Keanekaragaman Jenis Paku Terestrial Di Kawasan Gunung Bunder Taman Nasional Gunung Halimun Salak (Tnghs) Bogor, Jawa Barat

KEANEKARAGAMAN JENIS PAKU TERESTRIAL DI
KAWASAN GUNUNG BUNDER TAMAN NASIONAL
GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) BOGOR, JAWA
BARAT

SALMAN ALGHIFARI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Keanekaragaman
Jenis Paku Terestrial di Kawasan Gunung Bunder Taman Nasional Gunung
Halimun Salak (TNGHS) Bogor, Jawa Barat” adalah karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang ditentukan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Salman Alghifari
NIM G34110062

ABSTRAK
SALMAN ALGHIFARI. Keanekaragaman Jenis Paku Terestrial di Kawasan
Gunung Bunder Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Bogor, Jawa
Barat. Dibimbing oleh TATIK CHIKMAWATI dan SULISTIJORINI.
Paku terestrial merupakan tumbuhan paku yang dapat tumbuh dan hidup di
atas tanah terutama di lingkungan yang lembab. Kawasan Gunung Bunder
memiliki kelembaban yang cukup tinggi, sehingga memungkinkan hidup jenis
tumbuhan paku terestrial yang beragam. Tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasi keanekaragaman jenis paku terestrial. Penelitian dilakukan di
jalur pendakian Kawah Ratu kawasan Gunung Bunder Taman Nasional Gunung
Halimun Salak (TNGHS) Bogor dengan mengumpulkan spesimen tumbuhan paku
terestrial. Ciri struktur vegetatif dan generatif diamati dan dicatat untuk
identifikasi dan menyusun kunci identifikasi. Tumbuhan paku terestrial di jalur

pendakian Kawah Ratu telah diidentifikasi sebanyak 26 spesies termasuk dalam
15 famili. Tumbuhan paku terestrial yang ditemukan memiliki habitus pohon atau
herba dengan tipe pertumbuhan menjalar atau tegak. Daun bervariasi dalam 5 tipe
yaitu tunggal, majemuk pinnate, bipinnate, tripinnate, atau dikotom. Permukaan
stipe dari daun berambut, gundul, atau bersisik. Ciri generatif yang diamati
menggunakan mikroskop bervariasi pada beberapa ciri yaitu lokasi sorus,
indusium, bentuk spora dan keberadaan perispor. Sorus dengan indusium
berbentuk lembaran, setengah lingkaran, atau ginjal, sedangkan sorus yang tidak
memiliki indusium berbentuk linear, bulat, atau bundar. Spora yang ditemukan
memiliki dua bentuk monolet dan trilet.
Kata kunci: ciri generatif, ciri vegetatif, kunci identifikasi, paku terestrial, spora.

ABSTRACT

SALMAN ALGHIFARI. Diversity of terrestrial fern in Gunung Bunder Taman
Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Bogor, West Java. Supervised by
TATIK CHIKMAWATI and SULISTIJORINI.
Terrestrial ferns grow and live on the ground, especially in a humid
environment. Mount Bunder area has a fairly high humidity. The purpose of this
study was to identify the diversity of terrestrial fern species in Mount Bunder. The

study was conducted on the hiking trail Kawah Ratu of Mount Bunder area in
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Bogor by collecting specimen
of terrestrial fern. The structure of vegetative and generative characters was
observed and recorded for identification and contructing an identification key.
There were 26 species belonged to 15 families found in Kawah Ratu haking trail.
Terrestrial ferns found in Mount Bunder have herbaceous or tree habitus with
spreading or erect growth type. They had five leaf types, simple, compound

pinnate, bipinnate, tripinnate, or dichotomous. The types of stipe surface are hairy,
glabrous, or scaly. Generative characters observed were varied in some characters:
sorus location, indusium shape, spore shape and the presence of perispor. Many
fern species have sorus protected by indusium, but other species were not. Sorus
with indusium have laminar, half a round, or kidney shape, while sorus without
indusium have linear, round, or globose shape. There are 2 spore types, monolet
and trilet.
Keyword: Generative characters, identification keys, spores, terrestrial fern,
vegetative characters.

KEANEKARAGAMAN JENIS PAKU TERESTRIAL DI
KAWASAN GUNUNG BUNDER TAMAN NASIONAL

GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) BOGOR, JAWA
BARAT

SALMAN ALGHIFARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana FMIPA
pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMIATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang

berjudul “Keanekaragaman Jenis Paku Terestrial di Kawasan Gunung Bunder
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Bogor, Jawa Barat, sebagai
salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Departemen Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Tatik Chikmawari, MSi dan Dr
Ir Sulistijorini, MSi selaku dosen pembimbing yang telah mendukung,
memotivasi, dan memberikan penulis pengarahan agar karya ilmiah ini dapat
diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada bapak Arif Budiman yang
telah membantu penulis dalam memverifikasi hasil identifikasi tumbuhan paku di
LIPI. Terima kasih juga kepada Dr Ir Aris Tjahjoleksono, DEA sebagai dosen
penguji skripsi yang telah menguji dan memberi saran sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Penulis berterimakasih kepada Laboratorium
Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor, dan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Alam (LIPI) atas fasilitas dan bantuannya.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua dan keluarga
atas doa dan kasih sayang serta memberikan dukungan secara moral dan material
sejak penulis memulai kuliah sampai selesai. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman kontrakan, Biologi48, anggota OWA, dan kakak-kakak di
Laboratorium Taksonomi Tumbuhan atas bantuannya. Penulis menyadari bahwa
masih banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini, sehingga penulis

mengharapkan kritik dan saran mengenai penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membaca dan
membutuhkan.

Bogor, Februari 2016
Salman Alghifari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xiv

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Prosedur Penelitian

2


Pengukuran Kondisi Lingkungan

2

Pengambilan Sampel

2

Pengamatan Struktur Reproduksi

3

Pembuatan Kunci Identifikasi

3

Pembuatan Deskripsi

3


HASIL DAN PEMBAHASAN

3

Paku Terestrial di Jalur Pendakian Kawah Ratu, Gunung Bunder, TNGHS,
Bogor

3

Persebaran Paku Terestrial di jalur pendakian Kawah Ratu, Gunung Bunder,
TNGHS, Bogor
5
Ciri Vegetatif Paku Terestrial di jalur pendakian Kawah Ratu, Gunung
Bunder, TNGHS, Bogor

6

Ciri Generatif Paku Terestrial di jalur pendakian Kawah Ratu, Gunung
Bunder, TNGHS, Bogor


8

Kunci Identifikasi Tumbuhan Paku Terestrial di jalur pendakian Kawah Ratu,
Gunung Bunder, TNGHS, Bogor
9
Deskripsi Tumbuhan Paku Terestrial di jalur pendakian Kawah Ratu,
Gunung Bunder, TNGHS, Bogor
SIMPULAN DAN SARAN

10
23

Simpulan

23

Saran

23


DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

26

DAFTAR TABEL
1 Data paku terestrial di jalur pendakian Kawah Ratu, Gunung Bunder, TNGHS,
Bogor
4
2 Rata-rata iklim mikro jalur pendakian Kawah Ratu, Gunung Bunder, TNGHS,
Bogor
5

