Esterifikasi Destilat Asam Lemak Sawit menjadi Etil Ester dengan Katalis FeCl3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa Sawit
2.1.1. Sejarah Kelapa Sawit
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial
Belanda pada tahun 1848.Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang
dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya
Bogor.Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara
komersial pada tahun 1911.Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia
adalah Adrian Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa
sawit di Afrika.Budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang
menandai lahirnya perkebunan kelapa sawitdi Indonesia.Sejak saat itu perkebunan
kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang.
Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli)
dan Aceh.Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai
mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara – negara
Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850
ton.
Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami
perkembangan yang cukup pesat.Indonesia menggeser dominasi ekspor negara

Afrika pada waktu itu.Namun, kemajuan pesat yang dialami oleh Indonesia tidak

Universitas Sumatera Utara

diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional.Hasil perolehan ekspor
minyak kelapa sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing termasuk
Belanda.
Memasuki masa pendudukan Jepang,

perkembangan kelapa sawit

mengalami kemunduran.Secara keseluruhan produksi perkebunan kelapa sawit
terhenti. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16 % dari total luas
lahan yang ada sehingga produksi minyak sawit Indonesia pun hanya mencapai
56.000 ton pada tahun1948/1949. Padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor
250.000 ton minyak kelapa sawit.
Setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pada tahun 1957,
pemerintah

mengambil


alih

perkebunan

dengan

alasan

politik

dan

keamanan.Pemerintah menempatkan perwira-perwira militer di setiap jenjang
manajemen

perkebunan

yang


bertujuan

mengamankan

jalannya

produksi.Pemerintah juga membentuk BUMIL (buruh militer) yang merupakan
wadah kerjasama antara buruh perkebunan dengan militer.Perubahan manajemen
dalam perkebunan dan kondisi social politik serta keamanan dalam negeri yang
kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit mengalami penurunan.Pada
periode tersebut posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar
tergeser oleh Malaysia.
Memasuki pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan diarahkan
dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, dan sebagai sektor penghasil devisa negara. Pemerintah terus
mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan.Sampai dengan tahun 1980
luas lahan mencapai 294.560 ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton.Sejak

Universitas Sumatera Utara


saat itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat(Fauzi, dkk.
2008).
2.1.2. Varietas Tanaman Kelapa Sawit yang Dibedakan Berdasarkan Warna
Kulit Buah
Ada 3 varietas kelapa sawit yang terkenal berdasarkan perbedaanwarna
kulitnya. Varietas – varietas tersebut adalah:
1. Nigrescens
Buah warna ungu sampai hitam pada waktu muda dan berubah menjadi
kehitam-hitaman pada waktu masak.Varietas ini banyak ditanam di perkebunan.
2. Virescens
Pada waktu muda buahnya berwarna hijau dan ketika masak warna berubah
menjadi jingga kemerahan, tetapi ujungnya tetap kehijauan.Varietas ini jarang
dijumpai di lapangan.
3. Albescens
Pada waktu muda buah berwarna keputih-putihan, sedangkan setelah masak
menjadi kekuning-kuningan dan ujungnya berwarna ungu kehitaman.Varietas ini
juga jarang dijumpai.

Universitas Sumatera Utara


2.1.3. Varietas Tanaman Kelapa Sawit Yang Dibedakan Berdasarkan Bentuk
Buah
1. Dura
Tempurung cukup tebal antara 2 – 8 mm dan tidak lingkaran sabut pada bagian
luar tempurung.Daging buah relatiif tipis dengan persentase daging buah terhadap
buahbervariasi antara 35 – 50%.Karnel (daging biji) biasanya besar dengan
kandungan minyak yang rendah.Dalam persilangan, varietas Dura dipakai sebagai
pohon induk betina.

Gambar 2.1. Penampang buah kelapa sawit varietas Dura
2. Pisifera
Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging
buahnya tebal.Persentase daging buah terhadap buah yang cukup tinggi,
sedangkan daging biji sangat tipis. Jenis Pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa
menyilangkan dengan jenis yang lain. Varietas ini dikenal sebagai tanaman betina
yang steril sebab bunga batina gugur pada fase dini. Penyerbukan silang antara
Pisifera dengan Dura akan menghasilkan varietas Pisifera.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2. Penampang buah kelapa sawit varietas Pisifera
3. Tanera
Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaituDura
dan Pisifera. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5 – 4 mm.
Persentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60 – 96%. Tandan buah yang
dihasilkan oleh Tanera lebih banyak daripada Dura, tetapi ukuran tandannya
relatif lebih kecil.

