Pengaruh Kecepatan Homogenisasi Dan Jenis Penyalut Terhadap Stabilitas Emulsi Minyak Dalam Air

PENGARUH KECEPATAN HOMOGENISASI DAN JENIS
PENYALUT TERHADAP STABILITAS EMULSI MINYAK
CENGKEH DALAM AIR

AZMI SYAHRIAN ZEHN

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kecepatan
Homogenisasi dan Jenis Penyalut Terhadap Stabilitas Emulsi Minyak Cengkeh
dalam Air adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Azmi Syahrian Zehn
NIM F14110095

ABSTRAK
AZMI SYAHRIAN ZEHN. Pengaruh Kecepatan Homogenisasi dan Jenis Penyalut
Terhadap Stabilitas Emulsi Minyak dalam Air. Dibimbing oleh SUTRISNO dan
NANIK PURWANTI.
Minyak cengkeh memiliki peluang yang besar pemanfaatannya dalam bidang
pangan tetapi keefektifan bahan aktif minyak cengkeh akan menurun bila bereaksi
dengan komponen lainnya seperti lemak dan protein. Penelitian ini bertujuan untuk
memformulasikan minyak cengkeh dalam bentuk emulsi minyak-dalam-air yang
memiliki stabilitas paling baik dengan fase kontinyu berbasis polisakarida. Larutan
kitosan dan natrium alginat merupakan fase kontinyu yang digunakan untuk
membuat emmulsi dengan kecepatan homogenisasi yang berbeda (5,000 rpm,
10,000 rpm, 15,000 rpm dan 20,000 rpm). Emulsi minyak cengkeh yang terbentuk

memiliki karakteristik warna putih susu homogen untuk semua sampel. Stabilitas
emulsi dapat diketahui dari ada tidaknya sedimentasi, penampakan emulsi, ukuran
emulsi, dan banyaknya minyak yang keluar dari emulsi. Ukuran emulsi minyak
cengkeh berdasarkan penelitian ini adalah 1.87 –2.20 µm untuk emulsi berpenyalut
kitosan dan 2.14–100.71 µm untuk emulsi berpenyalut natrium alginat. Jika
kecepatan homogenisasi meningkat, maka ukuran emulsi yang terbentuk akan
semakin kecil. Emulsi yang optimum tercapai pada kecepatan homogenisasi 10,000
rpm karena memiliki stabilitas emulsi yang bagus selama penyimpanan.
Kata kunci : minyak cengkeh, emulsi, kitosan, natrium alginat

ABSTRACT
AZMI SYAHRIAN ZEHN. Effects of Homogenisation Speed and Coating
Materials on the Stability of Clove Oil-in-Water Emulsion. Supervised by
SUTRISNO and NANIK PURWANTI
Clove oil is a potential material to be applied in foods but its effectiveness
decreases if clove oil functional compounds react with other components such as
fat and protein. This research aimed to formulate clove oil in the form of oil-inwater emulsion that has a better stability using polysaccharide-based continous
phase. Chitosan and sodium alginate solution were the continous phases and
different speeds of homogenization (5,000 rpm, 10,000 rpm, 15,000 rpm, and
20,000 rpm) were applied to form the emulsion. Clove oil-in-water emulsion has

milky colour. The emulsion stability was detected from its appearance,
sedimentation, emulsion size, and release of oil from the emulsion. The size of clove
oil emulsion size was 1.87 –2.20 µm when chitosan was used and 2.14 –100.71 µm
when sodium alginat was used. The size was smaller with increasing
homogenisation speed. The most stable emulsion during storage was obtained by
using a homogenization speed of 10,000 rpm.
Keywords: clove oil, emulsion, chitosan, sodium alginate

PENGARUH KECEPATAN HOMOGENISASI DAN JENIS
PENYALUT TERHADAP STABILITAS EMULSI MINYAK
CENGKEH DALAM AIR

AZMI SYAHRIAN ZEHN

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
Pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem


DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
201

Judul

:

Nama
NIM

:
:

Pengaruh Kecepatan Homogenisasi dan Jenis Penyalut Terhadap
Stabilitas Emulsi Minyak Cengkeh dalam Air
Azmi Syahrian Zehn
F14110095


Disetujui oleh

Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr
Pembimbing I

Dr Nanik Purwanti, STP, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial M.Eng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Yang Maha Esa karena rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh
Kecepatan Homogenisasi dan Jenis Penyalut Terhadap Stabilitas Emulsi Minyak

Cengkeh dalam Air. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2015 hingga bulan
Oktober 2015. Selama penyusunan skripsi ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada
1. Prof. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr dan Ibu Dr Nanik Purwanti, S.TP, M.Sc
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan pada
penulis.
2. Ir. Erfin Yundra Febrianto, M.T dan Eka Dian S.Si selaku pembimbing
penelitian di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(PUSPIPTEK) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Fisika dan
Kimia, atas bimbingannya selama penelitian.
3. Bapak Leo Senobroto dari PT Indesso yang telah menyumbangkan
eugenol dan clove oil.
4. Bapak Nasib Prayitno dan Ibu Nursilah yang selalu memberikan doa,
kasih sayang serta dukungan baik secara materi maupun non materi
kepada penulis
5. Bapak Slamet, Bapak Arif, dan Bu Yuli selaku teknisi di LIPI Fisika,
Bapak Jamil selaku teknisi di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT), dan Bapak Solahudin selaku teknisi di LIPI Kimia Serpong yang
telah membantu penulis selama penelitian.
6. Teman satu bimbingan Riza, Silvi, Ugik, Putra, Mba Kania, Mirwan, dan

teman-teman Regenboog 48 atas bantuan dan dukungannya.
7. Keluarga Forum komunikasi mahasiswa (Forkoma) Kebumen atas doa
dan dukungannya kepada penulis.
8. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah
membantu penulis selama penelitian.
Penulis menyadari bahwa dalam karya ilmiah ini masih belum benar-benar
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak sangat diharapkan. Penulis berharap karya ilmiah ini nantinya dapat memberi
manfaat bagi semua pihak.

Bogor, Maret 2016

Azmi Syahrian Zehn

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA

1
2
2
3


Minyak Cengkeh
Emulsifikasi
Enkapsulasi
Bahan Penyalut
METODOLOGI

3
3
4
5
7

Alat
Bahan
Tempat Pelaksanaan Penelitian
Metode Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN

7

7
8
9
14

PENUTUP

24

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

24
25
25

DAFTAR TABEL
1.
2.

3.

