Deteksi Kerusakan Ubi Jalar Cilembu Akibat Serangan Hama Lanas Menggunakan Gelombang Ultrasonik

Halaman judul

DETEKSI KERUSAKAN UBI JALAR CILEMBU AKIBAT
SERANGAN HAMA LANAS MENGGUNAKAN
GELOMBANG ULTRASONIK

ADI SUTRISNO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Deteksi Kerusakan Ubi Jalar
Cilembu Akibat Serangan Lanas Menggunakan Gelombang Ultrasonik adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Adi Sutrisno
NIM F152130201

RINGKASAN
ADI SUTRISNO. Deteksi Kerusakan Ubi Jalar Cilembu Akibat Serangan Hama
Lanas Menggunakan Gelombang Ultrasonik. Dibimbing oleh SUTRISNO dan
USMAN AHMAD.
Hama lanas (Cylas formicarius F) merupakan hama utama pada ubi jalar
yang menyerang baik ketika masih dalam proses budidaya maupun pada saat
proses penyimpanan. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji karakteristik
gelombang ultrasonik pada ubi jalar Cilembu sehat dan yang terkena serangan
lanas. Kajian ini diperlukan untuk mengembangkan sistem pemutuan ubi jalar
Cilembu khususnya dalam mendeteksi kerusakan akibat serangan hama C.
formicarius secara non-destruktif.
Pada penelitian ini digunakan sebanyak 105 buah sampel ubi jalar Cilembu,
yang terdiri dari 60 ubi jalar Cilembu sehat dan 45 ubi jalar Cilembu yang

terserang C. formicarius. Ubi jalar Cilembu diperoleh dari petani di desa Cilembu
Kabupaten Sumedang. Pengukuran dilakukan dengan melewatkan gelombang
ultrasonik frekuensi 50 kHz melalui ubi jalar Cilembu. Hasil yang diperoleh dari
pengukuran berupa amplitudo dan waktu. Data yang diperoleh diolah sehingga
diperoleh kecepatan gelombang, koefisien atenuasi dan zero moment power (Mo).
Hasil penelitian menjunjukan karakteristik gelombang ultrasonik pada ubi
jalar Cilembu yang terserang C. formicarius secara berturut-turut rata-rata
kecepatan, koefisien atenuasi dan Mo adalah 264.30 ms-1, 16.85 dB m-1 dan
20.10 sedangkan ubi jalar Cilembu sehat masing-masing adalah 239.29 ms-1,
19,57 dB m-1 dan 19.10. Model perdugaan tingkat serangan C. formicarius
berdasarkan nilai kecepatan gelombang, koefisien atenuasi dan kombinasi
karekteristik gelombang ultrasonik hasilnya cukup baik dengan persentase
keberhasilan berturut-turut sebesar 77.14%, 74.29% dan 82.86%.
Kata kunci : C. formicarius, Ubi Jalar Cilembu, Non Destruktif, Gelombang
Ultrasonik,

SUMMARY
ADI SUTRISNO. Detection of Cilembu Sweet Potatos Damage Caused Cylas
formicarius Fabricius (Coleoptera:
Brentidae) Using Ultrasonic Wave.

Supervised by SUTRISNO and USMAN AHMAD.
Lanas pest (Cylas formicarius F) is main pest in Cilembu sweet potatoes,
which attack the potatoes during cultivation and storage periode. The aim of this
research is to examine wave characteristics of healthy and damage Cilembu sweet
potatoes caused by lanas pets. The study was important to develop nondestructive grading system of Cilembu sweet potatoes in order to detect damaged
caused by C. formicarius.
The research used 105 Cilembu sweet potatoes which consisted of 60
healthy and 45 damaged Cilembu sweet potatoes. Cilembu sweet potatoes was
obtained from a farmer in Cilembu village, Sumedang, West Java. The
measurement was conducted by passing ultrasonic waves at frequency of 50 kHz
through Cilembu sweet potatoes. Amplitude and time were gained from the
measurement process. Those data were processed to detemine ultrasonic wave
volocity, attenuation, and zero moment power.
The result showed that ultrasonic wave characteristics of C. formicarius
attacked Cilembu sweet potatoes were respectively; wave velocity of 264.30 ms-1,
attenuation of 16.85 dB m-1, and zero moment power of 20.10. Meanwhile,
ultrasonic wave characteristics of healthy sweet potatoes were respectively; wave
velocity of 239.29 ms-1; attenuation of 19.57 dB m-1 and zero moment power of
19.14 . The research also verified that forcasting model of C. formicarius attacked
level based on wave velocity, attenuation and ultrasonic wave characteristics was

fairly good. The succes rate were respectively; 77.14%, 74.29% and 82.86%.
Keywords: C. formicarius, Cilembu sweet potatoes, Non-destructive, Ultrasonic
wave

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DETEKSI KERUSAKAN UBI JALAR CILEMBU AKIBAT
SERANGAN HAMA LANAS MENGGUNAKAN
GELOMBANG ULTRASONIK

ADI SUTRISNO


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir I Wayan Budiastra, MAgr

Judul Tesis
Nama
NIM

: Deteksi Kerusakan Ubi Jalar Cilembu Akibat Serangan Hama
Lanas Menggunakan Gelombang Ultrasonik
: Adi Sutrisno

: F152130201

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr
Ketua

Dr Ir Usman Ahmad, MAgr
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknologi Pascapanen

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr


Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
26 April 2016

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari – Juni 2015 ini
adalah Deteksi Kerusakan Ubi Jalar Cilembu Akibat Serangan Hama Lanas
Menggunakan Gelombang Ultrasonik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua dan istri tercinta,
Bapak Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr dan Bapak Dr Ir Usman Ahmad MAgr selaku
pembimbing, serta Bapak Dr Ir I Wayan Budiastra, MAgr sebagai penguji. Terima
kasih juga saya sampaikan untuk teman-teman seperjuangan TPP 2013 atas
kerjasamanya selama perkuliahan dan penelitian ini.
Akhir kata penulis berharap semoga karya ilmiah ini kiranya dapat
bermanfaat untuk kita semua.

Bogor, Agustus 2016
Adi Sutrisno
F152130201

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Ubi Jalar Cilembu
Standar Mutu Ubi Jalar
Hama Lanas (Cylas formicarius Fabricus)
Gelombang Ultrasonik
Penggunaan Gelombang Ultrasonik untuk Pemutuan Produk Pertanian

3 METODE
Waktu dan Tempat
Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian
Analisis Data
Pembuatan Model dan Validasi Model
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kerusakan Ubi Jalar Cilembu Akibat Serangan Hama Lanas
Pendugaan Serangan Lanas Berdasarkan Kecepatan Gelombang
Pendugaan Serangan Lanas Berdasarkan Koefisien Atenuasi
Pendugaan Serangan Lanas Berdasarkan Zero Moment Power (Mo)
Model Pendugaan Serangan Lanas Berdasarkan Kombinasi
Karakteristik Gelombang Ultrasonik
Penggunaan Gelombang Ultrasonik untuk Mendeteksi Kerusakan Ubi
Jalar Cilembu Akibat Serangan Hama Lanas
5 SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vii
1
1
2
2
2
3
3
4
5
7
9
10
10
11
11

13
14
17
17
18
20
23
25
28
29
29
29
29
33
43

DAFTAR TABEL
1
2
3
4.

