FORMULASI LOTION ANTI NYAMUK DARI MINYAK ATSIRI NILAM (Pogostemon cablin B.) Formulasi Lotion Anti Nyamuk Dari Minyak Atsiri Nilam (Pogostemon Cablin B.).

(1)

FORMULASI LOTION ANTI NYAMUK DARI MINYAK ATSIRI

NILAM (Pogostemon cablin B.)

NASKAH PUBLIKASI

 

 

Oleh :

FEBRIANNA SURYANINGTYAS

K100110064

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SURAKARTA


(2)

(3)

FORMULASI LOTION ANTI NYAMUK DARI MINYAK ATSIRI NILAM (Pogostemon cablin B.)

ANTI MOSQUITO LOTION FORMULATION OF Patchouli (Pogostemon cablin B.)

Febrianna Suryaningtyas*, T.N. Saifullah Sulaiman** dan Erindyah R. W* *Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Jl. A Yani Tromol Pos 1, Pabelan Kartasura Surakarta 57102 **Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada

Sekip Utara Yogyakarta 55281 Email : iyasfebrianna@gmail.com

ABSTRAK

Nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi menularkan virus dengue ke tubuh manusia melalui gigitannya, sebagai upaya pencegahan gigitan nyamuk digunakan repellent. Salah satu bahan alam yang memiliki potensi sebagai repellent adalah nilam (Pogostemon cablin B.) dengan kandungan patchouli alkohol. Minyak nilam diformulasikan menjadi sediaan lotion anti nyamuk dengan variasi konsentrasi minyak atsiri 0%b/v; 2%b/v; 4%b/v; 6%b/v; dan 8%b/v. Minyak atsiri diperoleh dari hasil penyulingan yang selanjutnya diuji kemurniannya. Minyak atsiri nilam diformulasikan menjadi sediaan lotion, kemudian dilakukan evaluasi terhadap sediaan yang meliputi persen daya repellent, sifat fisik dan stabilitas fisik yang meliputi organoleptis, homogenitas, viskositas, daya menyebar, daya melekat, pH. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa lotion minyak nilam memiliki aktifitas anti nyamuk, formula 4 dengan konsentrasi minyak 6%b/v memiliki daya proteksi paling tinggi sebesar 82,19% pada jam pertama. Besarnya konsentrasi minyak atsiri yang ditambahkan dalam sediaan mempengaruhi sifat fisik, dapat menurunkan viskositas dan daya lekat, tetapi menaikkan daya sebar dan pH lotion. Pada uji stabilitas fisik minggu kedelapan formula 4 dan 5 tidak stabil karena mengalami pemisahan.

Kata kunci: Formulasi; lotion;anti nyamuk;nilam; Pogostemon cablin B.

ABSTRACT

Infected Aedes aegypti mosquitoes transmit the dengue virus to humans through the bite, repellent is used to prevent mosquito bites. One of the natural materials that have potential as a repellent is patchouli (Pogostemon cablin B.) which contains patchouli alcohol. Patchouli oil is formulated into preparations repellents containing various concentration of essential oils 0% w/v; 2% w/v; 4% w/v; 6% w/v; and 8% w/v. Essential oil is obtained from the distillation of which were tested for purity. Patchouli essential oils are formulated into preparations lotion, and then evaluated the preparations that include percent repellent power, physical properties and physical stability include organoleptic, homogeneity, viscosity, power spread, adhesiveness, pH. The results obtained show that the lotion patchouli oil has anti-mosquito activity, the formula 4 with oil concentration of 6% w/v gets the highest power protection by 82.19% in the first hour. The magnitude of the concentration of essential oils which are added in the preparation affects the physical properties, can reduce the viscosity and adhesion, but raising the pH of the scatter and lotions. In the eighth week of physical stability test formulas 4 and 5 are not stable because of the separation happens.


(4)

PENDAHULUAN

Nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi menularkan virus dengue ke tubuh manusia melalui gigitannya (WHO, 1999). Sebagai upaya pencegahan terhadap gigitan nyamuk sediaan dalam bentuk lotion, gel, spray anti nyamuk praktis digunakan dengan cara diaplikasikan pada permukaan kulit tubuh. Sediaan anti nyamuk yang beredar di pasaran saat ini mengandung bahan aktif N,N-diethyl-m-toluamide (DEET) yang merupakan senyawa kimia sintetik dengan konsentrasi 10-15%. Penggunaan DEET dalam jangka waktu panjang dapat menimbulkan berbagai macam efek samping seperti gejala hipersensitifitas kulit bahkan dapat juga menyebabkan kanker (Qiu et al., 1998 cit Lukman et al., 2012) karena efek negatif yang ditimbulkan DEET, maka dibuat sediaan anti nyamuk dari bahan alam sebagai alternatif (Kardinan & Dhalimi, 2010). Salah satu bahan alam yang bisa digunakan yaitu nilam, minyak atsiri dari nilam yang dianalisis menggunakan GC-MS menunjukan kandungan patchouli alkohol sebesar 22,62% (Gokulakrishnan, 2013) sehingga memiliki aktivitas repellent (Jantan, 1999). Minyak atsiri mudah menguap jika diaplikasikan secara langsung diatas permukaan kulit, maka diformulasikan dalam sediaan lotion untuk memudahkan konsumen dalam pengaplikasiannya sebagai anti nyamuk dan untuk menjaga kestabilan minyak atsiri dalam penyimpanan.

METODE PENELITIAN Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk percobaan antara lain: piknometer dan refraktometer, timbangan analitik (Ohaus), alat-alat gelas (pyrex), mortir, stemper, pH meter (Hana), viskostester VT-RION, stopwatch, alat uji daya menyebar, alat uji daya melekat, kurungan nyamuk, termometer, aspirator.

Bahan yang digunakan yaitu minyak atsiri nilam, disodium EDTA, karbopol 940, akuades, propilen glikol, gliserin, metilparaben, propilparaben, mineral oil, asam stearat, dimethicone, gliseril monostearat, triethanolamine (99%), nyamuk Aedes aegypti.

Jalannya Penelitian

Minyak atsiri nilam dibeli dari UD. Sedah Sari, Boyolali. Dilakukan uji kemurnian terhadap minyak atsiri nilam meliputi uji bobot jenis, indeks bias dan kandungan patchouli alkohol. Dibuat 5 formula lotion dengan konsentrasi minyak atsiri yang berbeda-beda 0%b/v; 2%b/v; 4%b/v; 6%b/v; 8%b/v. Sediaan lotion anti nyamuk dibuat dengan menggunakan rancangan formula dari Lubrizol Advanced Materials, Inc. (3, 11) yang telah dimodifikasi tercantum dalam tabel 1. Cara pembuatannya adalah bagian A : disodium EDTA dilarutkan


(5)

dalam akuades. Karbopol ditaburkan sedikit-demi sedikit diatas mortir yang berisi air panas kemudian dikembangkan sampai beberapa menit, diaduk perlahan-lahan. Bagian B yang berisi propilen glikol, gliserin, metilparaben, propilparaben dicampur menjadi satu dalam akuades sambil dihangatkan dan diaduk sampai paraben larut. Bagian A dan B diaduk sambil dipanaskan sampai 65° C. Bagian C yang berisi mineral oil, asam stearat, gliseril monostearat, dimethicone, setil alkohol dicampur menjadi satu sambil dipanaskan hingga 65° C dan diaduk perlahan-lahan sampai semua padatan terlarut. Bagian C ditambahkan ke bagian A dan B. Dalam suhu 65° C, ditambahkan bagian D yang berisi triethanolamine (99%). Emulsi diaduk perlahan-lahan sampai suhu mencapai 40° C, kemudian didinginkan sampai suhu kamar dan ditambahkan minyak nilam. Sediaan lotion kemudiaan dilakukan uji aktivitas anti nyamuknya dan uji sifat fisiknya dan uji stabilitas fisik selama 2 bulan .