Komposisi senyawa minyak cengkeh
Ukuran diameter rata-rata emulsi minyak cengkeh pada hari ke-0
Ukuran diameter rata-rata emulsi minyak cengkeh selama penyimpanan

15
18
21

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Particle size analyzer (PSA)
Magnetic stirer
Homogenizer
Centrifuge
Mikroskop digital
Gas Chromathography Mass Spectometry (GCMS)
Mikropipet
Timbangan digital
Diagram alir penelitian
Diagram kromatografi minyak cengkeh menggunakan GC-MS

7
7
8
8
8
8
8
8
13
15

11. Karakteristik emulsi minyak cengkeh berpenyalut (a) kitosan dan (b)
natrium alginat
12. Penampakan mikroskopi emulsi minyak cengkeh berpenyalut (a)
kitosan dan (b) natrium alginat
13. Penampakan emulsi minyak cengkeh berpenyalut (a) kitosan dan (b)
natrium alginat
14. Emulsi minyak cengkeh berpenyalut kitosan pada kecepatan (a) 5,000
rpm, (b) 10,000 rpm, (c) 15,000 rpm, dan (d) 20,000 rpm.
15. Emulsi minyak cengkeh berpenyalut natrium alginat dengan kecepatan
(a) 5,000 rpm, (b) 10,000 rpm, (c) 15,000 rpm, dan (d) 20,000 rpm.
16. Penampakan emulsi minyak cengkeh berpenyalut kitosan pada
kecepatan homogenisasi 10,000 rpm selama penyimpanan
17. Penampakan emulsi minyak cengkeh berpenyalut natrium alginat pada
kecepatan homogenisasi 10,000 rpm selama penyimpanan
18. Perubahan ukuran emulsi pada hari ke-0 dan ke-28 pada emulsi minyak
cengkeh berpenyalut kitosan
19. Perubahan ukuran emulsi pada hari ke-0 dan ke-28 pada emulsi minyak
cengkeh berpenyalut natrium alginat
20. Foto mikroskopi kapsul minyak cengkeh dengan penyalut (a) kitosan
dan (b) natrium alginat pada perbesaran 10x.
21. Kapsul emulsi minyak cengkeh berpenyalut kitosan (a,b) dan natrium
alginat (c,d)
22. Kapul kitosan dan natrium alginat menurut literatur

15
16
16
17
17
19
20
20
21
23
23
24

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Komposisi senyawa minyak cengkeh
Tinggi sedimentasi emulsi minyak cengkeh
Distribusi ukuran diameter rata-rata emulsi minyak cengkeh
Span emulsi minyak cengkeh
Stabilitas emulsi minyak cengkeh
Penampakan visual emulsi minyak cengkeh berpenyalut kitosan
Penampakan visual emulsi minyak cengkeh berpenyalut natrium
alginat
Penampakan mikroskopi emulsi minyak cengkeh berpenyalut
kitosan batch 1
Penampakan mikroskopi emulsi minyak cengkeh berpenyalut
kitosan batch 2
Penampakan mikroskopi emulsi minyak cengkeh berpenyalut
natrium batch 1
Penampakan mikroskopi emulsi minyak cengkeh berpenyalut
natrium alginat batch 2
Kurva distribusi ukuran partikel emulsi minyak cengkeh
berpenyalut kitosan
Kurva distribusi ukuran partikel emulsi minyak cengkeh
berpenyalut natrium alginat
Grafik stabilitas sedimentasi emulsi minyak cengkeh
Prosentase minyak cengkeh yang keluar dari emulsi

28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42

16. Grafik prosentase minyak yang keluar dari emulsi selama
penyimpanan
17. Peristiwa sedimentasi dan creaming pada emulsi minyak cengkeh
18. Tahapan peristiwa koalesen yang terjadi pada emulsi minyak
cengkeh
19. Penampakan kapsul minyak cengkeh
20. Peralatan laboratorium

43
44
45
46
47

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman cengkeh (Syzygium caryophyllum atau Eugenia caryophyllara
atau Syzygium aromaticum atau Eugenia aromatica) termasuk dalam familia
myrtaceae yang tersebar luas di Indonesia, Malaysia, Pulau Madagaskar dan
Tanzania. Tanaman cengkeh mempunyai sifat yang sangat khas karena semua
bagian mengandung minyak, mulai dari dahan, ranting, sampai bunga dan daun.
Kadar minyak cengkeh bervariasi pada setiap bagian dengan kadar minyak yang
paling tinggi terdapat pada bagian bunga (Fitri 2006). Kandungan minyak atsiri di
dalam bunga cengkeh mencapai 21.3% dengan kadar eugenol antara 78-95%, dari
tangkai atau gagang bunga mencapai 6% dengan kadar eugenol antara 89-95%, dan
dari daun cengkeh mencapai 2-3% dengan kadar eugenol mencapai 80-85% (Hadi
2012).
Aplikasi minyak cengkeh antara lain digunakan dalam parfum, perasa
(flavoring), formulasi obat oles anti nyamuk, penyerap ultra violet (UV), analgesik,
antifungi, dan antiseptik (Lee dan Shibamoto 2001 dan Alma et al. 2007). Dalam
bidang kesehatan, minyak cengkeh dapat digunakan sebagai antistres, antimikroba,
antiperadangan, antigiardial, kebutuhan pembiusan, antibisul dan sebagainya
(Charles 2013). Minyak cengkeh diketahui dapat juga digunakan sebagai
antioksidan. Keaktifan antioksidan minyak cengkeh lebih tinggi jika dibandingkan
dengan antioksidan yang terkandung dalam lemon, anggur, dan ketumbar. Minyak
cengkeh juga memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menangkal radikal bebas
dan terbaik kedua setelah vitamin C dibandingkan dengan 45 jenis minyak atsiri
lainnya (Kim 2011).
Di bidang pangan, minyak cengkeh telah diterapkan pada daging, susu serta
minyak goreng (Chatterjee dan Bhattacharjee 2013). Fungsi aktif yang dimiliki
minyak cengkeh memberi peluang yang besar untuk pemanfaatannya pada bidang
pangan. Meskipun demikian, efektifitas minyak cengkeh menurun secara signifikan
ketika berinteraksi dengan komponen makanan lainnya seperti lemak dan protein
(Burt 2004). Untuk menaikkan efektifitas bahan aktifnya, minyak cengkeh harus
direkayasa supaya dapat terlindungi dari berbagai interaksi dengan komponen
makanan lain dan fungsi pelepasannya dapat dikendalikan. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengenkapsulasi minyak cengkeh dengan material lainnya dengan cara
pengemulsian, pembentukan liposomes, atau lemak padat (solid lipid particles).
Ukuran kapsul dapat diformulasikan dalam mikrometer, sub-mikro atau nanometer
sesuai dengan kebutuhan. Memformulasikan bahan pangan dalam ukuran yang
lebih kecil dapat meningkatkan kelarutannya dalam air, dan rasio luas permukaanke-volume menjadi besar.
Pembentukan nanopartikel untuk bidang pangan masih menjadi tantangan
sampai saat ini. Tantangannya adalah mempertimbangkan kelayakan teknologi
serta perubahan fisik dan kimia pada bahan pangan apabila ukurannya diubah dalam
skala nano. Efektifitas fungsi bahan pangan yang terenkapsulasi dalam skala nano
juga masih memerlukan investigasi yang mendalam. Salah satu temuan yang
mencolok dilaporkan oleh Terjung et al. (2012), dimana emulsi dengan bahan

2
pengisi eugenol dan carvacol yang memiliki ukuran 80 nm kurang efektif untuk
menghambat dan menonaktifkan mikroorganisme pembusuk makanan daripada
emulsi dengan ukuran 3 µm. Eugenol adalah bahan aktif utama di dalam minyak
cengkeh. Hal ini bertentangan dengan hipotesa yang telah dibuat sebelumnya
bahwa aktivitas antimikroba komponen minyak atsiri yang berbentuk emulsi dapat
meningkat jika ukuran emulsi menurun.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan enkapsulasi minyak cengkeh
dengan skala mikrometer dengan penyalut yang memiliki muatan yang berbeda.
Penelitian ini dirancang berdasarkan hipotesa dari Terjung et al. (2012) bahwa
emulsi bermuatan positif akan berinteraksi dengan sel mikroba bermuatan negatif,
dan sebaliknya, sehingga efektifitas bahan antimikroba dalam emulsi dapat
meningkat. Namun demikian, penelitian ini hanya dirancang untuk mempelajari
stabilitas emulsi minyak cengkeh dalam fase kontinyu yang memiliki muatan
berbeda. Minyak cengkeh dibentuk menjadi emulsi minyak dalam air (oil-in-water,
O/W) menggunakan teknik emulsifikasi konvensional. Efek kecepatan
homogenisasi terhadap emulsi yang dihasilkan juga dipelajari.

