Induction of sprouting on bulbs of Polianthes tuberosa L. by curing and application of plant growth regulators

INDUKSI PERTUNASAN
PADA UMBI TANAMAN SEDAP MALAM
(Polianthes tuberosa L.) DENGAN PENGASAPAN
DAN APLIKASI ZAT PENGATUR TUMBUH

EMI SUGIARTINI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Induksi Pertunasan pada
Umbi Tanaman Sedap Malam (Polianthes tuberosa L.) dengan Pengasapan dan
Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.


Bogor, Januari 2012

Emi Sugiartini
A254090175

ABSTRACT
EMI SUGIARTINI. Induction of sprouting on bulbs of Polianthes tuberosa L.
by curing and application of plant growth regulators. Under direction of ENDAH
RETNO PALUPI and ENY WIDAJATI.
Increasing flower production of Polianthes is hindered by limited supply
of bulb. Newly harvested bulb shows after ripening phenomenon, in which new
bulbs are not readily sprouting. Farmers usually air or sun-dried the bulbs
followed by curing above the kitchen stove for 1-3 months to induce sprouting. It
is therefore necessary to accelerate sprouting. The purpose of this research was to
study if bulbs of different sizes will sprout at the same time and if sprouting could
be accelerated. The research was conducted at the Laboratory of Seed Science
and Technology, Department of Agronomy and Horticulture, IPB Darmaga during
November 2010 - February 2011. The research consisted of two experiments. In
the first experiment bulbs were grouped into small (0.5 < Ø < 1.5 cm), medium

(1.5 < Ø < 2.5 cm) and large ( Ø > 2.5 cm) sizes and subjected to air-drying or
curing for six days. Each treatment was replicated four times with 20 bulbs for
each experimental unit. In the second experiment sprouting was induced using
BAP, GA3 or cured as three different set of experiments. The concentrations of
BAP were 0, 100, 200, 300 ppm, whereas GA3 were 0, 50, 100, 150, and 200
ppm. Curing was carried out for 0, 2, 4, 6 days. The result showed that larger
bulb produced higher number of sidebulb, so did curing as opposed to air-drying.
The large bulb produced higher percentage of sprouting bulb than medium and
small bulb. The larger the bulb the earlier they sprout. Result from the second
experiment showed that the higher concentration of BAP give higher number of
sidebulbs and earlier sprouting. Bulbs treated with BAP at 300 ppm uniformly
sprouted within one week after treatment. However, it was not significantly
different from BAP at 200 ppm. Use of GA3 up 100 ppm affected number of
sidebulb and shoot length but did not affect percentage of sprouting bulbs. Use of
curing did not affect number of sidebulb, shoot length as well as percentage of
sprouting bulbs.
Key words: BAP, GA3, curing, Polianthes tuberosa L.

RINGKASAN
EMI SUGIARTINI. Induksi Pertunasan pada Umbi Tanaman Sedap Malam

(Polianthes tuberosa L.) dengan Pengasapan dan Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh.
Di bawah bimbingan ENDAH RETNO PALUPI dan ENY WIDAJATI.
Permintaan bunga potong sedap malam di dalam negeri pada umumnya
meningkat pada saat hari-hari besar, baik dari konsumen individu maupun
permintaaan hotel dan pusat keramaian. Perkembangan pasar bunga sedap malam
belum sebesar komoditas tanaman hias yang lain, akan tetapi sedap malam banyak
ditanam di daerah sentra produksi bunga potong, antara lain di Brastagi,
Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, Bandungan, Malang dan Pasuruan. Tanaman
sedap malam telah diusahakan oleh petani di 29 propinsi di Indonesia. Pada tahun
2007 luas panen tanaman sedap malam sekitar 61.4 ha, dengan produksi
21.687.493 tangkai. Pada tahun 2008, luas panen sedikit meningkat menjadi
sekitar 69.9 ha dengan produksi 25.598.314 tangkai. Tahun 2009 terjadi
peningkatan luas panen menjadi 81.57 ha dengan produksi meningkat hampir 100
persen, yaitu menjadi 51.047.807 tangkai. Peningkatan produksi ini karena terjadi
peningkatan produktivitas, pada tahun 2008 produktivitasnya sebesar 6.30
tangkai/m2, pada tahun 2009 meningkat menjadi 20.62 tangkai/m2.
Tanaman sedap malam umumnya diperbanyak dengan umbi. Umbi sedap
malam dengan kualitas tinggi, dapat diperoleh dari tanaman yang telah berumur 2
tahun. Umbi yang baru dipanen umumnya tidak langsung ditanam oleh petani,
tetapi diberi perlakukan pengasapan sampai 1- 3 bulan. Pengasapan bertujuan

untuk memperoleh umbi yang siap untuk ditanam, untuk mempercepat serta
menyerempakkan pertunasan pada umbi sedap malam. Oleh karena itu diperlukan
teknologi untuk lebih mempercepat dan menyerempakkan pertunasan pada umbi
sedap malam.
Tujuan pertama dari penelitian ini adalah, untuk mempelajari pengaruh
ukuran umbi terhadap kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas pada umbi
tanaman sedap malam. Tujuan yang kedua adalah mempelajari pengaruh
perlakuan induksi pertunasan terhadap kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas
pada umbi tanaman sedap malam.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB Darmaga pada bulan November
2010 sampai Februari 2011. Penelitian ini dilaksanakan melalui dua tahap
percobaan.
Percobaan 1. Pengaruh ukuran umbi dan teknik induksi terhadap
kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas pada umbi sedap malam. Umbi sedap
malam varietas Dian Arum yang digunakan berasal dari tanaman yang berumur 26
bulan dari daerah Cianjur. Percobaan ini dilaksanakan dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor. Faktor pertama adalah ukuran
umbi, yang terdiri atas umbi kecil (0.5 < Ø < 1.5 cm), umbi sedang (1.5 < Ø < 2.5
cm) dan umbi besar (Ø > 2.5 cm). Faktor ke dua adalah teknik induksi, yaitu

dengan kering angin dan pengasapan selama 6 hari. Setiap perlakuan diulang
empat kali, masing-masing satuan percobaan terdiri atas 20 umbi.
Percobaan 2. Pengaruh teknik induksi terhadap kecepatan, keserempakan

