Pengaruh investasi sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian terhadap distribusi pendapatan dan kemiskinan di Provinsi Sulawesi Tengah

(1)

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI

PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN TERHADAP DISTRIBUSI

PENDAPATAN DAN KEMISKINAN DI PROVINSI

SULAWESI TENGAH

RUSTAM ABD. RAUF

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam disertasi yang berjudul :

“Pengaruh Investasi Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Provinsi

Sulawesi Tengah”

adalah merupakan karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Disertasi ini.

Bogor, Desember 2011

Rustam Abd. Rauf NRP. A161040041


(3)

ABSTRACT

RUSTAM ABD. RAUF. The Effect of Investment in Agricultural and Agricultural Manufacturing Sectors on Income Distribution and Poverty in the Central Sulawesi Province (ARIEF DARYANTO as Chairman, SJAFRI MANGKUPRAWIRA and D.S. PRIYARSONO as Members of the Advisory Committee).

Central Sulawesi Province has abundant natural resources in term of agricultural and agricultural manufacturing sectors, but the people welfare is still low. One factor causing income distribution gap and poverty is the investment allocation policy. The research aims are (1) to analyze the effect of investment in agricultural and agricultural manufacturing sectors on output, value added, income distribution, and poverty, (2) to measure direct and indirect, and total effects of investment in agricultural and agricultural manufacturing sectors on income distribution, (3) to determine priority subsector of each agricultural and agricultural manufacturing sectors, and (4) to determine the most effective policy strategy that can be implemented by the Central Sulawesi government particularly for agricultural and agricultural manufacturing sectors to increase output, value added, to improve income distribution and to reduce poverty. Results showed that in the Central Sulawesi Province was unequal income distribution. Multiplier effect in agricultural manufacturing is higher than for agricultural sector. Structural path analysis in agricultural sector tends to the low income of rural household through labor production input that do not receive wage from nonagricultural sector. Meanwhile, agricultural manufacturing tends to higher income agricultural household through labor that work in agriculture. Simulations showed that 10 percent increase of investment in agricultural, agricultural manufacturing and other sectors can reduce level of poverty for all households. Meanwhile, 10 percent increase of investment, plantation subsector appears to be the highest one in reducing poverty for households.

Keyword : Agricultural Sector, Agricultural Manufacturing Sector, Social Accounting Matrix Model, Investment, Income Distribution, Poverty.


(4)

Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Provinsi Sulawesi Tengah (Arief Daryanto sebagai Ketua, Sjafri Mangkuprawira dan D.S. Priyarsono sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Provinsi Sulawesi Tengah memiliki sumberdaya alam di sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian yang sangat besar, namun jika dilihat dari tingkat kesejahteraan masyarakatnya justru menunjukkan keadaan sebaliknya. Salah satu faktor penyebab terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan dan

kemiskinan adalah kebijakan alokasi investasi. Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis pengaruh investasi sektor pertanian dan industri pengolahan hasil

pertanian terhadap output, nilai tambah, distribusi pendapatan, dan kemiskinan, (2) mengukur besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung, serta pengaruh total dari sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian terhadap distribusi pendapatan, (3) menentukan sub sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian yang menjadi prioritas untuk dikembangkan sehingga mengurangi kemiskinan, dan (4) menentukan strategi kebijakan yang efektif dilakukan oleh pemerintah daerah pada sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian untuk meningkatkan output, nilai tambah, memperbaiki distribusi pendapatan dan mengurangi kemiskinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi pendapatan di Provinsi Sulawesi Tengah berada pada tingkat ketimpangan pendapatan sedang (tidak merata). Efek pengganda sektor industri pengolahan hasil pertanian lebih besar dibandingkan sektor pertanian. Hasil analisis jalur di sektor pertanian mengarah kepada rumahtangga pertanian berpendapatan rendah di perdesaan dengan melalui faktor produksi tenaga kerja bukan penerima upah nonpertanian sedangkan sektor industri pengolahan hasil pertanian mengarah kepada rumahtangga pertanian pendapatan tinggi yang terlebih dahulu melalui faktor produksi tenaga kerja pertanian. Simulasi peningkatan investasi di sektor pertanian, sektor industri pengolahan hasil pertanian, dan sektor lainnya sebesar 10 persen secara umum mampu menurunkan tingkat kemiskinan seluruh kelompok rumahtangga. Simulasi peningkatan investasi sebesar 10 persen di sub sektor perkebunan memiliki pengaruh lebih besar menurunkan rumahtangga miskin.

Kata Kunci : Sektor Pertanian, Industri Pengolahan Hasil Pertanian, Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi, Investasi, Distribusi Pendapatan, Kemiskinan.


(5)

RINGKASAN

RUSTAM ABD. RAUF. Pengaruh Investasi Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Provinsi Sulawesi Tengah. (ARIEF DARYANTO sebagai Ketua, SJAFRI MANGKUPRAWIRA and D.S. PRIYARSONO sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian terutama bagi negara-negara berkembang. Hal ini dilihat dari peran sektor tersebut terhadap penyedia utama lapangan kerja dan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa sektor sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian menjadi penyangga ekonomi nasional pada saat krisis ekonomi.

Salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan adalah kebijakan alokasi investasi yang menimbulkan inkonsistensi dalam perencanaan pembangunan sektoral serta terjadinya ketimpangan pengalokasian anggaran terhadap kinerja pembangunan daerah. Alokasi investasi baik pemerintah daerah maupun swasta cenderung bias ke sektor industri. Padahal investasi merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan daerah karena akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan sektoral di Provinsi Sulawesi Tengah.

Dalam teori ekonomi makro Keynes, peningkatan investasi tidak hanya akan meningkatkan permintaan agregat, tetapi juga meningkatkan penawaran agregat melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi. Kedua peran tersebut menyebabkan investasi mempunyai efek pengganda yang besar dalam perekonomian Provinsi Sulawesi Tengah. Model Harrold-Domar menjelaskan bahwa dalam jangka panjang, investasi akan meningkatkan penawaran melalui peningkatan stok kapital yang pada gilirannya akan meningkatkan pula kemampuan masyarakat untuk menghasilkan output atau kegiatan-kegiatan produksi. Kegiatan produksi tersebut akan meningkatkan juga penyerapan tenaga kerja. Proses ini pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Tujuan penelitian ini adalah : (1) menganalisis pengaruh investasi sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian terhadap output, nilai tambah, distribusi pendapatan, dan kemiskinan, (2) mengukur besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung, serta pengaruh total dari sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian terhadap distribusi pendapatan, (3) menentukan sub sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian yang menjadi prioritas untuk dikembangkan sehingga mengurangi kemiskinan, dan (4) menentukan strategi kebijakan yang efektif dilakukan oleh pemerintah daerah pada sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian untuk meningkatkan output, nilai tambah, memperbaiki distribusi pendapatan dan mengurangi kemiskinan.

Objek penelitian adalah Provinsi Sulawesi Tengah, yang didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama, Provinsi Sulawesi Tengah memiliki sumberdaya sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian yang sangat besar. Kedua, pengaruh investasi sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian terhadap distribusi pendapatan dan kemiskinan di Sulawesi Tengah


(6)

sektor industri makanan dan minuman umumnya mempunyai nilai pengganda lebih besar dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Dimana kelima nilai pengganda sektor industri makanan dan minuman akibat dari injeksi sektor pertanian, yaitu pertanian tanaman pangan sebesar 0.07989, perkebunan sebesar 0.090, peternakan sebesar 0.086, kehutanan sebesar 0.0771, dan perikanan sebesar 0.101, sedangkan peningkatan pendapatan rumahtangga dengan nilai pengganda tertinggi adalah rumahtangga golongan atas di perkotaan pada sub sektor perkebunan dengan nilai pengganda sebesar 0.15726. Untuk keseluruhan sektor memberikan nilai pengganda neraca terhadap faktor produksi berkisar 1.4871 sampai 1.5699. Artinya setiap peningkatan investasi di sektor pertanian sebesar 1 milyar maka akan meningkatkan pendapatan faktor produksi sebesar Rp 1.4871 milyar sampai Rp 1.5699 milyar dimana dampak terhadap faktor produksi tenaga kerja sektor pertanian dan non pertanian lebih kecil dibandingkan faktor produksi modal.

Hasil analisis jalur di sektor pertanian dan sektor industri pengolahan hasil pertanian memiliki efek pancaran yang berbeda terhadap tujuan akhir yaitu institusi rumahtangga. Sektor pertanian mengarah kepada rumahtangga pertanian berpendapatan rendah di desa dengan melalui faktor produksi tenaga kerja bukan penerima upah nonpertanian sedangkan sektor industri pengolahan hasil pertanian mengarah kepada rumahtangga pertanian pendapatan tinggi yang terlebih dahulu melalui faktor produksi tenaga kerja pertanian.

Simulasi peningkatan investasi di sektor pertanian, sektor industri pengolahan hasil pertanian, dan sektor lainnya secara umum mampu menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan seluruh kelompok rumahtangga baik di perdesaan maupun di perkotaan. Kelompok rumahtangga di perdesaan mengalami penurunan rumahtangga miskin yang paling tinggi adalah kelompok rumahtangga pertanian pendapatan golongan rendah di perdesaan sedangkan rumahtangga pendapatan tinggi di perkotaan mengalami penurunan kemiskinan yang paling besar. Jika memperhatikan keseluruhan simulasi ternyata penurunan kemiskinan di sub sektor tanaman pangan (SIM 1), industri pengolahan hasil pertanian (SIM 3 dan SIM 4) dan sektor pertambangan minyak dan gas bumi, sektor perdagangan, dan sektor jasa restoran dan hotel (SIM 5 sampai SIM 7), memberi dampak penurunan kemiskinan lebih rendah dibandingkan dengan simulasi pada sub sektor perkebunan. Peningkatan investasi sebesar 10 persen di sub sektor perkebunan menyebabkan penurunan kemiskinan sebesar -0.077 persen pada rumahtangga perkotaan dan menurunkan rumahtangga

perdesaan sebesar -0.065 persen. Simulasi peningkatan investasi sebesar 10 persen pada sektor pertanian, industri pengolahan hasil pertanian, dan sektor

lainnya menunjukkan bahwa sektor industri makanan dan minuman memiliki dampak tertinggi terhadap perubahan sektor produksi, pendapatan rumahtangga dan faktor produksi. Temuan ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian memiliki keterkaitan kebelakang dan kedepan yang sangat besar.


(7)

Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang – Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(8)

SULAWESI TENGAH

RUSTAM ABD. RAUF

DISERTASI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(9)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS.

Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

2. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS.

Ketua Departemen Manajemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka : 1.Drs. Sumedi Andono Mulyo, Ph.D.

Direktur Pengembangan Wilayah, Badan Perencanaan Pembangungan Nasional.

2. Prof.Dr.Ir. Mangara Tambunan, M.Ec.

Guru Besar pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.


(10)

Tengah

Nama Mahasiswa : Rustam Abd. Rauf Nomor Pokok : A161040041

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc

Prof. Dr. Ir. Tb. Sjafri Mangkuprawira

Anggota Anggota

Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MS

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr


(11)

Kupersembahkan Karya Tulis ini kepada

Ayahanda dan Ibunda,

Isteri dan anak – anakku tercinta :

Mariani Syam Akil, SP, MT

Afdial Amsyar

Almira Dwi Riani


(12)

Rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi dengan judul “ Pengaruh Investasi Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Provinsi Sulawesi Tengah”, dengan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi.

Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setulus-tulusnya kepada Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc selaku Ketua Komisi Pembimbing beliau sangat ramah dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan karya tulis ini. Beliau selalu menyediakan waktu kapanpun untuk berkonsultasi. Didalam proses bimbingan, penulis diberikan pemahaman tentang teori ekonomi regional dengan menggunakan model sistem neraca sosial ekonomi sehingga penulis dapat memahami konsep tersebut dan mengaplikasikan dalam membangun model SNSE Sulawesi Tengah.

Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira, yang banyak memberikan motifasi, arahan,

dan bimbingan kepada penulis. Bapak merupakan inspirasi bagi penulis karena banyak memberikan contoh kedisiplinan, bijaksana, dan sangat ramah terhadap semua bimbingan Bapak. Didalam membimbing, Bapak memberikan pemahaman tentang teori dasar ekonomi, teori ekonomi sumberdaya manusia, dan filosofi menulis karya ilmiah, serta disela berdiskusi tentang karya ilmiah, Bapak selalu memberikan petuah-petuah yang menyejukkan hati seperti : memberi pesan kepada penulis bahwa hendaknya seseorang yang berkecimpung didunia pendidikan selalu “ISTIQOMAH” dan “TAWADDU” dan sebagai peneliti harus menjunjung kaidah-kaidah ilmiah dari sisi epistomologi, ontologi, axiologi dan


(13)

metodologi. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesarnya-besarnya kepada Bapak.

Terima kasih dan penghargaan pula penulis sampaikan kepada Dr.Ir. D.S. Priyarsono, MS. Kesan penulis terhadap Beliau adalah sosok pembimbing yang sangat teliti, memberikan arahan penulisan mulai latar belakang sampai pada kesimpulan harus secara konsisten. Beliau memberikan konsep-konsep tentang ekonomi regional, memberikan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan karya tulis ini dan tak lupa menanyakkan tahap selanjutnya yang berkaitan dengan proses penyelesaian studi.

Ucapan terima kasih dan penghargaan pula penulis sampaikan kepada : 1. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program Doktor pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

2. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Bogor yang telah memberi ijin kepada penulis untuk menyelesaikan studinya pada program S3 Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

3. Rektor Universitas Tadulako Palu, yang telah memberikan izin dan bantuan kepada penulis untuk melanjutkan studi program Doktor (S3) di Institut Pertanian Bogor.

4. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS).

5. Prof. Dr. Ir.Bonar M. Sinaga, MA, selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, yang telah banyak memberikan nasihat-nasihat dan


(14)

6. Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS, Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS dan Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka Drs. Sumedi Andono Mulyo, Ph.D, Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, MEc, yang telah banyak memberi masukan demi kesempurnaan disertasi ini.

7. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako dan jajarannya, pada Prof. Dr. Ir. H Alam Anshary, MSi, yang telah banyak membantu penulis.

8. Seluruh Dosen dan staf administrasi pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB.

9. Dr. Ir. Yundhi Hafizrianda, MSi dan Dr. Ir. Sri Heri Susilowati, MSi, yang banyak membantu penulis membangun model SNSE Sulawesi Tengah dan analisis kemiskinan.

10.Kedua orangtuaku Hi. Abdul Rauf D. (Alm). dan Hj. Masida Sulaeman yang membimbingku dari kecil hingga dewasa dan selalu memberi semangat untuk menempuh pendidikan sampai jenjang tertinggi, karena menurut beliau bahwa pendidikan adalah investasi yang tak ternilai harganya.

11.Istri dan anak-anak tercinta, yaitu : Mariani Syam Akil, SP, MT, Afdial Amsyar, dan Almira Dwi Riani yang telah lama menunggu, dan sangat

banyak berkorban serta selalu bertanya kapan Papa selesai, selama penulis menempuh studi program Doktor di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

12.Seluruh keluargaku, kakak, dan adik-adik, serta Bapak Mertua Syam Moh. Akil (Alm) dan Ibu Andi Bani . Tanpa bantuan dan dorongan keluarga tidak mungkin penulis menyelesaikan studi program Doktor.


(15)

13.Teman – Teman angkatan 2004 di Program Studi EPN (Roni Dwi Susanto, Satria Astana, Haryadi, Darsono, Eka, Kusmayadi) , yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

14.Teman – Teman yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Pascasarjana asal Sulawesi Tengah (HIMPAST – SULTENG) atas segala bantuan dan kerjasama yang baik selama penulis bergaul dan hidup bersama selama menempuh pendidikan Doktor di Pascasarjana IPB Bogor.

15.Teman – Teman yang tergabung dalam Dewan Mahasiswa Pascasarjana IPB dan Teman – Teman yang tergabung dalam komunitas olahraga Badminton lapangan terbuka atas segala bantuan dan kerjasama yang baik selama penulis bergaul selama menempuh pendidikan Doktor di Pascasarjana IPB Bogor. 16.Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat penulis sebutkan

satu persatu.

Semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapat balasan pahala yang berlimpah dari Allah SWT. Harapan penulis semoga disertasi ini bermanfaat untuk berbagai pihak yang membacanya ... Amin.

Bogor, Desember 2011


(16)

sebagai anak pertama dari 4 bersaudara dari pasangan Hi. Abd. Rauf (Alm) dan Hj. Masida Sulaeman. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di Kasimbar Kec. Ampibabo Sulawesi Tengah. Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di Kotamadya Palu. Pendidikan Sarjana (S1) ditempuh di Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu dan Lulus Tahun 1999. Tahun ajaran 1999/2000 penulis melanjutkan pendidikan jenjang S2 (Magister) Ilmu-Ilmu Pertanian Program Studi Ekonomi Pertanian (EPN), Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, lulus Tahun 2001. Tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan jenjang S3 (Doktor) di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN), Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajeman, Institut Pertanian Bogor.

Tahun 2002 hingga sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis, Fakultas Pertanian, Univeristas Tadulako. Penulis menikah dengan Mariani Syam Akil, SP, MT Tahun 2001 dan dikaruniai satu orang putra dan satu orang putri, yakni : Afdial Amsyar dan Almira Dwi Riani.


(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………... Iv

DAFTAR GAMBAR ……….. Vi

DAFTAR LAMPIRAN ... Viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Manfaat Penelitian ... 12

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 15

2.1. Peranan Sektor Pertanian ... 15

2.2. Industri Pengolahan Hasil Pertanian ... 19

2.3. Penelitian tentang Sektor Pertanian dan Kemiskinan ... 22

2.4. Teori Basis Ekonomi ... 30

2.5. Teori Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi ... 36

Pendapatan Regional ... 2.6. 45 Ketimpangan Distribusi Pendapatan ... 2.7. 48 Kemiskinan Rumahtangga ... 2.8. 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 61

3.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... 61

3.2. Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi ... 66

3.2.1.Analisis Pengganda Sistem Neraca Sosial Ekonomi ... 68

3.2.2.Analisis Jalur Struktural ... 74

3.2.3.Estimasi Sistem Neraca Sosial Ekonomi dengan Metode Cross Entrophy ... 81


(18)

ii

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 85

4.3. Konstruksi Kerangka Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Sulawesi Tengah ... 93

4.4. Metode Analisis ... 96

4.4.1. Analisis Pengganda Neraca ... 97

4.4.2. Analisis Jalur Struktural ... 104

4.4.3. Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan... 105

4.4.4. Analisis Kemiskinan ... 107

4.4.5. Analisis Simulasi ... 111

4.5. Asumsi Analisis ... 112

V. STRUKTUR PENGGANDA SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH……….... 113

5.1. Pengganda Neraca ... 113

5.1.1. Koefisien Pengganda Sektor Pertanian terhadap Sektor Produksi ... 114

5.1.2. Koefisien Pengganda Sektor Pertanian terhadap Institusi Rumahtangga ... 117

5.1.3. Koefisien Pengganda Sektor Pertanian terhadap Nilai Tambah Faktor Produksi ... 120

5.1.4. Koefisien Pengganda Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Sektor Produksi ... 122

5.1.5. Koefisien Pengganda Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Institusi Rumahtangga ... 123

5.1.6. Koefisien Pengganda Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Nilai Tambah Faktor Produksi ... 125

5.2. Analisis Dekomposisi ... 130

VI. ANALISIS JALUR STRUKTURAL ... 137

6.1. Jalur Transmisi Pengaruh Sektor Pertanian ke Rumahtangga ... 138

6.1.1. Sub Sektor Tanaman Pangan ... 138

6.1.2. Sub Sektor Tanaman Perkebunan ... 142


(19)

iii

6.1.4. Sub Sektor Kehutanan ... 147

6.1.5. Sub Sektor Perikanan ... 149

6.2. Jalur Transmisi Pengaruh Sektor Industri Pengolahan Hasil Pertanian ke Rumahtangga ... 151

6.2.1. Sektor Industri Makanan dan Minuman ... 151

6.2.2. Sektor Industri Kulit ... 154

6.2.3. Sektor Industri Hasil Hutan ... 157

VII. SIMULASI KEBIJAKAN INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN... 161

7.1. Dampak Investasi di Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Sektor Produksi, Institusi Rumahtangga, dan Faktor Produksi ... 161

7.2. Dampak Investasi Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan ... 172

7.3. Dampak Investasi terhadap Kemiskinan menurut Golongan Rumahtangga ... 177

7.3.1. Jumlah Rumahtangga Miskin ……… 177

7.3.2. Kedalaman Kemiskinan Rumahtangga 184 7.3.3. Keparahan Kemiskinan Rumahtangga ……….. 185

7.4. Peranan Investasi dalam Mempengaruhi Ketimpangan Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan Rumahtangga ... 187

