Keanekaragaman Ketam di Sungai yang Berhulu dari Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat

KEANEKARAGAMAN KETAM DI SUNGAI YANG BERHULU
DARI GUNUNG SALAK, BOGOR, JAWA BARAT

Ahmad Nasokha

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ABSTRAK
AHMAD NASOKHA. Keanekaragaman ketam di Sungai yang Berhulu dari Gunung Salak,
Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh ACHMAD FARAJALLAH dan YUSLI WARDIATNO.
Ketam merupakan anggota subfilum Crustacean, ordo Decapoda dan infraordo Brachyura
yang dapat hidup di air tawar. Ketam merupakan salah satu kelompok makro-invertebrata yang
penting dalam ekologi perairan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
keanekaragaman ketam di sungai-sungai yang berhulu dari Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat.
Ketam diambil di sebelas titik pengambilan. Kepastian spesies dilakukan dengan identifikasi
morfologi dan diverifikasi menggunakan DNA barcode. Di daerah Gunung Salak ditemukan tiga
spesies ketam, yaitu Geosesarma sp., Parathelphusa bogoriensis dan Parathephusa convexa.

Ketiganya merupakan ketam yang sudah dikenal distribusinya di Jawa. Geosesarma sp. dapat
ditemukan di sela-sela bebatuan di sekitar sungai. Parathelphusa bogoriensis dapat ditemukan di
dasar sungai atau di bawah bebatuan. Parathelphusa convexa dapat ditemukan di pinggir-pinggir
sungai yang bersemak.
Kata kunci : ketam, keanekaragaman, DNA barcode, relung ekologi
ABSTRACT
AHMAD NASOKHA. Diversity of Freshwater Crabs in River of Salak Mountain, Bogor, West
Java. Supervised by ACHMAD FARAJALLAH and YUSLI WARDIATNO.
Freshwater crab is decapods crustacean of infraorder Brachyura. Freshwater crabs are one
of the most ecologically important macro-invertebrate groups in tropical inland waters. The
objective of this research was to assess the diversity of freshwater crabs in rivers of mount Salak,
Bogor, West Java. Freshwater crabs were taken from eleven sites. Identification based on
morphological characteristic and verified by DNA barcode. Three species of freshwater crabs were
found Salak Mountain, that are Geosesarma sp., Parathelphusa bogoriensis and Parathelphusa
convexa. Those three species were commonly found in Java. Geosesarma sp. can be found around
rocks on river banks. Parathelphusa bogoriensis can be found at the brook or under rocks.
Parathelphusa convexa can be found on river banks.
Key word : freshwater crabs, diversity, DNA barcode, niche ecology

KEANEKARAGAMAN KETAM DI SUNGAI YANG BERHULU

DARI GUNUNG SALAK, BOGOR, JAWA BARAT

AHMAD NASOKHA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Judul Skripsi : Keanekaragaman Ketam di Sungai yang Berhulu dari Gunung
Salak, Bogor, Jawa Barat
Nama
: Ahmad Nasokha
NIM

: G340801020

Disetujui,

Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si
Pembimbing I

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc
Pembimbing II

Diketahui,

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si.
Ketua Departemen Biologi

Tanggal Lulus :

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam penulis

panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Januari
sampai Maret 2012 yang berjudul Keanekaragaman Ketam Air Tawar di Sungai yang Berhulu dari
Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di
Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si dan
Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc selaku pembimbing yang telah memberikan ilmu,
pengarahan, motivasi dan bimbingannya kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dr. Ir. Sulistyorini M. Si selaku penguji yang telah memberikan kritik dan sarannya dalam
penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga besar ayah
saya Bapak Koderi dan Ibu Dasuti, kakak (Mu’minatun, Fathurrohman, Nur Khasanah,
Mohammad Soffa) dan adik (Achmad Khaerozi, Isna Inayati, Isna Izayati, Khaenur Rofik,
Zumratun Nikmah, Naelatus Sa’adah, Fia Maftahurrahmah, Adib Khoerul Masulin) yang telah
memberikan kasih sayangnya, perhatian, do’a dan dukungan baik moral maupun material. Penulis
mengucapkan kepada pihak Karya Salemba Empat (KSE) yang telah memberikan beasiswa
kepada penulis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kelurga besar zoologi (Pak
Bambang, Ibu Kanthi, Pak Islamul, Ibu Ana, Mba Puji, Kak Sarah Nila, Kak Nunus, Kak Iqbal,
Kak Wildan, Mba Tini, Mba Ani, Pak Adi, Yanti, Lili, Delvi, Dalfit, Agus s, Adit, Agus H, Amar,
Shinta Anggraini) dan Ibu Siti selaku laboran Departemen MSP bagian Biologi Mikro 1 yang telah
memberikan ilmu dan segala dukungannya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga
OWA, khususnya OWA 11 (Shinta Anggraini, Dini, Siti, Titi, Uun, Agil, Ipeh,) dan juga OWA 12

dan 13 yang telah memberikan saran dan dukungannya. Terima kasih penulis ucapkan kepada
temen-temen Biologi 45 yang telah memberikan dukungannya. Ucapan terima kasih terakhir
penulis sampaikan kepada teman-teman satu kosan (Rama, Tri, Tedi, Arif, Faqih, Agus, Wendhi,
Wahyu, Afnan, Santo, Fikri, Bambang) yang telah merelakan waktunya untuk bertukar pikir.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan, ilmu pengetahuan kita
semua. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk penulisan yang lebih
baik.

Bogor, September 2012

Ahmad Nasokha

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Batang pada tanggal 06 April 1990 sebagai anak kelima dari tiga belas
bersaudara dari pasangan Bapak Koderi dan Ibu Dasuti. Penulis menyelesaikan pendidikan, MII
Candi Areng pada tahun 2002, dan SMP Negeri 02 Warung Asem lulus tahun 2005. Pada tahun
2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kedungwuni dan pada tahun yang sama diterima di Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN).
Penulis aktif sebagai anggota Observasi Wahana Alam (OWA) Himabio pada tahun 2009

sampai sekarang. Penulis juga aktif sebagai anggota Himabio pada tahun 2009-2010 sebagai
anggota Bidang OWA, dan 2010-2011 sebagai Ketua Bidang OWA. Penulis aktif dalam beberapa
kegiatan kampus diantaranya Pesta Sains, Revolusi Sains II, Exam Bodogol, Wonder-pul, Tatap
Muka Beasiwa KSE, Pradiklat dan Diklat OWA angkatan 12, Pradiklat dan Diklat OWA angkatan
13, Pananaman Seribu Pohon
Penulis melakukan Studi Lapang pada tahun 2010 mengenai Keanekaragaman Moluska
Laut di Pananjung Pangandaran. Penulis melakukan Praktik Lapang pada tahun 2011 mengenai
Budidaya Ikan Mas (Cyprinus carpio) di PT Aldepos Salaca, Desa Tapos, Tenjolaya, Bogor.
Penulis pernah menjadi asisten praktikum Ekologi Dasar pada tahun ajaran 2010-2011, asisten
praktikum Struktur Hewan pada tahun ajaran 2011-2012.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................................. viii
PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 1
Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
Tujuan ........................................................................................................................................... 1
BAHAN DAN METODE ................................................................................................................. 1

