Klasifikasi Tutupan Lahan Berbasis Rona dan Tekstur dengan Menggunakan Citra ALOS PRISM
KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS RONA DAN
TEKSTUR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA ALOS PRISM
KARJONO
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Klasifikasi Tutupan
Lahan Berbasis Rona dan Tekstur dengan Menggunakan Citra ALOS PRISM
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Karjono
NIM A14100105
ABSTRAK
KARJONO. Klasifikasi Tutupan Lahan Berbasis Rona dan Tekstur dengan
Menggunakan Citra ALOS PRISM. Dibimbing oleh BAMBANG HENDRO
TRISASONGKO dan KHURSATUL MUNIBAH
Klasifikasi tutupan lahan merupakan isu penting dalam penginderaan jauh,
sehingga akurasinya perlu ditingkatkan. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis kemampuan rona dan tekstur dalam memisahkan kelas tutupan
lahan, menguji akurasi klasifikasi dari setiap metode, dan analisis pola akurasi
yang diperoleh. Bahan yang digunakan adalah citra ALOS PRISM. Pengolahan
tekstur dilakukan dengan metode co-occurence matrix pada kernel 3x3 hingga
41x41, diteruskan dengan 53x53, 73x73, dan 141x141. Metode klasifikasi yang
digunakan yaitu Minimum Distance to Mean, Pohon keputusan QUEST, dan
SVM. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rona tidak cukup mampu
memisahkan kelas tutupan lahan, sehingga dalam klasifikasinya perlu dibantu
parameter tekstur. Pada awalnya, akurasi klasifikasi akan cenderung meningkat.
Setelah mencapai puncaknya, akurasi relatif stabil, kemudian menurun pada
kernel yang terlalu besar. Hal ini mengindikasikan adanya fenomena law of
deminishing return karena terlalu tingginya tingkat kompleksitas dari analisis
statistik. Secara umum, akurasi klasifikasi berbasis tekstur atau gabungan rona
dan tekstur lebih tinggi dibandingkan klasifikasi berbasis rona, kecuali pada
ukuran kernel yang kecil atau terlalu besar, misalnya 3x3 dan 141x141. Metode
Minimum Distance to Mean memiliki akurasi paling rendah. Akurasi klasifikasi
berbasis gabungan beberapa ukuran kernel (multi-scale) lebih tinggi daripada
klasifikasi berbasis satu ukuran kernel (single scale). Pemilihan tekstur juga
mempengaruhi akurasi klasifikasi. Dalam hal pola akurasi, Pohon keputusan
QUEST paling sulit dimodelkan dengan persamaan rasional.
Kata kunci: co-occurence, klasifikasi, rona, tekstur
ABSTRACT
KARJONO. Tone and Texture Based Land Cover Classification by Using ALOS
PRISM Imagery. Supervised by BAMBANG HENDRO TRISASONGKO and
KHURSATUL MUNIBAH
Land cover classification is important issue in remote sensing, so its
accuracy needs to be increased. The aim of this research was to analyze ability of
tone and texture in differ land cover classes, to measure classification accuracy of
each methods, and to analyze pattern of accuracies. This research was using
ALOS PRISM imagery. Texture processing was done by using co-occurence
matrix starting at kernel size 3x3 up to 41x41, with some extensions at 53x53,
73x73, and 141x141. Classification was performed by using Minimum Distance
to Mean, Decision Tree QUEST, and SVM. Results showed that tone was unable
to differ land cover properly so there has to be texture in addition to classify. At
the beginning, accuracy increased and then reached a peak and fairly stable at that
level. It decreased when kernel size was too large. It indicated the law of
deminishing return phenomenon, because of excessive complexity within
statistical analysis. Texture or the combination of tone and texture based
classification's accuracy were higher than tone based classification, except to
small or too large kernels, i.e. 3x3 and 141x141. Minimum Distance to Mean
showed the lowest accuracy. Accuracy of multi-scale based classification was
higher than single scale based classification. The choice of textures also affects
the classification accuracy. Accuracy of Decision Tree QUEST were the most
difficult to be modeled by rational equation.
Keywords: classification, co-occurence, texture, tone
KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS RONA DAN
TEKSTUR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA ALOS PRISM
KARJONO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Skripsi : Klasifikasi Tutupan Lahan Berbasis Rona dan Tekstur dengan
Menggunakan Citra ALOS PRISM
Nama
: Karjono
NIM
: A14100105
Disetujui oleh
Bambang H. Trisasongko, MSc
Pembimbing I
Dr Khursatul Munibah, MSc
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Baba Barus, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji serta syukur kepada Allah SWT karena atas karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang diberi judul Klasifikasi
Tutupan Lahan Berbasis Rona dan Tekstur dengan Menggunakan Citra ALOS
PRISM. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang menjadi teladan bagi penulis dalam menjalani hidup.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. Bapak Bambang H. Trisasongko sebagai Dosen Pembimbing I yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dengan
penuh kesabaran selama masa perkuliahan, pelaksanaan penelitian,
maupun saat penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Khursatul Munibah sebagai Dosen Pembimbing II atas saran dan
bimbingan selama perkuliahan dan dalam penulisan skripsi ini.
3. Bapak Boedi Tjahjono selaku penguji, terimakasih atas saran dan
masukannya dalam perbaikan skripsi ini.
4. Bapak Syaiful Anwar sebagai pembimbing akademik penulis.
5. Ayah dan Ibu tercinta, kakak, keponakan, serta seluruh keluarga besar
yang telah memberikan segala doa, dukungan, semangat, dan kasih
sayang yang melimpah.
6. Teman-teman dari Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial;
Ardiya, Miftah, Rizal, Irfan, Ria, Sudi, Farik, Masyitah, Safira,
Wahyuning, Kak Wida, Kak Ian, Kak Esty, Kak Novi, dan Kak Sulis
yang telah memberikan dukungan, semangat, dan kerjasama yang solid
selama ini.
7. Seluruh Staf Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Komisi
Pendidikan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, serta
pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Maret 2015
Karjono
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Waktu, Lokasi, dan Data Penelitian
2
Metode Penelitian
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
14
Kemampuan Rona dan Tekstur dalam Pemisahan Kelas
14
Uji Kapabilitas Metode Klasifikasi
25
Pola Akurasi
38
SIMPULAN DAN SARAN
42
SIMPULAN
42
SARAN
42
DAFTAR PUSTAKA
43
LAMPIRAN
45
RIWAYAT HIDUP
47
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
Lokasi penelitian
Parameter tekstur GLCM dan persamaannya
Konsep confusion matrix
Hasil pengecekan lapang
Keterpisahan kelas (TD) berdasarkan kombinasi 9 band (tekstur + rona)
Hubungan antara ukuran kernel dengan akurasi klasifikasi berbasis
rona, tekstur, dan kombinasinya pada lokasi 1
7 Hubungan antara ukuran kernel dengan akurasi klasifikasi berbasis
rona, tekstur, dan kombinasinya pada lokasi 2
8 Hubungan antara ukuran kernel dengan akurasi klasifikasi berbasis
rona, tekstur, dan kombinasinya pada lokasi 3
9 Perbandingan akurasi (%) antara tekstur terpilih (4 parameter) dan
tekstur lengkap (8 parameter) pada metode Minimum Distance to Mean,
Pohon keputusan QUEST, dan SVM
10 Model pola akurasi klasifikasi
3
4
11
12
23
26
27
28
36
41
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Peta lokasi penelitian
Metode Minimum Distance to Mean
Perbandingan Pohon keputusan CRUISE dan QUEST (Loh 2011)
Ilustrasi metode Support Vector Machine (Pradhan 2012)
Hyperplane dalam bentuk non linier (Burges 1998)
Lokasi pengambilan sampel training dan uji, (a) Lokasi 1, (b) Lokasi 2,
(c) Lokasi 3
Diagram alir penelitian
Keterpisahan kelas berbasis rona pada lokasi 1
Keterpisahan kelas berbasis tekstur mean lokasi 1 kernel 13x13
Keterpisahan kelas berbasis tekstur variance lokasi 1 kernel 13x13
Keterpisahan kelas berbasis tekstur homogeneity lokasi 1kernel 13x13
Keterpisahan kelas berbasis tekstur contrast lokasi 1 pada kernel 13x13
Keterpisahan kelas berbasis tekstur dissimilarity lokasi 1 kernel 13x13
Keterpisahan kelas berbasis tekstur entropy lokasi 1 kernel 13x13
Keterpisahan kelas berbasis tekstur second moment lokasi 1 kernel
13x13
Keterpisahan kelas berbasis tekstur correlation lokasi 1 kernel 13x13
Kenampakan rona dan tekstur pada lokasi 1 kernel 13x13
Hubungan ukuran kernel, data dasar dan metode klasifikasi yang
digunakan dengan nilai akurasinya pada lokasi 1
Hubungan ukuran kernel, data dasar dan metode klasifikasi yang
digunakan dengan nilai akurasinya pada lokasi 2
Hubungan ukuran kernel, data dasar dan metode klasifikasi yang
digunakan dengan nilai akurasinya pada lokasi 3
3
6
7
8
8
9
12
13
14
15
16
16
17
18
19
20
21
28
29
29
21 Hasil klasifikasi Minimum Distance to Mean berbasis rona
22 Hasil klasifikasi Minimum Distance to Mean berbasis tekstur; (a) 3x3;
(b) 13x13; (c) 41x41
23 Hasil klasifikasi Minimum Distance to Mean berbasis rona dan
tekstur; (a) 3x3; (b) 13x13; (c) 41x41
24 Hasil klasifikasi Pohon keputusan QUEST berbasis tekstur; (a) 3x3; (b)
13x13; (c) 41x41
25 Hasil klasifikasi Pohon keputusan QUEST berbasis rona dan tekstur;(a)
3x3; (b) 13x13; (c) 41x41
26 Hasil klasifikasi SVM berbasis rona
27 Hasil klasifikasi SVM berbasis tekstur; (a) 3x3; (b) 13x13; (c) 41x41
28 Hasil klasifikasi SVM berbasis rona dan tekstur; (a) 3x3; (b) 13x13; (c)
41x41
29 Pengaruh pemilihan tekstur (mean, variance, contrast, dan dissimilarity)
terhadap akurasi Minimum Distance to Mean
30 Pengaruh pemilihan tekstur (mean, variance, contrast, dan
dissimilarity) terhadap akurasi klasifikasi QUEST
31 Pengaruh pemilihan tekstur(mean, variance, contrast, dan dissimilarity)
terhadap akurasi klasifikasi Support Vector Machine
32 Akurasi klasifikasi dengan penggabungan ukuran kernel
33 Pola akurasi klasifikasi Minimum Distance to Mean berbasis tekstur; (a)
Lokasi 1; (b) Lokasi 2; (c) Lokasi 3
34 Pola akurasi klasifikasi Minimum Distance to Mean berbasis rona dan
tekstur; (a) Lokasi 1; (b) Lokasi 2; (c) Lokasi 3
35 Pola akurasi klasifikasi Pohon keputusan QUEST berbasis tekstur; (a)
Lokasi 1; (b) Lokasi 2; (c) Lokasi 3
36 Pola akurasi klasifikasi Pohon keputusan QUEST berbasis tekstur dan
rona; (a) Lokasi 1; (b) Lokasi 2; (c) Lokasi 3
37 Pola akurasi klasifikasi SVM berbasis tekstur; (a) lokasi 1; (b) lokasi 2;
(c) lokasi 3
38 Pola akurasi klasifikasi SVM berbasis tekstur dan rona; (a) Lokasi 1, (b)
Lokasi 2; (c) Lokasi 3
30
30
31
31
32
32
33
34
34
35
35
36
37
37
38
38
39
39
DAFTAR LAMPIRAN
Nilai maksimum, minimum, dan rataan piksel pada lokasi 1 kernel
13x13
44
2 Karakteristik ALOS PRISM (Japan Aerospace Exploration Agency
1997)
45
3 Gambar ilustrasi sensor ALOS PRISM
45
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Data tutupan lahan memiliki peranan penting dalam pengelolaan,
perencanaan, dan evaluasi wilayah. Untuk mengelola suatu lahan dalam skala
luas, maka data tutupan lahan menjadi mutlak diperlukan. Tutupan lahan juga
merupakan data utama dalam melakukan perencanaan. Selain itu, untuk
melakukan evaluasi kesesuaian lahan umumnya perlu dilihat kondisi tutupan
lahan terkini. Demikian pula pada kajian aspek lingkungan yang juga seringkali
terkait dengan data tutupan lahan.
Dalam memperoleh data tutupan lahan, terdapat beberapa metode yang
dapat dilakukan, antara lain: survei lapang atau dengan menggunakan data
penginderaan jauh berupa citra satelit atau foto udara. Saat ini data penginderaan
jauh telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama beberapa jenis
data citra satelit yang telah memiliki resolusi spasial tinggi. Dengan demikian,
kapabilitas data penginderaan jauh untuk mendapatkan data tutupan lahan cukup
dapat diandalkan. Sebagai alternatif, data tutupan lahan dapat diperoleh dengan
cara survei lapang yang umumnya memerlukan waktu yang sangat lama ketika
harus memetakan tutupan lahan untuk cakupan wilayah yang luas. Dengan
menggunakan data penginderaan jauh, proses untuk memperoleh data tutupan
lahan akan menjadi lebih mudah dan cepat.
Data penginderaan jauh yang memiliki resolusi tinggi memungkinkan
pengguna melakukan klasifikasi secara detil dan lebih akurat. Data citra yang
digunakan dalam penelitian ini adalah ALOS PRISM dengan resolusi yang cukup
tinggi, yaitu 2.5 m x 2.5 m. Dalam melakukan klasifikasi tutupan lahan berbasis
data penginderaan jauh, terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan, antara
lain: interpretasi visual, klasifikasi terbimbing, dan klasifikasi tidak terbimbing.
Pada interpretasi visual dapat dilakukan melalui digitasi pada layar komputer (on
screen), sedangkan klasifikasi terbimbing dan tidak terbimbing dilakukan secara
otomatis oleh perangkat lunak. Pada metode klasifikasi terbimbing, peneliti masih
berperan besar memilih sampel-sampel setiap tutupan sebagai dasar klasifikasi
yang dilakukan. Sedangkan pada klasifikasi tak terbimbing, proses pengkelasan
sepenuhnya dikerjakan oleh perangkat lunak.
