Strategi Pengembangan Agribisnis Kentang Merah Di Kabupaten Solok Sumatera Barat
STRATEGI PENGEMBANGAN
AGRIBISNIS KENTANG MERAH
DI KABUPATEN SOLOK SUMATERA BARAT
DIAN FAUZI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Srategi Pengembangan
Sistem Agribisnis Kentang Merah di Kabupaten Solok Sumatera Barat adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Dian Fauzi
NIM H351130451
ii
RINGKASAN
DIAN FAUZI. Strategi Pengembangan Agribisnis Kentang Merah di Kabupaten
Solok Sumatera Barat. Dibimbing oleh LUKMAN MOHAMMAD BAGA dan
NETTI TINAPRILLA.
Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan salah satu komoditas
hortikultura yang mendapat prioritas untuk pengembangan diversifikasi konsumsi
pangan, sehingga kentang dijadikan salah satu komoditi pangan yang penting di
dunia. Salah satu jenis kentang yang dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia
adalah kentang merah. Kentang merah mengandung karbohidrat lebih banyak dan
berkadar air lebih rendah. Hal ini membuat olahan kentang merah menjadi keripik
dan makanan lain akan lebih gurih dan lezat. Dari sisi pembudidayaan, kentang
merah lebih tahan terhadap hama atau penyakit. Kentang merah merupakan salah
satu komoditas sayuran penting yang memiliki peluang bisnis prospektif. Kentang
merah baru dibudidayakan di wilayah Pegunungan Dieng, Jawa Tengah,
Bengkulu dan Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Komoditas kentang merupakan
salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Solok. Saat ini Kabupaten Solok
sangat tepat untuk mengembangkan komoditi kentang merah melalui
pembangunan agribisnis kentang merah.
Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kondisi agribisnis
kentang merah di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat, mengidentifikasi isu
strategis untuk melihat kondisi internal dan eksternal pengembangan komoditas
kentang merah di Kabupaten Solok dan memformulasikan strategi upaya
mengembangkan agribisnis kentang merah untuk mensejahterakan petani.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode secara
kualitatif dan kuantitatif yang meliputi: analisis deskriptif untuk memberikan
gambaran tentang pelaksanaan sistem agribisnis kentang merah di Kabupaten
Solok, analisis usahatani, analisis matriks IFE dan EFE untuk mengidentifikasi
faktor-faktor internal dan eksternal, analisis SWOT untuk menyusun strategi
pengembangan agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok serta rancangan
arsitektur strategi untuk membuat rekomendasi program kerja pengembangan
agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok.
Hasil analisis menunjukkan kondisi sistem agribisnis kentang merah di
Kabupaten Solok masih belum berjalan secara utuh, yang disebabkan oleh belum
berfungsinya subsistem hulu, dimana pelaku pengadaan sarana produksi masih
dilakukan secara perorangan yang menyebabkan masih kurangnya input produksi
yaitu masalah bibit kentang merah. Pada subsistem usahatani, budidaya kentang
merah telah memberikan keuntungan kepada petani sebesar Rp1 521.83/ kg
dengan R/C ratio 1.25 yang artinya setiap satu rupiah biaya tunai yang
dikeluarkan akan memberikan penerimaan sebesar Rp1.25. Karena R/C ratio yang
dihasilkan pada usahatani kentang merah besar dari satu, maka usahatani ini layak
untuk dikembangkan. Pada subsistem pemasaran, kentang merah baru dipasarkan
ke daerah sekitar Kabupaten Solok dan harga ditentukan oleh pedagang
pengumpul. Pada subsistem hilir (pengolahan), para pengusaha olahan kentang
belum menggunakan kentang merah sebagai bahan baku olahannya yang
menyebabkan kentang merah baru dijual dalam produk segar. Pada subsistem jasa
dan penunjang, didukung oleh penyuluh pertanian yang mendampingi dan
memberikan informasi terkait budidaya kentang merah, tetapi dari penunjang
permodalan, petani belum memanfatkan kredit yang disediakan oleh lembaga
keuangan karena mereka masih memanfaatkan modal pribadi.
Berdasarkan hasil identifikasi terhadap faktor internal dan eksternal, maka
diperoleh: (a) Pada faktor internal, faktor kekuatan yang menempati peringkat
pertama adalah keinginan untuk selalu maju dan belajar dari kelompok tani
dengan skor 0.52 dan yang menjadi kelemahan utamanya adalah sistem
pembayaran yang kurang menguntungkan petani dengan skor 0.10, (b) Pada
faktor eksternal, faktor peluang yang menempati peringkat pertama adalah
dukungan dari pemerintah dengan skor 0.44 dan yang menjadi ancaman utama
adalah terjadinya stabilitas politik dengan skor 0.25. Berdasarkan hasil analisis
matriks SWOT maka diperoleh sebelas strategi yang direkomendasikan dalam
pengembangan agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok. Dari sebelas
strategi yang telah dihasilkan tersebut, kemudian dijabarkan kedalam tujuh belas
program yang direkomendasikan berdasarkan hasil analisis. Program tersebut
dibagi dua yaitu program yang rutin berjalan dan program yang bertahap
dijalankan.
Kata kunci : agribisnis, arsitektur strategi, kentang merah, swot
iv
SUMMARY
DIAN FAUZI. The Strategy in Developing Red Potatoes Agribusiness at Solok
Regency, West Sumatra. Coached by LUKMAN MOHAMMAD BAGA and
NETTI TINAPRILLA.
Potato (Solanum tuberosum L) is one of horticulture commodities that is
prioritized to get food consumption diversification development, and potato is
one of the important food commodities in the world. One of any potatoes
cultivated by Indonesian is Red Potato. Red Potato contains more carbohydrate
and less water. It makes red potato can be processed into potato chips and other
tasty delicious food product. In term of cultivation point of view, red potato is
more pest resistant. Red potato is one of important vegetable commodities that has
potential business perspectives. Red potato is cultivated at the mountain area of
Dieng, Central Java, Bengkulu and Solok regency, West Sumatra. Potato is one of
the superior commodities in Solok Regency. At this moment Solok Regency is a
very precise place to develop red potato commodity trough the developing
agribusiness of red potato.
The purposes of this research are (1) to describe current condition of red
potato agribusiness at solok regency, west Sumatra province, (2) to identify
strategic issues in order to examine internal and external condition in developing
red potato commodity in Solok regency and (3) to formulate strategy in
developing agribusiness of red potato to increase the wealth of the farmer. This
research was conducted in Solok regency, West Sumatra Province the one and the
only place of red potato cultivating area in West Sumatra.
The method used in this research was qualitative and quantitative method
covers: descriptive analysis to give overview of the implementation of
agribusiness system of red potato Solok Regency, analysis on the farm, Matrix
analysis IFE and EFE to identify internal and external factors, SWOT analysis to
set the strategy of developing red potato agribusiness in Solok Regency along
with the plan of architectural strategy in order to make a recommended working
program of developing red potato agribusiness in Solok Regency.
The analysis result showed that the condition of agribusiness system of red
potato in Solok Regency is still not completely run; this matter is caused by
dysfunction of upstream subsystem, whereas the people involved in production is
still individual that caused less of production input, in this case is less of Red
potato seeds. On farm subsystem, cultivation of red potato has give the profit to
the farmer around IDR 1 521.83/ kg with R/C ratio 1.25 which mean in every 1
IDR of cash used will give cash back IDR 1.25. Since the R/C ratio get from this
red potato cultivation is more than 1 (one), then this farm is worth to be
developed. In marketing subsystem, red potato it self is still being marketed
around Solok Regency area and the price is determined by wholesaler.
Downstream Subsystem (Processing), the entrepreneur of potato has not
processed yet red potato as the raw material on their product which caused red
potato sold as fresh product. On supporting institution subsystems supported by
agriculture consultant who accompany and provide information related to red
potato cultivation, but from the capital support, the farmer themselves has not
took the advantage of credit yet from related financial institution, since the farmer
still use their own personal capital.
Based on identification on internal and external factors, so the results are:
(a) on the internal factor, strength factors place the first rank is the willingness to
be more developed and to learn of the farmer group with the score 0.52 and the
main Weakness factors is the payment systems which are less profitable for
farmers with the score 0.10, (b) on the external factors, opportunity factors place
the first rank is government support with the score 0.44 and the main treat is the
political stability with the score 0.25. Based on SWOT matrix analysis eleven
strategies is recommended to develop red potato agribusiness in Solok Regency.
Those eleven strategies are translated into seventeen working programs
recommended based on the analysis. Those programs are divided into two :
routine program and gradual program.
Key word : agribusiness, architectural strategy, red potato, swot
vi
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI PENGEMBANGAN
AGRIBISNIS KENTANG MERAH
DI KABUPATEN SOLOK SUMATERA BARAT
DIAN FAUZI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
ii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Suharno, MADev
iv
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini ialah
agribisnis kentang merah, dengan judul Strategi Pengembangan Agribisnis
Kentang Merah di Kabupaten Solok Sumatera Barat.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang membantu
dalam penyelesaian karya ilmiah, yaitu kepada:
1. Bapak Dr Ir Lukman Mohammad Baga, MAEc dan Ibu Dr Ir Netti
Tinaprilla, MM selaku pembimbing,
2. Ibu Dr Ir Rr Heny K Daryanto, MEc selaku dosen evaluator pada
kolokium,
3. Bapak Dr Ir Suharno, MADev dan Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
sebagai dosen penguji pada ujian sidang,
4. Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS dan Bapak Dr Ir Suharno, MADev
selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis IPB,
5. Ibu Yuni Sulistyawati, SAB Ibu Dewi Martiawaty Utami, SPi dan Bapak
Yusuf yang membantu proses administrasi tingkat program studi,
6. Ibu Ir Rifda Deliza beserta staf Dinas Pertanian Kabupaten Solok, Dinas
Perindustrian dan Koperasi, Pejabat Pmerintah Daerah dan
KESBANGPOL Kabupaten Solok yang telah membantu selama
pengumpulan data serta memberi izin selama melakukan penelitian.
7. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan selaku pemberi Beasiswa
Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) Direktorat Pendidikan
Tinggi,
8. Kedua orang tua Ayah Sugiarto dan Ibu Fauziah, AMa serta seluruh
keluarga dan saudara-saudara atas doa dan motivasinya. Tesis ini penulis
persembahkan sebagai salah satu wujud terima kasih dan tanggung jawab
penulis atas segala cinta, kasih sayang, dukungan, semangat, pengorbanan,
keikhlasan, kesabaran dan lantunan doa untuk hidup, kebahagiaan,
keberhasilan dan masa depan penulis. Kalian adalah penyemangat yang
mengajarkan arti sebuah perjuangan hidup berbekal kesabaran dan rasa
syukur. Semua nasihat adalah motivasi dan inspirasi terbesar dalam hidup
penulis, selalu bersyukur kepada Allah SWT karena telah menghadirkan
orang tua sebaik dan seindah ayah dan ibu,
9. Someone special Yuliardi yang selalu menemani saat duka maupun duka,
terima kasih atas kasih sayang, motivasi dan kesabaran yang selalu
diberikan,
10. Sahabat-sahabat Rumah Agribisnis dan Magister Sains Agribisnis (MSA)
Angkatan 4 IPB atas segala dukungan dan motivasinya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2016
Dian Fauzi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Agribisnis Hortikultura di Indonesia
Sistem Agribisnis
Strategi Pengembangan Agribisnis Hortikultura
3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Agribisnis
Konsep Agribisnis Hulu
Konsep Usahatani
Konsep Agribisnis Hilir (Pengolahan)
Konsep Pemasaran
Konsep Subsistem Jasa dan Penunjang
Manajemen Strategi
Konsep Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor
Evaluation (EFE)
Konsep Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities,
Threats)
Konsep Arsitektur Strategik
Kerangka Pemikiran Operasional
4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Penentuan Responden
Metode Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis Usahatani
Analisis Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan Matriks
External Factor Evaluation (EFE)
Analisis SWOT (Strengths, Weaknesseses, Opportunities, Threats)
Rancangan Arsitektur Strategik
5 GAMBARAN UMUM SISTEM AGRIBISNIS
KENTANG MERAH
Letak Geografis Daerah Penelitian
Topografi dan Penggunaan Lahan
Aspek Sosial Ekonomi
v
vi
vi
1
1
4
5
6
6
6
6
7
9
11
11
11
12
13
14
15
16
16
17
17
18
20
22
22
22
22
23
24
24
26
28
29
30
30
30
31
32
vi
Keadaan Penduduk Menurut Pekerjaan/ Kegiatan
Komposisi Komoditi Sayuran
Identitas Petani Responden dan Stakeholder
Petani Responden
Stakeholders
6 HASIL DAN PEMBAHASAN
Subsistem Hulu
Subsistem Usahatani
Budidaya Kentang Merah
Biaya Usahatani
Subsistem Hilir
Subsistem Pemasaran
Subsistem Lembaga Penunjang
Analisis Lingkungan
Analisis Lingkungan Internal
Analisis Lingkungan Eksternal
Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman
Strategi Pengembangan Usaha
Analisis Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External
Factor Evaluation (EFE)
Analisis Matriks SWOT
Rancangan Arsitektur Strategik
7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
32
32
33
33
34
34
34
35
35
37
41
41
42
43
43
44
49
56
56
58
62
67
67
68
73
87
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Produksi kentang dunia tahun 2012
Luas panen, produksi dan produktivitas kentang di Indonesia tahun
2007-2013
Luas panen, produksi dan produktivitas kentang tahun 2013
Ringkasan perhitungan penerimaan, biaya dan pendapatan usaha tani
Penilaian bobot faktor strategi internal
Penilaian bobot faktor strategi eksternal
Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats)
Komponen dalam menyusun arsitektur strategik
Persentase luas lahan menurut jenis penggunaannya di Kabupaten Solok
tahun 2013
Jumlah penduduk dirinci menurut jenis pekerjaan/kegiatan di
Kabupaten Solok Tahun 2013
Identitas petani responden kentang merah di Kabupaten Solok
Rata-rata per hektar penggunaan pupuk dan biaya pembelian pupuk
Distribusi penggunaan tenaga kerja luar keluarga pada usahatani
kentang merah musim tanam Agustus-November 2014
Distribusi penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani
kentang merah per hektar musim tanam Agustus-November 2014
Rata-rata per hektar besarnya penerimaan, pendapatan dan keuntungan
petani kentang merah MT Agustus – November 2014
Trend harga BBM di Indonesia tahun 1980-2015
Jumlah industri mikro, kecil, menengah olahan kentang Kabupaten Solok
Daftar kekuatan dan kelemahan agribisnis kentang merah
di Kabupaten Solok
Daftar peluang dan ancaman agribisnis kentang merah
di Kabupaten Solok
Perkembangan konsumsi kentang merah setiap wilayah di Sumatera
Barat
Kandungan gizi kentang merah per 100 gram
Ketersediaan lahan kosong di Kabupaten Solok
Lembaga keuangan bank untuk tanaman hortikultura yang ada di
Kabupaten Solok
Pengaruh harga BBM terhadap harga jual petani kentang merah
Matriks IFE agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok
Matriks EFE agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok
Analisis matriks SOWT agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok
Rekomendasi program kerja agribisnis kentang merah
di Kabupaten Solok
1
2
3
26
27
28
29
29
31
32
33
37
38
39
40
45
48
49
52
54
54
54
55
56
57
58
59
66
vi
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Lingkup dan pembangunan sistem dan usaha agribisnis
Perencanaan strategi dan pendekatan arsitektur strategik
Kerangka pemikiran operasional
Klasifikasi pihak internal dan eksternal pada agribisnis kentang merah
di Kabupaten Solok
5 Peta Kabupaten Solok
6 Tingkat inflasi Indonesia (perubahan % tahunan pada indeks harga
Konsumen)
7 Arsitektur strategik pengembangan agribisnis kentang merah
di Kabupaten Solok
12
19
21
24
31
45
65
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
Komoditi sayuran di Kabupaten Solok tahun 2013
Produksi kentang merah di Kabupaten Solok
Daftar nama petani responden usahatani kentang merah
di Kabupaten Solok 2014
4 Biodata stakeholders pengembangan sistem agribisnis kentang merah
di Kabupaten Solok
5 Biaya yang diperhitungkan dan biaya yang dibayarkan pada usahatani
kentang merah MT Agustus-November 2014
6 Pendapatan usahatani kentang merah MT Agustus-November 2014
7 Hasil perhitungan matriks Internal Factor Evaluation (IFE)
8 Hasil perhitungan matriks External Factor Evaluation (EFE)
9 Rata-rata matriks IFE agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok
10 Rata-rata matriks EFE agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok
11 Dokumentasi
75
75
76
77
78
79
81
82
84
85
86
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan salah satu komoditas
hortikultura yang mendapat prioritas untuk pengembangan diversifikasi konsumsi
pangan, sehingga kentang dijadikan salah satu komoditi pangan yang penting di
dunia. Hal ini dapat dilihat dari konsumsi kentang di dunia, dimana konsumsinya
menempati urutan keempat setelah beras, gandum, dan jagung. Peningkatan
konsumsi kentang di dunia berkaitan dengan tingkat produksi kentang. Dilihat
pada Tabel 1, bahwa negara-negara di bagian Asia merupakan penghasil kentang
yang paling besar di dunia. Hal tersebut didukung oleh kondisi topografi negaranegara penghasil kentang tersebut. Tanaman kentang dapat hidup di dataran tinggi
dengan ketinggian sekitar 1 300 sampai 1 500 mdpl.
Tabel 1 Produksi kentang dunia tahun 2012
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Negara
Cina
India
Amerika Serikat
Perancis
Rusia
Australia
Kanada
Pakistan
Jerman
Turki
Indonesia
Produksi (juta ton)
125.6
94.9
61.8
40.3
37.7
29.9
27.0
23.5
22.4
20.1
16.6
Sumber : FAO, 2013
Kentang merupakan komoditas hortikultura yang berpeluang untuk
pengembangan agribisnis dan agroindustri. Besarnya peluang ini disebabkan
harga kentang relatif stabil, potensi bisnisnya tinggi, segmen usaha dapat dipilih
sesuai dengan modal, pasar terjamin dan pasti. Selain itu kentang memiliki sifat
daya simpan lebih lama daripada sayuran lain seperti bawang merah, kubis, dan
buncis. Pengembangan lembaga jasa penunjang agribisnis kentang dunia melalui
kelembagaan petani dan stakeholder. Jasa penunjang agribisnis ditingkat
kelembagaan petani dunia salah satunya dilakukan oleh National Potato Council
(NPC) yang merupakan perkumpulan relawan petani kentang yang memusatkan
perhatian pada kebijakan pemerintah dan peraturan di tingkat nasional dan
internasional. NPC bertindak sebagai penyalur aspirasi industri kentang di
Washington DC dan bekerja untuk memperbaiki kondisi yang memungkinkan
petani untuk memproduksi, mengangkut, dan memasarkan produk mereka di
Amerika Serikat dan di seluruh dunia.
Kelembagaan penunjang agribisnis ditingkat stakeholder dunia dipelopori
oleh United States Potato Board (USPB) yang dibentuk oleh Kongres Amerika
2
Serikat untuk membantu petani kentang di negara tersebut dalam mempromosikan
konsumsi kentang di dalam dan di luar negeri. Kongres menetapkan tarif yang
disesuaikan untuk setiap 100 pon kentang yang dipasarkan di Amerika Serikat.
Pendapatan yang diterima akan disalurkan kepada USPB yang kemudian
memanfaatkan pendapatan tersebut untuk mendukung program pemasaran dan
promosi di pasar domestik dan luar negeri. Salah satu bentuk USPB yang telah
diterapkan adalah fokus pada kajian mengenai kebijakan pemerintah dan
peraturan lainnya yang berpengaruh pada kemampuan petani untuk memproduksi,
mengangkut, dan memasarkan produk mereka. Selain itu, beberapa organisasi
juga menggerakkan program pemasaran dan promosi kentang yang ditanam di
tiap negara bagian.
Kentang merupakan salah satu jenis tanaman umbi yang dapat memproduksi
makanan bergizi lebih banyak dan lebih cepat, namun membutuhkan hamparan
lahan lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman lainnya. Pada basis bobot segar,
kentang memiliki kandungan protein tertinggi dibandingkan dengan umbi-umbian
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kentang memiliki potensi dan prospek yang
baik untuk mendukung program diversifikasi dalam pangan dalam rangka
mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan.
Komoditas kentang juga termasuk ke dalam komoditas yang bernilai
ekonomi tinggi. Oleh karena itu, banyak petani ataupun investor mulai
menanamkan modal untuk membudidayakannya. Penggunaannya yang cukup
bervariasi ditambah perannya yang sangat penting bagi penderita diabetes
membuatnya banyak dicari dan berharga cukup tinggi diantara komoditas
pertanian yang lain (Samadi 2002).
Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki hamparan pertanian
yang cukup luas. Melihat sedemikian besar manfaatnya maka kentang dapat
berpotensi menghasilkan devisa negara melalui ekspor. Hal tersebut juga harus
didukung oleh sistem agribisnis yang baik agar dapat meghasilkan produk yang
berkualitas. Sistem agribisnis merupakan penyumbang terbesar dalam
pembentukan produk domestik bruto (PDB), peluang penyerapan kesempatan
kerja dan ikut serta dalam peningkatan ekspor (Deptan 2012). Keragaan sistem
agribisnis merupakan totalitas atau kesatuan kinerja yang terdiri dari subsistem
hulu, usahatani, pengolahan hasil, pemasaran, kelembagaan, serta lembaga
penunjang.
Tabel 2 Luas panen, produksi dan produktivitas kentang di Indonesia tahun 20072013
Tahun
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Luas Panen (Ha)
62 375
64 151
71 238
66 531
59 882
65 989
70 187
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014
Produksi (Ton)
1 003 733
1 071 543
1 176 304
1 060 805
955 488
1 094 232
1 347 815
Produktivitas (Ton/Ha)
16.09
16.70
16.51
15.94
15.96
16.58
16.02
3
Tabel 2 menunjukkan bahwa luas panen, produksi, dan produktivitas
tanaman kentang di Indonesia dari tahun 2007 sampai ke tahun 2013 selalu
mengalami kenaikan. Pada tahun 2011 tanaman kentang nasional mengalami
penurunan baik pada luas panen, produksi, dan produktivitasnya, walaupun
penurunannya memang relatif tidak signifikan.
Di Indonesia kentang dikonsumsi sebagai sayur dan belakangan ini sudah
mulai dikonsumsi sebagai makanan alternatif yang disukai dalam bentuk french
fries atau potato chips sebagai makanan ringan. Sentra produksi kentang di
Indonesia tersebar di daerah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Utara seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Luas panen, produksi dan produktivitas kentang tahun 2013
Provinsi
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Sulawesi Utara
Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
8 633
11 090
9 527
11 618
17 778
11 277
10 387
124 574
185 535
158 910
217 489
275 736
183 138
121 112
Produktivitas
(Ton/Ha)
14.43
16.73
16.68
18.72
15.51
16.24
11.66
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014
Pembangunan sistem agribisnis sebagai penggerak utama pembangunan
ekonomi nasional (agribusiness led development) maka persoalan ekonomi
Indonesia saat ini seperti pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja,
peningkatan devisa, pemerataan kesejahteraan dan percepatan pembangunan
ekonomi daerah yang dapat membangun ketahanan pangan serta pelestarian
lingkungan hidup, seharusnya dapat dipecahkan dengan baik dan dilakukan secara
berkelanjutan.
Menurut Depatermen Pertanian (2013), produksi kentang di Indonesia
masih sangat rendah dengan produksi rata-rata hanya sekitar 16 ton per hektar.
Rendahnya hasil tersebut terkait dengan mutu bibit yang kurang baik (misalnya
terinfeksi virus), teknologi bercocok tanam yang belum memadai, serta iklim yang
kurang mendukung. Penanganan pascapanen yang kurang baik dapat
menyebabkan kerusakan umbi kentang sebesar 2-10 persen serta menimbulkan
bagian terbuang sekitar 10 persen.
Salah satu jenis kentang yang dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia
adalah kentang merah. Kentang merah mengandung karbohidrat lebih banyak dan
berkadar air lebih rendah. Hal ini membuat olahan kentang merah menjadi keripik
dan makanan lain akan lebih gurih dan lezat. Dari sisi pembudidayaan, kentang
merah lebih tahan terhadap hama atau penyakit. Kentang merah merupakan salah
satu komoditas sayuran penting yang memiliki peluang bisnis prospektif. Sampai
kapan pun, produk ini tetap akan di konsumsi dan sangat dibutuhkan oleh
masyarakat dunia. Ini disebabkan karena di dalam kentang merah terdapat
beberapa kandungan natrium, sebagai sumber vitamin C dan B1, mineral fosfor,
zat besi dan kalium (Budiman 2012).
4
Ferizal (2013) mengatakan meski memiliki keunggulan, saat ini produksi
kentang merah masih terbatas. Kentang merah baru dibudidayakan di wilayah
Pegunungan Dieng, Jawa Tengah, Bengkulu dan Kabupaten Solok, Sumatera
Barat. Komoditas kentang merupakan salah satu komoditas unggulan di
Kabupaten Solok. Tanaman Kentang menempati urutan kedua komoditas sayuran
dengan luas pertanaman mencapai 1 462 hektar (Dinas Pertanian, Perikanan dan
Perkebunan Kabupaten Solok 2013). Saat ini Kabupaten Solok sangat tepat untuk
mengembangkan komoditi kentang merah melalui pembangunan sistem agribisnis
kentang merah.
Perumusan Masalah
Kabupaten Solok merupakan suatu kawasan pegunungan yang terletak di
Provinsi Sumatera Barat dengan ketinggian rata-rata 1 458 m dpl. Salah satu
komoditas hortikultura yang dikembangkan di wilayah Kabupaten Solok adalah
Kentang. Jenis Kentang yang biasa ditanam adalah kentang Granola, namun pada
tahun 2012pemerintah daerah Kabupaten Solok mensosialisasikan kepada petani
untuk membudidayakan kentang merah dengan alasan kentang merah akan
dijadikan komoditi unggulan daerah dengan dukungan lahan Kabupaten Solok
yang cocok untuk ditanami kentang merah serta Kabupaten Solok merupakan
satu-satunya daerah di Sumatera Barat yang membudidayakan kentang merah.