Waktu dan Tempat ........................................................................................................................ 1
Area sampling ............................................................................................................................... 2
Amplifikasi DNA barcode ............................................................................................................ 2
HASIL ............................................................................................................................................... 3
Koleksi sampel ketam .................................................................................................................. 3
Identifikasi morfologi ketam......................................................................................................... 3
Analisis DNA barcode .................................................................................................................. 4
PEMBAHASAN ............................................................................................................................... 6
SIMPULAN ...................................................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 6
LAMPIRAN ...................................................................................................................................... 8

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Hasil pengambilan sampel ketam .............................................................................................. 3
2 Jumlah perbedaan nukleotida gen CO1 antara spesies ketam (diatas garis diagonal)
dan jarak genetik gen CO1 antara spesies ketam berdasarkan model
subtitusi K2P (dibawah garis diagonal) ...................................................................................... 5

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Peta pengambilan sampel ketam .............................................................................................. 2
2 Karakteristik morfologi P. convexa........................................................................................... 4
3 Karakteristik morfologi P. bogoriensis ..................................................................................... 4
4 Karakteristik morfologi Geosesarma sp.................................................................................... 5
5 Rekonstruksi pohon filogeni berdasarkan mtCO1 dengan NJ bootstrap1000X ........................ 5

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan DNA Extraction Kit for Fresh Blood (GeneAid) yang
dimodifikasi untuk jaringan otot yang diawetkan dalam etanol ................................................. 9
2 Daftar pengambilan sampel ketam di sungai-sungai yang berhulu dari Gunung Salak ............ 10
3 Alignment runutan nukleotida gen CO1 enam spesimen ketam ............................................... 11

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketam merupakan anggota subfilum
Crustaceae, ordo Decapoda dan infraordo
Brachyura yang hidup di air tawar. Anggota
Brachyura yang hidup di air tawar adalah

anggota famili Pseudothelphusidae, Trichodactylidae, Potamonautidae, Potamoidae dan
Gecarcinucidae (Cumberlidge et al. 2009).
Ketam mempunyai lima pasang kaki. Bagian
mulut ketam ditutupi oleh maksileped yang
rata, dan bagian depan dari karapas tidak
membentuk sebuah rostrum yang panjang
(Dixon et al. 2004). Insang ketam tersusun
oleh filamen-filamen yang pipih (phyllobranchiate) (Taylor & Taylor 1992). Beberapa
karakter morfologi yang biasa dijadikan
karakter taksonomi adalah bentuk karapas,
bentuk abdomen, pleopod pertama dan kedua,
maksileped ketiga, palpus mandibular, dan
meri ambulatori (Ng 1990; Ng 1991; Ng 2004;
Cai & Ng 2001; Klaus et al. 2006).
Ketam dapat digunakan sebagai indikator
perairan dalam ekosistem air tawar. Beberapa
ketam hanya dapat ditemukan di perairan
bersih. Ketam merupakan salah satu hewan
macro-invertebrata yang penting dalam
jejaring makanan yaitu sebagai omnivora

sekaligus ditritifora. Ketam juga menjalin
simbiosis dengan beberapa hewan lainnya,
salah satunya adalah simbiosis dengan
trematoda dari genus Paragonimus yang
menyebabkan penyakit paragonimiasis. Ketam
juga berperan sebagai inang larva Simulium
spp. yang merupakan vektor parasit
Onchocerca volvulus yang menyebabkan
penyakit onchocerciasis (Cumberlidge et al.
2009).
Beberapa anggota Brachyura juga dapat
hidup di air laut dan air payau. Famili
Portunidae merupakan salah satu anggota
Brachyura yang dapat hidup di air laut atau air
payau. Anggota Portunidae dicirikan memiliki
kaki renang yang fungsional dan insang yang
tidak termodifikasi menjadi pelat-pelat insang
yang kaku. Anggota Portunidae tidak dapat
hidup di luar air dalam jangka waktu yang
lama. Anggota Brachyura lainnya dapat hidup

di air payau yaitu famili Varunidae dan
Sesarmidae (Ng 2004). Anggota Varunidae
dan Sesarmidae dicirikan memiliki insang
yang dilengkapi dengan filamen-filamen
insang yang mengeras dan berbentuk vascular.
Filamen-filamen ini berfungsi mempertahankan kelembaban ruang insang selama di darat.

Kaki renang pada anggota famili Varunidae
dan
Sesarmidae
tereduksi
sehingga
menyebabkan anggota famili ini tidak dapat
hidup di air laut dalam jangka waktu yang
lama dan menyeberangi lautan. Hal ini sama
seperti anggota ketam pada umumnya.
Perbedaannya terletak pada siklus hidupnya.
Anggota Varunidae dan Sesarmidae bersifat
migran yaitu siklus hidupnya membutuhkan air
payau sedangkan seluruh siklus hidup ketam
terdapat di perairan tawar. Anggota Verunidae
dan Sesarmidae akan ke perairan payau untuk
bereproduksi dan meletakkan telur. Telur akan
berkembang menjadi juvenil di perairan payau
dan akan ke parairan tawar pada saat dewasa
(Morris 2001).
Restriksi habitat ketam didikte oleh proses
pembentukan pulau-pulau karena ketam yang
tidak dapat menyeberangi lautan. Barrier ini
menyebabkan ketam yang berasal dari satu
nenek moyang dapat menjadi beberapa spesies
ketam baru. Dengan begitu, jika satu spesies
ketam bisa ditemukan di wilayah yang lebih
luas maka proses spesiasinya bisa diartikan
lebih lama dibanding pembentukan wilayah
tersebut, dan sebaliknya. Indonesia merupakan
daerah interaksi antara empat lempeng utama,
yaitu Eurasia, Pasifik, Filipina dan IndoAustralia (Yugo 1994). Interaksi lempenglempeng utama ini menyebabkan Indonesia
tersusun atas pulau-pulau sehingga Indonesia
memiliki potensi biodiversitas ketam yang
tinggi.
Setiap spesies memiliki posisi dan
menempati suatu ruang berdasarkan rentang
fisik yang ditempatinya dan peranan yang
dilakukan dalam komunitasnya yang disebut
relung ekologi (Morris 1992). Setiap spesies
memiliki relung ekologi yang berbeda
sehingga jarang terjadi tumpang tindih antara
spesies satu dengan lainnya. Relung ekologi
suatu spesies erat kaitannya dengan sumber
makanan, predator, dan kompetitor (Leibold
2003).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman ketam di sungai yang
berhulu dari Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Januari sampai Maret 2012. Pengambilan
sampel dilakukan di aliran sungai yang berhulu