Tabel 1. Rancangan formula hasil modifikasi Lubrizol Advanced Materials, Inc. (3, 11) Bahan (gram) Formula

F I F II F III F IV F V

Bagian A Disodium EDTA 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 Karbopol 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50

Akuades qs qs qs qs qs

Bagian B Propilen glikol 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 Gliserin 12,50 12,50 12,50 12,50 12,50 Metilparaben 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50

Propilparaben 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25

Akuades qs qs qs qs qs

Bagian C Minyak atsiri 0 5,00 10,00 15,00 20,00

Mineral oil 10,00 10,00 10,00 10,00 10,00

Asam stearat 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00

Dimethicone 2,50 2,50 2,50 2,50 2,50

Gliseril monostearat 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00 Setil alkohol 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25 Bagian D Triethanolamine 1,25 1,25 1,25 1,25 1,25

Akuades ad 250 ad 250 ad 250 ad 250 ad 250

Uji Sifat Fisik Sediaan

Uji Organoleptis dilakukan secara visual diamati warna sediaan, konsistensi sediaan dan dicium bau sediaan lotion.

Uji Viskositas dilakukan dengan cara menempatkan rotor dari viskotester RION di tengah-tengah wadah yang berisi lotion, kemudian alat dihidupkan agar rotor dapat berputar. Viskositas dilihat pada skala dalam alat setelah tercapai kestabilan, jarum yang stabil menunjukkan skala besarnya viskositas dari lotion (Marchaban & Sulaiman, 2014).

Uji Daya Menyebar dengan meletakkan lotion sebanyak 0,5 gram di tengah cawan petri. Cawan petri yang lain diletakkan di atas cawan petri yang pertama sebagai beban awal dan dibiarkan selama 1 menit, diukur berapa diameter lotion yang menyebar (dengan


(6)

mengambil panjang rata-rata diameter dari berberapa sisi). Selanjutnya ditambahkan 50 gram beban tambahan sampai beban 450 gram, didiamkan selama 1 menit, dan diukur diameter penyebarannya seperti yang sebelumnya (Marchaban & Sulaiman, 2014).

Uji Daya Melekat, lotion sebanyak 0,25 gram diletakkan lotion di atas gelas obyek. Gelas obyek yang lain diletakkan di atas lotion tersebut, ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit. Gelas obyek dipasang pada alat tes, dilepaskan beban seberat 80 gram, dan dicatat waktunya hingga kedua gelas obyek terlepas (Marchaban & Sulaiman, 2014).

Uji pH menyiapkan lotion dalam bekker gelas, pH meter dikalibrasi pada buffer pH 7 dan pH 4. Elektroda pH meter dimasukkan ke dalam lotion, ditunggu sampai menunjukan angka pH yang stabil.

Uji Daya Repellent

Nyamuk Aedes aegypti betina berumur 3 hari yang dipuasakan sejumlah 50 ekor yang digunakan untuk pengujian dimasukkan dalam kurungan yang terbuat dari kayu dan plastik kasa. Tangan kiri probandus dari pergelangan tangan sampai ujung jari diolesi lotion sebanyak 1 gram dan tangan kanan yang digunakan sebagai kontrol negatif tidak diolesi apa-apa. Tangan kanan terlebih dahulu dimasukkan ke dalam kurungan selama 5 menit, dihitung berapa banyak nyamuk yang menempel pada permukaan kulit kemudian secara bergantian dimasukkan tangan kiri yang sudah diolesi lotion ke dalam kurungan selama 5 menit dan dihitung berapa banyak nyamuk yang menempel pada permukaan kulit, sehingga dapat dihitung persen daya proteksinya. Uji dilakukan selama tiga jam dibagi dalam tiga periode: satu jam/periode dengan waktu pemaparan lima menit/periode. Uji aktivitas anti nyamuk juga dilakukan pada salah satu merk dagang yang beredar dipasaran sebagai kontrol positifnya. Uji Stabilitas Fisik

Lotion sebanyak 50 gram ditimbang kemudian didiamkan selama 2 bulan, setiap minggu dilihat perubahan fisik lotion dengan memperhatikan organoleptis, homogenitas, viskositas, daya menyebar, daya melekat, pH.

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan statistik anova satu jalan dilanjutkan uji t-LSD, kecuali untuk data sifat fisik luas peyebaran, viskositas dan stabilitas viskositas analisis datanya dilakukan dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney karena data luas penyebaran, viskositas dan stabilitas viskositas tidak terdistribusi normal sehingga tidak bisa dilakukan uji anova. Semua uji dilakukan dengan taraf kepercayaan 95%, apabila p-value < 0,05% maka tiap formula memberikan perbedaan yang signifikan


(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Kemurnian Minyak Atsiri Nilam

Uji kemurnian dilakukan untuk mengetahui mutu dari minyak nilam yang akan digunakan, parameter mutu minyak nilam antara lain adalah warna, bobot jenis, indeks bias dan kadar patchouli alkohol. Dilihat secara visual minyak atsiri nilam berwarna kuning muda-coklat kemerahan dan berbau khas nilam, sesuai dengan standar mutu minyak atsiri menurut SNI 06-2338-2006. Hasil uji kemurnian minyak atsiri nilam tercantum pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil uji kemurnian minyak atsiri nilam Uji kemurnian Satuan SNI Hasil

Indeks bias nD 1,507-1,515 1,510 Bobot jenis 25°C g/cm3 0,950-0,975 0,959 Patchouli alcohol % Min. 30 29,200

Dari hasil uji kemurnian diperoleh indeks bias 1,510 nD memenuhi range SNI. Pada uji bobot jenis didapatkan hasil 0,959 g/cm3 menunjukkan bahwa minyak atsiri nilam memenuhi range standar mutu minyak atsiri nilam berdasarkan SNI. Uji kandungan patchouli alkohol dengan menggunakan GC didapatkan 29,20%, jika berdasarkan standar SNI kandunganpatchouli alkoholyang ada dalam minyak atsiri nilam kurang memenuhi standar mutu yaitu minimal 30%. Kadar patchouli alkohol yang masih rendah <30%, disebabkan karena penanganan bahan baku pasca panen sebelum proses penyulingan belum baik. Proses penyulingannya belum optimal, peralatan dan cara penyulingannya masih sederhana. Daerah asal bahan baku juga dapat mempengaruhi kadar patchouli alkohol di dalam minyak nilam (Aisyiah, et al., 2010).

Uji Sifat Fisik Lotion Anti Nyamuk Minyak Atsiri Nilam 1. Uji Organoleptis

Uji organoleptis dilakukan secara visual terhadap sediaan lotion, untuk mengetahui warna sediaan, konsistensi sediaan dan bau dari sediaan lotion. Uji homogenitas dilakukan dengan mengoleskan lotion pada gelas obyek, kemudian diamati.