Perumusan Masalah
Berdasarkan penelitian Terjung et al. (2011), emulsi dengan bahan pengisi
eugenol dan carvacol dengan ukuran 80 nm kurang efektif untuk menghambat dan
menonaktifkan mikroorganisme pembusuk makanan daripada emulsi dengan
ukuran 3 µm. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua partikel yang memiliki
ukuran lebih kecil mempunyai kefektifan yang lebih baik dibandingkan dengan
partikel berukuran besar. Adapun pengaruh dari bahan salut yang memiliki muatan
menyebabkan keefektifan dalam menghambat pertumbuhan bakteri dapat menurun
ataupun meningkat.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah mempelajari proses emulsifikasi minyak cengkeh
dengan fase kontinyu yang mengandung beberapa bahan berbasis polisakarida yang
memiliki muatan berbeda, mempelajari pengaruh kecepatan homogenisasi terhadap
stabilitas emulsi minyak cengkeh dalam air (O/W emulsion), dan menguji stabilitas
emulsi minyak cengkeh dengan fase kontinyu berbasis polisakarida.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Minyak Cengkeh
Cengkeh merupakan salah satu tanaman perkebunan penghasil minyak atsiri
yang dapat digunakan dalam industri farmasi maupun industri pangan dan
merupakan tanaman asli Indonesia yang kurang lebih 95% diusahakan oleh rakyat
dalam bentuk perkebunan rakyat di seluruh provinsi. Cengkeh merupakan tanaman
rempah yang banyak digunakan sebagai bumbu masakan pedas di negara-negara
Eropa.
Ekstraksi minyak cengkeh dilakukan pada bagian bunga, tangkai bunga dan
daun. Bagian yang paling ekonomis dari ketiga bagian tersebut adalah bagian
daunnya, sehingga jenis minyak cengkeh yang paling banyak diperjual belikan
adalah minyak daun cengkeh (Nurdjanah et al. 1990).
Minyak daun cengkeh biasanya diperoleh dari daun cengkeh yang telah
gugur. Minyak yang dihasilkan mengandung eugenol antara 80-88% dengan kadar
eugenol asetat yang rendah tetapi kadar coryopyllene yang tinggi. Penyulingan daun
yang berkadar air sekitar 7-12% yang dilakukan pada tangki stainless steel volume
100 liter selama 8 jam, menghasilkan minyak dengan rendemen 3.5% dan total
eugenol 76.8% (Nurdjanah et al. 1990).
Sumber ekstraksi minyak cengkeh diantaranya yaitu : (1) Pucuk bunga yang
menghasilkan bud oil, terdiri dari 60-90% eugenol, eugenyl acetate, caryophyllene
dan komponen lainnya dalam jumlah kecil, (2) Daun yang menghasilkan leaf oil
terdiri dari 82-88% eugenol, tidak terdeteksi adanya eugenyl acetate dan komponen
lainnya dalam jumlah kecil, (3) Ranting menghasilkan stem oil terdiri dari 90-95%
eugenol dan beberapa komponen lainnya dalam jumlah kecil (Weiss 1997).

Emulsifikasi
Emulsifikasi adalah suatu proses pencampuran yang melibatkan antara dua
cairan atau senyawa yang secara alami tidak dapat bercampur satu sama lain
(Ginting 2006). Hasil dari proses ini disebut emulsi. Emulsi pada prinsipnya
melibatkan dua fase yaitu fase terdispersi dan fase pendispersi/ fase kontinyu.
Berdasarkan fase terdispersinya terdapat tiga jenis emulsi, yaitu emulsi minyak
dalam air, emulsi air dalam minyak dan emulsi ganda. Emulsi minyak dalam air
dibuat dengan mendispersikan fase minyak ke dalam fase air. Emulsi air dalam
minyak dibuat mendispersikan fase air ke dalam fase minyak. Emulsi ganda
merupakan emulsi yang dapat tersusun atas air-minyak-air ataupun minyak-airminyak (Sumardjo et al. 2008).
Emulsi banyak dimanfaatkan pada kehidupan sehari-hari, misalnya emulsi
minyak dalam air antara lain susu, es krim, krim, coffee cream, mayones, dan lainlain. Sedangkan contoh emulsi air dalam minyak antara lain mentega, margarin,
keju olahan dan sebagainnya (Schramm 2005).

4
Ada beberapa teori yang berhubungan dengan sistem emulsi, antara lain
Teori Tegangan Permukaan, Teori Oriented-Wedge dan Teori Film Pastis.
Tegangan permukaan terjadi bila cairan mengalami kontak dengan cairan kedua
yang tidak larut dan tidak saling bercampur. Zat-zat yang dapat menurunkan
tegangan permukaan disebut dengan zat aktif permukaan (surfaktan) atau zat
pembasah atau zat pengemulsi (emulsifier). Penurunan tegangan permukaan
menyebabkan gaya tarik-menarik antar molekul dari masing-masing cairan akan
berkurang dan kedua cairan akan dapat bercampur. Teori Oriented-Wedge
menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi karena adanya kelarutan selektif dari
bagian emulsifier, ada bagian yang bersifat mudah larut dalam air (hidrofil) dan ada
bagian mudah larut dalam minyak (lifolil). Teori Film Plastis menjelaskan bahwa
emulsifier mengendap pada permukaan masing-masing butiran fase dispersi dalam
bentuk film yang plastis. Lapisan tersebut mencegah kontak dan bersatunya fase
terdispersi. Makin kuat dan makin lunak lapisan tersebut, makin besar dan stabil
emulsinya (Lachman 1994).
Beberapa teknik emulsifikasi yang digunakan untuk memproduksi emulsi
minyak-dalam-air (O/W) yaitu emulsifikasi mekanik/ konvensional, emulsifikasi
membran, emulsifikasi mikrochanel (microchannel (MC) emulsification), dan
penggunaan perangkat mikrofluida lainnya seperti T, Y atau cross junction, atau
sistem yang didesain sehingga emulsi terbentuk dengan sendirinya misalnya Edgebased Droplet Generation (EDGE) (Purwanti et al., 2015). Emulsifikasi mekanik
merupakan teknik konvensional untuk menghasilkan emulsi dengan menggunakan
peralatan seperti high-speedmixer, colloid mills, high-pressure valve atau ultrasonik
homogenizer dan mikro fluidasi (McClement 2005).

