Aplikasi Citra ALOS PALSAR Multiwaktu Resolusi 50 m dalam Identifikasi Tutupan Lahan di Provinsi Lampung

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penginderaan jauh merupakan teknik dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, wilayah atau fenomena dengan menganalisa data yang diperoleh dari alat, tanpa menyentuh/kontak langsung dengan objek, wilayah atau fenomena yang dikaji. Objek yang diambil berupa gejala di permukaan bumi atau ruang angkasa terbatas pada objek yang tampak, yaitu objek permukaan bumi (atmosfer, biosfer, hidrosfer dan litosfer) yang tidak terlindungi oleh objek lain. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh menjadi bagian yang sangat penting dalam pemetaan penutupan dan pengunaan lahan yang berhubungan dengan studi vegetasi, tanaman pertanian dan tanah dari biosfer.

Teknologi penginderaan jauh semakin berkembang melalui kehadiran berbagai sistem satelit dengan berbagai misi dan teknologi sensor. Penggunaan citra optik LANDSAT dan SPOT di Indonesia telah lama dilakukan dalam berbagai kegiatan pengelolaan bentang alam dan pemantauan penutupan lahan. Namun sebagai negara tropis, liputan awan dan asap merupakan kendala besar dalam menggunakan penginderaan jauh sistem optik. Faktor liputan awan akan sangat mengganggu dalam proses identifikasi dan pemantauan penutupan lahan dipermukaan bumi, sehingga seringkali terjadi kesalahan interpretasi dan dapat mengakibatkan tingkat ketelitian yang rendah. Kendala tersebut dapat direduksi dengan menggunakan sistem penginderaan jauh aktif (radar) yang memiliki kemampuan beroperasi pada siang dan malam hari tanpa terpengaruh cuaca. Pada tahun 2006, pemerintah Jepang meluncurkan satelit ALOS (Advanced Land Observing Sattelite) yang membawa sensor radar. Salah satu jenis sensornya yaitu PALSAR (Phased Array Type L-band Shynthetic Aperture Radar) dapat digunakan untuk pemantauan perubahan tutupan lahan.


(2)

1.2Tujuan

Menganalisis perubahan tutupan lahan dan mengidentifikasi dinamika perubahan dalam kurun waktu satu tahun dan dua tahun menggunakan citra ALOS PALSAR multiwaktu tahun 2007, 2008 dan tahun 2009 dengan resolusi spasial 50 m di Provinsi Lampung.

1.3Manfaat

1. Memberikan informasi tentang perubahan tutupan lahan di Provinsi Lampung 2. Sebagai data pelengkap untuk perubahan tutupan lahan yang tidak dapat


(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh merupakan tehnik dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, wilayah atau fenomena dengan menganalisa data yang diperoleh dari alat, tanpa menyentuh/kontak langsung dengan objek, wilayah atau fenomena yang dikaji (Lillesand & Kiefer 1990). Berdasarkan sumber energi elektromagnetik yang digunakan, penginderaan jauh dibedakan menjadi dua yaitu penginderaan jauh pasif dan pengideraan jauh aktif. Penginderaan jauh pasif merupakan suatu sistem yang menggunakan sumber energi yang telah ada (reflektansi energi matahari dan/atau radiasi dari objek secara langsung), sedangkan penginderaan jauh aktif merupakan suatu sistem yang menggunakan sumber energi buatan (microwave). Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat pengindera atau alat pengumpul data yang disebut sensor. Beberapa sensor yang menggunakan sistem penginderaan jauh pasif diantaranya MESSR, IRS, JERS-1, OPS dan potret udara, sedangkan sensor yang menggunakan sistem penginderaan jauh aktif adalah radar, seperti RADARSAT, ERS-1, JERS-1, ALOS PALSAR.

2.2RADAR (Radio Detecting and Ranging)

Radar merupakan metode penginderaan jauh gelombang mikro aktif yang meliputi pencitraan pulsa energi gelombang mikro dari sensor ke target dan kemudian mengukur pulsa balik atau sinyal pantulan (backscatter). Radar mempunyai sumber energi sendiri, sehingga dapat beroperasi siang dan malam serta mempunyai kemampuan menembus awan. Radar dikembangkan sebagai suatu cara yang menggunakan gelombang radio untuk mendeteksi adanya objek dan menentukan jarak (posisi)-nya (Lillesand & Kiefer 1990). Penginderaan jauh radar menggunakan spectrum elektromagnetik pada bagian microwave yaitu antara frekuensi 0,3 Ghz – 300 Ghz atau dalam bentuk panjang gelombang dari 1 mm – 1 m. Citra radar secara visual juga tampak mirip dengan foto udara dan karakteristik citra umumnya seperti rona, tekstur, pola, bentuk, ukuran, site dan asosiasi sehingga dapat diterapkan pada interpretasi citra radar. Rona atau warna


(4)

merupakan rekaman pantulan energi atau emisi yang memiliki arti yang berbeda berdasarkan kepekaan spektral detektor atau film yang digunakan. Tekstur dikaitkan dengan frekuensi perubahan rona, yang menghasilkan satu kesimpulan mengenai derajat kekasaran atau kehalusan dari kenampakan citra. Bentuk mencerminkan bentuk umum atau kerangka mengenai objek. Ukuran atau dimensi suatu objek merupakan kunci penting untuk identifikasi objek yang bentuknya sama dan dapat digunakan sebagai standar perbandingan. Asosiasi atau lokasi objek dalam hubungannya dengan objek lain yang berguna dalam memberikan informasi atau petunjuk tentang objek tersebut apabila karakteristik lainnya tidak dapat mengidentifikai objek tersebut (LO 1996).

Menurut JICA dan Fakultas Kehutanan IPB (2010), sebuah sistem radar mempunyai tiga fungsi sebagai berikut:

1. Sensor memancarkan gelombang microwave (radio) ke bidang permukaan tertentu,

2. Sensor tersebut menerima beberapa bagian dari energi yang dipancarkan balik (backscatter) oleh permukaan,

3. Sensor ini dapat menangkap kekuatan (detection, amplitude) dan perbedaan waktu (ranging, phase) dari pancar balik gelombang energi.

SAR (Synthetic Aperture Radar) merupakan sebuah sistem radar yang mengindera secara menyamping dan dapat menghasilkan citra resolusi tinggi. SAR mengindera sepanjang jalurnya dan dapat mengakumulasi data dan melalui cara ini, sebuah jalur permukaan bumi di iluminasi baik secara parallel maupun searah dengan jalur terbangnya. Dari data sinyal yang terekam, selanjutnya diproses untuk menghasilkan citra radar. Jarak yang menyamping tersebut disebut

dengan “range”, sehingga dikenal near range (sapuan dekat) yaitu yang terdekat dengan nadir (titik di bawah sensor radar) dan far range (sapuan jauh) yaitu jarak terjauh dari sensor radar. Jarak yang searah jalur disebut dengan azimuth. SAR menggunakan proses sinyal dijital untuk memfokuskan sinar dan membuat resolusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dapat diperoleh oleh radar konvensional (Fakultas Kehutanan IPB 2011).

Panjang gelombang dan polarisasi merupakan faktor utama yang mempengaruhi sifat khas transmisi sinyal sistem radar. Panjang gelombang sinyal


(5)

radar menentukan bentangan yang terpencar oleh atmosfer. Daya tembus pulsa radar dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu daya tembus terhadap atmosfer dan daya tembus terhadap permukaan (Salman 2011). Polarisasi merupakan arah rambat dari gelombang mikro aktif yang dipancarkan dan ditangkap oleh sensor radar. Sinyal radar dapat ditransmisikan dan diterima dalam bentuk polarisasi yang berbeda. Satu sinyal radar dapat ditransmisikan pada bidang datar (H) ataupun tegak lurus (V), sinyal tersebut dapat pula diterima pada bidang datar atau tegak lurus. Ada empat kemungkinan kombinasi sinyal transmisi dan penerimaan yang berbeda, yaitu HH, HV, VH, dan VV. Polarisasi paralel atau searah merupakan kombinasi HH dan VV.

Kekasaran atau bentuk umum objek-objek yang ada di permukaan bumi akan mempengaruhi bentuk pantulan pulsa radar. Secara umum Lillesand & Kiefer (1990) membagi bentuk pantulan pulsa radar menjadi tiga, yaitu pantulan baur, pantulan sempurna dan pantulan sudut.

Gambar 1 Bentuk pantulan radar dari berbagai macam permukaan menurut Lillesand & Kiefer (1990) Baur (a); Sempurna (b); Sudut (c).

Pantulan baur dihasilkan oleh benda atau objek yang permukaannya kasar (Gambar 1a). Hal ini terjadi karena arah pantulan pulsa yang menyebar acak ke segala arah, sehingga pantulan gelombang ada yang kembali ke sensor dan ada pula yang menjauhi sensor. Objek yang termasuk pemantul baur antara lain adalah lahan bervegetasi. Pantulan sempurna dihasilkan dari permukaan objek yang halus (Gambar 1b). Permukaan objek tersebut akan menjadi seperti cermin, sehingga membuat pantulan sempurna dengan sudut datang sama besar dengan sudut pantul. Arah gelombang pantulan akan menjauhi sensor sehingga tenaga


(6)

gelombang yang diterima sensor sangat sedikit. Objek-objek yang memantul secara sempurna antara lain permukaan air dan permukaan tanah yang diperkeras (Lillesand & Kiefer 1990), sedangkan pantulan sudut dihasilkan dari permukaan halus yang bersudut siku-siku (Gambar 1c).

Permukaan bumi yang dikenai pancaran radar akan memberikan pancar balik (backscatter) yang antara lain bergantung pada sudut dari objek dengan arah pancarnya, atau biasa disebut sudut pandang lokal (local incident angle). Sudut ini bergantung pada slope bentang alam yang ada dalam wilayah yang sedang diindera, sehingga besaran sudut ini akan menentukan besaran kecerahan (tone) dari pikselnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi besaran backscatter SAR dapat dikelompokan kedalam dua kelompok besar, yaitu sistem sensor dan target objeknya. Dari sistem sensor terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besaran backscatter SAR (Fakultas Kehutanan IPB 2011), yaitu:

1. Panjang gelombang microwave yang digunakan (band X, C, S, L dan P) 2. Polarisasi (HH, HV, VV, VH)

3. Sudut pandang dan orientasi 4. Resolusinya

Faktor yang mempengaruhi besaran backscatter SAR dari sistem target adalah :

1. Kekasaran, ukuran dan orientasi objek termasuk didalamnya biomassa

2. Konstanta dielektrik (antara lain dapat berupa kelembaban atau kandungan air) 3. Sudut kemiringan atau slope dan orientasinya (sudut pandang lokal, local

incident angle).

2.3 ALOS PALSAR

ALOS (Tabel 1) merupakan satelit Jepang yang menjadi pengembangan satelit sebelumnya yaitu JERS (Japanesse Earth Resources Sattelite). Satelit ALOS (Advanced Land Observing Sattelite) diluncurkan pada 24 Januari 2006 menggunakan roket H-II dan didesain untuk dapat beroperasi selama 3-5 tahun. Satelit ALOS ini membawa tiga jenis sensor, yaitu PALSAR (Phased Array L-band Synthetic Aperture Radar), PRISM (Panchromatic Remote-sensing Instrument for Stereo Mapping), dan AVNIR-2 (Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2). PRISM dan AVNIR merupakan sensor optik,


(7)

sedangkan PALSAR merupakan sensor SAR. Untuk dapat bekerja dengan ketiga jenis sensor diatas, ALOS dilengkapi dengan dua teknologi yang lebih maju. Pertama, teknologi yang mampu mengerjakan data dalam kapasitas yang sangat besar dengan kecepatan tinggi, dan selanjutnya kapasitas untuk menentukan posisi satelit dengan ketinggian yang lebih tepat.

