Efek Fumigan Minyak Atsiri Artemisia (Artemisia vulgaris) dan Nilam (Pogostemon cablin) terhadap Sitophilus zeamais Motsch dan Tribolium castaneum Herbst
EFEK FUMIGAN MINYAK ATSIRI ARTEMISIA
(Artemisia vulgaris) DAN NILAM (Pogostemon cablin)
TERHADAP Sitophilus zeamais Motsch
dan Tribolium castaneum Herbst
NADIA REHULINA GINTING
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efek Fumigan Minyak
Atsiri Artemisia (Artemisia vulgaris) dan Nilam (Pogostemon cablin) terhadap
Sitophilus zeamais Motsch dan Tribolium castaneum Herbst adalah benar karya
saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan di dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Nadia Rehulina Ginting
NIM A34100053
ABSTRAK
NADIA REHULINA GINTING. Efek Fumigan Minyak Atsiri Artemisia
(Artemisia vulgaris) dan Nilam (Pogostemon cablin) terhadap Sitophilus zeamais
Motsch dan Tribolium castaneum Herbst. Dibimbing oleh IDHAM SAKTI
HARAHAP.
Kumbang jagung (Sitophilus zeamais) dan kumbang tepung merah
(Tribolium castaneum) merupakan hama penting pada produk simpanan. Metode
pengendalian untuk hama ini masih bergantung pada penggunaan pestisida dan
fumigan. Minyak atsiri yang disuling dari berbagai tanaman potensial digunakan
sebagai alternatif fumigan untuk mengendalikan hama tersebut. Penelitian ini
bertujuan mengetahui efek fumigan minyak artemisia dan nilam. Masing-masing
minyak diteteskan ke permukaan kertas saring kemudian dikeringanginkan selama
30 menit. Kertas saring direkatkan pada permukaan dalam tutup cawan petri,
kemudian sebanyak 20 imago serangga uji dimasukkan dan diinkubasi selama 72
jam. Minyak artemisia pada konsentrasi 11.34% dan minyak nilam pada
konsentrasi 11.50% menyebabkan mortalitas serangga uji mencapai 95%.
Kata kunci: fumigan, minyak atsiri, minyak artemisia, minyak nilam, Sitophilus
zeamais, Tribolium castaneum.
ABSTRACT
NADIA REHULINA GINTING. Fumigant Effect of Artemisia (Artemisia
vulgaris) and Patchouli (Pogostemon cablin) Esential Oils on Sitophilus zeamais
Motsch and Tribolium castaneum Herbst. Supervised by IDHAM SAKTI
HARAHAP.
Maize weevil (Sitophilus zeamais Motsch) and red flour beetle (Tribolium
castaneum Herbst) are major pests of stored products. Control methods for these
pests still depend on the use of insecticides and fumigants. Essential oils distilled
from a variety of plants are potential to be used as alternative fumigants to control
them. This research was aimed to evaluate the fumigant effect of artemisia and
patchouli essential oils. Each oil was applied to Whatman filter paper then air
dried for 30 minutes. Treated filter papers were stick onto the inside part of
petridish lid, and the 20 test insects were introduced into the petridish and
incubated for 72 hours. Artemisia oil at a concentration of 11.34% and patchouli
oil at 11.50% caused mortality of the test insects more than 95%.
Keywords: fumigant, essential oil, artemisia oil, patchouli oil, Sitophilus zeamais,
Tribolium castaneum.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EFEK FUMIGAN MINYAK ATSIRI ARTEMISIA
(Artemisia vulgaris) DAN NILAM (Pogostemon cablin)
TERHADAP Sitophilus zeamais Motsch
dan Tribolium castaneum Herbst
NADIA REHULINA GINTING
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi
: Efek Fumigan Minyak Atsiri Artemisia (Artemisia vulgaris)
dan Nilam (Pogostemon cablin) terhadap Sitophilus zeamais
Motsch dan Tribolium castaneum Herbst
Nama Mahasiswa : Nadia Rehulina Ginting
NIM
: A34100053
Disetujui oleh
Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, MSi.
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi.
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Efek
Fumigan Minyak Atsiri Artemisia (Artemisia vulgaris) dan Nilam (Pogostemon
cablin) terhadap Sitophilus zeamais Motsch dan Tribolium castaneum Herbst
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, MSi selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing, memberikan banyak pengetahuan, arahan, saran, dan masukan.
2. Dra. Endang Sri Ratna, PhD selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan motivasi.
3. Dr. Ir. Widodo, MS selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan saran
dan masukan.
3. Kedua orang tua tercinta Drs. Amran Ginting dan Dina Heriaty yang tak henti
memberikan doa dan dukungan kepada penulis.
4. SEAMEO BIOTROP atas kesediannya menerima penulis untuk melakukan
penelitian dan segala fasilitas yang diberikan
5. Ir. Sri Widayanti selaku supervisor Laboratorium Entomologi dan Mas
Heriyanto selaku teknisi Laboratorium Entomologi SEAMEO BIOTROP yang
selalu memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis.
6. Orang-orang terdekat penulis, Budi Yuhardiman, Dwi S Putri, SE., Widia Dwi
Mentari, dan Yulia Astuti yang selalu memberikan bantuan dan semangat.
7. Suci Regita, Andika Septiana, Andi Dwi Mandasari, SP., Wirathazia Enbya
Lavitri Chenta, SP., teman-teman Departemen Proteksi Tanaman angkatan 47,
dan pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam kelancaran penyusunan skripsi..
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, September 2014
Nadia Rehulina Ginting
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Metode Penelitian
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Efek Fumigan Minyak Artemisia
Efek Fumigan Minyak Nilam
SIMPULAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
x
x
x
1
1
2
2
3
3
3
4
5
5
7
11
11
11
12
15
16
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Mortalitas imago S. zeamais akibat perlakuan minyak artemisia
Mortalitas imago T. castaneum akibat perlakuan minyak artemisia
Mortalitas imago T. castaneum akibat perlakuan minyak nilam
Mortalitas imago S.zeamais akibat perlakuan minyak nilam
5
5
8
8
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Kurva persamaan regresi linier antara konsentrasi minyak artemisia
dengan mortalitas imago S. zeamais
Kurva persamaan regresi linier antara konsentrasi minyak artemisia
dengan mortalitas imago T. castaneum
Kurva persamaan regresi linier antara konsentrasi minyak nilam dengan
mortalitas imago S. zeamais
Kurva persamaan regresi linier antara konsentrasi minyak nilam dengan
mortalitas imago T. castaneum
6
6
9
9
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Tabel uji anova perlakuan minyak artemisia terhadap S. zeamais
Tabel uji anova perlakuan minyak artemisia terhadap T. castaneum
Tabel uji anova perlakuan minyak nilam terhadap S. zeamais
Tabel uji anova perlakuan minyak nilam terhadap T. castaneum
14
14
14
14
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyimpanan hasil pertanian merupakan salah satu kegiatan pascapanen
yang bertujuan untuk mempertahankan kualitas atau mencegah kerusakan dan
kehilangan yang disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal (Bintoro dan
Bramasta 2005).
Setelah berlangsungnya panen, secara nyata banyak hama yang terbawa ke
dalam tempat penyimpanan. Hama-hama yang terdapat dalam tempat
penyimpanan tidak hanya menyerang produk yang baru dipanen, melainkan juga
produk industri hasil pertanian tersebut, misalnya berbagai macam tepung, kopra,
beras, dan lain sebagainya. Penyebab kerusakan pada produk-produk pertanian
dalam simpanan, terutama adalah serangga yang berasal dari ordo Coleoptera
(Kartasapoetra 1991).
Hama gudang yang juga utama di Indonesia adalah kumbang jagung
Sitophilus zeamais (Coleoptera: Curculionidae). Kerusakan yang ditimbulkan S.
zeamais berupa biji jagung berlubang-lubang, sehingga dapat menurunkan
kualitas maupun kuantitas hingga 50% (Surtikanti 2004).
Tribolium castaneum (Coleoptera: Tenebrionidae) umumnya dikenal
sebagai hama sekunder biji-bijian karena meningkatkan kerusakan yang dilakukan
oleh hama primer. Imago dan larva kumbang ini selalu merusak tepung, jika
belum terdapat tepung mereka akan menunggu hasil perusakan butir beras,
gaplek, jagung, kopra, dan lain-lain oleh hama primer. Ketika hadir dalam jumlah
besar, kumbang tepung akan menyebabkan tepung menjadi rentan terhadap
cendawan serta dapat mencemari komoditas dengan sekresi dari kelenjar bau
(Bayer 2007).
Pengendalian serangga hama gudang merupakan bagian utama dari usaha
perawatan kualitas bahan pangan. Hingga saat ini fumigasi dan penyemprotan
insektisida masih merupakan cara utama untuk mengendalikan serangga hama
gudang. Dengan fumigasi, hama gudang yang berada di dalam butiran biji-bijian
diharapkan dapat terbunuh. Jenis-jenis pestisida yang dapat digunakan untuk
pengendalian serangga hama gudang sangat terbatas jumlahnya mengingat adanya
peraturan yang ketat tentang penggunaan pestisida pada bahan pangan. Jenis
fumigan yang digunakan untuk fumigasi terbatas pada penggunaan metil bromida
dan fosfin. Salah satu masalah penting dalam usaha pemberantasan hama gudang
secara kimiawi ialah timbulnya resistensi serangga hama terhadap pestisida.
