Hubungan Modal Sosial Komunitas dengan Persepsi dan Partisipasi Aktivitas Budaya

i

HUBUNGAN MODAL SOSIAL KOMUNITAS DENGAN PERSEPSI DAN
PARTISIPASI AKTIVITAS BUDAYA

ROHMAH KHAYATI

DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
2016

ii

PERTANYAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Hubungan Modal
Sosial Komunitas dengan Persepsi dan Partisipasi Aktivitas Budaya (Kasus
Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat)” adalah benar saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016

Rohmah Khayati
NIM. I34120033

iii

ABSTRAK
ROHMAH KHAYATI, Hubungan Modal Sosial Komunitas dengan Persepsi
dan Partisipasi Aktivitas Budaya. Dibawah bimbingan SAHARUDDIN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana modal sosial
masyarakat berhubungan dalam persepsi dalam pengelolaan di wisata budaya dan
partisipasi masyarakat pada aktivitas budaya yang dikelola oleh Kampung Budaya
Sindang Barang di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.

Populasi penelitian ini adalah masyarakat Dukuh Menteng dengan sampel
penelitian diambil secara sensus sejumlah 45 orang.
Variabel dalam penelitian ini yaitu modal sosial masyarakat di Dukuh
Menteng. Pengukuran modal sosial berdasarkan tiga komponen yaitu
kepercayaan, nilai dan norma, dan jaringan. Metode dan teknik yang digunakan
dalam pengumpulan data yaitu studi pustaka dan studi lapangan berupa kuesioner
dan dokumentasi. Analisis data secara deskriptif kuantitatif menggunakan uji
korelasi Rank Spearman.
Hasil penelitian menunjukan bahwa modal sosial yang terdiri dari
kepercayaan serta nilai dan norma yang tergolong tinggi, dan jaringan yang
tergolong rendah, sedangkan komponen persepsi terhadap pengelolaan wisata
budaya dan partisipasi dalam kegiatan budaya tergolong tinggi dan rendah.
Variabel yang berhubungan nyata terdapat pada hubungan kepercayaan dengan
persepsi terhadap pengelola wisata budaya dan hubungan antara nilai dan norma
dengan partispasi dalam kegiatan budaya.
Kata kunci : modal sosial, persepsi, partisipasi

iv

ABSTRACT

ROHMAH KHAYATI Relation Social Capital of Community with the
Perception and The Participation Of Culture Tourism Activities. Under
Supervision of SAHARRUDIN
The purpose of this research is to know the relationship between social
capital in communities with perception in management of cultural tourism and
community partipation in cultural activities by Kampung Budaya Sindang Barang
in Pasir Eurih Village, Tamansari Sub-district, Bogor regency.Population of the
research is a Dukuh Menteng people according to censes with 45 persons of the
research.
Variables in this research that social capital in Dukuh Menteng.
Measurement of social capital is based on three components: beliefs, values and
norms, and networks. The methods and techniques used in data collection, namely
the literature study and field studies in the form of questionnaires and
documentation. Descriptive analysis of quantitative data using correlation test is
a Rank Spearman.
The result from social capital according to beliefs, values and norms on
high, and networks on low. Perception in management of cultural tourism and
community participation in cultural acivities components on low-high. Variable
redpon to belief with perception in management of cultural tourism and value and
norm with community participation in cultural acivities.


Keywords : social capital, perception, participation

v

HUBUNGAN MODAL SOSIAL KOMUNITAS DENGAN PERSEPSI DAN
PARTISIPASI AKTIVITAS BUDAYA

ROHMAH KHAYATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

vii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi berjudul “Hubungan Modal Sosial Komunitas dengan Persepsi dan
Partisipasi Aktivitas Budaya” ini dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk
memenuhi syarat kelulusan
pada Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Selain itu penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan pustaka ini
tidak lepas dari kontribusi dan dukungan semua pihak. Oleh karena itu, penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr Ir Saharuddin MS yang telah membimbing, mendukung dan
memberikan nasihat dan inspirasi dalam penyusunan skripsi.
2. Bapak Dwi Hartono dan Ibu Sulatin serta adik tercinta Dewi Suhandari

sebagai sumber motivasi utama yang telah membantu sertamemberikan
dukungan dan doa yang tak terbatas kepada penulis hingga mampu
menjalani banyak hal sampai pada tahapan ini.
3. Haerani Aslesmana, Fithriyah Sholihah, Yulinda Devianty, Paramita Dwi
Febriani, Nurainidan Ajeng Sriwahyuni yang selalu mengisi hari-hari
dalam menempuh pendidikan di KPM yang telah memberi semangat dan
dukungan dalam penyusunan Skripsi.
4. Elsa Destriapani sebagai teman satu bimbingan, serta rekan-rekan SKPM
angkatan 49 yang telah memberikan rasa kebersamaan dan kesan
mendalam selama menjalani pembelajaran di departemen SKPM.
5. Fenny Febri KD yang telah memberikan dorongan semangat sampai saya
dapat menyelesaikan studi.
6. teman-teman di UKM Lises Gentra Kaheman yang telah memberikan
pengalaman dan kebersamaan luar biasa kepada penulis.
7. Pak Ukat sebagai pengurus di Kampung Sindang Barang atas keramahan
dan bantuan selama penulis melakukan penelitian.
8. Kepala Desa Pasir Eurih, Ketua RT 02 RW 08 dan seluruh masyarakat
Desa Pasir Eurih yang telah memberikan kemudahan dalam perolehan
data.
9. Keluarga besar Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (staf

pengajar dan staf penunjang) atas ilmu, bimbingan dan kekeluargaan
selama penulis menjadi mahasiswa.
10. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi, dukungan, dan doa
kepada penulis selama ini.
Penulis berharap kajian mengenaiPengaruh Pembangunan Pariwisata
Budaya Terhadap Modal Sosial Komunitas ini mampu memberikan manfaat dan
sumbangsih kepada khazanah ilmu pengetahuan.
Bogor, Juni 2016

Rohmah Khayati

viii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Definisi Operasional
PENDEKATAN LAPANGAN
Lokasi dan Waktu
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pemilihan Responden dan Informan
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
GAMBARAN UMUM
Gambaran Umum Wilayah Desa Pasir Eurih
Kondisi Georafis
Kondisi Sosial Demografi
Kondisi Ekonomi
Kesejarahan Kawasan
Pola Kehidupan Sosial dan Budaya Masyarakat
MODAL SOSIAL KOMUNITAS DESA PASIR EURIH
Kepercayaan
Norma dan Nilai

