Klasifikasi dan Detektsi Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 Meter di Wilayah Barat Provinsi Jambi.

(1)

KLASIFIKASI DAN DETEKSI PERUBAHAN TUTUPAN

HUTAN DAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA ALOS

PALSAR RESOLUSI 50 METER DI WILAYAH BARAT

PROVINSI JAMBI

FAJAR ISNANU SAIDATU E14080107

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013


(2)

RINGKASAN

FAJAR ISNANU SAIDATU. E14080107. Klasifikasi dan Detektsi Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 Meter di Wilayah Barat Provinsi Jambi. Dibimbing oleh I NENGAH SURATI JAYA.

Saat ini, pengetahuan tentang kondisi penutupan hutan dan lahan serta dinamikanya dalam bentuk deforestasi dan degradasi hutan/lahan di suatu wilayah menjadi sangat penting, khususnya guna menunjang pengelolaan hutan berkelanjutan. Deteksi kondisi hutan dan lahan dapat dilakukan dengan pendekatan terestris, penginderaan jauh (remote sensing) dan kombinasi antara penginderaan jauh dan terestris. Di Indonesia, sejak tahun 1990-an, pemetaan dan pemantauan kondisi penutupan hutan dan lahan umumnya dilakukan menggunakan pendekatan penginderaan jauh satelit optik. Akan tetapi, untuk daerah tropis, penggunaan citra optik sering mengalami hambatan karena kehadiran awan dan haze pada musim penghujan serta kehadiran kabut asap pada saat musim kemarau. Kehadiran citra radar memberikan persepektif baru, yang dapat melengkapi dan/atau menggantikan keterbatasan citra optik.

Satelit ALOS (Advanced Land Observation Sattelite) dengan sensor PALSAR (Phased Array L-band Synthetic Aperture Radar) adalah salah satu citra radar yang diluncurkan tahun 2006 oleh Pemerintah Jepang. Sensor ALOS PALSAR ini mempunyai empat polarisasi, yaitu HH, HV, VH, dan VV. Akan tetapi, citra yang disediakan untuk penelitian umumnya mempunyai polarisasi HH dan HV.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi tutupan hutan dan lahan dan (2) mendeteksi pola perubahan tutupan hutan dan lahan di Provinsi Jambi bagian barat menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dasar dalam penyusunan MRV atau REDD++ dan sebagai informasi dasar dalam penyusunan rencana tata ruang dan wilayah.

Metode yang digunakan pada penelitian ini mencakup (1) klasifikasi yang digunakan adalah dengan pendekatan klasifikasi kualitatif (visual) pada citra komposit ALOS PALSAR (HH-HV-HH/HV) resolusi 50 meter rekaman tahun 2007 dan 2009; (2) klasifikasi kuantitatif (digital) dengan klasifikasi terbimbing dan (3) perbandingan-paska klasifikasi (post-classification comparison) citra rekaman tahun 2007 dan 2009. Lokasi pengamatan lapangan ditentukan dengan metode systematic sampling with random start dengan jarak antar titik 100 meter dan berjarak 500 meter dari tepi jalan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada 13 kelas penutupan hutan dan lahan yang bisa diidentifikasi melalui klasifikasi visual citra komposit ALOS PALSAR resolusi 50 meter, yaitu: badan air, hutan lahan kering, hutan rawa, pertanian lahan kering, kebun campuran, kebun karet, kebun sawit, semak belukar, belukar rawa, rawa, sawah, permukiman dan tanah terbuka. Hasil klasifikasi kualitatif ini memberikan nilai akurasi Kappa sebesar 82,38% untuk tahun 2007 dan 83,48% untuk tahun 2009. Pada pendekatan kuantitatif, citra tahun 2007 menghasilkan rata-rata separabilitas antar kategori sebesar 1.641,7 dan akurasi Kappa sebesar 53,3%. Untuk citra tahun 2009 rata-rata nilai


(3)

separabilitasnya adalah 1.611,78 sedangkan akurasi Kappanya sebesar 58.78%. Berdasarkan analisis sebaran perubahan tutupan hutan dan lahan yang terjadi antara tahun 2007 dan 2009, pola perubahan tutupan hutan dan lahannya terjadi secara mengelompok di Kabupaten Tebo dan Sarolangun yaitu pada Kecamatan Koto, Tebo Ilir dan Pauh. Luas hutan yang mengalami deforestasi seluas 14.583,5 Ha kebanyakan terjadi di Kabupaten Tebo sedangkan degradasi hutan dan lahan seluas 399,8 Ha banyak terjadi di Kabupaten Tebo. Penelitian ini menyatakan bahwa citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter mampu digunakan untuk mendeteksi tutupan hutan dan lahan beserta dengan deforestasi dan degradasi hutan. Apabila didukung dengan kemampuan analis yang baik, interpretasi secara visual akan memberi akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan klasifikasi digital.

Kata Kunci: ALOS PALSAR, klasifikasi kualitatif, klasifikasi kuantitatif, perubahan penutupan hutan dan lahan, deforestasi dan degradasi.


(4)

SUMMARY

FAJAR ISNANU SAIDATU. E14080107. Classifying and Detecting Forest and Land Cover Change Using 50-meter ALOS PALSAR Imagery in Jambi Province. Supervised by I NENGAH SURATI JAYA.

Currently, knowledge on conditions of forest and land cover as well as its dynamics changes, particularly in the form of deforestation and forest or land degradation in the region is highly important, especially to support sustainable forest management. Detection of forest and land condition could be performed either using terrestrial, remote sensing or a combination between remote sensing and terrestrial approach. In Indonesia, since the 1990s, the mapping and monitoring forest and land cover condition is generally performed using optical satellite remote sensing approach. However, in the tropics, the use of optical images often have serious obstacle due to the presence of clouds and haze in the rainy seasonand the presence of smog and smoke during the dry season. However, since the presence ofradar images, a newperspective is coming, which may give complementary and/or substitution information over optical image.

Satellite ALOS (Advanced Land Observation Sattelite) with sensor PALSAR (Phased Array L-band Synthetic Aperture Radar) is a radar image that had been launched in 2006 by the Government of Japan. They have four polarizations, namely HH, HV, VH, and VV. However, the image released to the public is commonly consisted of only HH and HV polarization.

The study objective are (1) to identify forest and land cover and (2) to detect patterns of change in forest and land cover in the Western Part of Jambi Province using 50-meter ALOS PALSAR. The results of this research are expected to be used for supporting the preparation of MRV or REDD++ as well as for basic information in regional spatial planning.

The method used in this study includes (1) image classification using qualitative classification approach (visual) on the composite image ALOS PALSAR (HH-HV-HH/HV) of 2007 and 2009, (2) image classification using quantitative classification (digital analysis) with the supervised method and (3) post-classification comparison by comparing 2007 and 2009 classified imageries. For ground checking and accuracy analysis, the location of ground observations were determined using systematic sampling with random start with the distance range from 100 meters to 500 meters from the edge of the road.

The study results show that there are 13 classes of forest and land cover that can be identified through visual classification of 50-meter ALOS PALSAR composite image, namely water body, dry land forest, swamp forest, dry land farming, mixed farms/crop, rubber plantations, oil palm plantations, bush, shrub swamps, marshes, settlements and bare area. The qualitative classification approach provides Kappa accuracy of 82,38% for 2007 and 83,48% for 2009. With quantitative classification approach, slightly lower accuracy and separability were identified, where the average of inter-class separability value of Transformed Divergence for the image of 2007 and 2009 are 1641.7 and 1611.78. The Kappa accuracy with quantitative approach for 2007 is 53,3% and for 2009 is 58.8%. Based on the pattern distribution analysis of forest and landcover changes occurred between 2007 and 2009, it was found that the pattern of forest and land


(5)

cover changes within the study site is clustered particularly in Tebo and Sarolangun Regencies. Deforestation of 14,583.5 hectaresis mostly occurred in Tebo Regency, while forest and land degradation of 399.8 hectares is mainly found in Tebo Regency. This study conclude that 50-meter ALOS PALSAR images could be used for detecting forest/land cover as well as deforestation and forest degradation. With skillful interpreter, the visual interpretation provides better accuracy than semi-automated (digital classification).

Keywords: ALOS PALSAR, visual interpretation, quantitative classification, forest and land cover change, deforestation and degradation.


(6)

Judul Penelitian : Klasifikasi dan Detektsi Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 Meter di Wilayah Barat Provinsi Jambi.

Nama Mahasiswa : Fajar Isnanu Saidatu Nomor Pokok : E14080107

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr NIP. 19610909 198601 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP 19630401 199403 1 001


(7)

KLASIFIKASI DAN DETEKSI PERUBAHAN TUTUPAN

HUTAN DAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA ALOS

PALSAR RESOLUSI 50 METER DI WILAYAH BARAT

PROVINSI JAMBI

FAJAR ISNANU SAIDATU E14080107

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan

di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013


(8)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Klasifikasi dan Detektsi Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 meter di Wilayah Barat Provinsi Jambi adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi manapun. Sumber infomasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2013 Fajar Isnanu Saidatu


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 24 September 1990 di Bogor. Penulis adalah anak kedua dari pasangan Bapak Fuad Say Benny dan Ibu Retno Susetyowati. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Panaragan I Bogor. Pendidikan menengah pertama penulis tempuh di SMPN 4 Bogor, kemudian pendidikan menengah atas penulis tempuh di SMAN 5 Bogor. Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor dengan mayor Manajemen Hutan melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi anggota dalam organisasi Forest Management Student Club (FMSC) pada Kelompok Studi Perencanaan tahun ajaran 2010-2012. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Inventarisasi Sumberdaya Hutan pada tahun ajaran 2010-2011, mata kuliah Teknik Inventarisasi Sumberdaya Hutan pada tahun ajaran 2011-2012 dan mata kuliah Geomatika dan Inderaja Kehutanan pada tahun ajaran 2011-2013 dan 2012 -2013.

Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Gunung Sawal dan Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat pada tahun 2010, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi dan KPH Cianjur, Jawa Barat pada tahun 2011 dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HT PT. Trisetia Intiga, Pangkalanbun, Kalimantan Tengah pada tahun 2012.

Dalam rangka menyelesaikan pendidikan dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Klasifikasi dan Detektsi Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 Meter di Wilayah Barat Provinsi Jambi” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr.


