Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia Pada Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) Dalam Bentuk Emulsi Tipe Minyak Dalam Air Menggunakan GCMS

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI STABILITAS FISIK DAN KOMPONEN KIMIA

PADA MINYAK BIJI JINTEN HITAM

(Nigella sativa L.) DALAM BENTUK EMULSI TIPE

MINYAK DALAM AIR MENGGUNAKAN GCMS

SKRIPSI

DEISY INDAYANTI

NIM. 1110102000080

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA


(2)

ii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI STABILITAS FISIK DAN KOMPONEN KIMIA

PADA MINYAK BIJI JINTEN HITAM

(Nigella sativa L.) DALAM BENTUK EMULSI TIPE

MINYAK DALAM AIR MENGGUNAKAN GCMS

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

DEISY INDAYANTI

NIM. 1110102000080

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA


(3)

iii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Deisy Indayanti

NIM : 1110102000080

Tanda Tangan :


(4)

iv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Deisy Indayanti NIM : 1110102000080 Program Studi : Farmasi

Judul : Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia Pada Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) Dalam Bentuk Emulsi Tipe Minyak Dalam Air Menggunakan GCMS

Disetujui oleh:

Mengetahui,

Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Drs. Umar Mansur, M.Sc. Pembimbing I

Ofa Suzanti Betha, M.Si, Apt. NIP. 197501042009122001

Pembimbing II

Ismiarni Komala, M. Sc., Ph.D. Apt. NIP. 197806302006042001


(5)

v

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Deisy Indayanti NIM : 1110102000080 Program Studi : Farmasi

Judul : Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia Pada Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) Dalam Bentuk Emulsi Tipe Minyak Dalam Air Menggunakan GCMS

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt. ( )

Pembimbing II : Ismiarni Komala, M. Sc., Ph.D., Apt. ( )

Penguji I : Nelly Suryani, M.Si., Ph.D., Apt. ( )

Penguji II : Eka Putri, M.Si., Apt. ( )

Ditetapkan di : Jakarta


(6)

vi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ABSTRAK

Nama : Deisy Indayanti Program Studi : Farmasi

Judul : Uji Stabilitas Fisik dan Komponen Kimia Pada Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) Dalam Bentuk Emulsi Tipe Minyak Dalam Air Menggunakan GCMS

Penguraian dan penstabilan bahan obat dalam suatu sediaan farmasi merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan. Suatu sediaan obat yang diformulasi harus cukup stabil ketika penyimpanan, yaitu obat tidak berubah menjadi tidak memiliki efek atau menjadi racun/toksik. Penelitian ini bertujuan untuk menguji stabilitas emulsi berdasarkan sifat fisik dan kimia emulsi melalui perubahan komponen penyusun minyak atsiri yang terkandung di dalam emulsi minyak biji jinten hitam (MBJH) dengan emulgator tragakan 1,5%. Sifat fisik meliputi pengamatan organoleptis, pengukuran nilai pH, viskositas, diameter rata-rata globul, dan uji sentrifugasi. Sifat kimia meliputi perubahan komponen penyusun minyak atsiri emulsi MBJH sebelum dan setelah penyimpanan selama 21 hari pada suhu ruang (25oC). Sifat kimia diuji menggunakan GCMS. Hasil pengujian sifat fisik menunjukkan bahwa pada formulasi MBJH sebelum dan setelah penyimpanan emulsi tetap berwarna krem kekuningan, bau khas minyak, dan tidak terjadi pemisahan, mengalami penurunan nilai pH sebesar 0,6, penurunan viskositas sebesar 125 cps, kenaikan ukuran diameter rata-rata globul emulsi sebesar 10,72 µm, dan terjadi pemisahan setelah dilakukan uji sentrifugasi. Hasil pengujian komponen penyusun minyak atsiri emulsi MBJH sebelum dan setelah penyimpanan menunjukkan bahwa terjadi penurunan persen area pada thymoquinone sebesar 40,40%, 4-terpineol sebesar 4,7%, carvone sebesar 0,52%, terbentuk senyawa baru p-cymene, -terpinene, dan α-terpinene, adanya senyawa yang hilang yaitu limonene dan citronella, dan senyawa yang persen areanya tetap pada senyawa isopulegol. Thymoquinone tidak stabil dalam formulasi emulsi MBJH dengan emulgator tragakan 1,5%. Dari penelitian ini diketahui bahwa telah terjadi perubahan komposisi kimia pada emulsi MBJH selama penyimpanan 21 hari.


(7)

vii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ABSTRACT

Name : Deisy Indayanti Program Study : Pharmacy

Title : Physical Stability Assessment and Chemical Components In Black Cumin Seed Oil (Nigella sativa L.) Emulsion O/W Using GCMS

Decomposition and stability drug is one of the basic things that need to be considered. A formulary drug dosage should be stable when the storage, the drug does not turn into a substance has no effect or even into substances that are toxic. This study aims to This study aims to test the stability of emulsion based on physical and chemical properties through changed in the composition of volatile oil contained in the black cumin seed oil emulsion (MBJH) with 1.5% tragacanth as an emulsifier. Physical properties include organoleptic, measurement of pH value, viscosity, average diameter of globules, and centrifugation test. Chemical properties include changed in the composition of volatile oil emulsion MBJH before and after storage for 21 days at room temperature (25oC). Chemical

properties were tested using GCMS. The test results showed that the physical properties of the formulation before and after storage MBJH emulsion still creamy yellowish, aromatic smell of oil, and there is no separation, decreased pH value by 0,6, decreased viscosity by 125 cps, increased in the average diameter of globules emulsion by 10.72 µm, and there was separation after centrifugation test. Results of testing components volatile oil emulsion MBJH before and after storage showed that a decreased percent area thymoquinone by 40.40%, 4-terpineol by 4.7%, carvone by 0.52%, new compounds are formed p-cymene, -terpinene, and α-terpinene, missing the presence of compounds limonene and citronella, and compounds that percent area fixed on isopulegol compounds. Thymoquinone unstable in formulation MBJH emulsion with 1.5% tragacanth emulsifier. Furthermore, the results of this study confirmed that there is a change in the chemical composition of the MBJH emulsion during 21 days of storage.


(8)

viii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta KATA PENGANTAR

Bismillahirahmaanirrahiim alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi berjudul “Uji Stabilitas Fisik Dan Komponen Kimia Pada Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella Sativa L.) Dalam Bentuk Emulsi Tipe Minyak Dalam Air Menggunakan GCMS” dengan baik sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan tingkat Strata 1 (S1) pada Program Studi Farmasi. Shalawat serta salam senantiasa penulis curahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat serta para pengikut di jalan yang diridhoi-Nya.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian sampai penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si, Apt. dan Ibu Ismiarni Komala, M. Sc., Ph.D., Apt. selaku pembimbing saya, yang dengan sabar memberikan bimbingan, masukan, dukungan, dan semangat kepada penulis.

2. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Kedua orang tua tercinta Ibu Oktariyah dan Bapak Muhammad Sukri yang

senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan baik moril maupun materil, serta doa tanpa henti yang menyertai setiap langkah penulis.

4. Eyang akung tercinta Bapak Drs. Soewito, MM. yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan baik moril maupun materil, serta doa tanpa henti yang menyertai setiap langkah penulis.

5. Putra Nugroho yang selalu ada untuk memberikan semangat dan nasihat tanpa henti dalam suka dan duka sejak awal penelitian hingga akhir penyelesian skripsi ini.


(9)

ix

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Teman seperjuangan penelitian penulis Hanny Narulita dan Liana Puspita Cahyaningrum atas kebersamaan, bantuan serta motivasinya sejak awal penelitian hingga akhir penyelesian skripsi ini.

8. Temanku Iklis, Khalida, dan Farah yang telah memberi dukungan, motivasi, serta masukan kepada penulis selama pengerjaan skripsi dan selama di bangku perkuliahan.

9. Teman-teman Farmasi β010 “Andalusia” atas persaudaraan dan kebersamaan yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis baik selama pengerjaan skripsi ini maupun selama di bangku perkuliahan.

10. Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kak Rahmadi, Kak Eris, Kak Liken, Kak Tiwi, dan Kak Lisna, dan Kak Rani yang dengan sabar membantu penulis mempersiapkan alat dan bahan selama penelitian.

11. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian naskah skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua bantuan, dan dukungan yang diberikan. Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu saran serta kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amin Ya Robbal’alamin.

Jakarta, September 2014


(10)

x

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Deisy Indayanti NIM : 1110102000080 Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis karya : Skripsi

demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :

UJI STABILITAS FISIK DAN KOMPONEN KIMIA PADA MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa L.) DALAM BENTUK EMULSI TIPE MINYAK DALAM AIR MENGGUNAKAN GCMS

untuk dipublikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang – Undang Hak Cipta. Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada Tanggal : September 2014 Yang menyatakan,


(11)

xi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Batasan Masalah ... 2

1.3 Perumusan Masalah ... 2

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.) ... 4

2.1.1 Morfologi Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.) ... 4

2.1.2 Bagian Tanaman yang Digunakan ... 5

2.1.3 Kandungan Kimia Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) ... 5

2.1.4 Aktivitas Farmakologi Minyak Biji Jinten Hitam ... 6

2.2 Minyak atsiri ... 7

2.3 Penguraian dan Penstabilan Bahan Obat ... 8

2.3.1 Reaksi Hidrolisis ... 9

2.3.2 Reaksi Oksidasi ... 9

2.3.3 Reaksi Isomerisasi ... 10


(12)

xii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4.1 Pengertian Emulsi ... 10

2.4.2 Tujuan Emulsi dan Emulsifikasi ... 11

2.4.3 Komponen Pembentuk Emulsi ... 11

2.4.4 Evaluasi Sediaan Emulsi ... 15

2.4.5 Stabilitas Sediaan Emulsi ... 15

2.5 Demulsifikasi ... 17

2.5.1 Pengertian Demulsifikasi ... 17

2.5.2 Metode Demulsifikasi ... 17

2.6 Ekstraksi Cair-cair ... 19

2.7 Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GCMS) ... 20

2.7.1 Kromatografi Gas ... 20

2.7.2 Spektroskopi Massa ... 20

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 21

3.1 Alat dan Bahan ... 21

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

3.3 Prosedur Penelitian ... 21

3.3.1 Penyiapan Sampel Minyak Biji Jinten Hitam (MBJH) ... 21

3.3.2 Pembuatan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam (MBJH) ... 22

3.3.2 Evaluasi Fisik Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan ... 23

3.3.3 Analisis Komponen Kimia Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan ... 24

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Hasil Pembuatan Emulsi MBJH ... 26