Jaringan
PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP AKTIVITAS
BUDAYA
Persepsi Masyarakat terhadap Pengelolaan Wisata Budaya
Partisipasi Masyarakat pada Aktivitas Budaya
HUBUNGAN MODAL SOSIAL KOMUNITAS DENGAN PERSEPSI DAN
PARTISIPASI AKTIVITAS BUDAYA
Hubungan Modal Sosial Komunitas dengan Persepsi dalam Pengelolaan
Wisata Budaya
Hubungan Kepercayaan dengan Persepsi dalam Pengelolaan Wisata
Budaya
Hubungan Nilai dan Norma dengan Persepsi dalam Pengelolaan Wisata
Budaya
Hubungan Jaringan dengan Persepsi dalam Pengelolaan Wisata Budaya
Hubungan Modal Sosial Komunitas dengan Partisipasi dalam Kegiatan
Budaya
Hubungan Kepercayaan dengan Partisipasi dalam Kegiatan Budaya
Hubungan Nilai dan Norma dengan Partisipasi dalam Kegiatan Budaya
Hubungan Jaringan dengan Partisipasi dalam Kegiatan Budaya


x
xi
1
1
3
4
5
5
22
23
23
27
27
27
29
29
32
32
32
33

34
35
38
50
50
51
53
56
56
59
64
65
65
65
66
67
67
67
68

ix

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

70
71
72
79
93

x

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13

14

15
16

17
18
19
20
21
22

Dimensi social capital dalam tipologi bounding dan bridging
8
Kategori Modal Sosial
12
Ragam Kegiatan Kampung Budaya Sindangbarang
20
Definisi Operasional Pembangunan Wisata Budaya
23
Definisi Operasional Modal Sosial
24
Teknik Pengumpulan Data dan Jenis Data
28
Uji staistik reliabilitas
30
Jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di Desa Pasir Eurih Tahun
2014
34
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat modal sosial Kampung
Budaya Sindang Barang pada masyarakat di Dukuh Menteng, Desa Pasir
Eurih 2016
50
Jumlah responden berdasarkan pernyataan tentang tingkat kepercayaan
masyarakat di Dusun Dukuh Menteng, Desa Pasir Eurih 2016
50
Jumlah responden berdasarkan pernyataan tentang tingkat nilai dan norma
masyarakat di Dusun Dukuh Menteng, Desa Pasir Eurih 2016
52
Jumlah responden berdasarkan pernyataan tentang jaringan di Dusun Dukuh
Menteng, Desa Pasir Eurih 2016
54
Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi dan partisipasi
terhadap aktivitas Kampung Budaya Sindang Barang pada masyarakat di
Dukuh Menteng, Desa Pasir Eurih 2016
56
Jumlah responden berdasarkan pernyataan tentang persepsi masyarakat
terhadap pengelolaan wisata budaya di Dusun Dukuh Menteng, Desa Pasir
Eurih 2016
57
Jumlah responden berdasarkan pernyataan tentang partisipasi terhadap
aktivitas budaya di Dusun Dukuh Menteng, Desa Pasir Eurih 2016
60
Hasil nilai signifikansi kepercayaan, nilai dan norma, dan jaringan dengan
persepsi dan partisipasi aktivitas pariwisata budaya Kampung Budaya
Sindangbarang di Desa Pasir Eurih 2016
64
Persentase berdasarkan kepercayaan masyarakat dan persepsi pengelolaan
wisata budaya di Desa Pasir Eurih 2016
65
Persentase berdasarkan nilai dan norma masyarakat dan persepsi pengelolaan
wisata budaya di Desa Pasir Eurih 2016
66
Persentase berdasarkan jaringan masyarakat dan persepsi pengelolaan wisata
budaya di Desa Pasir Eurih 2016
66
Persentase berdasarkan kepercayaan masyarakat dan partisipasi dalam
kegiatan wisata budaya di Desa Pasir Eurih 2016
67
Persentase berdasarkan nilai dan norma masyarakat dan partisipasi dalam
kegiatan wisata budaya di Desa Pasir Eurih 2016
68
Persentase berdasarkan nilai dan norma masyarakat dan partisipasi dalam
kegiatan wisata budaya di Desa Pasir Eurih 2016
68

xi

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Kerangka Pemikiran
22
Struktur Organisasi Pengelola Kampung Sindang Barang
38
Batu Ungkal Beuneur
40
Kesenian Parebut Seeng
41
Prosesi seren taun
44
Kesenian Angklung Gubrag
45
Kesenian Rengkong
46
Persentase responden berdasarkan tingkat kepercayaan di Dukuh Menteng
RT 02/08 Desa Pasir Eurih
51
9 Persentase responden berdasarkan tingkat kepercayaan di Dukuh Menteng
RT 02/08 Desa Pasir Eurih
53
10 Persentase Responden berdasarkan tingkat jaringan di Dukuh Menteng,
Desa Pasir Eurih
54
11 Persentase Responden berdasarkan Persepsi Masyarakat dalam pengelolaan
wisata budaya di Dukuh Menteng RT 02/08, Desa Pasir Eurih
59
12 Persentase Responden berdasarkan Partisipasi Masyarakat dalam aktivitas
budaya di Dukuh Menteng RT 02/08, Desa Pasir Eurih
62

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Peta Lokasi Penelitian
Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2016
Kerangka Sampling
Kuesioner Penelitian
Panduan Pertanyaan
Hasil Uji Statistik
Dokumentasi Penelitian