DAFTAR GAMBAR
1 Spesies tumbuhan paku di habitat alami. (A) Cyathea squamulata pada
habitat terbuka, (B) Selaginella opaca pada pada habitat ternaungi.
2 Keaneakaragaman karakter vegetatif tumbuhan paku terestrial. (A) Habitus
Pohon, tipe pertumbuhan (B) menjalar, (C) Tegak, (D) frond tunggal,
(E) frond pinnate, (F) frond bipinnate, (G) frond tripinnate, (H) frond
dikotom, (I) stipe berambut, (J) stipe glabrous, (K) rambut, (L) sisik.
3 Variasi bentuk sorus yang memiliki indusium. (A) lembaran, (B) setengah
Lingkaran, (C) ginjal.
4 Variasi bentuk sorus tanpa indusium. (A) bentuk linear, (B) bentuk bulat,
(C) bentuk bundar.
5 Tipe spora. (A) monolet, (B) Trilet.
6 Dryopteris cochleata. (A) perawakan, (B) pinna dan pinnula.
7 Arachnioides hasseltii. (A) perawakan, (B) pinna dan pinnula, (C) rambut.
8 Deparia petersenii. (A) perawakan, (B) rambut, (C) sori, (D) spora.
9 Diplazium bantamanse. (A) Perawakan, (B) pinna.
10 Diplazium cordifolium. (A) perawakan, (B) pinna.
11 Blechnum Orientale. (A) Perawakan, (B) rambut, (C) sori, (D) spora.
12 Cyathea squamulata. (A) Perawakan, (B) rambut.
13 Dennstaedtia sp. (A) perawakan, (B) pinna dan pinnula, (C) rambut.
14 Histiopteris insica. (A) perawakan, (B) pinna dan pinnula.
15 Hypolepis alpino. (A) perawakan, (B) sori, (C) spora.
16 Hypolepis neocaledonia. (A) perawakan, (B) pinna dan pinnula.
17 Dicranopteris linearis. (A) perawakan, (B) rambut, (C) sori, (D) spora.
18 Perawakan Gleichenia Laevigata
19 Gleichenia longissoma. (A) perawakan, (B) stipula.
20 Lindsaea repens. (A) Perawakan, (B) pinna, (C) sori, (D) spora.
21 Nephrolepis bisserrata. (A) perawakan, (B) sisik, (C) hydatoda.
22 Nephrolepis cordifolia. (A) perawakan, (B) sisik, (C) sori, (D) spora.
23 Oleandra musifolia. (A) perawakan, (B) rambut.
24 Goniophlebium persicifolium. (A) perawakan, (B) rambut, (C) sorus, (D)
Spora.
25 Perawakan Pteris mertensoides
26 Perawakan Lygodium circinatum
27 Selaginella opaca. (A) perawakan, (B) permukaan abaksial.
28 Tectaria dissecta. (A) perawakan, (B) pinna, (C) rambut.

6

7
8
8
9
10
11
11
12
12
13
13
14
14
15
15
16
16
16
17
18
18
19
19
19
20
20
21

29 Amphineuron opulentum. (A) perawakan, (B) rambut, (C) sori, (D) spora. 21
30 Chistella dentata. (A) perawakan, (B) rambut, (C) spora.
22
31 Mesophlebion crossifolium. (A) perawakan, (B) rambut, (C) sori, (D) spora. 22

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di antara kelompok tumbuh-tumbuhan di hutan yang mempunyai
keanekaragaman yang cukup tinggi adalah tumbuhan paku-pakuan
(Pteridophyta). Indonesia memiliki lebih dari 4.000 spesies paku-pakuan (LBNLIPI 1980). Tumbuhan paku-pakuan memiliki peran yang sangat penting bagi
ekosistem hutan dan kehidupan manusia. Dalam ekosistem hutan, tumbuhan paku
berperan dalam pembentukan humus dan melindungi tanah dari erosi, sedangkan
dalam kehidupan manusia, tumbuhan paku-pakuan berpotensi sebagai bahan
untuk sayur-sayuran (Contoh: Marsilea crenata), kerajinan tangan (Contoh:
Lycopodium cernum), tanaman hias (Contoh: Asplenium nidus) maupun sebagai
bahan obat-obatan tradisional (Contoh: Selaginella) (Rismunandar dan Ekowati
1991).
Struktur tumbuhan paku dapat dibedakan dalam tiga bagian, yaitu akar,
batang, dan daun. Tumbuhan paku umumnya mempunyai akar adventif. Pada
paku pohon seperti Cyathea, akar ditemukan dekat dengan dasar batang, berfungsi
untuk kestabilan. Kelompok lain dari tumbuhan paku mempunyai akar berupa
benang yang tumbuh dari batang, misalnya Selaginella sp (Tjitrosoepomo 1991).
Batang tumbuhan paku membentuk cabang lateral atau bercabang menggarpu
(dikotom). Pada batang tumbuhan paku terdapat banyak daun yang dapat tumbuh
secara terus-menerus (Tjitrosoepomo 1991). Tumbuhan paku memiliki daun
tunggal atau daun majemuk. Pada permukaan bawah daun terdapat spora yang
terbentuk dalam sporangium dan kumpulan dari sporangium membentuk sorus
yang tumbuh teratur dalam barisan, menggerombol, atau menyebar (Sastrapradja
dan Afriastini 1985).
Persebaran paku sangat luas dan dapat ditemukan di pelbagai tempat.
Berdasarkan habitatnya, tumbuhan paku dibedakan dalam beberapa tipe yaitu
paku terestrial, epifit dan akuatik. Paku terestrial adalah tumbuhan paku yang
tumbuh dan hidup di atas tanah, paku epifit adalah tumbuhan paku yang
memanfaatkan pohon inang sebagai tempat hidupnya (Sujalu 2007), dan paku
akuatik adalah tumbuhan paku yang dapat hidup di dalam air. Umumnya di daerah
pegunungan, jumlah jenis paku lebih banyak dari pada di dataran rendah karena
kelembaban yang lebih tinggi dan banyak aliran air. Tumbuhan paku dapat
tumbuh pada semua zona iklim mulai dari daerah tropik hingga sub-tropik (Raven
et al. 1992).
Kekayaan tumbuhan paku di suatu daerah dipengaruhi oleh curah hujan
dan intensitas cahaya matahari. Kedua faktor tersebut menjadikan hutan hujan
tropis memiliki kekayaan spesies tumbuhan paku yang paling tinggi (Wee 2005).
Lingkungan hidup tumbuhan paku mencakup tanah, sinar matahari, hujan, angin,
dan perubahan suhu. Kondisi lingkungan hutan tertutup ditandai dengan
sedikitnya jumlah sinar matahari yang menembus kanopi hingga mencapai
permukaan tanah yang mengakibatkan kelembaban udara yang tinggi.
Gunung Bunder terletak di kaki Gunung Salak dan termasuk di dalam
kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) wilayah II Bogor
(Rahmawati 2014). Kawasan Gunung Bunder merupakan hutan produksi terbatas

2

dan hutan lindung yang dikelola oleh perhutani, dan sejak tahun 2003 fungsi
Gunung Bunder berubah menjadi hutan konservasi (TNGHS 2013). Ekosistem
hutan tropis kawasan Gunung Bunder dengan ketinggian 750 sampai 1050 meter
menyediakan habitat tumbuh bagi tumbuhan paku, seperti tepian sungai, habitat
terbuka dan ternaungi