Klasifikasi terbimbing umumnya dilakukan hanya pada data rona atau
warna, baik pada citra pankromatik maupun multispektral. Selain rona, tekstur
juga dapat digunakan sebagai salah satu dasar untuk klasifikasi. Keragaman
tekstur setiap tutupan lahan hanya akan terlihat dengan jelas pada citra dengan
resolusi yang tinggi. Oleh karena itu, klasifikasi citra resolusi tinggi perlu merujuk
pada informasi tekstur. Di samping kedua basis tersebut, ada berbagai kunci
interpretasi lainnya seperti bentuk, pola, situs, asosiasi, dan bayangan (Lillesand
and Kiefer 2004). Tekstur dapat dinyatakan sebagai tingkat kekasaran, kehalusan,
ketidakteraturan, granulasi, dan keacakan suatu kenampakan objek pada citra
(Haralick 1979).
Dalam analisis tekstur, terdapat 2 metode utama yang umum digunakan,
yaitu occurence matrix dan co-occurence matrix. Co-occurence matrix
memungkinkan analisis tekstur yang lebih bervariasi dibandingkan dengan
2
occurence matrix. Metode co-occurence matrix mempertimbangkan peluang
kombinasi dari nilai pada kolom dan baris, sehingga merupakan peluang kejadian
bersama (Rao et al. 2013). Dalam penelitian ini, metode yang ditelaah adalah cooccurence matrix. Keakuratan klasifikasi dapat dipengaruhi oleh ukuran kernel
tekstur serta metode klasifikasi yang dilakukan. Dengan demikian, pada penelitian
ini kedua faktor tersebut juga dipertimbangkan. Penelitian terkait pemanfaatan
tekstur dalam meningkatkan akurasi klasifikasi telah banyak dilakukan. Penelitian
Liu (2014) menunjukkan bahwa klasifikasi berbasis gabungan citra spektral dan
tekstur memiliki akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan klasifikasi
berbasis citra spektral saja. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa akurasi
klasifikasi dengan menambahkan parameter tekstur yang diekstrak dari ALOS
PRISM lebih tinggi dibandingkan apabila hanya menggunakan ALOS AVNIR
dan data topografi ASTER GDEM (Hurni et al. 2013).
Percobaan teknik tekstur yang berlokasi di wilayah tropika perlu untuk
dilakukan, mengingat keanekaragaman tutupan di daerah ini lebih tinggi
dibandingkan dengan di daerah subtropis. Dengan demikian, perlu ditelaah
karakteristik tekstur dari setiap tutupan lahan yang ada. Salah satu penelitian
terkait klasifikasi berbasis tekstur yang dilakukan di daerah tropika adalah
penelitian Kamiran dan Sarker (2014) yang menganalisis kemampuan tekstur
dalam memisahkan tutupan kelapa sawit yang memiliki perbedaan umur tanam.
Penelitian tersebut memanfaatkan citra satelit World View yang memiliki resolusi
spasial lebih tinggi dibandingkan dengan ALOS PRISM. Namun demikian,
penelitian tentang tekstur tutupan lahan tropika masih perlu diperluas sehingga
ekstraksi data tutupan lahan dapat ditingkatkan akurasinya.
Tujuan Penelitian
1. Menganalisis kemampuan rona dan tekstur dalam memisahkan kelas-kelas
tutupan lahan.
2. Menganalisis akurasi dari setiap metode klasifikasi dan basis yang digunakan.
3. Menganalisis pola akurasi dari setiap metode klasifikasi dan basis yang
digunakan.
METODE
Waktu, Lokasi, dan Data Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan November 2014 hingga Februari 2015.
Area studi penelitian terletak di tiga lokasi di wilayah Kabupaten Siak dan
Bengkalis, Provinsi Riau. Batas penelitian ini tidak dirancang menurut batas
administrasi, melainkan dalam lokasi arbitrer yang memiliki keragaman tutupan
lahan yang cukup tinggi.Tabel 1dan Gambar 1 menunjukkan posisi ketiga area
studidalam penelitian ini.
3
Tabel 1 Lokasi penelitian
Koordinat
Lokasi
Bujur
Lintang
Lokasi 1
1020 2’ 42,15” - 1020 7’ 21,25” BT
00 57’ 9,58” - 00 59’ 50,39” LU
Lokasi 2
1020 6’ 50,61” - 1020 10’ 10,22” BT
10 6’ 31,51” - 10 10’ 22,35”LU
Lokasi 3
1010 57’ 52,66” - 1020 2’ 31,81” BT
10 7’ 21,03” - 10 10’ 1,79” LU
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Analisis data dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa citra ALOS PRISM tahun
2010 yang mencakup daerah lokasi penelitian. Untuk memperkuat proses
identifikasi tutupan lahan, penelitian ini juga menggunakan data tambahan yaitu
ALOS AVNIR-2 yang direkam pada musim yang sama. Sedangkan peralatan
yang digunakan adalah GPS, kamera, dan seperangkat alat komputer yang
dilengkapi perangkat lunak analisis citra dan SIG serta analisis data.
Metode Penelitian
Metode penelitian meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
Persiapan
Pada tahap ini dilakukan studi literatur, penyiapan data, dan pemilihan
lokasi penelitian.
4
Pengolahan data
1. Pemotongan area sampel
Pada tahap awal pengolahan data dilakukan pemotongan area sampel
sebanyak tiga lokasi menggunakan fasilitas Region of Interest(ROI) pada
ENVI 4.5. Hal ini bertujuan agar analisis tekstur dapat dilakukan lebih cepat
mengingat ukuran citra PRISM yang besar akan memperlambat proses
pengolahan. Pada penelitian ini, analisis tekstur yang digunakan adalah GLCM
(Gray Level Co-occurence Matrix), dengan ukuran kernel 3x3 hingga 41x41
ditambah tiga kernel ekstrem yaitu 53x53, 73x73, dan 141x141. Klasifikasi
dilakukan tanpa ada perubahan level kuantisasi yaitu 256 tingkat keabuan.
Level kuantisasi merupakan salah satu faktor yang menentukan akurasi
klasifikasi (Marceau 1990). Dari setiap data hasil pengolahan tekstur diperoleh
8 parameter tekstur, yaitu: mean, variance, homogeneity, contrast,
dissimilarity, entropy, second moment, dan correlation.
Persamaan-persamaan dasar parameter tekstur diuraikan oleh Oliver and
Quegan (1998) dalam Santos and Messina (2008) dan Haralick et al. (1973)
sebagai berikut:
Tabel 2 Parameter tekstur GLCMdan persamaannya
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Parameter
Mean mengukur rataan dari
level keabuan
Contrast mengukur intensitas
nilai-nilai
piksel
yang
bervariasi pada gambar.
Angular
second
moment
menggambarkan keseragaman
tekstur.
Correlation menggambarkan
ketergantungan linear antar
piksel.
Entropy menunjukkan tingkat
ketidakteraturan.
Dissimilarity
menunjukkan
tingkat perbedaan antar nilai
piksel
Variance
menunjukkan
keragaman dari nilai-nilai
piksel.
Homogeneity
menunjukkan
tingkat
kesamaan
atau
keseragaman antar piksel.
Persamaan
∑∑
∑∑
∑∑
(
∑∑
)
∑∑
∑∑
|
|
√∑ ∑
∑∑
Keterangan: Pi,j merupakan isi matriks GLCM yang sudah dinormalisasi, N merupakan
total tingkat keabuan
5
2. Penggabungan band
Agar dapat dilakukan klasifikasi berbasis kombinasi rona dan tekstur, maka
perlu dilakukan penggabungan data rona dengan 8 parameter tekstur.
Penggabungan data rona dan tekstur dilakukan dengan dengan carastacking
pada ENVI 4.5.
3. Pengujian keterpisahan kelas
Sebelum melakukan penilaian kemampuan parameter dalam memisahkan
kelas, dilakukan pengambilan sampel training dan uji untuk setiap tutupan
lahan. Selanjutnya dilakukan ekstraksi nilai piksel dari setiap sampel yang
diambil sesuai ROI-nya. Nilai-nilai piksel dari setiap sampel tutupan disimpan
dalam format ASCII agar dapat dianalisis dalam Microsoft Excel dan Statistica
7.Analisis yang dilakukan pada Statistica 7 menghasilkan boxplot yang
menunjukkan sebaran nilai piksel pada setiap sampel tutupan lahan dan
selanjutnya dilakukan interpretasi terhadap data tersebut. Selain dianalisis
dengan menggunakan boxplot, kemampuan parameter dalam memisahkan
kelas diuji dengan menggunakan TD (Transformed Divergence). Analisis
keterpisahan dengan menggunakan TD dilakukan dengan menggunakan ENVI
4.5. Pada saat seluruh sampel tutupan telah diambil, selanjutnya dilakukan uji
keterpisahan TD dengan fasilitas ROI separatibility. Adapun persamaannya
adalah sebagai berikut:
T
2 [1-
(
8
)]...............................................................................(1)
Di mana TDij= parameter TD dan Dij adalah parameter dari persamaan 2:
[(
)(
)]
[(
)(
)(
) ]...............(2)
Parameter µ i adalah nilai rataan vektor kelas ke-i, Ci merupakan nilai matriks
koragam kelas ke-i, sedangkan tanda tr menotasikan fungsi trace dalam aljabar
matriks dan T menunjukkan fungsi transposisi. Sementara itu, untuk jumlah
kelas yang lebih dari dua dapat ditentukan dengan persamaan 3:
T
1
-1
∑
-1
1 ∑
1T
.....................................................................(3)
Nilai m menunjukkan jumlah kelas yang ada. Hasil TD berkisar pada selang 0
hingga 2. Hasil TD mendekati 0 menunjukkan bahwa kelas tidak dapat
dipisahkan, sedangkan hasil TD mendekati 2 menunjukkan bahwa antar kelas
dapat dibedakan dengan baik (Panuju et al. 2010).
4. Klasifikasi citra
Pada penelitian ini, klasifikasi dilakukan berdasarkan pada beberapa basis
yaitu: rona, tekstur, gabungan rona dan tekstur, tekstur dengan penggabungan
ukuran kernel, dan tekstur pilihan. Penelitian ini juga membandingkan 3
metode klasifikasi yang umum digunakan, yaitu Minimum Distance to
Mean,Pohon keputusan (QUEST), dan Support Vector Machine (SVM).
6
Klasifikasi berbasis rona dilakukan dengan menggunakan metode Minimum
Distance to Mean dan Support Vector Machine karena metode Pohon
keputusan QUEST tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan pada data rona
saja. Sedangkan klasifikasi berbasis tekstur dan gabungan antara tekstur
dengan rona dilakukan menggunakan ketiga metode tersebut. Klasifikasi
berbasis tekstur dan gabungan antara tekstur dengan rona dilakukan pada
seluruh variasi ukuran kernel. Klasifikasi berbasis gabungan beberapa ukuran
kernel hanya dilakukan pada 11x11 - 25x25, 11x11 - 17x17, 19x19 - 25x25,
dan 3x3 – 25x25 pada lokasi 1 dengan menggunakan metode SVM. Sedangkan
klasifikasi berbasis tekstur pilihan (mean, variance, contrast, dan dissimilarity)
dilakukan pada lokasi 1, ukuran kernel 3x3, 11x11, 53x53, 73x73, dan
141x141 dengan metode Minimum Distance to Mean, QUEST, dan Support
Vector Machine.
Adapun konsep dari beberapa metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Konsep metode Minimum Distance to Mean
Minimum Distance to Mean merupakan metode klasifikasi non parametrik
seperti halnya parallelepiped atau k-NN. Klasifikasi ini hanya berdasarkan
pada jarak eucledian. Klasifikasi Minimum Distance to Mean hanya akan
mempertimbangkan nilai rataan yang paling dekat dengan nilai piksel yang
akan dikelaskan (Richard 2013). Berikut ini merupakan gambar ilustrasi
Minimum Distance to Mean dalam melakukan klasifikasi.
Gambar 2 Metode Minimum Distance to Mean
Jika X merupakan titik yang akan dikelaskan, maka X akan terkelaskan ke
dalam kelas D karena memiliki jarak eucledian terdekat. Jika nilai piksel
band 1 dan band 2 dari rataan D adalah (n,m) dan nilai piksel band 1 dan
band 2 dari titik X adalah (n1,m1), maka jarak eucledian dapat dirumuskan
sebagai berikut:
7
√
1
2
1
2
b. Konsep metode Pohon keputusan QUEST
Pohon keputusan merupakan salah satu analisis data penginderaan jauh
yang sudah sering digunakan dalam klasifikasi karena memiliki kemampuan
yang baik dalam menangani masalah kehilangan data karena gangguan sensor
atau gangguan atmosfer (Panuju et al. 2010). Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa metode Pohon keputusan secara umum lebih baik
daripada Maximum Likelihood (Friedl and Brodley 1997).
Penelitian ini menggunakan Pohon keputusan QUEST(Quick, Unbiased,
Efficient, Statistical Tree) karena dinilai lebih efisien dan sederhana dalam
pengkelasannya (Loh and Shih 1997). QUEST menghasilkan analisis diagram
Pohon keputusan yang tidak terlalu rumit karena ukuran yang tidak terlalu
besar (Panuju et al. 2010).
Proses percabangan (split) dimulai dari yang paling umum hingga yang
paling khusus. Node paling atas merupakan parameter yang dinilai paling baik
dalam memisahkan kelas tutupan lahan. Berikut ini disajikan gambar
perbandingan antara QUEST dan metode CRUISE.
Gambar 3 Perbandingan Pohon keputusan CRUISE dan QUEST (Loh 2011)
Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa QUEST memiliki efisiensi yang lebih
baik jika dibandingkan dengan Pohon keputusan CRUISE untuk jumlah kelas
yang sama, proses CRUISE terlihat lebih panjang dibandingkan QUEST. QUEST
memiliki kelebihan berupa kecepatan, keefisienan dan mampu mengantisipasi bias
pada data.
c. Konsep metode Support Vector Machine
8
Support Vector Machine merupakan pengklasifikasi biner, namun mudah
diadaptasi untuk klasifikasi beberapa kelas. Beberapa penelitian menyebutkan
bahwa klasifikasi Support Vector Machine ternyata memiliki akurasi yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan metode klasifikasi lainnya (Burges 1998).