2

dari Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat. Analisis data dilakukan di Bagian Biosistematik
dan Ekologi Hewan Departemen Biologi
FMIPA IPB.

penulisan
data
pengambilan
sampel,
diantaranya waktu pengambilan, lokasi
pengambilan, jumlah spesimen yang didapat,
alat tangkap dan posisi pengambilan.

Area sampling
Gunung Salak dengan puncak di titik 6°43'
LS dan 106°44' BT mengalirkan aliran sungai
ke wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten
Sukabumi, salah satu yang terbesar adalah
sungai Cisadane. Pengambilan sampel
dilakukan di 11 titik sampling yaitu Sungai
Cigamea, Sungai Cianten, Anak sungai
Cianten, Sungai Cisadane, Sungai Cipinang
Gading, Sungai Ciapus I, Sungai Ciapus II,
Sungai Cipangaur, Anak sungai Cipangaur,
sungai Cibebeur, dan Anak Sungai Cibebeur
(Gambar 1).

Identifikasi ketam
Identifikasi ketam dilakukan berdasarkan
kunci identifikasi yang disusun oleh Ng
(2004). Beberapa karakter taksonomi yang
digunakan adalah bentuk karapas, bentuk
abdomen, pleopod pertama dan kedua,
maksileped ketiga, palpus mandibular, dan
meri ambulatori.

Koleksi ketam
Pemetaan lokasi sampling secara global
dilakukan sebelum penangkapan dilakukan.
Hasil pemetaan digunakan untuk memilih
lokasi secara purposive, yaitu memilih lokasi
yang relatif mudah dijangkau. Dari satu titik
lokasi kemudian dilanjutkan dengan road
sampling, yaitu berjalan di daerah sungai,
daratan sekitar sungai dan tepian sungai yang
ditumbuhi semak. Ketam ditangkap dengan
jaring di daerah sungai dan/atau tangan kosong
di daerah daratan sekitar sungai dan tepian
sungai yang ditumbuhi semak, selanjutnya
ketam disimpan dalam botol sampel untuk
diawetkan dan disimpan di laboratorium. Pada
saat pengambilan sampel juga dilakukan

Keterangan :

Amplifikasi DNA barcode
Beberapa spesimen yang tampak berbeda
secara morfologi dan menampilkan bentuk
yang berbeda kemudian dipilih untuk dianalisis
lebih lanjut menggunakan DNA barcode.
Jaringan yang diambil sebagai sumber DNA
adalah jaringan otot dari kaki jalan ke-5.
Ekstraksi DNA dilakukan menggunakan DNA
Extraction Kit for Fresh Blood (Geneaid) yang
telah dimodifikasi untuk jaringan otot yang
disimpan dalam etanol (Lampiran 1).
Ruas gen CO1 genom mitokondria
kemudian diamplifikasi menggunakan primer
universal untuk DNA barcode, yaitu primer
forward AF286 (5’-TCTACAAAYCATAA
AGAYATYGG) dan primer reverse AF287
(5’-GTGGCRGANGTRAARTARGCTCG)
(Syafrina 2011). Reaksi amplifikasi PCR
dilakukan dalam volume 25µl yang terdiri atas
template DNA 2 µl, taq polymerase 0,2 µl,
primer forward 1 µl, primer reverse

= aliran sungai
= titik pengambilan sampel
Gambar 1 Peta pengambilan sampel ketam.

3

1 µl, dNTP 1,5 µl, MgCl2 1,5 µl, buffer 2,5 µl
dan air destilata 15,3 µl. Reaksi PCR dilakukan
menggunakan mesin thermocycler ESCO MXBLC-7. Reaksi dilakukan pada kondisi
pradenaturasi pada suhu 940C selama 5 menit,
selanjutnya dilakukan 30 siklus yang terdiri
atas proses denaturasi pada suhu 940 selama 1
menit, penempelan primer pada suhu 550C
selama 1,5 menit, pemanjangan pada suhu
720C selama 2 menit dan yang terakhir
pemanjangan akhir pada suhu 720C selama 5
menit.
Kualitas amplikon diuji menggunakan
elektroforesis gel poliakrilamide 5% dalam
bufer TBE yang dilanjutkan dengan pewarnaan sensitif perak. Pengujian amplikon
dijalankan pada tegangan 200 V selama 50
menit atau sampai pelacak warna bromtimol
blue mencapai batas bawah gel. Amplikon
yang menunjukkan pita tunggal di atas gel
poliakrilamid kemudian dijadikan cetakan
dalam reaksi amplifikasi untuk perunutan
nukleotida menggunakan primer yang sama
dengan amplifikasi awal. Metode perunutan
nukleotida dilakukan dengan metode big dye
terminator yang dibaca oleh mesin pembaca
otomatis ABI (Macrogen Inc, Korea).

Identifikasi morfologi ketam
Berdasarkan morfologi luar, ketiga spesies
ketam yang ditemukan relatif mudah
dibedakan. P. convexa dicirikan dengan
karapas berbentuk mirip trapesium, sisi-sisi
cembung, permukaan cembung; mata relatif
kecil, di samping terdapat tiga duri (Gambar
2a); abdomen menyerupai huruf “T”, tersusun
atas 5 segmen (Gambar 2b); pleopod pertama
bagian proksimal tidak memiliki celah, pinggir
terdapat banyak rambut (Gambar 2c); pleopod
kedua
memiliki
flagellum
memanjang
(Gambar 2d); maksileped ketiga rata, tanpa
celah ditengahnya dan memiliki flagellum
yang panjang (Gambar 2e); palpus mandibular
dua lobus, di pinggirnya banyak rambut
(Gambar 2f); meri ambulatori antara segmen
merus dan karpus terdapat celah (Gambar 2g).
Ciri-ciri P. bogoriensis hampir sama dengan P.
convexa (Gambar 3a-f). Keduanya bisa
dibedakan berdasarkan permukaan karapasnya,
yaitu pada P. bogoriensis lebih rata dan
segmen merus dan karpus dari meri
ambulatorinya tidak memiliki celah (Gambar
3g).
Geosesarma sp. dicirikan dengan bentuk
karapas yang cenderung segi empat,
permukaan rata; mata relatif besar (Gambar
4a); abdomen berbentuk parabola, telson
meruncing, tersusun atas 5 segmen (Gambar
4b); pleopod pertama terdapat celah di tengah,
ada rambut-rambut di ujungnya (Gambar 4c),
ukuran lebih besar dan panjang dibanding
pleopod kedua yang tidak berambut
diujungnya (Gambar 4d); maksileped ketiga
berbentuk cembung, ada celah di tengah, ada
flagellum yang membulat kebelakang (Gambar
4e); palpus mandibular memiliki satu lobus,
berambut (Gambar 4f);
meri ambulatori
memiliki duri-duri halus, celah antara segmen
merus dan karpus (Gambar 4g).