(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan mengucap kata syukur dan segala puji bagi Allah SWT, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua Bapak Fuad Say Benny dan Ibu Retno Susetyowati, adik, kakak dan keluarga besar yang selalu mendo’akan, memberikan motivasi, nasehat, dukungan moril dan materil dalam penyusunan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr selaku dosen pembimbing atas bimbingan, motivasi, pengarahan, kesabaran dan waktu yang diberikan selama penyusunan skiripsi ini.

3. Bapak Uus Saepul M. selaku staf Bagian Perencanaan atas dukungan, kesabaran dan pengarahan yang diberikan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Ibu Nurhayati dan akang Heururizal selaku staf bagian Inventarisasi

Sumber Daya Alam di Badan Planologi Kehutanan atas dukungan data sekunder yang diberikan untuk membantu penulisan skripsi ini.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang, Ibu Mira, Mba Rizky, Mba Mega dan staf CRC yang telah membantu melancarkan kegiatan di lokasi penelitian. 6. Dr. Ir. Rita Kartika Sari, M.Si selaku dosen penguji dari departemen

Hasil Hutan dan Dr. Evi Yuliati Yovi, M.Life Env.Sciene selaku ketua sidang dalam ujian komprehensif penulis.

7. Staf bagian Tata Usaha Manajemen Hutan yang telah memberikan kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.

8. Teman-teman Manajemen Hutan angkatan 45 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, atas semangat dan motivasi yang diberikan kepada penulis.

9. Teman-teman Fakultas Kehutanan angkatan 45 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, atas kontribusi dan bantuan yang diberikan kepada penulis.

10. Keluarga besar Laboratorium Fisik Remote Sensing dan GIS Fakultas Kehutanan IPB atas segala kritik, saran dan pembelajaran yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi ini.


(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi yang berjudul Klasifikasi dan Detektsi Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 Meter di Wilayah Barat Provinsi Jambi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini berisi gambaran mengenai evaluasi deteksi perubahan dan klasifikasi tutupan lahan dan hutan, pengukuran akurasi klasifikasi kualitatif, pengukuran akurasi klasifikasi kuantitatif, dan analisis perubahan tutupan hutan yang keseluruhannya menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran, kritik, dan masukan demi perbaikan tulisan ini. Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan, khususnya pendidikan kehutanan.

Bogor, April 2013 Penulis


(12)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Output Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II METODE PENELITIAN ... 3

2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 3

2.2 Alat dan Data ... 3

2.2.1 Alat ... 3

2.2.2 Data ... 4

2.3 Tahapan Penelitian... 4

2.3.1 Pembuatan Citra Komposit ... 4

2.3.2 Registrasi dan Mosaicking ... 4

2.3.3 Pembuatan Kategori Klasifikasi ... 5

2.3.4 Klasifikasi Kualitatif ... 20

2.3.5 Klasifikasi Kuantitatif ... 21

2.3.6 Analisis Separabilitas ... 21

2.3.7 Uji Akurasi ... 22

2.3.8 Analisi Perubahan Tutupan Hutan ... 23

2.3.9 Pola Perubahan Tutupan Hutan ... 24

2.4 Diagram Alir Penelitian ... 25

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 26

3.1 Letak Geografis ... 26

3.2 Iklim ... 26

3.3 Topografi ... 27

3.4 Jenis Tanah ... 27

3.4 Penggunaan Lahan ... 28


(13)

4.1 Klasifikasi Kualitatif ... 29

4.1.1 Tutupan Lahan... 30

4.1.1.1 Badan air ... 30

4.1.1.2 Hutan lahan kering ... 31

4.1.1.3 Hutan rawa ... 31

4.1.1.4 Pertanian lahan kering ... 31

4.1.1.5 Kebun campuran ... 32

4.1.1.6 Kebun karet ... 32

4.1.1.7 Kebun sawit ... 33

4.1.1.8 Semak belukar ... 33

4.1.1.9 Belukar rawa ... 33

4.1.1.10 Rawa ... 33

4.1.1.11 Sawah ... 34

4.1.1.12 Permukiman ... 34

4.1.1.13 Tanah terbuka ... 34

4.1.2 Akurasi Klasifikasi Kualitatif... 35

4.1.3 Kendala dan Permasalahan Klasifikasi Kualitatif ... 38

4.2 Klasifikasi Kuantitatif ... 38

4.2.1 Tutupan Lahan... 38

4.2.2 Separabilitas Klasifikasi Kuantitatif... 39

4.2.3 Akurasi Klasifikasi Kuantitatif... 40

4.2.4 Kendala dan Permasalahan Klasifikasi Kuantitatif ... 46

4.3 Perubahan Tutupan Hutan ... 46

4.3.1 Degradasi dan Deforestasi ... 47

4.3.2 Pola Perubahan Tutupan Hutan ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

5.1 Kesimpulan ... 51

5.2 Saran ... 51


(14)

iii

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kategori badan air ... 7

2. Kategori hutan lahan kering ... 8

3. Kategori hutan rawa ... 9

4. Kategori pertanian lahan kering ... 10

5. Kategoti kebun campuran ... 10

6. Kategori kebun karet ... 11

7. Kategori kebun sawit ... 12

8. Kategori semak belukar ... 13

9. Kategori belukar rawa ... 14

10. Kategori rawa ... 15

11. Kategori Sawah ... 16

12. Kategori permukiman ... 17

13. Kategori tanah terbuka ... 18

14. Kriteria nilai keterpisahan Transformed Divergence. ... 22

15. Matriks kontingensi ... 23

16. Luas area Kabupaten di Provinsi Jambi ... 26

17. Kelas ketinggian Provinsi Jambi ... 27

18. Luas wilayah menurut jenis tanah di Provinsi Jambi ... 28

19. Matrik kesalahan klasifikasi kualitatif citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter tahun perekaman 2007. ... 36

20. Matrik kesalahan klasifikasi kualitatif citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter tahun 2009. ... 37

21. Matriks separabilitas kelas tutupan lahan klasifikasi kuantitatif citra ALOS PALSAR rekaman tahun 2007 ... 42

22. Matriks separabilitas kelas tutupan lahan klasifikasi kuantitatif citra ALOS PALSAR rekaman tahun 2007 ... 43

23. Matriks kesalahan klasifikasi kuantitatif citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter tahun perekaman 2007. ... 44

24. Matriks kesalahan klasifikasi kuantitatif citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter tahun perekaman 2009. ... 45

25. Luas dan perubahan luas tutupan lahan hutan. ... 46

26. Deforestasi periode tahun 2007-2009 ... 47


(15)

28. Perubahan tutupan lahan di wilayah barat Provinsi Jambi periode


(16)

v

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta areal penelitian di wilayah barat Provinsi Jambi ... 3 2. Mosaik Citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter Provinsi Jambi

rekaman tahun 2007 (a), dan tahun 2009 (b) ... 5 3. (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH

2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2009 dan (g) foto badan air di lapangan ... 7 4. (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH

2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2009 dan (g) foto hutan lahan kering di lapangan ... 8 5. (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH

2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2009, (g) foto hutan rawa di lapangan dan (h) screen capture citra resolusi tinggi google maps [Februari 2013] ... 9 6. (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH

2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2009 dan (g) foto pertanian lahan kering di lapangan ... 10 7. (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH

2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2009 dan (g) foto kebun campuran di lapangan ... 11 8. (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH

2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2009 dan (g) foto kebun karet di lapangan ... 12 9. (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH

2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2009 dan (g) foto kebun sawit di lapangan ... 13 10. (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH

2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2009 dan (g) foto semak belukar di lapangan ... 14 11. (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH

2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2009 dan (g) foto belukar rawa di lapangan ... 15


(17)

12. (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH 2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2009 dan (g) foto rawa di lapangan ... 16 13. (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH

2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2009 dan (g) foto sawah di lapangan ... 17 14. (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH

2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2009, (g) foto permukiman di lapangan dan (h) screen capture citra resolusi tinggi google maps [Februari 2013] ... 18 15. (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH

2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2009 dan (g) foto tanah terbuka di lapangan ... 19 16. Diagram alir tahapan penelitian ... 25 17. Peta hasil klasifikasi visual citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter

wilayah barat Provinsi Jambi rekaman tahun 2007 ... 29 18. Peta hasil klasifikasi visual citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter

wilayah barat Provinsi Jambi rekaman tahun 2009 ... 30 19. Peta hasil klasifikasi digital citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter

wilayah barat Provinsi Jambi rekaman tahun 2009 ... 39 20. Peta hasil klasifikasi digital citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter

wilayah barat Provinsi Jambi rekaman tahun 2009 ... 39 21. Peta perubahan tutupan hutan wilayah barat Provinsi Jambi periode

2007-2009 ... 48 22. Peta perubahan tutupan hutan dan lahan wilayah barat Provinsi


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini, deforestasi adalah isu sentral dikalangan pemerhati, praktisi kehutanan/lingkungan, birokrat dan lain sebagainya. Degradasi dan deforastasi hutan di Indonesia merupakan masalah yang kompleks sehingga perlu ditangani secara bijaksana. Keadaan hutan di Indonesia semakin memprihatinkan, berdasarkan data dan hasil analisis Kementerian Kehutanan, pada periode 1985-1997 telah terjadi laju deforestasi di Indonesia seluas 1,8 juta ha/tahun, lalu meningkat pada periode 1997-2000 sebesar 2,8 juta ha/tahun dan menurun kembali pada periode 2000-2005 sebesar 1,08 juta ha/tahun (BAPLAN 2008b). Dukungan teknologi, data multi waktu, serta langkah yang efisien akan membantu dalam menjaga konsistensi kualitas dan kuantitas hutan di Indonesia. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan adalah dengan remote sensing atau penginderaan jauh.

Penyusunan basis data tentang tutupan lahan di Indonesia perlu dilakukan salah satunya agar dapat digunakan dalam perhitungan tingkat deforestasi dan pemetaan sebaran lokasi areal yang mengalami deforestasi (Kementerian Kehutanan 2010). Indonesia telah menggunakan penginderaan jauh untuk pemantauan sumber daya alam, khususnya dengan citra optik Landsat TM. Pada tahun 1990-an, Jambi masih memiliki tutupan lahan berupa hutan yang masih dominan. Berdasarkan analisis citra Landsat, tutupan hutan di Jambi hampir 50 persen dari 5,2 juta ha luas total kawasan Provinsi Jambi (WALHI 2012). Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dapat membantu dalam mendeteksi dinamika penggunaan lahan di Provinsi Jambi.