Support Vector Machine memiliki landasan teori yang kuat dan algoritma
klasifikasi yang menghasilkan produk yang cukup baik (Jeyanthi 2007).
Support Vector Machine dapat mengekspresikan hyperplane dalam bentuk
linier maupun non-linier (Richard 2013). Gambar 4 menunjukkan persamaan
linier pada hyperplane, sedangkan persamaan non linier ditunjukkan pada Gambar
5.
Gambar 4 Ilustrasi metode Support Vector Machine (Pradhan 2012)
Gambar 5 Hyperplane dalam bentuk nonlinier(Burges 1998)
Dalam pemisahan kelas-kelas tutupan lahan, hyperplane yang mungkin
terbentuk dapat berjumlah lebih dari satu berdasarkan suatu kriteria tertentu.
Pada metode SVM, akan dipilih hyperplane terbaik yang bidang optimalnya
9
berada di tengah perbatasan antara kelas yang satu dengan lainnya. Margin
merupakan salah satu indikator keoptimalan hyperplane dalam memisahkan
kelas. Margin merupakan jarak antara nilai piksel terluar dari suatu kelas
menuju hyperplane-nya. Semakin besar nilai margin, maka hyperplane
semakin baik. Nilai-nilai piksel pada tepi kelas juga dapat dijadikan pendukung
dalam mendapatkan batas yang paling baik. SVM juga dapat memisahkan
kelas secara non linier (Gambar 5) karena hyperplane yang terbentuk akan
mempertimbangkan pola sebaran nilai piksel dari kelas-kelas yang dipisahkan.
Dalam penelitian ini, lokasi 1 dan 2 diklasifikasikan menjadi 5 kelas tutupan
lahan, yaitu permukiman, sawah, kelapa sawit, kebun karet, dan tubuh air.
Mempertimbangkan kompleksitas wilayah yang ditelaah, tutupan lahan pada
lokasi 3 diklasifikasikan menjadi 6 kelas, yaitu: permukiman, lahan
terbuka/vegetasi rendah/sawah, kelapa sawit, kebun karet, hutan, dan tubuh air.
Selain itu, analisis juga mempertimbangkan klasifikasi dengan menggunakan
hasil gabungan beberapa ukuran kernel dan beberapa parameter tekstur (multiscale dan multitexture). Berikut ini disajikan gambaran lokasi pengambilan
sampel training dan uji untuk klasifikasi:
Gambar 6 Lokasi pengambilan sampel training dan uji, (a) Lokasi 1, (b) Lokasi
2, (c) Lokasi 3
5. Pengujian akurasi
Pengujian akurasi dilakukan dengan menggunakan analisis confusion
matrix. Dalam penelitian ini, data yang dibandingkan pada confusion matrix
adalah sampel uji dengan hasil klasifikasi berdasarkan sampel training. Dengan
demikian, nilai akurasi yang diperoleh juga tergantung dari ketepatan dalam
mengambil sampel untuk training dan uji. Semakin besar proporsi piksel dari
sampel uji yang terkelaskan secara benar, maka nilai akurasi keseluruhannya
semakin tinggi (Yusof et al. 2013). Penjelasan mengenai confusion matrix
(telah disesuaikan dengan penelitian ini) ditunjukkan pada Tabel 3.
10
11
Tabel 3 Konsep confusion matrix
Hasil klasifikasi
Uji
+
+
K
L
-
M
N
Adapun untuk mendapatkan nilai akurasi keseluruhan diperoleh dari
persamaan berikut:
L
x 100%
Keterangan :
K dan N: jumlah piksel pada sampel uji yang terkelaskansecarabenar
L dan M: jumlah piksel pada sampel uji yang terkelaskan secara salah
Salah dan benarnya pengkelasan hanya didasarkan pada hasil klasifikasi
6. Pengecekan lapang dilakukan untuk memastikan tutupan lahan yang
didefinisikan dalam penelitian ini. Tabel 4 menyajikan hasil pengamatan
lapangan yang dilakukan pada bulan Januari 2015.
12
Tabel 4 Hasil pengecekan lapang
No
1
2
3
4
5
Jenis Tutupan
Lahan
Foto Cek Lapang
Koordinat
Lokasi
Tubuh air
48 N
X = 0174784 m
Y = 0106153 m
Permukiman
48 N
X = 0174430 m
Y = 0106618 m
Sawah
48 N
X = 0173643 m
Y = 0107411 m
Kebun kelapa
sawit
Kebun karet
48 N
X = 0171415 m
Y = 0110053 m
48 N
X = 0176804 m
Y = 0106879 m
7. Pemodelan pola akurasi klasifikasi
Hasil akurasi klasifikasi selanjutnya dimodelkan dengan menggunakan
perangkat lunak Matlab. Persamaan model yang dipilih adalah persamaan
13
rasional, karena dengan uji coba yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa
persamaan rasional menghasilkan akurasi model yang relatif lebih baik
dibandingkan dengan persamaan yang lain dalam meniru pola akurasi
klasifikasi yang dilakukan. Data yang dimodelkan antara lain nilai akurasi
klasifikasi berbasis tekstur dan klasifikasi berbasis gabungan antara rona dan
tekstur dari seluruh variasi kernel dan ketiga metode klasifikasi, baik metode
Minimum Distance to Mean, Pohon keputusan QUEST, maupun SVM.
Langkah-langkah dalam penelitian ini diuraikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Diagram alir penelitian
14
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemampuan Rona dan Tekstur dalam Pemisahan Kelas
Akurasi klasifikasi berbasis rona dan tekstur sangat dipengaruhi oleh
kemampuan rona dan tekstur dalam pemisahan kelas. Nilai dari data ASCII yang
diekstrak dari citra dapat digunakan untuk melihat keterpisahan kelas tutupan
lahan. Keterpisahan kelas tutupan lahan dapat dianalisis dengan beberapa teknik,
antara lain dapat dilihat dengan menggunakan analisis boxplotatau dengan nilai
TD (Transformed Divergence) seperti yang akan diuraikan lebih lanjut. Untuk
mempermudah interpretasi terhadap data boxplot tersebut, maka perlu diketahui
nilai maksimum, minimum, dan rataan dari parameter-parameter yang dianalisis.
Informasi statistik dari parameter-parameter tersebut disajikan pada Lampiran 1.
Kemampuan rona dalam pemisahan kelas tutupan lahan
Rona merupakan data dasar yang selanjutnya diolah secara statistik menjadi
data tekstur, sehingga pengujian kemampuan rona dalam memisahkan kelas
tutupan lahan menjadi hal penting yang harus dilakukan sebelum klasifikasi.
Ilustrasi kemampuan rona dalam pemisahan kelas disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Keterpisahan kelas berbasis rona pada lokasi 1
Gambar 8 menunjukkan bahwa rona mampu membedakan kelas tutupan
lahan permukiman dan air secara baik. Berdasarkan rentang nilai piksel rona
tersebut,terlihat bahwa kebun kelapa sawit, kebun karet, dan sawah tidak dapat
dibedakan dengan baik. Bila pembedaan dilakukan hanya dengan melihat statistik
Q1 (kuartil 1) dan Q3 (kuartil 3), maka objek permukiman dapat dipisahkan
15
dengan objek sawah, kebun kelapa sawit, dan kebun karet mengingat nilai selang
kuartil 1 hingga kuartil 3 yang cukup jauh berbeda. Kebun karet juga dapat
dipisahkan dengan objek yang lain, karena selang nilai kuartil 1 dan 3 yang telah
terpisah dengan baik. Sedangkan jika dilihat dari nilai rataannya (Lampiran 1),
tutupan lahan tubuh air (64.67), permukiman (124.43), sawah (85.76), kebun
kelapa sawit (85.88), dan kebun karet (79.31) menunjukkan bahwa sawah dan
kebun kelapa sawit belum dapat dipisahkan dengan baik karena memiliki nilai
rataan yang tidak terlalu berbeda.
Kemampuan tekstur dalam pemisahan kelas tutupan lahan
Pemilihan metode analisis tekstur yang lengkap bertujuan untuk dapat
membandingkannya secara keseluruhan. Beberapa jenis analisis tekstur diketahui
justru dapat mengurangi akurasi klasifikasi. Oleh karena itu, selain
mempertimbangkan ukuran kernel yang digunakan, pemilihan parameter tekstur
juga menjadi faktor penting dalam klasifikasi berbasis tekstur. Oleh karena itu,
kemampuan parameter- parameter tekstur dalam memisahkan kelas tutupan lahan
perlu diketahui.Berikut ini diuraikan perbandingan kemampuan pemisahan kelas
dari seluruh parameter tekstur yang dianalisis.
1 Mean
Jenis tekstur mean menunjukkan kemiripan nilai dengan data rona. Hal ini
terjadi karena nilai pada tekstur mean merupakan rataan dari nilai rona. Nilai
rataan piksel pada tekstur mean untuk tutupan lahan (Lampiran 1) diuraikan
sebagai berikut: tubuh air (64.62), permukiman (122.26), sawah (85.89), kebun
kelapa sawit (85.90), dan kebun karet (79.39). Nilai-nilai tersebut menunjukkan
bahwa kelas tutupan lahan sawah, kebun kelapa sawit, dan kebun karet belum
dapat dipisahkan secara optimal. Namun demikian, jika hanya dilihat dari nilai Q1
(kuartil 1) dan Q3 (kuartil 3), tutupan lahan kebun karet sudah dapat dipisahkan
dengan baik. Gambar 9 menunjukkan kemampuan parameter mean dalam
memisahkan kelas tutupan lahan.
Gambar 9 Keterpisahan kelas berbasis tekstur mean lokasi 1 kernel 13x13
16
2 Variance
Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa variance memiliki tingkat kemampuan
pemisahan yang rendah. Permukiman dapat dibedakan dengan jelas dengan jenis
tutupan lainnya, namun pemisahan keempat tutupan lainnya terlihat sangat baur.
Nilai rataan piksel pada tekstur variance untuk tutupan lahan (Lampiran 1)
diuraikan sebagai berikut: tubuh air (2.42), permukiman (320.85), sawah (4.34),
kebun kelapa sawit (9.86), serta kebun karet (15.37). Selisih yang tidak terlalu
jauh pada sampel kelas selain permukiman menunjukkan bahwa keempat jenis
tutupan tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya dengan mudah.
Perbedaan statistik yang sangat tegas ditemui pada permukiman pada data
training dengan data uji. Data training permukiman memiliki nilai rataan
variance sebesar 320.85, sedangkan pada sampel ujinya sebesar 626.12 (Lampiran
1).
Gambar 10 Keterpisahan kelas berbasis tekstur variance lokasi 1 kernel 13x13
3 Homogeneity
Parameter tekstur homogeneity menunjukkan kemampuan yang lebih baik
dalam membedakan objek tutupan lahan jika dibandingkan dengan parameter
lainnya. Permukiman, sawah, dan tubuh air dapat dipisahkan dengan baik,
sedangkan kebun kelapa sawit dan kebun karet lebih sulit dibedakan. Nilai rataan
piksel pada tekstur homogeneity untuk tutupan lahan (Lampiran 1) diuraikan
sebagai berikut: tubuh air (0.48), permukiman (0.11), sawah (0.42), kebun kelapa
sawit (0.28), dan kebun karet (0.27). Hasil analisis menunjukkan bahwa parameter
homogeneity dapat menjadi kandidat pemisah kelas yang baik. Kemampuan
homogeneity dalam pemisahan kelas ditampilkan pada Gambar 11.
17
Gambar 11 Keterpisahan kelas berbasis tekstur homogeneity lokasi 1 kernel
13x13
4 Contrast
Kemampuan contrast dalam memisahkan kelas ditunjukkan pada Gambar
12. Nilai rataan piksel pada tekstur contrastselengkapnya disajikan pada Lampiran
1. Nilai rataan tersebut menunjukkan bahwa hanya permukiman yang dapat
dipisahkan dengan menggunakan parameter tekstur contrast secara sempurna.
Komposisi boxplotpada parameter contrast terlihat mirip dengan parameter
tekstur variance. Dengan demikian, dapat terlihat dengan jelas bahwa parameter
tekstur ini tidak terlalu baik dalam membedakan tutupan lahan, terutama pada
berbagai jenis tutupan lahan bervegetasi.
Gambar 12Keterpisahan kelas berbasis tekstur contrast lokasi 1 pada kernel
13x13
18
5 Dissimilarity
Rataan nilai piksel pada tekstur dissimilarity untuk setiap tutupan lahan
diuraikan sebagai berikut: tubuh air (1.37), permukiman (10.45), sawah (1.75),
kebun kelapa sawit (2.93), serta kebun karet (3.47). Nilai rataan tersebut
menunjukkan bahwa permukiman dapat dipisahkan dengan sangat baik, seperti
halnya pada parameter contrast. Gambar 13 menunjukkan bahwa permukiman
dapat dengan mudah dibedakan dengan kelas tutupan lahan yang lainnya dengan
parameter tekstur dissimilarity. Berbeda dengan parameter contrast, tutupan lahan
bervegetasi juga relatif dapat dibedakan meskipun kemiripan secara statistik
masih terlihat cukup nyata.
Gambar 13 Keterpisahan kelas berbasis tekstur dissimilarity lokasi 1 kernel
13x13
6 Entropy
Gambar 14 menunjukkan bahwa hampir semua jenis tutupan lahan telah
terpisahkan dengan cukup baik, kecuali antara tutupan lahan kebun kelapa sawit
dengan kebun karet. Nilai rataan piksel pada tekstur entropy untuk setiap tutupan
lahan adalah sebagai berikut: tubuh air (3.35), permukiman (5.05), sawah (3.76),
kebun kelapa sawit (4.39), dan kebun karet (4.48). Walaupun hampir semua kelas
tutupan lahan dapat dipisahkan dengan baik, Gambar 14 juga menunjukkan bahwa
kebun kelapa sawit dan kebun karet masih belum terpisahkan dengan baik.
