Penentuan umur simpan ubi jalar cilembu panggang

(1)

Oleh :

EVY DHITA HARYANTI F03499111

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

EVY DHITA HARYANTI. F03499111. Penentuan Umur Simpan Ubi Jalar Cilembu Panggang. Di bawah bimbingan : Ade Iskandar dan Sugiarto. 2006.

RINGKASAN

Ubi jalar (Ipomea batatas) merupakan salah satu komoditi pertanian yang memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan. Produk-produk ubi jalar atau “Sweet Potatoe” merupakan produk yang potensial sebagai sumber karbohidrat (Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan, 2002). Pengolahan ubi jalar untuk konsumsi langsung biasanya dilakukan dengan cara direbus, digoreng, dibakar, atau dipanggang.

Salah satu sentra produksi ubi jalar ada lah Desa Cilembu, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. Keunggulan dari ubi Cilembu adalah rasa lebih manis dan aroma lebih harum.

Pemasaran ubi Cilembu pada saat ini tidak mengalami kesulitan karena konsumen akhir cukup banyak, baik untuk konsumsi langsung (setelah dipanggang menggunakan oven) maupun untuk diolah lebih lanjut, misalnya diolah menjadi nastar, cake, dan lain-lain. Konsumen cenderung lebih memilih ubi Cilembu untuk konsumsi langsung (Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan (2002), tetapi sampai saat ini pemasaran ubi Cilembu panggang masih tanpa kemasan sehingga kurang higienis , karena itu perlu penelitian tentang pengemasan dan penyimpanan ubi Cilembu panggang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umur simpan ubi Cilembu panggang dengan dan tanpa pengemasan. Analisis mutu yang dilakukan selama penyimpanan meliputi kadar air, kadar gula, kadar pati, uji organoleptik (aroma, warna, tekstur, rasa), dan total mikroba. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua perlakuan, yaitu suhu penyimpanan dan pengemasan. Perlakuan suhu memiliki tiga taraf, yaitu 10°C, 20°C, 30°C. Perlakuan pengemasan juga memiliki tiga taraf, yaitu tanpa kemasan, pengemasan biasa , pengemasan hampa udara atau vakum.

Kadar air ubi cenderung mengalami penurunan selama 14 hari penyimpanan. Kadar air awal adalah 56,71( persen). Pada penyimpanan suhu 10°C kadar air ubi tanpa kemasan turun 45,39 persen, dengan kemasan biasa turun 14,30 persen, dan dengan kemasan hampa udara turun 15,01 persen. Pada penyimpanan suhu 20°C kadar air ubi tanpa kemasan turun 64,13 persen, dengan kemasan biasa turun 5,61 persen, dan dengan kemasan hampa udara turun 24,95 persen. Pada penyimpanan suhu 30°C kadar air ubi tanpa kemasan turun 35,12 persen, dengan kemasan biasa naik 7,44 persen, dan dengan kemasan hampa udara turun 14,53 persen. Penurunan kadar air terbesar terdapat pada ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tanpa kemasan. Hal ini terjadi karena ubi yang tidak dikemas berhubungan langsung dengan lingkungan luar, dengan kata lain ubi tidak memiliki pelindung yang dapat menghambat penguapan air dari dalam ubi. Menurut Syarief dan Halid (1993), penyimpanan pada suhu lebih tinggi mempunyai kecenderungan terjadinya pergerakan air dari dalam bahan ke arah permukaan dan menguap menjadi uap air.

Kadar pati cenderung mengalami penurunan selama 14 hari penyimpanan. Kadar pati awal adalah 48,99( persen). Pada penyimpanan suhu 10°C, kadar pati ubi tanpa kemasan turun 3,20 persen, dengan kemasan biasa turun 11,00 persen, dan


(3)

dengan kemasan hampa udara turun 8,88 persen. Pada penyimpanan suhu 30°C, kadar pati ubi tanpa kemasan turun 14,13 persen, dengan kemasan biasa turun 7,55 persen, dan dengan kemasan hampa udara turun 16,39 persen. Menurut Winarno (1992), pemecahan pati terjadi karena hidrolisis oleh enzim amilase yang menghasilkan gula -gula sederhana.

Kadar gula ubi cenderung mengalami kenaikan selama 14 hari penyimpanan. Kadar gula awal adalah 18,66( persen). Pada penyimpanan suhu 10°C, kadar gula ubi tanpa kemasan meningkat 43,21 persen, dengan kemasan biasa meningkat 52,14 persen, dan dengan kemasan hampa udara meningkat 48,09 persen. Pada penyimpanan suhu 20°C, kadar gula ubi tanpa kemasan turun 12,14 persen, dengan kemasan biasa meningkat 58,34 persen, dan dengan kemasan hampa udara meningkat 56,48 persen. Pada penyimpanan suhu 30°C, kadar gula ubi tanpa kemasan meningkat 53,63 persen, dengan kemasan biasa meningkat 58,61 persen, dan dengan kemasan hampa udara meningkat 30,45 persen. Adanya peningkatan total gula pada hasil analisis berkaitan erat dengan perombakan molekul-molekul besar seperti pati, selulosa, dan lain -lain menjadi gula-gula yang lebih sederhana (Mayastuti, 2002).

Dari uji organoleptik yang berupa uji hedonik (aroma, warna, tekstur, rasa) diperoleh hasil bahwa semua perlakuan ubi memiliki tingkat penerimaan aroma yang relatif sama, sedangkan warna, tekstur, dan rasa pada berbagai perlakuan ubi memiliki tingkat penerimaan yang berbeda .

Total mikroba pada semua perlakuan ubi cenderung mengalami kenaikan selama penyimpanan. Total mikroba awal adalah 3,3010 kol/g. Total mikroba akhir ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tanpa kemasan adalah 3,6021 kol/g, dengan pengemasan biasa adalah 3,0000 kol/g, dengan pengemasan vakum adalah 3,7786 kol/g. Total mikroba akhir ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tanpa kemasan adalah 3,3010 kol/g, dengan pengemasan biasa adalah 3,3010 kol/g, dengan pengemasan vakum adalah 5,0000 kol/g. Total mikroba akhir ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tanpa kemasan adalah 6,0414 kol/g, dengan pengemasan biasa adalah 4,2786 kol/g, dan dengan pengemasan vakum adalah 4,7324 kol/g. Kenaikan total mikroba disebabkan semakin berkurangya keaseptisa n tempat penyimpanan ubi. Umur simpan ubi ditentukan oleh persentase penerimaan panelis terhadap rasa, aroma, dan tekstur. Umur simpan ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tanpa kemasan adalah 14 hari, dengan pengemasan biasa adalah 14 hari, dengan pengemasan hampa udara adalah 14 hari. Umur simpan ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tanpa kemasan adalah 14 hari, dengan pengemasan biasa adalah 14 hari, dengan pengemasan hampa udara adalah 14 hari. Umur simpan ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tanpa kemasan adalah 6 hari, dengan pengemasan biasa adalah 6 hari, dengan pengemasan hampa udara adalah 14 hari.


(4)

EVY DHITA HARYANTI. F03499111. The Shelf Life Determination of Baked Cilembu Sweet Potato. Supervized by : Ade Iskandar dan Sugiarto. 2006.

SUMMARY

Sweet potato (Ipomea batatas) is one of agriculture commodities which has good prospect to be develope d. Products of sweet potato are potential as source of carbohydrate (Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan, 2002). Sweet potato is usually processe d by baking, frying, or boiling in order to consume directly. Production center of sweet potato in West Java is in Cilembu Village, Sumedang. It has superiority in taste which is sweeter and more aromatic than other sweet potato that grows in different area.

Nowadays, there is no problem in marketing of Cilembu sweet potato because it has a lot of consumers. Especially they prefer to consume it directly (baked) than continue processed (Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan (2002) . The marketing of baked Cilembu sweet potato nowadays is done without packaging which can decrease its hygienic. It is necessary to do research about packaging and storage of baked Cilembu sweet potato.

The aim of this research was to determine shelf life of baked Cilembu sweet potato with and without package. Quality analysis that had been done during storage were water content, sugar content, starch content, hedonic test (aromatic, color, texture, and taste), and amount of microorganism. This research used factorial experimental design with two factors which were temperature and package. Temperature factor had three levels, which were 10°C, 20°C, and 30°C. Package factor also had three levels, which were package, vacuum package, and non-vacuum package.

Baked Cilembu sweet potato’s water content was inclined decreasing during 14 days storage. Water content in the early storage was 56,71( percent ). In the storage of 10°C, water content of non-package baked sweet potato decreased 45,39 percent, non-vacuum package decreased 14,30 percent, and vacuum package decreased 15,01 percent. In the storage of 20°C, water content of non-package baked sweet potato decreased 64,13 percent, non-vacuum package decreased 5,61 percent, and vacuum package decreased 24,95 percent. In the storage of 30°C, water content of non-package baked sweet potato decreased 35,12 percent, non-vacuum non-package decreased 7,44 percent, and vacuum package decreased 14,53 percent. The greatest decreasing of water content happened in baked sweet potato which store in 20°C and non-package. It could happen because baked sweet potato did not have barrier which protected it from water evaporation. According to Syarief dan Halid (1993), storage in higher temperature was able to move water from inside into surface of substance and transform it into vapor.

Baked Cilembu sweet potato’s starch content was inclined decreasing during 14 days storage. Starch content in the early storage was 48,99( percent). In the storage of 10°C, starch content of non-package baked sweet potato decreased 3,20 percent , non-vacuum package decreased 11,00 percent, and vacuum package decreased 16,06 percent. In the storage of 20°C, starch content of non-package baked sweet potato decreased 1,02 percent, non-vacuum package increased 4,35 percent, and vacuum package decreased 8,88 percent. In the storage of 30°C, starch content


(5)

Winarno (1992), starch was divided because of hydrolysis by amylase enzyme and produced sugars.

Baked Cilembu sweet potato’s sugar content was inclined increasing during 14 days storage. Sugar content in the early storage was 18,66( percent). In the storage of 10°C, sugar content of non-package baked sweet potato increased 43,21 percent, non-vacuum package increased 52,14 percent, and vacuum package increased 48,09 percent. In the storage of 20°C, sugar content of non-package baked sweet potato decreased 12,14 percent, non-vacuum package increased 58,34 percent, and vacuum package increased 56,48 percent. In the storage of 30°C, sugar content of non-package baked sweet potato increased 53,63 percent, non-vacuum non-package increased 58,61 percent, and vacuum package increased 30,45 percent. The increasing of sugar content related to hydrolysis of big molecules such as starch, cellulose, and so on into sugars (Mayastuti, 2002).

The result of hedonic test (aromatic, color, texture, and taste) was all types of baked sweet potato’s treatments had the same acceptance in aromatic. In other hand, the acceptance of color, texture, and taste was different.

Amount of microorganism on all of baked sweet potatoes were increasing during storage. Amount of microorganism in the beginning of storage was 3,3010 kol/g. In the storage of 10°C, final amount of microorganism in non-package baked sweet potato was 3,6021 kol/g, in non-vacuum package was 3,0000 kol/g, and in vacuum package was 3,7786 kol/g. In the storage of 20°C, final amount of microorganism in non-package baked sweet potato was 3,3010 kol/g, in non-vacuum package was 3,3010 kol/g, and in vacuum package was 5,0000 kol/g. In the storage of 30°C, final amount of microorganism in non-package baked sweet potato was 6,0414 kol/g, in non-vacuum package was 4,2786 kol/g, and in vacuum package was 4,7324 kol/g. Microorganism growth was caused by hygiene decreasing of storage area. Variance analysis showed that only temperature factor which was influence microorganism growth.

The shelf life of baked Cilembu sweet potato was determined by panelist acceptance percentation in taste, ar omatic, and texture. The shelf life of baked sweet potato which stored in 10°C and with non-package was 14 days , with non-vacuum package was 14 days, with vacuum package 14 days. The shelf life of baked sweet potato which stored in 20°C and with non-package was 14 days , with non-vacuum package was 14 days, with vacuum package was 14 days. The shelf life of baked sweet potato which stored in 30°C and with package was 6 days, with non-vacuum package was 6 days, and with non-vacuum package was 14 days.