Enkapsulasi
Enkapsulasi merupakan proses pembuatan kapsul yang biasanya
mengandung suatu bahan aktif untuk keperluan tertentu. Proses enkapsulasi
digunakan untuk melindungi suatu bahan aktif agar tetap tersimpan dalam keadaan
baik dan kemudian zat tersebut dapat dilepaskan pada kondisi tertentu ketika
dibutuhkan atau ketika mencapai target yang diinginkan. Ide dasar enkapsulasi
berasal dari sel, yaitu permeabilitas selektif membran sel memberikan perlindungan
terhadap inti sel dari kondisi lingkungan yang berubah-ubah dan berperan dalam
pengaturan metabolisme (Desmawarni 2007).
Berdasarkan ukurannya, kapsul yang berupa partikel yang telah dienkapsulasi
dapat dikategorikan menjadi tiga jenis yaitu makrokapsul bila partikel berukuran
lebih besar dari 5,000 µm, mikrokapsul berukuran antara 0.2-5,000 µm, dan
nanokapsul yang berukuran lebih kecil dari 0.2 µm (Desmawarni 2007). Menurut
Jackson dan Lee (1991) faktor yang mempengaruhi struktur dan ukuran
mikrokapsul tergantung dari teknik pembuatan, jenis bahan inti, dan polimer (bahan
penyalut) yang digunakan.
Enkapsulasi memiliki beberapa bidang aplikasi seperti pada industri makanan
dan farmasi. Mikroenkapsulasi banyak digunakan untuk mempertahankan flavor,
asam, lipid, enzim, mikroorganisme, pemanis buatan, vitamin, mineral, air, bahan

5
pengembang, warna dan garam. Salah satu yang terpenting dalam penerapan bahan
aktif dalam kapsul adalah menjaga stabilitas bahan aktif tersebut. Salah satu
caranya adalah membentuk produk kering yang dapat melindungi bahan aktif dalam
kapsul dari penguapan, oksidasi, dan reaksi kimia (Desmawarni 2007).
Beberapa metode enkapsulasi yang telah dievaluasi dan dikomersialisasikan
untuk penggunaan pada bahan pangan yaitu metode spray dying (pengering
semprot), extrusion, dan spray cooling atau spray chilling. Selain itu, enkapsulasi
dapat dilakukan juga dengan teknik koaservasi, kokristalisasi, dan polimerisasi
antarmuka (Desmawarni 2007).
Teknik lain yang sering digunakan sebagai tahap awal enkapsulasi adalah
emulsifikasi. Teknik ini digunakan dalam kasus zat aktif pangan yang larut dalam
air atau minyak. Emulsi minyak-dalam-air dimana bahan penyalut tertentu
dilarutkan dalam air dapat dikeringkan dengan beberapa metode pengeringan
seperti spray atan freeze drying sehingga diperoleh sediaan kering emulsi/ bahan
aktif yang terenkapsulasi (Desmawarni 2007).

Bahan Penyalut
Pada proses enkapsulasi, terdapat dua jenis bahan yang terlibat di dalamnya,
yaitu inti dan penyalut. Inti merupakan zat yang akan dikapsulkan bisa berbentuk
padat, gas atau cair yang mempunyai sifat permukaan hidrofil atau hidrofob (Durey
et al. 2009). Penyalut adalah zat yang digunakan untuk menyelimuti inti dengan
tujuan tertentu. Menurut Gharshalloui et al. (2007), struktur dinding dari bahan
penyalut umumnya dirancang untuk melindungi bahan inti dari faktor-faktor yang
dapat menyebabkan kerusakan, mencegah terjadinya interaksi antar bahan inti
dengan komponen lain, membatasi pergerakan komponen volatil, dan juga
mengontrol pelepasan bahan inti pada kondisi yang diinginkan.
Bahan penyalut yang biasanya digunakan bervariasi terdiri dari karbohidrat,
protein, lemak, gum dan selulosa. Bahan penyalut untuk enkapsulsi flavor harus
memiliki sifat tidak bereaksi dengan inti, berada dalam bentuk yang mudah
ditangani, memiliki viskositas rendah pada konsentrasi tinggi, memberikan
perlindungan maksimal inti dari faktor eksternal dan dapat menstabilkan emulsi
(Rahmalia 2008). Penelitian ini menggunakan minyak cengkeh sebagai bahan inti,
dan penyalut yang digunakan adalah kitosan dan natrium alginat.
Kitosan
Kitosan merupakan aminopolisakarida yang terdiri dari kopolier glukosamin
dan N-asetil glukosammin. Bahan ini tidak berbau, berupa serbuk atau serpihan
berwarna krim sampai putih. Kitosan merupakan hasil deasetilasi kitin, yaitu
modifikasi struktur kitin melalui hidrolisis menggunakan larutan basa secara
biokimia. Kitosan tersusun atas (1,4)-2-amino-2-deoksi-D-gukosa yang saling
berikatan β. Kitosan berbentuk padatan amorf dengan rumus molekul (C6H11NO4)n
dan merupakan salah satu dari sedikit polimer alami yang bersifat polikationik
dalam suasana asam. Kitosan larut dalam kebanyakan asam organik pada pH sekitar
4, tetapi tidak larut pada pH sekitar 6.5. Kitosan tidak larut dalam air, alkohol dan

6
aseton. Kitosan akan larut dalam asam organik seperti HCL dan HNO3 pada
konsentrasi 1.1% tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%. Sifat kelarutan ini
dipengaruhi oleh bobot molekul dan derajat deasetilasi (Amelia 2007). Derajat
polisakarida yang penting untuk mendapatkan kelarutan produk yang baik adalah
80-85%. Kitosan secara komersial terdapat dalam berbagai tipe dan grade dengan
beragam molekul (antara 10,000 sampai 1,000,000 dalton), beragam derajat dan
viskositas (Rowe et al. 2009).
Kitosan memiliki sifat non-toksik, biokompatibel dan biodegradibel. Kitosan
memiliki struktur yang mirip dengan selulosa dan memiliki kemampuan
membentuk gel dalam suasana asam (seperti dalam lambung) (Amelia 2007).
Karena kemampuan ini, kitosan dapat dimanfaatkan untuk membuat sediaan lepas
lambat (contoh: pada obat) (Pawestrisini 2011). Mutu kitosan tergantung pada
sumber (asal), derajat deasetilasi (DD), distribusi gugus asetil, gugus amino,
panjang rantai dan distribusi bobot molekul (BM) (Amelia 2007). Parameter
kualitas kitosan sangat bergantung pada derajat deasetilasinya (DD), semakin besar
atau tinggi maka kualitas akan semakin tinggi (Utami 2012).
Natrium Alginat
Alginat merupakan hidrokoloid alami yang berasal dari ekstrak ganggang
coklat. Senyawa alginat merupakan suatu polimer linier yang terdiri atas dua satuan
yang monomerik, β-D-asam monurolat dan α-L-asam gluronik (Wukirsari 2006).
Alginat komersial memiliki bobot molekul sekitar 32,000-200,000 dan derajat
polimerisasi sebesar 180-930 (Nussinovitch 1997). Garam alginat larut dalam air,
tetapi mengendap dan membentuk gel pada pH lebih dari 3. Alginat dalam garam
natrium mudah didapatkan, bersifat biokompatibel, tidak beracun dan tidak
karsinogen (Brown et al. 2004).
Natrium alginat berupa serbuk berwarna putih hingga kuning pucat, tidak
berbau, tidak berasa dan larut dalam air membentuk larutan koloidal. Larutan 1%
natrium alginat (b/v) memiliki pH sekitar 7.2. Natrium alginat tidak larut dalam
etanol (95%), eter, kloroform, campuran metanol dan air dengan kandungan etanol
lebih besar dari 30%, dan juga larutan asam encer dengan pH kurang dari 3 (Rowe
Sheskey and Owen 2006).
Natrum alginat tersedia secara komersial dalam berbagai tingkat viskositas.
Viskositas larutan natrium alginat tergantung pada konsentrasi, pH dan temperatur.
Natrium alginat tidak kompatibel dengan derivat akridin, kristal violet, fenil
merkuri asetat dan nitrat, garam kalsium, logam berat, dan etanol dengan
konsentrasi lebih dari 5% (Rowe Sheskey and Owen 2006).
Proses enkapsulasi menggunakan natrium alginat yang dicampur dengan
larutan CaCl2 menyebabkan Ca2+ bereaksi dengan monovalen anion karboksilat
alginat membentuk jaringan tiga dimensi. Hal tersebut menyebabkan proses
gelatinisasi semakin cepat sehingga viskositas kapsul yang dihasilkan semakin baik
(Winarno 1996). Winarno (1996) lebih lanjut menjelaskan Ca2+ memiliki dua ion
positif yang akan bergabung dalam dua gugus karboksil dan molekul algin,
disamping itu ikatan sekunder mungkin saja terjadi diantara ion kalsium sendiri dan
gugus hidroksil polimer alginat. Hal tersebut yang menyebabkan penambahan
natrium alginat dengan larutan CaCl2 menghasilkan gumpalan dengan ikatan
menyilang yang bersifat hidrofobik.