79
80
81
83
87
90
92

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pariwisata di Indonesia merupakan salah satu sektor yang menjadi
andalan dan prioritas pengembangan perekonomian. Potensi kekayaan dan
keindahan alam yang ada di Indonesia merupakan daya tarik suatu wilayah untuk
meningkatkan sumber pendapatan pemerintah melalui retribusi. Dengan
diberlakukannya UU No.32 Tahun 2004, UU No. 33 Tahun 2004 yang
memberikan kewenangan lebih luas pada Pemerintah Daerah untuk mengelola
wilayahnya, membawa implikasi semakin besarnya tanggung jawab dan tuntutan
untuk menggali dan mengembangkan potesi sumber daya yang dimiliki di daerah
dalam rangka menopang perjalanan pembangunan daerah.
Pembangunan di sektor pariwisata, merupakan salah satu bentuk dari
pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan
kepuasan batiniah karena semua manusia memiliki kesempatan untuk mencari
hiburan. Dengan pemenuhan kebutuhan tersebut banyak keuntungan-keuntungan
yang didapatkan dari pihak-pihak pemilik, pengelola dan pihak negara seperti
keuntungan finansial atau membuat suatu daerah tersebut menjadi lebih dikenal.
Namun, jika keuntungan tersebut tidak dipersiapkan dan dikelola dengan baik,
justru akan menimbulkan permasalahan-permasalahan yang merugikan khususnya
kepada masyarakat. Untuk menjamin supaya suatu daerah yang memiliki sektor
pariwisata dapat berkembang dengan baik dan berkelanjutan serta mendatangkan
manfaat bagi manusia meminimalisasi dampak negatif atau konflik yang mungkin
akan timbul maka pengembangan masyarakat pariwisata perlu didahului dengan
kajian mendalam, yakni dengan melakukan penelitian terhadap semua daya
pendukungnya (Wardiyanta 2006:47 dalam Syahriar 2015).
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
dalam rangka bermasyarakat yang dijadikan miliki manusia dengan belajar.
Kebudayaan memiliki tiga wujud (i) ide, gagasan, nilai atau norma; (ii) aktivitas
atau pola tindakan dalam masyarakat; (iii) benda atau hasil karya.
(Koentjaraningrat (1979: 186-187) dalam Oktinaldi (2012:21)
Pariwisata budaya merupakan salah satu fungsi dalam menjaga identitas,
nilai serta norma bangsa. Pengelolaan yang baik dalam pariwisata budaya dapat
mengantisipasi dampak negatif globalisasi yakni masuknya budaya asing yang
bertolak belakang dengan budaya lokal, perilaku konsumtif dan kapasitas yang
dibawa warga Negara asing yang mulai ditiru oleh masyarakat lokal sehingga
tergeruslah kearifan lokal dan menurunnya modal sosial (Ningrum 2014).
Dalam aktivitas pembangunan pariwisata budaya terdapat beberapa
strategi yang dibutuhkan seperti aspek regulasi, aspek manajemen pembangunan
sarana dan prasarana Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) yang menunjang
dan mencakup pengembangan infrastruktur kawasan wilayah pariwisata, aspek
manajemen kelembagaan meliputi pemanfaatan dan peningkatan kapasitas
institusi, mekanisme yang mengatur berbagai kepentingan secara operasional serta
koordinasi agar memiliki efisiensi yang tinggi, aspek SDM, aspek manajemen
permasaran dan promosi, aspek manajemen pengelolaan yang meliputi aspek fisik
lingkungan dan sosial ekonomi dari ODTW dengan profesionalisme dan

2

pengelolaan ODTW yang siap mendukung kegiatan usaha pariwisata dan mampu
memanfaatkan potensi ODTW secara lestari.
Kemampuan pembangunan pariwisata dalam pemenuhan kebutuhan,
berbanding lurus dengan perkembangan global yang semakin pesat, dampak yang
terjadi pun tidak sedikit. Salah satu dampak yang dirasakan adalah klaim budaya
Nusantara. Berawal dari akhir 2007 oleh Negara Malaysia mengklaim Reog
Ponorogo, pada tahun 2008 klaim lagu Rasa Sayange dari Maluku dan pada
Januari 2009 terjadi klaim Batik. Dampak negatif lainnya adalah masuknya
budaya asing yang bertolak belakang dengan budaya lokal berpengaruh dengan
perilaku konsmtif dan kapitalis yang dibawa warga negara asing yang mulai ditiru
oleh masyarakat lokal sehingga tergeruslah kearifan lokal dan menurunnya modal
sosial.
Kampung Budaya Sindangbarang terletak Desa Pasir Eurih, Kecamatan
Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berjarak hanya 5 km kota Bogor.
Merupakan Kampung Tertua untuk Wilayah kota dan kab Bogor, berdasarkan
sumber naskah Pantun Bogor dan Babad Pajajaran. Kalau menurut Pantun Bogor
diperkirakan Sindangbarang sudah ada sejak jaman Kerajaan Sunda lebih kurang
abad ke XII.Disinilah dahulu terdapat suatu Kerajaan Bawahan yang bernama
Sindangbarang dengan Ibukotanya Kutabarang. Disinilah menurut cerita rakyat
digemblengnya para satria-satria kerajaan. Disini pula kebudayaan Sunda Bogor
bermula dan bertahan hingga kini dalam wujud Upacara Adat Seren Taun.
Sekilas tentang lokasi, Kampung Budaya Sindangbarang secara geografis
berbatasan dengan Desa Parakan di sebelah Utara, Desa Srigalih di sebelah Timur,
Desa Taman Sari di sebelah selatan dan Desa Sukaresmi di sebelah Barat. Luas
wilayah DesaPasir Eurih 285,394 Ha2. Sindangbarang yang terletak di kaki
gunung Salak, mempunyai curah hujan 300 mm, sedang suhunya antara 25 oC
sampai dengan 30 oC. Sindangbarang dilalui beberapa sungai, di sebelah Barat
terletak sungai Ciapus, di bagian Timur sungai Cisadane dan Cipininggading, di
bagian tengah sungai Cipamali, Ciomas dan beberapa sungai kecil lainnya.
Pusat Budaya lokal Kampung Sindangbarang menyimpan potensi bagi
generasi muda untuk mengenal berbagai peninggalan berupa seni dan budaya
yang hingga saat ini tetap dilestarikan, salah satunya adalah pencak silat betawi.
Seperti suku-suku lainnya di Tanah Air, seni dan budaya merupakan warisan
leluhur mereka yang diturunkan bagi generasi selanjutnya untuk dilestarikan,
begitu pula dengan Kampung budaya Sindangbarang tidak ketinggalan ikut serta
dalam melestarikan budaya mereka, khususnya di tanah kelahirannya.
Mawardi (2007) mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan pemberdayaan
masyarakatnya (ekonominya) di banyak negara termasuk di Indonesia terlalu
menekankan pentingnya peranan modal alam (natural capital) dan modal
ekonomi (economi capital) modern seperti barang-barang modal buatan manusia,
teknologi dan manajemen dan sering mengabaikan pentingnya modal sosial
seperti kelembagaan lokal, kearifan lokal, norma-norma dan kebiasaan lokal.
Dalam suatu pembangunan atau pemberdayaan masyarakat maupun
komunitas di suatu organisasi ataupun non-organisasi, dibutuhkan suatu modal
sosial untuk keberlanjutan suatu kegiatan atau
program yang sedang
dilaksanakan. Modal sosial merupakan modal sumberdaya berupa jaringan kerja
yang memiliki pengetahuan tentang nilai, norma, struktur sosial atau kelembagaan
yang memiliki semangat kerja sama, kejujuran atau kepercayaan, berbuat