Hasil pengamatan (tabel 3) dari segi warna formula 1 berwarna putih karena hanya berupa basis lotion, formula 2 sampai 5 warnanya semakin kuning akibat peningkatan konsentrasi minyak atsiri yang digunakan, minyak atsiri nilam sendiri berwarna kuning-kecoklatan. Formula 1 tidak berbau, formula 2 sampai 5 berbau khas nilam. Konsistensi lotion dari formula 1 sampai 5 semakin encer yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi minyak atsiri yang digunakan. Dari kesemua sediaan lotion menunjukan hasil yang homogen, dikatakan homogen karena dari hasil pengamatan yang dilakukan dengan mengoleskan lotion


(8)

pada gelas obyek, lotion menunjukan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya pemisahan antara kedua fase..

Tabel 3. Hasil uji organoleptis lotion anti nyamuk minyak atsiri nilam

Formula Warna Bau Bentuk Homogenitas

F1 Putih Tidak berbau Lotion Homogen F2 Putih kekuningan Bau nilam Lotion Homogen F3 Putih kekuningan (+) Bau nilam Lotion lebih encer (+) Homogen F4 Putih kekuningan (++) Bau nilam Lotion lebih encer (++) Homogen F5 Putih kekuningan (+++) Bau nilam Lotion lebih encer (+++) Homogen

Keterangan :

F1 = lotion dengan konsentrasi minyak atsiri 0%b/v F2 = lotion dengan konsentrasi minyak atsiri 2%b/v F3 = lotion dengan konsentrasi minyak atsiri 4%b/v F4 = lotion dengan konsentrasi minyak atsiri 6%b/v F5 = lotion dengan konsentrasi minyak atsiri 8%b/v (+) = warnanya lebih tua/viskositasnya lebih encer Uji Daya Sebar

Uji daya sebar dilakukan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan penyebaran lotion dan untuk melihat pengaruh penambahan minyak atsiri terhadap luas penyebarannya. Semakin besar luas penyebarannya, semakin mudah lotion menyebar merata diatas permukaan kulit.

Gambar 1. Hasil uji luas penyebaran lotion pada beban 450 gram

Dari hasil pegamatan gambar 1, formula 1 sampai 5 mengalami kenaikan tren, akibat peningkatan kosentrasi minyak atsiri yang ditambahkan pada setiap formula. Luas penyebaran formula 1, 2, 3 dilihat dari gambar tidak berbeda jauh, dari hasil statistik dengan Mann-whitney menunjukan bahwa formula 1 terhadap formula 2 dan formula 2 terhadap formula 3 kenaikannya tidak signifikan dengan nilai p-value 0,822. Pada formula 3 terhadap formula 4 terjadi kenaikan yang signifikan dengan nilai p-value 0,046, formula 4 terhadap formula 5 juga mengalami kenaikan tetapi kenaikannya tidak signifikan dengan nilai p-value 0,507. Hal ini berarti pada penambahan minyak atsiri konsentrasi 6%b/v pada formula 4 dapat menyebabkan kenaikan yang signifikan. Semakin besar konsentrasi minyak atsiri yang digunakan dalam formula, maka luas penyebarannya akan semakin besar.

Uji Daya Lekat

Uji daya lekat dilakukan untuk mengetahui seberapa lama lotion dapat melekat pada permukaan kulit. Daya lekat semakin besar maka waktu kontak lotion dengan kulit semakin lama sehingga efek yang ditimbulkan oleh lotion juga semakin efektif. Dari gambar 2 dapat


(9)

dilihat bahwa perbedaan konsentrasi minyak atsiri antar formula berhubungan dengan waktu lekat lotion.

Gambar 2. Hasil uji waktu lekat lotion anti nyamuk minyak atsiri nilam

Formula 1 dengan konsentrasi minyak atsiri 0%b/v memiliki waktu lekat yang paling besar, kemudian tren menunjukan penurunan dari formula 2 sampai 5 seiring dengan penambahan minyak atsiri dalam sediaan. Konsentrasi minyak atsiri mempengaruhi waktu lekat yang dihasilkan, karena minyak atsiri sendiri tidak lengket sehingga semakin besar konsentrasi minyak atsiri yang ditambahkan dalam formula waktu lekatnya semakin kecil. Besarnya waktu lekat berkaitan dengan viskositas sediaan, semakin besar viskositas lotion waktu lekatnya semakin besar. Penurunan daya lekat pada setiap formula dengan penambahan konsentrasi minyak atsiri terjadi signifikan dengan p-value 0,000.

Uji Viskositas

Uji viskositas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tahanan dari suatu cairan atau sediaan untuk mengalir. Viskositas berkaitan dengan kemudahan pengolesan, semakin kecil viskositas lotion semakin mudah lotion dioleskan pada permukaan kulit. Hal ini berhubungan juga dengan luas penyebaran lotion, pada uji daya sebar lotion yang memiliki viskositas besar luas penyebarannya akan semakin kecil.

Gambar 3. Hasil uji viskositas lotion anti nyamuk minyak atsiri nilam

Hasil uji viskositas (gambar 3) dilihat dari trennya menunjukkan bahwa formula 1 yang tidak mengandung minyak atsiri memiliki viskositas paling besar, sedangkan formula 2 sampai 5 mengalami penurunan viskositas seiring dengan penambahan minyak atsiri. Semakin besar konsentrasi minyak atsiri yang ditambahkan ke dalam formula menyebabkan penurunan viskositas lotion. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Caesar et al,. (2014) bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri yang digunakan dalam sediaan menyebabkan penurunan viskositas lotion, karena konsistensi minyak atsiri yang lebih rendah dibandingkan dengan basis lotion, sehingga pada saat ditambahkan kedalam sediaan lotion


(10)

menyebabkan viskositasnya menurun. Besar kecilnya viskositas akan mempengaruhi daya sebar dan daya lekat dari suatu sediaan. Semakin besar viskositas lotion daya sebarnya akan semakin kecil dan daya lekatnya akan semakin besar. Penurunan viskositas lotion pada formula 1 terhadap formula 2 dan formula 4 terhadap formula 5 tidak signifikan dengan nilai p-value 0,796 seperti yang terlihat pada gambar 3. Penurunan yang signifikan akibat penambahan konsentrasi minyak atsiri terjadi pada formula 3 terhadap 4 dengan nilai p-value 0,043.

Uji pH

Uji pH atau derajat keasaman lotion dilakukan untuk melihat keberterimaan kulit terhadap sediaan, range pH yang dapat diterima kulit menurut SNI berkisar antara 4,5-8.

Dari gambar 4 pH lotion formula 1 sampai 5 berkisar antara 7-8, hal ini dipengaruhi oleh penambahan triethanolamine karena triethanolamine apabila dicampur dengan asam lemak, seperti asam stearat akan membentuk sabun anionik dengan pH sekitar 8 (Goskonda, 2009). Dilihat dari trennya pH lotion mengalami kenaikan, hal ini berarti besarnya konsentrasi minyak atsiri mempengaruhi nilai pH, semakin besar konsentrasi minyak atsiri yang terkandung dalam formula semakin besar pula nilai pH nya.

Gambar 4. Hasil uji pH lotion anti nyamuk minyak atsiri nilam

Kenaikan pH pada setiap formula akibat penambahan konsentrasi minyak nilam terjadi secara signifikan dengan nilai p-value <0,05 kecuali pada formula 3 terhadap 4 kenaikannya tidak signifikan dengan p-value 0,078.

Uji Aktivitas Anti Nyamuk Lotion Minyak Atsiri Nilam

Uji aktivitas anti nyamuk dilakukan untuk melihat aktivitas anti nyamuk dari lotion minyak atsiri nilam dalam melindungi kulit dari gigitan nyamuk. Aktivitas anti nyamuk dinyatakan dalam persen daya proteksi, semakin besar daya proteksinya semakin efektif aktivitas anti nyamuk dari suatu sediaan.

