Sintesis Hidroksiapatit Berbasis Cangkang Kerang Ale-Ale (Meretrix Meretrix) Dan Pelapisannya Pada Paduan Logam Cocrmo.

SINTESIS HIDROKSIAPATIT BERBASIS CANGKANG
KERANG ALE-ALE (Meretrix meretrix) DAN PELAPISANNYA
PADA PADUAN LOGAM CoCrMo

IDA AYU SUCI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sintesis Hidroksiapatit
Berbasis Cangkang Kerang ale-ale (Meretrix meretrix) dan Pelapisannya pada
Paduan Logam CoCrMo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2016
Ida Ayu Suci
NIM G451130101

RINGKASAN
IDA AYU SUCI. Sintesis Hidroksiapatit Berbasis Cangkang Kerang ale-ale
(Meretrix meretrix) dan Pelapisannya pada Paduan Logam CoCrMo. Dibimbing
oleh ETI ROHAETI dan CHARLENA.
Kerang ale-ale (Meretrix meretrix) merupakan sumber daya alam potensial
di Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat. Penangkapan ale-ale yang
berlangsung sepanjang tahun menghasilkan dampak negatif berupa limbah
cangkang yang belum dikelola secara maksimal. Cangkang kerang ale-ale
memiliki kandungan kalsium tinggi yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai
prekursor kalsium dalam sintesis hidroksiapatit (HAp). HAp yang bersifat
biokompatibel dilapiskan pada paduan logam CoCrMo untuk mengurangi
terlepasnya ion Co, Cr, dan Mo yang dapat menyebabkan terjadi korosi pada
implan tulang. Logam sebagai implan harus memiliki sifat biokompatibel antara
lain tahan terhadap korosi dan sesuai bagi sel hidup. Penelitian ini bertujuan
memanfaatkan cangkang kerang ale-ale sebagai prekursor Ca untuk mensintesis

HAp, melakukan sintesis HAp dari cangkang kerang ale-ale, melakukan
karakterisasi hasil pelapisan HAp pada paduan logam CoCrMo, menguji
biokompatibilitas paduan logam CoCrMo yang dilapisi HAp melalui uji
ketahanan korosi dan menguji cytocompatibility in vitro pada kultur sel endotel
Calf Pulmonary Artery Endothelium (CPAE) (ATCC-CCL 209).
Analisis serbuk cangkang kerang ale-ale menggunakan Spektrofotometer
Serapan Atom (AAS) menunjukkan kandungan kalsium dalam cangkang sebesar
68.04%. Hasil sintesis dengan metode presipitasi double stirring menunjukkan
HAp yang diperoleh merupakan fasa tunggal HAp. Pelapisan paduan logam
CoCrMo menggunakan metode elektroforesis deposisi pada tegangan 120 volt
selama 30 menit menunjukkan morfologi pelapisan yang merata dan tidak
ditemukan keretakan. Hasil analisis XRD HAp pada paduan logam CoCrMo juga
diperoleh fasa tunggal HAp. Uji ketahanan korosi pada media pengkorosi cairan
infus NaCl 0.9% menggunakan potensiostat/galvanostat model 273 menunjukkan
laju korosi berada pada level 0.0055 mils per year (mpy) pada paduan logam yang
dilapisi, hasil ini lebih baik dari logam tanpa dilapisi HAp (0.0224 mpy). Uji
cytocompatibility in vitro pada kultur sel endotel Calf Pulmonary Artery
Endothelium (CPAE) (ATCC-CCL 209) setelah 72 jam inkubasi paduan logam
CoCrMo yang dilapisi HAp menunjukkan tidak timbul toksisitas terhadap kultur
sel dengan persen inhibisi 33.33%.

Limbah cangkang kerang ale-ale telah berhasil dimanfaatkan sebagai
prekursor kalsium dalam sintesis fasa tunggal HAp. Berdasarkan ketahanan korosi
dan sifat cytocompatibility yang diperoleh, paduan logam CoCrMo yang dilapisi
HAp berpotensi sebagai implan biokompatibel untuk aplikasi implan tulang.
Kata kunci:

cangkang kerang ale-ale (Meretrix meretrix), paduan logam
CoCrMo, ketahanan korosi, sel endotel CPAE, hidroksiapatit

SUMMARY
IDA AYU SUCI. Synthesis of Hydroxyapatite Based ale-ale (Meretrix meretrix)
Clamshell and Coating on CoCrMo Alloy. Supervised by ETI ROHAETI and
CHARLENA.
Ale-ale clamshell (Meretrix meretrix) is a potential natural resource of
Ketapang Regency of West Kalimantan Province. The ale-ale fishing activity in
this region takes place throughout the year resulted the negative impact in the
form of clamshell waste that has not been managed optimally yet. Ale-ale
clamshell contains high calcium content which has the potency to be used as a
precursor of calcium in synthesis of hydroxyapatite (HAp). HAp which is
biocompatible coated on CoCrMo alloy to reduce the release of metal ions Co, Cr,

and Mo which cause the corrosion of bone implant. Metal as implant is required
of having the biocompatibility properties i.e corrosion resistance and compatible
in living cells. This study aimed to utilize the waste of ale-ale clamshell as a
precursor of calcium to synthesize HAp, synthesize of HAp from ale-ale clamshell,
characterize the CoCrMo alloy after coating with HAp, examine the
biocompatibility of HAp-coated CoCrMo alloy by corrosion resistance test and in
vitro cytocompatibility assay in endothelial cell of Calf Pulmonary Artery
Endothelium (CPAE) (ATCC-CCL 209).
Analysis of calcium content by using Atomic Absorption Spectroscopy
(AAS) showed that ale-ale clamshell was 68.04% (by weight). HAp was
synthesized by double-stirring precipitation method, confirmed the formation of
single phase of HAp. The coating of CoCrMo alloy which was treated by using
electrophoretic deposition method at 120 volts during 30 minutes showed the
surface morphology was well-densified and crack-free. The main crystalline phase
of coating was still single phase of HAp. Corrosion resistance test in artificial
body fluid media by using 0.9% NaCl intravenous fluids which was connected to
the potentiostat/galvanostat M273 showed the corrosion rate at the level of 0.0055
mils per year (mpy) on HAp-coated CoCrMo alloy, this result was better than that
of uncoated CoCrMo alloy (0.0224 mpy). In vitro cytocompatibility assay in
endothelial cell of Calf Pulmonary Artery Endothelium (CPAE) (ATCC-CCL

209) showed there was no toxicity in cell culture with the percent inhibition of
33.33% after 72 hours of coated CoCrMo alloy incubation.
The waste of ale-ale clamshell successfully applied as a precursor of
calcium in synthesis of single phase of HAp. Based on this corrosion resistance
and cytocompatibility properties, HAp-coated CoCrMo alloy has the potency for
bone implant application.
Keywords: ale-ale (Meretrix meretrix) clamshell, CoCrMo alloy, corrosion
resistance, endothelial cell CPAE, hydroxyapatite

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SINTESIS HIDROKSIAPATIT BERBASIS CANGKANG

KERANG ALE-ALE (Meretrix meretrix) DAN PELAPISANNYA
PADA PADUAN LOGAM CoCrMo

IDA AYU SUCI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Akhiruddin Maddu, MSi

Judul Tesis : Sintesis Hidroksiapatit Berbasis Cangkang Kerang ale-ale
(Meretrix meretrix) dan Pelapisannya pada Paduan Logam