HASIL
Koleksi sampel ketam
Hasil sampling memperoleh 112 spesimen
ketam, yang terdiri atas 54 ekor Parathelphusa
convexa 28 ekor Parathelphusa bogoriensis,
dan 30 ekor Geosesarma sp. (Tabel 1).
Data pengambilan sampel dapat diketahui
bahwa P. convexa dapat ditemukan di semaksemak pinggir sungai, P. bogoriensis dapat
ditemukan di dasar sungai dan di bawah batu
sedangkan Geosesarma sp. dapat ditemukan di
sela-sela batu di pinggir sungai (Lampiran 2).
Tabel 1 Hasil pengambilan sampel ketam

Cianten

Anak sungai
Cianten

Cisadane

Cipinang gading

Cipangaur

Anak sungai
Cipangaur

Ciapus I

Ciapus II

Cibebeur

Anak sungai
Cibebeur

Spesies
Parathelphusa convexa
Parathelphusa bogoriensis
Geosesarma sp.
Jumlah spesimen

Cigamea

Titik sampling

0
0
0
0

10
0
0
10

0
6
0
6

0
0
0
0

9
23
11
43

17
0
0
17

11
0
0
11

0
0
0
0

0
0
0
0

0
0
0
0

7
5
19
31

4

Analisis DNA barcode
Sampel yang secara morfologi berbeda
selanjutnya diverifikasi menggunakan DNA
barcode. Enam runutan DNA CO1 ketam
disejajarkan dengan ruas mtDNA yang
homolog dari Nautilothelphusa zimmeri nomor
aksesi FM177605, Parathelphusa pantherina
nomor aksesi FM177630 dan Parathelphusa
ferruginea nomor aksesi FM177626 yang
diambil dari GeneBank (Lampiran 3). Runutan
panjang DNA sampel yang dapat dianalisis
dan dibandingkan dengan runutan DNA
referensi adalah 599 nt.
Perbedaan jumlah nukleotida terkecil
terjadi antara sampel bernomor 3a dengan
sampel bernomor 2a yaitu berbeda 4 nt dengan
jarak genetik 0,007. Keduanya merupakan

spesies P. convexa. Perbedaan terbesar terjadi
antara sampel ketam bernomor 6a dengan P.
ferruginea yaitu sebesar 88 dengan jarak
genetik sebesar 0,173 (Tabel 2).
Hasil verifikasi DNA barcode mengelompokkan spesies ketam nomor 1a, 1b, 2a, 3a dan
6a menjadi satu kelompok. Spesies dengan
nomor-nomor tersebut teridentifikasi secara
morfologi sebagai jenis P. convexa dan dapat
diidentifikasi secara DNA barcode sebagai
spesies P. convexa. Spesies dengan nomor 4a
mengelompok
tersendiri.
Spesies
ini
teridentifikasi P. bogorensis secara morfologi
dan dapat diidentifikasi secara DNA barcode
sebagai spesies P.bogoriensis. Hasil ini
menunjukkan konkruensi antara hasil analisis
morfologi dengan analisis DNA (Gambar 5).

Gambar 2 Karakteristik morfologi P. convexa.

Gambar 3 Karakteristik morfologi P. bogoriensis.

5

Gambar 4 Karakteristik morfologi Geosesarma sp.
Tabel 2 Jumlah perbedaan nukleotida gen CO1 antar spesies ketam (diatas garis diagonal) dan
jarak genetik gen CO1 antar spesies ketam berdasarkan model subtitusi K2P (dibawah
garis diagonal)
Sampel
1
2
3
1 Parathelphusa convexa1a
27
15
2 Parathelphusa convexa1b
0.047
28
3 Parathelphusa convexa2a
0.026 0.049
4 Parathelphusa convexa3a
0.027 0.056 0.007
5 Parathelphusa bogoriensis4b 0.133 0.123 0.123
6 Parathelphusa convexa6a
0.046 0.075 0.026
7 Nautilothelphusa zimmeri1)
0.137 0.133 0.135
8 Parathelphusa pantherina2)
0.147 0.134 0.140
9 Parathelphusa ferruginea3)
0.148 0.135 0.145
Keterangan : 1) GeneBank Accession Number FM177605
2)
GeneBank Accession Number FM177630
3)
GeneBank Accession Number FM177626

0.127
0.024
0.139
0.148
0.154

5
70
65
65
67
0.143
0.114
0.125
0.116

6
26
42
15
14
74
0.156
0.168
0.173

7
72
70
71
73
62
80
0.040
0.031

8
76
70
73
77
67
85
23

9
77
71
77
80
63
88
18
27

0.047

Parathelphusa convexa 3a

93
98
97

4
16
32
4

Parathelphusa convexa 6a
Parathelphusa convexa 2a

100

Parathelphusa convexa 1a
Parathelphusa convexa 1b
Parathelphusa bogoriensis 4b
Parathelphusa pantherina
Nautilothelphusa zimmeri

100
76

Parathelphusa ferruginea

0.01

Gambar 5 Rekonstruksi pohon filogeni berdasarkan mtCO1 dengan NJ bootstrap1000X.