(6)

i PENENTUAN UMUR SIMPAN UBI JALAR CILEMBU PANGGANG

Oleh :

EVY DHITA HARYANTI F03499111

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

2006

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


(7)

ii PENENTUAN UMUR SIMPAN UBI JALAR CILEMBU PANGGANG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

EVY DHITA HARYANTI F03499111

Dilahirkan pada tanggal 26 Februari 1981 di Jakarta

Tanggal lulus : 30 Januari 2006

Disetujui Bogor, 30 Januari 2006

Ir. Ade Iskandar, MSi Ir. Sugiarto, MSi


(8)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “PENENTUAN UMUR SIMPAN UBI JALAR CILEMBU PANGGANG” adalah hasil karya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas rujukannya.

Bogor, 30 Januari 2006 Yang membuat pernyataan

Nama : Evy Dhita Haryanti NRP : F03499111


(9)

iii Alhamdulillah penulis panjatkan puji syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya sehingga skripsi ini dapat selesai. Tak lupa penulis juga ingin berterima kasih kepada orang-orang yang telah banyak membantu dan berjasa dalam proses penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih dari lubuk hati yang paling dalam akan penulis persembahkan untuk : 1. Bapak Ade Iskandar dan Bapak Sugiarto selaku dosen pembimbing atas

segala masukan dan kesabarannya dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi.

2. Bapak Ken Aulia Irawadi selaku dosen penguji atas arahan dan saran-sarannya untuk perbaikan skripsi ini.

3. Papa dan Mama atas kasih sayangnya yang senantiasa mendoakan penulis serta memberikan dukungan moril dan materi yang tidak terbatas.

4. Adik-adikku Ryan dan Vindy atas dukungannya.

5. Wino atas kasih sayang dan perhatiannya serta sebagai teman dalam bertukar pikiran.

6. Indri, Mediya, dan Laura yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis.

7. Teman-teman TIN 36 atas kebersamannya.

8. Para Laboran TIN yang banyak me mbantu penulis selama penelitian. 9. Teman-teman Istana Ceria atas kebersamaan dan keceriannya.

Semoga skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca. Apabila terdapat kekurangan, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.


(10)

iv DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………... ……... iii

DAFTAR LAMPIRAN………. vi

DAFTAR GAMBAR………. xi

I. PENDAHULUAN……….. 1

A. LATAR BELAKANG……… 1

B. TUJUAN PENELITIAN………. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA……… 3

A. UBI JALAR………3

B. UBI JALAR CILEMBU……… 4

C. PENGEMASAN……… 6

D. PLASTIK POLIPROPILEN……….. 7

E. PENENTUAN UMUR SIMPAN……….. 8

III. METODE PENELITIAN……….10

A. BAHAN DAN ALAT………. 10

B. TEMPAT……… 10

C. METODE PENELITIAN……… 10

D. RANCANGAN PERCOBAAN………. 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………... 15

A. KARAKTERISASI UBI JALAR CILEMBU PANGGANG……… 15

B. PERUBAHAN MUTU UBI JALAR CILEMBU PANGGANG SELAMA PENYIMPANAN……….. 15

1. KADAR AIR ………... 16

2. KADAR PATI………. 21

3. KADAR GULA……….. 26

4. UJI ORGANOLEPTIK……….. 31

5. TOTAL MIKROBA……… 40

C. PENENTUAN UMUR SIMPAN UBI JALAR CILEMBU PANGGANG……….. 42


(11)

v B. SARAN……… 49 DAFTAR PUSTAKA……… 50 LAMPIRAN……….. 53


(12)

vi DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur analisis……… 54 Lampiran 2. Hasil analisis kadar air, kadar pati, kadar gula

ubi Cilembu panggang selama penyimpanan ………57 Lampiran 3. Hasil analisis ragam kadar air hari ke -2….………... 59 Lampiran 3a. Hasil uji Duncan pengaruh suhu terhadap kadar air

hari ke-2……… 59 Lampiran 3b. Hasil uji Duncan pengaruh pengemasan terhadap

kadar air hari ke -2……….. 59 Lampiran 4. Hasil analisis ragam kadar air hari ke -4….………... 59 Lampiran 4a. Hasil uji Duncan pengaruh suhu terhadap kadar air

hari ke-4……… 59 Lampiran 4b. Hasil uji Duncan pengaruh pengemasan terhadap

kadar air hari ke -4……….. 59 Lampiran 5. Hasil analisis ragam kadar air hari ke-6….………... 60 Lampiran 5a. Hasil uji Duncan pengaruh suhu terhadap kadar air

hari ke-6……… 60 Lampiran 5b. Hasil uji Duncan pengaruh pengemasan terhadap

kadar air hari ke -6……….. 60 Lampiran 6. Hasil analisis ragam kadar air hari ke -8….………... 60 Lampiran 6a. Hasil uji Duncan pengaruh suhu terhadap kadar air

hari ke-8……… 60 Lampiran 6b. Hasil uji Duncan pengaruh pengemasan terhadap

kadar air hari ke -8……….. 60 Lampiran 7. Hasil analisis ragam kadar air hari ke-10.………... 61 Lampiran 7a. Hasil uji Duncan pengaruh suhu terhadap kadar air

hari ke-10……… 61 Lampiran 7b. Hasil uji Duncan pengaruh pengemasan te rhadap

kadar air hari ke -10……….. 61 Lampiran 8. Hasil analisis ragam kadar air hari ke-12.………... 61 Lampiran 8a. Hasil uji Duncan pengaruh suhu terhadap kadar air


(13)

vii kadar air hari ke -12……….. 61 Lampiran 9. Hasil analisis ragam kadar air hari ke-14.………... 62 Lampiran 9a. Hasil uji Duncan pengaruh suhu terhadap kadar air

hari ke-14……… 62 Lampiran 9b. Hasil uji Duncan pe ngaruh pengemasan terhadap

kadar air hari ke -14……….. 62 Lampiran 10. Hasil analisis ragam kadar pati hari ke -2.………... 62 Lampiran 10a. Hasil uji Duncan pengaruh suhu terhadap kadar pati

hari ke-2……… 62 Lampiran 10b. Hasil uji Duncan pengaruh pengemasan terhadap

kadar pa ti hari ke-2……….. 62 Lampiran 11. Hasil analisis ragam kadar pati hari ke -4.………... 63 Lampiran 11a. Hasil uji Duncan pengaruh suhu terhadap kadar pati

hari ke-4……… 63 Lampiran 11b. Hasil uji Duncan pengaruh pengemasan terhadap

kadar pa ti hari ke-4……….. 63 Lampiran 12. Hasil analisis ragam kadar pati hari ke -6.………... 63 Lampiran 12a. Hasil uji Duncan pengaruh suhu terhadap kadar pati

hari ke-6……… 63 Lampiran 12b. Hasil uji Duncan pengaruh pengemasan terhadap

kadar pa ti hari ke-6……….. 63 Lampiran 13. Hasil analisis ragam kadar pati hari ke -8.………... 64 Lampiran 13a. Hasil uji Duncan pengaruh suhu terhadap kadar pati

hari ke-8……… 64 Lampiran 13b. Hasil uji Duncan pengaruh pengemasan terhadap

kadar pa ti hari ke-8……….. 64 Lampiran 14. Hasil analisis ragam ka dar pati hari ke-10.………... 64 Lampiran 14a. Hasil uji Duncan pengaruh suhu terhadap kadar pati

hari ke-10……… 64 Lampiran 14b. Hasil uji Duncan pengaruh pengemasan terhadap


(14)

viii kadar pati hari ke-10……….. 64 Lampiran 15. Hasil analisis ragam ka dar pati hari ke-12.………... 65 Lampiran 15a. Hasil uji Duncan pengaruh suhu terhadap kadar pati

hari ke-12………65 Lampiran 15b. Hasil uji Duncan pengaruh pengemasan terhadap

kadar pati hari ke-12……….. 65 Lampiran 16. Hasil analisis ragam ka dar pati hari ke-14.………... 65 Lampiran 16a. Hasil uji Duncan pengaruh suhu terhadap kadar pati

hari ke-14………65 Lampiran 16b. Hasil uji Duncan pengaruh pengemasan terhadap

kadar pati hari ke-14……….. 65 Lampiran 17. Hasil analisis ragam kadar gula hari ke-2.………... 66 Lampiran 17a. Hasil uji Duncan pengaruh suhu terhadap kadar gula

hari ke-2..………66 Lampiran 17b. Hasil uji Duncan pengaruh pengemasan terhadap

kadar gula hari ke-2……….. 66 Lampiran 18. Hasil analisis ragam kadar gula hari ke-4.………... 66 Lampiran 18a. Hasil uji Duncan pengaruh suhu terhadap kadar gula

hari ke-4……… 66 Lampiran 18b. Hasil uji Duncan pengaruh pengemasan terhadap

kadar gula hari ke-4……….. 66 Lampiran 19. Hasil analisis ragam kadar gula hari ke-6.………... 67 La mpiran 19a. Hasil uji Duncan pengaruh suhu terhadap kadar gula

hari ke-6……… 67 Lampiran 19b. Hasil uji Duncan pengaruh pengemasan terhadap

kadar gula hari ke-6……….. 67 Lampiran 20. Hasil analisis ragam kadar gula hari ke-8.………... 67 Lampiran 20a. Hasil uji Duncan pengaruh suhu terhadap kadar gula

hari ke-8……… 67 Lampiran 20b. Hasil uji Duncan pengaruh pengemasan terhadap

kadar gula hari ke-8……….. 67 Lampiran 21. Hasil analisis ragam kadar gula hari ke -10.………... 68


(15)

ix Lampiran 21b. Hasil uji Duncan pengaruh pengemasan terhadap

kadar gula hari ke-10……….. 68

Lampiran 22. Hasil analisis ragam ka dar gula hari ke -12.………... 68

Lampiran 22a. Hasil uji Duncan pengaruh suhu terhadap kadar gula hari ke-12……… 68

Lampiran 22b. Hasil uji Duncan pengaruh pengemasan terhadap kadar gula hari ke-12………..68

Lampiran 23. Hasil analisis ragam ka dar gula hari ke -14.………... 69

Lampiran 23a. Hasil uji Duncan pengaruh suhu terhadap kadar gula hari ke-14……… 69

Lampiran 23b. Hasil uji Duncan pengaruh pengemasan terhadap kadar gula hari ke-14……….. 69

Lampiran 24. Hasil uji Friedman aroma hari ke-6………... 70

Lampiran 25. Hasil uji Friedman aroma hari ke-10………... 70

Lampiran 26. Hasil uji Friedman aroma hari ke-14………... 71

Lampiran 27. Hasil uji Friedman warna hari ke-6………... 71

Lampiran 28. Hasil uji Friedman warna hari ke-10………... 72

Lampiran 29. Hasil uji Friedman warna hari ke-14………... 72

Lampiran 30. Hasil uji Friedman tekstur hari ke-6………... 73

Lampiran 31. Hasil uji Friedman tekstur hari ke-10………... 73

Lampiran 32. Hasil uji Friedman tekstur hari ke-14………... 74

Lampiran 33. Hasil uji Friedman rasa hari ke-6………... 74

Lampiran 34. Hasil uji Friedman rasa hari ke-10………... 75

Lampiran 35. Hasil uji Friedman rasa hari ke-14………... 75

Lampiran 36. Hasil uji total mik roba…………..………... 76

Lampiran 37. Hasil analisis ragam total mikroba…..………... 78

Lampiran 37a. Hasil uji Duncan pengaruh suhu terhadap total mikroba………. 78

Lampiran 37b. Hasil uji Duncan pengaruh pengemasan terhadap total mikroba………. 78


(16)

x Lampiran 38. Form pengujian organoleptik……….79

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur plastik polipropilen………. 7 Gambar 2. Diagram alir penelitian……….13 Gambar 3. Grafik perubahan kadar air ubi Cilembu panggang yang

disimpan pada suhu 10°C……….16 Gambar 4. Grafik perubahan kadar air ubi Cilembu panggang yang

disimpan pada suhu 20°C……….16 Gambar 5. Grafik perubahan kadar air ubi Cilembu panggang yang

disimpan pada suhu 30°C……….17 Gambar 6. Grafik perubahan kadar pati ubi Cilembu panggang yang

disimpan pada suhu 10°C……….19 Gambar 7. Grafik perubahan kadar pati ubi Cilembu panggang yang

disimpan pada suhu 20°C……….19 Gambar 8. Grafik perubahan kadar pati ubi Cilembu panggang yang

disimpan pada suhu 30°C……….20 Gambar 9. Grafik perubahan kadar gula ubi C ilembu panggang yang

disimpan pada suhu 10°C……….22 Gambar 10. Grafik perubahan kadar gula ubi Cilembu panggang yang

disimpan pada suhu 20°C……….. 22 Gambar 11. Grafik perubahan kadar gula ubi Cilembu panggang yang

disimpan pada suhu 30°C……….. 23 Gambar 12. Grafik persentase penerimaan aroma selama penyimpanan….. 26