Minyak atsiri biasa disebut minyak eteris/minyak terbang (essential oil,
volatile oil) karena sifatnya yang mudah menguap pada suhu kamar. Berbau dan
pada umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Secara
fisiologis, minyak pada tanaman penghasil minyak atsiri berfungsi membantu
proses penyerbukan atau sebagai atraktan terhadap beberapa jenis serangga atau
hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga, dan sebagai makanan
cadangan bagi tanaman (Amalia 2011).
Genus Pogostemon adalah salah satu anggota famili Labiateae yang
menghasilkan minyak atsiri. Spesies tanaman ini tersebar di seluruh kawasan Asia
Tenggara dan India. Di tanaman ini ditemukan di daerah Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
2
Salah satu jenis tanaman ini yang paling banyak dibudidayakan masyarakat adalah
varietas Pogostemon cablin Benth. Nilam (P. cablin) merupakan salah satu
tanaman penghasil minyak atsiri yang penting, baik sebagai sumber devisa negara
maupun sumber pendapatan petani. Minyak nilam memiliki potensi strategis di
pasar dunia sebagai bahan pengikat aroma wangi pada parfum dan kosmetika.
Minyak nilam dapat berfungsi sebagai zat pengikat (fiksatif) dan tidak dapat
digantikan dengan zat sintetis lainnya (Rusli dan Kemala 1991).
Minyak nilam dapat digunakan untuk mengendalikan hama, baik hama
gudang maupun hama tanaman. Minyak nilam mampu mematikan populasi
Stegobium paniceum, yang merupakan hama ketumbar selama penyimpanan.
Dengan mengoleskan sedikit minyak nilam disekitar dinding tempat
penyimpanan, populasi Stegobium paniceum dapat berkurang sebesar 25 – 42 %
setelah penyimpanan 9 hari (Mardiningsih et al.1998).
Artemisia merupakan salah satu anggota famili Asteraceae yang banyak
bermanfaat bagi manusia terutama sebagai tanaman obat karena dilaporkan
memiliki bioaktivitas seperti antivirus, antitumor, antipiretik, antihepatitis, dan
antioksidan. Di Cina kuno, ekstrak dari Artemisia vulgaris (L.) digunakan untuk
mengendalikan serangga hama pada produk yang disimpan (Ding 2000 dalam
Wang et al 2005). Dengan tingginya biaya produk sintetis dan kurangnya saat ini
pestisida yang efektif untuk perlindungan produk simpanan, evaluasi tanaman
lokal sebagai sumber protektan sangat diinginkan untuk membantu petani
menggunakan tanaman lokal yang tersedia dan produk ramah lingkungan untuk
membatasi kerugian pasca panen produk mereka. A. vulgaris mengandung minyak
atsiri yang banyak dimanfaatkan sebagai insektisida (Bouda 2001).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengetahui efek fumigan minyak artemisia dan
minyak nilam terhadap S. zeamais dan T. castaneum.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang potensi minyak
artemisia (A. vulgaris) dan minyak nilam (P. cablin) sebagai bahan alternatif yang
ramah lingkungan untuk pengendalian hama gudang S. zeamais dan T. castaneum.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2014 di
Laboratorium Entomologi, SEAMEO BIOTROP (Southeast Asian Regional
Centre for Tropical Biology), Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah cawan petri, pipet Mohr,
kertas saring Whatman diameter 9 cm, plastisin, alat tulis, label, stoples kaca, dan
kamera. Bahan yang digunakan adalah serangga uji S. zeamais dan T. castaneum
yang diperoleh dari koleksi laboratorium Entomologi SEAMEO BIOTROP,
aseton, lem, dedak, jagung, fluon, minyak artemisia, dan minyak nilam.
Metode Penelitian
Perbanyakan Serangga Uji
Serangga uji yang digunakan ialah S. zeamais dan T. castaneum yang
diperoleh dari koleksi laboratorium Entomologi Biotrop. Masing-masing serangga
diambil sebanyak 500 imago dan dimasukkan ke dalam stoples kaca yang berisi
pakan (jagung untuk S. zeamais dan dedak untuk T. castaneum). Setelah dua
minggu semua imago dikeluarkan, kemudian serangga dalam stoples diinkubasi
selama 4 minggu. Pengembangbiakan dilakukan untuk menghasilkan generasi F1
yang seragam. Imago yang berumur 7-14 hari digunakan untuk pengujian.
Uji Efek Fumigan
Pengujian efek fumigan minyak atsiri dilakukan melalui 2 tahap, yaitu uji
pendahuluan dan uji lanjutan. Pada uji pendahuluan, minyak atsiri dari tanaman
artemisia dan nilam diuji pada konsentrasi 5%, 10%, dan 15% (v/v). Sebanyak 0.5
ml minyak atsiri dilarutkan dengan pelarut aseton dalam larutan 10 ml untuk
mendapatkan konsentrasi 5% (v/v). Setiap minyak atsiri hasil pengenceran
tersebut sebanyak 0.5 ml diteteskan secara merata pada kertas saring Whatman
dengan diameter 9 cm yang telah direkatkan pada permukaan tutup cawan petri.
Penetesan larutan minyak atsiri dilakukan secara spiral dengan menggunakan
pipet Mohr 1 ml. Kertas saring kontrol diberi perlakuan dengan aseton saja.
Setelah diberi perlakuan, kertas saring perlakuan dan kontrol didiamkan selama
30 menit dalam keadaan tutup cawan petri sedikit terbuka untuk menguapkan
pelarut asetonnya. Bagian tepi dari cawan petri diolesi dengan fluon guna
mencegah serangga uji merayap ke permukaan atas cawan. Pakan untuk serangga
uji dimasukkan secukupnya ke dalam cawan petri (jagung untuk S. zeamais dan
dedak untuk T. castaneum). Selanjutnya masing-masing 20 imago S. zeamais dan
T. castaneum dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi kertas saring
perlakuan dan kontrol. Celah di antara bagian tutup dan dasar cawan petri disekat
dengan plastisin untuk mencegah terjadinya kebocoran uap minyak atsiri tersebut.
Mortalitas serangga diamati dan dihitung pada 72 jam setelah perlakuan (JSP)
(Arifin 2013).
Hasil uji pendahuluan setiap minyak atsiri digunakan untuk menentukan 5
taraf konsentrasi pada uji lanjutan. Konsentrasi tersebut diharapkan dapat
4
mengakibatkan kematian serangga uji antara 50% dan 95%. Berdasarkan uji
pendahuluan diperoleh LC50 dan LC95 minyak artemisia terhadap S. zeamais
adalah 5.30% dan 10.58%, sedangkan terhadap T. castaneum adalah 6.20% dan
14.54%. Uji pendahuluan minyak nilam terhadap S. zeamais menghasilkan LC50
dan LC95 sebesar 4.15% dan 9.45%, sedangkan terhadap adalah T. castaneum
5.25% dan 13.54%. Sehingga konsentrasi yang digunakan pada uji lanjut efek
fumigan minyak atsiri dari tanaman artemisia terhadap S. zeamais adalah 5%,
6.5%, 8%, 9.5%, dan 11%, sedangkan pada T. castaneum adalah 6%, 8%, 10%,
12%, dan 14%. Konsentrasi untuk uji lanjut pada perlakuan dengan minyak atsiri
dari tanaman nilam yang diuji terhadap S. zeamais adalah 4%, 5.5%, 7%, 8.5, dan
10%, sedangkan pada T. castaneum adalah 5%, 7%, 9%, 11%, dan 13.
Perlakuan dan pengamatan yang dilakukan pada uji lanjutan sama seperti uji
pendahuluan. Mortalitas serangga uji pada 72 JSP diolah dengan analisis probit
menggunakan program POLO-PC (LeOra Software 1987).
Analisis Data
Data mortalitas serangga uji diolah dengan analisis probit POLO,
Microsoft Ecxel 2007 dan dilakukan uji anova menggunakan program SAS for
Windows versi 9.1 kemudian dilakukan uji lanjut Duncan pada taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Efek Fumigan Minyak Artemisia terhadap S. zeamais dan T. castaneum
Minyak artemisia dengan konsentrasi 5% (setara dengan dosis 0.25 ml/L
udara) setelah 72 jam perlakuan menyebabkan mortalitas imago S. zeamais
sebesar 45%, pada konsentrasi tertinggi yaitu 11% (setara dengan dosis 0.55
ml/L udara) menyebabkan mortalitas imago S. zeamais sebesar 95% (Tabel 1).
Minyak artemisia dengan konsentrasi 6% (setara dengan dosis 0.3 ml/L udara)
setelah 72 jam perlakuan menyebabkan mortalitas imago T. castaneum sebesar
46%, pada konsentrasi tertinggi yaitu 14% (setara dengan dosis 0.7 ml/L udara)
menyebabkan mortalitas imago T. castaneum sebesar 94% (Tabel 2).
