Esterifikasi Gliserol Dengan Asam Lemak Sawit Menggunakan Katalis Methyl Ester Sulfonic Acid (Mesa)

ESTERIFIKASI GLISEROL DENGAN ASAM LEMAK SAWIT
MENGGUNAKAN KATALIS
METHYL ESTER SULFONIC ACID (MESA)

SRI WAHYUNI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Esterifikasi Gliserol
dengan Asam Lemak Sawit Menggunakan Katalis Methyl Ester Sulfonic Acid
(MESA) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015
Sri Wahyuni
NIM F351120121

RINGKASAN
SRI WAHYUNI. Esterifikasi Gliserol dengan Asam Lemak Sawit Menggunakan
Katalis Methyl Ester Sulfonic Acid (MESA) Dibimbing oleh ERLIZA HAMBALI
dan BONAR TUA HALOMOAN MARBUN.
Esterifikasi gliserol merupakan salah satu metode yang banyak digunakan
untuk mengkonversi gliserol menjadi produk turunan yang bernilai tambah lebih
tinggi. Produk yang dihasilkan bersifat terbarukan dan ramah lingkungan sehingga
sangat berpotensi dimanfaatkan pada berbagai industri. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh jenis asam lemak (asam oleat, asam stearat, asam
palmitat, asam miristat) dan lama proses esterifikasi gliserol terhadap sifat fisikokimia gliserol ester yang dihasilkan. Penelitian ini terdiri atas dua tahap. Tahap
pertama adalah persiapan sampel yang meliputi pemurnian gliserol hasil samping
produksi biodiesel olein sawit dan analisis sifat fisiko-kimia sampel gliserol dan
katalis MESA. Tahap selanjutnya dilakukan sintesis gliserol ester dengan
mereaksikan gliserol 94 % dengan asam oleat, asam stearat, asam palmitat dan
asam miristat menggunakan katalis MESA 0,5 % dalam reaktor yang dialiri gas

nitrogen 100 cc/menit. Proses esterifikasi dilakukan pada suhu 180°C, dengan
kecepatan pengadukan 400 rpm selama 90 menit, 120 menit dan 150 menit.
Selanjutnya dilakukan analisis sifat fisiko-kimia gliserol ester yang meliputi
rendemen, bilangan asam, densitas, viskositas kinematis, titik nyala, titik tuang
dan pencirian spektrum dengan mengunakan FTIR.
Sifat-sifat gliserol ester ditentukan oleh karakteristik struktural asam lemak
dan gliserol reaktannya. Penggunaan jenis asam lemak yang berbeda dan gliserol
94% pada proses sintesis gliserol ester memberikan pengaruh terhadap sifat
fisiko-kimia gliserol ester yang dihasilkan. Rendemen yang dihasilkan semakin
besar dengan meningkatnya lama proses esterifikasi dengan nilai tertinggi
dihasilkan pada kondisi lama proses 150 menit. Gliserol ester oleat memiliki
rendemen 93,1-98,1 % dengan sifat fisiko-kimia sebagai berikut bilangan asam
18,6-24,7 mg KOH/g sampel, densitas 0,910-0,913 g/cm3, viskositas kinematis
(100 oC) 7,3-8,8 cSt, titik nyala 202-213 oC, dan titik tuang 0 oC. Gliserol ester
stearat memiliki rendemen 94,5-96,1 % dengan sifat fisiko-kimia sebagai berikut
bilangan asam 22,7-24,8 mg KOH/g sampel, densitas 0,899-0,903 g/cm3,
viskositas kinematis (100 oC) 10,6-11,3 cSt, titik nyala 203-207 oC, dan titik tuang
54-55,5 oC. Gliserol ester palmitat memiliki rendemen 93,8-96 % dengan sifat
fisiko kimia sebagai berikut bilangan asam 21,4-24,2 mg KOH/g sampel, densitas
0,907-0,909 g/cm3, viskositas kinematis (100 oC) 10,2-11,2 cSt, titik nyala 197204 oC, dan titik tuang 54 oC. Gliserol ester miristat memiliki rendemen 92,396,0 % dengan sifat fisiko kimia sebagai berikut bilangan asam 20,9-24,1 mg

KOH/g sampel, densitas 0,812-0,813 g/cm3, viskositas kinematis (100 oC) 4,2-4,3
cSt, titik nyala 173-179 oC, dan titik tuang 57 oC.
Berdasarkan hasil ANOVA dan Duncan pada α = 0,05 menunjukkan bahwa
perlakuan jenis asam lemak dan lama proses memberikan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap sifat fisiko-kimia gliserol ester. Namun interaksi antara kedua
perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata. Parameter uji rendemen, bilangan
asam, densitas, viskositas kinematis, titik nyala dan titik tuang gliserol ester dari
keempat jenis asam lemak menunjukkan nilai yang berbeda nyata. Variasi lama
proses esterifikasi hanya berpengaruh pada nilai rendemen dan bilangan asam.
Kata kunci: gliserol, asam lemak, MESA, esterifikasi, gliserol ester

SUMMARY
SRI WAHYUNI. Esterification of Glycerol with Palm Fatty Acids Using The
Methyl Ester Sulfonic Acid (MESA) Catalyst Supervised by ERLIZA HAMBALI
and BONAR TUA HALOMOAN MARBUN.
Glycerol esterification is one method widely used to convert glycerol into
derivative products with more added values. The products are renewable and
environmentally friendly so it potentially to applied in industries. This research
aims to study the effect of fatty acids (oleic acid, stearic acid, palmitic acid and
myristic acid) and time period process of glycerol esterification on physicochemical properties glycerol ester. This studies have two stages. The first stage is

the preparation of samples that include purification of glycerol using 5% (v/v)
phosphoric acid 85 % and followed by refinery and vacuum distillation to
producing glycerol with ± 94 % glycerol content and physico-chemical properties
analysis of samples glycerol and MESA catalyst. The next stage is synthesis of
glycerol ester by it reacted glycerol 94 % with oleic acid, stearic acid, palmitic
acid and myristic acid), using the catalyst in a reactor MESA 0,5% nitrogen gas
flowed 100 cc/min. Esterification process is conducted on temperature of 180 °C,
with a stirring speed 400 rpm for 90 minutes, 120 minutes and 150 minutes. Next
analysis of the physico-chemical properties of glycerol esters include extraction,
acid number, density, kinematic viscosity, flash point, pour point and
characterizing spectrum using FTIR.
The properties are determined by fatty acids characteristics structure of
glycerol esters and reactant glycerol. The different types of fatty acids and
glycerol 94% in synthesis glycerol ester significantly affected on physicochemical properties of the resulted glycerol ester. The bigger yield is generated by
increasing the long process of esterification with the highest value generated on
the condition of 150 minutes. Oleic glycerol esters have 93.1-98.1 % of the yield
with physico-chemical properties as follows acid number from 18.6-24.7 mg
KOH/g sample, density of 0.910-0.913 g/cm3, kinematic viscosity (100 oC) 7.38.8 cSt, flash point 202-213 °C, and pour point 0 °C. Stearic glycerol esters have
94,5-96,1 % of the yield with physico-chemical properties as follows acid value
22.7-24.8 mg KOH/g sample, density 0.890-0.903 g/cm3, kinematic viscosity (100

o
C) 10.6-11.3 cSt, flash point 203-207 °C, and pour point 54-55.5 °C. Palmitic
glycerol esters have 93.8-96 % of the yield with physico chemical properties as
follows acid number from 21.4-24.2 mg KOH/g sample, the density 0.907-0.909
g/cm3, kinematic viscosity 10.2-11.2 cSt (100 °C), flash point 197-204 °C, and
pour point 54 oC. Myristic glycerol esters have 92.3-96.0 % of the yield with
physical and chemical properties as follows acid number 20.9-24.1 mg KOH/g
sample, density 0.812-0.813 g/cm3, kinematic viscosity (100 °C) 4.2-4.3 cSt, flash
point 173 -179 ° C, and pour point 57 oC .
Based on the results at α = 0.0η of ANOVA and Duncan test, shown that
treatment type of fatty acids and long process gives the different effect
significantly on physico-chemical properties of glycerol ester. Yield test
parameters , acid number, density, kinematic viscosity, flash point and pour point
glycerol ester of four fatty acids types showed significantly different values.
While the long variation esterification process only affecting on yield value and
acid number. Interaction between two treatments was not affected significantly.
Keywords: glycerol, fatty acid, MESA, esterification, glycerol ester

