Analisis Peran Sektor Industri Pengolahan Dan Sektor Pertanian Dalam Mengurangi Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Jawa Barat

UPAYA PENCAPAIAN LABA PADA UNIT USAHA SUSU
OLAHAN KPS BOGOR DENGAN ANALISIS
COST VOLUME PROFIT KONVENSIONAL DAN AKTIVITAS

AMALIA OVITA RAHMAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI
SKRIPSI DAN
2015
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Upaya Pencapaian
Laba Pada Unit Usaha Susu Olahan KPS Bogor dengan Analisis Cost Volume
Profit Konvensional dan Aktivitas adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan

tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015

Amalia Ovita Rahman
NIM H24110077

ABSTRAK
AMALIA OVITA RAHMAN. Upaya Pencapaian Laba Pada Unit Usaha Susu
Olahan KPS Bogor dengan Analisis Cost Volume Profit Konvensional dan
Aktivitas. Dibimbing oleh BUDI PURWANTO.
Jawa Barat merupakan daerah sentra produksi susu di Indonesia. Salah
satu koperasi susu yang merupakan koperasi primer adalah Koperasi Produksi
Susu (KPS) Bogor. KPS Bogor memiliki beberapa unit usaha, salah satunya
adalah Unit Usaha Susu Olahan. Selama dua tahun sejak unit usaha ini berdiri,
laba yang diperoleh menunjukkan angka negatif, yang berarti terdapat kesalahan
pada biaya, volume penjualan, dan harga jual. Analisis hubungan ketiga faktor

tersebut yang mempengaruhi laba dinamakan analisis biaya-volume-laba atau
cost-volume-profit (CVP). Unit usaha ini memproduksi multiple product, maka
dilakukan penelusuran dengan CVP konvensional dan aktivitas untuk
membandingkan pengalokasian biaya-biaya tersebut dalam mencapai titik impas
dan untuk rencana pencapaian laba periode selanjutnya agar tidak lagi merugi.
Metode konvensional memberikan hasil target penjualan sebesar 116 121 unit.
Sedangkan metode aktivitas memberikan target penjualan yang lebih rendah yaitu
109 625 unit, sehingga lebih mudah untuk dicapai. Analisis aktivitas
menghasilkan data yang lebih akurat dibandingkan metode konvensional, maka
pihak KPS dapat melakukan analisis aktivitas untuk mengambil keputusan atas
biaya, penetapan harga jual, dan volume penjualan untuk perencanaan laba.
Kata kunci: biaya-volume-laba, metode aktivitas, target laba, titik impas

ABSTRACT
AMALIA OVITA RAHMAN. Profit Planning on Unit Usaha Susu Olahan KPS
Bogor with Conventional and Activity Cost Volume Profit Analysis. Supervised
by BUDI PURWANTO.
West Java is a central area of milk production in Indonesia. One of the
dairy cooperative which is the primary cooperatives is Koperasi Produksi Susu
(KPS) Bogor. KPS has several business units, one of them is called Unit Usaha

Susu Olahan. During two years, the profit showed a negative number, which
means there is an error calculation with the cost, price, and volume. Then it must
be an analyzes about cost-volume-profit with conventional approaches and
activity based approaches to compare allocating of the costs for reach break even
point. Conventional methods sets a higher sales target, that is 116 121 units.
While the activity method gives a lower sales target, that is 109 625 units, making
it easier to achieve. Activity method gives more accurate calculation than the
conventional method, then KPS can apply activity analysis to take decisions on
costs, price, and volumes for planning the profit.
Keywords: activity based costing, break even point, cost-volume-profit, profit
planning

UPAYA PENCAPAIAN LABA PADA UNIT USAHA SUSU
OLAHAN KPS BOGOR DENGAN ANALISIS
COST VOLUME PROFIT KONVENSIONAL DAN AKTIVITAS

AMALIA OVITA RAHMAN

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Manajemen

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini ialah
mengenai strategi dalam pencapaian laba, dengan judul Upaya Pencapaian Laba
Pada Unit Usaha Susu Olahan KPS Bogor dengan Analisis Cost Volume Profit
Konvensional dan Aktivitas
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Budi Purwanto, ME
selaku dosen pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan

kepada para karyawan Unit Usaha Susu Olahan KPS Bogor, yang telah membantu
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu,
adik, seluruh keluarga, serta teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015
Amalia Ovita Rahman

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
METODE
Kerangka Pemikiran Penelitian

Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengumpulan Data
Teknik Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum KPS Bogor
Penjualan Produk
Perhitungan Biaya-biaya dengan Metode Konvensional
Perhitungan Biaya-biaya dengan Activity Based Costing
Perhitungan Break Even Point
Perbandingan Biaya-biaya dan BEP Metode Konvensional & Aktivitas
Perencanaan Laba
Implikasi Manajerial
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
vi

1
1
2
2
3
3
3
5
5
6
7
7
8
8
10
11
13
15
15
16

18
19
19
19
20
23

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Populasi Sapi Perah dan Produksi Susu di Jawa Barat Tahun 2011-2013

Penjualan Produk Unit Usaha Susu Olahan Tahun 2012-2014
Biaya Variabel Tahun 2012-2014
Biaya Tetap Tahun 2012-2014
Ringkasan Perhitungan Biaya-biaya dengan Metode Konvensional
Ringkasan Perhitungan Biaya-biaya dengan Metode Aktivitas
Ringkasan Perhitungan BEP dengan Metode Konvensional & Aktivitas
Perbandingan Biaya-Biaya Metode Konvensional dan Aktivitas
Perhitungan Laba dengan Metode Konvensional dan Aktivitas
Target Penjualan dengan Metode Konvensional dan Aktivitas

1
11
12
12
13
14
15
15
16
17


DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Kerangka Pemikiran Penelitian
Struktur Organisasi KPS Bogor
Mekanisme Unit fresh milk
Diagram Alir Proses Produksi

6
8
9
10

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

3
4
5
6
7
8
9

Pemisahan Biaya Campuran (biaya listrik) dengan Metode Least Square
Biaya-biaya dengan Metode Konvensional Tahun 2012-2014
Marjin Kontribusi per Produk
Perhitungan Biaya dengan Metode Aktivitas
Biaya-biaya dengan Metode Aktivitas Tahun 2012-2014
Perhitungan Break Even Point
Perbandingan Biaya Konvensional dan Aktivitas Susu Pasteurisasi
Perbandingan Biaya Konvensional dan Aktivitas Yogurt
Perhitungan Target Laba Tahun 2015

23
24
25
26
28
29
30
31
32

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Susu merupakan salah satu produk peternakan yang sangat potensial untuk
dikembangkan, karena susu memiliki peranan yang besar bagi peningkatan
kualitas sumberdaya manusia melalui pemenuhan kebutuhan gizi. Hal ini
didukung dengan adanya peningkatan populasi sapi perah dan peningkatan
produksi susu sapi dalam negeri. Jawa Barat sendiri merupakan daerah sentra
peternakan sapi perah dan produksi susu di Indonesia, yang jumlahnya semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Data tersebut ditampilkan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Populasi Sapi Perah dan Produksi Susu di Jawa Barat Tahun 2011-2013
Keterangan
Tahun 2011
Tahun 2012
Populasi Sapi Perah
100 830 ekor
103 050 ekor
Produksi Susu
202 603 ton
251 438 ton
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2014)