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman jenis tumbuhan
paku terestrial di kawasan Hutan Gunung Bunder Bogor, Jawa Barat.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama lima bulan, mulai dari bulan Januari 2015
sampai Mei 2015. Eksplorasi dilakukan di kawasan Hutan Gunung Bunder Bogor.
Pembuatan herbarium dan pengamatan morfologi tumbuhan dilakukan di
laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi, Institut Pertanian
Bogor, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Prosedur Penelitian
Pengukuran Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan yang diamati saat pengambilan sampel adalah cahaya,
suhu udara, dan kelembaban udara dilakukan dengan selang jarak 50 meter dari
pintu masuk Kawah Ratu sampai kawasan Kawah Ratu. Iklim mikro diukur pada
jam 09.00-12.00 WIB, pengukuran dilakukan sebanyak empat ulangan selama
satu bulan.
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel paku terestrial dilakukan dengan menggunakan
metode jelajah (Cruise method), yaitu dengan menjelajahi setiap sudut lokasi yang
dapat mewakili tipe-tipe ekosistem ataupun vegetasi di kawasan yang diteliti
(Hartini 2011). Jalur yang dilalui untuk pengambilan sampel dimulai dari pintu
masuk Kawah Ratu (HM 82-HM 86) sampai ke kawasan Kawah Ratu (HM 52HM 56) sejauh 3.400 meter. Setiap menemukan satu spesies tanaman paku
diambil tiga duplikat. Bagian tumbuhan yang diambil adalah bagian tumbuhan
yang telah memiliki spora agar mempermudah proses identifikasi. Paku terestrial
yang ditemukan dibuat herbarium untuk keperluan identifikasi. Sampel paku
terestrial yang dikoleksi dibersihkan dan disemprot dengan alkohol 70%.

3

Selanjutnya sampel disusun dalam sasag dan dikeringkan menggunakan oven
pada suhu 50°C-60°C selama dua hingga tiga hari. Sampel yang sudah kering
ditempel pada kertas karton putih dan diberi label.
Pengamatan Struktur Reproduksi
Pengamatan struktur reproduksi paku terestrial dilakukan terhadap daun
fertil. Dari lapangan daun fertil disimpan dalam plastik sampel yang berisi koran
lembap agar sporangium tidak pecah. Satu sporangium diambil di bawah
mikroskop stereo menggunakan jarum, kemudian sporangium diletakkan di atas
kaca objek yang telah ditetesi gliserin sebanyak 2 tetes. Kaca objek ditutup
menggunakan kaca penutup, kemudian kaca penutup diketuk-ketuk agar
sporangium pecah. Selanjutnya spora diamati menggunakan mikroskop majemuk,
kemudian kaca penutup direkatkan menggunakan kutek. Spora yang ditemukan
difoto menggunakan Optilab dan ukuran spora diukur menggunakan software
ImageRaster.
Pembuatan Kunci Identifikasi
Identifikasi paku dilakukan menggunakan buku identifikasi tumbuhan
paku, seperti Fern of Malaysia in Color (Piggott 1998), Jenis Paku Indonesia
(Sastrapraja 1979), dan Ferns of Queensland (Andrews 1990). Hasil identifikasi
diverifikasi dengan mencocokkan dengan koleksi herbarium tumbuhan paku di
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Data mengenai keragaman
tumbuhan paku disusun menjadi deskripsi singkat untuk setiap spesiesnya, dan
dibuat kunci identifikasi bentuk dikotom. Kunci identifikasi dibuat dengan cara
menyusun ciri-ciri dalam matrik, kemudian dibuat kunci identifikasi bentuk
sejajar.
Pembuatan Deskripsi
Deskripsi dibuat dengan cara mengamati dan mencatat ciri vegetatif dan
generatif. Ciri struktur vegetatif yang diamati meliputi habitus, arah pertumbuhan,
ukuran daun (mikrofil dan megafil), tipe daun, permukaan stipe dan rachis
(Gambar 2). Ciri struktur generatif diamati menggunakan mikroskop cahaya, dan
ciri yang diamati adalah lokasi sori, tipe indusium, bentuk spora, dan keberadaan
perispor. Penulisan deskripsi disusun secara berurutan mulai dari frond, stipe,
bangun lamina, sorus, dan spora mengikuti Tjitrosoepomo (1998).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Paku Terestrial di Jalur Pendakian Kawah Ratu, Gunung Bunder, TNGHS,
Bogor
Paku terestrial di jalur pendakian Kawah Ratu ditemukan sebanyak 26
spesies yang termasuk ke dalam 15 famili (Tabel 1). Famili yang spesiesnya
paling banyak ditemukan adalah Denstaedtiaceae sebanyak 4 spesies.

4

Tabel 1 Data paku terestrial di jalur pendakian Kawah Ratu, Gunung Bunder,
TNGHS, Bogor
Famili
Genus
Nomor Spesies
Koleksi
Aspidiaceae
Arachnioides
SL003 Arachnioides hasseltii
Dryopteris
SL021 Dryopteris cochleata C.Chr
Athyriaceae
Deparia
SL014 Deparia petersenii (Kunzu)
M.Kato
Diplazium
SL026 Diplazium bantamanse Bl.
Diplazium
SL006 Diplazium cordifolium BI.
Blechnaceae
Blechnum
SL022 Blechnum orientale L.
Cyatheaceae
Cyathea
SL009 Cyathea squamulata (BI.)
Copel
Dennstaedtiaceae Dennstaedtia
SL013 Dennstaedtia sp.
Histiopteris
SL001 Histiopteris insica J.Sm.
Hypolepis
SL016 Hypolepis alpino
Hypolepis
SL023 Hypolepis neocaledonia
Gleicheniaceae
Dicranopteris
SL015 Dicranopteris linearis (Burm.)
Gleichenia
SL028 Gleichenia laevigata Hook.
Gleichenia
SL018 Gleichenia longissima BI.
Lindsaeaceae
Lindsaea
SL011 Lindsaea repens (Bory) THw.
Nephrolepidaceae Nephrolepis
SL012 Nephrolepis bisserrata
Nephrolepis
SL025 Nephrolepis cordifolia Pr.
Oleandraceae
Oleandra
SL002 Oleandra musifolia
Polypodiaceae
Goniophlebium SL004 Goniophlebium persicifolium
(Desv.) Bedd.
Pteridaceae
Pteris
SL008 Pteris mertensioides
Schizaeceae
Lygodium
SL007 Lygodium circinnatum
Selaginellaceae
Selaginella
SL029 Selaginella opaca Warb.
Tectariaceae
Tectaria
SL027 Tectaria dissecta Ching.
Thelypteridaceae Amphineuron
SL010 Amphineuron opulentum
(Koulf.) Holtt.
Christella
SL024 Christella dentata (Forks)
Mesophlebion
SL019 Mesophlebion crossifolium