7

METODOLOGI
Bahan
Bahan yang digunakan adalah minyak cengkeh disediakan oleh PT Indesso
Aroma, Kitosan (Sigma Aldrich, USA), Natrium Alginat (Wako, Kyoto), Tween 80
(Merck, German), Asam asetat (Merck, German), Kalsium Klorida (Merck,
German), Hexane (Merck, German) dan aquades.

Alat
Alat yang digunakan adalah seperangkat particle size analyzer (CILAS 1190,
USA) pada Gambar 1, magnetic stirer (Toorey Pines Scientific, USA) pada Gambar
2, homogenizer (IKA Ultra-Turrax T25, Jerman) pada Gambar 3, centrifuge
(SORVAL Fresco, USA) pada Gambar 4, mikroskop digital (Best Scope, China)
pada Gambar 5 yang dilengkapi dengan sofwate PAX IT untuk akuisisi foto sampel,
Gas Chromatograhpy Mass Spectometry (GCMS) (Agilent Technology 7890B,
5977A USA) pada Gambar 6 yang dilengkapi dengan kolom DB-5MS U1 (panjang
30 m, diameter 0.25 mm Norrowbore, tebal film 0.25 µm, batas temperatur -60oC
sampai 325 oC atau 350 oC) (Agilent Technology ,USA) , micropipette (Finnpipette,
USA) pada Gambar 7, dan timbangan digital (Henherr scale, China) pada Gambar
8.
Peralatan laboratorium lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas
piala, gelas beaker, pipet, vial tube, sudip dan termometer (Lampiran 20).

Gambar 1 Particle size analyzer

Gambar 2 Magnetic stirer

8

Gambar 4 Centrifuge
Gambar 4 Homogenizer

Gambar 5 Mikroskop digital

Gambar 6 GCMS

Gambar 7 Mikropipet

Gambar 8 Timbangan digital

Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan selama 6 bulan dari bulan Mei - Oktober 2015 di
beberapa laboratorium berikut:
1. Laboratorium Fisika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Fisika,
Kawasan Puspiptek Serpong.
2. Laboratorium instrumen organik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Kimia, Kawasan Puspiptek Serpong.
3. LABTIAP, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kawasan
Puspiptek Serpong.

9
Metode Penelitian
Pembuatan Larutan Fase Kontinyu
1.
Larutan Kitosan (Hosseini 2013)
Larutan kitosan dibuat berdasarkan Hosseini (2013) dengan modifikasi
sebagai berikut : 1% (b/b) kitosan dilarutkan ke dalam asam asetat 1% (b/b).
Pengadukan dilakukan pada suhu ruang selama semalaman.
2.
Larutan Natrium Alginat
Pembuatan larutan natrium alginat berdasarkan metode Chan (2013) dengan
modifikasi. Natrium Alginat 2.5% (b/b) dilarutkan dalam aquades. Larutan
didiamkan selama 24 jam untuk melepaskan busa atau gelembung sebelum
digunakan.
Pembuatan Emulsi
Pembuatan emulsi minyak cengkeh dalam air secara umum merujuk pada
metode Terjung et al. (2012) dengan beberapa modifikasi.
A. Fase terdispersi
Fase terdispersi merupakan fraksi minyak yang merupakan campuran minyak
dengan medium chain triacylglyceride (MCT oil) dengan perbandingan 1:1.
Campuran ini digunakan berdasarkan rekomendasi Terjung et al. (2012) untuk
meningkatkan stabilitas emulsi yang mengandung minyak atsiri dengan kandungan
phenol (eugenol).
B.

Fase kontinyu
Fase kontinyu merupakan pelarut yang terdiri atas surfaktan dan larutan
hidrokoloid, yaitu larutan kitosan dan larutan natrium alginat. Fase kontinyu dibuat
dengan melarutkan 2% b/b Tween 80 yang berfungsi sebagai surfakan ke dalam
setiap larutan di atas. Oleh karena itu, fase kontinyu mengandung 2% b/b Tween
80 dan 98% larutan hidrokoloid.
Proses Pembuatan Emulsi
Pembuatan emulsi dilakukan dengan melarutkan 10% w/w fase minyak ke
dalam 90% w/w fase kontinyu. Mekanisme pelarutannya adalah sebagai berikut:
1. Rotor ultra-turrax diset sedemikian rupa sehingga berada di dalam fase
kontinyu kemudian proses homogenisasi dimulai dengan kecepetan yang sudah
diset, yaitu 5,000; 10,000; 15,000; dan 20,000 rpm.
2. Minyak diteteskan sedikit demi sedikit sehingga semua terdispersi ke dalam
fase kontinyu (dalam 1 menit).
3. Proses homogenisasi berlangsung selama 9 menit dihitung sejak seluruh fase
terdispersi larut.
Note: botol pembuatan emulsi diletakkan dalam wadah yang sudah diisi
dengan air es untuk menghindari pemanasan yang berlebihan ketika proses
homogenisasi berlangsung.

10
Emulsi dengan satu jenis penyalut dan satu kecepatan dibuat masing-masing
2 batch dan setiap batch dianalisa lebih lanjut masing-masing 3 kali untuk setiap
jenis analisa.
Karakterisasi Minyak Cengkeh dan Eugenol menggunakan Gas
Chrmatography Mass Spectometry (GC-MS)
Karakterisasi minyak cengkeh dan eugenol dilakukan menggunakan GC-MS
dengan menggunakan kolom non polar DB-5MS (30 m x ϕ 0.25 mm, ketebalan film
0.25 µm). Oven pada GC-MS diatur dengan kondisi sebagai berikut : suhu ditahan
pada 40 oC selama 1 menit, kemudian dipanaskan dari suhu 40 oC sampai 280 oC
pada laju 10 oC/menit. Suhu injektor adalah 280 oC. Gas helium sebagai fase gerak
disetel pada kecepatan alir 1 ml/menit dengan tekanan 7.0699 psi. Minyak cengkeh
dan eugenol sebanyak 100 µl diencerkan dengan hexane 100 kali dan volume yang
diinjeksikan pada kolom GC-MS sebanyak 0.2 µl. Komponen yang terkandung
pada minyak cengkeh diidentifikasi berdasarkan perbandingan spektrum massa dari
pustaka NIST14 dan W10N11 dalam perangkat Mass Spectrometry serta
perbandingan terhadap hasil karakterisasi eugenol standar.
Uji Stabilitas Emulsi
A. Stabilitas Visual
Emulsi yang dibuat diamati selama 28 hari (ht), jika terjadi pemisahan fase
terdispersi atau fase kontinyu dari emulsi yang sudah terbentuk. Metode yang
digunakan berdasarkan Sapei, Navqi & Rousseau (2012) dimana emulsi
ditempatkan dalam gelas dengan ketinggian emulsi sekitar 6 cm dan disimpan
dalam suhu 4 oC. Tinggi bagian yang memiliki warna berbeda dari warna emulsi
diukur setiap minggu dan dibandingkan dengan ketinggian emulsi awal (h0) untuk
menentukan stabilitas emulsi (S):

Observasi stabilitas secara visual dilakukan dengan membandingkan fotofoto emulsi di dalam gelas selama 28 hari penyimpanan dengan membandingkan
penampakan emulsi yang dilihat menggunakan mikroskop. Penampakan emulsi
divisualisasi dengan mikroskop cahaya menggunakan pembesaran 10x yang
terhubung dengan Charge Couple Device (CCD) kamera dan software PAX IT
untuk akuisisi gambar. Emulsi diamati dengan mikroskop pada suhu ruang (27 oC).
Observasi-observasi secara visual di atas dilakukan pada hari ke-0, 7, 14, 21, dan
28 setelah pembuatan emulsi. Hari dimana emulsi dibuat dihitung sebagai hari ke0.
B.

