Toksisitas Kontak dan Efek Fumigan Minyak Atsiri Cinnamomum spp. (Lauraceae) terhadap Tribolium castaneum (Herbst) (Coleoptera: Tenebrionidae)

(1)

TOKSISITAS KONTAK DAN EFEK FUMIGAN

MINYAK ATSIRI

Cinnamomum

spp

.

(LAURACEAE)

TERHADAP

Tribolium castaneum

(HERBST)

(COLEOPTERA: TENEBRIONIDAE)

MIRANTI CHRISTI ARIFIN

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

ABSTRAK

MIRANTI CHRISTI ARIFIN. Toksisitas Kontak dan Efek Fumigan Minyak Atsiri Cinnamomum spp. (Lauraceae) terhadap Tribolium castaneum (Herbst) (Coleoptera: Tenebrionidae). Dibimbing oleh SUGENG SANTOSO dan DJOKO PRIJONO.

Kumbang Tribolium castaneum merupakan salah satu hama gudang yang menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas pada komoditas di penyimpanan. Pengendalian hama gudang yang umum dilakukan ialah dengan menggunakan fumugan dan insektisida kontak. Namun, penggunaan insektisida sintetik dapat menimbulkan berbagai dampak negatif. Penggunaan insektisida nabati merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk mengendalikan serangan hama gudang. Penelitian ini bertujuan menentukan toksisitas kontak dan efek fumigan 9 jenis minyak atsiri Cinnamomum spp. dan minyak atsiri cassia komersial terhadap kumbang T. castaneum. Insektisida sintetik alfa-sipemetrin digunakan sebagai pembanding. Di antara minyak atsiri yang diuji, hanya minyak cassia yang memiliki efek kontak dan fumigan yang cukup kuat, yaitu perlakuan dengan minyak cassia 5% menyebabkan kematian kumbang T. castaneum masing-masing 75% dan 70%. Minyak atsiri lain tidak aktif sampai memiliki aktivitas lemah. Minyak cassia dan alfa-sipermetrin bekerja cukup cepat, yaitu kematian sebagian besar serangga uji terjadi pada 24 jam setelah perlakuan (JSP) sementara pada 48 jam berikutnya hanya terjadi sedikit peningkatan kematian serangga uji. LC50

minyak cassia pada 72 JSP dengan metode kontak dan fumigan masing-masing 4.73% dan 3.12%. Alfa-sipermetrin memiliki daya mematikan yang lemah pada metode kontak dan tidak tidak memiliki sifat fumigan hingga konsentrasi 10%, tetapi memiliki efek knockdown yang kuat pada konsentrasi 5% dan 10%.

Kata kunci: Insektisida nabati, minyak atsiri Cinnamomum spp., hama gudang, toksisitas kontak, efek fumigan.


(3)

ABSTRACT

MIRANTI CHRISTI ARIFIN. Contact Toxicity and Fumigant Effect of Essential Oils of Cinnamomum spp. (Lauraceae) against the Flour Beetle Tribolium castaneum (Herbst) (Coleoptera: Tenebrionidae). Supervised by SUGENG SANTOSO dan DJOKO PRIJONO.

One of the stored product pests which can reduce the quantity and quality of stored products is the flour beetle Tribolium castaneum. Stored-product pests are commonly controlled by fumigation and surface spraying using contact insecticides which can cause various harmful side effects. Essential oils of Cinnamomum spp. constitute safer alternatives for controlling stored product pests. This research was done to determine the contact toxicity and fumigant effect of essential oils of eight species of Cinnamomum and a commercial cassia oil against T. castaneum. A commercial insecticide containing alpha-cypermethrin was included for comparison. Only a commercial cassia oil had a fairly strong contact and fumigant effect, i.e. the treatment with 5% cassia oil caused 75% and 70% mortality, respectively. The other test essential oils were not active to weakly active against T. castaneum. Cassia oil and alpha-cypermethrin acted fairly fast, i.e. test insect mortality mostly occurred at 24 hours after treatment (HAT) and in the next 48 hours only a slight increase in insect mortality was noted. LC50 of

cassia oil at 72 hours after treatment by contact and fumigant method was 4.73% and 3.12% respectively. Alpha-cypermethrin had relatively weak lethal effect by contact method and no fumigant effect at concentrations up to 10% but had strong knockdown effect at 5% and 10% by contact method.

Keywords: Botanical insecticide, cinnamon essential oils, stored-product pest, contact toxicity, fumigant effect.


(4)

TOKSISITAS KONTAK DAN EFEK FUMIGAN

MINYAK ATSIRI

Cinnamomum

spp

.

(LAURACEAE)

TERHADAP

Tribolium castaneum

(HERBST)

(COLEOPTERA: TENEBRIONIDAE)

MIRANTI CHRISTI ARIFIN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(5)

Judul Skripsi : Toksisitas Kontak dan Efek Fumigan Minyak Atsiri Cinnamomum spp. (Lauraceae) terhadap Tribolium castaneum (Herbst) (Coleoptera: Tenebrionidae)

Nama Mahasiswa : Miranti Christi Arifin

NIM : A34080007

Disetujui oleh

Dr. Ir. Sugeng Santoso, MAgr. Ir. Djoko Prijono, MAgrSc. Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. Ketua Departemen


(6)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Toksisitas Kontak dan Efek Fumigan Minyak Atsiri Cinnamomum spp. (Lauraceae) terhadap Hama Gudang Tribolium castaneum (Herbst) (Coleoptera: Tenebrionidae)”. Penelitian dan penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman dari Januari 2012 sampai Juli 2012.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Sugeng Santoso, Magr. selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan saran dan masukan.

2. Ir. Djoko Prijono, MAgrSc. selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing, memberikan masukan, mengarahkan, dan memberikan motivasi. 3. Endang Sri Ratna PhD. selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan kritik dan saran.

4. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan doa dan motivasi kepada penulis.

5. Agung Purwa Nugraha yang selalu sabar memberikan semangat, motivasi serta kritik dan saran.

6. Sahabat penulis Finka Utari, Dian Rizki Eka Rizal, SGz., Tika Indriyani, Vini Gracenov, SH. yang selalu memberikan motivasi dan semangat.

7. Rekan kerja di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Eka Candra Lina MSi., Herma Amalia MSi., Yan Yanuar Syahroni, SP., Rizky Irawan, SP., Anita Widiyawati, SP., Yuke Nur Aprilianti, SP., Yunian Asih Andriyarini, SP., Elsa Dwi Juliana, SP., dan Dian Fitria, SP. yang telah banyak membantu dalam penelitian dan memberikan dukungan semangat dalam mengerjakan penelitian.

8. Teman-teman seperjuangan Departemen Proteksi Tanaman, khususnya Angkatan 45.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Februari 2013 Miranti Christi Arifin


(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

BAHAN DAN METODE 4

Tempat dan Waktu Penelitian 4

Bahan Insektisida Uji 4

Perbanyakan Serangga Uji 4

Metode Pengujian 4

Uji Toksisitas Kontak 4

Uji Efek Fumigan 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Toksisitas Kontak dan Efek Fumigan Minyak Atsiri Cinnamomum spp. 6 Toksisitas Minyak Cassia terhadap T. castaneum 9

Toksisitas Kontak 9

Efek Fumigan 11

SIMPULAN DAN SARAN 14

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 17


(8)

DAFTAR TABEL

1 Persentase mortalitas imago T. castaneum pada perlakuan dengan minyak atsiri Cinammomum spp. 5% berdasarkan metode kontak dan

fumigasi 6

2 Penduga parameter hubungan konsentrasi-mortalitas minyak cassia

terhadap imago T. castaneum dengan metode residu pada kertas saring 8 3 Kematian imago T. castaneum akibat perlakuan dengan minyak cassia

dengan metode efek fumigan 8

4 Penduga parameter hubungan konsentrasi-mortalitas minyak cassia

terhadap imago T. castaneum dengan metode efek fumigant 8

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan mortalitas imago T. castaneum akibat perlakuan kontak

dengan minyak cassia dan alfa-sipermetrin 10

2 Perkembangan knockdown imago T. castaneum akibat perlakuan kontak

dengan alfa-sipermetrin 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Mortalitas imago T. castaneum pada perlakuan dengan minyak atsiri

Cinammomum spp. 5% berdasarkan metode kontak 18 2 Mortalitas imago T. castaneum pada perlakuan dengan minyak atsiri

Cinammomum spp. 5% berdasarkan metode fumigasi 18 3 Mortalitas imago T. castaneum pada perlakuan dengan minyak cassia

5% berdasarkan metode kontak 18

4 Mortalitas imago T. castaneum pada perlakuan dengan minyak cassia

5% berdasarkan metode fumigasi 19

5 Knockdown imago T. castaneum pada perlakuan dengan

alfa-sipermetrin komersial 5% berdasarkan metode kontak 19 6 Mortalitas imago T. castaneum pada perlakuan dengan alfa-sipermetrin

komersial 5% berdasarkan metode kontak 19


(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Proses penyimpanan merupakan kegiatan penting dalam tahap pascapanen, khususnya pada komoditas pangan. Tahap ini sangat diperlukan untuk mengatasi masa-masa sulit, seperti terjadinya kekeringan, serangan organisme pengganggu tumbuhan, dan banjir yang mengakibatkan kegagalan panen. Namun, selama dalam penyimpanan komoditas pangan dapat mengalami penurunan secara kuantitas maupun kualitas yang di antaranya disebabkan oleh serangan hama. Serangan hama pada tahap pascapanen tersebut dapat berasal dari infestasi sejak di lapangan atau infestasi dari serangga yang bertahan pada sisa-sisa komoditas dari penyimpanan sebelumnya, baik pada sistem transportasi, di dalam gudang, maupun di tempat pengolahan (Harahap 2009).

Serangga hama yang paling banyak ditemukan pada produk pascapanen adalah jenis-jenis serangga yang termasuk ordo Coleoptera (Munro 1966), di antaranya famili Tenebrionidae. Kumbang tepung Tribolium castaneum (Herbst) merupakan spesies dari famili tersebut yang paling banyak dijumpai pada komoditas produk olahan, misalnya tepung dan beras giling. Kumbang tersebut digolongkan sebagai hama sekunder pada komoditas beras dan serealia lain karena menyerang komoditas yang telah rusak baik akibat serangan hama primer maupun kerusakan akibat penanganan pascapanen yang kurang tepat. Selain berperan sebagai hama sekunder, serangan berat yang disebabkan oleh T. castaneum menyebabkan komoditas tercemar oleh benzokuinon hasil ekskresi kumbang tersebut yang bersifat racun sehingga komoditas tersebut tidak layak untuk dikonsumsi (Sunjaya dan Widayanti 2009).

Pengendalian hama gudang umum dilakukan dengan cara fumigasi dan penyemprotan permukaan dengan insektisida kontak (Hidayat dan Halid 2009). Penggunaan insektisida sintetik praktis dan efisien sehingga lebih diminati oleh para praktisi (Djojosumarto 2008). Namun, penggunaan insektisida sintetik yang tidak bijaksana dapat mencemari lingkungan, berbahaya bagi kesehatan pengguna, menyebabkan resistensi hama, dan dapat meninggalkan residu pada komoditas yang diberi perlakuan sehingga dapat berdampak buruk pada kesehatan konsumen (Perry et al. 1998). Penggunaan insektisida nabati merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi dampak negatif yang disebabkan oleh insektisida sintetik karena insektisida nabati mudah terurai, aman terhadap organisme bukan sasaran, dan tidak cepat menimbulkan resistensi (Prakash dan Rao 1997; Dadang dan Prijono 2008).