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN... 193

8.1. Kesimpulan ... 193

8.2. Implikasi Kebijakan ... 194

8.3. Saran ... 195

DAFTAR PUSTAKA ... 197 LAMPIRAN


(20)

iv

1. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Atas Harga

Berlaku menurut Lapangan Usaha, Tahun 2004 – 2008 ... 5 2. Jumlah Rumahtangga Miskin berdasarkan Lapangan Pekerjaan

Utama di Provinsi Sulawesi Tengah menurut Kabupaten ... 7 3. Kerangka Dasar Sistem Neraca Sosial Ekonomi ... 67 4. Jenis dan Sumber Data ... 86 5. Klasifikasi Sistem Neraca Sosial Ekonomi Provinsi Sulawesi

Tengah ... 95 6. Koefisien Pengganda Sektor Pertanian terhadap Sektor Produksi di

Provinsi Sulawesi Tengah, Tahun 2008 ... 114 7. Koefisien Pengganda Sektor Pertanian terhadap Institusi

Rumahtangga, Tahun 2008 ... 118 8. Koefisien Pengganda Sektor Pertanian terhadap Nilai Tambah Faktor

Produksi, Tahun 2008 ... 120 9. Koefisien Pengganda Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap

Sektor Produksi, Tahun 2008 ... 122 10. Koefisien Pengganda Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap

Institusi Rumahtangga, Tahun 2008 ... 124 11. Koefisien Pengganda Industri Pengolahan Hasil Pertanian terhadap

Nilai Tambah Faktor Produksi, Tahun 2008 ... 125 12. Dekomposisi Multiplier Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan

Pertanian di Provinsi Sulawesi Tengah ... 132 13. Pengaruh Langsung, Pengaruh Total dan Pengaruh Global Sub

Sektor Tanaman Pangan ke Rumahtangga, Tahun 2008 ... 139 14. Pengaruh Langsung, Pengaruh Total dan Pengaruh Global Sub

Sektor Tanaman Perkebunan ke Rumahtangga, Tahun 2008 ... 142 15. Pengaruh Langsung, Pengaruh Total dan Pengaruh Global Sub

Sektor Peternakan ke Rumahtangga, Tahun 2008 ... 145 16. Pengaruh Langsung, Pengaruh Total dan Pengaruh Global Sub


(21)

v

17. Pengaruh Langsung, Pengaruh Total dan Pengaruh Global Sub Sektor Perikanan ke Rumahtangga, Tahun 2008 ... 150 18. Pengaruh Langsung, Pengaruh Total dan Pengaruh Global Sektor

Industri Makanan dan Minuman ke Rumahtangga, Tahun 2008 ... 152 19. Pengaruh Langsung, Pengaruh Total dan Pengaruh Global Sektor

Industri Kulit ke Rumahtangga, Tahun 2008 ... 155 20. Pengaruh Langsung, Pengaruh Total dan Pengaruh Global Sektor

Industri Hasil Hutan ke Rumahtangga, Tahun 2008 ... 157 21. Luas Panen dan Produksi Tanaman Padi dan Palawija Provinsi

Sulawesi Tengah, Tahun 2005 – 2008 ... 161 22. Luas Panen dan Produksi Tanaman Perkebunan Provinsi Sulawesi

Tengah, Tahun 2005 – 2008 ... 162 23. Peningkatan Investasi Pemerintah dan Swasta terhadap Sektor

Produksi di Sulawesi Tengah, Tahun 2008 ... 164 24. Peningkatan Investasi Pemerintah dan Swasta terhadap Penerimaan

Rumahtangga di Sulawesi Tengah, Tahun 2008 ... 167 25. Peningkatan Investasi Pemerintah dan Swasta terhadap Faktor

Produksi di Sulawesi Tengah, Tahun 2008 ... 170 26. Simulasi Kebijakan Peningkatan Investasi terhadap Insiden

Kemiskinan ... 179 27. Simulasi Kebijakan Peningkatan Investasi terhadap Kedalaman

Kemiskinan ... 185 28. Simulasi Kebijakan Peningkatan Investasi terhadap Keparahan


(22)

vi

1. Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Sulawesi Tengah, Tahun 2004 – 2009 ... 6 2. Peranan Sektor Pertanian : Suatu Ilustrasi Teoritis ... 17 3. Pertumbuhan Ekonomi melalui Peningkatan Agregat Supply ... 39 4. Pertumbuhan Ekonomi karena Peningkatan Agregat Demand ... 39 5. Pertumbuhan Ekonomi melalui Peningkatan Agregat Demand dan

Agregat Supply ... 40 6. Kurva Distribusi Pendapatan ... 50 7. Kerangka Pemikiran Pengaruh Investasi Sektor Pertanian dan Industri

Pengolahan Hasil Pertanian di Provinsi Sulawesi Tengah ... 63 8. Proses Pengganda Antara Neraca Endogen Sistem Neraca Sosial

Ekonomi ... 72 9. Jalur Dasar Analisis Struktural ... 75 10. Sirkuit Analisis Jalur Struktural ... 76 11. Kemungkinan Jalur yang Menghubungkan Beberapa Sektor ... 77 12. Konstruksi Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Provinsi Sulawesi

Tengah ... 94 13. Jalur Dasar Sub Sektor Tanaman Pangan ke Rumahtangga ... 141 14. Jalur Dasar Sub Sektor Perkebunan ke Rumahtangga ... 144 15. Jalur Dasar Sub Sektor Peternakan ke Rumahtangga ... 146 16. Jalur Dasar Sub Sektor Kehutanan ke Rumahtangga ... 148 17. Jalur Dasar Sub Sektor Perikanan ke Rumahtangga ... 151 18. Jalur Dasar Sektor Industri Makanan dan Minuman ke Rumahtangga. 153 19. Jalur Dasar Sektor Industri Kulit ke Rumahtangga ... 156 20. Jalur Dasar Sektor Industri Hasil Hutan ke Rumahtangga ... 159


(23)

vii

21. Perkembangan Tingkat Pengangguran di Provinsi Sulawesi Tengah, Tahun 2004 – 2008 ... 171 22. Dampak Investasi Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan Hasil

Pertanian terhadap Ketimpangan Pendapatan Rumahtangga di Provinsi Sulawesi Tengah ... 173 23. Dampak Investasi Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan Hasil

Pertanian terhadap Ketimpangan Pendapatan Tenaga Kerja di Provinsi Sulawesi Tengah ... 175 24. Dampak Investasi Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan Hasil

Pertanian terhadap Ketimpangan Pendapatan Sektoral di Provinsi Sulawesi Tengah ... 176


(24)

viii

1. Struktur SNSE Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2008 ... 207 2. Bahasa Program GAMS untuk Balancing Sistem Neraca Sosial

Ekonomi Sulawesi Tengah ... 208 3. Sistem Neraca Sosial Ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah, Tahun

2007 ... 210 4. Matriks Koefisien Neraca Endogen Sistem Neraca Sosial Ekonomi

Provinsi Sulawesi Tengah, Tahun 2008 ... 216 5. Matriks Multiplier Sistem Neraca Sosial Ekonomi Provinsi

Sulawesi Tengah, Tahun 2008 ... 221 6. The Own Effect Matrix ... 225

7. The Open Loop Effect Matrix... 228

8. The Closed Loop Effect Matrix ... 231

9. Analisis Jalur Struktural Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan Hasil Pertanian di Provinsi Sulawesi Tengah ... 234 10. Simulasi Peningkatan Investasi Pemerintah dan Swasta Sebesar 10

Persen ... 278 11. Simulasi Dampak Investasi Sektor Pertanian dan Industri

Pengolahan Hasil Pertanian terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan ... 280 12. Analisis Kemiskinan dengan Kriteria Garis Kemiskinan Provinsi

Sulawesi Tengah ……….... 282 13. Analisis Kemiskinan Agregat Sulawesi Tengah dengan Kriteria

Garis Kemiskinan Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah ... 290 14. Analisis Kemiskinan dengan Kriteria Garis Kemiskinan Bank

Dunia ... 291 15. Analisis Kemiskinan Agregat Sulawesi Tengah dengan Kriteria


(25)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi perekonomian suatu negara, bukan hanya karena di masa krisis sektor pertanian mengalami pertumbuhan yang positif, tetapi sektor pertanian merupakan sektor yang menjadi landasan dibanyak negara maju. Penjelasan tersebut didasarkan pada realita di negara-negara maju perkembangan sektor pertanian sama dengan tingkat perkembangan sektor-sektor lainnya. Pengembangan sektor pertanian menjadi landasan perekonomian suatu negara karena menjadi sumber pangan, sandang dan papan yang bermutu, murah, dan berkesinambungan bagi masyarakat suatu bangsa, sebagai sumber bahan baku bagi industri lainnya, dan sebagai pemasok tenaga kerja.

Namun di sisi lain kebanyakan negara maju pula menganggap sektor industri merupakan motor penggerak bagi pertumbuhan perekonomian karena mampu memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk sektor pertanian. Oleh karena itu strategi industrialisasi sering digunakan untuk mencapai kesejahteraan. Akan tetapi, sektor industri dapat berkembang dengan efisien jika didukung oleh pembangunan dan pengembangan disektor lainnya. Demikian juga dengan pembangunan sektor pertanian perlu didukung pembangunan sektor lain, sehingga tidak terjadi kepincangan pembangunan (Priyarsono et al., 2008).

Lebih lanjut Rostow (1990) dalam Priyarsono et.al. (2008) mengemukakan bahwa sektor pertanian yang handal merupakan prasyarat bagi pembangunan sektor industri dan jasa. Pengamatan empiris menunjukkan bahwa


(26)

sebagian besar negara hanya dapat mencapai tahapan tinggal landas menuju pembangunan ekonomi berkelanjutan yang digerakkan oleh sektor industri dan jasa setelah didahului oleh kemajuan di sektor pertanian. Laporan Tahunan Bank Dunia (World Development Report, 2008) menyatakan bahwa pertumbuhan PDB yang berbasis sektor pertanian empat kali lebih efektif dalam mengurangi kemiskinan jika dibandingkan pertumbuhan PDB berbasis sektor lain. Hal ini didasarkan pada kemampuan sektor pertanian dalam menyerap dan menciptakan tenaga kerja (pro-employment). Peranan besar yang dimiliki sektor pertanian dalam pertumbuhan PDB memberikan sinyal positif bagi Indonesia untuk lebih serius dan konsisten menerapkan revitalisasi pembangunan pertanian. Peran revitalisasi pertanian tidak hanya sebatas membangun kesadaran pentingnya pertanian semata, tetapi juga paradigma pola pikir masyarakat yang memandang pertanian tidak sekedar bercocok tanam menghasilkan komoditas yang dikonsumsi. Sektor pertanian mempunyai efek pengganda (multiplier effect) yang besar keterkaitannya ke depan dan ke belakang (forward and backward lingkages) dengan sektor-sektor lainnya, terutama industri pengolahan dan jasa (Daryanto, 2009).