Stabilitas Ukuran Emulsi
Ukuran emulsi diukur menggunakan teknik static light scattering
menggunakan alat particle size analyzer. Distribusi diameter emulsi dihitung
menggunakan teori Mie yang terintegrasi di dalam software. Diameter emulsi
dinyatakan dalam volume-weighted mean diameter D(4,3):

11

Nilai refractive index (RI) yang diinput sebagai parameter optikal selama
pengukuran adalah: RI minyak = 1.5356, RI larutan kitosan = 1.5, RI larutan
natrium alginate = 1.656 (ChemSpider). Pengukuran diameter emulsi dilakukan
pada hari ke-0, 7, 14, 21 dan 28 setelah pembuatan emulsi.
C.

Pengukuran Bahan Aktif yang Terlarut dalam Fase Kontinyu
Pengukuran konsentrasi bahan aktif yang terlarut ke dalam fase kontinyu
dilakukan untuk mengetahui pelepasan bahan aktif dari dalam kapsul dalam kurun
waktu tertentu. Pengukuran menggunakan Metode Terjung et al. (2012) dengan
modifikasi. Partikel emulsi dipisahkan dari fase kontinyu dengan sentrifugasi. 2 mL
emulsi disentrifugasi dengan kecepatan 10,000 kali gravitasi (g) selama 60 menit
pada suhu 4 oC. Fase kontinyu, berupa cairan transparan, yang terpisah dari emulsi
diambil dengan pipet untuk dianalisa lebih lanjut kandungan minyak cengkehnya
menggunakan GC-MS.
Sebanyak 100 µl fase kontinyu hasil pemisahan dari emulsi diencerkan
dengan metanol 100 µl. Tujuan dari pengenceran dengan metanol adalah
mengekstrak kandungan minyak yang terlarut dalamm fase kontinyu. Sebanyak 200
µl campuran tersebut kemudian diencerkan menggunakan normal hexane 1000 µl
(larutan pertama). Campuran ini kemudian didiamkan selama satu jam dan
disonikasi selama 20 menit. Dari larutan pertama, diambil 20 µl sampel dan
diencerkan dengan hexane 980 µl sehingga terbentuk larutan kedua. Sampel dari
larutan kedua diambil 10 µl dan diencerkan dengan hexane 990 µl. Total
pengenceran yang dilakukan menggunakan hexane adalah 50,000 kali. Larutan
terakhir merupakan larutan yang disiapkan untuk dianalisis menggunakan GC-MS.
Sampel dari larutan terakhir dianalisis menggunakan GCMS dengan kolom
non polar DB-5MS (30 m x ϕ 0.25 mm, ketebalan film 0.25 µm). Oven GC-MS
diatur dengan kondisi sebagai berikut : suhu ditahan pada 40 oC selama 1 menit,
kemudian dipanaskan dari suhu 40 oC sampai 280 oC pada laju 10 oC/menit. Suhu
injektor adalah 280 oC. Gas helium sebagai fase gerak disetel pada kecepatan alir 1
ml/menit dengan tekanan 7.0699 psi. Volume yang diinjeksikan pada kolom GCMS sebanyak 0.2 µl.
Pengukuran konsentrasi bahan aktif ini dilakukan pada hari ke-1 (24 jam
setelah pembuatan emulsi), 8, 15, 22 dan 29 setelah pembuatan emulsi.
Pembuatan mikrokapsul dari emulsi minyak cengkeh dalam larutan
hidrokoloid
Emulsi minyak cengkeh dalam air yang stabil berdasarkan uji stabilitas di atas
disolidifikasi sehingga diperoleh mikrokapsul kering. Teknik solidifikasi
menggunakan teknik yang berbeda tergantung bahan penyalut yang digunakan.
A. Solidifikasi emulsi minyak cengkeh dalam larutan kitosan
Solidifikasi emulsi minyak cengkeh dalam larutan kitosan, dimana kitosan
berfungsi sebagai penyalut, didasarkan pada konsep ikatan komponen bermuatan
positif (kitosan) dengan komponen bermuatan negatif. Sodium tripolypolyphospate

12
(TPP) dipilih sebagai komponen bermuatan negatif karena kapsul yang terbuat dari
kitosan-TPP dilaporkan aman untuk aplikasi bahan pangan (Hosseini et al. 2013).
Mengacu pada metode Hosseini (2013), emulsi minyak cengkeh dengan
larutan kitosan sebanyak 40 mL diaduk perlahan dengan magnetic stirrer kemudian
larutan TPP dengan konsentrasi 0.4% w/w sebanyak 40 mL ditambahkan tetes demi
tetes kedalam emulsi yang sedang diaduk. Pengadukan dilanjutkan selama 40 menit
setelah semua larutan TPP ditambahkan ke dalam emulsi. Mikrokapsul yang
terbentuk dipanen dengan cara sentrifugasi pada kecepatan 9,000 × g selama 30
menit pada suhu 4 °C. Mikrokapsul yang berbentuk endapan kemudian dipisahkan
dari supernatant. Endapan yang terbentuk kemudian dikeringkan dengan oven
vakum pada suhu 40 oC.
B.

Solidifikasi emulsi minyak cengkeh dalam larutan natrium alginat
Solidifikasi emulsi minyak cengkeh dalam larutan natrium alginat dimana
natrium alginat berfungsi sebagai penyalut juga didasarkan pada konsep ikatan
komponen bermuatan negatif (alginat) dengan komponen bermuatan positif. CaCl2
dipilih sebagai komponen pengikat muatan negatif alginat dan solidifikasi emulsi
menjadi mikrokapsul menggunakan metode Chan (2011).
Larutan CaCl2 dengan konsentrasi 1.5% b/b disiapkan dengan melarutkan
CaCl2 ke dalam aquades. 50 mL emulsi minyak cengkeh dalam natrium alginat
diekstrusi dengan jarum ukuran 0.5 mm dan diteteskan ke dalam kolam larutan
CaCl2 sambil terus diaduk perlahan dengan magnetic stirer untuk menghindari
lengketnya partikel satu sama lain. Jarak antar ujung jarum dan permukaan larutan
adalah 15 cm. Pengadukan dilakukan lebih lanjut selama 30 menit setelah semua
emulsi terekstrusi ke dalam larutan CaCl2. Setelah mikrokapsul terbentuk,
mikrokapsul dicuci dengan aquades beberapa kali kemudian dikeringkan dengan
oven vakum pada suhu 40 oC.
Karakterisasi Mikrokapsul
Morfologi kapsul minyak cengkeh yang tersalut kitosan dan natrium alginat
diobservasi menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Kapsul dilapisi
dengan emas pada evaporator vakum (Hitachi S03500, Japan) dan dianalisis dengan
Silicon Drift X-Ray Detector (Horiba, X-maxN, Japan) pada 10-20 kVa dengan
jarak kerja 5,2-5,5 mm.
Analisis Data
Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis statistika
berdasarkan gambar, grafik, dan tabulasi data.

