Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella Sativa L.) Tipe Minyak dalam Air dengan Penambahan Antioksidan Butylated Hydroxytoluene (BHT)
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI STABILITAS FISIK DAN KOMPONEN KIMIA
EMULSI MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella
sativa L.) TIPE MINYAK DALAM AIR DENGAN
PENAMBAHAN ANTIOKSIDAN BUTYLATED
HYDROXYTOLUENE (BHT)
SKRIPSI
WAFA
1111102000129
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
JUNI 2015
(2)
HALAMAN PERSEMBAHAN SKRIPSI
!
" #$%
&' '
(
)
*
(
+
,
-
)
&
.
/
(
*
*
*
(
.
(
* (
, *
0
,
.
- * 1
* . * 1
*
* / 2 * 3 *
*
* 1
* 4 2*
! *
1
. +
5 *
*
0
.
2 *
*
2 2
5
&'
*
(3)
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI STABILITAS FISIK DAN KOMPONEN KIMIA
EMULSI MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella
sativa L.) TIPE MINYAK DALAM AIR DENGAN
PENAMBAHAN ANTIOKSIDAN BUTYLATED
HYDROXYTOLUENE (BHT)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
WAFA
1111102000129
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
JUNI 2015
(4)
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Wafa
NIM : 1111102000129 Tanda Tangan :
(5)
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Wafa
NIM : 1111102000129
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : “Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia Emulsi
Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella Sativa L.) Tipe
Minyak dalam Air dengan Penambahan
Antioksidan Butylated Hydroxytoluene (BHT)”
Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt
NIP. 197501042009122001 NIP. 197806302006042001
Mengetahui,
Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yardi, Ph.D., Apt NIP. 197411232008011014
(6)
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Wafa
NIM : 1111102000129
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : “Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia
Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella Sativa
L.) Tipe Minyak dalam Air dengan Penambahan
Antioksidan Butylated Hydroxytoluene (BHT)”
zditerima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt ( )
Pembimbing II : Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt ( )
Penguji I : Nelly Suryani, Ph.D., M.Si., Apt ( )
Penguji II : Yardi, Ph.D., Apt ( )
Ditetapkan di : Ciputat
Tanggal : 19 Juni 2015
(7)
ABSTRAK
Nama : Wafa
NIM : 1111102000129
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : “Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia Emulsi
Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella Sativa L.) Tipe
Minyak dalam Air dengan Penambahan
Antioksidan Butylated Hydroxytoluene (BHT)”
Kestabilan bahan obat dalam suatu sediaan farmasi merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan. Suatu sediaan obat yang diformulasi harus cukup stabil ketika penyimpanan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji stabilitas emulsi MBJH berdasarkan sifat fisik dan kimia emulsi melalui perubahan komponen senyawa penyusun minyak atsiri yang terkandung di dalam emulsi MBJH dengan penambahan antioksidan BHT. Sifat fisik meliputi pengamatan organoleptis, pengukuran nilai pH, viskositas, diameter rata-rata globul, uji sentrifugasi dan uji tipe emulsi. Sifat kimia meliputi perubahan komponen senyawa penyusun minyak atsiri emulsi MBJH sebelum dan sesudah penyimpanan selama 21 hari pada suhu ruang. Sifat kimia diuji menggunakan GCMS. Hasil pengujian sifat fisik menunjukkan bahwa pada formulasi MBJH sebelum dan sesudah penyimpanan emulsi tetap berwarna kuning kecokelatan, bau khas minyak, rasa pahit manis dan terjadi pemisahan, mengalami penurunan nilai pH sebesar 1,238, penurunan viskositas sebesar 685 cps, kenaikan ukuran diameter rata-rata globul emulsi sebesar 5,17 m, dan terjadi pemisahan setelah dilakukan uji sentrifugasi. Hasil pengujian komponen utama penyusun minyak atsiri emulsi MBJH
yaitu thymoquinone mengalami penurunan baik pada emulsi kontrol (tanpa
BHT) maupun emulsi sampel (dengan penambahan BHT) selama penyimpanan 21 hari. Namun, penurunan pada emulsi sampel (dengan penambahan BHT) lebih kecil daripada emulsi kontrol (tanpa BHT).
(8)
ABSTRACT
Name : Wafa
Major Study : Pharmacy
Title : Physical Stability Assessment and Chemical
Components in Black Cumin Seed Oil (Nigella
sativa L.) Emulsion O/W with Antioxidant
Butylated Hydroxytoluene (BHT) (Butilated Hydroxytolune) Addition
Drug stability is the basic thing that need to be considered. A drug dosage formula should be stable during storage condition. This study aims to test the stability of emulsion based on physical and chemical properties through change of volatile oil component in the black cumin seed oil emulsion with BHT as an antioxidant. Physical properties include organoleptic, measurement of pH value, viscosity, average diameter of globules, centrifugation test and emulsion type test. Chemical properties include change of volatile oil component in black cumin seed oil emulsion before and after storage for 21 days at room temperature. Chemical properties were tested using GCMS. The test results showed that the physical properties of the formulation of black cumin seed oil emulsion before and after storage was still yellow brownish, had an aromatic smell of oil, bitter sweet flavour and the separation occured, pH value decreased by 1,238, viscosity decreased by 685 cps, the average diameter of emulsion globules increased by 5,17 m, and the separation occured after centrifugation test. Results of major components of volatile oil contained in the black cumin seed oil emulsion testing showed that thymoquinone level decreased in the both of control emulsion (without BHT) and sample emulsion (with BHT addition) during 21 days of storage. However, decrease thymoquinone in sample emulsion (with BHT addition) is smaller than control emulsion (without BHT).
Keywords: Stability, black cumin seed oil, volatile oil, emulsion, BHT and thymoquinone
(9)
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohiim.
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
menyusun skripsi yang berjudul “Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia
Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) Tipe Minyak dalam Air dengan Penambahan Antioksidan Butylated Hydroxytoluene (BHT)” dengan baik sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan tingkat Strata 1 (S1) pada Program Studi Farmasi. Shalawat dan salam senantiasa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat serta para pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian sampai penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud dan berjalan lancar tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Arief Sumantri, S.KM., M.KM. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Yardi, Ph.D., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembimbing akademik mahasiswa 2011 A.
3. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. selaku mantan Ketua Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ofa Suzanti Betha, M.Si, Apt. dan Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D.,
Apt. selaku pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, masukan, dukungan dan semangat kepada penulis.
5. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Muhammad Reza dan teman-teman dalam satu Laboratorium Analisis
Obat dan Pangan Halal yang senantiasa membantu penulis dan tim dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.
(10)
7. Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kak Tiwi, Kak Eris, Kak Liken, Kak Rahmadi, dan Kak Lisna, dan Mba Rani yang dengan sabar membantu penulis mempersiapkan alat dan bahan selama penelitian.
8. Teman-teman Farmasi 2011 atas persaudaraan dan kebersamaan yang
telah banyak membantu dan memotivasi penulis baik selama pengerjaan skripsi ini maupun selama di bangku perkuliahan.
9. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian
skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua doa, bantuan dan dukungan yang diberikan. Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu saran serta kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Aamiin Yaa Robbal’aalamiin.