3

kebaikan sebagai pengetahuan sikap bertindak atau berperilaku yang akan
memberikan implikasi positif kepada produktivitas (output) dan hasil (outcome).
Masyarakat yang memiliki sikap modal sosial yang tinggi mampu
menyelesaikan permasalahan-permasalahan dengan lebih mudah. Saling percaya,
toleransi antara beberapa pihak dan kerjasama mereka dapat membangun jaringan
baik jaringan internal kelompok, maupun jaringan diluar masyarakat lain.
Pengembangan pariwisata dengan modal sosial dianggap mampu mengembangan
Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA) serta
meningkatkan ekonomi dan lapangan pekerjaan.
Persepsi masyarakat lokal terhadap keberadaan Kampung Budaya
Sindangbarang memberikan sedikit dampak negatif, contohnya seperti turunnya
eksistensi kepemilikan lahan oleh masyarakat lokal terutama pada lahan yang
berada di sepanjang jalan akibat adanya pembenahan jalur akses menuju kampung
budaya. Selain itu, akibat lancarnya arus distribusi hasil industri yang berdampak
pada lancarnya penerimaan pendapatan, maka banyak dari masyarakat usia kerja
yang lebih memilih bekerja di bidang industri dibandingkan pertanian terlebih di
bidang budaya. Ini lah yang menyebakan kesadaran masyarakat yang terbatas
untuk terus melestarikan budaya lokal. Perkembangan wisata perlu adanya modal
sosial yang kuat seperti dengan adanya aturan main seperti norma-norma atau
aturan tertulis maupun tidak tertulis dan berlaku di masyarakat maupun penglola
dalam pengembangan Pariwisata ataupun menyelesaikan masalah-masalah yang
timbul di masyarakat akibat pengembangan pariwisata. Maka dari itu, menarik
untuk dilakukan pengajian mengenai Sejauhmana modal sosial masyarakat
dapat meningkatkan persepsi dan partisipasi masyarakat dalam aktivitas
budaya dalam pengelolaan wisata budaya.
Masalah Penelitian
Pembangunan pariwisata merupakan salah satu bentuk dari pemenuhan
kebutuhan masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan kepuasan
batiniah karena semua manusia memiliki kesempatan untuk mencari hiburan.
Kemampuan pembangunan pariwisata dalam pemenuhan kebutuhan, berbanding
lurus dengan perkembangan global yang demakin pesat, dampak yang terjadi pun
tidak sedikit. Keterbatasan kesadaran masyarakat pun mempengaruhi terkikisnya
kebudayaan yang dimiliki.
Modal sosial masyarakat dapat menjadi faktor dalam Persepsi terhadap
pengelolaan aktivitas pariwisata budaya. Aktivitas yang dilaksanakan oleh
pengelola wisata mengikut sertakan warga masyarakat sekitar untuk keberlanjutan
kegiatan wisata. Oleh karena itu terdapat faktor yang memengaruhi sejauh mana
masyarakat terlibat dalam aktivitas pembangunan pariwisata budaya, maka
pertanyaan spesifik pertama dalam penelitian adalah Bagaimana hubungan
modal sosial masyarakat lokal dengan persepsi pengelolaan wisata budaya?
Pengembangan potensi pariwisata memerlukan adanya pembenahan diri
masyarakat lokal untuk terus menjaga kelestarian budaya yang dimiliki. Latar
belakang penelitian ini mengemukakan bahwa pariwisata budaya merupakan
salah satu wadah untuk menjaga identitas suatu komunitas. Dampak globalisasi
mengikis kebudayaan dengan informasi dan teknologi secara meluas. Hal ini
diduga membawa pengaruh pada aktivitas pembangunan pariwisata budaya, dari
segi pemanfaatan dan pengelolaan serta pelestariaan budaya terhadap penguatan

4

modal sosial. Oleh karena itu, pertanyaan spesifik kedua dalam penelitian ini
Bagaimana hubungan antara modal sosial dengan partisipasi masyarakat
terhadap aktivitas budaya?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian yang telah dipaparkan, disusunlah tujuan
penelitian untuk menjawab rumusan masalah dan pertanyaan penelitian tersebut,
yaitu:
1. Menganalisis hubungan antara modal sosial dengan persepsi masyarakat
dalam pengelolaan wisata budaya.
2. Menganalisis hubungan modal sosial masyarakat dengan partisipasi
masyarakat dalam aktivitas budaya.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak
yang berkepentingan. Penelitian ini berguna untuk
1. Menambah wawasan serta ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam mengkaji
secara ilmiah mengenai peran masyarakat dalam melestarikan kebudayaan
serta pengaruh pembagunan wisata budaya terhadap modal sosial lokal
2. Menambah literatur dari kalangan akademisi dalam mengakaji Pengaruh
pembangunan pariwisata budaya terhadap modal sosial yang dimiliki
masyarakat.
3. Acuan dalam pelaksanaan pengelola kawasan wisata budaya, dimana
dilihatnya hubungan modal sosial dengan pengelola wisata budaya bagi
kalangan non akademisi, seperti masyarakat, swasta, dan pemerintah.

5

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Modal Sosial
Modal sosial dalam pengertiannya memiliki unsur modal yang berarti
memiliki kesamaan dengan modal fisik dan modal manusia. Seperti modal fisik,
modal sosial memerlukan investasi awal dan perawatan berkala, dalam bentuk
interaksi yang berulang atau membangun perilaku kepercayaan. Modal sosial juga
memberikan gambaran yang berbeda dibandingkan modal fisik, modal sosial
manusia (Bastelaer dan Grootaert 2002 dalam Syahyuti 2008). Perhatian terhadap
konsep ini didorong oleh masalah yang sama, sebab banyak pengalaman di dunia
yang menunjukkan bahwa inisiatif pembangunan yang tidak mempertimbangkan
dimensi manusia termasuk faktor-faktor seperti nilai, norma, budaya, motivasi,
solidaritas, akan cenderung kurang berhasil dibanding dengan yang
mempertimbangkan dimensi manusia. Sehingga bukan hal yang aneh kalau model
pembangunan yang mengabaikan semua itu akan berujung pada kegagalan. Saat
ini, konsep modal sosial lebih menarik, karena jika berhasil memahaminya, maka
dapat berinvestasi di dalamnya untuk menciptakan aliran manfaat yang lebih besar
(Uphoff 2000).
Coleman (1998) dalam Anen (2012) menjelaskan modal sosial adalah
suatu keragaman entitas yang mempunyai dua karakter umum, yaitu keseumanya
mengandung aspek-aspek struktur sosial, dan memfasilitasi aksi individu dalam
struktur tersebu,…modal sosial dalam hal ini merupakan struktur hubungan antar
individu diantara individu-individunya. Modal sosial tersebut didefinisikan
berdasarkan fungsinya, bukanlah suatu entitas tunggal tetapi terdiri dari sejumlah
entitas dengan dua elemen yang sama yaitu (1) semua terdiri dari aspek strukturstruktur sosial dan (2) memfasilitasi tindakan-tindakan antara orang perorang
dalam struktur. Dalam hal ini, Coleman (1988) memandang modal sosial dari
sudut pandang struktur sosial yang memiliki berbagai tindakan dan aturan yang
dapat dimanfaatkan bersama.
Poli (2007) menjelaskan bahwa modal sosial adalah saling percaya yang
mempersatukan masyarakat sebagai kesatuan hidup yang beradab. Muncul dari
pengalaman bersama yang memuaskan, karena itu diulang-uangi sehingga
membentuk pola prilaku, yang dipertahankan melalui aturan yang disepakati,
sehingga menyatukan masyarakat dalam suatu struktur tertentu. Pengalaman
bersama yang memuaskan dapat muncul secara spontan maupun melalui rekayasa
manajemen. Poli pun menjelaskan mengenai ciri-ciri dari modal sosial seperti:
a. Dimiliki bersama,
b. Dapat digunakan untuk pencapaian tujuan bersama
c. Dapat bertambah dan dapat pula berkurang
d. Kian dibagi-bagi kian bertambah
e. Kian tidak dibagi-bagi, kian berkurang.
Putnam dalam Yularmi (2011) mengatakan bahwa, modal sosial mengacu
kepada ciri organisasi sosial, seperti jaringan, norma dan kepercayaan yang
memfasilitasi koordinasi dan kinerja agar saling menguntungkan. Dia melihat
modal sosial sebagai bentuk barang publik berbeda dengan pengaruhnya terhadap
kinerja ekonomi dan politik pada level kolektif. Dia menekankan bahwa