Walaupun tingkat kemiripan secara statistik tidak terlalu tinggi dibandingkan
dengan sebagian parameter tekstur lainnya, rataan entropy kedua kelas masih
memiliki selisih nilai rataan yang rendah.
19
Gambar 14 Keterpisahan kelas berbasis tekstur entropy lokasi 1 kernel 13x13
7 Second moment
Kemampuan second moment dalam memisahkan kelas tutupan lahan
disajikan pada Gambar 15. Pada parameter tekstur ini terlihat bahwa air, sawah,
dan permukiman telah dapat dibedakan dengan baik. Namun demikian, masih
terdapat baur pada kelas tutupan kebun kelapa sawit dengan kebun karet. Kondisi
ini mirip dengan yang ditemukan pada parameter entropy. Jika hanya berdasarkan
rataan nilai piksel, maka kelas tutupan permukiman, kebun kelapa sawit dan
kebun karet sulit untuk dipisahkan. Namun demikian jika melihat rentang nilai
kuartil 1 dengan kuartil 3, sampel tutupan permukiman sudah dapat dipisahkan
dengan kebun kelapa sawit atau kebun karet.
20
Gambar 15 Keterpisahan kelas berbasis tekstur second moment lokasi 1 kernel
13x13
8 Correlation
Pada Gambar 16 disajikan tingkat kemampuan parameter correlation dalam
memisahkan kelas-kelas tutupan lahan yang dianalisis. Pada gambar tersebut
terlihat bahwa jenis tekstur ini kurang baik dalam memisahkan kelas tutupan lahan
yang ada. Kelas yang secara signifikan terpisahkan adalah permukiman.
Sementara itu, keseluruhan tutupan lahan alamiah tidak mampu terpisahkan
dengan data correlation. Selain itu, justru terdapat perbedaan nilai yang cukup
jauh antara sampel training dengan sampel uji pada tutupan lahan permukiman.
Kondisi ini menunjukkan bahwa tutupan lahan permukiman di wilayah studi
memiliki pola yang sedikit berbeda. Lampiran 1 menyajikan data rataan tutupan
lahan masing-masing kelas yaitu tubuh air (-0.03), permukiman (-31.56), sawah (0.06), kebun kelapa sawit (-0.48), dan kebun karet (-2.23).
21
Gambar 16 Keterpisahan kelas berbasis tekstur correlation lokasi 1 kernel 13x13
Setiap parameter tekstur dapat menjadi penciri atau pembeda dari setiap
tutupan lahan yang dianalisis. Namun demikian, penelitian ini membuktikan
bahwa tidak semua parameter tekstur dapat dimanfaatkan untuk mencirikan
tutupan lahan yang cukup kompleks yang ditemui di wilayah studi.
Pada lokasi 1 dengan ukuran kernel 13x13, diperoleh hasil yang
menunjukkan bahwa homogeneity dan entropy memiliki kemampuan yang paling
baik dalam memisahkan kelas tutupan lahan. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Laliberte dan Rango (2009) yang
menunjukkan bahwa setiap jenis tekstur memiliki kemampuan yang bervariasi
dalam memisahkan kelas tutupan.
Perbandingan kenampakan pada rona dan 8 parameter tekstur ditampilkan
pada Gambar 17. Dari gambar tersebut, terlihat bahwa identifikasi permukiman
dapat dilakukan dengan mudah, baik pada data rona dan sebagian data tekstur.
Pada tutupan lahan lain, variasi deteksi dapat divisualisasikan dengan cukup jelas.
22
Keterangan: (1) Rona, (2) Mean, (3) Variance, (4) Homogeneity, (5) Contrast, (6) Dissimilarity,
(7) Entropy, (8) Second moment, (9) Correlation
Gambar 17 Kenampakan rona dan tekstur pada lokasi 1 kernel 13x13
Secara kuantitatif, pemisahan kelas dapat dianalisis dengan menggunakan
nilai TD (Transformed Divergence). Informasi keterpisahan kelas tutupan lahan
pada lokasi 1 melibatkan kombinasi rona dan tekstur seperti disajikan pada Tabel
5. Jika analisis TD dilakukan dengan seluruh band gabungan rona dan tekstur (9
band), maka dapat terjadi masalah singularitas yang diduga disebabkan oleh
parameter second moment yang kolinier. Masalah matriks singular tersebut
menyebabkan nilai keterpisahan TD pada sampel permukiman tidak dapat
dianalisis. Untuk menghindari masalah matriks singular, maka parameter second
moment tidak digunakan pada analisis TD.
23
Tabel 5 Keterpisahan kelas (TD) berdasarkan kombinasi 9 band (tekstur + rona)
dan kombinasi 8 band (tanpa second moment) pada beberapa ukuran
kernel
Tutupan
acuan
A1
A2
B1
B2
C1
C2
D1
D2
E1
Tutupan
penguji
A2
B1
B2
C1
C2
D1
D2
E1
E2
B1
B2
C1
C2
D1
D2
E1
E2
B2
C1
C2
D1
D2
E1
E2
C1
C2
D1
D2
E1
E2
C2
D1
D2
E1
E2
D1
D2
E1
E2
D2
E1
E2
E1
E2
E2
Kernel 9 band
3x3
13x13
0.22
0.89
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
1.44
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
0.20
1.36
2.00
2.00
1.99
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
1.99
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
0.65
2.00
1.66
2.00
1.68
2.00
1.84
2.00
1.94
2.00
0.93
2.00
3x3
0.17
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
1.40
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
0.20
2.00
1.99
2.00
2.00
2.00
1.99
2.00
2.00
0.54
1.62
1.67
1.84
1.92
0.54
Kernel 8 band
13x13 33x33 53x53
0.82
1.96
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
1.38
1.97
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
1.30
1.88
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
1.85
2.00
2.00
Keterangan: A= Tubuh air, B=Permukiman, C= Sawah, D= Kebun kelapa sawit,
E=Kebun karet. 1= Sampel training dan 2= Sampel uji
141x141
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
24
Kombinasi 9 band (rona dan tekstur)
Pada beberapa kasus, kombinasi 9 band menyebabkan terjadinya matriks
singular. Hal ini berakibat pada nilai TD untuk permukiman tidak dapat dianalisis
pada ukuran kernel 13x13. Pada penelitian ini, TD hanya dapat dianalisis pada
ukuran kernel 3x3. Hal ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya ukuran
kernel ternyata dapat meningkatkan peluang terjadinya matriks singular pada
beberapa kasus yang spesifik.
Kombinasi 8 band (tanpa second moment)
Pada pengujian nilai TD, antar kelas tutupan yang sama diharapkan
memiliki nilai TD yang rendah mendekati 0 yang menunjukkan bahwa keduanya
tidak dapat dipisahkan. Dengan arti kata lain, kedua jenis sampling memiliki
kemiripan secara statistik. Di sisi lain, kelas tutupan yang berbeda diharapkan
memiliki nilai TD mendekati 2 yang menunjukkan bahwa keduanya terpisah
secara sempurna.
a. Ukuran kernel 3x3
Pada ukuran kernel 3x3, sampel tubuh air terpisahkan secara sempurna
dengan kelas lainnya yang terlihat dari nilai TD=2. Nilai keterpisahan antara
sampel tubuh air 1 dan sampel tubuh air 2 juga rendah. Hal ini menunjukkan
bahwa sampel tubuh air pada data training tidak jauh berbeda dengan sampel
tubuh air data uji. Permukiman pada data training dapat dipisahkan secara baik
dengan kelas tutupan lahan lainnya. Namun demikian, nilai keterpisahannya
dengan datauji justru cukup tinggi, yang mengindikasikan bahwa variasi pola
permukiman cukup nyata terdeteksi pada penelitian ini.
Untuk sawah training dan uji dapat terpisahkan secara baik dengan
kelas tutupan lainnya. Keduanya juga terlihat sangat mirip, hal ini ditunjukkan
oleh nilai keterpisahan yang mendekati 0. Sementara itu, kelas tutupan lahan
kebun kelapa sawit dapat terpisahkan secara cukup baik dengan kelas tutupan
lahan lainnya.
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa suatu tutupan yang sama dapat
memiliki nilai statistik yang berbeda, demikian juga dengan tutupan yang
berbeda dapat memiliki nilai statistik yang mirip. Hal ini menunjukkan bahwa
klasifikasi secara digital dapat mengalami kesulitan bila diterapkan pada lokasi
yang kompleks mengingat metode tersebut hanya didasarkan pada nilai
statistik yang diekstrak dari citra.
b. Ukuran kernel 13x13
Pada ukuran kernel 13x13, keterpisahan antar tutupan lahanyang berbeda
mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan ukuran kernel 3x3.Tutupan
lahan permukiman training dan uji mengalami penurunan keterpisahan sesuai
seperti yang diharapkan. Berdasarkan hasil ini, ukuran kernel 13x13 dinilai
cukup baik untuk digunakan dalam klasifikasi.
25
c. Ukuran kernel 33x33
Pada ukuran kernel 33x33, hampir seluruh kelas tutupan mencapai nilai
keterpisahan yang maksimum. Dengan demikian, tutupan yang sama juga akan
terlihat sangat berbeda pada ukuran kernel tersebut.
d. Ukuran kernel 53x53 dan 141x141
Pada ukuran kernel 53x53 dan 141x141, seluruh kelas telah terpisah
sempurna dengan nilai TD=2. Seperti halnya dengan ukuran kernel 33x33,
kondisi ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya ukuran kernel, baik
antara tutupan lahan yang sama atau antara tutupan lahan yang berbeda akan
terlihat berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa ukuran kernel yang terbaik
untuk digunakan dalam klasifikasi adalah ukuran kernel yang tidak terlalu
besar dan juga tidak terlalu kecil.
Uji Kapabilitas Metode Klasifikasi
Berbagai metode klasifikasi yang tersedia pada literatur ilmiah saat ini juga
diketahui memiliki kapabilitas yang berbeda. Berdasarkan hasil telaah pustaka
sebelumnya, perlu dilakukan telaah ulang untuk mengetahui metode yang paling
tepat dan optimal untuk digunakan dalam klasifikasi berbasis tekstur, rona, atau
gabungan antara rona dan tekstur. Berikut ini dibahas mengenai nilai akurasi dari
klasifikasi dengan variasi metode klasifikasi terbimbing, ukuran kernel, serta jenis
data dasar yang digunakan. Kombinasi ketiganya menunjukkan nilai akurasi yang
bervariasi.
Klasifikasi berbasis rona, tekstur, dan gabungan antara rona dan tekstur
Kernel memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap klasifikasi berbasis
tekstur yang dilakukan. Beberapa penelitian sebelumnya telah banyak menelaah
pengaruh pemilihan ukuran kernel terhadap akurasi klasifikasi. Ukuran kernel
merupakan cakupan analisis statistik untuk mendapatkan 1 nilai hasil pada saat
pengolahan tekstur. Dari pembahasan sebelumnya mengenai keterpisahan kelas,
ukuran kernel juga terlihat sangat berpengaruh terhadap kemampuan parameter
tekstur dalam memisahkan tutupan lahan yang diklasifikasikan. Oleh karena itu,
perlu dilakukan pengujian klasifikasi pada berbagai ukuran kernel yang berbeda
agar pola akurasi nantinya akan terlihat, pada batas ukuran kernel yang terlalu
besar, klasifikasi mengalami penurunan nilai akurasi.
Selain terkait dengan ukuran optimum kernel untuk klasifikasi, metode
klasifikasi terbimbing yang digunakan juga mempengaruhi akurasi klasifikasi
yang dilakukan. Dengan demikian perlu diketahui metode yang paling tepat untuk
digunakan dalam klasifikasi berbasis tekstur dan rona. Kombinasi antara ukuran
kernel dan metode yang tepat akan menghasilkan klasifikasi yang lebih baik.
Dalam penelitian ini juga dibandingkan antara klasifikasi yang hanya
berbasis pada data rona saja, data tekstur, dan gabungan antara rona dengan
tekstur. Dengan demikian, kombinasi klasifikasi yang dilakukan telah cukup
mampu untuk menunjukkan cara klasifikasi yang terbaik berdasarkan ketiga
variabel yang digunakan. Pemaparan nilai akurasi klasifikasi ditunjukkan pada
26
Tabel 6-8 yang masing-masing memaparkan akurasi klasifikasi pada lokasi 1, 2,
dan 3.
Tabel 6 Hubungan antara ukuran kernel dengan akurasi klasifikasi berbasis rona,
tekstur, dan kombinasinya pada lokasi 1
Akurasi(%) Berbasis
Akurasi(%) Berbasis Rona
Tekstur
dan Tekstur
MD
DT
SVM
MD
DT
SVM
MD
DT
SVM
3
69.26
73.49
26.68
88.47
89.21
26.71
88.30
89.02
5
58.71
90.84
92.22
58.87
90.84
92.04
7
67.54
95.26
93.32
67.67
95.26
93.08
9
83.27
90.07
94.41
84.85
90.53
94.27
11
90.12
91.20
94.68
90.30
90.41
94.53
13
90.21
91.06
95.42
90.23
91.06
95.39
15
89.85
87.41
96.31
89.87
87.41
96.35
17
89.44
88.85
96.81
89.48
89.01
96.86
19
88.43
87.30
96.95
88.37
87.08
96.94
21
88.00
87.79
97.29
87.94
87.79
97.28
23
87.88
90.27
97.38
87.96
90.27
97.38
25
87.88
90.21
97.45
87.82
90.21
97.41
27
87.78
91.35
97.61
87.84
91.35
97.46
29
87.93
92.04
98.12
87.81
92.04
97.96
31
87.68
92.97
99.31
87.68
92.97
99.19
33
86.26
91.76
99.74
87.08
91.76
99.67
35
83.96
91.79
99.72
86.35
91.79
99.63
37
83.31
91.83
99.69
85.64
91.83
99.59
39
83.50
91.66
99.59
85.09
91.66
99.42
41
84.32
91.69
99.45
85.32
91.69
99.27
53
82.60
96.08
98.44
83.15
96.08
98.36
73
69.51
92.57
98.29
69.92
TEKSTUR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA ALOS PRISM
KARJONO
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Klasifikasi Tutupan
Lahan Berbasis Rona dan Tekstur dengan Menggunakan Citra ALOS PRISM
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Karjono
NIM A14100105
ABSTRAK
KARJONO. Klasifikasi Tutupan Lahan Berbasis Rona dan Tekstur dengan
Menggunakan Citra ALOS PRISM. Dibimbing oleh BAMBANG HENDRO
TRISASONGKO dan KHURSATUL MUNIBAH
Klasifikasi tutupan lahan merupakan isu penting dalam penginderaan jauh,
sehingga akurasinya perlu ditingkatkan. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis kemampuan rona dan tekstur dalam memisahkan kelas tutupan
lahan, menguji akurasi klasifikasi dari setiap metode, dan analisis pola akurasi
yang diperoleh. Bahan yang digunakan adalah citra ALOS PRISM. Pengolahan
tekstur dilakukan dengan metode co-occurence matrix pada kernel 3x3 hingga
41x41, diteruskan dengan 53x53, 73x73, dan 141x141. Metode klasifikasi yang
digunakan yaitu Minimum Distance to Mean, Pohon keputusan QUEST, dan
SVM. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rona tidak cukup mampu
memisahkan kelas tutupan lahan, sehingga dalam klasifikasinya perlu dibantu
parameter tekstur. Pada awalnya, akurasi klasifikasi akan cenderung meningkat.