Tabel 1 Mortalitas imago S. zeamais akibat perlakuan dengan minyak artemisia
Mortalitas imago S. zeamais ± SDa (%)
Konsentrasi
Dosis
(%, v/v)
(ml/L udara)
72 JSPb
Kontrol
Kontrol
0 ± 0.00 f
5
0.25
45 ± 4.47 e
6.5
0.325
61 ± 4.18 d
8
0.4
79 ± 2.24 c
9.5
0.475
87 ± 2.74 b
11
0.55
95 ± 5.00 a
a
b
SD: standar deviasi, JSP: jam setelah perlakuan
Tabel 2 Mortalitas imago T. castaneum akibat perlakuan dengan minyak
artemisia
Mortalitas imago T. castaneum ± SDa (%)
Konsentrasi Dosis
(%, v/v)
(ml/L udara)
72 JSPb
Kontrol
Kontrol
0 ± 0.00 f
6
0.3
46 ± 4.18 e
8
0.4
57 ± 9.08 d
10
0.5
67 ± 8.37 c
12
0.6
80 ± 0.00 b
14
0.7
94 ± 4.18 a
a
SD: standar deviasi, bJSP: jam setelah perlakuan
Analisis probit setelah uji lanjut terhadap S. zeamais pada 72 JSP
menunjukkan nilai LC50 berada pada konsentrasi 5.4% dan LC95 berada pada
konsentrasi 11.34%. Perlakuan terhadap T. castaneum menunjukkan nilai LC50
pada konsentrasi 6.87% dan LC95 pada konsentrasi 18.52%. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa minyak artemisia memiliki efek fumigan yang lebih kuat
terhadap S. zeamais (LC50 5.4% pada 72 JSP) daripada T. castaneum (LC50
6.87% pada 72 JSP). Hal ini kemungkinan disebabkan fase uap komponen aktif
6
minyak artemisia dapat memasuki saluran pernapasan S. zeamais lebih cepat
dibandingkan dengan T. castaneum. Fumigan bersifat mudah menguap, oleh
karena itu biasanya digunakan untuk mengendalikan hama gudang/simpanan
yang berada di tempat tertutup. Minyak artemisia ini menghasilkan gas yang
mudah menguap, gas ini masuk melalui spirakel, selanjutnya ke trakea, dan
diedarkan ke seluruh tubuh. Oleh sebab itu racun ini merusak sistem pernafasan
serangga.
120
y = -0.28x2 + 10.37x - 0.981
R² = 0.981
Mortalitas (%)
100
80
60
40
20
0
0
Gambar 1
5
10
Konsentrasi (%, v/v)
15
Kurva persamaan regresi kuadratik antara konsentrasi minyak
artemisia dengan mortalitas imago S. zeamais
120
y = -0.077x2 + 7.649x + 0.580
R² = 0.971
Mortalitas (%)
100
80
60
40
20
0
0
Gambar 2
4
8
12
Konsentrasi (%, v/v)
16
Kurva persamaan regresi kuadratik antara konsentrasi minyak
artemisia dengan mortalitas imago T. castaneum
7
Hubungan perlakuan minyak artemisia dengan konsentrasi yang berbeda
terhadap mortalitas imago S. zeamais dan T. castaneum (Gambar 1 & 2)
memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak artemisia yang
diberikan maka akan semakin tinggi pula jumlah kematian imago serangga uji.
Perlakuan efek fumigan minyak artemisia terhadap S. zeamais
menghasilkan persamaan regresi y= -0,128x2 + 10,37x - 0,981 dan nilai R2
didapatkan sebesar 0.981 hal ini menjelaskan bahwa pengaruh konsentrasi
minyak artemisia terhadap mortalitas imago S. zeamais adalah sebesar 98.1%
(Gambar 1). Sedangkan pada perlakuan minyak artemisia terhadap T. castaneum
menghasilkan persamaan regresi y = -0.077x2 + 7.649x + 0.580 dan nilai R2
didapatkan sebesar 0.971 hal ini menjelaskan bahwa pengaruh konsentrasi
minyak artemisia terhadap mortalitas imago T. castaneum adalah sebesar 97.1%
(Gambar 2).
Tanaman A. vulgaris dikenal juga sebagai sumber obat. Minyak esensial
dari tanaman ini dapat digunakan sebagai insektisida, antimikroba, dan
antiparasit. Minyak esensial A. vulgaris memiliki fumigan dan penolak
berpengaruh signifikan terhadap Musca domestica (Judzentiene dan Buzylete
2006).
Judzentiene dan Buzelyte (2006) melaporkan bahwa daun A. vulgaris
mengandung senyawa saponin, flavonoida, polifenol. Saponin bersifat sebagai
surfaktan yang mempunyai struktur bipolar, yaitu di dalam molekulnya terdapat
bagian yang bersifat hidrofilik dan hidrofobik sehingga dapat menyatukan
senyawa non polar dan senyawa polar, termasuk mengikat lapisan lemak dalam
air. Saponin berinteraksi dengan membran sel sehingga permeabilitas membran
sel meningkat (Tekeli 2007). Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
kebocoran sel yang selanjutnya terjadi kematian sel dan lambat laun
mengakibatkan kematian serangga.
Daun A. vulgaris telah diteliti melalui hidrodestilasi dan dianilisis secara
GC-MS ternyata dijumpai berbagai jenis komponen senyawa kimia yang terdiri
dari monoterpen, monoterpen teroksigenasi, sesquiterpen dan senyawa
sesquiterpen teroksigenasi (Bunrathep et al 2005).
Efek Fumigan Minyak Nilam terhadap S. zeamais dan T. castaneum
Minyak nilam dengan konsentrasi 4% (setara dengan dosis 0.2 ml/L udara)
setelah 72 jam perlakuan menyebabkan mortalitas imago S. zeamais sebesar
49%, pada konsentrasi tertinggi yaitu 10% (setara dengan dosis 0.5 ml/L udara)
menyebabkan mortalitas imago S. zeamais sebesar 94% (Tabel 3). Minyak nilam
dengan konsentrasi 5% (setara dengan dosis 0.25 ml/L udara) setelah 72 jam
perlakuan menyebabkan mortalitas imago T. castaneum sebesar 49%, pada
konsentrasi tertinggi yaitu 13% (setara dengan dosis 0.65 ml/L udara)
menyebabkan mortalitas imago T. castaenum sebesar 98% (Tabel 4).
Analisis probit setelah uji lanjut terhadap S. zeamais pada 72 JSP
menunjukkan nilai LC50 berada pada konsentrasi 3.82% dan nilai LC95 berada
pada konsentrasi 11.50%. Sedangkan perlakuan terhadap T. castaneum pada 72
JSP menunjukkan nilai LC50 berada pada konsentrasi 6.68% dan LC95 berada
pada konsentrasi 15.12%. Terlihat bahwa minyak nilam juga memiliki efek
fumigant yang lebih kuat terhadap S. zeamais (LC50 3.82% pada 72 JSP)
daripada T. castaneum (LC50 6.68% pada 72 JSP).
8
Tabel 3 Mortalitas imago S. zeamais akibat perlakuan dengan minyak nilam
Mortalitas imago S.zeamais ± SDa (%)
Konsentrasi Dosis
(%, v/v)
(ml/L udara)
72 JSPb
Kontrol
Kontrol
0 ± 0.00 f
4
0.2
49 ± 4.18 e
5.5
0.275
75 ± 5.00 d
7
0.35
78 ± 2.74 c
8.5
0.425
85 ± 3.54 b
10
0.5
94 ± 4.18 a
a
b
SD: standar deviasi, JSP: jam setelah perlakuan
Tabel 4 Mortalitas imago T. castaneum akibat perlakuan dengan minyak nilam
Mortalitas imago T.castaneum ± SDa (%)
Konsentrasi Dosis
(%, v/v)
(ml/L udara)
72 JSPb
Kontrol
Kontrol
0 ± 0.00 e
5
0.25
49 ± 5.48 d
7
0.35
59 ± 11.40 c
9
0.45
68 ± 7.58 b
11
0.55
91 ± 6.52 a
13
0.65
98 ± 2.74 a
a
b
SD: standar deviasi, JSP: jam setelah perlakuan
Perlakuan minyak nilam dalam jumlah tertentu dapat mempengaruhi
perilaku dan fisiologi serangga. Efek fumigan yang ditimbulkan oleh minyak
nilam berasal dari campuran senyawa yang terkandung di dalam tanaman
tersebut. Komponen utama penyusun minyak nilam ialah patchouli alkohol
sebesar 30-40%.
Minyak nilam merupakan bahan utama untuk mengikat bahan pewangi
pada industri parfum dan kosmetik. Selain itu, minyak nilam dapat digunakan
untuk mengendalikan hama (Yusron dan Wiratno 2001). Minyak nilam bersifat
menolak beberapa jenis serangga seperti ngengat kain (Thysanura:
Lepismatidae), Sitophilus zeamais (kumbang jagung), dan Carpophilus sp.
(kumbang buah kering) (Mardiningsih 1998).
Senyawa patchouli alkohol yang merupakan komponen terbesar dalam
minyak nilam diketahui mempunyai bioaktivitas tertentu. Hal ini dibuktikan oleh
Sonwa (2001) yang dalam penelitiannya melihat bahwa perpaduan antara
senyawa patchoulol dan α-patchoulene dari minyak nilam di Bangalore, India
potensial sebagai antifungal. Penelitian lain dilakukan oleh Henderson (2003)
terhadap minyak nilam dari Lousiana, Amerika Serikat. Hasilnya menunjukan
bahwa senyawa patchoulol dari minyak nilam tersebut diketahui aktif dalam
menghambat pertumbuhan rayap Coptotermes.
