Overview of agribusiness and factors that influence the Indonesian Seaweed

TINJAUAN AGRIBISNIS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI EKSPOR RUMPUT LAUT INDONESIA

AFRILYADI EKO WIBOWO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Tinjauan Agribisnis dan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rumput Laut Indonesia adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014


Afrilyadi Eko Wibowo
NIM H451110471

RINGKASAN
AFRILYADI EKO WIBOWO. Tinjauan Agribisnis Rumput Laut dan FaktorFaktor yang Mempengaruhi Rumput Laut Indonesia. Dibimbing oleh
HARIANTO dan SITI JAHROH.
Perkembangan budidaya rumput laut di Indonesia selama kurun waktu 10
tahun terakhir, berkembang dengan pesat. Sejak tahun 2007 Indonesia sudah
menjadi penghasil rumput laut terbesar di dunia. Lima puluh persen rumput laut
dari wilayah tropis di dunia, dihasilkan dari Indonesia. Dari 2005-2010, ekspor
rumput laut Indonesia terus meningkat, dengan rata-rata pertumbuhan tujuh belas
persen per tahun. Sedangkan nilai ekspor FOB Indonesia meningkat sebesar lima
puluh satu persen selama enam tahun. Pertumbuhan rata-rata produksi rumput laut
selama enam tahun meningkat sebesar empat puluh persen. Ekspor Indonesia
sebagian besar dalam bentuk rumput laut kering (dried seaweeds) dengan negara
tujuan utama: Cina, Filipina, Hongkong, Korea Selatan, Denmark, dan Italia.
Tujuan penelitian adalah (1) menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi, permintaan dan harga rumput laut domestik (2)
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ke

Cina, Hongkong dan Filipina (3) menganalisis alternatif kebijakan yang bisa
ditempuh untuk meningkatkan produksi rumput laut Indonesia. Sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder (time series) dari tahun 1989
– 2011. Model dalam penelitian ini menggunakan program SAS metode 2SLS .
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi rumput laut Indonesia secara
signifikan adalah anggaran Kementerian Kelautan Perikanan, harga rumput laut
dunia serta tren. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan rumput laut
domestik secara signifikan adalah jumlah penduduk Indonesia serta harga
karageenan. harga rumput laut domestik dipengaruhi secara signifikan oleh harga
rumput laut domestik pada tahun sebelumnya. Faktor yang secara signifikan
berpengaruh pada ekspor rumput laut ke Filipina adalah harga rumput laut
domestik pada tahun sebelumnya. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
ekspor ke Cina adalah pendapatan nasional Cina serta untuk faktor-faktor yang
mempengaruhi ekspor rumput laut ke Hongkong adalah harga rumput laut
domestik tahun sebelumnya, tarif impor yang diberlakukan oleh Hongkong dan
harga rumput laut dunia.
Produksi, permintaan dan harga rumput laut domestik ternyata dipengaruhi
oleh kebijakan pemerintah Indonesia. Kebijakan yang dilakukan oleh KKP RI
dalam mendorong produksi rumput laut domestik serta peningkatan ekspor perlu
terus dilakukan, sebagai langkah konkretnya dengan peningkatan anggaran

pemerintah.
Kata Kunci : agribisnis, ekspor, harga, rumput laut

SUMMARY
AFRILYADI EKO WIBOWO. Overview of Agribusiness and Factors that
Influence the Indonesian Seaweed. Supervised by HARIANTO and SITI
JAHROH.
The development of seaweed cultivation in Indonesia in the last decade
has grown very fast. Since 2007 Indonesia has become the largest seaweed
producer in the world. Fifty percent of seaweed from the tropical regions in the
world are produced in Indonesia. In the period of 2005-2010, the export of
Indonesian seaweed continued to increase with an average of seventeen percent
growth per year. While the value of exports FOB Indonesia increased by fifty-one
percent over six years. The average growth of seaweed production in six years
increased by forty percent. Indonesia's exports are mostly in the form of dried
seaweeds with the major destination countries: China, the Philippines, Hong
Kong, South Korea, Denmark, and Italy.
The objectives of this study are (1) to analyze the factors that affect the
production, demand and price of domestic seaweed (2) analyze the factors that
affect the Indonesian seaweed exports to China, Hong Kong and the Philippines

(3) to analyze policy alternatives in order to increase Indonesian seaweed
production. The secondary data (time series) in was collected from 1989 until
2011. The model in this study was analyzed using the SAS program 2SLS
method.
The factors that affect the production of Indonesian seaweed significantly
were budget of the Ministry of Marine Affairs Fisheries MMAF, the world price
of seaweed and trends. Factors that affect the domestic demand of seaweed
significantly were the population of Indonesia and carageenan price. The price of
domestic seaweed was significantly influenced by the price of domestic seaweed
in the previous year. Factor that significantly affects seaweed exports to the
Philippines was the seaweed domestic price in the previous year. While the factor
affecting exports to China was the Chinese national income and the factors that
affect the seaweed exports to Hong Kong were the domestic price of seaweed in
the previous year, import tariffs imposed by Hong Kong and the world price of
seaweed.
Production, demand and price of domestic seaweed is influenced by the
Indonesian government policy. Policies pursued by MMAF in increasing domestic
seaweed production and exports are needed to be implemented, where concrete
step is by increasing with increased government budget.
Key words : agribusiness, export, price, seaweed.


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

TINJAUAN AGRIBISNIS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI EKSPOR RUMPUT LAUT INDONESIA

AFRILYADI EKO WIBOWO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr Amzul Rifin, SP, MA

Penguji Wakil Program Studi pada Ujian Tesis

: Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Judul Tesis : Tinjauan Agribisnis dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor
Rumput Laut Indonesia
Nama
: Afrilyadi Eko Wibowo
NIM

: H451110471
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Harianto, MS
Ketua

Siti Jahroh, Ph.D
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi Agribisnis

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian: 31 Desember 2013


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
kasih dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul Tinjauan Agribisnis dan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Rumput Laut Indonesia ini dapat
diselesaikan. Penyelesaian tesis ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan
kepada:
1. Dr Ir Harianto, MS dan Siti Jahroh, Ph.D selaku komisi pembimbing, atas
bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis
selama penyusunan tesis ini.
2. Dr Ratna Winandi, MS selaku evaluator pada kolokium tesis dan Dr Amzul
Rifin, SP, MA selaku penguji luar komisi pada ujian tesis, atas arahan dan
masukan yang telah diberikan kepada penulis.
3. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku penguji perwakilan dari program studi
pada ujian tesis atas arahan dan masukan yang telah diberikan kepada penulis.
4. Kementerian Pendidikan Nasional atas Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan
dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian Pendidikan Nasional (BUBPKLN