CoCrMo
Nama
: Ida Ayu Suci
NIM
: G451130101
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Eti Rohaeti, MS
Ketua

Dr Charlena, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Magister Kimia

Dekan Sekolah Pascasarjana


Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MScAgr

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 20 Juni 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan judul
“Sintesis Hidroksiapatit Berbasis Cangkang Kerang ale-ale (Meretrix meretrix)
dan Pelapisannya pada Paduan Logam CoCrMo”. Penelitian ini dilaksanakan
sejak bulan Januari 2015 sampai dengan Januari 2016.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Eti Rohaeti MS dan Ibu Dr
Charlena MSi selaku pembimbing, Bapak Dr Akhiruddin Maddu MSi selaku dosen
penguji luar komisi, Prof Dr Dyah Iswantini Pradono MScAgr selaku Ketua Program
Magister Kimia, Bapak Drs Sulistioso Giat Sukaryo MT yang telah banyak
memberikan bantuan peralatan dan masukan, Bapak Drs Erizal atas bantuan sterilisasi
sampel penelitian, serta seluruh dosen Pascasarjana Kimia atas segala bimbingan dan

ilmu yang diberikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Pimpinan dan keluarga besar staf Laboratorium Kimia Analitik IPB, staf
Laboratorium Kimia Anorganik IPB, staf Laboratorium Bersama Kimia IPB, staf
Laboratorium Biomaterial Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) PUSPIPTEK
Serpong, beserta staf Laboratorium Terpadu Badan Litbang Departemen Kehutanan
yang telah membantu analisis selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik
Indonesia (KEMENRISTEKDIKTI RI) atas bantuan dana penelitian berupa
beasiswa BPPDN. Tak lupa pula ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada
teman-teman mahasiswa Sekolah Pascasarjana Kimia angkatan 2013 atas masukan,
saran, dan motivasi yang diberikan dalam menyelesaikan penelitian ini. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan seluruh keluarga, atas segala
doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2016
Ida Ayu Suci

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR


xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
3
3


2 TINJAUAN PUSTAKA
Kerang ale-ale (M. meretrix)
Hidroksiapatit
Paduan Logam CoCrMo
Elektroforesis Deposisi (EPD)
Uji Ketahanan Korosi
Uji Cytocompatibility In vitro Sel Endotel

3
3
4
6
7
9
10

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Preparasi Sampel
Pengukuran Kadar Ca dalam Serbuk Sampel dengan AAS
Kalsinasi Serbuk Sampel dan Konversi menjadi Ca(OH)2
Sintesis HAp dengan Metode Presipitasi Double Stirring
Pelapisan Paduan Logam CoCrMo dengan HAp menggunakan
Metode EPD
Uji Ketahanan Korosi
Uji In vitro Sitotoksisitas pada Sel Endotel CPAE

10
10
10
11
11
11
11
12
12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis XRD Cangkang Kerang ale-ale Sebelum dan
Setelah Kalsinasi
Komposisi Cangkang Kerang ale-ale Sebelum Kalsinasi
Hasil Sintesis HAp
Hasil Karakterisasi Fasa HAp menggunakan XRD
Hasil Karakterisasi FTIR pada HAp
Hasil Karakterisasi SEM pada HAp
Hasil Analisis PSA pada HAp
Pencirian Hasil pelapisan HAp pada Paduan Logam CoCrMo

12
13
13
13
13
14
15
15
16
17
18
19

Hasil Analisis XRD Lapisan HAp pada Paduan Logam CoCrMo
Hasil SEM HAp pada Paduan Logam CoCrMo
Ketahanan Korosi
Hasil Uji Cytocompatibility In vitro Sel Endotel

19
20
21
22

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

24
24
24

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

43

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Kerang ale-ale ( M. meretrix)
Unit sel struktur HAp
Fenomena antarmuka antara HAp dan sel tubuh
Pergerakan partikel ke arah elektrode
Distorsi lapisan ganda dan mekanisme elektroforesis deposisi
Difraktogram sinar-x serbuk cangkang kerang ale-ale sebelum kalsinasi
Difraktogram sinar-x serbuk cangkang kerang ale-ale setelah kalsinasi
Difraktogram sinar-x HAp
Spektrum gugus fungsi HAp
Foto SEM HAp
Distribusi ukuran partikel HAp
Foto mikroskop optik setelah dilakukan EPD
Difraktogram sinar-x HAp pada paduan logam CoCrMo
Foto SEM HAp pada paduan logam CoCrMo
Laju korosi
Morfologi sel endotel

4
4
5
7
8
13
14
16
16
17
18
19
19
20
21
23

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian
2 Data hasil analisis XRD cangkang kerang ale-ale
Serbuk cangkang kerang ale-ale sebelum kalsinasi
Serbuk cangkang kerang ale-ale setelah kalsinasi
Hasil sintesis HAp menggunakan metode presipitasi double stirring
Hasil analisis XRD pelapisan HAp pada paduan logam CoCrMo
3 Data joint cristal powder difraction standard (JCPDS)
Aragonite : CaCO3
Porlandite : Ca(OH)2
Hidroksiapatit : Ca10(PO4)6(OH)2
4 Perhitungan AAS kandungan kalsium cangkang kerang ale-ale sebelum
Kalsinasi
Absorbans standar kalsium
Absorbans dan konsentrasi kalsium cangkang kerang ale-ale
5 Hasil EDX cangkang kerang ale-ale
6 a Penentuan pola h2+k2+l2
b Penentuan ukuran kristal HAp hasil sintesis
7 Data uji korosi
Laju korosi logam CoCrMo tanpa pelapisan HAp
Laju korosi logam CoCrMo dengan pelapisan HAp
8 Data uji kultur sel endotel