Salah satu kelompok tumbuhan yang dapat digunakan sebagai sumber insektisida nabati ialah Cinnamomum spp. (Lauraceae) (Kim et al. 2003b; Jantan et al. 2005; Lee et al. 2008). Pengujian aktivitas insektisida minyak atsiri Cinnamomum sering dilakukan dengan menggunakan larva nyamuk sebagai serangga uji. Sebagai contoh, Jantan et al. (2005) di Malaysia melaporkan bahwa minyak atsiri daun C. impressicostatum, C. microphyllum, C. mollissimum, C. pubescens, dan C. rhyncophyllum dengan komponen utama benzil benzoat, memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva nyamuk Aedes aegypti dan A. albopictus dengan LC50 masing-masing kurang dari 12.8 dan 11.8 μg/ml.


(10)

diuji dengan LC50 (3 jam pemajanan) berkisar dari 133 sampai 243 μg/ml

terhadap A. aegypti dan dari 118 sampai 194 μg/ml terhadap A. albopictus. Di India, Prajapati et al. (2005) melaporkan bahwa minyak atsiri kulit batang C. zeylanicum (sin. C. verum) memiliki aktivitas insektisida terhadap larva nyamuk Anopheles stephensi, A. aegypti, dan Culex quinquefasciatus dengan LC50

berturut-turut 228.2, 276.9, dan 277.4 μg/ml.

Keefektifan minyak atsiri Cinnamomum juga telah diuji terhadap beberapa spesies hama gudang. Sebagai contoh, Kim et al. (2003a) melaporkan bahwa perlakuan dengan minyak atsiri C. cassia pada dosis 0.7 mg/cm2 dengan metode residu pada kertas saring dapat mematikan 100% kumbang Lasioderma serricorne. Pada penelitian selanjutnya, Kim et al. (2003b) melaporkan bahwa perlakuan dengan minyak atsiri C. cassia pada dosis 0.7 mg/cm2 dengan metode yang sama dapat mematikan 100% kumbang Sitophilus oryzae dan Callosobruchus chinensis. Pada penelitian lain, Liu et al. (2006) melaporkan bahwa minyak atsiri C. camphora pada dosis 250-1000 μg/g (minyak/sampel biji gandum) bersifat repelen terhadap kumbang S. oryzae dengan tingkat repelensi 48-81% tetapi tidak terlalu toksik terhadap imago serangga tersebut (tingkat kematian 16-34%). Mondal dan Khalequzzaman (2006) melaporkan bahwa minyak atsiri C. aromaticum bersifat racun kontak dan fumigan terhadap kumbang T. castaneum dengan LD50 masing-masing 0.074 dan 0.03 mg/cm2. Lee

et al. (2008) melaporkan bahwa berbagai jenis minyak atsiri C. cassia dan C. zeylanicum aktif terhadap kumbang S. oryzae dengan metode gabungan kontak residu + fumigasi dengan LD50 berkisar dari 0.016 sampai 0.104 mg/cm2.

Pengujian aktivitas insektisida minyak atsiri Cinnamomum terhadap hama pemakan daun masih sangat terbatas. Salah satu pengujian tentang hal tersebut telah dilakukan oleh Hertika (2011), yang mendapatkan bahwa minyak atsiri C. multiflorum (komponen utama metil eugenol 49.4%) dan C. verum (komponen utama eugenol 74%) memiliki aktivitas insektisida yang cukup kuat terhadap ulat krop kubis Crocidolomia pavonana. Namun, minyak atsiri C. verum fitotoksik terhadap bibit brokoli sedangkan minyak atsiri C, multiflorum tidak. Tampaknya perbedaan kandungan senyawa dalam kedua jenis minyak atsiri tersebut menyebabkan perbedaan sifat fitotoksisitas.

Komponen minyak atsiri Cinnamomum beragam bergantung pada spesies, bagian tanaman, dan asal bahan (Zhu 1996; Agusta 2000; Hertika 2011). Zhu (1996) melaporkan bahwa komponen utama minyak atsiri cabang dan daun C. cassia adalah sinamaldehida (74.1%) sementara kandungan senyawa tersebut dalam minyak atsiri kulit batang mencapai 97.1%. Lebih lanjut dikemukakan oleh Zhu (1996) bahwa berdasarkan kandungan senyawa dalam minyak atsirinya, di Cina terdapat 5 tipe C. camphora, yaitu tipe kamfor, linalul, sineol, borneol, dan iso-nerolidol. Senyawa utama dalam minyak atsiri cabang dan daun kelima tipe C. camphora tersebut berturut-turut kamfor (83.9%), 1-linalul (90.6%), 1,8-sineol (50%), d-borneol (81.8%), dan iso-nerolidol (57.7%). Senyawa utama minyak atsiri Cinnamomum asal Indonesia yang dikemukakan oleh Agusta (2000) adalah sebagai berikut: daun C. Burmannii mengandung sinamaldehida (38.92%) dan isoeugenol (44.45%); C. javanicum (sin. C. iners, C. rhyncophyllyum) mengandung komponen utama kamfena (40.52%) untuk bagian daun serta kamfor (23.53%) dan safrol (32.27%) untuk bagian kulit batang; C. marcophyllum memiliki komponen utama safrol baik pada bagian kulit batang maupun daun,


(11)

masing-masing 55.76% dan 41.22%; C. multiflorum dan C. subavenium juga memiliki komponen utama safrol yang tinggi pada bagian daun, yaitu masing-masing 83.75% dan 98.93%; kulit batang C. sintoc mengandung isoeugenol (82.6%); dan kulit batang C.verum (sin. C. zeylanicum) asal Srilanka mengandung kopaena (22.15%). Baru-baru ini, Hertika (2011) melaporkan bahwa komponen utama minyak atsiri daun 13 spesies Cinnamomum asal Kebun Raya Bogor adalah sebagai berikut: C. burmannii – sinamaldehida (35.8%) [α-kopaena 11.5% untuk C. burmanni kulit batang], C. camphora kamfor (53.3%), C. cassia - sinamaldehida (27%) dan trans-sinamil asetat (17.6%), C. celebicum – eugenol (61.7%), C. grandiflorum – linalul (14.2%), C. iners – α-terpineol (8,7%) dan eukaliptol (7.3%), C. javanicum – α-simena (13.5%) dan linalul (13.1%), C. multiflorum – metil eugenol (49.4%). C. porrectum geranial (21.7%), C. rhyncophyllum – eukaliptol (10.3%) dan sabinena (8.7%), C. sintoc – safrol (62%) dan benzil benzoat (12.4%). C. subavenium – safrol (24.3%), C. verum – eugenol (74%), dan minyak cassia komersial – sinamaldehida (85%). Sinamaldehida telah dilaporkan memiliki efek racun kontak dan fumigan terhadap kumbang T. castaneum dengan LD50 masing-masing 0.7 dan 0.28 mg/cm2 (Huang dan Ho

1998). Sementara Lee et al. (2008) melaporkan bahwa sinamaldehida aktif terhadap kumbang S. oryzae dengan metode gabungan kontak residu + fumigasi dengan LD50 0.034 mg/cm2.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menentukan toksisitas kontak dan efek fumigan minyak atsiri 8 spesies Cinnamomum dan minyak cassia komersial terhadap kumbang gudang T. castaneum. Formulasi insektisida komersial berbahan aktif alfa-sipermetrin digunakan sebagai pembanding.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang potensi minyak atsiri Cinnamomum spp. sebagai bahan alternatif yang ramah lingkungan untuk pengendalian hama gudang T. castaneum.


(12)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), dari Januari sampai Juli 2012.

Bahan Insektisida Uji

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah 9 jenis minyak atsiri dari 8 spesies Cinnamomum, yaitu kayu C. burmannii serta daun C. burmannii, C. camphora, C. celebicum, C. grandiflorum, C javanicum, C. multiflorum, C. rhyncophyllum, dan C. verum, yang diperoleh dari Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB. Minyak atsiri tersebut disiapkan dengan cara penyulingan dengan alat penyulingan uap air (Hertika 2011). Selain itu juga diuji minyak cassia komersial yang diperoleh dari salah satu toko bahan kimia di Bogor. Formulasi insektisida pembanding Storin 30 EC (alfa-sipermetrin 30 g/l) diperoleh dari PT Indo Pest Biochem, Jakarta.

Perbanyakan Serangga Uji

Serangga uji yang digunakan ialah T. castaneum yang diperoleh dari koloni serangga yang diperbanyak di ruang pemeliharaan serangga, Departemen Proteksi Tanaman IPB. Serangga uji tersebut diambil sebanyak 50 imago untuk dimasukkan ke dalam stoples yang berisi tepung terigu sebagai pakan. Setelah 2 minggu, semua imago tersebut dikeluarkan dari stoples pertama dan dipindahkan ke stoples yang kedua. Hal ini dilakukan sampai stoples yang keempat. Setelah sampai stoples yang keempat, imago pada stoples keempat dikeluarkan dan tidak digunakan lagi. Telur yang diletakkan imago dalam setiap stoples dibiarkan berkembang sampai menjadi imago. Imago yang berumur 7–14 hari digunakan untuk pengujian.

Metode Pengujian

Pengujian dilakukan dengan metode kontak dan efek fumigan. Pada pengujian awal dengan kedua metode tersebut, 10 jenis minyak atsiri Cinnamomum masing-masing diuji pada konsentrasi 5% (w/v) terhadap kumbang T. castaneum yang berumur 7-14 hari setelah muncul menjadi imago. Insektisida pembanding alfa-sipermetrin diuji pada konsentrasi formulasi 1%, 5%, dan 10% (v/v).

Uji Toksisitas Kontak

Metode yang digunakan adalah metode kontak dengan residu pada kertas saring (Busvine 1980). Kertas saring Whatman No. 1 dengan diameter 9 cm diletakkan pada bagian dasar cawan petri dengan diameter 9 cm. Pada pengujian awal, setiap minyak atsiri sebanyak 0.25 g dilarutkan dengan pelarut aseton dalam labu takar 5 ml untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi 5% (w/v). Setiap larutan minyak atsiri tersebut sebanyak 0.5 ml diteteskan secara merata pada kertas saring Whatman pada cawan petri tadi. Penetesan larutan minyak atsiri


(13)

dilakukan dengan menggunakan pipet Mohr 1 ml yang digerakkan secara spiral dari bagian tengah ke bagian tepi kertas saring. Kertas saring kontrol diberi perlakuan dengan aseton saja. Kertas saring perlakuan dan kontrol didiamkan selama satu malam (12 jam) untuk menghilangkan aseton dan fase uap dari minyak atsiri. Sebanyak 20 imago T. castaneum dimasukkan ke dalam botol film kemudian semua imago dipindahkan sekaligus ke dalam cawan petri yang berisi kertas saring perlakuan atau kontrol. Setiap perlakuan diulang 5 kali. Jumlah serangga yang mati dihitung pada 24, 48, dan 72 jam setelah pelakuan (JSP).

Minyak atsiri yang menyebabkan kematian serangga uji ≥ 50% diuji lebih lanjut pada 5 taraf konsentrasi, yaitu 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% (w/v). Cara penyiapan larutan minyak atsiri serta cara pengujian dan pengamatan sama seperti pada pengujian awal. Mortalitas serangga uji pada 24, 48, dan 72 JSP diolah dengan analisis probit menggunakan program POLO-PC (LeOra Software 1987).

Larutan insektisida pembanding alfa-sipermetrin disiapkan dengan cara yang sama seperti di atas. Formulasi insektisida tersebut dipipet sebanyak 50, 250, dan 500 µl lalu dimasukkan ke dalam labu takar 5 ml dan dilarutkan dengan aseton untuk mendapatkan larutan alfa-sipermetrin dengan konsentrasi formulasi masing-masing 1%, 5%, dan 10% (v/v). Cara pengujian dan pengamatan sama seperti di atas.