Tabel 1 Keterangan umum ALOS

Uraian Keterangan

Alat Peluncuran Roket H-IIA

Tempat Peluncuran Pusat Ruang Angkasa Tanagashima

Berat Satelit 4000 Kg

Power 7000 W

Waktu Operasional 3-5 Tahun

Orbit Sun-Synchronous Sub-Recurr Orbit

Recurrent Period 46 Hari Sub Cycle 2 hari

Tinggi Lintasan 692 km diatas Ekuator

Inklinasi 98,2°

Sumber: JAXA 2006

PALSAR merupakan sensor gelombang mikro aktif menggunakan frekuensi L-band. Sensor ini memberikan kinerja yang lebih tinggi daripada sensor SAR (Synthetic Apertur Radar) pada satelit JERS-1. Mode PALSAR ScanSAR memiliki memiliki tambahan untuk resolusi tinggi konvensionil sehingga memungkinkan untuk melakukan pengamatan permukaan bumi dengan cakupan area yang cukup luas yaitu 250 sampai 350 km yang lebih luas 3 sampai 5 kali dari ukuran citra SAR konvensionil. ScanSAR mode dapat menghasilkan cakupan citra seluas 350 km dengan polarisasi tunggal secara horisontal (HH) maupun vertikal (HV).

JICA dan Fakultas Kehutanan IPB (2010) menjelaskan bahwa dalam PALSAR resolusi tinggi dapat diperoleh dengan berbagai cara:

a. Resolusi ke arah range dapat ditingkatkan dengan sistem beam yang lebih lebar dan pengulangan waktu yang lebih pendek.

b. Resolusi ke arah azimuth dapat ditingkatkan dengan beam yang lebih sempit dan pengulangan waktu yang lebih panjang.

c. Resolusi sebesar 10 m ke arah range dan 6, ke arah azimuth dapat diperoleh dengan PALSAR.


(8)

d. Secara umum, target merupakan objek yang dihasilkan dari sejumlah scatter dan menyebabkan speckle.

e. Sinyal yang diterima merupakan jarak antara target dengan radar.

Prinsip geometri PALSAR dan karakteristik utama PALSAR disajikan pada Gambar 2 dan Tabel 2.

Gambar 2 Prinsip geometri PALSAR. Tabel 2 Karakteristik utama PALSAR

Mode Fine mode ScanSAR mode Polarimetry

Frekuensi 1270 Mhz (L-Band)

Lebar Kanal 24/14 MHz

Polarisasi HH/VV/HH+HV

atau VV+VH HH atau VV HH+HV+VH+VV

Resolusi Spasial 10 m (2 look)/20 m

(4look) 100 m (multi look) 30 m

Lebar Cakupan 70 km 250 – 350 km 30 km

Incidence Angle 8 – 60 derajat 14 – 43 derajat 8 – 30 derajat

NE Sigma 0 < - 23dB (70 km) <- 25 dB <- 29 dB <- 25 dB (60 km)

Panjang bit 3 bit / 5 bit 5 bit 3 bit / 5 bit

Ukuran Antena AZ: 8,9 m × EL: 2,9 m

Sumber: JAXA 2006

2.4 Penggunaan Citra ALOS PALSAR untuk identifikasi Tutupan Lahan

Penelitian mengenai identifikasi tutupan lahan menggunakan citra ALOS PALSAR telah dilakukan sebelumnya sejak diluncukan pada tahun 2007. Riswanto (2009) menggunakan citra komposit HH-HV-HH resolusi 200 m di Pulau Kalimantan mampu mengidentifikasi obyek ke dalam 4 kelas tutupan lahan


(9)

yaitu: badan air, vegetasi jarang, vegetasi sedang dan vegetasi rapat. Penelitian Bainnaura (2010) melakukan penelitian dengan menggunakan citra komposit HH-HV-HH/HV resolusi 50 m di Kabupaten Bogor dan Sukabumi mampu mengidentifikasi adanya 12 kelas tutupan lahan, yaitu: badan air, bandara, hutan lahan kering, kebun campuran, perkebunan karet, perkebunan kelapa sawit, perkebunan teh, pertanian lahan kering, perumahan, sawah, semak belukar dan tanah terbuka. Penelitian Puminda (2010) di Yogyakarta dan Jawa Tengah dengan menggunakan citra komposit yang sama (HH-HV-HH/HV) mampu mengklasifikasikan obyek dalam 8 (delapan) kelas, yaitu badan air, hutan tanaman pinus, kebun campuran, pertanian lahan kering, hutan tanaman jati, lahan terbangun, sawah dan kebun kelapa.

Selanjutnya Maharani (2011) menggunakan citra komposit HH-HV-HH/HV resolusi 50 m di Kabupaten Tuban, Blora, Rembang dan Bojonegoro mampu mengidentifikasi adanya 7 kelas tutupan lahan (permukiman, sawah, kebun campuran, pertanian lahan kering, lahan terbuka, badan air, dan hutan tanaman jati). Salman (2011) berhasil mengklasifikasikan 11 kelas tutupan lahan yang dilakukan di Provinsi Bali dengan citra, komposit dan resolusi yang sama. Kesebelas tutupan lahan tersebut, yaitu badan air, bandara, hutan lahan kering, hutan mangrove, kebun campuran, lahan terbuka, padang rumput, permukiman, pertanian lahan kering, sawah, tambak.

2.5 Perubahan Tutupan Lahan

Penutupan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi (Lillesand & Kiefer 1990). Burley (1961) diacu dalam Lo (1995) menyebutkan bahwa penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan. Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh. Secara umum ada tiga kelas data yang mencakup penutupan lahan, yaitu: Struktur fisik yang dibangun oleh manusia, fenomena biotik seperti vegetasi alami, tanaman pertanian dan kehidupan binatang dan tipe pembangunan.

Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang karena manusia mengalami kondisi yang berubah pada waktu yang berbeda (Lillesand & Kiefer 1990). Lo (1995) menyatakan bahwa deteksi perubahan lahan mencakup


(10)

penggunaan fotografi udara berurutan di wilayah tertentu dan dari data tersebut penggunaan lahan untuk setiap waktu dapat dipetakan dan dibandingkan. Cambell (1983) diacu dalam Lo (1995) juga menyatakan bahwa peta perubahan penggunaan lahan dua periode waktu biasanya dapat dihasilkan.


(11)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Waktu dan Tempat

Penelitian lapang dilaksanakan pada tanggal 10 - 18 Agustus 2012 dengan daerah penelitian Provinsi Lampung. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat Dan Data

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan yaitu: GPS, kompas, alat tulis , tally sheet, Suunto, kamera digital sebagai peralatan di lapangan. Untuk analisis data, digunakan satu unit peralatan komputer dengan software Erdas Imagine 9.1, ArcView 3.2 ArcGis 10, Microsoft Excel 2003, dan Microsoft Word 2003.

3.2.2 Data

Data yang digunakan dalam penelitian yaitu: Citra ALOS PALSAR resolusi 50 m kombinasi RGB HH-HV-HH/HV tahun 2007, 2008 dan tahun 2009. Peta Rupa Bumi Indonesia tahun 2009, Peta administrasi Lampung, data sekunder dan data observasi lapang.

3.3 Metode Pengolahan Data

3.3.1 Pra-Pengolahan Data Citra.

Citra ALOS PALSAR yang digunakan sudah terkoreksi secara geometrik. Rektifikasi bertujuan agar citra memiliki koordinat yang sama dengan peta berdatum WGS 84 serta sistem koordinat UTM.

3.3.1.1 Pembuatan Citra Sintesis (Synthetic Band)

Citra ALOS PALSAR yang digunakan hanya memiliki dua polarisasi yang dapat diperlakukan sebagai band yaitu HH dan HV. Band tersebut tidak dapat menampilkan warna komposit RGB, karena citra sekurang-kurangnya membutuhkan tiga band, sehingga diperlukan pembuatan saluran tambahan


(12)

(synthetic band). Penambahan band sintetis yang memberikan variasi informasi lebih banyak adalah rasio HH-HV (HH/HV).

3.3.1.2Interpretasi Visual

Interpretasi visual merupakan suatu kegiatan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi obyek-obyek permukaan bumi yang tampak pada citra, dengan cara mengenalinya atas dasar karakteristik spasial, spektral dan temporal. Elemen yang digunakan dalam interpretasi terdiri atas rona, warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, situs dan asosiasi.

Interpretasi visual dilakukan untuk mendapatkan gambaran awal dalam mengidentifikasi pola sebaran, penentuan jumlah kelas penutupan lahan dan tipe penutupan lahan serta perubahan penutupan lahan yang ada di Provinsi Lampung. Pengetahuan mengenai penutupan lahan ini dibangun melalui data lapangan dan data sekunder yang telah dikumpulkan. Data lapangan yang dimaksud adalah data berupa foto dan koordinat serta hasil wawancara titik-titik hasil pemeriksaan lapangan serta data yang berasal dari data sekunder Laboratorium Fisik Remote Sensing dan GIS.

3.3.1.3Analisis Perubahan Tutupan Lahan secara Visual

Analisis perubahan tutupan lahan secara visual dimaksudkan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan dari tahun 2007 sampai tahun 2009 yaitu dengan cara mengoverlaykan hasil klasifikasi tutupan lahan tahun sebelumnya dengan tahun yang berikutnya. Analisis perubahan terbagi menjadi dua periode yaitu perubahan periode satu tahun yaitu tahun 2007 - 2008 dan tahun 2008 - 2009 dan periode dua tahun yaitu tahun 2007 - 2009.

3.3.2 Pengolahan Citra

3.3.2.1Identifikasi Obyek di Lapang

Data observasi lapang yang diperoleh berupa koordinat dan foto dapat memberikan suatu informasi atau gambaran umum tentang tutupan lahan di Provinsi Lampung, sehingga memudahkan dalam mengindentifikasi obyek di lapang. Tujuan dari pengambilan data lapangan ialah mencocokkan tutupan lahan yang telah diidentifikasi sebelum ke lapangan dengan keadaan kenampakan tutupan lahan sesungguhnya di lapangan.


(13)

3.3.3 Analisis Perubahan Penutupan Lahan

Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang karena manusia mengalami kondisi yang berubah pada waktu yang berbeda (Lillesand & Kiefer 1990). Perubahan tutupan lahan yang dianalisis yaitu perubahan tutupan lahan kurun waktu satu tahun dan kurun waktu dua tahun. Perubahan tutupan lahan kurun waktu satu tahun yaitu tahun 2007 - 2008 dan tahun 2008 - 2009, sedangkan perubahan tutupan lahan kurun waktu dua tahun yaitu 2007 - 2009. Analisa perubahan tutupan lahan menggunakan matriks perubahan dari masing-masing periode perubahan tutupan lahan. Bentuk matrik ini dapat memberikan informasi luas dan bentuk perubahan dari suatu kelas tutupan tertentu menjadi kelas tutupan lahan lainnya.