9
Mortalitas serangga uji mengalami peningkatan seiring dengan adanya
peningkatan konsentrasi. Minyak nilam yang digunakan dalam penelitian ini
memiliki efek fumigan terhadap kumbang S. zeamais yang lebih baik daripada
terhadap T. castaneum. Aplikasi minyak nilam diharapkan dapat membunuh
hama tersebut melalui pernapasannya dikarenakan senyawa patchoulol yang
merupakan komponen utama pada minyak nilam.
120
y = -0.661x2 + 15.94x - 0.362
R² = 0,980
Mortalitas (%)
100
80
60
40
20
0
0
5
10
Konsentrasi (%, v/v)
15
Gambar 3 Kurva persamaan regresi kuadratik antara konsentrasi minyak nilam
dengan mortalitas imago S. zeamais
120
y = -0.157x2 + 9.549x + 0.922
R² = 0.954
Mortalitas (%)
100
80
60
40
20
0
0
5
10
Konsentrasi (%< v/v)
15
Gambar 4 Kurva persamaan regresi kuadratik antara konsentrasi minyak nilam
dengan mortalitas imago T. castaneum
Hubungan perlakuan minyak dengan konsentrasi yang berbeda terhadap
kematian imago S. zeamais dan T. castaneum (Gambar 3 & 4) memperlihatkan
hal yang sama dengan perlakuan fumigan minyak artemisia, semakin tinggi
konsentrasi minyak nilam yang diberikan kepada serangga uji maka akan
semakin tinggi pula kematian imagonya.
10
Perlakuan minyak artemisia terhadap S. zeamais menghasilkan
persamaan regresi y = -0.661x2 + 15.94x - 0.362 dan nilai R2 didapatkan sebesar
0.980 hal ini menjelaskan bahwa pengaruh konsentrasi minyak artemisia
terhadap mortalitas imago S. zeamais adalah sebesar 98.0% (Gambar 1).
Perlakuan minyak artemisia terhadap T. castaneum menghasilkan
persamaan regresi y = -0.157x2 + 9.549x + 0.922 dan nilai R2 didapatkan sebesar
0.954 hal ini menjelaskan bahwa pengaruh konsentrasi minyak artemisia
terhadap mortalitas imago T. castaneum adalah sebesar 95.4% (Gambar 2).
Seperti halnya pestisida nabati lainnya, pestisida berbasis minyak atsiri
juga mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah aktivitas
biologinya yang berspektrum sangat luas, tidak toksik, sistemik, kompatibel,
mudah terdegradasi, dan lebih aman dibanding dengan bahan kimia sintetik. Di
samping itu minyak atsiri relatif tidak toksik terhadap mamalia, burung, dan
ikan. Pestisida berbahan minyak atsiri juga aman bagi lingkungan, karena
bersifat tidak persisten. Hal ini karena minyak atsiri mudah diurai secara alami,
sehingga tidak tahan lama di air, udara, di dalam tanah, dan tubuh mamalia
Adapun kelemahan-kelemahan dari pestisida berbasis minyak atsiri adalah
berhubungan dengan sifat-sifat dari minyak atsirinya sendiri yang volatil dan
tidak stabil atau tidak tahan terhadap sinar matahari. Keefektifan pestisida
minyak atsiri umumnya lebih rendah dibandingkan dengan pestisida kimia
sintetik dan kerjanya lebih lambat (Koul et al 2008). Oleh karena itu, di dalam
formula pestisida berbahan aktif minyak atsiri selalu ditambahkan senyawa
kimia lain yang sifatnya meningkatkan stabilitas bahan aktifnya.
Beberapa hal perlu dilakukan sebelum minyak nilam dan minyak artemisia
digunakan dalam praktik pengendalian hama gudang, di antaranya (1) pencarian
jenis tanaman yang minyak atsirinya mengandung senyawa yang memiliki efek
fumigan tinggi; (2) pengembangan formulasi dan cara aplikasi yang dapat
meningkatkan keefektifan minyak atsiri tersebut; (3) pengujian keefektifan
terhadap berbagai jenis hama gudang lain; (4) pengujian keefektifan di lapangan
(dalam gudang), dan (5) pengaruh aplikasi minyak atsiri tersebut terhadap
kualitas produk (Arifin 2013).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Minyak artemisia dapat menyebabkan mortalitas mencapai 95% untuk S.
zeamais pada konsentrasi 11.34% dan konsentrasi 18.52% untuk T. castaneum.
Minyak nilam dapat menyebabkan mortalitas mencapai 95% untuk S. zeamais
pada konsentrasi 11.50% dan konsentrasi 15.12% untuk T. castaneum.
Minyak artemisia dan minyak nilam dapat digunakan sebagai alternatif
untuk pengendalian hama gudang khususnya S. zeamais dan T. castaneum.
Saran
Perlu adanya pengujian dalam skala lebih besar dengan pengembangan
teknologi yang lebih canggih sehingga dapat diaplikasikan di lapang, serta perlu
adanya penelitian mengenai pengaruh minyak tersebut terhadap kualitas produk.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia. 2011. Karakteristik tanaman nilam di Indonesia. Di dalam: Miftahudin,
Efiana, editor. Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam. Ed ke-1. Bogor
(ID): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. hlm 1-8.
Arifin MC. 2013. Toksisitas kontak dan efek fumigan minyak atsiri Cinnamomum
spp. (Lauraceae) terhadap Tribolium castaneum (herbst) (coleoptera:
tenebrionidae) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bayer Environmental Science. 2007. Flour beetles [Internet]. Cambridge (US):
Bayer Environmental Science; [diunduh 2014 Mei 22]. Tersedia pada:
http://www.pestcontrolexpert.com/bayer/cropscience/bespestcontrol.nsf/id/4
5523A656D1244C1C12579C70057FEBF/$file/flour_beetles_08.pdf
Bintoro N, Bramasta RB. 2005. Kajian laju aliran bijian (flowrate) pada model
silo silindris. Di dalam: Bintoro N dan Bramasta RB, editor. Seminar
Nasional Teknik Pertanian. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian.
2005 Des 6; Yogyakarta. Yogyakarta (ID): UGM. hlm 1-12.
Bouda H, Tapondjou LA, Fontem DA. 2001. Effect of essential oils from leaves
of Ageratum conyzoides, Lantana camara, dan Chromolaena odorata on the
mortality of Sitophilus zeamais (Coleoptera: Curculionidae). Journal of
stored products research. 37(2): 103-109.
Bunrathep S, Songsak T, Ruangrungsi N. 2005. Terpenoid constituents from
leaves and cell cultures of Artemisia vulgaris var. Indica and application of
biotechnological techniques to increase davanone level. Thailand Science
Journal. 29(3): 147-153.
Ding W, Liu H, Li LS. 2000. The main stratagems and technology for stored
product pest control in ancient China. Journal of Southwest Agricultural
University. 22(1): 335–338.
Henderson. 2003. Toxicity and repellency of patchouli alcohol against Formosan
Subterranean Termites Coptotermes Shiraki (Isoptera: Rhinotermitidae)
[disertasi]. Louisiana: Departement of Entomology, Louisiana Agricultural
Experiment Station.
Judzentiene A, Buzylete J. 2006. Chemical composition of essential oils of
Artemisia vulgaris L. (mugwort) from North Lithuania. Chemija. 17(1):1215.
Kartasapoetra AG. 1991. Hama Hasil Tanaman Dalam Gudang. Ed ke-2. Jakarta
(ID): PT. Rinka Cipta.
Koul O, Walia S, Dhaliwal GS. 2008. Essential oils as green pesticides: Potential
and constrains. Biopesticides International. 4(1): 63-84.
LeOra Software. 1987. POLO-PC User’s Guide. Petaluma (US): LeOra Software.
Mardiningsih TL, Wikardi EA, Wiratno, Ma’mun. 1998. Nilam sebagai bahan
baku insektisida nabati. Di dalam: Hasanah M, editor. Monograf Nilam. Ed
ke-5. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. hlm 96-98.
Rusli S, Kemala S. 1991. Perkembangan penelitian tanaman atsiri. Di dalam:
Wahid P dkk, editor. Pengembangan Tanaman Atsiri. Prosiding Forum
Komunikasi Ilmiah Pengembangan Atsiri di Sumatera; 1991 Agu 31; Bukit
Tinggi. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. hlm 77.
13
Surtikanti.
2004.
Kumbang
bubuk
Sitophilus
zeamais
Motsch
(Coleoptera:Curculionidae) dan strategi pengendaliannya. Jurnal Litbang
Pertanian. 23(4):123-129.
Tekeli A. 2007. Plant extracts; a new rumen moderator in ruminant diets. Journal
of Tekirdag Agricultural Faculty.4(1): 71-79.