30
31
31
31
32
33
34
34
34
35
35
35
36
37
38
39
39
39
40
42

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kabupaten Ketapang yang terletak di bagian selatan Provinsi Kalimantan
Barat sangat terkenal dengan ciri khas kerangnya yang dinamakan kerang ale-ale.
Penangkapan ale-ale (Meretrix meretrix) di wilayah ini berlangsung sepanjang
tahun. Kebanyakan daging kerang ale-ale di daerah Ketapang digunakan sebagai
kuliner dan limbah cangkangnya terbuang begitu saja atau digunakan untuk
menimbun jalan. Cangkang kerang M. meretrix diketahui memiliki kandungan
kalsium yang tinggi yaitu 98.81% (Mijan et al. 2015). Solusi untuk meningkatkan
manfaat sumber daya kerang ale-ale secara optimal dengan memperhatikan aspek
jangka panjang adalah mengolah limbah tersebut menjadi prekursor kalsium
dalam sintesis hidroksiapatit (HAp).
Hidroksiapatit Ca10(PO4)6(OH)2 memiliki kemiripan dengan komponen
mineral anorganik tulang dan gigi karena sekitar 65% mineral anorganik tulang
tersusun atas HAp (Dedourkova et al. 2012). Studi HAp terus dikembangkan
karena kebutuhan akan biomaterial ini sangat tinggi terutama dalam bidang
kedokteran ortopedi, misalnya untuk pengobatan tulang, baik perbaikan pada
tulang yang retak maupun patah tulang (Dedourkova et al. 2012; Bastan dan
Ozbek 2013; Poinern et al. 2013). Namun, HAp bersifat rapuh dan memiliki sifat
mekanik yang rendah (Shi et al. 2014) sehingga dibutuhkan bahan lain untuk
implan tulang, yaitu logam. Logam mampu menutupi kelemahan HAp karena
memiliki sifat mekanik tinggi yang dapat berfungsi sebagai penopang tubuh
dalam menggantikan tulang yang rusak. HAp bersifat biokompatibel sehingga
dapat meningkatkan biokompatibilitas implan logam dan meningkatkan ketahanan
korosi dari implan logam dengan mengurangi lepasnya ion logam. Selain bersifat
biokompatibel, HAp juga bersifat bioaktif yaitu dapat bertindak sebagai tempat
pertumbuhan jaringan tulang yang baru (Javidi et al. 2008; Poinern et al. 2013).
Permintaan logam sebagai implan menjadi semakin pesat seiring berbagai
kasus kerusakan tulang. Logam sebagai implan harus memiliki sifat
biokompatibel antara lain tahan terhadap korosi dan sesuai bagi sel hidup. Implan
logam harus memiliki ketahanan korosi yang tinggi dalam lingkungan tubuh yang
sangat korosif. Selain itu, implan logam akan berhubungan langsung dengan sel
hidup di dalam tubuh manusia, sehingga sifat ini menjadi penting dalam
pemilihan biomaterial (Poinern et al. 2013). Logam yang tidak biokompatibel,
dapat menyebabkan inflamasi di sekitar jaringan tubuh yang diimplan. Paduan
logam CoCrMo telah digunakan sebagai logam implan karena memiliki kekuatan
mekanik, elastis modulus, ketahanan abrasi, dan ketahanan korosi yang baik,
namun paduan logam CoCrMo dapat mengalami pelepasan ion Co, Cr, Mo
sehingga menimbulkan pembengkakan dan rasa sakit di sekitar jaringan tubuh
yang diimplan (Manivasagam et al. 2010).
Kegagalan implan menjadi suatu permasalahan klinis pada interaksinya
dengan jaringan dan tulang (Manivasagam et al. 2010). Ionita et al. (2013)
mengamati bahwa ketahanan korosi pada paduan logam CoCrMo yang dilapisi
HAp terhadap larutan simulated body fluid lebih tinggi dibandingkan paduan
logam CoCrMo tanpa pelapisan. Menurut Yang et al. (2015), HAp dapat

2
digunakan untuk melapisi logam implan, mampu meningkatkan ketahanan korosi
dari implan logam di dalam tubuh. Hal ini dibuktikan dari hasil uji korosi pada
larutan simulated body fluid yang menunjukkan hasil ketahanan korosi yang lebih
baik pada paduan logam Mg yang dilapisi HAp dengan nilai rapat arus yaitu 0.25
μ A/cm2 dibandingkan sebelum dilapisi yaitu 35.39 μ A/cm2.
Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pelapisan HAp pada logam
antara lain plasma spraying, sol–gel, biomimetic coating, dan elektroforesis
deposisi (EPD) (Yoruc dan Koca 2009; Farnoush et al. 2012). Kelebihan
penggunaan metode EPD sebagai metode pelapisan di antaranya sederhana,
kekuatan pelapisannya tinggi, hasil pelapisan tipis dan merata, ketebalan lapisan
dapat dikontrol, dan harga relatif murah (Javidi et al. 2008).
Sukaryo et al. (2010) telah melaporkan bahwa uji sitotoksisitas secara in
vitro terhadap sel endotel menunjukkan tidak ada perubahan morfologi atau
kematian sel pasca 72 jam inkubasi sampel paduan logam CoCrMo. Namun, sifat
cytocompatibility pada paduan logam CoCrMo yang dilapisi HAp penting untuk
diketahui. Hal ini terkait dengan data korosi dari hasil penelitian Ionita et al.
(2013) menunjukkan bahwa sifat paduan logam CoCrMo setelah dilapisi HAp
lebih baik dibandingkan tanpa pelapisan. Selain itu, potensi limbah cangkang
kerang ale-ale sebagai prekursor HAp juga belum pernah dilaporkan. Dengan
demikian, untuk memperoleh informasi mengenai sifat biokompatibel dari suatu
implan tulang, maka dilakukan uji ketahanan korosi terhadap paduan logam
CoCrMo setelah dilapisi HAp dan dilakukan uji kultur sel untuk mengetahui
viabilitas sel terhadap paparan sampel.

Perumusan Masalah
Jumlah produksi yang besar dari kerang ale-ale menghasilkan dampak
negatif pada lingkungan berupa limbah cangkang kerang ale-ale. Padahal limbah
ini berpotensi mendatangkan keuntungan bila dikelola maksimal. Cangkang
kerang ale-ale memiliki kandungan kalsium yang tinggi yang berpotensi untuk
dimanfaatkan sebagai prekursor kalsium dalam sintesis HAp. Penelitian tentang
sintesis HAp dari cangkang kerang ale-ale belum pernah dilaporkan. Selain itu,
sifat cytocompatibility pada paduan logam CrCrMo yang dilapisi HAp dari
cangkang kerang ale-ale juga belum pernah dilaporkan. Berdasarkan hal tersebut,
sangat penting untuk melakukan penelitian ini untuk memperkaya pengetahuan
tentang bahan baku dalam sintesis HAp dan aplikasinya terutama dalam bidang
kedokteran ortopedi.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan memanfaatkan cangkang kerang ale-ale sebagai
prekursor Ca untuk mensintesis HAp, melakukan sintesis HAp dari cangkang
kerang ale-ale, melakukan karakterisasi hasil pelapisan HAp pada paduan logam
CoCrMo, mengukur ketahanan korosi pada paduan logam CoCrMo setelah
dilapisi HAp, dan menentukan persentase inhibisi paduan logam CoCrMo yang
dilapisi HAp terhadap pertumbuhan sel endotel.

3
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi potensi
pada cangkang kerang ale-ale sebagai prekursor Ca dalam sintesis HAp yang
dapat dimanfaatkan dalam bidang medis, dan memberikan sumbangan bagi salah
satu segi pengembangan sosial-ekonomi di daerah Ketapang yang sampai
sekarang ini belum banyak diketahui dan dikaji.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan atas 3 tahapan utama. Tahap pertama adalah
preparasi sampel, pengukuran kadar Ca dengan AAS, kalsinasi serbuk sampel,
dan konversi menjadi Ca(OH)2. Tahap kedua adalah sintesis HAp dengan metode
presipitasi double stirring dan pelapisan paduan logam CoCrMo dengan HAp
menggunakan metode EPD. Tahap ketiga adalah tahap uji ketahanan korosi dan
uji in vitro sitotoksisitas pada sel endotel CPAE. Diagram alir penelitian disajikan
pada Lampiran 1.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kerang ale-ale (M. meretrix)
Kerang merupakan suatu jenis hewan mollusca (bertubuh lunak) yang
termasuk pada anggota kelas bivalvia (bercangkang dua). Meretrix meretrix
merupakan salah satu spesies dari kelas bivalvia yang bernilai ekonomis tinggi.
Kerang M. meretrix dikenal dengan beberapa nama lokal seperti kerang lamis di
perairan Marunda (Setyobudiandi et al. 2004), kerang tahu di muara Angke
(Chairunisah 2011), sedangkan di daerah Ketapang Kalimantan Barat, M. meretrix
dikenal dengan nama ale-ale. Cangkang kerang ale-ale dapat dilihat pada Gambar
1.
Menurut Priyanto (2010), kerang ale-ale memiliki permukaan luar cangkang
yang licin di antaranya berwarna putih, kecoklatan sampai coklat, dan kehitaman.
Bagian dalam cangkang berwarna putih. Ukuran lebar cangkang kerang ale-ale
dapat mencapai 7-9 cm. Kerang ale-ale khas mendiami perairan dengan substrat
pasir berlumpur di zona intertidal dan sublitoral serta banyak ditemukan di muara
sungai dengan topografi pantai yang landai sampai mencapai kedalaman 20 m.
Kerang ale-ale hidup dengan membenamkan diri dalam substrat. Bagian
dagingnya dimanfaatkan sebagai bahan tambahan makanan karena mengandung
sumber protein dan cangkangnya biasa digunakan sebagai bahan baku kapur (Ca).
Hewan lunak berkulit keras ini banyak terdapat di perairan Ketapang tepatnya di
muara sungai Pawan dan pantai sekitarnya (pantai Air Mata Permai, pantai
Tanjung Belandang, pantai Celincing, pantai Sungai Jawi, pantai Sungai Pelang).
Hasil penelitian Mijan et al. (2015) menunjukkan komposisi kimia yang
terkandung dalam cangkang kerang ale-ale terdiri dari 98.81% Ca, 0.51% Sr,
0.63% S, 0.03% Cu, dan 0.02% Br.