Gambar 2.3. Penampang buah kelapa sawit varietas Tanera
4. Macro Carya
Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis sekali.

Universitas Sumatera Utara

5. Diwikka – wakka
Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya dua lapisan daging
buah.Diwikka–wakka dapat dibedakan menjadi diwikka-wakkadura, diwikkawakkapisifera dan diwikka-wakkatenera.
Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan
persentase atau rendamen minyak yang dikandungnya. Rendamen minyak
tertinggi terdapat pada varietas Tanera yaitu sekitar 22 – 24%, sedangkan pada

varietas Dura antar 16 – 18%. Jenis kelapa sawit yang diusahakan tentu yang
mengandung rendamen minyak tinggi sebab minyak sawit merupakan hasil olahan
yang utama( Risza,S.1994).
2.1.4. Kelebihan Minyak Kelapa Sawit Dibandingkan Minyak Nabati
Lainnya
Dengan kandungan asam lemak jenuh,terutama asam palmitat (C16:0),
yang mencapai lebih 40%,minyak sawit pernah di anggap jenis minyak yang
bersifat

hiperkolestrolemik

dan

dapat

meningkatkan

resiko

penyakit


kardiovaskuler. Namun penelitian–penelitian klinis telah banyak membuktikan
minyak sawit bersifat netral pada kadar lipid darah.Sifat hiperkolestrolemik asam
palmitat yang banyak terkandung dalam minyak kelapa sawit ternyata dapat
ditekan oleh sifat hiperkolestrolemik dan asal oleat (C18:1) dan juga linoleat
(C18:2) (studi cook et al 1996) dan juga telah mebuktikan bahwa palmitat tidak
bersifat hiperkolestrolemik apabia dikonsumsi bersama dengan asam lemak tak
jenuh ganda (PUFA). Beberapa studi bahkan membukt ikan bahwa konsumsi
minyak kelapa sawit dapat menurunkan kadar total kolesterol dan LDL

Universitas Sumatera Utara

kolestrerol,serta meningkatkan HDL kolesterol (kolestrerol baik) dalam darah
(Sundram ,1997).
2.1.5. Manfaat Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit menghasilkan buah yang disebut tandan buah segar
(TBS). Setelah diolah tandan buah segar akan menghasilkan minyak. Minyak
yang berasal dari kelapa sawit terdiri atas dua macam. Pertama, minyak yang
berasal dari daging buah (mesocarp). Kedua minyak yang berasal dari inti sawit
dikenal sebagai minyak inti sawit atau palm karnel oil (PKO) (Perdamean,M.

2008).
Beberapa manfaat kelapa sawit :
a. Bahan Baku Makanan
Lebih dari 80% minyak goreng yang ada di Indonesia terbuat dari minyak
kelapa sawit. Kelebihan minyak sawit sebagai bahan baku minyak goreng adalah
kandungan asam oleat yang sangat tinggi yang relatif tinggi yaitu sekitar 40%.
Asam oleat adalah asam lemak yang mengandung satu ikatan rangkap, sehingga
selama proses penggorengan relatif lebih stabil dibandingkan dengan minyak
kedele (Sulistyo, dkk. 2006)
Minyak kelapa sawit dapat juga diolah menjadi bahan makanan seperti
mentega, lemak untuk masakan (shortening), bahan tambahan coklat, bahan baku
es krim, pembuatan asam lemak, vanaspati, bahan baku berbagai industri ringan,
bahan makan ternak.

Universitas Sumatera Utara

b. Bahan Baku Kosmetika dan Obat-obatan
Krim, shampoo, lotion dan vitamin A adalah beberapa contoh produk yang
berasal dari minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit jauh lebih mudah diserap
kulit dibandingkan minyak lainnya.

c. Bahan Baku Industri Berat dan Ringan
Pada industri kulit, minyak kelapa sawit digunakan sebagai bahan pelembut
dan pelunak. Minyak kelapa sawit juga digunakan pada industri tekstil karena
mudah dibersihkan. Sebagai pelumas, minyak kelapa sawit cukup baik digunakan
karena tahan terhadap tekanan dan suhu tinggi.
Minyak kelapa sawit digunakan sebagai “ cold rolling” dan “flixing agent”
pada industri kawat dan perak dan sebagai bahan flotasi pada pemisahan biji
tembaga dan kobalt. Pada industri ringan, minyak kelapa sawit dijadikan salah
satu bahan baku pembuatan sabun, semir sepatu, lilin, deterjen, dan tinta cetak
(Perdamean,M. 2008).
2.1.6. Spesifikasi Mutu pada Minyak Sawit
Tabel 2.1. Minyak Kelapa Sawit Mentah (CPO), SNi 01-2901-2006
NO Kriteria