Tahun 2013
124 830 ekor
255 548 ton

Populasi sapi perah di Jawa Barat setiap tahunnya mengalami peningkatan
rata-rata sebesar 11.67%. Begitu pula dengan produksi susu sapi di Jawa Barat
yang setiap tahunnya mengalami peningkatan rata-rata sebesar 12.86%. Adanya
peningkatan produksi susu sapi dalam negeri memberikan akses bagi masyarakat
untuk lebih mudah mengkonsumsi susu.
Kota Bogor merupakan salah satu wilayah yang mengalami peningkatan
akan konsumsi susu. Dibuktikan dengan data permintaan terhadap susu di Kota
Bogor pada tahun 2011 sebesar 150 914 liter, tahun 2012 sebesar 156 754 liter,
dan tahun 2013 sebesar 210 850 liter (BPS Kota Bogor 2014). Permintaan susu di
Kota Bogor setiap tahunnya mengalami peningkatan rata-rata sebesar 19.18%.
Adanya peningkatan permintaan susu menjadikan produk susu sangat
potensial untuk dipasarkan. Susu sapi dari peternak dapat disalurkan ke koperasi
(Farid dan Suksesi 2011), menjadikan koperasi lebih unggul dari segi mutu dan
harga dibandingkan dengan Industri Pengolah Susu. Salah satu koperasi besar di
Jawa Barat yang merupakan koperasi primer adalah Koperasi Produksi Susu
Bogor (KPS). KPS Bogor memiliki beberapa unit usaha, salah satunya adalah
Unit Usaha Susu Olahan. Tujuan koperasi adalah untuk mensejahterakan
anggotanya, yaitu dengan cara memaksimalkan kinerja unit usahanya tersebut
agar memperoleh hasil usaha yang optimal. Namun melalui perhitungan laba/rugi
usaha yang telah dilakukan unit usaha susu olahan, laba yang diperoleh
menunjukkan angka negatif. Persentase kerugian pada tahun 2012 sebesar 1.94%,
tahun 2013 sebesar 2.72%, dan tahun 2014 sebesar 4.49% (Laporan Hasil Usaha
Unit Susu Olahan).
Keadaan rugi ini perlu ditelusuri dan diperbaiki dengan adanya
perhitungan mengenai biaya produksi, volume penjualan, dan penetapan harga
jual, sehingga dapat dipecahkan permasalahan laba tersebut. Keterkaitan antara
ketiga faktor yang mempengaruhi laba disebut sebagai analisis Biaya Volume
Laba atau Cost Volume Profit (CVP). Penerapan CVP sangat dibutuhkan dan
memiliki implikasi manajerial yang baik untuk mengetahui berapa jumlah biaya

2

dan volume penjualan untuk mencapai titik impas serta untuk perencanaan laba
periode berikutnya. Unit ini memproduksi lebih dari satu jenis produk (multiple
product), yaitu susu pasteurisasi dan yogurt. Maka penulis menggunakan
penelusuran biaya secara konvensional dan aktivitas untuk membandingkan kedua
teknik pengalokasian biaya pada masing-masing produk tersebut agar unit usaha
susu olahan tidak lagi merugi.

Perumusan Masalah
Sejak unit usaha susu olahan ini berdiri, hasil usaha yang diperoleh
menunjukkan angka negatif, yang berarti terdapat kesalahan pada penentuan
biaya, volume penjualan, dan penetapan harga jual. Unit usaha ini memproduksi
lebih dari satu jenis produk sehingga dibutuhkan penelusuran biaya yang lebih
akurat untuk mengetahui pengalokasian biaya terhadap masing-masing produk,
agar unit usaha ini bisa memperoleh laba atau setidaknya mencapai break even
point (BEP) terlebih dahulu. Maka dilakukan perbandingan analisis CVP secara
konvensional dan aktivitas, dimana dengan metode aktivitas akan dianalisis
sumber-sumber biaya dan pengalokasiannya yang tentunya akan berpengaruh
pada perubahan laba. Berdasarkan pernyataan di atas, maka rumusan masalah
adalah sebagai berikut:
1. Apa saja biaya-biaya yang merupakan komponen utama untuk berproduksi
selama tahun 2012-2014 berdasarkan metode biaya konvensional dan aktivitas?
2. Bagaimana analisis BEP secara konvensional dan aktivitas?
3. Bagaimana analisis perbandingan biaya-biaya dan BEP berdasarkan metode
konvensional dan aktivitas?
4. Bagaimana penentuan volume penjualan untuk mencapai target laba yang
diinginkan untuk tahun 2015 dengan menggunakan metode CVP konvensional
dan aktivitas serta bagaimana strategi untuk pencapaian target laba tersebut?

Tujuan Penelitian
Tujuan utama yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah memberikan
strategi untuk unit usaha susu olahan KPS agar tidak lagi merugi, dengan
menggunakan analisis CVP secara konvensional dan aktivitas untuk mencapai
titik impas serta merumuskan perencanaan laba periode berikutnya. Tujuan
tersebut dapat dikembangkan, yaitu untuk:
1. Mengidentifikasi biaya-biaya yang merupakan komponen utama untuk
berproduksi selama tahun 2012-2014 berdasarkan metode konvensional dan
aktivitas.
2. Menganalisis BEP dengan metode konvensional dan aktivitas.
3. Membandingkan dan menganalisis biaya-biaya dan BEP berdasarkan metode
konvensional dan aktivitas.
4. Menghitung jumlah penjualan yang perlu dihasilkan untuk mencapai target
laba yang diinginkan pada tahun 2015 serta menganalisis strategi untuk
mencapai target laba tersebut.

3

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi unit usaha
susu olahan KPS mengenai strategi untuk mencapai titik impas dan target laba,
berupa rekomendasi biaya dengan penelusuran konvensional dan aktivitas, serta
rekomendasi volume penjualan kedua produk.

Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup penelitian ini dibatasi pada unit usaha susu olahan, dengan
menganalisis data hasil usaha tahun 2012 sampai 2014 menggunakan analisis
CVP konvensional dan aktivitas. Penelitian ini dilaksanakan sampai tahap
rekomendasi biaya, volume penjualan untuk mencapai titik impas dan target
volume penjualan untuk pencapaian laba tahun 2015.

TINJAUAN PUSTAKA
Manajemen Perhitungan SHU Koperasi
Menurut Hendar (2010), manajemen koperasi memiliki pola yang lebih
unik dibanding dengan perusahaan nonkoperasi. Tujuan koperasi adalah
membantu meningkatkan usaha anggotanya, sedangkan nonkoperasi adalah
mencari keuntungan untuk pemilik. Keuntungan koperasi berupa laba bersih
usaha selama satu tahun buku dinamakan SHU (Sisa Hasil Usaha). Cara
pembagian SHU Koperasi melalui proses perhitungan yang tersurat dalam
anggaran dasar koperasi, terdiri dari 40% SHU yang dibagikan ke anggota, 40%
dana cadangan, 10% dana karyawan dan pengurus, dan 10% dana pembangunan.
Secara ideal koperasi dikatakan berhasil bila perusahaan koperasi mengalami
perkembangan kemakmuran dan diikuti dengan perkembangan kemakmuran
anggotanya.