Ciputat, 19 Juni 2015
(11)
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Wafa
NIM : 1111102000129
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis karya : Skripsi
demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :
UJI STABILITAS FISIK DAN KOMPONEN KIMIA EMULSI MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa L.) TIPE MINYAK DALAM AIR
DENGAN PENAMBAHAN ANTIOKSIDAN BUTYLATED HYDROXYTOLUENE (BHT)
untuk dipublikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakartauntuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang – Undang
Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat Pada Tanggal : 19 Juni 2015
Yang menyatakan,
(12)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
DAFTAR ISTILAH ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Batasan Masalah ... 2
1.3 Rumusan Masalah ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Emulsi ... 4
2.2 Teori Emulsifikasi ... 5
2.3 Komponen Pembentuk Emulsi ... 7
2.4 Evaluasi Sediaan Emulsi ... 11
2.5 Penguraian dan Penstabilan Bahan Obat ... 11
2.5.1 Reaksi Hidrolisis ... 11
2.5.2 Reaksi Oksidasi ... 12
2.5.3 Reaksi Isomerisasi ... 12
2.6 Stabilitas Sediaan Emulsi ... 13
2.7 Sifat Fisik Sediaan Emulsi yang Baik... 14
2.8 Demulsifikasi ... 15
2.9 Ekstraksi Cair-cair ... 17
2.10 Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GCMS)... 18
2.10.1 Kromatografi Gas ... 18
(13)
2.11 Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.) ... 19
2.12 Aktivitas Farmakologi MBJH ... 23
2.13 Minyak Atsiri ... 24
2.14 Antioksidan ... 25
2.15 BHT (Butylated Hydroxytoluene) ... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 30
3.2 Alat dan Bahan ... 30
3.3 Prosedur Penelitian ... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36
4.1 Evaluasi Fisik Emulsi MBJH Kontrol Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ... 36
4.1.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ... 36
4.1.2 Hasil Pengukuran Nilai pH Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan... 41
4.1.3 Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan... 43
4.1.4 Hasil Pengukuran Nilai Diameter Rata-rata Globul Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ... 45
4.1.5 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi MBJH ... 47
4.1.6 Hasil Uji Tipe Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ... 48
4.2 Hasil Analisis Komponen Kimia MBJH Kontrol Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ... 50
4.2.1 Hasil Analisis Stabilitas Komponen Kimia MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59
5.1 Kesimpulan ... 59
5.2 Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 62
(14)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tumbuhan Jinten Hitam ... 21 Gambar 4.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Kontrol
(Tanpa BHT) I ... 37 Gambar 4.2 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Kontrol
(Tanpa BHT) II ... 37 Gambar 4.3 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Sampel
(dengan Penambahan BHT) I ... 39 Gambar 4.4 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Sampel
(dengan Penambahan BHT) II ... 39 Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Nilai pH Rata-rata Emulsi MBJH
Sebelum dan Sesudah Penyimpanan... 42 Gambar 4.6 Grafik Perbandingan Nilai Viskositas Rata-rata Emulsi
MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ... 44 Gambar 4.7 Grafik Hasil Pengukuran Nilai Diameter Rata-rata Globul
Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ... 46 Gambar 4.8 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi MBJH ... 48
Gambar 4.9 Perbandingan Kandungan Senyawa Thymoquinone Emulsi
MBJH n-Heksan Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ... 52
Gambar 4.10 Perbandingan Kandungan Senyawa p-cymene Emulsi
MBJH n-Heksan Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ... 53 Gambar 4.11 Perbandingan Kandungan Senyawa Terpinen-4-ol Emulsi
MBJH n-Heksan Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ... 53 Gambar 4.12 Perbandingan Kandungan Senyawa Longifolen Emulsi
MBJH n-Heksan Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ... 54
Gambar 4.13 Perbandingan Kandungan Senyawa Thymoquinone Emulsi
MBJH Etil Asetat Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ... 55
Gambar 4.14 Perbandingan Kandungan Senyawa p-cymene Emulsi
MBJH Etil Asetat Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ... 55 Gambar 4.15 Perbandingan Kandungan Senyawa Terpinen-4-ol Emulsi
MBJH Etil Asetat Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ... 56 Gambar 4.16 Perbandingan Kandungan Senyawa Longifolen Emulsi
(15)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Zat Pengemulsi dan Penstabil ... 9
Tabel 2.2 Komposisi Senyawa Kimia Minyak Atsiri Biji Jinten Hitam 21
Tabel 2.3 Komposisi Senyawa Kimia Minyak Statis Biji Jinten Hitam 22
Tabel 2.4 Contoh Antioksidan ... 26
Tabel 3.1 Formula Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) ... 31
Tabel 3.2 Formula Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) 31
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Kontrol
(Tanpa BHT) Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ... 36
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Sampel
(dengan Penambahan BHT) Sebelum dan Sesudah Penyimpanan... 38
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Nilai pH Rata-rata Emulsi MBJH
Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ... 41
Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Rata-rata Emulsi MBJH
Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ... 43
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Nilai Diameter Rata-rata Globul Emulsi
MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ... 45
Tabel 4.6 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi MBJH ... 47
Tabel 4.7 Hasil Uji Tipe Emulsi MBJH ... 49
Tabel 4.8 Kandungan Senyawa Antioksidan Emulsi MBJH n-Heksan
Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ... 52
Tabel 4.9 Kandungan Senyawa Antioksidan Emulsi MBJH Etil Asetat
Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ... 54
Tabel 4.10 Perubahan Persen (%) Area Kandungan Senyawa Kimia
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kerangka Penelitian ... 65
Lampiran 2 Perhitungan Penimbangan Bahan ... 66
Lampiran 3 Perhitungan Diameter Rata-rata Globul Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan... 67
Lampiran 4 Perhitungan Rendemen Hasil Ekstraksi Minyak Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan ... 77
Lampiran 5 Perhitungan Konsentrasi Minyak Hasil Ekstraksi Emulsi MBJH ... 87
Lampiran 6 Dokumentasi Alat dan Bahan Penelitian ... 88
Lampiran 7 Hasil Kromatogram Emulsi MBJH ... 90
Lampiran 8 Sertifikat Analisa MBJH ... 110
Lampiran 9 Sertifikat Analisa Natrium Benzoat ... 111
Lampiran 10 Sertifikat Analisa Sukrosa ... 112
Lampiran 11 Sertifikat Analisa Tragakan ... 113
Lampiran 12 Sertifikat Analisa BHT ... 114
Lampiran 13 Sertifikat Analisa n-Heksan ... 115
(17)
DAFTAR ISTILAH
1. BHT : Butylated Hydroxytoluene
2. GCMS : Gas Cromatography - Mass Spectrometry
(18)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jinten hitam (habbatussauda) merupakan tanaman herbal berbunga
tahunan yang banyak ditanam di negara Mediterania, Timur Tengah, Eropa Timur, dan Asia Barat. Di Timur Tengah, Afrika Utara, dan India biji jinten hitam telah lama digunakan secara tradisional selama berabad-abad untuk pengobatan asma, batuk, bronkitis, sakit kepala, rematik, demam, influenza dan eksim serta sebagai antihistamin, antidiabetes, antiinflamasi, antioksidan, dan meningkatkan sistem imun (Burits and Bucar, 2000; Padmaa, 2010).
Biji tanaman habbatussauda ini memiliki kandungan kimia fixed
oil berupa asam-asam lemak tidak jenuh, misalnya asam linoleat, asam
oleat, asam palmitat, asam stearat, asam laurat, asam miristat, serta asam
linolenat. Minyak atsiri Nigella sativa mengandung beberapa zat seperti
4-terpineol, thymohydroquinone, thymoquinone, carvacrol, carvone dan
thymol. Thymoquinone sendiri merupakan salah satu komponen Nigella sativa yang memiliki peran penting dalam efek farmakologis (Subijanto dan Diding, 2008).
MBJH yang berada di pasaran pada umumnya berupa sediaan
minyak yang dikemas dalam botol, dalam bentuk soft kapsul, dan dalam
bentuk serbuk yang dicampur dengan minyak zaitun, sari kurma, serta madu. Dan pada penelitian kali ini, MBJH ini akan dibuat menjadi sediaan emulsi oral.
Sediaan yang mengandung minyak rentan terhadap oksidasi. Untuk meningkatkan ketahanan emulsi MBJH ini terhadap oksidasi, diperlukan tambahan antioksidan dari luar sebagai pengganti antioksidan alami yang hilang akibat proses tertentu. Salah satu antioksidan sintetik yang sering digunakan adalah butil hidroksi toluena (BHT). Senyawa ini tidak beracun tapi menunjukkan aktifitas sebagai antioksidan dengan cara mendeaktifasi senyawa radikal (Herawati, et, al., 2006).
(19)
BHT merupakan antioksidan sintetik yang sering digunakan untuk sediaan farmasi. Selain memiliki aktifitas yang baik terhadap radikal, BHT juga mempunyai kelarutan yang baik dalam minyak/lemak, serta cukup tahan terhadap proses pemanasan. Karena itu BHT memiliki potensi yang sangat besar sebagai salah satu alternatif antioksidan yang digunakan untuk memperbaiki stabilitas emulsi MBJH (Herawati, et, al., 2006).
Formulasi emulsi dari berbagai jenis bahan alami telah dibuat dan digunakan dalam industri makanan, farmasi, dan kosmetik. Ada berbagai bahan yang ditambahkan untuk meningkatkan nilai gizi maupun sifat fisikokimia dari sediaan yang dibuat. Bahan tambahan ini terkadang mengalami degradasi secara perlahan dan bahkan bisa sampai menghilangkan aktivitasnya (sebagai antioksidan) karena mengalami oksidasi, bereaksi dengan komponen yang ada dalam sistem sehingga dapat membatasi bioavailibilitas, atau mengubah warna dan rasa produk, dimana hal ini akan mempengaruhi keamanan dan efektivitas dari sediaan yang dibuat (Achouri, Zamani, and Boye, 2012).
Pada penelitian sebelumnya telah dibuat emulsi MBJH, tetapi kurang stabil secara kimia ditandai dengan berkurangnya kadar
thymoquinone yang merupakan komponen utama minyak atsiri dalam MBJH. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dibuat emulsi MBJH yang dimodifikasi dengan penambahan antioksidan BHT.
Formula yang digunakan adalah MBJH 10% (Handbook of Herbs and Spices), tragakan 1,5% (optimasi Nabiela, 2013), sukrosa 25% (optimasi Indayanti, 2014), natrium benzoat 0,10% (optimasi Indayanti, 2014), BHT 0,02% (optimasi Herawati, et, al., 2006) dan aquadest ad
100%. Penyimpanan dilakukan selama 21 hari (Baby, et al., 2007).
1.2. Batasan Masalah
Dalam penelitian uji stabilitas fisik dan komponen senyawa pada
emulsi MBJH (Nigella sativa L.) tipe minyak dalam air menggunakan
GCMS ini masalah dibatasi pada evaluasi stabilitas fisik dan komponen kimia senyawa pada MBJH setelah diformulasi menjadi emulsi tipe minyak dalam air dengan penambahan antioksidan BHT sebelum dan setelah penyimpanan selama 21 hari pada suhu ruang.
(20)
1.3. Rumusan Masalah
1. Bagaimana stabilitas fisik emulsi MBJH tipe minyak dalam air
dengan antioksidan BHT 0,02% dalam penyimpanan selama 21 hari dan perbandingannya dengan emulsi MBJH tanpa antioksidan BHT?
2. Bagaimana stabilitas komponen kimia penyusun minyak atsiri biji
jinten hitam dalam formulasi emulsi tipe minyak dalam air dengan antioksidan BHT 0,02% dalam penyimpanan selama 21 hari dan perbandingannya dengan emulsi MBJH tanpa antioksidan BHT?
1.4. Tujuan Penelitian
1. Untuk menguji stabilitas fisik emulsi MBJH tipe minyak dalam air
dengan antioksidan BHT 0,02% dalam penyimpanan selama 21 hari dan membandingkannya dengan emulsi MBJH tanpa antioksidan BHT.
2. Untuk menguji stabilitas komponen kimia penyusun minyak atsiri
biji jinten hitam dalam formulasi emulsi tipe minyak dalam air dengan antioksidan BHT 0,02% dalam penyimpanan selama 21 hari dan membandingkannya dengan emulsi MBJH tanpa antioksidan BHT.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui stabilitas senyawa aktif yang terkandung di dalam MBJH dengan penambahan antioksidan BHT sebelum dan setelah penyimpanan selama 21 hari pada suhu ruang.
(21)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Emulsi
Emulsi adalah suatu dispersi di mana fase terdispersi terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. Dalam batasan emulsi, fase terdispersi dianggap sebagai fase dalam dan medium dispersi sebagai fase luar atau fase kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak dalam air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “m/a”. Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air dalam minyak dan dikenal sebagai emulsi “a/m”. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau
bagian ketiga dari emulsi, yakni zat pengemulsi (emulsifying agent)
(Ansel, 2008).
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan antara tetesan dan fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik di sekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan antara fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran (FI IV).