5

Persebaran Paku Terestrial di Jalur Pendakian Kawah Ratu, Gunung
Bunder, TNGHS, Bogor
Keberadaan tumbuhan paku di suatu tempat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, yang meliputi faktor biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang
mempengaruhi pertumbuhan paku adalah kompetisi antara tumbuhan paku itu
sendiri untuk mendapatkan makanan atau tempat hidupnya. Faktor-faktor abiotik
yang mempengaruhi tumbuhan paku adalah iklim (suhu udara, kelembaban udara,
intensitas cahaya), tanah dan kondisi fisik lingkungan lainnya (Katili 2014).
Paku terestrial yang ditemukan di jalur pendakian Kawah Ratu tersebar di
sepanjang jalur pendakian. Jalur pendakian Kawah Ratu memiliki suhu udara,
intensitas cahaya dan kelembaban udara yang cukup bervariasi. Kisaran suhu
udara yang paling besar terdapat pada lokasi HM (hekto meter) 82-86, intensitas
cahaya terbesar pada HM 72-76, dan kelembaban yang paling besar terdapat pada
lokasi HM 82-86 (Tabel 2). Perbedaan variasi harian iklim mikro ini disebabkan
karena perubahan cuaca pada daerah ini terjadi cukup cepat, seperti pada jam
09.00 intensitas cahaya tinggi, tetapi pada jam 12.00 cuaca berubah menjadi
berawan sehingga intensitas cahaya menjadi rendah.
Tabel 2 Rata-rata iklim mikro di jalur pendakian Kawah Ratu, Gunung Bunder,
TNGHS, Bogor
NO Lokasi
Suhu
Intensitas
Kelembaban Ciri habitat Jumlah
Udara
cahaya
(%Rh)
spesies
(°C)
(lux)
1
HM 52- 24,11333061,3-83,6
Terbuka
4
HM 56
27,8
16870
2
HM 57- 23,31117067,8-85,1
Ternaungi
2
HM 61
27,6
16300
3
HM 62- 23,0999068,5-87,9
Terbuka
2
HM 66
26,7
19190
4
HM 67- 23,51112064,0-87,2
Terbuka
5
HM 71
27,9
16880
5
HM 72- 23,4608073,7-88,5
Terbuka
6
HM 76
26,1
20220
6
HM 77- 23,91211068,9-90,2
Ternaungi
8
HM 81
26,5
19460
7
HM 82- 25,01313062,2-86,1
Terbuka
12
HM 86
29,4
20240
Keterangan: iklim mikro diukur pada jam 09.00-12.00 WIB, pengukuran dilakukan pada bulan
Mei 2015

Dari seluruh lokasi pengambilan sampel, terdapat lima lokasi dengan
habitat terbuka, dan dua lokasi dengan habitat ternaungi. Tumbuhan paku
terestrial di jalur pendakian Kawah Ratu paling banyak ditemukan di habitat
terbuka. Pada habitat terbuka, lokasi yang paling tinggi keanekaragaman jenisnya
adalah lokasi HM 82- 86 sebanyak 12 spesies yang terletak pada pintu masuk

6

kawasan Kawah Ratu. Pada habitat ternaungi, lokasi yang paling tinggi
keanekaragaman jenisnya adalah lokasi HM 77- 81 sebanyak 8 spesies.
Lokasi dengan habitat terbuka banyak ditumbuhi oleh tumbuhan paku
dengan perawakan yang relatif rendah, seperti Selaginella opaca. Pada lokasi HM
52- 56 yang terletak pada kawasan Kawah Ratu ditemukan sebanyak 4 spesies.
Dua spesies tumbuhan paku terestrial yang tumbuh di lokasi ini tidak ditemukan
di lokasi lain, yaitu Oleandra musifolia, dan Arachnioides haseltii. Lokasi dengan
habitat ternaungi ditemukan tumbuhan paku terestrial dengan frond yang
berukuran besar, seperti Dicranopteris linearis (Lampiran 1).
Tiga spesies tumbuhan paku terestrial yang dapat ditemukan hampir di
seluruh jalur pendakian Kawah Ratu, yaitu Pteris mertensoides, Lindsaea repens,
dan Christella dentata. Ketiga spesies tumbuhan paku dapat tumbuh baik pada
habitat terbuka maupun ternaungi (Lampiran 1).

A

B

Gambar 1 Spesies tumbuhan paku di habitat alami. (A) Cyathea squamulata pada
habitat terbuka, (B) Selaginella opaca pada pada habitat ternaungi.
Ciri Vegetatif Paku Terestrial di Jalur Pendakian Kawah Ratu, Gunung
Bunder, TNGHS, Bogor
Bentuk tumbuhan paku bermacam-macam (heterogen), baik ditinjau dari
habitus maupun cara hidupnya. Sebagian tumbuhan paku berukuran sangat kecil
dengan daun-daun yang kecil, namun ada pula tumbuhan paku berukuran yang
besar dengan panjang daun dapat mencapai 2 m (Kinho 2009). Paku yang
ditemukan di jalur pendakian Kawah Ratu bervariasi ukuran daunnya, yaitu daun
kecil (mikrofil) sebanyak 1 famili dan daun besar (makrofil) sebanyak 14 famili.
Paku terestrial di jalur pendakian Kawah Ratu yang berdaun kecil termasuk ke
dalam famili Selaginellaceae. Famili ini memiliki tiga macam daun kecil, yaitu
lateral, median, dan aksilar.
Paku terestrial di jalur pendakian Kawah Ratu yang berdaun besar
bervariasi dalam karakter vegetatif. Ukuran frond beragam dari 10,5 cm hingga
2.500 cm. Karakter frond dapat digunakan sebagai pembeda antar spesies dalam
identifikasi paku. Frond terdiri dari stipe dan lamina. Stipe bervariasi dalam
ukuran panjang dan tipe permukaannya. Bentuk lamina bervariasi yaitu tunggal,
majemuk pinnate, majemuk bipinnate, dan majemuk tripinnate. Ciri vegetatif
paku terestrial yang ditemukan dapat dibedakan berdasarkan habitusnya, yaitu
pohon (Cyatheaceae) dan herba (Contoh: Selaginellaceae). Tipe pertumbuhan
dapat dibedakan menjadi menjalar (Selaginellaceae) (purnawati et al. 2014), dan
Tegak (Gleicheniaceae). Permukaan stipe bervariasi dalam 3 sifat ciri yaitu
berambut, gundul, atau berisik (Gambar 2).

7

Setiap famili memiliki karakter khas yang dapat dibedakan dengan famili
lain, misalnya Selaginellaceae memiliki daun lateral dan median. Gleicheniaceae
memiliki frond tegak, dan pinna yang bercabang dikotom. Schizaeceae memiliki
habitus kecil yaitu tinggi 7 cm. Genus dalam satu famili juga dapat dibedakan
berdasarkan ada tidaknya rambut pada stipe, misalnya Deparia dan Diplazium
pada famili Athyriaceae, atau Amphineuron dan Christella pada famili
Thelypteridaceae. Deparia dan Amphineuron memiliki rambut pada permukaan
stipe, sedangkan Diplazium dan Christella tidak memiliki rambut.

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

Gambar 2 Keanekaragaman karakter vegetatif tumbuhan paku terestrial.
(A) Habitus pohon, (B) pertumbuhan menjalar, (C) pertumbuhan
Tegak, (D) frond tunggal, (E) frond pinnate, (F) frond bipinnate, (G)
frond tripinnate, (H) frond dikotom, (I) stipe berambut, (J) stipe
glabrous, (K) rambut, (L) sisik.