Uji Efek Fumigan

Pengujian ini dilakukan dengan metode yang serupa dengan pengujian toksisitas kontak, tetapi kertas saring direkatkan pada permukaan dalam dari bagian tutup cawan petri. Kumbang T. castaneum tidak dapat merayap pada dinding cawan petri yang licin (Busvine 1980) sehingga tidak akan kontak dengan kertas saring perlakuan. Cara pengenceran dan konsentrasi minyak atsiri yang digunakan sama seperti pada pengujian toksisitas kontak. Kertas saring pada tutup cawan petri ditetesi larutan minyak atsri atau insektisida pembanding alfa-sipemetrin masing-masing sebanyak 0.5 ml seperti pada pengujian toksisitas kontak. Kertas saring kontrol ditetesi aseton saja. Setelah diberi perlakuan, kertas saring perlakuan dan kontrol didiamkan selama 30 menit dalam keadaan tutup cawan petri sedikit terbuka untuk menguapkan pelarut asetonnya. Selanjutnya 20 imago T. castaneum dimasukkan ke dalam botol film lalu semua imago dipindahkan sekaligus ke dalam cawan petri yang berisi kertas saring perlakuan atau kontrol. Celah di antara bagian tutup dan dasar cawan petri disekat dengan plastisin untuk mencegah kemungkinan terjadinya kebocoran uap minyak atsiri. Setiap perlakuan diulang 5 kali. Jumlah serangga yang mati dihitung pada 72 jam setelah pelakuan (JSP).

Minyak atsiri yang menyebabkan kematian serangga uji ≥ 50% diuji lebih lanjut pada 5 taraf konsentrasi, yaitu 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% (w/v). Cara penyiapan larutan minyak atsiri dan cara pengujian sama seperti pada pengujian awal. Pada pengujian pertama, pengamatan dilakukan pada 24 JSP dan pada pengujian kedua pengamatan dilakukan pada 72 JSP. Mortalitas serangga uji pada 24 dan 72 JSP diolah dengan analisis probit menggunakan program POLO-PC (LeOra Software 1987).

Efek fumigan insektisida pembanding alfa-sipermetrin juga diuji dengan cara yang sama seperti di atas dengan konsentrasi yang sama seperti pada pengujian toksisitas kontak, yaitu 1%, 5%, dan 10% (v/v).


(14)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Toksisitas Kontak dan Efek Fumigan Minyak Atsiri Cinnamomum spp. Minyak atsiri 8 spesies Cinnamomum dengan konsentrasi 5% memiliki toksisitas kontak dan efek fumigan yang beragam terhadap imago T. castaneum (Tabel 1). Mortalitas imago T. castaneum pada perlakuan dengan minyak atsiri tersebut pada 72 JSP berkisar dari 0% sampai 32% dengan metode kontak dan dari 0% sampai 12% dengan metode fumigasi. Tingkat mortalitas tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan mortalitas pada perlakuan dengan minyak cassia komersial, yaitu 75% dengan metode kontak dan 70% dengan metode fumigasi

Minyak atsiri Cinnamomum spp. yang beracun secara kontak terhadap imago T. castaneum menunjukkan adanya komponen toksik dalam minyak atsiri tersebut yang masuk ke dalam tubuh serangga melalui kemoreseptor pada tarsus imago T. castaneum yang selalu kontak dengan residu minyak atsiri pada permukaan kertas saring. Sementara itu, efek fumigan terjadi karena adanya komponen minyak atsiri dalam fase gas yang masuk ke dalam tubuh serangga melalui spirakel lalu menyebar ke dalam tubuh melalui sistem trakea untuk mencapai bagian sasaran.

Perbedaan toksisitas kontak dan efek fumigan di antara minyak atsiri yang duji tampaknya disebabkan oleh perbedaan komposisi kimia minyak atsiri tersebut. Minyak cassia yang digunakan dalam penelitian ini sama dengan yang digunakan oleh Hertika (2011), yaitu mengandung sinamaldehida sebagai komponen utama dengan area puncak pada kromatogram gas (GC) sebesar 85%. Minyak atsiri lain dalam penelitian ini yang mengandung sinamaldehida ialah daun C. burmannii dengan area puncak GC 35.8% (Hertika 2011) dan daya bunuh terhadap kumbang T. castaneum yang lebih rendah daripada minyak cassia (Tabel 1). Minyak atsiri lain yang tidak mengandung sinamaldehida atau kandungan senyawa tersebut sangat rendah berdasarkan hasil analisis Hertika (2011) juga Tabel 1 Persentase mortalitas imago T. castaneum pada perlakuan dengan minyak

atsiri Cinammomum spp. 5% berdasarkan metode kontak dan fumigasi Spesies Persentase mortalitas imago T. castaneum ± SB

a

Metode kontak Metode fumigasi

C. burmannii daun 16.0 ± 1.3 12.0 ± 1.1

C. burmannii kulit batang 12.0 ± 1.8 5.0 ± 1.0

C. camphora 5.0 ± 1.0 3.0 ± 0.9

C. celebicum 31.0 ± 1.3 8.0 ± 0.9

C. grandiflorum 10.0 ± 1.2 1.0 ± 0.4

C. javanicum 11.0 ± 1.5 4.0 ± 0.8

C. multiflorum 32.0 ± 1.2 10.0 ± 0.7

C. rhyncophyllum 0 0

C. verum 27.0 ± 1.3 7.0 ± 0.5

Minyak cassia komersial 75.0 ± 1.5 70.0 ± 1.9

Kontrol 0 0

a


(15)

kurang aktif dibandingkan dengan minyak cassia. Hal tersebut menunjukkan bahwa sinamaldehida berperan dalam memberikan sifat insektisida minyak atsiri Cinnamomum terhadap kumbang T. castaneum baik dengan metode kontak maupun fumigasi.

Minyak cassia yang digunakan dalam penelitian ini dijual bukan sebagai bahan pestisida tetapi sebagai bahan aditif atau pemberi aroma produk makanan tertentu, misal roti atau kue. Spesies tanaman (Cinnamomum) asal minyak cassia tersebut tidak diketahui dengan pasti karena pada label botol minyak cassia tidak tercantum nama tanaman sumbernya dan pemilik toko kimia di Bogor yang menjual minyak cassia tersebut tidak bersedia mengungkapkan spesies tanaman asalnya. Minyak C. cassia yang digunakan Lee et al. (2008) mengandung sinamaldehida 80.2% (Kong et al. 2007) sementara minyak cassia dalam penelitian ini mengandung sinamaldehida 85% (Hertika 2011) sehingga minyak cassia dalam penelitian ini diduga berasal dari C. cassia.

Toksisitas minyak cassia yang cukup tinggi dalam penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya. Perlakuan dengan minyak cassia pada dosis 0.7 mg/cm2 dengan metode residu pada kertas saring mengakibatkan kematian 100% pada kumbang L. serricorne (Kim et al. 2003a) serta kumbang S. oryzae dan C. chinensis (Kim et al. 2003b). Perlakuan minyak cassia pada dosis yang sama dengan metode fumigasi juga menyebabkan kematian 100% pada kumbang S. oryzae (Kim et al. 2003b). Pada penelitian selanjutnya, Lee et al. (2008) melaporkan bahwa minyak cassia dan sinamaldehida aktif terhadap kumbang S. oryzae dengan LD50 masing-masing 0.104 dan 0.034 mg/cm2 berdasarkan

pemajanan selama 48 jam dengan metode gabungan kontak + fumigasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa minyak atsiri C. camphora 5% tidak toksik terhadap kumbang T. castaneum baik dengan metode kontak maupun fumigasi (Tabel 1). Hal ini agak berbeda dengan hasil penelitian Liu et al. (2006) yang menunjukkan bahwa minyak atsiri biji C. camphora pada dosis 250-1000 μg/g (minyak/sampel biji gandum) bersifat repelen terhadap kumbang S. oryzae dengan tingkat repelensi 48-81% tetapi tidak terlalu toksik terhadap imago serangga tersebut (tingkat kematian 16-34%). Perbedaan aktivitas insektisida tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kandungan senyawa dalam minyak atsiri yang digunakan. Minyak atsiri daun C. camphora yang digunakan dalam penelitian ini mengandung kamfor (53.3%) sebagai komponen utama (Hertika 2011), sedangkan komponen utama dalam minyak atsiri biji C. camphora yang digunakan Liu et al. (2006) adalah linalul (82.7%) (Liu et al. 2001).

Minyak atsiri yang mengandung linalul sebagai komponen utama, yaitu minyak atsiri C. grandiflorum (14.2%) dan C. javanicum (13.1%) (Hertika 2011), memiliki aktivitas insektisida yang lemah terhadap kumbang T. castaneum, yaitu mortalitas sekitar 10% dengan metode kontak dan 1%-4% dengan metode efek fumigan (Tabel 1). Berbeda dengan hasil penelitian Liu et al. (2006) yang telah dikemukakan pada paragraf sebelumnya, lemahnya aktivitas minyak atsiri yang mengandung linalul dalam penelitian ini (C. grandiflorum dan C. javanicum) kemungkinan disebabkan oleh rendahnya kandungan linalul dibandingkan dengan kandungan linalul dalam minyak atsiri C. camphora yang digunakan Liu et al. (2006). Kemungkinan lain penyebab perbedaan aktivitas insektisida tersebut ialah perbedaan kepekaan antara kumbang T. castaneum yang digunakan dalam penelitian ini dan kumbang S. oryzae yang digunakan oleh Liu et al. (2006) serta


(16)

perbedaan cara perlakuan. Dalam penelitian ini, kumbang T. castaneum dipajankan pada lapisan tipis minyak atsiri di kertas saring atau pada uap minyak atsiri tanpa diberi pakan, sedangkan pada pengujian yang dilakukan Liu et al. (2006), kumbang S. oryzae dipajankan pada biji gandum yang diberi perlakuan minyak atsiri sehingga kumbang S. oryzae dapat mati karena gabungan pengaruh kontak, makan biji yang terlapisi minyak atsiri, dan peracunan oleh fase uap minyak atsiri.

Minyak atsiri C. celebicum dan C. verum yang mengandung komponen utama eugenol (masing-masing 61.7% dan 74%) serta minyak atsiri C. multiflorum yang mengandung metil eugenol 49.4%, linalul 6.4%, dan eugenol 3.5% (Hertika 2011), dapat mematikan kumbang T. castaneum sekitar 30% dengan metode kontak (Tabel 1). Sebelumnya, Hertika (2011) melaporkan bahwa perlakuan minyak atsiri C. multiflorum dan C. verum pada konsentrasi 0.5% dengan metode residu pada daun (perlakuan pakan) mengakibatkan mortalitas larva Crocidolomia pavonana masing-masing sekitar 94% dan 76%, sedangkan minyak cassia kurang aktif (mortalitas sekitar 13%). Kematian larva C. pavonana pada pengujian tersebut selain karena efek kontak dan fumigan juga dapat disebabkan oleh adanya senyawa minyak atsiri yang termakan bersama daun perlakuan (racun perut). Selain itu, ulat C. pavonana tampaknya lebih peka terhadap eugenol atau metil eugenol daripada terhadap sinamaldehida, dan hal ini merupakan kebalikan dari tingkat kepekaan kumbang T. castaneum terhadap senyawa tersebut.