Posisi Indonesia yang berada pada iklim tropis menjadi kendala dalam menggunakan data citra optik. Iklim tropis di Indonesia terdiri dari musim kemarau dan musim hujan. Pada musim hujan, frekuensi tutupan awan yang tinggi menggangu citra optik dalam melakukan interpretasi tutupan lahan. Sedangkan pada musim kemarau asap kebakaran hutan juga menjadi kendala citra optik dalam mengidentifikasi tutupan lahan. Sebagai alternatif untuk meminimalisir kendala pada citra optik, saat ini telah tersedia penginderaan jauh


(19)

dengan menggunakan citra radar. Beberapa penelitian sebelumnya membuktikan bahwa citra radar ALOS PALSAR resolusi 50 meter mampu mengidentifikasi sebanyak 11 tipe tutupan lahan di Provinsi Bali (Salman 2011) dan sebanyak 7 tipe tutupan lahan pada beberapa kabupaten di Pulau Jawa, yaitu Kabupaten Tuban, Blora, Rembang dan Bojonegoro (Maharani 2011).

Aplikasi citra radar dalam penginderaan jauh sangat membantu dalam kegiatan identifikasi tutupan lahan di Indonesia. Citra radar mampu melakukan perekaman dalam segala kondisi cuaca, baik pada kondisi berawan, berasap maupun pada saat malam hari. Karakteristik citra synthetic aperture radar (SAR) yang berbeda dengan citra optik membutuhkan teknik interpretasi yang sedikit berbeda. Salah satu contoh citraSAR adalah Advanced Land Observation Sattelite

(ALOS) dengan sensor Phased Array L-band Synthetic Aperture Radar

(PALSAR).

1.2 Tujuan Penelitian

1. Mengevaluasi kemampuan citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter dalam mengidentifikasi tutupan lahan di wilayah barat Provinsi Jambi. 2. Mengidentifikasi secara temporal dan spasial perubahan tutupan lahan

hutan yang terjadi di wilayah barat Provinsi Jambi menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter periode tahun 2007-2009.

1.3 Output Penelitian

1. Peta tutupan lahan wilayah barat Provinsi Jambi tahun 2007 dan 2009. 2. Peta perubahan tutupan lahan wilayah barat Provinsi Jambi periode tahun

2007-2009.

3. Pola perubahan tutupan hutan dan lahan wilayah barat Provinsi Jambi periode 2007-2009.

4. Akurasi klasifikasi kualitatf dan kuantitatif. 1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi dasar dalam penyusunan REDD++ (Reduce Emision from Deforestation and Degradation) dan MRV (Measurable, Reportable and Verifiable).


(20)

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah barat Provinsi Jambi yang secara geografis lokasi penelitian ada pada kisaran 101º10’ dan 103º10’ BT serta antara 0º45’ dan 2º45’ LS. Area penelitian meliputi Kabupaten Kerinci, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Merangin dan Kabupaten Sorolangun. Proses pengolahan, analisis dan sintesa data dilakukan di Laboratorium Remote Sensing

dan GIS Fakultas Kehutanan IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan Februari 2013. Pengambilan data lapangan dilakukan pada tanggal 14-22 Desember 2012.

Gambar 1 Peta areal penelitian di wilayah barat Provinsi Jambi. 2.2 Alat dan Data

2.2.1 Alat

Alat yang digunakan pada saat pengukuran dan observasi lapangan adalah

global positioning system (GPS), kamera, kompas, suunto, tally sheet dan pita ukur diameter. Pengolahan data dilakukan menggunakan perangkat keras satu set komputer jinjing (Laptop) dan printer dengan perangkat lunak pengolah citra dan GIS seperti Erdas imagine 9.1, ArcView 3.2 dan ArcMap 9.3.


(21)

2.2.2 Data

Penelitian ini menggunakan data citra ALOS PALSAR orthorectified

resolusi 50 meter polarisasi HH dan HV tahun perekaman 2007 dan 2009 cakupan wilayah Jambi, Peta Administrasi Provinsi Jambi tahun 2010, Layer tutupan lahan Provinsi Jambi tahun 2009 dan Layer Jalan Provinsi Jambi tahun 2010.

2.3 Tahapan Penelitian

2.3.1 Pembuatan Citra Komposit

Citra ALOS PALSAR terdiri dari dua polarisasi atau band yaitu HH dan HV sehingga citra hanya bisa ditampilkan dengan grayscale atau hitam putih. Interpretasi visual tentunya membutuhkan citra komposit berwarna, metode yang paling umum adalah membuat citra komposit dengan tiga kombinasi band, yaitu

red, green dan blue (RGB). Pembuatan band synthetic berupa rasio HH/HV diperlukan untuk pembuatan citra komposit warna. Citra komposit dibuat dengan

layer stack, menggabungkan band HH, HV, dan rasio (HH/HV) yang masing-masing dari band tersebut akan menjadi kombinasi red (HH), green (HV) dan

blue (HH/HV). Citra komposit warna tersebut berdasarkan prinsip warna aditif yang dihasilkan dari digital number (DN) masing-masing band yang diletakkan pada RGB monitor komputer (Jaya 2010).

2.3.2 Registrasi dan Mosaicking

Data citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter yang digunakan adalah citra yang sudah orthorectified, artinya secara geometris citra tersebut telah terkoreksi (Yulianto 2002). Citra yang telah ter-orthorektifikasi adalah citra yang sudah mengalami perbaikan kesalahan posisi medan (terrain displacement) akibat dari variasi sudut pandang satelit, sehingga dapat dianggap ketelitiannya setara dengan peta (BAPLAN 2008a).

Setiap data yang akan digunakan harus memiliki koordinat geometrik yang sama sehingga proses tumpang tindih (overlay) bisa dilakukan. Penyamaan posisi suatu obyek tanpa mempertimbangkan posisi geometriknya disebut dengan registrasi sedangkan proses penyamaan posisi dengan menggunakan rujukan citra atau peta yang telah mempunyai koordinat bumi disebut dengan rektifikasi.


(22)

5

Rektifikasi yang sekaligus mengoreksi kesalahan terrain disebut dengan orthorektifikasi (Jaya 2010).

Wilayah Provinsi Jambi terdiri atas dua scene citra ALOS PALSAR, sehingga untuk kepentingan analisis dilakukan proses penggabungan citra atau proses mosaik. Proses mosaik merupakan proses menggabungkan beberapa citra menjadi satu kesatuan citra yang kohesif, yaitu dengan kontras konsisten, teroganisir dan koordinat ter-interkoreksi (Jaya 2010). Pada Gambar 2 disajikan citra ALOS PALSAR hasil mozaik, rekaman tahun 2007 dan 2009.

(a) (b)

Gambar 2 Mosaik citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter Provinsi Jambi rekaman tahun 2007 (a), dan tahun 2009 (b).

2.3.3 Pembuatan Kategori Klasifikasi

Dalam kegiatan interpretasi citra, kategori klasifikasi disesuaikan dengan tujuan dan informasi yang diinginkan. Kategori klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kategori yang mencakup beberapa jenis tutupan lahan yang sebagian besar merujuk pada kriteria kelas tutupan hutan dan lahan yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan. Guna interpretasi Citra Landsat, ada 23 kelas yang terdiri dari 7 kelas hutan (hutan primer, hutan sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder dan hutan tanaman) dan 15 kelas (semak belukar, belukar rawa, rumput, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, sawah, tambak, tanah terbuka, pertambangan, permukiman, transmigrasi, bandara, rawa, air dan awan) bukan hutan serta kelas tertutup awan (BAPLAN 2008a).

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh JICA dan Fakultas Kehutanan IPB (2010) tutupan lahan yang dapat dikenali pada Citra ALOS PALSAR resolusi 50


(23)

meter adalah hutan lahan kering, hutan musim, hutan rawa, mangrove, hutan tanaman, perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet, kebun campuran, semak belukar, pertanian lahan kering, padang rumput, sawah, permukiman, lahan terbuka, bandara, tambak dan badan air. Pada penelitian ini, deskripsi kategori tutupan hutan dan lahan yang digunakan disajikan pada Tabel 1 hingga Tabel 13.


(24)

7

Tabel 1 Kategori badan air Kelas Badan air

Deskripsi Badan air adalah kelas tutupan lahan berupa perairan, termasuk laut, sungai, danau, waduk, terumbu karang dan padang lamun (lumpur pantai) (BAPLAN 2008a). Menurut JICA dan Fahutan IPB (2010), badan air dapat berupa sungai, laut, danau, waduk, terumbu karang, padang lamun dan lain-lain. (Kenampakan visual citra dan foto lapangan dapat dilihat pada Gambar 3)

Tapak Air Fisiografi Datar Vegetasi - Kerapatan -

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2007:

(a) (b) (c)

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2009:

(d) (e) (f)

Foto lapangan:

(g)

Gambar 3 (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH 2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2009 dan (g) foto badan air di lapangan.


(25)

Tabel 2 Kategori hutan lahan kering Kelas Hutan lahan kering

Deskripsi Kelas penutupan hutan lahan kering adalah kelas tutupan berupa hutan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan (BAPLAN 2008a). Menurut JICA dan Fahutan IPB (2010), tutupan lahan hutan lahan kering merupakan seluruh kenampakan hutan yang berada pada ketinggian tertentu, perbukitan dan pegunungan baik hutan primer maupun sekunder. (Kenampakan visual citra dan foto lapangan dapat dilihat pada Gambar 4) Tapak Tidak ada

Fisiografi Berombak, bergelombang

Vegetasi Karet (Hevea brasiliensis), Meranti (Shorea sp.), Akasia (Acacia mangium), Jengkol (Pitheceloblum jiringa), Angsana (Pterocarpus indicus), Puspa (Schima wallichii)

Kerapatan Sedang, rapat

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2007:

(a) (b) (c)

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2009:

(d) (e) (f)

Foto lapangan:

(g)

Gambar 4 (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH 2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2009 dan (g) kenampakan foto hutan lahan kering di lapangan.