(14)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian terletak di Propinsi Lampung yang terdiri dari empat belas Kabupaten. Kabupaten tersebut adalah Kabupaten Lampung Barat, Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Timur, Lampung Utara, Mesuji, Pesawaran, Pringsewu, Tanggamus, Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat, Way Kanan, Kota Bandar Lampung dan Kota Metro. Adapun kondisi umum Provinsi Lampung berdasarkan letak geografis, topografi, iklim, tanah, demografi, dan tutupan lahannya adalah sebagai berikut:

4.1Letak Geografi

Provinsi Lampung dengan ibukota Bandar Lampung memiliki areal dataran seluas 35.288,35 km2 termasuk pulau-pulau yang terletak pada bagian sebelah ujung tenggara Pulau Sumatra. Secara geografis Provinsi Lampung terletak pada 105°45'-103°48' Bujur Timur dan 3°45'-6°45' Lintang Selatan. Batas wilayah Provinsi Lampung yaitu :

Batas Utara : Provinsi Sumatra Selatan dan Bengkulu Batas Selatan : Selat Sunda

Batas Timur : Laut Jawa

Batas Barat : Samudra Indonesia

4.2Topografi

Kondisi topografi Lampung dapat diklasifikasikan menjadi 5 unit topografi (Jhon 2011) antara lain sebagai berikut :

1. Daerah berbukit sampai bergunung, daerah ini meliputi bukit barisan dengan puncak tonjolan berada pada Gunung Tanggamus, Gunung Pasawaran dan Gunung Rajabasa dengan kemiringan berkisar 25% dan ketinggian rata-rata 300 m di atas permukaan laut. Puncak-puncak lainnya ialah bukit pugung, bukit pesagi, sekincau yang terdapat dibagian utara dengan ketinggian rata-rata 1500 m. Daerah-daerah tersebut ditutupi vegetasi hutan primer dan sekunder. 2. Daerah berombak sampai bergelombang dengan kemiringannya antara 8%


(15)

Daerah ini meliputi Gedong Tataan, Kedaton, Sukoharjo dan Pulau Panggung di Kabupaten Lampung Selatan dan Kalirejo, Bangunrejo di Kabupaten Lampung Tengah.

3. Daerah dataran alluvial dengan kemiringan 0% sampai 3% dan ketinggian daerah ini antara 25 m sampai 75 m dari permukaan laut. Daerah ini sangat luas meliputi Lampung Tengah sampai mendekati pantai sebelah timur yang merupakan bagian hilir (down stream) dari sungai-sungai yang besar seperti Way Sekampung, Way Tulang Bawang, dan Way Mesuji.

4. Daerah dataran rawa pasang surut dengan ketinggian 0,5 m sampai 1 m.

5. Daerah river basin meliputi River Basin Tulang Bawang, Seputih, Sekampung, Semangka dan Way Jepara.

Sungai-sungai yang mengalir di Provinsi Lampung yaitu sungai Way Sekampung, Way Semaka, Way Seputih, Way Jepara, Way Tulang Bawang dan Way Mesuji.

4.3Iklim

Lampung yang terletak dibawah khatulistiwa 50 Lintang Selatan yang mempunyai iklim tropis humid dengan angin laut lembab yang bertiup dari Samudera Hindia mempunyai dua musim setiap tahunnya dan dengan kelembaban udara rata-rata berkisar 80 – 88 %. Berdasarkan informasi dari Badan Perwakilan Pemerintah Provinsi Lampung tahun 2010, dua musim tersebut yaitu bulan November sampai Maret angin bertiup dari arah Barat dan Barat Laut, dan pada bulan Juli sampai bulan Agustus angin bertiup dari arah Timur dan Tenggara. Suhu-suhu daerah Lampung pada daerah dataran dengan ketinggian sampai 60 m rata-rata berkisar antara 26 – 28 C untuk suhu maksimum (yang jarang dialami adalah suhu 33 C) dan suhu minimum 22 C. Beberapa lokasi /daerah mempunyai iklim sejuk adalah: Kota Liwa, daerah perkebunan kopi dan sayuran Sekincau Lampung Barat, dengan suhu berkisar 15 – 22 C serta daerah Talang Padang dan Gisting terletak di kaki Gunung Tanggamus Kabupaten Tanggamus. Rata-rata curah hujan tahunan di wilayah Provinsi Lampung umumnya antara 2000 - 2500 mm, kecuali sebagian Lampung Barat bagian utara sekitar Gunung Tanggamus dan sekitar Kalianda lebih dari 2500 mm, sedangkan Tulang Bawang bagian timur dan Pesawaran bagian selatan kurang dari 2000 mm (Nurhayati 2010).


(16)

4.4Tanah

Jenis tanah di provinsi Lampung terdiri dari 11 jenis dan podsolik merah kuning (PMK) merupakan jenis dominan sekitar 1522.336 ha kemudian latosol dan andosol. Jenis tanah tersebut antara lain adalah aluvial hidromorf, aluvial, assosiasi alluvial dan glei humus, hidromorf kelabu, regosol, andosol, renzina, podsolik coklat, latesit air tanah, latosol, assosiasi latosol dan podsolik merah kuning (Jhon 2011).

Sedimen–sedimen vulkanis menutupi lembah–lembah Suah, Gedong Surian dan Way Lima. Pada bagian utara lapisan sedimen ini mengalami pelipatan yang menghasilkan lapisan minyak bumi didalam 4 seri lapisan Palembang. Lapisan sedimen sebelah timur tertutup endapan tuffa masam dari debu gunung api di Bukit Barisan yang membentuk dataran peneplain di bagian timur Lampung.

Terdapat Sukadana bosalt yang merupakan ”Plateau” dan singkapannya tidak

merata.

4.5Tutupan Lahan

Keadaan penutupan lahan Provinsi Lampung pada tahun 2008 berdasarkan hasil penafsiran citra yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan diketahui bahwa luas daratan yang masih berupa hutan (berhutan) adalah sebesar 7,1% atau seluas 236,4 ribu ha dan daratan yang bukan berupa hutan (nonhutan) sebesar 91,4% atau seluas 3.058,8 ribu ha. Penutupan lahan yang berupa hutan didominasi oleh hutan lahan kering, sedangkan hutan rawa-rawa dan hutan mangrove luasnya relatif lebih kecil. Penutupan lahan nonhutan adalah penutupan lahan selain vegetasi hutan, yaitu berupa semak/belukar, belukar rawa, savana, perkebunan, sawah, lahan pertanian, pemukiman, pemukiman, tambak, tanah terbuka, dan lain-lain.

Penutupan lahan di Provinsi Lampung yang termasuk hutan primer hanya 2,5 ribu ha (0,1%), hutan sekunder seluas 223,6 ribu ha (6,7%) yang terdiri dari hutan lahan kering dan hutan rawa, serta hutan tanaman seluas 10,3 ribu ha (0,3%). Hutan mangrove diprediksi hanya seluas 5,1 ribu ha dan itupun merupakan hutan mangrove sekunder. Penutupan lahan nonhutan lebih didominasi oleh pertanian lahan kering dan semak belukar yang luas


(17)

keseluruhannya mencapai 2.246,5 ribu ha atau sekitar 73,5%, sedangkan penutupan lahan yang berupa perkebunan diprediksi seluas 132,9 ribu ha. Luas areal yang digunakan untuk pemukiman di Provinsi Lampung diprediksi mencapai 232,8 ribu ha.

4.6Sosial Ekonomi Masyarakat

Pada tahun 2007, jumlah penduduk Provinsi Lampung tercatat sebesar 7.289.767 jiwa. Selama tahun 1990-2000 laju pertumbuhan penduduk mencapai 0,98%; dan pada tahun 2000-2006 mengalami penurunan dari menjadi 0,84 %. Secara administratif Provinsi Lampung di bagi menjadi 11 Kabupaten/Kota. Pada tahun 2005 terdapat 86 Desa, 174 Kelurahan, dan 180 Kecamatan, sedangkan tahun 2008 terdapat 2.153 Desa, 174 Kelurahan, dan 204 Kecamatan (Agung 2011).

Masyarakat pesisir lampung kebanyakan nelayan, dan bercocok tanam, sedangkan masyarakat tengah kebanyakan berkebun lada, kopi, cengkeh, kayu manis. Provinsi Lampung lebih fokus pada pengembangan lahan bagi perkebunan besar seperti kelapa sawit, karet, padi, singkong, kakao, lada hitam, kopi, jagung, tebu. Komoditas perikanan di beberapa wilayah pesisir seperti tambak udang lebih menonjol, bahkan untuk tingkat nasional dan internasional. Selain hasil bumi Lampung juga merupakan kota pelabuhan (liverpoolnya Sumatra) yang berfungsi sebagai pintu gerbang untuk masuk ke Pulau Sumatra.


(18)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kelas Tutupan Lahan di Provinsi Lampung

Perubahan kelas tutupan lahan yang akan digunakan pada tahap analisis perubahan lahan adalah hasil klasifikasi citra ALOS PALSAR dan data pengamatan di lapangan. Data lapangan yang diambil yaitu berupa titik koordinat dan gambar tutupan lahan. Titik pengamatan diambil secara purposive dengan titik awal secara random atau acak. Pengambilan titik pengamatan difokuskan pada areal yang terdeteksi perubahan tutupan lahan yaitu lahan terbuka, perkebunan karet, kebun tebu dan kebun nanas. Selain itu untuk memastikan pengamat juga mengambil titik pengamatan untuk kelas tutupan lahan lainnya.

Titik pengamatan yang diambil yaitu 91 titik dari 100 titik pengamatan yang direncanakan sebelumnya. Titik pengamatan tersebut terdiri dari 40 titik pengamatan untuk areal yang mengalami perubahan dan 51 titik untuk memastikan tutupan lahan yang telah diklasifikasikan pada citra ALOS PALSAR. Kendala yang terjadi di lapangan yaitu aksebilitas atau sulitnya menuju titik pengamatan sehingga pada saat di lapangan ada beberapa titik pengamatan yang diubah yaitu titik pengamatan yang digunakan untuk memastikan tutupan lahan, sedangkan titik pengamatan di areal yang mengalami perubahan tetap diamati. Pengamatan dilakukan di sekitar Lampung Selatan, Lampung Timur, Pringsewu, Metro, Way Jepara dan Bandar Lampung.

Berdasarkan data tersebut ditentukan tipe-tipe kelas tutupan lahan untuk citra ALOS PALSAR dengan tiga tahun yang berbeda yaitu tahun 2007, tahun 2008 dan tahun 2009. Interpretasi objek ini dilakukan melalui penampakan secara visual. Elemen intrepetasi secara visual terdiri dari tujuh unsur antara lain yaitu rona/warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, site dan asosiasi. Kegiatan interpretasi visual citra ini menghasilkan 17 kelas tutupan lahan. Kelas tutupan lahan tersebut terdiri dari badan air, bandara, hutan lahan kering, hutan rawa, hutan tanaman, kebun campuran, kebun nanas, kebun tebu, lahan terbuka, padang rumput, perkebunan karet, perkebunan kelapa sawit, permukiman, pertanian lahan kering,


(19)

sawah, semak/belukar rawa, dan tambak. Lahan terbuka pada klasifikasi tersebut merupakan areal perkebunan yaitu perkebunan tebu dan nanas yang telah dipanen serta perkebunan karet yang telah ditebang.