KEMENDIKNAS) yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis
dapat menempuh pendidikan di Program Studi Magister Sains Agribisnis
IPB.
5. Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB, yakni Prof Dr Ir Rita
Nurmalina, MS; Sekretaris Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB,
yakni Dr Ir Suharno, M.A.Dev; serta seluruh Staf Program Studi Magister
Sains Agribisnis IPB; atas dorongan semangat dan bantuan yang telah
diberikan kepada penulis.
6. Seluruh dosen Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB atas pengajaran
yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan di
Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB.
7. Kedua orangtua yaitu Karly, SP, MMA dan Wagini, SP yang telah dengan
sepenuh hati selalu mendorong dan memberikan semangat kerja yang luar
biasa besar.
8. Seluruh rekan-rekan seperjuangan di Program Studi Magister Sains
Agribisnis IPB atas semangat dan bantuan yang telah diberikan kepada
penulis.
9. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang mana juga
telah membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.
Semoga tesis ini bermanfaat.


Bogor, Januari 2014

Afrilyadi Eko Wibowo

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
4
4
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Agribisnis
Rumput Laut Indonesia
Pasar Rumput Laut Domestik dan Internasional

5
5
6
6

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Konsep Agribisnis
Teori Ekspor
Perdagangan Internasional
Kerangka Pemikiran Operasional

8
8
9
10
14

4 METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Alat Analisis Data
Spesifikasi Model
Produksi Rumput Laut Indonesia
Permintaan Rumput Laut Domestik
Fungsi Ekspor
Harga Rumput Laut Domestik
Identifikasi Model
Validasi Model
Simulasi Model

15
15
15
16
17
17
18
20
20
22
23

5 AGRIBISNIS RUMPUT LAUT
Budidaya Rumput Laut
Pengolahan Rumput Laut
Rumput Laut Kering
Alkali Treated Cottonii Chip (ATC)
Semi Refined Carrageenan (SRC)
Refined Carrageenan (RC)
Pemasaran Rumput Laut
Kebijakan Pemerintah Mengenai Rumput Laut

23
24
27
27
27
28
28
28
30

6 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pendugaan Model
Pembahasan Hasil Pendugaan Model
Produksi Rumput Laut Indonesia
Permintaan Rumput Laut Domestik
Harga Rumput Laut Domestik
Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Filipina
Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Cina
Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Hongkong
Validasi Model
Hasil dan Pembahasan Simulasi Model
Dampak Kebijakan Peningkatan Anggaran KKP Sebesar 50 persen
Dampak Penurunan Jumlah Ekspor Rumput Laut Sebesar 50 Persen

31
31
31
32
33
34
35
36
37
38
39
39
41

7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

41
41
42

DAFTAR PUSTAKA

43

LAMPIRAN

46

DAFTAR TABEL
1 Perkembangan jumlah dan nilai ekspor rumut laut Indonesia tahun
2005-2010
2 Jenis dan sumber data penelitian
3 Produksi rumput laut 5 provinsi utama Indonesia
4 Jumlah ekspor rumput laut menurut negara tujuan pada tahun 20072011 (ton)
5 Hasil pendugaan parameter produksi rumput laut
6 Hasil pendugaan parameter permintaan rumput laut domestik
7 Hasil pendugaan parameter harga rumput laut domestik
8 Hasil pendugaan parameter ekspor rumput laut ke Filipina
9 Hasil pendugaan parameter ekspor rumput laut ke Cina
10 Hasil pendugaan parameter ekspor rumput laut ke Hongkong
11 Hasil validasi model faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput
laut Indonesia
12 Perubahan nilai rata-rata simulasi kenaikan anggaran KKP 50 persen
13 Perubahan nilai rata-rata simulasi penurunan jumlah ekspor rumput laut
50 persen

3
15
24
29
32
33
34
35
36
37
39
40
41

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Permintaan rumput laut kering dunia 2009
Keseimbangan harga di pasar internasional
Efek dari pajak/kuota ekspor
Parsial ekuilibrium kebijakan tarif
Kerangka model permintaan ekspor rumput laut Indonesia
Negara pengekspor rumput laut kering dunia

2
11
12
13
14
29

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Peraturan pemerintah tentang rumput laut Indonesia
Hasil output tahap estimasi model rumput laut Indonesia
Hasil output tahap validasi dan simulasi model rumput laut Indonesia

46
50
55

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan pertanian dewasa ini diarahkan pada pembangunan sistem
agribisnis, dimana seluruh subsistem agribisnis dikembangkan secara simultan
dan harmonis dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang tersedia (Gumilar
2007). Salah satu subsektor pertanian yaitu subsektor perikanan memiliki potensi
untuk dapat dikembangkan untuk kesejahteraan nelayan pada umumnya.
Pembangunan dan pengembangan subsektor perikanan dalam arti luas ditujukan
untuk menghasilkan produk-produk unggulan, menyediakan bahan baku bagi
keperluan industri, memperluas kesempatan kerja dan berusaha melalui upaya
peningkatan usaha perikanan terpadu yang berbasiskan pada agroindustri dan
agribisnis yang tangguh dan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas
dan nilai tambah yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani yang
didukung dengan ketersediaan modal, tenaga kerja, faktor kelembagaan serta
sarana dan prasarana pendukung lainnya (Aris 2003).
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menggunakan konsep
industrialisasi perikanan yang berdaya saing untuk membangun kemajuan sektor
perikanan dan kelautan Indonesia. Ada empat komoditas yang menjadi fokus
utama untuk dikembangkan antara lain adalah rumput laut, udang, bandeng, dan
patin. Ada beberapa pertimbangan yang diperhatikan dalam penentuan empat
komoditas utama tersebut antara lain adalah dari teknologi yang telah
dikuasai dan berkembang di masyarakat. Begitu pula peluang pasar ekspor yang
tinggi, serapan pasar yang besar. Serta salah satu faktor penting yakni
penyerapan tenaga kerja yang tinggi untuk pengembangan komoditas tersebut.
Dalam rangka pengembangan fokus pada empat komoditas tersebut. Saat
ini Direktorat Budidaya sedang fokus pada peningkatan jumlah dan mutu rumput
laut basah, ekspor, dan konsumsi dalam negeri (KKP 2012). Salah satu komoditas
perikanan yang menjadi fokus utama Kementerian Kelautan Perikanan adalah
rumput laut. Rumput laut menjadi salah satu komoditas unggulan dalam program
revitalisasi perikanan disamping udang dan tuna. Selain itu, siklus budidaya yang
relatif singkat yaitu selama 45 hari serta kebutuhan modal usahanya yang relatif
kecil yaitu sekitar satu juta rupiah, memberi peluang bagi pengusaha rumah
tangga dalam melakukan budidaya rumput laut tersebut.
Rumput laut juga merupakan komoditas yang tak tergantikan karena tidak
ada produk sintetisnya sehingga usaha budidayanya sangat prospektif. Beberapa
jenis rumput laut bisa digunakan sebagai bahan pangan dan bahan industri
makanan, farmasi, kosmetik, cat, tekstil dan bahkan kertas, sehingga mempunyai
kesempatan untuk dijadikan komoditas yang bernilai tambah. Terdapat peluang
yang baik bagi pasar rumput laut untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri
maupun permintaan ekspor (Kemenperin 2011).
Indonesia memiliki potensi produksi rumput laut terbesar di dunia yaitu
dengan 17 508 pulau besar kecil dan memiliki panjang garis pantai 81 000 km.
Dengan asumsi bahwa bentangan budidaya rumput laut rata-rata dapat mencapai
200 m, maka Indonesia memiliki potensi lahan budidaya rumput laut sebesar
1 620 000 ha. Diperkirakan bahwa dari luas lahan tersebut hanya 60 persen yang