(17)

xi Gambar 15. Grafik modus warna selama penyimpanan……… 28 Gambar 16. Grafik persentase penerimaan tekstur selama penyimpanan…. 30 Gambar 17. Grafik modus t ekstur selama penyimpanan………. 30 Gambar 18. Grafik persentase penerimaan rasa selama penyimpanan…….. 32 Gambar 19. Grafik modus rasa selama penyimpanan………32 Gambar 20. Grafik perubahan total mikroba ubi Cilembu panggang yang

disimpan pada suhu 10°C……….. 33 Gambar 21. Grafik perubahan total mikroba ubi Cilembu panggang yang

disimpan pada suhu 20°C………. 33 Gambar 22. Grafik perubahan total mikroba ubi Cilembu panggang yang

disimpan pada suhu 30°C………... 34 Gambar 23. Grafik persentase penerimaan aroma, tekstur, dan rasa

ubi Cilembu panggang yang disimpan pada suhu 10°C

dan tanpa kemasan……… 35 Gambar 24. Grafik persentase penerimaan aroma, tekstur, dan rasa

ubi Cilembu panggang yang disimpan pada suhu 10°C

dan dikemas biasa……….. 36 Gambar 25. Grafik persentase penerimaan aroma, tekstur, dan rasa

ubi Cilembu panggang yang disimpan pada suhu 10°C

dan dikemas hampa udara………. 36 Gambar 26. Grafik persentase penerimaan aroma, tekstur, dan rasa

ubi Cilembu panggang yang disimpan pada suhu 20°C

dan tanpa kemasan……… 37 Gambar 27. Grafik persentase penerimaan aroma, tekstur, dan rasa

ubi Cilembu panggang yang disimpan pada suhu 20°C

dan dikemas biasa……….. 37 Gambar 28. Grafik persentase penerimaan aroma, tekstur, dan rasa

ubi Cilembu panggang yang disimpan pada suhu 20°C

dan dikemas hampa udara………. 38 Gambar 29. Grafik persentase penerimaan aroma, tekstur, dan rasa


(18)

xii ubi Cilembu panggang yang disimpan pada suhu 30°C

dan tanpa kemasan……… 38 Gambar 30. Grafik persentase penerimaan aroma, tekstur, dan rasa

ubi Cilembu panggang yang disimpan pada suhu 30°C

dan dikemas biasa………39 Gambar 31. Grafik persentase penerimaan aroma, tekstur, dan rasa

ubi Cilembu panggang yang disimpan pada suhu 30°C


(19)

A. LATAR BELAKANG

Ubi jalar (Sweet Potato) diduga berasal dari Amerika Tengah atau Amerika Selatan bagian utara (Flach dan Rumawas, 1996). Sekitar 98% pertanaman ubi jalar dunia terdapat di negara-negara berkembang, yaitu 80% di Cina, 6% di negara-negara Asia lainnya, 5% di Afrika, 2% di Amerika Latin, dan sisanya di Oceania dan Amerika Tengah (Horton, 1988).

Sebagai tanaman pangan, ubi jalar banyak mengandung karbohidrat. Menurut Widodo (1992), selain karbohidrat juga terdapat vitamin dan mineral, sehingga semakin menempatkan ubi jalar pada posisi yang unggul bila dibandingkan dengan bahan pangan lain. Ubi jalar dapat digunakan sebagai sumber pangan bagi manusia, hewan, dan bahan baku bagi industri. Menurut Flach dan Rumawas (1996), persentase terbesar penggunaan ubi jalar di negara-negara tropis adalah untuk konsumsi manusia (70-100%), disusul dengan pakan ternak (10-30%) dan bahan baku industri (5-10%). Pengolahan ubi jalar untuk dikonsumsi manusia menurut Onwueme (1978), biasanya dilakukan dengan cara direbus, dipanggang, dan digoreng. Selain itu, ubi jalar juga dapat diolah untuk dijadikan makanan ringan (snack) seperti keripik.

Salah satu sentra produksi ubi jalar Jawa Barat adalah Desa Cilembu, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. Ubi jalar yang berasal dari Desa Cilembu dikenal dengan ubi Cilembu. Keunggulan dari ubi jalar Cilembu adalah rasa lebih manis dan aroma lebih harum dibanding dengan ubi jalar pada umumnya. Ubi jalar Cilembu memiliki pangsa pasar yang luas, yaitu Bandung, Sumedang, Cianjur, Bogor, Jakarta, dan kota-kota lainnya. Pengolahan ubi Cilembu harus dilakukan dengan cara dipanggang menggunakan oven. Biasanya konsumen membeli ubi yang sudah matang (sudah dipanggang) karena lebih praktis. Dalam menjajakan dagangannya , para pedagang meletakan tumpukan ubi matang dalam keranjang tanpa pembungkus. Hal tersebut kurang higienis karena tidak ada yang melindungi ubi dari pengaruh lingkungan. Dengan adanya pengemasan pada ubi yang sudah matang, diharapkan kehigienisan ubi dapat terjaga.


(20)

2

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan umur simpan ubi Cilembu panggang selama penyimpanan dengan dan tanpa kemasan.


(21)

A. UBI JALAR

Ubi jalar (Ipomea batatas) merupakan salah satu komoditi pertanian yang memiliki prospek baik untuk dikembangkan. Produk-produk ubi jalar atau “Sweet Potatoe” tidak hanya potensial sebagai sumber karbohidrat, tetapi juga dapat diproyeksikan sebagai bahan baku industri. Pada saat ini di Indonesia sedang terjadi perubahan status ubi jalar, dari tanaman sampingan menjadi tanaman yang dapat diandalkan untuk tujuan industri dan ekspor. Ubi jalar selain dapat dikonsumsi langsung juga telah dimanfaatkan secara luas sebagai bahan baku industri seperti pakan ternak, plastik yang mudah terurai (biodegradable), keripik, bakpau, dan lain -lain (Direktorat Jenderal Bina Produksi tanaman Pangan, 2002).

Menurut Onwueme (1978), tanaman ubi jalar dimasukan ke dalam kelas dicotyledone dan famili Convulaceae, kemudian menurut Flach dan Rumawas (1996), tanaman ubi jalar diklasifikasikan sebagai berikut.

Famili : Convolvulaceae Genus : Ipomoea L.

Species : Ipomoea batatas (L.) Lamk

Tanaman ubi jalar juga dapat dibedakan dari warna kulit umbi (biasanya putih, coklat, kuning, atau merah keunguan), warna daging umbi ( biasanya putih atau kuning), bentuk umbi, bentuk daun, panjang akar, waktu panen, ketahanan terhadap penyakit, dan karakteristik vegetatif lainnya (Onwueme, 1978).

Meskipun tanaman ubi jalar berasal dari daerah tropis di Amerika, tetapi tanaman ini mampu beradaptasi pada sejumlah zona ekologi (Bouwkamp, 1985). Hal tersebut sejalan dengan pendapat Lingga et al. (1989) yang menyatakan bahwa ubi jalar merupakan tanaman yang dapat tumbuh disembarang tanah, tetapi hasil yang paling baik adalah pada tanah yang memiliki tingkat kesuburan yang sedang dan cukup mengandung air.

Ubi jalar merupakan tanaman yang tumbuh sepanjang tahun. Lama penanaman berkisar antara 3 sampai 7 bulan, tergantung dari lingkungan sekitarnya (Flach dan Rumawas, 1996). Menurut Bouwkamp (1985), suhu


(22)

4

maksimum dan minimum penanaman ubi jalar di Asia dan Pasifik berkisar antara 29,6°C sampai dengan 18,5°C.

Pada umumnya ubi jalar siap dipanen setelah masa tanam 3-8 bulan. Waktu panen ditandai dengan warna daun yang sudah menguning. Ada pula tanaman yang tidak menunjukan tanda-tanda yang jelas ketika ubi sudah siap dipanen. Jika pemanenan dilakukan terlalu dini, maka hasilnya akan sedikit, tetapi jika pemanenan terlalu lama, maka umbi akan menjadi berserabut, cenderung diserang oleh hama kumbang pengerek, dan menjadi busuk. Umbi yang siap panen juga dapat diketahui dari warna getah yang menetes saat umbi dipotong dari batang. Apabila warna tetesan getah tidak cepat menjadi gelap, maka umbi siap dipanen (Onwueme, 1978). Menurut Flach dan Rumawas (1996), waktu panen ubi jalar tidak dapat didefinisikan secara jelas. Hal tersebut tergantung dari tanaman ubi jalar itu sendiri, kebiasaan budaya dan iklim setempat, namun secara umum di Asia Tenggara pemanenan dilakukan setelah masa tanam 3 sampai 4 bulan.

Menurut Huang (1982), ubi jalar mengandung 20% pati dan 5% gula sederhana sehingga dapat dikatakan bahwa ubi jalar merupakan makanan yang berenergi tinggi. Selain itu, ubi jalar juga mengandung vitamin C (20-30 mg/100g) dan β-karoten (0-8000 IU/100g) . Menurut hasil penelitian Rumondang (1993), kandungan β-karoten pada ubi jalar ini akan berubah apabila dilakukan proses pengolahan, yaitu ubi jalar rebus 5,93 µg/g dan ubi jalar yang digoreng mengandung β-karoten sebanyak 9,41 µg/g.

Menurut Flach dan Rumawas (1996), ubi jalar mengandung 78-90% (bk) karbohidrat. Karbohidrat sebagian besar terdiri dari pati (60-80% (bk)), gula ( 4-30% (bk)), dan sejumlah kecil selulosa, hemiselulosa, dan pektin.

B. UBI JALAR CILEMBU

Salah satu jenis ubi jalar yang dapat dikonsumsi langsung setelah dipanggang dengan menggunakan oven adalah ubi Cilembu. Ubi Cilembu sering disebut juga “ubi si madu”, karena apabila dibakar atau dipanggang akan mengeluarkan cairan berupa gula. Ubi Cilembu berasal dari Desa Cilembu, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Luas areal yang ada


(23)

saat ini di daerah tersebut sekitar 250 ha (Direktorat Jenderal Bina Produksi tanaman Pangan, 2002).

Menurut Suriawiria (2001), budidaya ubi Cilembu ini sangat mudah dan sederhana. Pertama-tama harus dilakukan penyiapan tanah berupa gundukan, kemudian di bagian atasnya ditanamkan batang atau bagian ujung batang. Dalam waktu beberapa minggu tunas akan terbentuk. Pada umur 1 bulan batangnya akan menjalar dan di bagian bawah permukaan tanah umbi akan terbentuk. Dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan, tergantung dari jenis ubi jalar, bentuk dan sifat tanah serta musim, maka ubi telah dapat dipanen dengan hasil rata-rata antara 20 sampai dengan 35 ton setiap hektar.