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Lebih lanjut Daryanto (2009), mengemukakan bahwa pertanian dan sektor lainnya terutama pada industri pengolahan merupakan

way of life dan sumber kehidupan sebagian besar masyarakat serta sekitar 45

persen tenaga kerja kita tergantung dari sektor ini. Sekarang ini peranan baru sektor pertanian dapat diletakan dalam kerangka “ 3 F contribution in the


(27)

3

dipungkiri pula bahwa sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian menjadi penyangga ekonomi nasional pada saat krisis ekonomi. Penelitian yang dilakukan Saragih (2007), menunjukkan bahwa pada Tahun 2003, sektor pertanian primer dan industri pengolahan hasil pertanian menyumbang 46.5 persen terhadap PDB. Kontribusi tersebut sedikit menurun dari tahun 1998 yakni sebesar 52.5 persen, sedangkan penyerapan tenaga kerja mencapai 74.3 persen, meningkat dibandingkan tahun 1998 sebesar 72.9 persen.

Menurut Mangkuprawira (2005), petani menanamkan investasinya di sektor pertanian secara nasional sangatlah besar, misalnya investasi pada perkebunan karet seluas 3.5 juta hektar, kebun kelapa 3.7 juta hektar dan jutaan hektar pada perkebunan komoditas lainnya. Nilai ekspornya berkisar US$ 5 milyar pertahun. Nilainya akan lebih besar lagi kalau para petani juga terlibat dalam proses pengolahan. Melihat kenyataan tersebut, banyak kalangan khususnya para ahli ekonomi pertanian mendesak agar sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian kembali sebagai mesin pertumbuhan perekonomian, karena sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian merupakan sektor yang mengandalkan keunggulan komparatif yang berbasiskan sumberdaya domestik.

Sektor yang dimaksud berbasis pada tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, perikanan dan kelautan, peternakan serta kehutanan. Ruang lingkup sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian mencakup up-stream, on-farm dan down-stream atau sering disebut bidang usaha dari hulu sampai hilir dan pendukungnya. Luasnya keterkaitan sektor pertanian primer dan industri pengolahan hasil pertanian ini akan memberikan dampak multiplier yang cukup besar apabila pemerintah dan dunia usaha bersama-sama meningkatkan sektor ini


(28)

sehingga dalam jangka panjang perekonomian Indonesia memiliki ketahanan terhadap perubahan ekonomi.

Peranan sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian yang demikian besar dalam perekonomian Indonesia memiliki implikasi penting dalam pembangunan ekonomi baik secara nasional maupun regional. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (sekarang kedua Undang-Undang di atas sudah dirubah dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004), maka pemerintah daerah di Indonesia memiliki kewenangan yang luas dalam melaksanakan pemerintahan dan mengatur keuangan daerah masing-masing. Dengan demikian, pertumbuhan daerah diharapkan menjadi optimal dan mampu menumbuhkan perekonomian daerah sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat.

Dengan lahirnya undang-undang otonomi tersebut maka peranan daerah untuk menentukan kebijakan pembangunan sangat terbuka. Provinsi Sulawesi Tengah memiliki sumberdaya alam di sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian yang sangat besar, hal ini terlihat pada PDRB sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian menurut lapangan usaha Tahun 2008 masing-masing sebesar Rp 11 897 milyar dan Rp 2 109 milyar dengan distribusi persentase PDRB sebesar 42.26 persen untuk sektor pertanian dan 7.49 persen untuk industri pengolahan hasil pertanian, seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa sektor pertanian masih merupakan tumpuan kehidupan perekonomian Sulawesi Tengah. Peranannya tetap dominan, hanya sedikit mengalami penurunan dari 43.20 persen pada tahun 2007 menjadi 42.26 persen


(29)

5

pada tahun 2008. Sektor jasa-jasa yang berada pada urutan kedua memberikan peranan sebesar 15.85 persen, meningkat dibanding tahun sebelumnya 15.12 persen. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran menempati urutan ketiga dengan andil sebesar 11.89 persen, sedangkan urutan keempat ditempati sektor industri pengolahan dengan andil sebesar 7.49 persen. Tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian sebesar 721 877 dari jumlah tenaga kerja yang ada yakni 1 131 706 orang (63.79 persen). Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian memiliki peranan yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah. Tabel 1. Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Atas Harga

Berlaku menurut Lapangan Usaha, Tahun 2004 – 2008

(%)

Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008

1. Pertanian 45.04 45.48 44.65 44.42 42.26

2. Penggalian 1.79 2.17 3.00 3.73 4.14

3. Industri Pengolahan Hasil Pertanian

7.77 7.47 7.26 7.03 7.49

4. Listrik dan Air Bersih 0.75 0.73 0.73 0.67 0.62

5. Bangunan 6.09 6.31 6.47 6.46 6.26

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran

12.19 12.17 12.08 11.67 11.90

7. Pengangkutan dan Komunikasi

6.52 6.39 6.39 6.54 6.92

8. Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan.

4.49 4.44 4.67 4.66 4.56

9. Jasa-Jasa 15.36 14.84 14.75 14.84 15.85 Sumber : Sulawesi Tengah dalam Angka, 2009.

Sumberdaya sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian yang besar juga dapat dilihat dari perhitungan indeks Location Quotient (LQ) Tahun


(30)

2005, yang memberi gambaran besar kecilnya peranan sektor basis dan sektor nonbasis dalam suatu wilayah. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa keberadaan sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian memiliki indeks Location Quotient (LQ) yang paling tinggi yakni 4.21, sehingga dapat dikatakan bahwa sektor tersebut merupakan sektor basis yang menjadi kekuatan daerah untuk mengekspor produknya keluar daerah. Selain itu sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran serta Jasa juga memiliki indeks Location Quotient (LQ) yang tinggi yakni 1.11 dan 1.35, sehingga sektor ini dapat mendampingi sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian.

Namun jika dilihat dari tingkat kesejahteraan masyarakatnya justru menunjukkan keadaan sebaliknya, dari 572 614 rumahtangga yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah, 180 029 rumahtangga (31.44 persen) masuk dalam kategori miskin dan sangat miskin. Ironisnya masyarakat yang masuk pada level tersebut umumnya berdomisili di perdesaan yang merupakan basis sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian, seperti terlihat pada Gambar 1.

70. 5 415.8 73. 2 454.3 76. 2 489.5 67. 1 490.4 60. 9 463.8 54. 7 435.2 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 rib u j iw a

2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun

kota desa

Sumber : Bappeda Sulawesi Tengah, 2009 (diolah)

Gambar 1. Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Sulawesi Tengah, Tahun 2004 – 2009


(31)

7

Gambar 1 menunjukkan bahwa Tahun 2009 jumlah penduduk miskin di perdesaan sebesar 435.2 ribu jiwa dan perkotaan sebesar 54.7 ribu jiwa. Jumlah penduduk miskin ini menurun sebesar 1.67 persen jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin Tahun 2008. Jika dilihat berdasarkan lapangan pekerjaan utama maka sub sektor tanaman pangan dan sub sektor perkebunan mempunyai rumahtangga miskin yang tertinggi, seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Rumahtangga Miskin berdasarkan Lapangan Pekerjaan

Utama di Provinsi Sulawesi Tengah menurut Kabupaten

No KABUPATEN/ KOTA

Lapangan Pekerjaan Utama Kepala Rumahtangga

Perta-nian

Perke-bunan

Peter-nakan

Perika-nan

Indus-tri

Perdag a-ngan

Angku-tan Jasa

Lain-nya

Tidak Beker-ja 1 BANGKEP 6,045 2,588 55 2,000 54 43 145 535 1,197 634

2 BANGGAI 9,390 2,478 46 1,120 97 79 147 1,077 1,758 1,506

3 MOROWALI 6,789 2,000 24 1,790 38 30 46 462 1,956 960

4 POSO 6,532 2,529 21 297 8 34 37 423 523 525

5 DONGGALA 14,788 14,174 81 1,155 363 371 550 3,075 4,785 1,672

6 TOLITOLI 5,008 4,382 31 1,137 101 238 206 935 1,532 1,010

7 BUOL 5,854 1,203 39 706 134 38 159 763 1,437 512

8 PARIGI MOUTONG 6,548 9,412 39 1,572 67 23 193 2,045 2,354 1,164

9 TOJO

UNA-UNA 7,034 2,383 9 1,491 67 66 148 777 1,284 577 10 PALU 1,183 228 52 267 462 509 589 1,092 2,695 1,451

S U L T E N G 69,171 41,377 397 11,535 1,391 1,431 2,220 11,184 19,521 10,011

PERSENTASE 41.11% 24.59% 0.24% 6.86% 0.83% 0.85% 1.32% 6.65% 11.60% 5.95% Sumber : Bappeda Sulawesi Tengah, 2009 (diolah)

Tabel 2 menunjukkan, jumlah rumahtangga miskin sub sektor tanaman pangan 69.171 rumahtangga atau sekitar 41.11 persen dan sub sektor perkebunan 41.377 rumahtangga atau sekitar 24.59 persen. Padahal kedua sektor tersebut menyumbang distribusi PDRB Sulawesi Tengah masing-masing sebesar


(32)

13.57 persen dan 15.30 persen. Selain itu tingkat pengangguran di Provinsi Sulawesi Tengah juga menunjukkan peningkatan, pada Tahun 2004 tingkat pengangguran sebesar 48.234 ribu jiwa atau 4.99 persen dan pada Tahun 2007 meningkat menjadi 119.058 ribu jiwa atau 10.31 persen.

Salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan adalah kebijakan alokasi investasi yang menimbulkan inkonsistensi dalam perencanaan pembangunan sektoral serta terjadinya ketimpangan pengalokasian anggaran terhadap kinerja pembangunan daerah. Alokasi investasi baik pemerintah daerah maupun swasta cenderung bias ke sektor industri. Padahal menurut Daryanto (2009), pertumbuhan ekonomi tanpa didukung investasi merupakan pertumbuhan yang tidak berkualitas karena hanya mengandalkan sumber pertumbuhan eksternal, yaitu harga beberapa komoditas ekspor misalnya di Provinsi Sulawesi harga kakao dan harga cengkeh serta beberapa komoditas perkebunan lainnya. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Rozelle and Swinnen (2004); Asnawi (2004); Yantu (2007), bahwa kebijakan pertanian ke depan harus disertai dengan implikasi perbaikan investasi untuk menjamin kelestarian produktivitas pertanian. Oleh karena itu jika kita ingin mempertahankan kinerja sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian secara berkelanjutan, maka peningkatan investasi merupakan faktor yang sangat krusial yang harus segera ditangani secara serius.