Klasifikasi Perilaku Biaya Konvensional
Menurut Samryn (2012), klasifikasi perilaku biaya terbagi atas tiga, yaitu
biaya tetap (fixed cost), biaya variabel (variable cost), dan biaya campuran
(semivariable cost). Biaya tetap adalah suatu biaya yang konstan dalam total tanpa
mempertimbangkan perubahan-perubahan tingkat aktivitas dalam suatu kisaran
relevan tertentu. Biaya variabel yaitu biaya yang secara total berubah secara
proporsional dengan perubahan dalam tingkat aktivitas. Suatu biaya variabel,
konstan per unit. Biaya semivariabel yaitu biaya yang didalamnya terdiri dari
elemen-elemen biaya tetap dan biaya variabel.
Pada biaya campuran, dibutuhkan pemisahan biaya campuran tersebut
menjadi komponen biaya variabel per unit dan biaya tetap. Menurut Hansen dan
Mowen (2006), ada tiga metode yang digunakan secara luas, yaitu metode tinggi
rendah, metode scatterplot, dan metode Least Square.

4

Klasifikasi Perilaku Biaya Aktivitas
Menurut Horngren et al. (2008) biaya aktivitas atau Activity Based Costing
adalah konsep perhitungan biaya dalam akuntansi manajemen yang didasarkan
pada aktivitas-aktivitas yang dapat diterapkan untuk menghitung biaya produk
dengan lebih akurat. Produk merupakan hasil aktivitas-aktivitas bisnis dan
aktivitas-aktivitas tersebut memanfaatkan sumberdaya yang berarti menimbulkan
biaya. Biaya produk dihubungkan ke aktivitas-aktivitas bisnis relevan dan
kemudian ke sumber daya-sumber daya yang dimanfaatkan. Metode aktivitas baik
untuk diterapkan di perusahaan yang memproduksi lebih dari satu jenis produk.
Menurut Mulyadi (2007) metode aktivitas dapat mengurangi atau mereduksi biaya
karena pengendalian biaya ditujukkan ke aktivitas yang dikonsumsi masingmasing produk.

Analisis Cost Volume Profit
Menurut Samryn (2012) biaya volume laba atau cost volume profit (CVP)
merupakan tiga elemen pokok dalam penyusunan laporan laba rugi. Sebagai
komponen yang saling berhubungan komposisi biaya, volume, dan laba harus
berada pada titik yang optimal. Analisis CVP menghitung jumlah unit yang harus
dijual untuk mencapai titik impas, dampak pengurangan biaya tetap terhadap titik
impas, dan dampak kenaikan harga terhadap laba dengan menguji dampak dari
berbagai tingkat harga atau biaya terhadap laba (Garrison dalam Satrio 2012).

Analisis Break Even Point
Menurut Hansen dan Mowen (2006) break even point disebut sebagai
keadaan titik impas yaitu keadaan suatu usaha yang tidak memperoleh laba dan
tidak mendapatkan kerugian, keadaan demikian sering disebut dengan istilah zero
profit. BEP merupakan titik impas keadaan suatu usaha dimana jumlah total
pendapatan sama dengan jumlah total biaya, dimana laba kontribusi hanya dapat
digunakan untuk menutup biaya tetap saja sehingga tidak memperoleh laba atau
rugi. Maka dari titik impas dapat dihitung berapa volume penjualan minimum
yang harus dicapai perusahaan agar tidak rugi tetapi belum memperoleh laba atau
laba sama dengan nol.
Analisis Marjin Kontribusi
Menurut Sugiri dan Sulsatiningsih (2004), Marjin Kontribusi
(Contribution Margin) digunakan untuk mengidentifikasi produk mana yang
memberikan keuntungan terbesar dan terkecil bagi perusahaan. Margin kontribusi
merupakan hasil penjualan yang tersedia untuk menutup biaya tetap dan
menghasilkan laba, yang dapat dinyatakan dalam total, dalam jumlah per unit,
atau sebagai presentase (Rayburn dalam Azizah et al. 2013).

5

Penelitian Terdahulu
Zahira Lina (2012) menerapkan analisis CVP pada penelitiannya yang
berjudul “Analisis CVP Sebagai Penunjang Rencana Pencapaian Laba Usaha
Penggemukan Domba dan Kambing Mitra Tani Farm di Kabupaten Bogor”.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan timbal balik antara biaya,
volume, dan laba agar target laba tercapai. Berdasarkan hasil analisis CVP, unit
titik impas pada tahun 2010 sebesar 22 186 kg. Sedangkan unit titik impas pada
tahun 2011 sebesar 39 281 kg. Perencanaan laba pada tahun 2012 diasumsikan
meningkat 10%, 15%, dan 20% yang menghasilkan target volume penjualan
masing-masing sebesar 139 670 kg, 144 233.45 kg, dan 148 796.60 kg. Mitra Tani
Farm dapat mencapai target laba dengan menanggulagi kelangkaan bahan baku
terutama bakalan dan meningkatkan pemasaran agar target volume penjualan
dapat tercapai.
Fitri Ida (2012) menerapkan analisis CVP pada penelitiannya yang
berjudul “Penerapan Cost-Volume-Profit Analysis dalam Meningkatkan Laba
Pada UKM Batik Bogor Tradisiku”. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis
biaya, volume, dan laba untuk mencapai BEP. Penelitian ini menjelaskan bahwa
BEP pada periode Mei sampai Desember 2010 untuk kain batik tulis adalah 49
unit. BEP kain batik cap adalah 805 unit. BEP kain printing sebesar 3 283 unit.
Sedangkan pada tahun 2011 BEP untuk kain batik tulis adalah 171 unit. BEP kain
batik cap adalah 957 unit. BEP kain printing 2 207 unit.
Riki Martusa (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Perbandingan
Metode Konvensional Dengan Activity Based Costing Berdasarkan Akurasi
Penentuan Overhead Dalam Perhitungan Cost of Goods Manufactured Pada
PT Multi Rezekitama”. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan penelusuran
biaya dengan metode konvensional dan aktivitas untuk menghitung Cost of
Goods. Penelitian ini menjelaskan bahwa proporsi penyerapan overhead untuk
menentukan Cost of Goods Manufactured aktivitas dapat ditelusuri tidak hanya ke
unit output, melainkan ditelusuri ke aktivitas untuk memproduksi output. Metode
konvensional berdasarkan perhitungan selisih overhead applied dengan overhead
actual, menimbulkan distorsi biaya produk cat, sebesar 4.4% undercosted.