Yusron M, Wiratno. 2001. Budidaya Tanaman Nilam. Ed ke-3. Bogor (ID): Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
LAMPIRAN
15
Lampiran 1 Tabel uji anova perlakuan minyak artemisia terhadap S. zeamais
Source
DF Sum of Squares Mean Square F Value
Pr > F
Model
5
31004.16667
6200.8333
496.07 F
Model
5
26836.66667
5367.33333
184.02 F
Model
5
29674.16667
5934.83333
474.79 F
Model
5
30934.16667
6186.83333
138.77
(Artemisia vulgaris) DAN NILAM (Pogostemon cablin)
TERHADAP Sitophilus zeamais Motsch
dan Tribolium castaneum Herbst
NADIA REHULINA GINTING
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efek Fumigan Minyak
Atsiri Artemisia (Artemisia vulgaris) dan Nilam (Pogostemon cablin) terhadap
Sitophilus zeamais Motsch dan Tribolium castaneum Herbst adalah benar karya
saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan di dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Nadia Rehulina Ginting
NIM A34100053
ABSTRAK
NADIA REHULINA GINTING. Efek Fumigan Minyak Atsiri Artemisia
(Artemisia vulgaris) dan Nilam (Pogostemon cablin) terhadap Sitophilus zeamais
Motsch dan Tribolium castaneum Herbst. Dibimbing oleh IDHAM SAKTI
HARAHAP.
Kumbang jagung (Sitophilus zeamais) dan kumbang tepung merah
(Tribolium castaneum) merupakan hama penting pada produk simpanan. Metode
pengendalian untuk hama ini masih bergantung pada penggunaan pestisida dan
fumigan. Minyak atsiri yang disuling dari berbagai tanaman potensial digunakan
sebagai alternatif fumigan untuk mengendalikan hama tersebut. Penelitian ini
bertujuan mengetahui efek fumigan minyak artemisia dan nilam. Masing-masing
minyak diteteskan ke permukaan kertas saring kemudian dikeringanginkan selama
30 menit. Kertas saring direkatkan pada permukaan dalam tutup cawan petri,
kemudian sebanyak 20 imago serangga uji dimasukkan dan diinkubasi selama 72
jam. Minyak artemisia pada konsentrasi 11.34% dan minyak nilam pada
konsentrasi 11.50% menyebabkan mortalitas serangga uji mencapai 95%.
Kata kunci: fumigan, minyak atsiri, minyak artemisia, minyak nilam, Sitophilus
zeamais, Tribolium castaneum.
ABSTRACT
NADIA REHULINA GINTING. Fumigant Effect of Artemisia (Artemisia
vulgaris) and Patchouli (Pogostemon cablin) Esential Oils on Sitophilus zeamais
Motsch and Tribolium castaneum Herbst. Supervised by IDHAM SAKTI
HARAHAP.
Maize weevil (Sitophilus zeamais Motsch) and red flour beetle (Tribolium
castaneum Herbst) are major pests of stored products. Control methods for these
pests still depend on the use of insecticides and fumigants. Essential oils distilled
from a variety of plants are potential to be used as alternative fumigants to control
them. This research was aimed to evaluate the fumigant effect of artemisia and
patchouli essential oils. Each oil was applied to Whatman filter paper then air
dried for 30 minutes. Treated filter papers were stick onto the inside part of
petridish lid, and the 20 test insects were introduced into the petridish and
incubated for 72 hours. Artemisia oil at a concentration of 11.34% and patchouli
oil at 11.50% caused mortality of the test insects more than 95%.
Keywords: fumigant, essential oil, artemisia oil, patchouli oil, Sitophilus zeamais,
Tribolium castaneum.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EFEK FUMIGAN MINYAK ATSIRI ARTEMISIA
(Artemisia vulgaris) DAN NILAM (Pogostemon cablin)
TERHADAP Sitophilus zeamais Motsch
dan Tribolium castaneum Herbst
NADIA REHULINA GINTING
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi
: Efek Fumigan Minyak Atsiri Artemisia (Artemisia vulgaris)
dan Nilam (Pogostemon cablin) terhadap Sitophilus zeamais
Motsch dan Tribolium castaneum Herbst
Nama Mahasiswa : Nadia Rehulina Ginting
NIM
: A34100053
Disetujui oleh
Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, MSi.
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi.
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Efek
Fumigan Minyak Atsiri Artemisia (Artemisia vulgaris) dan Nilam (Pogostemon
cablin) terhadap Sitophilus zeamais Motsch dan Tribolium castaneum Herbst
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, MSi selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing, memberikan banyak pengetahuan, arahan, saran, dan masukan.
2. Dra. Endang Sri Ratna, PhD selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan motivasi.
3. Dr. Ir. Widodo, MS selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan saran
dan masukan.
3. Kedua orang tua tercinta Drs. Amran Ginting dan Dina Heriaty yang tak henti
memberikan doa dan dukungan kepada penulis.
4. SEAMEO BIOTROP atas kesediannya menerima penulis untuk melakukan
penelitian dan segala fasilitas yang diberikan
5. Ir. Sri Widayanti selaku supervisor Laboratorium Entomologi dan Mas
Heriyanto selaku teknisi Laboratorium Entomologi SEAMEO BIOTROP yang
selalu memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis.
6. Orang-orang terdekat penulis, Budi Yuhardiman, Dwi S Putri, SE., Widia Dwi
Mentari, dan Yulia Astuti yang selalu memberikan bantuan dan semangat.
7. Suci Regita, Andika Septiana, Andi Dwi Mandasari, SP., Wirathazia Enbya
Lavitri Chenta, SP., teman-teman Departemen Proteksi Tanaman angkatan 47,
dan pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam kelancaran penyusunan skripsi..
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, September 2014
Nadia Rehulina Ginting
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Metode Penelitian
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Efek Fumigan Minyak Artemisia
Efek Fumigan Minyak Nilam
SIMPULAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
x
x
x
1
1
2
2
3
3
3
4
5
5
7
11
11
11
12
15
16
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Mortalitas imago S. zeamais akibat perlakuan minyak artemisia
Mortalitas imago T. castaneum akibat perlakuan minyak artemisia
Mortalitas imago T. castaneum akibat perlakuan minyak nilam
Mortalitas imago S.zeamais akibat perlakuan minyak nilam
5
5
8
8
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Kurva persamaan regresi linier antara konsentrasi minyak artemisia
dengan mortalitas imago S. zeamais
Kurva persamaan regresi linier antara konsentrasi minyak artemisia
dengan mortalitas imago T. castaneum
Kurva persamaan regresi linier antara konsentrasi minyak nilam dengan
mortalitas imago S. zeamais
Kurva persamaan regresi linier antara konsentrasi minyak nilam dengan
mortalitas imago T. castaneum
6
6
9
9
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Tabel uji anova perlakuan minyak artemisia terhadap S. zeamais
Tabel uji anova perlakuan minyak artemisia terhadap T. castaneum
Tabel uji anova perlakuan minyak nilam terhadap S. zeamais
Tabel uji anova perlakuan minyak nilam terhadap T. castaneum
14
14
14
14
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyimpanan hasil pertanian merupakan salah satu kegiatan pascapanen
yang bertujuan untuk mempertahankan kualitas atau mencegah kerusakan dan
kehilangan yang disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal (Bintoro dan
Bramasta 2005).
Setelah berlangsungnya panen, secara nyata banyak hama yang terbawa ke
dalam tempat penyimpanan. Hama-hama yang terdapat dalam tempat
penyimpanan tidak hanya menyerang produk yang baru dipanen, melainkan juga
produk industri hasil pertanian tersebut, misalnya berbagai macam tepung, kopra,
beras, dan lain sebagainya. Penyebab kerusakan pada produk-produk pertanian
dalam simpanan, terutama adalah serangga yang berasal dari ordo Coleoptera
(Kartasapoetra 1991).
Hama gudang yang juga utama di Indonesia adalah kumbang jagung
Sitophilus zeamais (Coleoptera: Curculionidae). Kerusakan yang ditimbulkan S.
zeamais berupa biji jagung berlubang-lubang, sehingga dapat menurunkan
kualitas maupun kuantitas hingga 50% (Surtikanti 2004).
Tribolium castaneum (Coleoptera: Tenebrionidae) umumnya dikenal
sebagai hama sekunder biji-bijian karena meningkatkan kerusakan yang dilakukan
oleh hama primer. Imago dan larva kumbang ini selalu merusak tepung, jika
belum terdapat tepung mereka akan menunggu hasil perusakan butir beras,
gaplek, jagung, kopra, dan lain-lain oleh hama primer. Ketika hadir dalam jumlah
besar, kumbang tepung akan menyebabkan tepung menjadi rentan terhadap
cendawan serta dapat mencemari komoditas dengan sekresi dari kelenjar bau
(Bayer 2007).
Pengendalian serangga hama gudang merupakan bagian utama dari usaha
perawatan kualitas bahan pangan. Hingga saat ini fumigasi dan penyemprotan
insektisida masih merupakan cara utama untuk mengendalikan serangga hama
gudang. Dengan fumigasi, hama gudang yang berada di dalam butiran biji-bijian
diharapkan dapat terbunuh. Jenis-jenis pestisida yang dapat digunakan untuk
pengendalian serangga hama gudang sangat terbatas jumlahnya mengingat adanya
peraturan yang ketat tentang penggunaan pestisida pada bahan pangan. Jenis
fumigan yang digunakan untuk fumigasi terbatas pada penggunaan metil bromida
dan fosfin. Salah satu masalah penting dalam usaha pemberantasan hama gudang
secara kimiawi ialah timbulnya resistensi serangga hama terhadap pestisida.
