapat pada
bunga dengan tabung korola yang panjang. Lebah dengan alat mulut pendek
hanya dapat mengakses bunga dengan korola bentuk dangkal (shallow) (Michener
2000). Lebah dengan alat mulut pendek (short-tongued bees) terdiri atas famili
Stenotritidae, Colletidae, Andrenidae, Halictidae, dan Melittidae. Lebah dengan

5
alat mulut panjang (long-tongued bees) terdiri atas famili Megachilidae dan
Apidae (Michener 2000). Selain itu, lebah sebagai serangga polinator juga
memiliki rambut-rambut (scopa) yang umumnya terdapat pada tungkai belakang.
Scopa berfungsi untuk mengumpulkan dan dan mengoleksi polen (Michener
2000).
Biesmeijer dan Tóth (1998) membedakan empat tipe pencari pakan pada
lebah Melipona beecheii, yaitu spesialis polen, spesialis nektar, spesialis polennektar, dan mixed forager. Lebah spesialis polen mengoleksi lebih dari 80% polen
dalam pencarian pakannya, polen dikoleksi pada pagi hari, dan aktif selama 1-3
jam dalam sehari. Lebah spesialis nektar mengoleksi lebih dari 80% nektar, waktu
koleksi antara pukul 05:30 dan 07:30, selesai pukul 12:30 dan 16:20, aktif 4-10
jam per hari. Lebah spesialis polen-nektar mengoleksi polen pada pukul 5:30-9:00,
kemudian melanjutkan koleksi nektar hingga pukul 17:00. Lebah mixed forager
tidak pernah mengoleksi satu material lebih dari 80% dalam pencarian pakannya,
mengoleksi resin pada pukul 5:30-8:00 dan material lain dikoleksi sebelum dan
sesudah waktu tersebut.
Pada lebah, tingkat kehidupan sosialnya lebih tinggi dibandingkan serangga
polinator lainnya. Berdasarkan pembagian tugas, lebah dibedakan menjadi lebah
soliter dan lebah sosial (euosial). Pada lebah soliter, satu individu membangun
sarangnya dan menyediakan makanan untuk keturunannya sendiri (tanpa bantuan
individu lain), umumnya akan mati atau meninggalkan sarangnya sebelum
keturunannya dewasa. Pada lebah sosial sudah ada pembagian kerja. Pembagian
kerja pada lebah sosial terdiri atas ratu (queen) yang bertugas sebagai penghasil
telur, pejantan (drone) yang bertugas untuk membuahi ratu, dan pekerja (worker)
yang bertugas sebagai pencari pakan dan penjaga sarang (Michener 2000).

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2012 sampai Mei 2013.
Pengambilan sampel dilakukan dari bulan November sampai Desember 2012.
Identifikasi spesimen dilakukan pada bulan Januari sampai Mei 2013. Penelitian
dilakukan di lahan perkebunan rakyat yang terletak di Desa Bungku dan
Singkawang, Kecamatan Bejubang, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi.
Lokasi perkebunan rakyat letaknya berdekatan dengan perkampungan. Kebun
sawit, kebun karet, dan hutan-karet yang dijadikan sebagai lokasi pegamatan
letaknya saling berdekatan. Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan perbedaan
tipe penggunaan lahan dan keberadaan tumbuhan bawah (understory) yang sedang
berbunga. Tipe penggunaan lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kebun sawit (KS), kebun karet (KK), dan hutan-karet (HK) (Gambar 1).