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ESTERIFIKASI GLISEROL DENGAN ASAM LEMAK SAWIT
MENGGUNAKAN KATALIS
METHYL ESTER SULFONIC ACID (MESA)

SRI WAHYUNI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:
Dr. Dwi Setyaningsih, STP MSi

PRAKATA
Alhamdulillaahirobbil’alamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga tesis dengan
judul “Esterifikasi Gliserol dengan Asam Lemak Sawit Menggunakan Katalis
Methyl Ester Sulfonic Acid (MESA)” berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Erliza Hambali dan Dr- Ing.
Bonar Tua Halomoan Marbun selaku pembimbing yang telah memberikan arahan,
bimbingan, dorongan semangat serta ilmu kepada penulis selama penelitian dan
penyusunan karya ilmiah ini. Secara khusus, ungkapan terima kasih tak terhingga
disampaikan kepada suami dan ananda tersayang yang selalu mendampingi atas
cinta kasih, dorongan semangat, kesabaran dan doa. Begitu pula kepada orang tua
(apa dan almh ama’) dan seluruh keluarga yang selalu mengirimkan doa,

semangat dan kasih sayangnya kepada penulis. Penulis juga menyampaikan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada staf manajemen dan peneliti di
SBRC LPPM – IPB. Khususnya sahabat peneliti seperjuangan Fina, Kak Vonny,
Wica terimakasih atas segala dukungan dan kebersamaan selama menyelesaikan
penelitian.
Terimakasih kepada seluruh rekan mahasiswa pascasarjana S2 TIP IPB
angkatan 2012 atas segala dukungan dan kebersamaan selama menempuh kuliah
dan menyelesaikan studi. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Ibu
Nur dan Pak Candra sebagai staff di Departemen S2 TIP yang tidak pernah bosan
membantu.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Bogor, Oktober 2015
Sri Wahyuni

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Asam Lemak Sawit
Gliserol
Gliserol Ester
Katalis MESA
Penelitian Sebelumnya
3 METODE
Alat dan Bahan
Metode Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisiko-Kimia Sampel Gliserol
Sifat Fisiko-Kimia Katalis MESA (Methyl Ester Sulfonic Acid)
Sifat Fisiko-Kimia Gliserol Ester

Rendemen
Bilangan Asam
Densitas
Viskositas kinematis
Titik Nyala
Titik Tuang
Hasil Analisis Spektrum FTIR
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

v

v
vi
vi
vii

1
2
2
2
2
3
3
4
5
6
9
9
11
12
15
15
18
19
21
22
24
25
27
30
30
31
35
48

DAFTAR TABEL
2.1
2.2
4.1
4.2

Komposisi asam lemak minyak sawit (CPO)
Perkembangan studi kondisi proses gliserol ester hasil penelitian sebelumnya
Sifat fisikokimia gliserol kasar dan gliserol hasil pemurnian
Sifat fisikokimia katalis MESA

3
6
13
15

DAFTAR GAMBAR

2.1
2.2
2.3
3.1
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
4.9
4.10
4.11
4.12
4.13
4.14

Visualisasi molekul dan rumus struktur kimia gliserol
Reaksi pembentukan gliserol dengan metode transesterifikasi
Reaksi esterifikasi antara gliserol dengan asam lemak
Diagram alir penelitian
Tiga lapisan yang terbentuk setelah penambahan asam fosfat
(A) Reaksi pembentukan garam K3PO4; (B) Reaksi pembentukan FFA
(A) Gliserol kasar 45 %; (B) Gliserol hasil pemurnian 94 %
Reaksi pembentukan asam lemak bebas
Reaksi pembentukan: (A) Gliserol monoester; (B) Gliserol diester dan (C)
Gliserol trimester
Dua lapisan hasil esterifikasi (pada suhu ruang)
Jenis asam lemak dan hasil esterifikasi: (A) Asam lemak oleat, stearat,
palmitat, miristat; (B) Gliserol ester oleat, stearat, palmitat, miristat
Rendemen produk gliserol ester
Pengaruh jenis asam lemak dan lama proses esterifikasi terhadap bilangan
asam gliserol ester
Pengaruh jenis asam lemak dan lama proses esterifikasi terhadap densitas
gliserol ester
Pengaruh jenis asam lemak dan lama proses esterifikasi terhadap viskositas
kinematis gliserol ester
Pengaruh jenis asam lemak dan lama proses esterifikasi terhadap titik nyala
gliserol ester
Pengaruh jenis asam lemak dan lama proses esterifikasi terhadap titik tuang
gliserol ester
Profil FTIR (A) asam oleat; (B) Gliserol; (C) Sisa gliserol dan (D) Gliserol
ester

vi

3
4
4
9
12
13
14
15
16
17
17
18
19
21
23
24
26
28

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7

Prosedur analisis
Tabel data, analisis varian (α=η%), dan uji Duncan parameter rendemen
Tabel data, analisis varian (α=η%), dan uji Duncan parameter bilangan
asam
Tabel data, analisis varian (α=η%), dan uji Duncan parameter densitas
Tabel data, analisis varian (α=η%), dan uji Duncan parameter viskositas
kinematis
Tabel data, analisis varian (α=η%), dan uji Duncan parameter titik nyala
Tabel data, analisis varian (α=η%), dan uji Duncan parameter titik tuang