(26)

9

Tabel 3 Kategori hutan rawa Kelas Hutan rawa

Deskripsi Hutan rawa adalah hutan di daerah berawa, termasuk rawa gambut dan rawa payau baik yang belum menampakan bekas penebangan maupun sudah (BAPLAN 2008a). Menurut JICA dan Fahutan IPB (2010), hutan rawa adalah tipe ekosistem hutan yang dipengaruhi faktor edafik berupa genangan air. (Kenampakan visual citra dan foto lapangan dapat dilihat pada Gambar 5)

Tapak Rawa

Fisiografi Datar, berombak Vegetasi

Kerapatan Sedang, rapat

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2007:

(a) (b) (c)

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2009:

(d) (e) (f)

Foto lapangan dan citra resolusi tinggi:

(g) (h)

Gambar 5 (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH 2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2007, (g) foto hutan rawa di lapangan dan (h) screen capture citra resolusi tinggi google maps [Februari 2013].


(27)

Tabel 4 Kategori pertanian lahan kering Kelas Pertanian lahan kering

Deskripsi Pertanian lahan kering merupakan semua aktivitas pertanian di lahan kering seperti ladang (BAPLAN 2008a). JICA dan Fahutan IPB (2010) mendefinisikan pertanian lahan kering sebagai semua aktifitas pertanian di lahan kering seperti tegalan dan ladang. (Kenampakan visual citra dan foto lapangan dapat dilihat pada Gambar 6)

Tapak Tidak ada

Fisiografi Datar, berombak, bergelombang

Vegetasi Padi gogo (Oryza sativa), Jagung (Zea mays), Singkong (Manihot utulissima), Kacang panjang (Vigna sinensis)

Kerapatan Rapat

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2007:

(a) (b) (c)

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2009:

(d) (e) (f)

Foto lapangan:

(g)

Gambar 6 (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH 2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2007 dan (g) foto pertanian lahan kering di lapangan.


(28)

11

Tabel 5 Kategori kebun campuran Kelas Kebun campuran

Deskripsi JICA dan Fahutan IPB (2010) menjelaskan bahwa kebun campuran adalah seluruh kawasan yang ditanami tanaman tahunan dan dengan tanaman beranekaragam jenis. (Kenampakan visual citra dan foto lapangan dapat dilihat pada Gambar 7)

Tapak Tidak ada Fisiografi Datar

Vegetasi Durian (Durio zibethinus), Duku (Lansium domesticum), Mangga (Mangifera indica), Pinang (Areca catechu), Pisang (Musa paradisiaca), Rambutan (Nephelium lappaceum), Nanas (Ananas comosus), Kopi (Coffea arabica), Nangka (Artocarpus heterophyllum), Cokelat (Theobroma cacao), Pepaya (Carica papaya), Jengkol (Pitheceloblum jiringa), Kelapa (Cocus nucifera)

Kerapatan Tidak rapat, sedang

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2007:

(a) (b) (c)

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2009:

(d) (e) (f)

Foto lapangan:

(g)

Gambar 7 (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH 2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2007 dan (g) foto kebun campuran di lapangan.


(29)

Tabel 6 Kategori kebun karet Kelas Kebun karet

Deskripsi Kebun karet adalah lahan yang bervegetasi tanaman karet (Hevea brasilliensis). Menurut JICA dan Fakultas Kehutanan IPB (2010) kebun karet adalah seluruh area yang ditanami tanaman karet yang dikelola dengan pola tanaman tertentu. (Kenampakan visual citra dan foto lapangan dapat dilihat pada Gambar 8)

Tapak Tidak ada Fisiografi Data, berombak

Vegetasi Karet (Hevea brasiliensis)

Kerapatan Sedang, jarak tanam (2m x 2m ~ 3m x 3m) Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2007:

(a) (b) (c)

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2009:

(d) (e) (f)

Foto lapangan:

(g)

Gambar 8 (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH 2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2007dan (g) foto kebun karet di lapangan.


(30)

13

Tabel 7 Kategori kebun sawit Kelas Kebun sawit

Deskripsi Kebun sawit adalah lahan yang bervegetasi tanaman sawit. Menurut JICA dan Fakultas Kehutanan IPB (2010) kebun sawit merupakan seluruh area yang ditanami tanaman sawit yang dikelola dengan pola tanaman tertentu. (Kenampakan visual citra dan foto lapangan dapat dilihat pada Gambar 9)

Tapak Tidak ada

Fisiografi Dataran, berombak, bergelombang Vegetasi Kelapa sawit (Elaeis guinensis) Kerapatan Jarak tanam (3mx3m ~ 5mx5m)

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2007:

(a) (b) (c)

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2009:

(d) (e) (f)

Foto lapangan:

(g)

Gambar 9 (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH 2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2007 dan (g) foto kebun sawit di lapangan.


(31)

Tabel 8 Kategori semak belukar Kelas Semak belukar

Deskripsi Semak belukar adalah lahan dengan vegetasi semak dan belukar, umumnya merupakan kawasan bekas hutan lahan kering yang terdegradasi atau dalam proses tumbuh kembali (mengalami suksesi). Vegetasi ini umumnya didominasi vegetasi rendah (alami) (BAPLAN 2008a). (Kenampakan visual citra dan foto lapangan dapat dilihat pada Gambar 10)

Tapak Tidak ada

Fisiografi Datar, berombak, bergelombang

Vegetasi Vegetasi rendah (rumput teki (Cyperus rotundus), Alang-alang (Imperata cylindrical)

Kerapatan Rapat

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2007:

(a) (b) (c)

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2009:

(d) (e) (f)

Foto lapangan:

(g)

Gambar 10 (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH 2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2007 dan (g) foto semak belukar di lapangan.


(32)

15

Tabel 9 Kategori belukar rawa Kelas Belukar rawa

Deskripsi Belukar rawa adalah kawasan semak belukar yang tergenang oleh air akibat terdarinase dengan buruk. (Kenampakan visual citra dan foto lapangan dapat dilihat pada Gambar 11)

Tapak Rawa Fisiografi Datar

Vegetasi Vegetasi rendah Kerapatan Rapat

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2007:

(a) (b) (c)

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2009:

(d) (e) (f)

Foto lapangan:

(g)

Gambar 11 (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH 2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2007 dan (g) foto belukar rawa di lapangan.


(33)

Tabel 10 Kategori rawa Kelas Rawa

Deskripsi Rawa adalah lahan yang tergenang air secara terus-menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat dan sudah tidak berhutan. (Kenampakan visual citra dan foto lapangan dapat dilihat pada Gambar 12)

Tapak Rawa Fisiografi Datar

Vegetasi Vegetasi rendah Kerapatan Rapat

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2007:

(a) (b) (c)

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2009:

(d) (e) (f)

Foto lapangan:

(g)

Gambar 12 (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH 2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2007 dan (g) foto rawa di lapangan.


(34)

17

Tabel 11 Kategori sawah Kelas Sawah

Deskripsi Semua aktivitas pertanian lahan basah dilakukan yang dicirikan oleh pola pematang (Terutama di Pulau Jawa). Perlu diperhatikan adanya fase rotasi tanam, sawah musiman, sawah tadah hujan, dan sawah irigasi(BAPLAN 2008a). JICA dan Fahutan IPB (2010) mendefinisikan sawah sebagai semua aktifitas pertanian lahan basah, pola pematang. (Kenampakan visual citra dan foto lapangan dapat dilihat pada Gambar 13)

Tapak Sawah Fisiografi Dataran

Vegetasi Padi (Oryza sativa) Kerapatan Rapat, sedang

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2007:

(a) (b) (c)

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2007:

(d) (e) (f)

Foto lapangan:

(g)

Gambar 13 (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH 2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2007 dan (g) foto sawah di lapangan.


(35)

Tabel 12 Kategori permukiman Kelas Permukiman

Deskripsi Permukiman adalah areal yang umumnya didominasi oleh bangunan untuk permukiman, baik di perkotaan atau pedesaan. (BAPLAN 2008a). JICA dan Fahutan IPB (2010) mendefinisikan permukiman sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan, sebagai lingkungan tempat tinggal dan bekerja. (Kenampakan visual citra dan foto lapangan dapat dilihat pada Gambar 14)

Tapak Tidak ada Fisiografi Datar Vegetasi - Kerapatan -

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2007:

(a) (b) (c)

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2009:

(d) (e) (f)

Foto lapangan dan citra resolusi tinggi:

(g) (h)

Gambar 14 (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH 2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2007, (g) foto permukiman di lapangan dan (h) screen capture citra resolusi tinggi google maps [Februari 2013].


(36)

19

Tabel 13 Kategori tanah terbuka Kelas Tanah terbuka

Deskripsi Lahan terbuka adalah lahan yang hampir tidak bervegetasi atau tanpa vegetasi (seperti singkapan batuan puncak gunung, kawah vulkan, gosong pasir, pasir pantai dan lahan terbuka bekas kebakaran (BAPLAN 2008a). JICA dan Fahutan IPB (2010) menyatakan lanah terbuka sebagai seluruh kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi. (Kenampakan visual citra dan foto lapangan dapat dilihat pada Gambar 14)

Tapak Tidak ada, berbatu Fisiografi Dataran

Vegetasi - Kerapatan -

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2007:

(a) (b) (c)

Citra ALOS PALSAR tahun rekaman 2009:

(d) (e) (f)

Foto lapangan:

(g)

Gambar 15 (a) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2007, (b) citra grayscale HH 2007, (c) citra grayscale HV 2007, (d) Citra komposit HH-HV-HH/HV 2009, (e) citra grayscale HH 2009, (f) citra grayscale HV 2007 dan (g) foto tanah terbuka di lapangan.


(37)

2.3.4 Klasifikasi Kualitatif

Klasifikasi kualitatif adalah teknik klasifikasi secara visual pada objek yang terekam pada citra dengan berdasarkan elemen-elemen penafsiran visual citra. Elemen penafsiran visual meliputi tone atau warna, bentuk, ukuran, pola, tekstur, bayangan, lokasi dan asosiasi. Berikut merupakan karakteristik dari masing-masing elemen penafsiran visual (JICA dan Fahutan IPB 2010):

1. Tone atau warna adalah elemen dasar dari interpretasi sebuah objek. Variasi tone atau warna sangat bergantung pada karakteristik dari setiap objek, karena warna merupakan hasil reflektansi, transmisi dan atau radiasi panjang gelombang yang dihasilkan dari objek yang bersangkutan. Contohnya kebun sawit memiliki tone atau warna keunguan, badan air memiliki tone atau warna kebiruan, hutan memiliki tone atau warna kehijauan dan sebagainya.