Kandungan gizi ubi jalar Cilembu per 100 gram bahan
Spesifikasi persyaratan khusus mutu ubi
Masa jenis dan kadar air ubi jalar Cilembu sehat dan terserang lanas
Kesalahan pemilahan pada pengelompokan ubi sehat dan ubi terserang
lanas berdasarkan kecepatan gelombang
5 Kesalahan pemilahan pada pengelompokan ubi sehat dan ubi terserang
lanas berdasarkan koefisien atenuasi
6 Kesalahan pemilahan pada pengelompokan ubi sehat dan ubi terserang
lanas berdasarkan nilai Mo
7 Statistik uji multikolinieritas antar variabel penduga
8 Hasil uji kesamaan matriks kovarian
9 Hasil uji kesamaan vektor rataan
10 Kesalahan pemilahan diskriminan kuadratik pada pengelompokan ubi
sehat dan ubi lanas berdasarkan karakteristik gelombang ultasonik

4
5
18
20
22
25
25
26
26
28

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Ubi jalar Cilembu
Hama lanas C. formicarius
Bagan model fisik gelombang ultrasonic yang melewati suatu medium
Diagram prosedur penelitian
Bagan sistem pengukuran sifat transmisi gelombang ultrasonik
Kerusakan ubi jalar Cilembu akibat serangan lanas
Ubi jalar terkena serangan lanas
Rata-rata kecepatan gelombang ultrasonik pada ubi jalar Cilembu sehat
dan yang terserang lanas
9 Validasi model pendugaan ubi sehat dan ubi terserang lanas berdasarkan
kecepatan gelombang
10 Rata-rata koefisien atenuasi pada ubi jalar Cilembu sehat dan yang
terserang lanas
11 Validasi model pendugaan ubi sehat dan ubi terserang lanas berdasarkan
koefisien atenuasi
12 Rata-rata nilai Mo pada pada ubi jalar Cilembu sehat dan yang terserang
lanas
13 Validasi model pendugaan ubi sehat dan ubi terserang lanas berdasarkan
nilai Mo
14 Plot kuantil khi-kuadrat
15 Plot pengelompokan ubi sehat dengan ubi lanas berdasarkan karakteristik
gelombang ultasonik

3
6
7
11
12
17
18
19
20
21
22
23
24
26
27

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Perangkat pengukur gelombang ultrasonik
Ubi jalar Cilembu sehat dan yang terkena serangan lanas
Sinyal gelombang ultrasonik
Program Matlab untuk mengolah sinyal ultrasonik menjadi spectral
density
5 Tampilan hasil pengolahan nilai Mo dengan program Matlab
6 Data hasil pengukuran karakteristik ultrasonik

35
36
37
38
39
40

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ubi jalar merupakan tanaman pangan strategis sumber karbohidrat peringkat
ke-7 di dunia sedangkan di Indonesia merupakan sumber karbohidrat peringkat
ke-4 setelah padi, jagung dan ubi kayu (Ambarsari et al. 2009). Menurut
Manrique dan Roca (2007) Indonesia menyumbang 2% dari total produksi ubi
jalar di dunia. Produksi ubi jalar Indonesia secara nasional selama empat tahun
terakhir terus mengalami penurunan yaitu dari 2.483 juta ton pada tahun 2012
turun menjadi 2.386 juta ton pada tahun 2013, turun lagi menjadi 2.382 juta ton
pada tahun 2014 dan 2.261 juta ton pada tahun 2015 (BPS 2016).
Salah satu varietas unggul ubi jalar yang banyak dikembangkan, bernilai
ekonomis dan menjadi komoditas ekspor adalah ubi jalar Cilembu. Kendala utama
dalam mempertahankan produktivitas dan kualitas ubi jalar Cilembu adalah
serangan kumbang Cylas formicarius Fabricius (Coleoptera : Brentidae) atau
lebih dikenal dengan hama lanas atau boleng. Hama lanas menyerang saat proses
budidaya maupun pada saat penyimpanan (Capinera 2003). Kehilangan hasil
akibat hama lanas dalam budidaya ubi jalar diperkirakan mencapai 10-90% di
Indonesia (Nonci 2005), sedangkan didunia diperkirakan 60-90% (Mannion dan
Jansson 1992). Selain mempengaruhi kualitas rasa dari ubi jalar Cilembu,
serangan lanas juga dapat memperpendek umur simpan dan mengurangi daya
tumbuhnya.
Penanganan pascapanen ubi jalar Cilembu telah banyak dilakukan untuk
menekan penularan serangan hama lanas, diantaranya adalah proses sortasi dan
pemutuan. Sampai saat ini sortasi dan pemutuan pada ubi jalar Cilembu masih
dilakukan manual, yang kebanyakan hanya didasarkan pada penampakan visual
terhadap ukuran atau ciri fisik lainnya yang tampak, padahal pada produk
pertanian terkadang mutu bagian luar belum tentu sama dengan mutu bagian
dalamnya. Sehingga, pada sortasi dan pemutuan ubi jalar Cilembu perlu pula
dilihat bagian dalam umbinya untuk memastikan bahwa umbi tersebut memiliki
mutu yang baik dan terbebas dari serangan lanas. Sejauh ini, untuk melihat mutu
bagian dalam umbi prosesnya masih dilakukan dengan cara memotong umbi
secara destruktif. Karena sifatnya yang destruktif maka metode tersebut kurang
cocok untuk diaplikasikan pada penanganan pascapanen ubi jalar Cilembu. Selain
itu metode manual juga memiliki kekurangan dalah hal akurasi dan presisinya, hal
ini dikarenakan metode ini dipengaruhi oleh faktor kelelahan, keragaman produk
dan perbedaan persepsi mutu. Oleh karena itu diperlukan suatu metode untuk
mengetahui mutu bagain dalam produk secara non destruktif.
Pemutuan secara non-destruktif untuk mengetahui mutu bagian dalam
produk pertanian sudah banyak dikembangkan. Dari beberapa teknologi pemutuan
yang telah dikembangkan metode ultrasonik menjadi alternatif pilihan untuk
digunakan dalam mendeteksi serangan hama lanas pada ubi jalar Cilembu. Hal ini
dikarenakan menurut Nasution (2006) metode ultrasonik dapat digunakan untuk
mengetahui mutu produk pada bagian yang lebih dalam (melebihi gelombang
NIR), selain itu metode ini tidak memerlukan investasi yang mahal dan juga tidak
memiliki efek samping yang merugikan dibanding teknik gelombang NRM atau

2
sinar X. Gelombang ultrasonik memiliki kemampuan menembus bahan, dimana
sifat akustiknya (kecepatan gelombang dan atenuasi) sebagai interaksi antara
gelombang ultrasonik dengan bahan dapat menunjukkan kandungan dan
kematangan bagian dalam durian (Budiastra 1998; Haryanto 2002). Lebih lanjut
menurut Hasbullah et al. (2009) metode gelombang ultrasonik dapat digunakan
untuk mengetahui mutu produk pada bagian dalam tanpa merusak dan tidak
memiliki efek samping.
Sejauh ini gelombang ultrasonik telah dapat digunakan untuk memprediksi
umur simpan dan kematangan alpukat (Mizrach dan Flitsanov 1995), mangga
(Mizrach 2000), pemutuan manggis (Juansah 2005), tomat (Mizrach 2007), jeruk
(Morrison dan Arbeyratne 2014) dan buah-buahan dan sayuran segar (Mizrach
2008). Selain itu gelombang ultrasonik juga dapat digunakan untuk pendugaan
kerusakan buah mangga arumanis akibat lalat buah (Warji 2008). Dari
serangkaian penelitian yang sudah dilakukan, dapat diduga bahwa kerusakan
bagian dalam ubi jalar Cilembu akibat serangan lanas akan dapat dideteksi dengan
menggunakan gelombang ultrasonik. Sehingga dengan demikian, perlu dilakukan
penelitian tentang karakteristik gelombang ultrasonik pada ubi jalar Cilembu.