Petani menyukai budidaya kentang merah karena pemeliharaan yang
sederhana dan tahan terhadap hama penyakit. Umumnya kentang yang dikenal
dan banyak beredar di pasaran adalah kentang berumbi putih kekuningan. Tapi,
ada juga kentang berumbi merah. Kentang jenis ini kulitnya berwarna merah, tapi
dagingnya berwarna kuning. Kentang merah mengandung karbohidrat yang lebih
banyak dan berkadar air lebih rendah. Ini membuat olahan kentang menjadi
keripik atau makanan lain akan lebih gurih dan lezat. Setiap 100 gram kentang
merah mengandung kalori 347 kalori, protein 0.3 gram, lemak 0.1 gram,
karbohidrat 85.6 gram, kalsium 20 mg, fosfor 30 mg, zat besi 0,5 mg, dan vitamin
B 0,04 mg. Kentang dapat dikonsumsi dalam bentuk berbagai macam olahan.
Misalnya, kentang rebus, kentang goreng, aneka snack, perkedel, dan berbagai
jenis makanan lainnya (Samadi 2002). Dari sisi pembudidayaan, kentang merah
lebih tahan terhadap hama atau penyakit. Petani bisa menanam kentang merah,
baik di dataran medium hingga tinggi.
Meski memiliki keunggulan, saat ini produksi kentang merah masih
terbatas. Menurut Ferizal (2013), budidaya kentang merah berlokasi di wilayah
Pegunungan Dieng, Jawa Tengah, Bengkulu dan Kabupaten Solok Sumatera
Barat. Jumlah produksi kentang merah di Pegunungan Dieng mencapai 30 ton/ha,
di Bengkulu mencapai 40-50 ton/ha kentang sekali musim panen, sedangkan di
Kabupaten Solok hasil produksi sekitar 15 ton/ha sekali panen.
Di Kabupaten Solok, kentang merah mulai menjadi unggulan hasil
pertanian. Petani di Kabupaten Solok giat membudidayakannya sejak tahun 2012.
Berdasarkan hasil wawancara pra survey dengan kepala UPTD Kabupaten Solok,
budidaya kentang merah di Solok sudah mulai terlihat dengan hasil produksi ratarata mencapai 15 ton/ ha. Namun, upaya ini belum mendapat dukungan berupa
5
pemasaran yang baik, sejauh ini hasil panen kentang merah di jual petani ke
tengkulak dengan harga jual yang relatif rendah. Harga jual petani ke tengkulak
berkisar Rp5 500/ kg. Padahal, harga di tingkat konsumen mencapai Rp12 000/kg
– Rp13 000/kg.
Kendala lainnya yang dihadapi petani yang menyebabkan produksi kentang
merah di Kabupaten Solok masih rendah adalah belum optimalnya pengendalian
sumber daya alam (SDA), masih rendahnya SDM petani terhadap komoditas
kentang merah, sulitnya mendapatkan bibit kentang merah, harga bibit kentang
merah cenderung lebih mahal dibanding dengan harga bibit kentang biasa. Pada
umumnya bibit diperoleh petani dari sisa panen kentang merah yang kemudian
dijadikan bibit penanaman selanjutnya. Disamping harga bibit yang mahal, petani
masih sulit memasarkan kentang merah, karena masyarakat pada umumnya belum
mengetahui manfaat dari kentang merah, sehingga masyarakat lebih cenderung
membeli kentang biasa.
Selain masalah pada subsistem hulu, subsistem usahatani, dan subsistem
pemasaran, kentang merah juga mempunyai masalah pada subsistem hilir
(pengolahan) dimana kentang merah belum masuk ke dalam industri pengolahan,
hal ini disebabkan karena industri pengolahan kentang yang ada di Kabupaten
Solok belum menggunakan kentang merah sebagai bahan baku olahan produk
kentangnya. Sedangkan pada subsistem lembaga penunjang, peran lembaga
keuangan di Kabupaten Solok belum berfungsi, dimana petani kentang merah di
Kabupaten Solok tidak memanfaatkan kredit yang diberikan lembaga keuangan
untuk membatu permodalan dalam menjalankan usahataninya. Disisi lain,
pemerintah daerah Kabupaten Solok berniat untuk mengembangkan kentang
merah di Kabupaten Solok yang akan dijadikan sebagai icon Kabupaten Solok.
Disamping kendala-kendala pada sistem agribisnis di atas, dari segi penelitian,
belum ada peneliti yang pernah meneliti tentang kentang merah, padahal kentang
merah memiliki prospek yang tinggi sehingga dapat meningkatkan pendapatan
petani dan pendapatan daerah.
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok Provinsi
Sumatera Barat?
2. Isu strategis apa saja yang dipertimbangkan untuk melihat kondisi internal
dan eksternal dalam pengembangan komoditas kentang merah di Kabupaten
Solok?
3. Bagaimana upaya mengembangkan agribisnis kentang merah di Kabupaten
Solok?
Tujuan
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menyusun rekomendasi
operasional strategi pengembangan kentang merah di Kabupaten Solok, secara
khusus, tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan kondisi agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok
Provinsi Sumatera Barat
6
2. Mengidentifikasi isu strategis untuk melihat kondisi internal dan eksternal
pengembangan komoditas kentang merah di Kabupaten Solok
3. Memformulasikan strategi upaya mengembangkan agribisnis kentang merah
di Kabupaten Solok untuk mensejahterakan petani
Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka penelitian ini
diharapkan bisa menjadi bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang memiliki
ketertarikan untuk mengembangkan penelitian serupa. Penelitian ini juga
diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi seluruh pengambil keputusan dalam
menentukan kebijakan dalam pengembangan komoditas kentang merah berbasis
agribisnis khususnya di Kabupaten Solok. Selain itu, penelitian ini bisa dijadikan
salah satu bahan informasi bagi masyarakat umum, pelaku utama dan pelaku
usaha khususnya yang berkaitan dengan peluang agribisnis komoditas kentang
merah di Kabupaten Solok.
Ruang Lingkup Penelitian
Mengacu pada latar belakang, tujuan penelitian, serta kendala yang ada,
ruang lingkup penelitian ini adalah analisis yang terbatas pada agribisnis kentang
merah yang akan membahas subsistem on-farm, mengidentifikasi isu strategis
pengembangan komoditas kentang merah di Kabupaten Solok, dan
memformulasikan strategi pengembangan wilayah berbasis komoditas dalam
upaya mengembangkan agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Agribisnis Hortikultura di Indonesia
Hasil penelitian Kasimin (2013) yang berjudul keterkaitan produk dalam
pengembangan agribisnis hortikultura unggulan di Provinsi Aceh mengatakan
bahwa tingkat produksi hortikultura dipengaruhi oleh harga bibit, jumlah bibit,
jumlah pupuk, dan jumlah tenaga kerja. Sehingga untuk meningkatkan produksi
hortikultura unggulan di Provinsi Aceh (cabai merah, kentang, dan jeruk) perlu
diupayakan melalui pemakaian bibit unggul yang baik, pupuk secukupnya, dan
peningkatan pemeliharaan tanaman yang lebih baik. Tingkat pendapatan
hortikultura unggulan dipengaruhi oleh harga jual, biaya pemasaran, pola
pembinaan, dan sarana transportasi. Semakin tinggi harga jual, biaya pemasaran,
dan sarana transportasi maka semakin tinggi tingkat pendapatan usaha tani
hortikultura unggulan di Aceh.
Saptana et al. (2005) dalam penelitiannya yang berjudul kebijakan
pengembangan hortikultura di Kawasan Hortikultura Sumatera (KHAS)
7
mengatakan sebaran permintaan rumah tangga nampaknya sejalan dengan sebaran
jumlah penduduk suatu wilayah, namun diperkirakan variabel pendapatan turut
berpengaruh. Sementara itu, sebaran besarnya permintaan konsumen institusi
sangat terkait dengan perkembangan ekonomu wilayah perkotaan dan industri,
daerah pariwisata, serta aksebilitanya terhadap pasar ekspor. Tarikan pasar
nampak nyata dengan mengalirnya produk sayur dari daerah sentra produksi
sayuran dataran tinggi ke daerah tujuan pasar utama yaitu Riau Daratan, Riau
Kepulauan, Kota-kota Provinsi, dan tujuan pasar ekspor ke Singapura dan
Malaysia. Berdasarkan basis tarikan pasar dan peta konsumsi atau permintaan di
KAHS, maka beberapa kebijakan operasional yang dapat diimplementasikan
adalah: (1) pengembangan komoditas sayuran diarahkan pada daerah daerah
sentra produksi yang berdekatan dengan daerah pusat konsumsi, yang dapat
diprioritaskan di daerah sentra produksi Sumatera Utara (Karo, Simalungun, dan
Deli Serdang); (2) pengembangan komoditas sayuran pada daerah sentra produksi
yang memiliki aksebilitas yang baik ke daerah-daerah pusat konsumsi baik
konsumen rumah tangga maupun konsumen konstitusi yang dapat
diimplementasikan di Kabupaten Rejang Lebong dan Bengkulu Utara (Bengkulu),
serta Kabupaten Kerinci (Jambi); (3) untuk pengembangan daerah sentra produksi
sayuran dataran rendah (cabai merah dan tomat) nampaknya hanya cocok kalau
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan lokalnya; dan (4) untuk daerah-daerah
tujuan pasar utama (Riau daratan dan Riau kepulauan) yang merupakan wilayah
agroekosistem daratan rendahnya layak memproduksi sayuran berdaun lebar
untuk kebutuhan lokal maupun suplai ekspor ke Singapura dan Malaysia.
Sistem Agribisnis
Hastuti (2008) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh penetapan
sistem agribisnis terhadap peningkatan pendapatan petani sayuran di Kabupaten
Boyolali mengatakan bahwa penerapan sistem agribisnis sayuran masih
difasilitasi oleh pemerintah dalam peningkatan sumberdaya manusia dan
dilakukan pendampingan dari subsistem sarana produksi, usahatani/ budidaya,
pengolahan, pemasaran dan jasa penunjang dengan peningkatan fasilitas pasar,
bank, penelitian, pelatihan dan pendampingan, sehingga bila sudah tidak ada
pendampingan tidak terjadi penurunan pendapatan. Untuk meningkatkan efisiensi
dan efektifitas penggunaan sarana produksi dan teknologi usaha tani perlu ada
koordinasi antara peneliti, penyuluh dan pemerintah daerah. Dalam
pengembangan agribisnis sayuran berlahan sempit sebaiknya dilakukan penguatan
kelembagaan dan fasilitasi kepada kelembagaan agribisnis sayuran petani, dengan
dilakukan pembinaan dalam penguatan kelembagaan seperti kelompok aspakusa,
koperasidan lembaga lainnya.
Fatmasari (2011) dalam penelitiannya berjudul prospek pengembangan
agribisnis kentang dalam meningkatan pendapatan petani di Kabupaten Bantaeng
menyimpulkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap fluktuasi produksi
kentang di Kabupaten Bantaeng adalah luasareal panen yang juga berfluktuasi.
Salah satu penyebab fluktuatifnya luas areal panen kentang disebabkan oleh
kurangnya ketersediaan bibit unggul dalam jumlah yang cukup dengan harga yang
8
terjangkau oleh petani. Sehingga rata-rata petani menggunakan bibit kentang
varietas lokal yang tidak rentan terhadap hama dan penyakit seperti layu bakteri
dan hama Trips, karena bibit kentang yang digunakan sudah tidak diketahui
generasi keberapa.
Hasil dari penelitian Hastuti (2008) dan Kemala (2006) sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Minsyah (2009) dengan judul potensi dan strategi
pengembangan agribisnis kentang di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Minsyah
(2009) memperoleh hasil bahwa peningkatan produksi dan pengembangan
usahatani akan tercapai bila: (a) tersedianya sarana produksi (bibit/ bibit bermutu
dan pupuk) dalam jumlah yang cukup, tersedia sepanjang waktu dibutuhkan,
terdistribusi dengan baik, dan harga yang terjangkau oleh sebagian besar petani;
(b) adanya jaminan pasar bahwa seluruh produksi terserap pasar dengan harga
yang memadai; (c) terjadi perbaikan teknik budidaya dan penanganan pasca
panen, serta (d) didukung kebijakan pemerintah terutama dalam bentuk program
pengembangan industri pengolahan hasil, infrastruktur seperti jalan usahatani dan
permodalan (kredit) usaha pertanian.
Hermawan (2006) mengatakan subsistem pemasaran mencakup pemasaran
hasil-hasil usahatani dan agroindustri baik untuk pasar domestik maupun ekspor.
Kegiatan utama subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan informasi
pasar dan market intelligence pada pasar domestik dan pasar luar negeri.