13

Gambar 9 Diagram alir penelitian

14

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Minyak Cengkeh dan Eugenol
Karakterisasi minyak cengkeh menggunakan GC-MS bertujuan untuk
mengetahui komponen-komponen yang terkandung dalam minyak cengkeh. Hasil
karakterisasi minyak cengkeh dibandingkan dengan karakterisasi eugenol. Hal ini
karena eugenol merupakan senyawa utama yang terkandung pada minyak cengkeh.
Gambar 10 menunjukkan hasil analisasi Total Ionic Chromatogram (TIC)
menggunakan GC-MS. Gambar tersebut menunjukkan puncak dari senyawasenyawa yang terkandung dalam minyak cengkeh. Semakin tinggi puncak
menandakan bahwa senyawa tersebut memiliki prosentase kandungan yang tinggi
di dalam minyak cengkeh. Sedangkan waktu yang tertera merupakan waktu
terbacanya senyawa tersebut.
Senyawa yang terdeteksi pada minyak cengkeh dengan metode GC-MS
sebanyak 7 senyawa (Tabel 1). Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa minyak
cengkeh mengandung 18 senyawa (Alma et al. 2007), 38 senyawa (Bhuiyan et al.,
2010) dan 26 senyawa (Hossain et al. 2012). Perbedaan jumlah senyawa ini
mungkin diakibatkan oleh perbedaan asal usul minyak cengkeh diperoleh (asal
daerah/negara, kultivar, bagian yang diekstrak dan lain-lain). Berdasarkan National
Institute of Standards and Tehnology (NIST) pada librari GCMS yang disajikan
pada Tabel 1, tiga senyawa yang memiliki prosentase tertinggi yaitu eugenol,
caryophyllene dan humulen. Perbandingan senyawa yang terkadung pada minyak
cengkeh yang diperoleh dala penelitian ini dengan penelitian lain dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Tabel 1 Komposisi senyawa minyak cengkeh
No.
Nama Senyawa
1
2
3
4
5
6
7

Eugenol
Caryophyllene
Humulen
Germacrene D
Aromandendrene
Calamene
Caryophellene oxide

Waktu retensi
(menit)
12.917
13.678
14.089
14.291
14.588
14.877
15.689

Area
(%)
72.463
14.750
5.932
0.514
0.801
1.517
2.747

15
Abundance

Waktu

Gambar 10 Diagram kromatografi minyak cengkeh menggunakan GC-MS
Karakteristik Emulsi Minyak Cengkeh dalam Larutan Hidrokoloid
Karaktersitik emulsi minyak cengkeh diidentifikasikan dengan observasi
visual secara langsung setelah dibuat dan dengan menggunakan mikroskop. Emulsi
umumnya memiliki warna putih susu yang homogen. Kedua emulsi minyak
cengkeh menunjukkan warna yang sama yaitu putih susu homogen. Pada emulsi
minyak cengkeh berpenyalut kitosan (MCC) terjadi sedikit creaming pada bagian
atas. Sebaliknya, pada emulsi berpenyalut Natrium Alginat (MCA) terjadi sedikit
sedimentasi yang menyebabkan lapisan transparan tipis terdapat di bagian atas.
Penampakan emulsi minyak cengkeh dapat dilihat pada Gambar 11.

a
b
Gambar 11 Karakteristik emulsi minyak cengkeh berpenyalut (a) kitosan dan
(b) natrium alginat
Emulsi minyak cengkeh memiliki karakteristik dengan bentuk bulat
(spherical) bila diamati menggunakan mikroskop. Gambar 12 menunjukkan
penampakan emulsi minyak cengkeh berpenyalut kitosan dan natrium alginat

16
dilihat dengan mikroskop. Emulsi berbentuk bulat dengan minyak yang terdapat
dibagian dalam dan lapisan luar merupakan lapisan penyalut (kitosan atau natrium
alginat). Secara mikroskopis, emulsi MCC memiliki ukuran emulsi yang lebih besar
dibandingkan dengan emulsi MCA. Ukuran emulsi MCA memiliki emulsi yang
kecil dan seragam. Secara visual, ukuran-ukuran emulsi terlihat bervariasi yang
menandakan polydispersity.

a
b
Gambar 12 Penampakan mikroskopi emulsi minyak cengkeh berpenyalut (a)
kitosan dan (b) natrium alginat
Pengaruh Kecepatan Homogenisasi pada Karaktersitik Emulsi
Penampakan emulsi minyak cengkeh dalam air yang dibuat dengan berbagai
kecepatan homogenisasi pada hari ke-0, baik menggunakan penyalut kitosan dan
natrium alginat, ditunjukkan pada Gambar 13. Secara umum, emulsi MCC
berwarna homogen yaitu putih susu yang menandakan emulsi yang stabil. Semua
emulsi MCA menunjukkan lapisan tipis transparan di bagian atas dengan warna
yang berbeda dari emulsi keseluruhan. Lapisan ini menunjukkan adanya
sedimentasi yang terjadi secara spontan setelah emulsi terbentuk. Tinggi lapisan
yang mengindikasikan terjadinya sedimentasi pada emulsi minyak cengkeh dapat
dilihat pada Lampiran 2. Pada hari ke-0, emulsi MCA memiliki ketinggian lapisan
tipis transparan yang berbeda-beda untuk masing-masing kecepatan homogenisasi.
Lapisan ini cenderung mengalami kenaikan dengan naiknya kecepatan
homogenisasi.
b

5,000 rpm

10,000 rpm

15,000 rpm

20,000 rpm

5,000 rpm

10,000 rpm

15,000 rpm

20,000 rpm

a
Gambar 13 Penampakan emulsi minyak cengkeh berpenyalut (a) kitosan dan (b)
natrium alginat pada kecepatan homogenisasi yang berbeda.
Secara mikroskopi, kecepatan homogenisasi terlihat mempengaruhi ukuran
emulsi yang terbentuk. Emulsi akan semakin kecil bila kecepatan homogenisasi

17
semakin cepat. Gambar 14 merupakan penampakan mikroskopi emulsi MCC pada
hari ke-0. Emulsi tersebut menunjukkan bahwa keseragaman ukuran pada emulsi
dengan kecepatan 20,000 lebih baik dibandingkan dengan emulsi pada kecepatankecepatan di bawahnya. Pada emulsi dengan kecepatan 5,000 rpm, terdapat banyak
emulsi yang berukuran besar yang mengindikasikan ketidak seragaman ukuran
emulsi tersebut atau yang biasa disebut dengan polydisperse.

a
b
c
d
Gambar 14 Emulsi minyak cengkeh berpenyalut kitosan pada kecepatan (a) 5,000
rpm, (b) 10,000 rpm, (c) 15,000 rpm, dan (d) 20,000 rpm.
Penampakan mikroskopi emulsi MCA pada hari ke-0 (Gambar 15)
menunjukkan hal yang sama dengan penampakan emulsi MCC. Semakin tinggi
kecepatan homogenisasi maka ukuran emulsinya terlihat semakin kecil. Ukuran
emulsi MCA terlihat memiliki keseragaman yang lebih baik dibandingkan dengan
emulsi MCC. Berdasarkan Gambar 15, kerapatan ukuran emulsi juga meningkat
dengan meningkatnya kecepatan homogenisasinya. Ukuran doplet minyak cengkeh
dengan kecepatan 20,000 rpm terlihat memiliki ukuran yang lebih kecil dan
kerapatan antar emulsi lebih rapat dibandingkan dengan kecepatan homogenisasi
lainnya.