Setelah mencapai puncaknya, akurasi relatif stabil, kemudian menurun pada
kernel yang terlalu besar. Hal ini mengindikasikan adanya fenomena law of
deminishing return karena terlalu tingginya tingkat kompleksitas dari analisis
statistik. Secara umum, akurasi klasifikasi berbasis tekstur atau gabungan rona
dan tekstur lebih tinggi dibandingkan klasifikasi berbasis rona, kecuali pada
ukuran kernel yang kecil atau terlalu besar, misalnya 3x3 dan 141x141. Metode
Minimum Distance to Mean memiliki akurasi paling rendah. Akurasi klasifikasi
berbasis gabungan beberapa ukuran kernel (multi-scale) lebih tinggi daripada
klasifikasi berbasis satu ukuran kernel (single scale). Pemilihan tekstur juga
mempengaruhi akurasi klasifikasi. Dalam hal pola akurasi, Pohon keputusan
QUEST paling sulit dimodelkan dengan persamaan rasional.
Kata kunci: co-occurence, klasifikasi, rona, tekstur
ABSTRACT
KARJONO. Tone and Texture Based Land Cover Classification by Using ALOS
PRISM Imagery. Supervised by BAMBANG HENDRO TRISASONGKO and
KHURSATUL MUNIBAH
Land cover classification is important issue in remote sensing, so its
accuracy needs to be increased. The aim of this research was to analyze ability of
tone and texture in differ land cover classes, to measure classification accuracy of
each methods, and to analyze pattern of accuracies. This research was using
ALOS PRISM imagery. Texture processing was done by using co-occurence
matrix starting at kernel size 3x3 up to 41x41, with some extensions at 53x53,
73x73, and 141x141. Classification was performed by using Minimum Distance
to Mean, Decision Tree QUEST, and SVM. Results showed that tone was unable
to differ land cover properly so there has to be texture in addition to classify. At
the beginning, accuracy increased and then reached a peak and fairly stable at that
level. It decreased when kernel size was too large. It indicated the law of
deminishing return phenomenon, because of excessive complexity within
statistical analysis. Texture or the combination of tone and texture based
classification's accuracy were higher than tone based classification, except to
small or too large kernels, i.e. 3x3 and 141x141. Minimum Distance to Mean
showed the lowest accuracy. Accuracy of multi-scale based classification was
higher than single scale based classification. The choice of textures also affects
the classification accuracy. Accuracy of Decision Tree QUEST were the most
difficult to be modeled by rational equation.
Keywords: classification, co-occurence, texture, tone
KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN BERBASIS RONA DAN
TEKSTUR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA ALOS PRISM
KARJONO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Skripsi : Klasifikasi Tutupan Lahan Berbasis Rona dan Tekstur dengan
Menggunakan Citra ALOS PRISM
Nama
: Karjono
NIM
: A14100105
Disetujui oleh
Bambang H. Trisasongko, MSc
Pembimbing I
Dr Khursatul Munibah, MSc
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Baba Barus, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji serta syukur kepada Allah SWT karena atas karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang diberi judul Klasifikasi
Tutupan Lahan Berbasis Rona dan Tekstur dengan Menggunakan Citra ALOS
PRISM. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang menjadi teladan bagi penulis dalam menjalani hidup.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. Bapak Bambang H. Trisasongko sebagai Dosen Pembimbing I yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dengan
penuh kesabaran selama masa perkuliahan, pelaksanaan penelitian,
maupun saat penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Khursatul Munibah sebagai Dosen Pembimbing II atas saran dan
bimbingan selama perkuliahan dan dalam penulisan skripsi ini.
3. Bapak Boedi Tjahjono selaku penguji, terimakasih atas saran dan
masukannya dalam perbaikan skripsi ini.
4. Bapak Syaiful Anwar sebagai pembimbing akademik penulis.
5. Ayah dan Ibu tercinta, kakak, keponakan, serta seluruh keluarga besar
yang telah memberikan segala doa, dukungan, semangat, dan kasih
sayang yang melimpah.
6. Teman-teman dari Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial;
Ardiya, Miftah, Rizal, Irfan, Ria, Sudi, Farik, Masyitah, Safira,
Wahyuning, Kak Wida, Kak Ian, Kak Esty, Kak Novi, dan Kak Sulis
yang telah memberikan dukungan, semangat, dan kerjasama yang solid
selama ini.
7. Seluruh Staf Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Komisi
Pendidikan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, serta
pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Maret 2015
Karjono
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Waktu, Lokasi, dan Data Penelitian
2
Metode Penelitian
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
14
Kemampuan Rona dan Tekstur dalam Pemisahan Kelas
14
Uji Kapabilitas Metode Klasifikasi
25
Pola Akurasi
38
SIMPULAN DAN SARAN
42
SIMPULAN
42
SARAN
42
DAFTAR PUSTAKA
43
LAMPIRAN
45
RIWAYAT HIDUP
47
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
Lokasi penelitian
Parameter tekstur GLCM dan persamaannya
Konsep confusion matrix
Hasil pengecekan lapang
Keterpisahan kelas (TD) berdasarkan kombinasi 9 band (tekstur + rona)
Hubungan antara ukuran kernel dengan akurasi klasifikasi berbasis
rona, tekstur, dan kombinasinya pada lokasi 1
7 Hubungan antara ukuran kernel dengan akurasi klasifikasi berbasis
rona, tekstur, dan kombinasinya pada lokasi 2
8 Hubungan antara ukuran kernel dengan akurasi klasifikasi berbasis
rona, tekstur, dan kombinasinya pada lokasi 3
9 Perbandingan akurasi (%) antara tekstur terpilih (4 parameter) dan
tekstur lengkap (8 parameter) pada metode Minimum Distance to Mean,
Pohon keputusan QUEST, dan SVM
10 Model pola akurasi klasifikasi
3
4
11
12
23
26
27
28
36
41
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Peta lokasi penelitian
Metode Minimum Distance to Mean
Perbandingan Pohon keputusan CRUISE dan QUEST (Loh 2011)
Ilustrasi metode Support Vector Machine (Pradhan 2012)
Hyperplane dalam bentuk non linier (Burges 1998)
Lokasi pengambilan sampel training dan uji, (a) Lokasi 1, (b) Lokasi 2,
(c) Lokasi 3
Diagram alir penelitian
Keterpisahan kelas berbasis rona pada lokasi 1
Keterpisahan kelas berbasis tekstur mean lokasi 1 kernel 13x13
Keterpisahan kelas berbasis tekstur variance lokasi 1 kernel 13x13
Keterpisahan kelas berbasis tekstur homogeneity lokasi 1kernel 13x13
Keterpisahan kelas berbasis tekstur contrast lokasi 1 pada kernel 13x13
Keterpisahan kelas berbasis tekstur dissimilarity lokasi 1 kernel 13x13
Keterpisahan kelas berbasis tekstur entropy lokasi 1 kernel 13x13
Keterpisahan kelas berbasis tekstur second moment lokasi 1 kernel
13x13
Keterpisahan kelas berbasis tekstur correlation lokasi 1 kernel 13x13
Kenampakan rona dan tekstur pada lokasi 1 kernel 13x13
Hubungan ukuran kernel, data dasar dan metode klasifikasi yang
digunakan dengan nilai akurasinya pada lokasi 1
Hubungan ukuran kernel, data dasar dan metode klasifikasi yang
digunakan dengan nilai akurasinya pada lokasi 2
Hubungan ukuran kernel, data dasar dan metode klasifikasi yang
digunakan dengan nilai akurasinya pada lokasi 3
3
6
7
8
8
9
12
13
14
15
16
16
17
18
19
20
21
28
29
29
21 Hasil klasifikasi Minimum Distance to Mean berbasis rona
22 Hasil klasifikasi Minimum Distance to Mean berbasis tekstur; (a) 3x3;
(b) 13x13; (c) 41x41
23 Hasil klasifikasi Minimum Distance to Mean berbasis rona dan
tekstur; (a) 3x3; (b) 13x13; (c) 41x41
24 Hasil klasifikasi Pohon keputusan QUEST berbasis tekstur; (a) 3x3; (b)
13x13; (c) 41x41
25 Hasil klasifikasi Pohon keputusan QUEST berbasis rona dan tekstur;(a)
3x3; (b) 13x13; (c) 41x41
26 Hasil klasifikasi SVM berbasis rona
27 Hasil klasifikasi SVM berbasis tekstur; (a) 3x3; (b) 13x13; (c) 41x41
28 Hasil klasifikasi SVM berbasis rona dan tekstur; (a) 3x3; (b) 13x13; (c)
41x41
29 Pengaruh pemilihan tekstur (mean, variance, contrast, dan dissimilarity)
terhadap akurasi Minimum Distance to Mean
30 Pengaruh pemilihan tekstur (mean, variance, contrast, dan
dissimilarity) terhadap akurasi klasifikasi QUEST
31 Pengaruh pemilihan tekstur(mean, variance, contrast, dan dissimilarity)
terhadap akurasi klasifikasi Support Vector Machine
32 Akurasi klasifikasi dengan penggabungan ukuran kernel
33 Pola akurasi klasifikasi Minimum Distance to Mean berbasis tekstur; (a)
Lokasi 1; (b) Lokasi 2; (c) Lokasi 3
34 Pola akurasi klasifikasi Minimum Distance to Mean berbasis rona dan
tekstur; (a) Lokasi 1; (b) Lokasi 2; (c) Lokasi 3
35 Pola akurasi klasifikasi Pohon keputusan QUEST berbasis tekstur; (a)
Lokasi 1; (b) Lokasi 2; (c) Lokasi 3
36 Pola akurasi klasifikasi Pohon keputusan QUEST berbasis tekstur dan
rona; (a) Lokasi 1; (b) Lokasi 2; (c) Lokasi 3
37 Pola akurasi klasifikasi SVM berbasis tekstur; (a) lokasi 1; (b) lokasi 2;
(c) lokasi 3
38 Pola akurasi klasifikasi SVM berbasis tekstur dan rona; (a) Lokasi 1, (b)
Lokasi 2; (c) Lokasi 3
30
30
31
31
32
32
33
34
34
35
35
36
37
37
38
38
39
39
DAFTAR LAMPIRAN
Nilai maksimum, minimum, dan rataan piksel pada lokasi 1 kernel
13x13
44
2 Karakteristik ALOS PRISM (Japan Aerospace Exploration Agency
1997)
45
3 Gambar ilustrasi sensor ALOS PRISM
45
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Data tutupan lahan memiliki peranan penting dalam pengelolaan,
perencanaan, dan evaluasi wilayah. Untuk mengelola suatu lahan dalam skala
luas, maka data tutupan lahan menjadi mutlak diperlukan. Tutupan lahan juga
merupakan data utama dalam melakukan perencanaan. Selain itu, untuk
melakukan evaluasi kesesuaian lahan umumnya perlu dilihat kondisi tutupan
lahan terkini. Demikian pula pada kajian aspek lingkungan yang juga seringkali
terkait dengan data tutupan lahan.
Dalam memperoleh data tutupan lahan, terdapat beberapa metode yang
dapat dilakukan, antara lain: survei lapang atau dengan menggunakan data
penginderaan jauh berupa citra satelit atau foto udara. Saat ini data penginderaan
jauh telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama beberapa jenis
data citra satelit yang telah memiliki resolusi spasial tinggi. Dengan demikian,
kapabilitas data penginderaan jauh untuk mendapatkan data tutupan lahan cukup
dapat diandalkan. Sebagai alternatif, data tutupan lahan dapat diperoleh dengan
cara survei lapang yang umumnya memerlukan waktu yang sangat lama ketika
harus memetakan tutupan lahan untuk cakupan wilayah yang luas. Dengan
menggunakan data penginderaan jauh, proses untuk memperoleh data tutupan
lahan akan menjadi lebih mudah dan cepat.
Data penginderaan jauh yang memiliki resolusi tinggi memungkinkan
pengguna melakukan klasifikasi secara detil dan lebih akurat. Data citra yang
digunakan dalam penelitian ini adalah ALOS PRISM dengan resolusi yang cukup
tinggi, yaitu 2.5 m x 2.5 m. Dalam melakukan klasifikasi tutupan lahan berbasis
data penginderaan jauh, terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan, antara
lain: interpretasi visual, klasifikasi terbimbing, dan klasifikasi tidak terbimbing.
Pada interpretasi visual dapat dilakukan melalui digitasi pada layar komputer (on
screen), sedangkan klasifikasi terbimbing dan tidak terbimbing dilakukan secara
otomatis oleh perangkat lunak. Pada metode klasifikasi terbimbing, peneliti masih
berperan besar memilih sampel-sampel setiap tutupan sebagai dasar klasifikasi
yang dilakukan. Sedangkan pada klasifikasi tak terbimbing, proses pengkelasan
sepenuhnya dikerjakan oleh perangkat lunak.