6

PEMBAHASAN
Hasil analisis secara morfologi dan DNA
barcode, didapatkan tiga spesies ketam yaitu
Geosesarma sp., P. bogorensis dan P. convexa.
Ketiga spesies ini berbeda dengan ketam yang
dilaporkan dari Sri Langka (51 spesies ketam
dari famili Parathelphusidae) (Bahir et al.
2005). Di Asia Timur yang meliputi China,
Taiwan, Ryukyus, dan daratan Jepang
melaporkan terdapat 40 genus dan 311 spesies
ketam, bahkan di Provinsi Yunan,China
memiliki keanekaragaman yang tinggi yaitu
terdapat 48 spesies ketam dan di Taiwan
terdapat 42 spesies ketam (Shih et al. 2011).
Di Sulawesi dilaporkan terdapat 13 spesies
ketam air tawar dari genus Parathelphusa
(Chia & Ng 2006).
Ketiga spesies yang ditemukan memiliki
relung ekologi yang berbeda-beda. Relung
ekologi ini erat kaitannya dengan sumber
makanan, predator dan kompetitor. Geosesarma sp. dapat ditemukan di celah-celah
bebatuan di sekitar sungai. Spesies ini
cenderung memilih tempat yang tidak terlalu
tergenang oleh air karena Geosesarma sp.
hanya membutuhkan sedikit air untuk menjaga
kelembaban insangnya. Wowor et al. (2010)
menyatakan
bahwa
Geosesarma
sp.
merupakan ketam yang menghuni lubanglubang tanah yang lembab.
P. bogoriensis dapat ditemukan di dasar
sungai, di bawah bebatuan yang sungainya
beraliran deras. Spesies ini merupakan spesies
ketam yang menghuni sungai bagian hulu
(Wowor et al. 2010). Relung ekologi P.
bogoriensis bersesuaian dengan morfologinya.
P. bogoriensis memiliki permukaan karapas
rata yang meminimalkan gesarakan antara arus
sungai dangan permukaan karapas.
Relung ekologi P. convexa berbeda dengan
P. bogoriensis meskipun masih tergolong
dalam genus yang sama. Keduanya bahkan
tidak pernah ditemukan dalam satu posisi
pengambilan. P. convexa lebih banyak
ditemukan di sungai yang beraliran lambat dan
dipinggir sungai. P. convexa dapat ditemukan
di daerah-daerah sungai berarus lambat,
daerah-daerah genangan air, selokan dan
persawahan. Persebaran spesies ini lebih luas,
yaitu dari sungai bagian hulu sampai bagian
hilir (Wowor et al. 2010).
Ketam tidak dapat ditemukan di 5 titik
pengambilan sampel, yaitu di Sungai Cigamea,
Sungai Cisadane, Sungai Ciapus I, Sungai
ciapus II dan Sungai Cibebeur. Sungai
Cigamea terdapat di hulu Gunung Salak yang
memiliki kandungan belerang tinggi sehingga

ketam tidak dapat hidup di daerah tersebut.
Sungai Cisadane merupakan salah satu sungai
besar yang berarus deras. Sungai ini memiliki
debit air yang tinggi sehingga ketam sulit
ditemukan. Sungai Ciapus I dan Ciapus II
merupakan daerah tambang pasir yang
menyebabkan daerah aliran sungai menjadi
keruh. Ketam tidak dapat hidup di daerah
tersebut karena insang ketam akan tertutupi
oleh butiran-butiran pasir sehingga ketam akan
mati. Sungai Cibeubeur memiliki kontur yang
tidak rata. Sungai ini memiliki debit air yang
tidak terlalu besar namun sulit untuk
melewatinya karena terdapat banyak bebatuan
besar yang menutupi badan sungai.

SIMPULAN
Hasil analisis morfologi dan analisis DNA
barcode memperoleh tiga spesies ketam yaitu
Geosesarma sp., P. bogoriensis dan P.
convexa. Geosesarma sp. ditemukan di celahcelah bebatuan di sekitar sungai. P. boriensis
dapat ditemukan di dasar sungai atau di bawah
batu. P. convexa dapat ditemukan di pinggiran
sungai yang ditumbuhi semak-semak.

DAFTAR PUSTAKA
Bahir MM et al. 2005. A Conservation
Assessment Of The Freshwater Crabs Of
Sri Lanka. The Raffles Bulletin Of Zoology
12:121-126.
Bott, R. 1968. Potamiden aus SuÈ d-Asien
(Crustacea, Decapoda). Senckenbergiana
Biologica 49:119-130.
Cai Y, Ng PKL. 2001. The freshwater
Decapod Crustaceans of Halmahera,
Indonesia. Journal Of Crustacean Biology
21:665-695.
Cumberlidge N et al. 2009. Freshwater crabs
and the biodiversity crisis: Importance,
threats, status, and conservation challenges. Biological Conservation 142:16651673.
Dixon CJ, Schram FR, Ahyong ST. 2004. A
new hypothesis of decapod phylogeny.
Crustaceana 76:935-975.
Klaus S, Schubart CD, Brandis D. 2006.
Phylogeny, biogeography and a new
taxonomy for the
Gecarcinucoidea
Rathbun, 1904 (Decapoda: Brachyura).
Organisms, Diversity & Evolution 6:199217.
Krebs. 1989. Ecological Methodology. New
York: Harper and Row, Pub Inc.

7

Leibold, M. (2003). Ecological Niches: Linking Classical and Contemporary Approaches. Chicago: University of Chicago
Press.
Morris CG. 1992. Academic Press Dictionary
of Science and Technology. San Diego:
Academic Press.
Morris S. 2001. Neuroendocrine regulation of
osmoregulation and the evolution of airbreathing in decapod crustaceans. The
Journal of Experimental Biology 204:979989.
Ng PKL. 1990. Parathelphusa reticulata spec.
Nov.,a new species of freshwater crab from
blackwater
swamps
in
Singapore
(Crustacea: Decapoda: Brachyura: Gecarcinucoidea). Zoologische Mededelingen
63:18.
Ng PKL. 1991. Redescription of Parathelphusa (liothelphusa) wirzi roux, 1930 and
deffinition of a new genus parathelphusid
(Crustacea: Decapoda: Brachyura) from
Nias islands, western Sumatra. Verhandlungen der Naturfor-schenden Gesellschaft Basel 101:35-40.
Ng PKL. 2004. Freshwater invertebrates of the
Malaysian region: Crustacea: Decapoda,
Brachyura. The Raffles Bulletin of Zoology
53:181.
Ng PKL & Tan SH. 1999. Revision of the
Southeast Asian potamid crabs of the genus

Malayopotamon Bott, 1968 (Crustacea:
Decapoda: Brachyura). Journal of Natural
History 33:207-231.
Shih HT et al. 2011. Diversity and Biogeography of Freshwater Crabs (Crustacea:
Brachyura: Potamidae, Gecarcinucidae)
from East Asia. Systematics and Biodiversity 9:1-16.
Syafrina RS. 2011. Penggunaan DNA barcode sebagai alternative identifikasi spesies
udang mantis [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Taylor HH, Taylor EW. 1992. Gills and
Lungs: The Exchange of Gases and Ions.
Microscopic Anatomy of Invertebrates
10:203-293.
Yugo K. 1994. Proses geodinamika zona
tumbukan. Di dalam: Prosiding Pertemuan
Ilmiah Tahunan; Bandung, 20 Agu 1994.
Bandung: Puslitbang Geoteknologi. hlm
170-177.
Wowor D, Hadiaty RK, Irvan. 2010. Studi
biota perairan dan herpetofauna di daerah
aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan Cisadane : Kajian Hilangnya Keanekaragaman
Hayati. Bogor : Lembaga Peneliti Indonesia (LIPI).