6

partisipasi orang-orang dalam kehidupan asosiasional menghasilkan institusi
publik lebih efektif dan layanan lebih baik.
Modal sosial adalah informasi, kepercayaan, dan norma dari timbal balik
yang melekat dalam jaringan sosial (Woolcock 1998 dalam Yuliarmi 2011).
Modal sosial mengacu kepada ciri-ciri organisasi sosial seperti jaringan, norma
dan kepercayaan yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama saling
menguntungkan. Modal sosial juga menambahkan elemen-elemen subyektif,
proses budaya seperti kepercayaan dan norma dari timbal balik yang memfasilitasi
aksi sosial. Perbedaan ini menunjukkan hubungan timbal balik di antara modal
sosial, organisasi sosial masyarakat, dan jaringan sosial. Jaringan sosial dan
organisasi sosial masyarakat memberikan sumber daya yang dapat digunakan
untuk memfasilitasi aksi. Modal sosial pada gilirannya menghasilkan sumber daya
lebih lanjut yang memberikan kontribusi kepada organisasi sosial masyarakat dan
sumber daya jaringan sosial (Voydanoff dalam Yuliarmi 2011).
Menurut Uphoff (2000), modal sosial adalah akumulasi dari beragam tipe
sosial, psikologis, budaya, kognitif, kelembagaan, dan aset-aset yang terkait yang
dapat meningkatkan kemungkinan manfaat bersama dari perilaku kerjasama. Aset
disini diartikan segala sesuatu yang dapat mengalirkan manfaat untuk membuat
proses produktif di masa mendatang lebih efisien, efektif, inovatif dan dapat
diperluas atau disebarkan dengan mudah. Sedangkan perilaku bermakna sama
positifnya antara apa yang dilakukan untuk orang lain dengan perilaku untuk diri
sendiri. Artinya, perilaku tersebut bermanfaat untuk orang lain dan tidak hanya
diri sendiri. Dalam hal ini, Uphoff (2000) menghubungkan konsep modal sosial
dengan proposisi bahwa hasil dari interaksi sosial haruslah dapat mendorong
lahirnya “manfaat bersama” (Mutually Beneficial CollectiveAction/MBCA).
Uphoff (2000) menjelaskan unsure-unsur modal sosial yang dirinci
menjadi dua kategori yang saling berhubungan, yaitu struktural dan kognitif. Aset
modal sosial struktural bersifat ekstrinsik dan dapat diamati, sementara aspek
kognitif tidak dapat diamati, namun keduanya saling terkait di dalam praktik, asset
struktural datang dari hasil proses kognitif.
Lebih jauh Uphoff (2000), menegaskan bahwa kedua kategori modal
sosial ini memiliki ketergantungan yang sangat kuat, bentuk yang satu
mempengaruhi bentuk yang lain dan keduanya mempengaruhi perilaku individu
hingga mekanisme terbentuknya harapan (ekspektasi). Keduanya terkondisikan
oleh pengalaman dan diperkuat oleh budaya, semangat pada masa tertentu
(zeitgeist), dan pengaruh-pengaruh lainnya.
Dalam kajian modal sosial yang dijelaskan oleh beberapa ahli, modal
sosial yang secara garis besar menujukan bahwa modal sosial merupakan
komponen penting dalam suatu organisasi atau pembangunan yang berkelanjutan.
Komponen tersebut mencakup nilai-nilai, norma, aturan, sikap, kepercayaan
masyarakat dalam mengatur hubungan-hubungan sosial dan perilaku secara
individu maupun bersama dalam pemanfaatan sumberdaya secara lestari.
Dimensi dan Tipologi Modal Sosial
Dimensi modal sosial menurut Coleman (2010) mengklasifikasikan modal
kedalam dua tipe yaitu modal manusia (human capital) dan modal sosial (social
capital), dua tipe ini seringkali saling melengkapi.

7

Dimensi yang menarik perhatian adalah yang terkait dengan tipologi
modal sosial, yaitu bagaimana perbedaan pola-pola interaksi berikut
konsekuensinya antara modal sosial yang berbentuk bonding/exclusive dan
bridging/ inclusive. Keduanya memiliki implikasi yang berbeda pada hasil-hasil
yang dapat dicapai dan pengaruh-pengaruh yang dapat muncul dalam proses
kehidupan dan pembangunan masyarakat.
Modal sosial terikat adalah cenderung bersifat eksklusif (Hasbullah, 2006).
Apa yang menjadi karakteristik dasar yang melekat pada tipologi ini, sekaligus
sebagai ciri khasnya, dalam konteks ide, relasi dan perhatian, adalah lebih
berorientasi ke dalam (inward looking) dibandingkan dengan berorientasi keluar
(outward looking). Ragam masyarakat yang menjadi anggota kelompok ini pada
umumnya homogenius (cenderung homogen).
Di dalam bahasa lain bonding social capital ini dikenal pula sebagai ciri
sacred society. Menurut Putman (1993) dalam Syahyuti (2008), pada masyarakat
sacred society dogma tertentu mendominasi dan mempertahankan struktur
masyarakat yang totalitarian, hierarchical, dan tertutup. Di dalam pola interaksi
sosial sehari-hari selalu dituntun oleh nilai-nilai dan norma-norma yang
menguntungkan level hierarki tertentu dan feodal.
Hasbullah (2006) menyatakan, pada mayarakat yang bonded atau inward
looking atau sacred, meskipun hubungan sosial yang tercipta memiliki variabel
kohesifitas yang kuat, akan tetapi kurang merefleksikan kemampuan masyarakat
tersebut untuk menciptakan dan memiliki modal sosial yang kuat. Kekuatan yang
tumbuh sekedar dalam batas kelompok dalam keadaan tertentu, struktur hierarki
feodal, kohesifitas yang bersifat bonding. Salah satu kehawatiran banyak pihak
selama ini adalah terjadinya penurunan keanggotaan dalam perkumpulan atau
asosiasi, menurunnya ikatan kohesifitas kelompok, terbatasnya jaringan-jaringan
sosial yang dapat diciptakan, menurunnya saling mempercayai dan hancurnya
nilai-nilai dan norma-norma sosial yang tumbuh dan berkembang pada suatu
entitas sosial.
Hasbullah (2006), bentuk modal sosial yang menjembatani atau Bridging
Social Capital ini biasa juga disebut bentuk modern dari suatu pengelompokan,
group, asosiasi, atau masyarakat. Prinsip-prinsip pengorganisasian yang dianut
didasarkan pada prinsip-prinsip universal tentang: (a) persamaan, (b) kebebasan,
serta (c) nilai-nilai kemajemukan dan humanitarian (kemanusiaan, terbuka, dan
mandiri).
Prinsip persamaan, bahwasanya setiap anggota dalam suatu kelompok
masyarakat memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama. Setiap keputusan
kelompok berdasarkan kesepakatan yang egaliter dari setiap anggota kelompok.
Pimpinan kelompok masyarakat hanya menjalankan kesepakatan-kesepakatan
yang telah ditentukan oleh para anggota kelompok.
Prinsip kebebasan, bahwasanya setiap anggota kelompok bebas berbicara,
mengemukakan pendapat dan ide yang dapat mengembangkan kelompok tersebut.
Iklim kebebasan yang tercipta memungkinkan ide-ide kreatif muncul dari dalam
(kelompok), yaitu dari beragam pikiran anggotanya yang kelak akan memperkaya
ide-ide kolektif yang tumbuh dalam kelompok tersebut.
Prinsip kemajemukan dan humanitarian, bahwasanya nilai-nilai
kemanusiaan, penghormatan terhadap hak asasi setiap anggota dan orang lain
yang merupakan prinsip dasar dalam pengembangan asosiasi, group, kelompok,