4

Gambar 1 Kerang ale-ale (M. meretrix) (Priyanto 2010)

Hidroksiapatit
Hidroksiapatit merupakan senyawa kalsium fosfat dengan rumus kimia
Ca10(PO4)6(OH)2. Nisbah mol Ca/P agar material HAp terbentuk adalah 1.67.
Struktur kristal HAp (Gambar 2) adalah heksagonal dengan parameter kisi a = b =
9.4225 Ǻ dan c = 6.8850 Ǻ (Manafi dan Joughehdoust 2009). HAp termasuk
dalam anggota senyawa kalsium fosfat yang potensial dalam rekayasa jaringan.
Berbagai senyawa kalsium fosfat lainnya adalah dikalsium fosfat dihidrat
(CaHPO4.2H2O), okta kalsium fosfat (Ca8H2(PO4)6·5H2O), dan trikalsium fosfat
(Ca3(PO4)2). HAp merupakan senyawa kalsium fosfat yang paling stabil (Chow
2009).
HAp menjadi biomaterial yang sangat potensial dalam rekayasa jaringan
karena memiliki keunggulan berupa sifat biokompatibilitas, bioaktif, dan
osteokonduktif nya yang sangat baik (Javidi et al. 2008). Sifat biokompatibel
adalah kemampuan biomaterial untuk menyesuaikan dengan kecocokan tubuh
penerima, tidak memiliki efek toksik, tidak melukai fungsi biologis seperti
peradangan, dan tidak menyebabkan penurunan fungsi sel maupun jaringan tubuh
lainnya. Sifat bioaktif adalah interaksi positif yang menghasilkan suatu ikatan
yang sangat baik antara biomaterial dengan jaringan tubuh (Bauer et al. 2013).
Osteokonduktif adalah kemampuan HAp untuk dilekati sel-sel osteoblas baru dan
osteoprogenitor, menyediakan struktur untuk saling berhubungan sehingga sel-sel
baru dapat berpindah, dan pembuluh darah baru dapat terbentuk. Sel osteoblas
merupakan sel-sel tulang yang membentuk lapisan tulang baru selama tahap
pembentukan dalam proses remodeling tulang. Sel osteoprogenitor merupakan sel
induk yang merupakan prekursor dari osteoblas.

Gambar 2 Unit sel stuktur HAp (Aoki 1991)

5
Sifat bioaktif yang dimiliki oleh HAp bermakna sebagai tumbuh jaringan
tulang di sekitar implan sehingga HAp merupakan pilihan yang sangat baik
sebagai pelapis untuk logam. HAp yang dilapiskan pada implan logam akan
mempercepat ikatan antara HAp dengan jaringan tulang di sekitar. Kontak
permukaan yang erat antara logam dan jaringan tulang di sekitarnya dibutuhkan
untuk pertumbuhan tulang yang baru. Aplikasi HAp sebagai pelapisan implan
logam adalah dengan menggabungkan kekuatan logam sebagai substrat dengan
sifat bioaktif dari HAp yang dapat menginduksi pertumbuhan jaringan tulang di
sekitarnya dan mampu membentuk ikatan kimia baru. HAp juga mampu
meningkatkan ketahanan korosi implan logam dalam tubuh manusia serta dapat
mengurangi terlepasnya ion logam dari suatu paduan logam (Javidi et al. 2008).
Fenomena antarmuka antara HAp dan sel tubuh setelah implan masuk ke dalam
tubuh akan mengalami beberapa tahapan. Tahap pertama pada awal proses implan,
mulai terjadinya pelarutan permukaan HAp, tahap kedua pelarutan permukaan
HAp terus berlanjut, tahap ketiga kondisi kesetimbangan terbentuk antara larutan
fisiologis dengan permukaan HAp, tahap keempat terjadi adsorpsi protein-protein
dan senyawa bioorganik, tahap kelima terjadi adhesi sel (sel tunggal membentuk
jaringan sel-sel di dalam tubuh), tahap keenam proliferasi sel (pertumbuhan sel
yang disebabkan oleh pembelahan sel yang aktif), tahap ketujuh awal mula
perkembangan sel tulang baru, dan tahap kedelapan tulang baru telah terbentuk
(Gambar 3).

Gambar 3 Fenomena antarmuka antara HAp dan sel tubuh
(Bertazzo et al. 2010)
HAp dapat disintesis dengan menggabungkan sumber prekursor Ca dan
P. Prekursor berperan sebagai zat awal yang dibutuhkan dalam pembuatan suatu
senyawa. HAp dapat dibuat dari prekursor Ca sintetik maupun dari prekursor Ca
bahan alam. Sumber prekursor Ca sintetik antara lain senyawa Ca(OH)2, CaCO3,
Ca(NO3)2, dan CaCl2 (Shojai et al. 2013). Pembuatan HAp dari prekursor bahan
alam antara lain tulang ikan, batu kapur, cangkang telur, dan cangkang kerang.
Sumber fosfor yang dapat digunakan untuk sintesis HAp antara lain diamonium
hidrogen fosfat (NH4)2HPO4, asam fosfat (H3PO4), dan difosfor pentaoksida
(P2O5). Sintesis HAp dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode basah dan
metode kering. Metode basah terdiri atas empat jenis yaitu metode presipitasi,
hidrotermal, sol gel, dan hidrolisis (Kehoe 2008; Pankaew et al. 2010). Metode
kering yaitu reaksi fase padat, sintesis mechanochemical. Selain itu spray dan
freeze-drying juga dapat digunakan sebagai metode untuk mensintesis HAp
(Kehoe 2008).