Perumusan Masalah
Permasalahan yang menjadi pokok utama penelitian ini adalah bagaimana
mendeteksi adanya kerusakan pada ubi jalar Cilembu akibat serangan lanas secara
non-destruktif berdasarkan karakteristik transmisi gelombang ultrasonic yang
dilewatkan pada ubi jalar Cilembu.

Tujuan Penelitian
Adapun beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Mengkaji karakteristik transmisi gelombang ultrasonik pada ubi jalar
Cilembu yang sehat dan yang terkena serangan lanas,
2. Mengkaji penggunaan metode ultrasonik untuk mendeteksi kerusakan ubi
jalar Cilembu akibat serangan lanas.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
model karakteristik transmisi gelombang ultrasonik pada ubi jalar Cilembu yang
sehat dan terserang hama lanas, sehingga dapat membantu dalam pengembangan
metode sortasi ubi jalar Cilembu secara non destruktif.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Ubi Jalar Cilembu
Ubi jalar Cilembu menurut Karuniawan et al. (2012) merupakan salah satu
kekayaan genetik ubi jalar di Jawa Barat. Cilembu merupakan nama sebuah desa
di Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang. Ubi jalar Cilembu memiliki kulit
yang berwarna semu putih dan semu kuning, mulai ditanam di Desa Cilembu
sejak tahun 1975. Semula nama ubi ini adalah ubi nirkum, kemudian baru pada
tahun 1980 dikenal dengan nama ubi Cilembu. Ubi jalar Cilembu mulai di kenal
luas di Jawa Barat dan menyebar ke Jabotabek puncaknya pada tahun 1985.
Gambar ubi jalar Cilembu dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Ubi jalar Cilembu
Melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia
Nomor:1224/Kpts/TP.240/2/2001, ubi jalar Cilembu dikukuhkan sebagai ubi jalar
varietas unggul. Sebagai varietas unggul, ubi Cilembu sangat disukai baik oleh
pelaku usaha tani maupun konsumen dan menduduki peringkat teratas pesanan
ekspor internasional untuk tujuan Jepang, Korea, dan Malaysia.
Menurut Rukmana (2005) kedudukan taksonomi tanaman ubi jalar Cilembu
adalah sebagai berikut:
Kingdom
Divisi
Sub Divisi
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
Cultivar

: Plantae
: Spermatophyta
: Angiospermae
: Dicotyledoneae
: Convolvulales
: Convolvulaceae
: Ipomoea
: Ipomoea batatas
: Cilembu

Ubi jalar Cilembu memiliki ke khasan tersendiri yaitu ketika ubi
dipanggang dalam oven mampu mengeluarkan cairan manis seperti madu.
Spesifikasi cairan madu tersebut hanya didapati pada ubi jalar Cilembu. Lebih

4
manisnya ubi jalar Cilembu disebabkan kadar gula ubi jalar Cilembu lebih
tinggi dari ubi jalar lain yaitu ubi mentah mencapai 11-13% dan ubi masak
19-23%, sehingga sangat digemari oleh konsumen (Ongo 2006). Kandungan gizi
ubi jalar Cilembu secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.
Menurut Maulana et al. (2011) permintaan terhadap ubi terus meningkat
namun dihadapkan pada kendala rendahnya produktivitas yaitu 5.7 ton/ha dengan
waktu panen yang lama. Selain rendahnya produksi masalah lain yang dihadapi
oleh ubi jalar Cilembu adalah adanya serangan hama penyakit terutama hama
lanas atau boleng.
Tabel 1 Kandungan gizi ubi jalar Cilembu per 100 gram bahan
Kandungan Gizi
Energi
Karbohidrat
Pati
Gula
Serat
Lemak
Protein
Vitamin A
1. A equiv
2. Beta-karoten
Vitamin B
1. Thiamine (Vit B1)
2. Rhiboflavin (Vit B2)
3. Niacin (Vit B3)
4. Asam Pantotenat (B5)
Vitamin C
Air
Kalsium
Besi
Magnesium
Forfor
Kalium
Sodium
Seng

Jumlah
360 kJ (86 kcal)
20,1 g
12,7 g
4,2 g
3,0 g
0,1 g
1,6 g
709 mg
8509 mg
0,1 mg
0,1 mg
0,8 mg
0,2 mg
2,4 mg
68,5 g
30,0 mg
0,6 mg
25,0 mg
47,0 mg
337 mg
55 mg
0,3 mg

Sumber : Mayastuti (2002)
Standart Mutu Ubi Jalar
Standar mutu bagi ubi jalar terdapat pada Standar Nasional Indonesia (SNI)
nomor 01-4493-1998. Dalam SNI 01-4493-1998 disebutkan bahwa standar mutu
ubi jalar sangat diperlukan agar baik konsumen dan produsen mempunyai
kepastian terhadap mutu yang diinginkan.
Definisi ubi jalar dalam SNI 01-4493-1998 yaitu ubi jalar merupakan umbi
dari tanaman ubi jalar dalam keadaan utuh, segar, bersih, dan aman dikonsumsi

5
serta bebas dari organisme pengganggu tumbuhan. Disebutkan dalam SNI 014493-1998 mengenai klasifikasi serta syarat mutu ubi jalar. Mutu ubi jalar dapat
digolongkan ke dalam 3 kelas mutu yaitu mutu I, II, dan III sementara syarat mutu
ubi jalar terbagi menjadi syarat umum dan syarat khusus. Syarat khusus mutu ubi
jalar tercantum dalam Tabel 2 sedangkan syarat umum mutu ubi jalar adalah
sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Ubi jalar tidak boleh mempunyai bau asing
Ubi jalar harus bebas dari hama dan penyakit
Ubi jalar harus bebas dari bahan kimia seperti insektisida dan fungisida.
Ubi jalar harus memiliki keseragaman warna, bentuk, maupun ukuran
umbinya
5. Ubi jalar harus sudah mencapai masak fisiologis optimal
6. Ubi jalar harus dalam kondisi bersih
Tabel 2 Spesifikasi persyaratan khusus mutu ubi jalar
No
1
2
3
4
5

Komponen Mutu
Berat umbi (gram/umbi)
Umbi cacat (per 50 biji) maks
Kadar air (%bb min)
Kadar serat (% bb maks)
Kadar pati (%bb min)