Minyak atsiri biasa disebut minyak eteris/minyak terbang (essential oil,
volatile oil) karena sifatnya yang mudah menguap pada suhu kamar. Berbau dan
pada umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Secara
fisiologis, minyak pada tanaman penghasil minyak atsiri berfungsi membantu
proses penyerbukan atau sebagai atraktan terhadap beberapa jenis serangga atau
hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga, dan sebagai makanan
cadangan bagi tanaman (Amalia 2011).
Genus Pogostemon adalah salah satu anggota famili Labiateae yang
menghasilkan minyak atsiri. Spesies tanaman ini tersebar di seluruh kawasan Asia
Tenggara dan India. Di tanaman ini ditemukan di daerah Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
2
Salah satu jenis tanaman ini yang paling banyak dibudidayakan masyarakat adalah
varietas Pogostemon cablin Benth. Nilam (P. cablin) merupakan salah satu
tanaman penghasil minyak atsiri yang penting, baik sebagai sumber devisa negara
maupun sumber pendapatan petani. Minyak nilam memiliki potensi strategis di
pasar dunia sebagai bahan pengikat aroma wangi pada parfum dan kosmetika.
Minyak nilam dapat berfungsi sebagai zat pengikat (fiksatif) dan tidak dapat
digantikan dengan zat sintetis lainnya (Rusli dan Kemala 1991).
Minyak nilam dapat digunakan untuk mengendalikan hama, baik hama
gudang maupun hama tanaman. Minyak nilam mampu mematikan populasi
Stegobium paniceum, yang merupakan hama ketumbar selama penyimpanan.
Dengan mengoleskan sedikit minyak nilam disekitar dinding tempat
penyimpanan, populasi Stegobium paniceum dapat berkurang sebesar 25 – 42 %
setelah penyimpanan 9 hari (Mardiningsih et al.1998).
Artemisia merupakan salah satu anggota famili Asteraceae yang banyak
bermanfaat bagi manusia terutama sebagai tanaman obat karena dilaporkan
memiliki bioaktivitas seperti antivirus, antitumor, antipiretik, antihepatitis, dan
antioksidan. Di Cina kuno, ekstrak dari Artemisia vulgaris (L.) digunakan untuk
mengendalikan serangga hama pada produk yang disimpan (Ding 2000 dalam
Wang et al 2005). Dengan tingginya biaya produk sintetis dan kurangnya saat ini
pestisida yang efektif untuk perlindungan produk simpanan, evaluasi tanaman
lokal sebagai sumber protektan sangat diinginkan untuk membantu petani
menggunakan tanaman lokal yang tersedia dan produk ramah lingkungan untuk
membatasi kerugian pasca panen produk mereka. A. vulgaris mengandung minyak
atsiri yang banyak dimanfaatkan sebagai insektisida (Bouda 2001).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengetahui efek fumigan minyak artemisia dan
minyak nilam terhadap S. zeamais dan T. castaneum.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang potensi minyak
artemisia (A. vulgaris) dan minyak nilam (P. cablin) sebagai bahan alternatif yang
ramah lingkungan untuk pengendalian hama gudang S. zeamais dan T. castaneum.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2014 di
Laboratorium Entomologi, SEAMEO BIOTROP (Southeast Asian Regional
Centre for Tropical Biology), Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah cawan petri, pipet Mohr,
kertas saring Whatman diameter 9 cm, plastisin, alat tulis, label, stoples kaca, dan
kamera. Bahan yang digunakan adalah serangga uji S. zeamais dan T. castaneum
yang diperoleh dari koleksi laboratorium Entomologi SEAMEO BIOTROP,
aseton, lem, dedak, jagung, fluon, minyak artemisia, dan minyak nilam.
Metode Penelitian
Perbanyakan Serangga Uji
Serangga uji yang digunakan ialah S. zeamais dan T. castaneum yang
diperoleh dari koleksi laboratorium Entomologi Biotrop. Masing-masing serangga
diambil sebanyak 500 imago dan dimasukkan ke dalam stoples kaca yang berisi
pakan (jagung untuk S. zeamais dan dedak untuk T. castaneum). Setelah dua
minggu semua imago dikeluarkan, kemudian serangga dalam stoples diinkubasi
selama 4 minggu. Pengembangbiakan dilakukan untuk menghasilkan generasi F1
yang seragam. Imago yang berumur 7-14 hari digunakan untuk pengujian.
Uji Efek Fumigan
Pengujian efek fumigan minyak atsiri dilakukan melalui 2 tahap, yaitu uji
pendahuluan dan uji lanjutan. Pada uji pendahuluan, minyak atsiri dari tanaman
artemisia dan nilam diuji pada konsentrasi 5%, 10%, dan 15% (v/v). Sebanyak 0.5
ml minyak atsiri dilarutkan dengan pelarut aseton dalam larutan 10 ml untuk
mendapatkan konsentrasi 5% (v/v). Setiap minyak atsiri hasil pengenceran
tersebut sebanyak 0.5 ml diteteskan secara merata pada kertas saring Whatman
dengan diameter 9 cm yang telah direkatkan pada permukaan tutup cawan petri.
Penetesan larutan minyak atsiri dilakukan secara spiral dengan menggunakan
pipet Mohr 1 ml. Kertas saring kontrol diberi perlakuan dengan aseton saja.
Setelah diberi perlakuan, kertas saring perlakuan dan kontrol didiamkan selama
30 menit dalam keadaan tutup cawan petri sedikit terbuka untuk menguapkan
pelarut asetonnya. Bagian tepi dari cawan petri diolesi dengan fluon guna
mencegah serangga uji merayap ke permukaan atas cawan. Pakan untuk serangga
uji dimasukkan secukupnya ke dalam cawan petri (jagung untuk S. zeamais dan
dedak untuk T. castaneum). Selanjutnya masing-masing 20 imago S. zeamais dan
T. castaneum dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi kertas saring
perlakuan dan kontrol. Celah di antara bagian tutup dan dasar cawan petri disekat
dengan plastisin untuk mencegah terjadinya kebocoran uap minyak atsiri tersebut.
Mortalitas serangga diamati dan dihitung pada 72 jam setelah perlakuan (JSP)
(Arifin 2013).
Hasil uji pendahuluan setiap minyak atsiri digunakan untuk menentukan 5
taraf konsentrasi pada uji lanjutan. Konsentrasi tersebut diharapkan dapat
4
mengakibatkan kematian serangga uji antara 50% dan 95%. Berdasarkan uji
pendahuluan diperoleh LC50 dan LC95 minyak artemisia terhadap S. zeamais
adalah 5.30% dan 10.58%, sedangkan terhadap T. castaneum adalah 6.20% dan
14.54%. Uji pendahuluan minyak nilam terhadap S. zeamais menghasilkan LC50
dan LC95 sebesar 4.15% dan 9.45%, sedangkan terhadap adalah T. castaneum
5.25% dan 13.54%. Sehingga konsentrasi yang digunakan pada uji lanjut efek
fumigan minyak atsiri dari tanaman artemisia terhadap S. zeamais adalah 5%,
6.5%, 8%, 9.5%, dan 11%, sedangkan pada T. castaneum adalah 6%, 8%, 10%,
12%, dan 14%. Konsentrasi untuk uji lanjut pada perlakuan dengan minyak atsiri
dari tanaman nilam yang diuji terhadap S. zeamais adalah 4%, 5.5%, 7%, 8.5, dan
10%, sedangkan pada T. castaneum adalah 5%, 7%, 9%, 11%, dan 13.
Perlakuan dan pengamatan yang dilakukan pada uji lanjutan sama seperti uji
pendahuluan. Mortalitas serangga uji pada 72 JSP diolah dengan analisis probit
menggunakan program POLO-PC (LeOra Software 1987).
Analisis Data
Data mortalitas serangga uji diolah dengan analisis probit POLO,
Microsoft Ecxel 2007 dan dilakukan uji anova menggunakan program SAS for
Windows versi 9.1 kemudian dilakukan uji lanjut Duncan pada taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Efek Fumigan Minyak Artemisia terhadap S. zeamais dan T. castaneum
Minyak artemisia dengan konsentrasi 5% (setara dengan dosis 0.25 ml/L
udara) setelah 72 jam perlakuan menyebabkan mortalitas imago S. zeamais
sebesar 45%, pada konsentrasi tertinggi yaitu 11% (setara dengan dosis 0.55
ml/L udara) menyebabkan mortalitas imago S. zeamais sebesar 95% (Tabel 1).
Minyak artemisia dengan konsentrasi 6% (setara dengan dosis 0.3 ml/L udara)
setelah 72 jam perlakuan menyebabkan mortalitas imago T. castaneum sebesar
46%, pada konsentrasi tertinggi yaitu 14% (setara dengan dosis 0.7 ml/L udara)
menyebabkan mortalitas imago T. castaneum sebesar 94% (Tabel 2).