8

Ciri Generatif Paku Terestrial di Jalur Pendakian Kawah Ratu, Gunung
Bunder, TNGHS, Bogor
Ciri generatif tumbuhan paku yang diamati adalah spora yang terdapat
pada pinna fertil. Spora dibentuk dalam sporangium, biasanya sporangium
tumbuhan berkumpul membentuk sorus dan dilindungi oleh indusium. Antar
spesies tumbuhan paku dapat dibedakan dalam beberapa ciri generatif yaitu letak
sorus pada daun, bentuk sorus, dan keberadaan pelindung (indusium) (Holttum
1966).
Dalam penelitian ini, antara famili dapat dibedakan berdasarkan beberapa
ciri yaitu letak sorus, bentuk spora, ada tidaknya perispor, dan warna spora. Letak
sorus bervariasi dalam 4 sifat ciri, yaitu menempel pada bagian tepi abaksial pinna
(Blechnum orientale), menempel pada bagian tepi abaksial dekat costule (Deparia
petersenii), menempel pada lobus (Lindsaea repens), dan menempel pada tulang
daun sekunder (Amphineuron opulentum). Antara genus dalam satu famili dapat
dibedakan berdasarkan ciri ada tidaknya indusium dan bentuk indusium. Sorus
yang memiliki indusium bervariasi dalam 2 ciri, yaitu memiliki indusium sejati
dan tidak memiliki indusium. Tiga bentuk indusium yang ditemukan yaitu,
lingkaran, setengah lingkaran dan ginjal, sedangkan tiga bentuk sorus yang tidak
memiliki indusium yaitu, bentuk linear, bulat, dan budar (Gambar 3,4). Antar
spesies dalam satu genus dapat dibedakan berdasarkan bentuk spora, warna dan
perispor. Bentuk spora dibedakan menjadi monolet dan trilet, seperti spora
monolet pada Deparia petersenii dan spora trilet pada Lindsaea repens (Gambar
5).

A
B
C
Gambar 3 Variasi bentuk sorus yang memiliki indusium. (A) lembaran, (B)
setengah lingkaran, (C) ginjal.

A
B
C
Gambar 4 Variasi bentuk sorus tanpa indusium. (A) linear, (B) bulat, (C) bundar.

9

A

B

Gambar 5 Tipe spora. (A) monolet, (B) Trilet.
Kunci Identifikasi Tumbuhan Paku Terestrial di Jalur Pendakian Kawah
Ratu, Gunung Bunder, TNGHS, Bogor
1

a Memiliki daun lateral dan daun median, mikrofil ......... Selaginellaceae
b Tidak memiliki daun lateral dan daun median, megafil 2

2

a Frond tunggal ................................................................ Oleandraceae
b Frond majemuk pinnate, bipinnate, tripinnate .............. 3

3

a Panjang frond lebih besar dari 1 m .............................. .. 4
b Panjang frond mencapai 1m .......................................... 7

4

a Percabangan pinna dikotom .......................................... Gleicheniaceae
b Percabangan pinna alternate-opposite ........................... 5

5

a Pertulangan daun pada pinna dikotom .......................... Cyatheaceae
b Pertulangan daun pada pinna menyirip ......................... 6

6

a Bangun lamina memanjang ........................................... Dennstaedtiaceae
b Bangun lamina segitiga ................................................. Pteridaceae

7

a Stipe dan rachis bersisik ................................................ Nephrolepidaceae
b Stipe dan rachis gundul ................................................. 8

8

a Stipe tidak beralur ......................................................... Polypodiaceae
b Stipe beralur .................................................................. 9

9

a Rachis beralur dalam ..................................................... Athyriaceae
b Rachis beralur dangkal .................................................. 10

10 a Bangun lamina segitiga ................................................. 11
b Bangun lamina memanjang ........................................... 12
11 a Pangkal pinna menyatu (pinnatifid) .............................. Aspidiaceae
b Pangkal pinna tidak menyatu ........................................ Thelypteridaceae
12 a Pangkal pinna acute, merambat ..................................... Schizaeaceae
b Pangkal pinna entire-truncate, tegak ............................. 13

10

13 a Permukaan adaksial pinna pilose ................................... Tectariaceae
b Permukaan adaksial pinna glabrous .............................. 14
14 a Sori linear, spora trilet, tidak dilindungi oleh perispor .. Lindsaeaceae
b Sori bulat, spora monolet, dilindungi oleh perispor ...... Blechnaceae
Deskripsi Tumbuhan Paku Terestrial di Jalur Pendakian Kawah Ratu,
Gunung Bunder, TNGHS, Bogor
Deskripsi tumbuhan paku terestrial yang ditemukan di jalur pendakian
kawah ratu sebagai berikut:
Aspidiaceae
Frond majemuk, tripinnate, panjang mencapai 30 cm. Bangun lamina
segitiga; stipe beralur dangkal; rachis beralur dangkal dan sempit hingga bagian
apikal. Pinna pinnatifid, pangkal oblique, ujung acute, pertulangan menyirip,
permukaan abaksial dan adaksial glabrous.
1

a stipe dan rachis coklat kehitaman, tepi pinna serrate............... D. cochleata
b stipe dan rachis kuning kecoklatan, tepi pinna crenate............ A. hesseltii

Dryopteris cochleata C.Chr (Andrews 1990: 26) (Gambar 6)
Frond majemuk, tripinnate, panjang mencapai 30 cm. Bangun lamina
segitiga; stipe beralur dangkal, coklat kehitaman; rachis beralur dangkal dan
sempit hingga bagian apikal, coklat kehitaman; pinna pinnatifid, alternate; pinnula
oblong, pangkal oblique, ujung acute, tepi serrate, pertulangan menyirip,
permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

A

B

Gambar 6 Dryopteris cochleata. (A) perawakan, (B) pinna dan pinnula.
Arachnioides hasseltii (Andrews 1990: 20) (Gambar 7)
Frond majemuk, tripinnate, panjang mencapai 30 cm. Bangun lamina
segitiga; stipe beralur dangkal dan sempit di bagian atas, kuning kecoklatan,
berambut; rachis beralur dangkal dan sempit hingga bagian apikal, kuning
kecoklatan, glabrous; pinna apikal pinnatifid; pangkal oblique, ujung acute, tepi
crenate, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

11

B

A

C

Gambar 7 Arachnioides hasseltii. (A) perawakan, (B) pinna dan pinnula,
(C) rambut.
Athyriaceae
Frond majemuk; stipe beralur dalam; rachis beralur dalam, coklat,
glabrous; pertulangan menyirip.
a Bangun lamina membundar..................................................... D. bantamanse
b Bangun lamina segitiga............................................................. 2
2 a Pinna pinnatifid, permukaan adaksial pinna pilose................... D. petersenii
b Pinna linear, permukaan adaksial pinna glabrous..................... D. cordifolium

1

Deparia petersenii (Kunzu) M.Kato (Andrews 1990: 389) (Gambar 8)
Frond majemuk, bipinnate, panjang mencapai 35 cm. Bangun lamina
segitiga; stipe beralur dalam, coklat, berambut; rachis beralur dalam dan sempit di
bagian apikal, coklat, glabrous; pinna pinnatifid; pangkal truncate, ujung acute,
tepi crenate, pertulangan menyirip, permukaan abaksial glabrous dan adaksial
pilose. Pinna fertil dan steril memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Sori linear,
menempel pada bagian abaksial dekat costule, dilindungi oleh indusium sejati,
bentuk setengah lingkaran. Spora monolet, coklat, tidak dilapisi oleh perispor.

A

B

C

D

Gambar 8 Deparia petersenii. (A) perawakan, (B) rambut, (C) sori, (D) spora.