8

atau suatu masyarakat. Kehendak kuat untuk membantu orang lain, merasakan
penderitaan orang lain, berimpati terhadap situasi yang dihadapi orang lain, adalah
merupakan dasar-dasar ide humanitarian.
Masyarakat yang menyandarkan pada bridging social capital biasanya
heterogen dari berbagai ragam unsur latar belakang budaya dan suku. Setiap
anggota kelompok memiliki akses yang sama untuk membuat jaringan atau
koneksi keluar kelompoknya dengan prinsip persamaan, kemanusiaan, dan
kebebasan yang dimiliki. Bridging social capital akan membuka jalan untuk lebih
cepat berkembang dengan kemampuan menciptakan networking yang kuat,
menggerakkan identitas yang lebih luas dan reciprocity yang lebih variatif, serta
akumulasi ide yang lebih memungkinkan untuk berkembang sesuai dengan
prinsip-prinsip pembangunan yang lebih diterima secara universal.
Tabel 1 Dimensi social capital dalam tipologi bounding dan bridging
Tipologi Social Capital
Bounding

• Terikat/ketat, jaringan yang eksklusif
• Pembedaan yang kuat antara “orang
kami” dan “orang luar”
• Hanya ada satu alternatif jawaban
• Sulit menerima arus perubahan
• Kurang akomodatif terhadap pihak luar
• Mengutamakan kepentingan kelompok
• Mengutamakan solidaritas kelompok

Bridging

• Terbuka
• Memiliki jaringan yang lebih fleksibel
• Toleran
• Memungkinkan untuk memiliki banyak
alternatif jawaban dan penyelesaian
masalah
• Akomodatif untuk menerima perubahan
• Cenderung memiliki sikap yang altruistik,
humanitarianistik dan universal

Unsur-unsur Pembentuk Modal Sosial

Lubis (2002) dalam Badaruddin (2006) mengemukakan teori modal sosial
lebih lanjut, dimana modal sosial beriintikan elemen-elemen pokok yang
mencakup:
a. Saling percaya (trust), yang meliputi adanya kejujuran (honesty),
kewajaran (fairness), sikap egaliter (egalitarianism), toleransi
(tolerance), tanggung jawab (responsibility), kemurahan hati
(generoity) kerjasama (collaboration/cooperation) dan keadilan
(equity);
b. Jaringan sosial (social networking), yang meliputi adanya
partisipasi(participations), solidaritas (solidarity);
c. Pranata (institution), yang meliputi nilai-nilai yang dimiliki
bersama (shared valueI), norma-norma dan sanksi-sanksi (norms
and sanctionsI) dan aturanaturan (rules).
Elemen-elemen modal sosial tersebut bukanlah sesuatu yang tumbuh dan
berkembang dengan sendirinya, melainkan harus direkreasikan dan ditransmisikan
melalui mekanisme-mekanisme sosial budaya di dalam sebuah unit sosial seperti
keluarga, komunitas, asosiasi sukarela, negara dan sebagainya. Merujuk pada
Ridell (1997) dikutip Suharto (2006), terdapat tiga komponen atau parameter
kapital sosial yaitu kepercayaan (trust), norma-norma (norms), dan jaringanjaringan (networks). Kasih (2007) mendefinisikan modal sosial sebagai suatu
norma yang muncul secara informal melandasi kerjasama diatara dua atau lebih

9

individu. Selain pendefinisian tersebut, pada hal ini juga menjelaskan manfaat
umum yang diperoleh dari modal sosial antara lain:
a. Modal sosial memungkinkan masyarakat memecahkan masalah-masalah
bersama dengan lebih mudah.
b. Modal sosial menumbuhkan rasa saling percaya dalam hubungan sosial
untuk mewujudkan kepentingan bersama.
c. Modal sosial memungkinkan terciptanya jaringan kerja sehingga mudah
mendapatkan informasi. Masyarakat yang memiliki modal sosial lebih
mudah bekerjasama mencapai kepentingan bersama baik bidang sosial
maupun ekonomi, dibanding dengan masyarakat sebaliknya.
Flassy et al. (2009), menyatakan bahwa unsur utama dan terpenting dari
modal sosial adalah kepercayaan (trust) sebagai syarat keharusan (necessary
condition) terbangunnya modal sosial dari suatu masyarakat.
Modal sosial mempunyai tiga pilar utama, yaitu:
1. Trust (Kepercayaan)
Fukuyama (2002) berpendapat, unsur terpenting dalam modal sosial
adalah kepercayaan (trust) yang merupakan perekat bagi langgengnya kerjasama
dalam kelompok masyarakat. Dengan kepercayaan (trust) orang-orang akan bisa
bekerja sama secara lebih efektif. Modal sosial di negara-negara yang kehidupan
sosial dan ekonominya sudah modern dan kompleks. Elemen modal sosial adalah
kepercayaan (trust) karena menurutnya sangat erat kaitannya antara modal sosial
dengan kepercayaan. Fukuyama (2002: 36) menambahkan kepercayaan (trust)
adalah pengharapan yang muncul dalam sebuah komunitas yang berperilaku
normal, jujur dan kooperatif berdasarkan norma-norma yang dimiliki bersama,
demi kepentingan anggota yang lain dari komunitas itu. Ada tiga jenis perilaku
dalam komunitas yang mendukung kepercayaan ini, yaitu perilaku normal, jujur
dan kooperatif.
Lawang (2004) kepercayaan adalah rasa percaya yang terjadi antara dua
orang atau lebih untuk saling berhubungan.
Ada tiga hal yang saling terkait dalam kepercayaan, yaitu:
1) Hubungan antara dua orang atau lebih. Termasuk dalam hubungan tersebut
adalah institusi, yang dalam hal ini diwakili oleh orang. Sesorang percaya
pada institusi tertentu untuk kepentingannya, karena orang-orang dalam
institusi itu bertindak.
2) Harapan yang akan terkandung dalam hubungan itu, yang kalau
direalisasikan tidak akan merugikan salah satu atau kedua belah pihak.
3) Interaksi sosial yang memungkinkan hubungan dan harapan itu terwujud.
Ketiga dasar tersebut kepercayaan dapat diartikan sebagai hubungan antara
dua pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu
atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial.
2. Networking (Jaringan)
Menurut Coleman (1998) jaringan sosial merupakan sebuah hubungan sosial
yang terpola atau disebut juga pengorganisasian sosial. Jaringan sosial juga
menggambarkan jaring-jaring hubungan antara sekumpulan orang yang saling
terkait baik langsung maupun tidak langsung. Membahas jaringan sosial, tentu
saja tidak bisa terlepas dari komunikasi yang terjalin antar individu (interpersonal
communication) sebagai unit analisis dan perubahan prilaku yang disebabkannya.