vii

35
40
41
43
44
45
46

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gliserol (C3H8O3) merupakan senyawa golongan alkohol polihidrat dengan
tiga buah gugus hidroksil dalam satu molekul, bersifat polar kental (viscous) dan
mempunyai banyak kegunaan di berbagai industri. Gliserol dapat diperoleh
melalui proses transesterifikasi pada industri biodiesel, proses saponifikasi pada
industri sabun dan proses hidrolisis pada industri fatty acid.
Konsumsi bioenergi dalam negeri akan terus meningkat karena didukung
dengan adanya kebijakan mandatori biodiesel melalui Permen ESDM No. 20
Tahun 2014. Peraturan tersebut menetapkan kewajiban pemanfaatan minimal
biodiesel sebagai campuran BBM secara bertahap sampai tahun 2025 sehingga
menjadi pemicu meningkatnya kegiatan produksi biodiesel yang tentunya juga
diiringi dengan peningkatan produksi gliserol. Hal ini karena gliserol merupakan
senyawa hasil samping utama pada industri biodiesel.
Pada industri biodiesel akan dihasilkan gliserol sebanyak 12,5 % dari
kapasitas produksinya dengan tingkat kemurnian yang masih rendah karena
mengandung komponen air dan bahan pengotor lainnya. Realisasi produksi
industri biodiesel nasional saat ini telah mencapai 3,2 juta kL untuk tahun 2014
(KESDM 2014), yang berarti dihasilkan pula gliserol kasar sekitar 400 ribu kL.
Peningkatan kapasitas produksi industri biodiesel akan menyebabkan
meningkatnya produksi gliserol kasar, sehingga harus diiringi dengan perluasan
pasar dan peningkatan nilai tambah agar gliserol tetap bernilai jual.
Peningkatan nilai tambah gliserol hasil samping industri biodiesel ini harus
dilakukan agar dapat memenuhi kebutuhan berbagai industri dan stakeholder
terkait. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah
melalui penelitian pengembangan pemanfaatan gliserol. Banyak penelitian yang
telah dilakukan untuk menghasilkan produk turunan gliserol. Salah satu metode
yang dapat digunakan adalah proses esterifikasi gliserol dengan asam lemak sawit
menjadi gliserol ester. Gliserol ester adalah emulsifier yang banyak dibutuhkan
oleh industri pangan dan industri kimia.
Pada beberapa negara penghasil kedelai, saat ini gliserol hasil samping
biodiesel minyak kedelai sedang dikembangkan menjadi base fluid dalam drilling
fluid untuk kebutuhan pemboran sumur minyak. Derivatif gliserol berupa ester,
terutama ester parsial (mono- dan di-gliserida) telah menjadi komponen yang
sangat khusus untuk produk emulsi. Sifat emulsi dan pelumas dari derivated
gliserol ini dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas lumpur pemboran minyak
dengan menjadikannya sebagai bahan formulasi pembuat oil based mud (OBM).
Selama ini OBM tidak banyak digunakan karena mahal dan kurang ramah
lingkungan (Soares et al. 2011). Untuk itu diperlukan derivated gliserol sebagai
alternatif lain dalam penggunaan bahan dasar lumpur dari bahan terbarukan dan
ramah lingkungan sehingga kadar aromatik dan sifat toksiknya berkurang.
Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mengembangkan potensi produk
turunan gliserol hasil samping industri biodiesel olein sawit sehingga
meningkatkan nilai ekonomi dan fungsi gliserol tersebut maka pada penelitian ini
dilakukan sintesis gliserol ester menggunakan gliserol hasil samping industri

2
biodiesel olein sawit dengan asam lemak miristat, asam lemak palmitat asam
lemak stearat dan asam lemak oleat.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi lama proses
terbaik esterifikasi gliserol 94 % dengan asam lemak miristat, asam lemak
palmitat, asam lemak stearat dan asam lemak oleat yang menggunakan katalis
Methyl Ester Sulfonic Acid (MESA) dan mendapatkan hasil sifat fisiko-kimia
gliserol ester tersebut.
Perumusan Masalah
Proses esterifikasi gliserol sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi
jatuhnya harga gliserol. Melalui proses esterifikasi gliserol, akan dapat
ditingkatkan nilai tambah gliserol sehingga tetap bernilai jual. Oleh karena itu
diperlukan suatu pengembangan pemanfaatan gliserol dengan melakukan proses
esterifikasi gliserol dengan beberapa asam lemak sawit sehingga dapat
memperluas fungsi dan kegunaan dari gliserol. Kondisi proses yang optimum
dengan lama proses esterifikasi yang tepat diharapkan akan meningkatkan
efektifitas dan efisiensi pembentukan gliserol ester. Hal tersebut merupakan
sebuah tantangan untuk memperoleh sifat fisiko-kimia gliserol ester yang baik dan
karakteristiknya sesuai dengan kebutuhan berbagai industri.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis asam lemak
miristat, asam lemak palmitat asam lemak stearat dan asam lemak oleat dan lama
proses esterifikasi gliserol 94 % menggunakan katalis MESA 0,5 % dengan rasio
mol gliserol dan asam lemak 0,94:1 terhadap sifat fisiko-kimia gliserol ester yang
dihasilkan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi sifat fisikokimia gliserol ester berdasarkan jenis asam lemak dan lama proses esterifikasi
sehingga dapat menjadi acuan untuk proses esterifikasi gliserol dengan asam
lemak lainnya. Selain itu juga diharapkan dihasilkan ester-ester asam lemak
dengan fungsi dan kegunaan yang lebih baik sehingga dapat memperluas
pemanfaatannya di berbagai industri.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada ruang lingkup berikut ini.
1.
Gliserol yang digunakan adalah gliserol hasil transesterifikasi olein sawit.
2.
Pemurnian gliserol menggunakan asam fosfat teknis 85 % sebanyak 5 %
(v/v).
3.
Katalis yang digunakan adalah Methyl Ester Sulfonic Acid (MESA)
sebanyak 0,5 % (w/w).
4.Kemurnian gliserol yang digunakan adalah 94 % dan rasio mol gliserol
terhadap asam lemak sawit 0,94:1.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Asam Lemak Sawit
Minyak kelapa sawit mentah (CPO) merupakan minyak yang berasal dari
sabut (mesokarp) yang dapat diolah menjadi metil ester, asam lemak (fatty acid),
dan gliserol (glycerine) (Ketaren 2008). Minyak kelapa sawit kasar (Crude Palm
Oil) tersusun atas 50 % asam lemak jenuh seperti asam kaprat (1-3 %), asam
laurat (0-1 %), asam miristat (0,9-1,5 %), asam pamitat (39,2-45,8 %), asam
stearat (3,7-5,1 %) dan 50 % asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat (37,4444,1 %), asam linoleat (8,7-12,5 %) dan asam linolenat (0,0-0,6 %) (Basiron
2005). Komposisi asam lemak CPO disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Komposisi asam lemak minyak sawit (CPO)
Kadar (%)
Jenis Asam Lemak
Asam Lemak Jenuh
Asam kaprat (C10:0)
Asam laurat (C12:0)
Asam miristat (C14:0)
Asam palmitat (C16:0)
Asam stearat (C18:0)
Asam Lemak Tidak Jenuh
Asam oleat (C18:1)
Asam linoleat (C18:2)
Asam linolenat (C18:3)

Titik Cair
(°C)

CPO*

CPO**

Olein**

Stearin**

1-3
0-1
0,9-1,5

0,2-0,4
0,9-1,2
36,8-43,2

0,1-0,3
1,1-1,7

31,5
44
58

39,2-45,8
3,7-5,1

0,1-0,4
1,0-1,4
40,947,5
3,8-4,8

3,7-4,8

49,8-68,1
3,9-5,6

64
70

37,4-44,1
8,7-12,5
0,0-0,6

36,4-4,2
9,2-11,6
0,05-0,6

39,8-44,6
10,4-12,9
0,1-0,6

20,4-34,4
5,0-8,9
0,0-0,5

14
-11
-9

Sumber : *Basiron (2005), **Gee (2007)

Gliserol
Gliserol (C3H5(OH)3) dengan nama kimia 1,2,3-propanetriol merupakan
cairan kental yang memiliki rasa manis, tidak berwarna, tidak berbau, mudah larut
air, meningkatkan viskositas larutan, mengikat air dan menurunkan aktivitas air
(aw). Gliserol juga larut sempurna dalam alkohol, eter dan etil asetat, namun tidak
larut dalam hidrokarbon. Gliserol memiliki berat molekul sebesar 923 g/mol,
densitas 1,26 g/ml, viskositas 1,5 Pa.s, titik leleh 17,8°C dan titik nyala 290°C
(Pagliaro dan Rossi 2008). Visualisasi molekul dan rumus struktur gliserol dapat
dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Visualisasi molekul dan rumus struktur kimia gliserol