Semua emulsi memerlukan bahan antimikroba karena fase air mempermudah pertumbuhan mikroorganisme. Adanya pengawet sangat penting dalam emulsi minyak dalam air karena kontaminasi fase eksternal mudah terjadi. Karena jamur dan ragi lebih sering ditemukan daripada bakteri, lebih diperlukan yang bersifat fungistatik dan bakteriostatik. Bakteri ternyata dapat menguraikan bahan pengemulsi non ionik dan anionik, gliserin, dan sejumlah bahan penstabil alam seperti tragakan dan gom guar (FI IV).
(22)
Kesulitan muncul pada pengawetan sistem emulsi, sebagai akibat memisahnya bahan antimikroba dari fase air yang sangat memerlukannya, atau terjadinya kompleksasi dengan bahan pengemulsi yang akan mengurangi efektivitas. Karena itu, efektivitas sistem pengawetan harus selalu diuji pada sediaan akhir. Pengawet yang biasa digunakan dalam emulsi adalah metil-, etil-, propil-, dan butil-paraben, asam benzoat, dan senyawa amonium kuartener (FI IV).
Secara farmasetik, proses emulsifikasi memungkinkan ahli farmasi dapat membuat suatu preparat yang stabil dan rata dari campuran dua cairan yang saling tidak bisa bercampur. Dalam hal ini obat diberikan dalam bentuk bola-bola kecil bukan dalam bulk. Untuk emulsi yang diberikan secara oral, tipe emulsi minyak dalam air memungkinkan pemberian obat yang harus dimakan tersebut mempunyai rasa yang lebih enak walaupun yang diberikan sebenarnya minyak yang tidak enak rasanya, dengan menambahkan pemanis dan pemberi rasa pada pembawa airnya, sehingga mudah dimakan dan ditelan sampai ke lambung. Ukuran partikel yang diperkecil dari bola-bola minyak dapat mempertahankan minyak tersebut agar lebih dapat dicernakan dan lebih mudah diabsorpsi, atau jika bukan dimaksudkan untuk itu, tugasnya juga akan lebih efektif, misalnya meningkatkan efikasi minyak mineral sebagai katartik bila diberikan dalam bentuk emulsi (Ansel, 2008).
2.2.Teori Emulsifikasi
Banyak teori telah dikembangkan dalam upaya untuk menjelaskan bagaimana zat pengemulsi bekerja dalam meningkatkan emulsifikasi dan dalam menjaga stabilitas dari emulsi yang dihasilkan. Walaupun beberapa dari teori ini berlaku agak spesifik terhadap beberapa tipe zat pengemulsi dan terhadap kondisi tertentu (seperti pH fase dari sistem tersebut dan sifat serta perbandingan relatif dari fase dalam dan fase luar), teori-teori tersebut bisa digambarkan dalam suatu cara umum untuk menguraikan cara yang mungkin di mana emulsi dapat dihasilkan dan distabilkan. Di
antara teori yang paling lazim adalah teori tegangan permukaan,
(23)
Menurut teori tegangan permukaan dari emulsifikasi, penggunaan zat-zat yang menurunkan tegangan antarmuka (surfaktan atau zat pembasah) sebagai zat pengemulsi dan zat penstabil menghasilkan penurunan tegangan antarmuka dari kedua cairan yang tidak saling bercampur, mengurangi gaya tolak antara cairan-cairan tersebut dan mengurangi gaya tarik-menarik antarmolekul dari masing-masing cairan. Jadi zat aktif permukaan pembantu memecahkan bola-bola besar menjadi bola-bola kecil, yang kemudian mempunyai kecenderungan untuk bersatu yang lebih kecil daripada lazimnya (Ansel, 2008).
Oriented-wedge theory menganggap lapisan monomolekular dari zat pengemulsi melingkari suatu tetesan dari fase dalam pada emulsi. Teori tersebut berdasarkan anggapan bahwa zat pengemulsi tertentu mengarahkan dirinya di sekitar dan dalam suatu cairan yang merupakan gambaran kelarutannya pada cairan tertentu. Dalam suatu sistem yang mengandung dua cairan yang tidak saling bercampur, zat pengemulsi akan memilih larut dalam salah satu fase dan terikat dengan kuat dan terbenam dalam fase tersebut dibandingkan dengan pada fase lainnya. Karena umumnya molekul-molekul zat menurut teori ini mempunyai suatu bagian hidrofilik atau bagian yang suka air (sebagai contoh, sabun) dan suatu bagian hidrofobik atau bagian yang benci air (tapi biasanya lipofilik atau suka minyak) molekul-molekul tersebut akan mengarahkan dirinya ke masing-masing fase. Tergantung pada bentuk dan ukuran dari molekul-molekul tersebut, karakteristik kelarutannya, dan jadi arahnya susunan bentuk baji yang diinginkan untuk molekul-molekul tersebut akan menyebabkan palingkaran dari bulatan-bulatan minyak atau bulatan air. Umumnya suatu zat pengemulsi yang mempunyai karakteristik hidrofilik lebih besar daripada sifat hidrofobiknya akan memajukan suatu emulsi minyak dalam air dan suatu emulsi air dalam minyak sebagai hasil dari penggunaan zat pengemulsi yang lebih hidrofobik daripada hidrofilik. Dengan kata lain, fase di mana zat pengemulsi tersebut lebih larut umumnya akan menjadi fase kontinu atau fase luar dari emulsi tersebut. Walaupun teori ini tidak mengutarakan secara akurat penggambaran dari susunan molekular molekul-molekul zat pengemulsi, dasar bahwa zat pengemulsi yang larut dalam air umumnya membentuk emulsi minyak
(24)
dalam air adalah penting dan umumnya terdapat dalam praktik (Ansel, 2008).
Teori plastik atau teori antarmuka menempatkan zat pengemulsi pada antarmuka antara minyak dan air, mengelilingi tetesan fase dalam sebagai suatu lapisan tipis atau film yang diadsorpsi pada permukaan dari tetesan tersebut. Lapisan tersebut mencegah kontak dan bersatunya fase terdispersi; makin kuat dan makin lunak lapisan tersebut, akan makin besar dan makin stabil emulsinya. Sudah tentu, cukupnya bahan yang membentuk lapisan tersebut juga penting untuk melindungi seluruh permukaan dari tiap tetesan fase dalam (Ansel, 2008).
Dalam kenyataannya, tidak mungkin bahwa suatu teori emulsifikasi tunggal bisa digunakan untuk menerangkan cara dari kebanyakan zat pengemulsi yang beraneka ragam dalam membentuk tipe emulsi dan stabilitasnya. Biasanya dalam suatu sistem emulsi tertentu lebih dari suatu teori emulsifikasi dapat diterapkan dan berperan dalam menjelaskan pembentukan dan stabilitas emulsi tersebut. Misalnya tegangan antarmuka penting dalam pembentukan awal dari suatu emulsi, tetapi pembentukan suatu baji pelindung dari molekul-molekul atau film dari zat pengemulsi penting untuk stabilitas emulsi selanjutnya. Tidak disangsikan zat-zat pengemulsi tertentu sanggup melaksanakan kedua tugas tersebut (Ansel, 2008).
2.3. Komponen Pembentuk Emulsi
Komponen pembentuk emulsi secara umum yaitu:
a. Fase Minyak
Secara umum fase minyak dari emulsi merupakan suatu zat aktif yang memiliki aktivitas farmakologi. Parafin cair, minyak castor, minyak ikan, minyak wijen merupakan contoh minyak yang biasa diformulasi menjadi emulsi untuk sediaan oral. Minyak biji kapas, minyak kacang kedelai, dan minyak safflower biasa digunakan sebagai emulsi untuk penggunaan infus. Minyak turpentine dan benzyl benzoate biasa diformulasi emulsi untuk penggunaan eksternal (Aulton and Taylor, 2001).
(25)
b. Fase Air
Fase air atau pelarut yang digunakan dalam pembuatan emulsi adalah aquademineralisata. Aqua demineralisata ini diperoleh dengan cara penyulingan, pertukaran ion, osmosis terbalik, atau cara lain yang sesuai. Air yang digunakan harus bebas mineral, partikel, dan mikroba (Rowey, Sheskey dan Owen, 2006).
c. Emulsifying Agent (Emulgator)
Dalam membentuk emulsi yang stabil bahan pembentuk emulsi ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan antara fase minyak dan air atau merusak lapisan yang mengelilingi globul
emulsi (Silva, et al., 2011).
Bahan pengemulsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tragakan. Tragakan 1,5% dipilih karena merupakan emulgator alam dan berdasarkan penelitian sebelumnya dihasilkan emulsi dengan viskositas yang paling baik (Nabiela, 2013). Tragakan tidak larut dalam air, etanol 95%, dan pelarut organik lain. Meskipun tidak larut dalam air namun tragakan dapat mengembang 10 atau 20 kali dari beratnya baik di dalam air panas ataupun air dingin (Rowey, Sheskey dan Owen, 2006; Anief, 2006).
Data praformulasi dari tragakan yaitu: (HOPE, 6th Edition)
Sinonim :gum tragacanth, tragacantha
Organoleptis :serbuk, berwarna putih hingga
kekuningan, tidak berbau.