Dari gambar 5 secara berurutan formula 1 dan 2 memiliki daya proteksi paling kecil diikuti dengan formula 5 kemudian formuala 3 dan 4. Daya proteksi yang paling tinggi dimiliki oleh formula 4 dengan konsentrasi minyak atsiri 6%b/v. Formula 5 dengan konsentrasi minyak atsiri lebih besar yaitu 8%b/v justru memiliki daya proteksi yang lebih kecil dari formula 3 dan 4, hal ini berarti peningkatan konsentrasi minyak atsiri sampai


(11)

6%b/v yang ditambahkan dalam sediaan dapat meningkatkan aktivitas anti nyamuk, tetapi apabila konsentrasi minyak atsiri yang ditambahkan dalam sediaan ditingkatkan lagi aktivitas anti nyamuknya akan menurun dikarenakan basis lotion yang tidak mampu menahan konsentrasi minyak atsiri yang terlalu besar yang terkandung dalam lotion sehingga minyak atsiri mengalami penguapan dan mengakibatkan daya proteksinya menurun.

Formula 1 memiliki persen daya proteksi paling rendah karena formula 1 hanya berisi basis lotion yang tidak ditambahkan zat aktif yaitu minyak atsiri nilam. Basis lotion sendiri memiliki aktivitas anti nyamuk meskipun kurang efektif, dikarenakan basis terbuat dari beberapa bahan kimia yang diformulasikan menjadi basis lotion.

Dilihat dari trennya semua formula yang dioleskan pada permukaan kulit mengalami penurunan setiap periode (setiap jamnya), hal ini dikarenakan zat aktif yang terkandung mulai menguap karena suhu tubuh. Pada formula 1 dan merk dagang penurunan setiap periodenya sampai jam ketiga terjadi secara tidak signifikan dengan nilai p-value > 0,05. Formula 2, 4, 5 pada jam pertama sampai kedua penurunannya tidak signifikan tetapi pada jam ketiga mengalami penurunan yang signifikan dengan p-value < 0,05. Pada formula 3 justru pada jam pertama sampai kedua penurunannya signifikan dengan p-value 0,001 dan pada jam ketiga penurunannya tidak signifikan p-value 0,083.

Gambar 5. Hasil uji aktivitas lotion anti nyamuk minyak atsiri nilam

Keterangan :

F1 = lotion dengan konsentrasi minyak atsiri 0%b/v F2 = lotion dengan konsentrasi minyak atsiri 2%b/v F3 = lotion dengan konsentrasi minyak atsiri 4%b/v F4 = lotion dengan konsentrasi minyak atsiri 6%b/v F5 = lotion dengan konsentrasi minyak atsiri 8%b/v Kontrol positif = merk dagang

Hasil pengujian merk dagang didapatkan persen daya proteksi yang mendekati 100%, karena didalam produk merk dagang mengandung senyawa kimia DEET yang sangat efektif menolak nyamuk, tetapi DEET merupakan senyawa kimia sintetik beracun dan berbahaya jika digunakan dalam jangka waktu yang lama, karena efek negatif yang ditimbulkan DEET, sediaan lotion dari bahan alami seperti minyak atsiri nilam jelas lebih baik digunakan walaupun daya proteksinya tidak lebih besar daripada produk merk dagang yang beredar dipasaran


(12)

Uji Stabilitas Fisik

Uji stabilitas fisik dilakukan untuk melihat apakah lotion stabil dalam penyimpanan atau tidak. Pengujian dilakukan selama 2 bulan, diuji setiap minggunya meliputi uji organoleptis, homogenitas, viskositas, daya menyebar, daya melekat, pH. Selama uji stabilitas fisik dilihat apakah terjadi pemisahan dalam penyimpanan atau tidak, hasil uji stabilitas fisik tercantum pada tabel 5.

Tabel 5. Hasil uji stabilitas fisik (organoleptis selama 2 bulan)

Pameter uji Keterangan

Bau Tidak berubah

Warna Tidak berubah

Homogenitas Homogen, tetapi pada minggu ke-8 F4 dan F5 mengalami pemisahan Bentuk Tidak berubah, tetapi konsistensinya menurun.

Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa dari hasil uji organoleptis tidak terjadi perubahan yang signifikan, dari segi bau pada saat penyimpanan tetap berbau khas nilam dan tidak menimbulkan bau yang tengik karena minyak nilam sendiri bersifat fiksatif (dapat menahan bau). Bentuknya tidak berubah, tetapi konsistensinya dari minggu ke minggu mengalami penurunan, hal ini berarti bahwa semakin lama waktu penyimpanan konsistensi lotion akan semakin menurun. Dari segi warna formula 1 tetap berwarna putih sedangkan untuk formula 2 sampai 5 yang mengandung minyak atsiri nilam berwarna putih-kekuningan sesuai dengan konsentrasi minyak nilam yang ditambahkan ke dalam sediaan. Pada minggu pertama sampai keempat lotion homogen dan tidak terjadi pemisahan, tetapi pada minggu kedelapan formula 4 dan 5 mengalami pemisahan fase air dan fase minyak. Pemisahan dapat disebabkan oleh adanya perubahan globul dan keterbatasan kemampuan emulgator dalam sediaan lotion. Dari pengujian tersebut formula 4 dan 5 dinyatakan tidak stabil dalam penyimpanan karena terjadi pemisahan.

Uji stabilitas luas penyebaran sediaan lotion dilakukan untuk mengetahui kestabilan luas penyebaran sediaan dalam penyimpanan, pada gambar 6 dapat dilihat secara sekilas luas penyebarannya mengalami fluktuasi.

Gambar 6. Grafik hubungan antara waktu penyimpanan vs luas penyebaran

Dari hasil analisis statistik didapatkan hasil bahwa luas penyebaran formula 1 mengalami kenaikan signifikan pada minggu ke nol sampai minggu pertama dengan nilai


(13)

p-value 0,013 kemudian diminggu selanjutnya sampai minggu kedelapan tidak mengalami kenaikan yang signifikan p-value >0,05. Pada formula 2 terjadi kenaikan signifikan pada minggu pertama terhadap minggu kedua dengan p-value 0,002 kemudian pada minggu berikutnya luas penyebarannya menurun tetapi penurunan tidak terjadi secara signifikan. Formula 3 dan 5 tidak menunjukan perbedaan yang signifikan pada setiap minggunya, formula 4 mengalami kenaikan yang signifikan pada minggu kedua terhadap minggu ketiga dengan p-value 0,039. Formula 3 dan 5 dapat dikatakan stabil dalam penyimpanan karena tidak terjadi perubahan yang signifikan pada setiap minggunya. Perubahan luas penyebaran pada setiap minggunya dapat disebabkan oleh penambahan fase minyak yang dapat menyebabkan perubahan fase pada setiap formula yang dapat mengganggu stabilitas fisik sediaan.

Pengujian waktu lekat merupakan salah satu parameter kestabilan lotion, pengujian stabilitas lotion dilakukan sama dengan pengujian parameter stabilitas yang lain.Dari gambar 7 dapat dilihat bahwa waktu lekat semua formula mengalami kenaikan sampai pada minggu keempat dan kemudian mengalami penurunan pada minggu kedelapan.