Panen ubi Cilembu dilakukan pada umur 25 minggu setelah tanam sehingga umbi yang dipanen tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. Panen dilakukan dengan cara membabat daun dan mencongkel umbinya. Pemungutan umbi dilakukan dengan hati-hati agar umbi tidak lecet. Umbi dibersihkan dan disimpan dalam rak atau digantung. Makin lama umbi disimpan akan semakin manis rasa umbi apabila dibakar atau dipanggang (Direktorat Jenderal Bina Produksi tanaman Pangan, 2002)

Menurut Suriawiria (2001), kelebihan ubi Cilembu dibandingkan dengan ubi jalar lainnya disebabkan oleh jenis dan sifat tanah tempat penanamannya. Ubi Cilembu memang memiliki tingkat kemanisan di atas rata-rata ubi jalar pada umunya. Selain karena faktor genetika, tingginya mutu ubi Cilembu juga disebabkan oleh adanya pemeraman selama paling sedikit dua minggu setelah panen sebelum dipasarkan (Anonymous, 2002). Menurut Mayastuti (2002), penyimpanan ubi Cile mbu dilakukan pada ruangan dengan kondisi jendela terbuka (suhu ruang sekitar 27°C-30°C). Proses pemeraman ini mengakibatkan terjadinya pemecahan pati pada daging ubi menjadi gula.

Pemasaran ubi Cilembu pada saat ini tidak mengalami kesulitan karena konsumen akhir cukup banyak, baik yang dikonsumsi secara langsung (setelah dipanggang) maupun produk olahan dari ubi Cilembu (nastar, cake, dan lain -lain). Konsumen dalam negeri cenderung lebih memilih ubi Cilembu yang dikonsumsi secara langsung (setelah dipanggang) (Direktorat Jenderal Bina Produksi tanaman Pangan, 2002).


(24)

6

C. PENGEMASAN

Pengemasan atau yang biasa disebut juga dengan pembungkusan, pewadahan, atau pengepakan mempunyai peranan penting dalam pengawetan bahan hasil pertanian. Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan, dan getaran) (Syarief et al, 1989), sedangkan menurut Robertson (1993), pengemasan sebagai suatu teknik perindustrian dan pemasaran untuk membungkus, melindungi, menghantarkan, dan memfasilitasi distribusi dan penjualan produk pertanian dari produsen ke konsumen.

Menurut Syarief et al (1989), bahan kemasan yang digunakan untuk mengemas makanan seyogyanya mempunyai enam fungsi utama berikut ini, yaitu :

1. Menjaga produk pangan agar tetap bersih dan melindungi produk pangan dari kotoran dan kontaminasi lain.

2. Melindungi produk pangan dari kerusakan fisik, perubahan kadar air, dan penyinaran ( cahaya).

3. Memiliki fungsi yang baik, efisien dan ekonomis, khususnya selama proses penempatan makanan ke dalam kemasan.

4. Memiliki kemudahan dalam membuka atau menutup dan juga memudahkan dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan, dan distribusi.

5. Memiliki ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang ada, mudah dibuang, dan mudah dibentuk atau dicetak.

6. Menampakkan identitas, informasi, dan penampilan yang jelas agar dapat membantu promosi atau penjualan.

Menurut Robertson (1993), pengema san berfungsi sebagai wadah atau pembungkus, pelindung, kenyamanan dalam distribusi, dan sarana komunikasi antara produsen dan konsumen. Fungsi lain dari pengemasan ditambahkan oleh Levy (2000) yang menyatakan bahwa selain untuk pembungkus, pelindung, dan sarana komunikasi, pengemasan juga dapat dijadikan pengawet produk pangan di dalamnya.


(25)

Kemasan yang baik yaitu kemasan yang menjaga produk dari gangguan lingkungan sekitar produk yang akan merusaknya. Jenis kemasan yang digunakan disesuaikan dengan sifat produk yang akan dikemas, tujuan penggunaan, dan lain sebagainya (Syarief et al., 1989).

Pengemasan vakum menurut Brody (1989), adalah pengemasan dengan cara mengeluarkan semua udara di dalam kemasan tanpa diganti dengan gas lain, dengan demikian akan terjadi perbedaan tekanan antara bagian dalam dan luar kemasan. Sedangkan menurut Sacharow dan Griffin (1980), pengemasan vakum diperlukan untuk mengeluarkan oksigen dari kemasan dan menambah umur simpan. Plastik yang digunakan dalam pengemasan vakum yaitu plastik yang mempunyai permeabilitas O2 yang rendah dan tahan terhadap bahan yang dikemas.

D. PLASTIK POLIPROPILEN (PP)

Polipropilen termasuk jenis platik olefin dan merupakan polimer dari propilen. Plastik jenis ini dikembangkan sejak tahun 1950 dengan berbagai nama dagang, seperti bexphane, dynafilm, luparen, escon, ole fane, dan profax (Syarief et al., 1989).

CH2 CH n

CH3

Gambar 1. Struktur Plastik Polipropilen ( Syarief et al., 1989).

Menurut Syarief et al. (1989), sifat-sifat utama dari polipropilen, yaitu : 1. Ringan, mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk

film, tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku. 2. Mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari PE.

3. Lebih kaku dari PE dan tidak mudah sobek sehingga mudah dalam penanganan dan distribusi.


(26)

8

4. Permeabilitas terhadap uap air rendah dan permeabilitas terhadap gas sedang, sehingga tidak baik untuk makanan yang peka terhadap oksigen.

5. Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150°C. 6. Memiliki titik lebur yang tinggi.

7. Tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak.

8. Pada suhu tinggi PP akan bereaksi dengan benzen, siklen, toluen, terpentin, dan asam nitrat kuat

Menurut Buckle et al. (1978), polipropilen mempunyai sifat lebih kaku, kuat, dan ringan dibandingkan dengan polietilen. Selain itu polipropilen juga memiliki daya tembus uap air yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi, dan cukup mengkilap. Plastik tipis yang tidak mengkilap mempunyai daya tahan yang rendah terhadap suhu dan bukan penahan gas yang baik.

E. PENENTUAN UMUR SIMPAN

Syarief et al. (1989), menyatakan bahwa umur simpan suatu produk pangan merupakan parameter untuk mengetahui ketahanan produk selama penyimpanan. Umur simpan produk berhubungan erat dengan kadar air kritis, suhu, dan kelembaban. Penentuan masa simpan secara umum adalah penanganan suatu produk dalam suatu kondisi yang dikehendaki dan dipantau setiap waktu sampai produk rusak. Menurut Institute of Food Technology (1974), umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Umur simpan menurut Hine (1987), adalah lama waktu mulai suatu produk pangan dikemas dan dikonsumsi sampai mutu produk pangan tersebut sudah t idak diterima lagi oleh konsumen.

Penentuan umur simpan bahan pangan dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu metode konvensional, metode akselerasi, dan metode nilai paruh (Syarief et al., 1989). Menurut Floros dan Granasekharan (1993), umur simpan produk pangan yang disimpan dapat ditetapkan dengan metode konvensional atau Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Storage Studies (ASS). ESS


(27)

adalah penentuan tanggal kadaluarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya, ASS menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat (accelerated) terjadinya reaksi-reaksi penurunan mutu produk pangan. Metode ini dapat mempercepat waktu tes penyimpanan.

Menurut Harte (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan adalah karakteristik produk yang disimpan, sifat-sifat bahan pengemasnya, dan lingkungan tempat penyimpanan, sedangkan menurut Syarief dan Halid (1993), suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perubahan mutu pangan. Dalam menyimpan makanan perlu diperhatikan keadaan suhu ruang penyimpanan. Suhu ruangan yang konstan akan lebih baik dari suhu penyimpanan yang berubah-ubah.


(28)

III. METODE PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah ubi jalar Cilembu berumur panen 6 bulan, berukuran 12-15 cm dengan bobot 80-150 g yang diperoleh dari petani di Desa Cilembu, Kecamatan Tanjungsari, Kabupa ten Sumedang. Bahan pengemas yang dipakai adalah plastik polipropilen (PP) dengan tebal 0,04 mm. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah H2SO4 pekat, NaOH 1,25N, H2SO4 1,25 %, NaOH 3,25 %, HCl 3 %, asam asetat pekat, dan NaOH 4 N, petroleum eter, DNS.

2. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, vacuum packer, sealer, inkubator, dan refrigerator. Peralatan yang digunakan untuk analisis adalah cawan aluminium, labu Kjeldhal, kertas saring, labu Erlenmeyer, cawan porselen, tabung reaksi, labu ukur, dan alat-alat gelas lainnya.

B. TEMPAT

Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2003 sampai dengan Agustus 2003. Penelitian ini dilaksanakan di laboratoria yang ada di IPB, antara lain: 1. Laboratorium LDIT, Departemen Teknologi Industri Pertanian

2. Laboratorium Pengawasan Mutu, Departemen Teknologi Industri Pertanian. 3. Laboratorium Pengemasan, Departemen Teknologi Industri Pertanian. 4. Laboratorium Bioindustri, Departemen Teknologi Industri Pertanian. 5. La boratorium Teknik Kimia, Departemen Teknologi Industri Pertanian 6. Laboratorium AP4 Institut Pertanian Bogor.

C. METODE PENELITIAN

Penelitian tahap pertama adalah karakterisasi ubi Cilembu panggang. Karakterisasi meliputi beberapa uji, yaitu kadar air, kadar abu, kadar protein


(29)

metode mikro Kjeldhal, kadar serat kasar, kadar lemak metode Soxhlet, dan kadar karbohidrat by difference. Penelitian tahap selanjutnya meliputi :

a. Sortasi ubi

Pada tahap ini dilakukan pemilihan ubi Cilembu dengan kriteria umbi tidak luka dan berukuran relatif sama. Ubi yang dipilih adalah ubi yang memiliki umur panen 6 bulan dan waktu pemeraman 3 minggu.

b. Pemanggangan

Pemanggangan ubi Cilembu dilakukan berdasarkan hasil penelitian Mayastuti (2002), yaitu dengan menggunakan oven pada suhu 200°C selama 2 jam.

c. Pendinginan

Ubi didinginkan di atas wadah yang terbuat dari rotan atau bambu sambil diangin-anginkan. Untuk mengetahui apakah ubi sudah dingin dapat dilakukan dengan mengemasnya di dalam plastik. Apabila pada permukaan plastik sudah tidak ada uap air, maka ubi sudah dingin.

d. Pengemasan

Ubi Cilembu panggang dikemas menggunakan plastik polipropilen (PP) dengan panjang 34 cm, lebar 20 cm, tebal 0,04 mm. Pengemasan dilakukan dengan pengemasan biasa dan pengemasan hampa udara. Setiap kemasan terdiri dari 2 buah ubi panggang.

e. Penyimpanan

Penyimpanan dilakukan terhadap ubi Cilembu panggang yang dikemas plastik PP dan yang tidak dikemas sebagai kontrol pada tiga tingkat suhu, yaitu 10°C, 20°C, dan 30°C.

f. Analisis Perubahan Mutu

Perubahan mutu ubi Cilembu panggang dapat diketahui dengan melakukan analisis terhadap parameter mutu ubi Cile mbu panggang selama penyimpanan. Parameter mutu yang dianalisis adalah kadar air (metode


(30)

12

oven), kadar gula metode DNS, uji organoleptik (warna, rasa, aroma dan tekstur) dan kadar pati (metode Luff Schoorl), serta total mikroba. Analisis dilakukan setiap dua hari sekali, kecuali uji organoleptik dan total mikroba, yaitu setiap empat hari sekali.

g. Penentuan Umur Simpan

Penentuan umur simpan dilakukan dengan metode konvensional, yaitu dengan mengamati perubahan mutu selama penyimpanan. Umur simpan dihitung sampai dengan ubi tidak disukai lagi oleh sebagian besar panelis. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.