6

Gambar 1 Peta lokasi penelitian serangga polinator di Provinsi Jambi: kebun sawit
umur 10 tahun (KS1), kebun sawit umur 3 tahun (KS2) kebun karet
umur 14 tahun (KK1), kebun karet umur 4 tahun (KK2), dan hutankaret (HK).
Kebun sawit (Elaeis guineensis) (umur 10 dan 3 tahun) (Gambar 2) terletak
pada ketinggian 48 mdpl, pada titik koordinat 1° 47' 14" LS, 103° 16' 15" BT dan.
1° 55' 38" LS, 103° 15' 37" BT. Pengelolaan dan perawatan seperti pemupukan,
penyiangan gulma dengan herbisida rutin dilakukan. Lokasi kebun sawit
berbatasan langsung dengan hutan-karet.
Kebun karet (Hevea brasiliensis) (umur 14 dan 4 tahun) (Gambar 2) terletak
pada ketinggian 76 mdpl, pada titik koordinat 1° 54' 40" LS, 103° 15' 60" BT dan
1° 53' 20" LS, 103° 15' 33" BT. Pengelolaan dan perawatan seperti pemupukan,
penyiangan gulma dengan herbisida rutin dilakukan. Di lokasi ini banyak terdapat
ranting dan dahan pohon karet yang telah patah dan mati.
Hutan-karet (umur di atas 20 tahun) (Gambar 2) terletak pada ketinggian
63 mdpl, pada titik koordinat 2° 11' 15" LS; 103° 20' 33" BT. Hutan-karet
merupakan perkebunan yang ditanami masyarakat dengan karet lokal, namun
pengelolaan dan perawatannya tidak dilakukan secara intensif. Karena minimnya
perawatan, sehingga memungkinkan tumbuhnya tanaman lain. Selain karet, di
lokasi ini juga terdapat tumbuhan lain yang memilliki nilai ekonomi, seperti
pohon bulian (Eusideroxylon zwageri), tempinis (Sloetia elongata), medang
(Schima wallichii), bakil (Artocarpus elasticus), tembesu (Fagraea fragrans), dan
petai (Parkia speciosa). Lokasi hutan-karet berbatasan langsung dengan kebun
sawit dan tempat pembibitan sawit dan karet petani.

7

Gambar 2 Lokasi pengambilan sampel serangga polinator: kebun sawit umur 3
tahun (a), kebun sawit umur 10 tahun (b), kebun karet umur 4 tahun
(c), kebun karet umur 14 tahun (d), dan hutan-karet (e).

Observasi dan Koleksi Serangga polinator
Observasi dan koleksi serangga polinator dilakukan ketika hari cerah, pada
pagi (08.00-10.00) dan sore hari (14.00-16.00). Metode yang digunakan adalah
scan sampling (Ratti dan Garton 1996). Pengamatan serangga polinator dilakukan
pada tumbuhan bawah (understory) yang sedang berbunga pada plot berukuran
50mx70m di masing-masing tipe penggunaan lahan. Pada masing-masing lokasi
penelitian dilakukan pengamatan selama tiga hari.
Untuk keperluan identifikasi, serangga polinator ditangkap dengan jaring
serangga. Serangga polinator yang telah ditangkap kemudian dimasukkan ke
dalam botol yang telah berisi etil asetat. Spesimen kemudian dimasukkan ke
dalam kertas papilot dan disimpan di dalam kotak plastik untuk identifikasi.

Pengukuran Faktor Lingkungan
Pengukuran faktor lingkungan dilakukan setiap 30 menit selama observasi
dan koleksi serangga polinator berlangsung. Faktor lingkungan yang diukur
adalah suhu udara dan kelembaban relatif menggunakan Thermo-hygro meter,
intensitas cahaya menggunakan Luxmeter, dan kecepatan angin menggunakan
Anemometer.

8
Preservasi dan Identifikasi Serangga Polinator
Identifikasi serangga polinator dilakukan di laboratorium Entomologi,
Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Cibinong, Bogor. Sebelum diidentifikasi, spesimen dimasukan ke dalam
freezer selama satu minggu terlebih dahulu untuk mematikan mikroorganisme
yang kemungkinan masih hidup dan menempel pada spesimen. Kemudian
dilakukan proses pinning dan labeling, selanjutnya spesimen dimasukkan ke
dalam oven selama satu minggu untuk mematikan mikroorganisme yang
kemungkinan masih hidup setelah di-freezer. Spesimen yang telah selesai diproses
kemudian dimasukan ke dalam ruang koleksi untuk diidentifikasi. Identifikasi
dilakukan berdasarkan van der Vecht (1952), Tsukada (1991), Sakagami et al.
(1990), Otsuka (1991), McAlpin (1993), dan Michener (2000). Spesimen yang
telah diidentifikasi kemudian diverifikasi dengan spesimen koleksi yang terdapat
di Museum Serangga LIPI Cibinong. Voucher spesimen serangga polinator
sebagian disimpan di Museum Serangga LIPI Cibinong dan Laboratorium Biologi,
Universitas Negeri Medan (UNIMED).