2
dapat digunakan untuk budidaya rumput laut, serta adanya penambahan kondisi
perairan dalam bentuk teluk yang dapat memperluas lahan budidaya rumput laut,
maka Indonesia diperkirakan memiliki potensi lahan lestari untuk budidaya
rumput laut seluas 1.2 juta ha. Luasan ini dipandang wajar bila merujuk pada data
bahwa Indonesia memiliki 24 juta ha luas laut dangkal. Akan tetapi sampai
sekarang tingkat pemanfaatannya masih sangat rendah, Indonesia saat ini hanya
mampu mengusahakan 3 persen dari potensi lahan yang ada (Kemenperin 2011).
Potensi tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara yang dikaruniai sumber
daya kelautan besar termasuk kekayaan keanekaragaman hayati dan non hayati.
Adapun jenis rumput laut yang dibudidayakan secara luas di Indonesia adalah
Euchema cottoni dan Glacilaria (BPPT, ASPPERLI, ISS 2011).
Menurut Kemenperin 2011, permintaan rumput laut (raw materials, semirefined products, dan end-products) sangat besar dan akan terus meningkat seiring
dengan pertambahan penduduk dunia. Permintaan pasar internasional terhadap
rumput laut dibedakan dari jenis permintaannya yaitu seperti pada industri hilir
yang memerlukan agar kertas dan ATC (Alkali Treated Cottoni) chips. Sedangkan
pada industri turunan produk rumput laut membutuhkan SRC (Semi Refined
Carrageenan) dan RC (Refined Carrageenan). Paling umum adalah permintaan
terhadap rumput laut kering (dried seaweed) yang merupakan perdagangan raw
material. Permintaan rumput laut kering dunia pada tahun 2009 ditunjukan pada
Gambar 1.

Gambar 1 Permintaan rumput laut kering dunia 2009
Dari besarnya jumlah permintaan dunia tersebut, ekspor Indonesia mulai
memenuhi kebutuhan dunia tersebut dengan berusaha meningkatkan jumlah
ekspor rumput lautnya. Peningkatan ini dilakukan untuk memanfaatkan peluang
pasar internasional yang membutuhkan banyak rumput laut.
Perumusan Masalah
Sebagian besar rumput laut yang dihasilkan Indonesia masih diekspor
dalam bentuk raw material (rumput laut kering). Ironisnya sebagian besar rumput
laut kering tersebut diekspor ke Filipina dan Cina, yang merupakan dua negara
terbesar produsen hidrokoloid berbahan baku rumput laut di dunia. Oleh karena
itu diperlukan strategi yang integratif dan terencana dalam meningkatkan peran
Indonesia dalam tata niaga hidrokoloid internasional, dan secara bertahap
mengurangi ekspor rumput laut dalam bentuk bahan baku menjadi bentuk olahan.

3
Agribisnis rumput laut di Indonesia juga dipersiapkan untuk pengembangan
rumput laut sebagai alternatif ketahanan pangan dan energi. Agribisnis rumput
laut juga diarahkan untuk menjaga kesinambungan produksi, kestabilan harga di
setiap tingkatan niaga (terutama dikalangan petani pembudidaya rumput laut), dan
kestabilan peningkatan produk olahan rumput laut (kesinambungan industri
pengolahan). Permasalahan yang muncul berkaitan dengan agribisnis rumput laut
selain berasal dari faktor subsistem usahatani juga dari faktor subsistem hilir.
Faktor subsistem usahatani yaitu berkaitan dengan perlunya peningkatan kualitas
produksi budidaya melalui pemberdayaan petani maupun penerapan teknik
budidaya yang baik dan benar. Sedangkan faktor subsistem hilir, seperti: perlunya
peningkatan jumlah end-products melalui pengembangan teknologi formulasi,
perlunya peningkatan kualitas produksi skala industri kecil dan menengah, serta
kontinuitas, kualitas dan harga bahan baku. Pada akhirnya ekspor produk rumput
laut ini menjadi prospek baik dalam memberikan kontribusi baik devisa maupun
lapangan pekerjaan bagi negara khususnya masyarakat pembudidaya.
Perkembangan jumlah dan nilai ekspor rumput laut Indonesia dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Perkembangan jumlah dan nilai ekspor rumput laut Indonesia tahun 2005 2010
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Peningkatan ratarata
2006-2011
(%)

Produksi
Ekspor
kering (kg)
Jumlah (kg)
FOB (US$)
95 614 330
95 500 055
49 586 226
105 666 960
94 073 398
57 522 350
137 573 310
99 948 576
110 153 291
197 405 810
94 002 964
87 773 297
246 029 140
126 177 521
155 619 562
361 914 070
159 075 000
190 138 914
31.2
11.8
37.3

Persentase ekspor
terhadap produksi

99.88
89.03
72.65
47.62
51.29
43.95
-28.39

Sumber : Kemenperin 2011 (data diolah)
Dari Tabel 1 dapat dilihat tren produksi rumput laut kering yang meningkat
dari tahun 2006 sejumlah 95 614 330 kg secara bertahap meningkat menjadi 361
914 070 kg pada tahun 2011 dengan rata-rata peningkatan dari tahun 2006-2011
sebesar 31.2 persen. Sedangkan tren jumlah ekspor dengan tren yang meningkat
walaupun sedikit mengalami fluktuasi terutama dari tahun 2008 sejumlah 99 948
576 kg menjadi 94 002 964 pada tahun 2009, begitu pula dengan nilainya yaitu
dari tahun 2008 sejumlah 110 153 291 menjadi 87 773 297 pada tahun 2009.
Peningkatan rata-rata dari tahun 2006-2011 pada jumlah ekspor sebesar 11.8
persen sedangkan nilai ekspornya sebesar 37.3 persen. Hal ini diindikasikan ada
bebarapa faktor yang dapat menyebabkan lebih tingginya nilai ekspor dibanding
dengan jumlah ekspor yaitu seperti salah satunya nilai tukar rupiah yang
terapresiasi. Sedangkan persentase ekspor terhadap produksi rumput laut
cenderung menurun yaitu selama tahun 2006-2007 sebesar 28.39 persen. Hal ini
mengindikasikan bahwa dengan peningkatan produksi rumput laut Indonesia,
jumlah ekspor meningkat tiap tahunnya akan tetapi persentasenya terhdap
produksi domestik semakin menurun.