2. Bentuk secara umum mengacu pada bentuk-bentuk umum bagian luar, struktur, konfigurasi atau garis besar dari individu objek. Bentuk-bentuk umum seperti poligon atau garis, segi empat panjang, segi tiga, lingkaran, garis lurus, garis, melengkung dan sebagainya. Sebagai contoh sungai memiliki bentuk garis yang tidak beraturan (berkelok-kelok).

3. Ukuran sangat bergantung pada skala, resolusi dan ukuran yang sebenarnya di alam. Oleh karena itu terdapat ukuran absolut atau relatif dari suatu objek yang terekam. Sebagai contoh ukuran pabrik atau industri pasti akan lebih besar dibandingkan dengan rumah penduduk. 4. Pola adalah menyatakan susunan spasial suatu objek dalam suatu bentuk

yang khas dan berulang, umumnya mengacu pada tata ruang atau tata letak. Contohnya areal perkebunan dan hutan tanaman akan memiliki pola yang teratur dibandingkan dengan hutan lahan kering.

5. Tekstur dalam interpretasi dibentuk oleh adanya variasi tone atau warna yang ditampilkan oleh objek. Tekstur kasar memiliki variasi tone atau warna yang tinggi (belang-belang), sebaliknya tekstur halus memiliki variasi warna yang rendah. Contohnya badan air memiliki tekstur yang halus, sedangkan kebun campuran atau pertanian lahan kering memiliki tekstur kasar.


(38)

21

6. Bayangan membantu dalam memberikan imaginasi tentang profil suatu objek dan mengidentifikasi topografi areal atau wilayah. Pada citra radar bayangan dapat mengganggu dalam kegiatan penafsiran.

7. Asosiasi mempertimbangkan hubungan keberadaan antara satu objek dengan objek lainnya. Sebagai contoh keberadaan rawa dan belukar rawa akan bergantung pada keberadaan badan air.

2.3.5 Klasifikasi Kuantitatif

Klasifikasi kuantitatif adalah teknik klasifikasi dengan pertimbangan nilai kecerahan (Brightnes value/BV) dan nilai digital (Digital number/DN) suatu objek yang dapat dipisahkan dengan objek lainnya. Metode klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi terbimbing (Supervised classification). Klasifikasi terbimbing adalah proses pemilihan kelas kategori yang diinginkan dengan memilih area contoh (Training area) yang mewakili tiap kategori (Lillesland and Kiefer 1990). Setiap kelas klasifikasi dibuatkan penciri kelas (Singnature) sebagai perwakilan untuk dibandingkan dengan kelas klasifikasi lainnya. Penciri kelas diperoleh dengan cara membuat area contoh (Training area) pada masing-masing kelas. Kelas klasifikasi ditetapkan berdasarkan hasil dari penafsiran visual citra komposit ALOS PALSAR resolusi 50 meter tahun perekaman 2007 dan 2009. 2.3.6 Analisis Separabilitas

Kelas klasifikasi tutupan lahan yang sudah ditetapkan perlu dilakukan pengujian separabilitas atau keterpisahannya agar selanjutnya dapat diuji akurasinya. Analisis separabilitas merupakan pernyataan kuantitaif untuk pemisahan kategori berupa pengukuran secara statistik bagi pemisahan antara kategori tutupan lahan yang dihitung dalam bentuk matrik kelas berupa jarak kovarian tertimbang antara rata-rata setiap kategori tutupan lahan yang disebut matriks divergensi (Purwadhi 2001). Menurut Jaya 2010, ada beberapa ukuran separabilitas yang umum digunakan, yaitu Divergence, Transformed Divergence, Battacharya Distance dan Jeffries-Matusita Divergence.

Analisis separabilitas dilakukan pada penciri kelas untuk menguji bagaimana keterpisahan kelas klasifikasi tersebut dengan kelas klasifikasi lainnya. Nilai separabilitas diperoleh dengan menggunakan metode Transformed Divergence dari statistik penciri antar kelas klasifikasi. Karakteristik dari nilai


(39)

separabilitas dapat dilihat pada Tabel 14, dengan kisaran nilai antara 0 yang berarti tidak dapat dipisahkan sampai dengan 2000 yang berarti keterpisahannya sangat baik.

Tabel 14 Kriteria nilai keterpisahan Transformed Divergence. Nilai Transformasi Keterpisahan Keterangan

2000 Sempurna (excellent) 1900 ~ < 2000 Sangat baik (good)

1700 ~< 1900 Baik (fair) 1600 ~<1800 Cukup baik (poor)

<1600 Tidak terpisahkan (inseperable) Sumber : Jaya 2010

2.3.7 Uji Akurasi

Dalam rangka mengetahui ketelitian dari hasil klasifikasi, maka perlu dilakukan uji akurasi klasifikasi. Salah satu metode untuk menguji akurasi adalah dengan matrik kontingensi. Matrik kontigensi adalah suatu matrik bujur sangkar yang memuat sejumlah piksel yang diklasifikasi. Matrik kontingensi ini dapat menentukan berapa besar nilai akurasi umum (overall accuracy), akurasi pembuat (producer accuracy), akurasi pengguna (user accuracy) dan akurasi Kappa (Kappa accuracy).

Ukuran-ukuran akurasi menurut JICA dan Fakultas Kehutanan IPB (2010): 1. Akurasi umum adalah rasio sederhana antara jumlah piksel yang benar

dengan total semua piksel yang dipergunakan dalam menguji akurasi. 2. Akurasi pembuat adalah ketika sebuah area dikeluarkan dari kategori

yang sesungguhnya benar.

3. Akurasi pengguna adalah kesalahan pengguna ketika area tersebut dikategorikan ke kategori yang salah.

4. Kappa adalah akurasi yang mempertimbangkan semua elemen yang ada pada matrik kesalahan, sehingga akurasi Kappa ini dianggap ukuran yang paling relevan.

Uji akurasi klasifikasi kualitatif dilakukan dengan cara meng-overlaykan -kan hasil penafsiran visual dengan titik pengamatan lapangan. Hasil overlay

tersebut kemudian di proses menggunakan Arcview 3.2 dengan ektensi IHMB Jaya versi 6. Pada klasifikasi kuantitatif perolehan nilai akurasi berdasarkan hasil dari matrik kontingensi yang diperoleh dari pembuatan training area.


(40)

23

Adapun metode uji akurasi dengan akurasi keseluruhan, namun metode ini jarang digunakan karena terlalu over estimate untuk digunakan sebagai indikator yang baik dalam mengukur kesuksesan klasifikasi (JICA dan Fakultas Kehutanan IPB 2011). Tabel matriks kontingensi berikut dengan rumus perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Matriks kontingensi Data acuan training

Area

Disklasifikasi kelas (data klasifikasi di peta) A B ... D

Total baris Xk+

Producer’s accuracy

Xkk/Xk+

A Xii

B

D Xkk

Total kolom Xk+ N

User’s accuracy Xkk/Xk+

Kappa accuracy = � ��� ��− ��� �+�+� �2− �

�+�+�

x100% . (1)

User’s accuracy = ���

�+�

x 100% ... (2)

Producer’s accuracy =���

��+

x 100% ... (3)

Overall accuracy = ��� ��

x 100% ... (4)

Keterangan :

N = Jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan R = Jumlah baris atau lajur pada matriks kesalahan (jumlah kelas) Xi+ = Jumlah semua kolom pada baris ke-I (Xij)

X+j = Jumlah semua kolom pada lajur ke-j (Xij) 2.3.8 Analisis Perubahan Tutupan Hutan

Dalam rangka mengetahui luas perubahan tutupan lahan hutan dan lahan yang terjadi antara dua waktu yang berbeda maka dilakukan operasi spasial interseksi (intersect). Dengan perintah intersect delineasi tahun 2007 dan 2008 akan di overlay sehingga menghasilkan spasial gabungan baru yang berisi atribut dua layer yang dioperasikan. Dengan operasi tabel, selanjutnya dapat dilakukan analisis perubahan tematik dalam bentuk matrik transisi (transition matric) “from


(41)

2.3.9 Pola Perubahan Tutupan Hutan

Setiap perubahan lahan hutan yang terjadi kemudian di analisis bagaimana pola dari perubahan yang terjadi. Pola perubahan tutupan lahan hutan dibagi menjadi empat kategori yaitu tetap (no change), mengelompok (cluster), menyebar (random) dan seragam (uniform). Masing-masing dari kategori tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Tetap (no change) adalah sama sekali tidak terlihat adanya perubahan tutupan lahan hutan di wilayah penelitian dari tahun 2007 dan 2009. 2. Mengelompok (cluster) adalah ketika pola perubahan tutupan lahan

hutan yang terlihat terjadi secara mengelompok pada salah satu wilayah penelitian.

3. Acak (random) adalah ketika pola perubahan tutupan lahan hutan yang terlihat terjadi secara acak di wilayah penelitian.

4. Seragam (uniform) adalah ketika pola perubahan tutupan lahan hutan yang terlihat terjadi sama rata di seluruh wilayah penelitian.


(42)

25

2.4 Diagram Alir Penelitian

Gambar 16 Diagram alir tahapan penelitian. Mulai Persiapan

Pengumpulan Data

Pembuatan Band Sintesis dan Citra Komposit

Mosaik Citra

Penafsiran Visual Cita

Pembuatan Training Area

Data Raster : Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 Meter Tahun Perekaman 2007 dan 2008

Data Vector : - Peta Layer Land Cover

2006 dan 2009 - Peta Administrasi

Provinsi Jambi

- Peta Layer Jaringan Jalan Klasifikasi Terbimbing Analisis Separablitas Uji Akurasi Separabilitas Diterima Akurasi Diterima

Deteksi Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan

2007-2009

Selesai Tidak

Tidak

Peta Tutupan Hutan dan lahan

2007 dan 2009

Ya

Peta Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan Periode

2007-2009 Ya


(43)

BAB III

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Letak Geografis

Secara geografis Provinsi Jambi terletak pada 0o45’-2o45’ Lintang Selatan dan 101o10’-104o55’ Bujur Timur di bagian tengah Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Jambi adalah 53.435,72 km2 dimana sekitar 40% merupakan kawasan hutan yang terbentang dari Taman Nasional Kerinci Seblat di sebelah Barat sampai Taman Nasional Berbak disebelah Timur.