6
Metode basah memiliki beberapa kelebihan sehingga sering diaplikasikan
dalam bidang industri. Kelebihan metode ini di antaranya hasil samping
sintesisnya berupa air, sehingga kemungkinan kontaminasi selama proses sangat
rendah, dan biaya prosesnya rendah (Kehoe 2008). Metode presipitasi merupakan
metode yang sering digunakan dalam sintesis HAp karena metode ini memiliki
kontrol komposisi dan karakter fisik HAp yang lebih baik serta mudah
diaplikasikan (Pankaew et al. 2010). HAp yang disintesis dengan metode
presipitasi dilakukan dengan cara mentitrasi larutan yang mengandung Ca dengan
larutan yang mengandung P. Metode presipitasi double stirring (teknik
pengadukan magnetik dan ultrasonik) memainkan peranan penting dalam
meningkatkan reaksi homogen dan untuk menghasilkan serbuk HAp murni. Yoruc
dan Koca (2009) melaporkan bahwa diperoleh serbuk HAp murni dan berukuran
nano dengan menggunakan metode presipitasi double stirring.

Paduan Logam CoCrMo
Implan merupakan suatu biomaterial sintetik yang dimasukkan ke dalam
tubuh untuk pengganti jaringan atau organ tubuh yang rusak. Biomaterial sintetik
untuk implantasi umumnya berasal material yang sudah biasa digunakan oleh para
ahli material. Secara umum, material ini dapat dibagi menjadi beberapa kategori,
yaitu logam, keramik, komposit, dan polimer (Poinern et al. 2013). Logam
merupakan material yang banyak digunakan untuk implantasi contohnya seperti
sekrup untuk pelat yang bebas dari patah, joint prostheses (tulang sendi buatan)
untuk bahu, pangkal paha, lutut, pergelangan kaki, dan lainnya. Pada kasus seperti
patah atau retak tulang, implan berbasis logam berfungsi untuk menopang tulang
sehingga terjadi pemulihan sel-sel tulang. Syarat utama yang harus dimiliki oleh
biomaterial berbasis logam untuk implan adalah sesuai dengan sel hidup
(excellent biocompatibility), bahan implan yang kuat, daya pakai yang lama, tidak
karsinogen, memiliki ketahanan korosi tinggi, dan osteointegrasi yang bagus
(Bombac et al. 2007; Manivasagam et al. 2010; Sukaryo dan Adi 2012; Bauer et
al. 2013).
Tiga elemen dasar pada paduan kobalt yaitu unsur kobalt, khromium, dan
molibdenum. Khromium berfungsi untuk meningkatkan kekerasan dan ketahanan
korosi. Khromium mampu membentuk lapisan pasif untuk membentengi material
utama di bawahnya dari lingkungan sekitar dengan cara membentuk lapisan
oksida yang kuat. Molibdenum berfungsi untuk menghasilkan struktur butir yang
halus dengan kekuatan tinggi setelah casting atau forging (Prasetyo 2010).
Biokompatibilitas paduan logam CoCrMo terkait erat dengan ketahanan korosi
yang sangat baik karena terbentuknya lapisan oksida pasif yang spontan terbentuk
pada permukaan paduan logam yaitu lapisan oksida Cr2O3, kontribusi minor dari
Co, dan Mo oksida.
Masalah utama yang terjadi pada paduan logam CoCrMo adalah terlepasnya
ion Co, Cr, dan Mo (terbukti pada uji in vivo) sehingga mengakibatkan efek toksik
bagi tubuh (Manivasagam et al. 2010), selain itu paduan logam CoCrMo memiliki
osteointegrasi yang rendah (Martinez et al. 2012). Osteointegrasi adalah adanya
hubungan struktural langsung antara tulang dan permukaan implan yang
menerima beban. Agar dapat mencegah pelepasan ion tersebut, maka dapat

7
dilakukan dengan meningkatkan sifat biokompatibilitas, sifat bioaktif, dan
interaksi antara tulang dengan material paduan logam implan sehingga diperoleh
suatu pembentukan tulang baru (Osteointegrasi) (Nasab et al. 2010). Salah satu
solusi alternatif yang dapat dilakukan adalah melakukan modifikasi permukaan
implan dengan penambahan komposisi lain di permukaan substrat implan yaitu
melakukan pelapisan HAp pada permukaan paduan logam CoCrMo
(Manivasagam et al. 2010). Menurut Javidi et al. (2008), HAp dapat digunakan
untuk melapisi implan logam sehingga dapat meningkatkan ketahanan korosi, dan
mengurangi terlepasnya ion logam ketika berkontak langsung dengan cairan
tubuh.

Elektroforesis Deposisi (EPD)
Elektroforesis Deposisi (EPD) merupakan suatu teknik yang menggunakan
mekanisme elektroforesis untuk menggerakkan partikel bermuatan dalam larutan
atau suspensi karena adanya pengaruh medan listrik, sehingga partikel tersebut
akan mengendap pada suatu substrat dan membentuk lapisan tipis dengan
ketebalan tertentu (Besra dan Liu 2007; Boccaccini et al. 2010). Metode EPD
dapat digunakan untuk melapiskan material pada suatu logam yang bertujuan di
antaranya meningkatkan biokompatibilitas dari logam sehingga aman digunakan
di dalam tubuh makhluk hidup (Castro et al. 2008). EPD biasanya dilakukan
menggunakan dua elektrode sel yaitu katode (elektrode negatif) dan anode
(elektrode positif). Mekanisme EPD terdiri atas dua tahap, yaitu tahap pertama,
migrasi partikel bermuatan di dalam suspensi karena adanya gaya tarik dari
penggunaan medan listrik, kemudian aliran listrik antara dua elektrode positif dan
negatif menyebabkan partikel HAp akan bergerak ke arah yang berlawanan
dengan muatannya (tahap elektroforesis) (Corni et al. 2008). Tahap kedua
merupakan tahap pengendapan, koagulasi partikel membentuk lapisan pada
katode (tahap deposisi). Pada tahap ini partikel HAp akan terdeposisi pada
permukaan logam yang bertindak sebagai elektrode, kemudian akan menutup
rapat permukaan logam secara homogen dalam bentuk lapisan film. Lapisan ini
sebagai hasil deposisi partikel HAp yang menempel pada logam. Ilustrasi
pergerakan partikel pada proses EPD dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Pergerakan partikel ke arah elektrode
(Sarkar dan Nicholson 1996)

8
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dan meningkatkan
efektivitas terjadinya deposisi HAp pada permukaan logam dalam EPD yaitu
stabilitas suspensi, besarnya tegangan yang digunakan, dan variasi waktu.
Stabilitas suspensi dapat ditingkatkan dengan menambahkan pendispersi
(dispersan) pada suspensi. Pendispersi yang dapat digunakan antara lain Tween 80,
Span 80, etilendiamina, dan trietanolamina (TEA). TEA menunjukkan
kemampuan sebagai pendispersi yang paling baik (Xiao dan Liu 2006).
Penambahan TEA pada proses EPD bertujuan membuat suspensi menjadi
homogen sehingga partikel HAp yang terdispersi dapat bergerak menuju
permukaan logam (Xiao dan Liu 2006). Tegangan listrik yang digunakan pada
metode EPD sangat berpengaruh terhadap laju dan struktur lapisan yang terbentuk,
oleh karena itu tegangan listrik harus selalu dijaga konstan selama proses
pelapisan berlangsung. Semakin tinggi tegangan yang digunakan (tidak melebihi
150V), maka kerapatan lapisan yang menempel pada permukaan logam akan
semakin meningkat (Cortez dan Gutierrez 2004). Sumber tegangan tinggi akan
lebih menguatkan partikel untuk meningkatkan efektivitas waktu EPD (Pang dan
Zhitomirsky 2005).
Pelapisan logam dengan HAp tidak hanya dapat dilakukan dengan metode
EPD, namun dapat pula dilakukan dengan berbagai macam metode yaitu
biomimetic, sol-gel, laser ablation, ion sputtering, hidrotermal, dan plasma
spraying (Wu et al. 2006; Yoruc dan Koca 2009; Farnoush et al. 2012). Kelebihan
metode EPD adalah kekuatan pelapisan yang tinggi, lapisan yang dihasilkan tipis
dan merata, deposit HAp yang menempel pada permukaan logam mudah untuk
dikontrol, deposit HAp yang diperoleh memiliki kemurnian yang tinggi,
prosesnya menggunakan temperatur yang rendah, tanpa transformasi fasa selama
pelapisan, dan penggunaan peralatan yang relatif murah (Javidi et al. 2008). EPD
juga mampu menghasilkan deposit yang seragam dengan homogenitas
mikrostruktur yang tinggi dan dapat mengontrol ketebalan lapisan (Besra dan Liu
2007). Pergerakan muatan positif partikel HAp menuju katode dalam sel EPD
ditunjukkan oleh Gambar 5.