Yuliawati (2012) mengatakan pemasaran merupakan usaha memenuhi kebutuhan
manusia, melalui proses pendistribusian barang dan jasa dari produsen ke
konsumen. Selain itu, pemasaran akan berhasil apabila pemasaran selalu
diarahkan pada pemuasan kebutuhan dan keinginan pembeli. Pembeli akan
memberikan balas jasa berupa loyalitas bagi penjual apabila merasa salah satu
kebutuhan atau keinginannya terpenuhi.
Pemasaran hasil menjadi tolak ukur terhadap tingkat penerimaan dari
kegiatan usahatani yang dijalankan. Dalam hal ini, kedudukan atau posisi tawar
petani cenderung masih lemah. Lemahnya posisi tawar petani antara lain
disebabkan karena kurangnya atau terbatasnya akses petani terhadap informasi
harga bagi produk yang akan dipasarkan. Selain itu dengan sifat pasar yang
cenderung oligopsoni, semakin melemahkan petani untuk bernegosiasi. Adanya
keterpaksaan dari petani untuk segera menjual produknya karena didorong atas
kebutuhan rumah tangga atau desakan untuk membayar hutang dan membiayai
kegiatan usaha tani selanjutnya membuat posisi tawar petani semakin lemah. Oleh
karena itu, terciptanya harga kentang merah yang wajar dalam rangka
meningkatkan pendapatan petani kentang merah sekaligus peningkatan
kesejahteraan rumah tangga petani perlu mendapat perhatian dari pemerintah
(Sejati et al. 2009).
Fatmasari (2011) mengatakan permasalahan dalam sistem pemasaran
komoditas hortikultura secara umum termasuk kentang yang dihadapi oleh para
pelaku adalah tingginya biaya pemasaran dan pembagian balas jasa yang adil
bersifat asimetris, bahkan balas jasa tersebut atas fungsi pemasaran lebih besar
mengelompok pada pedagang besar, sementara petani dan pedagang pengumpul
bagiannya kecil. Dengan demikian sebaran margin pemasaran cenderung tidak
merata atau tidak efisien dan lebih mengelompok pada pedagang besar/ grosir/
supplier/ bandar dan sebagainya. Share harga yang diterima petani yang tertinggi
adalah 71.43 persen pada saluran I, disusul 56.25 persen pada saluran II dan
9
terendah pada saluran III yaitu 55.55 persen. Melihat kondisi seperti ini dapat
disimpulkan bahwa share harga yang diterima petani masih relatif kecil.
Hasil penelitian Rante (2013), marjin pemasaran yang diperoleh oleh
pedagang pengumpul/ perantara dan pedagang pengecer berkisar antara 18.5
persen sampai 25 persen. Ini artinya marjin yang mereka peroleh masih wajar. Hal
ini berarti agen perantara perdagangan/pemasaran kentang merah di Kabupaten
Keerom adalah peluang (opportunity), dikarenakan mampu memberikan
keuntungan bagi pelaku usaha ini.
Keberadaan subsistem lembaga penunjang sangat mempengaruhi suatu
sistem agribisnis. Seperti yang dikutip dari penelitan Fatmasari (2011), agribisnis
kentang di Kabupaten Bantaeng terdiri dari lembaga penyaluran sarana produksi
yang terdapat di desa Bonto Marannu, lembaga yang bekerja dibidang agribisnis
hulu yaitu UPTD Hortikultura Dinas Pertanian Bantaeng bekerjasama dengan
PKPUNHAS memproduksi bibit kentang kultur jaringan dan membina penangkar
bibit kentang, lembaga di bidang pemasaran, para pedagang yang berada dipasar
dan kelompok tani yang rata-rata tiap desa sudah ada, namun belum berperan
banyak dalam hal pemasaran kentang sehingga sebagian besar petani menjual
sendiri hasil produksi kentangnya ke pedagang pengumpul.
Strategi Pengembangan Agribisnis Hortikultura
Nainggolan dan Aritonang (2012) dalam makalahnya yang berjudul
pengembangan sistem agribisnis dalam rangka pembangunan pertanian
berkelanjutan mengatakan strategi pembangunan sistem agribisnis secara bertahap
akan bergerak dinamis menuju pembangunan agribisnis yang digerakkan ilmu
pengetahuan, teknologi dan SDM terampil (innovation-driven), diyakini mampu
mengantarkan pertanian Indonesia memiliki daya saing dan bersinergis dalam
dunia internasional. Jika dilihat dari berbagai aspek, seperti potensi sumberdaya
yang dimiliki, arah kebijakan pembangunan nasional, potensi pasar domestik dan
internasional produk-produk agribisnis, dan peta kompetisi dunia, Indonesia
memiliki prospek untuk mengembangkan sistem agribisnis dalam rangka
pembangunan pertanian berkelanjutan yang berdaya saing dan berkerakyatan.
Kasimin (2013) mengatakan masalah utama dalam pengembangan
agribisnis hortikultura adalah tingginya serangan hama dan penyakit pada
tanaman cabai merah dan jeruk, kekurangan modal kerja dan sarana produksi pada
komoditas cabai merah dan kentang, serta rendahnya harga jual pada komoditas
kentang. Oleh karena itu, petani sebagai pelaku utama dan pakar hortikultura
sebagai pelaku pendukung, merekomendasikan pemecahan masalah melalui
perbaikan budi daya hortikultura, bantuan sarana produksi, peningkatan
pembinaan, dan pemakaian bibit unggul yang tahan terhadap serangan hama dan
penyakit. Petani juga menyarankan perlunya perbaikan harga jual pada komoditas
hortikultura unggulan di Aceh.
Saptana et al. (2005) dalam penelitiannya yang berjudul kebijakan
pengembangan hortikultura di kawasan hortikultura Sumatera mengatakan dengan
basis beberapa indikator produksi yang mencakup pangsa luas areal pertanaman,
pertumbuhan luas areal pertanaman, dan pangsa produksi, serta tingkat
10
produktivitas maka kebjiakan pengembangan sayuran di wilayah Sumatera dapat
dilakukan: (1) mempertahankan daerah sentra-sentra produksi sayuran utama yang
memiliki potensi produktivitas tinggi, seperti Kabupaten Karo, Simalungun, Deli
Serdang, Tapanuli Utara (Sumatera Utara) dan Kabupaten Solok (Sumatera
Barat), untuk daerah sentra produksi yang mengalami pertumbuhan negatif perlu
dilakukan program rehabilitasi; (2) Mempercepat pengembangan di daerah sentra
produksi utama yang memiliki pertumbuhan tinggi seperti yang terjadi di
Kabupaten Simalungun; dan (3) Pengembangan lebih lanjut pada daerah-daerah
yang memiliki potensiproduksi moderat, namun dengan pertumbuhan positif,
seperti di Kabupaten Tanah Datar, Agam (Sumatera Barat), serta Kabupaten Aceh
Besar, Pidie dan Aceh Utara (NAD). Untuk dapat mengimplementasikan ke arah
kebijakan yang didasarkan atas keseimbangan permintaan atau pasar dan produksi
di KAHS maka perlu dilakukan langkah-langkah kebijakan operasional sebagai
berikut: (1) Memantapkan kelembagaan forum KAHS baik dari aspek struktur
keorganisasian maupun dalam perumusan tupoksinya, dalam hal ini yang
terpenting adalah adanya kompatibilitas antara struktur yang dibangun dengan
tupoksi yang harus dijalankan; (2) Melakukan perencanaan dan pelaksanaan
program pengembangan pola tanam antar wilayah kawasan di masing-masing
daerah sentra produksi utama, selanjutnya secara bertahap diperluas antar wilayah
provinsi dalam KAHS; (3) Pengintegrasian antara program forum KAHS dan
program Agropolitan sehingga dapat memenuhi empat faktorpenggerak
pembangunan di KAHS, yang didasarkan atas potensi sumberdaya alam,
sumberdaya manusia yang berkualitas, teknologi yang senantiasa berubah, dan (4)
penguatan kelembagaan, baik di tingkat petani dan pelakua gribisnis melalui
forum KAHS.
Minsyah (2009) mengatakan permasalahan rendahnya produksi akibat
penggunaan bibit yang kurang bermutu dan asal usulnya tidak diketahui dengan
jelas. Sedangkan permasalahan sistem pemasaran yang cenderung merugikan
petani dikarenakan struktur pasar kentang cenderung mengarah pada struktur
pasar oligopsoni, dimana dalam struktur pasar ini petani hanya menerima harga
yang ditawarkan oleh pedagang tanpa memiliki kekuatan dan kemampuan untuk
bernegosiasi dan mempertahankan komoditasnya sampai adanya kenaikan harga
yang layak. Berdasarkan dua pemasalahan besar tersebut di atas dan dihubungkan
dengan upaya meningkatkan produksi dan pengembangan usahatani kentang di
Kabupaten Kerinci, memerlukan strategi yang tepat diantaranya: (1) membangun
sistem perbibitan yang mampu menyediakan bibit/bibit kentang bermutu, tersedia
sepanjang waktu dibutuhkan, terdistribusi dengan baik, dan harga yang
terjangkau; (2) membangun jaringan kemitraan antara petani dengan perusahaan
perbibitan dan industri makanan ringan, dan; (3) pengembangan kelambagaan
permodalan yang ada atau membentuk (mengintroduksi) kelembagaan
permodalan yang baru, dan; (4) membangun sistem pemasaran yang dapat
memberikan marjin atau keuntungan yang adil pada setiap pelaku agribisnis
kentang. Strategi-strategi yang diperlukan tentu disesuaikan dengan kondisi aktual
yang ada. Kondisi umum yang dihadapi petani adalah terbatasnya modal dan
sistem pemasaran yang merugikan.
11
3
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Agribisnis
Davis and Golberg (1957), dalam tulisannya yang berjudul “A concept of
agribusiness” menuliskan bahwa agribisnis berasal dari kata Agribusiness di mana
Agr=Agriculture artinya pertanian dan Business artinya usaha atau kegiatan yang
menghasilkan keuntungan. Jadi Agribisnis adalah kegiatan yang berhubungan
dengan pengusahaan tumbuhan dan hewan (komoditas pertanian, peternakan,
perikanan, dan kehutanan) yang berorientasi pasar dan peningkatan nilai tambah.
Antara (2000), menyampaikan bahwa agribisnis merupakan konsep dari suatu
sistem yang integratif danterdiri dari beberapa subsistem, yaitu; 1) subsistem
pengadaan sarana produksi (agroindustri hulu), 2) subsistem produksi usahatani,
3) subsistem pengolahan dan industri hasil pertanian (agroindustri hilir), 4)
subsistem pemasaran dan perdagangan, dan 5) subsistem kelembagaaan
penunjang. Uraian di atas menunjukkan bahwa kegiatan agribisnis merupakan; a)
kegiatan yang berbasis pada keunggulan sumberdaya alam (on farm agribusiness)
dengan penerapan teknologi dan sumberdaya manusia bagi perolehan nilai tambah
(off-farm agribusiness), b) kegiatan yang memiliki spektrum yang luas, dari skala
usaha kecil, rumah tangga hingga skala usaha raksasa. Sehingga usaha
mempercepat pertumbuhan sektor agribisnis dengan kondisi petani yang lemah
(modal, skill, pengetahuan dan penguasaan lahan yang terbatas) akan dapat
ditempuh melalui penerapan sistem pengembangan agribisnis. Dengan demikian
pengembangan sistem agribisnis adalah merupakan suatu bentuk (model, sistem,
pola) yang mampu memberikan keuntungan bagi pelaku-pelaku agribisnis (petani/
peternak/ pekebun/ nelayan/ pengusaha kecil dan menengah/ koperasi), dalam
bentuk peningkatan pendapatan, peningkatan nilai tambah dan perluasan
kesempatan kerja.
Agribisnis merupakan sistem usaha pertanian dalam arti luas tidak
dilaksanakan secara sektoral tetapi secara intersektoral atau dilaksanakan tidak
hanya secara subsistem melainkan dalam satu sistem (Saragih 2001; Fava and
Roberto 2010). Dan agribisnis adalah suatu usaha tani yang berorientasi komersial
atau usaha bisnis pertanian dengan orientasi keuntungan. Salah satu upaya yang
dapat ditempuh agar dapat meningkatkan pendapatan usahatani adalah dengan
penerapan konsep pengembangan sistem agribisnis terpadu, yaitu apabila sistem
agribisnis yang terdiri dari subsistem sarana produksi, subsistem budidaya,
subsistem pengolahan dan pemasaran dikembangkan melalui manajemen
agribisnis yang baik dan dalam satu sistem yang utuh dan terkait (Said et al.
2001).