METODE
Kerangka Pemikiran
KPS Bogor mengolah susu segar dalam bentuk susu pasteurisasi dan
yogurt sebagai alternatif dalam meningkatkan kesejahteraan anggota. Sejak unit
ini berdiri, hasil usaha yang diperoleh menunjukkan angka negatif. Oleh karena
itu diperlukan adanya perhitungan mengenai hubungan biaya produksi, volume
penjualan, dan penetapan harga jual sehingga dapat dipecahkan permasalahan laba
tersebut. Hubungan antara biaya, volume, dan harga jual tersebut dinamakan
analisis cost volume profit (CVP). Unit usaha ini memproduksi multiple product,
maka dilakukan analisis CVP melalui penelusuran konvensional dan aktivitas
dengan membandingkan pengalokasian biaya-biaya ke masing-masing produk,

6

untuk mencapai BEP dan target laba, sehingga tidak lagi merugi. Analisis biaya
konvensional mengasumsikan semua biaya dialokasikan berdasarkan volume
penjualan. Sedangkan pada analisis biaya aktivitas mengasumsikan biaya
dialokasikan berdasarkan aktivitas yang dikonsumsi per produk. Jika
dibandingkan dengan metode konvensional, terdapat biaya-biaya kurang relevan
yang ikut dikalkulasikan dan terdapat pembebanan biaya yang tidak tepat.
Analisis biaya dengan metode aktivitas dapat menelusuri sumber biaya tersebut
sehingga dapat diketahui dan dikurangi, dan tentunya akan berpengaruh pada
perubahan laba. Hasil analisis CVP yang didalamnya terdapat hasil kebijakan
biaya, harga dan volume penjualan dapat dijadikan rekomendasi bagi Unit susu
olahan KPS dalam pengambilan keputusan. Kerangka pemikiran disederhanakan
dalam Gambar 1.
Usaha Unit Usaha Susu Olahan KPS Bogor

Laba Negatif

Upaya Pencapaian Laba (Hasil Usaha)

Biaya-biaya
(Penelusuran Konvensional
dan Aktivitas)
Total Biaya

Harga Jual

Volume

Total Pendapatan

Analisis Cost Volume Profit
(Break Even Point Konvensional dan Aktivitas)
Hasil analisis CVP
(Biaya, Volume, Harga Jual untuk Pencapaian Hasil Usaha)

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di KPS Bogor yang terletak di Jl. KH Soleh Iskandar,
Kelurahan Kedung Badak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan
lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan
bahwa KPS Bogor merupakan koperasi primer yang unit usahanya mempunyai
prospek yang bagus untuk dikembangkan. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Februari 2015 hingga April 2015.

7

Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini sebagai bahan analisis dan
pengolahan data adalah data primer dan sekunder. Data primer merupakan
informasi yang diperoleh langsung, berasal dari hasil wawancara kepada pihak
unit usaha susu olahan. Data sekunder berasal dari laporan hasil usaha unit susu
olahan yang berisi biaya operasional dan pendapatan.

Teknik Analisis Data
Analisis dan pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi besarnya jumlah penjualan yang telah dicapai oleh unit usaha
susu olahan KPS tahun 2012-2014.
2. Mengidentifikasi biaya-biaya berdasarkan penelusuran konvensional menjadi
biaya tetap, biaya variabel, dan biaya campuran (Samryn 2012). Biaya
campuran terlebih dahulu harus dipsahkan menjadi biaya tetap dan biaya
variabel. Pemisahan biaya campuran salah satunya dengan Metode Least
Square, karena memiliki ketepatan dan keakuratan mengenai hubungan biaya
(Hansen, Mowen 2006). Metode ini menghasilkan sebuah persamaan regresi
linear. Penggunaan metode least square pada penelitian ini menggunakan
bantuan software Minitab 16.
3. Mengidentifikasi biaya-biaya berdasarkan penelusuran aktivitas. Metode
aktivitas memberikan suatu gambaran yang lebih jelas dan lebih akurat
terhadap biaya (Blocher dalam Lestari dan Tandiontong 2011). Metode ini
mengklasifikasikan biaya berdasarkan unit dan nonunit menjadi dua tahap.
Tahap pertama adalah menelusuri biaya ke aktivitas dan tahap yang kedua
adalah membebankan biaya aktivitas tersebut ke produk (Horngren et al.
2008).
4. Membuat analisis titik impas atau BEP dengan metode konvensional dan
aktivitas yang menghasilkan titik dimana usaha tidak mengalami kerugian
ataupun mendapat laba dengan menghubungkan volume penjualan, biaya
produksi, dan harga jual (Kusnadi dalam Yuniawaty 2012). Rumus-rumus
yang digunakan menurut Hansen dan Mowen (2006) adalah sebagai berikut:
BEP konvensional (Rp)= B.tetap x
BEP konvensional (unit)=
BEP aktivitas (Rp)

=

BEP aktivitas (unit)

=

5. Menghitung Marjin Kontribusi untuk mengidentifikasi produk mana yang
memberikan keuntungan terbesar dan terkecil bagi perusahaan. Rumus-rumus

8

yang digunakan menurut Sugiri dan Sulastiningsih (2004) adalah sebagai
berikut:
= Penjualan – Biaya Variabel

Marjin Konribusi

Marjin Konribusi per Unit =
6. Membandingkan antara perhitungan biaya-biaya dan BEP dengan metode
konvensional dan aktivitas. Menganalisis perbedaan alokasi biaya dan
menetapkan metode mana yang lebih cocok diterapkan di unit usaha ini agar
biaya yang dikeluarkan dan volume yang dihasilkan lebih akurat untuk
mendapatkan laba yang diinginkan.
7. Meanganalisis perencanaan laba untuk tahun 2015 untuk menentukan berapa
volume yang harus dijual agar berada di atas titik impas dan tidak lagi
mengalami kerugian. Perencanaan laba merupakan pengembangan dari suatu
rencana operasi untuk mencapai target yang diinginkan (Carter dalam
Dzurkanain et al. 2014). Rumus-rumus yang digunakan menurut Samryn
(2012) adalah sebagai berikut:
Target Penjualan Konvensional =
Target Penjualan Aktivitas

=

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum KPS Bogor
Koperasi Produksi Susu (KPS) Bogor berdiri pada 24 Oktober 1970. KPS
Bogor merupakan koperasi primer, yaitu koperasi yang beroperasi di satu bidang
yaitu persusuan. KPS Bogor memiliki pengaruh penting sebagai salah satu pelaku
dalam area gerakan koperasi susu nasional. Struktur organisasi di KPS Bogor
ditunjukkan oleh Gambar 2.
RAT

Kelompok

Pengurus

Pengawas

Koordinator

Unit
Pakan

Unit
Serba Usaha

Unit
Fresh Milk

Gambar 2 Struktur Organisasi KPS Bogor

Unit
Susu Olahan

9

Rapat Anggota Tahunan (RAT) merupakan pemegang kekuasaan tertinggi
pada koperasi. Rapat anggota dilaksanakan satu tahun sekali, di dalamnya
menetapkan program kerja, anggaran dasar, dan pendapatan usaha. Pengurus
merupakan pihak yang dipilih anggota melalui RAT untuk mengelola koperasi
secara terbuka sesuai dengan keputusan RAT yang terdiri dari ketua, sekretaris,
dan bendahara. Pengawas merupakan pihak yang bertugas melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi. Pengawas
berkoordinasi dengan koordinator untuk mengawasi kinerja bawahannya.
Koordinator merupakan orang yang ditunjuk sebagai penanggungjawab semua
unit usaha. Kelompok merupakan anggota (peternak) yang ditunjuk untuk
mewakili kelompok peternak masing-masing saat penyelenggaraan RAT.
Keseluruhan ada 11 kelompok peternak yang total anggota 785 orang peternak.
Saat ini KPS Bogor memiliki empat unit usaha yang berfungsi untuk
meningkatkan nilai tambah bagi anggota, yaitu:
1. Unit usaha pakan ternak, mengolah bahan baku pakan menjadi pakan
konsentrat yang berkualitas baik dan sesuai dengan kebutuhan ternak sapi.
2. Unit waserda, merupakan unit penunjang yang menjual berbagai barang-barang
kebutuhan sehari-hari untuk anggota dan karyawan. Unit ini juga menjual
berbagai peralatan ternak dan obat-obatan ternak.
3. Unit fresh milk atau unit pelayanan susu murni, merupakan unit yang
berhubungan langsung dengan IPS. Mekanisme unit ini ditampilkan oleh
Gambar 3.