Gambar 5 Distorsi lapisan ganda dan mekanisme elektroforesis deposisi
(Sarkar dan Nicholson 1996)

9
Jika sistem partikel lyosphere (partikel bermuatan membentuk lapis rangkap
baur atau lyosphere) bergerak, dinamika fluida dan medan listrik yang digunakan
akan mendistorsi selubung lapis rangkap bergerak menuju elektrode yang berbeda
dengan muatannya, ion-ion bermuatan positif akan menuju ke katode sedangkan
ion-ion bermuatan negatif akan menuju ke anode. Hasil dari reaksi kimia ini,
terbentuknya lapis rangkap pada katode yang terjadi karena adanya gaya tarik
London Van der Waals yang menginduksi terjadinya koagulasi/deposisi ion-ion
bermuatan positif menuju katode. Distorsi lapis rangkap yang menyebabkan
koagulasi terjadi karena kemungkinan adanya konsentrasi tinggi partikel di dekat
elektrode (atau efisiensi tumbukan yang tinggi) (Besra dan Liu 2007).
Pelapisan HAp pada paduan logam CoCrMo menggunakan metode EPD
pada penelitian Yunanti (2014) dilakukan dengan berbagai variasi volume larutan
HAp, pH, tegangan, dan waktu yang bertujuan untuk memperoleh kondisi
optimum. Pada metode EPD tersebut, larutan HAp yang dibuat dihubungkan
dengan dua elektrode, yaitu paduan logam CoCrMo yang menjadi sasaran
pelapisan HAp pada permukaannya (katode) dan logam platina (anode). Hasil
penelitian Yunanti (2014) menginformasikan bahwa metode EPD dapat
digunakan untuk melapisi paduan logam CoCrMo dengan senyawa HAp.
Sebanyak 0.3 gram HAp dilarutkan dalam etanol-TEA dengan variasi volume, pH,
tegangan, dan waktu. Hasil pelapisan optimum yang diperoleh yaitu campuran
larutan etanol dan TEA dengan perbandingan 50:2 (mL), pada pH 7, tegangan
listrik 120V, dan waktu 30 menit.

Uji Ketahanan Korosi
Peristiwa korosi ditandai dengan terjadinya degradasi suatu material yang
berlangsung sedikit demi sedikit akibat adanya serangan elektrokimia yang terjadi
ketika suatu logam ditempatkan di dalam lingkungan elektrolitik berlawanan dari
tubuh manusia (Adya et al. 2005). Implan di dalam tubuh berhadapan dengan
lingkungan korosif meliputi darah dan konstituen lain dari cairan tubuh seperti air,
natrium, klor, protein, plasma, dan asam amino. Medium cair dalam tubuh
manusia terdiri dari berbagai anion seperti ion klorida, fosfat, dan bikarbonat serta
kation seperti Na+, K+, Ca2+, Mg2+, zat organik yang memiliki berat molekul
rendah, komponen polimer dengan berat molekul tinggi, dan oksigen terlarut.
Molekul-molekul biologis mengganggu produk implan melalui reaksi katodik
maupun anodik sehingga implan dapat mengalami suatu korosi. Hidrogen yang
dibentuk dari reaksi katodik bertindak sebagai inhibitor korosi, namun kehadiran
bakteri dapat meningkatkan korosi dengan cara menyerap hidrogen di sekitar
implan. Perubahan nilai pH juga mempengaruhi korosi. Nilai pH normal pada
tubuh manusia dipertahankan pada 7. Nilai ini cepat berubah dari 3 sampai 9
karena beberapa penyebab seperti kecelakaan, ketidakseimbangan dalam sistem
biologi akibat penyakit, infeksi, dan setelah operasi nilai pH dekat implan
bervariasi biasanya dari 5.3 sampai 5.6 (Manivasagam et al. 2010).
Nilai ketahanan korosi dapat diperoleh dengan melakukan uji korosi
menggunakan potensiostat/galvanostat. Nilai laju korosi dinyatakan dalam satuan
mils per year (mpy). Semakin kecil nilai laju korosi suatu logam maka logam
akan memiliki ketahanan korosi yang semakin baik. Nilai ketahanan korosi logam

10
yang berada pada level paling baik adalah laju korosi dengan nilai kurang dari 1
mpy (Fontana 1985).

Uji Cytocompatibility In vitro Sel Endotel
Cytocompatibility merupakan suatu uji viabilitas sel yang mencerminkan
non sitotoksisitas suatu biomaterial. Uji ini penting dalam desain biomaterial
untuk aplikasi dalam suatu rekayasa jaringan (Hashmi 2014). Uji sitotoksisitas
dalam penelitian ini dilakukan secara in vitro menggunakan media kultur sel
endotel cell pulmonary artery endhothelium (CPAE ATCC-CCL 209). Sel endotel
memainkan peranan penting dalam penyembuhan luka karena terdapat pada
permukaan dalam pembuluh darah dan sel utama yang terlibat dalam
angiogenesis (Marques et al. 2008). Angiogenesis merupakan proses
pembentukan pembuluh darah baru yang merupakan suatu proses fisiologis tubuh
untuk menyediakan nutrisi, oksigen, dan memicu pembentukan jaringan granulasi
pada daerah luka. Angiogenesis memainkan peranan penting dalam membangun
rangka dan perbaikan pada tulang yang retak atau patah. Hal ini dapat ditangani
melalui proses implantasi (Kanczler dan Oreffo 2008). HAp untuk mempercepat
proses penyembuhan luka setelah implantasi, mampu meningkatkan proliferasi
endotel yang dibutuhkan untuk terjadinya angiogenesis (Pezzatini 2007). HAp
sebagai implan juga berguna menjaga konsentrasi kalsium pada darah (Zhang
2012).

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2015‒ Januari 2016 di
Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia IPB, Laboratorium Biofisika
Material Departemen Fisika IPB, Laboratorium Badan Tenaga Nuklir Nasional
(BATAN) PUSPIPTEK Serpong, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil
Hutan, Laboratorium Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, dan
Laboratorium Mikrobiologi Pusat Studi Satwa Primata.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah cangkang kerang ale-ale diperoleh dari
Ketapang Kalimantan Barat, CaCO3 (Merck), HCl (Merck), paduan logam
CoCrMo (Nilaco Corporation, Japan), batang karbon, (NH4)2HPO4 (Merck), air
bebas ion, trietanolamina (TEA) (Merck), etanol (Merck), cairan infus NaCl 0.9%
(Otsuka), sel endotel CPAE ATCC CCL-209 (American Type Culture Collection,
USA), phosphate-buffered saline (Gibco, USA), dulbecco's modified eagle
medium (Gibco, USA), dan biru tripan (Sigma, USA).