Satuan

Persyaratan

1


Warna

-

Jingga kemerahan

2

Kadar kotoran

% fraksi masa

0,5 maks

3

Asm lemak bebas (sebagai % fraksi masa
asam palmitat)

0,5 maks

4

Bilangan yodium

50-55

G yodium / 100g

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2. Minyak Mentah Inti Kelapa Sawit (PKO), SNI 0003-1987
NO Kriteria
1

Satuan

Persyaratan
Maks 5,0

2

Asam Lemak Bebas (sbg asam % (W/W)
laurat)
Kandugan benda asing
% (W/W)

3

Kadar air

Maks 0,45

Maks 0,005

% (W/W)

Tabel 2.3. Minyak Goreng (RBDPO), SNI 01-0018-1987
NO Kriteria

Satuan

Persyaratan

1

Asam Lemak Bebas

%(b/b)

Maks 0,1

2

Kandugan air dan kotoran

%(b/b)

Maks 0,15

3

Bilangan iod

-

Maks 55

4

Titik keruh

◦C

Maks 10

5

Titik lunak

◦C

Maks 24

6

Warna

-

7

Rasa

-

Merah : maks 3
Kuning : maks 30
Normal

2.2. Asam Lemak ( Fatty Acid)
Asam lemak merupakan oleokimia kimia dasar yang paling banyak
digunakan. Dapat dikatakan bahwa asam lemak merupakan induk dari oleokimia
dasar, karena beberapa oleokimia dasar yang lain seperti fatty ester, fatty alcohol
dan fatty amina dapat disintesis dari asam lemak. Akibatnya meningkatnya
kebutuhan oleokimia dasar tersebut, diperkirakan kebutuhan asam lemak dunia
meningkat 3% per tahun, dari 2,65 juta ton pada tahun 1995menjadi 4 juta ton
pada tahun 2010. Asam lemak yang berasal dari Amerika dan Eropa pada
umumnya disintesis dari tallow, minyak kelapa, minyak kedelai, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

Produk turunan asam lemak seperti fatty ester, fatty alcohol, dan fatty amina
lainnya digunakan untuk menggantikan produk-produk petrokimia. Dengan
semakin meninkatnya kesadaran akan lingkungan, maka permintaan untuk produk
asam lemak nabati akan meningkat. Disamping itu harga produk-produk
petrokimia akan meningkat karena dibebani biaya pencemaran lingkungan
(Sulistyo, dkk. 2006).
2.3. Biodiesel
Biodiesel umumnya diproduksi dari refined vegetable oil (minyak murni)
melalui proses transesterifikasi. Pada dasarnya, proses ini bertujuan mengubah
trigliserida menjadi asam lemak metil ester (FEME).
Kandungan asam lemak bebas (FFA) bahan baku merupakan salah satu faktor
penentu jenis proses pembuatan biodiesel. Umumnya, minyak murni memiliki
kadar FFA rendah (sekitar 2%) sehingga dapat langsung diproses dengan metode
transesterifikasi. Jika kadar FFA minyak tersebut masih tinggi , sebelum nya perlu
dilakukan proses praesterifikasi dengan menentukan terlebih dahulu harga FFA
minyak.
2.3.1. Produksi Biodiesel dengan Katalis Biologis
Katalis biologis merupakan jenis katalis yang sedang dikembangkan
sebagai alternatif lain dalam proses produksi biodiesel. Pengembangan katalis
biologis

ditunjukkan

untuk

mengurangi

konsumsi

energi

proses

serta

menghilangkan terikutnya senyawa-senyawa pengotor dalam biodiesel kasar,
seperti gliserol, air, katalis alkalin, dan sabun yang umum timbul pada proses
transesterifikasi dengan menggunakan katalis kimiawi.

Universitas Sumatera Utara

Ada beberapa macam katalis biologi yang sedang dikembangkan oleh
berbagai peneliti dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga penelitian, yaitu
candida antarctica B, rizhomucor miehei, dan pseudomonas cepacia. Penggunaan
katalis biologis memiliki kelemahan dibandingkan dengan katalis kimiawi
sehubungan dengan harganya yang masih mahal.
2.3.2. Produksi Biodiesel Tanpa Katalis
Beberapa peneliti telah mengembangkan teknologi pembuatan biodiesel
tanpa menggunakan katalis. Dalam metode ini, proses transesterifikasi minyak
dilakukan pada suhu dan tekanan tinggi yaitu sekitar

350̊ dan tekanan 43Mpa.