I
> 200
tidak ada
65
2
30

Mutu
II
III
110-200
75-100
3 biji
5 biji
60
60
2,5
> 3,0
25
25

Sumber : SNI 01-4493-1998

Hama Lanas (Cylas formicarius Fabricius)
Hama lanas (Cylas
formicarius
Fabricius)
merupakan sejenis
serangga/kumbang dari ordo Coleoptera, famili Brentidae (Lawrence & Britton
1991). bilDi Indonesia, hama lanas banyak ditemukan di Papua, Jawa, Sulawesi,
Sumatera dan Nusa tenggara (Nonci 2005). Menurut Capinera (2003) siklus hidup
hama lanas umumnya berlangsung sekitar 1-2 bulan. Dalam perkembangannya,
hama ini melewati siklus sempurna atau holometabola, yaitu meliputi telur,
larva, pupa, dan imago. Gambar hama lanas (C. formicarius) bisa dilihat pada
Gambar 2.
Telur diletakkan oleh imago betina dengan ovipositornya pada pangkal
umbi dengan cara membuat lubang kecil menggunakan mulutnya. Setelah telur
diletakkan pada umbi, imago betina kemudian menutup lubang tersebut dengan
cairan berwarna keabu-abuan untuk menutupi lokasi peletakkan telur agar
terlindung dari semut predator. Telur berbentuk oval dengan panjang 0,7 mm dan
lebar 0,5 mm serta berwarna putih kekuningan. Masa inkubasi telur tergantung
suhu lingkungan, yaitu 5-6 hari saat musim panas dan 11-12 hari saat musim
dingin (Capinera 2003). Sedangkan menurut Supriyatin (2001) lama fase telur C.
formicarius di Indonesia adalah 7 hari.
Telur yang menetasakan berubah menjadi larva. Larva inilah yang akan
langsung masuk menggerek umbi (Nonci 2005). Larva terdiri atas tiga instar
dengan periode instar pertama 8-16 hari, instar kedua 2-21 hari dan instar ketiga

6
35-36 hari (Capinera 2003). Supriyatin (2001) melaporkan bahwa perkembangan
larva C. formicarius terdiri dari lima instar dalam waktu 25 hari. Panjang larva 810 mm, berwarna putih, tidak memiliki tungkai, sedikit melengkung, dan kepala
berwarna cokelat muda. Larva bisa menjadi pupa di dalam umbi atau di dalam
tanah (Kalshoven 1981).
a

b

c

d

Gambar 2 Hama lanas C. formicarius (a) Telur, (b) Larva, (c) C. formicaius
jantan, (d) C. formicaius betina (Nonci 2005)
Larva akan berkembang menjadi pupa yang berbentuk oval dengan kepala
dan elytra bengkok secara ventral, serta panjang tubuh sekitar 6-6.5 mm. Pupa
awalnya berwarna putih, tetapi setelah itu berubah menjadi keabu-abuan dan pada
bagian mata dan tungkai berwarna gelap. Setelah 7-10 hari pupa berubah menjadi
imago (Capinera 2003).
Imago yang baru keluar dari pupa hanya akan tinggal 1-2 hari di dalam
umbi, kemudian keluar dari umbi (Nonci 2005). Perkembangan dan lama hidup
imago bergantung pada beberapa faktor antara lain suhu dan makanan. Suhu
optimum untuk dapat hidup dengan baik adalah 15oC, sehingga serangga
dapat hidup lebih dari 200 hari dengan makanan yang cukup. Namun, lama
hidup kumbang menurun menjadi 3 bulan jika dipelihara pada suhu 30oC dengan
makanan, dan 8 hari tanpa makanan (Capinera 2003)
Setiap harinya imago betina dewasa bisa bertelur ± 2 butir dan jumlahnya
bisa mencapai 200 butir (Kalshoven 1981). Kepala berwarna hitam dengan
antena, toraks dengan tungkai berwarna oranye hingga cokelat kemerahan,
abdomen ditutup oleh elytra yang berwarna biru metalik (Capinera 2003),
sedangkan menurut penjelasan Kalshoven (1981) bahwa imago hama ini bertubuh
langsing, bertungkai panjang dan memiliki panjang tubuh 6-8 mm. Moncong,
kepala dan elytra berwarna biru. Toraks, antena dan tungkai berwarna merah.
Selain itu, imago jantan dan betina berbeda pada ukuran serta bentuk ruas antena
ke-10, yaitu antena imago jantan pada ruas ke-10 memanjang sedangkan imago
betina pada ruas ke-10 menggada. Imago C. formicarius lebih banyak melakukan
aktivitas pada malam hari dan biasanya tertarik pada cahaya lampu. Hama lanas
dapat menyerang daun dan tangkai, tetapi biasanya lebih sering menyerang umbi
dengan cara menggerek sedalam 1 sampai 2 cm.

7
Gelombang Ultrasonik
Gelombang merupakan getaran yang merambat melalui medium, sedangkan
getaran adalah gerak bolak-balik atau gerak periodik disekitar titik tertentu secara
periodik. Gelombang terjadi apabila adanya suatu gangguan pada kesetimbangan
dalam suatu sistem. Gelombang memiliki beberapa sifat seperti dapat berinteraksi
dengan dengan benda, jika gelombang datang pada sebuah benda maka
gelombang tersebut dapat diabsorbs, direfleksikan, ditransmisikan atau
direfraksikan.
Secara umum gelombang dibagi menjadi dua kategori yaitu gelombang
mekanik dan gelombang elektromagnetik. Gelombang mekanik memerlukan suatu
medium untuk merambat sedangkan gelombang yang tidak memerlukan medium
untuk merambat disebut gelombang elektromagnetik
Berdasarkan besaran frekuensinya gelombang terbagi atas tiga jenis yaitu:
infrasonik, audiosonik dan ultrasonik. Batas atas frekuensi gelombang ini masih
belum dapat ditentukan. Gelombang infrasonik memiliki frekuensi di bawah
20 Hz. Gelombang audiosonik memiliki batasan frekuensi antara 20 Hz
sampai 20 kHz. Gelombang ultrasonik memiliki frekuensi di atas 20 kHz sehingga
tidak bisa didengar oleh telinga manusia (Gooberman 1968; Haryanto 2002).
Gelombang ultrasonik analog dengan sinar ultraviolet yang memiliki frekuensi
tinggi dan tidak dapat dilihat (Haryanto 2002).
Gelombang ultrasonik merupakan gelombang mekanik sehingga dalam
perambatannya membutuhkan medium perantara. Gelombang ultrasonik memiliki
prinsip yang sama dengan gelombang mekanik lainnya sehingga proses
pembiasan, pemantulan, polarisasi atau yang lainnya tetap terjadi. Proses
pemantulan dan pembiasan pada gelombang ultarsonik bisa terjadi bila melewati
medium yang indeks biasnya berbeda. Pada proses tersebut akan terjadi
pengurangan intensitas gelombang yang menandakan adanya pengurangan energi
dari gelombang tersebut. Selain proses pembiasan dan proses pemantulan, proses
lainnya adalah proses penyerapan atau absorpsi. Proses penyerapan pada
gelombang sering terjadi pada medium padat yang ditandai dengan adanya
penurunan amplitudo gelombang. Besaran yang menyatakan konstanta absorpsi
dikenal dengan koefisien absorpsi. Koefisien absorpsi dipengaruhi oleh
konsentrasi medium yang dilalui gelombang tersebut. Besarnya penyerapan yang
terjadi tergantung pada karakteristik fisik dari medium yang dilaluinya. Untuk
lebih jelasnya bisa dilihat pada Gambar 3.