Batas Wilayah Provinsi Jambi: Sebelah Utara: Provinsi Riau

Sebelah Selatan: Provinsi Sumatera Selatan Sebelah Barat: Provinsi Sumatera Barat Sebelah Timur: Laut Cina Selatan

Berdasarkan UU No.25 tahun 2008 wilayah pemerintahan Provinsi Jambi terbagi menjadi 9 kabupaten dan 2 kota. Luas dari masing-masing wilayah tersebut disajikan dalam Tabel 16.

Tabel 16 Luas area Kabupaten di Provinsi Jambi.

No Kabupaten Luas area (km2)

1 Kabupaten Kerinci 3.808,50

2 Kabupaten Bungo 6.461,00

3 Kabupaten Tebo 6.802,59

4 Kabupaten Merangin 7.451,30 5 Kabupaten Sarolangun 6.175,43 6 Kabupaten Batanghari 5.804,83 7 Kabupaten Muaro Jambi 5.246,00 8 Kabupaten Tanjab Barat 5.645,25 9 Kabupaten Tanjab Timur 5.444,98

10 Kota Jambi 205,38

11 Kota Sungai Penuh 391,5

Total 53.435,72

Sumber :Biro Pemerintahan dan OTDA Iklim (2011). 3.2 Iklim

Dari sisi iklim, Provinsi Jambi termasuk beriklim tropis. Musim hujan jatuh pada bulan Oktober sampai April (dipengaruhi oleh Musim Timur Selatan) dan musim kemarau pada bulan April sampai Oktober (dipengaruhi oleh Musim


(44)

27

Barat). Keadaan iklim rata-rata dalam kurun waktu tahun 2003-2006 terlihat cukup berfluktuasi. Suhu rata-rata terendah berkisar 22,70°C dan tertinggi berkisar 32,40°C. Kelembaban udara rata-rata terendah berkisar 83,33 % dan tertinggi berkisar 84,00 %. Curah hujan rata-rata terendah berkisar 143,50 mm/tahun dan tertinggi berkisar 231, 43 mm/tahun. Sedangkan kecepatan angin rata-rata terendah berkisar 7,00 knot dan tertinggi berkisar 11,25 knot.

3.3 Topografi

Secara Topografis, Provinsi Jambi terdiri atas 3 (tiga) kelompok ketinggian yaitu (Bappeda 2005): dataran rendah 0-100 m, dataran dengan ketinggian sedang 100-500 m, dan dataran tinggi > 500 m. Data ketinggian Provinsi Jambi dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Kelas ketinggian Provinsi Jambi.

Ketinggian (mdpl) Luas (ha) Wilayah / Kabupaten Dataran Rendah

(0 – 100 )

3.431.165 Kota Jambi, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, Muaro Jambi, Merangin. Dataran sedang

(100 – 500)

903.180 Batang Hari, Sebagian Sarolangun, Tebo, sebagian Batang Hari, Kota Sungai Penuh, Merangin, sebagian Tanjung Jabung Barat. Dataran Tinggi

(> 500)

765.655 Kerinci, Kota Sungai Penuh, sebagian Merangin, sebagian Sarolangun dan sebagian Bungo.

Total 5.100.000 Sumber : BPS Provinsi Jambi (2011).

3.4 Jenis Tanah

Provinsi Jambi memiliki 12 jenis tanah yaitu: podsolik merah kuning, latosol, gley humus rendah, andosol, organosol, podzolik coklat, podzolik merah kuning, alluvial, hidomorfik kelabu, latosol andosol, rawa laut, komplek latosol dan litosol. Beberapa jenis tanah yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 18.


(45)

Tabel 18 Luas wilayah menurut jenis tanah di Provinsi Jambi. No Jenis Tanah Luas (ha)

1 Podsolik merah kuning 2.036.386

2 Latosol 952.386

3 Gley humus rendah 547.830

4 Andosol 354.406

5 Organosol 308.338

6 Podzolik coklat 275.652

7 Podzolik merah kuning 236.343

8 Alluvial 199.553

9 Hidromorfik kelabu 83.743

10 Latosol andosol 60.032

11 Rawa laut 42.951

12 Komplek latosol dan litosol 2.380

Jumlah 5.000.000

Sumber : RTRW provinsi Jambi (2011). 3.5 Penggunaan Lahan

Berdasarkan penunjukkan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan yang dituangkan dalam SK Menteri Kehutanan Nomor 421/Kpts-II/1999, dimana kawasan hutan Provinsi Jambi meliputi luas ± 2.179.440 ha atau 42,73% dari keseluruhan luas Provinsi Jambi. Adapun luasan tersebut sesuai dengan pemaduserasian antara Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jambi berdasarkan fungsinya yang terdiri dari, Cagar Alam 30.400 ha (1,39%), Taman Nasional 608.630 ha (27,92%), Taman Hutan Raya 36.660 ha (1,68%), Hutan Wisata Alam 430 ha (0,02%), Hutan Lindung 191.130 ha (8,77%), Hutan Produksi Terbatas 340.700 ha (15,63%), Hutan Produksi Tetap 971.490 ha (44,57%).

Sampai dengan tahun 2009, luas areal untuk komoditi perkebunan di Provinsi Jambi seluas 1.334.595 ha yang terdiri dari 5 komoditi utama perkebunan yaitu karet dengan luasan 650.623 ha (48,75%), kelapa sawit dengan luasan 493.678 ha (36,99%), kelapa dalam dengan luasan 118.879 ha (8,91%), kopi dengan luasan 23.954 ha (1,79 %) dan cassiavera dengan luasan 47.461 ha (3,56%).


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Klasifikasi Kualitatif

Secara visual, tutupan lahan pada Citra ALOS PALSAR dapat dikenali ciri-ciri melalui warna kompositnya. Selain warna sebagai elemen penafsiran utama, masing-masing objek juga diinterpretasi menggunakan elemen tekstur, bentuk, ukuran, pola dan asosiasi. Proses identifikasi tutupan lahan di wilayah barat Provinsi Jambi didasarkan pada unsur-unsur tersebut agar dapat lebih rasional dan teliti. Klasifikasi secara visual ini mampu mengidentifikasi sebanyak 13 jenis tutupan lahan, yaitu : badan air, hutan lahan kering, hutan rawa, pertanian lahan kering, kebun campuran, kebun karet, kebun sawit, semak belukar, belukar rawa, rawa, sawah, permukiman dan tanah terbuka. Kegiatan penafsiran dilakukan dengan berpedoman pada buku manual penafsiran visual Citra ALOS PALSAR dan bantuan Google Maps. Hasil dari klasifikasi kualitatif Citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter disajikan dalam bentuk peta yang berisi informasi tutupan lahan di wilayah barat Provinsi Jambi tahun 2007 dan 2009. Peta tersebut dapat dilihat pada Gambar 17 untuk tahun 2007 dan pada Gambar 18 untuk tahun 2009.

Gambar 17 Peta hasil klasifikasi visual citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter wilayah barat Provinsi Jambi rekaman tahun 2007.


(47)

Gambar 18 Peta hasil klasifikasi visual citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter wilayah barat Provinsi Jambi rekaman tahun 2009.

4.1.1 Tutupan Lahan 4.1.1.1 Badan Air

Tutupan badan air yang terdapat di lapangan berupa sungai dan danau. Sungai yang membentang di wilayah barat Provinsi Jambi adalah Sungai Batang Tembesi, Sungai Batang Tebo dan Sungai Batang Hari. Kenampakan sungai Batang Tembesi di lapangan dapat dilihat pada Gambar 3. Badan air berupa danau yang nampak pada citra adalah Danau Kerinci, Danau Gunung Tujuh dan Danau Kaco yang semuanya terdapat di Kabupaten Kerinci

Pada citra komposit ALOS PALSAR (HH-HV-HH/HV), badan air pada umumnya memiliki kenampakan warna biru hingga biru gelap mendekati hitam, bentuknya cenderung berkelok-kelok pada dataran rendah, dengan ukuran bervariasi dari kecil hingga besar. Badan air dapat dipisahkan dengan mudah, karena memiliki warna dan bentuk yang berbeda dengan tutupan lahan lainnya. Kenampakan badan air pada citra komposit ALOS PALSAR dapat dilihat pada Gambar 3. Tidak ada perbedaan warna yang signifikan antara citra tahun 2009 dan 2007 untuk tutupan lahan badan air.


(48)

31

4.1.1.2 Hutan Lahan Kering

Tutupan hutan lahan kering yang ditemukan di lapangan berupa hutan sekunder yang tersebar di wilayah barat Provinsi Jambi. Kenampakan hutan sekunder di Kabupaten Sarolangun dapat dilihat pada Gambar 4. Jenis vegetasi yang ditemukan didominasi oleh Karet (Hevea brasiliensis), Meranti (Shorea sp.), Akasia (Acacia mangium), Jengkol (Pitheceloblum jiringa), Angsana (Pterocarpus indicus) dan Puspa (Schima wallichii).

Kenampakan hutan lahan kering pada citra komposit ALOS PALSAR (HH-HV-HH/HV) umumnya berwarna hijau kekuningan, dapat dilihat pada Gambar 4. Hutan lahan kering cukup sulit untuk dipisahkan, karena warna yang menyerupai tutupan lahan semak belukar, hutan tanaman dan kebun karet. Perbedaan hanya terdapat pada tekstur dari hutan lahan kering yang cenderung bergelombang. Tidak ada perbedaan warna yang signifikan antara citra tahun 2009 dan 2007 untuk tutupan lahan hutan lahan kering.

4.1.1.3 Hutan Rawa

Pada citra komposit ALOS PALSAR (HH-HV-HH/HV), hutan rawa terdapat di wilayah Kabupaten Kerinci, Tebo, Bungo dan Sarolangun. Kenampakan hutan rawa yang ditemukan di lapangan dapat dilihat pada Gambar 5. Tutupan hutan rawa pada citra komposit ALOS PALSAR memiliki warna hijau muda dengan tekstur halus, dapat dilihat pada Gambar 5. Hutan rawa secara umum mudah dikenali, namun cukup sulit dibedakan dengan hutan lahan kering apabila berada pada daerah dataran.