Tabel 1 Mortalitas imago S. zeamais akibat perlakuan dengan minyak artemisia
Mortalitas imago S. zeamais ± SDa (%)
Konsentrasi
Dosis
(%, v/v)
(ml/L udara)
72 JSPb
Kontrol
Kontrol
0 ± 0.00 f
5
0.25
45 ± 4.47 e
6.5
0.325
61 ± 4.18 d
8
0.4
79 ± 2.24 c
9.5
0.475
87 ± 2.74 b
11
0.55
95 ± 5.00 a
a
b
SD: standar deviasi, JSP: jam setelah perlakuan
Tabel 2 Mortalitas imago T. castaneum akibat perlakuan dengan minyak
artemisia
Mortalitas imago T. castaneum ± SDa (%)
Konsentrasi Dosis
(%, v/v)
(ml/L udara)
72 JSPb
Kontrol
Kontrol
0 ± 0.00 f
6
0.3
46 ± 4.18 e
8
0.4
57 ± 9.08 d
10
0.5
67 ± 8.37 c
12
0.6
80 ± 0.00 b
14
0.7
94 ± 4.18 a
a
SD: standar deviasi, bJSP: jam setelah perlakuan
Analisis probit setelah uji lanjut terhadap S. zeamais pada 72 JSP
menunjukkan nilai LC50 berada pada konsentrasi 5.4% dan LC95 berada pada
konsentrasi 11.34%. Perlakuan terhadap T. castaneum menunjukkan nilai LC50
pada konsentrasi 6.87% dan LC95 pada konsentrasi 18.52%. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa minyak artemisia memiliki efek fumigan yang lebih kuat
terhadap S. zeamais (LC50 5.4% pada 72 JSP) daripada T. castaneum (LC50
6.87% pada 72 JSP). Hal ini kemungkinan disebabkan fase uap komponen aktif
6
minyak artemisia dapat memasuki saluran pernapasan S. zeamais lebih cepat
dibandingkan dengan T. castaneum. Fumigan bersifat mudah menguap, oleh
karena itu biasanya digunakan untuk mengendalikan hama gudang/simpanan
yang berada di tempat tertutup. Minyak artemisia ini menghasilkan gas yang
mudah menguap, gas ini masuk melalui spirakel, selanjutnya ke trakea, dan
diedarkan ke seluruh tubuh. Oleh sebab itu racun ini merusak sistem pernafasan
serangga.
120
y = -0.28x2 + 10.37x - 0.981
R² = 0.981
Mortalitas (%)
100
80
60
40
20
0
0
Gambar 1
5
10
Konsentrasi (%, v/v)
15
Kurva persamaan regresi kuadratik antara konsentrasi minyak
artemisia dengan mortalitas imago S. zeamais
120
y = -0.077x2 + 7.649x + 0.580
R² = 0.971
Mortalitas (%)
100
80
60
40
20
0
0
Gambar 2
4
8
12
Konsentrasi (%, v/v)
16
Kurva persamaan regresi kuadratik antara konsentrasi minyak
artemisia dengan mortalitas imago T. castaneum
7
Hubungan perlakuan minyak artemisia dengan konsentrasi yang berbeda
terhadap mortalitas imago S. zeamais dan T. castaneum (Gambar 1 & 2)
memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak artemisia yang
diberikan maka akan semakin tinggi pula jumlah kematian imago serangga uji.
Perlakuan efek fumigan minyak artemisia terhadap S. zeamais
menghasilkan persamaan regresi y= -0,128x2 + 10,37x - 0,981 dan nilai R2
didapatkan sebesar 0.981 hal ini menjelaskan bahwa pengaruh konsentrasi
minyak artemisia terhadap mortalitas imago S. zeamais adalah sebesar 98.1%
(Gambar 1). Sedangkan pada perlakuan minyak artemisia terhadap T. castaneum
menghasilkan persamaan regresi y = -0.077x2 + 7.649x + 0.580 dan nilai R2
didapatkan sebesar 0.971 hal ini menjelaskan bahwa pengaruh konsentrasi
minyak artemisia terhadap mortalitas imago T. castaneum adalah sebesar 97.1%
(Gambar 2).
Tanaman A. vulgaris dikenal juga sebagai sumber obat. Minyak esensial
dari tanaman ini dapat digunakan sebagai insektisida, antimikroba, dan
antiparasit. Minyak esensial A. vulgaris memiliki fumigan dan penolak
berpengaruh signifikan terhadap Musca domestica (Judzentiene dan Buzylete
2006).
Judzentiene dan Buzelyte (2006) melaporkan bahwa daun A. vulgaris
mengandung senyawa saponin, flavonoida, polifenol. Saponin bersifat sebagai
surfaktan yang mempunyai struktur bipolar, yaitu di dalam molekulnya terdapat
bagian yang bersifat hidrofilik dan hidrofobik sehingga dapat menyatukan
senyawa non polar dan senyawa polar, termasuk mengikat lapisan lemak dalam
air. Saponin berinteraksi dengan membran sel sehingga permeabilitas membran
sel meningkat (Tekeli 2007). Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
kebocoran sel yang selanjutnya terjadi kematian sel dan lambat laun
mengakibatkan kematian serangga.
Daun A. vulgaris telah diteliti melalui hidrodestilasi dan dianilisis secara
GC-MS ternyata dijumpai berbagai jenis komponen senyawa kimia yang terdiri
dari monoterpen, monoterpen teroksigenasi, sesquiterpen dan senyawa
sesquiterpen teroksigenasi (Bunrathep et al 2005).
Efek Fumigan Minyak Nilam terhadap S. zeamais dan T. castaneum
Minyak nilam dengan konsentrasi 4% (setara dengan dosis 0.2 ml/L udara)
setelah 72 jam perlakuan menyebabkan mortalitas imago S. zeamais sebesar
49%, pada konsentrasi tertinggi yaitu 10% (setara dengan dosis 0.5 ml/L udara)
menyebabkan mortalitas imago S. zeamais sebesar 94% (Tabel 3). Minyak nilam
dengan konsentrasi 5% (setara dengan dosis 0.25 ml/L udara) setelah 72 jam
perlakuan menyebabkan mortalitas imago T. castaneum sebesar 49%, pada
konsentrasi tertinggi yaitu 13% (setara dengan dosis 0.65 ml/L udara)
menyebabkan mortalitas imago T. castaenum sebesar 98% (Tabel 4).
Analisis probit setelah uji lanjut terhadap S. zeamais pada 72 JSP
menunjukkan nilai LC50 berada pada konsentrasi 3.82% dan nilai LC95 berada
pada konsentrasi 11.50%. Sedangkan perlakuan terhadap T. castaneum pada 72
JSP menunjukkan nilai LC50 berada pada konsentrasi 6.68% dan LC95 berada
pada konsentrasi 15.12%. Terlihat bahwa minyak nilam juga memiliki efek
fumigant yang lebih kuat terhadap S. zeamais (LC50 3.82% pada 72 JSP)
daripada T. castaneum (LC50 6.68% pada 72 JSP).
8
Tabel 3 Mortalitas imago S. zeamais akibat perlakuan dengan minyak nilam
Mortalitas imago S.zeamais ± SDa (%)
Konsentrasi Dosis
(%, v/v)
(ml/L udara)
72 JSPb
Kontrol
Kontrol
0 ± 0.00 f
4
0.2
49 ± 4.18 e
5.5
0.275
75 ± 5.00 d
7
0.35
78 ± 2.74 c
8.5
0.425
85 ± 3.54 b
10
0.5
94 ± 4.18 a
a
b
SD: standar deviasi, JSP: jam setelah perlakuan
Tabel 4 Mortalitas imago T. castaneum akibat perlakuan dengan minyak nilam
Mortalitas imago T.castaneum ± SDa (%)
Konsentrasi Dosis
(%, v/v)
(ml/L udara)
72 JSPb
Kontrol
Kontrol
0 ± 0.00 e
5
0.25
49 ± 5.48 d
7
0.35
59 ± 11.40 c
9
0.45
68 ± 7.58 b
11
0.55
91 ± 6.52 a
13
0.65
98 ± 2.74 a
a
b
SD: standar deviasi, JSP: jam setelah perlakuan
Perlakuan minyak nilam dalam jumlah tertentu dapat mempengaruhi
perilaku dan fisiologi serangga. Efek fumigan yang ditimbulkan oleh minyak
nilam berasal dari campuran senyawa yang terkandung di dalam tanaman
tersebut. Komponen utama penyusun minyak nilam ialah patchouli alkohol
sebesar 30-40%.
Minyak nilam merupakan bahan utama untuk mengikat bahan pewangi
pada industri parfum dan kosmetik. Selain itu, minyak nilam dapat digunakan
untuk mengendalikan hama (Yusron dan Wiratno 2001). Minyak nilam bersifat
menolak beberapa jenis serangga seperti ngengat kain (Thysanura:
Lepismatidae), Sitophilus zeamais (kumbang jagung), dan Carpophilus sp.
(kumbang buah kering) (Mardiningsih 1998).
Senyawa patchouli alkohol yang merupakan komponen terbesar dalam
minyak nilam diketahui mempunyai bioaktivitas tertentu. Hal ini dibuktikan oleh
Sonwa (2001) yang dalam penelitiannya melihat bahwa perpaduan antara
senyawa patchoulol dan α-patchoulene dari minyak nilam di Bangalore, India
potensial sebagai antifungal. Penelitian lain dilakukan oleh Henderson (2003)
terhadap minyak nilam dari Lousiana, Amerika Serikat. Hasilnya menunjukan
bahwa senyawa patchoulol dari minyak nilam tersebut diketahui aktif dalam
menghambat pertumbuhan rayap Coptotermes.