12

Diplazium bantamanse (Piggott 1988: 305) (Gambar 9)
Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 13 cm. Bangun lamina
membundar; stipe beralur dalam, coklat kehitaman, glabrous; rachis beralur
dalam, coklat, glabrous; pinna linear; pangkal oblique, ujung acuminate, tepi
entire, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

A

B

Gambar 9 Diplazium bantamanse. (A) Perawakan, (B) pinna.
Diplazium cordifolium (Piggott 1988: 293) (Gambar 10)
Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 18 cm. Bangun lamina
segitiga, stipe beralur dalam, coklat, glabrous; rachis berlaur dalam, coklat,
glabrous; pinna lanset, pangkal truncate, ujung acute, tepi entire, pertulangan
dikotom, permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

A

B

Gambar 10 Diplazium cordifolium. (A) perawakan, (B) pinna.
Blechnaceae
Blechnum orientale L. (Piggott 1988: 400) (Gambar 11)
Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 25 cm. Bangun lamina
memanjang; stipe beralur dangkal, kuning kecoklatan; rachis beralur dangkal dan
sempit di bagian apikal, kuning kecoklatan, berambut; pinna linear, pangkal
truncate, ujung acuminate, tepi entire, pertulangan menyirip, permukaan abaksial
dan adaksial glabrous. Pinna fertil dan steril dengan bentuk sama. Sori bulat,
bergerombol, menempel pada bagian tepi abaksial pinna, tidak dilindungi oleh
indusium. Spora monolet, putih, dilindungi oleh perispor.

13

A

B

C

D

As cacvds vkmvkvqemvkewmvwemvew

Gambar 11 Blechnum Orientale. (A) Perawakan, (B) rambut, (C) sori, (D) spora.
Cyatheaceae
Cyathea squamulata (BI.) Copel (piggot 1988: 102) (Gambar 12)
Pohon. Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 1,5 m, stipe coklat
kehitaman, pangkal berambut, berwarna perak, rachis coklat, berambut. Pinna
alternate, pinnatifid; pangkal truncate, ujung rounded, tepi entire, pertulangan
daun dikotom, permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

A

B

Gambar 12 Cyathea squamulata. (A) perawakan, (B) rambut.
Dennstaedtiaceae
Frond majemuk. Bangun lamina segitiga; pertulangan menyirip.
1

a Frond majemuk bipinnate............................................. 2
b Frond majemuk tripinnate............................................. 3
2 a Pinnula elliptical, ujung obtuse, tepi serrate................. Dennstaedtia Sp.
b Pinnula oblong, ujung rounded, tepi entire................... H.insica
3 a Rachis glabrous, tepi pinna entire................................. H. alpino
b Rachis pilose, tepi pinna crenate................................... H. neocaledonia
Dennstaedtia Sp. (Gambar 13)
Frond majemuk, bipinnate, panjang mencapai 1,2 m. Bangun lamina
segitiga; stipe silindris, coklat kehitaman, berambut; rachis silindris dan beralur
dangkal, coklat kehitaman, pilose; pinna opposite, pinnatifid; pinnula elliptical,
pangkal rounded, ujung obtuse, tepi serrate, pertulangan menyirip, permukaan
abaksial dan adaksial glabrous.

14

B

A

C

Gambar 13 Dennstaedtia sp. (A) Perawakan, (B) pinna dan pinnula, (C) rambut.
Histiopteris insica J.Sm. (Andrews 1990: 123) (Gambar 14)
Frond majemuk, bipinnate, panjang mencapai 1 m. Bangun lamina
segitiga; stipe persegi, mengkilap, hijau pucat; pinna opposite, pinnatifid; pinnula
oblong, pangkal rounded, ujung rounded, tepi entire, pertulangan menyirip,
permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

A

B

Gambar 14 Histiopteris insica. (A) perawakan, (B) pinna dan pinnula.
Hypolepis alpino (Andrews 1990: 126) (Gambar 15)
Frond majemuk, tripinnate, panjang mencapai 1,3 m. Bangun lamina
segitiga; stipe kuning kecoklatan; rachis beralur dangkal dan sempit hingga bagian
apikal, kuning kecoklatan, glabrous; pinna apikal pinnatifid, alternate; pinnula
oblong, pangkal truncate, ujung rounded, tepi entire, pertulangan menyirip,
permukaan abaksial dan adaksial glabrous. Sori menempel pada bagian abaksial
dekat costule, dilindungi oleh indusium bentuk lingkaran. Spora monolet, dilapisi
perispor.

15

B

A

C

Gambar 15 Hypolepis alpino. (A) perawakan, (B) sori, (C) spora.
Hypolepis neocaledonia (Andrews 1990: 128) (Gambar 16)
Frond majemuk, tripinnate, panjang mencapai 120 cm. Bangun lamina
segitiga; stipe coklat kehitaman; rachis beralur dangkal dan sempit hingga bagian
apikal, kuning kecoklatan, pilose; pinna apikal pinnatifid, alternate; pinnula
oblong, pangkal truncate, ujung rounded, tepi crenate, pertulangan menyirip,
permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

A

B

Gambar 16 Hypolepis neocaledonia. (A) perawakan, (B) pinna dan
pinnula.
Gleicheniaceae
Frond tegak, tinggi mencapai 1,5 m; stipe dan rachis kuning kecoklatan;
pinnatifid, pangkal percabangan dilindungi oleh stipula; pangkal truncate, tepi
entire.
a Permukaan abaksial pilose........................................................ D. linearis
b Permukaan abaksial glabrous.................................................... 2
2 a Ujung pinna emarginate, pertulangan bercabang dikotom....... G. leavigata
b Ujung pinna acute, pertulangan menyirip................................. G. longissima

1

Dicranopteris linearis (Burm.) Clarke. (Piggott 1988: 55) (Gambar 17)
Frond tegak, bercabang dikotom beberapa kali, tinggi mencapai 1,5 m;
stipe dan rachis kuning kecoklatan, pinna, pinnatifid, pangkal percabangan
dilindungi oleh 2 helai stipula; pinnula oblong, pangkal truncate, ujung
emarginate, tepi entire, pertulangan dikotom, permukaan abaksial pilose, adaksial
glabrous; pinna fertil dan steril memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Sori
melekat pada cabang tulang daun dekat costule bagian abaksial, tersusun atas 6-13

16

sporangia per sorus, tidak dilindungi indusium. Spora monolet, berwarna putih,
tidak dilapisi perispor.

A

B

C

D

Gambar 17 Dicranopteris linearis. (A) perawakan, (B) rambut, (C) sori,
(D) spora.
Gleichenia laevigata Hook. (Piggott 1988: 51) (Gambar 18)
Frond tegak, dikotom beberapa kali, tinggi mencapai 1,5 m; stipe dan
rachis kuning kecoklatan, kedua sisi rachis terdapat pinna mulai cabang kedua;
pinna pinnatifid, pangkal percabangan dilindungi oleh stipula; oblong, pangkal
truncate, ujung emarginate, tepi entire, pertulangan bercabang dikotom,
permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

Gambar 18 Perawakan Gleichenia Laevigata
Gleichenia longissima BI. (Pinggott 1988: 48) (Gambar 19)
Frond tegak, bercabang dikotom satu kali, tinggi mencapai 1,5 m; stipe
dan rachis kuning kecoklatan; pinnatifid, pangkal percabangan dilindungi oleh
stipula; pinnula conical, pangkal truncate, ujung acute, tepi entire, pertulangan
menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous.

A

B

Gambar 19 Gleichenia longissoma. (A) perawakan, (B) stipula.