dan jumlah tunas pada umbi sedap malam. Umbi sedap malam yang digunakan
berasal dari sumber yang sama dengan percobaan 1. Pada penelitian ini
digunakan umbi berukuran sedang. Pada percobaan ini digunakan tiga perlakuan
induksi pertunasan, yaitu menggunakan BAP, GA3 dan pengasapan, yang masingmasing merupakan percobaan terpisah. Rancangan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap satu faktor. Perlakuan BAP terdiri atas empat
konsentrasi yaitu 0, 100, 200 dan 300 ppm. Perlakuan GA3 terdiri atas lima
konsentrasi yaitu 0, 50,100, 150 dan 200 ppm. Perlakuan pengasapan dilakukan
dengan empat lama pengasapan yaitu 0, 2, 4 dan 6 hari. Masing-masing
percobaan ini diulang empat kali, dengan masing-masing satuan percobaan terdiri
atas 15 umbi. Peubah yang diamati adalah jumlah tunas samping, panjang tunas
samping, persentase umbi bertunas samping dan panjang tunas utama.
Hasil uji F pada percobaan pertama menunjukkan bahwa tidak terdapat
interaksi antara teknik induksi dengan ukuran umbi terhadap jumlah tunas
samping. Ukuran umbi lebih kuat pengaruhnya terhadap jumlah tunas samping
mulai pada 2 - 10 MSP. Teknik induksi mulai terlihat pengaruhnya pada 9 dan 10
MSP. Pengaruh interaksi antara teknik induksi dengan ukuran umbi nyata pada

parameter panjang tunas samping, persentase umbi bertunas samping dan panjang
tunas utama. Semakin besar ukuran umbi, semakin meningkat jumlah tunas
samping, panjang tunas samping maupun persentase umbi bertunas samping.
Pada umbi berukuran besar, umbi bertunas 50% dicapai pada 3 MSP, lebih cepat
dibandingkan umbi ukuran kecil. Untuk meningkatkan keserempakan umbi
bertunas samping, pada umbi ukuran besar maupun umbi ukuran kecil dapat
dilakukan dengan pengasapan maupun kering-angin, sedangkan untuk umbi
ukuran sedang, lebih baik digunakan pengasapan.
Hasil penelitian pada percobaan ke dua, menunjukkan bahwa pemberian
BAP maupun GA3 memberikan respon yang bervariasi terhadap beberapa peubah
yang diamati. BAP memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah tunas samping
dan persentase umbi bertunas samping. Perlakuan beberapa konsentrasi GA3
memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah tunas samping, panjang tunas
samping dan panjang tunas utama, sedangkan lama pengasapan tidak memberikan
pengaruh nyata pada semua peubah yang diamati. Penggunaan BAP efektif
meningkatkan jumlah tunas samping maupun persentase umbi bertunas samping.
Konsentrasi BAP 300 ppm, menghasilkan jumlah tunas samping 6.8 tunas/umbi,
dengan panjang tunas samping 3.5 mm dan keserempakan umbi bertunas telah
diperoleh 100% pada 1 MSP lebih tinggi dari konsentrasi 100 ppm, yang
menghasilkan jumlah tunas samping 3 tunas/umbi dan panjang tunas samping 2.2

mm serta keserempakan bertunas 71.7% pada 1 MSP. Konsentrasi 100 ppm GA3,
menghasilkan jumlah tunas samping 2.6 tunas/umbi lebih banyak, tunas samping
sepanjang 4.2 mm diperoleh pada 1 MSP, keserempakan bertunas 50% diperoleh
antara minggu 3 - 4 lebih cepat dibanding pada pemberian konsentrasi 150, 50
ppm maupun kontrol. Lama pengasapan 4 dan 6 hari cenderung meningkatkan
panjang dan persentase umbi bertunas samping. Lama pengasapan 6 hari
mempercepat keserempakan bertunas 50% pada 5 MSP, jika dibandingkan dengan
lama pengasapan 2 dan 4 hari maupun kontrol (7 – 8 MSP). Lama pengasapan 0,
2, 4 hari, lebih memacu pemanjangan tunas utama.
Kata kunci: BAP, GA3, pengasapan, Polianthes tuberosa L.

@ Hak cipta milik IPB, Tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi Institut
Pertanian Bogor.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh hasil karya

tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

INDUKSI PERTUNASAN
PADA UMBI TANAMAN SEDAP MALAM
(Polianthes tuberosa L.) DENGAN PENGASAPAN
DAN APLIKASI ZAT PENGATUR TUMBUH

EMI SUGIARTINI

Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional pada
Program Studi Magister Profesional Perbenihan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir: Dr. Ir. Endang Murniati, MS


Judul Tugas Akhir

: Induksi Pertunasan pada Umbi Tanaman Sedap Malam
(Polianthes tuberosa L.) dengan Pengasapan dan
Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh

Nama

: Emi Sugiartini

NRP

: A254090175

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Endah Retno Palupi, M.Sc
Ketua


Dr. Ir. Eny Widajati, M.S.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Magister Profesional Perbenihan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 1 Desember 2011

Tanggal Lulus: 1 Februari 2012

PRAKATA


Syukur Alhamdulillah, kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas
Akhir dengan judul “Induksi Pertunasan pada Umbi Tanaman Sedap Malam
(Polianthes tuberosa L.) dengan Pengasapan dan Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh”.
Penulisan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Profesional pada Program Magister Profesional Perbenihan,
Sekolah Pascasarjana IPB.
Ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi tingginya penulis
sampaikan kepada:
1. Dr. Ir. Endah Retno Palupi, M.Sc sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr.
Ir. Eny Widajati, M.S sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan tugas akhir.
2. Badan Litbang Pertanian yang telah memberikan beasiswa Studi Pascasarjana
dan Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta, yang telah
memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan di Pascasarjana IPB.
3. Rektor IPB dan Pimpinan Sekolah Pasacasarjana IPB, Dekan Fakultas
Pertanian IPB, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura dan Ketua
Program dan Pendidikan yang telah memberikan kesempatan kepada saya
untuk mengikuti Studi Program Magister Profesional Perbenihan di IPB.
4. Bapak dan Ibu Dosen pengajar yang telah memberikan ilmu dengan iklas
mudah-mudahan bermanfaat untuk menambah bekal ilmu yang dapat kami
terapkan di lingkungan kerja selanjutnya.
5. Teman-teman seangkatan Magister Professional Perbenihan tahun 2009 yang
telah banyak membantu, memotivasi dan memberikan dorongan untuk selalu
semangat.
6. Staf dan karyawan Laboratorium Benih - Leuwikopo IPB.
7. Keluarga tercinta, suamiku Hasto Subagio, anak-anakku Ananda Fitri
Karimah, Adinda Lutfiyah Nabila dan si kecil Adelia Putri Salsabila, yang
tetap setia dan sabar mendampingi penulis. Juga adikku Erna Wibawati,
Endro Sugiantoro, serta kakak-kakakku yang dengan iklas telah banyak
memberikan dukungan moril maupun materiil, semoga Allah SWT membalas
kebaikan kalian semua.
8. Adik-adik alumni Mahasiswi IPB, mbak Ika, mbak Nazla, mbak Tiwi, mbak
Popy, Nida di Wisma Nuradi - Babakan Doneng, Darmaga - Bogor, yang
banyak memberi dukungan dan semangat.
9. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat kami sebutkan satu per
satu, semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2012
Emi Sugiartini

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lawang - Malang, Jawa Timur, pada tanggal 25 April
1967, dari Bapak Soewarso (Alm) dan Ibu Soertina (Almh). Penulis anak ke lima
dari tujuh bersaudara.
Penulis menamatkan SMP dan SMA di Lawang. Pada tahun 1990, penulis
menamatkan S1, di Fakultas Pertanian Jurusan Agronomi pada Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya. Penulis mulai bekerja pada bulan
Juli 1991 disalah satu perusahaan perkebunan swasta di Batu - Malang. Pada
tahun 1994 penulis mengikuti ujian dan diterima sebagai PNS di Sub Balihorti Malang (sekarang BPTP - Jawa Timur). Tahun 2000 sampai dengan sekarang
penulis bertugas di BPTP - DKI Jakarta.
Pada tahun 2009, penulis mendapatkan kesempatan beasiswa dari Badan
Litbang Pertanian untuk mengikuti pendidikan Pascasarjana S2 pada Program
Studi Magister Profesional Perbenihan, Sekolah Pascasarjana IPB.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix
PENDAHULUAN ..............................................................................................