Wilayah Lampung Timur tepatnya di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai dan sekitar Lampung Selatan terdapat vegetasi mangrove dengan luasan yang relatif kecil, sehingga pada citra penampakan visualnya tidak teridentifikasi. Vegetasi mangrove tersebut sebagian telah dikonversi menjadi tambak oleh masyarakat sekitar. Jenis vegetasi mangrove yang terdapat di desa Margasari yaitu


(20)

Tabel 3 Deskripsi masing-masing kelas tutupan lahan

Objek Definisi Elemen Interpretasi Foto Lapangan

Hutan lahan kering Seluruh kenampakan hutan yang berada pada ketinggian tertentu, perbukitan dan pegunungan baik hutan primer ataupun sekunder

Tone/warna:

Bentuk : poligon tidak teratur

merbau panjang Ukuran : sedang-besar

Tekstur : warna ( halus ); topografi (kasar)

Pola : tidak teratur dan mengelompok Merbau Panjang Site : datar dan bergelombang

Asosiasi : aksesnya sulit, banyak vegetasi dan ekosistemnya alami

Hutan tanaman Seluruh kawasan hutan tanaman baik baik di dataran rendah ataupun tinggi.

Tone/warna:

Bentuk : persegi panjang Ukuran : sedang-besar Tekstur : warna ( halus ) Pola : teratur dan mengelompok Site : datar dan bergelombang


(21)

Objek Definisi Elemen Interpretasi Foto Lapangan Asosiasi : ada jaringan jalan dan aksesnya

mudah Hutan rawa Merupakan tipe ekosistem hutan

yang dipengaruhi faktor edafik berupa genangan air. Biasanya dibedakan menjadi hutan rawa dan hutan rawa gambut

Tone/warna:

Bentuk : poligon tidak teratur Ukuran : sedang-besar

Tekstur : warna (kasar); terrain (halus)

Pola : tidak teratur dan mengelompok

Site : datar Way Kambas

Asosiasi : dekat dengan badan air/dipengaruhi oleh keberadaan air

Kebun campuran Seluruh kawasan yang ditanami tanaman tahunan dan dengan tanaman beranekaragam jenis.

Tone/warna:

Bentuk : poligon tidak teratur Ukuran : sedang

Tekstur : warna (kasar); terrain (halus) Pola : tidak teratur dan mengelompok Site : datar (bisa di daerah miring) Asosiasi : dekat dengan permukiman, ada akses jalan, beraneka ragam jenis tanaman


(22)

Objek Definisi Elemen Interpretasi Foto Lapangan Kebun nanas Suatu lahan usaha pertanian

yang luas berupa tanaman nanas, biasanya terletak di daerah tropis atau subtropis, yang digunakan untuk menghasilkan komoditi perdagangan (pertanian) dalam skala besar.

Tone/warna:

Bentuk : kotak persegi Ukuran : sedang-besar

Tekstur : warna (kasar); terrain

(halus-sedang-besar) PT. Great Giant Pineapple Pola : agak teratur dan mengelompok

Site : datar

Asosiasi : terdapat akses jalan perkebunan, skala besar, ada industrinya

Kebun tebu Suatu lahan usaha pertanian yang luas berupa tanaman tebu, biasanya terletak di daerah tropis atau subtropis, yang digunakan untuk menghasilkan komoditi perdagangan

(pertanian) dalam skala besar.

Tone/warna:

Bentuk : kotak persegi Ukuran : sedang-besar

Tekstur : warna (kasar); terrain


(23)

Objek Definisi Elemen Interpretasi Foto Lapangan Pola : teratur dan mengelompok

Site : datar

Asosiasi : terdapat akses jalan perkebunan, skala besar, ada industrinya

Kebun karet Seluruh area yang ditanami tanaman karet yang dikelola dengan pola tanaman tertentu

Tone/warna:

Bentuk : kotak persegi Ukuran : sedang-besar

Tekstur : warna (kasar), terrain

(halus-sedang-kasar)

Pola : teratur dan mengelompok Gedung Tataan

Site : datar (elevasi < 500 mdpl)

Asosiasi : terdapat akses jalan perkebunan, skala besar, ada industrinya

Kebun sawit Seluruh area yang ditanami tanaman sawit yang dikelola dengan pola tanaman tertentu

Tone/warna:

Bentuk : kotak persegi Ukuran : kecil-besar


(24)

Objek Definisi Elemen Interpretasi Foto Lapangan terrain (halus-sedang-kasar)

Pola : teratur dan mengelompok

Site : datar (elevasi < 500 mdpl dan curah hujan cukup)

Asosiasi : terdapat akses jalan perkebunan, skala besar, ada industrinya

Semak/belukar rawa Merupakan tumbuhan alami berupa rumput, perdu dan pohon kecil untuk belukar rawa ada unsur airnya

Tone/warna:

Bentuk : poligon tidak teratur Ukuran : kecil

Tekstur : warna ( halus ) Pola : tidak teratur Site : datar

Asosiasi : akses jalan susah, jauh dari permukiman Tanjung bintang Padang rumput Kenampakan non hutan berupa

padang alang‐ alang dan terkadang sedikit semak atau pohon dengan luasan tertentu

Tone/warna:

Bentuk : poligon tidak teratur Ukuran : kecil-sedang

Tekstur : warna ( halus ), terrain (halus)


(25)

Objek Definisi Elemen Interpretasi Foto Lapangan Site : datar

Asosiasi : masuk wilayah way kambas dan akses gajah

Pertanian lahan kering Semua aktivitas pertanian di lahan kering seperti tegalan dan lading

Tone/warna:

Bentuk : poligon tidak teratur Ukuran : kecil-sedang

Tekstur : warna (kasar), terrain (halus-sedang-kasar)

Pola : tidak teratur dan mengelompok

Site : datar (lokasinya sulit menyalurkan air) Singkong Asosiasi : dekat dengan akses jalan dan

permukiman

Sawah Semua aktivitas pertanian lahan

basah yang dicirikan oleh pola pematang

Tone/warna:

Bentuk : kotak persegi Ukuran : kecil-sedang

Tekstur : terrain (halus ), warna


(26)

Objek Definisi Elemen Interpretasi Foto Lapangan Pola : teratur dan mengelompok

Site : datar

Asosiasi : dekat dengan akses jalan dan permukiman serta air Permukiman Permukiman adalah bagian dari

lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal dan bekerja

Tone/warna:

Bentuk : poligon tidak teratur dan kadang kotak persegi

Ukuran : kecil-sedang

Tekstur : terrain (halus), warna

(halus-sedang-kasar) Pasir Sakti

Pola : tidak teratur dan mengelompok Site : datar

Asosiasi : dekat dengan jaringan jalan dan aksebilitas mudah

Badan air Semua kenampakan perairan,

termasuk laut, sungai, danau, waduk, terumbu karang, padang lamun, dll. Kenampakan tambak, sawah dan rawa digolongkan tersendiri

Tone/warna:

Bentuk : deliniasi bisa garis, bulat dan poligon


(27)

Objek Definisi Elemen Interpretasi Foto Lapangan Ukuran : kecil-besar

Tekstur : warna (halus ), topografi (halus)

Pola : tidak teratur

Site : datar

Asosiasi : danau, sumber mata air, sungai Lahan terbuka Seluruh kenampakan lahan

terbuka tanpa vegetasi (singkatan batuan puncak gunung, kawah vulkan, gosong pasir, pasir pantai), lahan terbuka bekas kebakaran dan lahan terbuka yang ditumbuhi alang-alang/rumput

Tone/warna:

Bentuk : deliniasi poligon tidak teratur Ukuran : kecil

Tekstur : warna (halus-kasar ), topografi

(halus-kasar) Tanjung Bintang Pola : tidak teratur

Site : datar, pada perkebunan lahan tampak warna biru


(28)

Objek Definisi Elemen Interpretasi Foto Lapangan Segala kenampakan badan air

dengan pola budidaya perikanan

Tone/warna:

Bentuk : kotak persegi Ukuran : kecil

Tekstur : warna (kasar ), topografi (halus)

Pola : teratur dan tidak teratur Pasir Sakti Site : datar

Asosiasi : dekat dengan pantai

Bandar udara Kenampakan bandara yang

berukuran besar dan memungkinkan untuk didelineasi tersendiri

Tone/warna:

Bentuk : kotak persegi Ukuran : kecil

Tekstur : warna (halus ), topografi (halus)

Pola : teratur Sumber: Anastasia Gustriani

Site : datar , lapangan luas

Asosiasi : dekat dengan permukiman, jaringan jalan, aksebilitas mudah dan letaknya strategis


(29)

5.2 Analisis Perubahan Tutupan Lahan

Analisis perubahan tutupan lahan dilakukan berdasarkan matrik perubahan dari masing-masing tutupan lahan. Bentuk matrik ini dapat memberikan informasi luas dan bentuk perubahan dari suatu kelas tutupan tertentu menjadi kelas tutupan lahan lainnya. Pengambilan titik pengamatan dilakukan di areal yang mengalami perubahan tutupan lahan yaitu di areal perkebunan karet dan lahan terbuka bekas tebangan pohon karet, sedangkan untuk kebun nanas dan kebun tebu menggunakan data sekunder. Analisis perubahan tutupan lahan di Lampung dilakukan pada dua kurun waktu, yaitu kurun waktu satu tahun dan kurun waktu dua tahun. Perubahan tutupan lahan kurun waktu satu tahun yaitu periode tahun 2007 - 2008 dan tahun 2008 - 2009, sedangkan perubahan tutupan lahan periode dua tahun adalah tahun 2007 - 2009. Hasil klasifikasi untuk Provinsi Lampung menghasilkan data luasan dan penampakan visual masing-masing kelas yang dapat diperbandingkan terhadap waktu liputan citranya.


(30)

(31)

(32)

(33)

5.2.1 Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kurun Waktu 1 Tahun

Analisis perubahan tutupan lahan dalam kurun waktu satu tahun pada penelitian ini yaitu pada tahun 2007 - 2008 dan tahun 2008 - 2009. Perubahan tutupan lahan baik periode tahun 2007 - 2008 maupun periode tahun 2008 - 2009 memiliki perubahan tutupan lahan yang sama. Berdasarkan hasil analisis perubahan tutupan lahan sebelum ke lapangan dideteksi terdapat enam perubahan tutupan lahan yang terjadi di Provinsi Lampung yaitu lahan terbuka menjadi kebun tebu, lahan terbuka menjadi kebun nanas, lahan terbuka menjadi karet, kebun tebu menjadi lahan terbuka, kebun nanas menjadi lahan terbuka dan perkebunan karet manjadi lahan terbuka. Namun berdasarkan matrik perubahan dan hasil pengamatan di lapangan, perubahan tutupan lahan yang terjadi di Provinsi Lampung yaitu terdapat lima perubahan antara lain lahan terbuka menjadi kebun tebu, lahan terbuka menjadi kebu nanas, kebun tebu menjadi lahan terbuka, kebun nanas menjadi lahan terbuka dan perkebunan karet manjadi lahan terbuka. Hasil analisis perubahan tutupan lahan pada tahun 2007 - 2008 adalah sebagai berikut:

1. Lahan terbuka

Perubahan tutupan lahan pada lahan terbuka terjadi di areal perkebunan. Pada lahan terbuka terdapat dua kelas tutupan lahan yang berubah menjadi kelas tutupan lahan lainnya yaitu lahan terbuka menjadi kebun nanas dan lahan terbuka menjadi kebun tebu. Lahan terbuka memiliki penampakan visual yang jelas berdasarkan ronanya bila dibandingkan dengan tutupan kelas sekitarnya yaitu berwana biru dan kemerah mudaan. Penyebab terjadinya perubahan tutupan lahan menjadi kebun nanas dan kebun tebu yaitu adanya penanaman kembali dari masing-masing vegetasi tersebut setelah selesai panen. Pola tanam untuk tanaman nanas yaitu 12 - 24 bulan sedangkan untuk tanaman tebu yaitu 12 - 14 bulan dan lebih dari 14 bulan tergantung bibit yang digunakan.