Investasi merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan daerah karena akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan sektoral di Provinsi Sulawesi Tengah. Selain itu investasi diyakini sebagai kunci utama menuju pertumbuhan ekonomi dengan tingkat pendapatan dan produktivitas tinggi. Kondisi ini berkaitan dengan upaya memelihara kesinambungan


(33)

9

pembangunan, baik dalam jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang.

Dalam teori ekonomi makro Keynes, peningkatan investasi tidak hanya akan meningkatkan permintaan agregat, tetapi juga meningkatkan penawaran agregat melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi. Kedua peran tersebut menyebabkan investasi mempunyai efek pengganda yang besar dalam perekonomian Provinsi Sulawesi Tengah. Selain itu Model Harrold-Domar menjelaskan bahwa dalam jangka panjang, investasi akan meningkatkan penawaran melalui peningkatan stok kapital yang pada gilirannya akan meningkatkan pula kemampuan masyarakat untuk menghasilkan output atau kegiatan-kegiatan produksi. Kegiatan produksi tersebut akan meningkatkan juga penyerapan tenaga kerja. Akhirnya proses ini akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Dalam perkembangannya, investasi dapat dibedakan ke dalam kegiatan investasi yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta baik investasi swasta PMDN maupun PMA. Kedua pelaku investasi tersebut mempunyai misi dan visi yang berbeda, pihak swasta lebih profit oriented, sedangkan pemerintah diharapkan lebih berperan sebagai agent of development. Pada Tahun 2006 nilai PMDN Provinsi Sulawesi Tengah yang di setujui Rp 11.21 milyar dan Tahun 2007 mencapai Rp 217.7 milyar. PMA yang disetujui juga meningkat, Tahun 2006 nilai investasi dari US$ 1.7 juta dan pada Tahun 2007 menjadi US$ 131,474 juta (Bappeda, 2009; BPS Sulawesi Tengah, 2009). Dilihat dari nilai investasinya, pihak swasta mempunyai peranan yang besar dalam membangun perekonomian, namun demikian meskipun investasi pemerintah relatif kecil, investasi tersebut tetap mempunyai arti penting. Sebagai agent of development pemerintah Provinsi


(34)

Sulawesi Tengah diharapkan lebih memprioritaskan alokasi investasinya terhadap sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian yang merupakan sektor dominan, sehingga mampu memberikan dampak yang optimal terhadap distribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir alokasi investasi untuk sektor pertanian sangat kecil yakni sebesar 3 – 6 persen dari APBD Provinsi Sulawesi Tengah, padahal sumbangan sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto Sulawesi Tengah sebesar 42.26 persen dan menyerap tenaga kerja 63.79 persen. Melihat dari sumbangan PDRB sektor pertanian dan kepemilikan lahan pertanian yang dimiliki penduduk Sulawesi Tengah sebesar 86.18 persen maka alokasi investasi secara sektoral perlu diarahkan kepada sektor yang membangkitkan perekonomian daerah, memperkecil kesenjangan ketimpangan pendapatan dan mengurangi kemiskinan. Selain itu investasi merupakan prasyarat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, melalui peningkatan investasi kegiatan ekonomi bisa berkembang lebih baik. Pada situasi demikian masyarakat tidak hanya menjadi konsumen atas barang dan jasa tetapi juga menjadi produsen barang dan jasa tersebut (BKPM, 2009).

Menyimak dari uraian yang dikemukakan diatas maka alokasi investasi sudah seyogyanya diprioritaskan pada sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian. Selain itu, pentingnya investasi pada sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian karena sektor ini memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor lain. Keterkaitan tersebut tidak hanya keterkaitan produk, tetapi juga melalui media keterkaitan lain, yaitu keterkaitan konsumsi, ekspor, dan


(35)

11

tenaga kerja. Hal ini berimplikasi dengan meningkatnya investasi di sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian akan tercipta kesempatan kerja dan sumber pendapatan masyarakat dan akhirnya berdampak bagi pengurangan kemiskinan yang sebagian besar berada di sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian.

Beberapa uraian yang telah dikemukakan di atas, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Sejauh mana pengaruh investasi sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian memiliki peran dalam meningkatkan output, distribusi pendapatan dan mengurangi kemiskinan ?

2. Berapa besar pengaruh langsung dan tidak langsung, serta pengaruh total dari sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian terhadap perubahan ketimpangan distribusi pendapatan di perdesaan khususnya jika dikaji melalui serangkaian efek jalur pendapatan ?

3. Sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian apa yang mendapat prioritas untuk dikembangkan agar memperbaiki distribusi pendapatan dan mengurangi kemiskinan ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan maka penelitian ini bertujuan :

1. Menganalisis pengaruh investasi sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian terhadap output, nilai tambah, distribusi pendapatan, dan kemiskinan.


(36)

total dari sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian terhadap distribusi pendapatan.

3. Menentukan sub sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian yang menjadi prioritas untuk dikembangkan sehingga mengurangi kemiskinan. 4. Menentukan strategi kebijakan yang efektif dilakukan oleh pemerintah

daerah pada sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian untuk meningkatkan output, nilai tambah, memperbaiki distribusi pendapatan dan mengurangi kemiskinan.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada berbagai pihak terkait, seperti :

1. Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah, diharapkan hasil penelitian tentang pengaruh investasi sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dalam perencanaan pembangunan daerah, sehingga dapat mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan potensi ekonomi wilayah.

2. Bagi dunia akademik, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian ekonomi regional dengan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi, dan dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi Pihak Swasta, diharapkan penelitian akan memberikan landasan berpikir untuk melakukan investasi di sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian di Provinsi Sulawesi Tengah.


(37)

13

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini memiliki ruang lingkup regional dan analisisnya ditujukan untuk mengetahui pengaruh investasi sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian oleh pemerintah dan swasta terhadap fenomena perekonomian makro di Provinsi Sulawesi Tengah . Disagregasi sektoral dilakukan pada sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian untuk mengetahui fenomena sektor tersebut dengan adanya investasi. Dalam hal ini, sektor pertanian didisagregasi menjadi 5 sub sektor yaitu : sub sektor tanaman pangan; sub sektor perkebunan; sub sektor perikanan; sub sektor peternakan; dan sub sektor kehutanan, sedangkan industri pengolahan hasil pertanian adalah sektor yang menggunakan bahan baku dari sektor pertanian yakni yaitu : sektor industri makanan dan minuman; industri kulit; dan industri hasil hutan.

Dalam ruang lingkup yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Efektifitas dan efisiensi dari investasi akan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tinggi rendahnya biaya transaski, sistem birokrasi, dan adanya eksternalitas negatif, namun dalam penelitian ini faktor-faktor tersebut tidak diakomodasi dalam model.

Dengan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi, Penelitian ini menganalisis pengaruh investasi sektor pertanian dan industri pengolahan hasil pertanian terhadap perekonomian Sulawesi Tengah yang meliputi: (1) efek pengganda output, (2) efek pengganda sektor produksi, (3) efek pengganda faktor produksi, (4) efek pengganda transfer, open loop dan closed loop, (5) jalur struktural (SPA) sektor produksi ke institusi rumahtangga, (6) simulasi investasi pemerintah dan swasta di sub sektor tanaman pangan, simulasi investasi pemerintah dan swasta di sub sektor perkebunan, simulasi investasi pemerintah


(38)

dan swasta pada industri makanan dan minuman, simulasi investasi pemerintah dan swasta pada industri hasil hutan, simulasi investasi pemerintah dan swasta pada sektor pertambangan minyak dan gas bumi, simulasi investasi pemerintah dan swasta pada sektor perdagangan dan simulasi investasi pemerintah dan swasta pada sektor jasa, restoran dan hotel, (7) dampak investasi terhadap ketimpangan distribusi pendapatan antar golongan rumahtangga, dan (8) dampak investasi terhadap kemiskinan menurut golongan rumahtangga (head-count index, poverty gap index, severity of poverty index).


(39)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peranan Sektor Pertanian

Pentingnya peranan sektor pertanian tergambar dari besarnya penduduk dunia yang menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Hasil penelitian World

Development Report (2008), Tahun 2002 tiga perempat dari penduduk negara

berkembang setara dengan 833 juta orang hidup di perdesaan, sebagian mata pencaharian mereka secara langsung atau tidak langsung bergantung pada sektor pertanian. Menurut Byerlee, et.al. (2005), peranan sektor pertanian di dalam transformasi stuktural telah ditunjukkan melalui revolusi hijau dibanyak negara terutama di Asia.

Lebih lanjut Mashury (2006), mengemukakan bahwa sektor pertanian di Indonesia sangat penting artinya karena peranannya sebagai penghasil pangan utama, lapangan kerja sebagian besar penduduk, pemasok bahan untuk industri, penghasil devisa negara, mempunyai efek multiplier yang tinggi, kegiatannya yang ramah lingkungan, penghasil energi alternatif biofuel. Sektor pertanian sebagai penghasil pangan utama tidak tergantikan, karena sektor tersebut menjadi sektor utama dalam rangka menjaga ketahanan pangan. Pendapat yang sama dikemukakan Nainggolan (2006) bahwa peranan sektor pertanian menjadi penting dalam kemampuan menyediakan pangan yang berasal dari dalam negeri sendiri sehingga tidak tergantung pada impor. Sektor pertanian yang berasal dari dalam negeri diperlukan peranan pemerintah dalam pengembangannya (Sastrosoenarto, 2006).

Bagi negara-negara sedang berkembang, sektor pertanian memegang peranan yang penting dalam menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) atau


(40)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah. Dilihat dari kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang sangat potensial karena, pertama, kontribusi produknya, eskpansi dari sektor-sektor ekonomi non pertanian sangat tergantung pada produk-produk dari sektor pertanian, bukan saja untuk kelangsungan pertumbuhan suplay makanan, tetapi juga untuk penyediaan bahan baku untuk keperluan kegiatan produksi di sektor-sektor non pertanian tersebut, terutama industri pengolahan makanan dan minuman, tekstil, dan pakaian jadi, barang-barang dari kulit dan farmasi. Kedua, kontribusinya terhadap faktor-faktor produksi, karena pentingnya sektor pertanian (dilihat dari sumbangan outputnya terhadap PDB atau PDRB dan andilnya dalam penyerapan tenaga kerja).