1

Latar Belakang......................................................................................... ..
Tujuan Penelitian .......................................................................................
Hipotesis Penelitian………………………………………………………

1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 5
Tanaman Sedap Malam ............................................................................. 5
Budidaya Tanaman Sedap Malam………………………. ........................ 6
Perbanyakan Tanaman Sedap Malam........................................................ 8
Zat Pengatur Tumbuh ................................................................................ 10
METODOLOGI PENELITIAN .........................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian....................................................................
Bahan Penelitian ........................................................................................
Metode Penelitian ......................................................................................
Percobaan 1................................................................................................
Percobaan 2................................................................................................
Pelaksanaan Penelitian dan Pengamatan ...................................................

13
13
13
13
13
15
17

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 19
Kondisi Umum .......................................................................................... 19
Percobaan 1. Pengaruh Ukuran Umbi dan Teknik Induksi terhadap
Kecepatan, Keserempakan dan Jumlah Tunas pada Umbi
Tanaman Sedap Malam....................................................... 20
Percobaan 2. Pengaruh Teknik Induksi dan Taraf Perlakuan terhadap
Kecepatan, Keserempakan dan Jumlah Tunas pada Umbi
Tanaman Sedap Malam....................................................... 29
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 41
LAMPIRAN ....................................................................................................... 45

DAFTAR TABEL

Nomor
1

Rekapitulasi analisis ragam pengaruh teknik induksi dan ukuran
umbi terhadap jumlah tunas samping, panjang tunas samping,
persentase umbi bertunas samping, panjang tunas utama….......

Halaman

21

2

Pengaruh ukuran umbi dan teknik induksi terhadap jumlah
tunas samping (tunas/umbi) pada 0 – 10 MSP .…………….....

3

Pengaruh interaksi teknik induksi dan ukuran umbi sedap
malam terhadap panjang tunas samping (mm) yang diamati
pada 0 - 10 MSP………………………………..………………

23

Pengaruh ukuran umbi dan teknik induksi terhadap persentase
umbi bertunas samping (%) pada 0 – 10 MSP………………….

25

4

5

6
7

8

9

10

Pengaruh interaksi ukuran umbi dan teknik induksi terhadap
persentase umbi bertunas samping (%) pada 2, 3, 5, 6 & 8
MSP……………………………………………………………..
Pengaruh interaksi ukuran umbi dan teknik induksi terhadap
panjang tunas utama (%) pada 0 – 10 MSP…………………….
Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi BAP,
GA3 dan lama pengasapan terhadap jumlah tunas samping,
panjang tunas samping, persentase umbi bertunas samping dan
panjang tunas utama………………………..…………………
Pengaruh konsentrasi BAP terhadap jumlah tunas samping
(tunas/umbi), panjang tunas samping (mm), persentase umbi
bertunas samping (%) dan panjang tunas utama (mm) pada 0 10 MSP………………………………………………………….
Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap jumlah tunas samping
(tunas/umbi), panjang tunas samping (mm), persentase umbi
bertunas samping (%) dan panjang tunas utama (mm) pada 0 10 MSP…………………………………………….……………
Pengaruh lama pengasapan terhadap jumlah tunas samping
(tunas/umbi), panjang tunas samping (mm), persentase umbi
bertunas samping (%) dan panjang tunas utama (mm) pada 0 10 MSP……………………………………...………………….

22

26

27

29

32

34

37

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1

Umbi sedap malam pada saat dikering-anginkan dan diasap……..

14

2

Umbi sedap malam yang terserang kutu putih pada 6 MSP..……

20

3

Umbi sedap malam ukuran sedang dengan BAP konsentrasi 0,
100, 200 dan 300 ppm pada 2 MSP.……………………………..

31

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1

Diskripsi tanaman sedap malam var. Dian Arum………..…………

45

2

Analisis ragam pengaruh tehnik induksi dan ukuran umbi
terhadap jumlah tunas samping pada 1 - 10 MSP………….............

46

Analisis ragam pengaruh tehnik induksi dan ukuran umbi terhadap
panjang tunas samping pada 1 - 10 MSP…..…….……………….

48

Analisis ragam pengaruh tehnik induksi dan ukuran umbi terhadap
persentase umbi tunas samping pada 1 - 10 MSP…………..……..

50

Analisis ragam pengaruh tehnik induksi dan ukuran umbi terhadap
panjang tunas utama pada 1 - 10 MSP……….……………………

52

Analisis ragam pengaruh konsentrasi BAP terhadap jumlah tunas
samping pada 1 - 10 MSP…………..……..……………….………

53

Analisis ragam pengaruh konsentrasi BAP terhadap panjang tunas
samping pada 1 - 10 MSP……….…………………...……………

54

Analisis ragam pengaruh konsentrasi BAP terhadap persentase
umbi bertunas samping pada 1 - 10 MSP……..………………..….

55

Analisis ragam pengaruh konsentrasi BAP terhadap panjang tunas
utama pada 1 - 10 MSP……..………..….…………………………

57

Analisis ragam pengaruh konsentrasi GA3 terhadap jumlah tunas
samping pada 1 - 10 MSP…………....…………………………..…

58

3

4

5

6

7
8
9
10

11

Analisis ragam pengaruh konsentrasi GA3 terhadap panjang tunas
samping pada 1 - 10 MSP……..….……………..…………………

60

12

Analisis ragam pengaruh konsentrasi GA3 terhadap persentase
umbi bertunas samping pada 1 – 10 MSP............………………….

61

13

Analisis ragam pengaruh konsentrasi GA3 terhadap panjang tunas
utama pada 1 - 10 MSP………..………..……………………….…

63

Analisis ragam pengaruh lama pengasapan terhadap jumlah tunas
samping pada 1 - 10 MSP……….….……………………………..

64

14

15
16

17

Analisis ragam pengaruh lama pengasapan terhadap panjang tunas
samping pada 1 - 10 MSP……….………………………………..

65

Analisis ragam pengaruh lama pengasapan terhadap persentase
umbi bertunas samping pada 1 - 10 MSP……..…………………..