Pada tahun 2007 sebagian dari kebun nanas dan tebu mengalami kegiatan panen sehingga dalam kurun waktu satu tahun selanjutnya diadakan penanaman kembali setelah dilakukan pengolahan areal. Perubahan lahan terbuka menjadi kebun nanas yaitu seluas 7.341,33 ha, sedangkan perubahan lahan terbuka menjadi kebun tebu seluas 6.093,76 ha. Berdasarkan hasil analisis perubahan


(34)

tutupan lahan sebelum pengamatan di lapangan dapat dideteksi adanya perubahan tutupan lahan terbuka menjadi perkebunan karet. Namun pada saat dilapangan lahan terbuka tersebut sebenarnya telah ditanami karet pada akhir tahun 2005 atau awal tahun 2006 di wilayah Jati Agung perbatasan Bandar Lampung dan Lampung Selatan, sehingga perubahan dari lahan terbuka menjadi perkebunan karet tidak terjadi di Provinsi Lampung. Penampakan tanaman karet yang berumur 1-2 tahun pada cita Alos Palsar resolusi 50 m menyerupai lahan terbuka, hal itu disebabkan karena secara visual penampakan yang dominan adalah tanah kosong yang berada di sekitar tanaman karet yang masih kecil.

Gambar 6 Perubahan lahan terbuka menjadi kebun tebu.

Gambar 7 Perubahan lahan terbuka menjadi kebun nanas.


(35)

Gambar 9 Karet umur 3 tahun (a) dan karet umur 5 tahun (b). 2. Kebun nanas

Kebun nanas terletak di daerah Lampung tengah yang dimiliki oleh PT. Great Giant Pineapple (GGP). Topografi kebun nanas berada pada ketinggian 46 mdpl dan kemiringan 4º 59’ (Didin 2009) . Perubahan tutupan lahan dari kebun nanas menjadi lahan terbuka disebabkan adanya kegiatan pemanenan di areal perkebunan PT. Great Giant Pineapple. Penampakan visual terutama unsur rona tampak jelas berwarna biru dan kemerah mudaan dibanding sekitarnya yang berwana hijau karena masih terdapat vegetasi nanasnya. Pertumbuhan nanas sampai siap panen di PT. Great Giant Pineapple antara 12 - 24 bulan, tergantung dari bibit nanas yang ditanam. Topografi nanas yang relatif agak miring membuat penampakan polanya tidak begitu teratur dibandingkan dengan kebun tebu. Perubahan kebun nanas menjadi lahan terbuka yaitu seluas 13.859,6 ha.

Gambar 10 Perubahan kebun nanas menjadi lahan terbuka. 3. Kebun tebu

Perubahan tutupan lahan pada kebun tebu menjadi lahan terbuka terjadi di daerah perkebunan yaitu seluas 6.0446,5 ha. Kebun tebu terletak di desa Gunung Batin. Topografi kebun tebu relatif datar sehingga penampakan pola nya teratur, sedangkan dilihat dari rona atau warnanya tampak kehijauan. Tekstur kebun tebu


(36)

tampak halus karena terdiri dari vegetasi yang memiliki ketinggian yang relatif sama dan berada pada daerah yang datar. Pertumbuhan tebu mulai dari penanaman sampai siap panen memakan waktu sekitar 12 - 24 bulan. Penanaman tebu umumnya dilakukan pada bulan April hingga Oktober. Pada tahun 2008 sebagian areal yang sebelumnya terdapat vegetasi tebu dilakukan pemanenan sehingga pada citra tahun 2008 terlihat seperti lahan terbuka.

Gambar 11 Perubahan kebun tebu menjadi lahan terbuka. 4. Perkebunan karet

Provinsi Lampung memiliki beberapa perkebunan besar salah satunya yaitu perkebunan karet. Salah satu perubahan tutupan lahan yang terjadi pada tahun 2007 - 2008 yaitu perkebunan karet menjadi lahan terbuka seluas 2.306,59 ha. Perkebunan karet tersebut terletak di Kabupaten Lampung Selatan, Tulang Bawang dan Way Kanan. Perkebunan karet memiliki pola yang teratur dengan rona kehijauan serta ukuran yang bervariasi mulai dari sedang sampai besar. Tekstur kasar pada perkebunan karet disebabkan dari penampakan tajuknya. Perubahan tutupan lahan dari tegakan karet menjadi lahan terbuka disebakan adanya penebangan pohon karet. Penebangan dilakukan di sebagian petak karet yang telah dianggap tidak produktif yaitu sekitar umur 25 - 35 tahun dengan cara tebang habis.


(37)

Gambar 12 Perubahan kebun karet menjadi lahan terbuka.

Gambar 13 Lahan terbuka tahun 2012 (a) dan karet umur 3 tahun (b). Analisa perubahan tutupan lahan kurun waktu satu tahun juga dilakukan pada tahun 2008 - 2009. Seperti halnya perubahan tutupan lahan tahun 2007-2008, pada tahun 2008 - 2009 juga terdapat lima perubahan tutupan lahan. Perubahan tersebut yaitu lahan terbuka menjadi kebun tebu, lahan terbuka menjadi kebu nanas, kebun tebu menjadi lahan terbuka, kebun nanas menjadi lahan terbuka dan perkebunan karet manjadi lahan terbuka. Lahan terbuka menjadi kebun nanas dan kebun tebu dapat disebabkan adanya pola tanam satu tahun dan dua tahun pada masing-masing tanaman tersebut. Pola tanam dua tahun disebabkan karena bibit yang digunakan memiliki waktu panen 24 bulan untuk tanaman nanas dan lebih dari 14 bulan untuk tanaman tebu.

Perubahan tutupan lahan dalam kurun satu waktu yaitu tahun 2007 - 2008 dan tahun 2008 - 2009 dapat disimpulkan terdapat lima perubahan tutupan lahan yang dapat diamati di Provinsi Lampung menggunakan citra ALOS PALSAR multiwaktu resolusi 50 m.


(38)

Tabel 4 Matriks perubahan tutupan lahan tahun 2007 - 2008 Kelas

tutupan lahan

Tahun 2008

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 1 5287,6

2 59,8

3 394842

4 50765

5 3664,3

6 393553

7 31317 13859,6

8 50273 60446,5

9 7341,3 6093,8 8884,38

10 45625,4

11 2306,59 88528

12 114613

13 183804

14 1121052

15 550289

16 180681

17 43505,6

Keterangan :

1. Badan air 5. Hutan tanaman 9. Lahan terbuka 13. Permukiman 17. tambak 2. Bandara 6. Kebun campuran 10. Padang rumput 14. Pertanian lahan kering 3. Hutan lahan kering 7. Kebun nanas 11. Perkebunan karet 15. Sawah


(39)

Tabel 5 Matriks perubahan tutupan lahan tahun 2008 - 2009 Kelas

tutupan lahan

Tahun 2009

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 1 5287,6

2 59,8

3 394842

4 50765

5 3664,3

6 393553

7 32933 5725,66

8 47513 8853,5

9 11667 56303 16791,3

10 45625,4

11 14021,9 75242

12 114613

13 183804

14 1121052

15 550289

16 180681

17 43505,6 Keterangan :

1. Badan air 5. Hutan tanaman 9. Lahan terbuka 13. Permukiman 17. Tambak 2. Bandara 6. Kebun campuran 10. Padang rumput 14. Pertanian lahan kering

3. Hutan lahan kering 7. Kebun nanas 11. Perkebunan karet 15. Sawah


(40)

5.2.2 Analisis Perubahan Tutupan Kurun Waktu 2 Tahun

Seperti halnya analisis perubahan tutupan lahan kurun waktu satu tahun, maka analisis perubahan tutupan lahan kurun waktu dua tahun juga menggunakan matrik perubahan yang tersaji pada Tabel 6. Analisa perubahan tutupan lahan kurun waktu 2 tahun yaitu terjadi pada tahun 2007 - 2009. Perubahan tutupan lahan baik periode satu tahun maupun dua tahun memiliki perubahan yang sama. Perubahan tersebut adalah lahan terbuka menjadi kebun tebu, lahan terbuka menjadi kebun nanas, kebun tebu menjadi lahan terbuka, kebun nanas menjadi lahan terbuka dan perkebunan karet manjadi lahan terbuka.

Adapun penjelasan dari masing-masing kelas yang mengalami perubahan sebagai berikut :

1. Lahan terbuka

Perubahan kelas lahan terbuka menjadi kelas tutupan lahan lainnya dalam kurun waktu dua tahun terdapat dua perubahan. Perubahan tersebut yaitu lahan terbuka menjadi kebun nanas dan lahan terbuka menjadi kebun tebu. Seperti halnya perubahan tutupan lahan tahun 2007 - 2008 lahan terbuka menjadi kebun nanas dan kebun tebu disebabkan adanya pola tanam dua tahun tergantung bibit yang digunakan. Sebagian kecil bibit yang digunakan pada perkebunan nanas di PT. Great Giant Pineaple adalah bibit crown yang berasal dari mahkota dimana memiliki pertumbuhan nanas sampai siap panen yaitu 24 bulan, sedangkan untuk kebun tebu di PT. Gunung Madu Plantation sebagian arealnya menggunakan varitas dalam yang memiliki masak optimal pada umur lebih dari 14 bulan. Perubahan lahan terbuka menjadi kebun nanas yaitu seluas 6.676,8 ha dan kebun tebu seluas 8.081,74 ha.

Hasil klasifikasi citra tahun 2007 - 2009 yang telah di overlay juga mendeteksi adanya perubahan tutupan lahan dari lahan terbuka menjadi perkebunan karet. Namun setelah dilakukan pengamatan di lapangan ternyata lahan terbuka tersebut berupa karet yang telah di tanam pada akhir tahun 2006, sehingga pada tahun 2007 karet tersebut telah berumur satu tahun. PT. Perkebunan Nusantara VII karet yang berumur 2-3 tahun telah mulai diberikan perlakuan yang bertujuan untuk penutupan lahan (covercrop).


(41)

Gambar 14 Perubahan lahan terbuka menjadi kebun nanas.

Gambar 15 Perubahan lahan terbuka menjadi kebun tebu.

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009

Gambar 16 Penampakan perkebunan karet pada citra ALOS PALSAR.


(42)

2. Kebun nanas

Perkebunan nanas terbesar di Lampung yaitu dimiliki oleh PT. Great Giant Pineaple. Perubahan tutupan lahan pada areal kebun nanas terjadi di PT. Great Giant Pineaple seluas 7.254,1 ha. Perubahan tutupan lahan tersebut yaitu kebun nanas menjadi lahan terbuka. Perubahan kebun nanas menjadi lahan terbuka disebabkan adanya kegiatan pemanenan nanas yang berumur 2 tahun. Pertumbuhan nanas tersebut bergantung pada bibit yang digunakan oleh PT. Great Giant Pineaple. PT. Great Giant Pineaple menggunakan tiga jenis bibit yaitu

sucker, macro section dan crown (Didin 2009). Bibit sucker diperoleh dari anakan induk tanaman nanas yang telah dipanen dan dibiarkan selama empat bulan, sedangkan bibit macro section adalah bibit yang berasal dari tunas yang tumbuh di batang yang dipotong-potong kemudian ditumbuhkan di pembibitan, setelah 3 - 5 bulan bibit tersebut siap ditanam. Berbeda halnya dengan bibit crown yang berasal dari mahkota dimana pertumbuhan nanas sampai siap panen yaitu 24 bulan.