Gelombang Diteruskan

Gelombang Datang
Medium

Produk

Gelombang Dipantulkan

Gelombang Dibiaskan

Gambar 3 Bagan model fisik gelombang ultrasonik yang melewati suatu medium

8
Kecepatan Gelombang Ultrasonik
Sifat perambatan dari gelombang ultrasonik dipengaruhi oleh sifat elastis
dari medium yang dilaluinya. Sifat keelastisan suatu bahan dapat ditentukan dari
besaran modulus young bahan tersebut. Besarmya kecepatan gelombang
tergantung pada rapat masa, modulus young dan perbandingan poisson
(Gooberman 1968; Rejo 2002). Modulus young dan perbandingan poisson adalah
modulus elastis yang merupakan sifat kekenyalan yang menentukan kekerasan
suatu bahan. Gooberman (1968) menyatakan gelombang ultrasonik akan
merambat lebih baik pada medium padat dibandingkan pada medium cair atau
gas.
Kecepatan gelombang ultrasonik dalam medium dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus kecepatan gelombang suara. Kecepatan gelombang
suara yang melalui sebuah medium dirumuskan dalam Persamaan 1.
(1)
Dimana Δt adalah waktu yang dibutuhkan gelombang ultrasonik untuk
merambat pada ketebalan L (s), C merupakan kecepatan gelombang
ultrasonik yang melewati medium (m/s), L merupakan ketebalan atau jarak
medium yang dilewati gelombang ultrasonik (m) sedangkan a adalah konstanta.
Kecepatan gelombang pada medium padat merupakan fungsi modulus
young dan rapat massa sebagaimana Persamaan 2. Dimana Vb merupakan
kecepatan gelombang (m/s), E adalah modulus young (Pa) dan  adalah rapat
massa (kg/m3).
(2)

Koefisien Atenuasi
Gelombang ultrasonik ketika melewati/merambat pada suatu medium akan
mengalami kehilangan energi. Penyebab terjadinya kehilangan energi adalah
adanya absorbsi oleh medium dan terjadinya peristiwa-peristiwa gelombang
(pemantulan, pembiasan, difraksi dan hamburan (scattering). Kehilangan energi
akibat absorpsi oleh medium terjadi karena adanya proses konversi energi dari
energi akustik menjadi bentuk energi lainnya. Sedangkan pada proses kehilangan
energi yang disebabkan karena peristiwa gelombang tidak terjadi konversi energi,
tetapi hanya berupa perubahan aliran energi.
Koefisien atenuasi merupakan besaran yang menggambarkan kehilangan
suatu energi karena gelombang ultrasonik melewati medium tertentu.
Menurut Trisnobudi. (2006) besarnya koefisien atenuasi tergantung pada medium
yang dilalui, pada medium gas atenuasinya besar, pada medium cair atenuasinya
sedang, sementara medium padatan atenuasinya kecil. Besarnya atenuasi
merupakan kebalikan dari besarnya kecepatan gelombang (Nasution 2006). Dalam
proses perambatannya gelombang ultrasonik akan mengalami atenuasi yang
cukup besar, semakin tinggi frekuensi yang digunakan makan akan semakin tinggi
pula atenuasinya. Pada umummnya besarnya atenuasi sebanding dengan kuadrat
dari frekuensi (Rejo 2002).

9
Energi yang dimiliki gelombang ultrasonik berbanding lurus dengan
amplitudo tegangan sinyal listrik, maka atenuasi dapat dilihat menggunakan
Persamaan 3.
(3)

Ax = Aoe-αx

Dimana A0 adalah amplitudo mula-mula (volt), sedangkan Ax, α dan x
secara berturut-turut adalah amplitudo setelah menempu jarak x (volt), koefisien
atenuasi (Np/m) dan jarak yang ditempuh gelombang (m). Menurut Warji (2008),
koefisien atenuasi ini dapat lebih disederhanakan dengan menggunakan
teknik logaritmik seperti pada Persamaan 4.
(4)
Satuan koefisien atenuasi adalah (dB/m). Koefisien atenuasi ini dapat
juga ditentukan dengan mengetahui terlebih dahulu moment spectral density
(Mo) pada Persamaan 5. Mo ini merupakan spektral sinyal hasil dari
transformasi fourier fungsi frekuensi. Sinyal dasar yang merupakan fungsi waktu
dikonversi ke sinyal dengan fungsi frekuensi.
(5)
Dimana Mo0 adalah moment spectral density mula-mula dan Mox adalah
moment spectral density setelah melewati jarak x.

Zero Moment Power (Mo)
Zero moment power (Mo) didefinisikan sebagai luasan di bawah power
spectral density. Power spectral density adalah hasil transformasi hubungan
antara amplitudo dengan waktu perambatan gelombang suara (Haryanto 2002).
Nilai Mo menggambarkan besarnya jumlah energi yang dapat ditransmisikan ke
suatu bahan yang dirambatkan gelombang.
Nilai Mo dapat diketahui dengan melakukan FFT (Fast Fourier Transform)
pada data hasil pengukuran gelombang ultrasonik yang berupa hubungan
antara amplitudo dan waktu menjadi hubungan antara power spectral density
dengan frekuensi. Transformasi ini menggunakan program Matlab.

Penggunaan Gelombang Ultrasonik untuk Pemutuan Produk Pertanian
Metode gelombang ultrasonik dapat digunakan untuk mengetahui mutu
produk pada bagian dalam tanpa merusak, dikarenakan metode ini tidak memiliki
efek samping dan dapat menembus sampai kebagian dalam (Hasbullah et al.
2009). Penerapan gelombang ultrasonik pada dasarnya yaitu dengan
mengamati sifat
gelombang ultrasonik yang merambat melalui medium.
Selama perjalanan perambatan dalam medium, intensitas gelombang ultrasonik

10
akan berkurang, besarnya penguranggannya bergantung pada jarak yang ditempuh
(Haryanto 2002).
Sifat-sifat yang biasanya diukur adalah kecepatan gelombang dan koefisien
atenuasi dan zero moment power (Mo). Untuk pengukuran bahan pertanian
biasanya digunakan gelombang dengan intensitas yang rendah agar tidak
menimbulkan kerusakan pada bahan. Budiastra et al. (1998) melakukan
pengukuran gelombang ultrasonik pada sejumlah buah-buahan tropik (manggis
utuh dan durian utuh) dengan menggunakan tiga transduser dengan frekuensi 1
MHz, 500 kHz, dan 50 kHz. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada
frekuensi lebih besar dari 50 kHz, atenuasi gelombang ultrasonik pada buahbuahan tersebut sangat besar sehingga gelombang ultrasonik tidak dapat
menembus buah.
Aplikasi gelombang ultrasonik pada komoditas pertanian mulai dilakukan
oleh Mizrach et al. (1989) yang melakukan pengukuran kecepatan rambat
gelombang suara untuk menentukan tingkat kematangan alpukat, apel, dan melon.
Self et al. (1994) dalam hasil risetnya juga menemukan bahwa kecepatan rambat
gelombang ultrasonik pada buah akan semakin menurun dengan semakin
matangnya buah. Kecepatan gelombang pada buah-buahan dipengaruhi oleh
susunan sel internal serta modulus elastik jaringannya. Trisnobudi et al. (1998)
melaporkan pula bahwa tingkat kematangan buah tomat jenis Cherry dapat
diperkirakan dengan menggunakan kecepatan gelombang, dimana kecepatan
gelombang akan menurun dengan semakin matangnya buah. Juansah (2005)
melaporkan bahwa buah manggis yang lebih matang memiliki kekerasan yang
lebih rendah, total padatan terlarut (TPT) yang lebih tinggi, dan atenuasi yang
lebih rendah. Djamila (2010) juga menggunakan gelombang ultrasonik untuk
melakukan evaluasi mutu buah naga, dimana dapat disimpulkan bahwa pada buah
naga kecepatan gelombang berkorelasi positif dengan kekerasan dan total asam
sedangkan untuk total gula berkorelasi negatif.
Metode gelombang ultrasonik akhir-akhir ini juga digunakan mendeteksi
dehidrasi komplek pada kulit jeruk (Camarena et al. 2007), mengevaluasi
kualitas buah-buahan dan sayuran segar baik sebelum panen maupun
pascapanen (Mizrach 2008), pendugaan kerusakan buah mangga arumanis
akibat lalat buah (Warji 2008), pengukuran tingakat hidrasi pada jeruk pell
(Jimenez et al. 2012) dan mutu jeruk (Morrison dan Arbeyratne 2014) dan
mangga (Valentea et al. 2013).