4.1.1 Formula Emulsi MBJH ... 26

4.1.2 Hasil Kondisi Optimasi Kecepatan Spindel Homogenizer .... 26

4.1.3 Hasil Pembuatan Emulsi MBJH Dengan Kondisi Optimasi .. 27

4.2 Evaluasi Fisik Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan ... 27

4.2.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan ... 27

4.2.2 Hasil Pengukuran Nilai pH Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan ... 28


(13)

xiii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.2.3 Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Rata-rata Emulsi MBJH

Sebelum dan Setelah Penyimpanan ... 29

4.2.4 Hasil Pengukuran Nilai Diameter Rata-rata Globul Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan ... 30

4.2.5 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi MBJH ... 32

4.3 Hasil Analisis Komponen Kimia MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan... 33

4.3.1 Hasil Kondisi Optimasi GCMS MBJH ... 33

4.3.2 Hasil Analisis Stabilitas Komponen Kimia MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan ... 33

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

5.1 Kesimpulan ... 44

5.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(14)

xiv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kerangka Penelitian ... 51

Lampiran 2 Perhitungan Penimbangan Bahan ... 52

Lampiran 3 Perhitungan Diameter Rata-rata Globul Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan ... 54

Lampiran 4 Perhitungan Rendemen Hasil Ekstraksi Minyak Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan ... 64

Lampiran 5 Perhitungan Konsentrasi Minyak Hasil Ekstraksi Emulsi MBJH ... 69

Lampiran 6 Hasil Kromatogram GCMS MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan ... 70

Lampiran 7 Dokumentasi Alat, Bahan, dan Kegiatan Penelitian ... 82

Lampiran 8 Sertifikat Analisis Minyak Biji Jinten Hitam ... 83

Lampiran 9 Sertifikat Analisis Tragakan... 86

Lampiran 10 Sertifikat Analisis Natrium Benzoat ... 87


(15)

xv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tanaman dan Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) ... 4

Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Nilai pH Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan ... 29

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Nilai VIskositas Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan ... 30

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Nilai Diameter Rata-rata Globul Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan ... 31

Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Rendemen Hasil Ekstraksi Minyak Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan ... 34

Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Kandungan Kimia MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan ... 37

Gambar 4.6 Grafik Perbandingan Kandungan Kimia Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan ... 37

Gambar 4.7 Reaksi Isomerisasi Limonene ... 41

Gambar 4.8 Reaksi Hidrolisis Limonene Menjadi α-terpineol ... 41


(16)

xvi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Senyawa Kimia Minyak Atsiri Biji Jinten Hitam

(Nigella sativa L.) ... 5

Tabel 2.2 Komposisi Senyawa Kimia Minyak Statis Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) ... 6

Tabel 2.3 Jenis-jenis Zat Pengemulsi dan Penstabil Untuk Sistem Farmasi ... 13

Tabel 3.1 Komposisi Emulsi MBJH ... 22

Tabel 4.1 Formula Emulsi MBJH ... 26

Tabel 4.2 Hasil Kondisi Optimasi Kecepatan Spindel Homogenizer ... 26

Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH ... 28

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Nilai pH Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan ... 28

Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan ... ` 29

Tabel 4.6 Hasil Pengukuraan Diameter Rata-rata Globul Emulsi MBJH ... 31

Tabel 4.7 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi MBJH ... 32

Tabel 4.8 Rendemen Hasil Ekstraksi Minyak Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan ... 34

Tabel 4.9 Kandungan Kimia Senyawa Antioksidan Di dalam MBJH ... 37

Tabel 4.10 Perubahan Komponen Kimia Minyak Atsiri MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan ... 38

Tabel 4.11 Perubahan Komponen Kimia Minyak Atsiri Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan ... 38


(17)

1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jinten hitam merupakan tanaman herbal berbunga tahunan yang banyak ditanam di negara Mediterania, Timur Tengah, Eropa Timur, dan Asia Barat. Di Timur Tengah, Afrika Utara, dan India biji jinten hitam telah lama digunakan secara tradisional selama berabad-abad untuk pengobatan asma, batuk, bronkitis, sakit kepala, rematik, demam, influenza dan eksim serta sebagai antihistamin, antidiabetes, antiinflamasi, antioksidan, dan meningkatkan sistem imun (Burits and Bucar, 2000; Padmaa, 2010).

Minyak biji jinten hitam yang berada di pasaran pada umumnya berupa sediaan minyak yang dikemas dalam botol, dalam bentuk soft

kapsul, dan dalam bentuk serbuk yang dicampur dengan minyak zaitun, sari kurma, serta madu. Pada penelitian sebelumnya, telah dilakukan formulasi minyak biji jinten hitam yang dikombinasi dengan olive oil dalam bentuk sediaan mukoadhesif untuk pengobatan infeksi pada vagina, dan juga formulasi dalam bentuk solid lipid nanopartikel untuk kulit sebagai kosmetik (Sree Harsha, et al., 2011; Nagi, et al., 2010).

Formulasi emulsi dari berbagai jenis bahan alami telah dibuat dan digunakan dalam industri makanan, farmasi, dan kosmetik. Ada berbagai bahan yang ditambahkan untuk meningkatkan nilai gizi maupun sifat fisikokimia dari sediaan yang dibuat. Bahan tambahan ini terkadang mengalami degradasi secara perlahan dan bahkan bisa sampai menghilangkan aktivitasnya karena mengalami oksidasi, bereaksi dengan komponen yang ada dalam sistem sehingga dapat membatasi bioavailibilitas, atau mengubah warna dan rasa produk, dimana hal ini akan mempengaruhi keamanan dan efektivitas dari sediaan yang dibuat (Achouri, Zamani, and Boye, 2012).


(18)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Berbagai kondisi lingkungan, seperti cahaya, suhu, kelembaban, dan siklus freeze/thaw, secara signifikan dapat mempengaruhi stabilitas kimia dari zat aktif selama penyimpanan dan distribusi (Lopez, et al., 2012). Ketidakstabilan secara kimia dapat dilihat berdasarkan adanya degradasi zat aktif, perubahan pH, perubahan ukuran globul, dan penurunan viskositas (Ali, et al., 2013).

Tujuan dari penelitian ini adalah menguji stabilitas komponen senyawa pada minyak biji jinten hitam ketika diformulasi menjadi emulsi berdasarkan sifat fisik dan sifat kimia emulsi melalui perubahan komponen penyusun minyak atsiri yang terkandung di dalamnya. Kestabilan ini merupakan hal yang penting untuk mengetahui kualitas dari suatu produk obat (Lopez, et al., 2012).

1.2 Batasan Masalah

Dalam penelitian uji stabilitas fisik dan komponen senyawa pada minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L.) dalam bentuk emulsi tipe minyak dalam air menggunakan GCMS ini masalah dibatasi pada evaluasi stabilitas fisik dan komponen senyawa pada minyak biji jinten hitam setelah diformulasi menjadi emulsi sebelum dan setelah penyimpanan pada suhu ruang (25oC).

1.3 Perumusan Masalah

1. Bagaimana stabilitas fisik emulsi minyak biji jinten hitam tipe minyak dalam air dengan emulgator tragakan 1,5% selama penyimpanan 21 hari?

2. Bagaimana stabilitas kimia komponen penyusun minyak atsiri biji jinten hitam dalam formulasi emulsi tipe minyak dalam air dengan emulgator tragakan 1,5% dalam penyimpanan selama 21 hari?


(19)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk menguji stabilitas fisik emulsi minyak biji jinten hitam tipe minyak dalam air dengan emulgator tragakan 1,5% selama penyimpanan 21 hari.

2. Untuk menguji stabilitas kimia komponen penyusun minyak atsiri biji jinten hitam dalam formulasi emulsi tipe minyak dalam air dengan emulgator tragakan 1,5 % dalam penyimpanan selama 21 hari.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui stabilitas senyawa aktif yang terkandung di dalam minyak biji jinten hitam sebelum dan setelah penyimpanan pada suhu ruang (25oC) selama 21 hari.


(20)

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.)

2.1.1 Morfologi Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.)

Berdasarkan Materia Medika Jilid III, 1979 jinten hitam merupakan jenis tanaman terna setahun berbatang tegak. Memiliki batang berusuk dan berbulu tegak, rapat atau jarang-jarang dengan disertai adanya bulu-bulu berkelenjar. Bentuk daun lanset, berbentuk garis dengan panjang 1,5-2 cm. Ujung runcing dan memiliki 3 tulang daun berbulu. Memiliki daun tunggal atau majemuk yang posisinya tersebar atau berhadapan. Daun pembalut bunga kecil. Tanaman jinten hitam ini memiliki jumlah kelopak bunga 5 dengan bentuk bundar telur yang ujungnya agak meruncing sampai agak tumpul. Pangkal mengecil membentuk sudut yang pendek dan besar. Memiliki bulu pada mahkota bunga yang jarang dan pendek dengan jumlah mahkota bunga pada umumnya 8 dan bentuk agak memanjang namun lebih kecil dari kelopak bunga. Bibir bunga 2, bibir bagian atas pendek, lanset, ujung memanjang berbentuk benang dan bibir bagian bawah memiliki ujung tumpul. Benang sari banyak dan gundul, kepala sari jorong, berwarna kuning, dan sedikit tajam. Memiliki buah dengan bentuk bulat telur atau agak bulat. Biji jorong bersudut 3 tidak beraturan yang sedikit membentuk kerucut, panjang 3 mm, berkelenjar, dan berwarna hitam.

Gambar 2.1 Tanaman dan Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.) [Sumber: Rajshekar, et al., 2011, telah diolah kembali]


(21)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.1.2 Bagian Tanaman yang Digunakan

Biji jinten hitam telah banyak digunakan untuk pengobatan dan dalam makanan, terutama di negara-negara islam. Selain itu minyak biji jinten hitam ini juga banyak mengandung nutrisi yang baik untuk kesehatan. Komposisi dari minyak biji jinten hitam berbeda-beda pada setiap wilayah, bergantung pada lokasi tumbuhnya (Gharby, et al., 2013). 2.1.3 Kandungan Kimia Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.)