Gambar 18 Perubahan kebun nanas menjadi lahan terbuka. 3. Kebun tebu

Tebu termasuk jenis tanaman rumput yang kokoh dan kuat. Salah satu kebun tebu terbesar di Provinsi Lampung yaitu kebun tebu milik PT. Gunung Madu Plantation. Perubahan tutupan lahan yang terjadi di PT. Gunung Madu Plantation yaitu perubahan dari kebun tebu menjadi lahan terbuka yang memiliki penampakan rona biru terang. Perubahan tersebut disebabkan adanya kegiatan pemanenan tebu di sebagian areal PT. Gunung Madu Plantation. Umumnya pemanenan di PT. Gunung Madu Plantation dilakukan pada bulan April sampai Oktober, sedangkan penanaman dilakukan pada bulan Oktober sampai Desember


(43)

pada bulan berikutnya. Pemanenan dilakukan ketika tingkat kematangan dari tebu tersebut sudah optimal. Waktu tanaman tebu siap panen atau matang tergantung varietasnya yaitu varietas genjah masak optimal pada < 12 bulan, varitas sedang masak optimal pada 12 - 14 bulan dan varitas dalam masak optimal pada > 14 bulan. Perubahan dari kebun tebu menjadi lahan terbuka yaitu seluas 14.984,8 ha.

Gambar 19 Perubahan kebun tebu menjadi lahan terbuka. 4. Perkebunan karet

Berbeda halnya dengan tanaman tebu dan nanas yang merupakan tumbuhan musiman atau berumur pendek, pohon karet memiliki pertumbuhan yang relatif lama. Perubahan perkebunan karet menjadi lahan terbuka seluas 16.125,9 ha. Hal ini disebabkan karena adanya kegiatan penebangan pada pohon karet yang sudah tidak produktif mengeluarkan getahnya. Masa produktif pohon karet antara umur 25 - 35 tahun. Teknik penebangan yang dilakukan yaitu menggunakan system mekanik. Jarak tanam di perkebunan karet yaitu 5 x 6 meter dan pohon karet siap disadap pada saat berumur 5 - 6 tahun, namun adapula kebun karet milik rakyat yang disadap pada saat umur 4 - 5 tahun. Penampakan visual pada citra sama halnya dengan lahan terbuka pada tahun 2007 ataupun tahun 2008.


(44)


(45)

Tabel 6 Matriks perubahan tutupan lahan tahun 2007 - 2009 Kelas

tutupan lahan

Tahun 2009

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 1 5287,6

2 59,8

3 394842

4 50765

5 3664,3

6 393553

7 37922 7254,1

8 95734 14984,8

9 6676,8 8081,7 7027,5

10 45625,4

11 16125,9 75242

12 114613

13 183804

14 1121052

15 550289

16 180681

17 43505,6

Keterangan :

1. Badan air 5. Hutan tanaman 9. Lahan terbuka 13. Permukiman 17. tambak 2. Bandara 6. Kebun campuran 10. Padang rumput 14. Pertanian lahan kering 3. Hutan lahan kering 7. Kebun nanas 11. Perkebunan karet 15. Sawah


(46)

Perubahan tutupan lahan kurun waktu 2 tahun yaitu tahun 2007 - 2009 yang dapat diamati di Provinsi Lampung yaitu lima perubahan sama seperti halnya perubahan tutupan lahan kurun waktu 1 tahun. Oleh karena itu untuk kegiatan monitoring perubahan tutupan lahan manggunakan citra Alos Palsar resolusi 50 m sebaiknya menggunakan kurun waktu dua tahun. Hal tersebut dilihat dari berbagai pertimbangan baik dari segi biaya yang dikeluarkan maupun dari waktu yang diperlukan untuk mengolah data perubahan tersebut.

Kelima perubahan tersebut baik kurun waktu 1 tahun dan 2 tahun terjadi di areal perkebunan, sedangkan perubahan tutupan lahan lainnya tidak dapat diamati. Hal ini disebabkan karena perubahan yang terjadi merupakan perubahan drastis bukan perubahan yang gradual. Perubahan drastis yaitu perubahan yang terjadi pada areal tidak bervegetasi menjadi areal bervegetasi, sedangkan perubahan gradual memiliki perubahan secara bertahap misalkan dari hutan menjadi belukar kemudian menjadi semak dan akhirnya menjadi lahan terbuka. Perubahan drastis yang dapat diamati di Provinsi Lampung menggunakan citra Alos Palsar resolusi 50 m yaitu dari lahan terbuka menjadi areal bervegetasi maupun sebaliknya dari areal bervegetasi menjadi lahan terbuka.

Pertanian lahan kering pada penampakan visual citra ALOS PALSAR baik kurun waktu 1 tahun maupun 2 tahun tidak dapat dideteksi adanya perubahan tutupan lahan menjadi tutupan lahan lainnya. Hal itu disebabkan pada pertanian lahan kering terdapat pola tanam tertentu dimana setiap jenis tanaman pada pertanian lahan kering memiliki masa tanam dan masa panen yang berbeda-beda. Pertanian lahan kering di Provinsi lampung umumnya memiliki intensitas pertanian 100% atau dengan kata lain mengalami panen dua kali dalam setahun. Beberapa tanaman pertanian lahan kering yang sering ditemui pada saat pengamatan lapangan yaitu singkong dan jagung, sedangkan kebun campuran terdiri dari beranekaragam tanaman yang memiliki masa tumbuh jangka panjang sehingga dalam kurun waktu satu tahun maupun dua tahun perubahan pada kebun campuran tidak terjadi kecuali tanaman di kebun campuran tersebut dipanen atau ditebang habis menjadi lahan terbuka dengan luas areal yang besar. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan beberapa jenis tanaman di kebun campuran yaitu


(47)

coklat, pisang, kelapa, belinjo dan ada beberapa jenis tanaman kehutanan seperti

Akasia mangium, Antocephalus cadamba dan Paraserianthes falcataria.

Hutan lahan kering sebagaian besar ada di kabupaten Lampung Barat yang masih merupakan terusan dari Bukit Barisan. Selain itu hutan lahan kering juga terdapat di daerah pegunungan seperti gunung Tanggamus, gunung Pasawaran dan gunung Rajabasa serta beberapa daerah perbukitan. Hutan rawa terdapat di wilayah Taman Nasional Way Kambas yang merupakan jalan lintas gajah. Provinsi Lampung memiliki areal hutan yang lebih kecil dibandingkan dengan areal non hutan. Perubahan tutupan lahan dari hutan menjadi non hutan baik dalam kurun waktu 1 tahun maupun 2 tahun di Provinsi Lampung tidak dapat diamati pada citra ALOS PALSAR. Namun menurut Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan dalam buku perhitungan deforestasi Indonesia periode 2009 - 2011 didapatkan adanya deforestasi di Provinsi Lampung seluas 13,2 ha/tahun, sehingga dapat disimpulkan perubahan tutupan lahan dari hutan menjadi non hutan atau deforestasi di Provinsi Lampung dapat terjadi pada periode tahun 2009 - 2011, sedangkan pada periode 2007 - 2009 perubahan tersebut tidak terjadi.


(48)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6. 1 Kesimpulan

1. Penutupan lahan di Provinsi Lampung dapat diklasifikasikan ke dalam 17 kelas yaitu badan air, bandara, hutan lahan kering, hutan rawa, hutan tanaman, kebun campuran, kebun nanas, kebun tebu, lahan terbuka, padang rumput, perkebunan karet, perkebunan kelapa sawit, permukiman, pertanian lahan kering, sawah, semak/belukar rawa, dan tambak. Lahan terbuka pada klasifikasi tersebut merupakan areal perkebunan tebu, nanas dan karet yang telah dipanen ataupun ditebang.

2. Pola perubahan yang dapat diamati baik dalam kurun waktu satu tahun maupun dua tahun adalah perubahan drastis yaitu lahan terbuka menjadi kebun tebu, lahan terbuka menjadi kebun nanas, kebun tebu menjadi lahan terbuka, kebun nanas menjadi lahan terbuka dan perkebunan karet menjadi lahan terbuka, sehingga penggunaan citra ALOS PALSAR multiwaktu resolusi 50 m yang baik digunakan untuk kegiatan monitoring perubahan tutupan lahan adalah citra ALOS PALSAR kurun waktu dua tahun.

6. 2 Saran

1. Perlu adanya pengamatan lebih lanjut mengenai perubahan tutupan lahan pada hutan tanaman dan perkebunan karet dengan menggunakan citra ALOS PALSAR multiwaktu resolusi 50 m dalam kurun waktu tiga tahun.

2. Perlu adanya penggunaan metode lain yaitu metode dijital dalam pengamatan perubahan tutupan lahan menggunakan citra ALOS PALSAR multiwaktu resolusi 50 m dalam kurun waktu satu dan dua tahun.


(49)

APLIKASI CITRA ALOS PALSAR MULTIWAKTU

RESOLUSI 50 m DALAM IDENTIFIKASI PERUBAHAN

TUTUPAN LAHAN DI PROVINSI LAMPUNG

RISKA DWI NURJAYANTI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Agung R. 2011. Kondisi Umum Provinsi Lampung Dalam RP JMD 2010-2012. [terhubung berkala] http://ratuagung78.blogspot.com/2011/04/kondisi-umum-provinsi-lampung-dalam.html [9 November 2012]

Badan Perwakilan Pemerintah Provinsi Lampung. 2010. Kondisi Geografis Lampung. [terhubung berkala] http://www.visit bplhdlampung.com [9 November 2012]

Bainnaura A. 2010. Aplikasi Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m dan 12,5 m Untuk Identifikasi Tutupan Lahan (Studi kasus: Kabupaten Bogor-Sukabumi) [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB.

Didin. 2009. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidakseragaman Ukuran Buah Nenas (Ananas comosus L.Mes) [Skripsi]. Bogor: Departemen Agroforestry dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB.

Gustriani, A. 2011. Overlay Bandara Udara Radin Inten II. [terhubung berkala] http://lampung.tribunnews.com/2011/06/29/overlay-bandara-ganggujadwal-penerbangan [4 November 2012]

Jhon. 2011. Profil Lampung. [terhubung berkala] http://www.visit lampung/profil-lampung.html [9 November 2012]

Hermawan I. 2008. Deteksi Perubahan Tutupan Lahan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak Menggunakan Citra Landsat Multiwaktu [Skripsi]. Bogor : Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

JAXA. 2006. PALSAR : Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar. http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS/en/about/palsar.htm (24 Februari 2011). JICA, Fakultas Kehutanan IPB. 2011. Manual Penafsiran Citra ALOS-PALSAR

Dalan Mengidentifikasi Penutupan Lahan/Hutan di Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.


(51)

Kumar M. 2003. Digital Image Processing. Satellite Remote Sensing And GIS Aplications in Agricultural Meteorology. pp. 81-102.

Lillesand TM, Kiefer RW. 1990. Remote Sensing and Image Interpretation diterjemahkan oleh Dulbahri et al. Tahun 1999. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

LO, CP. 1996. Penginderaan Jauh Terapan. Bambang P, penerjemah. Depok: Universitas Indonesia. Terjemahan dari: Applied Remote Sensing.