8

LAMPIRAN

9

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan DNA Extraction Kit for Fresh Blood (GeneAid)
yang dimodifikasi untuk jaringan otot yang diawetkan dalam etanol
1.
2.
3.
4.

A. Penghancuran jaringan
Satu ruas tungkai ketam dalam alkohol 70% dipotong dan dimasukkan ke dalam tube 1,5 ml.
Ruas tungkai yang telah dipotong (otot tungkai) kemudian dicuci dengan air destilata
sebanyak 2 kali ulangan menggunakan mesin sentrifuse.
Sampel yang telah dicuci kemudian dihomogenasi menggunakan grinder dan ditambahkan
200 µl buffer STE (NaCl 1M, Tris-HCL 10mM, EDTA 0.1mM, pH 8) ke dalam tube.
Sebanyak 50 mg/ml proteinase K 20 µl ditambahkan ke dalam tabung dan vortex selama
beberapa detik.

4.

B. Lysis
Inkubasi pada suhu 600C selama 30 menit. Setiap 5 menit sekali tabung dibolak-balik secara
perlahan.
Sebanyak 200 µl buffer GB ditambahkan ke dalam tabung dan vortex selama 5 detik.
Inkubasi pada suhu 700C selama 20 menit. Setiap 5 menit sekali tabung dibolak-balik secara
perlahan. Pada saat yang bersamaan, inkubasi buffer elusi pada suhu yang sama untuk step
elusi DNA.
Sebanyak 200 µl etanol ditambahkan ke dalam tabung dan vortex selama 10 detik.

1.
2.
3.

C. DNA Binding
Sampel dipindahkan ke dalam kolom GD pada tube 2 ml.
Sentrifugasi 13.000 rpm selama 2 menit.
Kolom GD dipindahkan ke dalam tabung koleksi yang baru dan supernatan dibuang.

1.
2.
3.
4.
5.

D. Pencucian
Sebanyak 400 µl buffer W1 ditambahkan ke dalam tabung.
Sentrifugasi 13.000 rpm selama 30 detik.
Supernatan dibuang dan kolom GD diletakkan kembali ke dalam tabung.
Sebanyak 600 µl wash buffer (mengandung etanol) ditambahkan ke dalam kolom GD.
Sentrifugasi 13.000 rpm selama 30 detik.

1.
2.
3.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

E. DNA elution
Supernatan dibuang dan kolom GD diletakkan kembali ke dalam tabung.
Sentrifugasi 13.000 rpm selama 3 menit.
Kolom GD dipindahkan ke dalam tube 1,5 ml yang baru.
Sebanyak 100 µl buffer elusi yang telah diinkubasi ditambahkan ke dalam kolom GD (tepat
bagian tengah matriks kolom GD).
Diamkan selama 5 menit.
Sentrifugasi 13.000 rpm selama 30 detik.
Kolom GD dibuang dan didapatkan DNA yang telah berhasil diekstraksi.

10

Lampiran 2 Daftar pengambilan sampel ketam di sungai-sungai yang berhulu dari Gunung Salak
Tanggal

Titik sampling

26-01-12
23-03-12
26-01-12
27-03-12
26-01-12
27-03-12
28-01-12
31-03-12
28-01-12
31-03-12

S. Cigamea

31-01-12
21-03-12
31-01-12
21-03-12
07-02-12
10-03-12
07-02-12
10-03-12
09-02-12
24-03-12
09-02-12

S. Cipangaur

24-03-12

S. Cianten
As. Cianten
S. Cisadane
S.Cipinang
Gading

As. Cipangaur
S. Ciapus I
S. Ciapus II
S. Cibeubeur
As. Cibeubeur


spesimen
0
0
10
0
0
6
0
0
0
9
23
11
10
7
4
7
0
0
0
0
0
0
2
3
5
2
19

Spesies

Posisi penangkapan

P. convexa
P. bogoriensis
P. convexa
P. bogoriensis
Geosesarma Sp.
P. convexa
P. convexa
P. convexa
P. convexa
P. convexa
P. bogoriensis
P. convexa
P. bogoriensis
Geosesarma Sp.

Semak-semak dipinggir sungai
Dasar sungai, dibawah batu
Semak-semak dipinggir sungai
Dasar sungai,dibawah batu
Disela-sela batu pinggir sungai
Semak-semak dipinggir sungai
Semak-semak dipinggir sungai
Semak-semak dipinggir sungai
Semak-semak dipinggir sungai
Semak-semak dipinggir sungai
Dasar sungai, dibawah batu
Semak-semak dipinggir sungai
Dasar sungai, dibawah batu
Disela-sela batu pinggir sungai

Alat
tangkap
Jaring
Tangan
Jaring
Jaring
Jaring
Tangan
Jaring
Tangan
Tangan
Jaring
Tangan
Tangan
Jaring
Jaring
Jaring
Jaring
Jaring
Tangan
Tangan
Jaring
Tangan
Jaring
Jaring
Tangan
Jaring
Tangan
Tangan

11

Lampiran 3 Hasil alignment runutan nukleotida gen CO1 enam spesimen ketam
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

P.
P.
P.
P.
P.
P.
N.
P.
P.

convexa1a
convexa1b
convexa2a
convexa3a
bogoriensis4b
convexa6a
zimmeri
pantherina
ferruginea

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

CTC
...
...
...
...
...
...
...
...

ATG
...
...
...
...
...
...
...
...

CAT
.T.
...
...
.T.
...
...
...
...

TCA
..G
..G
..G
.TG
..G
..G
..G
..G

TTA
...
...
...
.A.
...
.A.
.A.
.A.

TAA
...
...
...
...
...
...
...
...

TTT
.C.
...
...
...
...
...
...
...

TCT
...
...
...
...
...
.T.
.T.
.T.

TTA
...
...
...
...
...
...
...
...

TAG
...
...
...
...
...
...
...
...

TAA
...
...
...
.T.
...
.T.
.T.
.T.