4
Perkembangan budidaya rumput laut di Indonesia selama kurun waktu 10
tahun terakhir, berkembang dengan pesat. Sejak tahun 2007 Indonesia sudah
menjadi penghasil rumput laut terbesar di dunia. Lima puluh persen rumput laut
dari wilayah tropis di dunia, dihasilkan dari Indonesia. Dari 2005-2010, ekspor
rumput laut Indonesia terus meningkat, dengan rata-rata pertumbuhan tujuh belas
persen per tahun. Sedangkan nilai ekspor FOB Indonesia meningkat sebesar lima
puluh satu persen selama enam tahun. Pertumbuhan rata-rata produksi rumput laut
selama enam tahun meningkat sebesar empat puluh persen. Ekspor Indonesia
sebagian besar dalam bentuk rumput laut kering (dried seaweeds) dengan negara
tujuan utama: Cina, Filipina, Hongkong, Korea Selatan, Denmark, dan Italia.
Walaupun dari Tabel 1 tersebut masih terlihat adanya fluktuasi peningkatan
ekspor rumput laut Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan suatu tinjauan terpadu dan
komprehensif tentang sistem agribisnis rumput laut terutama dalam meningkatkan
ekspor. Adanya hubungan yang saling terkait antara satu komponen dengan
komponen lainnya dalam pemenuhan kebutuhan akan membuat persoalan
semakin kompleks. Oleh karena itu, dalam pemecahannya perlu dilakukan dengan
pendekatan sistem. Pada penelitian ini akan diformulasikan model yang
mengintegrasikan berbagai alat bantu dalam sistem pengambilan keputusan yang
terkait dengan ekspor produk rumput laut. Secara khusus, permasalahan agribisnis
rumput laut dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, permintaan, dan
harga rumput laut domestik?
2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia
ke Cina, Hongkong dan Filipina ?
3. Bagaimana pengaruh kebijakan yang telah diterapkan oleh pemerintah
Indonesia dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia terkait peningkatan produksi rumput laut?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji agribisnis rumput laut
Indonesia, dengan tujuan khusus sebagai berikut :
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, permintaan dan
harga rumput laut domestik.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut
Indonesia ke Cina, Hongkong dan Filipina.
3. Menganalisis alternatif kebijakan yang bisa ditempuh untuk meningkatkan
produksi rumput laut Indonesia.

Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut di atas maka
manfaat dari penelitian ini adalah:
1) Menjadi bahan pertimbangan bagi pembudidaya, pelaku industri dan
pemerintah dalam keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan di
dalam sistem agribisnis rumput laut Indonesia.

5
2) Sebagai bahan informasi, pustaka dan pengetahuan mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi agribisnis rumput laut Indonesia bagi peneliti
selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada tinjauan agribisnis, faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi, permintaan dan harga rumput laut domestik serta ekspor
rumput laut Indonesia ke negara-negara utama pengimpor rumput laut Indonesia
yaitu Cina, Hongkong dan Filipina. Negara-negara pengimpor utama rumput laut
Indonesia yaitu antara lain Cina, Filipina dan Hongkong. Hal itu dikarenakan
jumlah ekspor ke tiga negara tersebut adalah yang terbesar diantara negara-negara
lainnya.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Agribisnis
Pada kajian karakteristik dan aktivitas komunikasi nelayan terhadap perilaku
dalam pengembangan subsistem produksi pada agribisnis perikanan tangkap yang
diteliti oleh Nursalim 2000 menyatakan bahwa tantangan agribisnis perikanan
tangkap di dalam kondisi globalisasi pasar dunia adalah bagaimana kemampuan
untuk meningkatkan daya saing produk. Tantangan ini harus dijawab melalui
proses inovasi, penemuan, pengembangan, pembaharuan dan penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Dari berbagai subsistem agribisnis perikanan tangkap, maka subsistem produksi
adalah yang paling penting. Untuk mempercepat inovasi pengembangan agribisnis
perikanan tangkap bagi nelayan maka perlu dilakukan strategi komunikasi yang
tepat sehingga tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi karakteristik nelayan dan
aktivitas komunikasi, mengetahui perilaku nelayan dalam pengembangan
subsistem produksi pada agribisnis perikanan tangkap serta mengetahui pengaruh
karakteristik dan aktivitas komunikasi nelayan terhadap perilaku dalam
pengembangan subsistem produksi pada agribisnis perikanan tangkap di
Kabupaten Tegal. Analisis data dengan menggunakan metode regresi berganda.
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, peubah yang berpengaruh
nyata pada perilaku dalam pengembangan agribisnis perikanan tangkap adalah:
ukuran kapal yang digunakan, kehadiran dalam pertemuan dan keterdekatan
dengan siaran radio. Sedangkan bagi penyuluh faktor yang berpengaruh yaitu
pendidikan formal, pengalaman kursus/ pelatihan, komunikasi interpersonal
dengan kontak nelayan, kedekatan responden pada siaran radio, kedekatan
dengan tayangan televisi serta kedekatan dengan media cetak.
Gumilar 2007 meneliti tentang pengembangan agribisnis ikan hias air tawar
dalam meningkatkan ekonomi wilayah kota Bogor. Permasalahan yang terjadi
yaitu rata-rata kepemilikan lahan yang relatif sempit, aktivitas petani yang sagat
tinggi, pengelolaan SDA dan faktor produksi yang belum efisien, bErrorientasi
pasar serta menghendaki pengelolaan yang ramah lingkungan. Dari permasalahan
tersebut maka pembangunan pertanian perikanan di kota Bogor diarahkan menuju