Membentuk lapisan transparan
Kelarutan :praktis tidak larut dalam air,
ethanol (95%), dan pelarut organik lain. Bisa mengembang dengan cepat dengan sepuluh kali beratnya dalam air baik air panas atau dingin
Keasaman-kebasaan : pH 5-6 pada larutan terdispersi 1%
w/v
(26)
Kandungan air : < 15% w/w
Manfaat penggunaan :agen pensuspensi, agen peningkat
viskositas
Stabilitas dan penyimpanan :stabil pada pH 4-8 dan pada wadah
tertutup rapat dengan kondisi sejuk dan kering
Inkompatibilitas :menurunkan efek sebagai pengawet
pada benzalkonium klorida,
klorbutanol, dan methylparaben Selain tragakan, zat pengemulsi dan penstabil untuk sistem farmasi adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Zat Pengemulsi dan Penstabil [sumber: Ansel, 2008]
Jenis Zat Pengemulsi Contoh
1. Bahan-bahan karbohidrat Akasia (gom), tragakan, agar,
kondrus
2. Zat-zat protein Gelatin, kuning telur, dan kasein
3. Alkohol dengan bobot molekul tinggi
Stearil alkohol, setil alkohol, dan gliseril monostearat
4. Zat-zat pembasah, yang bisa bersifat kationik, anionik, dan nonionik.
Kationik: benzalkonium klorida Nonionik: ester-ester sorbitan dan turunan polietilen
5. Zat padat yang terbagi halus
Tanah liat koloid termasuk
bentonit,
magnesium hidroksida, dan
aluminium hidroksida
d. Pengawet
Pengawet yang digunakan kali ini adalah natrium benzoat dengan konsentrasi 0,1%. Natrium benzoat dipilih sebagai pengawet karena kompatibel dengan tragakan. Natrium benzoat larut dalam etanol 95% (1:75), etanol 90% (1:50), dan air (pada
suhu 20o 1:1,8 dan pada suhu 100o 1:1,4). Natrium benzoat
(27)
optimal pada pH 2-5 serta pada kondisi basa hampir tidak memiliki efek (Rowey, Sheskey and Owen, 2006).
Data praformulasi dari natrium benzoat yaitu:
Sinonim :sodium benzoic acid, benzoic acid
sodium salt
Organoleptis :berupa serbuk, granul, atau kristal
yang sedikit higroskopis, berwarna putih, tidak berbau
Kelarutan :ethanol 95% (1 in 75), ethanol 90%
(1 in 50), air (1 in 1,8; 1 in 1,4 at
100oC)
Keasaman-kebasaan :pH 8
Densitas :1,497-1,527 g/cm3at 24oC
Manfaat penggunaan :pengawet, lubrikan tablet dan kapsul
Stabilitas dan penyimpanan :penyimpanan pada wadah tertutup rapat dengan kondisi sejuk dan kering
Inkompatibilitas :inkompatibel dengan senyawa
kuartener, gelatin, garam Fe, garam kalsium, logam berat seperti merkuri, perak
e. Pemanis
Pemanis yang digunakan yaitu sukrosa. Sukrosa merupakan pemanis yang umum digunakan dalam pembuatan sediaan oral. Sukrosa disini berfungsi untuk menutupi rasa dari sediaan yang kurang enak. Konsentrasi sukrosa sebagai pemanis pada sediaan oral yaitu 50-67%. Sukrosa praktis tidak larut dalam kloroform, larut dalam etanol (1:400), etanol 95% (1:170), propan-2-ol
(1:400), dan air (pada suhu 20oC 1:0,5 dan pada suhu 100oC 1:0,2)
(Rowey, Sheskey and Owen, 2006).
f. Pelarut (Aquademineralisata)
Aquademineralisata adalah air murni yang diperoleh dengan cara penyulingan. Air murni dapat diperoleh dengan cara penyulingan, pertukaran ion, osmosis terbalik, atau dengan cara
(28)
yang sesuai. Karena akan digunakan untuk sediaan oral, maka digunakan air yang bebas mineral, partikel dan mikroba (Rowey, Sheskey dan Owen, 2006).
2.4. Evaluasi Sediaan Emulsi
Evaluasi sediaan emulsi ini dilakukan untuk mengetahui kestabilan dari suatu sediaan emulsi dalam jangka waktu penyimpanan tertentu. Evaluasi sediaan emulsi ini dilakukan melalui pengamatan organoleptis (bau, warna), pengamatan secara fisik (viskositas, diameter globul
rata-rata, pH, dan volume creaming), serta pengamatan secara kimia (degradasi
zat aktif) (Martin, et al., 1993; Ansel, 2008; Lachman, et al., 1994).
2.5. Penguraian dan Penstabilan Bahan Obat
Kebanyakan penguraian bahan farmasi dapat digolongkan sebagai hidrolisis atau oksidasi. Kebanyakan obat mengandung lebih dari satu gugus fungsional, dan obat ini mungkin bisa terhidrolisis dan teroksidasi bersama-sama. Reaksi lain seperti isomerisasi, epimerasi, dan fotolisis juga dapat mempengaruhi kestabilan obat dalam berbagai produk cairan,
padatan, dan semisolid (Martin, et al., 1993).
2.5.1. Reaksi Hidrolisis
Obat dengan gugus fungsi seperti eter, amine, keton, ester, amida, lakton atau laktam secara umum dapat mengalami degradasi yang disebabkan hidrolisis. Air memiliki peran penting dalam terjadinya reaksi hidrolisis. Hal ini disebabkan karena air berperan sebagai media terjadinya
interaksi (Fathima, et al., 2011; Niazi, 2007). Reaksi hidrolisis adalah
reaksi penguraian garam oleh air atau reaksi ion-ion garam dengan air. Garam-garam yang berasal dari asam lemah atau basa lemah atau keduanya akan terurai dalam air membentuk asam bebas dan basa bebas. Reaksi salah satu atau kedua ion larutan garam dengan air menyebabkan
perubahan konsentrasi ion H+ maupun ion OH- dalam larutan. Akibatnya,
larutan garam dapat bersifat asam, basa, maupun netral. Dalam penguraian garam dapat terjadi beberapa kemungkinan: (Hardjono, 2005)
1. Ion garam bereaksi dengan air menghasilkan ion H+,
sehingga menyebabkan [H+] dalam air bertambah
(29)
2. Ion garam bereaksi dengan air menghasilkan ion OH-,
sehingga menyebabkan [H+] < [OH-] dan larutan bersifat
basa.
3. Ion garam tidak dengan air sehingga [H+] dalam air akan
tetap sama dengan [OH-] dan air akan tetap netral (pH=7).
Contoh: HCl + NH4OH NH4+ + Cl- + H2O
2.5.2. Reaksi Oksidasi
Reaksi dekomposisi pada larutan obat yang umum terjadi pada senyawa selain hidrolisis adalah oksidasi. Reaksi oksidasi dapat dipandang sebagai reaksi pengikatan oksigen oleh suatu zat. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pada reaksi terjadi pengikatan oksigen oleh reaktan. Jadi pada reaksi ini terjadi pengikatan oksigen oleh salah satu reaktan. Atau salah satu reaktan adalah oksigen. Reduksi merupakan penambahan elektron pada molekul dan oksidasi merupakan pelepasan elektron dari molekul. Dalam kimia organik, oksidasi sering dianggap sinonim dengan lepasnya hidrogen (dehidrogenasi). Bila suatu reaksi melibatkan molekul oksigen biasanya disebut autooksidasi karena biasanya terjadi secara spontan dalam keadaan normal. Oksidasi sering melibatkan radikal bebas dan yang diikuti reaksi-reaksi berantai. Radikal bebas adalah molekul/atom yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan seperti R, hidroksil bebas OH, dan molekul oksigen
O-O. Radikal ini cenderung untuk menarik elektron dari zat lain sehingga
terjadi oksidasi. Dalam kebanyakan reaksi oksidasi, laju reaksi
berbanding lurus dengan konsentrasi dari molekul pengoksidasi tetapi
mungkin tidakbergantung pada konsentrasi oksigen. Reaksi ini biasanya
dikatalisis oleh oksigen, logam berat, dan peroksida organik. Obat
dengan gugus fungsi aldehid, alkohol, fenol, alkaloid, atau yang
mengandung minyak dan lemak tak jenuh mudah mengalami reaksi
oksidasi ini(Martin, et al., 1993; Fathima, et al., 2011; Niazi, 2007).
2.5.3. Reaksi Isomerisasi
Reaksi isomerisasi merupakan proses kimia dari suatu senyawa yang berubah menjadi bentuk senyawa isomer lainnya namun tetap
(30)
memiliki komposisi kimia yang sama dengan senyawa asalnya hanya memiliki perbedaan pada struktur atau konfigurasi sehingga memiliki
sifat fisika dan kimia yang berbeda juga dengan senyawa asalnya.
Senyawa isomer yang terbentuk ini mungkin juga memiliki sifat
farmakologi atau toksikologi yang berbeda (Fathima, et al., 2011).
Reaksi isomerisasi terhadap ikatan rangkap umumnya dikatalisis oleh basa kuat seperti KOH atau NaOH dalam metanol. Selain dengan basa kuat isomerisasi juga dapat berlangsung dengan baik di bawah pengaruh
gelombang mikro (microwave) (Sitorus, 2009).
2.6. Stabilitas Sediaan Emulsi
Stabilitas merupakan suatu kemampuan produk obat atau kosmetik agar dapat mempertahankan spesifikasi yang diterapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurnian produk (Djajadisastra, 2004). Stabilitas sebuah emulsi adalah sifat emulsi untuk mempertahankan distribusi halus dan teratur dari fase terdispersi yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang (Voight, 1995). Begitupun tanpa adanya koalesen dari fase intern, creaming, serta terjaganya rupa yang baik, bau dan warnanya (Anief, 1999). Kestabilan dari emulsi farmasi berciri tidak adanya penggabungan fase dalam, tidak adanya creaming, dan memberikan penampilan, bau,
warna, dan sifat-sifat fisik lainnya yang baik (Martin, et al., 1993).
Beberapa fenomena yang menjadi parameter dalam menentukan ketidakstabilan fisik dalam emulsi yaitu:
a. Creaming
Creaming merupakan peristiwa pembentukan agregat dari bulatan fase dalam yang memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk naik ke permukaan emulsi atau jatuh ke dasar emulsi
tersebut daripada partikel-partikelnya sendiri (Martin, et al., 1993).
b. Koalesen
Koalesen merupakan proses penipisan atau terganggunya
lapisan film antardroplet sehingga menyebabkan adanya fusi dari
dua atau lebih droplet yang ukurannya menjadi lebih besar dari
(31)
c. Cracking
Kerusakan yang paling besar dari emulsi adalah cracking.
Pada fenomena ini emulsi terpisah menjadi dua fase yaitu fase minyak dan fase air dan tidak dapat bercampur meskipun
dilakukan pengocokan (Ansel, 1989).