Berdasarkan historisnya, investigasi senyawa kimia pada biji

Nigella sativa L. pertama kali dimulai pada tahun 1880 dengan kandungan minyak 37% dan abu 4,1% (El-Din, et al., 2006). Pada minyak biji jinten hitam mengandung minyak statis dan minyak atsiri. Komposisi senyawa kimia minyak atsiri dan minyak statis biji jinten hitam secara umum dapat diliihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1 Komposisi Senyawa Kimia Minyak Atsiri Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.)

Senyawa Kandungan (%) Senyawa Kandungan (%)

α- thujene 2,4 Fenchone 1,1

α- pinene 1,2 Dihydrocarvone 0,3

Sabinene 1,4 Carvone 4,0

- pinene 1,3 Thymoquinone 0,6 Myrcene 0,4 Terpinen-4-ol 0,7

α- phellandrene 0,6 p-cymene-8-ol 0,4

p-cymene 14,8 carvacrol 1,6

Limonene 4,3 α- longipinene 0,3 - terpinene 0,5 Longifolene 0,7 [Sumber: Nickavar, et al., 2003, dengan pengolahan kembali]


(22)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 2.2 Komposisi Senyawa Kimia Minyak Statis Biji Jinten Hitam

(Nigella sativa L.)

Senyawa Kandungan (%) Asam linoleat 55,6

Asam oleat 23,4

Asam palmitat 12,5 Asam linolenat 0,4

Asam stearat 3,4

Asam laurat 0,6

Asam miristat 0,5 Asam eicosadienoat 3,1 Total asam lemak 99,5

[Sumber: Nickavar, et al., 2003, dengan pengolahan kembali] 2.1.4 Aktivitas Farmakologi Minyak Biji Jinten Hitam

a. Antibakteri

Minyak atsiri biji jinten hitam memiliki banyak aktivitas farmakologi, salah satunya adalah sebagai antibakteri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Bessedik dan Allem, 2013 menggunakan sampel yang berasal dari rumah sakit di Ibukota Aljazair, melalui medium agar pada cawan petri yang diberi minyak biji jinten hitam pada konsentrasi minimal penghambatan dengan berbagai pengenceran dan beberapa bakteri patogen seperti Escherechia coli,Enterococcus faecalis, Salmonella typhi, Proteus mirabilis, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Klebsiella pneumonia. Pada konsentrasi 0,4% aktivitas penghambatan terjadi pada E. coli, S. Aureus, dan P. mirabilis. Untuk E. faecalis SV, S. thermophilus, dan P. aeruginosa, aktivitas penghambatan terjadi pada konsentrasi 2%. Dari penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa minyak biji jinten hitam ini memiliki aktivitas antibakteri spectrum luas berdasarkan efek antibakteri yang didapatkan pada rantai bakteri patogen yang diujikan.


(23)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta b. Antioksidan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Muhamma Raza, et al., 2006 senyawa thymoquinone yang terdapat dalam minyak atsiri biji jinten hitam dalam bentuk minuman untuk pencegahan yang diberikan selama 5 hari (8 mg/kg/day p.o.) terbukti dapat melindungi mencit dari hepatotoksisitas yang diinduksi oleh CCl4. Efek hepatoprotektif dari

TQ terhadap hepatotoksisitas yang diinduksi oleh CCl4 ditunjukkan

oleh pencegahan yang signifikan untuk peningkatan serum ALT, AST dan LDH yang terkait dengan penghambatan yang signifikan dalam produksi peroksida oleh lipid di hati.

c. Antikanker

Pada jurnal Hassan, et al., 2008, telah dilakukan penelitian efek thymoquinone sebagai antikanker pada sel karsinoma hepatoseluler (HepG2). Studi ini dilakukan dengan memberikan pengobatan pada sel karsinoma hepatoseluler (HepG2) dengan TQ konsentrasi bertingkat (25-400 µM) selama 12-24 jam. Kemudian kelangsungan hidup dan proliferasi dari sel uji dimonitor. Hasil dari studi ini dapat dilihat berdasarkan data yang menunjukkan bahwa pengobatan sel dengan konsentrasi < 200 µM menghasilkan penghambatan yang signifikan dari kelangsungan hidup sel pada 12-24 jam dibandingkan dengan kontrol.

2.2 Minyak atsiri

Minyak atsiri merupakan kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri bersifat mudah menguap karena titik uapnya rendah. Minyak atsiri memiliki bagian utama berupa senyawa terpenoid yang merupakan penyebab wangi, harum, atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Semua terpenoid berasal dari molekul isoprena CH2=C(CH3)–CH=CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh


(24)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta penyambungan dua atau lebih satuan C5 ini. Terpenoid terdiri atas

beberapa macam senyawa, mulai dari komponen minyak atsiri, yaitu monoterpena dan seskuiterpena yang mudah menguap (C10 dan C15),

diterpena yang lebih sukar menguap (C20), sampai ke senyawa yang tidak

menguap, yaitu triterpenoid dan sterol (C30), serta pigmen karotenoid

(C40). Golongan senyawa lainnya mungkin terdapat bersama-sama dengan

terpena di dalam minyak atsiri seperti fenilpropanoid, dll (harborne, 1987).

Secara kimia, terpena minyak atsiri terdiri dari dua golongan yaitu monoterpena dan seskuiterpena, berupa isoprenoid C10 dan C15 dengan

masing-masing memiliki titik didih yang berbeda, yaitu monoterpena 140-180o C dan seskuiterpena > 200oC (harborne, 1987).

Berdasarkan struktur kimianya, senyawa monoterpena terdiri dari tiga golongan, yaitu asiklik (misalnya geraniol), monosiklik (misalnya limonene), atau bisiklik (misalnya α- dan - pinene). Dalam setiap golongan, monoterpena dapat berupa hidrokarbon tak jenuh (misalnya limonene) atau dapat mempunyai gugus fungsi dan berupa alkohol (misalnya mentol), aldehida, atau keton (misalnya menton, carvone) (harborne, 1987).

2.3 Penguraian dan Penstabilan Bahan Obat

Kebanyakan penguraian bahan farmasi dapat digolongkan sebagai hidrolisis atau oksidasi. Kebanyakan obat mengandung lebih dari satu gugus fungsional, dan obat ini mungkin bisa terhidrolisis dan teroksidasi bersama-sama. Reaksi lain seperti isomerisasi, epimerasi, dan fotolisis juga dapat mempengaruhi kestabilan obat dalam berbagai produk cairan, padatan, dan semisolid (Martin, et al., 1993).


(25)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.3.1 Reaksi Hidrolisis

Obat dengan gugus fungsi seperti eter, amine, keton, ester, amida, lakton atau laktam secara umum dapat mengalami degradasi yang disebabkan hidrolisis. Air memiliki peran penting dalam terjadinya reaksi hidrolisis. Hal ini disebabkan karena air berperan sebagai media terjadinya interaksi (Fathima, et al., 2011; Niazi, 2007).

Reaksi hidrolisis adalah reaksi penguraian garam oleh air atau reaksi ion-ion garam dengan air. Garam-garam yang berasal dari asam lemah atau basa lemah atau keduanya akan terurai dalam air membentuk asam bebas dan basa bebas. Reaksi salah satu atau kedua ion larutan garam dengan air menyebabkan perubahan konsentrasi ion H+ maupun ion OH- dalam larutan. Akibatnya, larutan garam dapat bersifat asam, basa, maupun netral. Dalam penguraian garam dapat terjadi beberapa kemungkinan: (Hardjono, 2005)

1. Ion garam bereaksi dengan air menghasilkan ion H+, sehingga menyebabkan [H+] dalam air bertambah mengakibatkan [H+] > [OH-]

dan larutan bersifat asam.

2. Ion garam bereaksi dengan air menghasilkan ion OH-, sehingga

menyebabkan [H+] < [OH-] dan larutan bersifat basa.

3. Ion garam tidak dengan air sehingga [H+] dalam air akan tetap sama

dengan [OH-] dan air akan tetap netral (pH=7).

Contoh:

HCl + NH4OH NH4+ + Cl- + H2O

2.3.2 Reaksi Oksidasi

Reaksi dekomposisi pada larutan obat yang umum terjadi pada senyawa selain hidrolisis adalah oksidasi. Reduksi merupakan penambahan elektron pada molekul dan oksidasi merupakan pelepasan elektron dari molekul. Dalam kimia organik, oksidasi sering dianggap sinonim dengan lepasnya hidrogen (dehidrogenasi). Bila suatu reaksi melibatkan molekul oksigen biasanya disebut autooksidasi karena


(26)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta biasanya terjadi secara spontan dalam keadaan normal. Oksidasi sering melibatkan radikal bebas dan yang diikuti reaksi-reaksi berantai. Radikal bebas adalah molekul/atom yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan seperti R, hidroksil bebas OH, dan molekul oksigen O-O. Radikal ini cenderung untuk menarik elektron dari zat lain sehingga terjadi oksidasi. Dalam kebanyakan reaksi oksidasi, laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi dari molekul pengoksidasi tetapi mungkin tidak bergantung pada konsentrasi oksigen. Reaksi ini biasanya dikatalisis oleh oksigen, logam berat, dan peroksida organik. Obat dengan gugus fungsi aldehid, alkohol, fenol, alkaloid, atau yang mengandung minyak dan

lemak tak jenuh mudah mengalami reaksi oksidasi ini

(Martin, et al., 1993; Fathima, et al., 2011; Niazi, 2007).

2.3.3 Reaksi Isomerisasi

Reaksi isomerisasi merupakan proses kimia dari suatu senyawa yang berubah menjadi bentuk senyawa isomer lainnya namun tetap memiliki komposisi kimia yang sama dengan senyawa asalnya hanya memiliki perbedaan pada struktur atau konfigurasi sehingga memiliki sifat fisika dan kimia yang berbeda juga dengan senyawa asalnya. Senyawa isomer yang terbentuk ini mungkin juga memiliki sifat farmakologi atau

toksikologi yang berbeda (Fathima, et al., 2011).