4
Produksi gliserol dari asam lemak dapat dilakukan melalui tiga metode,
yaitu metode transesterifikasi, saponifikasi dan hidrolisis (Tovbin et al. 1976).
Akhir dari proses tersebut menghasilkan senyawa gliserol mentah yang masih
banyak mengandung partikel-partikel pengotor diantaranya sisa metanol, sisa
katalis dan asam lemak bebas sehingga perlu dimurnikan agar dapat dimanfaatkan.
Reaksi pembentukan gliserol dari transesterifikasi trigliserida dengan metanol
dalam produksi biodiesel dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Trigliserida

Metanol

Gliserol

Metil Ester

Gambar 2.2. Reaksi pembentukan gliserol dengan metode transesterifikasi
Pemurnian gliserol kasar dapat dilakukan dengan banyak metode
diantaranya menggunakan asam sulfat, aqua demineralisasi (aqua DM), vakum
distilasi, kombinasi perlakuan fisikokimia dan distilasi. Proses peningkatan
kemurnian gliserol yang lebih sederhana dan relatif lebih murah dilakukan oleh
Farobie (2009) dengan cara mereaksikan gliserol kasar dengan asam fosfat teknis
sebanyak 5 % (v/v). Proses ini berhasil meningkatkan kemurnian gliserol dari
50 % menjadi 82,15 % dan menghasilkan produk samping berupa garam kalium
fosfat yang dapat digunakan sebagai pupuk dan asam lemak.
Gliserol Ester
Gliserol ester merupakan senyawa turunan dari asam karboksilat yang
dihasilkan dari proses esterifikasi gliserol dengan asam lemak. Dalam proses
esterifikasi terjadi penggantian satu (atau lebih) atom hidrogen pada gugus
hidroksil dengan suatu gugus organik (biasa dilambangkan dengan R’). Reaksi
esterifikasi gliserol dengan asam lemak dapat dilihat pada Gambar 2.3.
C3H5(OH)3
Gliserol

+

RCOOH
As. Karboksilat

C3H5(OH)2OCR +
Gliserol Ester

H2O
Air

Gambar 2.3. Reaksi esterifikasi gliserol dengan asam lemak
Mekanisme reaksi esterifikasi tersebut merupakan reaksi substitusi asil
nukleofil dengan katalisator asam melalui beberapa tahap reaksi. Mulanya terjadi
pembentukan senyawa proton pada asam karboksilat dengan adanya perpindahan
proton dari katalis asam atom oksigen pada gugus karbonil. Kemudian alkohol
nukleofilik menyerang karbon positif sehingga terbentuk ion oksonium. Pada
proses ini terjadi pelepasan proton atau deprotonasi dari gugus hidroksil milik

5
alkohol, menghasilkan senyawa kompleks teraktivasi. Selanjutnya terjadi
protonasi terhadap salah satu gugus hidroksil yang diikuti dengan pelepasan
molekul air dan menghasilkan ester (Fessenden & Fessenden 1982).
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi endotermal yang bersifat reversible
sehingga konversi sempurna tidak mungkin tercapai. Kirk dan Othmer (1994)
menjelaskan bahwa apabila salah satu reaktan dibuat berlebih, maka reaksi
kesetimbangan akan bergeser ke arah kanan (pembentukan ester) dan tumbukan
antar molekul semakin besar yang mengakibatkan konversi menjadi produk
semakin besar pula. Laju reaksi esterifikasi sangat dipengaruhi oleh struktur
molekul reaktan dan radikal yang terbentuk dalam senyawa antara.
Secara umum laju reaksi esterifikasi mempunyai sifat sebagai berikut :
a. Alkohol primer bereaksi paling cepat, disusul alkohol sekunder, dan paling
lambat alkohol tersier.
b. Ikatan rangkap memperlambat reaksi.
c. Makin panjang rantai alkohol, cenderung mempercepat reaksi atau tidak
terlalu berpengaruh terhadap laju reaksi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi esterifikasi yaitu :
a. Lama reaksi; semakin lama proses reaksi maka kontak antar zat semakin
besar, sehingga akan menghasilkan biodiesel dengan konversi yang besar.
Jika kesetimbangan reaksi sudah tercapai, maka dengan bertambahnya waktu
reaksi tidak akan menguntungkan karena tidak akan menaikkan konversi.
b. Pengadukan; pengadukan akan menambah bilangan gelombang tumbukan
antara molekul zat pereaksi dengan zat yang bereaksi, sehingga mempercepat
reaksi. Semakin besar tumbukan, maka semakin besar pula nilai konstanta
kecepatan reaksi (k).
c. Katalisator; katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada
suatu reaksi sehingga pada suhu tertentu nilai konstanta kecepatan reaksi
semakin besar.
d. Suhu reaksi; semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin tinggi
konversi yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Arrhenius. Bila
suhu naik, maka nilai konstanta kecepatan reaksi (k) makin besar, sehingga
reaksi berjalan cepat dan konversi ester makin tinggi.
Produk kasar yang diperoleh dari proses esterifikasi gliserol merupakan
campuran dari asam-asam lemak dan gliserol yang tidak bereaksi, monogliserida,
digliserida (1,2- dan 1,3-) dan trigliserida dengan komposisi yang berbeda (Susi
2010). Komposisi produk tersebut tergantung dari rasio gliserol terhadap asam
lemak, jenis asam lemak, jenis dan konsentrasi katalis serta kondisi reaksi yang
digunakan dalam proses.
Katalis MESA
Katalis merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh penting
pada proses esterifikasi. Katalis ikut serta dalam suatu tahap reaksi, akan tetapi
pada akhir reaksi katalis akan terbentuk kembali. Tujuan penggunaan katalis
untuk menghindari kebutuhan temperatur yang tinggi, waktu reaksi yang lebih
lama serta produk yang berwarna gelap (Hui 1996).
Katalis yang umumnya digunakan dalam proses esterifikasi adalah katalis
asam karena kekuatan asam dari katalis akan memberikan pengaruh yang besar