10

Hal ini menunjukkan bahwa jaringan sosial terbangun dari komunikasi antar
individu (interpersonal communication) yang memfokuskan pada pertukaran
informasi sebagai sebuah proses untuk mencapai tindakan bersama, kesepakatan
bersama dan pengertian bersama (Rogers & Kincaid 1980 dalam Azhari 2015).
Coleman (1998) sebagai salah satu seorang penggagas konsep modal
sosial, melihat bahwa jaringan (networks) dalam modal sosial merupakan
konsekuensi yang telah ada ketika kepercayaan diterapkan secara meluas dan
didalamnya terdapat hubungan timbale balik yang terjalin dalam masyarakat
dengan adanya harapan-harapan dalam masyarakat.
Granovetter dalam Mudiarta (2009) menjelaskan gagasan mengenai
pengaruh struktur sosial terutama yang dibentuk berdasarkan jaringan terhadap
manfaat ekonomis khususnya menyangkut kualitas informasi. Menurutnya
terdapat empat prinsip utama yang melandasi pemikiran mengenai adanya
hubungan pengaruh antara jaringan sosial dengan manfaat ekonomi, yakni:
Pertama, norma dan kepadatan jaringan (network density). Kedua, lemah atau
kuatnya ikatan (ties) yakni manfaat ekonomi yang ternyata cenderung didapat dari
jalinan ikatan yang lemah. Dalam konteks ini ia menjelaskan bahwa pada tataran
empiris, informasi baru misalnya, akan cenderung didapat dari kenalan baru
dibandingkan dengan teman dekat yang umumnya memiliki wawasan yang
hampir sama dengan individu, dan kenalan baru relatif membuka cakrawala dunia
luar individu. Ketiga, peran lubang struktur (structural holes) yang berada di luar
ikatan lemah ataupun ikatan kuat yang ternyata berkontribusi untuk menjembatani
relasi individu dengan pihak luar. Keempat, interpretasi terhadap tindakan
ekonomi dan non ekonomi, yaitu adanya kegiatan-kegiatan non ekonomis yang
dilakukan dalam kehidupan sosial individu yang ternyata mempengaruhi tindakan
ekonominya. Dalam hal ini Granovetter menyebutnya ketertambatan tindakan non
ekonomi dalam kegiatan ekonomi sebagai akibat adanya jaringan sosial.
3.
Norm (Norma)
Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapanharapan dan tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang.
Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standarstandar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma dibangun dan
berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu dan diterapkan untuk
mendukung iklim kerjasama (Putnam 1993 dalam Suharto 2006). Norma-norma
dapat merupakan pra-kondisi maupun produk dari kepercayaan sosial.
Sementara Lawang (2004) mengatakan norma tidak dapat dipisahkan dari
jaringan dan kepentingan. Kalau struktur jaringan itu terbentuk karena pertukaran
sosial yang terjadi antara dua orang atau lebih, sifat norma kurang lebih sebagai
berikut:
a) Norma itu muncul dari pertukuran yang saling menguntungkan, artinya
kalau pertukaran itu keuntungan hanya dinikmati oleh salah satu pihak
saja, pertukaran sosial selanjutnya pasti tidak akan terjadi. Karena itu,
norma yang muncul disini, bukan sekali jadi melalui satu pertukaran saja.
Norma muncul karena beberapa kali pertukaran yang saling
menguntungkan dan ini dipegang terus-meneruas menjadi sebuah
kewajiban sosial yang harus dipelihara.
b) Norma bersifat resiprokal, artinya isi norma menyangkut hak dan
kewajiban kedua belah pihak yang dapat menjamin keuntungan yang

11

diperoleh dari suatu kegiatan tertentu. Orang yang melanggar norma ini
yang berdampak pada berkurangnya keuntungan di kedua belah pihak,
akan diberi sanksi negativ yang sangat keras.
c) Jaringan yang terbina lama dan menjamin keuntungan kedua belah pihak
secara merata, akan memunculkan norma keadilan, dan akan melanggar
prinsip keadilan akan dikenakan sanksi yang keras juga.
Uphoff (2000) menjelaskan unsur-unsur modal sosial dirinci menjadi dua
kategori yang saling berhubungan, yaitu struktural dan kognitif. Kategori
struktural berkaitan dengan beragam bentuk organisasi sosial. Peranan (roles) dan
aturan (rules) mendukung empat fungsi dasar dan kegiatan yang diperlukan untuk
tindakan kolektif, yaitu pembuatan keputusan, mobilisasi dan pengelolaan
sumberdaya, komunikasi dan koordinasi, dan resolusi konflik. Hubunganhubungan sosial membangun pertukaran (exchange) dan kerjasama (cooperation)
yang melibatkan barang material maupun non material. Hubungan-hubungan
sosial membentuk jejaring (networks). Peranan, aturan, dan jejaring memfasilitasi
tindakan kolektif yang saling menguntungkan (mutually beneficial
collectiveaction/MBCA).
Kategori kognitif datang dari proses mental yang menghasilkan
gagasan/pemikiran yang diperkuat oleh budaya dan ideologi. Norma, nilai, sikap,
dan kepercayaan memunculkan dan menguatkan saling ketergantungan positif
dari fungsi manfaat dan mendukung MBCA. Terdapat dua orientasi, yaitu
orientasi ke arah pihak/orang lain dan orientasi mewujudkan tindakan. Orientasi
pertama, yaitu norma, nilai, sikap, dan kepercayaan yang diorientasikan kepada
pihak lain, bagaimana seseorang harus berfikir dan bertindak ke arah orang lain.
Kepercayaan (trust) dan pembalasan (reciprocation) merupakan cara membangun
hubungan dengan orang lain. Sedangkan tujuan membangun hubungan sosial
adalah solidaritas. Kepercayaan (trust) dilandasi oleh norma, nilai, sikap, dan
kepercayaan (belief) untuk membuat kerjasama dan kedermawanan efektif.
Solidaritas juga dibangun berdasarkan norma, nilai, sikap, dan kepercayaan untuk
membuat kerjasama dan kedermawanan bergairah.
Orientasi Kedua, yaitu norma, nilai, sikap, dan kepercayaan yang
diorientasikan untuk mewujudkan tindakan (action), bagaimana seseorang harus
berkemauan untuk bertindak. Kerjasama (cooperation) merupakan cara tindakan
bersama dengan yang lain. Sedangkan tujuan dari tindakan adalah kedermawanan
(generosity). Kerjasama dilandasi oleh norma, nilai, sikap, dan kepercayaan
(belief) untuk memunculkan harapan bahwa pihak/orang lain akan bersedia
kerjasama dan membuat tindakannya efektif. Kedermawanan juga dilandasi oleh
norma, nilai, sikap, dan kepercayaan untuk memunculkan harapan bahwa
“moralitas yang tinggi akan mendapat penghargaan (virtue will be rewarded)”.
Unsur-unsur modal sosial berdasarkan kategori struktural dan kognitif disajikan
pada Tabel 2.