TAC
...
...
...
...
...
...
...
...

CTA
...
...
...
...
...
...
...
...

TTA
...
...
...
...
...
...
...
...

TAA
...
...
...
...
...
...
...
...

TTG
...
...
...
...
...
...
...
...

GAG
...
...
...
...
...
.G.
.G.
.G.

GAT
...
...
...
...
...
...
...
...

TTG
...
...
...
...
...
.C.
.C.
.C.

GTA
...
...
...
...
...
.A.
.A.
.A.

ATT
...
...
...
...
...
...
...
...

GAA
...
...
...
...
...
...
...
...

TAT
...
...
...
...
...
...
...
...

TAC
...
...
...
...
...
...
...
...

CTT
...
...
...
..C
...
...
.C.
...

TAA
...
...
...
...
...
...
...
...

TAT
...
...
...
...
...
...
...
...

TAG
...
...
...
...
...
...
...
...

[156]
[156]
[156]
[156]
[156]
[156]
[156]
[156]
[156]

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

GAG
...
...
...
...
...
...
...
...

CTC
...
...
...
...
...
...
...
...

CTG
...
...
...
...
...
...
...
.C.

ATA
...
...
...
...
...
...
...
...

TAG
...
...
...
...
...
...
.G.
...

CCT
...
...
...
.A.
...
...
...
...

TCC
...
...
...
...
...
...
...
...

CAC
...
...
...
.C.
...
...
...
...

GTA
...
...
...
.C.
...
...
...
...

TAA
...
...
...
...
...
...
...
...

ATA
.C.
.C.
...
...
...
...
.C.
.C.

ATA
.C.
...
...
...
...
...
.C.
...

TAA
...
...
...
...
...
...
...
...

GAT
...
...
...
...
...
...
...
...

TTT
...
...
...
...
...
...
...
...

GAC
...
...
...
...
...
...
...
...

TTT
...
...
...
...
...
...
...
...

TAC
...
...
...
...
...
.G.
...
...

CTC
...
...
...
...
...
.C.
...
.C.

CTT
...
...
...
...
...
...
...
...

CAT
...
...
...
...
...
..C
...
..C

TAA
...
...
...
...
...
...
...
...

CAT
...
...
...
.T.
...
.C.
.C.
.T.

TAC
...
...
...
...
...
...
...
...

TTT
...
...
...
...
...
.CC
.CC
.CC

TAA
...
...
...
...
...
...
...
...

TAA
...
...
...
.G.
...
...
...
...

GAG
...
...
...
...
...
...
...
...

[240]
[240]
[240]
[240]
[240]
[240]
[240]
[240]
[240]

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

GAA
...
...
...
...
...
.T.
.T.
.T.

TAG
...
...
...
...
...
...
...
...

TAG
...
...
...
...
...
...
...
...

AAA
...
...
...
...
...
...
...
...

GAG
...
...
...
...
...
...
...
...

GAG
...
...
...
...
...
...
...
...

TTG
...
...
...
...
...
...
...
...

GCA
.T.
.T.
.T.
.T.
.T.
.T.
.T.
...

CAG
...
...
...
...
...
...
...
...

GAT
...
...
...
...
...
.T.
.C.
.T.

GAA
...
...
...
...
...
...
.G.
.G.

CTG
...
...
...
...
...
.C.
.A.
.C.

TAT
.G.
...
...
...
...
.T.
.T.
.T.

ACC
.T.
...
...
.T.
...
.T.
.T.
.T.

CTC
...
...
...
...
...
...
...
...

CTC
..T
...
...
..T
...
..T
..T
..T

TAG
...
.G.
.G.
...
.G.
...
...
...

CAG
...
...
...
.T.
...
.T.
.T.
.T.

CAG
...
...
...
.C.
...
.T.
.C.
.C.

CTA
...
...
...
.A.
...
.A.
.A.
.A.

TTG
...
...
...
...
...
...
...
...

CCC
...
...
...
...
...
...
...
...

ATG
...
...
...
...
...
.C.
.C.
.C.

CTG
...
...
...
...
...
.C.
...
.C.

GAG
...
...
...
...
...
...
.G.
...

CTT
...
...
...
...
...
...
...
...

CAG
...
...
...
...
...
...
...
...

TAG
...
...
...
.T.
...
.T.
.T.
.T.

[324]
[324]
[324]
[324]
[324]
[324]
[324]
[324]
[324]

TAT
...
...
...
...
.T.
...
...
...

TCG
...
...
...
...
...
...
...
...

GGC
TA.
T..
C..
T..
..A
T..
T..
T..

TGA
...
A..
AA.
...
AA.
...
...
...

ACT
.T.
...
...
.T.
...
.T.
.T.
.T.

AAG
...
...
...
...
...
...
...
...

GCC
C.....A...A.A.A.-

CCT
...
AGC
AGC
AAC
AGC
AAC
AAC
AAC

TTG
...
C..
C..
CA.
C..
CA.
CA.
CA.

GAA
.GG
.G.
.G.
...
.G.
...
...
...

CTT
...
...
...
..C
...
.C.
.C.
.CC

TAA
...
...
...
...
...
...
...
...

TTG
...
...
...
...
...
...
...
...

GAA
...
...
...
...
...
...
...
...

ATG
...
...
...
...
...
...
...
.C.

ATC
...
...
...
...
...
...
...
...

AGA
.A.
.A.
.A.
.A.
.A.
.A.
.A.
.A.

TTT
...
...
...
...
...
...
...
...

ATA
...
...
...
...
...
...
...
...

ATG
...
...
..A
...
...
...
...
...

TAA
...
...
...
...
...
...
...
...

TTG
...
...
...
...
...
.C.
.C.
.C.

TGA
...
...
...
.A.
...
.A.
.A.
...

CTG
...
...
...
.C.
...
...
...
...

[72]
[72]
[72]
[72]
[72]
[72]
[72]
[72]
[72]

11

12

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

ATA
...
...
...
...
...
...
...
...

TAG
...
...
...
...
...
...
...
...

CAA
...
...
...
...
...
...
...
...

TTT
...
...
...
...
...
...
...
...

TCT
...
...
...
.T.
...
...
...
...

CAT
...
...
...
.TC
...
...
...
...

TAC
...
...
...
...
...
...
...
...

ATT
...
...
...
...
...
...
...
...

TAG
...
...
...
...
...
...
...
...

CCG
...
...
...
.G.
...
.A.
.A.
.A.

GTG
...
...
...
.A.
...
..A
...
...

TAT
...
...
...
.T.
...
.T.
.T.
.T.