(31)

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian. Analisis :

kadar air kadar gula organoleptik

kadar pati total mikroba

Penentuan umur simpan Sortasi

Pemanggangan (T=200°C, t= 2 jam)

Pendinginan

Ubi dikemas biasa dengan plastik PP

Penyimpanan (T=10°C,20°C,30°C)

Ubi tidak dikemas Ubi dikemas hampa udara dengan

plastik PP Ubi Cilembu


(32)

14

D. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua perlakuan, yaitu perlakuan A (suhu) dan perlakuan B (proses pengemasan). Masing-masing perlakuan memiliki tiga taraf dan dilakukan dua kali ulangan. Model umum rancangan percobaannya adalah sebagai berikut.

Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + εijk Dimana :

Yijk = nilai pengamatan untuk perlakuan ke-i, j dan ulangan ke -k µ = nilai tengah umum

Ai = pengaruh perlakuan suhu ke -i

Bj = pengaruh perlakuan proses pengemasan ke-j

ABi = pengaruh interaksi suhu ke-i dan proses pengemasan ke -j

εijk = pengaruh acak perlakuan suhu ke -i, proses pengemasan ke-j dan ulangan ke -k

Pada penelitian ini dilakukan pula uji organoleptik dengan uji hedonik. Analisis dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan nilai modus, sedangkan persentase penerimaan panelis dianalisis dengan menggunakan uji Friedman. Uji hedonik dilakukan dalam enam skala, yaitu 1 (tidak suka), 2 (agak tidak suka), 3 (biasa), 4 (agak suka), 5 (suka), 6 (sangat suka). Panelis adalah panelis agak terlatih berjumlah 25 orang. Panelis dikatakan menerima apabila memberikan nilai 3, 4, 5, dan 6.


(33)

A. KARAKTERISASI UBI CILEMBU PANGGANG

Pada awal penelitian dilakukan karakterisasi ubi Cilembu panggang. Hasil karakterisasi disampaikan pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel Hasil Analisis Proksimat Ubi Cilembu Panggang.

Analisis Nilai (% bb)

Kadar air 52,70 Kadar abu 1,05 Kadar protein 8,23 Kadar lemak 4,67 Kadar serat 3,22 Kadar karbohidrat 30,15

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kandungan terbesar dari ubi Cilembu panggang adalah air dan karbohidrat, yaitu 52,70% dan 30,15%. Selanjutnya kadar air dan kadar karbohidrat ya ng terdiri dari kadar pati dan gula digunakan pada analisis perubahan mutu ubi Cilembu panggang dalam penelitian selanjutnya.

B. PERUBAHAN MUTU UBI CILEMBU PANGGANG SELAMA

PENYIMPANAN

Pada penelitian tahap selanjutnya , ubi Cilembu panggang dikemas dalam dua perlakuan pengemasan, yaitu pengemasan biasa dan pengemasan hampa udara atau vakum serta satu perlakuan ubi yang tidak dikemas. Selanjutnya ubi disimpan dalam tiga suhu, yaitu suhu 10°C, 20°C, dan 30°C. Selama penyimpanan dilakukan analisis perubahan mutu ubi Cilembu panggang, meliputi kadar air, kadar pati, kadar gula, organoleptik (hedonik), dan total mikroba. Perhitungan kadar air berdasarkan basis basah (%bb) sementara perhitungan kadar pati dan kadar gula berdasarkan basis kering (%bk).

Sebelum ubi disimpan, ubi dip anggang terlebih dahulu di dalam oven selama dua jam pada suhu 200°C. Kemudian ubi yang telah dipanggang dikemas dengan plastik polipropilen dan disimpan sampai ubi tidak disukai lagi oleh panelis.


(34)

16

1. Kadar Air

Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Selain itu, kandungan air dalam bahan pangan juga ikut menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan (Anwar, 1987).

20 30 40 50 60

0 2 4 6 8 10 12 14

Lama Penyimpanan (Hari)

Kadar Air (%bb)

Tanpa Kemasan Kemasan Biasa Kemasan Hampa Udara

Gambar 3. Grafik Perubahan Kadar Air Ubi Panggang Yang Disimpan Pada Suhu 10°C.

10 20 30 40 50 60

0 2 4 6 8 10 12 14

Lama Penyimpanan (Hari)

Kadar Air (%bb)

Tanpa Kemasan Kemasan Biasa Kemasan Hampa Udara

Gambar 4. Grafik Perubahan Kadar Air Ubi Panggang Yang Disimpan Pada Suhu 20°C.


(35)

20 30 40 50 60

0 2 4 6 8 10 12 14

Lama Penyimpanan (Hari)

Kadar Air (%bb)

Tanpa Kemasan Kemasan Biasa Kemasan Hampa Udara

Gambar 5. Grafik Perubahan Kadar Air Ubi Panggang Yang Disimpan Pada Suhu 30°C.

Kadar air awal ubi Cilembu panggang adalah 56,71%. Selama penyimpanan kadar air cenderung menurun (Gambar 3-5). Pada hari ke -2, kadar air ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tidak dikemas selama penyimpanan menurun menjadi 54,06%, pada ubi yang dikemas biasa kadar air menurun menjadi 51,70%, dan kadar air ubi yang dikemas hampa udara menurun menjadi 54,77% (Lampiran 2).Penurunan kadar air pada ubi yang dikemas hampa udara merupakan yang terkecil karena kondisi yang hampa udara dapat menghambat penguapan air pada bahan ke lingkungan.

Kadar air ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas menurun menjadi 49,09%, kadar air ubi yang dikemas biasa menurun menjadi 50,58% , dan kadar air ubi yang dikemas hampa udara menurun menjadi 47,77% (Lampiran 2).

Kadar air ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas menurun menjadi 48,32%, kadar air ubi yang dikemas biasa menurun menjadi 47,46%, dan kadar air ubi yang dikemas hampa udara menurun menjadi 47,27% (Lampiran 2).

Hasil uji ragam hari ke -2 menunjukan bahwa suhu penyimpanan memberikan pengar uh yang berbeda nyata terhadap kadar air, sementara pengemasan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 3). Hasil uji lanjut terhadap pengaruh suhu penyimpanan menunjukan bahwa suhu 10°C memiliki kadar air tertinggi daripada suhu 20°C dan 30°C (Lampiran 3a). Menurut Syarief dan Halid (1993), penyimpanan pada suhu


(36)

18

lebih tinggi mempunyai kecenderungan terjadinya pergerakan air dari dalam bahan ke arah permukaan dan menguap menjadi uap air sehingga kadar air pada suhu lebih tinggi lebih sedikit.

Pada hari ke-4, kadar air ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tidak dikemas selama penyimpanan adalah 45,63% , pada ubi yang dikemas biasa kadar air adalah 54,71%, dan kadar air ubi yang dikemas hampa udara adalah 53,13%. Kadar air ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas adalah 47,86%, kadar air ubi yang dikemas biasa adalah 44,56% , dan kadar air ubi yang dikemas hampa udara adalah 47,94%. Kadar air ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas adalah 42,05%, kadar air ubi yang dikemas biasa adalah 46,00%, dan kadar air ubi yang dikemas hampa udara adalah 50,98% (Lampiran 2).

Hasil uji ragam pada hari ke -4 menyatakan bahwa suhu penyimpanan dan pengemasan sama -sama memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air (Lampiran 4). Suhu 20°C dan 30°C memberikan pengaruh yang sama sedangkan suhu 10°C berbeda. Kadar air tertinggi terdapat pada suhu 10°C dan terendah adalah suhu 30°C (Lampiran 4a). Pengemasan biasa dan hampa udara memberikan pengaruh yang sama sedangkan tanpa kemasan berbeda terhadap lainnya. Kadar air terbesar terdapat pada kemasan hampa udara dan terendah pada tanpa kemasan (Lampiran 4b). Hal ini terjadi karena ubi yang tidak dikemas berhubungan langsung dengan lingkungan luar, dengan kata lain ubi tidak memiliki pelindung yang dapat menghambat penguapan air dari dalam ubi. Kadar air ubi yang dikemas biasa memiliki pola penurunan kadar air lebih besar dibanding ubi yang dikemas hampa udara. Hal tersebut diduga karena dengan kondisi yang hampa udara pada pengemasan hampa udara lebih dapat menghambat penguapan air.

Pada hari ke-6, kadar air ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tidak dikemas selama penyimpanan adalah 45,29% , pada ubi yang dikemas biasa kadar air adalah 45,96%, dan kadar air ubi yang dikemas hampa udara adala h 49,85%. Kadar air ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas adalah 39,15%, kadar air ubi yang dikemas biasa adalah 44,33% , dan kadar air ubi yang dikemas hampa udara adalah 46,29%. Kadar air ubi yang


(37)

disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas adalah 40,25%, kadar air ubi yang dikemas biasa adalah 48,95%, dan kadar air ubi yang dikemas hampa udara adalah 47,15% (Lampiran 2).

Dari uji ragam hari ke-6 didapat hasil bahwa pengaruh suhu penyimpanan tidak berbeda nyata sedangkan pengemasan berbeda nyata (Lampiran 5). Kadar air tertinggi ada pada ubi yang disimpan pada suhu 10°C. Kadar air pada suhu 30°C lebih tinggi dari suhu 20°C (Lampiran 5a). Kemasan biasa dan hampa udara memberikan pengaruh yang sama sedangkan tanpa kemasan berbeda dengan lainnya. Kadar air kemasan hampa udara lebih tinggi daripada kemasan biasa dan tanpa kemasan (Lampiran 5b). Hal tersebut diduga karena dengan kondisi yang hampa udara pada pengemasan hampa udara lebih dapat menghambat penguapan air.

Pada hari ke-8, kadar air ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tidak dikemas selama penyimpanan adalah 37,11% , pada ubi yang dikemas biasa kadar air adalah 50,38%, dan kadar air ubi yang dikemas hampa udara adalah 50,49%. Kadar air ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas ada lah 32,56%, kadar air ubi yang dikemas biasa adalah 48,42% , dan kadar air ubi yang dikemas hampa udara adalah 55,12%. Kadar air ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas adalah 36,43%, kadar air ubi yang dikemas biasa adalah 50,95%, dan kadar air ubi yang dikemas hampa udara adalah 48,94% (Lampiran 2).

Hasil uji ragam hari ke-8 menunjukan bahwa pengaruh suhu tidak berbeda nyata terhadap kadar air, sedangkan pengaruh pengemasan berbeda nyata (Lampiran 6). Kadar air pada suhu 10°C lebih tinggi daripada suhu 20°C dan 30°C, sedangkan kadar air suhu 20°C lebih tinggi dari suhu 30°C (Lampiran 6a). Hal ini diduga dipengaruhi oleh lingkungan pada tempat penyimpanan suhu 20°C yang memiliki kelembaban udara tinggi sementara kadar air bahan rendah sehingga terjadi penyerapan uap air dari udara. Pengaruh kemasan biasa dan hampa udara sama terhadap kadar air, sementara tanpa kemasan berbeda. Kadar air tertinggi terdapat pada kemasan hampa udara dan terendah terdapat pada tanpa kemasan (Lampiran 6b).


(38)

20

Pada hari ke -10, kadar air ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tidak dikemas selama penyimpanan adalah 35,66%, pada ubi yang dikemas biasa kadar air adalah 52,75%, dan kadar air ubi yang dikemas hampa udara adalah 49,66%. Kadar air ubi yang disimpan pada suhu 20°C da n tidak dikemas adalah 28,92% , kadar air ubi yang dikemas biasa adalah 45,23% , dan kadar air ubi yang dikemas hampa udara adalah 48,57%. Kadar air ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas adalah 33,95% , kadar air ubi yang dikemas biasa adalah 49,06%, dan kadar air ubi yang dikemas hampa udara adalah 47,78% (Lampiran 2).

Dari uji ragam hari ke -10 didapat hasil bahwa pengaruh suhu tidak berbeda nyata sementara pengemasan berbeda nyata (Lampiran 7). Hasil uji lanjut menyatakan bahwa kadar air pada suhu 10°C adalah tertinggi, sedangkan terendah adalah pada suhu 20°C (Lampiran 7a). Pengaruh kemasan biasa dan hampa udara sama terhadap kadar air, sementara tanpa kemasan berbeda. Kadar air tertinggi terdapat pada kemasan hampa udara dan terendah terdapat pada tanpa kemasan (Lampiran 7b).