12

Tabel 2 Kategori Modal Sosial
Kategori
Sumber dan
perwujudannya/manifestasi

Domain/ranah
Faktor-faktor dinamis
Elemen umum

Struktural

Kognitif

Peran dan aturan
Norma-norma
Jaringan dan hubungan
Nilai-nilai
antar
Sikap
pribadi lainnya
Keyakinan
Prosedur-prosedur dan
preseden-preseden
Organisasi sosial
Budaya sipil/kewargaan
Hubungan horisontal
Kepercayaan, solidaritas,
Hubungan vertikal
kerjasama, kemurahan
Harapan yang mengarah pada perilaku kerjasama, yang
akan
menghasilkan manfaat bersama Harapan yang mengarah
pada perilaku kerjasama, yang akan
menghasilkan manfaat bersama

Sumber: Uphoff (2000)
Dua kategori pembentuk unsur modal sosial tersebut secara intrinsik saling
terkait. Walaupun peran, aturan, jaringan preseden dan prosedur dapat diamati di
dalamnya, itu semua tetap datang dari hasil proses kognitif. Aset modal sosial
struktural bersifat ekstrinsik dan dapat diamati, sementara aspek kognitif tidak
dapat diamati, namun keduanya saling terkait di dalam praktik (Uphoff 2000).
Persepsi
Persepsi merupakan salah aspek psikologis yang penting bagi manusia
dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di sekitarnya. Berbagai ahli
telah memberikan definisi yang beragam tentang persepsi, walaupun pada
prinsipnya mengandung makna yang sama. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu. Proses
seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya.
Sugihartono (2007: 8) mengemukakan bahwa persepsi adalah kemampuan
otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus
yang masuk ke dalam alat indera manusia. Persepsi manusia terdapat perbedaan
sudut pandang dalam penginderaan. Ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik
atau persepsi yang positif maupun persepsi negatif yang akan mempengaruhi
tindakan manusia yang tampak atau nyata.
Walgito (2004: 70) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan suatu
proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh
organisme atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan
aktivitas yang integrated dalam diri individu. Respon sebagai akibat dari persepsi
dapat diambil oleh individu dengan berbagai macam 10 bentuk. Stimulus mana
yang akan mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian individu
yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan berfikir,
pengalaman-pengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam
mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antar
individu satu dengan individu lain.
Setiap orang mempunyai kecenderungan dalam melihat benda yang sama
dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oleh banyak
faktor, diantaranya adalah pengetahuan, pengalaman dan sudut pandangnya.

13

Persepsi juga bertautan dengan cara pandang seseorang terhadap suatu objek
tertentu dengan cara yang berbeda-beda dengan menggunakan alat indera yang
dimiliki, kemudian berusaha untuk menafsirkannya. Persepsi baik positif maupun
negatif ibarat file yang sudah tersimpan rapi di dalam alam pikiran bawah sadar
kita. File itu akan segera muncul ketika ada stimulus yang memicunya, ada
kejadian yang membukanya. Persepsi merupakan hasil kerja otak dalam
memahami atau menilai suatu hal yang terjadi di sekitarnya (Waidi 2006: 118).
Jalaludin Rakhmat (2007: 51) menyatakan persepsi adalah pengamatan
tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Sedangkan, Suharman (2005:
23) menyatakan: “persepsi merupakan suatu proses menginterpretasikan atau
menafsir informasi yang diperoleh melalui sistem alat indera manusia”.
Menurutnya ada tiga aspek di dalam persepsi yang 11 dianggap relevan dengan
kognisi manusia, yaitu pencatatan indera, pengenalan pola, dan perhatian.
Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Wisata Masyarakat
Nasdian (2006) memandang partisipasi adalah proses aktif inisiatif diambil
oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri,
dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana
mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Partisipasi tersebut dapat
dikategorikan: pertama, warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah
dipikirkan atau dirancang oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain. Kedua,
partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah
mereka sendiri. Titik tolak partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian
mereka merefleksikan tindakan tersebut pada subjek yang sadar. Berbeda
dengan pendapat Slamet dan Nasdian, Mardikanto (2010) berpendapat bahwa
partisipasi jika dilihat dalam kamus sosiologi merupakan keikutsertaan seseorang
di dalam kelompok sosial untuk mengambil bagian dari kegiatan masyarakatnya,
di luar pekerjaan atau profesinya sendiri. Dalam kegiatan pembangunan,
partisipasi masyarakat merupakan perwujudan dari kesadaran dan kepedulian
serta tanggung jawab masyarakat terhadap pentingnya pembangunan yang
bertujuan untuk memperbaiki mutu hidup mereka. Artinya, melalui partisipasi
yang diberikan, berarti benar-benar menyadari bahwa kegiatan pembangunan
bukanlah sekedar kewajiban yang dilaksanakan oleh aparat pemerintah sendiri,
tetapi juga menuntut keterlibatan masyarakat yang akan diperbaiki hidupnya.
Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Wisata Masyarakat setempat
atau mereka yang bertempat tinggal di sekitar daerah tujuan wisata (DTW)
mempunyai peran yang amat penting dalam menunjang keberhasilan
pemngembangan ekowisata. Peran dari masyarakat dalam mem