2.4 Emulsi

2.4.1 Pengertian Emulsi

Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam air (o/w). Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak (w/o) (FI IV). Sistem emulsi berkisar dari cairan (lotio) yang


(27)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki viskositas relatif rendah sampai salep atau krim, yang merupakan semisolid. Diameter partikel dari fase terdispersi umumnya berkisar dari 0,1-50 µm (James, 2007).

Pada dasarnya suatu sistem emulsi tidak stabil karena masing-masing partikel memiliki kecenderungan untuk bergabung dengan partikel sesama lainnya. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau bagian ketiga dari emulsi yaitu zat pengemulsi

(emulsifying agent) (Ansel, 1989). Bahan pengemulsi umumnya dibedakan menjadi tiga golongan besar, yaitu surfaktan, hidrokoloid, dan zat padat terbagi halus. Golongan pengemulsi tertentu dipilih terutama berdasarkan stabilitas shelf-life yang dikehendaki, tipe emulsi yang diinginkan, dan biaya zat pengemulsi (Lachman, et al., 1994).

2.4.2 Tujuan Emulsi dan Emulsifikasi

Untuk emulsi yang diberikan secara oral, tipe emulsi minyak dalam air memungkinkan pemberian obat yang harus dimakan tersebut memiliki rasa yang lebih enak walaupun sebenarnya minyak yang diberikan tidak enak rasanya, dengan menambahkan pemanis dan pemberi rasa pada pembawa airnya, sehingga mudah dimakan dan ditelan sampai ke lambung. Ukuran partikel yang diperkecil dari bola-bola minyak dapat mempertahankan minyak tersebut agar lebih dapat dicernakan dan lebih mudah diabsorpsi (Ansel, 1989).

2.4.3 Komponen Pembentuk Emulsi

Komponen pembentuk emulsi secara umum yaitu: a. Fase Minyak

Secara umum fase minyak dari emulsi merupakan suatu zat aktif yang memiliki aktivitas farmakologi. Parafin cair, minyak castor, minyak ikan, minyak wijen merupakan contoh minyak yang biasa diformulasi menjadi emulsi untuk sediaan oral. Minyak biji kapas, minyak kacang kedelai, dan minyak safflower biasa digunakan sebagai


(28)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta emulsi untuk penggunaan infus. Minyak turpentine dan benzyl benzoate biasa diformulasi emulsi untuk penggunaan eksternal (Aulton and Taylor, 2001).

b. Fase Air

Fase air atau pelarut yang digunakan dalam pembuatan emulsi adalah aquademineralisata. Aqua demineralisata ini diperoleh dengan cara penyulingan, pertukaran ion, osmosis terbalik, atau cara lain yang sesuai. Air yang digunakan harus bebas mineral, partikel, dan mikroba (Rowey, Sheskey dan Owen, 2006).

c. Emulsifying Agent (Emulgator)

Dalam membentuk emulsi yang stabil bahan pembentuk emulsi ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan antara fase

minyak dan air atau merusak lapisan yang mengelilingi globul emulsi (Silva, et al., 2011).

Bahan pengemulsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tragakan. Tragakan 1,5% dipilih karena merupakan emulgator alam dan berdasarkan penelitian sebelumnya dihasilkan emulsi dengan viskositas yang paling baik (Warda, 2013). Tragakan tidak larut dalam air, etanol 95%, dan pelarut organik lain. Meskipun tidak larut dalam air namun tragakan dapat mengembang 10 atau 20 kali dari beratnya baik di dalam air panas ataupun air dingin (Rowey, Sheskey dan Owen, 2006; Anief, 2006). Data praformulasi dari tragakan yaitu: (HOPE, 6th Edition)

Sinonim : gum tragacanth, tragacantha

Organoleptis : serbuk, berwarna putih hingga

kekuningan, tidak berbau, membantuk lapisan transparan

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, ethanol

(95%), dan pelarut organik lain. Bisa mengembang dengan cepat dengan


(29)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sepuluh kali beratnya dalam air baik air panas atau dingin

Keasaman-kebasaan : pH 5-6 pada larutan terdispersi 1% w/v

Nilai keasaman : 2-5

Kandungan air : < 15% w/w

Manfaat penggunaan : agen pensuspensi, agen peningkat

viskositas

Stabilitas dan penyimpanan : stabil pada pH 4-8 dan pada wadah tertutup rapat dengan kondisi sejuk dan kering

Inkompatibilitas : menurunkan efek sebagai pengawet pada

benzalkonium klorida, klorbutanol, dan methylparaben

Selain tragakan, zat pengemulsi dan penstabil untuk sistem farmasi adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3 Jenis-jenis Zat Pengemulsi dan Penstabil Untuk Sistem Farmasi

[sumber: Ansel, 1989] d. Pengawet

Pengawet yang digunakan disini adalah Na benzoat dengan konsentrasi 0,1%. Na benzoat dipilih sebagai pengawet karena kompatibel dengan tragakan. Na benzoat larut dalam etanol 95% (1:75), etanol 90% (1:50), dan air (pada suhu 20o 1:1,8 dan pada suhu 100o 1:1,4). Na benzoat memiliki aktivitas sebagai bakteriostatik dan anti jamur yang optimal pada pH 2-5 serta pada kondisi basa hampir 1. Bahan-bahan karbohidrat Akasia (gom), tragakan, agar, kondrus

2. Zat-zat protein Gelatin, kuning telur, dan kasein 3. Alkohol dengan bobot molekul

tinggi

Stearil alkohol, setil alkohol, dan gliseril monostearat

4. Zat-zat pembasah, yang bisa bersifat kationik, anionik, dan nonionik.

Kationik: benzalkonium klorida

Nonionik: ester-ester sorbitan dan turunan polietilen

5. Zat padat yang terbagi halus

Tanah liat koloid termasuk bentonit, magnesium hidroksida, dan aluminium hidroksida


(30)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak memiliki efek (Rowey, Sheskey and Owen, 2006). Data praformulasi dari natrium benzoat yaitu:

Sinonim : sodium benzoic acid, benzoic acid sodium salt

Organoleptis : berupa serbuk, granul, atau kristal yang

sedikit higroskopis, berwarna putih, tidak berbau

Kelarutan : ethanol 95% (1 in 75), ethanol 90%

(1 in 50), air (1 in 1,8; 1 in 1,4 at 100oC)

Keasaman-kebasaan : pH 8

Densitas : 1,497-1,527 g/cm3 at 24oC

Manfaat penggunaan : pengawet, lubrikan tablet dan kapsul

Stabilitas dan penyimpanan : penyimpanan pada wadah tertutup rapat dengan kondisi sejuk dan kering

Inkompatibilitas : inkompatibel dengan senyawa

kuartener, gelatin, garam Fe, garam kalsium, logam berat seperti merkuri, perak

e. Pemanis

Pemanis yang digunakan yaitu sukrosa. Sukrosa merupakan pemanis yang umum digunakan dalam pembuatan sediaan oral. Sukrosa disini berfungsi untuk menutupi rasa dari sediaan yang kurang enak. Konsentrasi sukrosa sebagai pemanis pada sediaan oral yaitu 50-67%. Sukrosa praktis tidak larut dalam kloroform, larut dalam etanol (1:400), etanol 95% (1:170), propan-2-ol (1:400), dan air (pada suhu 20oC 1:0,5 dan pada suhu 100oC 1:0,2) (Rowey, Sheskey and Owen, 2006).


(31)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.4.4 Evaluasi Sediaan Emulsi

Evaluasi sediaan emulsi ini dilakukan untuk mengetahui kestabilan dari suatu sediaan emulsi dalam jangka waktu penyimpanan tertentu. Evaluasi sediaan emulsi ini dilakukan melalui pengamatan organoleptis (bau, warna), pengamatan secara fisik (viskositas, diameter globul rata-rata, pH, dan volume creaming), serta pengamatan secara kimia (degradasi zat aktif) (Martin, et al., 1993; Ansel, 1989; Lachman, et al., 1994).

2.4.5 Stabilitas Sediaan Emulsi

Stabilitas merupakan suatu kemampuan produk obat atau kosmetik agar dapat mempertahankan spesifikasi yang diterapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurnian produk (Djajadisastra, 2004). Kestabilan dari emulsi farmasi berciri tidak adanya penggabungan fase dalam, tidak adanya creaming, dan memberikan penampilan, bau, warna, dan sifat-sifat fisik lainnya yang baik (Martin, et al., 1993).

Beberapa fenomena yang menjadi parameter dalam menentukan ketidakstabilan fisik dalam emulsi yaitu:

a. Creaming

Creaming merupakan peristiwa pembentukan agregat dari bulatan fase dalam yang memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk naik ke permukaan emulsi atau jatuh ke dasar emulsi tersebut daripada partikel-partikelnya sendiri (Martin, et al., 1993).

b. Koalesen

Koalesen merupakan proses penipisan atau terganggunya lapisan

film antardroplet sehingga menyebabkan adanya fusi dari dua atau lebih droplet yang ukurannya menjadi lebih besar dari ukuran semula (Wiley, et al., 2013).


(32)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

c. Cracking

Kerusakan yang paling besar dari emulsi adalah cracking. Pada fenomena ini emulsi terpisah menjadi dua fase yaitu fase minyak dan fase air dan tidak dapat bercampur meskipun dilakukan pengocokan

(Ansel, 1989).

Selain uji stabilitas fisik, ada juga uji stabilitas kimia pada emulsi. Uji stabilitas kimia pada emulsi salah satunya adalah dengan cara menganalisis perolehan kembali zat aktif yang terkandung dalam emulsi. Stabilitas kimia dari molekul sediaan merupakan hal yang sangat penting karena berhubungan dengan efek dan keamanan dari suatu produk obat. Pedoman dari FDA dan ICH menyebutkan berbagai persyaratan untuk uji stabilitas yang bertujuan untuk mengetahui kualitas bahan obat dan produk obat seiring dengan perubahan waktu dibawah pengaruh berbagai kondisi lingkungan. Studi tentang stabilitas molekul membantu untuk memilih formula yang tepat dan pengemasan yang baik sekaligus untuk mengetahui kondisi penyimpanan serta umur simpan. Studi stabilitas ini mencakup studi stabilitas jangka panjang, studi stabilitas dipercepat. Studi jangka panjang dilakukan selama 12 bulan dan studi dipercepat dilakukan dalam waktu 6 bulan. Selain itu, ada juga forced degradation studies yang dilakukan dalam waktu yang lebih singkat, yaitu dalam hitungan minggu. Hasil dari forced degradation studies ini dapat digunakan untuk pengembangan indikasi dari metode yang digunakan dalam studi jangka panjang dan dipercepat (M. Blessy, et al., 2013).