Pada hari ke -12, kadar air ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tidak dikemas selama penyimpanan adalah 37,64%, pada ubi yang dikemas biasa kadar air adalah 47,48%, dan kadar air ubi yang dikemas hampa udara adalah 49,66%. Kadar air ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas adalah 24,22% , kadar air ubi yang dikemas biasa adalah 43,51% , dan kadar air ubi yang dikemas hampa udara adalah 50,51%. Kadar air ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas adalah 33,28% , kadar air ubi yang dikemas biasa adalah 51,48%, dan kadar air ubi yang dikemas hampa udara adalah 49,97% (Lampiran 2).

Hasil uji ragam menunjukan bahwa suhu tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata, sedangkan pengemasan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 8). Pengaruh kemasan biasa dan hampa udara sama terhadap kadar air, sementara tanpa kemasan berbeda. Kadar air tertinggi terdapat pada kemasan hampa udara dan terendah terdapat pada tanpa kemasan (Lampiran 8b).


(39)

Pada hari ke -14, kadar air ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tidak dikemas selama penyimpanan adalah 30,97%, pada ubi yang dikemas biasa kadar air adalah 48,60%, dan kadar air ubi yang dikemas hampa udara adalah 48,20%. Kadar air ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas adalah 20,34% , kadar air ubi yang dikemas biasa adalah 53,53% , dan kadar air ubi yang dikemas hampa udara adalah 42,56%. Kadar air ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas adalah 36,79% , kadar air ubi yang dikemas biasa adalah 57,13%, dan ka dar air ubi yang dikemas hampa udara adalah 48,47%.

Hasil uji ragam pada hari ke-14 menyatakan bahwa suhu penyimpanan dan pengemasan sama-sama memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air (Lampiran 9). Suhu 20°C dan 10°C memberikan pengaruh ya ng sama sedangkan suhu 30°C berbeda. Kadar air tertinggi terdapat pada suhu 30°C dan terendah adalah suhu 20°C (Lampiran 9a). Pengemasan biasa, hampa udara, dan tanpa kemasan masing-masing berbeda satu sama lain. Kadar air terbesar terdapat pada kemasan biasa dan terendah pada tanpa kemasan (Lampiran 9b).

Secara umum, kadar air ubi panggang cenderung mengalami penurunan selama penyimpanan. Penurunan kadar air ini menyebabkan perubahan kandungan gizi ubi, terutama gula. Penurunan kadar air membuat kandungan gula semakin bertambah sehingga rasa ubi menjadi lebih manis.

2. Kadar Pati

Kadar pati ubi panggang cenderung mengalami penurunan selama penyimpanan. Penurunan ini diduga berkaitan dengan terhidrolisinya pati menjadi gula -gula sederhana.


(40)

22

20 30 40 50 60

0 2 4 6 8 10 12 14

Lama Penyimpanan (Hari)

Kadar Pati (%bk)

Tanpa Kemasan Kemasan Biasa Kemasan Hampa Udara

Gambar 6. Grafik Perubahan Kadar Pati Ubi Panggang Yang Disimpan Pada Suhu 10°C.

30 40 50 60

0 2 4 6 8 10 12 14

Lama Penyimpanan (Hari)

Kadar Pati (%bk)

Tanpa Kemasan Kemasan Biasa Kemasan Hampa Udara

Gambar 7. Grafik Perubahan Kadar Pati Ubi Panggang Yang Disimpan Pada Suhu 20°C.

30 40 50 60

0 2 4 6 8 10 12 14

Lama Penyimpanan (Hari)

Kadar Pati (%bk)

Tanpa Kemasan Kemasan Biasa Kemasan Hampa Udara

Gambar 8. Grafik Perubahan Kadar Pati Ubi Panggang Yang Disimpan Pada Suhu 30°C.

Kadar pati awal ubi Cilembu panggang adalah 48,99%. Selama penyimpanan kadar pati cenderung menurun (Gambar 6-8). Pada hari


(41)

ke-2, kadar pati ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tidak dikemas menjadi 43,84%, pada ubi yang dikemas biasa kadar pati menjadi 44,43%, dan kadar pati ubi yang dikemas hampa udara menjadi 45,64%. Kadar pati ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas menjadi 45,44%, pada ubi yang dikemas biasa kadar pati menjadi 44,16% , dan kadar pati ubi yang dikemas hampa udara menjadi 44,00%. Kadar pati ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas menjadi 41,75%, pada ubi yang dikemas biasa kadar pati menjadi 45,77%, dan kadar pati ubi yang dikemas hampa udara menjadi 42,62% (Lampiran 2).

Hasil uji ragam kadar pati hari ke-2 menunjukan bahwa suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar pati, begitu pula dengan pengemasan (Lampiran 10).

Pada hari ke -4, kadar pati ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tidak dikemas menjadi 42,95%, pada ubi yang dikemas biasa kadar pati menjadi 43,94%, dan kadar pati ubi yang dikemas hampa udara menjadi 34,83%. Kadar pati ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas menjadi 46,63%, pada ubi yang dikemas biasa kadar pati menjadi 43,93%, dan kadar pati ubi yang dikemas hampa udara menjadi 43,48%. Kadar pati ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas menjadi 41,87%, pada ubi yang dikemas biasa kadar pati menjadi 44,74%, dan kadar pati ubi yang dikemas hampa udara menjadi 45,91% (Lampiran 2).

Dari uji ragam hari ke-4 didapat hasil bahwa suhu penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar pati, sedangkan pengaruh pengemasan tidak berbeda nyata (Lampiran 11). Hasil uji lanjut menunjukan kadar pati tertinggi terdapat pada suhu 20°C dan terendah pada suhu 10°C. Pengaruh suhu 10°C berbeda dengan suhu 20°C dan 30°C, sedangkan suhu 20°C dan 30°C sama (Lampiran 11a).

Pada hari ke -6, kadar pati ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tidak dikemas menjadi 46,09%, pada ubi yang dikemas biasa kadar pati menjadi 44,02%, dan kadar pati ubi yang dikemas hampa udara menjadi 42,94%. Kadar pati ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas menjadi 44,65%, pada ubi yang dikemas biasa kadar pati menjadi


(42)

24

42,63%, dan kadar pati ubi yang dikemas hampa udara menjadi 44,27%. Kadar pati ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas menjadi 42,53%, pada ubi yang dikemas biasa kadar pati menjadi 45,43%, dan kadar pati ubi yang dikemas hampa udara menjadi 45,73% (Lampiran 2).

Hasil uji ragam kadar pati hari ke-6 menunjukan bahwa suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar pati, begitu pula dengan pengemasan (Lampiran 12).

Pada hari ke -8, kadar pati ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tidak dikemas menjadi 43,44%, pada ubi yang dikemas biasa kadar pati menjadi 39,88%, dan kadar pati ubi yang dikemas hampa udara menjadi 42,35%. Kadar pati ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas menjadi 42,02%, pada ubi yang dikemas biasa kadar pati menjadi 44,08%, dan kadar pati ubi yang dikemas hampa udara menjadi 42,68%. Kadar pati ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas menjadi 41,19%, pada ubi yang dikemas biasa kadar pati menjadi 41,92%, dan kadar pati ubi yang dikemas hampa udara menjadi 43,51% (Lampiran 2).

Hasil uji ragam kadar pati hari ke -8 menunjukan bahwa suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar pati, begitu pula dengan pengemasan (Lampiran 13).

Pada hari ke-10, kadar pati ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tidak dikemas menjadi 43,65%, pada ubi yang dikemas biasa kadar pati menjadi 43,94%, dan kadar pati ubi yang dikemas hampa udara menjadi 48,66% . Kadar pati ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas menjadi 43,59%, pada ubi yang dikemas biasa kadar pati menjadi 40,78%, dan kadar pati ubi yang dikemas hampa udara menjadi 42,85%. Kadar pati ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas menjadi 42,02%, pada ubi yang dikemas biasa kadar pati menjadi 41,39%, dan kadar pati ubi yang dikemas hampa udara menjadi 41,80% (Lampiran 2).

Dari uji ragam hari ke-10 didapat hasil bahwa suhu penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar pati, sedangkan pengaruh pengemasan tidak berbeda nyata (Lampiran14 ). Hasil uji lanjut menunjukan kadar pati tertinggi terdapat pada suhu 10°C dan terendah


(43)

pada suhu 30°C. Pengaruh suhu 10°C berbeda dengan suhu 20°C dan 30°C, sedangkan suhu 20°C dan 30°C sama (Lampiran 14a).

Pada hari ke-12, kadar pati ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tidak dikemas menjadi 46,39%, pada ubi yang dikemas biasa kadar pati menjadi 44,72%, dan kadar pati ubi yang dikemas hampa udara menjadi 42,67%. Kadar pati ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas menjadi 47,32%, pada ubi yang dikemas biasa kadar pati menjadi 50,90%, dan kadar pati ubi yang dikemas hampa udara menjadi 46,23%. Kadar pati ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas menjadi 41,70%, pada ubi yang dikemas biasa kadar pati menjadi 49,61%, dan kadar pati ubi yang dikemas hampa udara menjadi 42,01% (Lampiran 2).

Hasil uji ragam kadar pati hari ke-12 menunjukan bahwa suhu penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar pati, begitu pula dengan pengemasan (Lampiran 15). Hasil uji lanjut menyatakan bahwa pengaruh suhu 30°C dan 10°C tidak berbeda, sedangkan suhu 20°C berbeda dengan lainnya (Lampiran 15a). Pengaruh kemasan hampa udara dan tanpa kemasan adalah sama terhadap kadar pati, sedangkan kemasan biasa tidak sama dengan keduanya (Lampiran 15b).

Pada hari ke -14, kadar pati ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tidak dikemas menjadi 47,42%, pada ubi yang dikemas biasa kadar pati menjadi 43,60%, dan kadar pati ubi yang dikemas hampa udara menjadi 41,12%. Kadar pati ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas menjadi 48,49%, pada ubi yang dikemas biasa kadar pati menja di 51,12%, dan kadar pati ubi yang dikemas hampa udara menjadi 44,62%. Kadar pati ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas menjadi 42,07%, pada ubi yang dikemas biasa kadar pati menjadi 45,29%, dan kadar pati ubi yang dikemas hampa udara menjadi 40,96% (Lampiran 2).

Hasil uji ragam kadar pati hari ke-14 menunjukan bahwa suhu penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar pati, begitu pula dengan pengemasan (Lampiran 16). Hasil uji lanjut


(44)

26

menyatakan bahwa pengaruh suhu 30°C dan 10°C tidak berbeda, sedangkan suhu 20°C berbeda dengan lainnya (Lampiran 16a). Pengaruh kemasan biasa dan tanpa kemasan adalah sama terhadap kadar pati, sedangkan kemasan hampa udara tidak sama dengan keduanya (Lampiran 16b).

Menurut Mayastuti (2002), penurunan kandungan pati pada ubi selama penyimpanan disebabkan oleh karbohidrat yang merupakan komponen utama yang membangun pati atau tepung mengalami degradasi membentuk senyawa yang lebih sederhana. Menurut Winarno (1992), pemecahan pati terjadi karena hidrolisis oleh enzim amilase yang menghasilkan gula -gula sederhana.

3. Kadar Gula

Kadar gula berkaitan dengan penerimaan konsumen terhadap rasa ubi Cilembu panggang. Gula pada ubi Cilembu panggang dihasilkan dari hidrolisis pati.

10 20 30 40 50

0 2 4 6 8 10 12 14

Lama Penyimpanan (Hari)

Kadar Gula (%bk)

Tanpa Kemasan Kemasan Biasa Kemasan Hampa Udara

Gambar 9. Grafik Peruba han Kadar Gula Ubi Panggang Yang Disimpan Pada Suhu 10°C.


(45)

0 10 20 30 40 50 60

0 2 4 6 8 10 12 14

Lama Penyimpanan (Hari)

Kadar Gula (%bk)

Tanpa Kemasan Kemasan Biasa Kemasan Hampa Udara

Gambar 10. Grafik Perubahan Kadar Gula Ubi Panggang Yang Disimpan Pada Suhu 20°C.