4.1.1.4 Pertanian Lahan Kering

Tutupan berupa pertanian lahan kering nampak tersebar di seluruh wilayah barat Provinsi Jambi pada citra komposit ALOS PALSAR (HH-HV-HH/HV). Tutupan berupa pertanian lahan kering yang ditemukan di Kabupaten Merangin dapat dilihat pada Gambar 6.

Kenampakan pertanian lahan kering pada citra komposit ALOS PALSAR cukup sulit didelineasi karena bercampur dengan objek yang lain dengan warna tidak konsisten pada lokasi yang berdeda. Kenampakan pertanian lahan kering pada citra komposit ALOS PALSAR dapat dilihat pada Gambar 6. Lokasi


(49)

pertanian lahan kering dapat dicirikan dengan adanya jaringan jalan dan berdekatan dengan permukiman. Tutupan lahan berupa pertanian lahan kering banyak ditemukan di sepanjang jalan utama yang bercampur dengan kebun karet, kebun sawit dan semak belukar.

4.1.1.5 Kebun Campuran

Kebun campuran terlihat tersebar di seluruh wilayah barat Provinsi Jambi pada citra komposit ALOS PALSAR (HH-HV-HH/HV), dengan lokasinya yang cenderung berdekatan dengan permukiman berupa perkampungan atau desa. Kenampakan kebun campuran di lapangan dapat dilihat pada Gambar 7.

Kenampakan kebun campuran pada citra komposit ALOS PALSAR memiliki warna menyerupai pertanian lahan kering dan semak belukar, dapat dilihat pada Gambar 7. Kebun campuran cukup sulit diedentifikasi karena luasan yang kecil, mengelompok dan bercampur dengan permukiman masyarakat. Sehingga pada saat delineasi, apabila kebun campuran lebih mendominasi dari permukiman akan di klasifikasikan sebagai kebun campuran dan sebaliknya. 4.1.1.6 Kebun Karet

Kebun karet merupakan kawasan yang ditanami dengan tanaman karet (Hevea brasilliensis). Berbeda dengan kebun campuran yang ditanami beranekaragam jenis tanaman. Kebun karet cukup mendominasi di wilayah barat Provinsi Jambi. Sebagian besar masyarakat Provinsi Jambi mempunyai kebun karet untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Kenampakan kebun karet di lapangan dapat dilihat pada Gambar 8.

Tutupan berupa kebun karet di lapangan berada di daerah dengan topografi datar hingga bergelombang, namun biasanya berada pada daerah dengan elevasi kurang dari 500 mdpl. Kebun karet memiliki kenampakan warna tidak konsisten pada citra komposit ALOS PALSAR (HH-HV-HH/HV), dapat dilihat pada Gambar 8. Lokasi kebun karet, umur tanaman dan luas kebun cukup berpengaruh pada kenampakan warna yang dihasilkan. Pada saat delineasi, area dengan luasan yang kecil dan tidak seumur cukup sulit diinterpretasi.


(50)

33

4.1.1.7 Kebun Sawit

Kebun sawit cukup mudah ditemui di wilayah barat Provinsi Jambi. Kenampakan kebun sawit pada citra komposit ALOS PALSAR (HH-HV-HH/HV) cukup mudah untuk diinterpretasi karena memiliki warna keunguan yang khas dibandingkan dengan tutupan lahan lain, dapat dilihat pada Gambar 9. Keberadaan akses jalan yang terlihat pada citra juga memudahkan dalam kegiatan delineasi kebun sawit. Hanya saja untuk kebun sawit skala kecil milik masyarakat cukup sulit untuk dipisahkan, karena bercampur dengan tutupan lahan lain. Kenampakan kebun sawit milik PT. EMAL yang ditemukan di lapangan dapat dilihat pada Gambar 9.

4.1.1.8 Semak Belukar.

Semak belukar memiliki kenampakan pada citra komposit ALOS PALSAR (HH-HV-HH/HV) dengan warna merah muda, hijau, hingga keunguan cukup menyulitkan ketika diinterpretasi, dapat dilihat pada Gambar 10. Keberadaan semak belukar sering tertukar dengan tutupan lahan berupa pertanian lahan kering yang belum dikelola secara intensif. Kenampakan semak belukar yang ditemukan di Kabupaten Sarolangun dapat dilihat pada Gambar 10.

4.1.1.9 Belukar Rawa

Belukar rawa adalah kawasan bekas hutan yang tumbuh kembali (suksesi alami) atau semak belukar yang tergenang oleh air akibat terdrainase dengan buruk. Belukar rawa yang ditemukan di lapangan adalah kawasan dengan vegetasi rendah (alami) yang tergenang oleh air, dapat dilihat pada Gambar 11. Kenampakan tutupan lahan berupa belukar rawa pada citra komposit ALOS PALSAR (HH-HV-HH/HV) memiliki warna hijau keunguan karena pengaruh dari air, dapat dilihat pada Gambar 11. Belukar rawa yang ditemukan di lapangan terdapat berdekatan dengan badan air berupa sungai.

4.1.1.10 Rawa

Rawa adalah lahan yang tergenang air secara terus-menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat dan sudah tidak berhutan. Tutupan lahan berupa rawa cukup sulit untuk dipisahkan, karena memiliki warna keunguan menyerupai belukar rawa dan kebiruan menyerupai badan air pada citra komposit ALOS


(51)

PALSAR (HH-HV-HH/HV). Namun letak sebaran rawa yang biasanya berada di dekat sungai cukup membantu dalam proses penafsiran. Di lapangan tutupan lahan berupa rawa berada di dekat sungai dengan luasan yang beragam dari luasan kecil hingga cukup besar. Kenampakan rawa pada citra komposit ALOS PALSAR dan kenampakan rawa yang ditemukan di Kabupaten Sarolangun dapat dilihat pada Gambar 12.

4.1.1.11 Sawah

Kenampakan sawah pada citra komposit ALOS PALSAR (HH-HV-HH/HV) memiliki warna merah muda hingga kebiruan akibat perngaruh dari keberadaan air irigasi, dapat dilihat pada Gambar 13. Pada setiap Kabupaten di wilayah barat Provinsi Jambi keberadaan sawah dapat dijumpai, hanya saja sebgian besar memiliki luasan yang kecil sehingga cukup menyulitkan untuk diinterpretasi. Sawah dengan luasan yang cukup besar terdapat di Kabupaten Sarolangun dan Kerinci. Kenampakan sawah yang ditemukan di Kecamatan Pauh dapat dilihat pada Gambar 13.

4.1.1.12 Permukiman

Kenampakan tutupan lahan berupa permukiman pada citra komposit ALOS PALSAR (HH-HV-HH/HV) memiliki warna merah muda hingga putih, dapat dilihat pada Gambar 14. Keberadaan permukiman pada kota-kota besar mudah untuk diinterpretasi, namun permukiman seperti perkampungan atau desa cukup sulit didelineasi karena luasan yang kecil dan menyebar (tidak padat/rapat). Kenampakan permukiman di lapangan dapat dilihat pada Gambar 14.

4.1.1.13 Tanah Terbuka

Kenampakan tanah terbuka memiliki warna merah muda, ungu hingga biru pada citra komposit ALOS PALSAR (HH-HV-HH/HV), dapat dilihat pada Gambar 15. Ukuran dari lahan terbuka relatif kecil dengan tekstur yang halus. Tutupan lahan berupa tanah terbuka sulit untuk dikenali karena menyerupai kebun sawit, pertanian lahan kering dan semak belukar sehingga dibutuhkan survei lapangan langsung. Kenampakan tanah terbuka di lapangan dapat dilihat pada Gambar 15.


(52)

35

4.1.2 Akurasi Klasifikasi Kualitatif

Interpretasi visual citra komposit ALOS PALSAR (HH-HV-HH/HV) tahun rekaman 2007 resolusi 50 meter mempunyai akurasi pengguna 82,83%, akurasi pembuat 86,85%, akurasi Kappa 82,38%, dengan rata-rata umum akurasi 84,42%. Sedangkan untuk citra tahun rekaman 2009 mempunyai akurasi akurasi pengguna 83,15%, akurasi pembuat 85,75%, akurasi Kappa 83,48%, dengan rata-rata umum akurasi 85,43%. Akurasi hasil penafsiran diuji menggunakan matrik kesalahan (confusion matrix) seperti terlihat pada Tabel 19 dan Tabel 20.

Namun masih terdapat beberapa kelas tutupan lahan yang memiliki akurasi rendah, tutupan lahan tersebut adalah:

1. Semak belukar (SB) dengan omission error sebesar 30% dan comission error sebesar 36,36%. Baik pada citra tahun 2007 maupun 2009 terjadi konfusi dengan permukiman (PMK), pertanian lahan kering (PLK) dan kebun campuran (KC). Hal ini terjadi karena luasan semak belukar yang besar, sehingga terdapat beberapa tutupan lahan dengan luasan kecil masuk ke dalam delineasi semak belukar.

2. Pertanian lahan kering (PLK) dengan omission error sebesar 20% dan

comission error sebesar 33,33%. Baik pada citra tahun 2007 maupun 2009 terjadi konfusi dengan permukiman (PMK) dan kebun karet (KK). Berdasarkan observasi di lapangan sebagian besar pertanian lahan kering memiliki luasan yang kecil dan biasanya berdekatan dengan permukiman atau kebun karet milik masyarakat.

3. Permukiman (PMK) dengan omission error sebesar 11,76% dan

comission error sebesar 31,82%. Baik pada citra tahun 2007 maupun 2009, tutupan lahan permukiman terjadi konfusi dengan kebun sawit (KS) dan badan air (BA). Permukiman yang ditemukan pada saat observasi lapangan banyak berupa desa-desa kecil yang terletak di antara kebun-kebun sawit milik masyarakat dan lokasinya yang berdekatan dengan badan air berupa sungai.


(53)

36 Tabel 19 Matrik kesalahan klasifikasi kualitatif citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter tahun perekaman 2007.