Ketiga, kontribusi terhadap pasar, karena kuatnya pengaruh pertanian pada perekonomian selama tahap awal pembangunan, maka populasi di sektor pertanian (daerah perdesaan) membentuk suatu bagian yang sangat besar dari pasar (permintaan) domestik terhadap produk-produk dari industri dan sektor-sektor lain di dalam negeri, baik untuk barang produsen maupun barang-barang konsumen, dan keempat, kontribusinya terhadap devisa, sektor pertanian mampu berperan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran (sumber devisa), baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi komoditi-komoditi pertanian menggantikan komoditi impor (Tambunan, 2003).

Lebih lanjut menurut Jhingan (2000) peran sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi terletak pada, Pertama, menyediakan surplus pangan yang semakin besar kepada penduduk yang terus bertambah. Kedua, meningkatkan permintaan akan produk industri dan dengan demikian mendorong


(41)

17

keharusan diperluasnya sektor sekunder dan tersier. Ketiga, menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian secara terus-menerus . Keempat, memperbaiki kesejahteraan rakyat di pedesaan.

Tambunan (2003) mengemukakan bahwa secara teori peranan sektor pertanian terhadap pertumbuhan output dapat diilustrasikan dengan sebuah diagram, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.

Gambar 2 menunjukkan bahwa jumlah output di sektor pertanian adalah sebesar 0A, sedangkan 0f adalah makanan yang dikonsumsi di pasar domestik dan 0x bahan baku atau komoditi pertanian yang di ekspor. Dengan adanya ekspor tersebut memungkinkan negara bersangkutan untuk impor sebesar 0m,

Output

Pertanian Impor

E

ksp

o

r p

er

tan

ian

O

u

tp

u

t In

d

u

str

i

C

F

f

f’ 0 m m’

M i

i’ A

x’ x y

B D

Sumber : Tambunan (2003)

Gambar 2. Peranan Sektor Pertanian : Suatu Ilustrasi Teoritis T


(42)

dengan dasar tukar internasional (ToT) OT. Dengan adanya impor (0m) dan makanan (0f) memungkinkan sektor industri untuk menghasilkan output sebesar 0i. Di misalkan volume produksi di sektor industri meningkat sebesar 0i’. Untuk itu dibutuhkan lebih banyak input yang harus di impor, yakni sebesar 0m’. Produksi meningkat berarti juga kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat meningkat, yang selanjutnya berarti permintaan terhadap makanan juga bertambah ke 0f ’. Jika output di sektor pertanian tidak naik, ekspor dari sektor tersebut akan berkurang ke 0y, dan ini berarti kebutuhan akan impor sebesar 0m’ tidak dapat dipenuhi. Oleh sebab itu, dalam usaha meningkatkan volume produksi di industri (ke 0i’), output di pertanian juga harus dinaikkan ke 0C. Ini akan menambah konsumsi makanan ke 0f’, dan berarti juga output di sektor industri dapat meningkat ke 0i’. Ilustrasi ini menunjukkan bahwa tanpa suatu peningkatan output atau produktivitas di sektor pertanian, sektor industri tidak dapat meningkatkan outputnya (atau pertumbuhan yang tinggi akan sulit tercapai). Oleh karena itu pertanian memainkan peranan penting dalam pertumbuhan output di sektor industri.

Penjelasan yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa seharusnya tidak ada dikotomi antara sektor pertanian dan sektor industri pertanian dan yang paling penting menjaga keterkaitan antara sektor ekonomi. Sektor pertanian juga masih survive meskipun sektor-sektor industri memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi, terutama di Indonesia ketika terjadi krisis ekonomi pada tahun 1998, sektor pertanian masih mampu bertahan dan menjadi penyelamat bagi perekonomian. Menurut Simatupang dan Dermoredjo (2001), peranan sektor pertanian sebagai penyelamat disebabkan oleh (1) proses produksi pada sektor pertanian berbasis pada sumberdaya alam domestik sehingga lebih


(43)

19

tahan dalam menghadapi gejolak eksternal dan perekonomian makro, (2) penyerapan tenaga kerja sektor pertanian sangat fleksibel, pekerja di sektor pertanian tidak memerlukan kualifikasi keahlian yang khusus dan berat sehingga dapat menampung pekerja dengan keahlian yang luas, dan (3) pertumbuhan sektor pertanian berfungsi sebagai penghambat meningkatnya harga pangan yang berarti mencegah peningkatan jumlah penduduk miskin.

2.2. Industri Pengolahan Hasil Pertanian

Pemikiran tentang pembangunan ekonomi berbasis pertanian (agricultural

led development strategy) telah diperdebatkan sejak awal perencanaan

pembangunan nasional. Pemikiran ini didasarkan pada argumen tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dikaitkan dengan produktivitas tenaga kerja. Pada tahap awal, pembangunan industri harus terkait erat (backward and forward

lingkages) dengan sektor pertanian. Keterkaitan ini akan menjadi amat kuat

apabila sektor industri mempunyai keterkaitan ke belakang yang tinggi (Byerlee dalam Kuncoro, 2000). Kaitan yang paling sesuai diperoleh melalui pembangunan industri pengolahan hasil pertanian atau agroindustri.

Industri pengolahan hasil pertanian dapat didefinisikan sebagai agroindustri. Austin (1992) mendefinisikan agroindustri sebagai perusahaan yang memproses bahan mentah asal pertanian termasuk didalamnya tanaman dan ternak dengan berbagai variasi tingkatan pengolahan mulai dari pembersihan dan pengelompokan (grading) sampai dengan penggilingan dan pemasakan. Simposium Nasional Agroindustri II (1987) merumuskan agroindustri sebagai suatu kegiatan lintas disiplin yang memanfaatkan sumberdaya alam (pertanian) untuk industri dengan kegiatan mencakup : (1) industri peralatan dan mesin-mesin


(44)

pertanian, (2) industri pengolahan hasil-hasil pertanian, (3) industri jasa sektor pertanian, dan (4) industri agrokimia. Merujuk dari definisi tersebut maka semua industri yang menggunakan bahan baku hasil pertanian seperti industri textil, sepatu dan asesoris yang menggunakan bahan sutera, kapas, kulit hewan, industri meubel dengan bahan baku kayu, karet, industri pangan, industri farmasi dengan bahan baku tanaman obat dan hasil perkebunan, industri minyak wangi, kosmetik, keseluruhan industri tersebut menjadi bagian dari agroindustri.

Kontribusi industri pengolahan hasil pertanian (agroindustri) menjadi sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi negara berkembang. Menurut Brown (1994) lebih setengah dari keseluruhan aktivitas manufaktur di negara berkembang adalah agroindustri. Menjelang akhir abad XX sekitar 37 persen manufaktur di wilayah Asia dan Pasifik adalah pada sektor agroindustri. Secara empiris, peran industri pengolahan hasil pertanian (agroindustri) terhadap pembangunan pertanian dan perdesaan dapat dilihat dari pengalaman India dalam menetapkan program yang mengintegrasikan pembangunan pertanian dan perdesaan (integrated agricultural and rural development) melalui pembangunan agroindustri di perdesaan. Program tersebut dapat memberikan hasil yang memuaskan, berupa : (1) kenaikan pendapatan petani, (2) penciptaan lapangan kerja baru, (3) membuka lapangan usaha baru, (4) mendorong tumbuhnya kegiatan sosial kemasyarakatan, dan (5) membuka wawasan masyarakat perdesaan terhadap teknologi dan sistem manajemen industri (Gaikwad, 1989).

Lebih lanjut menurut Alagh (1989) dasar pertimbangan untuk pengembangan agroindustri di perdesaan adalah : (1) meningkatkan produktivitas pertanian, (2) meningkatkan pendapatan petani, (3) menciptakan lapangan kerja di luar sektor pertanian, (4) merangsang lembaga ekonomi diperdesaan, (5) menjadi


(45)

21

motor penggerak pembangunan perdesaan dan wilayah, dan (6) menumbuhkan jiwa kewirausahaan (enterpreneurship) masyarakat setempat. Pengalaman empiris beberapa negara berkembang di kawasan Asia dan Pasifik menunjukkan bahwa pembangunan agroindustri di perdesaan yang diikuti oleh proses difusi teknologi dapat meningkatkan akses petani terhadap teknologi produksi. Keadaan ini akan mengkatalis laju produksi pertanian dan meningkatkan produktivitas pertanian (Polman, 2000).

Di samping itu, peningkatan laju produksi pertanian juga terjadi karena peningkatan permintaan bahan baku (backward lingkage) sebagai akibat berdirinya agroindustri (demand effect) (Saptari, 1993; Polman, 2000). Peningkatan permintaan ini sekaligus akan menggeser kurva permintaan dan menyebabkan terjadinya peningkatan harga sebagai akibat dari terjadinya excess

demand (Gittinger, 1986; Gasperz, 2000). Peningkatan harga produk pertanian

akan meningkatkan pendapatan petani.

Pembangunan agroindustri di perdesaan dapat menyerap tenaga kerja yang ada di perdesaan. Hal ini dimungkinkan karena agroindustri pada umumnya tidak memerlukan kualifikasi keahlian tenaga kerja yang tinggi (Saragih, 2007). Pembangunan agroindustri di perdesaan juga dapat menciptakan lapangan kerja turunan sebagai akibat dari meningkatnya permintaan bahan baku produk pertanian (Erwidodo, 1996). Peningkatan ketersediaan lapangan kerja dan lahirnya lapangan usaha baru di perdesaan sebagai akibat dibangunnya agroindustri dapat mencegah terjadinya urbanisasi, karena faktor-faktor yang mendorong penduduk perdesaan melakukan migrasi ke wilayah perkotaan (urbanisasi) adalah karena kelangkaan kesempatan kerja di perdesaan. Dengan demikian proses industrialiasi pertanian di perdesaaan dapat berperan dalam


(46)

mengurangi tekanan terhadap perekonomian di wilayah perkotaan. Peran lain industrialisasi pertanian terhadap pembangunan sektor perkotaan dapat dilihat dari fungsinya sebagai penyedia bahan baku untuk industri di perkotaan, disamping itu sebagai penyedia bahan pangan bagi pekerja di sektor perkotaan.

2.3. Penelitian Terdahulu tentang Sektor Pertanian dan Kemiskinan

Penelitian tentang sektor pertanian dengan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SAM) telah banyak dilakukan. Priyarsono et al.