Klasifikasi terbimbing umumnya dilakukan hanya pada data rona atau
warna, baik pada citra pankromatik maupun multispektral. Selain rona, tekstur
juga dapat digunakan sebagai salah satu dasar untuk klasifikasi. Keragaman
tekstur setiap tutupan lahan hanya akan terlihat dengan jelas pada citra dengan
resolusi yang tinggi. Oleh karena itu, klasifikasi citra resolusi tinggi perlu merujuk
pada informasi tekstur. Di samping kedua basis tersebut, ada berbagai kunci
interpretasi lainnya seperti bentuk, pola, situs, asosiasi, dan bayangan (Lillesand
and Kiefer 2004). Tekstur dapat dinyatakan sebagai tingkat kekasaran, kehalusan,
ketidakteraturan, granulasi, dan keacakan suatu kenampakan objek pada citra
(Haralick 1979).
Dalam analisis tekstur, terdapat 2 metode utama yang umum digunakan,
yaitu occurence matrix dan co-occurence matrix. Co-occurence matrix
memungkinkan analisis tekstur yang lebih bervariasi dibandingkan dengan
2
occurence matrix. Metode co-occurence matrix mempertimbangkan peluang
kombinasi dari nilai pada kolom dan baris, sehingga merupakan peluang kejadian
bersama (Rao et al. 2013). Dalam penelitian ini, metode yang ditelaah adalah cooccurence matrix. Keakuratan klasifikasi dapat dipengaruhi oleh ukuran kernel
tekstur serta metode klasifikasi yang dilakukan. Dengan demikian, pada penelitian
ini kedua faktor tersebut juga dipertimbangkan. Penelitian terkait pemanfaatan
tekstur dalam meningkatkan akurasi klasifikasi telah banyak dilakukan. Penelitian
Liu (2014) menunjukkan bahwa klasifikasi berbasis gabungan citra spektral dan
tekstur memiliki akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan klasifikasi
berbasis citra spektral saja. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa akurasi
klasifikasi dengan menambahkan parameter tekstur yang diekstrak dari ALOS
PRISM lebih tinggi dibandingkan apabila hanya menggunakan ALOS AVNIR
dan data topografi ASTER GDEM (Hurni et al. 2013).
Percobaan teknik tekstur yang berlokasi di wilayah tropika perlu untuk
dilakukan, mengingat keanekaragaman tutupan di daerah ini lebih tinggi
dibandingkan dengan di daerah subtropis. Dengan demikian, perlu ditelaah
karakteristik tekstur dari setiap tutupan lahan yang ada. Salah satu penelitian
terkait klasifikasi berbasis tekstur yang dilakukan di daerah tropika adalah
penelitian Kamiran dan Sarker (2014) yang menganalisis kemampuan tekstur
dalam memisahkan tutupan kelapa sawit yang memiliki perbedaan umur tanam.
Penelitian tersebut memanfaatkan citra satelit World View yang memiliki resolusi
spasial lebih tinggi dibandingkan dengan ALOS PRISM. Namun demikian,
penelitian tentang tekstur tutupan lahan tropika masih perlu diperluas sehingga
ekstraksi data tutupan lahan dapat ditingkatkan akurasinya.
Tujuan Penelitian
1. Menganalisis kemampuan rona dan tekstur dalam memisahkan kelas-kelas
tutupan lahan.
2. Menganalisis akurasi dari setiap metode klasifikasi dan basis yang digunakan.
3. Menganalisis pola akurasi dari setiap metode klasifikasi dan basis yang
digunakan.
METODE
Waktu, Lokasi, dan Data Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan November 2014 hingga Februari 2015.
Area studi penelitian terletak di tiga lokasi di wilayah Kabupaten Siak dan
Bengkalis, Provinsi Riau. Batas penelitian ini tidak dirancang menurut batas
administrasi, melainkan dalam lokasi arbitrer yang memiliki keragaman tutupan
lahan yang cukup tinggi.Tabel 1dan Gambar 1 menunjukkan posisi ketiga area
studidalam penelitian ini.
3
Tabel 1 Lokasi penelitian
Koordinat
Lokasi
Bujur
Lintang
Lokasi 1
1020 2’ 42,15” - 1020 7’ 21,25” BT
00 57’ 9,58” - 00 59’ 50,39” LU
Lokasi 2
1020 6’ 50,61” - 1020 10’ 10,22” BT
10 6’ 31,51” - 10 10’ 22,35”LU
Lokasi 3
1010 57’ 52,66” - 1020 2’ 31,81” BT
10 7’ 21,03” - 10 10’ 1,79” LU
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Analisis data dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa citra ALOS PRISM tahun
2010 yang mencakup daerah lokasi penelitian. Untuk memperkuat proses
identifikasi tutupan lahan, penelitian ini juga menggunakan data tambahan yaitu
ALOS AVNIR-2 yang direkam pada musim yang sama. Sedangkan peralatan
yang digunakan adalah GPS, kamera, dan seperangkat alat komputer yang
dilengkapi perangkat lunak analisis citra dan SIG serta analisis data.
Metode Penelitian
Metode penelitian meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
Persiapan
Pada tahap ini dilakukan studi literatur, penyiapan data, dan pemilihan
lokasi penelitian.
4
Pengolahan data
1. Pemotongan area sampel
Pada tahap awal pengolahan data dilakukan pemotongan area sampel
sebanyak tiga lokasi menggunakan fasilitas Region of Interest(ROI) pada
ENVI 4.5. Hal ini bertujuan agar analisis tekstur dapat dilakukan lebih cepat
mengingat ukuran citra PRISM yang besar akan memperlambat proses
pengolahan. Pada penelitian ini, analisis tekstur yang digunakan adalah GLCM
(Gray Level Co-occurence Matrix), dengan ukuran kernel 3x3 hingga 41x41
ditambah tiga kernel ekstrem yaitu 53x53, 73x73, dan 141x141. Klasifikasi
dilakukan tanpa ada perubahan level kuantisasi yaitu 256 tingkat keabuan.
Level kuantisasi merupakan salah satu faktor yang menentukan akurasi
klasifikasi (Marceau 1990). Dari setiap data hasil pengolahan tekstur diperoleh
8 parameter tekstur, yaitu: mean, variance, homogeneity, contrast,
dissimilarity, entropy, second moment, dan correlation.
Persamaan-persamaan dasar parameter tekstur diuraikan oleh Oliver and
Quegan (1998) dalam Santos and Messina (2008) dan Haralick et al. (1973)
sebagai berikut:
Tabel 2 Parameter tekstur GLCMdan persamaannya
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Parameter
Mean mengukur rataan dari
level keabuan
Contrast mengukur intensitas
nilai-nilai
piksel
yang
bervariasi pada gambar.
Angular
second
moment
menggambarkan keseragaman
tekstur.
Correlation menggambarkan
ketergantungan linear antar
piksel.
Entropy menunjukkan tingkat
ketidakteraturan.
Dissimilarity
menunjukkan
tingkat perbedaan antar nilai
piksel
Variance
menunjukkan
keragaman dari nilai-nilai
piksel.
Homogeneity
menunjukkan
tingkat
kesamaan
atau
keseragaman antar piksel.
Persamaan
∑∑
∑∑
∑∑
(
∑∑
)
∑∑
∑∑
|
|
√∑ ∑
∑∑
Keterangan: Pi,j merupakan isi matriks GLCM yang sudah dinormalisasi, N merupakan
total tingkat keabuan
5
2. Penggabungan band
Agar dapat dilakukan klasifikasi berbasis kombinasi rona dan tekstur, maka
perlu dilakukan penggabungan data rona dengan 8 parameter tekstur.
Penggabungan data rona dan tekstur dilakukan dengan dengan carastacking
pada ENVI 4.5.
3. Pengujian keterpisahan kelas
Sebelum melakukan penilaian kemampuan parameter dalam memisahkan
kelas, dilakukan pengambilan sampel training dan uji untuk setiap tutupan
lahan. Selanjutnya dilakukan ekstraksi nilai piksel dari setiap sampel yang
diambil sesuai ROI-nya. Nilai-nilai piksel dari setiap sampel tutupan disimpan
dalam format ASCII agar dapat dianalisis dalam Microsoft Excel dan Statistica
7.Analisis yang dilakukan pada Statistica 7 menghasilkan boxplot yang
menunjukkan sebaran nilai piksel pada setiap sampel tutupan lahan dan
selanjutnya dilakukan interpretasi terhadap data tersebut. Selain dianalisis
dengan menggunakan boxplot, kemampuan parameter dalam memisahkan
kelas diuji dengan menggunakan TD (Transformed Divergence). Analisis
keterpisahan dengan menggunakan TD dilakukan dengan menggunakan ENVI
4.5. Pada saat seluruh sampel tutupan telah diambil, selanjutnya dilakukan uji
keterpisahan TD dengan fasilitas ROI separatibility. Adapun persamaannya
adalah sebagai berikut:
T
2 [1-
(
8
)]...............................................................................(1)
Di mana TDij= parameter TD dan Dij adalah parameter dari persamaan 2:
[(
)(
)]
[(
)(
)(
) ]...............(2)
Parameter µ i adalah nilai rataan vektor kelas ke-i, Ci merupakan nilai matriks
koragam kelas ke-i, sedangkan tanda tr menotasikan fungsi trace dalam aljabar
matriks dan T menunjukkan fungsi transposisi. Sementara itu, untuk jumlah
kelas yang lebih dari dua dapat ditentukan dengan persamaan 3:
T
1
-1
∑
-1
1 ∑
1T
.....................................................................(3)
Nilai m menunjukkan jumlah kelas yang ada. Hasil TD berkisar pada selang 0
hingga 2. Hasil TD mendekati 0 menunjukkan bahwa kelas tidak dapat
dipisahkan, sedangkan hasil TD mendekati 2 menunjukkan bahwa antar kelas
dapat dibedakan dengan baik (Panuju et al. 2010).
4. Klasifikasi citra
Pada penelitian ini, klasifikasi dilakukan berdasarkan pada beberapa basis
yaitu: rona, tekstur, gabungan rona dan tekstur, tekstur dengan penggabungan
ukuran kernel, dan tekstur pilihan. Penelitian ini juga membandingkan 3
metode klasifikasi yang umum digunakan, yaitu Minimum Distance to
Mean,Pohon keputusan (QUEST), dan Support Vector Machine (SVM).
6
Klasifikasi berbasis rona dilakukan dengan menggunakan metode Minimum
Distance to Mean dan Support Vector Machine karena metode Pohon
keputusan QUEST tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan pada data rona
saja. Sedangkan klasifikasi berbasis tekstur dan gabungan antara tekstur
dengan rona dilakukan menggunakan ketiga metode tersebut. Klasifikasi
berbasis tekstur dan gabungan antara tekstur dengan rona dilakukan pada
seluruh variasi ukuran kernel. Klasifikasi berbasis gabungan beberapa ukuran
kernel hanya dilakukan pada 11x11 - 25x25, 11x11 - 17x17, 19x19 - 25x25,
dan 3x3 – 25x25 pada lokasi 1 dengan menggunakan metode SVM. Sedangkan
klasifikasi berbasis tekstur pilihan (mean, variance, contrast, dan dissimilarity)
dilakukan pada lokasi 1, ukuran kernel 3x3, 11x11, 53x53, 73x73, dan
141x141 dengan metode Minimum Distance to Mean, QUEST, dan Support
Vector Machine.
Adapun konsep dari beberapa metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Konsep metode Minimum Distance to Mean
Minimum Distance to Mean merupakan metode klasifikasi non parametrik
seperti halnya parallelepiped atau k-NN. Klasifikasi ini hanya berdasarkan
pada jarak eucledian. Klasifikasi Minimum Distance to Mean hanya akan
mempertimbangkan nilai rataan yang paling dekat dengan nilai piksel yang
akan dikelaskan (Richard 2013). Berikut ini merupakan gambar ilustrasi
Minimum Distance to Mean dalam melakukan klasifikasi.
Gambar 2 Metode Minimum Distance to Mean
Jika X merupakan titik yang akan dikelaskan, maka X akan terkelaskan ke
dalam kelas D karena memiliki jarak eucledian terdekat. Jika nilai piksel
band 1 dan band 2 dari rataan D adalah (n,m) dan nilai piksel band 1 dan
band 2 dari titik X adalah (n1,m1), maka jarak eucledian dapat dirumuskan
sebagai berikut:
7
√
1
2
1
2
b. Konsep metode Pohon keputusan QUEST
Pohon keputusan merupakan salah satu analisis data penginderaan jauh
yang sudah sering digunakan dalam klasifikasi karena memiliki kemampuan
yang baik dalam menangani masalah kehilangan data karena gangguan sensor
atau gangguan atmosfer (Panuju et al. 2010). Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa metode Pohon keputusan secara umum lebih baik
daripada Maximum Likelihood (Friedl and Brodley 1997).
Penelitian ini menggunakan Pohon keputusan QUEST(Quick, Unbiased,
Efficient, Statistical Tree) karena dinilai lebih efisien dan sederhana dalam
pengkelasannya (Loh and Shih 1997). QUEST menghasilkan analisis diagram
Pohon keputusan yang tidak terlalu rumit karena ukuran yang tidak terlalu
besar (Panuju et al. 2010).
Proses percabangan (split) dimulai dari yang paling umum hingga yang
paling khusus. Node paling atas merupakan parameter yang dinilai paling baik
dalam memisahkan kelas tutupan lahan. Berikut ini disajikan gambar
perbandingan antara QUEST dan metode CRUISE.
Gambar 3 Perbandingan Pohon keputusan CRUISE dan QUEST (Loh 2011)
Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa QUEST memiliki efisiensi yang lebih
baik jika dibandingkan dengan Pohon keputusan CRUISE untuk jumlah kelas
yang sama, proses CRUISE terlihat lebih panjang dibandingkan QUEST. QUEST
memiliki kelebihan berupa kecepatan, keefisienan dan mampu mengantisipasi bias
pada data.
c. Konsep metode Support Vector Machine
8
Support Vector Machine merupakan pengklasifikasi biner, namun mudah
diadaptasi untuk klasifikasi beberapa kelas. Beberapa penelitian menyebutkan
bahwa klasifikasi Support Vector Machine ternyata memiliki akurasi yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan metode klasifikasi lainnya (Burges 1998).