Menurut Zhang, 2014 uji stabilitas komponen kimia minyak biologi dilakukan dengan penyimpanan selama 21 hari kemudian dianalisis perubahan komponen kimia penyusun minyak tersebut.


(33)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.5 Demulsifikasi

2.5.1 Pengertian Demulsifikasi

Demulsifikasi adalah pemecahan emulsi sehingga sediaan terpisah menjadi 2 fase yaitu minyak dan air dengan menurunkan stabilitas seperti menghancurkan film interface dengan cara menaikkan suhu, pengadukan, atau menggunakan zat lain yang dapat mengganggu kestabilan (Wasirnuri, 2008).

2.5.2 Metode Demulsifikasi

Menurut Anil, Syed, and Ana, 2008, metode demulsifikasi dibagi menjadi dua, yaitu metode fisika dan metode kimia dimana metode fisika dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu melalui pemanasan, mekanik, dan elektrik.

a. Metode Kimia

Pada metode ini dilakukan penambahan demulsifier pada emulsi. Misalnya yaitu aseton, n-butanol, dan 2-propanol yang telah terbukti berfungsi sebagai demulsifier yang efektif pada aplikasi tertentu (Anil, Syed, and Ana, 2008), juga HCl pekat untuk memecah krim kosmetik (Rohman and Che man, 2009).

b. Metode Fisika

Beberapa metode fisika untuk demulsifikasi yaitu dengan pemanasan, sentrifugasi, high shear, ultrasonik, disolusi pelarut, dan medan elektrostatik bertegangan tinggi. Metode non konvensional lainnya yang telah banyak diteliti yaitu dengan menggunakan

microwave dan membran kaca berpori (Anil, Syed, and Ana, 2008). 1. Pemanasan

Prinsip dari metode pemanasan ini adalah terjadi penurunan viskositas serta peningkatan kelarutan dari surfaktan. Hal ini akan mengakibatkan melemahkan lapisan film pada sediaan


(34)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Anil, Syed, and Ana, 2008). Pada jurnal Abdurahman dan Rosli, 2011 yang membandingkan antara metode pemanasan untuk demulsifikasi antara modern yang menggunakan microwave

dengan konvensional dan didapatkan hasil bahwa metode modern dengan microwave lebih efisien dalam pemisahan emulsi air dalam minyak.

2. High Shear

Metode demulsifikasi ini menggunakan alat High Shear.

Prinsip kerja dari alat ini yaitu akan merusak membran atau lapisan dari globul emulsi (Anil, Syed, and Ana, 2008).

3. Medan Elektrostatik Bertegangan Tinggi

Mekanisme demulsifikasi dengan metode ini belum dapat diketahui secara keseluruhan. Secara umum dengan adanya medan listrik akan membuat droplet mengalami polarisasi dan elongasi, begitu juga dengan droplet yang berada di dekatnya, sehingga mereka akan menarik satu sama lain dan membentuk droplet yang lebih besar. Metode ini merupakan metode demulsifikasi yang paling efisien dan ekonomis dilihat dari peralatan yang digunakan dan parameter pengoperasiannya (Anil, Syed, and Ana, 2008). 4. Sentrifugasi

Metode pemisahan emulsi ini menggunakan alat sentrifugasi. Prinsipnya menggunakan gaya sentrifugal yang dipercepat untuk memisahkan dua atau lebih substansi yang memiliki perbedaan densitas antara cairan atau antara cairan dengan solid (El-Sayed and Mohammad, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Abdurahman, et al., 2009 yang telah melakukan studi pemisahan emulsi minyak dalam air Virgin Coconut oil dengan menggunakan sentrifugasi yang memvariasikan kecepatan sentrifugasi yaitu antara 6000-12000


(35)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta rpm dengan waktu yang divariasikan juga yaitu antara 30-105 menit didapatkan hasil paling baik adalah dengan menggunakan kecepatan 12000 rpm selama 105 menit.

2.6 Ekstraksi Cair-cair

Ekstraksi merupakan proses pemisahan dari suatu bahan berupa padatan atau cairan. Ekstraksi merupakan salah satu teknik yang sangat penting untuk isolasi dan pemurnian dari suatu bahan organik. Ekstraksi dengan pelarut adalah pemisahan antar bagian dari suatu bahan berdasarkan pada perbedaan sifat melarut dari masing-masing bagian bahan terhadap pelarut yang digunakan. Pelarut organik yang biasa digunakan adalah senyawa hidrokarbon pelarut lemak dan minyak seperti alkohol dan aseton (Harborne, 1987).

Berdasarkan wujud bahannya, ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu ekstraksi padat cair dan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi padat cair digunakan untuk sampel yang berupa padatan dengan pelarutnya berupa cairan. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur, dengan menggunakan pelarut yang dapat melarutkan salah satu zat. Metode ekstraksi pelarut menggunakan pelarut yang dapat bercampur dengan sampel untuk menarik senyawa target yang berada pada sampel. Idealnya, pelarut yang dipilih memiliki polaritas yang dekat dengan senyawa target. Pelarut mudah menguap seperti heksan, benzen, ether, etil asetat, dan dikloro metan biasanya digunakan untuk ekstraksi senyawa mudah menguap. Heksan cocok untuk ekstraksi senyawa non polar seperti hidrokarbon alifatik, benzen cocok untuk senyawa aromatik, eter dan etil asetat cocok untuk senyawa yang relatif polar mengandung oksigen. Ekstraksi umumnya dilakukan dengan mengocok sampel dan pelarut di dalam corong pisah. Metode ekstraksi ini merupakan metode yang efisien namun waktu ekstraksi dengan metode ini panjang (Handbook of Analytical Method, hal: 45-46).


(36)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pada jurnal Gudipati, Mette, Anne, dan Charlotte, 2004 disebutkan untuk mengisolasi senyawa yang mudah menguap dapat digunakan beberapa teknik, yaitu melalui destilasi vakum, ekstraksi dengan pelarut,

static and dynamic headspace sampling (DHS), dan solid phase microextraction (SPME).

2.7 Gas Chromatography - Mass Spectrometry (GCMS)

GCMS merupakan instrumen yang digunakan untuk pemisahan dan identifikasi. Instrumen ini merupakan gabungan antara kromatografi gas dan spektroskopi massa. Pada GC hanya terjadi pemisahan untuk mendapatkan komponen kimianya, sedangkan bila dilengkapi MS akan dapat mengidentifikasi komponen tersebut, karena bisa membaca spektrum bobot molekul pada suatu komponen, dan sekaligus dilengkapi dengan library (reference) yang ada pada software

(Day and Underwood., 1999). 2.7.1 Kromatografi Gas

Kromatografi gas digunakan untuk pemisahan suatu senyawa sehingga sampel terpisahkan secara fisik menjadi bentuk molekul-molekul yang lebih kecil (hasil pemisahan dapat dilihat berupa kromatogram) (Khopkar, 1990). Komponen kromatografi gas terdiri dari kontrol dan penyedia gas pembawa, ruang suntik sampel, kolom, dan oven (Day and Underwood., 1999).

2.7.2 Spektroskopi Massa

Spektroskopi massa adalah metode analisis untuk identifikasi senyawa. Setelah sampel mengalami pemisahan pada GC kemudian akan diubah menjadi ion-ion, dan massa dari ion-ion tersebut dapat diukur berdasarkan hasil deteksi berupa spektrum massa (Khopkar, 1990). Komponen spektroskopi massa terdiri dari sumber ion, filter, pengumpul ion, dan detektor (Day and Underwood., 1999).


(37)

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GCMS (Shimadzu), stirerhomogenizer (STIRER IKA), timbangan analitik (AND GH-202), corong pisah (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), beacker glass (Pyrex), Erlenmeyer (Pyrex), vial, cawan, kaca arloji, pipet tetes, batang pengaduk, dan spatula. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L. seed oil) (CV Cipta Anugrah), Tragakan (Brataco), Sukrosa (CV Cipta Anugrah), Na benzoat (CV Cipta Anugrah), aquades. Untuk pereaksi kimianya yang digunakan adalah heksan pro analisis (Merck) dan HCl pekat (Merck).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu, Laboratorium Analisis Obat dan Pangan Halal, Penelitian II, dan Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Mulai dari bulan Januari sampai Agustus 2014.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Penyiapan Sampel Minyak Biji Jinten Hitam (MBJH)

Sampel MBJH didapatkan dari CV.Cipta Anugrah. Dibeli sebanyak satu kg pada tanggal 26 Januari 2014. Sampel MBJH yang dibeli memiliki certificate of analysis (COA). Pada COA MBJH terdapat data karakterisasi dari MBJH yang meliputi:

Organoleptis : cairan berminyak, berwarna kuning pucat sampai kuning dan kuning kehijauan, berbau khas.


(38)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nilai asam : maksimal 10

Nilai peroksida : maksimal 45 ml oksigen dalam setiap kg sampel Titik nyala : 148oC

Komponen utama : asam stearat 2-3%, asam oleat 20-30%, asam linoleat 50-65%

3.3.2 Pembuatan Emulsi (MBJH)

A. Formula Emulsi MBJH

Formula dari emulsi MBJH dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini. Tabel 3.1 Komposisi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam

Bahan Konsentrasi Minyak Biji Jinten Hitam 10%

Tragakan 1,5%

Sukrosa 25%

Na Benzoat 0,10% Aquades Ad 100% [sumber: Warda, 2013, dengan pengolahan kembali] B. Optimasi Kecepatan Spindel Homogenizer

Optimasi dilakukan dengan menimbang sejumlah bahan-bahan yang akan digunakan (tabel 3.1). Kemudian tragakan didispersikan dengan sejumlah air di dalam beacker glass. Setelah tragakan terdispersi sempurna kemudian dihomogenkan dengan homogenizer dengan berbagai kecepatan, yaitu: 200, 500, dan 950 rpm. Setelah tragakan homogen kemudian ditambahkan MBJH sedikit demi sedikit sambil terus dihomogenkan hingga terbentuk korpus emulsi. Lalu ditambahkan ke dalamnya larutan sukrosa dan larutan natrium benzoat sambil terus dihomogenkan. Setelah itu menambahkan sisa aquades sampai tanda batas. Kemudian emulsi yang telah dibuat diamati.