Gambar 7. Grafik hubungan waktu penyimpanan vs waktu lekat

Formula 1 sampai 5 diminggu ke-nol sampai minggu pertama tidak terjadi perubahan yang signifikan nilai p-value > 0,05. Formula 1 dan 4 terjadi kenaikan dari minggu kedua sampai minggu keempat kemudian mengalami penurunan pada minggu keempat sampai minggu kedelapan, kenaikan dan penurunan daya lekat yang terjadi pada formula 1 dan 4 secara signifikan nilai p-value 0,000. Formula 2 dari minggu pertama sampai minggu keempat mengalami kenaikan yang signifikan dengan p-value < 0,05 dan pada minggu kedelapan mengalami penurunan yang signifikan dengan p-value < 0,05, sama halnya dengan formula 2 hasil uji daya lekat yang terjadi pada formula 3 dari minggu pertama mengalami kenaikan signifikan tetapi pada minggu ketiga terhadap minggu keempat tidak terjadi kenaikan yang tidak signifikan karena nilai signifikan tetapi pada minggu ketiga terhadap minggu keempat tidak terjadi kenaikan yang signifikan dengan p-value 0,700. Pada formula 5 hasil uji daya lekatnya dari minggu ke-nol sampai minggu kedelapan tidak


(14)

signifikan karena nilai p-value > 0,05. Perbedaan stabilitas daya lekat ini disebabkan karena perbedaan konsentrasi minyak atsiri yang ditambahkan pada setiap formulanya. Penurunan daya lekat yang terjadi pada minggu kedelapan pada setiap formula dikarenakan terjadinya perubahan suhu kamar pada saat pengukuran. Perbedaan suhu kamar ini dapat mempengaruhi viskositas dari lotion yang akan diuji responnya. Viskositas semakin rendah daya lekatnya juga akan semakin rendah (Trilestari, 2002 cit Zulkarnain, et al., 2013)

Stabilitas viskositas dilakukan untuk melihat kestabilan lotion yang ditunjukkan oleh tidak adanya perubahan viskositas pada saat penyimpanan, kestabilan viskositas berkaitan dengan kemampuan lotion mempertahankan zat aktif di dalam basis lotion selama penyimpanan sehingga aktivitas zat aktif tetap efektif (Puspita, 2012). Hasil uji viskositas stabilitas fisik pada gambar 8 menunjukan bahwa dari minggu pertama sampai minggu kedelapan viskositas mengalami penurunan disetiap minggunya.

Gambar 8. Grafik hubungan waktu penyimpanan vs viskositas

Pada formula 1 terjadi penurunan yang signifikan pada minggu ke-nol sampai minggu kedua dengan nilai p-value 0,043 kemudian pada minggu ketiga samapi minggu kedelapan cenderung stabil karena tidak mengalami penurunan yang signifikan p-value > 0,05. Formula 2 pada minggu ke-nol sampai ketiga mengalami penurunan signifikan dengan nilai p-value 0,043 kemudian sampai minggu kedelapan tidak terjadi penurunan yang signifikan. Berbeda dengan formula yang lain formula 3 dari minggu ke-nol sampai minggu pertama penurunanya justru tidak signifikan dengan p-value 0,197 kemudian baru mengalami penurunan signifikan dengan nilai p-value 0,043 pada minggu pertama sampai minggu ketiga dan mengalami penurunan yang tidak signifikan kembali pada minggu ketiga sampai kedelapan. Formula 4 mengalami penurunan yang tidak signifikan pada minggu pertama sampai keempat, penurunan signifikan terjadi pada minggu ke-nol sampai pertama dan minggu keempat sampai minggu kedelapan dengan p-value < 0,05. Pada formula 5 penurunan yang terjadi tidak signifikan dari minggu ke-nol sampai minggu keempat dengan p-value > 0,05 sedangkan pada minggu keempat sampai kedelapan penurunanya baru signifikan karena nilai p-value > 0,043. Penurunan viskositas di setiap minggunya dapat


(15)

disebabkan oleh teroksidasinya komponen yang ada di dalam sediaan lotion yaitu mineral oil, mineral oil dapat teroksidasi dalam penyimpanan menjadi bentuk aldehid dan asam organik, karena mineral oil merupakan campuran dari penyulingan liquid alifatik tersaturasi (C14-C18) dan siklik hidrokarbon sehingga apabila teroksidasi menjadi bentuk aldehid dan asam organik viskositasnya akan mengalami penurunan (Owen, 2005 cit Zulkarnain, et al., 2013)

Uji pH atau derajat keasaman merupakan salah satu parameter penting untuk menentukan suatu sediaan stabil atau tidak dalam penyimpanan. Menurut Budiman (2008) pH merupakan hasil dari pengukuran aktivitas hidrogen dalam lingkungan air, perubahan pH yang cenderung mengarah ke asam kemungkinan karena adanya reaksi kimia.

Hasil pengamatan gambar 9 menunjukan bahwa pH lotion dari pertama kali dibuat sampai minggu keempat berkisar pada pH 7-8, pada minggu kedelapan dilihat dari trennya pH lotion mengalami penurunan. Penurunan pH dapat disebabkan karena reaksi yang terjadi dalam sediaan selam penyimpanan atau dapat juga disebabkan oleh bakteri.

Gambar 9. Grafik hubungan waktu penyimpanan vs pH

Dari gambar 9 sudah terlihat jelas bahwa dari formula 1 sampai 5 pada minggu ke-nol sampai minggu keempat pH lotion tidak menglami perubahan yang tajam, tetapi pada minggu kedelapan pH lotion pada semua formula mengalami penurunan yang signifikan dengan nilai p-value 0,000.

Formula 1 dan 2 memiliki stabilitas fisik yang baik karena tidak mengalami pemisahan setelah penyimpanan selama 2 bulan, tetapi aktivitas anti nyamuknya kurang efektif karena nilai persen daya proteksinya kurang dari 60%. Formula 3 memiliki stabilitas fisik yang baik dan persen daya proteksinya juga lebih dari 70%. Formula 4 memiliki persen daya proteksi paling tinggi yaitu mencapai 82,23%, tetapi pada uji stabilitas minggu kedelapan formula 4 mengalami pemisahan, sama halnya dengan formula 5 yang juga mengalami pemisahan pada minggu kedelapan. Dilihat dari keseluruhan evaluasi sediaan, baik uji aktivitas anti nyamuk dan uji stabilitas, sediaan formula 3 merupakan formula terbaik karena memiliki aktivitas anti nyamuk yang cukup tinggi dengan persen daya proteksi lebih


(16)

dari 70%, dan pada minggu kedelapan formula 3 juga tidak mengalami pemisahan, sehingga dapat dikatakan stabil dalam penyimpanan.

Kekurangan dari penelitian ini antara lain adalah hasil sediaan lotion dari segi bau kurang enak, hal ini disebabkan oleh bau dari minyak atsiri nilam sendiri yang menyengat akibat pengolahan bahan baku pasca panen sebelum proses penyulingan kurang baik. Pada penelitian ini juga belum dilakukan uji iritasi, uji iritasi perlu dilakukan supaya dapat diketahui apakah lotion mengiritasi kulit atau tidak. Pada uji stabilitas minggu kedelapan formula 4 dan 5 mengalami pemisahan dalam penyimpanan yang dapat disebabkan karena kurangnya kemampuan emulgator dalam sediaan lotion.