67

Analisis ragam pengaruh lama pengasapan terhadap panjang tunas
utama pada 1 - 10 MSP…….…………….……………………….

68

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman hias bunga potong merupakan salah satu jenis komoditas
agribisnis yang mempunyai masa depan yang cerah bagi perkembangan pertanian
di masa mendatang.

Salah satu tanaman hias bunga potong yang potensial

dikembangkan oleh petani adalah tanaman bunga sedap malam (Polianthes
tuberosa L). Bunga sedap malam banyak diminati oleh masyarakat, selain karena
aromanya yang harum dan memberikan ketenangan, bunga sedap malam juga
mempunyai struktur bunga yang menarik dan mempunyai kesegaran yang lebih
lama.
Permintaan bunga potong sedap malam di dalam negeri pada umumnya
meningkat pada saat hari-hari besar, baik dari konsumen individu maupun
permintaaan hotel dan pusat keramaian. Perkembangan pasar bunga sedap malam
belum sebesar komoditas tanaman hias yang lain, akan tetapi sedap malam banyak
ditanam di daerah sentra produksi bunga potong, antara lain di Brastagi,
Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, Bandungan, Malang dan Pasuruan [BALITHI
2004]. Tanaman sedap malam telah diusahakan oleh petani di 29 propinsi di
Indonesia [KEMENTAN 2009]. Jumlah petani dan pengusaha bunga sedap
malam di Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah lebih banyak dari pada
provinsi lainnya di Indonesia, dengan luas areal pertanaman masing-masing 144
ha, 105 ha dan 27 ha (Effendi & Sutater 1994). Produksi tanaman sedap malam
di Indonesia mencapai 12.45% dengan luas panen sebesar 6.40% dari produksi
dan luas panen seluruh tanaman hias nasional.

Pada tahun 2007 luas panen

tanaman sedap malam sekitar 61.4 ha, dengan produksi 21.687.493 tangkai. Pada
tahun 2008, luas panen sedikit meningkat menjadi sekitar 69.9 ha dengan
produksi 25.598.314 tangkai [KEMENTAN 2009].

Tahun 2009 terjadi

peningkatan luas panen menjadi 81.57 ha dengan produksi meningkat hampir 100
persen, yaitu menjadi 51.047.807 tangkai. Peningkatan produksi ini karena terjadi
peningkatan produktivitas, pada tahun 2008 produktivitasnya adalah sebesar 6.30

2

tangkai/m2, sedangkan pada tahun 2009 meningkat menjadi 20.62 tangkai/m2
[KEMENTAN 2010].
Tanaman sedap malam umumnya diperbanyak dengan umbi. Umbi sedap
malam dengan kualitas tinggi, dapat diperoleh dari tanaman yang telah berumur 2
tahun (Nagar 1995). Sampai saat ini ketersediaan umbi sedap malam seluruhnya
dipenuhi dari produksi dalam negeri. Sentra produksi umbi sedap malam adalah
di Kabupaten Sukabumi, Cianjur (Jawa Barat) dan Kabupaten Pasuruan - Jawa
Timur [Dirjen Hortikultura 2008]. Umbi yang baru dipanen umumnya tidak
langsung ditanam oleh petani, tetapi diberi perlakuan pengasapan di atas tungku
masak sekitar 1 - 3 bulan, sebagaimana yang dilakukan pada subang gladiol yang
menunjukkan bahwa subang gladiol yang disimpan pada tempat perapian lebih
banyak bertunas dibandingkan dengan yang disimpan di gudang (Asgar & Sutater
1993).

Tujuan pengasapan adalah untuk mempercepat dan menyerempakkan

pertunasan pada permukaan umbi sedap malam. Umbi yang siap ditanam adalah
umbi yang telah bertunas satu atau lebih (Prahardini & Yuniarti 2002), dengan
panjang tunas samping kira-kira 3 - 4 mm.
Pengembangan teknologi untuk mempercepat dan menyerempakkan
pertunasan pada umbi sedap malam masih diperlukan sebagai alternatif lain dari
perlakuan pengasapan yang memerlukan waktu 1 - 3 bulan. Teknologi lain yang
sudah diteliti adalah penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT). Perendaman umbi
sedap malam dengan GA3 100 ppm selama 24 jam dapat meningkatkan jumlah
tunas samping tetapi tidak meningkatkan persentase umbi bertunas dan panjang
tunas utama (Santi et al. 2004).
Beberapa perlakuan yang digunakan untuk pematahan dormansi pada
subang utuh gladiol adalah IBA (100 ppm), GA3 (25 ppm) dan NAA (50 ppm)
yang dapat mempercepat waktu bertunas lebih 50 hari dibandingkan dengan
kontrol.

Persentase subang utuh bertunas meningkat sekitar 53% dengan

perlakuan IBA (100 ppm), GA3 (25 ppm) dan sekitar 22% dari perlakuan NAA
(Herlina et al. 1995). Sampai saat ini belum tersedia teknik untuk mempercepat
dan menyerempakkan pertunasan umbi sedap malam yang dapat diaplikasikan di
tingkat petani, sehingga penelitian ini dilakukan.

3

Tujuan Penelitian
1.

Mempelajari pengaruh ukuran umbi dan teknik induksi terhadap kecepatan,
keserempakan dan jumlah tunas pada umbi tanaman sedap malam.

2.

Mempelajari pengaruh perlakuan induksi pertunasan terhadap kecepatan,
keserempakan dan jumlah tunas pada umbi tanaman sedap malam.

Hipotesis
1.

Umbi sedap malam dengan ukuran besar akan menghasilkan jumlah tunas
yang lebih banyak, lebih cepat dan lebih serempak.

2.

Terdapat konsentrasi BAP dan GA3 serta lama pengasapan yang dapat
mempercepat pertunasan pada umbi sedap malam.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Sedap Malam
Tanaman sedap malam (Poliantes tuberosa L.) adalah salah satu jenis flora
introduksi dari Meksiko (Amerika) yang telah menyebar luas dan beradaptasi
dengan baik di daerah beriklim tropis. Di Indonesia tanaman ini menunjukkan
kemampuan beradaptasi di daerah dataran menengah sampai dataran tinggi.
Kultivar yang sudah dikembangkan di Indonesia ada dua jenis yaitu bunga
dengan kelopak tunggal atau semi ganda dan ganda.