Selain uji stabilitas fisik, terdapat pula uji stabilitas kimia pada emulsi. Uji stabilitas kimia pada emulsi salah satunya adalah dengan cara menganalisis perolehan kembali atau rendemen zat aktif yang terkandung dalam emulsi. Stabilitas kimia dari molekul sediaan merupakan hal yang sangat penting karena berhubungan dengan efektivitas dan keamanan dari suatu produk obat. Pedoman dari FDA dan ICH menyebutkan berbagai persyaratan untuk uji stabilitas yang bertujuan untuk mengetahui kualitas bahan obat dan produk obat seiring dengan perubahan waktu dibawah pengaruh berbagai kondisi lingkungan. Studi tentang stabilitas molekul membantu untuk memilih formula yang tepat dan pengemasan yang baik sekaligus untuk mengetahui kondisi penyimpanan serta umur simpan. Studi stabilitas ini meliputi studi stabilitas jangka panjang, studi stabilitas dipercepat. Studi jangka panjang dilakukan selama 12 bulan dan studi
dipercepat dilakukan dalam waktu 6 bulan. Selain itu, ada juga forced
degradation studies yang dilakukan dalam waktu yang lebih singkat, yaitu
dalam hitungan minggu. Hasil dari forced degradation studies ini dapat
digunakan untuk pengembangan indikasi dari metode yang digunakan
dalam studi jangka panjang dan dipercepat (M. Blessy, et al., 2013).
2.7.Sifat Fisik Sediaan Emulsi yang Baik (Aulton, 2008)
Sediaan emulsi harus tetap homogen pada saat pengocokan dalam wadah sampai saat penuangan dari wadah.
Creaming yang terjadi pada saat penyimpanan harus mudah diredispersikan kembali.
Sediaan emulsi sebaiknya dibuat agak kental agar dapat menurunkan
laju pembentukan creaming globul minyak, namun viskositas sediaan
emulsi tersebut jangan terlalu tinggi karena dapat menyulitkan pada saat penuangan.
(32)
Terlihat dalam satu fase.
Ukuran globul yang dihasilkan seragam dan kecil.
2.8. Demulsifikasi
Demulsifikasi adalah pemecahan emulsi sehingga sediaan terpisah menjadi 2 fase yaitu minyak dan air dengan menurunkan stabilitas seperti
menghancurkan film interface dengan cara menaikkan suhu, pengadukan,
atau menggunakan zat lain yang dapat mengganggu kestabilan (Wasirnuri, 2008).
Menurut Anil, Syed, and Ana, 2008, metode demulsifikasi dibagi menjadi dua, yaitu metode fisika dan metode kimia dimana metode fisika dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu melalui pemanasan, mekanik, dan elektrik.
a. Metode Kimia
Pada metode ini dilakukan penambahan demulsifier pada
emulsi. Misalnya yaitu aseton, n-butanol, dan 2-propanol yang
telah terbukti berfungsi sebagai demulsifier yang efektif pada
aplikasi tertentu (Anil, Syed, and Ana, 2008), juga HCl pekat untuk memecah krim kosmetik (Rohman and Che man, 2009).
b. Metode Fisika
Beberapa metode fisika untuk demulsifikasi yaitu dengan
pemanasan, sentrifugasi, high shear, ultrasonik, disolusi pelarut,
dan medan elektrostatik bertegangan tinggi. Metode non konvensional lainnya yang telah banyak diteliti yaitu dengan
menggunakan microwave dan membran kaca berpori (Anil, Syed,
and Ana, 2008).
1. Pemanasan
Prinsip dari metode pemanasan ini adalah terjadi penurunan viskositas serta peningkatan kelarutan dari surfaktan. Hal ini akan mengakibatkan melemahkan lapisan film pada sediaan (Anil, Syed, and Ana, 2008). Pada jurnal Abdurahman dan Rosli, 2011 yang membandingkan antara metode pemanasan untuk demulsifikasi antara modern yang
(33)
didapatkan hasil bahwa metode modern dengan microwave
lebih efisien dalam pemisahan emulsi air dalam minyak.
2. High Shear
Metode demulsifikasi ini menggunakan alat High
Shear. Prinsip kerja dari alat ini yaitu akan merusak membran atau lapisan dari globul emulsi (Anil, Syed, and Ana, 2008).
3. Medan Elektrostatik Bertegangan Tinggi
Mekanisme demulsifikasi dengan metode ini belum dapat diketahui secara keseluruhan. Secara umum dengan adanya medan listrik akan membuat droplet mengalami polarisasi dan elongasi, begitu juga dengan droplet yang berada di dekatnya, sehingga mereka akan menarik satu sama lain dan membentuk droplet yang lebih besar. Metode ini merupakan metode demulsifikasi yang paling efisien dan ekonomis dilihat dari peralatan yang digunakan dan parameter pengoperasiannya (Anil, Syed, and Ana, 2008).
4. Sentrifugasi
Metode pemisahan emulsi ini menggunakan alat sentrifugasi. Prinsipnya menggunakan gaya sentrifugal yang dipercepat untuk memisahkan dua atau lebih substansi yang memiliki perbedaan densitas antara cairan atau antara cairan dengan solid (El-Sayed and Mohammad, 2014).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Abdurahman, et al.,
2009 yang telah melakukan studi pemisahan emulsi minyak
dalam air Virgin Coconut oil dengan menggunakan
sentrifugasi yang memvariasikan kecepatan sentrifugasi yaitu antara 6000-12000 rpm dengan waktu yang divariasikan juga yaitu antara 30-105 menit didapatkan hasil paling baik adalah dengan menggunakan kecepatan 12000 rpm selama 105 menit.
(34)
2.9. Ekstraksi Cair-cair
Ekstraksi merupakan proses pemisahan dari suatu bahan berupa padatan atau cairan. Ekstraksi merupakan salah satu teknik yang sangat penting untuk isolasi dan pemurnian dari suatu bahan organik. Ekstraksi dengan pelarut adalah pemisahan antar bagian dari suatu bahan berdasarkan pada perbedaan sifat melarut dari masing-masing bagian bahan terhadap pelarut yang digunakan. Pelarut organik yang biasa digunakan adalah senyawa hidrokarbon pelarut lemak dan minyak seperti alkohol dan aseton (Harborne, 1987).
Berdasarkan wujud bahannya, ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu ekstraksi padat cair dan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi padat cair digunakan untuk sampel yang berupa padatan dengan pelarutnya berupa cairan. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur, dengan menggunakan pelarut yang dapat melarutkan salah satu zat. Metode ekstraksi pelarut menggunakan pelarut yang dapat bercampur dengan sampel untuk menarik senyawa target yang berada pada sampel. Idealnya, pelarut yang dipilih memiliki polaritas yang dekat dengan senyawa target. Pelarut mudah menguap seperti heksan, benzen, ether, etil asetat, dan dikloro metan biasanya digunakan untuk ekstraksi senyawa mudah menguap. Heksan cocok untuk ekstraksi senyawa non polar seperti hidrokarbon alifatik, benzen cocok untuk senyawa aromatik, eter dan etil asetat cocok untuk senyawa yang relatif polar mengandung oksigen. Ekstraksi umumnya dilakukan dengan mengocok sampel dan pelarut di dalam corong pisah. Metode ekstraksi ini merupakan metode yang efisien namun memerlukan waktu ekstraksi yang
panjang (Handbook of Analytical Method, hal: 45-46).
Pada jurnal Gudipati, Mette, Anne, dan Charlotte, 2004 disebutkan bahwa untuk mengisolasi senyawa yang mudah menguap dapat digunakan beberapa teknik, yaitu melalui destilasi vakum, ekstraksi dengan pelarut,
static and dynamic headspace sampling (DHS), dan solid phase microextraction (SPME).
(35)
2.10. Gas Chromatography - Mass Spectrometry (GCMS)
GCMS merupakan instrumen yang digunakan untuk pemisahan dan identifikasi. Instrumen ini merupakan gabungan antara kromatografi gas dan spektroskopi massa. Pada GC hanya terjadi pemisahan untuk mendapatkan komponen kimianya, sedangkan bila dilengkapi MS akan dapat mengidentifikasi komponen tersebut, karena bisa membaca spektrum bobot molekul pada suatu komponen, dan sekaligus dilengkapi
dengan library (reference) yang ada pada software (Day and Underwood.,
1999). Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai campuran komponen dalam sampel sedangkan spektrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing komponen yang telah dipisahkan pada kromatografi gas (Agusta, 2000).
2.10.1. Kromatografi Gas
Kromatografi gas digunakan untuk pemisahan suatu
senyawa sehingga sampel terpisahkan secara fisik menjadi bentuk
molekul-molekul yang lebih kecil (hasil pemisahan dapat dilihat
berupa kromatogram) (Khopkar, 1990). Kromatografi gas
merupakan metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan campuran yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam, mulai dari beberapa detik untuk campuran sederhana sampai berjam-jam untuk campuran yang mengandung 500-1000 komponen. Komponen campuran dapat diidentifikasi dengan waktu tambat (waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu tambat adalah waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom (Gritter, 1991). Komponen
kromatografi gas terdiri dari kontrol dan penyedia gas pembawa,
ruang suntik sampel, kolom, dan oven (Day and Underwood.,
1999).
2.10.2. Spektroskopi Massa
Spektroskopi massa adalah metode analisis untuk
(36)
GC kemudian akandiubah menjadi ion-ion, dan massa dari ion-ion
tersebut dapat diukur berdasarkan hasil deteksi berupa spektrum
massa (Khopkar, 1990). Spektrometer massa menembaki bahan
yang sedang diteliti dengan berkas electron dan secara kuantitatif mencatat hasilnya sebagai suatu spectrum sibir-sibir (fragmen) ion positif. Catatan ini disebut spektrum massa. Terpisahnya fragmen ion positif didasarkan pada massanya (lebih tepat, massa dibagi muatan tetapi kebanyakan ion bermuatan tunggal) (Silverstein, 1986). Komponen spektroskopi massa terdiri dari sumber ion,
filter, pengumpulion, dan detektor (Day and Underwood., 1999). Keuntungan yang besar dari spektrometri massa adalah sensitivitas yang lebih besar dari teknik analisis lainnya, ukuran sampel analisis yang relative kecil dan kespesifikan yang
diperlukan untuk identifikasi senyawa, dan konfirmasi
ada/tidaknya senyawa yang dicurigai (Satiadarma, 2004).