Tutupan Lahan BA BR HLK HR KC KK KS PLK PMK RW SB SWH TT Total Prod's Acc (%)

BA 8 1 1 10 80

BR 10 1 1 12 83,33

HLK 7 7 100

HR 9 9 100

KC 9 1 1 11 81,82

KK 2 45 1 1 49 91,84

KS 1 2 24 1 28 85,71

PLK 1 1 1 8 1 12 66,67

PMK 1 1 1 1 1 15 1 1 22 68,18

RW 8 8 100

SB 1 1 1 1 7 11 63,64

SWH 1 1 9 11 81,82

TT 9 9 100

Total 10 11 13 10 10 48 30 10 17 10 10 10 10 168 84,85

User's Acc (%) 80 90,91 53,85 90 90 90 93,75 80 88,24 80 70 90 90 82,83 84,42

Avg Prod's Acc: 86,85% Avg User's Acc: 82,83% Overall Acc: 84,42% Kappa Acc: 82,38%

Ba: Badan Air BR: Belukar Rawa HLK: Hutan Lahan Kering KC: Kebun Campuran KK: Kebun Karet KS: Kebun Sawit PMK: Permukiman PLK: Pertanian Lahan Kering SB: Semak Belukar SWH: Sawah TT: Tanah Terbuka RW: Rawa


(54)

37 Tabel 20 Matrik kesalahan klasifikasi kualitatif citra ALOS PALSAR resolusi 50 meter tahun 2009.

Tutupan Lahan BA BR HLK HR KC KK KS PLK PMK RW SB SWH TT Total Prod's Acc (%)

BA 8 1 1 10 80

BR 10 1 1 12 83,33

HLK 7 7 100

HR 9 9 100

KC 9 1 1 11 81,82

KK 2 47 1 1 51 92,16

KS 1 2 24 1 28 85,71

PLK 1 1 1 8 1 12 66,67

PMK 1 1 1 1 15 1 1 21 71,43

RW 8 8 100

SB 1 1 1 1 7 11 63.64

SWH 1 9 10 90

TT 9 9 100

Total 10 11 13 10 10 48 30 10 17 10 10 10 10 170 85,75

User's Acc (%) 80 90,91 53,85 90 90 97,92 80 80 88,24 80 70 90 83,15 83,15 85,43

Avg Prod's Acc: 85,75% Avg User's Acc: 83,15% Overall Acc: 85,43% Kappa Acc: 83,48%

Ba: Badan Air BR: Belukar Rawa HLK: Hutan Lahan Kering KC: Kebun Campuran KK: Kebun Karet KS: Kebun Sawit PMK: Permukiman PLK: Pertanian Lahan Kering SB: Semak Belukar SWH: Sawah TT: Tanah Terbuka RW: Rawa


(1)

48

mengelompok di Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Merangin. Pada Kabupaten Tebo didominasi dengan perubahan hutan menjadi pertanian lahan kering yang mengelompok di Kecamatan Koto dan Sumay, begitupun pada Kabupaten Merangin yang mengelompok di Kecamatan Jangkat. Sedangkan di Kabupaten Sarolangun didominasi dengan perubahan hutan menjadi kebun sawit yang mengelompok di Kecamatan Mandiangin. Secara temporal perubahan tutupan lahan hutan terjadi pada saat musim kemarau, karena masyarakat setempat membuka lahan hutan dengan cara membakar lahan tersebut. Peta perubahan tutupan lahan hutan di wilayah barat Provinsi Jambi dapat dilihat pada Gambar 21.

HLK: Hutan Lahan Kering KS: Kebun Sawit PLK: Pertanian Lahan Kering TT: Tanah Terbuka

Gambar 21 Peta perubahan tutupan hutan wilayah barat Provinsi Jambi periode tahun 2007 -2009.

Selain deforestasi dan degradasi hutan, di wilayah barat Provinsi Jambi juga terjadi perubahan tutupan lahan non-hutan menjadi penggunaan lahan lainnya. Perubahan lahan yang terjadi beserta dengan luas perubahannya dapat dilihat pada Tabel 28 dengan sebaran lokasi perubahan lahan pada Gambar 22. Perubahan tutupan lahan terjadi secara mengelompok di Kabupaten Tebo, Merangin dan Sarolangun. Berdasarkan hasil observasi lapangan, pola perubahan tersebut disebabkan karena ketersediaan lahan yang masih mencukupi di wilayah


(2)

49

kabupaten tersebut dengan jarak dari Kota Jambi yang relatif dekat dan didukung dengan akses jalan yang sudah memadai. Sehingga terjadi peningkatan jumlah penduduk, terutama para transmigran yang berasal dari Kota Jambi maupun dari luar Provinsi Jambi yang memiliki keinginan untuk membuka lahan di wilayah kabupaten tersebut.

Tabel 28 Perubahan tutupan hutan dan lahan di wilayah barat Provinsi Jambi periode tahun 2007-2009.

No Perubahan Tutupan lahan Luas

(ha) Dari Tahun 2007 Ke Tahun 2009

1 Belukar rawa Kebun sawit 2.108,5

2 Hutan lahan kering Kebun sawit 1.542,8

3 Hutan lahan kering Pertanian lahan kering 4.526,4

4 Hutan lahan kering Tanah terbuka 193,5

5 Hutan rawa Pertanian lahan kering 8.514,3

6 Hutan rawa Tanah terbuka 206,3

7 Kebun campuran Kebun sawit 888,03

8 Kebun campuran Kebun sawit 776,6

9 Kebun campuran Permukiman 2.101,7

10 Kebun campuran Pertanian lahan kering 302,3

11 Kebun campuran Semak belukar 284,6

12 Permukiman Permukiman 79.366,4

13 Pertanian lahan kering Pertanian lahan kering 345.910,3 14 Pertanian lahan kering Semak belukar 4.808,5

15 Semak belukar Belukar rawa 230,7

16 Semak belukar Kebun campuran 1.449,4

17 Semak belukar Kebun sawit 20.680

18 Semak belukar Permukiman 3.097,8

19 Semak belukar Pertanian lahan kering 13.191,5

20 Semak belukar Tanah terbuka 85,7


(3)

50

BA: Badan Air BR: Belukar Rawa

HLK: Hutan Lahan Kering KC: Kebun Campuran

KK: Kebun Karet KS: Kebun Sawit

PMK: Permukiman PLK: Pertanian Lahan Kering

SB: Semak Belukar SWH: Sawah

TT: Tanah Terbuka RW: Rawa

Gambar 22 Peta perubahan tutupan hutan dan lahan di wilayah barat Provinsi Jambi periode tahun 2007-2009.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian dan analisis sebagaimana dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

(a) Metode klasifikasi kualitatif (visual) pada citra komposit ALOS PALSAR resolusi 50 meter di wilayah barat Provinsi Jambi (Kabupaten Sarolangun, Kerinci, Tebo, Bungo dan Merangin) mampu mengidentifikasi 13 kelas tutupan lahan, yaitu: badan air, hutan lahan kering, hutan rawa, pertanian lahan kering, kebun campuran, kebun karet, kebun sawit, semak belukar, belukar rawa, rawa, sawah, permukiman dan tanah terbuka dengan akurasi Kappa sebesar 82,38% untuk citra tahun 2007 dan 83,48% untuk citra tahun 2009.

(b) Dengan metode kuantitatif, citra komposit ALOS PALSAR resolusi 50 meter tidak mampu mengklasifikasi 13 kelas tutupan dengan baik, dengan akurasi Kappa hanya sebesar 53,3% untuk tahun perekaman 2007 dan akurasi Kappa sebesar 58,78% untuk tahun 2009.

(c) Berdasarkan hasil klasifikasi citra komposit ALOS PALSAR tahun 2007 dan 2009, ada perubahan tutupan lahan hutan cukup signifikan di wilayah barat Provinsi Jambi seluas 14.983,2 ha termasuk deforestasi sebesar 14.585,5 ha dan degradasi sebesar 399,8 ha di dalamnya dengan pola mengelompok.

(d) Deforestasi terbesar terjadi pada hutan rawa yang berubah menjadi pertanian lahan kering, sedangkan degradasi terbesar terjadi pada hutan rawa menjadi tanah terbuka.

5.2 Saran

Penelitian lanjutan mengenai deforestasi dan degradasi hutan perlu dilakukan di provinsi-provinsi lainnya agar dapat dijadikan sebagai data dasar perumusan langkah penanggulangan laju kerusakan hutan di Indoneasia.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

[BAPLAN] Badan Planologi Kehutanan, Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan, Badan Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan. 2008a. Pemantauan Sumber Daya Hutan. Jakarta: PIPH BAPLAN DEPHUT.

[BAPLAN] Badan Planologi Kehutanan, Pusat Inventarisasi dan Perpetaan Hutan, Badan Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan. 2008b. Rekalkulasi Tutupan lahan Indonesia Tahun 2008. Jakarta: PIPH BAPLAN DEPHUT. BPS Provinsi Jambi. 2011. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi

Jambi 2011-2015, Jambi: BPS.

http://www.jambiprov.go.id/pages/rpjmd_bab_02.pdf. [29 Juni 2012]

[DEPHUT] Departemen Kehutanan. 2010. Standar Penafsiran Citra Optik Resolusi Sedang.

http://bpkhjogja.net/isdh/sumber-daya-hutan/penutupan-lahan/94-standar-penafsiran-citra-optik-resolusi-sedang. (01 Februari 2013).

Jaya INS. 2010. Analisis Citra Digital: Perspektif Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Sumber Daya Alam. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.

[JAXA] Japan Aerospace Exploration Agency. 2006. PALSAR (Phased Array L-band Syntetic Aperture Radar).

http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS/en/about/palsar.htm. [3 Maret 2013]

[JICA – FAHUTAN IPB] Japan International Cooperation Agency dan Fakultas Kehutanan IPB. 2011. Manual Penafsiran Citra ALOS-PALSAR Untuk Mengenali Penutupan Lahan/Hutan di Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.

Lillesand TM, Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra; diterjemahkan oleh Dulbahri et al. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Maharani RS. 2011. Aplikasi Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m dan Citra ALOS AVNIR-2 Resolusi 50 m Dalam Identifikasi Tutupan Lahan (studi kasus di Kabupaten Tuban, Blora, Rembang, dan Bojonegoro). Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

RTRW Provinsi Jambi. 2011. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Jambi 2011-2015, Jambi: BPS.

http://www.jambiprov.go.id/pages/rpjmd_bab_02.pdf. [2Agustus 2012] Salman F. 2011. Evaluasi Manual Penafsiran Visual Citra ALOS PALSAR Dalam

Mengidentifikasi Tutupan lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m (studi kasus di Provinsi Bali). Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

[WALHI] Wahana Lingkungan Hidup. 2012. Sejuta Hektar Hutan Jambi Hilang.


(6)

53

Yulianto W. 2003. Aplikasi Autocad 2002 untuk Pemetaan dan SIG. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.