Minyak atsiri C. rhyncophyllum tidak toksik terhadap kumbang T. castanenum (mortalitas 0% Tabel 1). Komponen utama minyak atsiri C. rhyncophyllum dalam penelitian ini adalah eukaliptol (10.3%) dan sabinena (8.7%) (Hertika 2011). Jantan et al. (2005) di Malaysia melaporkan bahwa minyak atsiri C. rhyncophyllum yang mengandung benzil benzoat 70% dan metil sinamat 4.3% memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva nyamuk A. aegypti dengan LC50 6.0 μg/ml. Jantan et al. (2005) juga melaporkan bahwa

minyak atsiri spesies lain Cinnamomum yang mengandung benzil benzoat sebagai komponen utama, yaitu C. impressicostatum, C. microphyllum, C. mollissimum, dan C. pubescens, juga aktif terhadap larva A. aegypti. LC50 benzil benzoat

terhadap larva nyamuk tersebut adalah 6.8 μg/ml. Benzil benzoat berturut-turut 7.8, 13.2, 23.1, dan 51.6 kali lebih beracun terhadap larva A. aegypti daripada sinamaldehida, eugenol, linalul, dan metal eugenol (Jantan et al. 2005). Hal tersebut menunjukkan bahwa benzil benzoat merupakan senyawa aktif utama dalam minyak atsiri Cinnamomum yang bersifat insektisida terhadap larva nyamuk A. aegypti dan hal ini berbeda dengan senyawa aktif terhadap hama gudang dan ulat C. pavonana seperti yang telah diuraikan sebelumnya.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas insektisida minyak atsiri Cinnamomum terhadap serangga dipengaruhi oleh kandungan senyawa kimia, jenis serangga sasaran, dan cara aplikasi. Lebih lanjut, kandungan senyawa kimia dalam minyak atsiri suatu spesies Cinnamomum dapat berbeda bergantung pada asal bahan tanaman.


(17)

Toksisitas Minyak Cassia terhadap T. castaneum Toksisitas Kontak

Perlakuan dengan minyak cassia secara kontak sudah mengakibatkan kematian imago T. castaneum yang cukup besar pada 24 JSP relatif terhadap tingkat kematian pada 48 dan 72 JSP (Gambar 1A). Hal tersebut menunjukkan bahwa minyak cassia bekerja relatif cepat. Pada 24 JSP, perlakuan dengan minyak cassia 4% dan 5% menyebabkan kematian serangga uji masing-masing 22% dan 46%, sedangkan pada konsentrasi 1%-3% kematian serangga uji hanya berkisar 0%-6%. Pada 48 JSP, hanya terjadi peningkatan kematian serangga uji yang relatif rendah. Pada perlakuan konsentrasi 4% dan 5%, tingkat kematian masing-masing 26% dan 52%, sedangkan pada konsentrasi 1%-3% tingkat kematian berkisar 0%-6%. Antara 48 dan 72 JSP peningkatan kematian serangga uji lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan kematian antara 24 dan 48 JSP. Kematian serangga uji pada perlakuan konsentrasi 4% dan 5% masing-masing 31% dan 57% dan pada perlakuan konsentrasi 1%-3% tingkat kematian berkisar 0%-9% (Gambar 1A).

Kim et al. (2003b) melaporkan bahwa perlakuan dengan minyak atsiri C. cassia pada dosis 0.7 mg/cm2 dengan metode kontak menyebabkan kematian kumbang S. oryzae dan C. chinensis yang relatif cepat, yaitu 100% pada 24 JSP. Pada penelitian lain, Kim et al. (2003a) melaporkan bahwa perlakuan dengan minyak atsirikulit batang C. cassia pada dosis 0.7 mg/cm2 dengan metode kontak juga menyebabkan kematian kumbang L. serricorne sebesar 100% pada 24 JSP. Pada penelitian ini, perlakuan dengan minyak cassia 5% yang setara dengan dosis 0.39 mg/cm2 menyebabkan kematian kumbang T. castaneum 46% pada 24 JSP. Kandungan senyawa sinamaldehida dalam minyak atsiri C. cassia yang digunakan oleh Kim et al. (2003a, 2003b) tidak dianalisis sehingga kesetaraan dosis senyawa tersebut tidak dapat dibandingkan.

Kematian T. castaneum pada perlakuan dengan insektisida pembanding alfa-sipemetrin hanya terjadi pada konsentrasi 10%. Pada 24 JSP, kematian serangga uji kurang dari 10% yang sedikit meningkat menjadi 15% pada 48 JSP. Antara 48 dan 72 JSP terjadi peningkatan mortalitas yang cukup, yaitu menjadi 38% (Gambar 1B). Insektisida alfa-sipemetrin lebih banyak menyebabkan serangga mengalami knockdown. Pada perlakuan konsentrasi 10%, serangga uji yang mengalami knockdown mencapai 73% dan kematian 9% pada 24 JSP kemudian knockdown meningkat menjadi 80% dan kematian 15% pada 48 JSP, tetapi knockdown menurun menjadi 61% dan kematian meningkat 38% pada 72 JSP. Penurunan persentase knockdown pada 72 JSP disebabkan oleh sebagian serangga knockdown akhirnya mengalami kematian. Pada perlakuan konsentrasi 5%, serangga uji yang mengalami knockdown mencapai 86% pada 24 JSP kemudian meningkat menjadi 100% pada 48 JSP. Pada konsentrasi terendah (1%) serangga uji mengalami knockdown hanya 1% pada 48 JSP yang tidak meningkat pada 72 JSP (Gambar 2). Efek knockdown yang cepat karena alfa-sipermetrin merupakan racun saraf yang bekerja cepat pada bagian sasaran, yaitu menghambat hantaran impuls saraf pada akson saraf (Djojosumarto 2008).

Minyak atsiri yang diuji juga mengakibatkan kematian yang relatif cepat pada kumbang T. castaneum. Hal tersebut menunjukkan bahwa senyawa aktif dalam minyak atsiri tersebut kemungkinan bekerja sebagai racun saraf tetapi cara kerjanya secara spesifik belum diketahui dengan pasti.


(18)

Gambar 1 Perkembangan mortalitas imago T. castaneum akibat perlakuan kontak dengan minyak cassia komersial (A) dan alfa sipermetrin (B). Pada kontrol tidak ada kematian serangga uji.

Gambar 2 Perkembangan knockdown imago T. castaneum akibat perlakuan kontak alfa-sipermetrin. Pada kontrol tidak ada kematian serangga uji.

A


(19)

Hasil analisis probit menunjukkan bahwa LC50 dan LC95 minyak cassia

terhadap T. castaneum pada 72 JSP hanya sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pada 48 JSP, dan LC50 dan LC95 pada 48 JSP tidak terlalu jauh berbeda

dengan LC50 dan LC95 pada 24 JSP. LC50 dan LC95 pada 24, 48, 72 JSP tidak

berbeda nyata karena selang kepercayaan 95% untuk LC50 dan LC95 pada 24, 48,

dan 72 JSP tumpang-tindih (Tabel 3). LC50 minyak cassia terhadap T. castaneum

secara kontak pada 48 JSP dalam penelitian ini ialah 4.96%. Nilai tersebut sekitar 48 kali lebih tinggi daripada LC50 minyak cassia terhadap S. oryzae (0.104%)

dengan metode kontak + fumigan yang dilaporkan oleh Lee et al. (2008). Perbedaan LC50 tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan metode dan jenis

serangga uji yang digunakan. Efek Fumigan

Seperti pada perlakuan dengan metode kontak, minyak cassia juga bekerja relatif cepat pada perlakuan dengan metode efek fumigan. Perlakuan dengan minyak cassia 4% dan 5% masing-masing setara dengan dosis 0.31 mg/cm2 dan 0.39 mg/cm2 selama 24 jam mengakibatkan kematian serangga uji masing-masing lebih dari 60% dan 80%. Sementara setelah pemajanan selama 72 jam, perlakuan dengan minyak cassia 4% dan 5% mengakibatkan kematian serangga uji masing-masing lebih dari 70% dan 85% (Tabel 2). Hasil penelitian ini sebanding dengan hasil penelitian Kim et al. (2003b) yang melaporkan bahwa minyak atsiri C. cassia memiliki efek fumigan yang relatif cepat terhadap kumbang S. oryzae dan C. chinensis, yaitu perlakuan pada dosis 0.7 mg/cm2 mengakibatkan kematian dua jenis kumbang tersebut sampai 100% setelah pemajanan selama 24 jam

Tabel 2 Kematian imago T. castaneum akibat perlakuan dengan dengan minyak cassia dengan metode fumigan

Konsentrasi (%, w/v)

Kematian imago T. castaneum ± SB (%)a

24 JSPb 72 JSP

Kontrol 0 0

1 1.0 ± 0.4 1.0 ± 0.4

2 3.0 ± 0.6 9.0 ± 1.6

3 17.0 ± 1.3 50.0 ± 1.9

4 61.0 ± 1.9 74.0 ± 3.9

5 81.0 ± 1.6 87.7 ± 1.7

a

SB: simpangan baku. bJSP: jam setelah perlakuan.

Perlakuan dengan insektisida pembanding alfa-sipermetrin 1% dan 5% dengan metode efek fumigan tidak menyebabkan kematian atau knockdown kumbang T. castaneum baik pada pemajanan 24 jam maupun 72 jam. Hal ini karena alfa-sipemetrin bersifat sebagai racun kontak dan racun perut serta tidak bersifat sebagai racun napas (Djojosumarto 2008).

Seperti pada metode kontak, LC50 dan LC95 minyak cassia terhadap imago

T. castaneum pada pemajanan 72 jam dengan metode efek fumigan lebih kecil dibandingkan pada pemajanan 24 jam. LC50 minyak cassia terhadap T. castaneum


(20)

dengan metode efek fumigan pada 24 JSP dalam penelitian ini 3.78% yang setara dengan 0.29 mg/cm2. Nilai tersebut sebanding dengan LC50 sinamaldehida

terhadap kumbang T. castaneum, yaitu 0.28 mg/cm2, yang dilaporkan oleh Huang dan Ho (1998).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa minyak cassia dengan kandungan utama sinamaldehida (85%) memiliki efek fumigan (LC50 3.12% pada 72 JSP)

yang lebih kuat daripada efek kontaknya (LC50 4.73% pada 72 JSP) terhadap

imago T. castaneum. Hal ini kemungkinan disebabkan fase uap komponen aktif minyak cassia dapat memasuki saluran pernapasan serangga uji dan mencapai bagian sasaran lebih cepat dibandingkan dengan penetrasi komponen aktif tersebut melalui kutikula tarsus setelah kontak dengan residu bahan uji pada permukaan kertas saring. Efek fumigan minyak cassia yang lebih kuat dibandingkan dengan efek kontaknya sesuai dengan hasil penelitian Huang dan Ho (1998), yang melaporkan bahwa LC50 sinamaldehida terhadap kumbang T.

castaneum dengan metode kontak adalah 0.7 mg/cm2, sedangkan dengan metode fumigasi adalah 0.28 mg/cm2.

Minyak cassia yang digunakan dalam penelitian ini memiliki efek kontak dan efek fumigan terhadap kumbang T. castaneum yang lebih baik daripada formulasi insektisida pembanding berbahan aktif alfa-sipermetrin. Aplikasi minyak cassia pada permukaan kemasan komoditas di penyimpanan atau pada permukaan lantai dan dinding gudang diharapkan dapat membunuh hama tersebut secara kontak. Sementara serangga yang tidak terkena minyak cassia secara kontak akan mati setelah terpajan pada fase uap minyak tersebut. Di lain pihak, sinamaldehida yang merupakan senyawa aktif minyak cassia dilaporkan memiliki toksisitas yang rendah terhadap hewan menyusui (Lee et al. 2008 dalam Tang dan Eisenbrand 1992). Dengan demikian, minyak cassia potensial untuk digunakan sebagai bahan alternatif dalam pengendalian hama gudang.