3 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan
Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari - Juni 2015.

11
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah ubi jalar Cilembu jenis Rancing dengan
umur panen 5-6 bulan yang didapat dari desa Cilembu Kabupaten Sumedang,
Jawa Barat. Jumlah ubi jalar Cilembu yang digunakan adalah 105 buah, terdiri
dari 60 ubi yang sehat dan 45 yang terserang lanas. Ubi jalar Cilembu sebelum
digunakan disimpan selama tiga hari setelah panen.
Perangkat pengukur gelombang ultrasonik yang digunakan terdiri dari
tranduser pemancar dan tranduser penerima, dudukan tranduser yang
dilengkapi pengukur ketebalan sample, oscilloscope digital, ultrasonik transmiter
dan personal komputer. Tranduser berbentuk tabung dengan ujung berbentuk
lancip dan frekuensi yang dipancarkan besarnya 50 kHz. Selain itu peralatan
yang digunakan adalah jangka sorong, timbangan digital dan pisau. Bentuk
perangkat pengukur ultrasonik dapat dilihat pada Lampiran 1.

Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian terdiri dari proses persiapan bahan, pengukuran dimensi
dan berat bahan, pengukuran gelombang ultrasonik (kecepatan gelombang,
koefisien atenuasi dan zero moment power), pengecekan kerusakan umbi secara
destruktif, analisis data hubungan antar parameter dan pembuatan model, serta
terakhir adalah validasi model. Diagram alir prosedur penelitian ditampilkan
pada Gambar 4.
M ulai

Ubi terserang lanas & ubi sehat

Pengukuran
dan
PengukuranDimensi
Berat jenis
danBerat
KadarUmbi
Air

Data
dan
Datadimensi
berat jenis
danberat
kadarumbi
air

Pengukuran
Pengukuran
Sifat Dimensi
Transmisidan
Gel.Berat
Ultrasonik

Data kecepatan, koefisien atenuasi &
zero moment power

Pengukuran Kerusakan Umbi

Data diameter, panjang dan volume
Data kerusakan (lubang gerekan, larva)
kerusakan umbi

Hubungan antar parameter

Pembuatan M odel & Validasi

Selesai

Gambar 4 Diagram prosedur penelitian

12
Persiapan Bahan
Sejumlah 105 sampel ubi jalar Cilembu yang terdiri dari 60 ubi sehat dan 45
ubi terserang lanas diambil langsung dari lahan dengan melakukan proses sortasi.
Ubi yang digunakan memiliki kisaran berat antara 200–250 gram. Ubi tersebut
kemudian dibersihkan dan dikemas dengan menggunakan keranjang plastik, serta
kemudian ditranportasikan ke tempat penelitian. Sebanyak 2/3 bagaian (40 ubi
sehat dan 30 ubi terserang lanas) digunakan untuk pembuatan model dan sisanya
1/3 bagian (20 ubi sehat dan 15 terserang lanas) digunakan untuk validasi model.
Pengukuran Massa Jenis dan Kadar Air
Pengukuran massa jenis dilakukan dengan metode platform scale yaitu
dengan membagi berat umbi dengan volume umbi. Sedangkan untuk pengukuran
kadar air dilakukan dengan metode AOAC 1996 berdasarkan basis basah (wet
base) dengan menggunakan metode oven.
Pengukuran Sifat Transmisi Gelombang Ultrasonik
Pengukuran sifat transmisi gelombang ultrasonik dilakukan pada ubi jalar
Cilembu yang sehat dan yang terserang lanas. Pengukurannya dilakukan pada
bagian pangkal, ujung dan tengah umbi. Prosesnya pengukurannya dilakukan
dengan cara meletakan ubi jalar Cilembu di atas dudukan buah dengan posisi
seperti terlihat pada Gambar 5.

Digital oscilloscope

Personal computer

Ultrasonik tester

Tranduser
Pemancar

Tranduser
Penerima

Ubi Jalar

Gambar 5 Bagan sistem pengukuran sifat transmisi gelombang ultrasonik pada
ubi jalar Cilembu
Jarak antara kedua trandusernya dicatat. Pengaturan digital oscilloscope
diperhatikan selama melakukan pengukuran karakteristik gelombang ultrasonic,
pada penelitian ini akan menggunakan sweep 1:16 dengan base time adalah
400 µ s/d dan trigger mode yang digunakan adalah auto, sedangkan load data dan
save data yang digunakan adalah sdata. Pulsa frekuensi gelombang ultrasonik
yang melewati ubi jalar Cilembu direkam dan disimpan pada program microsoft
excel. Pulsa frekuensi gelombang ultrasonik digunakan sebagai data untuk
menghitung kecepatan gelombang ultrasonik, atenuasi dan nilai Mo.

13

Pengecekan Kerusakan Umbi Secara Destruktif
Pengukuran kerusakan umbi dilakukan secara manual dengan cara
mengupas kulit umbi dan memotongnya secara desktruktif. Parameter yang
diamati adalah ada tidaknya serangan lanas baik pada permukaan umbi maupun
bagian dalam daging umbi. Pada umbi yang sehat dilakukan pengecekan
kerusakan setelah 7 hari dari dilakukan pengukuran sedangkan pada umbi yang
terserang lanas dilakukan langsung setelah pengukuran ultrasonik dilakukan.
Analisis Data
Kecepatan Gelombang Ultrasonik
Kecepatan gelombang ultrasonik dianalisis dengan menggunakan data
keluaran dari digital oscilloscope yang terlihat dalam layar monitor yang
telah disimpan dalam bentuk data excel. Data yang sudah disimpan kemudian
diubah menjadi grafik gelombang dan dicatat titik pertama gelombang menembus
bahan dan titik gelombang saat gelombang keluar dari bahan dan diterima
oleh receiver tranducer (tranduser penerima). Data ini digunakan sebagai data
waktu perambatan gelombang pada medium ubi jalar Cilembu.
Kecepatan gelombang ultrasonik di udara diperoleh melalui pengukuran
kalibrasi dengan kecepatan ultrasonik yang sebenarnya di udara, kecepatan
gelombang ultrasonik di udara adalah 340 ms-1, dari sini diperoleh konstanta (c)
yang dapat digunakan untuk menghitung kecepatan gelombang ultrasonik
yang sebenarnya pada ubi jalar Cilembu. Kecepatan gelombang ultrasonik pada
ubi jalar Cilembu dihitung dengan menggunakan Persamaan 6 dan 7.
(6)
(7)
Dimana V adalah kecepatan gelombang ultrasonik yang sebenarnya pada ubi
jalar Cilembu (ms-1), sedangkan v adalah kecepatan gelombang ultrasonik
pada ubi hasil pengukuran (ms-1) dan secara berturut-turut s, t, c masing-masing
adalah diameter buah atau jarak antara transmitter dan receiver (m), waktu
tempuh gelombang ultrasonik (s) dan konstanta.
Koefisien Atenuasi
Selama penjalaran dalam medium, intensitas gelombang ultrasonik
berkurang terhadap jarak yang ditempuh. Penurunan intensitas ini karena adanya
penyerapan energi oleh medium. Parameter yang digunakan untuk menyatakan
penyerapan energi ini dikenal sebagai koefisien absorbsi atau koefisien atenuasi.
Penurunan intensitas dinyatakan menggunakan Persamaan 8 dan 9.
(8)
(9)