Maharani RS. 2011. Aplikasi Citra Alos Palsar Resolusi 50 M dan Citra Alos Avnir-2 Resolusi 50 M dalam Identifikasi Tutupan Lahan di Kabupaten Tuban, Blora, Rembang, dan Bojonegoro [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, IPB.

Nurhayati. 2010. Analisis Karateristik Iklim untuk Optimalisasi Produksi Kedelai di Provinsi Lampung. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.

PT. Gunung Madu Plantation. 2011. Kebun Tebu PT. Gunung Madu Plantations. [terhubung berkala] http://www.panoramio.com [4 November 2012]

Puminda AE. 2010. Identifikasi Tutupan Lahan dengan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m dan 12,5 m (Studi Kasus di Propinsi D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, IPB.

Riswanto E. 2009. Evaluasi Akurasi Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi Rendah Studi Kasus di Pulau Kalimantan [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, IPB. Salman F. 2011. Evaluasi Manual Penafsiran Visual Citra Alos Palsar Dalam Mengidentifikasi penutupan Lahan Menggunakan Citra Alos Palsar Resolusi 50 M [Skripsi]. Bogor : Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Taman Nasional Way Kambas. 2012. Ekosistem Hutan Rawa.[terhubung berkala] http://way-kambas.blogspot.com/2012/05/hutan-rawa.html [4 November 2012]


(52)

APLIKASI CITRA ALOS PALSAR MULTIWAKTU

RESOLUSI 50 m DALAM IDENTIFIKASI PERUBAHAN

TUTUPAN LAHAN DI PROVINSI LAMPUNG

RISKA DWI NURJAYANTI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(53)

APLIKASI CITRA ALOS PALSAR MULTIWAKTU

RESOLUSI 50 m DALAM IDENTIFIKASI PERUBAHAN

TUTUPAN LAHAN DI PROVINSI LAMPUNG

RISKA DWI NURJAYANTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(54)

RINGKASAN

RISKA DWI NURJAYANTI. Aplikasi Citra ALOS PALSAR Multiwaktu Resolusi 50 m dalam Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan di Provinsi Lampung. Dibimbing Oleh M. BUCE SALEH.

Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang karena manusia mengalami kondisi yang berubah pada waktu yang berbeda (Lillesand & Kiefer 1990). Perubahan tutupan lahan memiliki dinamika perubahan yang berbeda antara tutupan lahan yang satu dengan yang lainnya, sehingga diperlukan monitoring yang berkelanjutan untuk mengamati perubahan tersebut. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh menjadi bagian yang sangat penting dalam pemetaan penutupan dan penggunaan lahan serta perubahan tutupan lahan yang berhubungan dengan studi vegetasi, tanaman pertanian dan tanah dari biosfer. Penggunaan citra optik LANDSAT dan SPOT di Indonesia memiliki kendala dari tutupan awan, sehingga untuk mereduksi kendala tersebut digunakan sistem penginderaan jauh aktif (radar) yang memiliki kemampuan beroperasi pada siang dan malam hari tanpa terpengaruh cuaca. Pada tahun 2006, pemerintah Jepang meluncurkan satelit ALOS (Advanced Land Observing Sattelite) yang membawa sensor radar (JICA 2011). Salah satu jenis sensornya yaitu PALSAR (Phased Array Type L-band Shynthetic Aperture Radar) yang beroperasi setiap tahunnya, sehingga dapat digunakan untuk pemantauan perubahan tutupan lahan.

Penelitian ini memiliki tujuan menganalisis perubahan tutupan lahan dan mengidentifikasi dinamika perubahan dalam kurun waktu satu tahun yaitu tahun 2008 dan tahun 2008-2009 serta kurun waktu dua tahun yaitu tahun 2007-2009 dengan menggunakan citra ALOS PALSAR multiwaktu resolusi spasial 50 m di Provinsi Lampung. Penelitian lapang dilaksanakan pada tanggal 10-18 Agustus 2012 di Provinsi Lampung. Metode yang digunakan adalah analisis perubahan tutupan lahan secara visual kombinasi RGB HH-HV-HH/HV skala 1:50.000 dan matriks perubahan tutupan lahan.

Hasil analisis secara visual citra ALOS PALSAR resolusi 50 m menampilkan 17 kelas tutupan lahan yaitu badan air, bandara, hutan lahan kering, hutan rawa, hutan tanaman, kebun campuran, kebun nanas, kebun tebu, lahan terbuka, padang rumput, perkebunan karet, perkebunan kelapa sawit, permukiman, pertanian lahan kering, sawah, semak/belukar rawa, dan tambak. Pola perubahan yang dapat diamati di Provinsi Lampung adalah perubahan drastis yaitu perubahan dari lahan terbuka menjadi lahan bervegetasi atau sebaliknya dari lahan bervegetasi menjadi lahan terbuka. Perubahan tutupan lahan baik kurun waktu satu tahun maupun kurun waktu dua tahun di Provinsi Lampung memiliki perubahan yang sama berdasarkan kelas tutupan lahannya yaitu lahan terbuka menjadi kebun tebu, lahan terbuka menjadi kebun nanas, kebun tebu menjadi lahan terbuka, kebun nanas menjadi lahan terbuka dan perkebunan karet menjadi lahan terbuka.

Kata Kunci : Perubahan penutupan lahan, citra ALOS PALSAR resolusi 50 m, analisis visual.


(55)

SUMMARY

RISKA DWI NURJAYANTI. The Aplication of Multitime ALOS PALSAR Image with 50 m Resolution on the Identification of Land Cover Change in Lampung Province. Under supervision of M. BUCE SALEH.

Land cover change is a state of land in which changes occured through passing time due to human activities (Lillesand & Kiefer 1990). Land cover change has different change dynamics between one land to another, that it requires continuous monitoring to observe those changes. The use of remote sensing technology had become a very important part in the mapping of land-closure and land-use, as well as land cover changes associated with the study of vegetation, crops and soil of the biosphere. Cloud cover had posed obstacles in the use of LANDSAT and SPOT optical imagery in Indonesia. Active remote sensing systems (radar) which has the ability to one way technology to overcome the obstacles. In 2006, the Japanese government launched a satellite named ALOS (Advanced Land Observing Sattelite) that carries the radar sensor (JICA 2011). One of the sensor types is PALSAR (Phased Array Type L-band Shynthetic Aperture Radar) operating each year, so it can be used for monitoring land cover change.

This study aimed to analyze land cover change and identity the dynamics of changes in one year periods of 2007-2008 and 2008-2009, as well as the two-year period of 2007-2009 using multitime ALOS PALSAR image with spatial resolution of 50 m in Lampung province. Field research was conducted on August 10th until 18th 2012 in Lampung province. The method of this research is visual analysis of land cover change combining RGB HH-HV-HH/HV 1:50.000 scale and matrix of land cover change.

The results of the visual analysis of ALOS PALSAR imagery in 50 m resolution showed 17 land cover classes namely water, airport, dry land forest, swamp forest, plantation forest, multiplants field, pineapple field, sugarcane field, open land, savanna, rubber wood plantation, oil palm plantation, settlements, dry land farming, paddy fields, scrub / shrub wetlands, and ponds. The pattern of changes observed in Lampung province was a drastic change in which open land changed into a vegetated land or otherwise vegetated land changed into open land. Based on the type of land cover, the change of land cover in Lampung both in one year and two years periods had the similar kind of change, which was transformation from open land into sugarcane field, open land into pineapples field, sugarcane field into open land, pineapple field into open land, and rubber wood plantation into open land.

Keywords: Land cover change, ALOS PALSAR image with 50 resolution, visual analysis.


(56)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Aplikasi Citra ALOS PALSAR Multiwaktu Resolusi 50 m dalam Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan di Provinsi Lampung adalah benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2012

Riska Dwi Nurjayanti NIM E14080038


(57)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Aplikasi Citra ALOS PALSAR Multiwaktu Resolusi 50 m dalam Identifikasi Tutupan Lahan di Provinsi Lampung Nama : Riska Dwi Nurjayanti

NIM : E14080038

Mengetahui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS NIP. 19571005 198303 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001


(1)

lahan terbuka perkebunan karet perkebunan karet 77,20778063180 lahan terbuka lahan terbuka perkebunan karet 20,78766917700 lahan terbuka perkebunan karet perkebunan karet 29,48783606510 lahan terbuka perkebunan karet perkebunan karet 256,65567864000 lahan terbuka lahan terbuka perkebunan karet 23,16515738820 lahan terbuka lahan terbuka perkebunan karet 132,81595206800 lahan terbuka perkebunan karet perkebunan karet 57,33388031110 lahan terbuka perkebunan karet perkebunan karet 62,84382134840 lahan terbuka perkebunan karet perkebunan karet 102,62136544400 lahan terbuka lahan terbuka kebun tebu 510,50356640900 lahan terbuka lahan terbuka kebun tebu 447,51062503700 lahan terbuka lahan terbuka kebun tebu 114,33781653600 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 414,12284912200 lahan terbuka kebun tebu lahan terbuka 112,64557840700 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 1189,81402155000 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 207,93726859200 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 132,30229923200 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 379,59978293900 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 629,99256834400 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 236,46324120100 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 683,00635981300 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 136,56292622900 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 468,76506009400 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 489,68341365500 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 122,91108789500 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 372,34287844100 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 52,58776564100 lahan terbuka kebun nanas lahan terbuka 922,62224469100 lahan terbuka kebun nanas lahan terbuka 20,01004004120 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 111,67474733100 lahan terbuka kebun nanas lahan terbuka 51,64822513380 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 271,92652365700 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 45,02054271760 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 32,88297910650 lahan terbuka lahan terbuka kebun tebu 304,53440749000 lahan terbuka lahan terbuka kebun tebu 82,70857520180 lahan terbuka lahan terbuka kebun tebu 98,83827538280 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 141,71649576800 lahan terbuka lahan terbuka kebun tebu 49,34053938010 lahan terbuka lahan terbuka kebun tebu 123,51741861500 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 380,18817327700 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 305,91869611900 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 544,93502059600


(2)

58

tuplah_2007 tuplah_2008 tuplah_2009 Hectares lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 284,06443122800 lahan terbuka kebun tebu lahan terbuka 285,25977900000 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 127,95739325900 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 102,14624487400 lahan terbuka lahan terbuka kebun tebu 62,70374449250 lahan terbuka kebun nanas lahan terbuka 86,16920886350 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 63,50382555070 lahan terbuka kebun tebu lahan terbuka 297,36542042700 lahan terbuka lahan terbuka lahan terbuka 323,91859702100 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 158,43739240300 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 269,90687049600 lahan terbuka kebun tebu lahan terbuka 56,83291639940 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 81,70516855010 lahan terbuka lahan terbuka kebun tebu 240,63129678300 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 26,77673814180 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 12,58685440240 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 20,56205230640 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 45,73575926000 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 28,28471869670 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 30,73330709430 lahan terbuka lahan terbuka kebun tebu 12,11352507390 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 73,00242442920 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 18,77715146590 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 18,55106399850 lahan terbuka lahan terbuka kebun nanas 453,20318734800 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 115,84988956500 lahan terbuka lahan terbuka perkebunan karet 53,97282189590 lahan terbuka lahan terbuka kebun tebu 103,19570176800 lahan terbuka lahan terbuka kebun tebu 98,58719204800 lahan terbuka lahan terbuka kebun tebu 100,72571766500 lahan terbuka kebun tebu lahan terbuka 121,62619699700 lahan terbuka kebun tebu lahan terbuka 107,59665431800 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 45,16411160220 lahan terbuka kebun nanas lahan terbuka 34,24148192870 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 161,54756063600 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 548,51486690000 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 226,10760088000 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 222,82521106600 lahan terbuka lahan terbuka kebun tebu 103,20115674800 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 78,33048165480 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 93,43305582570 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 107,57834606400 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 108,56767854600