2.11. Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.)
Nama lainnya adalah black seed (Inggris) atau habbatussauda
(Arab). Jinten hitam (Nigella sativa L.) digunakan sebagai pengobatan
herbal sejak 2000 sampai 3000 tahun sebelum Masehi dan tercatat dalam banyak literatur kuno mengenai ahli pengobatan terdahulu seperti Ibnu Sina (980-1037 M), dan Al-Biruni (973-1048 M), Al-Antiki, Ibnu Qayyim dan Al-Baghdadi. Ibnu Sina adalah peneliti jenius dari Timur Tengah di bidang pengobatan yang namanya tercatat di semua buku sejarah pengobatan timur maupun barat, hidup antara 980-1037 M, telah meneliti berbagai manfaat habbatussauda untuk kesehatan dan pengobatan. Ahli pengobatan Yunani kuno, Dioscoredes, pada abad pertama Masehi juga telah mencatat manfaat habbatussauda untuk mengobati sakit kepala dan saluran pernapasan (Hendrik, 2007).
Di Indonesia, masyarakat telah mengenal biji jinten hitam (habbatussauda) ini untuk mengobati berbagai macam penyakit kecuali kematian sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam kitab Ash-shohihain yang diriwayatkan dari Ummu Salamah dari Abu Hurairah RA:
(37)
! " #$ " % &' ( )' *
+ &' ,- " % ./ 01 2 3$ 0 4
+ &' 5 6' " % &' ( )' 78 ' 9 : ' ;
“Bahwasanya Abu Hurairah rodhiyallahu `anhu memberitahukan mereka berdua (periwayat hadits), bahwa ia mendengar Rasululloh Shallallahu `alaihi wa sallam bersabda : ”Dalam habbatussauda ada obat dari segala penyakit, kecuali assaam”. Ibnu Syihab (seorang rawi hadits ini)
mengatakan :assaam adalah kematian, dan habbatussauda adalah
asy-syuniz” (H.R Bukhori).
Ibnu Hajar menjelaskan, makna habbatussaudah obat segala penyakit adalah bahwa habbatussauda tidak digunakan untuk mengobati berbagai penyakit begitu saja, kadang digunakan secara mandiri, kadang dicampurkan dengan unsur lain, sesekali ditumbuk, kadang tidak ditumbuk, kadang dimakan, dimunum, diteteskan, dioleskan, dan lainnya. Penjelasan ibnu hajar ini dikuatkan oleh sejumlah manfaat habbatussauda dalam mengobati berbagai penyakit. Manfaat habbatussauda ini memperkuat pendapat yang menyebutkan makna secara umum. Hanya saja, habbatussauda terkadang perlu digabungkan dengan obat-obatan lain atau digunakan dengan berbagai cara (Bamusa, 2011).
Jinten hitam merupakan jenis tanaman terna setahun berbatang tegak. Memiliki batang berusuk dan berbulu tegak, rapat atau jarang-jarang dengan disertai adanya bulu-bulu berkelenjar. Bentuk daun lanset, berbentuk garis dengan panjang 1,5-2 cm. Ujung runcing dan memiliki 3 tulang daun berbulu. Memiliki daun tunggal atau majemuk yang posisinya tersebar atau berhadapan. Daun pembalut bunga kecil. Tanaman jinten hitam ini memiliki jumlah kelopak bunga 5 dengan bentuk bundar telur yang ujungnya agak meruncing sampai agak tumpul. Pangkal mengecil membentuk sudut yang pendek dan besar. Memiliki bulu pada mahkota bunga yang jarang dan pendek dengan jumlah mahkota bunga pada umumnya 8 dan bentuk agak memanjang namun lebih kecil dari kelopak bunga. Bibir bunga 2, bibir bagian atas pendek, lanset, ujung memanjang berbentuk benang dan bibir bagian bawah memiliki ujung tumpul. Benang sari banyak dan gundul, kepala sari jorong, berwarna kuning, dan sedikit tajam. Memiliki buah dengan bentuk bulat telur atau agak bulat. Biji jorong bersudut 3 tidak beraturan
(38)
yang sedikit membentuk kerucut, panjang 3 mm, berkelenjar, dan berwarna hitam (Materia Medika Jilid III, 1979).
Gambar 2.1 (Sumber: Rajshekar, et al., 2011, telah diolah kembali)
Biji jinten hitam telah banyak digunakan untuk pengobatan dan dalam makanan, terutama di negara-negara islam. Selain itu minyak biji jinten hitam ini juga banyak mengandung nutrisi yang baik untuk kesehatan. Komposisi dari minyak biji jinten hitam berbeda-beda pada
setiap wilayah, bergantung pada lokasi tumbuhnya (Gharby, et al., 2013).
Berdasarkan historisnya, investigasi senyawa kimia pada biji
Nigella sativa L. pertama kali dimulai pada tahun 1880 dengan kandungan
minyak 37% dan abu 4,1% (El-Din, et al., 2006). Pada minyak biji jinten
hitam mengandung minyak statis dan minyak atsiri. Komposisi senyawa kimia minyak atsiri dan minyak statis biji jinten hitam secara umum dapat diliihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.2 Komposisi Senyawa Kimia Minyak Atsiri Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) [Sumber: Nickavar, et al., 2003, dengan pengolahan kembali]:
Senyawa Kandungan (%) Senyawa Kandungan (%)
<- thujene 2,4 Fenchone 1,1
<- pinene 1,2 Dihydrocarvone 0,3
Sabinene 1,4 Carvone 4,0
=- pinene 1,3 Thymoquinone 0,6
Myrcene 0,4 Terpinen-4-ol 0,7
p-cymene 14,8 Carvacrol 1,6
<- phellandrene 0,6 p-cymene-8-ol 0,4
Limonene 4,3 <- longipinene 0,3
(39)
Tabel 2.3 Komposisi Senyawa Kimia Minyak Statis Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) [Sumber: Nickavar, et al., 2003, dengan pengolahan kembali] :
Senyawa Kandungan (%)
Asam linoleat 55,6 Asam oleat 23,4 Asam palmitat 12,5 Asam linolenat 0,4
Asam stearat 3,4 Asam laurat 0,6 Asam miristat 0,5 Asam eicosadienoat 3,1 Total asam lemak 99,5
Dari penelitian sebelumnya, diketahui bahwa komponen utama dari
biji Nigella sativa adalah thymoquinone, thymohydroquinone, thymol,
carvacrol, nigellicine, nigellimine, nigellimine-N-oxide, nigellidine, dan
alpha hedrin (Al-Jabre dkk, 2003). Sedangkan komponen utama pada
minyak Nigella sativa adalah p-cymene, thymol dan thymoquinone
(Mahmudah, 2014).
Thymoquinone yang terdapat dalam biji Nigella sativa ini memiliki fungsi proteksi melawan nefrotoksisitas dan hepatotoksisitas. Selain itu
juga mempunyai aktivitas antiinflamasi, analgesik, antipiretik,
antimikroba, dan antineoplastik. Sedangkan manfaat dari minyak biji
jintan hitam antara lain adalah menurunkan tekanan darah dan meningkatkan respirasi (Mahmudah, 2014).
Minyak Nigella sativa memiliki kandungan zat aktif
thymoquinone, dithymoquinone, thymohydroquinone dan thymol.
Thymoquinone adalah zat aktif utama dari minyak atsiri Nigella sativa.
Thymoquinone berfungsi sebagai antiinflamasi dengan cara menghambat jalur siklooksigenase dan lipooksigenase yang berfungsi sebagai mediator
alergi dan peradangan. Pada suatu studi ilmiah, ekstrak biji Nigella sativa
terbukti mampu meningkatkan fungsi sel polymorphonuclear (PMN).
(40)
sitokin Macrophage Activating Factor (MAF) sehingga meningkatkan fungsi makrofag yang berperan dalam sistem imun seluler. Saponin
diketahui juga terkandung dalam Nigella sativa yang berperan dalam
membantu proses penyembuhan luka. Selain sebagai antiinflamasi, saponin juga dapat mempercepat pembentukan pembuluh darah baru dalam proses penyembuhan luka (angiogenesis) melalui VEGF. Seng atau
zinc dalam jintan hitam juga dibutuhkan dalam penyembuhan luka. Hal
ini disebabkan oleh karena perannya dalam pembentukan protein serta sintesis kolagen tetapi tidak mempengaruhi fibroblas secara langsung. Oleh karena itu mineral ini juga diperlukan untuk pembentukan kolagen yang penting dalam tahap penyembuhan luka (Ringga, 2012., Permatasari, 2012).
2.12. Aktivitas Farmakologi Minyak Biji Jinten Hitam
a. Antibakteri
Minyak atsiri biji jinten hitam memiliki banyak aktivitas farmakologi, salah satunya adalah sebagai antibakteri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Bessedik dan Allem, 2013 menggunakan sampel yang berasal dari rumah sakit di ibukota Aljazair, melalui medium agar pada cawan petri yang diberi minyak biji jinten hitam pada konsentrasi minimal penghambatan dengan berbagai
pengenceran dan beberapa bakteri patogen seperti Escherechia
coli, Enterococcus faecalis, Salmonella typhi, Proteus mirabilis, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Klebsiella pneumonia. Pada konsentrasi 0,4% aktivitas penghambatan terjadi
pada E. coli, S. Aureus, dan P. mirabilis. Untuk E. faecalis SV, S.
thermophilus, dan P. aeruginosa, aktivitas penghambatan terjadi pada konsentrasi 2%. Dari penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa minyak biji jinten hitam ini memiliki aktivitas antibakteri spectrum luas berdasarkan efek antibakteri yang didapatkan pada rantai bakteri patogen yang diujikan.
b. Antioksidan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Muhammad Raza,
(41)
atsiri biji jinten hitam dalam bentuk minuman untuk pencegahan yang diberikan selama 5 hari (8 mg/kg/day p.o.) terbukti dapat
melindungi mencit dari hepatotoksisitas yang diinduksi oleh CCl4.