(39)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta C. Pembuatan Emulsi MBJH Dengan Hasil Optimasi Kecepatan Spindel

Homogenizer

Setelah didapatkan kondisi optimasi kemudian emulsi dibuat dengan beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Alat dan bahan disiapkan, kemudian ditimbang bahan–bahan yang digunakan yang terdapat pada tabel 3.1.

2. Tragakan 1,5% didispersikan dengan aquades di dalam beacker glass kemudian dihomogenkan dengan homogenizer kecepatan 950 rpm selama 30 menit.

3. Setelah homogen kemudian ditambahkan minyak sedikit demi sedikit sambil terus dihomogenkan hingga terbentuk korpus emulsi.

4. Kemudian ditambahkan ke dalamnya larutan sukrosa dan larutan natrium benzoat sambil terus dihomogenkan selama 35 menit dengan kecepatan 1911 rpm.

5. Emulsi yang dihasilkan kemudian ditempatkan dalam wadah yang tertutup rapat dan disimpan pada suhu ruang (25oC) selama 21 hari.

3.3.3 Evaluasi Fisik Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan Parameter untuk uji kestabilan yaitu (Baby, et al., 2007):

a. Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Pengamatan organoleptis emulsi dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan pemisahan dari sediaan emulsi pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

b. Pengukuran Nilai pH Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Pengukuran pH emulsi dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran pH dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).


(40)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta c. Pengukuran Nilai Viskositas Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah

Penyimpanan

Pengukuran viskositas emulsi dilakukan dengan menggunakan viskometer HAAKE ViscoTester 6R. Sediaan ditempatkan dalam

beacker glass 100 ml kemudian dipilih nomer spindel yang sesuai.

Pengukuran viskositas ini dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14 dan 21 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

d. Pengukuran Nilai Diameter Globul Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Diameter globul rata-rata diukur dengan menggunakan mikroskop optik dengan cara emulsi diletakkan pada kaca objek, kemudian diamati dengan mikroskop perbesaran 10 x 10. Pengukuran diameter partikel rata-rata dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

e. Uji Sentrifugasi Emulsi MBJH

Sediaan emulsi sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi, kemudian dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 3800 rpm selama 10 menit. Hasil sentrifugasi dapat diamati dengan adanya pemisahan atau tidak (Smaoui, et al., 2012 ).

3.3.4 Analisis Komponen Kimia Minyak Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

A. Pemilihan Kondisi Optimasi GCMS MBJH

Optimasi GCMS dilakukan dengan sampel MBJH sebanyak 1 µl disuntikkan ke GCMS. Pengaturan kondisi alat GCMS dilakukan berdasarkan jurnal Kostadinovic, et al., 2011 yang telah dimodifikasi.


(41)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta B. Analisis Komponen Kimia Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah

Penyimpanan

1. Preparasi Sampel

a. Demulsifikasi Emulsi MBJH

Berdasarkan jurnal Rohman and Che Man, 2011 untuk memecah emulsi sehingga fase minyak dan fase airnya terpisah dilakukan dengan cara menimbang sampel sebanyak 20 g lalu ditempatkan di erlenmeyer dan ditambahkan 5 ml HCl pekat dan 9 ml aquades kemudian dikocok.

b. Ekstraksi Cair-cair Minyak Emulsi MBJH

Setelah dikocok kemudian sampel dipindah ke corong pisah dan ditambahkan 15 ml heksan lalu diekstraksi. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali. Lalu fase heksan yang didapat

digabung dan dievaporasi sampai didapatkan minyak pekat (Rohman and Che Man, 2011).

2. Analisis Komponen Kimia Minyak Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Minyak pekat hasil pemecahan emulsi kemudian dianalisis sebelum dan setelah penyimpanan. Analisis dilakukan pada hari ke 0, 2, 7, 14, dan 21. Kestabilan dilihat berdasarkan pola kromatogram dari emulsi MBJH sebelum dan setelah penyimpanan berdasarkan persen area dari beberapa komponen senyawa aktif yang terkandung di dalam MBJH (Zhang and Liu, 2014; Achouri, Zamani, and Boye, 2012).


(42)

26 BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pembuatan Emulsi MBJH

4.1.1 Formula Emulsi MBJH

Komposisi emulsi MBJH dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.1 Formula Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam

Bahan Konsentrasi Minyak Biji Jinten Hitam 10%

Tragakan 1,5%

Sukrosa 25%

Na Benzoat 0,10%

Aquades Ad 100%

[Sumber: Warda, 2013]

4.1.2 Hasil Kondisi Optimasi Kecepatan Spindel Homogenizer

Optimasi dilakukan dengan cara memilih kecepatan spindel dari homogenizer yang dapat menghasilkan emulsi yang homogen. Hasil dari optimasi dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 Hasil Kondisi Optimasi Kecepatan Spindel Homogenizer Kecepatan (rpm) Hasil Emulsi

200 Emulsi tidak homogen 500 Emulsi tidak homogen 950 Emulsi homogen

Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa pada spindel dengan kecepatan 200, 500 rpm menghasilkan emulsi yang tidak homogen dan pada spindel dengan kecepatan 950 rpm menghasilkan emulsi yang homogen. Hal ini terjadi karena proses pengembangan tragakan tidak sempurna pada spindel dengan kecepatan 200 dan 500 rpm yang mengakibatkan terjadi penggumpalan pada tragakan sehingga


(43)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menghasilkan emulsi yang tidak homogen. Sedangkan pada spindel dengan kecepatan 950 rpm proses pengembangan tragakan sempurna sehingga menghasilkan emulsi yang homogen. Oleh karena itu dalam pembuatan emulsi MBJH digunakan spindel dengan kecepatan 950 rpm. 4.1.3 Hasil Pembuatan Emulsi MBJH Dengan Kondisi Optimasi

Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh warda, 2013 didapatkan bahwa formula emulsi yang baik adalah dengan menggunakan emulgator tragakan dengan konsentrasi 1,5%. Pembuatan emulsi ini diawali dengan mendispersikan tragakan dalam beacker glass berisi aquades sejumlah 20 kali dari berat tragakan. Pendispersian ini dilakukan hingga seluruh tragakan terdispersi sempurna. Kemudian dihomogenkan dengan homogenizer dengan kecepatan 950 rpm. Setelah tragakan homogen yang ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi putih kemudian ditambahkan ke dalamnya minyak biji jinten hitam sedikit demi sedikit dan sambil terus dihomogenkan hingga terbentuk korpus emulsi. Setelah terbentuk korpus emulsi setelah itu dilakukan pengenceran dengan menambahkan sedikit demi sedikit larutan sukrosa dan larutan natrium benzoat hingga emulsi homogen yaitu dengan kecepatan 1911 rpm selama 35 menit. Setelah terbentuk emulsi yang homogen kemudian ditempatkan dalam wadah yang tertutup rapat dan disimpan pada suhu ruang (25oC).

4.2 Evaluasi Fisik Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

4.2.1 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Hasil dari pengamatan organoleptis emulsi MBJH sebelum dan setelah penyimpanan dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini.


(44)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Organoleptis Emulsi MBJH

Hari Ke- Hasil Pengamatan Emulsi A

Warna Bau Pemisahan

0 Krem kekuningan Khas minyak Tidak terjadi pemisahan 2 Krem kekuningan Khas minyak Tidak terjadi pemisahan 7 Krem kekuningan Khas minyak Tidak terjadi pemisahan 14 Krem kekuningan Khas minyak Tidak terjadi pemisahan 21 Krem kekuningan Khas minyak Tidak terjadi pemisahan Hari Ke- Hasil Pengamatan Emulsi B

Warna Bau Pemisahan

0 Krem kekuningan Khas minyak Tidak terjadi pemisahan 2 Krem kekuningan Khas minyak Tidak terjadi pemisahan 7 Krem kekuningan Khas minyak Tidak terjadi pemisahan 14 Krem kekuningan Khas minyak Tidak terjadi pemisahan 21 Krem kekuningan Khas minyak Tidak terjadi pemisahan

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa hasil organoleptis dari emulsi MBJH sebelum dan setelah penyimpanan tidak menunjukkan perubahan. Warnanya tetap krem kekuningan sejak sebelum dan setelah penyimpanan. Baunya pun tidak berubah, yaitu tetap berbau khas minyak dan tidak tengik, serta tidak menunjukkan adanya pemisahan antara fase minyak dan fase air.

4.2.2 Hasil Pengukuran Nilai pH Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Pengukuran nilai pH emulsi dilakukan dengan menggunakan pH meter. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.4 dan gambar 4.1 berikut ini. Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Nilai pH Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum

dan Setelah Penyimpanan

Hari Ke- Nilai pH Emulsi MBJH Emulsi A Emulsi B Rata-rata 0 6,212 6,028 6,120 2 6,091 5,993 6,042 7 6,037 5,795 5,916 14 6,005 5,052 5,529 21 5,962 5,001 5,482


(45)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Nilai pH Rata-rata Emulsi MBJH

Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Berdasarkan grafik pada gambar 4.1 dapat dilihat perbandingan nilai pH emulsi MBJH sebelum dan setelah penyimpanan selama 21 hari. Dari grafik terlihat bahwa nilai pH emulsi MBJH semakin menurun dengan lamanya waktu penyimpanan. Penurunan nilai pH emulsi MBJH dari hari ke- 0 sampai hari ke- 21 sebesar 0,6.

4.2.3 Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Pengukuran nilai viskositas emulsi MBJH dilakukan dengan menggunakan viskometer. Pengukuran viskositas dengan viskometer ini menggunakan spindel nomer 3. Hasil dari pengukuran nilai viskositas emulsi MBJH sebelum dan setelah penyimpanan dapat dilihat pada tabel 4.5 dan gambar 4.2 berikut ini.

Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Nilai Viskositas Rata-rata Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Hari ke- Nilai Viskositas Emulsi MBJH (cps) Emulsi A Emulsi B Rata-rata

0 390 400 395

2 340 350 345

7 300 300 300

14 290 290 290


(46)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Nilai Viskositas Rata-rata Emulsi

MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Berdasarkan grafik pada gambar 4.2 dapat dilihat perbandingan nilai viskositas emulsi MBJH sebelum dan setelah penyimpanan selama 21 hari. Dari grafik terlihat bahwa nilai viskositas emulsi MBJH semakin menurun dengan lamanya waktu penyimpanan. Penurunan nilai viskositas rata-rata emulsi MBJH dari hari ke- 0 sampai hari ke- 21 sebesar 125 cps. Penurunan viskositas ini diikuti oleh penurunan stabilitas dari sediaan emulsi MBJH. Hal ini karena viskositas yang menurun berarti sediaan semakin encer yang artinya juga fase terdispersi (globul) akan mudah bergerak dalam medium pendispersi sehingga peluang terjadinya tabrakan antar sesama globul semakin tinggi dan globul akan cenderung bergabung menjadi partikel yang lebih besar (Intan, dkk, 2012; Traynor, et al., 2013). 4.2.4 Hasil Pengukuran Nilai Diameter Rata-rata Globul Emulsi MBJH

Sebelum dan Setelah Penympanan

Pengukuran diameter globul emulsi MBJH dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik dengan perbesaran 100 kali. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.6 dan gambar 4.3 berikut ini.


(47)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Diameter Rata-rata Globul Emulsi MBJH

Sebelum dan Setelah Penyimpanan Hari ke-

Diameter Globul Rata-Rata Emulsi MBJH (µm) Emulsi A Emulsi B Rata-rata

0 15,02 15,96 15,49

2 16,75 16,07 16,41

7 17,37 18,45 17,91

14 21,22 21,72 21,47

21 27,24 25,17 26,21

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Nilai Diameter Rata-rata Globul Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Berdasarkan grafik pada gambar 4.3 dapat dilihat perbandingan nilai diameter rata-rata globul emulsi MBJH sebelum dan setelah penyimpanan 21 hari. Dari grafik terlihat bahwa nilai diameter rata-rata globul emulsi MBJH semakin meningkat dengan lamanya waktu penyimpanan. Peningkatan nilai diameter rata-rata globul emulsi MBJH dari hari ke- 0 sampai hari ke- 21 sebesar 10.72 µm. Peningkatan ukuran diameter globul mengindikasikan bahwa semakin tidak homogen ukuran globul emulsi yang berarti laju creaming juga semakin membesar dan kestabilan juga semakin berkurang (Traynor, et al., 2013).


(48)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.2.5 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi MBJH

Uji sentrifugasi dilakukan dengan menggunakan alat uji sentrifugasi. Hasil uji sentrifugasi emulsi MBJH dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini:

Tabel 4.7 Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi MBJH

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat perbandingan kondisi emulsi MBJH sebelum dan setelah dilakukan uji sentrifugasi. Dari tabel terlihat bahwa adanya pemisahan pada emulsi MBJH setelah dilakukan uji sentrifugasi. Uji sentrifugasi ini pada prinsipnya merupakan penggunaan gaya sentrifugal yang dipercepat untuk memisahkan dua atau lebih substansi yang memiliki perbedaan densitas seperti antar cairan atau antara cairan dengan solid, yang bertujuan untuk mengevaluasi dan memprediksi

shelf-life emulsi dengan mengamati pemisahan fase terdispersi (El-Sayed and Mohammad, 2014).

Sediaan Awal Akhir

Emulsi A Homogen, tidak ada pemisahan fase Terjadi pemisahan fase, terbagi menjadi

2 bagian (atas: fase minyak; bawah: fase

air) Emulsi B Homogen, tidak ada pemisahan fase Terjadi pemisahan fase, terbagi menjadi

2 bagian (atas: fase minyak; bawah: fase


(49)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4.3 Hasil Analisis Komponen Kimia MBJH Sebelum dan Setelah

Penyimpanan

4.3.1 Hasil Kondisi Optimasi GCMS MBJH

Optimasi GCMS ini dilakukan dengan pemrograman pada kondisi gc dan ms. Pada kondisi gc beberapa parameter yang dioptimasi adalah suhu oven, laju alir gas, rasio split, dan volume sampel yang akan disuntikkan. Suhu awal oven diprogram 100oC kemudian ditahan selama 3 menit. Setelah itu suhu dinaikkan hingga 260oC dengan laju kenaikan 10oC kemudian ditahan selama 1 menit. Laju alir gas diprogram sebesar 1 ml/menit. Mode split diprogram sebesar 1:50 dengan volume MBJH yang disuntikkan sebanyak 1 µl.

4.3.2 Hasil Analisis Stabilitas Komponen Kimia MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

1. Preparasi Sampel

A. Hasil Demulsifikasi Emulsi MBJH

Demulsifikasi merupakan suatu proses untuk memecah emulsi. Dengan pemecahan emulsi maka akan menghasilkan dua fase yang terpisah yaitu fase minyak dan fase air. Pada penelitian ini digunakan HCl pekat sebanyak 5 ml untuk memecah emulsi. B. Hasil Ekstraksi Minyak Emulsi MBJH

Tujuan ekstraksi ini adalah mengambil MBJH setelah emulsi dipecah. Pengambilan MBJH ini dilakukan dengan menggunakan pelarut n-heksan. Setelah campuran didapatkan kemudian dievaporasi sampai pelarut heksannya habis menguap. Tujuan evaporasi adalah untuk memisahkan minyak dengan pelarut heksan yang telah bercampur sehingga diperoleh minyak pekat. Minyak pekat yang telah didapat kemudian ditimbang dan dihitung rendemennya. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.8 dan gambar 4.4 berikut ini.


(50)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 4.8 Rendemen Hasil Ekstraksi Minyak Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah

Penyimpanan Hari ke-

Rendemen Hasil Ekstraksi Minyak Emulsi MBJH (%)

Emulsi A Emulsi B Rata-rata 0 33,65 31,67 32,66 2 25,28 25,11 25,19 7 20,95 18,62 19,78 14 14,11 16,07 15,09 21 10,02 12,55 11,28

Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Rendemen Hasil Ekstraksi Minyak Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Berdasarkan grafik pada gambar 4.4 dapat dilihat perbandingan rendemen dari emulsi MBJH sebelum dan setelah penyimpanan. Dari grafik diperoleh bahwa rendemen hasil ekstraksi minyak emulsi MBJH sebelum dan setelah penyimpanan mengalami penurunan. Penurunan rendemen hasil ekstraksi minyak emulsi MBJH dari hari ke- 0 sampai hari ke- 21 sebesar 21,38%. Penurunan rendemen ini disebabkan karena semakin lama penyimpanan maka semakin tinggi proses oksidasi atau proses penguapan minyak yang terjadi sehingga persen area minyak di dalam sediaan juga semakin berkurang (Aryanto, 2006).


(51)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Hasil Analisis Komponen Kimia Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah

Penyimpanan

Penguraian dan penstabilan bahan obat dalam suatu sediaan farmasi merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan. Suatu sediaan obat yang diformulasi harus cukup stabil ketika penyimpanan, yaitu obat tidak berubah menjadi zat yang tidak berkhasiat atau bahkan menjadi zat yang bersifat toksik/racun. Obat mengandung banyak gugus fungsional. Oleh karena itu mereka bisa mengalami degradasi melalui berbagai reaksi seperti hidrolisis, oksidasi, isomerisasi, fotolisis, atau polimerisasi (Fathima, et al., 2011).

Senyawa terpenoid merupakan senyawa yang berasal dari molekul isoprena CH2=C(CH3)–CH=CH2 dan kerangka karbonnya dibangun

oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5 ini. Terpenoid terdiri atas

beberapa macam senyawa, salah satunya yaitu senyawa monoterpena yang merupakan komponen utama dari minyak atsiri. Senyawa monoterpen memiliki sifat mudah menguap karena titik uapnya rendah, tidak stabil terhadap panas, tersusun atas rantai C10

(Harborne, 1987).

Uji stabilitas sediaan emulsi yang telah dibuat dilakukan melalui evaluasi fisik dan berdasarkan profil dari kromatogram GCMS yang dihasilkan sebelum dan setelah penyimpanan selama 21 hari. Evaluasi fisik dan dan profil kromatogram dilakukan pada hari ke- 0, 2, 7, 14, dan 21.

Dari kromatogram (pada lampiran) dapat dilihat puncak dari senyawa minyak atsiri yang terkandung di dalam MBJH dalam bentuk minyak murni dan emulsi baik sebelum dan setelah penyimpanan. Dari puncak tersebut dapat dilihat apakah ada senyawa yang persen areanya menurun, naik, atau bahkan terbentuk senyawa baru.

Berdasarkan dari berbagai literature yang ada, minyak atsiri biji jinten hitam mengandung berbagai senyawa yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Senyawa-senyawa tersebut diantaranya adalah


(52)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta α-terpinene, carvone, citronella, dan isopulegol (Burits and Bucar, 2000; Jiali, et al., 2013; Sadhana, Gupta, Verma, 2013). Oleh karena itu senyawa-senyawa tersebut diamati keberadaannya selama masa penyimpanan 21 hari. Hasilnya dapat dilihat berdasarkan tabel 4.9 dan grafik 4.5 berikut ini.