Kultivar sedap malam

berbunga semi ganda yang telah dilepas sebagai varietas unggul nasional berasal
dari Pasuruan dengan nama Roro Anteng. Pelepasan varietas ini diajukan oleh
BPTP Jawa Timur bekerja sama dengan pemerintah Kabupaten Pasuruan. Bunga
sedap malam ini lebih cocok ditanam di dataran rendah dengan ketinggian di
bawah 50 m dpl. Sedap malam berbunga ganda asal Cianjur telah dilepas sebagai
varietas unggul dengan nama Dian Arum. Pelepasan varietas ini diusulkan oleh
Balai Penelitian Tanaman Hias bekerjasama dengan pemerintah Kabupaten
Cianjur. Bunga sedap malam ini cocok ditanam di daerah dengan ketinggian di
atas 100 - 600 m dpl (Sihombing & Handayati 2008).
Sedap malam tergolong famili bakung-bakungan (Amarillidaceae). Jenis
dalam famili ini cukup banyak diantaranya, bakung biru (Agapanthus aprikanus
L.), bakung laut (Crinum astatikum), bunga September (Euriclus alba) dan bunga
lili (Lilium longiforum). Struktur tanaman sedap malam terdiri atas akar, batang
(discus), umbi (batang semu), daun dan tangkai bunga lengkap dengan kuntum
bunganya. Sistem perakaran sedap malam menyebar ke segala arah dengan radius
kedalaman 40 – 60 cm, akarnya bersifat serabut yang keluar dari batang
sebenarnya/discus (Rukmana 1995).
Umbi sedap malam merupakan batang semu yang berubah bentuk dan
berfungsi sebagai tempat cadangan makanan. Tiap rumpun tanaman sedap malam
terdiri atas beberapa umbi atau satu umbi induk dan juga sekumpulan umbi
anakan. Biasanya umbi induk berukuran lebih besar, lapisan umbinya (bulbus)
tidak begitu jelas, warna dagingnya putih bersih.

Umbi-umbi inilah yang

digunakan sebagai bahan perbanyakan secara vegetatif (Rukmana 1995).

6

Daun tanaman sedap malam bentuknya pipih, panjang dan berwarna hijau
mengkilap pada permukaan atas dan hijau muda pada permukaan bawah daun,
pada pangkal daun terdapat bintik berwarna kemerah-merahan.

Siklus hidup

tanaman sedap malam termasuk tanaman semusim atau setahun tetapi dapat
tumbuh lebih dari setahun (Rukmana 1995).
Bunga sedap malam termasuk bunga yang cantik dan menarik, warnanya
putih bersih, baunya harum, serta dapat membawa ketenangan (Rismunandar
1991).

Varietas Roro Anteng mempunyai warna bunga putih dengan ujung

kemerahan dengan diameter 3.3 cm, jumlah bunga/tangkai 53 kuntum, aromanya
sangat harum dan setiap satu tangkai bunga dapat tetap segar selama 6 - 8 hari
(Dirjen Hortikultura 2007).
Bunga sedap malam varietas Dian Arum kuntumnya berwarna putih dengan
ujung bunga berwarna merah jambu. Setelah bunga mekar, warna merah jambu
menjadi pudar. Susunan bunga terdiri atas sembilan helai mahkota bunga yang
membentuk dua lapis lingkaran, lapisan luar berjumlah enam helai dan lapis
kedua tiga helai. Ukuran mahkota lapisan luar lebih panjang dari pada mahkota
lapisan dalam (Tisnawati 2007). Diameter bunga saat mekar berkisar 2.5 – 5.4
cm. Jumlah bunga pertangkai berkisar 54 - 67 kuntum. Lama kesegaran bunga
setelah dipotong, sekitar 4 - 6 hari. Produksi umbi/rumpun/tahun berkisar 19.5 22.7 umbi. Ujung umbi bewarna putih sedangkan pangkalnya berwarna coklat.
Diameter umbi berkisar 0.5 sampai 5.1 cm (Plasma Nutfah Indonesia 2008).
Sedap malam termasuk tanaman yang banyak mengandung air atau
sukulen (herbaceaus).

Selama siklus hidupnya mengalami beberapa fase

pertumbuhan. Pada umur 3 - 5 minggu setelah tanam, daunnya mulai tumbuh,
kemudian pada umur 16 - 20 minggu, pertumbuhan vegetative telah mencapai
maksimal. Umur 24 - 26 minggu, sudah mengeluarkan tangkai bunga. Umbi
anakan terbentuk setelah tanaman menghasilkan bunga (Rukmana 1995).
Budidaya Tanaman Sedap Malam
Budidaya tanaman sedap malam dapat dilakukan di lahan sawah, lahan
kering atau tegalan dengan pengairan yang cukup.

Tanaman sedap malam

ditanam pada bedengan dengan lebar 100 cm, tinggi 20 - 30 cm, jarak antar
bedengan 30 - 40 cm. Penanaman umbi sedap malam umumnya dilakukan 3

7

bulan sebelum panen.

Waktu panen disesuaikan dengan kebutuhan pasar,

khususnya untuk menghadapi hari-hari besar keagamaan maupun hari-hari besar
nasional. Waktu yang baik untuk penanaman adalah pagi dan sore hari. Sebelum
penanaman, lahan perlu diberi pupuk kandang secara merata sebanyak 20 – 30
ton. Umbi ditanam pada setiap lubang tanam 1 - 2 umbi dengan posisi tegak dan
tunas menghadap keatas, dengan kedalaman umbi 3 - 6 cm kemudian ditutup
dengan lapisan tanah setebal 3.5 cm. Jarak tanam yang digunakan adalah 20 x 20
cm atau 30 x 30 cm, sehingga kebutuhan satu hektar sekitar 3 - 4 ton umbi sedap
malam.
Pengairan pada fase awal pertumbuhan dilakukan dengan digenangi secara
rutin 2 kali seminggu atau tergantung pada kedaan tanah dan iklim. Pengairan
diatur agar tanah tidak kekeringan atau terlalu basah. Pengairan dapat dilakukan
dengan cara digenangi atau dengan disiram pada pagi hari atau sore hari.
Penyulaman umbi sedap malam harus dilakukan sedini mungkin, ± umur
30 hari setelah tanam, agar benih tumbuh dengan seragam.

Penyulaman

dilakukan dengan menanam 1 umbi benih pada bekas lubang tanam.
Pemupukan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara bertahap dan
sekaligus. Jenis pupuk yang diberikan adalah campuran Urea 350 kg/ha dan TSP
350 kg/ha atau NPK 700 kg/ha. Pemberian pupuk secara bertahap dilakukan saat
tanaman berumur 1 bulan setelah tanam.

Pemupukan susulan berikutnya

dilakukan setiap bulan. Aplikasi pupuk dilakukan dengan membenamkan ± 5 - 10
cm dari tanaman, kemudian ditutup dengan tanah dan disiram. Aplikasi pupuk
dapat juga dilakukan dengan melarutkan pupuk Urea dan TSP masing-masing 5
kg dalam 200 liter air dan disiramkan di antara barisan tanaman sedap malam.
Pemupukan sekaligus, dilakukan dengan menyebar pupuk secara merata pada
larikan diantara barisan tanaman sedalam ± 10 cm, kemudian ditutup dengan
tanah. (Dirjen Hortikultura 2008).
Saat berbunga tanaman sedap malam tergantung dari ukuran umbi yang
ditanam. Umbi besar menghasilkan bunga lebih cepat dari umbi sedang dan umbi
kecil (Tejasarwana 2004). Petani memanen bunga yang berasal dari umbi besar
saat tanaman berumur 4 - 5 bulan, pada umbi sedang saat tanaman berumur 6 - 8
bulan, sedangkan pada umbi kecil setelah tanaman berumur 9 - 10 bulan.