Beberapa hal perlu dilakukan sebelum minyak cassia digunakan dalam praktik pengendalian hama gudang, di antaranya (1) pencarian jenis tanaman C. cassia yang minyak atsirinya memiliki kandungan sinamaldehida yang tinggi; (2) pengembangan formulasi dan cara aplikasi yang dapat meningkatkan keefektifan minyak atsiri tersebut, misal formulasi untuk aplikasi pengabutan (fogging); (3) pengujian keefektifan terhadap berbagai jenis hama gudang lain; (4) pengujian keefektifan di lapangan (di dalam gudang); dan (5) pengujian pengaruh aplikasi minyak atsiri tersebut terhadap kualitas produk, seperti warna, bau, rasa, dan nilai gizi.


(21)

Tabel 3 Penduga parameter hubungan konsentrasi-mortalitas minyak cassia terhadap imago T. castaneum dengan metode residu pada kertas saring

Rentang pemajanan

(JSP)a a ± GB

b

b ± GBb LC50 (SK 95%) (%)b

LC95(SK 95%)

(%)b

24 -4.70 ± 0.56 6.54 ± 0.89 5.32 (4.32-5.71) 9.33 (7.98-11.98)

48 -4.63 ± 0.52 6.65 ± 0.84 4.96 (4.70-5.33) 8.77 (7.66-10.77)

72 -4.45 ± 0.48 6.58 ± 0.78 4.73 (4.45-5.11) 8.40 (7.25-10.68)

a

JSP = jam sejak perlakuan. ba = intersep garis regresi probit, b = kemiringan regresi probit, GB = galat baku, SK = selang kepercayaan.

Tabel 4 Penduga parameter hubungan konsentrasi-mortalitas minyak cassia terhadap imago T. castaneum dengan metode efek fumigan

Rentang pemajanan

(JSP)a a ± GB

b

b ± GBb LC50 (SK 95%) (%)b

LC95(SK 95%)

(%)b

24 -3.81 ± 0.34 6.59 ± 0.58 3.78 (-) 6.71 (-)

72 -2.84 ± 2.57 5.75 ± 0.84 3.12 (2.73-3.52) 6.03 (4.98-8.60)

a

JSP = jam sejak perlakuan. ba = intersep garis regresi probit, b = kemiringan regresi probit, GB = galat baku, SK = selang kepercayaan.


(22)

SIMPULAN DAN SARAN

Di antara 10 jenis minyak atsiri Cinnamomum yang diuji, minyak cassia komersial paling toksik terhadap kumbang T. castaneum baik dengan metode kontak maupun efek fumigan (mortalitas serangga uji ≥ 70% pada perlakuan konsentrasi 5%). Minyak cassia efektif mematikan kumbang T. castaneum dengan LC50 pada 72 JSP pada metode kontak dan efek fumigan masing-masing

4.73% dan 3.12%. Minyak cassia tersebut lebih aktif terhadap insektisida pembanding alfa-sipermetrin dengan konsentrasi formulasi sampai 10% baik dengan metode kontak maupun metode fumigan. Dengan demikian, minyak cassia dapat digunakan sebagai alternatif untuk pengendalian hama gudang khususnya T. castaneum.

Untuk memastikan potensinya sebagai sarana alternatif dalam pengendalian hama gudang, minyak atsiri yang aktif dapat diuji terhadap hama gudang lain. Pengembangan formulasi yang sesuai dan pengujian di lapangan (di dalam gudang) juga perlu dilakukan. Selain itu, pengaruh aplikasi minyak atsiri tersebut terhadap kualitas produk, seperti warna, bau, rasa, dan nilai gizi, juga perlu dievaluasi.


(23)

DAFTAR PUSTAKA

Agusta A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung (ID): Penerbit ITB.

Busvine JR. 1980. Recommended Methods for Measurement of Pest Ressistance to Pestisides. Rome (IT): Food and Agriculture Organization.

Dadang, Prijono D. 2008. Insektisida Nabati: Prinsip, Pemanfaatan, dan Pengem-bangan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor, Departemen Proteksi Tanaman.

Djojosumarto P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

Harahap I. 2009. Ekologi serangga hama gudang. Di dalam: Prijono D, Darmaputra OS, Widayanti S, editor. Pengelolaan Hama Gudang. Bogor: SEAMEO BIOTROP. hlm 53-69.

Hertika C. 2011. Aktivitas insektisida minyak atsiri daun Cinnamomum spp. (Lauraceae) terhadap Crosidolomia pavonana dan pengaruh fitotoksisitas pada bibit brokoli [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hidayat P, Halid H. 2009. Pengelolaan hama gudang terpadu. Di dalam: Prijono D, Darmaputra OS, Widayanti S, editor. Pengelolaan Hama Gudang. Bogor: SEAMEO BIOTROP. hlm 21-37.

Huang Y, Ho SH. 1998. Toxicity and antifeedant activities of cinnamaldehyde against the grain storage insects, Tribolium castaneum (Herbst) and Sitophilus zeamais Motsch. J Stored Prod Res. 34(1):11-17.

Jantan I, Yalvema MF, Ahmad NW, Jamal JA. 2005. Insecticidal activities of the leaf oils of eight Cinnamomum species against Aedes aegypti and Aedes albopictus. Pharm Biol. 43(6):526-532.

Kim SI, Park C, Ohh MH, Cho HC, Ahn YJ. 2003a. Contact and fumigant activities of aromatic plant extracts and essential oils against Lasioderma serricorne (Coleoptera: Anobiidae). J Stored Prod Res, 39 (1):11–19.

Kim SI, Roh JY, Kim DH, Lee HS, Ahn YJ. 2003b. Insecticidal activities of aromatic plant extracts and essential oils against Sitophilus oryzae and Callosobruchus chinensis. J Stored Prod Res. 39(3):293-303.

Kong JO, Lee SM, Moon YS, Lee SG, Ahn YJ. 2007. Nematicidal activity of cassia and cinnamon oil compounds and related compounds toward Bursaphelenchusxylophilus (Nematoda: Parasitaphelenchidae). J Nematol. 39(1):31-36.

Lee EJ, Kim JR, Choi DR, Ahn YJ. 2008. Toxicity of cassia and cinnamon oil compounds and cinnamaldehyde-related compounds to Sitophilus oryzae (Coleoptera: Curculionidae). J Econ Entomol. 101(6):1960-1966.

LeOra Software. 1987. POLO-PC User’s Guide. Petaluma (US): LeOra Software. Liu H, Mishra AK, He B, Tan RX. 2001. Composition and antifungal activity of

essential oils from Artemisia princeps and Cinnamomum camphora. Internatl Pest Contr. 47:72–74.

Liu CH, Mishra AK, Tan RX, Tang C, Yang H, Shen YF. 2006. Repellent and insecticidal activities of essential oils from Artemisia princeps and Cinnamomum camphora and their effect on seed germination of wheat and broad bean. Biores Technol. 97(15):1969–1973.


(24)

Mondal M, Khalequzzaman M. 2006. Toxicity of essential oils against red flour beetle, Tribolium castaneum (Herbst) (Coleoptera: Tenebrionidae). J Biol Sci. 14(1):43-48.

Munro JW. 1966. Pests of Stored Products. London (GB): Hutchinson.

Perry AS, Yamamoto I, Ishaaya I, Perry RY. 1998. Insecticides in Agriculture and Environment: Retrospects and Prospects. Berlin (DE): Springer.

Prajapati V, Tripathi AK, Aggarwal KK, Khanuja SPS. 2005. Insecticidal, repellent and oviposition-deterrent activity of selected essential oils against Anopheles stephensi, Aedes aegypti and Culex quinquefasciatus. Biores Technol. 96 (16):1749-1757.

Prakash A, Rao J. 1997. Botanical Pesticides in Agriculture. New York (US): Lewis Publ.

Singh G, Maurya S, deLampasona MP, Catalan CAN. 2007. A comparison of chemical, antioxidant and antimicrobial studies of cinnamon leaf and bark volatile oils, oleoresins and their constituents. Food Chem Toxicol. 45(9):1650–1661.

Sunjaya, Widayanti S. 2009. Pengenalan serangga hama gudang. Di dalam: Prijono D, Darmaputra OS, Widayanti S, editor. Pengelolaan Hama Gudang. Bogor: SEAMEO BIOTROP. hlm 39-51.

Wang R, Wang RJ, Yang B. 2009. Extraction of essential oils from five cinnamon leaves and identification of their volatile compound compositions. Innov Food Sci Emerging Technol. 10(2):289–292.

Zhu LF. 1995. Aromatic Plants and Essential Constituents. Hong Kong (HK): Hai Feng Publ. Co.


(25)

(26)

Lampiran 1 Mortalitas imago T. castaneum pada perlakuan dengan minyak atsiri Cinammomum spp. 5% berdasarkan metode kontak

Spesies Mortalitas kumulatif (%) pada JSP

a

24 48 72

C. burmannii daun 7 9 12

C. burmannii kayu 7 12 12

C. camphora 4 4 6

C. celebicum 7 8 11

C. grandiflorum 4 9 10

C. javanicum 7 8 11

C. multiflorum 18 22 32

C. rhyncophyllum 0 0 0

C. verum 14 18 24

Minyak cassia komersial 61 68 75

a

JSP = jam setelah perlakuan. Jumlah serangga uji pada awal perlakuan adalah 20 ekor imago untuk semua perlakuan.

Lampiran 2 Mortalitas imago T. castaneum pada perlakuan dengan minyak atsiri Cinammomum spp. 5% berdasarkan metode fumigasi dengan

pemajanan selama 72 jam

Spesies Mortalitas (%)a

C. burmannii daun 12

C. burmannii kayu 5

C. camphora 3

C. celebicum 8

C. grandiflorum 1

C. javanicum 4

C. multiflorum 10

C. rhyncophyllum 0

C. verum 7

Minyak cassia komersial 70

a

Jumlah serangga uji pada awal perlakuan adalah 20 ekor imago untuk semua perlakuan.

Lampiran 3 Mortalitas imago T. castaneum pada perlakuan dengan minyak cassia komersial 1%-5% berdasarkan metode kontak

Konsentrasi (%, w/v) Mortalitas kumulatif (%) pada JSP

a

24 48 72

1 0 0 0

2 1 1 1

3 4 6 9

4 22 26 31

5 45 52 57


(27)

Lampiran 4 Mortalitas imago T. castaneum pada perlakuan dengan minyak cassia komersial 1%-5% berdasarkan metode fumigasi

Konsentrasi (%, w/v) Mortalitas (%) pada pemajanan (jam)

a

24 72

1 1 1

2 3 9

3 17 50

4 61 74

5 81 87

Catatan kaki seperti pada Lampiran 2.

Lampiran 5 Knockdown imago T. castaneum pada perlakuan dengan alfa- sipermetrin 1%-10% berdasarkan metode kontak

Konsentrasi (%) Knockdown kumulatif (%) pada JSP

a

24 48 72

1 0 0 1

5 86 100 100

10 73 80 61

Catatan kaki seperti pada Lampiran 1

Lampiran 6 Mortalitas imago T. castaneum pada perlakuan dengan alfa- sipermetrin 1%-10% berdasarkan metode kontak

Konsentrasi (%, v/v)a Mortalitas kumulatif (%) pada JSP

b

24 48 72

1 0 0 0

5 0 0 0

10 9 15 38

a

Konsentrasi formulasi. aJSP = jam setelah perlakuan. Jumlah serangga uji pada awal

perlakuan adalah 20 ekor imago untuk semua perlakuan.