17

Lindsaeaceae
Lindsaea repens (Bory) THw. (Piggott 1988: 251) (Gambar 20)
Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 50 cm. Bangun lamina
memanjang; stipe persegi beralur dangkal, kuning kecoklatan; rachis persegi
beralur dangkal, kuning kecoklatan; pinna alternate, pangkal entire, ujung obtuse,
tepi berlobus kecil, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial
glabrous, pinna fertil dan steril memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Sori linear
pada lobus, bentuk bulat dilindungi indusium berbentuk lembaran. Spora trilet,
kuning kecoklatan, tidak dilapisi perispor.

A

B

C

D

Gambar 20 Lindsaea repens. (A) Perawakan, (B) pinna, (C) sori, (D) spora.
Nephrolepidaceae
Frond majemuk, pinnate; bersisik; pinna alternate; ujung acuminate, tepi
crenate, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous.
1

a Bangun lamina segitiga, pangkal pinna oblique...................... N. bisserrata
b Bangun lamina memanjang, pangkal pinna truncate............... N. cordifolia

Nephrolepis bisserrata (Piggott 1988: 377) (Gambar 21)
Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 1 m. Bangun lamina segitiga;
stipe dan rachis kuning kecoklatan, bersisik; pinna alternate, pangkal oblique,
ujung acuminate, tepi crenate, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan
adaksial glabrous. Hydatoda pada ujung costa.

18

B

A

C

Gambar 21 Nephrolepis bisserrata. (A) perawakan, (B) sisik, (C) hydatoda.
Nephrolepis cordifolia Pr. (Piggott 1988: 375) (Gambar 22)
Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 42 cm. Bangun lamina
memanjang; stipe dan rachis coklat, bersisik; pinna alternate; pangkal truncate,
ujung acuminate, tepi crenate, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan
adaksial glabrous. Sori menempel pada bagian tepi abaksial. Spora monolet,
kuning, tidak dilindungi perispor.

A

B

C

D

Gambar 22 Nephrolepis cordifolia. (A) perawakan, (B) sisik, (C) sori, (D) spora.
Oleandraceae
Oleandra musifolia (Piggot 1988: 383) (Gambar 23)
Frond tunggal, panjang mencapai 10,5 cm. Bangun lamina lanset
memanjang; stipe coklat, berambut; pinna equitant, pangkal acute, ujung
acuminate, tepi entire, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial
glabrous.

19

A

B

Gambar 23 Oleandra musifolia. (A) perawakan, (B) rambut.
Polypodiaceae
Goniophlebium persicifolium (Desv.) Bedd (Piggott 1988: 155) (Gambar 24)
Frond majemuk, pinnate, berambut, panjang mencapai 1 m. Bangun
lamina memanjang; stipe silindris, kuning kecoklatan; rachis silindris, kuning
kecoklatan; pinna fertil dan steril memiliki bentuk dan ukuran yang sama,
alternate, pangkal acuminate, ujung acuminate, tepi serrate, pertulangan menyirip,
pemukaan abaksial dan adaksial glabrous. Sori menempel pada tulang daun
sekunder, tidak dilindungi indusium. Spora monolet, berwarna kuning, dilindungi
oleh perispor.

A

B

C

D

Gambar 24 Goniophlebium persicifolium. (A) perawakan, (B) rambut, (C) sorus,
(D) spora.
Pteridaceae
Pteris mertensoides Willd. (Piggott 1988: 227) (Gambar 25)
Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 2m. Lamina memanjang;
stipe persegi dan beralur dangkal, kuning kecoklatan; rachis beralur dangkal dan
sempit hingga bagian apikal, kuning kecoklatan; pinna alternate, pinnatifid,
pangkal truncate, ujung acute, tepi entire, pertulangan menyirip, permukaan
abaksial dan adaksial glabrous.

Gambar 25 Perawakan Pteris mertensoides

20

Schizaeceae
Lygodium circinnatum (Burm.) Sw. (Piggott 1988: 38) (Gambar 26)
Tanaman menjalar. Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 7 cm.
Bangun lamina memanjang; stipe dan rachis persegi beralur dangkal, kuning
kecoklatan; pinna opposite, bercabang 2-3; pinna lanset, pangkal acute, ujung
acute, tepi crenate, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial
glabrous.

Gambar 26 Perawakan Lygodium circinatum
Selaginellaceae
Selaginella opaca (Andrews 1990: 325) (Gambar 27)
Rhizome menjalar mencapai 20 cm. Perawakan menjalar. Percabangan
batang dikotom. Daun lateral bentuk lanset, pangkal truncate, ujung acute, tepi
entire; daun median bentuk ovate, pangkal truncate, ujung acuminate, tepi serrate.
Spora tidak ditemukan.

A

B

Gambar 27 Selaginella opaca. (A) perawakan, (B) permukaan abaksial daun.
Tectariaceae
Tectaria dissecta Ching. (Andrews 1990: 46) (Gambar 28)
Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 32 cm. Bangun lamina
memanjang, stipe persegi beralur dangkal, hijau kecoklatan, berambut; rachis
beralur dangkal dan sempit hingga bagian apikal, hijau kecoklatan; pinna
alternate; pangkal truncate, ujung acuminate, tepi crenate, pertulangan menyirip,
permukaan abaksial glabrous, adaksial pilose. Spora tidak ditemukan.

21

B

A

C

Gambar 28 Tectaria dissecta. (A) perawakan, (B) pinna, (C) rambut.
Thelypteridaceae
Frond majemuk, pinnate, bangun lamina segitiga; stipe beralur dangkal.
a Tepi pinna serrate.......................................................... M. crassifolium
b Tepi pinna crenate......................................................... 2
2 a Permukaan adaksial glabrous........................................ C. dentata
b Permukaan adaksial stigrose......................................... A. opulentum

1

Amphineuron opulentum (Koulf.) Holtt. (Andrews 1990: 351) (Gambar 29)
Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 30,5 cm. Bangun lamina
segitiga; stipe beralur dangkal, hijau kecoklatan, berambut; rachis beralur dangkal,
sempit pada bagian apikal; pinna alternate, pangkal truncate, ujung acuminate,
tepi crenate, pertulangan menyirip, permukaan abaksial glabrous, adaksial
stigrose. Sori menempel pada bagian abaksial di dekat tulang daun sekunder,
bulat, dilindungi oleh indusium. Spora monolet, putih, tidak dilindungi oleh
perispor.

A

B

C

D

Gambar 29 Amphineuron opulentum. (A) perawakan, (B) rambut, (C) sori,
(D) spora.

22

Christella dentata (Andrews 1990: 354) (Gambar 30)
Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 46 cm. Bangun lamina
segitiga; stipe silindris, beralur dangkal, hijau kecoklatan; rachis silindris, beralur
dangkal, hijau kecoklatan; pinna alternate, pinnatifid, pangkal truncate, ujung
acuminate, tepi crenate, pertulangan menyirip, permukaan abaksial dan adaksial
glabrous. Pinna fertil dan steril dengan bentuk dan ukuran sama. Sori menempel
pada ujung pinnula bagian abaksial, bulat, dilindungi indusium. Spora monolet,
coklat, tidak dilindungi oleh perispor.