14
Persamaan 8 diturunkan menjadi Persamaan intensitas sebagai fungsi
jarak, Persamaan 9. Dimana Io adalah intensitas mula-mula (Watt m-2),
sedangkan Ix, α dan x secara berturut-turut adalah intensitas setelah menempuh
jarak x (Watt m-2), koefisien atenuasi (dB m-1) dan jarak yang ditempuh (m).
Koefisien atenuasi (α) dihitung dengan mengonversi tegangan sinyal
yang dikirim dan yang diterima setelah menempuh jarak tertentu menjadi grafik
gelombang. Grafik gelombang digunakan untuk menentukan amplitudo
gelombang, selain itu juga diukur amplitudo gelombang pada kondisi jarak antara
tranduser pemancar dan penerima 2 mm, pengukuran ini digunakan untuk
menentukan nilai Ao (amplitudo mula-mula / amplitudo gelombang ultrasonik
sebelum melewati medium). Perhitungan koefisien atenuasi dilakukan dengan
rumus pada Persamaan 4.
Zero Moment Power (Mo)
Hasil pengukuran gelombang ultrasonik berupa hubungan antara
amplitudo dan waktu ditransformasikan dengan menggunakan FFT (Fast Fourier
Transform) menjadi hubungan antara power spectral density dengan frekuensi.
Transformasi ini menggunakan program Matlab.
Pembuatan Model dan Validasi Model
Model pendugaan kerusakan ubi jalar Cilembu akibat serangan lanas
disusun berdasarkan hubungan karakteristik gelombang ultrasoniknya
(kecepatan gelombang, koefisien atenuasi dan zero moment power) dengan data
kerusakan ubi jalar Cilembu. Pembuatan model tersebut menggunakan analisis
deskriminan yaitu merupakan teknik multivariat yang dapat digunakan untuk
mengetahui variabel mana yang membedakan suatu kelompok dengan kelompok
lain dalam satu populasi. Model persamaan yang didapat akan digunakan untuk
melakukan pemilahan atau pengelompokan ubi sehat dan ubi lanas.
Analisis Dekriminan
Analisis Diskriminan merupakan salah satu metode teknik multivariat yang
berkaitan dengan pemisahan objek dalam kelompok yang berbeda dan
mengalokasikan objek tersebut ke dalam suatu kelompok yang telah ditetapkan
sebelumnya (Kurniasari et al. 2014). Analisis diskriminan bertujuan untuk
mengklasifikasikan suatu individu atau observasi ke dalam kelompok yang saling
bebas dan menyeluruh berdasarkan sejumlah variabel penjelas. Selain itu,
beberapa tujuan dari analisis deskriminan yaitu :
1. Menentukan apakah terdapat perbedaan yang nyata antara beberapa
karakteristik yang diteliti dalam membedakan dua atau lebih kelompok
2. Menentukan variabel bebas mana saja yang memberikan kontribusi
penting dalam membedakan nilai rata-rata diskriminan dari dua atau lebih
kelompok.
3. Mengelompokkan data kedalam dua atau lebih kelompok berdasarkan
karakteristik data yang diteliti.
Model dasar analisis diskriminan dilambangkan dengan d. Model analisis
diskriminan merupakan sebuah persamaan yang menunjukkan suatu kombinasi
linier dari berbagai variabel independen yang ditunjukkan pada Persamaan 10.

15
d = b0 + b1x1 + b2x2 +b3x3 + ... + bnxn
dimana:

(10)

d = skor diskriminan
b = koefisien diskriminan atau bobot (0, 1, 2, ..., n)
x = prediktor atau variabel independen (1, 2, 3, ..., n)

secara umum, prosedur analisis diskriminan adalah sebagai berikut :
1.

Uji Normal Multivariat
Asumsi normal multivariat diperlukan untuk pengujian signifikansi dari
variabel diskriminan dan fungsi diskriminan. Jika data tidak terdistribusi normal
multivariat, maka hasil klasifikasi juga akan terpengaruh. Menurut Jonhson dan
Wichern (2007) pada kasus multivariat, vektor peubah acak X’ = [X1, X2, ... Xp]
mengikuti fungsi densitas probabilitas yang digambarkan pada Persamaan 11.

(11)

Fk(x) =
dimana -∞ < xk < ∞, k = 1,2, ..., p yang diberi notasi Np(µ, ∑).

Metode untuk menilai normalitas dari sekumpulan data didasarkan pada
kuadrat jarak tergenarilsasi pada Persamaan 12.
, i = 1, 2, ..., ni ; j = 1, 2, ..., ni

(12)

dimana ni adalah jumlah objek pada populasi ke-i. Prosedur ini tidak terbatas pada
kasus bivariat, tetapi dapat digunakan untuk semua p ≥ 2. Langkah-langkah untuk
membuat plot khi-kuadrat adalah :
a) Mengurutkan
dari yang terkecil hingga terbesar seperti


... ≤
.
b) Membuat plot pasangan

dimana

adalah kuantil 100
bebas p.

untuk distribusi khi-kuadrat dengan derajat

berkaitan dengan persentil atas dari distribusi khi-

Kuantil
kuadrat.

Secara

khusus

.

Plot

harus

menyerupai garis lurus. Pola yang melengkung menunjukkan penyimpangan
normalitasnya.
2.

Uji Kesamaan Matriks Varian-Kovarian
Kesamaan matriks varian-kovarian dalam analisis diskriminan linier harus
terpenuhi. Jika asumsi ini tidka terpenuhi, maka akan berpengaruh terhadap
signifikansi dan hasil klasifikasi. Ketika asumsi kesamaan matriks varian kovarian

16
ditolak, dapat digunakan fungsi diskriminan kuadratik untuk fungsi klasifikasi
(Sharma 1996; Johnson dan Wichern 2007). Uji yang digunakan untuk
mengetahui kesamaan matriks varian-kovarian adalah uji Box’s M seperti pada
Persamaan 13, 14, dan 15.
Hipotesis :

Statistik Uji :
(13)
dimana :
(14)

(15)

P adalah jumlah variabel dan 1 adalah jumlah kelompok. Jika nilai C <
(α) atau nilai sig > α, maka
diterima. Artinya, matriks variankovarian dari g kelompok adalah homogen, sehingga fungsi dibentuk merupakan
(α) atau sig < (α), artinya
fungsi diskriminan linier. Jika C >
ditolak, maka matriks varian-kovarian dari g kelompok adalah heterogen sehingga
fungsi yang dibentuk merupakan fungsi diskriminan kuadratik.
3.