Analisis Data
Serangga polinator yang ditemukan dicatat jumlah spesies (S) dan jumlah
individunya (N). Jumlah individu serangga polinator pada masing-masing tipe
penggunaan lahan dihitung nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener,
kemerataan Pielou‟s Evenness (Magguran 1987), dan kesamaan Bray-Curtis (Bray
dan Curtis 1957) dengan persamaan:
H' = J' =

pi ln pi
H'
log(s)

BCji =

2Cij
Si+Sj

Keterangan:
H‟ : indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
J‟
: indeks kemerataan Pielou‟s Evenness
BCji : indeks kesamaan Bray-Curtis
pi
: ni/N
ni
: jumlah individu ke-i
N
: jumlah total individu
S
: jumlah spesies
Cij : jumlah dari nilai yang lebih rendah untuk spesies-spesies yang sama
yang ditemukan di kedua lokasi
Si, Sj : jumlah spesies pada lokasi i, lokasi j

9
Perhitungan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, nilai kemerataan
Pielou‟s Evenness, dan kesamaan Bray-Curtis menggunakan perangkat lunak
Primer (Plymouth Routines In Multivariate Ecological Research) 5 for Windows
version 5.1.2. Hubungan antara faktor lingkungan dengan keanekaragaman
serangga polinator dianalisis dengan korelasi Pearson menggunakan perangkat
lunak R version 2.11.0.

HASIL
Tumbuhan Bawah dan Kondisi Lingkungan di Lokasi Penelitian
Di kebun sawit, tumbuhan bawah yang berbunga dan dikunjungi oleh
serangga polinator yaitu Ageratum conyzoides, Melastoma malabatrichum, Oxalis
barrelieri, Borreria laevis, Asystasia gangatica, dan Stachytarpetha indica
(Gambar 3). Di lokasi ini juga ditemukan sarang Trigona terminata pada batang
pohon di pinggiran kebun sawit yang berbatasan langsung dengan hutan-karet. Di
kebun karet, tumbuhan bawah yang ditemukan adalah O. Barrelieri, A. gangatica,
S. indica, Clibadium surinamensis, dan M. malabatrichum (Gambar 3). Di hutankaret, tumbuhan bawah yang berbunga dan dikunjungi oleh serangga polinator
adalah famili Piperaceae dan Rubiaceae (Gambar 3). Selain itu, di lokasi ini juga
ditemukan sarang T. apicalis pada pohon karet.
Rata-rata terendah dan tertinggi suhu udara, kelembaban relatif, intensitas
cahaya, dan kecepatan angin di lokasi penelitian selama observasi serangga
polinator dilakukan adalah 24.70±1.09 oC dan 33.00±4.43 oC, 48.10±11.30 % dan
71.00±3.31 %, 31.7±9.09 lux dan 97.00±48.30 lux, dan 0.10±0.01 ms-1 dan
1.60±1.28 ms-1 (Tabel 2).
Tabel 2 Faktor lingkungan yang diukur pada masing-masing tipe penggunaan
lahan (rata-rata ± SD)
LingkuNgan
o

Kebun Sawit
Pagi

T ( C)

29.90±4.86

Rh (%)
L (Lux)
-1

Sore

Pagi

Sore

Hutan-karet
Pagi

Sore

28.30±3.09

29.50±8.98

24.70±1.09

27.50±0.30

56.30±15.20 48.10±11.30

60.70±7.04

53.10±16.40

71.00±3.31

61.30±2.58

97.00±48.30 78.90±65.90

59.00±37.30 48.30±26.40

31.70±9.09

8.90±7.48

0.70±0.69

0.10±0.01

0.10±0.01

W (ms ) 0.60±0.82

33.00±4.43

Kebun Karet

1.60±1.28

0.31±0.17

Keterangan: suhu udara (T), Kelembaban udara (Rh), intensitas cahaya (L), dan kecepatan angin (W).