6
agribisnis perkotaan yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan lokal
spesifik. Penelitian tersebut bertujuan menganalisis keunggulan daya saing ikan
hias air tawar di Kota Bogor sebagai industri perikanan, menganalisis manfaat dan
biaya dari budidaya ikan hias serta menganalisis persepsi stakeholders dalam
pengembangan ikan hias air tawar di Kota Bogor. Alat analisis yang digunakan
yaitu metode Porter, Net Present Value (NPV), Net B/C Ratio dan Internal Rate
Of Return (IRR) serta Analitical Hierachy Process (AHP). Dari penelitian tersebut
dapat diketahui bahwa keunggulan daya saing ikan hias air tawar di Kota Bogor
adalah lemah serta menurut hasil uji analisis sensitivitas usaha kecil mempunyai
risiko tinggi akan tetapi usaha ini secara finansial layak untuk dilakukan.
Sedangkan berdasarkan persepsi stakeholders dan AHP, pengembangan
pemasaran ikan hias air tawar di Kota Bogor menjadi prioritas terpenting dengan
jalur pasar internasional.
Rumput Laut Indonesia
Rumput laut atau alga-makro laut atau dalam perdagangan disebut seaweed
adalah biota laut yang tergolong sumber daya alam terbarukan, tanaman berderajat
rendah, tumbuh melekat pada substrat tertentu serta tidak memiliki akar, batang
dan daun sejati yang disebut thallus. Secara taksonomi dikelompokan ke dalam
Divisio Thallophyta, dengan empat kelas besar dalam divisio ini, yaitu
Chlorophyceae (alga hijau), Phaeophyceae (alga coklat), Rhodophyceae (alga
merah), Cyanophceae (alga biru-hijau).
Pengembangan usaha budidaya dimulai dengan spinosum tahun 1982
kemudian cottonii dimulai tahun 1984. Karena laju pertumbuhannya yang
sangat kecil, cottonii asal Indonesia menjadi kurang baik untuk digunakan
sebagai bibit dalam budidaya, maka yang diintroduksi pada awalnya adalah
tiga varietas cottonii asal Filipina. Demikian pula bibit sacol berasal dari
Filipina. Dalam tiga tahun terakhir ini, cottonii varietas Sumba yang telah
dicoba dibudidayakan hampir lebih dari 10 tahun telah menunjukan hasil
yang memuaskan, dimana laju pertumbuhan dan kandungan karaginan cukup
tinggi (BPPT, ASPPERLI, ISS 2011).
Pasar Rumput Laut Domestik dan Internasional
Menurut Yusuf dan Zamroni 2006, dalam memenuhi permintaan pasar baik
dalam negeri maupun luar negeri, peran pemerintah telah menunjukan hasil yang
signifikan dalam mendorong perkembangan produksi rumput laut. Pasar rumput
laut ini dapat dikelompokan ke dalam 2 (dua) segmen yaitu segmen industri dan
segmen rumah tangga. Dari kedua segmen ini rumput laut yang dijual memiliki
standar yang berbeda.
Rumput laut Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Dengan
menggunakan metode analisis deskriptif tabulatif yang berhubungan dengan pasar
rumput laut Indonesia maka dapat disimpulkan bahwa industri rumput laut
Indonesia harus memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri sebesar 14 000 ton dan
pasar luar negeri sebesar 25 000 ton dari kebutuhan total dunia sebesar 1 666 667
ton. Jika dilihat dari negara tujuan ekspor ternyata pasar Asia yang mengimpor

7
rumput laut terbesar dari Indonesia, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasar
rumput laut Indonesia yang terbesar adalah pasar Asia.
Dalam cakupan wilayah yang lebih kecil dengan penelitiannya mengenai
pengklusteran rumput laut, Zulham dan Apriliani 2007 di wilayah Gorontalo serta
Zulham et al 2007 di wilayah Sumenep yang menggunakan teknik Rural Rapid
Appraisal menjelaskan bahwa bisnis rumput laut di Gorontalo memberi multiplier
effect untuk masyarakat pesisir di daerah itu. Potensi perairan yang dapat
dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut sekitar 1 415 ha dari jumlah tersebut
baru dimanfaatkan sekitar 830 ha. Akan tetapi tidak semua desa di sepanjang
pesisir Teluk Tomini dan Laut Sulawesi sesuai untuk pengembangan rumput laut,
karena sifat oceanografis perairan. Pada daerah yang gelombang laut kuat, sering
terjadi up welling atau banyak muara sungai maka rumput laut sulit tumbuh
dengan sempurna. Pada wilayah perairan dengan kondisi yang demikian rumput
laut akan terkena penyakit ice-ice, yang menyebabkan rumput laut tersebut akan
patah dan membusuk. Oleh sebab itu untuk menentukan lokasi budidaya rumput
laut yang sesuai perlu mempertimbangkan kondisi fisika dan kimia perairan
(terutama salinitas) dan akses ke lokasi budidaya tersebut, serta ketersediaan
tenaga kerja. Serta pengklusteran di wilayah Sumenep dengan menggunakan
metode deskriptif pendekatan eksploratif disimpulkan bahwa Sumenep telah ada
komponen-komponen pembentuk klaster rumput laut. Klaster sebagai strategi
pengembangan wilayah untuk memanfaatkan potensi ekonomi. Wacana klaster
perikanan tidak lepas dari strategi tersebut, tujuannya untuk mendorong
pengembangan sentra industri perikanan.
Begitu pula dengan Zamroni et al 2006, yang melakukan penelitian
mengenai keragaan sosial ekonomi usaha budidaya dan pemasaran rumput laut di
Bulukumba dan Palopo (studi kasus budidaya rumput laut Euchema cottonii dan
Gracillaria sp). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosial dengan
menggunakan metode deskriptif sedangkan pendekatan ekonomi menggunakan
analisa usaha yang menghitung biaya, keuntungan serta R/C ratio antara dua
macam budidaya Euchema sp dilakukan oleh masyarakat pesisir dengan
menggunakan metode longline, sedangkan budidaya Gracillaria sp dilakukan di
lahan tambak. Pelaku pemasaran pada Euchema sp dikelompokan menjadi tiga
yaitu pedagang tingkat pertama, pedagang tingkat kedua dan pedagang besar
sedangkan untuk Gracillaria sp terdiri dari dua pelaku yaitu pedagang tingkat
pertama dan pedagang besar. Besarnya nilai marjin pemasaran bervariasi dan nilai
tersebut digunakan sebagai biaya transportasi, tenaga kerja, sewa tempat dan
pengepakan. Berdasarkan analisis usaha, kedua usaha budidaya rumput laut
(Euchema sp dan Gracillaria sp) layak untuk dikembangkan karena mempunyai
nilai kelayakan lebih dari satu yaitu masing-masing 2.94 dan 2.96.
Untuk analisis pemasaran rumput laut di wilayah potensial di Indonesia
seperti penelitian yang dilakukan Hikamyani, Aprilliani dan Zamroni 2007 yang
bertujuan menganalisis struktur pasar dan efisiensi pemasaran rumput laut di
beberapa wilayah potensial Indonesia. Dengan menggunakan analisis saluran
pemasaran, marjin pemasaran, struktur pasar serta efisiensi pemasaran rumput
laut, maka dapat disimpulkan bahwa lembaga pemasaran yang terlibat dalam
pemasaran rumput laut terdiri dari pedagang pengumpul baik di tingkat desa
maupun kecamatan, pedagang besar yang berlokasi di kota kabupaten serta
eksportir atau pabrik pengelolaan yang berada di ibukota provinsi. Hasil analisis