0 10 20 30 40 50 60

0 2 4 6 8 10 12 14

Lama Penyimpanan (Hari)

Kadar Gula (%bk)

Tanpa Kemasan Kemasan Biasa Kemasan Hampa Udara

Gambar 11. Grafik Perubahan Kadar Gula Ubi Panggang Yang Disimpan Pada Suhu 30°C.

Kadar gula pada awal penyimpanan adalah 18,66 %. Pada hari ke -2, kadar gula ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tidak dikemas menjadi 46,17% , pada ubi yang dikemas biasa kadar gula menjadi 35,01%, dan kadar gula ubi yang dikemas hampa udara menjadi 27,41% (Lampiran 2). Pada penyimpanan suhu 10°C ini, pola peningkatan kadar gula ubi tanpa kemasan lebih besar daripada ubi dengan kemasan. Ubi dikemas biasa memiliki peningkatan lebih besar daripada ubi dikemas hampa udara. Adanya peningkatan total gula pada hasil analisis berkaitan erat dengan perombakan molekul-molekul besar seperti pati, selulosa, dan lain-lain menjadi gula -gula yang lebih sederhana (Mayastuti, 2002). Kadar gula ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas selama


(46)

28

penyimpanan menjadi 26,64%, pada ubi yang dikemas biasa kadar gula menjadi 31,18%, dan kadar gula ubi yang dikemas hampa udara menjadi 42,81% . Kadar gula ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas selama penyimpanan menjadi 43,30%, pada ubi yang dikemas biasa kadar gula menjadi 24,55%, dan kadar gula ubi yang dikemas hampa udara menjadi 30,66% (Lampiran 2).

Hasil uji ragam kadar gula hari ke-2 menunjukan bahwa suhu penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar pati, begitu pula dengan pengemasan (Lampiran 17). Hasil uji lanjut menyatakan bahwa pengaruh suhu 20°C dan 30°C tidak berbeda, sedangkan suhu 10°C berbeda dengan keduanya (Lampiran 17a). Pengaruh kemasan biasa, kemasan hampa udara, dan tanpa kemasan masing-masing berbeda satu sama lain (Lampiran 17b).

Pada hari ke-4, kadar gula ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tidak dikemas menjadi 44,79% , pada ubi yang dikemas biasa kadar gula menjadi 44,95%, dan kadar gula ubi yang dikemas hampa udara menjadi 38,14%. Kadar gula ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas menja di 36,35% , pada ubi yang dikemas biasa kadar gula menjadi 43,02%, dan kadar gula ubi yang dikemas hampa udara menjadi 41,67%. Kadar gula ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas menjadi 42,27% , pada ubi yang dikemas biasa kadar gula menjadi 46,27%, dan kadar gula ubi yang dikemas hampa udara menjadi 47,31% (Lampiran 2).

Hasil uji ragam kadar gula hari ke-4 menunjukan bahwa suhu penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar gula, begitu pula dengan pengemasan (Lampiran 18). Hasil uji lanjut menyatakan bahwa pengaruh suhu 10°C dan 20°C tidak berbeda, sedangkan suhu 30°C berbeda dengan keduanya (Lampiran 18a). Kadar gula tertinggi terdapat pada penyimpanan suhu 30°C. Hal tersebut karena perlakuan suhu tinggi akan memecahkan rantai molekul pati menjadi komponen-komponen yang lebih rendah berat molekulnya (Mayastuti, 2002).


(47)

Pengaruh kemasan biasa dan kemasan hampa udara sama, sedangkan tanpa kemasan berbeda dengan yang lain (Lampiran 18b).

Pada hari ke-6, kadar gula ubi yang disimpa n pada suhu 10°C dan tidak dikemas menjadi 40,24% , pada ubi yang dikemas biasa kadar gula menjadi 28,19%, dan kadar gula ubi yang dikemas hampa udara menjadi 40,62%. Kadar gula ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas menjadi 34,46% , pada ubi yang dikemas biasa kadar gula menjadi 35,93%, dan kadar gula ubi yang dikemas hampa udara menjadi 36,43%. Kadar gula ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas menjadi 46,09% , pada ubi yang dikemas biasa kadar gula menjadi 40,33%, dan kadar gula ubi yang dikemas hampa udara menjadi 42,30% (Lampiran 2).

Hasil uji ragam kadar gula hari ke-6 menunjukan bahwa suhu penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar pati, begitu pula dengan pengemasan (Lampiran 19). Hasil uji lanjut menyataka n bahwa pengaruh suhu 10°C dan 20°C tidak berbeda, sedangkan suhu 30°C berbeda dengan keduanya (Lampiran 19a). Pengaruh kemasan hampa udara dan tanpa kemasan tidak berbeda, sedangkan kemasan biasa berbeda dengan yang lain (Lampiran 19b).

Pada hari ke-8, kadar gula ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tidak dikemas menjadi 27,44% , pada ubi yang dikemas biasa kadar gula menjadi 39,25%, dan kadar gula ubi yang dikemas hampa udara menjadi 29,74%. Kadar gula ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas menjadi 37,65% , pada ubi yang dikemas biasa kadar gula menjadi 45,89%, dan kadar gula ubi yang dikemas hampa udara menjadi 42,24%. Kadar gula ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas menjadi 48,98% , pada ubi yang dikemas biasa kadar gula menjadi 45,36%, dan kadar gula ubi yang dikemas hampa udara menjadi 53,21% (Lampiran 2).

Hasil uji ragam kadar gula hari ke-8 menunjukan bahwa suhu penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar pati, begitu pula dengan pengemasan (Lampiran 20). Hasil uji lanjut


(48)

30

menyatakan bahwa pengaruh suhu 10°C, 20°C, dan 30°C masing-masing berbeda satu sama lain (Lampiran 20a). Pengaruh kemasan hampa udara dan kemasan biasa tidak berbeda, sedangkan tanpa kemasan berbeda dengan yang lain (Lampiran 20b).

Pada hari ke-10, kadar gula ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tidak dikemas menjadi 35,15%, pada ubi yang dikemas biasa kadar gula menjadi 29,30%, dan kadar gula ubi yang dikemas hampa udara menjadi 21,74%. Kadar gula ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas menjadi 36,28% , pada ubi yang dikemas biasa kadar gula menjadi 32,21%, dan kadar gula ubi yang dikemas hampa udara menjadi 50,96%. Kadar gula ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas menjadi 36,63% , pada ubi yang dikemas biasa kadar gula menjadi 35,30%, dan kadar gula ubi yang dikemas hampa udara menjadi 43,65% (Lampiran 2).

Hasil uji ragam kadar gula hari ke-10 menunjukan bahwa suhu penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar pati, begitu pula dengan pengemasan (Lampiran 21). Hasil uji lanjut menyatakan bahwa pengaruh suhu 20°C dan 30°C adalah sama, sementara suhu 10°C berbeda dengan lainnya (Lampiran 21a ). Pengaruh kemasan biasa, kemasan hampa udara dan tanpa kemasan masing-masing berbeda satu sama lain (Lampiran 21b).

Pada hari ke-12, kadar gula ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tidak dikemas menjadi 22,06%, pada ubi yang dikemas biasa kadar gula menjadi 41,62%, dan kadar gula ubi yang dikemas hampa udara menjadi 33,63%. Kadar gula ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas menjadi 26,03% , pada ubi yang dikemas biasa kadar gula menjadi 29,41%, dan kadar gula ubi yang dikemas hampa udara menjadi 33,11%. Kadar gula ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas menjadi 27,08% , pada ubi yang dikemas biasa kadar gula menjadi 31,52%, dan kadar gula ubi yang dikemas hampa udara menjadi 40,35% (Lampiran 2).


(49)

Hasil uji ragam kadar gula hari ke-12 menunjukan bahwa suhu penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar pati, begitu pula dengan pengemasan (Lampiran 22). Hasil uji lanjut menyatakan bahwa pengaruh suhu 10°C dan 30°C adalah sama, sementara suhu 20°C berbeda dengan keduanya (Lampiran 22a). Pengaruh kemasan biasa, kemasan hampa udara dan tanpa kemasan masing-masing berbeda satu sama lain (Lampiran 22b).

Pada hari ke-14, kadar gula ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tidak dikemas menjadi 32,86%, pada ubi yang dikemas biasa kadar gula menjadi 38,99%, dan kadar gula ubi yang dikemas hampa udara menjadi 35,95%. Kadar gula ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas menjadi 16,64% , pada ubi yang dikemas biasa kadar gula menjadi 44,79%, dan kadar gula ubi yang dikemas hampa udara menjadi 42,88%. Kadar gula ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas menjadi 40,24% , pada ubi yang dikemas biasa kadar gula menjadi 45,08%, dan kadar gula ubi yang dikemas hampa udara menjadi 26,83% (Lampiran 2).

Hasil uji ragam kadar gula hari ke-14 menunjukan bahwa suhu penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar pati, begitu pula dengan pengemasan (Lampiran 23). Hasil uji lanjut menyatakan bahwa pengaruh suhu 10°C dan 20°C adalah sama, sementara suhu 30°C berbeda dengan keduanya (Lampiran 23a). Pengaruh kemasan biasa, kemasan hampa udara dan tanpa kemasan masing-masing berbeda satu sama lain (Lampiran 23b).

4. Uji Organoleptik

Uji organoleptik yang digunakan berupa uji hedonik. Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap aroma, warna, tekstur, serta rasa ubi Cilembu panggang selama penyimpanan.


(50)

32

Aroma

Penerimaan panelis terhadap aroma ubi yang disimpan 0 hari adalah 88%. Modus yang diberikan oleh panelis adalah 4 (agak suka) sebanyak 44%.

Persentase penerimaan aroma terbesar diberikan oleh panelis kepada ubi yang disimpan pada suhu 20°C dengan kemasan biasa sebesar 96% pada hari ke-6 penyimpanan. Modus yang dinyatakan adalah 5 (suka) sebanyak 48%. Persentase penerimaan terkecil diberikan oleh panelis kepada ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas, yaitu sebesar 24%. Modus yang dinyatakan oleh panelis adalah 1 (tidak suka) sebesar 44%. Menurut sebagian panelis, aroma khas ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas kurang harum dibanding ubi yang lain. Penerimaan panelis terhadap ubi pembanding, yaitu ubi panggang yang tidak mengalami penyimpanan hanya 88% dengan modus 4 (agak suka) sebesar 36%. Hasil uji Friedman hari ke-6 menunjukan ada perbedaan nilai yang nyata terhadap aroma pada semua perlakuan ubi (Lampiran 24).

Pada penyimpanan hari ke -10, ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas serta dikemas biasa tidak diuji lagi karena kedua perlakuan ubi tersebut pada penyimpanan hari ke-6 memiliki persentase penerimaan yang rendah, yaitu 24% dan 48%. Persentase penerimaan panelis terbesar diberikan kepada ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan dikemas biasa, yaitu 88%. Modus yang dinyatakan oleh panelis adalah 4 (agak suka) sebanyak 40%. Penerimaan panelis terhadap aroma pada hari ke-10 ini masih diatas 60% (Gambar 12). Hasil uji Friedman hari ke-10 menunjukan ada perbedaan nilai yang nyata terhadap aroma pada semua perlakuan ubi (Lampiran 25).

Pada penyimpanan hari ke-14, penerimaan aroma terbesar diberikan oleh panelis kepada ubi yang yang disimpan pada suhu 10°C dan dikemas hampa udara, sebesar 88%. Modus yang dinyatakan oleh panelis adalah 4 (agak suka) sebesar 36%. Persentase penerimaan terkecil terdapat pada ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan dikemas hampa


(51)

udara sebesar 32%. Modus yang dinyatakan oleh panelis adalah 2 (agak tidak suka). Persentase penerimaan ubi pembanding adalah 64% dengan modus 3 (biasa) sebesar 40%. Hasil uji Friedman hari ke-14 menunjukan ada perbedaan nilai yang nyata terhadap aroma pada semua perlakuan ubi (Lampiran 26).