KESIMPULAN

1. Peningkatan konsentrasi minyak atsiri nilam sampai 6%b/v meningkatkan aktivitas anti nyamuk sediaan lotion minyak atsiri nilam, tetapi pada konsentrasi minyak atsiri 8%b/v aktivitas anti nyamuk menurun hal ini disebabkan karena basis tidak mampu menahan minyak atsiri dalam sediaan lotion sehingga kandungan anti nyamuk pada minyak atsiri nilam mudah menguap mengakibatkan aktivitas anti nyamuknya menurun.

2. Peningkatan konsentrasi minyak atsiri yang digunakan dalam pembuatan lotion anti nyamuk minyak nilam menyebabkan luas penyebaran dan pH lotion semakin besar tetapi viskositas dan daya lekatnya semakin kecil. Sediaan lotion dari semua uji stabilitas fisik cenderung stabil sampai minggu keempat, kemudian menurun di minggu kedelapan. Formula 4 dan 5 mengalami pemisahan pada minggu kedelapan.

3. Formula yang paling baik adalah formula 3 karena memiliki aktivitas anti nyamuk yang baik dan pada saat penyimpanan selama 2 bulan tidak mengalami pemisahan.

SARAN

1. Perlu penambahan fragrance untuk meningkatkan penerimaan bau lotion minyak nilam. 2. Perlu optimasi dengan menaikkan konsentrasi emulgator atau diganti menggunakan

emulgator yang lebih tepat. 3. Perlu dilakukan uji iritasi.


(17)

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Yuliani et al., 2010, Peningkatan Kadar Patchouli Alkohol Minyak Nilam (Pogostemon cablin B.) dengan Menggunakan Membran Selulosa Asetat, Agritech, UGM Yogyakarta, 30 (3), 2.

Caesar, Y.R., Hapsari, Indri., & Dhini, B. A., 2014, Formulasi dan Aktivitas Antibakteri Lotion Minyak Atsiri Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill), Media Farmasi, Vol II, No. 1, hal 48-50.

Departemen Pertanian, 1995, Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida, 1-3, Jakarta,

Departemen Pertanian.

Fradin, M. S. & Day, J. F., 2002, Comparative efficacy of insect repellents against mosquito bites, new England journal of medicine, 347 (1), 13-18.

Gokulakrishnan J., Elumalai K., Dhanasekaran S., Anandan A., & Krishnappa K., 2013, Pupicidal and repellent activities of Pogostemon cablin essential oil chemical compounds against medically important human vector mosquitoes, Asian Pasific Journal of Tropical Deisease, 3 (1), 26-31.

Goskonda, S. R., 2009, Triethanolamine, In: Rowe, R. C., Sheskey, P. J., & Quinn, M.E., Handbook of Excipient, Sixth Edition, 754-755, USA Pharmaceutical Press and American Pharmasist Association.

Jantan, I., & Zaki, Z. M., 1999, Development of Environment-Friendly Insect Repellents From The Leaf Oils of Selected Malaysian Plants, Review of Biodiversity and Environmental Convervation, ASEAN, 1-7.

Kardinan, A., & Dhalimi, A., 2010, Potensi Adas (Foeniculum vulgare) Sebagai Bahan Aktif Lotion Anti Nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti), Bul. Littro, Vol. 21 No. 1, 61

– 68.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012, Pedoman Penggunaan Insektisida (Pestisida) dalam Pengendalian Vektor, 12, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Lubrizol, 2007, Hand and Body Lotion, Lubrizol Advanced Materials, Inc., B-0012.

Marchaban & Saifullah, T. N., 2014, Petunjuk Praktikum Formulasi Dan Teknologi Sediaan Cair Dan Semi Padat, Yogyakarta, Gajah Mada University Press.

Owen, S.C., 2005, Mineral Oil, dalam Rowe, R.C., Sheskey, P.J., And Owen, S.C., Handbook Of Pharmaceutical Excipient, Fifth Edition, 471-473, London, Pharmaceutical Press.

SNI 06-2338-2006, Minyak Nilam.

Trilestari, 2002, Hand and Body Lotion: Pengaruh Penambhan Nipagin, Nipasol dan Campuran Keduanya terhadap Stabilitas Fisika dan Efektifitasnya sebagai Anti Jamur, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.


(1)

Uji Stabilitas Fisik

Uji stabilitas fisik dilakukan untuk melihat apakah lotion stabil dalam penyimpanan atau tidak. Pengujian dilakukan selama 2 bulan, diuji setiap minggunya meliputi uji organoleptis, homogenitas, viskositas, daya menyebar, daya melekat, pH. Selama uji stabilitas fisik dilihat apakah terjadi pemisahan dalam penyimpanan atau tidak, hasil uji stabilitas fisik tercantum pada tabel 5.

Tabel 5. Hasil uji stabilitas fisik (organoleptis selama 2 bulan)

Pameter uji Keterangan

Bau Tidak berubah

Warna Tidak berubah

Homogenitas Homogen, tetapi pada minggu ke-8 F4 dan F5 mengalami pemisahan Bentuk Tidak berubah, tetapi konsistensinya menurun.

Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa dari hasil uji organoleptis tidak terjadi perubahan yang signifikan, dari segi bau pada saat penyimpanan tetap berbau khas nilam dan tidak menimbulkan bau yang tengik karena minyak nilam sendiri bersifat fiksatif (dapat menahan bau). Bentuknya tidak berubah, tetapi konsistensinya dari minggu ke minggu mengalami penurunan, hal ini berarti bahwa semakin lama waktu penyimpanan konsistensi lotion akan semakin menurun. Dari segi warna formula 1 tetap berwarna putih sedangkan untuk formula 2 sampai 5 yang mengandung minyak atsiri nilam berwarna putih-kekuningan sesuai dengan konsentrasi minyak nilam yang ditambahkan ke dalam sediaan. Pada minggu pertama sampai keempat lotion homogen dan tidak terjadi pemisahan, tetapi pada minggu kedelapan formula 4 dan 5 mengalami pemisahan fase air dan fase minyak. Pemisahan dapat disebabkan oleh adanya perubahan globul dan keterbatasan kemampuan emulgator dalam sediaan lotion. Dari pengujian tersebut formula 4 dan 5 dinyatakan tidak stabil dalam penyimpanan karena terjadi pemisahan.

Uji stabilitas luas penyebaran sediaan lotion dilakukan untuk mengetahui kestabilan luas penyebaran sediaan dalam penyimpanan, pada gambar 6 dapat dilihat secara sekilas luas penyebarannya mengalami fluktuasi.

Gambar 6. Grafik hubungan antara waktu penyimpanan vs luas penyebaran Dari hasil analisis statistik didapatkan hasil bahwa luas penyebaran formula 1 mengalami kenaikan signifikan pada minggu ke nol sampai minggu pertama dengan nilai


(2)

p-value 0,013 kemudian diminggu selanjutnya sampai minggu kedelapan tidak mengalami kenaikan yang signifikan p-value >0,05. Pada formula 2 terjadi kenaikan signifikan pada minggu pertama terhadap minggu kedua dengan p-value 0,002 kemudian pada minggu berikutnya luas penyebarannya menurun tetapi penurunan tidak terjadi secara signifikan. Formula 3 dan 5 tidak menunjukan perbedaan yang signifikan pada setiap minggunya, formula 4 mengalami kenaikan yang signifikan pada minggu kedua terhadap minggu ketiga dengan p-value 0,039. Formula 3 dan 5 dapat dikatakan stabil dalam penyimpanan karena tidak terjadi perubahan yang signifikan pada setiap minggunya. Perubahan luas penyebaran pada setiap minggunya dapat disebabkan oleh penambahan fase minyak yang dapat menyebabkan perubahan fase pada setiap formula yang dapat mengganggu stabilitas fisik sediaan.