8
marjin pemasaran diketahui bahwa marjin terbesar pemasaran rumput laut di
tingkat pedagang pengumpul yang terdapat di kabupaten Sumenep yaitu mencapai
Rp 880/kg selanjutnya Sumbawa dan Janeponto. Marjin pemasaran di tingkat
pedagang besar seperti Bima dan Sumenep.
Yulisti, yusuf dan Rina 2012 dalam penelitiannya yang berjudul Kajian
Awal Value Chain Rumput Laut Euchema cottonii di Kabupaten Pangkep,
Sulawesi Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis value chain usaha
budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii) di Kabupaten Pangkep, sebagai lokasi
program Minapolitan Kementerian Kelautan dan Perikanan, telah dilakukan pada
tahun 2011. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode snowball
sampling pada kelompok petambak pedagang pengumpul kecil, pedagang
pengumpul besar dan pengolah rumput laut. Hasilnya dianalisis menggunakan
metode statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan rantai pemasaran rumput
laut di Pangkep cukup panjang. Pedagang pengumpul kecil dan besar memiliki
peranan yang penting dalam rantai, namun mereka tidak memberikan nilai tambah
pada produk tersebut. Pelaku usaha yang memperoleh keuntungan paling tinggi
adalah pengumpul besar yaitu Rp. 88.660.000,- per tahun dengan value added Rp.
280,- per kilo, sedangkan yang memperoleh pendapatan paling rendah adalah
pengumpul kecil yaitu Rp. 5.500.000,- per tahun dengan value added Rp. 42,- per
kilo. Pembudidaya mendapat keuntungan Rp. 29.075.000,- per tahun dengan
value added Rp. 2.516,- per kilo. Pedagang pengumpul hanya memberikan fungsi
sebagai distribusi, sedangkan petambak harus menyediakan sarana dan prasarana
budidaya sehingga memiliki resiko yang cukup tinggi.

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Konsep Agribisnis
Dalam pembahasan agribisnis ini, pertanian mencakup kegiatan usahatani
perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Dari segi skala usaha, ada
yang berskala besar (seperti perusahaan perkebunan, industri minyak sawit dan
lain-lain), ada yang berskala menengah (seperti beberapa agroindustri menengah)
serta ada yang berskala kecil (seperti usaha tani- usaha tani dengan luas lahan di
bawah 25 ha dan berbagai industri skala rumah tangga). Fungsi-fungsi agribisnis
terdiri atas kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi, kegiatan
produksi primer (budidaya), pengolahan (agroindustri) dan pemasaran. Fungsifungsi tersebut kemudian disusun menjadi suatu sistem, dimana fungsi-fungsi
tersebut menjadi subsistem-subsistem dari sistem agribisnis. Dengan demikian,
pengembangan sektor agribisnis hendaknya terus dikembangkan dengan
pendekatan sistem agribisnis yang bErrorientasi pada komersialisasi usaha atau
industri pedesaan dan pertanian rakyat yang modern. Pengembangan agribisnis
tidak akan efektif dan efisien bila hanya mengembangkan salah satu subsistem
yang ada di dalamnya (Said dan Intan 2004).
Menurut Seperich, Woolverton dan Beierlein 1994, agribisnis merupakan
keseluruhan kegiatan on-farm dan off-farm yang memproduksi sistem kerja
makanan dan karet. Sistem agribisnis meliputi tiga bagian yaitu sektor input

9
pertanian, sektor produksi serta sektor pengolahan-manufaktur. Menurut King et
al 2010, agribisnis menekankan pada pandangan integrasi sistem pangan yang
panjang dari riset dan pasokan input melalui produksi, pengolahan dan distribusi
menuju ritel dan konsumen akhir. Agribisnis merupakan penjumlahan total semua
kegiatan yang terdiri dari manufaktur dan distribusi stok pertanian, pergudangan,
pengolahan serta distribusi komoditi pertanian berikut produk olahannya.
Sedangkan menurut Asriani 2003, kajian mengenai sistem agribisnis dan
agroindustri dapat dilakukan dengan dua pendekatan analisis yaitu pendekatan
analisis makro dan mikro. Pendekatan mikro lebih menekankan kepada
pencapaian efisiensi, optimasi alokasi dan pengguanaan sumberdaya serta
berusaha memaksimumkan keuntungan. Di lain pihak, kerangka pendekatan
analisis makro mengkaji agribisnis berdasarkan hubungannya dengan ekonomi
nasional yakni hubungannya dengan produk domestik bruto, rasio biaya domestik,
peningkatan pendapatan nasional, peningkatan kesempatan berusaha, pemerataan
distribusi pendapatan, peningkatan eskpor, upaya substitusi impor, inflasi,
devaluasi, penurunan tingkat pengangguran serta hubungannya dengan
komponen-komponen ekonomi makro lainnya.
Unsur-unsur yang menjadi sasaran analisis dalam perusahaan agribisnis
yakni aktivitas perusahaan agroindustri yang meliputi kegiatan pengadaan input,
pengolahan dan pemasaran. Selain itu, pada lingkup manajemen terdapat divisi
riset dan pengembangan, adsminitrasi dan personalia serta keuangan. Di luar
lingkup manajemen ada tenaga kerja atau serikat pekerja, sumber-sumber
pembiayaan (bank, dana ventura, investor, pasar modal dan lain-lain), konsumen,
distributor, pemasok, serta karakteristik bahan baku dan lingkungan tugas lainnya.
Pendekatan makro kajian agribisnis memberikan kerangka analisis untuk
tujuan pengembangan agribisnis nasional. Sistem agribisnis secara makro
dipengaruhi oleh lingkungan ekonomi, politik, sosial budaya, hankam dan
teknologi, baik nasional, regional maupu internasional. Untuk membangun sistem
agribisnis nasioanal yang tangguh maka peran kebijakan pemerintah adalah
menjadi penuntun, pendorong, pengawas dan pengendali sistem.
Beberapa sasaran dan target yang ingin dicapai dalam pengembangan
agribisnis yang tangguh. Arah tanda panah menunjukan bagaimana mekanisme
tersebut berjalan. Walaupun tidak menunjukan adanya interdependensi antar
komponen, tetapi secara sistem terdapat saling ketergantungan antar masingmasing kmponen dalam pengembangannya untuk menciptakan suatu agribisnis
yang tangguh.
Teori Ekspor
Kegiatan menjual barang atau jasa ke negara lain disebut ekspor, sedangkan
kegiatan membeli barang atau jasa dari negara lain disebut impor, kegiatan
demikian akan menghasilkan devisa bagi negara. Devisa merupakan masuknya
uang asing ke negara kita, yang dapat digunakan untuk membayar pembelian atas
impor barang dan jasa dari luar negeri. Ekspor produk perikanan Indonesia
mengalami pertumbuhan menggembirakan, setiap tahunnya mengalami
peningkatan yaitu rata-rata 13.2 persen (jumlah) dan rata-rata nilai ekspor 14.14
persen (1969/1993). Jumlah yang diekspor adalah sangat bervariasi tergantung
jenisnya, yang paling banyak adalah seaweed 71 persen tetapi secara total baru