Support Vector Machine memiliki landasan teori yang kuat dan algoritma
klasifikasi yang menghasilkan produk yang cukup baik (Jeyanthi 2007).
Support Vector Machine dapat mengekspresikan hyperplane dalam bentuk
linier maupun non-linier (Richard 2013). Gambar 4 menunjukkan persamaan
linier pada hyperplane, sedangkan persamaan non linier ditunjukkan pada Gambar
5.
Gambar 4 Ilustrasi metode Support Vector Machine (Pradhan 2012)
Gambar 5 Hyperplane dalam bentuk nonlinier(Burges 1998)
Dalam pemisahan kelas-kelas tutupan lahan, hyperplane yang mungkin
terbentuk dapat berjumlah lebih dari satu berdasarkan suatu kriteria tertentu.
Pada metode SVM, akan dipilih hyperplane terbaik yang bidang optimalnya
9
berada di tengah perbatasan antara kelas yang satu dengan lainnya. Margin
merupakan salah satu indikator keoptimalan hyperplane dalam memisahkan
kelas. Margin merupakan jarak antara nilai piksel terluar dari suatu kelas
menuju hyperplane-nya. Semakin besar nilai margin, maka hyperplane
semakin baik. Nilai-nilai piksel pada tepi kelas juga dapat dijadikan pendukung
dalam mendapatkan batas yang paling baik. SVM juga dapat memisahkan
kelas secara non linier (Gambar 5) karena hyperplane yang terbentuk akan
mempertimbangkan pola sebaran nilai piksel dari kelas-kelas yang dipisahkan.
Dalam penelitian ini, lokasi 1 dan 2 diklasifikasikan menjadi 5 kelas tutupan
lahan, yaitu permukiman, sawah, kelapa sawit, kebun karet, dan tubuh air.
Mempertimbangkan kompleksitas wilayah yang ditelaah, tutupan lahan pada
lokasi 3 diklasifikasikan menjadi 6 kelas, yaitu: permukiman, lahan
terbuka/vegetasi rendah/sawah, kelapa sawit, kebun karet, hutan, dan tubuh air.
Selain itu, analisis juga mempertimbangkan klasifikasi dengan menggunakan
hasil gabungan beberapa ukuran kernel dan beberapa parameter tekstur (multiscale dan multitexture). Berikut ini disajikan gambaran lokasi pengambilan
sampel training dan uji untuk klasifikasi:
Gambar 6 Lokasi pengambilan sampel training dan uji, (a) Lokasi 1, (b) Lokasi
2, (c) Lokasi 3
5. Pengujian akurasi
Pengujian akurasi dilakukan dengan menggunakan analisis confusion
matrix. Dalam penelitian ini, data yang dibandingkan pada confusion matrix
adalah sampel uji dengan hasil klasifikasi berdasarkan sampel training. Dengan
demikian, nilai akurasi yang diperoleh juga tergantung dari ketepatan dalam
mengambil sampel untuk training dan uji. Semakin besar proporsi piksel dari
sampel uji yang terkelaskan secara benar, maka nilai akurasi keseluruhannya
semakin tinggi (Yusof et al. 2013). Penjelasan mengenai confusion matrix
(telah disesuaikan dengan penelitian ini) ditunjukkan pada Tabel 3.
10
11
Tabel 3 Konsep confusion matrix
Hasil klasifikasi
Uji
+
+
K
L
-
M
N
Adapun untuk mendapatkan nilai akurasi keseluruhan diperoleh dari
persamaan berikut:
L
x 100%
Keterangan :
K dan N: jumlah piksel pada sampel uji yang terkelaskansecarabenar
L dan M: jumlah piksel pada sampel uji yang terkelaskan secara salah
Salah dan benarnya pengkelasan hanya didasarkan pada hasil klasifikasi
6. Pengecekan lapang dilakukan untuk memastikan tutupan lahan yang
didefinisikan dalam penelitian ini. Tabel 4 menyajikan hasil pengamatan
lapangan yang dilakukan pada bulan Januari 2015.
12
Tabel 4 Hasil pengecekan lapang
No
1
2
3
4
5
Jenis Tutupan
Lahan
Foto Cek Lapang
Koordinat
Lokasi
Tubuh air
48 N
X = 0174784 m
Y = 0106153 m
Permukiman
48 N
X = 0174430 m
Y = 0106618 m
Sawah
48 N
X = 0173643 m
Y = 0107411 m
Kebun kelapa
sawit
Kebun karet
48 N
X = 0171415 m
Y = 0110053 m
48 N
X = 0176804 m
Y = 0106879 m
7. Pemodelan pola akurasi klasifikasi
Hasil akurasi klasifikasi selanjutnya dimodelkan dengan menggunakan
perangkat lunak Matlab. Persamaan model yang dipilih adalah persamaan
13
rasional, karena dengan uji coba yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa
persamaan rasional menghasilkan akurasi model yang relatif lebih baik
dibandingkan dengan persamaan yang lain dalam meniru pola akurasi
klasifikasi yang dilakukan. Data yang dimodelkan antara lain nilai akurasi
klasifikasi berbasis tekstur dan klasifikasi berbasis gabungan antara rona dan
tekstur dari seluruh variasi kernel dan ketiga metode klasifikasi, baik metode
Minimum Distance to Mean, Pohon keputusan QUEST, maupun SVM.
Langkah-langkah dalam penelitian ini diuraikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Diagram alir penelitian
14
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemampuan Rona dan Tekstur dalam Pemisahan Kelas
Akurasi klasifikasi berbasis rona dan tekstur sangat dipengaruhi oleh
kemampuan rona dan tekstur dalam pemisahan kelas. Nilai dari data ASCII yang
diekstrak dari citra dapat digunakan untuk melihat keterpisahan kelas tutupan
lahan. Keterpisahan kelas tutupan lahan dapat dianalisis dengan beberapa teknik,
antara lain dapat dilihat dengan menggunakan analisis boxplotatau dengan nilai
TD (Transformed Divergence) seperti yang akan diuraikan lebih lanjut. Untuk
mempermudah interpretasi terhadap data boxplot tersebut, maka perlu diketahui
nilai maksimum, minimum, dan rataan dari parameter-parameter yang dianalisis.
Informasi statistik dari parameter-parameter tersebut disajikan pada Lampiran 1.
Kemampuan rona dalam pemisahan kelas tutupan lahan
Rona merupakan data dasar yang selanjutnya diolah secara statistik menjadi
data tekstur, sehingga pengujian kemampuan rona dalam memisahkan kelas
tutupan lahan menjadi hal penting yang harus dilakukan sebelum klasifikasi.
Ilustrasi kemampuan rona dalam pemisahan kelas disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Keterpisahan kelas berbasis rona pada lokasi 1
Gambar 8 menunjukkan bahwa rona mampu membedakan kelas tutupan
lahan permukiman dan air secara baik. Berdasarkan rentang nilai piksel rona
tersebut,terlihat bahwa kebun kelapa sawit, kebun karet, dan sawah tidak dapat
dibedakan dengan baik. Bila pembedaan dilakukan hanya dengan melihat statistik
Q1 (kuartil 1) dan Q3 (kuartil 3), maka objek permukiman dapat dipisahkan
15
dengan objek sawah, kebun kelapa sawit, dan kebun karet mengingat nilai selang
kuartil 1 hingga kuartil 3 yang cukup jauh berbeda. Kebun karet juga dapat
dipisahkan dengan objek yang lain, karena selang nilai kuartil 1 dan 3 yang telah
terpisah dengan baik. Sedangkan jika dilihat dari nilai rataannya (Lampiran 1),
tutupan lahan tubuh air (64.67), permukiman (124.43), sawah (85.76), kebun
kelapa sawit (85.88), dan kebun karet (79.31) menunjukkan bahwa sawah dan
kebun kelapa sawit belum dapat dipisahkan dengan baik karena memiliki nilai
rataan yang tidak terlalu berbeda.
Kemampuan tekstur dalam pemisahan kelas tutupan lahan
Pemilihan metode analisis tekstur yang lengkap bertujuan untuk dapat
membandingkannya secara keseluruhan. Beberapa jenis analisis tekstur diketahui
justru dapat mengurangi akurasi klasifikasi. Oleh karena itu, selain
mempertimbangkan ukuran kernel yang digunakan, pemilihan parameter tekstur
juga menjadi faktor penting dalam klasifikasi berbasis tekstur. Oleh karena itu,
kemampuan parameter- parameter tekstur dalam memisahkan kelas tutupan lahan
perlu diketahui.Berikut ini diuraikan perbandingan kemampuan pemisahan kelas
dari seluruh parameter tekstur yang dianalisis.
1 Mean
Jenis tekstur mean menunjukkan kemiripan nilai dengan data rona. Hal ini
terjadi karena nilai pada tekstur mean merupakan rataan dari nilai rona. Nilai
rataan piksel pada tekstur mean untuk tutupan lahan (Lampiran 1) diuraikan
sebagai berikut: tubuh air (64.62), permukiman (122.26), sawah (85.89), kebun
kelapa sawit (85.90), dan kebun karet (79.39). Nilai-nilai tersebut menunjukkan
bahwa kelas tutupan lahan sawah, kebun kelapa sawit, dan kebun karet belum
dapat dipisahkan secara optimal. Namun demikian, jika hanya dilihat dari nilai Q1
(kuartil 1) dan Q3 (kuartil 3), tutupan lahan kebun karet sudah dapat dipisahkan
dengan baik. Gambar 9 menunjukkan kemampuan parameter mean dalam
memisahkan kelas tutupan lahan.
Gambar 9 Keterpisahan kelas berbasis tekstur mean lokasi 1 kernel 13x13
16
2 Variance
Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa variance memiliki tingkat kemampuan
pemisahan yang rendah. Permukiman dapat dibedakan dengan jelas dengan jenis
tutupan lainnya, namun pemisahan keempat tutupan lainnya terlihat sangat baur.
Nilai rataan piksel pada tekstur variance untuk tutupan lahan (Lampiran 1)
diuraikan sebagai berikut: tubuh air (2.42), permukiman (320.85), sawah (4.34),
kebun kelapa sawit (9.86), serta kebun karet (15.37). Selisih yang tidak terlalu
jauh pada sampel kelas selain permukiman menunjukkan bahwa keempat jenis
tutupan tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya dengan mudah.
Perbedaan statistik yang sangat tegas ditemui pada permukiman pada data
training dengan data uji. Data training permukiman memiliki nilai rataan
variance sebesar 320.85, sedangkan pada sampel ujinya sebesar 626.12 (Lampiran
1).
Gambar 10 Keterpisahan kelas berbasis tekstur variance lokasi 1 kernel 13x13
3 Homogeneity
Parameter tekstur homogeneity menunjukkan kemampuan yang lebih baik
dalam membedakan objek tutupan lahan jika dibandingkan dengan parameter
lainnya. Permukiman, sawah, dan tubuh air dapat dipisahkan dengan baik,
sedangkan kebun kelapa sawit dan kebun karet lebih sulit dibedakan. Nilai rataan
piksel pada tekstur homogeneity untuk tutupan lahan (Lampiran 1) diuraikan
sebagai berikut: tubuh air (0.48), permukiman (0.11), sawah (0.42), kebun kelapa
sawit (0.28), dan kebun karet (0.27). Hasil analisis menunjukkan bahwa parameter
homogeneity dapat menjadi kandidat pemisah kelas yang baik. Kemampuan
homogeneity dalam pemisahan kelas ditampilkan pada Gambar 11.
17
Gambar 11 Keterpisahan kelas berbasis tekstur homogeneity lokasi 1 kernel
13x13
4 Contrast
Kemampuan contrast dalam memisahkan kelas ditunjukkan pada Gambar
12. Nilai rataan piksel pada tekstur contrastselengkapnya disajikan pada Lampiran
1. Nilai rataan tersebut menunjukkan bahwa hanya permukiman yang dapat
dipisahkan dengan menggunakan parameter tekstur contrast secara sempurna.
Komposisi boxplotpada parameter contrast terlihat mirip dengan parameter
tekstur variance. Dengan demikian, dapat terlihat dengan jelas bahwa parameter
tekstur ini tidak terlalu baik dalam membedakan tutupan lahan, terutama pada
berbagai jenis tutupan lahan bervegetasi.
Gambar 12Keterpisahan kelas berbasis tekstur contrast lokasi 1 pada kernel
13x13
18
5 Dissimilarity
Rataan nilai piksel pada tekstur dissimilarity untuk setiap tutupan lahan
diuraikan sebagai berikut: tubuh air (1.37), permukiman (10.45), sawah (1.75),
kebun kelapa sawit (2.93), serta kebun karet (3.47). Nilai rataan tersebut
menunjukkan bahwa permukiman dapat dipisahkan dengan sangat baik, seperti
halnya pada parameter contrast. Gambar 13 menunjukkan bahwa permukiman
dapat dengan mudah dibedakan dengan kelas tutupan lahan yang lainnya dengan
parameter tekstur dissimilarity. Berbeda dengan parameter contrast, tutupan lahan
bervegetasi juga relatif dapat dibedakan meskipun kemiripan secara statistik
masih terlihat cukup nyata.
Gambar 13 Keterpisahan kelas berbasis tekstur dissimilarity lokasi 1 kernel
13x13
6 Entropy
Gambar 14 menunjukkan bahwa hampir semua jenis tutupan lahan telah
terpisahkan dengan cukup baik, kecuali antara tutupan lahan kebun kelapa sawit
dengan kebun karet. Nilai rataan piksel pada tekstur entropy untuk setiap tutupan
lahan adalah sebagai berikut: tubuh air (3.35), permukiman (5.05), sawah (3.76),
kebun kelapa sawit (4.39), dan kebun karet (4.48). Walaupun hampir semua kelas
tutupan lahan dapat dipisahkan dengan baik, Gambar 14 juga menunjukkan bahwa
kebun kelapa sawit dan kebun karet masih belum terpisahkan dengan baik.