6
terhadap aktivitas katalitiknya. Katalis homogen asam sebagai donor proton dalam
pelarut organik yang banyak digunakan pada awalnya adalah H2SO4, HF, H3PO4,
RSO3H dan PTSA. Hanya saja katalis-katalis tersebut bersifat korosif dan beracun
(Juan et al. 2007).
Pada beberapa penelitian sebelumnya katalis p-toluena sulfonic acid
(PTSA) banyak digunakan karena merupakan katalis organik dari jenis asam kuat
yang bersifat non-oksidator meskipun dapat menyebabkan iritasi pada kulit.
Katalis PTSA lebih aktif daripada asam sulfat karena sifat hidrofobilitasnya yang
tinggi sehingga mudah menyerang molekul trigliserida, sebaliknya asam sulfat
selain sifatnya dapat mengoksidasi, kemampuannya bercampur dengan minyak
(hidrofobilitasnya) juga rendah (Guan 2009). Namun katalis tersebut bersifat
korosif dan berasal dari minyak bumi yang merupakan sumber daya alam tak
terbarukan sehingga kurang ramah lingkungan sehingga diperlukan katalis baru
untuk menjawab permasalahan tersebut. Oleh karena itu diperlukan katalis dari
sumber daya alam terbarukan dan harganya ekonomis seperti Methyl Ester
Sulfonic Acid.
Katalis Methyl Ester Sulfonic Acid (MESA) merupakan produk antara
dalam produksi MES, berwarna gelap dan bersifat asam, dihasilkan dari minyak
kelapa sawit melalui reaksi sulfonasi metil ester dengan SO3. Utami (2013)
melaporkan bahwa MESA memberikan pengaruh signifikan terhadap sifat fisikokimia gliserol ester oleat yang dihasilkan yaitu mendekati gliserol ester komersial,
Sarapar dan Saraline. Penelitian terbaru dilakukan oleh Andriani (2014) dan
Kurniati (2014) menggunakan katalis MESA untuk menghasilkan monodiasilgliserol (MAG dan DAG) dan memperoleh rendemen 30,2 %. Putri (2014)
juga menggunakan katalis MESA untuk menghasilkan gliserol ester oleat dan
memperoleh rendemen 79,55 %.
Penelitian Sebelumnya
Tabel 2.2. Perkembangan studi kondisi proses gliserol ester hasil penelitian
sebelumnya
Kondisi proses

Performa

Rujukan

Esterifikasi gliserol dengan asam
oleat, rasio mol (1:1,32; 2:1; 3:1;
4:1;4.68 :1) atau % berat KOH
terhadap asam oleat (0,009; 0,03;
0,06; 0,09; 0,11)%, temperatur
180 oC, waktu (26,30; 40; 60; 80
dan 93,70) menit, kecepatan
pengadukan 600 rpm

Perolehan gliserol monooleat Pardi (2005)
optimal 42,35 % dengan kondisi
rasio molar gliserol terhadap
asam oleat 3:1, katalis KOH
0,16% (terhadap berat asam
oleat), temperatur 180 oC, waktu
reaksi 77,5 menit dan kecepatan
putaran pengaduk 600 rpm

Reaksi tanpa katalis; temperatur
170 oC, vakum (P-40 kPa), rasio
as. lemak dan gliserol 3,6:1
selama 8 jam. Reaksi esterifikasi
dengan katalis Zn dan H2SO4,
temperatur 150 oC, vakum (P-40
kPa), rasio 3,3:1, waktu 2-8 jam

Konversi gliserol dan perolehan Prakoso
MCT yang terbaik dicapai pada (2006)
reaksi esterifikasi tanpa katalis
dalam kondisi vakum dan waktu
reaksi 8 jam, yaitu berturut-turut
sebesar 100% dan 97,80%

et

al.

7
Tabel 2.2. Perkembangan studi kondisi proses gliserol ester hasil penelitian
sebelumnya (lanjutan)
Kondisi proses

Performa

Rujukan

o

Esterifikasi asam oleat dan
gliserol menggunakan katalis
H2SO4 dengan berat 0,1%, variasi
suhu 220 oC, 240 oC, dan 250 oC,
rasio asam oleat dan gliserol 1:3.
Selanjutnya dilakukan reaksi
polimerisasi
dengan
katalis
benzoil peroxida 0,1 % sampai
suhu mencapai 260 OC dalam
waktu 2 jam

Pada suhu 240 C mempunyai Handayani et al.
laju penurunan bilangan asam (2006)
terbesar dan menghasilkan yield
FAME sebesar 93.75 % dengan
waktu 90 menit, rasio katalis dan
reaktan 1:100, rentang berat
molekul 19,502-20,034 g/gmol,
rentang
viskositas
sekitar
0,0514-0,0534 poise. Sedangkan
densitas produk 0,95 g/-1,045
g/cm3

Sintesis senyawa α-monolaurin
dari asam laurat dan gliserol.
Konsentrasi katalis H2SO4 (1,25
s.d. 6,25) (% berat) dan
perbandingan molaritas reaktan
asam laurat terhadap gliserol (1:1;
1:2,5; 2,5:1), temperatur 130 oC
dan waktu reaksi 6 jam

Kondisi
terbaik
dengan
konsentrasi katalis H2SO4 5%
dan perbandingan molaritas
1:2,5, temperatur 130 oC dan
waktu reaksi θ jam dihasilkan αmonolaurin terbanyak 31,14%
sebagai hasil utama dan senyawa
α,α’-dilaurin 4,42% sebagai
hasil samping sintesis
Produksi MG maksimum pada
rasio molar 3:1 sebesar 61,1 %
pada waktu 30 menit. Rasio
molar 2,5:1 sebesar 60,9% pada
waktu 20 menit. Dari sudut
pandang ekonomi, rasio molar
2,5:1 pada suhu 200oC, waktu
20 menit merupakan kondisi
terbaik. Produk jadi berisi 61 %
MG, 25% DG ,3% TG, 2% FA,
8% gliserol, 1% NaOH
Katalis HPW20/Z meberikan
pengaruh pada konversi 80,73%.
Produk ester memiliki viskositas
lebih encer sehingga dapat
diaplikasikan untuk pendingin
dan pelumas pada mesin
pembuatan logam dan rantai

Sintesis
monogliserida
dari
gliserol dan stearin sawit.
Kecepatan 200 rpm dengan
kondisi gas nitrogen pada 3,5 kPa
abs. Katalis NaOH 2 % massa
dari gliserol. Suhu reaksi 180,
200, 230 dan 250 oC. Waktu
reaksi 15, 20, 30, 60 dan 90
menit. Rasio molar gliserol
terhadap stearin adalah 2:1 , 2,5:1
, dan 3:1
Katalis
HPW5/Z,HPW10/Z
HPW20/Z, H-Z (H-Zeolit) dan
ZAL (Zeolit Alam Lampung).
Suhu reaksi 150-180 oC selama
60-480
menit.
Kecepatan
pengadukan 180 rpm dan 480
rpm,
rasio
molar
Asam
Oleat/Oktanol adalah 1:2 dan 1:6,
Wkat 1% dan 2%
Rasio berat oligogliserol dan
asam oleat 3,3:1 atau asam oleat
dan oligogliserol dengan rasio
molar 4:1-1:1, temperatur 240 oC,
tekanan 22 mbar

Widiyarti
dan
Hanafi (2008)

Chetpattananondh
and
Tongurai
(2008)

Susanto
(2008)

et

al.