Efek hepatoprotektif dari TQ terhadap hepatotoksisitas yang
diinduksi oleh CCl4 ditunjukkan oleh pencegahan yang signifikan
untuk peningkatan serum ALT, AST dan LDH yang terkait dengan penghambatan yang signifikan dalam produksi peroksida oleh lipid di hati.
c. Antikanker
Pada jurnal Hassan, et al., 2008, telah dilakukan penelitian
efek thymoquinone sebagai antikanker pada sel karsinoma hepatoseluler (HepG2). Studi ini dilakukan dengan memberikan pengobatan pada sel karsinoma hepatoseluler (HepG2) dengan TQ
konsentrasi bertingkat (25-400 ?M) selama 12-24 jam. Kemudian
kelangsungan hidup dan proliferasi dari sel uji dimonitor. Hasil dari studi ini dapat dilihat berdasarkan data yang menunjukkan
bahwa pengobatan sel dengan konsentrasi < 200 ?M menghasilkan
penghambatan yang signifikandari kelangsungan hidup sel pada 12-24 jam dibandingkan dengan kontrol.
2.13. Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri bersifat mudah menguap karena titik uapnya rendah. Minyak atsiri memiliki bagian utama berupa senyawa terpenoid yang merupakan penyebab wangi, harum, atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Semua terpenoid
berasal dari molekul isoprena CH2=C(CH3)–CH=CH2 dan kerangka
karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5 ini.
Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen minyak atsiri, yaitu monoterpena dan seskuiterpena yang mudah
menguap (C10 dan C15), diterpena yang lebih sukar menguap (C20),
sampai ke senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpenoid dan sterol
(42)
mungkin terdapat bersama-sama dengan terpena di dalam minyak atsiri seperti fenilpropanoid, dll (Harborne, 1987).
Secara kimia, terpena minyak atsiri terdiri dari dua golongan yaitu
monoterpena dan seskuiterpena, berupa isoprenoid C10 dan C15 dengan
masing-masing memiliki titik didih yang berbeda, yaitu monoterpena
140-180oC dan seskuiterpena >200oC (Harborne, 1987).
Berdasarkan struktur kimianya, senyawa monoterpena terdiri dari tiga golongan, yaitu asiklik (misalnya geraniol), monosiklik (misalnya
limonene), atau bisiklik (misalnya <- dan =- pinene). Dalam setiap
golongan, monoterpena dapat berupa hidrokarbon tak jenuh (misalnya limonene) atau dapat mempunyai gugus fungsi dan berupa alkohol (misalnya mentol), aldehida, atau keton (misalnya menton, carvone) (Harborne, 1987).
2.14. Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang dapat mendonorkan satu atau lebih atom hidrogen. Menurut Schuler (1990), antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat atau mencegah terjadinya oksidasi. Senyawa antioksidan biasanya digunakan untuk mencegah kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh senyawa radikal bebas. Zat oksidan atau lebih dikenal senyawa radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil (mempunyai satu atau lebih elektron tanpa pasangan), sehingga untuk memperoleh pasangan elektron senyawa ini sangat reaktif dan merusak jaringan. Dengan adanya senyawa antioksidan, oksidan atau senyawa radikal bebas yang tadinya sangat tidak stabil dan bersifat merusak sel tubuh dapat menjadi stabil dan kerusakan sel tubuh dapat dicegah.
Banyak senyawa organik mudah mengalami autooksidasi bila dipaparkan ke udara, dan lemak yang teremulsi terutama peka terhadap serangan. Banyak obat yang biasa digabungkan ke dalam emulsi mudah menghasilkan penguraian. Pada autooksidasi, minyak-minyak tidak jenuh, seperti minyak nabati, menimbulkan ketengikan dengan bau, penampilan, dan rasa yang tidak menyenangkan. Di lain pihak, minyak mineral dan hidrokarbon-hidrokarbon jenuh yang berhubungan mudah
(43)
mengalami degradasi oksidatif pada lingkungan yang langka (Lachman, 2008).
Autooksidasi adalah suatu oksidasi rantai radikal bebas. Oleh karena itu, reaksi tersebut dapat dihambat dengan tidak adanya oksigen, oleh pemecah rantai radikal bebas atau oleh suatu zat pereduksi. Bahan-bahan yang berguna sebagai antioksidan dengan satu atau lebih dari tiga mekanisme ini tertera dalam tabel di bawah. Pemilihan suatu antioksidan khusus tergantung pada keamanannya, dapat diterima untuk penggunaan khusus, dan kemanjurannya. Antioksidan biasa digunakan pada konsentrasi yang berkisar dari 0,001 sampai 0,1%.
Tabel 2.4 Contoh Antioksidan (sumber: Lachman, 2008)
Asam galat L-tokoferol
Propil galat Hidroksitoluen terbutilasi
Asam askorbat Hidroksianisol terbutilasi
Askorbil palmitat 4-hidroksimetil-2,6-di-ter-butilfenol
Sulfit
Antioksidan mampu menghambat terbentuknya radikal bebas pada tahap inisiasi dan menghambat kelanjutan reaksi autooksidasi pada tahap propagasi. Hal ini disebabkan karena antioksidan memiliki energi aktivasi yang rendah untuk melepaskan satu atom hidrogen kepada radikal lemak, sehingga tahap oksidasi lebih lanjut dapat dicegah. Berdasarkan sumbernya, antioksidan dibedakan ke dalam dua golongan yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetis. Antioksidan secara alami terdapat pada lemak nabati. Contoh antioksidan alami antara lain tokoferol. Antioksidan sintetis ditambahkan ke dalam bahan pangan untuk mencegah ketengikan. Batas penggunaan antioksidan sintetis harus diperhatikan karena sebagian besar antioksidan sintetis adalah senyawa-senyawa fenolik yang dapat menyebabkan keracunan pada konsentrasi tertentu. Oleh karena itu dalam menggunakan antioksidan sintetis harus memenuhi syarat-syarat aman bagi kesehatan, efektif pada konsentrasi rendah, larut dalam lemak, mempertahankan citarasa dari produk makanan, dan ekonomis. Antioksidan sintetis yang sering digunakan
adalah Buthylated Hydroxy Anisole (BHA), Buthylated Hydroxy Toluene
(44)
Gordon (1990) menjelaskan sesuai mekanisme kerjanya, antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksiden primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk yang lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida, contohnya adalah antioksidan BHT dan BHA. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme di luar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk yang lebih stabil.
Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida (Gordon, 1990):
Inisiasi : R* + AH RH + A*
Propagasi : ROO* + AH ROOH + A*
Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada lipid dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi. Radikal-radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipid lain membentuk radikal lipid baru (Gordon, 1990).
Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat
berpengaruh pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan. Pengaruh jumlah konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan, kondisi dan sampel yang akan diuji. Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi (Gordon, 1990) :
AH + O2 A* + HOO*
(45)
2.15. BHT (Butylated Hydroxytoluene) (HOPE 6th Edition)
RM :C15H24O
BM :220.35
Pemerian :Kuning putih atau pucat kristal padat atau bubuk
dengan bau fenolik karakteristik samar
Struktur Kimia :
Sinonim :Agidol, BHT, 2,6-bis
(1,1-dimetiletil)-4-methylphenol;butylhidroksitoluen,butylhydroxytolue num, Dalpac; dibutylated hidroksitoluen, 2,6-di-tert-butil-p-kresol, 3,5-di-tert-butyl-4hydroxytoluene
Nama Kimia :2,6-Di-tert-butyl-4-methylphenol
Khasiat :Antioksidan, makanan, kosmetik dan obat-obatan
Kelarutan :Kelarutan Praktis tidak larut dalam air,
gliserin,propilena glikol, larutan hidroksida alkali, dan asam mineral encer berair. Bebas larut dalam aseton, benzena, etanol (95%), eter, metanol, toluen, minyak tetap, dan minyak mineral. Lebih larut dari hidroksianisol butylated dalam minyak makanan dan lemak.
Titik beku :69-70oC
Titik lebur :70oC
Kadar air :40,05%
Stabilitas :Paparan cahaya, kelembaban, dan panas
(46)
Penyimpanan :Harus disimpan di tempat yang wadah tertutup, terlindung dari cahaya, di tempat yang sejuk dan kering.
Inkompatibilitas :Fenolik dan mengalami reaksi karakteristik fenol.
Hal ini inkompatibel dengan agen oksidasi kuat seperti peroksida dan permanganat. Kontak dengan oksidator dapat menyebabkan pembakaran spontan. Garam besi menyebabkan perubahan warna dengan hilangnya aktivitas. Pemanasan dengan sejumlah asam katalitik menyebabkan dekomposisi yang cepat dengan rilis isobutene gas yang mudah terbakar.
Butylated hydroxytoluene (BHT) merupakan senyawa fenol yang terintangi dan bersifat relatif tidak polar, antioksidan sintetik ini memiliki karakteristik yang hampir serupa dengan BHA, walaupun stabilitasnya
pada suhu tinggi dan sifat carry-through dalam lemak dan minyak
kurang efektif dibandingkan dengan BHA. BHT memiliki sifat tidak larut dalam air dan propilen glikol, tetap sangat larut dalam lemak dan etanol (Sherwin, 1990). Mekanisme kerja antioksidan BHT adalah menghambat reaksi oksidasi dengan menyumbangkan atom H (Kikugawa, 1990).
(47)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisis Obat dan Pangan Halal, Laboratorium Penelitian 1, Laboratorium Penelitian 2 dan Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Mulai dari bulan Maret 2015.
3.2. Alat dan Bahan
Alat :
Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GCMS) (Agilent
Technologies 7890A), stirer homogenizer (STIRER IKA), timbangan
analitik (AND GH-202), mikroskop optis (Olympus), pH meter (Horiba),
viskometer (HAAKE), alat sentrifugasi, hot plate, magnetic stirer,
evaporator, corong pisah (Pyrex), botol bening 100 ml (Schott Duran),
gelas ukur (Pyrex), beacker glass (Pyrex), erlenmeyer (Pyrex), vial,
cawan, kaca arloji, pipet tetes, batang pengaduk dan spatula. Bahan:
MBJH (Nigella sativa L. seed oil) (CV. Cipta Anugrah), tragakan
(Brataco), sukrosa (CV. Cipta Anugrah), natrium benzoat (CV. Cipta
Anugrah), BHT (Butilated Hydroxytoluene) (CV. Cipta Anugrah),
aquadest, N-heksan pro analisis (Merck), etil asetat pro analisis (Merck) dan HCl pekat (Smart Lab).