Usaha agribisnis merupakan kegiatan produktif karena mempunyai rentang
peluang yang sangat luas, mulai dari kegiatan penyediaan input, hingga
pascapanen dan pemasaran. Agribisnis sebagai suatu sistem terdiri dari empat
subsistem, yaitu pertama, subsistem hulu meliputi kegiatan ekonomi yang
menghasilkan dan memperdagangkan sarana produksi pertanian primer. Kedua,
subsistem usaha tani meliputi kegiatan dari pengolahan tanah, penanaman, panen
dan pasca panen. Ketiga, subsistem agribisnis hil
AGRIBISNIS KENTANG MERAH
DI KABUPATEN SOLOK SUMATERA BARAT
DIAN FAUZI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Srategi Pengembangan
Sistem Agribisnis Kentang Merah di Kabupaten Solok Sumatera Barat adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Dian Fauzi
NIM H351130451
ii
RINGKASAN
DIAN FAUZI. Strategi Pengembangan Agribisnis Kentang Merah di Kabupaten
Solok Sumatera Barat. Dibimbing oleh LUKMAN MOHAMMAD BAGA dan
NETTI TINAPRILLA.
Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan salah satu komoditas
hortikultura yang mendapat prioritas untuk pengembangan diversifikasi konsumsi
pangan, sehingga kentang dijadikan salah satu komoditi pangan yang penting di
dunia. Salah satu jenis kentang yang dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia
adalah kentang merah. Kentang merah mengandung karbohidrat lebih banyak dan
berkadar air lebih rendah. Hal ini membuat olahan kentang merah menjadi keripik
dan makanan lain akan lebih gurih dan lezat. Dari sisi pembudidayaan, kentang
merah lebih tahan terhadap hama atau penyakit. Kentang merah merupakan salah
satu komoditas sayuran penting yang memiliki peluang bisnis prospektif. Kentang
merah baru dibudidayakan di wilayah Pegunungan Dieng, Jawa Tengah,
Bengkulu dan Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Komoditas kentang merupakan
salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Solok. Saat ini Kabupaten Solok
sangat tepat untuk mengembangkan komoditi kentang merah melalui
pembangunan agribisnis kentang merah.
Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kondisi agribisnis
kentang merah di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat, mengidentifikasi isu
strategis untuk melihat kondisi internal dan eksternal pengembangan komoditas
kentang merah di Kabupaten Solok dan memformulasikan strategi upaya
mengembangkan agribisnis kentang merah untuk mensejahterakan petani.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode secara
kualitatif dan kuantitatif yang meliputi: analisis deskriptif untuk memberikan
gambaran tentang pelaksanaan sistem agribisnis kentang merah di Kabupaten
Solok, analisis usahatani, analisis matriks IFE dan EFE untuk mengidentifikasi
faktor-faktor internal dan eksternal, analisis SWOT untuk menyusun strategi
pengembangan agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok serta rancangan
arsitektur strategi untuk membuat rekomendasi program kerja pengembangan
agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok.
Hasil analisis menunjukkan kondisi sistem agribisnis kentang merah di
Kabupaten Solok masih belum berjalan secara utuh, yang disebabkan oleh belum
berfungsinya subsistem hulu, dimana pelaku pengadaan sarana produksi masih
dilakukan secara perorangan yang menyebabkan masih kurangnya input produksi
yaitu masalah bibit kentang merah. Pada subsistem usahatani, budidaya kentang
merah telah memberikan keuntungan kepada petani sebesar Rp1 521.83/ kg
dengan R/C ratio 1.25 yang artinya setiap satu rupiah biaya tunai yang
dikeluarkan akan memberikan penerimaan sebesar Rp1.25. Karena R/C ratio yang
dihasilkan pada usahatani kentang merah besar dari satu, maka usahatani ini layak
untuk dikembangkan. Pada subsistem pemasaran, kentang merah baru dipasarkan
ke daerah sekitar Kabupaten Solok dan harga ditentukan oleh pedagang
pengumpul. Pada subsistem hilir (pengolahan), para pengusaha olahan kentang
belum menggunakan kentang merah sebagai bahan baku olahannya yang
menyebabkan kentang merah baru dijual dalam produk segar. Pada subsistem jasa
dan penunjang, didukung oleh penyuluh pertanian yang mendampingi dan
memberikan informasi terkait budidaya kentang merah, tetapi dari penunjang
permodalan, petani belum memanfatkan kredit yang disediakan oleh lembaga
keuangan karena mereka masih memanfaatkan modal pribadi.
Berdasarkan hasil identifikasi terhadap faktor internal dan eksternal, maka
diperoleh: (a) Pada faktor internal, faktor kekuatan yang menempati peringkat
pertama adalah keinginan untuk selalu maju dan belajar dari kelompok tani
dengan skor 0.52 dan yang menjadi kelemahan utamanya adalah sistem
pembayaran yang kurang menguntungkan petani dengan skor 0.10, (b) Pada
faktor eksternal, faktor peluang yang menempati peringkat pertama adalah
dukungan dari pemerintah dengan skor 0.44 dan yang menjadi ancaman utama
adalah terjadinya stabilitas politik dengan skor 0.25. Berdasarkan hasil analisis
matriks SWOT maka diperoleh sebelas strategi yang direkomendasikan dalam
pengembangan agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok. Dari sebelas
strategi yang telah dihasilkan tersebut, kemudian dijabarkan kedalam tujuh belas
program yang direkomendasikan berdasarkan hasil analisis. Program tersebut
dibagi dua yaitu program yang rutin berjalan dan program yang bertahap
dijalankan.
Kata kunci : agribisnis, arsitektur strategi, kentang merah, swot
iv
SUMMARY
DIAN FAUZI. The Strategy in Developing Red Potatoes Agribusiness at Solok
Regency, West Sumatra. Coached by LUKMAN MOHAMMAD BAGA and
NETTI TINAPRILLA.
Potato (Solanum tuberosum L) is one of horticulture commodities that is
prioritized to get food consumption diversification development, and potato is
one of the important food commodities in the world. One of any potatoes
cultivated by Indonesian is Red Potato. Red Potato contains more carbohydrate
and less water. It makes red potato can be processed into potato chips and other
tasty delicious food product. In term of cultivation point of view, red potato is
more pest resistant. Red potato is one of important vegetable commodities that has
potential business perspectives. Red potato is cultivated at the mountain area of
Dieng, Central Java, Bengkulu and Solok regency, West Sumatra. Potato is one of
the superior commodities in Solok Regency. At this moment Solok Regency is a
very precise place to develop red potato commodity trough the developing
agribusiness of red potato.
The purposes of this research are (1) to describe current condition of red
potato agribusiness at solok regency, west Sumatra province, (2) to identify
strategic issues in order to examine internal and external condition in developing
red potato commodity in Solok regency and (3) to formulate strategy in
developing agribusiness of red potato to increase the wealth of the farmer. This
research was conducted in Solok regency, West Sumatra Province the one and the
only place of red potato cultivating area in West Sumatra.
The method used in this research was qualitative and quantitative method
covers: descriptive analysis to give overview of the implementation of
agribusiness system of red potato Solok Regency, analysis on the farm, Matrix
analysis IFE and EFE to identify internal and external factors, SWOT analysis to
set the strategy of developing red potato agribusiness in Solok Regency along
with the plan of architectural strategy in order to make a recommended working
program of developing red potato agribusiness in Solok Regency.
The analysis result showed that the condition of agribusiness system of red
potato in Solok Regency is still not completely run; this matter is caused by
dysfunction of upstream subsystem, whereas the people involved in production is
still individual that caused less of production input, in this case is less of Red
potato seeds. On farm subsystem, cultivation of red potato has give the profit to
the farmer around IDR 1 521.83/ kg with R/C ratio 1.25 which mean in every 1
IDR of cash used will give cash back IDR 1.25. Since the R/C ratio get from this
red potato cultivation is more than 1 (one), then this farm is worth to be
developed. In marketing subsystem, red potato it self is still being marketed
around Solok Regency area and the price is determined by wholesaler.
Downstream Subsystem (Processing), the entrepreneur of potato has not
processed yet red potato as the raw material on their product which caused red
potato sold as fresh product. On supporting institution subsystems supported by
agriculture consultant who accompany and provide information related to red
potato cultivation, but from the capital support, the farmer themselves has not
took the advantage of credit yet from related financial institution, since the farmer
still use their own personal capital.
Based on identification on internal and external factors, so the results are:
(a) on the internal factor, strength factors place the first rank is the willingness to
be more developed and to learn of the farmer group with the score 0.52 and the
main Weakness factors is the payment systems which are less profitable for
farmers with the score 0.10, (b) on the external factors, opportunity factors place
the first rank is government support with the score 0.44 and the main treat is the
political stability with the score 0.25. Based on SWOT matrix analysis eleven
strategies is recommended to develop red potato agribusiness in Solok Regency.
Those eleven strategies are translated into seventeen working programs
recommended based on the analysis. Those programs are divided into two :
routine program and gradual program.
Key word : agribusiness, architectural strategy, red potato, swot
vi
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI PENGEMBANGAN
AGRIBISNIS KENTANG MERAH
DI KABUPATEN SOLOK SUMATERA BARAT
DIAN FAUZI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
ii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Suharno, MADev
iv
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini ialah
agribisnis kentang merah, dengan judul Strategi Pengembangan Agribisnis
Kentang Merah di Kabupaten Solok Sumatera Barat.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang membantu
dalam penyelesaian karya ilmiah, yaitu kepada:
1. Bapak Dr Ir Lukman Mohammad Baga, MAEc dan Ibu Dr Ir Netti
Tinaprilla, MM selaku pembimbing,
2. Ibu Dr Ir Rr Heny K Daryanto, MEc selaku dosen evaluator pada
kolokium,
3. Bapak Dr Ir Suharno, MADev dan Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
sebagai dosen penguji pada ujian sidang,
4. Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS dan Bapak Dr Ir Suharno, MADev
selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis IPB,
5. Ibu Yuni Sulistyawati, SAB Ibu Dewi Martiawaty Utami, SPi dan Bapak
Yusuf yang membantu proses administrasi tingkat program studi,
6. Ibu Ir Rifda Deliza beserta staf Dinas Pertanian Kabupaten Solok, Dinas
Perindustrian dan Koperasi, Pejabat Pmerintah Daerah dan
KESBANGPOL Kabupaten Solok yang telah membantu selama
pengumpulan data serta memberi izin selama melakukan penelitian.
7. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan selaku pemberi Beasiswa
Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) Direktorat Pendidikan
Tinggi,
8. Kedua orang tua Ayah Sugiarto dan Ibu Fauziah, AMa serta seluruh
keluarga dan saudara-saudara atas doa dan motivasinya. Tesis ini penulis
persembahkan sebagai salah satu wujud terima kasih dan tanggung jawab
penulis atas segala cinta, kasih sayang, dukungan, semangat, pengorbanan,
keikhlasan, kesabaran dan lantunan doa untuk hidup, kebahagiaan,
keberhasilan dan masa depan penulis. Kalian adalah penyemangat yang
mengajarkan arti sebuah perjuangan hidup berbekal kesabaran dan rasa
syukur. Semua nasihat adalah motivasi dan inspirasi terbesar dalam hidup
penulis, selalu bersyukur kepada Allah SWT karena telah menghadirkan
orang tua sebaik dan seindah ayah dan ibu,
9. Someone special Yuliardi yang selalu menemani saat duka maupun duka,
terima kasih atas kasih sayang, motivasi dan kesabaran yang selalu
diberikan,
10. Sahabat-sahabat Rumah Agribisnis dan Magister Sains Agribisnis (MSA)
Angkatan 4 IPB atas segala dukungan dan motivasinya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2016
Dian Fauzi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Agribisnis Hortikultura di Indonesia
Sistem Agribisnis
Strategi Pengembangan Agribisnis Hortikultura
3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Agribisnis
Konsep Agribisnis Hulu
Konsep Usahatani
Konsep Agribisnis Hilir (Pengolahan)
Konsep Pemasaran
Konsep Subsistem Jasa dan Penunjang
Manajemen Strategi
Konsep Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor
Evaluation (EFE)
Konsep Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities,
Threats)
Konsep Arsitektur Strategik
Kerangka Pemikiran Operasional
4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Penentuan Responden
Metode Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis Usahatani
Analisis Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan Matriks
External Factor Evaluation (EFE)
Analisis SWOT (Strengths, Weaknesseses, Opportunities, Threats)
Rancangan Arsitektur Strategik
5 GAMBARAN UMUM SISTEM AGRIBISNIS
KENTANG MERAH
Letak Geografis Daerah Penelitian
Topografi dan Penggunaan Lahan
Aspek Sosial Ekonomi
v
vi
vi
1
1
4
5
6
6
6
6
7
9
11
11
11
12
13
14
15
16
16
17
17
18
20
22
22
22
22
23
24
24
26
28
29
30
30
30
31
32
vi
Keadaan Penduduk Menurut Pekerjaan/ Kegiatan
Komposisi Komoditi Sayuran
Identitas Petani Responden dan Stakeholder
Petani Responden
Stakeholders
6 HASIL DAN PEMBAHASAN
Subsistem Hulu
Subsistem Usahatani
Budidaya Kentang Merah
Biaya Usahatani
Subsistem Hilir
Subsistem Pemasaran
Subsistem Lembaga Penunjang
Analisis Lingkungan
Analisis Lingkungan Internal
Analisis Lingkungan Eksternal
Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman
Strategi Pengembangan Usaha
Analisis Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External
Factor Evaluation (EFE)
Analisis Matriks SWOT
Rancangan Arsitektur Strategik
7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
32
32
33
33
34
34
34
35
35
37
41
41
42
43
43
44
49
56
56
58
62
67
67
68
73
87
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Produksi kentang dunia tahun 2012
Luas panen, produksi dan produktivitas kentang di Indonesia tahun
2007-2013
Luas panen, produksi dan produktivitas kentang tahun 2013
Ringkasan perhitungan penerimaan, biaya dan pendapatan usaha tani
Penilaian bobot faktor strategi internal
Penilaian bobot faktor strategi eksternal
Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats)
Komponen dalam menyusun arsitektur strategik
Persentase luas lahan menurut jenis penggunaannya di Kabupaten Solok
tahun 2013
Jumlah penduduk dirinci menurut jenis pekerjaan/kegiatan di
Kabupaten Solok Tahun 2013
Identitas petani responden kentang merah di Kabupaten Solok
Rata-rata per hektar penggunaan pupuk dan biaya pembelian pupuk
Distribusi penggunaan tenaga kerja luar keluarga pada usahatani
kentang merah musim tanam Agustus-November 2014
Distribusi penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani
kentang merah per hektar musim tanam Agustus-November 2014
Rata-rata per hektar besarnya penerimaan, pendapatan dan keuntungan
petani kentang merah MT Agustus – November 2014
Trend harga BBM di Indonesia tahun 1980-2015
Jumlah industri mikro, kecil, menengah olahan kentang Kabupaten Solok
Daftar kekuatan dan kelemahan agribisnis kentang merah
di Kabupaten Solok
Daftar peluang dan ancaman agribisnis kentang merah
di Kabupaten Solok
Perkembangan konsumsi kentang merah setiap wilayah di Sumatera
Barat
Kandungan gizi kentang merah per 100 gram
Ketersediaan lahan kosong di Kabupaten Solok
Lembaga keuangan bank untuk tanaman hortikultura yang ada di
Kabupaten Solok
Pengaruh harga BBM terhadap harga jual petani kentang merah
Matriks IFE agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok
Matriks EFE agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok
Analisis matriks SOWT agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok
Rekomendasi program kerja agribisnis kentang merah
di Kabupaten Solok
1
2
3
26
27
28
29
29
31
32
33
37
38
39
40
45
48
49
52
54
54
54
55
56
57
58
59
66
vi
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Lingkup dan pembangunan sistem dan usaha agribisnis
Perencanaan strategi dan pendekatan arsitektur strategik
Kerangka pemikiran operasional
Klasifikasi pihak internal dan eksternal pada agribisnis kentang merah
di Kabupaten Solok
5 Peta Kabupaten Solok
6 Tingkat inflasi Indonesia (perubahan % tahunan pada indeks harga
Konsumen)
7 Arsitektur strategik pengembangan agribisnis kentang merah
di Kabupaten Solok
12
19
21
24
31
45
65
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
Komoditi sayuran di Kabupaten Solok tahun 2013
Produksi kentang merah di Kabupaten Solok
Daftar nama petani responden usahatani kentang merah
di Kabupaten Solok 2014
4 Biodata stakeholders pengembangan sistem agribisnis kentang merah
di Kabupaten Solok
5 Biaya yang diperhitungkan dan biaya yang dibayarkan pada usahatani
kentang merah MT Agustus-November 2014
6 Pendapatan usahatani kentang merah MT Agustus-November 2014
7 Hasil perhitungan matriks Internal Factor Evaluation (IFE)
8 Hasil perhitungan matriks External Factor Evaluation (EFE)
9 Rata-rata matriks IFE agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok
10 Rata-rata matriks EFE agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok
11 Dokumentasi
75
75
76
77
78
79
81
82
84
85
86
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan salah satu komoditas
hortikultura yang mendapat prioritas untuk pengembangan diversifikasi konsumsi
pangan, sehingga kentang dijadikan salah satu komoditi pangan yang penting di
dunia. Hal ini dapat dilihat dari konsumsi kentang di dunia, dimana konsumsinya
menempati urutan keempat setelah beras, gandum, dan jagung. Peningkatan
konsumsi kentang di dunia berkaitan dengan tingkat produksi kentang. Dilihat
pada Tabel 1, bahwa negara-negara di bagian Asia merupakan penghasil kentang
yang paling besar di dunia. Hal tersebut didukung oleh kondisi topografi negaranegara penghasil kentang tersebut. Tanaman kentang dapat hidup di dataran tinggi
dengan ketinggian sekitar 1 300 sampai 1 500 mdpl.
Tabel 1 Produksi kentang dunia tahun 2012
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Negara
Cina
India
Amerika Serikat
Perancis
Rusia
Australia
Kanada
Pakistan
Jerman
Turki
Indonesia
Produksi (juta ton)
125.6
94.9
61.8
40.3
37.7
29.9
27.0
23.5
22.4
20.1
16.6
Sumber : FAO, 2013
Kentang merupakan komoditas hortikultura yang berpeluang untuk
pengembangan agribisnis dan agroindustri. Besarnya peluang ini disebabkan
harga kentang relatif stabil, potensi bisnisnya tinggi, segmen usaha dapat dipilih
sesuai dengan modal, pasar terjamin dan pasti. Selain itu kentang memiliki sifat
daya simpan lebih lama daripada sayuran lain seperti bawang merah, kubis, dan
buncis. Pengembangan lembaga jasa penunjang agribisnis kentang dunia melalui
kelembagaan petani dan stakeholder. Jasa penunjang agribisnis ditingkat
kelembagaan petani dunia salah satunya dilakukan oleh National Potato Council
(NPC) yang merupakan perkumpulan relawan petani kentang yang memusatkan
perhatian pada kebijakan pemerintah dan peraturan di tingkat nasional dan
internasional. NPC bertindak sebagai penyalur aspirasi industri kentang di
Washington DC dan bekerja untuk memperbaiki kondisi yang memungkinkan
petani untuk memproduksi, mengangkut, dan memasarkan produk mereka di
Amerika Serikat dan di seluruh dunia.
Kelembagaan penunjang agribisnis ditingkat stakeholder dunia dipelopori
oleh United States Potato Board (USPB) yang dibentuk oleh Kongres Amerika
2
Serikat untuk membantu petani kentang di negara tersebut dalam mempromosikan
konsumsi kentang di dalam dan di luar negeri. Kongres menetapkan tarif yang
disesuaikan untuk setiap 100 pon kentang yang dipasarkan di Amerika Serikat.
Pendapatan yang diterima akan disalurkan kepada USPB yang kemudian
memanfaatkan pendapatan tersebut untuk mendukung program pemasaran dan
promosi di pasar domestik dan luar negeri. Salah satu bentuk USPB yang telah
diterapkan adalah fokus pada kajian mengenai kebijakan pemerintah dan
peraturan lainnya yang berpengaruh pada kemampuan petani untuk memproduksi,
mengangkut, dan memasarkan produk mereka. Selain itu, beberapa organisasi
juga menggerakkan program pemasaran dan promosi kentang yang ditanam di
tiap negara bagian.
Kentang merupakan salah satu jenis tanaman umbi yang dapat memproduksi
makanan bergizi lebih banyak dan lebih cepat, namun membutuhkan hamparan
lahan lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman lainnya. Pada basis bobot segar,
kentang memiliki kandungan protein tertinggi dibandingkan dengan umbi-umbian
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kentang memiliki potensi dan prospek yang
baik untuk mendukung program diversifikasi dalam pangan dalam rangka
mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan.
Komoditas kentang juga termasuk ke dalam komoditas yang bernilai
ekonomi tinggi. Oleh karena itu, banyak petani ataupun investor mulai
menanamkan modal untuk membudidayakannya. Penggunaannya yang cukup
bervariasi ditambah perannya yang sangat penting bagi penderita diabetes
membuatnya banyak dicari dan berharga cukup tinggi diantara komoditas
pertanian yang lain (Samadi 2002).
Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki hamparan pertanian
yang cukup luas. Melihat sedemikian besar manfaatnya maka kentang dapat
berpotensi menghasilkan devisa negara melalui ekspor. Hal tersebut juga harus
didukung oleh sistem agribisnis yang baik agar dapat meghasilkan produk yang
berkualitas. Sistem agribisnis merupakan penyumbang terbesar dalam
pembentukan produk domestik bruto (PDB), peluang penyerapan kesempatan
kerja dan ikut serta dalam peningkatan ekspor (Deptan 2012). Keragaan sistem
agribisnis merupakan totalitas atau kesatuan kinerja yang terdiri dari subsistem
hulu, usahatani, pengolahan hasil, pemasaran, kelembagaan, serta lembaga
penunjang.
Tabel 2 Luas panen, produksi dan produktivitas kentang di Indonesia tahun 20072013
Tahun
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Luas Panen (Ha)
62 375
64 151
71 238
66 531
59 882
65 989
70 187
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014
Produksi (Ton)
1 003 733
1 071 543
1 176 304
1 060 805
955 488
1 094 232
1 347 815
Produktivitas (Ton/Ha)
16.09
16.70
16.51
15.94
15.96
16.58
16.02
3
Tabel 2 menunjukkan bahwa luas panen, produksi, dan produktivitas
tanaman kentang di Indonesia dari tahun 2007 sampai ke tahun 2013 selalu
mengalami kenaikan. Pada tahun 2011 tanaman kentang nasional mengalami
penurunan baik pada luas panen, produksi, dan produktivitasnya, walaupun
penurunannya memang relatif tidak signifikan.
Di Indonesia kentang dikonsumsi sebagai sayur dan belakangan ini sudah
mulai dikonsumsi sebagai makanan alternatif yang disukai dalam bentuk french
fries atau potato chips sebagai makanan ringan. Sentra produksi kentang di
Indonesia tersebar di daerah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Utara seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Luas panen, produksi dan produktivitas kentang tahun 2013
Provinsi
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Sulawesi Utara
Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
8 633
11 090
9 527
11 618
17 778
11 277
10 387
124 574
185 535
158 910
217 489
275 736
183 138
121 112
Produktivitas
(Ton/Ha)
14.43
16.73
16.68
18.72
15.51
16.24
11.66
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014
Pembangunan sistem agribisnis sebagai penggerak utama pembangunan
ekonomi nasional (agribusiness led development) maka persoalan ekonomi
Indonesia saat ini seperti pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja,
peningkatan devisa, pemerataan kesejahteraan dan percepatan pembangunan
ekonomi daerah yang dapat membangun ketahanan pangan serta pelestarian
lingkungan hidup, seharusnya dapat dipecahkan dengan baik dan dilakukan secara
berkelanjutan.
Menurut Depatermen Pertanian (2013), produksi kentang di Indonesia
masih sangat rendah dengan produksi rata-rata hanya sekitar 16 ton per hektar.
Rendahnya hasil tersebut terkait dengan mutu bibit yang kurang baik (misalnya
terinfeksi virus), teknologi bercocok tanam yang belum memadai, serta iklim yang
kurang mendukung. Penanganan pascapanen yang kurang baik dapat
menyebabkan kerusakan umbi kentang sebesar 2-10 persen serta menimbulkan
bagian terbuang sekitar 10 persen.
Salah satu jenis kentang yang dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia
adalah kentang merah. Kentang merah mengandung karbohidrat lebih banyak dan
berkadar air lebih rendah. Hal ini membuat olahan kentang merah menjadi keripik
dan makanan lain akan lebih gurih dan lezat. Dari sisi pembudidayaan, kentang
merah lebih tahan terhadap hama atau penyakit. Kentang merah merupakan salah
satu komoditas sayuran penting yang memiliki peluang bisnis prospektif. Sampai
kapan pun, produk ini tetap akan di konsumsi dan sangat dibutuhkan oleh
masyarakat dunia. Ini disebabkan karena di dalam kentang merah terdapat
beberapa kandungan natrium, sebagai sumber vitamin C dan B1, mineral fosfor,
zat besi dan kalium (Budiman 2012).
4
Ferizal (2013) mengatakan meski memiliki keunggulan, saat ini produksi
kentang merah masih terbatas. Kentang merah baru dibudidayakan di wilayah
Pegunungan Dieng, Jawa Tengah, Bengkulu dan Kabupaten Solok, Sumatera
Barat. Komoditas kentang merupakan salah satu komoditas unggulan di
Kabupaten Solok. Tanaman Kentang menempati urutan kedua komoditas sayuran
dengan luas pertanaman mencapai 1 462 hektar (Dinas Pertanian, Perikanan dan
Perkebunan Kabupaten Solok 2013). Saat ini Kabupaten Solok sangat tepat untuk
mengembangkan komoditi kentang merah melalui pembangunan sistem agribisnis
kentang merah.
Perumusan Masalah
Kabupaten Solok merupakan suatu kawasan pegunungan yang terletak di
Provinsi Sumatera Barat dengan ketinggian rata-rata 1 458 m dpl. Salah satu
komoditas hortikultura yang dikembangkan di wilayah Kabupaten Solok adalah
Kentang. Jenis Kentang yang biasa ditanam adalah kentang Granola, namun pada
tahun 2012pemerintah daerah Kabupaten Solok mensosialisasikan kepada petani
untuk membudidayakan kentang merah dengan alasan kentang merah akan
dijadikan komoditi unggulan daerah dengan dukungan lahan Kabupaten Solok
yang cocok untuk ditanami kentang merah serta Kabupaten Solok merupakan
satu-satunya daerah di Sumatera Barat yang membudidayakan kentang merah.