CCT
.T.
...
...
...
...
...
...
.T.

CTA
...
...
...
.A.
...
.A.
.A.
.A.

TTC
...
...
...
..T
...
.C.
.C.
.C.

TCG
...
...
...
.A.
...
.T.
.T.
.T.

GTG
...
...
...
...
...
...
...
...

CCG
.T.
...
...
...
...
.T.
.T.
.T.

TAA
...
...
...
...
...
.T.
.T.
.T.

ATT
...
...
...
...
...
...
...
...

TTA
...
...
...
...
...
...
...
...

TAA
...
...
...
...
...
...
...
...

CTA
...
...
...
.C.
...
...
...
...

CTG
.C.
...
...
.C.
...
...
...
...

TTA
...
...
...
...
...
.A.
.A.
.A.

TTA
...
...
...
...
...
.C.
.C.
.C.

ACA
...
...
...
.T.
...
.T.
.T.
.T.

TAC
...
...
...
...
...
...
...
...

[408]
[408]
[408]
[408]
[408]
[408]
[408]
[408]
[408]

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

GCT
...
...
...
.T.
...
...
...
...

CTT
...
...
...
...
...
...
...
...

ATG
...
...
...
...
...
...
...
...

GTA
...
...
...
...
...
...
.A.
...

TAA
...
...
...
...
...
...
...
...

CAA
...
...
...
...
...
...
...
...

TAG
...
...
...
...
...
...
...
...

ATC
.C.
...
...
.C.
...
.C.
.C.
.C.

AAA
...
...
...
...
...
...
...
...

TAC
...
...
...
...
...
...
...
...

CAT
...
...
...
...
.G.
...
...
...

TAT
...
...
...
...
...
...
...
...

TTG
...
...
...
.C.
...
.C.
.C.
.C.

TCT
...
...
...
.T.
...
...
.T.
.T.

GAG
...
...
...
...
...
...
...
...

CAA
...
...
...
...
...
...
...
...

TTT
...
...
...
...
...
...
...
...

TCA
.T.
...
...
.T.
...
.T.
.T.
.T.

TTA
...
...
...
...
...
...
...
...

CAG
...
...
...
.T.
...
...
...
...

TAA
...
...
...
...
...
...
...
.G.

TCT
...
...
...
.T.
...
.TC
..C
.TC

TAC
...
...
...
..T
...
..T
.TT
..T

TTT
...
...
...
.A.
...
.A.
.A.
.A.

TAC
...
...
...
...
...
...
...
...

TTT
...
...
...
...
...
...
...
...

CCT
...
...
...
.A.
...
.A.
.A.
.A.

TAC
...
...
...
...
...
...
...
.G.

[492]
[492]
[492]
[492]
[492]
[492]
[492]
[492]
[492]

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

CAG
...
...
...
...
...
.T.
.T.
.C.

TGC
.A.
.A.
.A.
.TT
.A.
.C.
.C.
.C.

TCG
...
...
...
.A.
...
.T.
.T.
.T.

CTG
...
...
...
.C.
...
...
...
...

GTG
...
...
...
...
.G.
.C.
...
...

CTA
...
...
...
...
...
...
...
...

TTA
...
...
...
...
...
...
...
...

CTA
...
.C.
.C.
.C.
.C.
...
...
...

TAC
...
...
...
..T
...
..T
..T
..T

TTT
...
...
...
.A.
...
.A.
.GC
.A.

TAA
...
...
...
...
...
...
...
...

CAG
...
...
...
...
...
...
...
...

ACC
...
...
...
.T.
...
...
...
...

GAA
...
...
...
.T.
...
.T.
.T.
.T.

ATT
...
...
...
...
...
...
...
...

TAA
...
...
...
...
...
...
...
...

ATA
...
...
...
...
...
.C.
.C.
.C.

CAT
...
...
...
...
...
.C.
.C.
.C.

CAT
...
...
...
.T.
...
.T.
.C.
.T.

TCT
...
.T.
.T.
.T.
.T.
...
...
...

TTG
...
...
...
...
...
...
...
...

ACC
.T.
...
...
.T.
...
.T.
.T.
.T.

CTG
...
...
...
...
...
...
...
...

CTG
...
...
...
...
...
...
...
...

GTG
...
...
...
.A.
.G.
.A.
.A.
.A.

GGG
.A.
...
...
.A.
...
...
...
.A.

GAG
...
...
...
...
...
...
.G.
...

ACC
.T.
...
...
.T.
...
.T.
.T.
.T.

[576]
[576]
[576]
[576]
[576]
[576]
[576]
[576]
[576]

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

CTA
...
...
...
.G.
...
...
...
...

TTC
.C.
...
...
...
...
.C.
.C.
.C.

TCT
...
...
...
.T.
.TC
.T.
.T.
.T.

ACC
.T.
...
...
.T.
TAA
...
...
...

AAC
...
...
...
...
.GA
...
...
...

ATT
...
...
...
...
...
...
...
...

TAT
...
...
...
...
...
...
...
...

TT
..
..
..
..
..
..
..
..

9.

[599]
[599]
[599]
[599]
[599]
[599]
[599]
[599]
[599]

12

13

Lampiran 4 Spesiasi
A. Pengertian Spesiasi
Spesiasi adalah pembentukan suatu spesies baru.
B. Syarat terjadinya spesiasi
1. Adanya perubahan lingkungan
2. Adanya relung ekologi yang kosong
3. Adanya variasi dalam suatu spesies
C. Macam-macam spesiasi
1. Spesiasi Sympatrik
Spesiasi sympatrik yaitu suatu spesies terpisah menjadi dua spesies yang berbeda tanpa
terjadinya isolasi geografi. Spesiasi ini didasarkan pada dua postulat :
a. Terbentuknya populasi baru dari suatu spesies dalam
niche ekologi berbeda-beda di dalam domain normal dari
persilangan spesies orang tuanya,
b. Isolasi reproduksi populasi asal dari populasi baru
dibandingkan dengan individu-individu dari populasi
orang tua.
Dari kedua postulat tersebut aliran gen antara populasi turunan dengan populasi orang
tuanya dihambat oleh faktor intrinsik dan bukan oleh faktor ekstrinsik.
2. Spesiasi Allopatrik
Spesiasi allopatrik terjadi jika barrier terbentuk diantara variasi geografik yang bersifat
kontinue.
3. Spesiasi Parapatrik
Pada spesiasi parapatrik spesies baru berubah dari populasi “contiguous” namun
dipisahkan oleh zona hybrid yaitu daerah tempat terjadinya hibrid antara dua spesies yang
berbeda.