Menghasilkan oligliserol ester Westfechtel et al.
dengan kemampuan melumasi (2012)
WBM menunjukkan nilai yang
baik

8
Tabel 2.2. Perkembangan studi kondisi proses gliserol ester hasil penelitian
sebelumnya (lanjutan)
Kondisi proses
Proses esterifikasi gliserol dan
asam oleat dengan katalis MESA
(0.1 %, 0.5%, 1%), rasio gliserol
dan asam oleat 1:3, suhu 240°C
selama 90 menit, kecepatan
pengadukan 200 rpm dan
dialirkan gas nitrogen 40 cc per
menit
Esterifikasi gliserol dan asam
lemak PFAD dengan
katalis
MESA konsentrasi (1,5%; 2%,
dan 2,5%) dari volume PFAD,
rasio volume gliserol dan PFAD
1:4, waktu reaksi (60, 75, dan 90
menit) pada suhu 160 oC dalam
keadaan vakum
Esterifikasi gliserol dengan asam
lemak
bebas
PFAD.
Perbandingan Gliserol dan PFAD
(v/v) yaitu (1:3, 1:4, 1:5, dan 1:6)
(atau rasio molar 1:2,1; 1:2,8;
1:3,4 dan 1:4,2), menggunakan
katalis MESA 2% pada reaktor
berpengaduk
secara
vakum
selama 60 menit, dan pada suhu
(150, 160 dan 170 °C)

Proses esterifikasi gliserol dan
asam oleat dengan katalis MESA
(0,3 %; 0,5%; 7%), rasio gliserol
dan asam oleat 0,8:1; 1,7:1 dan
2,6:1 suhu 180°C selama 90
menit, dialirkan gas nitrogen 40
cc per menit

Performa

Rujukan

Konsentrasi
katalis
terbaik Utami (2013)
adalah 0,5% dan menghasilkan
gliserol ester oleat dengan
bilangan asam terendah yakni
48,07 mg KOH/g sampel,
densitas
0,9124
g/cm3,
viskositas 68,32 Cp (25°C),
viskositas kinematis 36 cSt
(40°C), titik nyala 230°C dan
titik tuang -15°C
Produk mono-diasilgliserol yang Andriani (2014)
terbaik
dari
perlakuan
konsentrasi katalis 1.5% dan
waktu reaksi 75 menit. Hasilnya
mono-diasilgliserol, rendemen
30,20%, persentase fraksi MAG
16,21%, DAG 31,00%
Suhu dan rasio volume yang Kurniati (2014)
terbaik adalah pada suhu 160 °C
dengan rasio volume 1:3 dan
1:4. Semakin tinggi rasio
volume antara gliserol dan
PFAD, rendemen dan jumlah
MAG dan DAG dalam produk
semakin kecil. Kondisi ini
menghasilkan M-DAG dengan
rendemen 32,60% dan 27,20%,
jumlah
M-DAG
61,99%
(24,68% MAG, 37,31% DAG)
dan 49,92% (20,27% MAG,
29,66% DAG)
Rasio molar dan konsentrasi Putri (2014)
katalis MESA terbaik ialah rasio
molar 0,8:1 (gliserol : asam
oleat), katalis MESA sebanyak
0,5% menghasilkan gliseril ester
dengan
rendemen
79,55%,
densitas 0,940 g/cm3, bilangan
asam 44 mg KOH/g sampel,
viskositas 90 cP (30 oC),
viskositas kinematis 49,04 cSt
(40 oC), titik nyala 206 oC, titik
tuang -1,5 oC, titik didih 105 oC.

9

3 METODE
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah gliserol hasil samping industri biodiesel dari
SBRC (Surfactant and Bioenergy Research Center) IPB, asam oleat dari PT
Brataco Chemical, asam stearat dan asam palmitat diperoleh dari PT Wilmar serta
asam miristat dari PT Ecogreen Oleochemical, katalis MESA dari SBRC IPB,
asam fosfat teknis 85% dari Toko kimia Setiaguna Bogor dan gas nitrogen dari PT
Rahayu Mulya Gas Bogor. Bahan untuk analisis meliputi asam sulfat, larutan
NaOH dan NaIO4, etilen glikol, alkohol netral, larutan Wijs, larutan KI, indikator
bromtimol biru dan indikator PP dari Toko kimia Frisconina Bogor.
Peralatan yang digunakan terdiri atas alat-alat proses seperti reaktor
pemurnian gliserol berkapasitas 20 liter dan reaktor esterifikasi berupa labu leher
tiga, hot plate, termometer, neraca analitik dan kondensor. Untuk analisis
digunakan density meter DMA 4500M Anton Paar, viscometer Brookfield DV-III
ultra, viscometer Otswald dan pH meter, Pensky-Martens closed cup tester, jar test,
aniline point apparatus dan FTIR spektrofotometer.
Metode Penelitian
Metode penelitian mencakup persiapan sampel, sistesis gliserol ester dan
analisis gliserol ester. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 3.1.

Mulai
Persiapan Sampel

Gliserol 94%

AsamMiristat
AsamPalmitat
AsamStearat
AsamOleat
As.

Esterifikasi

Rasio Mol = 0,94:1
o
T = 180 C
P = Nitrogen 100 cc/menit
v = 400 rpm
t = 90, 120, 1η0 menit
Analisis Gliserol
Ester
Selesai
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Katalis
MESA 0,5 %

10
Persiapan Sampel
Tahap persiapan sampel meliputi pemurnian gliserol, analisis gliserol
sampel dan katalis MESA.
Pemurnian Gliserol
Pemurnian gliserol dilakukan dengan menggunakan reaktor pemurnian yang
meliputi proses pengasaman (asidifikasi) dengan menggunakan asam fosfat teknis
85 % sebanyak 0,5 % (v/v) kemudian dilanjutkan dengan proses vakum filter dan
vakum distilasi.
Proses pemurnian yang dilakukan adalah sebagai berikut: gliserol kasar
dipanaskan mencapai suhu 50 oC kemudian ditambahkan asam fosfat teknis
sebanyak 5 % (v/v). Selanjutnya reaksi dilakukan pada suhu 75-80 oC dan diaduk
selama 4 jam. Produk yang terbentuk didiamkan selama 1 jam sehingga terbentuk
tiga lapisan. Lapisan paling bawah berbentuk padatan merupakan garam kalium
fosfat, lapisan tengah adalah gliserol dan lapisan atas adalah sisa asam lemak.
Lapisan tengah dan atas dipisahkan dari lapisan paling bawah. Filtrat yang
dihasilkan kemudian dipisahkan dengan vakum filter. Pemurnian dilanjutkan
dengan destilasi vakum untuk menguapkan air dan sedikit metanol yang masih
terkandung dalam gliserol. Distilasi vakum dilakukan dua tahap yaitu pada
temperatur 95 oC dan 150 oC selama 3 jam dan dihasilkan gliserol murni dengan
kadar 94 %.
Analisis Sifat Fisiko-kimia Sampel Gliserol dan Katalis MESA
Analisis sifat fisikokimia gliserol yang dilakukan mencakup kadar abu (SNI
06-1564-1995), kadar gliserol (SNI 06-1564-1995), densitas dengan
menggunakan densitymeter DMA 4500M Anton Paar, viskositas dengan
menggunakan viscometer Brookfield DV-III ultra, warna (visual), pH dengan
menggunakan pH meter, bilangan asam (SNI 01-3555-1998), titik nyala (ASTM
D 92 2005a), titik tuang (ASTM D 97 2009) dan kadar air (SNI 06-1564-1995).
Analisis sifat fisikokimia katalis MESA mencakup densitas dengan
menggunakan density meter DMA 4500M Anton Paar, viskositas dengan
menggunakan viscometer Brookfield DV-III ultra, pH dengan menggunakan pH
meter, warna (visual), dan bilangan asam (SNI 01-3555-1998).
A. Sintesis Gliserol Ester
Pada tahap ini dilakukan esterifikasi gliserol 94 % dengan asam lemak oleat,
asam lemak stearat, asam lemak palmitat dan asam lemak miristat menggunakan
katalis MESA 0,5 % (w/w) dengan rasio mol gliserol terhadap asam lemak sawit
0,94:1. Proses esterifikasi berlangsung pada suhu 180 °C selama 90 menit, 120
menit dan 150 menit dengan kecepatan putar pengaduk 400 rpm dan dialirkan gas
nitrogen 100 cc/menit untuk menciptakan kondisi inert sehingga dapat mencegah
keberadaan oksigen serta mendorong keluarnya uap air yang terbentuk menuju
kondensor.