8

Cara pemanenan bunga sedap malam disesuaikan dengan tujuan
penggunaannya, yaitu sebagai bunga potong atau sebagai bunga tabur. Untuk
bunga potong, pemanenan dilakukan jika tangkai bunga dan malai bunga sudah
berkembang optimal. Tangkai bunga siap dipotong apabila 2 - 3 bunga paling
bawah sudah mekar. Pemotongan dilakukan dengan cara menarik tangkai bunga
dari rumpun tanaman. Pemanenan dilakukan secara bertahap, setiap 4 - 5 hari.
Sebagai bunga tabur, pemanenan dilakukan apabila kuntum bunga sudah mekar
sempurna dan dilakukan pada pagi hari sekitar jam 04.00 sampai 05.00 pagi.
Pemetikan kuntum bunga dilakukan 4 - 7 hari (Prahardini & Yuniarti 2002).
Perbanyakan Tanaman Sedap Malam
Tanaman sedap malam umumnya diperbanyak dengan umbi, karena secara
alami tanaman ini sulit untuk menghasilkan biji. Umbi sedap malam diperoleh
dari tanaman yang telah berumur 1 - 2 tahun, sehat dan produktif berbunga.
Ukuran umbi yang baik adalah yang berdiameter 3 - 4 cm. Umbi yang dipanen
perlu dikering-anginkan selama 1 - 3 bulan sampai umbi bertunas, sebelum umbi
siap ditanam (Dirjen Hortikultura 2008).
Tanaman sedap malam termasuk kelompok tanaman tahunan yang kualitas
umbi benihnya dipengaruhi oleh ukuran umbi. Menurut Tejasarwana et al. (2004)
ukuran umbi sedap malam sangat menentukan kualitas bunga.

Berdasarkan

ukuran, umbi sedap malam dapat dikelompokkan menjadi 3 ukuran, yaitu: a)
ukuran umbi kecil, yaitu umbi dengan 0.5 < Ø < 1.5 cm, b) ukuran umbi sedang,
yaitu umbi dengan 1.5 < Ø > 2.5 cm , c) ukuran umbi besar, yaitu umbi dengan Ø
> 2.5 cm. Umbi ukuran kecil menghasilkan tinggi tanaman (62.5 cm) lebih tinggi
dari tanaman yang berasal dari umbi ukuran sedang maupun ukuran besar,
masing-masing 52.6 cm dan 53.4 cm. Sebaliknya pada produksi bunga, semakin
besar ukuran umbi semakin banyak bunga yang dihasilkan. Umbi berukuran
besar menghasilkan 29.9 tangkai bunga/m2/tahun, lebih banyak dari umbi ukuran
sedang 27.31 tangkai bunga/m2/tahun dan umbi ukuran kecil 13.83 tangkai
bunga/m2/tahun.
Umbi ukuran kecil menghasilkan produksi bunga lebih sedikit dibanding
dengan produksi bunga yang dihasilkan oleh umbi yang berukuran sedang

9

maupun umbi yang berukuran besar. Sebaliknya umbi ukuran kecil menghasilkan
kualitas bunga yang lebih baik dibandingkan pada umbi ukuran sedang maupun
ukuran besar. Jumlah kuntum per malai yang dihasilkan oleh umbi sedap malam
ukuran kecil lebih banyak (60.43) dibandingkan jumlah kuntum yang diperoleh
umbi ukuran sedang (40.38) maupun yang diperoleh pada umbi ukuran besar
(39.90). Diameter bunga mekar yang dihasilkan oleh tanaman dari umbi ukuran
kecil, lebih lebar (4.89 cm), dibandingkan umbi ukuran sedang (4.53 cm) maupun
oleh umbi ukuran besar (4.36 cm).

Begitu juga dengan panjang malai dan

diameter malai bunga yang dihasilkan umbi kecil ternyata lebih tinggi (42.0 dan 3.
42 cm) dibandingkan umbi ukuran sedang (36.43 dan 2.90 cm) maupun oleh umbi
besar (33.44 dan 2.80 cm) (Tejasarwana 2004).
Penyimpanan dengan cara kering-angin berpengaruh terhadap produksi
bunga sedap malam. Umbi yang disimpan dengan cara kering-angin satu sampai
tiga bulan menghasilkan produksi bunga lebih tinggi (48 - 58 tangkai/petak
dengan ukuran petak 1.25 x 3 m2) dibandingkan dengan 0 bulan (33.67
tangkai/petak).

Penyimpanan dua dan tiga bulan dengan kering-angin juga

meningkatkan diameter malai bunga (3.37 dan 3.18 cm) lebih panjang
dibandingkan dengan penyimpanan satu bulan dan 0 bulan (2.87 dan 2.74 cm).
Pada umbi ukuran sedang dan besar (1.5 < Ø < 2.5 dan Ø > 2.5) memperoleh
produksi bunga 55.08 dan 58.50 tangkai/petak lebih tinggi dibandingkan dengan
produksi bunga dari umbi ukuran kecil (31.67 tangkai/petak) (Tejasarwana 2004).
Pada

tanaman

gladiol,

sebelum

ditanam

kembali

subang/umbi

membutuhkan penyimpanan sekitar 3 sampai 5 bulan. Percobaan yang dilakukan
untuk mempercepat pertunasan pada subang gladiol menggunakan zat pengatur
tumbuh (ZPT), dengan penggunaan 300 ppm ethepon, 100 ppm IBA dan 25 ppm
GA3 pada 40 hari HSP, menghasilkan persentase subang utuh bertunas masingmasing 24.44, 22.22 dan 25.97% lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian 200
ppm Benomil, 50 ppm NAA maupun tanpa bahan kimia (Herlina et al. 1995).
Selain penggunaan ZPT, untuk memacu pertunasan pada subang gladiol
juga dilakukan dengan penggunaan karbit dan gas ethylene. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian 10 g/l karbit, mampu meningkatkan persentase
gladiol bertunas, sebesar 47.51% pada hari ke 152 (Herlina et al. 1993).

10

Zat Pengatur Tumbuh
Hormon tanaman adalah suatu senyawa organik yang disintesis pada suatu
bagian tanaman dan kemudian diangkut kebagian tanaman yang lain, dengan
pemberian pada konsentrasi yang rendah akan berdampak terhadap fisiologis
tanaman.