Peternak

Uji Mutu :
 Uji Alkohol
 Uji Berat Jenis
 Uji Organoleptik
(warna, rasa, bau)

Normal : Diterima
Diuji kembali untuk
menentukan harga
 Uji Fat
 Uji Solid Non Fat
 Uji Total Solid
 Uji Lactosa
 Uji Freezing Point
 Uji Protein

Industri Pengolah
Susu :
 Unit Susu
Olahan
 PT Indolakto
 PT Nutrifood
 PT Cimory
 PT Unifarm

Tidak Normal : Tolak

Gambar 3 Mekanisme Unit fresh milk
4. Unit susu olahan, merupakan unit yang paling baru didirikan yang dibuat untuk
meningkatkan pendapatan bagi peternak selain dari penjualan susu ke IPS
besar. Unit ini mengolah fresh milk menjadi susu pasteurisasi dan yogurt.
Namun saat ini penjualan produk terkendala oleh pasar.

Unit Usaha Susu Olahan KPS Bogor
Unit usaha susu olahan berdiri pada tahun 2012. Dalam proses
produksinya, KPS bekerja sama dengan CV Maju. Saat ini unit memiliki lima
orang karyawan, yang terdiri dari dua orang karyawan kantor dan tiga orang
karyawan pabrik. Unit usaha ini memproduksi dua produk, yaitu susu pasteurisasi
dan yogurt. Proses produksi susu pasteurisasi dimulai dengan penyaluran susu
yang sudah didinginkan di cooling unit ke mesin pasteurizer untuk dipanaskan

10

pada suhu sekitar 78oC. Proses pemanasan ini berfungsi untuk membunuh bakteri
patogen yang berlangsung selama dua jam. Kemudian susu ditampung di storage
untuk dicampurkan dengan essence rasa dan gula. Setelah proses pencampuran,
susu pasteurisasi dapat langsung dikemas dan kemudian disimpan di pendingin.
Proses pengolahan untuk yogurt juga melalui proses yang hampir sama seperti
susu patsteurisasi. Namun pada saat di storage, susu ditambahkan dengan bakteri
biakkan yaitu lactobacillis sp dan streptococcus sp yang bermanfaat untuk
pencernaan manusia. Kemudian didiamkan selama 10-12 jam. Setelah itu, baru
ditambahkan gula dan essence rasa. Proses produksi tersebut ditampilkan oleh
Gambar 4.

Cooling unit

Pateurizer

Storage

Pengemasan

Pendingin

Gambar 4 Diagram Alir Proses Produksi
Mesin pasteurizer dapat menampung susu sebanyak 250 liter dalam satu
kali proses. Sedangkan unit susu olahan memproduksi rata-rata 78 liter dalam satu
hari, sehingga dapat dipenuhi oleh kapasitas mesin. Jumlah produksi yang
dihasilkan jauh dibawah kapasitas mesin yang tersedia. Kondisi seperti ini
dinamakan under capacity, dimana kapasitas melebihi permintaan, yang
menyebabkan kapasitas mesin sekarang lebih banyak menganggur. Jumlah output
aktual adalah 78 liter, dibandingkan dengan kapasitas efektif 250 liter,
menghasilkan efisiensi produksi terhadap kapasitas sebesar 31.04%.
Jumlah jam kerja per harinya adalah tujuh jam. Terdiri dari dua jam kerja
mesin dan lima jam kerja pengemasan. Jumlah jam mesin bekerja yang terlalu
sedikit ini perlu ditingkatkan, karena jika dibandingkan dengan jam kerja,
seharusnya mesin dapat bekerja setidaknya dua kali produksi per harinya. Maka
volume perlu ditingkatkan dengan merangsang permintaan melalui pemasaran
yang agresif atau menyesuaikan produk terhadap pasar melalui perubahan produk.

Penjualan Produk
Penjualan kedua produk yaitu susu pasteurisasi dan yogurt mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Penjualan yogurt pada tahun 2012 adalah
Rp61 362 000, meningkat sebanyak 3.01% di tahun 2013 dengan penjualannya
sebesar Rp63 210 000. Penjualan susu pasteurisasi pada tahun 2012 adalah
Rp216 435 000, mengalami peningkatan di tahun 2013 sebanyak 0.41% dengan
penjualannya sebesar Rp217 428 000. Pada tahun 2013 ini kedua produk
mengalami peningkatan walaupun persentasenya kecil karena kegiatan promosi
yang dilakukan belum optimal. Selama ini pihak pemasar mencoba memasarkan
produk dengan menyebarkan brosur yang berisi gambar-gambar pengolahan susu
pasteurisasi dan yogurt hanya ke sekitar KPS dan belum melibatkan media sosial

11

yang sedang tren. Pada tahun 2014 penjualan yogurt meningkat sebesar 15.28%
dengan penjualan Rp72 871 200, dan penjualan susu pasteurisasi meningkat
sebanyak 5.56% dengan penjualan Rp229 516 000. Pada tahun 2014 ini penjualan
kedua produk mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan ini
disebabkan oleh adanya pemilu 2014, karena banyak dibeli oleh beberapa partai
untuk keperluan kampanye. Selain itu brosur sudah mulai disebarkan ke pabrikpabrik sehingga banyak dari pabrik tersebut yang mulai tertarik untuk membeli.
Jumlah penjualan produk ditampilkan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Penjualan Produk Unit Usaha Susu Olahan Tahun 2012-2014
Tahun
2012

2013

2014

Jenis Produk
Yogurt
Susu
pasteurisasi
Total
penjualan
Yogurt
Susu
pasteurisasi
Total
penjualan
Yogurt
Susu
pasteurisasi
Total

Volume
Penjualan
(unit)
10 227

Harga
jual/unit
(Rp)
6 000

72 145

3 000

82 372

Penjualan (Rp)

PeningKatan

Proporsi
penjualan

61 362 000

22.08%

216 435 000

77.91%

277 795 700

10 535

6 000

63 210 000

3.01%

22.52%

72 476

3 000

217 428 000

0.41%

77.47%

83 011

280 638 000

12 145

6 000

72 871 200

15.28%

24.09%

76 505

3 000

229 516 000

5.56%

75,.90%

88 650

302 387 200

Sumber: Data Penjualan Unit Usaha Susu Olahan KPS

Melalui hasil perhitungan dapat diketahui bahwa jumlah persentase
volume penjualan terbesar setiap tahunnya adalah susu pasteurisasi. Karena
selama ini, penjualan produk susu pasteurisasi-lah yang lebih banyak dipesan ke
pabrik-pabrik untuk konsumsi karyawannya dalam jumlah yang besar. Berbeda
dengan yogurt yang lebih banyak dibeli secara eceran.