(2008), melakukan studi eksplorasi berbagai sektor pertanian dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Hasil studi ini memberi kesimpulan bahwa pembangunan sektor pertanian bukan saja bertujuan meningkatkan pendapatan rumahtangga, namun juga lebih berpihak pada kaum miskin, terutama yang berada di perdesaan, bila dibandingkan dengan pembangunan sektor industri non pertanian.

Dengan menggunakan pendekatan SAM Thailand, Thaiprasert (2006), mengkaji tentang peranan sektor pertanian dan sektor industri di dalam pembangunan ekonomi negara Thailand. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa analisis terhadap sektor unggulan terutama sektor pertanian memiliki peran penting terhadap sektor lainnya dibandingkan dengan sektor non pertanian. Investasi sektor pertanian memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang

(backward and forward lingkage), ini membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi

Thailand terletak pada sektor pertanian dan sektor yang terkait dengan sektor pertanian yaitu agroindustri.

Nokalla (2002), mengemukakan bahwa injeksi pengeluaran aktual pada program investasi sektor pertanian (ASIP) di negara Zambia dengan


(47)

23

menggunakan kerangka SAM 1995 menyimpulkan bahwa Agricultural Sector

Investment Program akan mendorong produksi pertanian komersial tumbuh lebih

besar daripada pertanian non komersial. Ditinjau dari aspek pendapatan program ASIP dapat meningkatkan pendapatan rumahtangga perdesaan tidak berkeahlian lebih besar daripada rumahtangga perkotaan tidak berkeahlian dan berkeahlian. Penelitian ini memberi pandangan bahwa investasi di sektor pertanian menguntungkan penduduk perdesaan terutama bagi kelompok berpendapatan rendah.

Arndt et. al. (1998), melakukan penelitian dengan fokus utama di sektor pertanian yang menggunakan data SAM Mozambique 1995 dengan MOZAM. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa : (1) pengembangan pertanian dapat

mengurangi kesenjangan pendapatan antara perkotaan dan perdesaan. (2) pengembangan pertanian sangatlah bersesuaian dalam membangun

keseluruhan kegiatan produksi, nilai tambah dan pendapatan rumahtangga, dan (3) strategi pertumbuhan yang ditujukkan untuk mengurangi kemiskinan harus memfokuskan diri pada sektor pertanian. Strategi tersebut didasarkan pada nilai multiplier melalui aliran perekonomian masyarakat perdesaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Suwandee (1996), yang melihat hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara pertumbuhan sektor pertanian dan industri. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa kemajuan sektor pertanian dan pertumbuhan industri memberikan kontribusi satu sama lain dalam proses pembangunan. Data yang digunakan dengan dua kategori yakni data Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan yang cenderung memberlakukan derajat proteksi yang tinggi terhadap sektor pertanian, sedangkan data Indonesia, Malasyia dan Thailand yang cenderung tidak berpihak terhadap sektor pertanian.


(48)

Hasil analisis dengan metode error correction ditemukan bahwa ada hubungan dua arah (bi-directional) antara sektor pertanian dan pertumbuhan industri pada semua negara kecuali pada kasus negara Malasyia.

Sipayung (2000) melakukan penelitian tentang pengaruh kebijakan makroekonomi terhadap sektor pertanian di Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peningkatan alokasi investasi pemerintah dan perbankan pada sektor pertanian akan meningkatkan minat investasi swasta pada sektor pertanian. Peningkatan pangsa alokasi investasi swasta asing pada sektor pertanian sebesar 14 persen dan pangsa alokasi investasi swasta domestik pada sektor pertanian sebesar 9.46 persen. Dampaknya terhadap kapital stok pada total sektor pertanian meningkat sebesar 8.87 persen, sementara kapital stok sektor non pertanian turun sebesar 2 persen dan mempengaruhi produksi pada sektor pertanian dan sektor non pertanian.

Dengan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Downey (1984), mencoba menganalisis ketimpangan pendapatan yang terjadi di Indonesia, untuk melihat siapa mendapat apa (Who gets What). Untuk menggambarkan kondisi ini, Downey melakukan disagregasi terhadap institusi rumahtangga berdasarkan buruh tani, buruh non-pertanian, desa-kota, dan lain sebagainya. Kemudian baru dianalisis distribusi pendapatan yang diterima oleh masing-masing klasifikasi rumahtangga tersebut. Pendapatan terendah diterima oleh rumahtangga buruh tani sedangkan yang tertinggi diterima oleh tenaga kerja perkotaan dan diikuti oleh pemilik tanah di atas lima hektar.

Thorbecke (1985) menggunakan kerangka SNSE untuk menganalisis dampak langsung dan tidak langsung pilihan teknologi terhadap distribusi


(49)

25

di Indonesia. Dalam enam sektor yang spesifik dampak dari substitusi teknologi dilihat dengan menggunakan SNSE secara terpisah. Dengan menggunakan analisa

fixed price multiplier diperoleh gambaran tentang pola distribusi pendapatan dan

kesempatan kerja yang lebih sensitif dalam mengadopsi teknologi baru.

Dengan menggunakan analisis multiplier SAM Bautista (2000), mengkaji pengaruh pertumbuhan produktivitas terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dan dampaknya terhadap pemerataan pendapatan rumah tangga di Vietnam Tengah. Dalam kajian tersebut Bautista mengelompokkan unsur perekonomian ke dalam 25 aktivitas atau sektor produksi, 5 kelompok faktor produksi tenaga kerja serta mengelompokkan institusi ke dalam 4 golongan rumahtangga desa-kota berdasarkan kelompok pendapatan, 2 kelompok perusahaan (BUMN dan non BUMN), pemerintah dan neraca kapital serta Rest of

the World (ROW). Hasil analisis multiplier tersebut menunjukkan bahwa

multiplier GDP sektor pertanian lebih besar dibandingkan dengan sektor

pertambangan dan industri serta jasa. Komoditas ubikayu, ubi jalar dan ternak, yang sebagian besar ditujukan untuk pasar lokal justru memiliki multiplier

terbesar, sebaliknya beras dan komoditas lain yang berorientasi ekspor memiliki

multiplier terkecil. Sektor industri, khususnya industri-industri skala besar yang

padat modal dan kandungan impor tinggi memiliki multiplier yang relatif kecil dan sebaliknya untuk sektor industri pengolahan hasil pertanian.

Dengan menggunakan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi, Manaf (2000) meneliti pengaruh subsidi harga pupuk terhadap pendapatan petani melalui analisis jalur struktural atau Structural Path Analysis (SPA). SPA ini digunakan untuk mengidentifikasi jalur-jalur asal pengaruh yang dipancarkan dari satu sektor asal ke sektor-sektor tujuan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa


(50)

pengaruh yang terbesar dari adanya subsidi harga pupuk diterima oleh sektor perkebunan, sedangkan pengaruh paling kecil justru diterima oleh rumahtangga petani pemilik luas lahan 0.5-1.0 hektar, itupun setelah melalui faktor produksi modal.

Penelitian yang dilakukan oleh Ravallion dan Datt (1999) yang mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan kemiskinan di India. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata hasil pertanian yang lebih tinggi, pengeluaran pembangunan wilayah yang lebih tinggi, output non pertanian (baik di perdesaan maupun di perkotaan) dan inflasi yang rendah. Elastisitas penurunan kemiskinan terhadap variabel-variabel tersebut hampir sama untuk seluruh wilayah, kecuali untuk variabel peningkatan output non pertanian. Kajian Ravallion dan Datt (1999) diperoleh hasil bahwa penurunan kemiskinan absolut di perdesaan berhubungan negatif terhadap upah riil di perdesaan dan terhadap rata-rata hasil pertanian, tetapi berhubungan positif terhadap harga bahan pangan. Dengan demikian harga pangan yang rendah akan menurunkan tingkat kemiskinan karena sebagian besar penduduk miskin di perdesaan India tidak memiliki lahan sehingga mereka adalah pembeli pangan.

Dengan menggunakan data Amerika Latin, De Janvry dan Sadoulet (2000), mengkaji hubungan antara elastisitas distribusi (pendapatan dan aset) terhadap penurunan kemiskinan dengan pertumbuhan agregat. Elastisitas kemiskinan di perkotaan terhadap pertumbuhan pendapatan secara agregat sebesar -0.95 dan hasil kajian tersebut juga menunjukkan bahwa variabel-variabel pertanian tidak berpengaruh terhadap kemiskinan di kota. Di sisi lain, hasil kajian juga menunjukkan bahwa tingkat ketidakmerataan pendapatan berpengaruh


(51)

27

terhadap elastisitas kemiskinan, dimana ketidakmerataan yang rendah meningkatkan nilai absolut elastisitas tersebut yang bertanda negatif.

Decaluwe et al. (1999) mengkaji ulang penelitian sebelumnya (Decaluwe

et al., 1998) dengan menggabungkan kerangka Social Accounting Matrix (SAM)

pada model CGE untuk mengetahui dampak liberalisasi perdagangan dan reformasi tarif terhadap kemiskinan. Kerangka Social Accounting Matrix (SAM) yang diadopsi untuk model CGE adalah pengelompokan rumahtangga. Hasil kajian menunjukkan bahwa dampak penurunan harga ekspor tanaman pangan terhadap kemiskinan rumahtangga yaitu menurunkan head-count ratio untuk seluruh kelompok rumahtangga kecuali rumahtangga di perdesaan. Rumahtangga perdesaan menunjukkan head-count ratio tertinggi yaitu sebesar 92.9 persen populasi berada di bawah garis kemiskinan. Dibandingkan dengan nilai tahun dasar, nilai head-count ratio mengalami perbaikan hanya sebesar 0.4 persen, yang berarti bahwa hanya sedikit sekali rumahtangga yang mengalami penurunan kemiskinan. Kelompok rumahtangga perkotaan, khususnya untuk kelompok rumahtangga yang berpendidikan tinggi, peningkatan harga ekspor tanaman pangan menyebabkan peningkatan head-count ratio (P0

Thorbecke dan Jung (1996) menggunakan analisis multiplier untuk mengkaji dampak shock atau goncangan terhadap kemiskinan. Hasil analisis ) yang tertinggi yaitu sebesar 0.5 persen sampai 0.8 persen, yang berarti terjadi peningkatan kemiskinan pada kelompok rumahtangga tersebut. Dampak reformasi tarif impor menyebabkan ukuran poverty gap menurun untuk seluruh kelompok rumahtangga. Tetapi perbaikan kemiskinan tersebut kurang begitu berarti bagi kelompok rumahtangga perdesaan dan rumahtangga perkotaan yang berpendapatan tinggi.