10
sekitar 10 persen dari total produksi tahun 1998. Rantai perdagangan mulai dari
produsen, pedagang pengumpul, prosessing, pedagang besar dan eksportir dengan
informasi yang tidak simetris, penurunan harga ditransfer secara sempurna kepada
produsen, sedangkan perbaikan harga mekanisme dihambat sehingga produsen
selalu dirugikan (Soemokaryi 2007).
Sedangkan menurut Risna dan Tajerin 2008, dengan menggunakan analisis
pendekatan Error Correction Model (ECM) dalam melakukan penawaran ekspor
rumput laut Indonesia di pasar internasional, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi penawaran ekspor rumput laut tersebut yaitu produksi, harga
ekspor, pendekatan nasional bruto negara mitra dagang, nilai tukar rupiah dan
ekspor rumput laut Indonesia tahun lalu dengan arah perubahan yang sama
(positif), dan harga domestik dan tingkat suku bunga dengan arah perubahan yang
berlawanan (negatif). Oleh karena itu, perlu kesungguhan pemerintah bersama
nelayan/pembudidaya dan eksportir rumput laut untuk menjaga mutu dan lebih
meningkatkan kerjasama perdagangan dengan negara mitra dagang Indonesia
(importir).
Perdagangan Internasional
Yang dimaksud dengan perdagangan luar negeri adalah perdagangan
antar negara yang memiliki kesatuan hukum dan kedaulatan yang berbeda
dengan kesepakatan tertentu dan memenuhi kaidah-kaidah baku yang telah
ditentukan dan diterima secara internasional. Sebagaimana diketahui bahwa
setiap negara di berbagai belahan dunia ini memiliki sumber daya alam dan
sumber daya manusia yang berbeda baik dari segi jumlah, mutu maupun
pengadaannya.
Dalam konteks perdagangan luar negeri, memang terdapat suatu negara
yang kebutuhannya, terutama bahan baku benar-benar tergantung dari luar negeri.
Dengan demikian bila dicermati dapat disimpulkan bahwa beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya perdagangan luar negeri yaitu untuk memperoleh barang
atau sumber daya yang tidak dihasilkan di dalam negeri, untuk mendapatkan
barang yang sebenarnya dapat dihasilkan di dalam negeri tapi kualitasnya belum
memenuhi syarat, untuk mendapatkan teknologi yang lebih modern dalam rangka
memberdayakan sumber daya alam di dalam negeri, untuk memperluas pasaran
produk yang dihasilkan di dalam negeri serta mendapatkan keuntungan dari
spesialisai keuntungan mutlak (absolute advantage), keuntungan banding
(comparative advantage) serta keuntungan bersaing (competitive advantage)
(Putong 2010).
Secara teoritis, perdagangan internasional terjadi karena dua alasan utama.
Pertama, negara-negara berdagang karena pada dasarnya mereka berbeda satu
sama lain. Setiap negara dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan
sesuatu yang relatif lebih baik. Kedua, negara-negara melakukan perdagangan
dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economies of scale) dalam
produksi. Maksudnya, jika setiap negara hanya memproduksi sejumlah barang
tertentu, mereka dapat menghasilkan barang-barang tersebut dengan skala yang
lebih besar dan karenanya lebih efisien jika dibandingkan kalau negara tersebut
memproduksi segala jenis barang. Pola-pola perdagangan dunia yang terjadi
mencerminkan perpaduan dari kedua motif ini.

11
Dengan mengabaikan perbedaan teknologi, di pihak lain model HeckscherOhlin (the H-O model) menekankan bahwa keuntungan komparatif ditentukan
oleh perbedaan relatif kekayaan faktor produksi dan penggunaan faktor tersebut
secara relatif intensif dalam kegiatn produksi barang ekspor. Dengan peranan
ekonomi terkemuka Paul samuelson, H-O model telah mendominasi teori
perdagangan internasional selama periode setelah Perang Dunia II (Basri 2010).
Adanya perdagangan akan memudahkan pemahaman mengenai perlunya
menyelaraskan penawaran ekspor dengan persediaan nasional. Hal ini pada
gilirannya akan memunculkan peluang bagi pembeli dan penjual barang tertentu.
Permintaan impor ke berbagai negara dari Indonesia dapat tercukupi, karena
persediaan nasional mencukupi kebutuhan konsumsi penduduk. Jumlah dan harga
komoditas yang diekspor ditentukan setelah diketahui kurva penawaran dan
persediaan yang merupakan perangkat geometris utama yang digunakan dalam
rangka menganalisa pilihan kebijaksanaan dalam perdagangan. Secara lebih jelas
dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Keseimbangan harga di pasar internasional
Keterangan gambar :
Pf
: Harga keseimbangan harga pasaran internasional
Pda
: Harga keseimbangan di negara A sebelum adanya perdagangan
internasional
Pdb
: Harga keseimbangan di negara B sebelum adanya perdagangan
internasional
OY1 : Konsumsi di negara A sebelum adaya perdagangan inernasional
OY5 : Konsumsi di negara B sebelum adanya perdagangan internasional
DA
: Permintaan domestik negara A
SA
: Penawaran domestik negara A
D
: Permintaan di pasar internasional
S
: Penawaran di pasar internasional
DB
: Permintaan domestik negara B
SB
: Penawaran domestik negara B
G
: Titik keseimbangan komoditas Y di negara A
H
: Titik keseimbangan komoditas Y di negara B
I
: Permintaan domestik negara A setelah adanya perdagangan
internasional