(3)

lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 104,51045169800 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 93,18791638200 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 64,67477049430 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 39,08222583060 lahan terbuka lahan terbuka kebun nanas 45,76923616830 lahan terbuka kebun nanas lahan terbuka 39,63819408410 lahan terbuka kebun nanas lahan terbuka 22,34444373550 lahan terbuka kebun nanas lahan terbuka 8,01767778757 lahan terbuka kebun nanas lahan terbuka 4,56484026955 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 246,91313525900 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 54,02113360430 lahan terbuka kebun nanas kebun nanas 53,20657435300 lahan terbuka lahan terbuka kebun tebu 46,71816641070 lahan terbuka lahan terbuka kebun tebu 255,82982878200 lahan terbuka lahan terbuka kebun tebu 214,30538959800 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 90,94620340850 lahan terbuka kebun tebu kebun tebu 87,02120640260 lahan terbuka kebun nanas lahan terbuka 9,94464914450 lahan terbuka lahan terbuka kebun nanas 35,69848109270 perkebunan karet perkebunan karet lahan terbuka 72,14126486710 perkebunan karet perkebunan karet lahan terbuka 109,43253550800 perkebunan karet perkebunan karet lahan terbuka 57,30673402690 perkebunan karet lahan terbuka lahan terbuka 52,22106960910 perkebunan karet perkebunan karet lahan terbuka 10488,91748810000 perkebunan karet perkebunan karet lahan terbuka 221,97148902400 perkebunan karet perkebunan karet lahan terbuka 114,89223228100 perkebunan karet lahan terbuka lahan terbuka 59,32717494020 perkebunan karet perkebunan karet lahan terbuka 150,25315881200 perkebunan karet perkebunan karet lahan terbuka 41,11067046920 perkebunan karet perkebunan karet lahan terbuka 24,99457080390 perkebunan karet lahan terbuka perkebunan karet 78,65366434140 perkebunan karet lahan terbuka lahan terbuka 81,84194549400 perkebunan karet lahan terbuka lahan terbuka 54,97745602540 perkebunan karet perkebunan karet lahan terbuka 64,44026869330 perkebunan karet perkebunan karet lahan terbuka 40,32012803030 perkebunan karet lahan terbuka lahan terbuka 46,24012277280 perkebunan karet lahan terbuka lahan terbuka 55,81693836530 perkebunan karet lahan terbuka lahan terbuka 30,79355357590 perkebunan karet perkebunan karet lahan terbuka 164,19883124300 perkebunan karet lahan terbuka perkebunan karet 60,98822913990 perkebunan karet perkebunan karet lahan terbuka 79,91059203560 perkebunan karet perkebunan karet lahan terbuka 89,79730249740 perkebunan karet perkebunan karet lahan terbuka 308,90521176200


(4)

60

tuplah_2007 tuplah_2008 tuplah_2009 Hectares perkebunan karet perkebunan karet lahan terbuka 1704,34773178000 perkebunan karet lahan terbuka lahan terbuka 1736,46406396000 perkebunan karet perkebunan karet lahan terbuka 34,44391711930 perkebunan karet perkebunan karet lahan terbuka 71,78198886230 perkebunan karet lahan terbuka lahan terbuka 49,26279373040 perkebunan karet perkebunan karet lahan terbuka 119,78672959000


(5)

RISKA DWI NURJAYANTI. Aplikasi Citra ALOS PALSAR Multiwaktu

Resolusi 50 m dalam Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan di Provinsi Lampung.

Dibimbing Oleh M. BUCE SALEH.

Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang karena

manusia mengalami kondisi yang berubah pada waktu yang berbeda (Lillesand &

Kiefer 1990). Perubahan tutupan lahan memiliki dinamika perubahan yang

berbeda antara tutupan lahan yang satu dengan yang lainnya, sehingga diperlukan

monitoring yang berkelanjutan untuk mengamati perubahan tersebut. Pemanfaatan

teknologi penginderaan jauh menjadi bagian yang sangat penting dalam pemetaan

penutupan dan penggunaan lahan serta perubahan tutupan lahan yang

berhubungan dengan studi vegetasi, tanaman pertanian dan tanah dari biosfer.

Penggunaan citra optik LANDSAT dan SPOT di Indonesia memiliki kendala dari

tutupan awan, sehingga untuk mereduksi kendala tersebut digunakan sistem

penginderaan jauh aktif (radar) yang memiliki kemampuan beroperasi pada siang

dan malam hari tanpa terpengaruh cuaca. Pada tahun 2006, pemerintah Jepang

meluncurkan satelit ALOS (

Advanced Land Observing Sattelite

) yang membawa

sensor radar (JICA 2011). Salah satu jenis sensornya yaitu PALSAR (

Phased

Array Type L-band Shynthetic Aperture Radar

) yang beroperasi setiap tahunnya,

sehingga dapat digunakan untuk pemantauan perubahan tutupan lahan.

Penelitian ini memiliki tujuan menganalisis perubahan tutupan lahan dan

mengidentifikasi dinamika perubahan dalam kurun waktu satu tahun yaitu tahun

2008 dan tahun 2008-2009 serta kurun waktu dua tahun yaitu tahun

2007-2009 dengan menggunakan citra ALOS PALSAR multiwaktu resolusi spasial 50

m di Provinsi Lampung. Penelitian lapang dilaksanakan pada tanggal 10-18

Agustus 2012 di Provinsi Lampung. Metode yang digunakan adalah analisis

perubahan tutupan lahan secara visual kombinasi RGB HH-HV-HH/HV skala

1:50.000 dan matriks perubahan tutupan lahan.

Hasil analisis secara visual citra ALOS PALSAR resolusi 50 m

menampilkan 17 kelas tutupan lahan yaitu badan air, bandara, hutan lahan kering,

hutan rawa, hutan tanaman, kebun campuran, kebun nanas, kebun tebu, lahan

terbuka, padang rumput, perkebunan karet, perkebunan kelapa sawit,

permukiman, pertanian lahan kering, sawah, semak/belukar rawa, dan tambak.

Pola perubahan yang dapat diamati di Provinsi Lampung adalah perubahan drastis

yaitu perubahan dari lahan terbuka menjadi lahan bervegetasi atau sebaliknya dari

lahan bervegetasi menjadi lahan terbuka. Perubahan tutupan lahan baik kurun

waktu satu tahun maupun kurun waktu dua tahun di Provinsi Lampung memiliki

perubahan yang sama berdasarkan kelas tutupan lahannya yaitu lahan terbuka

menjadi kebun tebu, lahan terbuka menjadi kebun nanas, kebun tebu menjadi

lahan terbuka, kebun nanas menjadi lahan terbuka dan perkebunan karet menjadi

lahan terbuka.

Kata Kunci : Perubahan penutupan lahan, citra ALOS PALSAR resolusi 50 m,

analisis visual.


(6)

SUMMARY

RISKA DWI NURJAYANTI. The Aplication of Multitime ALOS PALSAR

Image with 50 m Resolution on the Identification of Land Cover Change in

Lampung Province. Under supervision of M. BUCE SALEH.

Land cover change is a state of land in which changes occured through

passing time due to human activities (Lillesand & Kiefer 1990). Land cover

change has different change dynamics between one land to another, that it requires

continuous monitoring to observe those changes. The use of remote sensing

technology had become a very important part in the mapping of land-closure and

land-use, as well as land cover changes associated with the study of vegetation,

crops and soil of the biosphere. Cloud cover had posed obstacles in the use of

LANDSAT and SPOT optical imagery in Indonesia. Active remote sensing

systems (radar) which has the ability to one way technology to overcome the

obstacles. In 2006, the Japanese government launched a satellite named ALOS

(Advanced Land Observing Sattelite) that carries the radar sensor (JICA 2011).

One of the sensor types is PALSAR (Phased Array Type L-band Shynthetic

Aperture Radar) operating each year, so it can be used for monitoring land cover

change.

This study aimed to analyze land cover change and identity the dynamics

of changes in one year periods of 2007-2008 and 2008-2009, as well as the

two-year period of 2007-2009 using multitime ALOS PALSAR image with spatial

resolution of 50 m in Lampung province. Field research was conducted on August

10

th

until 18

th

2012 in Lampung province. The method of this research is visual

analysis of land cover change combining RGB HH-HV-HH/HV 1:50.000 scale

and matrix of land cover change.

The results of the visual analysis of ALOS PALSAR imagery in 50 m

resolution showed 17 land cover classes namely water, airport, dry land forest,

swamp forest, plantation forest, multiplants field, pineapple field, sugarcane field,

open land, savanna, rubber wood plantation, oil palm plantation, settlements, dry

land farming, paddy fields, scrub / shrub wetlands, and ponds. The pattern of

changes observed in Lampung province was a drastic change in which open land

changed into a vegetated land or otherwise vegetated land changed into open land.

Based on the type of land cover, the change of land cover in Lampung both in one

year and two years periods had the similar kind of change, which was

transformation from open land into sugarcane field, open land into pineapples

field, sugarcane field into open land, pineapple field into open land, and rubber

wood plantation into open land.

Keywords: Land cover change, ALOS PALSAR image with 50 resolution, visual

analysis.


Dokumen yang terkait

Evaluasi Akurasi Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Alos Palsar Resolusi Rendah Studi Kasus Di Pulau Kalimantan

0 22 94

Evaluasi penafsiran citra alos palsar resolusi 12,5 m slope corrected dan 50 meter dengan menggunakan metode manual dan digital dalam identifikasi penutupan lahan (studi kasus di Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi)

3 16 93

Aplikasi dan evaluasi citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dan 12,5 m untuk identifikasi tutupan lahan: studi kasus di Kabupaten Brebes, Cilacap, Banyumas dan Ciamis

2 15 87

Perbandingan penafsiran visual antara Citra Alos Palsar Resolusi 50 m dengan Citra Landsat Resolusi 30 m dalam mengidentifikasi penutupan lahan (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur)

0 5 180

Evaluasi manual penafsiran visual citra alos palsar dalam mengidentifikasi penutupan lahan menggunakan citra alos palsar resolusi 50 M

3 12 72

Pendugaan Distribusi Spasial Biomassa di Atas Permukaan Tanah Menggunakan Citra Alos Palsar Resolusi 50 M di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Studi Kasus Areal Reklamasi Bekas Tambang)

0 7 115

Aplikasi dan Evaluasi Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m, Resolusi 12,5 m, dan Resolusi 6 m untuk Identifikasi Tutupan Lahan (studi kasus di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Samosir)

0 3 145

Identifikasi Hutan Lahan Basah Menggunakan Citra ALOS PALSAR di Kalimantan Selatan

1 5 55

Klasifikasi dan Detektsi Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 Meter di Wilayah Barat Provinsi Jambi.

0 9 70

Model Penduga Biomassa Hutan Alam Lahan Kering Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 M di Areal Kerja PT. Trisetia Intiga

0 5 165