Proses ini sering disebut proses transesterifikasi dengan kondisi superkritik
metanol. Proses superkritik metanol memiliki beberapa kelebihan yaitu tidak
dipengaruhi oleh kondisi bahan karena asam lemak bebas yang terkandung dalam
bahan akan teresterifikasi menjadi metil ester secara simulan , tingkat konversi
minyak menjadi metil ester tinggi, waktu proses lebih singkat, dan dipengaruhi
oleh keberadaan air(Perdamean,M. 2008).
2.3.3. Keuntungan Penggunaan Biodiesel
1.

Tidak perlu modifiksi mesin
Pada dasarnya tidak perlu ada modifikasi mesin diesel apabila bahan bakar

menggunakan biodiesel. Biodiesel bahkan mempunyai efek pembersihan terhadap
tangki bahan bakar, injektor dan slang.
2. Emisi lebih murah
Biodiesel dapat mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon total,
partikel, dan sulfur dioksida. Penambahan 20% biodiesel pada petroleum diesel

Universitas Sumatera Utara

dapat mengurangi emisi partikel sebesar 13%, karbon monoksida sebesar 7% dan
sulfur dioksida sebesar 20%.
3. Energi yang dihasilkan sama
Energi yang dihasikan biodiesel sama dengan petroleum diesel, sehingga
engine torque dan tenaga kuda yang dihasilkan serupa.
4.

Ada efek pelumasan
Biodiesel menghasilkan tinggkat pelumas mesin yang lebih tinggi

dibandingkan dengan petroleum diesel.
5.

Penanganan dan penyimpanan lebih mudah
Biodiesel tidak menghasilkan uap yang berbahaya dan dapan disimpan

didalam tangki yang sama dengan petroleum diesel.
6. Renewable
Biodiesel dibuat dari bahan terbarukan (renewable) sehingga dapat
mengurangi import dan penggunaan bahan bakar minyak bumi.
7.

Biodegradable

Tingkat biodegradable biodiesel sama dengan glukosa. Pencampuran biodiesel
dengan petroleum diesel sampai 500%.
8.

Non toksik

Biodiesel lebih aman dan tingkat toksisitasnya 10 kali lebih rendah dibandingkan
dengan garam dapur (Sulistyono, dkk. 2006).
2.4. Esterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasimereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok
adalah zat berkarakterasam kuat, dan karena ini, asam sulfat, asam sulfonat

Universitas Sumatera Utara

organik atau resin penukar kation asamkuat merupakan katalis-katalis yang biasa
terpilih dalam praktek industrial (Soerawidjaja,2006)
Untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung ke konversi yang sempurna
pada temperatur rendah (misalnya paling tinggi 120° C), reaktan metanol harus
ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali
nisbah stoikhiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa
reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisikondisi reaksi dan metode penyingkiran air,konversi sempurna asam-asam lemak
ke ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam. Reaksi
esterifikasi dari asam lemak menjadi metil ester adalah :
RCOOH

+ CH 3 OH→

RCOOH 3 + H 2 O

Asam Lemak Metanol Metil Ester Air
Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar
asam lemak bebas tinggi (berangka-asam P 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam
lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa
diikuti dengan tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi
diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang
dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu.
2.4.1.

Hal-hal yang Mempengaruhi Reaksi Esterifikasi

Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi antara lain :
a. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar
sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi

Universitas Sumatera Utara

sudah

tercapai

maka

dengan

bertambahnya

waktu

reaksi tidak

akan

menguntungkan karena tidak memperbesar hasil.
b. Pengadukan
Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi
dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi
sempurna.
c. Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi
sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada
reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi
katalis antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat campuran pereaksi (Mc Ketta,
1978).
d. Suhu Reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi yang
dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka harga
semakin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin besar.
Jika bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang memiliki kadar
FFA tinggi (>5%), seperti minyak jelantah, PFAD, CPO low grade, dan minyak
jarak, proses transesterifikasi yang dilakukan untuk mengkonversi minyak
menjadi biodiesel tidak akan berjalan efisien. Bahan-bahan diatas perlu melalui
proses pra-esterifikasi untuk menurunkan kadar FFA hingga dibawah 5%.