Pengaruh terhadap bagian tanaman yang lain ditentukan oleh

konsentrasi dan interaksi dengan hormon yang lain (Lakitan 1995).
Zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan sejenis hormon yang terdapat pada
tumbuhan yang bertanggung jawab dalam mengendalikan keseluruhan proses
metabolisme dan fisiologis yang terjadi pada tanaman (Karjadi & Buchory 2007).
Definisi lain tentang ZPT, adalah subtansi organik yang dalam jumlah sedikit,
dapat merangsang, menghambat atau sebaliknya mengubah proses fisiologis.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang diatur oleh suatu substansi yang
dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit akan menyebabkan respon pada bagian
organ yang lain (Gardner et al. 1991).
ZPT yang umum digunakan dalam budidaya tanaman diantaranya adalah
Auxin, GA3 dan Sitokinin. Auxin adalah kelas pertama dari zat pengatur tumbuh
yang ditemukan, yang berpengaruh positif terhadap pembesaran sel, pembentukan
tunas dan inisiasi akar, mengendalikan pertumbuhan batang, akar dan buahbuahan, mempengaruhi pemanjangan sel dengan mengubah plastisitas dinding sel.
Auxin dalam jumlah rendah menghambat pertumbuhan tunas (dominasi apikal),
pertumbuhan akar adventif lateral, sedangkan dalam konsentrasi besar bersifat
racun dan berfungsi sebagai herbisida. Herbisida auksin 2.4 - D dan 2,4,5 - T
telah dikembangkan dan digunakan untuk mengendalikan gulma. NAA dan asam
indol butirat (IBA), digunakan untuk merangsang pertumbuhan akar untuk stek
tanaman. Auksin yang umum ditemukan dalam tanaman adalah asam indoleacetic
atau IAA (Gardner et al. 1991).
Asam Giberelat (GA3) berfungsi dalam pembelahan dan perpanjangan sel,
pematahan

dormansi

dan

mempercepat

pembelahan

sel,

meningkatkan

pertumbuhan meristem samping. Pada umumnya ZPT bertindak secara sinergis
dan tidak sendiri-sendiri Gardner et al. (1991).

Hasil penelitian Hardiyanto

(1995), menunjukkan bahwa penggunaan GA3 dan asam askorbat 50 ppm dengan
lama perendaman 48 jam, meningkatkan perkecambahan dan pertumbuhan benih

11

markisa. Hasil penelitian Santi et al. (2004) menunjukkan bahwa perendaman
umbi sedap malam dengan GA3 konsentrasi 100 ppm selama 24 jam sebelum
tanam, menghasilkan 6.82 dan 8.61 tangkai/plot, lebih tinggi dibandingkan
dengan tanpa perendaman menghasilkan 4.87 anakan. Selain itu penelitian yang
dilakukan oleh Wuryaningsih et al. (2004) juga menunjukkan bahwa dengan
pemberian 100 ppm GA3, menghasilkan jumlah 9.2 subang.
Sitokinin berfungsi menstimulasi sintesis protein, pematangan kloroplast,
mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar, mendorong pembelahan sel,
mendorong perkecambahan, menunda penuaan, merangsang pembentukan tunas
pada batang dan menghambat efek dominasi apikal oleh auksin (Carey 2008).
Selain itu menurut Gardner et al. (1991) sitokinin juga berfungsi dalam proses
pembelahan dan meningkatkan jumlah sel pada organ tanaman, pembentukan
tunas - tunas baru dan pematahan dormansi.
Penggunaan sitokinin untuk mematahkan dormansi pada sedap malam
belum banyak digunakan. Asil et al. (2011) menggunakan Benzyladenin (BA)
pada tanaman sedap malam umur 40 dan 54 HST. Hasilnya menunjukkan bahwa
BA 100 ppm hanya mempercepat waktu pembungaan sekitar 3 hari dibandingkan
tanpa BA.

13

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan
November 2010 sampai Februari 2011.

Bahan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua percobaan. Percobaan 1 menggunakan
bahan penelitian umbi sedap malam var. Dian Arum (Lampiran 1), yang diperoleh
dari petani di Kampung Sukalilah, Desa Rajamandala Kulon, Kecamatan Cipatat,
Kabupaten Bandung Barat. Umbi yang dipanen berasal dari tanaman yang telah
berumur 26 bulan. Umbi yang digunakan adalah umbi ukuran kecil (0.5 < Ø < 1.5
cm), sedang (1.5 < Ø < 2.5 cm) dan besar (Ø > 2.5 cm). Bahan dan alat lainnya
adalah sabut kelapa, arang sekam, kayu sisa gergaji (untuk bahan pembakaran
pada perlakuan pengasapan), wadah plastik berlubang (sebagai wadah umbi),
tempat pengasapan, jangka sorong (untuk mengukur panjang tunas).
Percobaan 2 menggunakan umbi sedap malam var. Dian Arum berukuran
sedang, BAP (Benzilaminopurin), GA3 (Asam Giberelat ) digunakan sebagai
bahan perlakuan untuk perendaman benih sedap malam), KOH (sebagai pelarut
dalam pembuatan larutan BAP dan GA3), Aquadest (sebagai pengencer larutan),
bak plastik (digunakan sebagai tempat untuk merendam umbi sedap malam), sabut
kelapa, sekam, kayu sisa gergaji, tempat pengasapan, jangka sorong.

Metode Penelitian
Percobaan 1

Pengaruh ukuran umbi dan teknik induksi terhadap
kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas pada umbi
sedap malam

Percobaan ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah ukuran umbi, yang terdiri atas

14

umbi kecil (0.5 < Ø 2.5 cm).
Faktor kedua adalah teknik induksi, yaitu dengan kering-angin dan pengasapan
selama 6 hari.

Setiap perlakuan diulang empat kali, masing-masing satuan

percobaan terdiri atas 20 umbi.
Persiapan bahan penelitian: umbi segar dijemur selama satu minggu,
dibersihkan dan dikelompokkan berdasarkan tiga ukuran.

Umbi selanjutnya

diberi perlakuan kering-angin (suhu ruang) dan pengasapan (diasap di atas
tungku) selama 6 hari terus-menerus (Gambar 1).

Umbi yang telah diberi

perlakuan, kemudian disimpan pada suhu ruang selama 10 minggu. Pengamatan
perkembangan tunas dilakukan setiap satu minggu sekali.
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam, apabila
menunjukkan beda nyata, maka dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf nyata α= 0.05 menggunakan program SPSS 16.

Model

rancangan percobaan yang digunakan adalah:
Yij = µ + Di + Pj + (DP)ij+ eij
Keterangan:
Yij

= hasil pengamatan hasil percobaan

µ

= nilai tengah hasil pengamatan

Di

= pengaruh faktor ukuran benih ke-i

Pj

= pengaruh faktor teknik induksi ke-j

(DP)ij = pengaruh interaksi ukuran umbi ke i dan teknik induksi ke-j
eijk

= pengaruh galat

a

b

Gambar 1. Umbi sedap malam pada saat dikering-anginkan (a) dan diasap (b)

15

Percobaan 2

Pengaruh teknik induksi dan taraf perlakuan terhadap
kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas pada umbi
sedap malam

Umbi sedap malam yang digunakan berasal dari sumber yang sama dengan
Percobaan 1. Pada penelitian ini digunakan umbi berukuran sedang, dengan tiga
perlakuan induksi pertunasan, yaitu menggunakan BAP, GA3 dan pengasapan
yang masing - masing merupakan percobaan terpisah. Rancangan yang digunakan
adalah rancangan acak lengkap satu faktor. Perlakuan BAP terdiri atas empat
konsentrasi yaitu 0, 100, 200 dan 300 ppm. Perlakuan GA3 terdiri atas lima
konsentrasi yaitu 0, 50,100, 150 dan 200 ppm.