10

Gambar 3 Bunga tumbuhan bawah yang dikunjungi serangga polinator di lokasi
pengamatan: B. laevis (a), A. conyzoides (b), C. surinamensis (c), M.
malabatrichum (d), B. laevis (e), S. indica (f), Piperaceae (g),
Rubiaceae (h), dan A. gangatica (i).

Keanekaragaman Serangga Polinator
Total serangga polinator yang diperoleh dan telah diidentifikasi sebanyak
1.308 individu terdiri atas 54 spesies, 7 famili yang termasuk kedalam 3 ordo
(Tabel 3, Gambar 4). Jumlah spesies tertinggi ditemukan di kebun sawit (43
spesies, 11.8 individu), namun rata-rata individu tertinggi ditemukan di kebun
karet (40 spesies, 13.5 individu). Hutan-karet memiliki jumlah spesies dan ratarata individu terendah (7 spesies, 4.04 individu) (Tabel 3).

11
Tabel 3 Jumlah individu serangga polinator di masing-masing lokasi penelitian
Ordo/ Famili/Spesies

Jumah individu
KS

KK

Rata-rata individu

HK

KS

KK

HK

Apidae (Hymenoptera)
Apis dorsata

125

22

0

2.60

0.46

0

48

80

0

1.00

1.67

0

0

0

8

0

0

0.33

Trigona sp. (=aff. T. planifrons)

55

1

0

1.15

0.02

0

T. laeviceps

34

129

0

0.71

2.69

0

T. apicalis

23

0

1

0.48

0

0.04

T. thoracica

3

0

0

0.06

0

0

T. terminata

0

1

0

0

0.02

0

T.fuscobalteata

14

5

0

0.29

0.10

0

T. flaviventris

10

0

0

0.21

0

0

T. moorei

13

0

0

0.27

0

0

2

3

0

0.04

0.06

0

X. confusa

14

8

0

0.29

0.17

0

X. collaris

1

5

0

0.02

0.10

0

Ceratina collusar

9

14

0

0.19

0.29

0

C. bryanti

1

20

0

0.02

0.42

0

C. lieftincki

1

81

0

0.02

1.69

0

C. fuliginosa

1

0

0

0.02

0

0

C. jacobsoni

0

15

0

0

0.31

0

C. simillima

0

19

0

0

0.40

0

C. cognata

0

3

0

0

0.06

0

C. unimaculata

0

6

0

0

0.13

0

C. smaragdulla

16

22

0

0.33

0.46

0

C. comberi

10

20

0

0.21

0.42

0

Amegilla sp.

12

0

0

0.25

0

0

14

1

0

0.29

0.02

0

1

3

0

0.02

0.06

0

16

29

0

0.33

0.60

0

Nomiinae sp1

5

16

0

0.10

0.33

0

Nomiinae sp2

5

44

0

0.10

0.92

0

Nomiinae sp3

5

2

0

0.10

0.04

0

Lasioglossum sp1

24

34

0

0.50

0.71

0

Lasioglossum sp2

10

20

1

0.21

0.42

0.04

Thrincostoma sp.

1

4

0

0.02

0.08

0

Spechodes sp.

4

3

0

0.08

0.06

0

Allorhynchium sp.

3

0

0

0.06

0

0

A. cerana
A. andreniformis

Xylocopa latipes

Megachilidae (Hymenoptera)
Megachile sp.
Lithurge sp.
Halictidae (Hymenoptera)
Nomia sp.