B

A

C

Gambar 30 Christella dentate. (A) perawakan, (B) sori, (C) spora.
Mesophlebion crassifolium (Piggott 1998: 190) (Gambar 31)
Frond majemuk, pinnate, panjang mencapai 38 cm. Bangun lamina
segitiga; stipe silindris, beralur dangkal, hijau kecoklatan, berambut; rachis
silindris, beralur dangkal, sempit hingga bagian apikal, hijau kecoklatan; pinna
alternate, pinnatifid, pangkal oblique, ujung acuminate, tepi serrate, pertulangan
menyirip, permukaan abaksial dan adaksial glabrous. Sori menempel pada tulang
daun sekunder, bulat, tidak dilindungi indusium. Spora monolet, warna kuning,
tidak dilindungi perispor.

A

B

C

D

Gambar 31 Mesophlebion crossifolium. (A) perawakan, (B) rambut, (C) sori,
(D) spora.

23

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Paku terestrial di kawasan jalur pendakian kawah ratu ditemukan sebanyak
26 jenis yang termasuk dalam 15 famili. Famili yang paling banyak ditemukan
yaitu Dennstaedtiaceae dengan 4 spesies. Jenis paku terestrial yang sering
ditemukan adalah Pteris mertensioides dan Christella dentata yang ditemukan di
empat lokasi yang berbeda. Kedua spesies ini dapat hidup pada habitat terbuka
dan ternaungi. Pada lokasi HM 52- 56 ditemukan sebanyak 4 spesies, dua spesies
tumbuhan paku terestrial yang tumbuh di lokasi ini tidak ditemukan di lokasi lain,
yaitu Oleandra musifolia dan Arachnioides haseltii.

Saran
Tumbuhan paku memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan
menjadi bahan obat, bahan makanan, dan tanaman hias. Perlu dilakukan
eksplorasi yang lebih luas di kawasan Gunung Bunder melalui jalur lain, sehingga
dapat melengkapi data keanekaragaman tumbuhan paku yang terdapat di kawasan
Gunung Bunder.

DAFTAR PUSTAKA

Andrews SB. 1990. Fern of Queensland. Brisbane (AU): Queensland
Departement of Primary Industries.
Hartini S. 2011. Tumbuhan Paku di Beberapa Kawasan Hutan Taman Nasional
Kepulauan Togean dan Upaya Kenservasinya di Kebun Raya Bogor. Berk.
Penelitian. Hayati Edisi Khusus.7A: 35-40.
Holttum RE. 1966. A Revised Flora of Malaya Volume II. Singapore (SG):
Goverment Printing office.
Katili AS. 2014. Deskripsi Pola Penyebaran dan Faktor Bioekologis Tumbuhan
Paku (Pteridophyta) di Kawasan Cagar Alam Gunung Ambang Sub
Kawasan Kabupaten Bolaang Mangondow Timur [Skripsi]. Gorontalo
(ID): Universitas Negeri Gorontalo.
Kinho J. 2009. Mengenal Beberapa Jenis Tumbuhan Paku di Kawasan Hutan
Pahaye Taman Nasional Aketajawe Lolobata Maluku Utara. Manado
(ID): Balai Penelitian Kehutanan Manado.
[LBN-LIPI] Lembaga Biologi Nasional-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
1980. Jenis Paku Indonesia. Jakarta (ID): Balai Pustaka.

24

Piggott CJ. 1998. Ferns of Malaysia In Colour. Kuala Lumpur (MY): Tropical
Press SDN, BHD.
Purnawati U, Masnur T, Irwan L. 2014. Eksplorasi Paku-Pakuan (Pteridophyta) di
Kawasan Cagar Alam Mandor Kabupaten Landak. J Protobiont. 3(2): 155156.
Rahmawati S. 2014. Tumbuhan Bawah dan Potensi Jenis Invasif di Gunung
Bunder Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Bogor.
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Raven PH, Evert RF, Eichom SE. 1992. Biology of Plant. Ed ke-5. New York
(US): Worth Publisher. p 318.
Rismunandar, Ekowati M. 1991. Tanaman Hias Paku-Pakuan. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Sastrapadja S. 1979. Jenis Paku Indonesia. Bogor (ID): Lembaga Biologi
Nasional-LIPI.
Sastrapadja S, Afriastini J. 1985. Kerabat Paku. Bogor (ID): Lembaga Biologi
Nasional-LIPI.
Sujalu AP. 2007. Identifikasi kenekaragaman paku-pakuan (Pteridophyta) epifit
pada hutan bekas tebangan di hutan penelitian Malinau CIFOR Seturan.
Media Konservasi 12(1): 38-48.
Tjitrosoepomo G. 1991. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gajah Mada
University Press.
Tjitrosoepomo G. 1998. Taksonomi Umum. Yogyakarta (ID): Gajah Mada
University Press.
[TNGHS] Taman Nasional Gunung Halimun Salak (ID). 2013. Keanekaragaman
hayati dan sejarah kawasan [diunduh 2015 Sept 30]. Tersedia pada
http://halimunsalak.org/tentang-kami/sejarah-kawasan/.
Wee YV. 2005. Ferns of the Tropics. Singapura (SG): Marshall Cavendish Int.

25

LAMPIRAN
Lampiran 1 Persebaran paku terestrial di jalur pendakian kawah ratu
No
Koleksi
SL001
SL002
SL003
SL004
SL006
SL007
SL008
SL009
SL010
SL011
SL012
SL013
SL014
SL015
SL016
SL018
SL019
SL021
SL022
SL023
SL024
SL025
SL026
SL027
SL028
SL029

Spesies
1
Histiopteris insica J.Sm.
V
Oleandra musifolia
V
Arachnioides hasseltii
V
Goniophlebium persicifolium V
(Desv.) Bedd.
Diplazium cordifolium BI.
Lygodium circinnatum
Pteris mertensioides
Cyathea squamulata (BI.)
Copel
Amphineuron opulentum
(Koulf.) Holtt.
Lindsaea repens (Bory)
THw.
Nephrolepis bisserrata
Dennstaedtia sp.
Deparia petersenii (Kunzu)
M.Kato
Dicranopteris linearis
(Burm.)
Hypolepis alpino
Gleichenia longissima BI.
Mesophlebion crossifolium
Dryopteris cochleata C.Chr
Blechnum orientale L.
Hypolepis neocaledonia
Christella dentata (Forks)
Nephrolepis cordifolia Pr.
Diplazium bantamanse Bl.
Tectaria dissecta Ching.
Gleichenia laevigata Hook.
Selaginella opaca Warb.

2

3

Lokasi
4
5

6

7

V
V
V

V

V

V

V

V

V
V

V
V

V

V
V
V
V

V

V
V
V
V
V
V
V

V
V

V

V

V
V
V
V
V
V

Keterangan : 1. HM 52-HM 56 (terbuka), 2. HM 57-HM 61 (ternaungi), 3. HM 62-HM 66
(terbuka), 4. HM 67- HM 71 (terbuka), 5.HM 72- HM 76 (terbuka), 6. HM 77- HM
81 (ternaungi), 7. HM 82-HM 86 (terbuka)

26

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Batusangkar, Sumatra Barat pada tanggal 8 Mei
1993. Penulis merupakan anak pertama dua bersaudara dari pasangan Ayah
bernama Dasril Muhammad dan Ibu bernama Irma Suryani. Pendidikan yang telah
ditempuh oleh penulis dimulai dari TK Dharma Bunda Rao-Rao pada tahun 1997,
kemudian melanjutkan pendidikan di SDN 14 Sungai Tarab pada tahun 1999 dan
lulus pada tahun 2005. Penulis selanjutnya menempuh jenj