11
Rancangan percobaan yang digunakan pada tahap sintesis gliserol ester
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Model yang digunakan
tersusun atas 2 faktor perlakuan, yaitu faktor pertama adalah jenis asam lemak
sawit yang terdiri dari empat taraf yaitu A1 = asam lemak oleat, A2 = asam lemak
stearat, A3 = asam lemak palmitat dan A4 = asam lemak miristat. Faktor kedua
adalah perlakuan waktu dengan tiga taraf, yaitu B1 = 90 menit, B2 = 120 menit
dan B3 = 150 menit. Setiap kombinasi faktor perlakuan diulang dua kali. Model
matematis dari rancangan percobaan adalah sebagai berikut.
Yijk = μ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk
Keterangan:
Yijk = nilai pengamatan akibat pengaruh faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf
ke-j pada ulangan ke-k

= nilai rata- rata
Ai
= pengaruh jenis asam lemak taraf ke-i (i = 1, 2,3,4)
Bj
= pengaruh faktor perlakuan waktu taraf ke-j (j = 1, 2,3)
(AB)ij = pengaruh interaksi faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j
εijk
= galat satuan percobaan taraf ke-i faktor A, taraf ke-j faktor B, pada
ulangan ke-k (k = 1, 2)

Analisis Gliserol Ester
Adapun analisis sifat fisikokimia gliserol ester mencakup bilangan asam
(SNI 01-3555-1998), densitas dengan menggunakan density meter DMA 4500M
Anton Paar, viskositas kinematis dengan menggunakan vikometer Otswald
(ASTM D 445 2009), titik nyala dengan menggunakan Pensky-Martens closed
cup tester (ASTM 92 2005a), titik tuang dengan menggunakan jar test (ASTM D
97 2009), titik anilin dengan aniline point apparatus (ASTM D 611–04) dan
pencirian spektrum dengan spektrofotometer Fourier-Transformed Infra Red
(FTIR).
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan dimulai pada bulan Juni
2014 sampai dengan Januari 2015 di laboratorium Surfactant and Bioenergy
Research Center Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut
Pertanian Bogor (SBRC LPPM-IPB).

12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisiko-Kimia Sampel Gliserol
Gliserol kasar hasil samping industri biodiesel memiliki kualitas rendah
akibat adanya zat impuirities seperti sisa metanol, sisa katalis, sabun, biodiesel, air
dan bahan-bahan pengotor lainnya yang berasal dari bahan baku, sehingga harus
dimurnikan agar dapat dimanfaatkan pada beragam industri. Pemurnian gliserol
kasar dilakukan dengan cara mereaksikan gliserol kasar dengan asam fosfat teknis
sebanyak 5 % (v/v). Asam fosfat digunakan karena sifatnya yang sangat
higroskopis, sehingga sangat mudah berikatan dengan bahan yang bersifat polar.
Pada penelitian ini setelah penambahan asam fosfat ke dalam gliserol kasar
menyebabkan terbentuknya tiga lapisan yaitu asam lemak, gliserol, dan endapan
garam (Gambar 4.1).
Persentase distribusi massa masing-masing lapisan yang terbentuk adalah
sebagai berikut :
a. Lapisan atas yaitu asam lemak sebanyak 20-25 %, berwujud padat di bawah
suhu kamar
b. Lapisan tengah yaitu gliserol sebanyak 50-60 %, berwujud cair
c. Lapisan bawah yaitu endapan garam K3PO4 sebanyak 20-30 %, berwujud padat

Asam lemak bebas

Gliserol

Garam K3PO4

Gambar 4.1. Tiga lapisan yang terbentuk setelah penambahan asam fosfat

Penambahan asam fosfat tersebut bertujuan untuk menetralkan sisa katalis
KOH dan sabun kalium. Sabun kalium merupakan garam yang terbentuk dari
asam lemak dengan basa kalium pada proses produksi biodiesel. Setelah
penambahan asam fosfat ke dalam gliserol kasar, ion kalium dari basa dan sabun
akan berikatan dengan ion fosfat sehingga membentuk garam. Reaksi antara asam
fosfat dengan KOH akan membentuk garam berupa kalium fosfat (K3PO4)
(Gambar 4.2a), berwujud padat yang dapat digunakan sebagai pupuk sedangkan
reaksi antara sabun kalium dengan asam fosfat akan membentuk asam lemak
bebas dan garam (Gambar 4.2b). Garam yang terbentuk akan mengendap karena
kelarutannya rendah dan dimurnikan melalui filtrasi vakum. Adapun sisa metanol,
air dan bahan pengotor lainnya terpisah melalui distilasi vakum.

13
H3PO4
Asam fosfat

+

3KOH
Katalis

K3PO4
Garam

+

3H2O
Air

(A)
3RCOOK
Sabun

+

H3PO4
Asam fosfat

3RCOOH
FFA

+

K3PO4
Garam

(B)
Gambar 4.2.(A) Reaksi pembentukan garam K3PO4;(B) Reaksi pembentukan FFA
Proses pemurnian tersebut berhasil meningkatkan kadar kemurnian
gliserol dari 40-50 % menjadi 94 %. Peningkatan kadar gliserol yang dihasilkan
dari proses pemurnian dapat dilihat dari perubahan sifat fisiko-kimianya.
Pentingnya meningkatkan kadar kemurnian gliserol karena akan memberikan
pengaruh terhadap keberhasilan dan karakteristik produk gliserol ester yang
dihasilkan. Tabel 4.1 berikut menyajikan perbedaaan sifat fisiko-kimia gliserol
kasar dengan gliserol hasil pemurnian yang menjadi sampel pada penelitian.
Tabel 4.1 Sifat fisikokimia gliserol kasar dan gliserol hasil pemurnian
Parameter uji
Kadar abu
Kadar gliserol
Densitas (15 oC)
Viskositas
Warna
pH
Bilangan asam
Titik nyala
Titik tuang
Kadar air

Satuan

Gliserol kasar

Gliserol Hasil
Pemurnian

Metode

%

14,18

2,75

SNI 06-1564-1995

45

94,45

SNI 06-1564-1995

g/cm

1,0745 ± 0,0001

1,2858 ± 0,0001

cP

405

460

Coklat gelap

Kuning kecoklatan

9,32

6,07

%
3

mg KOH/g
sampel
°C

6,72

5,37

SNI 01-3555-1998

> 90

> 140

ASTM D 92-05a

°C

3

-30

ASTM D 97-09

%

0,63

0,03

SNI 06-1564-1995

Kadar abu merupakan salah satu faktor penting untuk menilai kualitas
gliserol. Adanya abu di dalam gliserol membuat kualitas gliserol menjadi turun.
Kadar abu menggambarkan jumlah senyawa anorganik yang terdapat di dalam
gliserol. Kadar abu gliserol kasar sebesar 14,18 % yang berasal dari sabun, asam
lemak, dan katalis KOH dari reaksi transesterifikasi. Hal ini disebabkan gliserol
merupakan bahan organik yang terdiri atas atom C, H, dan O yang akan berubah
menjadi gas CO2 dan uap H2O ketika diabukan. Oleh karena itu, salah satu tujuan
pemurnian gliserol adalah menurunkan kadar abu gliserol. Kadar abu gliserol
setelah proses pemurnian sebesar 2,75 %, nilai tersebut lebih rendah dibandingkan
gliserol sebelum proses pemurnian.
Gliserol hasil samping biodiesel mempunyai kadar gliserol sebesar 45-50 %.
Setelah pemurnian gliserol, kadar gliserolnya berhasil ditingkatkan menjadi 94 %.
Hal ini menunjukkan bahwa senyawa pengotor pada gliserol kasar sudah berhasil