Pada metode fumigasi dengan menggunakan insektisida berbahan aktif alfa-sipemetrin kumbang T.castaneum tidak mengalami mortalitas maupun Knockdown hingga konsntrasi 10%.


(28)

Lampiran 7 Komponen kimia utama dari 15 jenis minyak atsiri Cinnamomum spp. (Hertika 2011)

1 = C. burmannii daun, 2 = C. burmannii kulit batang, 3 = C. camphora, 4 = C. cassia, 5 = minyak cassia komersial, 6 = C. celebicum, 7 = C. grandiflorum, 8 = C. iners, 9 = C. javanicum, 10 = C. multiflorum, 11 = C. parrectum, 12 = C. rhyncophyllum, 13 = C. sintoc, 14 = C. subavenium, 15 = C. verum, tr= kelumit.

Nama senyawa Jenis minyak atsiri

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Sabibena 0.8 0.3 0.3 - - tr tr 2.0 0.1 0.3 - 8.7 - tr 0 o-Simena - 0.9 0.6 - - 0.1 - 0 14.0 - 0.1 - - tr tr Eukaliptol 6.5 2.4 - tr - 0.6 2.7 7.3 - - - 10.0 tr 2.1 - Linalul 0.1 0.3 0.1 - - 3.1 14.0 0 13.0 6.4 - 0.4 tr 0.7 2.0 Kamfor 0.1 tr 53.0 0.1 - - tr 0 0.4 tr - 0.1 tr 0.4 0 Sinamaldehida 36.0 1.2 - 27.0 85.0 - - - 3.0

Geranial - - - tr 0 - - 22.0 7.7 - - -

Safrol - 0.1 - 0.2 - tr - - - 0.1 62.0 24.0 -

Eugenol 0.4 0.1 0.3 0.8 1.0 62.0 0.1 0 - 3.5 1.4 0.3 3.6 3.8 74.0 α-Kopaena 2.1 12.0 0.1 - - - 1.7 - - 2.1 0.3 - Metil eugenol - - - 0.1 - 0.4 - - tr 49.0 0.1 3.5 0.2 0.3 0 Trans-sinamal

asetat 0.1 2.4 0.2 18.0 6.0 - - - 0.6 0.9 1.0 Benzil benzoat - 0.1 - 0.2 1.0 0.1 - - - - 0.4 - 12.0 0.1 1.0


(29)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 2 Febuari 1991 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Zaenal Arifin dan Ibu Elin Christinawati. Pada tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas SMAI Al-Azhar Kelapa Gading, Jakarta dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama perkuliahan penulis aktif dalam organisasi Jakarta Comunity (2008). Pada tahun 2009 penulis bergabung dengan radio kampus Agri FM sebagai anggota Divisi Humas. Pada tahun 2010 penulis mengikuti kegiatan turun lapang Go Field IPB yang bekerja sama dengan PT. Indocement dalam program pengelolaan sampah dan pembuatan pupuk organik di desa Citeureup, Kabupaten Bogor selama satu setengah bulan. Pada tahun berikutnya kelompok penulis mendapatkan dana penelitian dari Program Kreativitas Mahasiswa-Penelitian, Ditjen Dikti dengan tema penelitian pengujian insektisida nabati. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan beberapa kegiatan kampus dan mengikuti beberapa seminar pertanian dan kewirausahaan yang diadakan di IPB.


(30)

ABSTRAK

MIRANTI CHRISTI ARIFIN. Toksisitas Kontak dan Efek Fumigan Minyak Atsiri Cinnamomum spp. (Lauraceae) terhadap Tribolium castaneum (Herbst) (Coleoptera: Tenebrionidae). Dibimbing oleh SUGENG SANTOSO dan DJOKO PRIJONO.

Kumbang Tribolium castaneum merupakan salah satu hama gudang yang menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas pada komoditas di penyimpanan. Pengendalian hama gudang yang umum dilakukan ialah dengan menggunakan fumugan dan insektisida kontak. Namun, penggunaan insektisida sintetik dapat menimbulkan berbagai dampak negatif. Penggunaan insektisida nabati merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk mengendalikan serangan hama gudang. Penelitian ini bertujuan menentukan toksisitas kontak dan efek fumigan 9 jenis minyak atsiri Cinnamomum spp. dan minyak atsiri cassia komersial terhadap kumbang T. castaneum. Insektisida sintetik alfa-sipemetrin digunakan sebagai pembanding. Di antara minyak atsiri yang diuji, hanya minyak cassia yang memiliki efek kontak dan fumigan yang cukup kuat, yaitu perlakuan dengan minyak cassia 5% menyebabkan kematian kumbang T. castaneum masing-masing 75% dan 70%. Minyak atsiri lain tidak aktif sampai memiliki aktivitas lemah. Minyak cassia dan alfa-sipermetrin bekerja cukup cepat, yaitu kematian sebagian besar serangga uji terjadi pada 24 jam setelah perlakuan (JSP) sementara pada 48 jam berikutnya hanya terjadi sedikit peningkatan kematian serangga uji. LC50

minyak cassia pada 72 JSP dengan metode kontak dan fumigan masing-masing 4.73% dan 3.12%. Alfa-sipermetrin memiliki daya mematikan yang lemah pada metode kontak dan tidak tidak memiliki sifat fumigan hingga konsentrasi 10%, tetapi memiliki efek knockdown yang kuat pada konsentrasi 5% dan 10%.

Kata kunci: Insektisida nabati, minyak atsiri Cinnamomum spp., hama gudang, toksisitas kontak, efek fumigan.


(31)

ABSTRACT

MIRANTI CHRISTI ARIFIN. Contact Toxicity and Fumigant Effect of Essential Oils of Cinnamomum spp. (Lauraceae) against the Flour Beetle Tribolium castaneum (Herbst) (Coleoptera: Tenebrionidae). Supervised by SUGENG SANTOSO dan DJOKO PRIJONO.

One of the stored product pests which can reduce the quantity and quality of stored products is the flour beetle Tribolium castaneum. Stored-product pests are commonly controlled by fumigation and surface spraying using contact insecticides which can cause various harmful side effects. Essential oils of Cinnamomum spp. constitute safer alternatives for controlling stored product pests. This research was done to determine the contact toxicity and fumigant effect of essential oils of eight species of Cinnamomum and a commercial cassia oil against T. castaneum. A commercial insecticide containing alpha-cypermethrin was included for comparison. Only a commercial cassia oil had a fairly strong contact and fumigant effect, i.e. the treatment with 5% cassia oil caused 75% and 70% mortality, respectively. The other test essential oils were not active to weakly active against T. castaneum. Cassia oil and alpha-cypermethrin acted fairly fast, i.e. test insect mortality mostly occurred at 24 hours after treatment (HAT) and in the next 48 hours only a slight increase in insect mortality was noted. LC50 of

cassia oil at 72 hours after treatment by contact and fumigant method was 4.73% and 3.12% respectively. Alpha-cypermethrin had relatively weak lethal effect by contact method and no fumigant effect at concentrations up to 10% but had strong knockdown effect at 5% and 10% by contact method.

Keywords: Botanical insecticide, cinnamon essential oils, stored-product pest, contact toxicity, fumigant effect.


(32)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Proses penyimpanan merupakan kegiatan penting dalam tahap pascapanen, khususnya pada komoditas pangan. Tahap ini sangat diperlukan untuk mengatasi masa-masa sulit, seperti terjadinya kekeringan, serangan organisme pengganggu tumbuhan, dan banjir yang mengakibatkan kegagalan panen. Namun, selama dalam penyimpanan komoditas pangan dapat mengalami penurunan secara kuantitas maupun kualitas yang di antaranya disebabkan oleh serangan hama. Serangan hama pada tahap pascapanen tersebut dapat berasal dari infestasi sejak di lapangan atau infestasi dari serangga yang bertahan pada sisa-sisa komoditas dari penyimpanan sebelumnya, baik pada sistem transportasi, di dalam gudang, maupun di tempat pengolahan (Harahap 2009).

Serangga hama yang paling banyak ditemukan pada produk pascapanen adalah jenis-jenis serangga yang termasuk ordo Coleoptera (Munro 1966), di antaranya famili Tenebrionidae. Kumbang tepung Tribolium castaneum (Herbst) merupakan spesies dari famili tersebut yang paling banyak dijumpai pada komoditas produk olahan, misalnya tepung dan beras giling. Kumbang tersebut digolongkan sebagai hama sekunder pada komoditas beras dan serealia lain karena menyerang komoditas yang telah rusak baik akibat serangan hama primer maupun kerusakan akibat penanganan pascapanen yang kurang tepat. Selain berperan sebagai hama sekunder, serangan berat yang disebabkan oleh T. castaneum menyebabkan komoditas tercemar oleh benzokuinon hasil ekskresi kumbang tersebut yang bersifat racun sehingga komoditas tersebut tidak layak untuk dikonsumsi (Sunjaya dan Widayanti 2009).

Pengendalian hama gudang umum dilakukan dengan cara fumigasi dan penyemprotan permukaan dengan insektisida kontak (Hidayat dan Halid 2009). Penggunaan insektisida sintetik praktis dan efisien sehingga lebih diminati oleh para praktisi (Djojosumarto 2008). Namun, penggunaan insektisida sintetik yang tidak bijaksana dapat mencemari lingkungan, berbahaya bagi kesehatan pengguna, menyebabkan resistensi hama, dan dapat meninggalkan residu pada komoditas yang diberi perlakuan sehingga dapat berdampak buruk pada kesehatan konsumen (Perry et al. 1998). Penggunaan insektisida nabati merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi dampak negatif yang disebabkan oleh insektisida sintetik karena insektisida nabati mudah terurai, aman terhadap organisme bukan sasaran, dan tidak cepat menimbulkan resistensi (Prakash dan Rao 1997; Dadang dan Prijono 2008).

Salah satu kelompok tumbuhan yang dapat digunakan sebagai sumber insektisida nabati ialah Cinnamomum spp. (Lauraceae) (Kim et al. 2003b; Jantan et al. 2005; Lee et al. 2008). Pengujian aktivitas insektisida minyak atsiri Cinnamomum sering dilakukan dengan menggunakan larva nyamuk sebagai serangga uji. Sebagai contoh, Jantan et al. (2005) di Malaysia melaporkan bahwa minyak atsiri daun C. impressicostatum, C. microphyllum, C. mollissimum, C. pubescens, dan C. rhyncophyllum dengan komponen utama benzil benzoat, memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva nyamuk Aedes aegypti dan A. albopictus dengan LC50 masing-masing kurang dari 12.8 dan 11.8 μg/ml.


(33)

diuji dengan LC50 (3 jam pemajanan) berkisar dari 133 sampai 243 μg/ml

terhadap A. aegypti dan dari 118 sampai 194 μg/ml terhadap A. albopictus. Di India, Prajapati et al. (2005) melaporkan bahwa minyak atsiri kulit batang C. zeylanicum (sin. C. verum) memiliki aktivitas insektisida terhadap larva nyamuk Anopheles stephensi, A. aegypti, dan Culex quinquefasciatus dengan LC50

berturut-turut 228.2, 276.9, dan 277.4 μg/ml.