9
Mortalitas serangga uji mengalami peningkatan seiring dengan adanya
peningkatan konsentrasi. Minyak nilam yang digunakan dalam penelitian ini
memiliki efek fumigan terhadap kumbang S. zeamais yang lebih baik daripada
terhadap T. castaneum. Aplikasi minyak nilam diharapkan dapat membunuh
hama tersebut melalui pernapasannya dikarenakan senyawa patchoulol yang
merupakan komponen utama pada minyak nilam.
120
y = -0.661x2 + 15.94x - 0.362
R² = 0,980
Mortalitas (%)
100
80
60
40
20
0
0
5
10
Konsentrasi (%, v/v)
15
Gambar 3 Kurva persamaan regresi kuadratik antara konsentrasi minyak nilam
dengan mortalitas imago S. zeamais
120
y = -0.157x2 + 9.549x + 0.922
R² = 0.954
Mortalitas (%)
100
80
60
40
20
0
0
5
10
Konsentrasi (%< v/v)
15
Gambar 4 Kurva persamaan regresi kuadratik antara konsentrasi minyak nilam
dengan mortalitas imago T. castaneum
Hubungan perlakuan minyak dengan konsentrasi yang berbeda terhadap
kematian imago S. zeamais dan T. castaneum (Gambar 3 & 4) memperlihatkan
hal yang sama dengan perlakuan fumigan minyak artemisia, semakin tinggi
konsentrasi minyak nilam yang diberikan kepada serangga uji maka akan
semakin tinggi pula kematian imagonya.
10
Perlakuan minyak artemisia terhadap S. zeamais menghasilkan
persamaan regresi y = -0.661x2 + 15.94x - 0.362 dan nilai R2 didapatkan sebesar
0.980 hal ini menjelaskan bahwa pengaruh konsentrasi minyak artemisia
terhadap mortalitas imago S. zeamais adalah sebesar 98.0% (Gambar 1).
Perlakuan minyak artemisia terhadap T. castaneum menghasilkan
persamaan regresi y = -0.157x2 + 9.549x + 0.922 dan nilai R2 didapatkan sebesar
0.954 hal ini menjelaskan bahwa pengaruh konsentrasi minyak artemisia
terhadap mortalitas imago T. castaneum adalah sebesar 95.4% (Gambar 2).
Seperti halnya pestisida nabati lainnya, pestisida berbasis minyak atsiri
juga mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah aktivitas
biologinya yang berspektrum sangat luas, tidak toksik, sistemik, kompatibel,
mudah terdegradasi, dan lebih aman dibanding dengan bahan kimia sintetik. Di
samping itu minyak atsiri relatif tidak toksik terhadap mamalia, burung, dan
ikan. Pestisida berbahan minyak atsiri juga aman bagi lingkungan, karena
bersifat tidak persisten. Hal ini karena minyak atsiri mudah diurai secara alami,
sehingga tidak tahan lama di air, udara, di dalam tanah, dan tubuh mamalia
Adapun kelemahan-kelemahan dari pestisida berbasis minyak atsiri adalah
berhubungan dengan sifat-sifat dari minyak atsirinya sendiri yang volatil dan
tidak stabil atau tidak tahan terhadap sinar matahari. Keefektifan pestisida
minyak atsiri umumnya lebih rendah dibandingkan dengan pestisida kimia
sintetik dan kerjanya lebih lambat (Koul et al 2008). Oleh karena itu, di dalam
formula pestisida berbahan aktif minyak atsiri selalu ditambahkan senyawa
kimia lain yang sifatnya meningkatkan stabilitas bahan aktifnya.
Beberapa hal perlu dilakukan sebelum minyak nilam dan minyak artemisia
digunakan dalam praktik pengendalian hama gudang, di antaranya (1) pencarian
jenis tanaman yang minyak atsirinya mengandung senyawa yang memiliki efek
fumigan tinggi; (2) pengembangan formulasi dan cara aplikasi yang dapat
meningkatkan keefektifan minyak atsiri tersebut; (3) pengujian keefektifan
terhadap berbagai jenis hama gudang lain; (4) pengujian keefektifan di lapangan
(dalam gudang), dan (5) pengaruh aplikasi minyak atsiri tersebut terhadap
kualitas produk (Arifin 2013).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Minyak artemisia dapat menyebabkan mortalitas mencapai 95% untuk S.
zeamais pada konsentrasi 11.34% dan konsentrasi 18.52% untuk T. castaneum.
Minyak nilam dapat menyebabkan mortalitas mencapai 95% untuk S. zeamais
pada konsentrasi 11.50% dan konsentrasi 15.12% untuk T. castaneum.
Minyak artemisia dan minyak nilam dapat digunakan sebagai alternatif
untuk pengendalian hama gudang khususnya S. zeamais dan T. castaneum.
Saran
Perlu adanya pengujian dalam skala lebih besar dengan pengembangan
teknologi yang lebih canggih sehingga dapat diaplikasikan di lapang, serta perlu
adanya penelitian mengenai pengaruh minyak tersebut terhadap kualitas produk.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia. 2011. Karakteristik tanaman nilam di Indonesia. Di dalam: Miftahudin,
Efiana, editor. Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam. Ed ke-1. Bogor
(ID): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. hlm 1-8.
Arifin MC. 2013. Toksisitas kontak dan efek fumigan minyak atsiri Cinnamomum
spp. (Lauraceae) terhadap Tribolium castaneum (herbst) (coleoptera:
tenebrionidae) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bayer Environmental Science. 2007. Flour beetles [Internet]. Cambridge (US):
Bayer Environmental Science; [diunduh 2014 Mei 22]. Tersedia pada:
http://www.pestcontrolexpert.com/bayer/cropscience/bespestcontrol.nsf/id/4
5523A656D1244C1C12579C70057FEBF/$file/flour_beetles_08.pdf
Bintoro N, Bramasta RB. 2005. Kajian laju aliran bijian (flowrate) pada model
silo silindris. Di dalam: Bintoro N dan Bramasta RB, editor. Seminar
Nasional Teknik Pertanian. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian.
2005 Des 6; Yogyakarta. Yogyakarta (ID): UGM. hlm 1-12.
Bouda H, Tapondjou LA, Fontem DA. 2001. Effect of essential oils from leaves
of Ageratum conyzoides, Lantana camara, dan Chromolaena odorata on the
mortality of Sitophilus zeamais (Coleoptera: Curculionidae). Journal of
stored products research. 37(2): 103-109.
Bunrathep S, Songsak T, Ruangrungsi N. 2005. Terpenoid constituents from
leaves and cell cultures of Artemisia vulgaris var. Indica and application of
biotechnological techniques to increase davanone level. Thailand Science
Journal. 29(3): 147-153.
Ding W, Liu H, Li LS. 2000. The main stratagems and technology for stored
product pest control in ancient China. Journal of Southwest Agricultural
University. 22(1): 335–338.
Henderson. 2003. Toxicity and repellency of patchouli alcohol against Formosan
Subterranean Termites Coptotermes Shiraki (Isoptera: Rhinotermitidae)
[disertasi]. Louisiana: Departement of Entomology, Louisiana Agricultural
Experiment Station.
Judzentiene A, Buzylete J. 2006. Chemical composition of essential oils of
Artemisia vulgaris L. (mugwort) from North Lithuania. Chemija. 17(1):1215.
Kartasapoetra AG. 1991. Hama Hasil Tanaman Dalam Gudang. Ed ke-2. Jakarta
(ID): PT. Rinka Cipta.
Koul O, Walia S, Dhaliwal GS. 2008. Essential oils as green pesticides: Potential
and constrains. Biopesticides International. 4(1): 63-84.
LeOra Software. 1987. POLO-PC User’s Guide. Petaluma (US): LeOra Software.
Mardiningsih TL, Wikardi EA, Wiratno, Ma’mun. 1998. Nilam sebagai bahan
baku insektisida nabati. Di dalam: Hasanah M, editor. Monograf Nilam. Ed
ke-5. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. hlm 96-98.
Rusli S, Kemala S. 1991. Perkembangan penelitian tanaman atsiri. Di dalam:
Wahid P dkk, editor. Pengembangan Tanaman Atsiri. Prosiding Forum
Komunikasi Ilmiah Pengembangan Atsiri di Sumatera; 1991 Agu 31; Bukit
Tinggi. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. hlm 77.
13
Surtikanti.
2004.
Kumbang
bubuk
Sitophilus
zeamais
Motsch
(Coleoptera:Curculionidae) dan strategi pengendaliannya. Jurnal Litbang
Pertanian. 23(4):123-129.
Tekeli A. 2007. Plant extracts; a new rumen moderator in ruminant diets. Journal
of Tekirdag Agricultural Faculty.4(1): 71-79.
Yusron M, Wiratno. 2001. Budidaya Tanaman Nilam. Ed ke-3. Bogor (ID): Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
LAMPIRAN
15
Lampiran 1 Tabel uji anova perlakuan minyak artemisia terhadap S. zeamais
Source
DF Sum of Squares Mean Square F Value
Pr > F
Model
5
31004.16667
6200.8333
496.07 F
Model
5
26836.66667
5367.33333
184.02 F
Model
5
29674.16667
5934.83333
474.79 F
Model
5
30934.16667
6186.83333
138.77