Perhitungan Biaya-biaya dengan Metode Konvensional
Perhitungan
biaya-biaya
dengan
penelusuran
konvensional
mengklasifikasikan biaya menjadi biaya tetap, variabel dan campuran. Biaya
campuran adalah biaya yang mengandung unsur biaya tetap dan variabel. Biaya
campuran terlebih dahulu harus dipisahkan menjadi biaya tetap dan biaya variable
(Carter dalam Sumilat 2013). Pemisahan biaya tersebut dilakukan dengan metode
Least Square. Hasil dari pemisahan ini adalah sebuah persamaan regresi linear.
Pada penelitian ini ditemukan satu jenis biaya campuran, yaitu biaya listrik karena
menggunakan satu jenis rekening untuk penggunaan listrik di pabrik dan kantor
(perhitungan pada Lampiran 1). Listrik yang digunakan di pabrik merupakan
biaya variabel sedangkan listrik yang digunakan di kantor merupakan biaya tetap.
Peningkatan biaya listrik pabrik setiap tahunnya disebabkan oleh permintaan
produk yang meningkat dan adanya pemilu sehingga aktivitas produksi pabrik
menjadi lebih tinggi. Peningkatan pada tahun 2014 juga disebabkan oleh adanya
kenaikan tarif dasar listrik.

12

Tabel 3 Biaya Variabel Unit Usaha Susu Olahan Tahun 2012-2014
Jenis Biaya Variabel
Listrik (bagian variabel)
Bahan baku langsung
Tenaga kerja langsung
Transportasi
Kemasan
Total Biaya Variabel

Tahun 2012
10 540 800
120 277 000
49 644 690
2 667 500
13 149 750
196 279 740

Nilai (Rp)
Tahun 2013
12 297 600
124 987 500
50 070 390
2 985 600
14 258 250
204 599 340

Tahun 2014
15 811 200
131 428 700
50 528 370
4 780 350
16 375 500
218 924 120

Tabel 3 menunjukkan rincian biaya variabel pada unit usaha susu olahan.
Biaya variabel besarnya berubah-ubah seiring dengan aktivitas produksi.
Peningkatan biaya bahan baku langsung setiap tahun disebabkan oleh
meningkatnya aktivitas produksi perusahaan dan fluktuasi harga susu segar yang
tergantung dari tingkat mutu susu tersebut. Peningkatan tenaga kerja langsung
disebabkan oleh banyaknya karyawan yang lembur seiring dengan peningkatan
jumlah produksi. Peningkatan biaya transportasi terkait dengan kenaikan harga
bahan bakar yang digunakan kendaraan untuk membeli bahan baku dan untuk
mendistribusikan produk ke pabrik pabrik. Biaya kemasan mengalami
peningkatan seiring dengan kenaikan jumlah unit yang diproduksi.
Tabel 4 Biaya Tetap Unit Usaha Susu Olahan Bogor Tahun 2012-2014
Jenis Biaya Tetap

Nilai (Rp)
Tahun 2012

Tahun 2013

Tahun 2014

5 347 663
33 096 460

5 347 663
33 380 260

5 347 663
33 685 580

Telepon & internet

7 525 750

7 904 950

7 956 302

Promosi
Pos

5 195 000
2 234 000

6 230 500
2 450 000

5 638 450
2 510 500

Penyusutan mesin

8 045 000

8 045 000

8 045 000

10 416 667

10 416 667

10 416 667

Pemeliharaan mesin

9 311 565

8 755 800

8 435 270

Pemeliharaan bangunan

5 135 000

5 679 250

5 943 500

Biaya lain-lain

2 994 250

1 032 595

1 472 490

89 301 355

89 242 685

89 451 422

Listrik (bagian tetap)
TKTL

Penyusutan bangunan

Total Biaya Tetap

Tabel 4 menunjukkan rincian biaya tetap pada unit usaha susu olahan.
Biaya tetap merupakan biaya yang tidak tergantung pada besarnya produksi.
Biaya listrik yang menjadi komponen biaya tetap merupakan biaya yang dipakai
di kantor. Untuk biaya gaji, nilainya tetap per bulannya, tetapi total untuk setiap
tahunnya berbeda karena jumlah insentif yang berbeda setiap tahunnya. Untuk
biaya internet, besarnya tetap karena memakai paket, sedangkan biaya telepon
tergantung jumlah pemakaian namun besarnya tidak berbeda jauh setiap tahunnya.
Biaya promosi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan brosur. Biaya
promosi mengalami peningkatan di tahun 2013 karena KPS sedang melakukan

13

promosi melalui brosur yang berisi gambar-gambar pengolahan susu pasteurisasi
dan yogurt. Biaya promosi pada tahun 2014 mengalami penurunan karena
penjualan sudah dianggap cukup besar dan tidak membutuhkan penambahan
biaya promosi. Pada bulan Maret hingga Juli terjadi peningkatan penjualan yang
cukup pesat dikarenakan banyak partai yang membeli kedua produk ini untuk
keperluan kampanye. Biaya pos adalah biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan
pengiriman invoice. Biaya-biaya penyusutan memiliki nilai yang stabil setiap
tahunnya. Biaya penyusutan dihitung dengan metode garis lurus berdasarkan
estimasi umur ekonomis dan harga masing-masing aset. Biaya pemeliharaan
adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki atau mengganti komponen
mesin dan bangunan yang rusak. Biaya lain-lain merupakan biaya tak terduga
yang dikeluarkan, yaitu biaya ketika terjadi kerusakan mutu susu.
Biaya yang digunakan pada metode konvensional dialokasikan
berdasarkan volume, sehingga biaya tetap dan variabel dikalikan dengan proporsi
penjualan masing-masing seperti yang tertera pada Tabel 2 untuk mendapatkan
biaya per produknya. Tabel 5 berikut ini merangkum biaya untuk kedua produk
setiap tahunnya (perhitungan pada Lampiran 2).
Tabel 5 Ringkasan Perhitungan Biaya-biaya dengan Metode Konvensional
Tahun

Produk

2012

Susu
Pasteurisasi
Yogurt
Susu
Pasteurisasi
Yogurt
Susu
Pasteurisasi
Yogurt

Biaya Variabel
(Rp)

Biaya Tetap
(Rp)

Total Biaya
(Rp)

Total Biaya
(Setahun)
(Rp)

2013

2014

152 921 545

69 574 686

222 496 231

43 338 567

19 717 739

63 056 306

158 503 109

69 136 308

227 639 417

46 075 771

20 097 453

66 173 224

166 163 407

67 893 629

234 057 036

52 738 821

21 548 848

74 287 668

285 552 537

293 812 641

308 344 704

Biaya yang dikeluarkan untuk susu pasteurisasi dan yogurt berbeda-beda
berdasarkan proporsi penjualan masing-masing pada tahun tersebut. Ditinjau dari
proporsi tersebut maka biaya yang dikeluarkan untuk susu pasteurisasi jauh lebih
tinggi karena proporsi yang tinggi dibandingkan biaya yogurt.
Proporsi penjualan yang besar bukan berarti memiliki marjin kontribusi
yang besar (Sadeli dan Siswanto 2004). Marjin kontribusi untuk yogurt adalah
Rp1 658 dan untuk susu pasteurisasi adalah Rp828 (perhitungan pada Lampiran
3). Marjin kontribusi yogurt memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan susu
pasteurisasi. Maka dengan penelusuran konvensional ini, produk yogurt terlihat
lebih menguntungkan.
Perhitungan Biaya-biaya dengan Activity Based Costing
Metode aktivitas mengklasifikasikan biaya berdasarkan unit dan
nonunit, menjadikan adanya pembagian biaya yang lebih akurat diantara kedua
produk. Langkah-langkah dalam pengolahan biaya aktivitas yaitu melalui tahaptahap berikut (Mulyadi 2007):
1. Mengidentifikasi dan Mengelompokan Aktivitas.