(1)

FGT

Session Date Thu Mar 04 09:52:51 PST 2010 Execution Time 0.016 sec

FileName pertanian tinggi-1.txt

OBS 1313

Variable of interest Vector_#3 Size variable Without size Group variable No Selection Group Number 1

Index Estimated value Standard

deviation Lower bound Upper bound

Confidence Level in (%) FGT 0.00304646 0.00152149 0.00006440 0.00602852 95.00000000 Poverty

line 277500.00000000 0.00000000 277500.00000000 277500.00000000 95.00000000 EDE 0.00000000 0.00000000 0.00000000 0.00000000 95.00000000

FGT

Session Date Thu Mar 04 09:53:02 PST 2010 Execution Time 0.0 sec

FileName pertanian tinggi-1.txt

OBS 1313

Variable of interest Vector_#3 Size variable Without size Group variable No Selection Group Number 1

Index Estimated value Standard

deviation Lower bound Upper bound

Confidence Level in (%) FGT 0.00042778 0.00027397 -0.00010919 0.00096476 95.00000000 Poverty

line 277500.00000000 0.00000000 277500.00000000 277500.00000000 95.00000000 EDE 118.71033478 76.02729397 -30.30042102 267.72109057 95.00000000

FGT

Session Date Thu Mar 04 09:53:09 PST 2010 Execution Time 0.0 sec

FileName pertanian tinggi-1.txt

OBS 1313

Variable of interest Vector_#3 Size variable Without size Group variable No Selection Group Number 1

Index Estimated value Standard

deviation Lower bound Upper bound

Confidence Level in (%) FGT 0.00009866 0.00008582 -0.00006954 0.00026687 95.00000000 Poverty

line 277500.00000000 0.00000000 277500.00000000 277500.00000000 95.00000000 EDE 2756.38313737 1198.80412590 406.77026128 5105.99601347 95.00000000


(2)

FileName nonpertanian rendah-1.txt

OBS 406

Variable of interest Vector_#3 Size variable Without size Group variable No Selection Group Number 1

Index Estimated value Standard

deviation Lower bound Upper bound

Confidence Level in (%) FGT 0.14532019 0.01751206 0.11099719 0.17964320 95.00000000 Poverty

line 277500.00000000 0.00000000 277500.00000000 277500.00000000 95.00000000 EDE 0.00000000 0.00000000 0.00000000 0.00000000 95.00000000

FGT

Session Date Thu Mar 04 09:54:34 PST 2010 Execution Time 0.0 sec

FileName nonpertanian rendah-1.txt

OBS 406

Variable of interest Vector_#3 Size variable Without size Group variable No Selection Group Number 1

Index Estimated value Standard

deviation Lower bound Upper bound

Confidence Level in (%) FGT 0.02778190 0.00425576 0.01944076 0.03612305 95.00000000 Poverty

line 277500.00000000 0.00000000 277500.00000000 277500.00000000 95.00000000 EDE 7709.47851562 1180.97429850 5394.81145856 10024.14557269 95.00000000

FGT

Session Date Thu Mar 04 09:54:40 PST 2010 Execution Time 0.0 sec

FileName nonpertanian rendah-1.txt

OBS 406

Variable of interest Vector_#3 Size variable Without size Group variable No Selection Group Number 1

Index Estimated value Standard

deviation Lower bound Upper bound

Confidence Level in (%) FGT 0.00810700 0.00168378 0.00480685 0.01140715 95.00000000 Poverty

line 277500.00000000 0.00000000 277500.00000000 277500.00000000 95.00000000 EDE 24985.79180254 2594.70811218 19900.25742844 30071.32617665 95.00000000


(3)

FGT

Session Date Thu Mar 04 10:30:40 PST 2010 Execution Time 0.0 sec

FileName nonpertanian tinggi-1.txt

OBS 227

Variable of interest Vector_#3 Size variable Without size Group variable No Selection Group Number 1

Index Estimated value Standard

deviation Lower bound Upper bound

Confidence Level in (%) FGT 0.00000000 0.00000000 0.00000000 0.00000000 95.00000000 Poverty

line 277500.00000000 0.00000000 277500.00000000 277500.00000000 95.00000000 EDE 0.00000000 0.00000000 0.00000000 0.00000000 95.00000000

FGT

Session Date Thu Mar 04 10:30:53 PST 2010 Execution Time 0.0 sec

FileName nonpertanian tinggi-1.txt

OBS 227

Variable of interest Vector_#3 Size variable Without size Group variable No Selection Group Number 1

Index Estimated value Standard

deviation Lower bound Upper bound

Confidence Level in (%) FGT 0.00000000 0.00000000 0.00000000 0.00000000 95.00000000 Poverty

line 277500.00000000 0.00000000 277500.00000000 277500.00000000 95.00000000 EDE 0.00000000 0.00000000 0.00000000 0.00000000 95.00000000

FGT

Session Date Thu Mar 04 10:31:00 PST 2010 Execution Time 0.016 sec

FileName nonpertanian tinggi-1.txt

OBS 227

Variable of interest Vector_#3 Size variable Without size Group variable No Selection Group Number 1

Index Estimated value Standard

deviation Lower bound Upper bound

Confidence Level in (%) FGT 0.00000000 0.00000000 0.00000000 0.00000000 95.00000000 Poverty

line 277500.00000000 0.00000000 277500.00000000 277500.00000000 95.00000000


(4)

FileName kota rendah.txt

OBS 229

Variable of interest Vector_#3 Size variable Without size Group variable No Selection Group Number 1

Index Estimated value Standard

deviation Lower bound Upper bound

Confidence Level in (%) FGT 0.09606987 0.01951613 0.05781897 0.13432078 95.00000000 Poverty

line 277500.00000000 0.00000000 277500.00000000 277500.00000000 95.00000000 EDE 0.00000000 0.00000000 0.00000000 0.00000000 95.00000000

FGT

Session Date Thu Mar 04 10:32:22 PST 2010 Execution Time 0.015 sec

FileName kota rendah.txt

OBS 229

Variable of interest Vector_#3 Size variable Without size Group variable No Selection Group Number 1

Index Estimated value Standard

deviation Lower bound Upper bound

Confidence Level in (%) FGT 0.01950202 0.00499698 0.00970812 0.02929591 95.00000000 Poverty

line 277500.00000000 0.00000000 277500.00000000 277500.00000000 95.00000000 EDE 5411.81103516 1386.66119044 2694.00508383 8129.61698649 95.00000000

FGT

Session Date Thu Mar 04 10:32:28 PST 2010 Execution Time 0.016 sec

FileName kota rendah.txt

OBS 229

Variable of interest Vector_#3 Size variable Without size Group variable No Selection Group Number 1

Index Estimated value Standard

deviation Lower bound Upper bound

Confidence Level in (%) FGT 0.00607344 0.00195806 0.00223571 0.00991117 95.00000000 Poverty

line 277500.00000000 0.00000000 277500.00000000 277500.00000000 95.00000000 EDE 21626.20558489 3486.11503222 14793.54577810 28458.86539168 95.00000000


(5)

FGT

Session Date Thu Mar 04 10:33:25 PST 2010 Execution Time 0.0 sec

FileName kota tinggi.txt

OBS 1040

Variable of interest Vector_#3 Size variable Without size Group variable No Selection Group Number 1

Index Estimated value Standard

deviation Lower bound Upper bound

Confidence Level in (%) FGT 0.02115385 0.00446420 0.01240417 0.02990353 95.00000000 Poverty

line 277500.00000000 0.00000000 277500.00000000 277500.00000000 95.00000000 EDE 0.00000000 0.00000000 0.00000000 0.00000000 95.00000000

FGT

Session Date Thu Mar 04 10:33:40 PST 2010 Execution Time 0.0 sec

FileName kota tinggi.txt

OBS 1040

Variable of interest Vector_#3 Size variable Without size Group variable No Selection Group Number 1

Index Estimated value Standard

deviation Lower bound Upper bound

Confidence Level in (%) FGT 0.00429419 0.00112667 0.00208597 0.00650242 95.00000000 Poverty

line 277500.00000000 0.00000000 277500.00000000 277500.00000000 95.00000000 EDE 1191.63916016 312.65011151 578.85621101 1804.42210930 95.00000000

FGT

Session Date Thu Mar 04 10:33:47 PST 2010 Execution Time 0.0 sec

FileName kota tinggi.txt

OBS 1040

Variable of interest Vector_#3 Size variable Without size Group variable No Selection Group Number 1

Index Estimated value Standard

deviation Lower bound Upper bound

Confidence Level in (%) FGT 0.00133732 0.00043744 0.00047996 0.00219469 95.00000000 Poverty

line 277500.00000000 0.00000000 277500.00000000 277500.00000000 95.00000000 EDE 10148.02207329 1659.70795739 6895.05430067 13400.98984591 95.00000000


(6)

Session Date Thu Mar 04 12:48:55 PST 2010 Execution Time 0.109 sec

FileName Agregat Sulteng.txt

OBS 6107

Variable of interest Vector_#3 Size variable Without size Group variable No Selection Group Number 1

Index Estimated value Standard

deviation Lower bound Upper bound

Confidence Level in (%) FGT 0.15834288 0.00467185 0.14918623 0.16749953 95.00000000 Poverty

line 277500.00000000 0.00000000 277500.00000000 277500.00000000 95.00000000 EDE 0.00000000 0.00000000 0.00000000 0.00000000 95.00000000

FGT

Session Date Thu Mar 04 12:49:05 PST 2010 Execution Time 0.015 sec

FileName Agregat Sulteng.txt

OBS 6107

Variable of interest Vector_#3 Size variable Without size Group variable No Selection Group Number 1

Index Estimated value Standard

deviation Lower bound Upper bound

Confidence Level in (%) FGT 0.04103702 0.00150848 0.03808045 0.04399359 95.00000000 Poverty

line 277500.00000000 0.00000000 277500.00000000 277500.00000000 95.00000000 EDE 11387.77246094 418.60381979 10567.32406264 12208.22085924 95.00000000

FGT

Session Date Thu Mar 04 12:49:14 PST 2010 Execution Time 0.015 sec

FileName Agregat Sulteng.txt

OBS 6107

Variable of interest Vector_#3 Size variable Without size Group variable No Selection Group Number 1

Index Estimated value Standard

deviation Lower bound Upper bound

Confidence Level in (%) FGT 0.01557835 0.00074380 0.01412053 0.01703618 95.00000000 Poverty

line 277500.00000000 0.00000000 277500.00000000 277500.00000000 95.00000000 EDE 34635.68933918 826.85689880 33015.07962142 36256.29905693 95.00000000