0 20 40 60 80 100 120

0 6 10 14

Lama Penyimpanan (Hari)

Tingkat Penerimaan (%)

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 P

Gambar 12. Grafik Persentase Penerimaan Aroma Selama Penyimpanan. Keterangan :

A1B1 : penyimpanan suhu 10°C, tanpa kemasan. A1B2 : penyimpanan suhu 10°C, dikemas biasa.

A1B3 : penyimpanan suhu 10°C, dikemas hampa udara. A2B1 : penyimpanan suhu 20°C, tanpa kemasan. A2B2 : penyimpanan suhu 20°C, dikemas biasa.

A2B3 : penyimpanan suhu 20°C, dikemas hampa udara. A3B1 : penyimpanan suhu 30°C, tanpa kemasan. A3B2 : penyimpanan suhu 30°C, dikemas biasa.

A3B3 : penyimpanan suhu 30°C, dikemas hampa udara. P : pembanding (ubi yang baru dipanggang)


(52)

34

0 1 2 3 4 5 6

0 6 10 14

Lama Penyimpanan (Hari)

Tingkat Penerimaan

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 P Gambar 13. Grafik Modus Aroma Selama Penyimpanan.

Keterangan Tingkat Penerimaan : 1 : tidak suka.

2 : agak tidak suka. 3 : biasa.

4 : agak suka. 5 : suka. 6 : sangat suka.

Warna

Persentase penerimaan panelis terhadap warna ubi yang disimpan selama 0 hari adalah 92%. Modus yang dinyatakan panelis adalah nilai 3 (biasa) sebanyak 44%.

Pada hari ke-6 penyimpanan, semua panelis tidak menerima warna ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas (Gambar 14). Modus yang dinyatakan panelis adalah nilai 1 (tidak suka) sebesar 80% (Gambar 15). Warna ubi yang paling banyak diterima oleh panelis adalah warna ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas, yaitu 96% dengan modus nilai 5 (suka) sebesar 40%. Ubi pembanding hanya diterima sebesar 80% oleh panelis dengan modus 4 (agak suka) sebesar 32%. Hasil uji Friedman hari ke-6 menunjukan ada perbedaan nilai yang nyata terhadap warna pada semua perlakuan ubi (Lampiran 27).

Warna ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas merupakan warna ubi yang diterima oleh 88% panelis dengan modus agak suka sebesar 40% pada hari ke-10 (Gambar 15). Warna ubi tersebut


(53)

merupakan persentase warna yang paling banyak diterima oleh panelis. Warna ubi yang paling sedikit diterima oleh panelis adalah warna ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan tidak dikemas, yaitu sebesar 56%. Modus yang dinyatakan panelis terhadap warna ubi tersebut, yaitu 2 (agak tidak suka). Persentase penerimaan warna ubi pembanding adalah 80% dengan modus 3 (biasa) sebesar 24%. Hasil uji Friedman hari ke-10 menunjukan ada perbedaan nilai yang nyata terhadap warna pada semua perlakuan ubi (Lampiran 28).

Pada hari ke-14 penyimpanan, warna ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan dikemas biasa merupakan warna ubi yang paling banyak diterima oleh panelis, yaitu sebesar 92% dengan modus nilai 5 (suka) sebanyak 36%. Persentase penerimaan terkecil diberikan oleh panelis kepada warna ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan dikemas hampa udara sebesar 36%. Modus yang dinyatakan oleh panelis untuk warna ubi tersebut adalah 2 (agak tidak suka). Persentase penerimaan warna ubi pembanding adalah 60% dengan modus 1 (tidak suka) sebesar 28%. Hasil uji Friedman pada hari ke -14 menunjukan bahwa penilaian terhadap warna pada semua perlakuan ubi berbeda nyata (Lampiran 29).

0 20 40 60 80 100 120

0 6 10 14

Lama Penyimpanan (Hari)

Tingkat Penerimaan (%)

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 P


(54)

36

0 1 2 3 4 5 6

0 6 10 14

Lama Penyimpanan (Hari)

Tingkat Penerimaan

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 P Gambar 15. Grafik Modus Warna Selama Penyimpanan.

Tekstur

Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur ubi yang disimpan selama 0 hari sebesar 84%. Modus yang dinyatakan oleh panelis terhadap tekstur ubi adalah 4 (agak suka) dengan persentase sebanyak 36%. Persentase penerimaan panelis masih tinggi karena kandungan pati pada hari ke -0 juga masih tinggi, yaitu 48,99%. Menurut Palmer (1982), tekstur ubi jalar dapat dipengaruhi oleh komposisi karbohidrat. Pada ubi jalar yang dipanggang, tekstur yang terasa di lidah ketika ubi dimakan berhubungan dengan kandungan pati dan dekstrin.

Pada penyimpanan hari ke-6, panelis memberikan persentase penerimaan yang rendah kepada ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas, yaitu sebesar 12% dengan modus 1 (tidak suka) sebesar 52%. Hal ini berkaitan dengan kadar patinya yang hanya 42,53%. Jika dibandingkan dengan ubi yang lain, maka kandungan pati ubi yang disimpan pada suhu 30°C dan tidak dikemas adalah yang paling sedikit sehingga ubi tersebut kurang disukai panelis. Persentase penerimaan paling tinggi diberikan kepada ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan dikemas biasa, yaitu sebesar 96% dengan modus 5 (suka) sebesar 40%. Kadar pati ubi tersebut adalah 44,02%. Persentase penerimaan panelis terhadap tekstur ubi pembanding adalah 48% dengan modus 5 (suka) sebesar 32%. Hasil uji Friedman pada hari ke -6 menunjukan bahwa


(55)

penilaian terhadap tekstur pada semua perlakuan ubi berbeda nyata (Lampiran 30).

Persentase penerimaan terbesar pada ubi yang disimpan selama 10 hari adalah ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan dikemas hampa udara, yaitu sebesar 88% dengan kadar pati 96,65% . Modus yang dinyatakan oleh panelis terhadap ubi tersebut adalah 4 (agak suka) sebesar 40%, sedangkan persentase penerimaan terkecil terdapat pada ubi yang disimpan pada suhu 10°C dan dikemas biasa dengan kadar pati 43,94%. Modus untuk ubi tersebut adalah nilai 2 (agak tidak suka) sebesar 32%. Persentase penerimaan tekstur ubi kontrol tidak berbeda jauh dengan ubi dengan persentase penerimaan terbesar, yaitu sebesar 84%. Begitu pula dengan nilai modus, yaitu 4 (agak suka) dan persentase modus, yaitu 40%. Hasil uji Friedman pada hari ke -10 menunjukan bahwa penilaian terhadap tekstur pada semua perlakuan ubi tidak berbeda nyata (Lampiran 31).

Pada penyimpanan hari ke-14, tekstur ubi yang paling banyak diterima oleh panelis adalah tekstur ubi yang disimpan pada suhu 20°C dan tidak dikemas dengan kadar pati 48,49% . Penerimaan oleh panelis sebesar 80% dengan modus 5 (suka) sebesar 40%. Hasil uji Friedman menunjukan bahwa penilaian terhadap tekstur ubi pada berbagai perlakuan berbeda nyata (Lampiran 32).

0 20 40 60 80 100 120

0 6 10 14

Lama Penyimpanan (Hari)

Tingkat Penerimaan (%)

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 P


(1)

Lampiran 34. Uji Friedman Rasa Hari Ke-10. Friedman Test Ranks 4.88 5.12 4.40 6.44 4.96 6.08 4.60 6.10 6.98 5.44 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 P Mean Rank

Test Statisticsa

25 21.938 9 .009 N Chi-Square df Asymp. Sig. Friedman Test a.

Lampiran 35. Uji Friedman Rasa Hari Ke-14.

Friedman Test Ranks 6.62 5.70 6.18 6.16 4.62 5.38 4.76 3.66 4.60 7.32 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 P Mean Rank

Test Statisticsa

25 43.187 9 .000 N Chi-Square df Asymp. Sig. Friedman Test a.


(2)

SUHU PENGEMASAN

LAMA PENYIMPANAN

LOG TOTAL MIKROBA

(°C) (HARI) (kol/g)

10 TANPA KEMASAN 0 3.301

2 3.477

6 3.000

10 3.000

14 3.602

KEMASAN BIASA 0 3.301

2 5.477

6 5.301

10 4.000

14 5.301

KEMASAN 0 3.301

HAMPA UDARA 2 3.845

6 3.000

10 3.000

14 3.779

20 TANPA KEMASAN 0 3.301

2 3.000

6 3.477

10 3.778

14 3.301

KEMASAN BIASA 0 3.301

2 3.301

6 3.000

10 3.903

14 4.792

KEMASAN 0 3.301

HAMPA UDARA 2 5.477

6 3.000

10 3.301


(3)

SUHU PENGEMASAN

LAMA PENYIMPANAN

LOG TOTAL MIKROBA

(°C) (HARI) (kol/g)

30 TANPA KEMASAN 0 3.301

2 5.477

6 4.362

10 5.176

14 6.041

KEMASAN BIASA 0 3.301

2 5.681

6 4.477

10 5.681

14 4.279

KEMASAN 0 3.301

HAMPA UDARA 2 5.477

6 4.532

10 3.000


(4)

Lampiran 37. Analisis Ragam Total Mikroba.

Sumber db JK KT F hitung P value

Suhu 2 7.504 3.752 5.417 0.009

Kemasan 2 3.281 1.641 2.369 0.108

Suhu*Kemasan 4 4.682 1. 170 1.690 0.174

Galat 36 24.936 0. 693

Total 44 40.403

Lampiran 37a. Uji Duncan Pengaruh Suhu Terhadap Total Mikroba.

Taraf Mean N Kehomogenan

Suhu 20°C 3.682 15 A

Suhu 10°C 3.767 15 A

Suhu 30°C 4.879 15 B

Lampiran 37b. Uji Duncan Pengaruh Pengemasan Terhadap Total Mikroba.

Taraf Mean N Kehomogenan

Kemasan biasa 3.777 15 A

Kemasan

hampa udara 3.870 15 A


(5)

Lampiran 38. Form Pengujian Organoleptik.

FORM PENGUJIAN ORGANOLEPTIK UBI CILEMBU PANGGANG Nama Panelis : Tanggal Pengujian : Jurusan / NRP :

Instruksi : Nyatakan penilaian Anda dan berikan tanda (√ ) pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian Anda.

Uji Kesukaan Panelis Terhadap Aroma

Kode Sampel Penilaian

815 558 384 654 354 986 754 264 943 647 483 832

Sangat suka Suka Agak suka Netral

Agak tidak suka Tidak suka

Uji Kesukaan Panelis Terhadap Rasa Kode Sampel Penilaian

815 558 384 654 354 986 754 264 943 647 483 832

Sangat suka Suka Agak suka Netral

Agak tidak suka Tidak suka

Uji Kesukaan Panelis Terhadap Warna Kode Sampel Penilaian

815 558 384 654 354 986 754 264 943 647 483 832

Sangat suka Suka Agak suka Netral

Agak tidak suka Tidak suka


(6)

Kode Sampel Penilaian

815 558 384 654 354 986 754 264 943 647 483 832

Sangat suka Suka Agak suka Netral

Agak tidak suka Tidak suka

754 = Ubi disimpan pada suhu 10°C, tidak dikemas 654 = Ubi disimpan pada suhu 10°C, dikemas biasa 815 = Ubi disimpan pada suhu 10°C, dikemas vakum 354 = Ubi disimpan pada suhu 20°C, tidak dikemas 558 = Ubi disimpan pada suhu 20°C, dikemas biasa 943 = Ubi disimpan pada suhu 20°C, dikemas vakum 384 = Ubi disimpan pada suhu 30°C, tidak dikemas 647 = Ubi disimpan pada suhu 30°C, dikemas bias a 264 = Ubi disimpan pada suhu 30°C, dikemas vakum 986 = Ubi pembanding