a
b
c
d
Gambar 15 Emulsi minyak cengkeh berpenyalut natrium alginat pada kecepatan
(a) 5,000 rpm, (b) 10,000 rpm, (c) 15,000 rpm, dan (d) 20,000 rpm.
Hasil pengamatan visual didukung dengan hasil pengukuran ukuran partikel
emulsi minyak cengkeh yang semakin seragam dengan bertambahnya kecepatan
homogenisasinya. Ukuran emulsi pada berbagai kecepatan pada hari ke-0
ditunjukkan pada Tabel 2. Pada hari ke-0, emulsi MCC terkecil didapat pada
kecepatan homogenisasi 10,000 rpm, sedangkan untuk emulsi MCA pada
kecepatan homogenisasi 15,000 rpm.
Pengukuran distribusi ukuran partikel emulsi minyak cengkeh menggunakan
PSA disajikan dalam bentuk grafik untuk masing-masing penyalut dan kecepatan
homogenisasi yang berbeda (Lampiran 12 dan 13). Distribusi ukuran partikel
emulsi MCC pada kecepatan homgenisasi 5,000 rpm dan 10,000 rpm memiliki dua
puncak pada hari ke-0 pengukuran emulsinya. Puncak semakin mengecil pada
kecepatan homogenisasi 15,000 rpm dan 20,000 rpm. Sedangkan untuk emulsi
MCA memiliki 2 puncak untuk semua kecepatan homogenisasi. Jumlah dan lebar
puncak pada grafik distribusi ukuran partikel emulsi menunjukkan keseragaman
ukuran partikel tersebut. Ukuran partikel dinyatakan semakin seragam jika

18
pengukuran memiliki satu puncak yang sempit, atau biasa disebut dengan istilah
monodisperse.
Monodisperse/polydispersity ukuran emulsi dinyatakan dengan nilai span.
Nilai span yang bagus biasanya lebih besar dari 0 tetapi kurang dari 1. Nilai span
yang semakin kecil menunjukkan ukuran partikel yang semakin seragam. Nilai span
secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 2 Ukuran diameter rata-rata emulsi minyak cengkeh pada hari ke-0
Ukuran diameter rata-rata (µm)
Jenis Penyalut
5,000 rpm 10,000 rpm 15,000 rpm 20,000 rpm
Kitosan
2.03±0.028 1.93±0.148 2.26±0.106 2.08±0.078
Natrium alginat 2.19±0.014
2.91±0
2.14±0.057 2.28±0.030

Stabilitas Emulsi Selama Penyimpanan
Pengujian stabilitas emulsi dilakukan untuk mengetahui apakah ada minyak
yang keluar dari emulsi selama penyimpanan. Pengujian dilakukan selama 28 hari
setelah pembuatan emulsi. Emulsi disimpan pada lemari pendingin dengan suhu 810 oC. Liu (2009) menyatakan stabilitas emulsi dapat dilihat dari beberapa
parameter, seperti (i) jenis emulsifier (pengemulsi); (ii) ukuran droplet (ukuran kecil
lebih stabil); (iii) viskositas fase kontinyu (fase kontinyu kental mengurangi laju
creaming); dan (iv) rasio perbandingan volume terdispersi dengan fase
kontinyunya.
Selain faktor diatas, terdapat juga hal yang berhungan dengan stabilitas
emulsi yaitu proses homogenisasi emulsi. Ukuran droplet yang semakin kecil akan
menjadikan emulsi lebih stabil. Proses homogenisasi dapat mencegah fase minyak
untuk menyatu. Kecepatan homogenisasi yang semakin tinggi akan menyebabkan
ukuran droplet menjadi semakin kecil sehingga proses penyalutan minyak oleh
penyalut akan lebih baik
Lamanya waktu homogenisasi pada kecepatan putar yang sama berpengaruh
terhadap tingkat kestabilan emulsi. Semakin lama waktu homogenisasi akan
meningkatkan kestabilan emulsi pada volume yang terus meningkat. Kondisi ini
terkait dengan distribusi penyalut dan emulsifier yang digunakan semakin merata
dengan semakin lamanya waktu homogenisasi sehingga akan meningkatkan
kemampuan pengikatan air oleh penyalut dan emulsifier dan menghasilkan emulsi
yang stabil (Ilma 2014).
Emulsi minyak cengkeh mengalami sedimentasi yang ditandai adanya
perbedaan warna pada penampakannya. Sedimentasi menandakan ketidakstabilan
pada emulsi. Semakin tinggi sedimentasi maka stabilitas emulsi akan semakin
menurun. Emulsi MCC menunjukkan adanya creaming pada bagian atas dan
sedimentasi pada bagian bawah. Perisiwa sedimentasi pada emulsi ini tidak terlihat
pada hari ke-0, tetapi mulai terlihat pada hari ke-7 sampai seterusnya. Emulsi MCC
memiliki tiga lapisan dan emulsi yang homogen terdapat pada bagian tengan emulsi
tersebut. Tipikal perubahan penampakan emulsi MCC yang dibuat pada kecepatan
10,000 rpm dapat dilihat pada Gambar 16 dan secara lengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 6.

19
Sedimentasi MCC mengalami kenaikan sehingga stabilitasnya menurun
selama penyimpan. Stabilitas emulsi mengalami penurunan dari 100% menjadi
sekitar 91% selama waktu penyimpanan 28 hari. Stabilitas emulsi MCC pada
kecepatan homogenisasi 10,000 rpm dan 15,000 rpm memiliki data yang tidak
berbeda jauh selama penyimpanan dengan prosentasi akhir sama yaitu
91.37±0.643%. Data secara lengkap dan penurunan stabilitasnya dapat dilihat pada
Lampiran 5.

21
0
28
14
7
Gambar 16 Penampakan emulsi minyak cengkeh berpenyalut kitosan pada
kecepatan homogenisasi 10,000 rpm selama penyimpanan
Emulsi MCA memiliki sedimentasi yang terlihat jelas pada bagian atas
(Gambar 17). Lampiran 7 menunjukkan penampakan secara lengkap emulsi MCA
selama peyimpanan. Pada hari ke-0, stabilitas emulsi pada kecepatan homogenisasi
5,000 rpm, 10,000 rpm, 15,000 rpm dan 20,000 rpm secara berturut-turut adalah
98.18±0%, 97.27±1.287%, 97.27±1.287%, dan 96.82±0.643%. Pada Lampiran 5
hari ke-7, emulsi mengalami penurunan stabilitas yang besar kecuali untuk emulsi
dengan kecepatan homogenisasi 5,000 rpm yang mengalami penurunan pada hari
ke-14. Penurunan stabilitas yang paling besar setelah 28 hari penyimpanan yaitu
pada emulsi dengan kecepatan homogenisasi 5,000 rpm.
Stabilitas emulsi MCA juga mengalami penurunan dengan bertambahnya
kecepatan homogenisasi. Kecepatan homogenisasi yang tinggi mengalami
penurunan yang lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan homogenisasi yang
lebih rendah. Penurunan stabilitas MCA lebih cepat dibandingkan dengan emulsi
MCC. Hal ini dapat disebabkan karena kenaikan temperatur yang signifikan yang