14

Pengidentifikasian aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan keseluruhan
proses produksi yaitu sebagai berikut:
a. Aktivitas praproduksi: pemeriksaan mesin, transportasi (memebeli bahan
baku)
b. Aktivitas produksi: pengolahan bahan baku, TKL, listrik, kemasan
c. Aktivitas penyaluran barang: transportasi (distribusi produk), promosi
d. Aktivitas pemeliharaan aset: pemeliharaan, penyusutan
e. Aktivitas pendukung: telepon & internet, pos, TKT
Biaya yang dapat dihemat dari perhitungan aktivitas adalah biaya lainlain yaitu biaya susu rusak. Biaya ini dapat dieliminasi karena tidak termasuk
kedalam aktivitas produksi. Biaya umum dapat diganti ke biaya cadangan dan
tidak berpengaruh pada perhitungan aktivitas. Biaya cadangan didapat dari
40% dari total SHU keseluruhan unit pada RAT (Hendar 2010).
Selanjutnya biaya-biaya tersebut dikelompokan menurut aktivitas
yang homogen yang dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu:
a. Aktivitas berlevel unit (Unit Activities): bahan baku, TKL, listrik,
kemasan, bahan bakar. Namun untuk biaya bahan baku, kemasan dan TKL
tidak ikut dikalkulasikan karena bukan termasuk biaya overhead
b. Aktivitas berlevel kelompok unit (Batch Activities): Pemeriksaan mesin,
TKTL
c. Aktivitas pendukung produk (Product Activities): Promosi
d. Aktivitas pendukung fasilitas (Facility Activities): Penyusutan,
pemeliharaan, telepon dan internet, pos
2. Pembebanan Biaya Aktivitas ke Produk
Biaya-biaya yang telah dikelompokkan berdasarkan aktivitas tersebut
dialokasikan pada produk yang mengkonsumsinya dengan menggunakan cost
driver yang merupakan pemacu biaya dari setiap aktivitas (Warindrani dalam
Wulandari 2007). Setelah dilakukan perhitungan tarif per biaya aktivitas
(perhitungan pada Lampiran 4), kemudian biaya dibebankan ke produk
berdasarkan konsumsi aktivitas oleh masing-masing produk. Maka didapatkan
total biaya dengan metode aktivitas yang ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Ringkasan Perhitungan Biaya-biaya dengan Metode Aktivitas
Tahun

Produk

2012

Susu
Pasteurisasi
Yogurt

2013

Susu
Pasteurisasi
Yogurt

2014

Susu
Pasteurisasi
Yogurt

Aktivitas
Berlevel
Unit
(Rp)

Aktivitas
Berlevel
Batch
(Rp)

154 778 028

27 427 640

46 762 458

Aktivitas
Berlevel
Produk
(Rp)

Aktivitas
Berlevel
Fasilitas
(Rp)

Total Biaya
(Rp)

2 597 500

20 550 184

205 353 351

13 713 820

2 597 500

12 806 233

75 880 012

160 288 100

28 090 707

3 115 250

21 233 854

212 727 911

49 744 998

14 045 353

3 115 250

13 262 013

80 167 615

167 486 197

28 080 567

2 819 225

21 459 515

219 845 504

56 732 239

14 040 283

2 819 225

13 412 454

87 004 202

Total Biaya
(Setahun)
(Rp)

281 233 363

292 895 525

306 849 706

15

Perhitungan Break Even Point
Sejak unit usaha susu olahan ini berdiri, laba yang diperoleh menunjukkan
angka negatif yang berarti unit usaha ini belum mengalami BEP. Perhitungan BEP
dilakukan dengan mengelompokkan biaya-biaya, volume penjualan dan harga jual
yang dianalisis dengan penelusuran konvensional dan aktivitas (perhitungan pada
Lampiran 5). Hasil perhitungan BEP terangkum dalam Tabel 7.
Tabel 7 Ringkasan Perhitungan BEP dengan Metode Konvensional dan Aktivitas
Tahun
2012

Susu pasteurisasi
Penjualan
BEP
aktual
Konvensional
(unit)
(unit)
79 030
72 145

BEP
Aktivitas
(unit)
59 178

Yogurt
Penjualan
aktual
(unit)
10 227

BEP
Konvensional
(unit)
11 188

BEP
Aktivitas
(unit)
20 397

2013

72 476

81 990

64 579

10 535

12 357

22 782

2014

76 505

85 036

66 514

12 145

13 000

23 803

Metode aktivitas memberikan titik impas yang lebih rendah untuk produk
susu pasteurisasi. Sebaliknya metode aktivitas memberikan titik impas yang lebih
tinggi untuk produk yogurt. Titik impas memiliki nilai yang fluktuatif, namun jika
dibandingkan dengan penjualan aktual, marjinnya selalu menurun mendekati
BEP, yang berarti bahwa penjualan kedua produk mengalami kemajuan.

Perbandingan Biaya-biaya dan BEP Berdasarkan Metode Konvensional dan
Aktivitas
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka dapat dibandingkan
antara hasil perhitungan biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing produk,
secara konvensional dan aktivitas yang terangkum dalam Tabel 8.
Tabel 8 Perbandingan Biaya-Biaya Metode Konvensional & Aktivitas

17 142 880

Yogurt
Konvensional
(Rp)
63 056 306

2013

227 639 417

212 727 911

14 911 506

66 173 224

80 167 615

-13 994 390

2014

234 057 036

219 845 504

14 211 533

74 287 668

87 004 202

-12 716 533

Tahun
2012

Susu Pasteurisasi
Konvensional
Aktivitas
(Rp)
(Rp)
222 496 231
205 353 351

Selisih (Rp)

Aktivitas
(Rp)
75 880 012

Selisih (Rp)
-12 823 705

Terdapat perbedaan antara biaya produk susu pasteurisasi dan yogurt.
Produk susu pasteurisasi jika dibandingkan dengan metode konvensional, maka
metode aktivitas memberikan hasil yang lebih murah, Sedangkan produk yogurt
dengan metode aktivitas memberikan hasil yang lebih mahal. Perbedaan paling
besar terjadi pada biaya listrik (perhitungan pada Lampiran 6). Ini terjadi karena
pembebanan biaya listrik terhadap jam mesin dalam pengolahan bahan baku yang
sebenarnya cenderung sama antara kedua produk ini. Walaupun volume produksi
yang dihasilkan berbeda jauh, tetapi dalam satu kali produksi bahan baku
melewati mesin yang sama. Susu pasteurisasi menggunakan mesin pasteurizer
dan pendingin, begitu pula dengan yogurt yang menggunakan mesin dan jam
mesin yang sama. Maka terjadilah distorsi biaya yang cukup besar.