Keefektifan minyak atsiri Cinnamomum juga telah diuji terhadap beberapa spesies hama gudang. Sebagai contoh, Kim et al. (2003a) melaporkan bahwa perlakuan dengan minyak atsiri C. cassia pada dosis 0.7 mg/cm2 dengan metode residu pada kertas saring dapat mematikan 100% kumbang Lasioderma serricorne. Pada penelitian selanjutnya, Kim et al. (2003b) melaporkan bahwa perlakuan dengan minyak atsiri C. cassia pada dosis 0.7 mg/cm2 dengan metode yang sama dapat mematikan 100% kumbang Sitophilus oryzae dan Callosobruchus chinensis. Pada penelitian lain, Liu et al. (2006) melaporkan bahwa minyak atsiri C. camphora pada dosis 250-1000 μg/g (minyak/sampel biji gandum) bersifat repelen terhadap kumbang S. oryzae dengan tingkat repelensi 48-81% tetapi tidak terlalu toksik terhadap imago serangga tersebut (tingkat kematian 16-34%). Mondal dan Khalequzzaman (2006) melaporkan bahwa minyak atsiri C. aromaticum bersifat racun kontak dan fumigan terhadap kumbang T. castaneum dengan LD50 masing-masing 0.074 dan 0.03 mg/cm2. Lee

et al. (2008) melaporkan bahwa berbagai jenis minyak atsiri C. cassia dan C. zeylanicum aktif terhadap kumbang S. oryzae dengan metode gabungan kontak residu + fumigasi dengan LD50 berkisar dari 0.016 sampai 0.104 mg/cm2.

Pengujian aktivitas insektisida minyak atsiri Cinnamomum terhadap hama pemakan daun masih sangat terbatas. Salah satu pengujian tentang hal tersebut telah dilakukan oleh Hertika (2011), yang mendapatkan bahwa minyak atsiri C. multiflorum (komponen utama metil eugenol 49.4%) dan C. verum (komponen utama eugenol 74%) memiliki aktivitas insektisida yang cukup kuat terhadap ulat krop kubis Crocidolomia pavonana. Namun, minyak atsiri C. verum fitotoksik terhadap bibit brokoli sedangkan minyak atsiri C, multiflorum tidak. Tampaknya perbedaan kandungan senyawa dalam kedua jenis minyak atsiri tersebut menyebabkan perbedaan sifat fitotoksisitas.

Komponen minyak atsiri Cinnamomum beragam bergantung pada spesies, bagian tanaman, dan asal bahan (Zhu 1996; Agusta 2000; Hertika 2011). Zhu (1996) melaporkan bahwa komponen utama minyak atsiri cabang dan daun C. cassia adalah sinamaldehida (74.1%) sementara kandungan senyawa tersebut dalam minyak atsiri kulit batang mencapai 97.1%. Lebih lanjut dikemukakan oleh Zhu (1996) bahwa berdasarkan kandungan senyawa dalam minyak atsirinya, di Cina terdapat 5 tipe C. camphora, yaitu tipe kamfor, linalul, sineol, borneol, dan iso-nerolidol. Senyawa utama dalam minyak atsiri cabang dan daun kelima tipe C. camphora tersebut berturut-turut kamfor (83.9%), 1-linalul (90.6%), 1,8-sineol (50%), d-borneol (81.8%), dan iso-nerolidol (57.7%). Senyawa utama minyak atsiri Cinnamomum asal Indonesia yang dikemukakan oleh Agusta (2000) adalah sebagai berikut: daun C. Burmannii mengandung sinamaldehida (38.92%) dan isoeugenol (44.45%); C. javanicum (sin. C. iners, C. rhyncophyllyum) mengandung komponen utama kamfena (40.52%) untuk bagian daun serta kamfor (23.53%) dan safrol (32.27%) untuk bagian kulit batang; C. marcophyllum memiliki komponen utama safrol baik pada bagian kulit batang maupun daun,


(34)

masing-masing 55.76% dan 41.22%; C. multiflorum dan C. subavenium juga memiliki komponen utama safrol yang tinggi pada bagian daun, yaitu masing-masing 83.75% dan 98.93%; kulit batang C. sintoc mengandung isoeugenol (82.6%); dan kulit batang C.verum (sin. C. zeylanicum) asal Srilanka mengandung kopaena (22.15%). Baru-baru ini, Hertika (2011) melaporkan bahwa komponen utama minyak atsiri daun 13 spesies Cinnamomum asal Kebun Raya Bogor adalah sebagai berikut: C. burmannii – sinamaldehida (35.8%) [α-kopaena 11.5% untuk C. burmanni kulit batang], C. camphora kamfor (53.3%), C. cassia - sinamaldehida (27%) dan trans-sinamil asetat (17.6%), C. celebicum – eugenol (61.7%), C. grandiflorum – linalul (14.2%), C. iners – α-terpineol (8,7%) dan eukaliptol (7.3%), C. javanicum – α-simena (13.5%) dan linalul (13.1%), C. multiflorum – metil eugenol (49.4%). C. porrectum geranial (21.7%), C. rhyncophyllum – eukaliptol (10.3%) dan sabinena (8.7%), C. sintoc – safrol (62%) dan benzil benzoat (12.4%). C. subavenium – safrol (24.3%), C. verum – eugenol (74%), dan minyak cassia komersial – sinamaldehida (85%). Sinamaldehida telah dilaporkan memiliki efek racun kontak dan fumigan terhadap kumbang T. castaneum dengan LD50 masing-masing 0.7 dan 0.28 mg/cm2 (Huang dan Ho

1998). Sementara Lee et al. (2008) melaporkan bahwa sinamaldehida aktif terhadap kumbang S. oryzae dengan metode gabungan kontak residu + fumigasi dengan LD50 0.034 mg/cm2.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menentukan toksisitas kontak dan efek fumigan minyak atsiri 8 spesies Cinnamomum dan minyak cassia komersial terhadap kumbang gudang T. castaneum. Formulasi insektisida komersial berbahan aktif alfa-sipermetrin digunakan sebagai pembanding.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang potensi minyak atsiri Cinnamomum spp. sebagai bahan alternatif yang ramah lingkungan untuk pengendalian hama gudang T. castaneum.


(35)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), dari Januari sampai Juli 2012.

Bahan Insektisida Uji

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah 9 jenis minyak atsiri dari 8 spesies Cinnamomum, yaitu kayu C. burmannii serta daun C. burmannii, C. camphora, C. celebicum, C. grandiflorum, C javanicum, C. multiflorum, C. rhyncophyllum, dan C. verum, yang diperoleh dari Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB. Minyak atsiri tersebut disiapkan dengan cara penyulingan dengan alat penyulingan uap air (Hertika 2011). Selain itu juga diuji minyak cassia komersial yang diperoleh dari salah satu toko bahan kimia di Bogor. Formulasi insektisida pembanding Storin 30 EC (alfa-sipermetrin 30 g/l) diperoleh dari PT Indo Pest Biochem, Jakarta.

Perbanyakan Serangga Uji

Serangga uji yang digunakan ialah T. castaneum yang diperoleh dari koloni serangga yang diperbanyak di ruang pemeliharaan serangga, Departemen Proteksi Tanaman IPB. Serangga uji tersebut diambil sebanyak 50 imago untuk dimasukkan ke dalam stoples yang berisi tepung terigu sebagai pakan. Setelah 2 minggu, semua imago tersebut dikeluarkan dari stoples pertama dan dipindahkan ke stoples yang kedua. Hal ini dilakukan sampai stoples yang keempat. Setelah sampai stoples yang keempat, imago pada stoples keempat dikeluarkan dan tidak digunakan lagi. Telur yang diletakkan imago dalam setiap stoples dibiarkan berkembang sampai menjadi imago. Imago yang berumur 7–14 hari digunakan untuk pengujian.

Metode Pengujian

Pengujian dilakukan dengan metode kontak dan efek fumigan. Pada pengujian awal dengan kedua metode tersebut, 10 jenis minyak atsiri Cinnamomum masing-masing diuji pada konsentrasi 5% (w/v) terhadap kumbang T. castaneum yang berumur 7-14 hari setelah muncul menjadi imago. Insektisida pembanding alfa-sipermetrin diuji pada konsentrasi formulasi 1%, 5%, dan 10% (v/v).

Uji Toksisitas Kontak

Metode yang digunakan adalah metode kontak dengan residu pada kertas saring (Busvine 1980). Kertas saring Whatman No. 1 dengan diameter 9 cm diletakkan pada bagian dasar cawan petri dengan diameter 9 cm. Pada pengujian awal, setiap minyak atsiri sebanyak 0.25 g dilarutkan dengan pelarut aseton dalam labu takar 5 ml untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi 5% (w/v). Setiap larutan minyak atsiri tersebut sebanyak 0.5 ml diteteskan secara merata pada kertas saring Whatman pada cawan petri tadi. Penetesan larutan minyak atsiri


(36)

dilakukan dengan menggunakan pipet Mohr 1 ml yang digerakkan secara spiral dari bagian tengah ke bagian tepi kertas saring. Kertas saring kontrol diberi perlakuan dengan aseton saja. Kertas saring perlakuan dan kontrol didiamkan selama satu malam (12 jam) untuk menghilangkan aseton dan fase uap dari minyak atsiri. Sebanyak 20 imago T. castaneum dimasukkan ke dalam botol film kemudian semua imago dipindahkan sekaligus ke dalam cawan petri yang berisi kertas saring perlakuan atau kontrol. Setiap perlakuan diulang 5 kali. Jumlah serangga yang mati dihitung pada 24, 48, dan 72 jam setelah pelakuan (JSP).

Minyak atsiri yang menyebabkan kematian serangga uji ≥ 50% diuji lebih lanjut pada 5 taraf konsentrasi, yaitu 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% (w/v). Cara penyiapan larutan minyak atsiri serta cara pengujian dan pengamatan sama seperti pada pengujian awal. Mortalitas serangga uji pada 24, 48, dan 72 JSP diolah dengan analisis probit menggunakan program POLO-PC (LeOra Software 1987).

Larutan insektisida pembanding alfa-sipermetrin disiapkan dengan cara yang sama seperti di atas. Formulasi insektisida tersebut dipipet sebanyak 50, 250, dan 500 µl lalu dimasukkan ke dalam labu takar 5 ml dan dilarutkan dengan aseton untuk mendapatkan larutan alfa-sipermetrin dengan konsentrasi formulasi masing-masing 1%, 5%, dan 10% (v/v). Cara pengujian dan pengamatan sama seperti di atas.

Uji Efek Fumigan

Pengujian ini dilakukan dengan metode yang serupa dengan pengujian toksisitas kontak, tetapi kertas saring direkatkan pada permukaan dalam dari bagian tutup cawan petri. Kumbang T. castaneum tidak dapat merayap pada dinding cawan petri yang licin (Busvine 1980) sehingga tidak akan kontak dengan kertas saring perlakuan. Cara pengenceran dan konsentrasi minyak atsiri yang digunakan sama seperti pada pengujian toksisitas kontak. Kertas saring pada tutup cawan petri ditetesi larutan minyak atsri atau insektisida pembanding alfa-sipemetrin masing-masing sebanyak 0.5 ml seperti pada pengujian toksisitas kontak. Kertas saring kontrol ditetesi aseton saja. Setelah diberi perlakuan, kertas saring perlakuan dan kontrol didiamkan selama 30 menit dalam keadaan tutup cawan petri sedikit terbuka untuk menguapkan pelarut asetonnya. Selanjutnya 20 imago T. castaneum dimasukkan ke dalam botol film lalu semua imago dipindahkan sekaligus ke dalam cawan petri yang berisi kertas saring perlakuan atau kontrol. Celah di antara bagian tutup dan dasar cawan petri disekat dengan plastisin untuk mencegah kemungkinan terjadinya kebocoran uap minyak atsiri. Setiap perlakuan diulang 5 kali. Jumlah serangga yang mati dihitung pada 72 jam setelah pelakuan (JSP).