12
J

: Penawaran domestik negara A setelah adanya perdagangan
internasional
K
: Penawaran domestik negara B setelah adanya perdagangan
internasional
L
: Permintaan domestik negara B setelah adanya perdagangan
internasional
Gambar 2 menunjukkan terjadinya perdagangan internasional antara dua
negara. Sebelum adanya perdagangan internasional di negara A harga
keseimbangan komoditas Y pada titik G di negara A dan pada titik H di negara B.
Sedangkan konsumsi di negara A sebesar OY1 dan OY4 di negara B. Pf adalah
harga keseimbangan di pasaran internasional yaitu diantara harga komoditas
dinegara A dan negara B. Apabila harga y naik menjadi Pf di negara A setelah
adanya perdagangan internasional, maka konsumsi domestik menjadi OY2,
sedang total penawaran komoditas Y sebesar OY3 atau di titik J. Dengan
demikian jumlah komoditas Y yang diekspor sebesar Y2-Y3, sedangkan di negara
B konsumsi domestik menjadi OY6, sedang total penawaran komoditas y sebesar
OY5 atau di titik K, sehingga jumlah yang diimpor sebesar Y5-Y6.
Menurut Halwani 2002, pada perdagangan internasional ada beberapa
keikutsertaan peran pemerintah sebagai regulator dalam upayanya melindungi
industri domestik serta mengembangkan ekspor ke luar. Turut campurnya
pemerintah dalam perdagangan internasional ini dapat berupa hambatan untuk
melindungi industri domestik serta subsidi untuk mengembangkan industri ekspor
ke luar negeri. Dalam kaitannya pada permintaan ekspor ini ada beberapa
kebijkan yang terkait dengan ekspor yaitu:
1. Pajak/kuota ekspor, analisis mengenai pajak ekspor relatif lebih sederhana dan
mudah dimana barang atau komoditi yang diekspor dikenakan pajak. Menurut
Lindert dan Kindleberger 1995, bea ekspor menyebabbkan para pengekspor
memperoleh penghasilan yang lebih rendah sehingga mereka harus
mengalihkan penjualannya ke pasar dalam negeri. Lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 3.

Gambar 3 Efek dari pajak/kuota ekspor
Keterangan gambar :
Pm
: Harga dunia

13
Pm*
X1
X0

: Harga dalam negeri
: Jumlah barang setelah ada bea/ pajak ekspor
: Jumlah barang pada harga dunia

Bea ekspor dalam keadaan harga dunia yang tetap memperkecil ekspor
dan secara langsung mengalihkan perdagangan kembali ke pasar dalam
negeri, sehingga menurunkan harga dalam negeri. Pada Gambar 3, bea ekspor
sebesar Pm-Pm* menyebabkan harga dalam negeri turun menjadi Pm*.
Manfaat bagi para pembeli di dalam negeri dari harga yang lebih rendah
tersebut, yaitu surplus konsumen yang sama dengan trapesium a. Para petani
di dalam negeri terpukul dengan harga yang lebih rendah tersebut, karena rugi
sebesar trapesium (a+b+c+d), sehingga mereka akan mengalihkan
sumberdaya dari produksinya. Pemerintah menarik bea/pajak tersebut sebesar
segiempat c, yang menyebabkan terjadinya kerugian nasional netto yang
sama dengan (sebesar segitiga b dan d).
2. Tarif, proteksi secara umum ditujukan sebagai tindakan untuk melindungi
produksi dalam negeri terhadap persaingan barang impor di pasaran dalam
negeri. Sedangkan metode proteksi yang dilakukan menyangkut sistem
pungutan tarif (pajak) terhadap barang impor yang masuk ke dalam negeri.
Tarif merupakan pajak yang dikenakan atas barang impor. Pajak atas barang
impor itu biasanya tertulis dalam bentuk pernyataan Surat Keputusan (SK)
atau undang-undang. Dimisalkan adalah T, dan dikenakan terhadap barang
impor M. Hal ini akan meningkatkan harga barang impor menjadi Pm.
Dalam proporsi di atas dimana harga internasional adalah Pm*, dimana
diasumsikan bahwa barang M di pasar domestik adalah kompetitif dan
impor M tetap berlangsung secara lancar: Pm = (1+T) Pm*.

Gambar 4 Parsial ekuilibrium kebijakan tarif
Keterangan gambar :
T
: tingkat tarif yang dikenakan terhadap barang impor
Pm
: Harga dalam negeri
Pm* : Harga barang impor
Gambar 4 menunjukan pengaruh kenaikan harga barang M di negara A
dalam diagram supply demand. Dimana apabila tanpa tarif, maka harga
domestik sama dengan harga internasional Pm*. Produk domestik adalah Q1
(ditentukan oleh kurva supply domestik) sementara konsumsi domestik

14
(ditentukan oleh kurva demand) adalah Q2 yang memotong konsumsi pada
Q3. Tingkat impor jatuh dari (Q4-Q1) ke (Q3-Q2). Tujuan analisis
ekuilibrium parsial ini seperti ditunjukan Gambar 3 yang merupakan alat
untuk melihat adanya perubahan tarif terhadap barang tertentu walaupun
dalam suatu keadaan dengan asumsi cateris paribus yang menggaris bawahi
pelanggaran analisi ekuilibrium parsial. Dalam kasus ini, diamana kebijakan
pemerintah secara umum ditekankan pada substitusi impor seperti penerapan
proteksi dibandingkan dengan penerapan kebijakan perdagangan bebas atau
kebijakan promosi ekspor (Halwani 2002).
Kerangka Pemikiran Operasional
Indonesia memiliki potensi produksi rumput laut terbesar di dunia, yang
sampai sekarang tingkat pemanfaatannya masih sangat rendah. Total ekspor
rumput laut Indonesia dipengaruhi oleh produksi rumput laut domestik,
permintaan rumput laut domestik, Cina, Hongkong dan Filipina, serta ekspor dari
negara lain. Sedangkan produksi rumput laut domestik dipengaruhi oleh luasan
areal budidaya dan harga rumput laut domestik dimana harga rumput laut
domestik dipengaruhi oleh harga rumput laut dunia serta nilai tukar rupiah. Secara
sederhana keterkaitan antar peubah model permintaan rumput laut Indonesia oleh
negara pengimpor utama dapat dilihat pada kerangka pemikiran Gambar 5.

Keterangan :

Eksogen

Endogen

Gambar 5 Kerangka model permintaan ekspor rumput laut Indonesia

15

4 METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
(time series) dari tahun 1989 – 2011 meliputi berbagai sumber yang berasal
antara lain dari Badan P