16

Pada metode konvensional, biaya pada masing-masing produk hanya
dibebankan pada volume saja. Sedangkan pada metode aktivitas, biaya pada
masing-masing produk dibebankan pada cost driver. Sehingga telah mampu
mengalokasikan biaya kesetiap produk secara tepat berdasarkan konsumsi
masing-masing aktivitas. Distorsi biaya tersebut mengakibatkan produk
mengalami kelebihan dan kerendahan dalam mengkalkulasi biaya. Sehingga
membuat produk yang menguntungkan tampak tidak menguntungkan. Sedangkan
produk yang tidak menguntungkan tampak menguntungkan. Pada kasus ini,
produk yang terlihat menguntungkan adalah yogurt karena memiliki marjin
kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan susu pasteurisasi. Namun jika
ditinjau lebih dalam berdasarkan penelusuran aktivitas, maka susu pasteurisasi lah
yang sebenarnya lebih menguntungkan.
Biaya untuk susu pasteurisasi dengan metode konvensional lebih tinggi
dibandingkan dengan metode aktivitas, maka sebenarnya biaya untuk susu
pasteurisasi mengalami overcosting daripada yang seharusnya yaitu terhadap
metode aktivitas. Sedangkan biaya untuk yogurt dengan metode konvensional
lebih rendah dibandingkan dengan metode aktivitas, maka sebenarnya biaya untuk
yogurt mengalami undercosting. Hasil ini sangat penting bagi perusahaan dalam
menetapkan keputusan yang berkaitan dengan harga jual.
Hasil pada break even point seperti yang sudah ditunjukkan pada Tabel 7,
juga berbanding lurus dengan hasil perhitungan biaya. Metode aktivitas
memberikan titik impas yang lebih rendah untuk produk susu pasteurisasi. Jika
pengolahan biaya ditinjau berdasarkan aktivitas, sebenarnya penjualan susu
pasteurisasi sudah mencapai BEP. Sebaliknya metode aktivitas memberikan titik
impas yang lebih tinggi untuk produk yogurt dan belum mencapai BEP. Maka
produk yogurt-lah yang perlu digencarkan penjualannya agar menghasilkan laba.
Perencanaan laba
Analisis CVP sangat bermanfaat dalam melakukan perencanaan sebagai
suatu alat analisa yang dapat menghubungkan biaya, volume penjualan, dan harga
jual dengan laba (Belkaoui dalam Purnamasari 2012). Berdasarkan penelusuran
biaya dan BEP secara konvensional, kedua produk memiliki laba yang negatif.
Namun jika ditinjau dari biaya dan posisi BEP dengan metode aktivitas, maka
produk susu pasteurisasi memiliki penjualan diatas impas yang artinya produk ini
sebenarnya sudah untung. Berbeda dengan yogurt yang penjualannya masih
dibawah BEP. Kondisi laba tersebut ditampilkan pada Tabel 9.
.
Tabel 9 Perhitungan Laba dengan Metode Konvensional dan Aktivitas
Produk

Penjua
-lan
aktual
(unit)

Harga

(Rp)

Total
Pendapatan

(Rp)

Total Biaya
(konvensional) (Rp)

Laba
(konvensional) (Rp)

Total Biaya
(aktivitas)

Laba
(aktivitas)

(Rp)

(Rp)

Yogurt

12 145

6 000

72 871 200

74 287 668

-1 416 468

87 004 202

-14 133 002

Susu
pasteurisasi

76 505

3 000

229 516 000

234 057 036

-4 541 036

219 845 504

9 670 496

Inefisiensi
biaya (susu
rusak)
Total laba

-1 472 490
-5 957 504

-5 957 504

17

Unit usaha susu olahan perlu membuat perencanaan untuk yogurt di tahun
2015, di mana mengharapkan labanya mencapai angka positif dengan
menargetkan yogurt mencapai laba sebesar Rp5 000 000 dan menargetkan laba
untuk susu pasteurisasi meningkat dari tahun sebelumnya, menjadi Rp15 000 000.
Target penjualan yang harus dipenuhi terangkum dalam Tabel 10 (perhitungan
pada Lampiran 7).
Tabel 10 Target Penjualan dengan Metode Konvensional dan Aktivitas
Metode
Metode
Konvensional
Metode Aktivitas

Susu Pasteurisasi
(unit)

Yogurt
(unit)

Total Target Penjualan
(unit)

100 104

16 017

116 121

83 080

26 545

109 625

Melalui analisis diatas, metode aktivitas menghasilkan target volume
penjualan yang lebih rendah, sehingga lebih mudah untuk dicapai dan hasilnya
pun lebih akurat dibandingkan dengan metode konvensional. Maka pihak unit
usaha susu olahan KPS dapat melakukan analisis aktivitas untuk pengambilan
keputusan. Target tersebut dianggap masih relevan karena dapat dipenuhi oleh
kapasitas mesin dan tenaga kerja. Target yang telah ditetapkan tersebut tentu
harus diiringi dengan upaya untuk menaikkan penjualan terhadap yogurt agar laba
meningkat, seperti: (1) Menekan biaya produksi, (2) Menentukan harga jual
sedemikian rupa sesuai dengan laba yang diinginkan tercapai, (3) Meningkatkan
volume penjualan sebesar mungkin (Garrison et al. dalam Assa 2013).
Biaya untuk susu pasteurisasi mengalami overcosting. Sehingga harga jual
untuk susu pasteurisasi dapat diturunkan. Namun karena unit usaha ini sedang
berupaya untuk mencapai laba, maka strategi ini tidak dilakukan. Selain itu, harga
yang ditetapkan yaitu Rp3 000 dianggap sudah cukup murah dan dapat bersaing di
pasaran dengan produk sejenis. Sedangkan biaya untuk yogurt mengalami
undercosting. Maka harga jual untuk yogurt dapat dinaikkan. Selama ini harga
jual yang ditetapkan untuk yogurt adalah Rp6 000. Harga ini termasuk dibawah
harga pasar dibandingkan dengan produk industri sejenis dengan ukuran yang
sama. Pihak unit usaha ini dapat menaikkan harga jual menjadi Rp6 500. Harga
yang masih dapat bersaing di pasaran. Harga jual yang dinaikkan dapat
memberikan marjin kontribusi yang lebih besar untuk menaikkan laba pada
produk ini. Namun adanya kenaikkan harga dapat menyebabkan kemungkinan
penurunan penjualan. Hal ini dapat diatasi dengan penekanan biaya
Pada analisis aktivitas penekanan biaya dapat dilakukan dengan
mengurangi biaya yang berhubungan dengan unit dan nonunit. Penekanan biaya
tersebut diantaranya sebagai berikut: (1)Menurunkan biaya kemasan dengan
merubah sebagian kemasan yogurt botolan ke yogurt cup. Biaya kemasan akan
menjadi lebih efisien sebesar 68%, (2)Mengurangi tarif listrik dengan
penghematan listrik pada kantor, (3)Mengurangi biaya pembelian kultur dengan
melakukan pemeliharaan mesin dan kebersihan karyawan, (4)Menghilangkan
biaya pos karena invoice dapat dikirim melalui email atau diberikan bersamaan
saat pengiriman barang.
Selama ini, upaya promosi yang dilakukan untuk meningkatkan penjualan
a