Pengujian waktu lekat merupakan salah satu parameter kestabilan lotion, pengujian stabilitas lotion dilakukan sama dengan pengujian parameter stabilitas yang lain.Dari gambar 7 dapat dilihat bahwa waktu lekat semua formula mengalami kenaikan sampai pada minggu keempat dan kemudian mengalami penurunan pada minggu kedelapan.

Gambar 7. Grafik hubungan waktu penyimpanan vs waktu lekat

Formula 1 sampai 5 diminggu ke-nol sampai minggu pertama tidak terjadi perubahan yang signifikan nilai p-value > 0,05. Formula 1 dan 4 terjadi kenaikan dari minggu kedua sampai minggu keempat kemudian mengalami penurunan pada minggu keempat sampai minggu kedelapan, kenaikan dan penurunan daya lekat yang terjadi pada formula 1 dan 4 secara signifikan nilai p-value 0,000. Formula 2 dari minggu pertama sampai minggu keempat mengalami kenaikan yang signifikan dengan p-value < 0,05 dan pada minggu kedelapan mengalami penurunan yang signifikan dengan p-value < 0,05, sama halnya dengan formula 2 hasil uji daya lekat yang terjadi pada formula 3 dari minggu pertama mengalami kenaikan signifikan tetapi pada minggu ketiga terhadap minggu keempat tidak terjadi kenaikan yang tidak signifikan karena nilai signifikan tetapi pada minggu ketiga terhadap minggu keempat tidak terjadi kenaikan yang signifikan dengan p-value 0,700. Pada formula 5 hasil uji daya lekatnya dari minggu ke-nol sampai minggu kedelapan tidak


(3)

signifikan karena nilai p-value > 0,05. Perbedaan stabilitas daya lekat ini disebabkan karena perbedaan konsentrasi minyak atsiri yang ditambahkan pada setiap formulanya. Penurunan daya lekat yang terjadi pada minggu kedelapan pada setiap formula dikarenakan terjadinya perubahan suhu kamar pada saat pengukuran. Perbedaan suhu kamar ini dapat mempengaruhi viskositas dari lotion yang akan diuji responnya. Viskositas semakin rendah daya lekatnya juga akan semakin rendah (Trilestari, 2002 cit Zulkarnain, et al., 2013)

Stabilitas viskositas dilakukan untuk melihat kestabilan lotion yang ditunjukkan oleh tidak adanya perubahan viskositas pada saat penyimpanan, kestabilan viskositas berkaitan dengan kemampuan lotion mempertahankan zat aktif di dalam basis lotion selama penyimpanan sehingga aktivitas zat aktif tetap efektif (Puspita, 2012). Hasil uji viskositas stabilitas fisik pada gambar 8 menunjukan bahwa dari minggu pertama sampai minggu kedelapan viskositas mengalami penurunan disetiap minggunya.

Gambar 8. Grafik hubungan waktu penyimpanan vs viskositas

Pada formula 1 terjadi penurunan yang signifikan pada minggu ke-nol sampai minggu kedua dengan nilai p-value 0,043 kemudian pada minggu ketiga samapi minggu kedelapan cenderung stabil karena tidak mengalami penurunan yang signifikan p-value > 0,05. Formula 2 pada minggu ke-nol sampai ketiga mengalami penurunan signifikan dengan nilai p-value 0,043 kemudian sampai minggu kedelapan tidak terjadi penurunan yang signifikan. Berbeda dengan formula yang lain formula 3 dari minggu ke-nol sampai minggu pertama penurunanya justru tidak signifikan dengan p-value 0,197 kemudian baru mengalami penurunan signifikan dengan nilai p-value 0,043 pada minggu pertama sampai minggu ketiga dan mengalami penurunan yang tidak signifikan kembali pada minggu ketiga sampai kedelapan. Formula 4 mengalami penurunan yang tidak signifikan pada minggu pertama sampai keempat, penurunan signifikan terjadi pada minggu ke-nol sampai pertama dan minggu keempat sampai minggu kedelapan dengan p-value < 0,05. Pada formula 5 penurunan yang terjadi tidak signifikan dari minggu ke-nol sampai minggu keempat dengan p-value > 0,05 sedangkan pada minggu keempat sampai kedelapan penurunanya baru signifikan karena nilai p-value > 0,043. Penurunan viskositas di setiap minggunya dapat


(4)

disebabkan oleh teroksidasinya komponen yang ada di dalam sediaan lotion yaitu mineral oil, mineral oil dapat teroksidasi dalam penyimpanan menjadi bentuk aldehid dan asam organik, karena mineral oil merupakan campuran dari penyulingan liquid alifatik tersaturasi (C14-C18) dan siklik hidrokarbon sehingga apabila teroksidasi menjadi bentuk aldehid dan asam organik viskositasnya akan mengalami penurunan (Owen, 2005 cit Zulkarnain, et al., 2013)

Uji pH atau derajat keasaman merupakan salah satu parameter penting untuk menentukan suatu sediaan stabil atau tidak dalam penyimpanan. Menurut Budiman (2008) pH merupakan hasil dari pengukuran aktivitas hidrogen dalam lingkungan air, perubahan pH yang cenderung mengarah ke asam kemungkinan karena adanya reaksi kimia.

Hasil pengamatan gambar 9 menunjukan bahwa pH lotion dari pertama kali dibuat sampai minggu keempat berkisar pada pH 7-8, pada minggu kedelapan dilihat dari trennya pH lotion mengalami penurunan. Penurunan pH dapat disebabkan karena reaksi yang terjadi dalam sediaan selam penyimpanan atau dapat juga disebabkan oleh bakteri.

Gambar 9. Grafik hubungan waktu penyimpanan vs pH

Dari gambar 9 sudah terlihat jelas bahwa dari formula 1 sampai 5 pada minggu ke-nol sampai minggu keempat pH lotion tidak menglami perubahan yang tajam, tetapi pada minggu kedelapan pH lotion pada semua formula mengalami penurunan yang signifikan dengan nilai p-value 0,000.

Formula 1 dan 2 memiliki stabilitas fisik yang baik karena tidak mengalami pemisahan setelah penyimpanan selama 2 bulan, tetapi aktivitas anti nyamuknya kurang efektif karena nilai persen daya proteksinya kurang dari 60%. Formula 3 memiliki stabilitas fisik yang baik dan persen daya proteksinya juga lebih dari 70%. Formula 4 memiliki persen daya proteksi paling tinggi yaitu mencapai 82,23%, tetapi pada uji stabilitas minggu kedelapan formula 4 mengalami pemisahan, sama halnya dengan formula 5 yang juga mengalami pemisahan pada minggu kedelapan. Dilihat dari keseluruhan evaluasi sediaan, baik uji aktivitas anti nyamuk dan uji stabilitas, sediaan formula 3 merupakan formula terbaik karena memiliki aktivitas anti nyamuk yang cukup tinggi dengan persen daya proteksi lebih


(5)

dari 70%, dan pada minggu kedelapan formula 3 juga tidak mengalami pemisahan, sehingga dapat dikatakan stabil dalam penyimpanan.