11
Alat
Alat-alat yang digunakan adalah ayakan 100 mesh, pengaduk magnetik,
tanur, indikator pH universal, oven, kertas saring, ultrasonic processor CPX 130,
ultrasonic cleaner US-3, micrometer analog, mikroskop optik, grinding paper grit
1000, dan peralatan uji kultur sel. Sedangkan peralatan karakterisasi terdiri dari
Difraksi Sinar-X (XRD) Shimadzu XD-7000, Spektrometer Infra Merah
Transformasi Fourier (FTIR) Bruker Tensor 3, Mikroskop Pemancar Elektron
(SEM) Carl-Zeiss Bruker EVO MA10, Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy
(EDX) Bruker, Penganalisa Ukuran Butir (PSA) Vasco DLS, Spektrofotometer
Serapan Atom (AAS) Shimadzu AA-7000, EPD PS-520, dan potentiostat/
galvanostat M273.

Prosedur Penelitian
Preparasi sampel
Sampel (cangkang kerang) dibersihkan dari kotoran menggunakan air
kemudian direbus selama 1 jam. Selanjutnya sampel dikeringkan di bawah sinar
matahari lalu digiling menggunakan mesin penggiling sampai menjadi serbuk
halus. Serbuk sampel diayak 100 mesh. Fasa serbuk lolos 100 mesh dianalisis
dengan XRD dan analisis unsur dengan EDX (Mijan et al. 2015).
Pengukuran kadar Ca dalam serbuk sampel dengan AAS
Preparasi deret standar: Dibuat larutan standar Ca2+ 1000 ppm dengan
ditimbang sebanyak 2.497 gram CaCO3 lalu ditambahkan 5 mL HCl pekat,
didiamkan ±5 menit sampai menjadi larut dan jernih, sampel ditera dengan air
bebas ion dan dihomogenkan. Kemudian dibuat larutan 100 ppm dengan cara
dipipet 10 mL dari larutan induk 1000 ppm dan dimasukkan kedalam labu takar
100 mL, kemudian ditera dengan air bebas ion dan dihomogenkan. Selanjutnya
dibuat 2, 4, 8, 12, dan 16 ppm yaitu dipipet 2, 4, 8, 12, dan 16 mL kemudian
masing-masing dimasukkan kedalam labu takar 100 mL, lalu ditera dengan air
bebas ion dan dihomogenkan. Selanjutnya ditambahkan sedikit strontium agar
stabil dalam pengukuran. Sampel diukur dengan AAS dengan λ = 422.7 nm
(APHA; AWWA; WEF 2005).
Preparasi sampel: Serbuk sampel cangkang setelah preparasi ditimbang
sebanyak 0.1 gram, lalu ditambahkan 5 mL HCl pekat, sampel dipanaskan sambil
diaduk dengan pengaduk magnetik ±10 menit sampai menjadi larut dan jernih,
kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, sampel ditera dengan air
bebas ion dan dihomogenkan. Setelah itu, sebanyak 1 mL larutan induk
dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, sampel ditera dengan air bebas ion dan
dihomogenkan. Selanjutnya ditambahkan sedikit strontium agar stabil dalam
pengukuran. Kemudian diukur dengan AAS pada λ = 422.7 nm.
Preparasi Blanko: Sebanyak 5 mL HCl pekat diencerkan dengan air bebas
ion dalam labu takar 100 mL dan dihomogenkan. Kemudian diambil sebanyak 1
mL dari larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, sampel ditera
dengan air bebas ion dan dihomogenkan. Selanjutnya, ditambahkan sedikit

12
strontium agar stabil dalam pengukuran. Kemudian diukur dengan AAS dengan λ
= 422.7 nm.
Kalsinasi serbuk sampel dan konversi menjadi Ca(OH)2
Serbuk sampel dipanaskan di dalam tanur pada suhu 1000 °C selama 3 jam.
Abu yang diperoleh dari proses kalsinasi serbuk sampel kemudian dikonversi
dengan cara dibiarkan kontak dengan udara pada suhu kamar. Untuk mengetahui
keberadaan Ca(OH)2, abu yang telah dibiarkan kontak dengan udara dianalisis
dengan XRD (Modifikasi Pankaew et al. 2010).
Sintesis HAp dengan metode presipitasi double stirring (ultrasonik-magnetik)
Sintesis HAp dilakukan melalui reaksi antara Ca(OH)2 dengan (NH4)2HPO4
dengan rasio mol Ca/P = 1.67. Suspensi Ca(OH)2 disiapkan dari Ca(OH)2 yang
diperoleh dari tahap kalsinasi-konversi, ditimbang sebanyak 14.7410 gram
Ca(OH)2 dilarutkan dalam 100 mL air bebas ion dan untuk larutan (NH4)2HPO4
disiapkan dengan cara ditimbang sebesar 15.7840 gram (NH4)2HPO4 dilarutkan
dalam 100 mL air bebas ion. Kemudian larutan (NH4)2HPO4 diteteskan pada
suspensi Ca(OH)2. Bersamaan dengan proses tersebut, suspensi disonikasi dengan
menggunakan alat ultrasonic processor pada 130 W, 20 KHz selama 2 jam dan
bersamaan itu pula dilakukan pengadukan kuat dengan pengaduk magnetik. pH
diatur pada kondisi pH 10. Campuran reaksi kemudian didiamkan pada suhu
kamar selama 24 jam, setelah itu disaring dengan kertas saring. Endapan yang
diperoleh dibilas dengan air bebas ion. Endapan dikeringkan dalam oven pada
suhu 100 oC dan dilanjutkan dengan dipanaskan dalam tanur pada suhu 1000 oC
selama 5 jam. Setelah kering, endapan digerus hingga halus dengan mortar. Fasa
dan ukuran kristal serbuk yang dihasilkan dianalisis dengan XRD. Gugus fungsi
dievaluasi dengan FTIR. Morfologi permukaan dan ukuran serbuk dikaji dengan
SEM. Distribusi ukuran partikel dievaluasi menggunakan PSA (Modifikasi Yoruc
dan Koca 2009).
Pelapisan paduan logam CoCrMo dengan HAp menggunakan metode EPD
Sebanyak 1 gram HAp ditambahkan ke dalam etanol 50 mL kemudian
ditambahkan 5 mL larutan dispersan TEA dengan pH larutan 9.5. Selanjutnya
suspensi didispersi dalam ultrasonic waterbath vibrator 38 kHz (360 W) selama
30 menit. Paduan logam CoCrMo dengan komposisi kimia Co 66.76, Cr 28.11,
dan Mo 5.13% yang akan menjadi target diamplas dengan grinding paper grit
1000, kemudian disonikasi dengan pelarut etanol selama 5 menit dan dibilas
dengan air bebas ion. Kemudian dikeringkan untuk proses pelapisan. Logam
diposisikan sebagai katode dan sebagai anode digunakan batang karbon. Sumber
tegangan yang digunakan 120 V, waktu 30 menit. Untuk memastikan fasa HAp
dilakukan karakterisasi dengan XRD, untuk mengukur ketebalan hasil pelapisan
digunakan mikrometer analog, permukaan hasil pelapisan HAp pada paduan
logam CoCrMo dilihat menggunakan foto mikroskop optik, dan untuk mengetahui
morfologi lapisan HAp pada paduan logam CoCrMo dikarakterisasi dengan SEM
(Farnoush et al. 2012).