Petani menyukai budidaya kentang merah karena pemeliharaan yang
sederhana dan tahan terhadap hama penyakit. Umumnya kentang yang dikenal
dan banyak beredar di pasaran adalah kentang berumbi putih kekuningan. Tapi,
ada juga kentang berumbi merah. Kentang jenis ini kulitnya berwarna merah, tapi
dagingnya berwarna kuning. Kentang merah mengandung karbohidrat yang lebih
banyak dan berkadar air lebih rendah. Ini membuat olahan kentang menjadi
keripik atau makanan lain akan lebih gurih dan lezat. Setiap 100 gram kentang
merah mengandung kalori 347 kalori, protein 0.3 gram, lemak 0.1 gram,
karbohidrat 85.6 gram, kalsium 20 mg, fosfor 30 mg, zat besi 0,5 mg, dan vitamin
B 0,04 mg. Kentang dapat dikonsumsi dalam bentuk berbagai macam olahan.
Misalnya, kentang rebus, kentang goreng, aneka snack, perkedel, dan berbagai
jenis makanan lainnya (Samadi 2002). Dari sisi pembudidayaan, kentang merah
lebih tahan terhadap hama atau penyakit. Petani bisa menanam kentang merah,
baik di dataran medium hingga tinggi.
Meski memiliki keunggulan, saat ini produksi kentang merah masih
terbatas. Menurut Ferizal (2013), budidaya kentang merah berlokasi di wilayah
Pegunungan Dieng, Jawa Tengah, Bengkulu dan Kabupaten Solok Sumatera
Barat. Jumlah produksi kentang merah di Pegunungan Dieng mencapai 30 ton/ha,
di Bengkulu mencapai 40-50 ton/ha kentang sekali musim panen, sedangkan di
Kabupaten Solok hasil produksi sekitar 15 ton/ha sekali panen.
Di Kabupaten Solok, kentang merah mulai menjadi unggulan hasil
pertanian. Petani di Kabupaten Solok giat membudidayakannya sejak tahun 2012.
Berdasarkan hasil wawancara pra survey dengan kepala UPTD Kabupaten Solok,
budidaya kentang merah di Solok sudah mulai terlihat dengan hasil produksi ratarata mencapai 15 ton/ ha. Namun, upaya ini belum mendapat dukungan berupa
5
pemasaran yang baik, sejauh ini hasil panen kentang merah di jual petani ke
tengkulak dengan harga jual yang relatif rendah. Harga jual petani ke tengkulak
berkisar Rp5 500/ kg. Padahal, harga di tingkat konsumen mencapai Rp12 000/kg
– Rp13 000/kg.
Kendala lainnya yang dihadapi petani yang menyebabkan produksi kentang
merah di Kabupaten Solok masih rendah adalah belum optimalnya pengendalian
sumber daya alam (SDA), masih rendahnya SDM petani terhadap komoditas
kentang merah, sulitnya mendapatkan bibit kentang merah, harga bibit kentang
merah cenderung lebih mahal dibanding dengan harga bibit kentang biasa. Pada
umumnya bibit diperoleh petani dari sisa panen kentang merah yang kemudian
dijadikan bibit penanaman selanjutnya. Disamping harga bibit yang mahal, petani
masih sulit memasarkan kentang merah, karena masyarakat pada umumnya belum
mengetahui manfaat dari kentang merah, sehingga masyarakat lebih cenderung
membeli kentang biasa.
Selain masalah pada subsistem hulu, subsistem usahatani, dan subsistem
pemasaran, kentang merah juga mempunyai masalah pada subsistem hilir
(pengolahan) dimana kentang merah belum masuk ke dalam industri pengolahan,
hal ini disebabkan karena industri pengolahan kentang yang ada di Kabupaten
Solok belum menggunakan kentang merah sebagai bahan baku olahan produk
kentangnya. Sedangkan pada subsistem lembaga penunjang, peran lembaga
keuangan di Kabupaten Solok belum berfungsi, dimana petani kentang merah di
Kabupaten Solok tidak memanfaatkan kredit yang diberikan lembaga keuangan
untuk membatu permodalan dalam menjalankan usahataninya. Disisi lain,
pemerintah daerah Kabupaten Solok berniat untuk mengembangkan kentang
merah di Kabupaten Solok yang akan dijadikan sebagai icon Kabupaten Solok.
Disamping kendala-kendala pada sistem agribisnis di atas, dari segi penelitian,
belum ada peneliti yang pernah meneliti tentang kentang merah, padahal kentang
merah memiliki prospek yang tinggi sehingga dapat meningkatkan pendapatan
petani dan pendapatan daerah.
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok Provinsi
Sumatera Barat?
2. Isu strategis apa saja yang dipertimbangkan untuk melihat kondisi internal
dan eksternal dalam pengembangan komoditas kentang merah di Kabupaten
Solok?
3. Bagaimana upaya mengembangkan agribisnis kentang merah di Kabupaten
Solok?
Tujuan
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menyusun rekomendasi
operasional strategi pengembangan kentang merah di Kabupaten Solok, secara
khusus, tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan kondisi agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok
Provinsi Sumatera Barat
6
2. Mengidentifikasi isu strategis untuk melihat kondisi internal dan eksternal
pengembangan komoditas kentang merah di Kabupaten Solok
3. Memformulasikan strategi upaya mengembangkan agribisnis kentang merah
di Kabupaten Solok untuk mensejahterakan petani
Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka penelitian ini
diharapkan bisa menjadi bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang memiliki
ketertarikan untuk mengembangkan penelitian serupa. Penelitian ini juga
diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi seluruh pengambil keputusan dalam
menentukan kebijakan dalam pengembangan komoditas kentang merah berbasis
agribisnis khususnya di Kabupaten Solok. Selain itu, penelitian ini bisa dijadikan
salah satu bahan informasi bagi masyarakat umum, pelaku utama dan pelaku
usaha khususnya yang berkaitan dengan peluang agribisnis komoditas kentang
merah di Kabupaten Solok.
Ruang Lingkup Penelitian
Mengacu pada latar belakang, tujuan penelitian, serta kendala yang ada,
ruang lingkup penelitian ini adalah analisis yang terbatas pada agribisnis kentang
merah yang akan membahas subsistem on-farm, mengidentifikasi isu strategis
pengembangan komoditas kentang merah di Kabupaten Solok, dan
memformulasikan strategi pengembangan wilayah berbasis komoditas dalam
upaya mengembangkan agribisnis kentang merah di Kabupaten Solok.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Agribisnis Hortikultura di Indonesia
Hasil penelitian Kasimin (2013) yang berjudul keterkaitan produk dalam
pengembangan agribisnis hortikultura unggulan di Provinsi Aceh mengatakan
bahwa tingkat produksi hortikultura dipengaruhi oleh harga bibit, jumlah bibit,
jumlah pupuk, dan jumlah tenaga kerja. Sehingga untuk meningkatkan produksi
hortikultura unggulan di Provinsi Aceh (cabai merah, kentang, dan jeruk) perlu
diupayakan melalui pemakaian bibit unggul yang baik, pupuk secukupnya, dan
peningkatan pemeliharaan tanaman yang lebih baik. Tingkat pendapatan
hortikultura unggulan dipengaruhi oleh harga jual, biaya pemasaran, pola
pembinaan, dan sarana transportasi. Semakin tinggi harga jual, biaya pemasaran,
dan sarana transportasi maka semakin tinggi tingkat pendapatan usaha tani
hortikultura unggulan di Aceh.
Saptana et al. (2005) dalam penelitiannya yang berjudul kebijakan
pengembangan hortikultura di Kawasan Hortikultura Sumatera (KHAS)
7
mengatakan sebaran permintaan rumah tangga nampaknya sejalan dengan sebaran
jumlah penduduk suatu wilayah, namun diperkirakan variabel pendapatan turut
berpengaruh. Sementara itu, sebaran besarnya permintaan konsumen institusi
sangat terkait dengan perkembangan ekonomu wilayah perkotaan dan industri,
daerah pariwisata, serta aksebilitanya terhadap pasar ekspor. Tarikan pasar
nampak nyata dengan mengalirnya produk sayur dari daerah sentra produksi
sayuran dataran tinggi ke daerah tujuan pasar utama yaitu Riau Daratan, Riau
Kepulauan, Kota-kota Provinsi, dan tujuan pasar ekspor ke Singapura dan
Malaysia. Berdasarkan basis tarikan pasar dan peta konsumsi atau permintaan di
KAHS, maka beberapa kebijakan operasional yang dapat diimplementasikan
adalah: (1) pengembangan komoditas sayuran diarahkan pada daerah daerah
sentra produksi yang berdekatan dengan daerah pusat konsumsi, yang dapat
diprioritaskan di daerah sentra produksi Sumatera Utara (Karo, Simalungun, dan
Deli Serdang); (2) pengembangan komoditas sayuran pada daerah sentra produksi
yang memiliki aksebilitas yang baik ke daerah-daerah pusat konsumsi baik
konsumen rumah tangga maupun konsumen konstitusi yang dapat
diimplementasikan di Kabupaten Rejang Lebong dan Bengkulu Utara (Bengkulu),
serta Kabupaten Kerinci (Jambi); (3) untuk pengembangan daerah sentra produksi
sayuran dataran rendah (cabai merah dan tomat) nampaknya hanya cocok kalau
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan lokalnya; dan (4) untuk daerah-daerah
tujuan pasar utama (Riau daratan dan Riau kepulauan) yang merupakan wilayah
agroekosistem daratan rendahnya layak memproduksi sayuran berdaun lebar
untuk kebutuhan lokal maupun suplai ekspor ke Singapura dan Malaysia.
Sistem Agribisnis
Hastuti (2008) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh penetapan
sistem agribisnis terhadap peningkatan pendapatan petani sayuran di Kabupaten
Boyolali mengatakan bahwa penerapan sistem agribisnis sayuran masih
difasilitasi oleh pemerintah dalam peningkatan sumberdaya manusia dan
dilakukan pendampingan dari subsistem sarana produksi, usahatani/ budidaya,
pengolahan, pemasaran dan jasa penunjang dengan peningkatan fasilitas pasar,
bank, penelitian, pelatihan dan pendampingan, sehingga bila sudah tidak ada
pendampingan tidak terjadi penurunan pendapatan. Untuk meningkatkan efisiensi
dan efektifitas penggunaan sarana produksi dan teknologi usaha tani perlu ada
koordinasi antara peneliti, penyuluh dan pemerintah daerah. Dalam
pengembangan agribisnis sayuran berlahan sempit sebaiknya dilakukan penguatan
kelembagaan dan fasilitasi kepada kelembagaan agribisnis sayuran petani, dengan
dilakukan pembinaan dalam penguatan kelembagaan seperti kelompok aspakusa,
koperasidan lembaga lainnya.
Fatmasari (2011) dalam penelitiannya berjudul prospek pengembangan
agribisnis kentang dalam meningkatan pendapatan petani di Kabupaten Bantaeng
menyimpulkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap fluktuasi produksi
kentang di Kabupaten Bantaeng adalah luasareal panen yang juga berfluktuasi.
Salah satu penyebab fluktuatifnya luas areal panen kentang disebabkan oleh
kurangnya ketersediaan bibit unggul dalam jumlah yang cukup dengan harga yang
8
terjangkau oleh petani. Sehingga rata-rata petani menggunakan bibit kentang
varietas lokal yang tidak rentan terhadap hama dan penyakit seperti layu bakteri
dan hama Trips, karena bibit kentang yang digunakan sudah tidak diketahui
generasi keberapa.
Hasil dari penelitian Hastuti (2008) dan Kemala (2006) sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Minsyah (2009) dengan judul potensi dan strategi
pengembangan agribisnis kentang di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Minsyah
(2009) memperoleh hasil bahwa peningkatan produksi dan pengembangan
usahatani akan tercapai bila: (a) tersedianya sarana produksi (bibit/ bibit bermutu
dan pupuk) dalam jumlah yang cukup, tersedia sepanjang waktu dibutuhkan,
terdistribusi dengan baik, dan harga yang terjangkau oleh sebagian besar petani;
(b) adanya jaminan pasar bahwa seluruh produksi terserap pasar dengan harga
yang memadai; (c) terjadi perbaikan teknik budidaya dan penanganan pasca
panen, serta (d) didukung kebijakan pemerintah terutama dalam bentuk program
pengembangan industri pengolahan hasil, infrastruktur seperti jalan usahatani dan
permodalan (kredit) usaha pertanian.
Hermawan (2006) mengatakan subsistem pemasaran mencakup pemasaran
hasil-hasil usahatani dan agroindustri baik untuk pasar domestik maupun ekspor.
Kegiatan utama subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan informasi
pasar dan market intelligence pada pasar domestik dan pasar luar negeri.