3.3. Prosedur Penelitian
i. Penyiapan Sampel Minyak Biji Jinten Hitam
Sampel MBJH didapatkan dari CV.Cipta Anugrah yang diimpor dari Cairo Aromatic, Tansa almalak - Naser - Beni Suif - Egypt. Dibeli sebanyak 3 liter pada tanggal 16 Desember 2014. Sampel MBJH yang
dibeli memiliki Certificate of Analysis (COA). Pada COA MBJH
terdapat data karakterisasi dari minyak biji jinten hitam tersebut yang meliputi:
(48)
Organoleptis : cairan berminyak, berwarna kuning pucat sampai kuning dan kuning kehijauan, berbau khas.
Berat jenis : 0.9152-0.9260 Nilai asam : maksimal 10
Nilai peroksida : maksimal 45 ml oksigen dalam setiap kg sampel
Titik nyala : 148oC
Komponen utama : asam stearat 2-3%, asam oleat 20-30%, asam linoleat 50-65%
ii. Pembuatan Emulsi MBJH a. Formula Emulsi MBJH
Formula dari emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT) dan sampel (dengan penambahan BHT) dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.1 Formula Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT)[sumber: Indayanti, 2014, dengan pengolahan kembali]
Bahan Konsentrasi
MBJH 10%
Tragakan 1,5%
Sukrosa 25%
Natrium Benzoat 0,10%
Aquadest Ad 100%
Tabel 3.2 Formula Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) [sumber: Indayanti, 2014, dengan pengolahan kembali]
Bahan Konsentrasi
MBJH 10%
Tragakan 1,5%
Sukrosa 25%
Natrium Benzoat 0,10%
BHT 0,02%
(49)
b. Pembuatan Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) dengan Hasil Optimasi Kecepatan Spindel Homogenizer (Indayanti, 2014)
Setelah didapatkan kondisi optimasi kemudian emulsi dibuat dengan beberapa tahapan sebagai berikut:
1) Alat dan bahan disiapkan, kemudian ditimbang bahan–
bahan yang digunakan.
2) Tragakan 7,5 gram didispersikan dalam 150 ml
aquadest di dalam beacker glass kemudian
dihomogenkan menggunakan homogenizer dengan kecepatan 956 rpm selama 30 menit.
3) Setelah homogen kemudian ditambahkan MBJH sedikit
demi sedikit sambil terus dihomogenkan hingga terbentuk korpus emulsi.
4) Kemudian ditambahkan ke dalamnya sukrosa yang
dilarutkan dalam 62,5 ml aquadest, dan natrium benzoat yang dilarutkan dalam 0,9 ml aquadest sambil terus dihomogenkan dengan homogenizer selama 35 menit dengan kecepatan 1911 rpm.
5) Emulsi yang dihasilkan kemudian ditempatkan dalam
botol bening 100 ml dan disimpan pada suhu ruang
(±25oC) selama 21 hari.
c. Pembuatan Emulsi MBJH Sampel (dengan Penambahan BHT) dengan Hasil Optimasi Kecepatan Spindel Homogenizer (Indayanti, 2014)
Prosedur pembuatan emulsi MBJH sampel (dengan penambahan BHT) sama dengan prosedur pembuatan emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT), hanya yang membedakan pada nomor 3 MBJH telah dicampur antioksidan BHT.
(50)
d. Evaluasi Fisik Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Parameter untuk uji kestabilan yaitu (Baby, et al., 2007):
1. Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Pengamatan organoleptis emulsi dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan pemisahan dari sediaan emulsi pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
2. Pengukuran Nilai pH Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Pengukuran pH emulsi dilakukan dengan
menggunakan pH meter. Pengukuran pH dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
3. Pengukuran Nilai Viskositas Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Pengukuran viskositas emulsi dilakukan dengan menggunakan viskometer HAAKE ViscoTester 6R.
Sediaan ditempatkan dalam beacker glass 100 ml kemudian
dipilih nomer spindel yang sesuai (No.3). Pengukuran viskositas ini dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14 dan 21 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
4. Pengukuran Nilai Diameter Globul Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Diameter globul rata-rata diukur dengan
menggunakan mikroskop optik dengan cara emulsi diletakkan pada kaca objek, kemudian diamati dengan mikroskop perbesaran 10 x 10. Pengukuran diameter partikel rata-rata dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
5. Uji Sentrifugasi Emulsi MBJH
Sediaan emulsi sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi, kemudian dilakukan sentrifugasi
(51)
pada kecepatan 3800 rpm selama 10 menit. Hasil sentrifugasi dapat diamati dengan adanya pemisahan atau
tidak (Smaoui, et al., 2012 ).
6. Uji Tipe Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Uji tipe emulsi yang digunakan adalah uji pengenceran. Metode ini berdasarkan prinsip bahwa suatu emulsi akan bercampur dengan yang menjadi fase luarnya. Emulsi diencerkan dengan fase luar. Karena emulsi MBJH ini tipe minyak dalam air, jadi emulsi ditambahkan dengan fase luarnya yaitu air (Lachman, 2008).
e. Analisis Komponen Kimia Minyak Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
1. Pemilihan Kondisi Optimasi GCMS MBJH
Optimasi GCMS dilakukan dengan sampel minyak
biji jinten hitam sebanyak 1 ?l disuntikkan ke GCMS.
Pengaturan kondisi alat GCMS dilakukan berdasarkan
jurnal Kostadinovic, et al., 2011 yang telah dimodifikasi.
Mode split yang digunakan adalah 1 : 50, laju alir 1 ml/menit dan suhu oven diatur 100°C ditahan 3 menit, lalu dinaikan hingga 260°C dan laju kenaikan 10°C ditahan 1 menit.
2. Analisis Komponen Kimia Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
I. Preparasi Sampel
a) Demulsifikasi Emulsi MBJH
Untuk memecah emulsi sehingga fase minyak dan fase airnya terpisah dilakukan dengan cara menimbang emulsi MBJH sebanyak 20 g lalu ditempatkan di erlenmeyer dan ditambahkan 5 ml HCl pekat dan 9 ml aquadest kemudian dikocok (Rohman and Che Man, 2011).
(52)
b)Ekstraksi Cair-cair Minyak Emulsi MBJH
Emulsi yang telah dikocok tersebut
kemudian dipindah ke corong pisah dan ditambahkan 15 ml n-heksan lalu diekstraksi. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali. Lalu fase n-heksan yang didapat digabung dan dievaporasi sampai didapatkan minyak pekat (Rohman and Che Man, 2011).
Fase air dari emulsi minyak biji jinten hitam diekstraksi menggunakan etil asetat 15 ml. Ekstraksi juga dilakukan sebanyak 3 kali. Kemudian fase etil asetat yang didapat digabung dan dievaporasi sampai didapatkan minyak pekat.
II. Analisis Komponen Kimia Minyak Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Minyak pekat hasil pemecahan emulsi
kemudian dianalisis sebelum dan setelah
penyimpanan. Analisis dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21. Kestabilan dilihat berdasarkan pola kromatogram dari emulsi MBJH sebelum dan setelah penyimpanan berdasarkan persen area dari beberapa komponen senyawa aktif yang terkandung di dalam MBJH (Indayanti, 2014).
(53)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Evaluasi Fisik Emulsi MBJH Sebelum dan Sesudah Penyimpanan 4.1.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Sebelum dan
Sesudah Penyimpanan
Hasil pengamatan organoleptis emulsi MBJH kontrol (tanpa BHT) sebelum dan sesudah penyimpanan dapat dilihat pada tabel 4.1 serta gambar 4.1 dan 4.2 di bawah ini.
4.1 Tabel Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Kontrol (tanpa BHT) Sebelum dan Sesudah Penyimpanan
Hari Ke-
Hasil Pengamatan Emulsi Kontrol I
Warna Bau Rasa Pemisahan
0 Kuning
kecokelatan Khas MBJH Pahit sedikit manis Tidak terjadi pemisahan
2 Kuning
kecokelatan Khas MBJH Pahit sedikit manis Tidak terjadi pemisahan
7 Kuning
kecokelatan Khas MBJH Pahit sedikit manis Tidak terjadi pemisahan
14 Kuning
kecokelatan Khas MBJH Pahit sedikit manis Tidak terjadi pemisahan
21 Kuning
kecokelatan Khas MBJH Pahit sedikit manis Terjadi sedikit pemisahan Hari Ke-
Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi Kontrol II
Warna Bau Rasa Pemisahan
0 Kuning
kecokelatan Khas MBJH Pahit sedikit manis Tidak terjadi pemisahan
2 Kuning
kecokelatan Khas MBJH Pahit sedikit manis Tidak terjadi pemisahan
7 Kuning
kecokelatan Khas MBJH Pahit sedikit manis Terjadi sedikit pemisahan
14 Kuning
kecokelatan Khas MBJH Pahit sedikit manis Terjadi sedikit pemisahan
(54)
21 Kuning
kecokelatan
Khas MBJH
Pahit sedikit
manis
Terjadi sedikit pemisahan
Hari ke- 0 Hari ke- 2 Hari ke- 7
Hari ke- 14 Hari ke- 21
Gambar 4.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Kontrol (Tanpa BHT) I
Hari ke- 0 Hari ke- 2 Hari ke- 7
Hari ke-14 Hari ke-21
(1)
111
(2)
112 Lampiran 10. Sertifikat Analisa Sukrosa
(3)
113 Lampiran 11. Sertifikat Analisa Tragakan
(4)
114 Lampiran 12. Sertifikat Analisa BHT
(5)
115 Lampiran 13. Sertifikat Analisa n-Heksan
(6)
116 Lampiran 14. Sertifikat Analisa Etil Asetat