Perlakuan lama pengasapan

dilakukan dengan empat lama pengasapan yaitu 0, 2, 4 dan 6 hari. Masingmasing percobaan ini diulang empat kali, masing-masing satuan percobaan terdiri
atas 15 umbi.

Aplikasi BAP dan GA 3 dilakukan dengan merendam bagian

perakaran umbi dalam larutan BAP atau GA3 selama 12 jam, kemudian dikeringanginkan 12 jam untuk kemudian direndam lagi selama 12 jam, dan dikeringanginkan kembali. Pengasapan dilakukan dengan meletakkan umbi di atas tungku
yang menyala dan berasap terus menerus sesuai perlakuan.

Setelah diberi

perlakuan sesuai rencana, umbi kemudian dimasukkan dalam wadah terbuka dan
disimpan pada suhu ruangan selama 10 minggu untuk diamati satu minggu sekali.
Peubah yang diamati pada Percobaan 1 dan 2 antara lain adalah: jumlah tunas
samping, panjang tunas samping, persentase umbi bertunas samping dan panjang
tunas utama.

A

Pengaruh konsentrasi BAP terhadap kecepatan, keserempakan dan
jumlah tunas pada umbi sedap malam.
Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan satu faktor,

yaitu tingkat konsentrasi BAP, yang terdiri atas empat taraf yaitu 0, 100, 200 dan
300 ppm.

Percobaan ini diulang empat kali, sehingga diperoleh 16 satuan

percobaan, masing - masing satuan percobaan menggunakan 15 umbi ukuran
sedang. Dengan demikian kebutuhan umbi untuk percobaan ini adalah sebanyak
240 umbi. Seluruh data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam,
apabila menunjukkan pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan Duncan Multiple
Range Test (DMRT) pada taraf nyata α=0.05 menggunakan program SPSS 16.

16

Model rancangan percobaan yang digunakan adalah:
Yij = µ + άi + εj
Keterangan:
Yij = Hasil pengamatan dari hasil percobaan
µ = Nilai tengah hasil pengamatan
άi = Pengaruh perlakuan
εj = Galat percobaan
B

Pengaruh konsentrasi GA3 terhadap kecepatan, keserempakan dan
jumlah tunas pada umbi sedap malam.
Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan satu faktor,

yaitu tingkat konsentrasi GA3, yang terdiri atas lima taraf yaitu 0, 50, 100, 150
dan 200 ppm. Percobaan ini diulang empat kali, sehingga diperoleh 16 satuan
percobaan.

Masing-masing satuan percobaan menggunakan 15 umbi ukuran

sedang. Dengan demikian kebutuhan umbi untuk percobaan ini adalah sebanyak
300 umbi. Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan uji lanjut
dengan menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test). Model linier yang
digunakan sama dengan perlakuan BAP.
C

Pengaruh lama pengasapan terhadap kecepatan, keserempakan dan
jumlah tunas pada umbi sedap malam.
Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan satu faktor,

yaitu lama pengasapan, yang terdiri atas empat taraf yaitu 0, 2, 4 dan 6 hari.
Percobaan diulang empat kali, sehingga diperoleh 16 satuan percobaan. Masingmasing satuan percobaan menggunakan umbi ukuran sedang. Dengan demikian
kebutuhan umbi untuk percobaan ini adalah sebanyak 240 butir. Data dianalisis
dengan menggunakan analisis ragam dan uji lanjut dengan menggunakan DMRT
(Duncan Multiple Range Test).
perlakuan BAP.

Model linier yang digunakan sama dengan

17

Pelaksanaan Penelitian dan Pengamatan
Percobaan 1

Pengaruh ukuran umbi dan teknik induksi terhadap
kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas pada umbi
sedap malam

Persiapan lapang.

Umbi sedap malam diperoleh dari tanaman yang telah

berumur 26 bulan. Umbi dijemur selama satu minggu dan dibersihkan. Umbi
dikelompokkan sesuai dengan ukuran umbi kecil, sedang dan besar, selanjutnya
siap untuk dilakukan uji laboratorium.
Perlakuan kering-angin. Umbi yang telah dipilah, berdasarkan ukuran umbi
kecil (0.5 < Ø < 1.5 cm), sedang (1.5 < Ø < 2.5 cm) dan besar (Ø > 2.5 cm),
diletakkan dalam wadah plastik berlubang, kemudian umbi disimpan pada kondisi
ruang. Kondisi suhu ruang penyimpanan umbi berkisar antara 23 - 290 C, dengan
RH 80 - 90%. Pengamatan dilakukan setiap minggu selama 10 minggu.

Perlakuan pengasapan. Umbi yang telah dipilah, berdasar ukuran umbi kecil,
(0.5 < Ø < 1.5 cm), sedang (1.5 < Ø < 2.5 cm) dan besar (Ø > 2.5 cm), kemudian
umbi diasap di tempat pengasapan selama 6 hari terus-menerus. Suhu pengasapan
berkisar 37 - 390 C. Setelah itu umbi disimpan pada suhu ruang selama 10
minggu. Pengamatan dilakukan setiap minggu selama 10 minggu.
Pengamatan dilakukan terhadap beberapa peubah, antara lain:
-

Jumlah tunas samping (tunas/umbi), diamati dengan menghitung jumlah
tunas yang muncul pada masing-masing perlakuan, diamati pada 0 - 10 MSP.
Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali.

-

Panjang tunas samping (mm), diamati dengan mengukur panjang tunas
samping yang terpanjang dari permukaan umbi. Pengamatan dilakukan pada
0 - 10 MSP.

-

Panjang tunas utama (mm), diamati dengan cara mengukur panjang tunas
utama sampai titik tumbuh. Pengamatan dilakukan pada 0 - 10 MSP.

-

Persentase jumlah umbi bertunas samping diamati pada 0 - 10 MSP.
Persentase jumlah umbi yang bertunas samping dihitung dengan rumus :

18

Umbi bertunas samping = Jumlah umbi yang bertunas x 100%
Jumlah umbi/unit

Percobaan 2

Pengaruh teknik induksi dan taraf perlakuan terhadap
kecepatan, keserempakan dan jumlah tunas pada umbi
sedap malam

Pada percobaan kedua, umbi yang digunakan adalah umbi yang berukuran
sedang, karena umbi yang berukuran besar, jumlahnya relatif terbatas.

Perlakuan berbagai taraf pemberian BAP.

Pada percobaan ini, dilakukan

perendaman dengan BAP konsent