Yuliawati (2012) mengatakan pemasaran merupakan usaha memenuhi kebutuhan
manusia, melalui proses pendistribusian barang dan jasa dari produsen ke
konsumen. Selain itu, pemasaran akan berhasil apabila pemasaran selalu
diarahkan pada pemuasan kebutuhan dan keinginan pembeli. Pembeli akan
memberikan balas jasa berupa loyalitas bagi penjual apabila merasa salah satu
kebutuhan atau keinginannya terpenuhi.
Pemasaran hasil menjadi tolak ukur terhadap tingkat penerimaan dari
kegiatan usahatani yang dijalankan. Dalam hal ini, kedudukan atau posisi tawar
petani cenderung masih lemah. Lemahnya posisi tawar petani antara lain
disebabkan karena kurangnya atau terbatasnya akses petani terhadap informasi
harga bagi produk yang akan dipasarkan. Selain itu dengan sifat pasar yang
cenderung oligopsoni, semakin melemahkan petani untuk bernegosiasi. Adanya
keterpaksaan dari petani untuk segera menjual produknya karena didorong atas
kebutuhan rumah tangga atau desakan untuk membayar hutang dan membiayai
kegiatan usaha tani selanjutnya membuat posisi tawar petani semakin lemah. Oleh
karena itu, terciptanya harga kentang merah yang wajar dalam rangka
meningkatkan pendapatan petani kentang merah sekaligus peningkatan
kesejahteraan rumah tangga petani perlu mendapat perhatian dari pemerintah
(Sejati et al. 2009).
Fatmasari (2011) mengatakan permasalahan dalam sistem pemasaran
komoditas hortikultura secara umum termasuk kentang yang dihadapi oleh para
pelaku adalah tingginya biaya pemasaran dan pembagian balas jasa yang adil
bersifat asimetris, bahkan balas jasa tersebut atas fungsi pemasaran lebih besar
mengelompok pada pedagang besar, sementara petani dan pedagang pengumpul
bagiannya kecil. Dengan demikian sebaran margin pemasaran cenderung tidak
merata atau tidak efisien dan lebih mengelompok pada pedagang besar/ grosir/
supplier/ bandar dan sebagainya. Share harga yang diterima petani yang tertinggi
adalah 71.43 persen pada saluran I, disusul 56.25 persen pada saluran II dan
9
terendah pada saluran III yaitu 55.55 persen. Melihat kondisi seperti ini dapat
disimpulkan bahwa share harga yang diterima petani masih relatif kecil.
Hasil penelitian Rante (2013), marjin pemasaran yang diperoleh oleh
pedagang pengumpul/ perantara dan pedagang pengecer berkisar antara 18.5
persen sampai 25 persen. Ini artinya marjin yang mereka peroleh masih wajar. Hal
ini berarti agen perantara perdagangan/pemasaran kentang merah di Kabupaten
Keerom adalah peluang (opportunity), dikarenakan mampu memberikan
keuntungan bagi pelaku usaha ini.
Keberadaan subsistem lembaga penunjang sangat mempengaruhi suatu
sistem agribisnis. Seperti yang dikutip dari penelitan Fatmasari (2011), agribisnis
kentang di Kabupaten Bantaeng terdiri dari lembaga penyaluran sarana produksi
yang terdapat di desa Bonto Marannu, lembaga yang bekerja dibidang agribisnis
hulu yaitu UPTD Hortikultura Dinas Pertanian Bantaeng bekerjasama dengan
PKPUNHAS memproduksi bibit kentang kultur jaringan dan membina penangkar
bibit kentang, lembaga di bidang pemasaran, para pedagang yang berada dipasar
dan kelompok tani yang rata-rata tiap desa sudah ada, namun belum berperan
banyak dalam hal pemasaran kentang sehingga sebagian besar petani menjual
sendiri hasil produksi kentangnya ke pedagang pengumpul.
Strategi Pengembangan Agribisnis Hortikultura
Nainggolan dan Aritonang (2012) dalam makalahnya yang berjudul
pengembangan sistem agribisnis dalam rangka pembangunan pertanian
berkelanjutan mengatakan strategi pembangunan sistem agribisnis secara bertahap
akan bergerak dinamis menuju pembangunan agribisnis yang digerakkan ilmu
pengetahuan, teknologi dan SDM terampil (innovation-driven), diyakini mampu
mengantarkan pertanian Indonesia memiliki daya saing dan bersinergis dalam
dunia internasional. Jika dilihat dari berbagai aspek, seperti potensi sumberdaya
yang dimiliki, arah kebijakan pembangunan nasional, potensi pasar domestik dan
internasional produk-produk agribisnis, dan peta kompetisi dunia, Indonesia
memiliki prospek untuk mengembangkan sistem agribisnis dalam rangka
pembangunan pertanian berkelanjutan yang berdaya saing dan berkerakyatan.
Kasimin (2013) mengatakan masalah utama dalam pengembangan
agribisnis hortikultura adalah tingginya serangan hama dan penyakit pada
tanaman cabai merah dan jeruk, kekurangan modal kerja dan sarana produksi pada
komoditas cabai merah dan kentang, serta rendahnya harga jual pada komoditas
kentang. Oleh karena itu, petani sebagai pelaku utama dan pakar hortikultura
sebagai pelaku pendukung, merekomendasikan pemecahan masalah melalui
perbaikan budi daya hortikultura, bantuan sarana produksi, peningkatan
pembinaan, dan pemakaian bibit unggul yang tahan terhadap serangan hama dan
penyakit. Petani juga menyarankan perlunya perbaikan harga jual pada komoditas
hortikultura unggulan di Aceh.
Saptana et al. (2005) dalam penelitiannya yang berjudul kebijakan
pengembangan hortikultura di kawasan hortikultura Sumatera mengatakan dengan
basis beberapa indikator produksi yang mencakup pangsa luas areal pertanaman,
pertumbuhan luas areal pertanaman, dan pangsa produksi, serta tingkat
10
produktivitas maka kebjiakan pengembangan sayuran di wilayah Sumatera dapat
dilakukan: (1) mempertahankan daerah sentra-sentra produksi sayuran utama yang
memiliki potensi produktivitas tinggi, seperti Kabupaten Karo, Simalungun, Deli
Serdang, Tapanuli Utara (Sumatera Utara) dan Kabupaten Solok (Sumatera
Barat), untuk daerah sentra produksi yang mengalami pertumbuhan negatif perlu
dilakukan program rehabilitasi; (2) Mempercepat pengembangan di daerah sentra
produksi utama yang memiliki pertumbuhan tinggi seperti yang terjadi di
Kabupaten Simalungun; dan (3) Pengembangan lebih lanjut pada daerah-daerah
yang memiliki potensiproduksi moderat, namun dengan pertumbuhan positif,
seperti di Kabupaten Tanah Datar, Agam (Sumatera Barat), serta Kabupaten Aceh
Besar, Pidie dan Aceh Utara (NAD). Untuk dapat mengimplementasikan ke arah
kebijakan yang didasarkan atas keseimbangan permintaan atau pasar dan produksi
di KAHS maka perlu dilakukan langkah-langkah kebijakan operasional sebagai
berikut: (1) Memantapkan kelembagaan forum KAHS baik dari aspek struktur
keorganisasian maupun dalam perumusan tupoksinya, dalam hal ini yang
terpenting adalah adanya kompatibilitas antara struktur yang dibangun dengan
tupoksi yang harus dijalankan; (2) Melakukan perencanaan dan pelaksanaan
program pengembangan pola tanam antar wilayah kawasan di masing-masing
daerah sentra produksi utama, selanjutnya secara bertahap diperluas antar wilayah
provinsi dalam KAHS; (3) Pengintegrasian antara program forum KAHS dan
program Agropolitan sehingga dapat memenuhi empat faktorpenggerak
pembangunan di KAHS, yang didasarkan atas potensi sumberdaya alam,
sumberdaya manusia yang berkualitas, teknologi yang senantiasa berubah, dan (4)
penguatan kelembagaan, baik di tingkat petani dan pelakua gribisnis melalui
forum KAHS.
Minsyah (2009) mengatakan permasalahan rendahnya produksi akibat
penggunaan bibit yang kurang bermutu dan asal usulnya tidak diketahui dengan
jelas. Sedangkan permasalahan sistem pemasaran yang cenderung merugikan
petani dikarenakan struktur pasar kentang cenderung mengarah pada struktur
pasar oligopsoni, dimana dalam struktur pasar ini petani hanya menerima harga
yang ditawarkan oleh pedagang tanpa memiliki kekuatan dan kemampuan untuk
bernegosiasi dan mempertahankan komoditasnya sampai adanya kenaikan harga
yang layak. Berdasarkan dua pemasalahan besar tersebut di atas dan dihubungkan
dengan upaya meningkatkan produksi dan pengembangan usahatani kentang di
Kabupaten Kerinci, memerlukan strategi yang tepat diantaranya: (1) membangun
sistem perbibitan yang mampu menyediakan bibit/bibit kentang bermutu, tersedia
sepanjang waktu dibutuhkan, terdistribusi dengan baik, dan harga yang
terjangkau; (2) membangun jaringan kemitraan antara petani dengan perusahaan
perbibitan dan industri makanan ringan, dan; (3) pengembangan kelambagaan
permodalan yang ada atau membentuk (mengintroduksi) kelembagaan
permodalan yang baru, dan; (4) membangun sistem pemasaran yang dapat
memberikan marjin atau keuntungan yang adil pada setiap pelaku agribisnis
kentang. Strategi-strategi yang diperlukan tentu disesuaikan dengan kondisi aktual
yang ada. Kondisi umum yang dihadapi petani adalah terbatasnya modal dan
sistem pemasaran yang merugikan.
11
3
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Agribisnis
Davis and Golberg (1957), dalam tulisannya yang berjudul “A concept of
agribusiness” menuliskan bahwa agribisnis berasal dari kata Agribusiness di mana
Agr=Agriculture artinya pertanian dan Business artinya usaha atau kegiatan yang
menghasilkan keuntungan. Jadi Agribisnis adalah kegiatan yang berhubungan
dengan pengusahaan tumbuhan dan hewan (komoditas pertanian, peternakan,
perikanan, dan kehutanan) yang berorientasi pasar dan peningkatan nilai tambah.
Antara (2000), menyampaikan bahwa agribisnis merupakan konsep dari suatu
sistem yang integratif danterdiri dari beberapa subsistem, yaitu; 1) subsistem
pengadaan sarana produksi (agroindustri hulu), 2) subsistem produksi usahatani,
3) subsistem pengolahan dan industri hasil pertanian (agroindustri hilir), 4)
subsistem pemasaran dan perdagangan, dan 5) subsistem kelembagaaan
penunjang. Uraian di atas menunjukkan bahwa kegiatan agribisnis merupakan; a)
kegiatan yang berbasis pada keunggulan sumberdaya alam (on farm agribusiness)
dengan penerapan teknologi dan sumberdaya manusia bagi perolehan nilai tambah
(off-farm agribusiness), b) kegiatan yang memiliki spektrum yang luas, dari skala
usaha kecil, rumah tangga hingga skala usaha raksasa. Sehingga usaha
mempercepat pertumbuhan sektor agribisnis dengan kondisi petani yang lemah
(modal, skill, pengetahuan dan penguasaan lahan yang terbatas) akan dapat
ditempuh melalui penerapan sistem pengembangan agribisnis. Dengan demikian
pengembangan sistem agribisnis adalah merupakan suatu bentuk (model, sistem,
pola) yang mampu memberikan keuntungan bagi pelaku-pelaku agribisnis (petani/
peternak/ pekebun/ nelayan/ pengusaha kecil dan menengah/ koperasi), dalam
bentuk peningkatan pendapatan, peningkatan nilai tambah dan perluasan
kesempatan kerja.
Agribisnis merupakan sistem usaha pertanian dalam arti luas tidak
dilaksanakan secara sektoral tetapi secara intersektoral atau dilaksanakan tidak
hanya secara subsistem melainkan dalam satu sistem (Saragih 2001; Fava and
Roberto 2010). Dan agribisnis adalah suatu usaha tani yang berorientasi komersial
atau usaha bisnis pertanian dengan orientasi keuntungan. Salah satu upaya yang
dapat ditempuh agar dapat meningkatkan pendapatan usahatani adalah dengan
penerapan konsep pengembangan sistem agribisnis terpadu, yaitu apabila sistem
agribisnis yang terdiri dari subsistem sarana produksi, subsistem budidaya,
subsistem pengolahan dan pemasaran dikembangkan melalui manajemen
agribisnis yang baik dan dalam satu sistem yang utuh dan terkait (Said et al.
2001).
Usaha agribisnis merupakan kegiatan produktif karena mempunyai rentang
peluang yang sangat luas, mulai dari kegiatan penyediaan input, hingga
pascapanen dan pemasaran. Agribisnis sebagai suatu sistem terdiri dari empat
subsistem, yaitu pertama, subsistem hulu meliputi kegiatan ekonomi yang
menghasilkan dan memperdagangkan sarana produksi pertanian primer. Kedua,
subsistem usaha tani meliputi kegiatan dari pengolahan tanah, penanaman, panen
dan pasca panen. Ketiga, subsistem agribisnis hil