14
dihilangkan melalui proses pemurnian dengan menggunakan asam fospat, filtrasi
vakum dan distilasi vakum.
Nilai densitas dan viskositas gliserol semakin meningkat dengan
dilakukannya proses pemurnian. Densitas gliserol kasar sebesar 1,0745 g/cm 3,
setelah pemurnian meningkat menjadi 1,2858 g/cm3. Setelah pemurnian gliserol
menjadi lebih kental sehingga nilai viskositasnya meningkat menjadi 460 cP.
Gliserol yang telah dimurnikan mengalami perubahan warna dari coklat
gelap menjadi kuning kecoklatan (Gambar 4.3). Warna gliserol dipengaruhi oleh
warna CPO (Crude Palm Oil) sebagai bahan baku biodiesel. CPO mengandung
zat warna alami berupa α dan β-karoten, xantofil, klorofil, dan antosianin yang
menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan
kemerah-merahan. Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan oleh
karotenoid yang bersifat larut dalam minyak. Warna gelap pada gliserol kasar
merupakan hasil degradasi zat warna alami dan suhu pemanasan yang tinggi
sehingga minyak mengalami reaksi oksidasi (Ketaren 2008).

Gambar 4.3. (A) Gliserol kasar 45 %; (B) Gliserol hasil pemurnian 94 %
Uji pH menunjukkan bahwa gliserol hasil samping industri biodiesel
mempunyai pH 9,32. Tingkat derajat keasaman (pH) gliserol kasar tersebut
menunjukkan sifatnya yang basa. Hal ini disebabkan adanya kandungan KOH dan
sabun kalium. Setelah diberi penambahan asam fosfat pada gliserol, nilai pH
gliserol menjadi turun. Uji pH gliserol murni menunjukkan bahwa nilai pH
sebesar 6,07. Reaksi asam fosfat di dalam gliserol akan menurunkan pH. Hal ini
terjadi karena ion OH- yang menyebabkan tingginya pH telah berikatan dengan
H+ dari asam mineral menghasilkan air.
Bilangan asam gliserol kasar menunjukkan penurunan setelah dimurnikan
yaitu 6,72 mg KOH/g sampel menjadi 5,37 mg KOH/g sampel. Penurunan
bilangan asam setelah pemurnian disebabkan karena penambahan asam fosfat
sehingga asam lemak yang terkandung pada gliserol kasar telah berhasil
dipisahkan. Hal ini terjadi melalui reaksi antara asam fosfat dengan sisa sabun
yang akan membentuk asam lemak bebas pada akhir reaksi (Gambar 4.4).

15

Gambar 4.4 Reaksi pembentukan asam lemak bebas
Sifat Fisiko-Kimia Katalis MESA (Methyl Ester Sulfonic Acid)
Reaksi esterifikasi berlangsung sangat lama, dapat berlangsung selama
berjam-jam. Maka untuk mempercepat reaksi ditambahkan katalis MESA pekat.
Menurut Hui (1996) tujuan penggunaan katalis adalah untuk menghindari
kebutuhan temperatur yang tinggi, waktu reaksi yang lebih lama serta produk
yang berwarna gelap. MESA merupakan senyawa aktif yang bersifat renewable
dan biodegradable sehingga ramah lingkungan. Katalis MESA adalah jenis
surfaktan anionik, berwarna gelap dan bersifat sangat asam karena tidak dilakukan
netralisasi. Keasaman MESA dibuktikan dengan nilai pH yang sangat rendah
yaitu 2,18. MESA sebagaimana katalis asam lainnya, diduga dapat menciptakan
protonisasi dari hidroksil asam lemak pada proses pembentukan ester. Sifat fisikokimia katalis MESA yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Sifat fisikokimia katalis MESA
Parameter
pH (28 oC)
Densitas (25 oC)
Viskositas
Bilangan Asam
Warna

Satuan
g/cm3
cP
mg KOH/g sampel

Nilai
2,18
0,9173 ± 0,0001
1380
47,4
Hitam

Sifat Fisiko-Kimia Gliserol Ester
Proses esterifikasi setiap asam lemak diawali dengan mencampurkan
gliserol dan asam lemak dengan rasio mol 0,94:1 pada suatu reaktor, kemudian
ditambahkan katalis MESA dengan konsentrasi 0,5 % (w/w). Selain dengan
penambahan katalis, esterifikasi dilakukan pada suhu tinggi untuk mempercepat
laju reaksi. Karena jika suhu semakin tinggi maka energi kinetik partikel akan
bertambah besar dan laju reaksi akan semakin cepat. Penggunaan suhu tinggi
tersebut disesuaikan dengan titik didih reaksi campuran yaitu pada suhu 180 oC
selama 90 menit, 120 menit, dan 150 menit dengan kecepatan pengadukan 400
rpm. Sonntag (1982) menjelaskan penerapan temperatur pada reaksi esterifikasi
tergantung pada stabilitas dari bahan baku yang digunakan. Temperatur biasanya
dibatasi hingga 255 oC agar tidak terjadi perubahan warna pada produk. Pada
penelitian digunakan gas nitrogen yang dialirkan secara berkesinambungan untuk
menghindari terjadinya reaksi oksidasi dan mendorong uap air yang terbentuk ke
kondensor sehingga produk yang diperoleh dapat optimal dan proses esterifikasi

16
tetap berjalan ke arah kanan. Untuk memperoleh produk yang maksimum,
kesetimbangan reaksi harus digeser ke arah reaksi pembentukan produk dengan
beberapa cara, yakni pemasokan energi ke dalam reaksi, pengumpanan reaktan
dalam jumlah berlebih serta pengambilan produk reaksi secara kesinambungan
selama reaksi (Kirk dan Othmer 1994; Fessenden & Fessenden 1982).
Produk gliserol ester yang dihasilkan dari keempat jenis asam lemak
tersebut merupakan campuran antara gliserol monoester, diester, triester, sisa
katalis, sisa gliserol, air dan asam lemak bebas. Reaksi pembentukan gliserol ester
disajikan pada Gambar 4.5.

(A)

(B)

(C)
Gliserol

Asam Karboksilat

Campuran Gliserol Ester

Air

Gambar 4.5. Reaksi pembentukan: (A) Gliserol monoester; (B) Gliserol diester
dan (C) Gliserol triester
Produk gliserol ester yang terbentuk pada akhir reaksi terdiri dari dua
lapisan yaitu lapisan atas merupakan campuran gliserol ester dan lapisan bawah
sisa gliserol yang tidak ikut bereaksi (Gambar 4.6). Terbentuknya dua lapisan ini
kemungkinan disebabkan karena gliserol yang diumpankan berlebih dan lama
proses yang masih kurang sehingga pada akhir reaksi masih terdapat sisa gliserol
yang belum bereaksi.

17

Gliserol Ester

Sisa Gliserol

Gambar 4.6. Dua lapisan hasil esterifikasi

Secara umum karakteristik sifat fisiko-kimia keempat jenis gliserol ester
yang dihasilkan berbeda tergantung dari jenis asam lemak yang digunakan sebagai
reaktan