12
Syrphidae (Diptera)
Eristalis arvorum

0

1

0

0

0.02

0

Syrphus balteatus

1

0

0

0.02

0

0

Oideopsis aegrota

1

3

0

0.02

0.06

0

Lathyrophtha quinquelineatus

0

1

0

0

0.02

0

Syrphidae sp1

1

2

0

0.02

0.04

0

Syrphidae sp2

1

0

0

0.02

0

0

Syrphidae sp3

0

1

0

0

0.02

0

Syrphidae sp4

0

1

0

0

0.02

0

Syrphidae sp5

1

0

75

0.02

0

3.13

Syrphidae sp6

31

21

4

0.65

0.44

0.17

Hypolimnas bolina

6

3

0

0.14

0.06

0

Ypthima philomela

15

3

0

0.34

0.06

0

6

1

0

0.14

0.02

0

12

2

0

0.27

0.04

0

Mycalesis mineus

2

0

0

0.05

0

0

Nymphalidae sp1

0

0

6

0

0

0.25

1

1

2

0.02

0.02

0.08

3

0

0

0.07

0

0

561

650

97

11.80

13.50

4.04

43.00

40.00

7.00

Indeks keanekaragaman (H’)

3.00

2.85

0.88

Indeks kemerataan (J’)

0.80

0.77

0.45

Nymphalidae (Lepidoptera)

Y. horsfieldii
Junonia orithya

Lycaenidae (Lepidoptera)
Lampides boeticus
Arctiidae (Lepidoptera)
Amata sp.
Total individu (N)
Total spesies (S)

Keterangan: kebun sawit (KS), kebun karet (KK), dan hutan-karet (HK).

Apidae merupakan famili serangga polinator yang paling dominan, baik
jumlah spesies maupun rata-rata individu yang ditemukan di lokasi penelitian
(Gambar 5). Genus yang paling dominan adalah Ceratina (10 spesies) dan
Trigona (8 spesies). Spesies yang paling dominan ditemukan di kebun sawit
adalah A. dorsata (2.60 individu) dan Trigona sp. (aff. T. planifrons) (1.15
individu), di kebun karet adalah T. laeviceps (2.69 individu) dan C. lieftincki (1.69
individu), dan di hutan-karet ialah Syrphidae sp5 (3.42 individu) (Tabel 3).
Pencarian pakan yang dilakukan oleh serangga polinator lebih banyak ditemukan
pada pagi hari (Gambar 6).

13

Gambar 4 Beberapa spesies serangga polinator yang ditemukan di lokasi
penelitian: Eristalis arvorum (a), Oideopsis aegrota (b), Syrphidae
sp5. (c), J. orithya (d), Amata sp. (e), Amegilla sp. (f), Lithurge sp.
(g), A. dorsata (h), Nomia sp. (i), Thrincostoma sp. (j), Lasioglossum
sp1. (k), Megachile sp. (l), T. laeviceps (m), Spechodes sp. (n), X.
collaris (o), Trigona sp. (aff = T. planifrons) (p), dan C. lieftincki (q).

14

Gambar 5 Rata-rata individu dan jumlah spesies serangga polinator berdasarkan
famili: Apidae (A), Megachilidae dan Halictidae (MH), Syrphidae (S),
dan Nymphalidae, Lycaenidae dan Arctiidae (NLA).

Gambar 6

Rata-rata individu dan jumlah spesies serangga polinator yang
dikoleksi pada pagi dan sore hari pada tiap kelompok serangga
polinator: Hymeniptera (H), Diptera (D), dan Lepidoptera (L).

Suhu udara, intensitas cahaya dan kecepatan angin berkorelasi positif
terhadap keberadaan serangga polinator pada pagi dan sore hari, sedangkan
kelembaban berkorelasi negatif (Tabel 4).
Tabel 4 Korelasi Pearson antara faktor lingkungan dengan rata-rata individu dan
jumlah spesies serangga polinator pada pagi dan sore hari.
Pagi

Lingkungan

N

P

Suhu udara ( C)

0.494