Tabel 4.9 Kandungan Kimia Senyawa Antioksidan Di dalam MBJH

No. Nama Formula

Area (%)

Minyak Murni Minyak Emulsi

0 21 0 2 7 14 21

1 Limonene C10H16 0,5 0,46 0,11 - - - -

2 p-Cymene C10H14 - - - - - - 0,97

3 -Terpinene C10H16 - - 0,27 - 0,48 0,61 0,54

4 α-Terpinene C10H16 - - - - - 0,14 0,1

5 4-Terpineol C10 H18 O 0,29 0,18 7,22 5,16 2,88 2,17 2,52 6 α-terpineol C10 H18 O - - 1,04 0,72 0,28 0,25 0,18 7 Carvacrol C10H14O - - 0,16 0,19 0,11 0,07 8 Carvone C10H14O 1,6 1,08 3,25 2,53 1,78 1,54 1,55 9 Thymoquinone C10 H12 O2 20,52 14,24 41,45 31,41 25,44 4,53 1,05 10 Citronella C10 H18 O 0,2 0.15 - - - -


(53)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Kandungan Kimia MBJH Sebelum dan

Setelah Penyimpanan

Gambar 4.6 Grafik Perbandingan Kandungan Kimia Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan


(54)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 4.10 Perubahan Komponen Kimia Minyak Atsiri MBJH Sebelum

dan Setelah Penyimpanan

Senyawa Penurunan (%) Limonene 0,50 menjadi 0,46 (0,04) 4-terpineol 0,29 menjadi 0,18 (0,11) Carvone 1,60 menjadi 1,08 (0,52) Thymoquinone 20,52 menjadi 14,24 (6,28) Citronella 0,20 menjadi 0.15 (0,05) Isopulegol 5,81 menjadi 3,92 (1,89)

Tabel 4.11 Perubahan Komponen Kimia Minyak Atsiri Emulsi MBJH Sebelum dan Setelah Penyimpanan

Turun Penurunan

Thymoquinone 41,45 menjadi 1,05 (40,40) 4-terpineol 7,22 menjadi 2,52 (4,7) Carvone 3,25 menjadi 1,55 (0,52)

Hilang Senyawa Baru Tetap Limonene p-cymene Isopulegol Citronella -terpinene

α-terpinene


(55)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Berdasarkan grafik pada gambar 4.5 dapat dilihat bahwa semua senyawa tersebut mengalami penurunan persen area setelah penyimpanan. Besarnya penurunan persen area dari masing-masing senyawa dapat dilihat pada tabel 4.10. Penurunan ini disebabkan selama penyimpanan di dalam emulsi tejadi berbagai reaksi sehingga kadar dari minyak atsiri di dalam MBJH semakin berkurang (Aryanto, 2006).

Sedangkan pada grafik pada gambar 4.6 dapat dilihat bahwa senyawa-senyawa tersebut ada yang persen area nya mengalami penurunan, hilang, tetap, serta ada juga senyawa baru yang terdeteksi. Senyawa yang mengalami penurunan persen area yaitu thymoquinone, 4-terpineol, dan carvone. Sedangkan senyawa yang hilang ketika penyimpanan yaitu limonene, carvacrol, dan citronella. Senyawa baru yang terdeteksi yaitu p-cymene, -terpinene, α-terpinene, dan α -terpineol. Senyawa isopulegol cenderung tidak berubah selama penyimpanan. Besarnya penurunan persen area dapat dilihat pada tabel 4.11. Adanya perubahan ini disebabkan karena ketika MBJH diformulasi menjadi emulsi dan disimpan selama 21 hari terjadi banyak reaksi yang mempengaruhi persen area senyawa aktif di dalamnya. Selain itu kondisi penyimpanan yang tidak sesuai juga bisa menjadi penyebabnya, seperti suhu penyimpanan, kelembaban, atau wadah yang digunakan.

MBJH mengandung minyak atsiri yang terdiri dari senyawa monoterpenoid. Senyawa monoterpenoid ini merupakan senyawa termolabil yaitu senyawa yang memiliki titik uap yang rendah yaitu dibawah suhu 25oC sehingga ketika kondisi suhu berada di atas titik uapnya maka senyawa-senyawa ini akan mudah menguap dan hilang. Sedangakan wadah penyimpanannya juga kurang tepat yaitu di dalam vial bening sehingga bisa terpapar cahaya dan mengakibatkan degradasi dari senyawa aktif di dalamnya. Selain itu pengaruh pH juga bisa menyebabkan senyawa mengalami reaksi sehingga berubah


(56)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi senyawa lain atau mempercepat terjadinya degradasi senyawa itu sendiri (Fathima, et al., 2011; Salmani, et al., 2014).

Ketika bentuk minyak murni pada hari ke- 0 dan 21 setelah disimpan terdeteksi adanya senyawa limonene dengan penurunan persen area sebesar 0,04%. Kemudian setelah minyak diformulasi menjadi sediaan emulsi ternyata keberadaan senyawa limonene ini hanya terdeteksi pada hari ke- 0 yaitu sebanyak 0,11% dan setelah itu sampai penyimpanan hari ke- 21 senyawa limonene sudah tidak terdeteksi lagi. Bersamaan dengan hilangnya senyawa limonene ternyata terbentuk beberapa senyawa baru yaitu p-cymene, -terpinene, α-terpinene, dan α-terpineol. Pembentukan senyawa baru ini berbanding lurus dengan hilangnya senyawa limonene. Pada penyimpanan hari ke- 0, 7, 14, dan 21 ternyata terdeteksi senyawa baru yaitu senyawa -terpinene. Kemudian pada hari ke- 14 dan 21 terdeteksi senyawa α-terpinene. Dan pada hari ke- 21 terdeteksi adanya senyawa p-cymene. Tidak terdeteksinya ketiga senyawa ini pada hari ke- 2 diduga karena senyawa tidak stabil dimana senyawa tersebut mudah menguap dan telah habis menguap ketika proses ekstraksi. Senyawa -terpinene dan α-terpinene terbentuk karena adanya reaksi isomerisasi dari senyawa limonene pada kondisi asam dan dengan adanya panas. Kemudian terjadi reaksi dehidrogenasi

sehingga membentuk senyawa p-cymene


(57)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.7 Reaksi Isomerisasi Limonene

[sumber: Nguyen, Duus, and Le, 2012, telah diolah kembali]

Sedangkan senyawa α-terpineol terbentuk karena adanya reaksi hidrolisis pada emulsi. Senyawa limonene mengalami reaksi hidrolisis sehingga membentuk senyawa α-terpineol.

Gambar 4.8 Reaksi Hidrolisis Limonene Menjadi α-terpineol [sumber: Nanik, et al., 2011, telah diolah kembali]


(58)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kemudian untuk senyawa carvone terdeteksi pada minyak murni maupun setelah diformulasi menjadi sediaan emulsi. Senyawa carvone ini mengalami penurunan persen area selama penyimpanan baik dalam bentuk minyak murni maupun dalam bentuk emulsi. Pada bentuk minyak murni terjadi penurunan persen area sebesar 0,52%. Sedangkan dalam bentuk emulsi sebesar 1,70% hingga penyimpanan hari ke-21. Untuk senyawa carvacrol, dalam bentuk minyak murni tidak terdeteksi. Namun setelah minyak diformulasi menjadi emulsi, senyawa carvacrol ini mulai terdeteksi dan selama penyimpanan ternyata juga mengalami penurunan persen area sebesar 0,09%. Penurunan persen area senyawa carvone berbanding lurus dengan terbentuknya carvacrol. Senyawa carvone yang terdapat di dalam minyak akan mengalami reaksi isomerisasi karena kondisis sistem yang bersifat asam sehingga akan terbentuk senyawa carvacrol (Singh, et al., 2011).

Gambar 4.9 Reaksi Isomerisasi Carvone Menjadi Carvacrol [Singh, et al., 2011, telah diolah kembali]

Dari hasil kromatogram GCMS diketahui bahwa senyawa utama pada sampel MBJH adalah thymoquinone. Senyawa thymoquinone memiliki puncak tertinggi dengan luas area paling besar diantara


(59)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta senyawa volatile lain. Pada bentuk minyak murni diketahui persen area dari thymoquinone mengalami penurunan sebesar 6,28% setelah penyimpanan 21 hari. Kemudian setelah diformulasi menjadi sediaan emulsi dan disimpan selama 21 hari, persen area dari senyawa ini juga mengalami penurunan sebesar 40,40%. Pada hari ke- 0, 2, dan 7, persen area dari senyawa ini secara berurutan yaitu 41.45, 31.41, dan 25,44%. Kemudian setelah hari ke- 7 terjadi penurunan persen area yang drastis yaitu pada hari ke- 14 menjadi 4,53% dan pada hari ke- 21 menjadi 1,05%.

Hal yang sama juga terjadi pada senyawa 4-terpineol. Ketika dalam bentuk minyak murni terjadi penurunan persen area sebesar 0,11% setelah penyimpanan 21 hari. Kemudian setelah diformulasi menjadi emulsi dan disimpan selama 21 hari juga terjadi penurunan persen area sebesar 4,70%.

Kemudian pada senyawa citronella ketika dalam bentuk minyak murni terjadi penurunan persen area sebesar 0,05% selama penyimpanan 21 hari. Kemudian setelah diformulasi menjadi emulsi senyawa tidak terdeteksi. Sedangkan pada senyawa isopulegol cenderung tidak berubah selama penyimpanan dalam bentuk emulsi. Akan tetapi ketika dalam bentuk minyak murni terjadi penurunan persen area sebesar 1,89% selama penyimpanan 21 hari. Adanya senyawa isopulegol yang cenderung tetap persen area nya selama penyimpanan berbanding lurus dengan hilangnya senyawa citronella. Keberadaan isopulegol selama penyimpanan disebabkan karena citronella akan mengalami siklisasi ketika kondisi asam sehingga membentuk senyawa isopulegol (Jacob, et al., 2003).


(60)

44 BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Terjadi perubahan fisik pada formulasi emulsi MBJH tipe minyak dalam air dengan emulgator tragakan 1,5% berupa pemisahan setelah uji sentrifugasi, penurunan nilai pH, viskositas, dan kenaikan ukuran globul selama penyimpanan 21 hari. Tetapi tidak terjadi perubahan fisik dari segi organoleptis bau, warna, dan tidak ada pemisahan selama penyimpanan 21 hari.

2. Terjadi perubahan komponen penyusun minyak atsiri pada formulasi emulsi MBJH tipe minyak dalam air dengan emulgator tragakan 1,5% selama penyimpanan 21 hari.

3. Senyawa thymoquinone tidak stabil dalam formulasi emulsi MBJH.

5.2 Saran

1. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis kadar dari thymoquinone pada formulasi emulsi MBJH.

2. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penambahan antioksidan dalam sediaan emulsi MBJH.

3. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan kombinasi antara emulgator alam dan sintetik.

4. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji aktivitas antioksidan pada emulsi MBJH.


(1)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 8. Sertifikat Analisis Minyak Biji Jinten Hitam


(2)

(3)

(4)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 9. Sertifikat Analisis Tragakan


(5)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 10. Sertifikat Analisis Natrium Benzoat


(6)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 11. Sertifikat Analisis Sukrosa