Kekurangan dari penelitian ini antara lain adalah hasil sediaan lotion dari segi bau kurang enak, hal ini disebabkan oleh bau dari minyak atsiri nilam sendiri yang menyengat akibat pengolahan bahan baku pasca panen sebelum proses penyulingan kurang baik. Pada penelitian ini juga belum dilakukan uji iritasi, uji iritasi perlu dilakukan supaya dapat diketahui apakah lotion mengiritasi kulit atau tidak. Pada uji stabilitas minggu kedelapan formula 4 dan 5 mengalami pemisahan dalam penyimpanan yang dapat disebabkan karena kurangnya kemampuan emulgator dalam sediaan lotion.

KESIMPULAN

1. Peningkatan konsentrasi minyak atsiri nilam sampai 6%b/v meningkatkan aktivitas anti nyamuk sediaan lotion minyak atsiri nilam, tetapi pada konsentrasi minyak atsiri 8%b/v aktivitas anti nyamuk menurun hal ini disebabkan karena basis tidak mampu menahan minyak atsiri dalam sediaan lotion sehingga kandungan anti nyamuk pada minyak atsiri nilam mudah menguap mengakibatkan aktivitas anti nyamuknya menurun.

2. Peningkatan konsentrasi minyak atsiri yang digunakan dalam pembuatan lotion anti nyamuk minyak nilam menyebabkan luas penyebaran dan pH lotion semakin besar tetapi viskositas dan daya lekatnya semakin kecil. Sediaan lotion dari semua uji stabilitas fisik cenderung stabil sampai minggu keempat, kemudian menurun di minggu kedelapan. Formula 4 dan 5 mengalami pemisahan pada minggu kedelapan.

3. Formula yang paling baik adalah formula 3 karena memiliki aktivitas anti nyamuk yang baik dan pada saat penyimpanan selama 2 bulan tidak mengalami pemisahan.

SARAN

1. Perlu penambahan fragrance untuk meningkatkan penerimaan bau lotion minyak nilam. 2. Perlu optimasi dengan menaikkan konsentrasi emulgator atau diganti menggunakan

emulgator yang lebih tepat. 3. Perlu dilakukan uji iritasi.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Yuliani et al., 2010, Peningkatan Kadar Patchouli Alkohol Minyak Nilam (Pogostemon cablin B.) dengan Menggunakan Membran Selulosa Asetat, Agritech, UGM Yogyakarta, 30 (3), 2.

Caesar, Y.R., Hapsari, Indri., & Dhini, B. A., 2014, Formulasi dan Aktivitas Antibakteri Lotion Minyak Atsiri Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill), Media Farmasi, Vol II, No. 1, hal 48-50.

Departemen Pertanian, 1995, Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida, 1-3, Jakarta, Departemen Pertanian.

Fradin, M. S. & Day, J. F., 2002, Comparative efficacy of insect repellents against mosquito bites, new England journal of medicine, 347 (1), 13-18.

Gokulakrishnan J., Elumalai K., Dhanasekaran S., Anandan A., & Krishnappa K., 2013, Pupicidal and repellent activities of Pogostemon cablin essential oil chemical compounds against medically important human vector mosquitoes, Asian Pasific Journal of Tropical Deisease, 3 (1), 26-31.

Goskonda, S. R., 2009, Triethanolamine, In: Rowe, R. C., Sheskey, P. J., & Quinn, M.E., Handbook of Excipient, Sixth Edition, 754-755, USA Pharmaceutical Press and American Pharmasist Association.

Jantan, I., & Zaki, Z. M., 1999, Development of Environment-Friendly Insect Repellents From The Leaf Oils of Selected Malaysian Plants, Review of Biodiversity and Environmental Convervation, ASEAN, 1-7.

Kardinan, A., & Dhalimi, A., 2010, Potensi Adas (Foeniculum vulgare) Sebagai Bahan Aktif Lotion Anti Nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti), Bul. Littro, Vol. 21 No. 1, 61

– 68.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012, Pedoman Penggunaan Insektisida (Pestisida) dalam Pengendalian Vektor, 12, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Lubrizol, 2007, Hand and Body Lotion, Lubrizol Advanced Materials, Inc., B-0012.

Marchaban & Saifullah, T. N., 2014, Petunjuk Praktikum Formulasi Dan Teknologi Sediaan Cair Dan Semi Padat, Yogyakarta, Gajah Mada University Press.

Owen, S.C., 2005, Mineral Oil, dalam Rowe, R.C., Sheskey, P.J., And Owen, S.C., Handbook Of Pharmaceutical Excipient, Fifth Edition, 471-473, London, Pharmaceutical Press.

SNI 06-2338-2006, Minyak Nilam.

Trilestari, 2002, Hand and Body Lotion: Pengaruh Penambhan Nipagin, Nipasol dan Campuran Keduanya terhadap Stabilitas Fisika dan Efektifitasnya sebagai Anti Jamur, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.


Dokumen yang terkait

FORMULASI GEL ANTI NYAMUK MINYAK ATSIRI NILAM (Pogostemon cablin B.) DENGAN BASIS Na CMC DAN Formulasi Gel Anti Nyamuk Minyak Atsiri Nilam (Pogostemon Cablin B.) Dengan Basis Na CMC Dan Uji Aktivitasnya.

0 2 12

PENDAHULUAN Formulasi Gel Anti Nyamuk Minyak Atsiri Nilam (Pogostemon Cablin B.) Dengan Basis Na CMC Dan Uji Aktivitasnya.

0 5 6

FORMULASI GEL ANTI NYAMUK MINYAK ATSIRI NILAM (Pogostemon cablin B.) DENGAN BASIS Na CMC DAN Formulasi Gel Anti Nyamuk Minyak Atsiri Nilam (Pogostemon Cablin B.) Dengan Basis Na CMC Dan Uji Aktivitasnya.

0 2 12

FORMULASI SEDIAAN GEL ANTI NYAMUK DARI MINYAK ATSIRI NILAM (Pogostemon cablin B.) DENGAN GELLING Formulasi Sediaan Gel Anti Nyamuk Dari Minyak Atsiri Nilam (Pogostemon Cablin B.) Dengan Gelling Agent Karbopol Dan Uji Aktivitasnya.

0 6 12

PENDAHULUAN Formulasi Sediaan Gel Anti Nyamuk Dari Minyak Atsiri Nilam (Pogostemon Cablin B.) Dengan Gelling Agent Karbopol Dan Uji Aktivitasnya.

0 3 8

FORMULASI SEDIAAN GEL ANTI NYAMUK DARI MINYAK ATSIRI NILAM (Pogostemon cablin B.) DENGAN GELLING AGENT Formulasi Sediaan Gel Anti Nyamuk Dari Minyak Atsiri Nilam (Pogostemon Cablin B.) Dengan Gelling Agent Karbopol Dan Uji Aktivitasnya.

5 14 17

FORMULASI LOTION ANTI NYAMUK DARI MINYAK ATSIRI NILAM (Pogostemon cablin B.) Formulasi Lotion Anti Nyamuk Dari Minyak Atsiri Nilam (Pogostemon Cablin B.).

0 1 12

PENDAHULUAN Formulasi Lotion Anti Nyamuk Dari Minyak Atsiri Nilam (Pogostemon Cablin B.).

3 44 8

DAFTAR PUSTAKA Formulasi Lotion Anti Nyamuk Dari Minyak Atsiri Nilam (Pogostemon Cablin B.).

3 12 4

FORMULASI SEDIAAN KRIM TIPE M/A DARI MINYAK ATSIRI NILAM (Pogostemon cablin B.) DAN UJI AKTIVITAS REPELAN Formulasi Sediaan Krim Tipe M/A Dari Minyak Atsiri Nilam (Pogostemon Cablin B.) Dan Uji Aktivitas Repelan.

0 4 11