13
Uji ketahanan korosi
Paduan logam CoCrMo dipotong menjadi ukuran yang sama dan dibentuk
menjadi bulat hingga berukuran diameter 14 mm. Sampel dirangkai pada
elektrode kerja, kemudian tiga elektrode sebagai instrument uji korosi dicelupkan
kedalam labu yang berisi media pengkorosi larutan infus NaCl 500 mL.
Elektrode kalomel sebagai standar digunakan sebagai reference elektrode, dua
batang karbon sebagai supporting elektrodes, dan paduan logam CoCrMo sebagai
working elektrode. Sel korosi dihubungkan pada perangkat potensiostat/
galvanostat model 273 pada potensial -20 mV sampai 20 mV. Dari pengukuran ini
konstanta tafel anodik-katodik secara otomatis dapat diperoleh sehingga laju
korosi dapat ditentukan (Modifikasi Effendi dan Jahja 2006).
Uji in vitro sitotoksisitas pada sel endotel CPAE
Sel ditumbuhkan menggunakan pelat biakan 6 sumur dengan jumlah sel 2
4
× 10 sel/sumur dan sel kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 °C
dengan 5% CO2. Sementara itu, sampel berupa paduan logam CoCrMo dan
paduan logam CoCrMo yang dilapisi HAp berukuran 2 mm disterilisasi dengan
iradiasi sinar gamma dosis 15 kGy. Selanjutnya diletakkan sampel yang sudah
steril pada kultur sel CPAE yang telah berflokuensi (24 jam usia kultur sel).
Kultur sel endotel tanpa perlakuan digunakan sebagai kontrol negatif. Sampel
dalam medium kultur kemudian diinkubasi selama 72 jam pada suhu 37 °C
dengan 5% CO2. Jumlah sel ditentukan menggunakan hemositometer. Viabilitas
sel diperiksa dengan pewarna biru tripan dan ditentukan persen inhibisinya
(Modifikasi Miki dan Morita 2015).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis XRD Cangkang Kerang ale-ale Sebelum dan Setelah Kalsinasi
Hasil analisis XRD untuk keberadaan senyawa CaCO3 dari serbuk cangkang
kerang ale-ale sebelum kalsinasi menunjukkan bahwa cangkang kerang ale-ale
memiliki satu fasa yaitu CaCO3 (aragonite) (Gambar 6). Puncak difraksi fasa
CaCO3 (aragonite) dicirikan dari puncak difraksi yang khas dengan intensitas
tertinggi berada pada sudut 2θ 26.26°, 33.15°, 36.12°, dan 52.45° (berdasarkan
data JCPDS No. 41-1475).

Gambar 6

Difraktogram sinar-x serbuk cangkang kerang ale-ale sebelum
kalsinasi

14
Kalsinasi serbuk cangkang kerang pada suhu 1000 ºC bertujuan untuk
mengubah senyawa CaCO3 menjadi CaO dengan persamaan reaksi CaCO3(S) →
CaO(S) + CO2(g). Kalsinasi pada suhu rendah dapat menyebabkan senyawa CaO
yang dihasilkan berubah kembali menjadi CaCO3 dan dekomposisi CO2 yang
dihasilkan akan cukup rendah, oleh sebab itu kalsinasi dalam proses ini dilakukan
pada suhu 1000 °C. Kalsinasi juga dapat menghilangkan senyawa organik dan
pengotor yang mengganggu dalam proses pembentukan HAp (Sukaryo et al.
2009). Data hasil analisis XRD serbuk cangkang kerang ale-ale sebelum kalsinasi
dapat dilihat pada Lampiran 2a dan standar fasa CaCO3 dapat dilihat pada
Lampiran 3a.
Senyawa CaO yang diperoleh dibiarkan kontak dengan udara agar terjadi
hidrasi CaO menjadi Ca(OH)2 melalui persamaan reaksi: 2CaO(S) + 2H2O(g) →
2Ca(OH)2(S). Pola XRD cangkang kerang ale-ale setelah kalsinasi menunjukkan
bahwa telah terbentuknya fasa Ca(OH)2 (portlandite) yang dicirikan
keberadaannya pada sudut 2θ = 18.04°, 28.71°, 34.13°, 47.29°, 50.84°, 54.39°,
59.44°, 62.68°, 64.43°, dan 71.86° (berdasarkan data JCPDS No. 44-1481)
(Gambar 7).

Gambar 7 Difraktogram sinar-x serbuk cangkang kerang ale-ale setelah
kalsinasi
Adanya puncak lain pada sudut 2θ = 23.11°, 29.42°, 35.95°, 39.41°, 43.15°,
48.52°, 57.30°, dan 60.60° menunjukkan bahwa masih ada sedikit pengotor dari
CaCO3 yang belum berubah fasa menjadi Ca(OH)2, namun hal ini tidak signifikan
mengganggu untuk memperoleh fasa tunggal HAp. Senyawa Ca(OH)2 yang
diperoleh ini merupakan starting material yang digunakan dalam tahap sintesis
HAp. Data hasil analisis XRD serbuk cangkang kerang ale-ale setelah kalsinasi
dapat dilihat pada Lampiran 2b dan standar fasa CaCO3 dapat dilihat pada
Lampiran 3b.

Komposisi Cangkang Kerang ale-ale Sebelum Kalsinasi
Analisis serbuk sampel cangkang kerang ale-ale sebelum proses kalsinasi
menggunakan AAS menunjukkan kandungan kalsium sebesar 68.04% (Lampiran
4). Kandungan kalsium cangkang kerang ale-ale yang diperoleh lebih rendah
dibandingkan cangkang kerang M. meretrix dari hasil penelitian Mijan et al.
(2015) yang diukur menggunakan X-ray Fluorescence (XRF) sebesar 98.81%.

15
Namun kandungan kalsium dari cangkang kerang ale-ale lebih tinggi
dibandingkan cangkang tutut sebesar 64.73% (Herawaty et al. 2014).
Hasil analisis unsur menggunakan EDX menunjukkan bahwa kandungan
unsur utama dalam cangkang kerang ale-ale adalah kalsium (79.24%), oksigen
(17.79%), dan karbon (2.97%) (Lampiran 5). Pada hasil EDX menunjukkan
terdapatnya kandungan kalsium dalam cangkang kerang jauh lebih besar
dibandingkan unsur oksigen dan karbon. Sejalan dengan penelitian Herawaty et al.
(2014) yang menunjukkan kandungan unsur cangkang tutut dengan EDX
didominasi unsur kalsium (62.96%), oksigen (36.15%), dan karbon (0.89%).
Analisis EDX bertujuan untuk meyakinkan bahwa kandungan unsur utama serbuk
sampel adalah kalsium, oksigen, dan karbon sesuai dengan unsur penyusun fasa
yang dihasilkan dari analisis XRD yaitu CaCO3. Hasil AAS dan EDX telah
membuktikan bahwa cangkang kerang ale-ale yang kaya akan kalsium berpotensi
sebagai prekursor kalsium untuk mensintesis HAp.

Hasil Sintesis HAp
Pemilihan sintesis HAp menggunakan metode presipitasi double sti