Walaupun tingkat kemiripan secara statistik tidak terlalu tinggi dibandingkan
dengan sebagian parameter tekstur lainnya, rataan entropy kedua kelas masih
memiliki selisih nilai rataan yang rendah.
19
Gambar 14 Keterpisahan kelas berbasis tekstur entropy lokasi 1 kernel 13x13
7 Second moment
Kemampuan second moment dalam memisahkan kelas tutupan lahan
disajikan pada Gambar 15. Pada parameter tekstur ini terlihat bahwa air, sawah,
dan permukiman telah dapat dibedakan dengan baik. Namun demikian, masih
terdapat baur pada kelas tutupan kebun kelapa sawit dengan kebun karet. Kondisi
ini mirip dengan yang ditemukan pada parameter entropy. Jika hanya berdasarkan
rataan nilai piksel, maka kelas tutupan permukiman, kebun kelapa sawit dan
kebun karet sulit untuk dipisahkan. Namun demikian jika melihat rentang nilai
kuartil 1 dengan kuartil 3, sampel tutupan permukiman sudah dapat dipisahkan
dengan kebun kelapa sawit atau kebun karet.
20
Gambar 15 Keterpisahan kelas berbasis tekstur second moment lokasi 1 kernel
13x13
8 Correlation
Pada Gambar 16 disajikan tingkat kemampuan parameter correlation dalam
memisahkan kelas-kelas tutupan lahan yang dianalisis. Pada gambar tersebut
terlihat bahwa jenis tekstur ini kurang baik dalam memisahkan kelas tutupan lahan
yang ada. Kelas yang secara signifikan terpisahkan adalah permukiman.
Sementara itu, keseluruhan tutupan lahan alamiah tidak mampu terpisahkan
dengan data correlation. Selain itu, justru terdapat perbedaan nilai yang cukup
jauh antara sampel training dengan sampel uji pada tutupan lahan permukiman.
Kondisi ini menunjukkan bahwa tutupan lahan permukiman di wilayah studi
memiliki pola yang sedikit berbeda. Lampiran 1 menyajikan data rataan tutupan
lahan masing-masing kelas yaitu tubuh air (-0.03), permukiman (-31.56), sawah (0.06), kebun kelapa sawit (-0.48), dan kebun karet (-2.23).
21
Gambar 16 Keterpisahan kelas berbasis tekstur correlation lokasi 1 kernel 13x13
Setiap parameter tekstur dapat menjadi penciri atau pembeda dari setiap
tutupan lahan yang dianalisis. Namun demikian, penelitian ini membuktikan
bahwa tidak semua parameter tekstur dapat dimanfaatkan untuk mencirikan
tutupan lahan yang cukup kompleks yang ditemui di wilayah studi.
Pada lokasi 1 dengan ukuran kernel 13x13, diperoleh hasil yang
menunjukkan bahwa homogeneity dan entropy memiliki kemampuan yang paling
baik dalam memisahkan kelas tutupan lahan. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Laliberte dan Rango (2009) yang
menunjukkan bahwa setiap jenis tekstur memiliki kemampuan yang bervariasi
dalam memisahkan kelas tutupan.
Perbandingan kenampakan pada rona dan 8 parameter tekstur ditampilkan
pada Gambar 17. Dari gambar tersebut, terlihat bahwa identifikasi permukiman
dapat dilakukan dengan mudah, baik pada data rona dan sebagian data tekstur.
Pada tutupan lahan lain, variasi deteksi dapat divisualisasikan dengan cukup jelas.
22
Keterangan: (1) Rona, (2) Mean, (3) Variance, (4) Homogeneity, (5) Contrast, (6) Dissimilarity,
(7) Entropy, (8) Second moment, (9) Correlation
Gambar 17 Kenampakan rona dan tekstur pada lokasi 1 kernel 13x13
Secara kuantitatif, pemisahan kelas dapat dianalisis dengan menggunakan
nilai TD (Transformed Divergence). Informasi keterpisahan kelas tutupan lahan
pada lokasi 1 melibatkan kombinasi rona dan tekstur seperti disajikan pada Tabel
5. Jika analisis TD dilakukan dengan seluruh band gabungan rona dan tekstur (9
band), maka dapat terjadi masalah singularitas yang diduga disebabkan oleh
parameter second moment yang kolinier. Masalah matriks singular tersebut
menyebabkan nilai keterpisahan TD pada sampel permukiman tidak dapat
dianalisis. Untuk menghindari masalah matriks singular, maka parameter second
moment tidak digunakan pada analisis TD.
23
Tabel 5 Keterpisahan kelas (TD) berdasarkan kombinasi 9 band (tekstur + rona)
dan kombinasi 8 band (tanpa second moment) pada beberapa ukuran
kernel
Tutupan
acuan
A1
A2
B1
B2
C1
C2
D1
D2
E1
Tutupan
penguji
A2
B1
B2
C1
C2
D1
D2
E1
E2
B1
B2
C1
C2
D1
D2
E1
E2
B2
C1
C2
D1
D2
E1
E2
C1
C2
D1
D2
E1
E2
C2
D1
D2
E1
E2
D1
D2
E1
E2
D2
E1
E2
E1
E2
E2
Kernel 9 band
3x3
13x13
0.22
0.89
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
1.44
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
0.20
1.36
2.00
2.00
1.99
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
1.99
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
0.65
2.00
1.66
2.00
1.68
2.00
1.84
2.00
1.94
2.00
0.93
2.00
3x3
0.17
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
1.40
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
0.20
2.00
1.99
2.00
2.00
2.00
1.99
2.00
2.00
0.54
1.62
1.67
1.84
1.92
0.54
Kernel 8 band
13x13 33x33 53x53
0.82
1.96
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
1.38
1.97
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
1.30
1.88
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
1.85
2.00
2.00
Keterangan: A= Tubuh air, B=Permukiman, C= Sawah, D= Kebun kelapa sawit,
E=Kebun karet. 1= Sampel training dan 2= Sampel uji
141x141
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
2.00
24
Kombinasi 9 band (rona dan tekstur)
Pada beberapa kasus, kombinasi 9 band menyebabkan terjadinya matriks
singular. Hal ini berakibat pada nilai TD untuk permukiman tidak dapat dianalisis
pada ukuran kernel 13x13. Pada penelitian ini, TD hanya dapat dianalisis pada
ukuran kernel 3x3. Hal ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya ukuran
kernel ternyata dapat meningkatkan peluang terjadinya matriks singular pada
beberapa kasus yang spesifik.
Kombinasi 8 band (tanpa second moment)
Pada pengujian nilai TD, antar kelas tutupan yang sama diharapkan
memiliki nilai TD yang rendah mendekati 0 yang menunjukkan bahwa keduanya
tidak dapat dipisahkan. Dengan arti kata lain, kedua jenis sampling memiliki
kemiripan secara statistik. Di sisi lain, kelas tutupan yang berbeda diharapkan
memiliki nilai TD mendekati 2 yang menunjukkan bahwa keduanya terpisah
secara sempurna.
a. Ukuran kernel 3x3
Pada ukuran kernel 3x3, sampel tubuh air terpisahkan secara sempurna
dengan kelas lainnya yang terlihat dari nilai TD=2. Nilai keterpisahan antara
sampel tubuh air 1 dan sampel tubuh air 2 juga rendah. Hal ini menunjukkan
bahwa sampel tubuh air pada data training tidak jauh berbeda dengan sampel
tubuh air data uji. Permukiman pada data training dapat dipisahkan secara baik
dengan kelas tutupan lahan lainnya. Namun demikian, nilai keterpisahannya
dengan datauji justru cukup tinggi, yang mengindikasikan bahwa variasi pola
permukiman cukup nyata terdeteksi pada penelitian ini.
Untuk sawah training dan uji dapat terpisahkan secara baik dengan
kelas tutupan lainnya. Keduanya juga terlihat sangat mirip, hal ini ditunjukkan
oleh nilai keterpisahan yang mendekati 0. Sementara itu, kelas tutupan lahan
kebun kelapa sawit dapat terpisahkan secara cukup baik dengan kelas tutupan
lahan lainnya.
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa suatu tutupan yang sama dapat
memiliki nilai statistik yang berbeda, demikian juga dengan tutupan yang
berbeda dapat memiliki nilai statistik yang mirip. Hal ini menunjukkan bahwa
klasifikasi secara digital dapat mengalami kesulitan bila diterapkan pada lokasi
yang kompleks mengingat metode tersebut hanya didasarkan pada nilai
statistik yang diekstrak dari citra.
b. Ukuran kernel 13x13
Pada ukuran kernel 13x13, keterpisahan antar tutupan lahanyang berbeda
mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan ukuran kernel 3x3.Tutupan
lahan permukiman training dan uji mengalami penurunan keterpisahan sesuai
seperti yang diharapkan. Berdasarkan hasil ini, ukuran kernel 13x13 dinilai
cukup baik untuk digunakan dalam klasifikasi.
25
c. Ukuran kernel 33x33
Pada ukuran kernel 33x33, hampir seluruh kelas tutupan mencapai nilai
keterpisahan yang maksimum. Dengan demikian, tutupan yang sama juga akan
terlihat sangat berbeda pada ukuran kernel tersebut.
d. Ukuran kernel 53x53 dan 141x141
Pada ukuran kernel 53x53 dan 141x141, seluruh kelas telah terpisah
sempurna dengan nilai TD=2. Seperti halnya dengan ukuran kernel 33x33,
kondisi ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya ukuran kernel, baik
antara tutupan lahan yang sama atau antara tutupan lahan yang berbeda akan
terlihat berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa ukuran kernel yang terbaik
untuk digunakan dalam klasifikasi adalah ukuran kernel yang tidak terlalu
besar dan juga tidak terlalu kecil.
Uji Kapabilitas Metode Klasifikasi
Berbagai metode klasifikasi yang tersedia pada literatur ilmiah saat ini juga
diketahui memiliki kapabilitas yang berbeda. Berdasarkan hasil telaah pustaka
sebelumnya, perlu dilakukan telaah ulang untuk mengetahui metode yang paling
tepat dan optimal untuk digunakan dalam klasifikasi berbasis tekstur, rona, atau
gabungan antara rona dan tekstur. Berikut ini dibahas mengenai nilai akurasi dari
klasifikasi dengan variasi metode klasifikasi terbimbing, ukuran kernel, serta jenis
data dasar yang digunakan. Kombinasi ketiganya menunjukkan nilai akurasi yang
bervariasi.
Klasifikasi berbasis rona, tekstur, dan gabungan antara rona dan tekstur
Kernel memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap klasifikasi berbasis
tekstur yang dilakukan. Beberapa penelitian sebelumnya telah banyak menelaah
pengaruh pemilihan ukuran kernel terhadap akurasi klasifikasi. Ukuran kernel
merupakan cakupan analisis statistik untuk mendapatkan 1 nilai hasil pada saat
pengolahan tekstur. Dari pembahasan sebelumnya mengenai keterpisahan kelas,
ukuran kernel juga terlihat sangat berpengaruh terhadap kemampuan parameter
tekstur dalam memisahkan tutupan lahan yang diklasifikasikan. Oleh karena itu,
perlu dilakukan pengujian klasifikasi pada berbagai ukuran kernel yang berbeda
agar pola akurasi nantinya akan terlihat, pada batas ukuran kernel yang terlalu
besar, klasifikasi mengalami penurunan nilai akurasi.
Selain terkait dengan ukuran optimum kernel untuk klasifikasi, metode
klasifikasi terbimbing yang digunakan juga mempengaruhi akurasi klasifikasi
yang dilakukan. Dengan demikian perlu diketahui metode yang paling tepat untuk
digunakan dalam klasifikasi berbasis tekstur dan rona. Kombinasi antara ukuran
kernel dan metode yang tepat akan menghasilkan klasifikasi yang lebih baik.
Dalam penelitian ini juga dibandingkan antara klasifikasi yang hanya
berbasis pada data rona saja, data tekstur, dan gabungan antara rona dengan
tekstur. Dengan demikian, kombinasi klasifikasi yang dilakukan telah cukup
mampu untuk menunjukkan cara klasifikasi yang terbaik berdasarkan ketiga
variabel yang digunakan. Pemaparan nilai akurasi klasifikasi ditunjukkan pada
26
Tabel 6-8 yang masing-masing memaparkan akurasi klasifikasi pada lokasi 1, 2,
dan 3.
Tabel 6 Hubungan antara ukuran kernel dengan akurasi klasifikasi berbasis rona,
tekstur, dan kombinasinya pada lokasi 1
Akurasi(%) Berbasis
Akurasi(%) Berbasis Rona
Tekstur
dan Tekstur
MD
DT
SVM
MD
DT
SVM
MD
DT
SVM
3
69.26
73.49
26.68
88.47
89.21
26.71
88.30
89.02
5
58.71
90.84
92.22
58.87
90.84
92.04
7
67.54
95.26
93.32
67.67
95.26
93.08
9
83.27
90.07
94.41
84.85
90.53
94.27
11
90.12
91.20
94.68
90.30
90.41
94.53
13
90.21
91.06
95.42
90.23
91.06
95.39
15
89.85
87.41
96.31
89.87
87.41
96.35
17
89.44
88.85
96.81
89.48
89.01
96.86
19
88.43
87.30
96.95
88.37
87.08
96.94
21
88.00
87.79
97.29
87.94
87.79
97.28
23
87.88
90.27
97.38
87.96
90.27
97.38
25
87.88
90.21
97.45
87.82
90.21
97.41
27
87.78
91.35
97.61
87.84
91.35
97.46
29
87.93
92.04
98.12
87.81
92.04
97.96
31
87.68
92.97
99.31
87.68
92.97
99.19
33
86.26
91.76
99.74
87.08
91.76
99.67
35
83.96
91.79
99.72
86.35
91.79
99.63
37
83.31
91.83
99.69
85.64
91.83
99.59
39
83.50
91.66
99.59
85.09
91.66
99.42
41
84.32
91.69
99.45
85.32
91.69
99.27
53
82.60
96.08
98.44
83.15
96.08
98.36
73
69.51
92.57
98.29
69.92