Uji Vektor Nilai Rataan
Pengujian terhadap vektor nilai rataan antar kelompok dapat dilakukan
dengan hipotesis sebagai berikut :

H1 : Sedikitnya ada sepasang kelompok yang vektor nilai rataannya berbeda
terhadap kelompok lain.
Uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah analisis
variansi multivariat (MANOVA). Statistik uji yang digunakan dalam analisis
MANOVA, antara lain : Pillai’s Trace, Wilk’s Lambda, Hotelling’s Trace, dan
Roy’s Largest Root.
Model pendugaan yang didapat kemudian divalidasi dan dianalisis
kesalahannya. Validasi bertujuan menguji ketepatan persamaan model yang telah
dibangun. Parameter untuk menentukan kecocokan model adalah tingkat
keberhasilan pemilahan. Semakin besar persentase keberhasilan pemilahann
berarti model semakin valid. Selain itu dihitung pula tingkat kesalahan atau

17
probabilitas kesalahan pemilahan dengan menggunakan matrik confussion atau
tabel kesalahan pemilahan. Metode yang digunakan adalah apparent error rate
(APER). Nilai APER dihitung dengan menggunakan Persamaan 16.
(16)

Dimana n1 dan n2 adalah banyaknya sampel pada masing-masing kelompok dan
n.M adalah jumlah kesalahan pemilahan pada masing-masing kelompok sampel.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kerusakan Ubi Jalar Cilembu Akibat Serangan Lanas
Pada penelitian ini digunakan 105 sampel ubi jalar Cilembu hasil sortasi
manual (60 ubi jalar Cilembu yang sehat dan 45 ubi jalar Cilembu yang
teridentifikasi terkena serangan lanas). Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa
seluruh ubi jalar yang teridentifikasi lanas semuanya mengalami kerusakan
dipermukaan kulitnya berupa bintik-bintik/lubang kecil berwarna hitam. Setelah
dilakukan pengecekan yang lebih mendalam secara destruktif, ternyata pada 45
sampel yang mengalami kerusakan berupa bintik-bintik hitam pada 41 sampel
diantaranya ditemukan lubang gerekan pada daging umbinya. Dari 41 sampel
yang terdapat lubang gerekan, pada 28 sampel diantaranya ditemukan larva C.
formicarius. Penampakan ubi jalar Cilembu yang terserang lanas dapat dilihat
pada Gambar 7.
S = 45

4
13
Bintik hitam pada permukaan kulit
Lubang gerekan pada daging umbi

28

Larva

Gambar 6 Kerusakan ubi jalar Cilembu akibat serangan lanas
Kerusakan ubi jalar Cilembu berawal ketika imago meletakkan telur pada
permukaan kulit umbi. Setelah telur menetas, larva akan menyerang umbi dengan
membentuk lubang gerekan sedalam 1 sampai 2 cm yang disertasi pembusukan,
sehingga daging umbi yang berada disekitar lubang gerekan menjadi lebih lunak,
berwarna hijau tua kehitaman, memiliki rasa yang pahit dan berbau khas. Fase
larva merupakan fase yang paling merusak umbi (Mau et al. 2011). Bekas gerekan
larva akan ditutup oleh kotorannya dan menimbulkan bau yang khas (Supriyatin
dan Rahayu 1994). Pada lubang bekas gerekan juga terbentuk rongga udara yang
kemudian menjadi tempat tinggal dan berkembangnya larva, pupa, dan imago.

18
Menurut Waluyo dan Prasedja (1993) rasa pahit pada umbi adalah akibat
terbentuknya senyawa furanoterpen, coumarin, dan polifenol.

(b)

(a)

(c)

Gambar 7 Ubi jalar terkena serangan lanas (a) Bintik hitam pada permukaan (b)
Larva (c) Lubang gerekan
Ubi jalar Cilembu yang terserang lanas memiliki rata-rata massa jenis yang
lebih rendah dibandingkan dengan ubi jalar Cilembu yang sehat. Sedangkan untuk
kadar air, ubi yang terserang lanas memiliki rata-rata kadar air lebih tinggi
dibandingkan dengan ubi jalar yang sehat. Nilai berat jenis dan kadar air pada ubi
jalar yang sehat dan yang terserang lanas dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Massa jenis dan Kadar air ubi Cilembu sehat dan yang terserang lanas
Ubi Jalar
Sehat
Lanas

Massa jenis (kg/m3)
1.06
1.01

Kadar Air
66.35%
69.85%

Pendugaan Serangan Lanas Berdasarkan Kecepatan Gelombang
Nilai kecepatan gelombang ultrasonik pada ubi jalar Cilembu sehat dan
yang terserang lanas terdapat perbedaan, sebagaimana ditampilkan pada
Gambar 8. Kecepatan gelombang ultrasonik ubi jalar Cilembu yang sehat
berkisar antara 192.30 – 313.33 ms-1 dengan nilai kecepatan rata-rata 239.28 ms1
, sedangkan pada ubi jalar Cilembu yang terserang lanas berkisar antara 201.39 –
372.83 ms-1 dengan nilai rata-rata 264.30 ms-1. Data lengkap nilai kecepatan
gelombang ultrasonik pada ubi jalar Cilembu yang sehat dan yang terserang
lanas disajikan pada Lampiran 6.
Ubi jalar Cilembu yang terserang lanas memiliki kecepatan gelombang
ultrasonik yang lebih tinggi. Menurut Gooberman (1968) besarmya kecepatan
gelombang tergantung pada rapat masa, modulus young dan perbandingan
Poisson. Modulus young dan perbandingan poisson adalah modulus elastis yang
merupakan sifat kekenyalan yang menentukan kekerasan suatu bahan. Lebih

19
lanjut menurut Self et al. (1994) kecepatan gelombang ultrasonik pada produk
pertanian dipengaruhi oleh susunan sel internal serta modulus elastik jaringannya.
Terbentuknya lubang gerekan menyebabkan terjadinya perubahan elastisitas
jaringan pada umbi. Daging umbi disekitar lubang gerekan akan mengering
sehingga elastisitas jaringannya akan berkurang. Namun lama kelamaan jika
serangan lanas terus terjadi dan semakin parah akan menimbulkan terjadinya
pembusukan. Oleh karena itu pada ubi jalar Cilembu yang terserang lanas
memiliki kecepatan gelombang ultrasonik yang lebih tinggi dibandingkan dengan
yang sehat.

Ubi Sehat
(n = 40)

Ubi Lanas
( n = 30)

Gambar 8 Rata-rata kecepatan gelombang ultrasonik pada pada ubi jalar
Cilembu sehat dan yang terserang lanas
Model Pendugaan Berdasarkan Kecepatan Gelombang
Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan nilai kecepatan gelombang
ultrasonik rata-rata untuk ubi jalar Cilembu yang terserang lanas sebesar 264.30
ms-1. Sedangkan nilai kecepatan gelombang ultrasonik rata-rata pada ubi jalar
Cilembu yang tidak terserang lanas besarnya 239.28 ms-1.
Nilai tengah antara kecepatan gelombang ultrasonik rata-rata ubi jalar
Cilembu sehat dan ubi ja