Minyak atsiri yang menyebabkan kematian serangga uji ≥ 50% diuji lebih lanjut pada 5 taraf konsentrasi, yaitu 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% (w/v). Cara penyiapan larutan minyak atsiri dan cara pengujian sama seperti pada pengujian awal. Pada pengujian pertama, pengamatan dilakukan pada 24 JSP dan pada pengujian kedua pengamatan dilakukan pada 72 JSP. Mortalitas serangga uji pada 24 dan 72 JSP diolah dengan analisis probit menggunakan program POLO-PC (LeOra Software 1987).

Efek fumigan insektisida pembanding alfa-sipermetrin juga diuji dengan cara yang sama seperti di atas dengan konsentrasi yang sama seperti pada pengujian toksisitas kontak, yaitu 1%, 5%, dan 10% (v/v).


(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Toksisitas Kontak dan Efek Fumigan Minyak Atsiri Cinnamomum spp. Minyak atsiri 8 spesies Cinnamomum dengan konsentrasi 5% memiliki toksisitas kontak dan efek fumigan yang beragam terhadap imago T. castaneum (Tabel 1). Mortalitas imago T. castaneum pada perlakuan dengan minyak atsiri tersebut pada 72 JSP berkisar dari 0% sampai 32% dengan metode kontak dan dari 0% sampai 12% dengan metode fumigasi. Tingkat mortalitas tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan mortalitas pada perlakuan dengan minyak cassia komersial, yaitu 75% dengan metode kontak dan 70% dengan metode fumigasi

Minyak atsiri Cinnamomum spp. yang beracun secara kontak terhadap imago T. castaneum menunjukkan adanya komponen toksik dalam minyak atsiri tersebut yang masuk ke dalam tubuh serangga melalui kemoreseptor pada tarsus imago T. castaneum yang selalu kontak dengan residu minyak atsiri pada permukaan kertas saring. Sementara itu, efek fumigan terjadi karena adanya komponen minyak atsiri dalam fase gas yang masuk ke dalam tubuh serangga melalui spirakel lalu menyebar ke dalam tubuh melalui sistem trakea untuk mencapai bagian sasaran.

Perbedaan toksisitas kontak dan efek fumigan di antara minyak atsiri yang duji tampaknya disebabkan oleh perbedaan komposisi kimia minyak atsiri tersebut. Minyak cassia yang digunakan dalam penelitian ini sama dengan yang digunakan oleh Hertika (2011), yaitu mengandung sinamaldehida sebagai komponen utama dengan area puncak pada kromatogram gas (GC) sebesar 85%. Minyak atsiri lain dalam penelitian ini yang mengandung sinamaldehida ialah daun C. burmannii dengan area puncak GC 35.8% (Hertika 2011) dan daya bunuh terhadap kumbang T. castaneum yang lebih rendah daripada minyak cassia (Tabel 1). Minyak atsiri lain yang tidak mengandung sinamaldehida atau kandungan senyawa tersebut sangat rendah berdasarkan hasil analisis Hertika (2011) juga Tabel 1 Persentase mortalitas imago T. castaneum pada perlakuan dengan minyak

atsiri Cinammomum spp. 5% berdasarkan metode kontak dan fumigasi Spesies Persentase mortalitas imago T. castaneum ± SB

a

Metode kontak Metode fumigasi

C. burmannii daun 16.0 ± 1.3 12.0 ± 1.1

C. burmannii kulit batang 12.0 ± 1.8 5.0 ± 1.0

C. camphora 5.0 ± 1.0 3.0 ± 0.9

C. celebicum 31.0 ± 1.3 8.0 ± 0.9

C. grandiflorum 10.0 ± 1.2 1.0 ± 0.4

C. javanicum 11.0 ± 1.5 4.0 ± 0.8

C. multiflorum 32.0 ± 1.2 10.0 ± 0.7

C. rhyncophyllum 0 0

C. verum 27.0 ± 1.3 7.0 ± 0.5

Minyak cassia komersial 75.0 ± 1.5 70.0 ± 1.9

Kontrol 0 0

a


(1)

Mondal M, Khalequzzaman M. 2006. Toxicity of essential oils against red flour beetle, Tribolium castaneum (Herbst) (Coleoptera: Tenebrionidae). J Biol Sci. 14(1):43-48.

Munro JW. 1966. Pests of Stored Products. London (GB): Hutchinson.

Perry AS, Yamamoto I, Ishaaya I, Perry RY. 1998. Insecticides in Agriculture and Environment: Retrospects and Prospects. Berlin (DE): Springer.

Prajapati V, Tripathi AK, Aggarwal KK, Khanuja SPS. 2005. Insecticidal, repellent and oviposition-deterrent activity of selected essential oils against Anopheles stephensi, Aedes aegypti and Culex quinquefasciatus. Biores Technol. 96 (16):1749-1757.

Prakash A, Rao J. 1997. Botanical Pesticides in Agriculture. New York (US): Lewis Publ.

Singh G, Maurya S, deLampasona MP, Catalan CAN. 2007. A comparison of chemical, antioxidant and antimicrobial studies of cinnamon leaf and bark volatile oils, oleoresins and their constituents. Food Chem Toxicol. 45(9):1650–1661.

Sunjaya, Widayanti S. 2009. Pengenalan serangga hama gudang. Di dalam: Prijono D, Darmaputra OS, Widayanti S, editor. Pengelolaan Hama Gudang. Bogor: SEAMEO BIOTROP. hlm 39-51.

Wang R, Wang RJ, Yang B. 2009. Extraction of essential oils from five cinnamon leaves and identification of their volatile compound compositions. Innov Food Sci Emerging Technol. 10(2):289–292.

Zhu LF. 1995. Aromatic Plants and Essential Constituents. Hong Kong (HK): Hai Feng Publ. Co.


(2)

(3)

Lampiran 1 Mortalitas imago T. castaneum pada perlakuan dengan minyak atsiri Cinammomum spp. 5% berdasarkan metode kontak

Spesies Mortalitas kumulatif (%) pada JSP

a

24 48 72

C. burmannii daun 7 9 12

C. burmannii kayu 7 12 12

C. camphora 4 4 6

C. celebicum 7 8 11

C. grandiflorum 4 9 10

C. javanicum 7 8 11

C. multiflorum 18 22 32

C. rhyncophyllum 0 0 0

C. verum 14 18 24

Minyak cassia komersial 61 68 75

a

JSP = jam setelah perlakuan. Jumlah serangga uji pada awal perlakuan adalah 20 ekor imago untuk semua perlakuan.

Lampiran 2 Mortalitas imago T. castaneum pada perlakuan dengan minyak atsiri Cinammomum spp. 5% berdasarkan metode fumigasi dengan

pemajanan selama 72 jam

Spesies Mortalitas (%)a

C. burmannii daun 12

C. burmannii kayu 5

C. camphora 3

C. celebicum 8

C. grandiflorum 1

C. javanicum 4

C. multiflorum 10

C. rhyncophyllum 0

C. verum 7

Minyak cassia komersial 70

a

Jumlah serangga uji pada awal perlakuan adalah 20 ekor imago untuk semua perlakuan.

Lampiran 3 Mortalitas imago T. castaneum pada perlakuan dengan minyak cassia komersial 1%-5% berdasarkan metode kontak

Konsentrasi (%, w/v) Mortalitas kumulatif (%) pada JSP

a

24 48 72

1 0 0 0

2 1 1 1

3 4 6 9

4 22 26 31

5 45 52 57


(4)

Lampiran 4 Mortalitas imago T. castaneum pada perlakuan dengan minyak cassia komersial 1%-5% berdasarkan metode fumigasi

Konsentrasi (%, w/v) Mortalitas (%) pada pemajanan (jam)

a

24 72

1 1 1

2 3 9

3 17 50

4 61 74

5 81 87

Catatan kaki seperti pada Lampiran 2.

Lampiran 5 Knockdown imago T. castaneum pada perlakuan dengan alfa- sipermetrin 1%-10% berdasarkan metode kontak

Konsentrasi (%) Knockdown kumulatif (%) pada JSP

a

24 48 72

1 0 0 1

5 86 100 100

10 73 80 61

Catatan kaki seperti pada Lampiran 1

Lampiran 6 Mortalitas imago T. castaneum pada perlakuan dengan alfa- sipermetrin 1%-10% berdasarkan metode kontak

Konsentrasi (%, v/v)a Mortalitas kumulatif (%) pada JSP

b

24 48 72

1 0 0 0

5 0 0 0

10 9 15 38

a

Konsentrasi formulasi. aJSP = jam setelah perlakuan. Jumlah serangga uji pada awal perlakuan adalah 20 ekor imago untuk semua perlakuan.

Pada metode fumigasi dengan menggunakan insektisida berbahan aktif alfa-sipemetrin kumbang T.castaneum tidak mengalami mortalitas maupun Knockdown hingga konsntrasi 10%.


(5)

Lampiran 7 Komponen kimia utama dari 15 jenis minyak atsiri Cinnamomum spp. (Hertika 2011)

1 = C. burmannii daun, 2 = C. burmannii kulit batang, 3 = C. camphora, 4 = C. cassia, 5 = minyak cassia komersial, 6 = C. celebicum, 7 = C.

grandiflorum, 8 = C. iners, 9 = C. javanicum, 10 = C. multiflorum, 11 = C. parrectum, 12 = C. rhyncophyllum, 13 = C. sintoc, 14 = C.

subavenium, 15 = C. verum, tr= kelumit.

Nama senyawa Jenis minyak atsiri

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Sabibena 0.8 0.3 0.3 - - tr tr 2.0 0.1 0.3 - 8.7 - tr 0 o-Simena - 0.9 0.6 - - 0.1 - 0 14.0 - 0.1 - - tr tr Eukaliptol 6.5 2.4 - tr - 0.6 2.7 7.3 - - - 10.0 tr 2.1 - Linalul 0.1 0.3 0.1 - - 3.1 14.0 0 13.0 6.4 - 0.4 tr 0.7 2.0 Kamfor 0.1 tr 53.0 0.1 - - tr 0 0.4 tr - 0.1 tr 0.4 0

Sinamaldehida 36.0 1.2 - 27.0 85.0 - - - 3.0

Geranial - - - tr 0 - - 22.0 7.7 - - -

Safrol - 0.1 - 0.2 - tr - - - 0.1 62.0 24.0 -

Eugenol 0.4 0.1 0.3 0.8 1.0 62.0 0.1 0 - 3.5 1.4 0.3 3.6 3.8 74.0

α-Kopaena 2.1 12.0 0.1 - - - 1.7 - - 2.1 0.3 - Metil eugenol - - - 0.1 - 0.4 - - tr 49.0 0.1 3.5 0.2 0.3 0 Trans-sinamal

asetat 0.1 2.4 0.2 18.0 6.0 - - - 0.6 0.9 1.0 Benzil benzoat - 0.1 - 0.2 1.0 0.1 - - - - 0.4 - 12.0 0.1 1.0


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 2 Febuari 1991 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Zaenal Arifin dan Ibu Elin Christinawati. Pada tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas SMAI Al-Azhar Kelapa Gading, Jakarta dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama perkuliahan penulis aktif dalam organisasi Jakarta Comunity (2008). Pada tahun 2009 penulis bergabung dengan radio kampus Agri FM sebagai anggota Divisi Humas. Pada tahun 2010 penulis mengikuti kegiatan turun lapang Go Field IPB yang bekerja sama dengan PT. Indocement dalam program pengelolaan sampah dan pembuatan pupuk organik di desa Citeureup, Kabupaten Bogor selama satu setengah bulan. Pada tahun berikutnya kelompok penulis mendapatkan dana penelitian dari Program Kreativitas Mahasiswa-Penelitian, Ditjen Dikti dengan tema penelitian pengujian insektisida nabati. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan beberapa kegiatan kampus dan mengikuti beberapa seminar pertanian dan kewirausahaan yang diadakan di IPB.