Universitas Sumatera Utara

Umumnya proses esterifikasi menggunakan katalis asam. Asam-asam pekat
seperti asam sulfat dan asam klorida adalah jenis asam yang sekarang banyak
digunakan sebagai katalis. Pada tahap iniakan diperoleh minyakdengan campuran
metil ester kasar dan metanolsisa kemudian dipisahkan. Proses esterifikasi
dilanjutkan dengan proses esterifikasi alkalin (transesterifikasi) terhadap produk
pertama diatas menggunakan katalis alkalin, (Hambali, dkk. 2007)
2.5.Spektroskopi Inframerah
FT-IR

(Fourier

Transform

Infra

Red)

telah

membawa

tingkat

keserbagunaan yang lebih besar ke penelitian-penelitian struktur polimer. Karena
spektrum-spektrum bisa di-scan, disimpan, dan ditranformasikan dalam hitungan
detik. Teknik ini memudahkan penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi
atau ikat silang. Persyaratan-persyaratan ukuran sampel yang sangat kecil
mempermudah kopling instrument FT-IR dengan suatu mikroskop untuk analisis
bagian-bagian sampel polimer yang sangat teralokalisasi, dan kemampuan untuk
substraksi digital memungkinkan seseorang untuk melahirkan spektrum-spektrum
lainnya yang tersembunyi (Steven, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.4. Frekuensi Regangan Inframerah untuk Beberapa Jenis Ikatan
Jenis ikatan
Ikatan tunggal
dengan hidrogen

Ikatan rangkap

Gugus
C-H

Golongan senyawa
Alkana

Kisaran frekuensi (cm-1-)
2850 – 3000

=C-H

Alkena dan senyawa
aromatic

3030 – 3140

≡C-H

Alkuna

O-H

Alkohol dan fenol

O-H
N-H
S-H

Asam karboksilat
Amina
Tiol

C=C
C=N

Alkena
Imina, oksim
Aldehida, keton,
ester, asam

1600 – 1680
1500 – 1650

Alkuna
Nitril

2100 – 2260
2200 – 2400

C=O
Ikatan
tiga

rangkap

C≡C
C≡N
Sumber : Hart et al. 1990

3300
3500 – 3700 (bebas)
3200 – 3500
(berikatan hidrogen)
2500 – 3000
3200 – 3600
2550 – 2600

1650 – 1780

Analisis gugus yang terdapat pada bahan polimer seperti poliuretan
dilakukan dengan metode FT-IR, yang berguna untuk mengetahui gugus fungsi
yang

terdapat

dalam

poliuretan

dan

ini

merupakan

kontrol

untuk

membandingkandengan gugus fungsi bentuk poliuretan lainnya. Umumnya gugus
3

2

yang penting adalah C-H sp , C-H sp , C=O, -OH, C=C, -N=C=O, -N-H , C-O-C
dari poliuretan. Dalam pembentukan jaringan semi polimer dengan pemakaian
monomer aktif toluena diisosianat maka gugus fungsi yang perlu dilihat pada
serapan infra merah adalah gugus - NCO, -NH, -COO dan –CONH, dimana
serapan gugus ini akan memberikan gambaran reaksi yang terjadi dalam
pembentukan rantai poliuretan, diamana rantai ini boleh jadi dalam bentuk
alopanat ataupun isosianat. Untuk poliuretan dalam spektrum FT-IR yang

Universitas Sumatera Utara

-1.

ditemakan pada daerah bilangan gelombang (ν) =4000-400 cm yaitu pada daerah
-1

(ν) = 3330-2340 cm yang merupakan vibrasi gugus –NH, dari amida, (ν) = 2230
-1

cm yang kemungkinan adanya gugus C=O dari –N=C=O yang tersisa, diikuti
1

-1

vibrasi C=O pada amida I (1730-1700 cm- ) dan amida II (1540-1500 cm ) dan
-1

amida III (1300 -1200 cm ) yang merupakan vibrasi dari C-O-C yang terikat pada
C=O amida.
Dengan adanya gugus amida dalam molekul poliuretan antara molekul
pada gugus –C=0 dengan molekul lainnya pada gugus –NH- akan terjadi jembatan
hidrogen sehingga analisis kwantitatif melalui spektroskopi FT-IR terhadap
indeks ikatan hidrogen telah banyak dikembangkan dalam mengindentifikasi
suatu keberhasilan pembentukan senyawa poliuretan (Randal dan Lee, 2002).

Universitas Sumatera Utara